Tulisan ini terbit berkat kerjasama PUSKAPA dan The Conversation Indonesia, dan merupakan artikel pertama dari serial dua artikel tentang etika, peluang, dan tantangan dalam melibatkan anak dalam penelitian.
Berbagai isu seputar anak - dari proses pembelajaran, kekerasan terhadap anak, hingga isu kerja di bawah umur - semakin sering diangkat ke ranah publik, seiring dengan meningkatnya kesadaran mengenai pentingnya menjamin pemenuhan hak anak. Sejalan dengan itu, meningkat pula minat untuk mempelajari kehidupan dan kondisi anak melalui berbagai penelitian.
Pada umumnya, riset yang mengeksplorasi kehidupan anak dilakukan melalui dialog dengan orang dewasa – baik itu orang tua, wali, guru, dokter, dan sebagainya – yang bertindak sebagai wakil anak. Namun, pihak-pihak yang mewakili mereka tidak selalu dapat mengartikulasikan dengan baik pemikiran dan pengalaman anak-anak yang menjadi fokus penelitian tersebut.
Semakin banyak wacana mengenai pentingnya mendengarkan anak-anak secara langsung untuk memahami pengalaman dan cara pandang mereka dalam suatu penelitian. Namun, mengikutsertakan anak dalam penelitian tidak serta-merta membuat sebuah penelitian bermakna jika tidak disertai perencanaan metodologi dan persiapan etik yang tepat.
Yang perlu diwujudkan adalah suatu penelitian yang melibatkan anak secara aktif, bukan saja sebagai objek yang diteliti. Inilah yang disebut dengan ‘penelitian partisipatif anak’.
Partisipasi anak secara bermakna diperlukan karena kebutuhan dan potensi anak akan terpenuhi secara memadai jika orang dewasa memahami posisi anak serta mendengarkan suara dan pengalaman mereka.
Model partisipasi anak dalam penelitian
Pada penelitian ini anak berpartisipasi langsung tanpa perantara dan tidak hanya sebagai responden yang harus menyesuaikan diri dengan norma-norma penelitian tradisional orang dewasa.
Partisipasi anak secara bermakna diwujudkan melalui penelitian yang dibuat lebih kolaboratif dan demokratis, yang memungkinkan anak untuk mengambil peran dalam menentukan jalannya penelitian.
Riset seperti ini memerlukan komitmen dari peneliti untuk memahami pengalaman dan cara pandang anak dan menempatkan pengalaman ini setara atau sama berharganya dengan cara pandang atau pengalaman orang dewasa.
Selain itu, peneliti perlu merancang metodologi dan agenda penelitian sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak dan menjalankannya secara etis.
Ada tiga model partisipasi langsung anak dalam penelitian, yaitu sebagai konsultan, sebagai kolaborator, dan sebagai peneliti utama. Peneliti perlu memutuskan jenis keterlibatan langsung yang ingin lakukan dengan anak pada awal proses penelitian.
Anak dapat bertindak sebagai konsultan untuk riset dan memberikan rekomendasi mereka untuk membantu peneliti membuat keputusan penting. Bantuan dari anak dapat diminta di seluruh tahap proses penelitian dan bisa menjadi sangat penting pada tahap pengembangan.
Dalam hal anak sebagai kolaborator (termasuk sebagai peserta aktif), anak mengarahkan satu, beberapa, atau semua tahap proses penelitian bersama dengan peneliti dewasa. Selain itu, mereka mungkin terlibat dalam membentuk desain penelitian, memilih metode, mengumpulkan dan menganalisis data, atau bahkan menulis dan menyebarkan laporan.
Jika anak sebagai peneliti utama, anak bertanggung jawab untuk memimpin semua tahap penelitian dengan sekelompok teman sebaya dengan dukungan dari peneliti dewasa.
Merancang metode penelitian yang nyaman dan etis bagi anak
Anak perlu merasa nyaman dalam mengekspresikan pandangan mereka agar dapat berkontribusi secara bermakna. Oleh karena itu, metodologi dan metode harus diadaptasikan sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta anak dalam studi.
Di samping itu, partisipasi anak harus diwujudkan secara etis dan bertanggung jawab tanpa mengorbankan ketelitian intelektual penelitian.
Ada tujuh prinsip utama penelitian yang etis dengan anak, yaitu rasa hormat, tidak merugikan (do no harm) dan berbuat baik (do good), keadilan, kepentingan terbaik anak, kesukarelaan, kerahasiaan (termasuk, privasi dan anonimitas), serta hak untuk didengarkan dan diteliti dengan patut.
Terkait dengan prinsip kerahasiaan, privasi dan anonimitas, sebagai bagian dari persetujuan (informed consent) peneliti harus menjelaskan siapa yang akan memiliki akses pada informasi yang dibagikan oleh peserta selama penelitian, serta apa yang akan dilakukan terhadap data tersebut setelah penelitian selesai.
Sebagian besar penelitian yang melibatkan anak sebagai informannya menerapkan persetujuan ganda (dual consent), yaitu mencari persetujuan baik dari anak maupun orang tua, pengasuh, atau wali. Dengan menggunakan persetujuan ganda, penelitian memastikan bahwa seorang anak dapat berpartisipasi hanya jika anak tersebut dan orang tua atau wali mereka telah menyetujui keterlibatan mereka dalam penelitian tersebut.
Terkait dengan prinsip ‘tidak merugikan’, peneliti wajib untuk mengambil tindakan yang dibutuhkan untuk meminimalkan potensi dampak negatif dari suatu penelitian terhadap partisipan.
Selalu ada kemungkinan bahwa peneliti dan penelitian membawa kerugian atau bahaya bagi partisipan anak-anak dan komunitasnya. Tak kalah penting untuk dipahami bahwa kerugian atau bahaya tersebut bisa bermacam-macam, termasuk psikologis, sosial-budaya, ekonomi, serta hukum-politik.
Mengapa anak perlu berpartisipasi secara bermakna dalam penelitian?
Perlunya partisipasi anak secara bermakna dalam penelitian berangkat dari pemahaman bahwa orang tua atau pengasuh tidak mampu mewakili anak sepenuhnya.
Anak merupakan ahli dalam kehidupan mereka, dan tidak ada perantara yang dapat benar-benar mewakili suara mereka selain diri mereka sendiri.
Melibatkan anak dalam penelitian juga merupakan suatu bentuk perwujudan hak asasi anak, khususnya hak untuk mengemukakan pendapat seperti yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak (KHA). Anak juga memiliki hak agar pendapatnya didengar dan dipertimbangkan dalam keputusan yang menyangkut dirinya atau anak-anak lain, termasuk dalam penelitian yang menyangkut mereka.
Dari segi manfaat, partisipasi anak secara bermakna dalam penelitian mendatangkan berbagai hal positif. Pertama, data dan temuan yang dihasilkan akan lebih menggambarkan kenyataan pengalaman hidup dan cara pandang anak.
Lewat temuan yang lebih merefleksikan pengalaman dan pandangan anak, penelitian partisipatif anak diharapkan dapat mendukung perencanaan dan implementasi program yang lebih baik bagi anak dan komunitasnya.
Ada pula beberapa potensi manfaat praktis lainnya dari partisipasi anak secara aktif, yaitu menciptakan persahabatan baru, serta mengembangkan keterampilan dan potensi baru bagi anak.
Penelitian partisipatif dapat menawarkan lingkungan belajar bagi anak-anak yang terlibat secara aktif dalam penelitian. Ketika anak-anak dilibatkan sebagai rekan peneliti, mereka mempelajari keterampilan tertentu yang bermanfaat untuk perjalanan hidup mereka kelak.
Dalam penelitian yang berorientasi aksi, partisipasi aktif anak-anak tidak hanya berpotensi menciptakan perubahan positif pada topik tertentu tapi juga dapat menjadi bukti bahwa anak-anak memiliki kapasitas untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik, sehingga membuka lebih banyak ruang untuk partisipasi publik.
Risiko yang dapat timbul saat melibatkan anak dalam penelitian
Penelitian yang melibatkan anak-anak akan menghadapi sejumlah risiko, terutama saat peneliti mengeksplorasi topik sensitif, seperti kekerasan, kesehatan reproduksi, aktivitas kriminal, atau kerja di bawah umur.
Anak-anak bisa jadi lebih rentan dan memiliki risiko yang lebih besar dan berbeda dengan orang dewasa karena karakteristik atau status sosial mereka.
Ada kalanya penelitian justru mengungkap sejumlah isu perlindungan anak, baik di antara partisipan atau individu yang terkait dengannya, termasuk kekerasan, pelecehan, eksploitasi kerja dan seksual, dan penelantaran.
Risiko juga dapat muncul dari berbagai pertanyaan yang diajukan. Panduan praktis yang baik adalah memulai dengan pertanyaan yang umum dan baru melanjutkan ke pertanyaan yang lebih sensitif hanya setelah kepercayaan diperoleh, hubungan baik dibangun, dan privasi terjamin.
Sangat penting bagi para peneliti untuk mengidentifikasi jenis risiko apa yang dapat timbul dan berdampak pada anak-anak dari partisipasi mereka dalam suatu penelitian.
Untuk membantu mengidentifikasi potensi risiko, ancaman, dan dilema etika, Dewan atau Komite Etik dapat membantu tim studi. Selain Komite Etik, kelompok eksternal yang terdiri dari orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat dan berbagai keahlian, termasuk peneliti yang berpengalaman dalam topik dan geografi yang dipelajari, dapat membantu mengidentifikasi risiko, tantangan, dan dilema multidimensi yang terkadang dilupakan atau diabaikan oleh peneliti.
Ada berbagai metode yang dapat dipakai untuk mengurangi risiko selama pengumpulan data. Beberapa di antaranya adalah mengubah cara mengajukan pertanyaan atau menemukan tempat yang aman untuk berinteraksi dengan anak-anak yang berpartisipasi.
Namun, rencana mitigasi harus selalu jelas dan disetujui. Sangat penting untuk memastikan semua protokol penelitian yang melibatkan anak telah menyertakan rencana rinci untuk mencegah dan mengurangi masalah keamanan, mengatasi dilema metodologis dan etika yang mungkin muncul, serta menyertakan rujukan berisi kontak layanan yang relevan.
Jika Anda tertarik mengikuti diskusi soal etika, peluang, dan tantangan melibatkan anak dalam penelitian yang diadakan PUSKAPA bersama The Conversation Indonesia, UNICEF Indonesia, dan CPC Learning Network at Columbia University, silakan daftar di sini.