Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) 2024 menyajikan fenomena menarik, yakni persaingan antara calon tunggal melawan “kotak kosong”. Kondisi politik yang rumit akibat bergabungnya partai-partai besar membuat partai kecil dan calon perseorangan sulit bersaing.
Setelah masa pendaftaran calon kepala daerah pada Pilkada 2024 berakhir, tercatat sebanyak 43 daerah hanya memiliki satu pasangan calon yang mendaftar, dengan rincian satu provinsi, 37 kabupaten, dan lima kota.
Dari tahun 2015 hingga 2020, sudah ada 53 calon tunggal kepala daerah dalam pilkada. Semakin bertambahnya calon tunggal ini dianggap akan berdampak bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia.
Untuk membahas fenomena ini, dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berbincang dengan Arga Pribadi Imawan (Arga), Dosen dari Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada yang juga Mahasiswa doktoral bidang Ilmu Politik di Northern Illinois University (NIU), Amerika Serikat.
Arga melihat fenomena calon tunggal dalam Pilkada 2024 ini muncul karena adanya efek dari hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kemarin. Adanya coattail effect (efek ekor jas) dari pemenang Pemilu 2024 telah memengaruhi bentuk peta persaingan politik di kontes politik lokal.
Arga juga menyebutkan implikasi dari fenomena calon tunggal ini juga berbahaya untuk proses demokrasi di Indonesia. Menurutnya, situasi ini membuat masyarakat dipaksa untuk memilih calon kepala daerah yang diajukan sebagian besar partai politik (parpol) dan tidak memiliki pilihan alternatif.
Arga menyoroti juga peranan partai politik dalam fenomena ini. Ia menganggap parpol seolah sudah mempersempit pintu kompetisi dengan menambah persyaratan calon perseorangan atau independen menjadi sangat tinggi.
Menurutnya, penting bagi parpol memiliki sistem yang inklusif dan membuka kesempatan sebesar-besarnya kepada masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam kontestasi ini. Dengan adanya sistem yang inklusif, Arga beranggapan demokrasi di Indonesia akan berjalan dengan sehat dan calon kepala daerah tidak hanya sekadar perwakilan parpol, namun bisa menjadi representasi dari masyarakat sekitar.
Simak obrolan lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.