Menu Close
Asteroid yang dikenal sebagai ‘tipe S’ mengandung lebih banyak air daripada yang kita duga.

Bagaimana Bumi mendapatkan air? Sampel dari asteroid dapat menjawabnya

Air sangat penting bagi kehidupan di Bumi dan merupakan salah satu sumber daya alam kita yang paling berharga. Mengingat bagaimana planet kita terbentuk, cukup mengejutkan untuk mengetahui betapa banyak air yang Bumi miliki. Bumi terbentuk dari awan gas dan debu yang panas selama beberapa juta tahun pertama–pada fase ini bumi berbentuk piringan CD dan disebut piringan protoplanet atau cikal bakal planet. Permukaan Bumi tetap cair akibat benturan dari komet dan asteroid. Bagian dalam Bumi juga masih cair karena kombinasi pemanasan gravitasi dan peluruhan isotop radioaktif.

Berarti, jika ada air dan senyawa organik di fase awal terbentuknya Bumi, mereka seharusnya sudah hilang karena mendidih dengan cepat. Jadi, mengapa ada banyak air di planet kita hari ini–dari mana asalnya? Sebuah studi baru yang mengejutkan, yang diterbitkan di Science Advances, menunjukkan bahwa sebuah jenis asteroid yang kami pikir tidak mengandung banyak air ternyata bisa menjadi penyebabnya. Hal ini menunjukkan bahwa tata surya kita mungkin jauh lebih basah daripada apa yang kita perkirakan sebelumnya.

Para ilmuwan telah lama memperdebatkan dari mana air Bumi berasal. Satu teori menunjukkan bahwa ia mungkin telah dibawa oleh asteroid dan komet yang bertabrakan dengan Bumi. Pendapat lainnya yaitu bahwa air selalu ada di bebatuan mantel bumi dan secara bertahap dilepaskan ke permukaan melalui gunung berapi.

itokawa. NASA/JPL

Berkat misi Hayabusa dari Jepang, kami sekarang memiliki bukti baru. Pesawat ruang angkasa itu membawa kembali muatan butiran-butiran berharga yang diambil dari permukaan asteroid 25143 Itokawa pada 2010 lalu. Para peneliti di balik studi baru ini mampu menganalisis kandungan air dari asteroid tersebut. Mereka menggunakan sebuah alat canggih yang disebut ion microprobe yang digunakan untuk meneliti komposisi permukaan sebuah benda dengan menembakkan atom bermuatan pada benda tersebut.

Percobaan itu tentu tidak mudah–butirannya kecil, kurang dari 40 mikron (sepersejuta meter), dan setiap butir terdiri dari beberapa mineral berbeda. Ion microprobe harus digunakan pada satu mineral spesifik sehingga peneliti dapat mengumpulkan data yang diperlukan. Jenis mineral yang mereka analisis adalah besi dan silikat yang mengandung magnesium dan dikenal sebagai piroksen, yang hampir seluruhnya bebas kalsium.

Zat jenis ini biasanya tidak dikaitkan dengan air–bahkan ia dianggap sebagai mineral tanpa kandungan air atau dikenal dengan sebutan Nominally Anhydrous Mineral (NAM). Kisi kristal piroksen tidak memiliki ruang-ruang kosong untuk molekul air seperti yang ditemukan pada mineral tanah liat. Hal ini menyebabkan strukturnya tidak selalu kondusif untuk mengambil air. Namun, para peneliti memakai sebuah teknik dengan tingkat sensitivitas yang sedemikian rupa sehingga mereka dapat mendeteksi dan mengukur keberadaan air meski jumlahnya sedikit.

Hasilnya mengejutkan: butiran-butiran itu mengandung hingga 1.000 bagian per juta air. Dengan mengetahui komposisi Itokawa, para peneliti kemudian dapat memperkirakan kadar air dari seluruh asteroid, yaitu antara 160 dan 510 bagian per juta air. Ini lebih banyak dari yang diperkirakan–pengukuran jarak jauh dari dua benda serupa yang juga merupakan asteroid tipe S menemukan bahwa masing-masing mengandung 30 dan 300 bagian lainnya per juta air.

Sumber yang tidak terduga

Air terbuat dari hidrogen dan oksigen. Tetapi unsur-unsur tersebut muncul sebagai isotop yang berbeda–artinya mereka dapat memiliki jumlah neutron yang berbeda dalam inti atomnya (neutron adalah partikel yang membentuk inti atom bersama dengan proton). Para peneliti melihat komposisi isotop hidrogen air dan menemukan itu sangat dekat dengan Bumi. Hal ini menunjukkan air di Bumi memiliki sumber yang sama dengan sampel yang didapat oleh misi Hayabusa.

Hasilnya menimbulkan beberapa pertanyaan menarik, yang pertama adalah berapa banyak air yang berasal dari NAM? Para peneliti menyarankan bahwa, selama proses pembentukannya, NAM menyerap hidrogen dari piringan protoplanet yang kemudian bercampur dengan oksigen pada suhu dan menerima tekanan tinggi dari awan nebula sehingga menghasilkan air.

Morfologi asli dari dua partikel Itokawa yang dipelajari. Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), diedit oleh Z. Jin

Sejauh ini, masih sangat masuk akal. Tetapi bagaimana mungkin air tetap berada di NAM? Mereka semua pada dasarnya berasal dari asteroid tipe S, yang terbentuk di bagian tata surya yang lebih dalam dan lebih panas. Itokawa telah memiliki sejarah metamorfisme dan tabrakan termal yang kompleks, mencapai suhu setidaknya setinggi 900°C. Tetapi para peneliti menggunakan model di komputer untuk memprediksi berapa banyak air yang akan hilang dalam proses ini dan ternyata kurang dari 10% dari total.

Air bumi

Tetapi bagaimana semua ini berhubungan dengan air di Bumi? Para peneliti berspekulasi bahwa setelah pengambilan butiran-butiran air dari piringan protoplanet, mineral-mineral tersebut berkumpul dan menempel bersama untuk membentuk kerikil dan akhirnya benda yang lebih besar seperti asteroid.

Jika mekanisme ini terjadi pada asteroid, hal ini bisa juga terjadi pada Bumi. Mungkin pada awalnya air di Bumi berasal dari mineral-mineral ini yang bergabung untuk membantu membentuk Bumi. Ketika air kemudian hilang selama proses pembentukan awal planet Bumi, air kemudian muncul lagi akibat tabrakan-tabrakan dari asteroid tipe S. Hal ini terbukti dari kesamaan komposisi isotop hidrogen antara Bumi dan asteoroid Itokawa.

Perspektif baru tentang masalah asal usul air Bumi menunjukkan hasil yang mengejutkan. Populasi besar asteroid di tata surya bagian dalam mungkin mengandung lebih banyak air daripada yang diduga.

Jadi selama ada air di mana-man di tata surya kita, fakta bahwa ia tersembunyi di dalam mineral menunjukkan air tidak selalu ada untuk diminum.

Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now