Menu Close

Bagaimana teknologi terbaru dan aktivisme yang baik bisa menangkal berita bohong

Teknologi mendorong banyaknya berita bohong. Namun bisakah ia menghentikan masalah ini? shutterstock.com

Konsep “fake news” atau berita bohong kita temui di mana-mana selama dua tahun terakhir. Kamus Bahasa Inggris Cambridge mendefinisikannya sebagai “cerita-cerita palsu yang muncul dalam berita, tersebar melalui internet atau menggunakan media lain, biasanya dibuat untuk mempengaruhi pandangan politik atau sebagai lelucon”.

Sebagai bagian dari dorongan global untuk menahan laju penyebaran informasi salah yang disengaja, peneliti-peneliti berusaha memahami alasan orang untuk menyebarkan berita bohong dan bagaimana dukungan terhadap berita bohong tersebut dapat tersebar melalui jejaring sosial.

Namun manusia adalah binatang sosial yang kompleks, dan teknologi belum dapat memahami betapa kaya proses pembelajaran dan interaksi manusia.

Itulah mengapa kami memilih menggunakan pendekatan yang berbeda dalam penelitian kami. Kami menggunakan teknik terbaru, yang kami ambil dari teknologi kecerdasan buatan, untuk mempelajari bagaimana dukungan untuk berita bohong—atau penolakan terhadapnya—dapat menyebar dalam jejaring sosial.

Kami yakin model ini lebih realistis dari pendekatan-pendekatan sebelumnya karena para individu dalam model kami belajar secara endogen dari interaksinya dengan lingkungan dan tidak hanya mengikuti aturan. Pendekatan baru ini memungkinkan kami mempelajari sejumlah hal baru tentang bagaimana berita bohong tersebar.

Kesimpulan utama dari penelitian kami adalah, privasi merupakan kunci pencegahan penyebaran berita bohong. Menjaga data pribadi untuk Anda sendiri sama pentingnya dengan berhati-hati saat memberikan informasi ke media sosial atau mesin pencari.

Gelombang inovasi teknologi terbaru telah membawa kita pada web 2.0 yang berpusat pada data, yang menimbulkan beberapa tantangan mendasar bagi privasi pengguna dan integritas dari berita yang dibagikan di media sosial.

Namun sebagaimana ditunjukkan penelitian kami, kita masih bisa optimistis bahwa teknologi, dipadukan dengan dosis yang sehat dari aktivisme orang per orang, bisa memberikan solusi untuk menghadapi bencana berita bohong.

Mencontoh perilaku manusia

Literatur-literatur yang ada menggambarkan penyebaran berita bohong di jejaring sosial dalam salah satu dari dua cara.

Cara pertama, kita dapat membuat model dari apa yang terjadi ketika seseorang mengamati kegiatan tetangga mereka. Informasi tersebut kemudian digunakan dalam kalkulasi yang rumit untuk memperbarui keyakinan mereka tentang dunia secara optimal.

Pendekatan yang kedua mengasumsikan bahwa seseorang akan secara sederhana mengikuti aturan mayoritas: setiap orang melakukan apa yang dilakukan oleh kebanyakan tetangganya.

Masalahnya, kedua pendekatan tersebut memiliki kekurangannya tersendiri. Mereka tidak mampu meniru apa yang terjadi ketika seseorang berubah pikiran setelah terjadinya beberapa percakapan atau interaksi.

Penelitian kami berbeda. Kami memodelkan manusia sebagai agen yang mengembangkan strategi mereka sendiri dalam memperbarui pandangan mereka tentang potongan berita yang didapatkan dari tindakan tetangganya.

Kita lalu mengenalkan musuh yang berusaha menyebarkan berita bohong dan membandingkan seberapa efisiennya musuh tersebut ketika dia memiliki pengetahuan tentang seberapa kuat kepercayaan yang dimiliki agen lain dibandingkan jika dia tidak mengetahuinya.

Ambil contoh di dunia nyata, seorang musuh yang bertujuan menyebarkan berita bohong mungkin akan membaca profil Facebook Anda dan melihat apa yang Anda percayai, kemudian merajut disinformasi yang ingin dia sebar dengan disesuaikan dengan kepercayaan Anda untuk meningkatkan kemungkinan Anda akan membagikan berita bohong yang ia kirimkan.

Kami mempelajari beberapa hal baru tentang bagaimana berita bohong tersebar. Misalnya, kami menunjukkan bahwa menyediakan tanggapan atas berita yang telah dibagikan mempermudah orang-orang untuk mendeteksi berita bohong.

Penelitian kami juga menunjukkan bahwa memasukkan sejumlah berita bohong secara artifisial pada jejaring sosial dapat melatih pengguna untuk bisa mengenali berita bohong dengan lebih baik.

Yang paling penting, kita juga bisa menggunakan model seperti milik kami untuk membuat strategi pencegahan penyebaran berita bohong.

Ada tiga hal yang telah kita pelajari dari penelitian ini tentang apa yang bisa dilakukan semua orang untuk menghentikan berita bohong.

Melawan berita bohong

Karena manusia belajar dari tetangganya, yang belajar dari tetangganya dan seterusnya, setiap orang yang mendeteksi dan memberi isyarat tentang berita bohong akan membantu mencegah tersebarnya berita bohong dalam jaringan tersebut. Ketika kami mencontohkan bagaimana penyebaran berita bohong bisa dicegah, kami menemukan jalan terbaiknya adalah dengan memungkinkan pengguna untuk memberikan tanggapan pada teman-teman mereka tentang berita yang mereka bagikan.

Dan lebih dari sekadar menunjukkan bahwa sebuah berita adalah bohong, kita juga bisa memuji teman ketika ia membagikan sebuah hasil jurnalisme yang diteliti dengan baik dan berimbang. Yang lebih penting, pujian bahkan bisa dilakukan ketika Anda tidak setuju dengan kesimpulan atau sudut pandang politis yang ada dalam artikel tersebut. Studi dalam psikologi manusia menunjukkan bahwa manusia melakukan adaptasi dalam berperilaku sebagai respons terhadap tanggapan yang positif dan negatif–terutama ketika tanggapan tersebut berasal dari lingkaran sosial orang tersebut.

Pelajaran besar yang kedua adalah: simpan datamu hanya untuk dirimu.

Web 2.0 dibuat berdasarkan premis bahwa perusahaan-perusahaan menawarkan jasa gratis sebagai pertukaran dari data pengguna. Miliaran pengguna kemudian terpanggil dengan tawaran menarik tersebut, membuat Facebook, Google, Twitter, dan LinkedIn menjadi perusahaan raksasa dengan nilai jutaan dolar. Namun bersamaan dengan semakin tumbuhnya perusahaan tersebut, semakin banyak data yang dikumpulkan. Beberapa mengestimasi bahwa sebanyak 90% dari seluruh data yang ada di dunia baru dibuat dalam beberapa tahun ke belakang ini.

Jangan memberikan informasi pribadi anda secara mudah dan gratis. Jika memungkinkan, gunakan alat yang terenkripsi secara penuh dan usahakan sesedikit mungkin informasi yang bisa dikumpulkan tentang Anda secara daring. Terdapat alternatif lain dari kebanyakan aplikasi yang lebih aman dan mengutamakan privasi, mulai dari mesin pencari hingga aplikasi untuk bertukar pesan.

Situs-situs media sosial masih belum memiliki alternatif untuk fokus pada privasi. Untungnya kehadiran blockchain telah menyediakan sebuah teknologi baru yang mampu mengatasi paradoks privasi-keuntungan. Daripada harus mempercayai Facebook untuk menjaga agar data Anda aman, sekarang Anda bisa meletakkannya pada blockchain terdesentralisasi yang dirancang untuk beroperasi dalam lingkungan yang minim kepercayaan.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,400 academics and researchers from 4,911 institutions.

Register now