Mungkinkah Bumi memiliki Bulan yang lain pada masa depan? – Yoam, 16 tahun, Jakarta, Indonesia
Bulan adalah satelit alami yang mengitari planet Bumi tempat kita tinggal. Satelit adalah benda yang tertangkap di medan gravitasi planet dan kemudian mengitari planet tersebut karena adanya pengaruh gravitasi.
Selain satelit alami, ada juga satelit buatan manusia yang diluncurkan ke orbit Bumi untuk berbagai kepentingan, seperti komunikasi, pemantauan iklim dan cuaca, serta berbagai penelitian.
Ada dua skenario yang bisa menjelaskan asal muasal satelit alami di planet batuan seperti Bumi.
Skenario pertama, planet dapat bertabrakan dan kemudian terpecah. Pecahan-pecahan dari tabrakan ini melayang di angkasa dan kemudian tertangkap gaya tarik planet tersebut sehingga menjadi cikal bakal satelit alami.
Penelitian dan simulasi memprediksi Bulan terbentuk akibat tabrakan besar miliaran tahun yang lalu antara Bumi dan sebuah benda langit bernama Theia. Objek ini berukuran cukup besar, yaitu sekitar ukuran planet Mars.
Tabrakan antara Bumi dan Theia menghasilkan puing-puing yang kemudian mengitari Bumi lalu berkumpul dan membentuk Bulan. Teori ini menjelaskan mengapa sampel batuan yang diambil dari permukaan Bulan memiliki sifat yang mirip dengan Bumi.
Skenario kedua terbentuknya satelit alami adalah dari tertangkapnya asteroid yang kebetulan sedang melintas di medan gravitasi planet tersebut. Asteroid adalah benda kecil di tata surya yang mengitari Matahari, ukurannya berkisar antara 10 meter sampai 530 kilometer.
Nah, karena ukuran asteroid jauh lebih kecil dari Bumi, jika dalam perjalanannya mengitari Matahari ia melintas di dekat orbit Bumi, maka asteroid dapat tertangkap gaya tarik Bumi.
Jika tertangkap, gerak asteroid akan melambat dan kemudian mengitari Bumi.
Pada 2016, NASA mengamati sebuah asteroid yang ternyata telah menemani Bumi mengitari Matahari selama beberapa ratus tahun terakhir. Asteroid yang dinamakan 469219 Kamoʻoalewa ini berukuran kecil, hanya sekitar 40-100 meter (bandingkan dengan Bulan yang memiliki diameter sekitar 3500 km!).
Asteroid ini pun mengitari Bumi dengan orbit yang sedikit aneh. Titik orbit terdekatnya dengan Bumi adalah sekitar 38 kali jarak Bumi – Bulan. Sedangkan titik terjauhnya adalah sekitar 100 kali jarak Bumi – Bulan.
Lantaran jaraknya sangat jauh dari Bumi, maka dalam beberapa ratus tahun ke depan, asteroid ini bisa terbebas dari gaya tarik Bumi. Orbit asteroid ini juga hanya sementara, bukan permanen seperti Bulan.
Karena itulah, asteroid ini tidak dikategorikan sebagai satelit alami Bumi, melainkan “quasi satellite”, atau “menyerupai satelit”.
Lalu, apakah mungkin Bumi akan memiliki satelit alami “Bulan” lainnya pada masa depan?
Jika pertanyaanmu mengacu ke satelit alami yang persis seperti Bulan, (berukuran besar, orbit yang teratur, dan jarak yang cukup dekat) maka mungkin dibutuhkan tabrakan besar untuk terjadi kembali.
Untungnya, pengamatan tidak menemukan adanya benda langit besar yang bisa menabrak Bumi sampai sekitar satu miliar tahun ke depan. Jadi, kemungkinan kamu tak akan melihat Bulan baru (yang berukuran besar) dalam waktu dekat.
Kalaupun tabrakan ini terjadi, manusia dan makhluk hidup lain di Bumi mungkin akan punah akibat dari tabrakan tersebut.
Namun, jika yang dimaksud adalah, apakah mungkin Bumi memiliki satelit alami lain pada masa depan? Ini bisa saja terjadi jika ada asteroid lain yang melintas di sekitar orbit Bumi dalam perjalanannya mengitari Matahari.
Sayangnya, karena ukuran asteroid yang sangat kecil, mungkin kita tidak bisa mengamatinya seperti kita mengamati Bulan yang terang benderang pada malam hari.
Apakah kamu punya pertanyaan yang ingin dikembangkan ke ahli? Minta bantuan ke orang tua atau orang yang lebih dewasa untuk mengirim pertanyaanmu pada kami. Ketika mengirimkan pertanyaan, pastikan kamu sudah memasukkan nama pendek, umur, dan kota tempat tinggal. Kamu bisa:
mengirimkan email redaksi@theconversation.com
tweet ke kami @conversationIDN dengan tagar #curiouskids
DM melalui Instagram @conversationIDN