Menu Close

Body neutrality: Apa artinya dan bagaimana pola pikir ini membantu menghasilkan citra tubuh yang lebih positif

Jameela Jamil adalah salah satu pendukung gerakan body neutrality. ETIENNE LAURENT/ EPA

Ajakan untuk terus-menerus “mencintai tubuh kita” - apa pun yang terjadi - seringkali terasa mustahil di saat-saat tertentu. Belum lagi jika kita gagal melakukannya, kita bisa merasa lebih buruk lagi tentang diri kita sendiri.

Tidak heran jika banyak pihak yang mulai menolak gagasan tentang body positivity (kepositifan tubuh - penerimaan terhadap tubuh apapun bentuk, ukuran, hingga kemampuannya) ini, dan menggagas pemahaman baru yang dikenal sebagai body neutrality (netralitas tubuh). Beberapa figur publik yang mendukung gagasan baru ini antara lain penyanyi Taylor Swift dan aktris Jameela Jamil.

Konsep body neutrality seringkali disebut sebagai “jalan tengah” di antara dua polarisasi narasi – mencintai atau membenci tubuh kita. Ini ditujukan untuk orang-orang yang kecewa dengan gerakan body positivity, karena mereka merasa terlalu sulit untuk mencintai tubuhnya secara terus-menerus.

Ada juga kekhawatiran bahwa pendekatan body neutrality pada akhirnya dapat berdampak negatif pada citra tubuh. Namun, penelitian menunjukkan konsep ini bisa lebih banyak meningkatkan kesejahteraanmu jika diterapkan dengan cara yang benar.

Istilah “netralitas tubuh” ini pertama kali muncul sekitar tahun 2015, tapi mulai populer pada tahun 2016 ketika konsultan kesehatan Anne Poirier memulai lokakarya terkemuka yang bertujuan untuk membantu peserta memahami bahwa mencintai tubuh mereka tidak selalu merupakan tujuan yang realistis.

Menurut Poirier, gagasan ini lahir dari pemahaman bahwa, bagi sebagian orang, sangat jauh untuk mengalihkan ketidakpuasan mereka atas tubuhnya ke pemikiran body positivity.

Tetapi body neutrality lebih dari sekadar jalan tengah antara mencintai dan membenci diri sendiri. Dan penerapannya berbeda-beda tergantung masing-masing individu.

Bagi sebagian orang, tujuan body neutrality adalah untuk mengubah pola pikir tentang tubuh mereka – atau lebih tepatnya, menghabiskan lebih sedikit waktu untuk memikirkannya. Cara berpikir ini mengacu pada gagasan mindfulness (kesadaran penuh), dengan mendorong orang untuk “menjadi apa adanya”.

Tujuannya adalah untuk “berada” di dalam tubuhmu tanpa menilai atau memiliki pendapat yang keras tentang penampilanmu sendiri. Praktik ini mengajak kita untuk tidak perlu mengamati dan membahas tentang tubuh dan penampilan kita, yang pada akhirnya akan membebaskan kita untuk melakukan hal-hal yang kita sukai.

Dengan kata lain, body neutrality adalah tentang penerimaan, dengan mengakui bahwa kita mungkin tidak dapat mencintai tubuh kita setiap menit dan setiap hari, dan menerima tak ada yang salah dengan itu. Para pendukung gerakan body neutrality mengajak untuk menerima tubuh kita apa adanya, dan untuk tidak menghukum diri sendiri bahkan ketika tubuh kita tidak dianggap “sempurna” oleh masyarakat.

A group of young people performing the same pose during a yoga class.
Netralitas tubuh menekankan pada kemampuan tubuh kita, bukan tampilannya. BearFotos/ Shutterstock

Sebagian orang lainnya yang mengikuti gerakan body neutrality ingin mengubah nilai-nilai kecantikan dan penampilan yang melekat di masyarakat. Alih-alih berfokus pada seperti apa tubuh kita dan hanya menilai diri sendiri dari penampilan, body neutrality lebih mendorong kita untuk berfokus pada apa yang kita lakukan dengan tubuh kita.

Intinya, prinsip body neutrality menekankan pada bagaimana kita menghargai kesehatan diri dan apa yang mampu dilakukan tubuh kita, bukan hanya menghargai tubuh kita dari segi penampilan.

Citra tubuh yang positif

Penelitian tentang manfaat body neutrality masih sangat sedikit. Namun beberapa peneliti khawatir jika, dalam praktiknya, gerakan body neutrality justru dapat menghasilkan citra tubuh yang lebih negatif – terutama jika akhirnya kita jadi cenderung “menoleransi” tubuh kita.

Padahal, konsep body neutrality sebenarnya mirip dengan apa yang para peneliti sebut sebagai “citra tubuh yang positif”, yang penerapannya termasuk merawat tubuh kita, merasa nyaman akan tubuh kita dan menerima segala ketidaksempurnaan serta keunikan fisik kita. Ini termasuk juga mengapresiasi tubuh atas apa yang mampu dilakukannya - daripada seperti apa kelihatannya.

Meskipun cara berpikir citra tubuh positif mirip dengan konsep body neutrality, keduanya tidak sepenuhnya sama. Bedanya adalah dalam body neutrality, kita semacam berhenti berjalan menuju citra tubuh yang positif. Walaupun keduanya sama-sama menekankan apresiasi atas apa yang dilakukan tubuh kita untuk kita (bukan seperti apa bentuknya), citra tubuh positif melibatkan perawatan, apresiasi, dan rasa hormat yang lebih aktif terhadap tubuh.

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa citra tubuh yang positif memberikan banyak manfaat. Contohnya, orang yang menghargai tubuh mereka cenderung mengadopsi pola makan yang sehat dan menerapkan perilaku yang sehat, seperti merawat diri untuk mencegah kanker.

Citra tubuh yang positif juga kerap dikaitkan dengan kesejahteraan psikologis yang lebih baik, termasuk gejala depresi yang lebih sedikit, kepercayaan diri dan rasa kasih sayang yang lebih tinggi terhadap tubuh, dan kepuasan hidup yang lebih tinggi.

Keputusan untuk memilih untuk menerapkan body neutrality atau citra tubuh positif itu terserah masing-masing individu, karena pilihan tersebut akan sangat bergantung pada pengalaman hidup dan perasaan masing-masing orang akan tubuh mereka.

Ada sejumlah referensi, baik online maupun cetak, yang mungkin dapat membantu Anda untuk mulai menerapkan body neutrality atau citra tubuh positif.

Banyak juga aktivitas yang dapat Anda lakukan untuk dapat membantu Anda lebih mengapresiasi tubuh Anda. Salah satunya dikenal sebagai embodying activities, yakni kegiatan fisik yang dapat membantu meningkatkan rasa “hidup di dalam” atau “mendiami” tubuh kita. Ini termasuk aktivitas yang membuat kita merasakan hubungan dan kenyamanan dengan tubuh, merawat fisik kita dan menolak memikirkan tubuh kita sebagai objek.

Beberapa contoh embodying activites termasuk menari, yoga, berpartisipasi dalam berbagai jenis olahraga dan bahkan hanya berjalan-jalan menikmati alam.

Kegiatan-kegiatan tersebut dianggap dapat menghasilkan “perwujudan” - atau integrasi pikiran-tubuh - ditandai dengan perasaan berada di dalam dan “menyatu” dengan tubuh.

Penelitian menunjukkan bahwa berpartisipasi dalam embodying activities dapat meningkatkan citra tubuh yang lebih sehat. Suatu penelitian menemukan bahwa orang yang lebih aktif melakukan yoga cenderung lebih memiliki citra tubuh positif dan tidak mengobjektifikasi tubuh mereka sendiri, dibandingkan dengan dengan orang yang jarang atau tidak melakukan yoga.

Mengubah cara pikir tertentu tentang tubuh kita memang sulit, terutama ketika kita terus-menerus teringat bahwa penampilan kita lebih penting di atas segalanya. Mengubah pola pikir pastinya akan memakan waktu, dan normal jika dalam prosesnya kita bisa tersandung di sepanjang jalan.

Tetapi jika bagi kamu body positivity tidak membantu dalam mengubah cara kamu berpikir tentang diri sendiri, mungkin ada baiknya mencoba cara berpikir baru.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,800 academics and researchers from 4,938 institutions.

Register now