Menu Close
Empat tabung plastik dengan selang-selang.
Penelitian penulis dan tim mahasiswa tentang pengolahan limbah cair kelapa sawit sekaligus produksi listrik terbarukan menggunakan microbial fuel cells di Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya. Author provided

Bagaimana makhluk hidup bisa menjadi sumber daya listrik terbarukan

Listrik tidak hanya dihasilkan oleh tenaga air, angin, surya, atau uap, tapi makhluk hidup juga.

Lebih dari satu abad yang lalu, ilmuwan sudah mulai mengamati kemampuan beberapa mikroorganisme (makhluk hidup sederhana yang tersusun dari satu atau beberapa sel berukuran kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan mikroskop) untuk menghasilkan listrik dari aktivitas vital alami mereka.

Perubahan materi organik menjadi energi listrik dengan bantuan mikroorganisme ini terjadi dalam sistem bioelektrokimia.

Melalui sistem ini, mikroorganisme, seperti bakteri, bisa menghasilkan listrik dan berpotensi sebagai sumber energi terbarukan.

Menghasilkan listrik dari mikroorganisme

Salah satu sistem bioelektrokimia yang paling dikenal adalah Microbial Fuel Cells (MFC).

Secara umum, MFC mempunyai satu ruang anoda (elektroda negatif) dan satu ruang katoda (elektroda positif), dengan mekanisme kerja menyerupai baterai.

Dalam MFC, mikroorganisme membantu penguraian materi organik atau anorganik (disebut sebagai substrat) dalam ruang anoda.

Dari hasil penguraian tersebut, elektron dihasilkan dan mengalir dari anoda ke katoda melalui bahan konduktif, seperti kawat tembaga, sehingga arus listrik dapat dihasilkan.

Prinsip kerja Microbial Fuel Cells (MFC) secara umum (Diadaptasi dari: publikasi penelitian Prof. Bruce Ernest Logan dkk. dari The Pennsylvania State University tahun 2006)

Sumber energi terbarukan

Hingga saat ini, MFC banyak diteliti untuk produksi energi listrik terbarukan dan pengolahan limbah dalam skala besar dan komersial di beberapa negara.

Misalnya, untuk pengolahan limbah pabrik bir di kota Harbin, Cina, atau pengolahan air danau di Icapuí, Brazil.

Sistem MFC dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk kedua proses tersebut sehingga tidak diperlukan lagi suplai listrik dari luar.

Ini tentunya berarti menghemat biaya penyediaan energi listrik.

Beberapa perusahaan teknologi juga mengaplikasikan MFC untuk pengolahan limbah skala komersial seperti EcoVolt produksi Cambrian Innovation Inc. dan VIVA MFC buatan MICROrganic Technologies di Amerika Serikat.

Di Kanada, Prongineer, perusahaan pengolahan air limbah menawarkan teknologi MFC dan Plant-e di Belanda menggunakan Plant Microbial Fuel Cells (PMFC), integrasi MFC dengan tanaman, untuk energi listrik terbarukan.

Teknologi MFC bahkan diadopsi oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) sejak tahun 2006.

Pada tahun 2011, NASA bekerja sama dengan Cambrian Innovation Inc. untuk mengembangkan MFC yang dapat mengubah karbon dioksida dari udara di dalam pesawat luar angkasa menjadi oksigen, air, dan gas metana.

Di samping berbagai kemajuan tersebut, penelitian lebih lanjut tetap diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas MFC, terutama dalam skala komersial.

Jenis mikroorganisme yang tepat

Salah satu faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap kinerja sistem MFC adalah jenis mikroorganisme yang digunakan.

Kelompok mikroorganisme yang dapat mentransferkan elektron dari sel mereka ke elektroda disebut sebagai mikroorganisme eksoelektrogenik.

Dua genus bakteri eksoelektrogenik yang paling banyak diteliti untuk MFC adalah Geobacter dan Shewanella.

Sebagai contoh, spesies Geobacter sulfurreducens KN400 mampu menghasilkan listrik sebesar 3,9 Watt per meter persegi luas anoda.

Sementara itu, spesies Shewanella putrefaciens dapat memproduksi listrik hingga 4,4 Watt per meter persegi luas anoda.

Stasiun luar angkasa NASA menggunakan bakteri Shewanella oneidensis dalam sebuah studi MFC pada bulan Februari 2019.

Beberapa jenis mikroorganisme lainnya seperti Rhodopseudomonas palustris DX1, Candida melibiosica, Saccharomyces cerevisiae, bahkan Escherichia coli DH5α juga diketahui menunjukkan kemampuan yang baik sebagai bakteri eksoelektrogenik.

Penelitian Krishna Katuri di National University of Ireland Galway, Irlandia, dan rekan-rekannya dari King Abdullah University of Science and Technology, Saudi Arabia, menemukan spesies Desulfuromonas acetexigens sebagai bakteri eksoelektrogenik baru.

Bakteri eksoelektrogenik dapat diperoleh dari berbagai lingkungan, seperti air limbah, kompos, kotoran ternak, tanah, endapan sungai atau danau, rawa, bahkan ekosistem laut.

Contohnya, para peneliti dari University of Buenos Aires yang menemukan bakteri Dietzia sp. RNV-4 dari endapan tepi sungai Río de la Plata di Argentina. Bakteri ini ternyata memiliki kinerja yang baik dalam sistem MFC.

Potensi Indonesia

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk mikroorganisme.

Sayangnya, baru ada sekitar 10% mikroorganisme asal Indonesia yang teridentifikasi sehingga potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Salah satu faktor penghambat adalah kurangnya kesinambungan penelitian terkait mikroorganisme di Indonesia.

Selain itu, kegiatan pengembangan dan aplikasi penelitian masih kurang sinergis antara akademisi, peneliti, dan industri.

Padahal, dari segi potensi dan berdasarkan hasil penelitian yang sudah ada, mikroorganisme ternyata dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik terbarukan di Indonesia.

24 unit Microbial Fuel Cells (MFC) penyusun EcoBot-IV (kiri) dan pengisian daya ponsel Samsung GT-E2121B oleh MFC (kanan) (Sumber: publikasi penelitian Prof. ‪Ioannis Andrea Ieropoulos dkk. dari Bristol BioEnergy Centre tahun 2013)

Di Indonesia, penelitian seputar sistem bioelektrokimia sudah mulai banyak dilakukan, seperti penelitian MFC untuk pengolahan air limbah pabrik tahu, pengolahan limbah sisa makanan, pengolahan limbah cair industri tapioka, hingga PMFC untuk produksi listrik dari lahan persawahan padi di Kalimantan Barat.

Namun, dari semua penelitian sistem bioelektrokimia di Indonesia, belum ada yang siap diimplementasikan dalam skala besar di kehidupan nyata.

Melihat hasil-hasil penelitian dan aplikasi yang sudah dilakukan oleh negara-negara lain, mikroorganisme merupakan salah satu sumber alternatif energi listrik terbarukan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia.

Tentu saja, pengembangan teknologi ini membutuhkan dukungan dan sinergisme berbagai pihak, mulai dari akademisi, peneliti, industri, hingga pemerintah.

Apabila teknologi ini berhasil diimplementasikan, masalah penyediaan listrik terutama di daerah terpencil Indonesia diharapkan dapat teratasi, dan eksploitasi bahan bakar fosil untuk energi listrik dapat dikurangi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now