Menu Close
Anjing terapi mengunjungi pasien anak laki-laki di rumah sakit
Anjing terapi mengunjungi pasien anak laki-laki di rumah sakit. Monkey business images/shutterstock

Bagaimana memelihara anjing dan kucing dapat membantu meningkatkan kesejahteraan manusia

Kita semua pernah mendengar tentang terapi psikoterapi, yang melibatkan dinamika antara klien dan sosok terapis mereka. Tapi ada alternatif lain yang kurang popular yaitu terapi psikologis lewat hewan peliharaan. Dan tidak, itu bukan terapi untuk hewan peliharaan kamu – ini adalah fenomena terapi yang relatif baru untuk manusia, yang melibatkan hewan.

Intervensi yang disebut (AAIs) – yang juga melibatkan tenaga profesional yang terlatih – terbukti bermanfaat bagi semua usia, yang mengarah pada pengurangan secara signifikan dalam respons fisiologis terhadap stres dan emosi lainnya yang terkait seperti rasa cemas.

Sudah menjadi fakta bahwa orang-orang dari segala usia dapat memperoleh manfaat dari memiliki hewan peliharaan. Dari kegembiraan yang muncul dari ikatan manusia-hewan, hingga persahabatan dan peningkatan kesehatan mental, tidak diragukan lagi bahwa kucing, anjing dan hewan peliharaan lainnya meningkatkan kualitas kehidupan kita dengan cara yang tidak terpikirkan

Namun selama sepuluh tahun terakhir, hewan mulai membantu manusia di tempat yang jauh dari rumah – seperti rumah sakit dan panti jompo, serta sekolah, universitas, penjara dan layanan rehabilitasi.

Departemen Darurat Rumah Sakit Universitas Royal di Saskatchewan, Kanada, misalnya, telah menyambut anjing terapi (dan pawang nya) sejak 2016.

Sebuah studi baru yang berbasis di rumah sakit tersebut menyelidiki apakah terapi anjing berdampak pada kesejahteraan pasien - yang sebagian besar (sekitar 70%) pasiennya dirawat dan sedang menunggu ruang inap.

Mereka masing-masing menerima kunjungan sepuluh menit dari anjing terapi St John Ambulance di samping perawatan rumah sakit biasa. Menggunakan survei psikometri terperinci, para peneliti menilai pasien segera sebelum kunjungan, segera setelah itu dan 20 menit sesudahnya. Mereka didorong untuk menemukan bahwa pasien melaporkan penurunan yang signifikan dalam rasa sakit, kecemasan, dan depresi setelah kunjungan oleh anjing terapi.

Terapi yang melibatkan anjing juga dapat menurunkan tekanan darah dan detak jantung.

Kucing dan kuda juga membantu

Selama sepuluh tahun terakhir, kucing juga telah bergabung dengan gerakan AAI – dan telah digunakan di lingkungan seperti sekolah dan panti jompo untuk meningkatkan kesejahteraan para pasien. Bersamaan dengan adanyakehadiran kucing telah terbukti meningkatkan mood dan mengurangi perasaan kesepian. Bermain dengan kucing, dan kontak fisik melalui membelai dan memeluk, dapat menimbulkan rasa tenang, terutama bagi anak-anak dan pasien lanjut usia yang lemah yang sudah dirawat lama.

Elderly women in wheelchair cuddling a cat
Membelai dan berinteraksi dengan kucing dapat meningkatkan mood kita dan mengurangi kesepian. Toa55/shutterstock

Bahkan faktanya, dengkuran kucing pun bisa memberikan kelegaan emosional, terutama saat kita merasa stres.

Satu penelitian – dengan pasien yang hidup dengan disabilitas kronis akibat usia tua di panti jompo – menemukan bahwa mereka yang diberi sesi terapi kucing tiga kali seminggu, selama enam minggu, menunjukkan kondisi yang membaik akibat depresi dan tekanan darah yang membaik.


Read more: Therapy dogs help students cope with the stress of college life


Terapi dengan bantuan kuda sangat berguna bagi kaum muda yang mengalami masalah kesehatan mental dan perilaku. Dalam banyak kasus, mereka yang tidak mendapatkan manfaat dari terapi tradisional berbasis bicara, mungkin mengalami manfaat – terutama hadirnya perasaan tenang dan kontrol emosi – ketika berpartisipasi dalam terapi kuda, di mana mereka belajar bagaimana berkomunikasi dan merawat kuda.

Terapi menunggang kuda juga memberikan manfaat fisik dan emosional yang serupa bagi anak-anak penyandang cacat, membantu meningkatkan keseimbangan, postur, dan koordinasi tangan-ke-mata mereka. Ini juga dapat membantu anak-anak untuk belajar percaya dan menjadi lebih sadar sosial.

Menunggang kuda sebagai terapi telah terbukti memperbaiki gejala PTSD pada orang dewasa juga. Dan terapi kuda, termasuk aktivitas lain seperti memberi makan, dan merawat kuda – dapat membantu orang untuk memproses dan mengubah perilaku negatif, contohnya yang terkait dengan kecanduan.

Mengapa hewan peliharaan merupakan terapi yang bagus

Membangun hubungan dan koneksi sosial melalui sosialisasi dan interaksi manusia adalah bagian penting dari menjaga dan meningkatkan kesehatan mental kita.

Hewan, ketika dibiarkan sendiri, juga membantu memelihara dan meningkatkan hubungan emosional dan hubungan dengan orang lain. Kita sangat beruntung bahwa – jika menyangkut anjing, kucing, dan kuda – kecenderungan ini juga meluas ke manusia, selama kita memperlakukan hewan tersebut dengan nyaman.

Dan sains telah menunjukkan bahwa mereka juga dapat memahami apa yang terjadi dalam interaksi kita dengan mereka.

Young boy stroking horse on the nose before a horse therapy session
Kuda dapat membaca emosi kita dan menyesuaikan perilakunya dengan itu. Goodmoments/shutterstock

Kuda dapat membaca dan mendengarkan emosi manusia. Mereka bahkan dapat mempelajari tentang seseorang dari melihat mereka berinteraksi dengan kuda lain, dan menyesuaikan perilaku mereka – seperti mendekati dan lebih banyak menyentuh orang tersebut jika mereka tampak menunjukkan ketidaknyamanan di sekitar kuda lainnya.

Penelitian dengan anjing dan kucing menemukan bahwa mereka juga dapat membaca dan merespons bahasa tubuh kita, juga ekspresi wajah dan suara.

Bagian dari kegembiraan membangun hubungan dengan hewan adalah menemukan siapa mereka dan apa yang mereka nikmati – dan tak perlu dijelaskan bahwa kesejahteraan mereka harus selalu menjadi prioritas utama. Tetapi jika kamu memiliki hewan peliharaan yang membantu terapimu, maka pertimbangkan untuk menjangkau organisasi terapi hewan peliharaan di daerah kamu, seperti Pets As Therapy di Inggris. Mereka akan senang bertemu kamu dan teman hewanmu.


Arina Apsarini dari Binus University menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now