Setiap kali Anda menjepret satu foto dengan telepon pintar Anda, telepon tersebut mungkin melakukan lebih dari satu triliun operasi–tergantung pada merek dan modelnya–untuk hanya satu gambar itu.
Ya, telepon Anda melakukan fungsi otomatis/fokus otomatis yang biasa ada di fotografi point-and-shoot.
Tapi telepon Anda mungkin juga menjepret dan menumpuk banyak frame (kadang-kadang bahkan sebelum Anda menekan tombol), menangkap bagian paling gelap dan paling terang dari objek, meratakan dan menggabungkan pencahayaan, dan melakukan proses komputasi sehingga menjadikan komposisi Anda sebuah peta tiga dimensi sehingga membuat latar belakang dari objek menjadi kabur.
Read more: Robots can learn a lot from nature if they want to 'see' the world
Istilah untuk ini adalah fotografi komputasi, yang pada intinya pengambilan gambar terjadi melalui serangkaian proses digital dan bukan semata-mata proses optik. Penyesuaian dan manipulasi gambar terjadi seketika, dan di dalam kamera, dibanding pada pascaproduksi yang menggunakan perangkat lunak pengeditan.
Fotografi komputasi merampingkan produksi gambar sehingga semuanya–pengambilan, pengeditan, dan pengiriman– dapat dilakukan di telepon.
Ponsel pintar atau kamera?
Bagi para pengguna, ponsel sekarang sama bagusnya, dan dalam banyak kasus melampaui, kamera DSLR yang mahal. Kemampuan untuk membuat foto yang terlihat profesional ada di telapak tangan Anda.
Saya menekuni fotografi lebih dari 30 tahun yang lalu menggunakan film, kamar gelap, bermacam-macam kamera dan lensa, dan kemudian beralih tak terelakkan ke DSLR.
Tapi saya sekarang mengambil foto hanya menggunakan iPhone–karena lebih murah dan selalu bersama saya. Saya memiliki dua lensa aksesori, dua alat penyangga (rig) agar tidak goyang (satu untuk bawah air, yang satunya untuk darat), satu tripod dan banyak aplikasi fotografi.
Aplikasilah yang sering menjadi pusat kekuatan fotografi smartphone komputasi. Anggap saja seperti mobil yang dimodifikasi. Aplikasi-aplikasi adalah perangkat lunak tambahan (add-on) yang memanfaatkan dan meningkatkan kinerja mesin yang ada. Dan, seperti halnya balap mobil, perangkat tambahan terbaik biasanya berakhir dalam produksi massal.
Hal itu tampaknya merupakan kasus Apple iPhone Xs. Ponsel ini memiliki fotografi komputasi yang canggih dengan kemampuannya untuk bekerja dalam pencahayaan redup, HDR (High Dynamic Range) pintar dan jangkauan jarak terdekat dan terjauh (kedalaman bidang) buatan. Ponsel iPhone Xs bisa dibilang ponsel kamera terbaik di pasaran saat ini.
Beberapa bulan yang lalu titel itu dipegang oleh Huawei P20 Pro. Sebelum Huawei, yang terbaik mungkin Google’s Pixel 2 – sampai saat Pixel 3 beredar di pasar.
Intinya adalah, produsen saling mendahului satu sama lain dalam perlombaan memproduksi kamera smartphone terbaik dalam masyarakat yang terobsesi dengan gambar (kapan terakhir kali Anda melihat smartphone dipasarkan sebagai telepon?).
Produsen telepon menjatuhkan produsen kamera tradisional. Ini agak seperti dinamika antara surat kabar dan media digital: surat kabar memiliki warisan kualitas dan kepercayaan, tapi media digital merespons permintaan pasar dengan lebih baik dan lebih cepat. Begitu juga produsen smartphone.
Jadi, saat ini, area utama fotografi komputasi smartphone yang dapat Anda terapkan untuk gambar yang lebih baik adalah: mode foto potret; HDR pintar; pencahayaan redup dan pencahayaan jangka panjang (long exposure).
Mode potret
Kamera konvensional menggunakan lensa yang panjang dan lubang bukaan cahaya yang besar untuk mengaburkan latar belakang demi memperjelas subjek gambar. Ponsel cerdas memiliki panjang titik fokus yang kecil dan lubang bukaan cahaya yang tetap sehingga solusinya adalah komputasi–jika perangkat Anda memiliki lebih dari satu kamera belakang (beberapa, termasuk Huawei, memiliki tiga).
Alat ini bekerja dengan menggunakan kedua kamera untuk menangkap dua gambar (satu sudut lebar, yang satunya telefoto) yang kemudian digabung. Ponsel Anda melihat kedua gambar dan menentukan peta kedalaman (jarak antara objek dalam gambar keseluruhan). Objek dan seluruh area kemudian dapat diburamkan secara artifisial ke titik yang tepat, tergantung di mana letaknya peta kedalaman mereka berada.
Ini adalah cara kerja mode potret. Sejumlah aplikasi pengeditan memungkinkan penyesuaian yang baik sehingga Anda dapat menentukan dengan tepat seberapa banyak dan di mana menempatkan bokeh (bagian buram dari gambar, juga dikenal sebagai kedalaman bidang).
Selain yang sudah ada di smartphone, aplikasi (iOS) untuk ini termasuk Focos, Halide, ProCam6, Darkroom.
Aplikasi Android lebih sulit untuk direkomendasikan. Banyak pengembang memilih untuk tetap berpegang pada Apple karena itu lingkungan yang standar. Meski demikian, Anda dapat mencoba Google Camera atau Open Camera
HRD pintar
Mata manusia dapat merasakan kontras jauh lebih besar dari kamera. Untuk menghadirkan lebih banyak detail cahaya terang dan bayangan pada foto Anda (rentang dinamis), HDR (High Dynamic Range) adalah fitur standar pada sebagian besar ponsel cerdas terbaru.
Hal ini mengacu pada teknik fotografi tradisional di mana beberapa frame disorot dari bayangan ke cahaya terang dan kemudian digabung. Seberapa baik kinerjanya tergantung pada kecepatan sensor ponsel Anda dan ISP (pengolah sinyal gambar).
Sejumlah aplikasi HDR juga tersedia, beberapa di antaranya akan memakan 100 frame dari satu adegan, tapi Anda mungkin perlu menjaga ponsel Anda tetap stabil agar tidak kabur. Coba (iOS) Hydra, ProHDRx atau (Android) Pro HDR Camera.
Sorotan panjang dan cahaya rendah
Smartphone memiliki sensor gambar dan kedalaman piksel, sehingga mereka sulit bekerja dalam cahaya rendah. Komputasi yang dilakukan pengembang dan produsen saat ini adalah untuk mengambil beberapa tingkat pencahayaan, menumpuknya satu sama lain, dan kemudian meratakan tumpukan untuk mengurangi riuh (noise), yaitu piksel acak yang lolos dari sensor.
Ini adalah teknik tradisional (dan manual) di Photoshop yang sekarang otomatis ada di telepon pintar dan merupakan evolusi dari HDR. Ini adalah bagaimana Google Pixel 3 dan Huawei P20 melihat dengan baik di kegelapan.
Ini juga berarti bahwa pencahayaan panjang (long exposure) dapat dilakukan di siang hari tanpa risiko gambar terlalu terang. Ini tidak bisa dilakukan dengan DSLR atau film.
Dalam aplikasi seperti NightCap (untuk Android, coba Camera FV-5), pencahayaan panjang adalah proses perataan, seperti gambar awan badai melewati menara jam di atas yang menggunakan pencahayaan panjang tiga detik.
Mode Light Trails (garis cahaya), seperti di gambar utama Jembatan London dan gambar-gambar pusat kota San Francisco dan pemutar api di bawah ini adalah proses tambahan untuk menangkap sorotan yang muncul.
Tripod sangat penting kecuali jika Anda menggunakan aplikasi penyuntingan gratis Adobe Lightroom (iOS dan Android), yang memiliki fitur kamera dengan pencahayaan panjang yang menambahkan penyelarasan otomatis pada penumpukan gambarnya.
Read more: Want a better camera? Just copy bees and their extra light-sensing eyes
Pencahayaan panjang di aplikasi asli iPhone dapat dilakukan dengan mengetuk tombol mode Live. Ponsel iPhone merekam sebelum Anda menekan tombol pengatur cahaya, jadi Anda harus menjaga kestabilan kamera sebelum dan setelah Anda mengambil gambar. Kemudian, di aplikasi Photos, geser gambar ke atas untuk mengakses empat mode: Live, Loop, Bounce dan Long Exposure.
Kunci keberhasilan fotografi ponsel pintar adalah memahami apa yang dapat dilakukan ponsel Anda dan juga keterbatasannya, seperti panjang fokus optik (meski perangkat ini dari Light mulai mengatasi hal tersebut). Kemajuan dalam fotografi komputasi akan menjadikan fotografi ponsel semakin dinamis dan menarik.
Penting untuk diingat juga, bahwa smartphone hanya alat, dan fotografi komputasi adalah teknologi yang mendukung alat ini. Pepatah lama ini masih terdengar nyaring: fotograferlah yang mengambil gambar, bukan kamera. Untungnya mengambil gambar sekarang jauh lebih mudah.
Selamat memotret.
Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Ahmad Nurhasim.