tag:theconversation.com,2011:/es/topics/tembakau-56381/articlestembakau – The Conversation2023-12-11T03:21:08Ztag:theconversation.com,2011:article/2182992023-12-11T03:21:08Z2023-12-11T03:21:08ZDemam “Gadis Kretek”: ekspor adiksi rokok yang mengancam pengendalian tembakau lintas negara<p>Sambutan meriah <a href="https://www.netflix.com/tw/title/81476989"><em>Gadis Kretek</em></a> dari penonton dan sineas Indonesia tercermin dengan ramainya pemberitaan dan perbincangan di sosial media.</p>
<p>Apalagi dengan tembusnya serial Netflix pertama dari Indonesia ini di <a href="https://www.liputan6.com/lifestyle/read/5414887/serial-gadis-kretek-tayang-di-busan-international-film-festival-2023-dian-sastrowardoyo-hingga-putri-marino-tampil-memukau-di-red-carpet?page=2">Busan International Film Festival</a> di Korea Selatan. </p>
<p>Namun, di tengah sorotan positif terhadap serial yang mendapat rating usia 13+ atau TV-14 ini, terdapat ‘gajah di dalam ruangan’ yang luput oleh media dan penggemar: kretek itu sendiri.</p>
<p>Sebenarnya, penayangan rokok atau adegan merokok bukan hal baru dalam film layar lebar dan <em>streaming</em>.</p>
<p>Studi <a href="https://truthinitiative.org/tobacco-starring-role">Truth Initiative pada 2021</a> menemukan bahwa dari 15 program <em>streaming</em> yang paling digemari oleh anak muda usia 15-24 tahun di Amerika Serikat (AS), 60% menampilkan produk tembakau, menarik perhatian 25 juta anak muda di negara tersebut.</p>
<p>Ironisnya, fenomena ini terjadi saat sudah <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/10901981221086944">banyak studi yang menemukan bahwa paparan adegan merokok di film</a> dapat meningkatkan risiko remaja mulai merokok, bahkan hampir dua kali lipat dibandingkan remaja yang tidak terpapar. </p>
<p>Karena itu, <a href="https://www.who.int/news/item/01-02-2016-films-showing-smoking-scenes-should-be-rated-to-protect-children-from-tobacco-addiction#:%7E:text=Taking%20concrete%20steps%2C%20including%20rating,related%20addiction%2C%20disability%20and%20death.">adegan merokok di film, televisi, dan <em>online streaming</em></a> sudah dianggap sebagai bentuk promosi produk tembakau secara halus tapi efektif. </p>
<p>Taktik ini menjadi cara teranyar untuk mempromosikan adiksi rokok di tengah semakin ketatnya aturan iklan produk tembakau dan nikotin di media konvensional. </p>
<p>Lalu apa yang membuat <em>Gadis Kretek</em> berbeda sekaligus mengkawatirkan? Film ini menyebarkan aura positif industri rokok dan mengekspor adiksi rokok lintas negara via <em>streaming</em>, yang minim regulasi. </p>
<h2>Romantisasi industri rokok</h2>
<p>Berbeda dari sebagian besar hiburan sinematik lainnya yang juga menayangkan adegan merokok, cerita <em>Gadis Kretek</em> berporos pada industri kretek. </p>
<p>Kisah cinta fiktif antara tokoh utama bernama Jeng Yah, seorang peracik saus kretek yang cerdas dan ambisius, dengan Soeraja, yang kemudian menjadi konglomerat perusahaan rokok Indonesia, berlangsung pada era 1960-an saat bisnis rumahan kretek di Indonesia mulai tumbuh subur dan saling berkompetisi. </p>
<p>Penonton diajak melihat ke dalam dunia industri kretek: proses pembuatan dan pemasaran kretek, dari mulai pembelian daun tembakau hingga penyebaran pamflet iklan produk kreteknya.</p>
<p>Sejak serial ini diluncurkan pada awal November lalu, gejala “glamorisasi”–serba gemerlapan, elok, atau menarik–merokok di dunia maya mulai tampak. Fenomena ini berpotensi membentuk citra positif industri rokok yang masih dianggap <a href="https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-020-08640-6">bisnis normal di Indonesia</a>, bahkan penting bagi perekonomian negara. </p>
<p>Misalnya, viralnya video kompilasi adegan Jeng Yah yang diperankan oleh Dian Sastro, aktris papan atas Indonesia yang banyak diidolakan anak muda, menghisap kretek banyak dikomentari dengan nada kagum oleh warganet dan tidak sedikit yang berkomentar ingin mencoba merokok.</p>
<p>Rokok di serial ini bukan hanya berperan sebagai dekorasi atau mendramatisasi karakter, tapi sentral untuk membangun karakter utama dan cerita serial ini secara keseluruhan.</p>
<p>Di samping itu, anggapan bahwa kretek adalah “warisan budaya” Indonesia yang perlu dilestarikan dapat bangkit kembali dengan diangkatnya aspek historis dan tradisional kretek di serial ini. Di kehidupan nyata, narasi bahwa kretek harus dilindungi kerap <a href="https://bmjopen.bmj.com/content/7/9/e016975">digaungkan untuk menolak usulan kebijakan pengendalian tembakau yang lebih ketat</a>. </p>
<p>Padahal, kretek telah <a href="https://news.detik.com/berita/d-3044064/komisi-x-dpr-ri-hapus-pasal-kretek-dari-ruu-kebudayaan">ditolak</a> untuk dimasukkan ke dalam UU Kebudayaan sebagai warisan budaya pada 2015.</p>
<p>Citra positif kretek bukan tidak mungkin dapat menguntungkan industri rokok secara umum. Hal tersebut dapat mengaburkan fakta industri rokok saat ini yang <a href="https://www.ijhpm.com/article_3834.html">manipulatif dan eksploitatif</a> di sepanjang rantai pasokan dari petani tembakau hingga pemasaran rokok jadi. </p>
<p>Padahal, usaha rokok di Indonesia bukan lagi didominasi oleh perusahaan domestik kecil ala <em>Gadis Kretek</em> melainkan korporat-korporat raksasa yang <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/21/3/306.long">sudah banyak diakuisisi</a> oleh perusahaan transnasional seperti Philip Morris International. </p>
<p>Selain itu, normalisasi rokok dan industrinya akan semakin memuluskan jalan industri untuk mengintervensi kebijakan publik. </p>
<p>Laporan terbaru <a href="https://exposetobacco.org/global-index/">Global Tobacco Industry Interference Index</a> menunjukkan Indonesia selama lima tahun berturut-turut berada pada peringkat lima besar negara dengan campur tangan industri tembakau terbanyak. </p>
<p>Alhasil, intervensi ini senantiasa menghambat penerapan kebijakan pengendalian tembakau yang melindungi dan berpihak kepada kesehatan masyarakat.</p>
<h2>Promosi rokok lintas negara</h2>
<p>Ketika negara lain berlomba menurunkan konsumsi tembakau di kalangan rakyatnya dan melakukan denormalisasi industrinya, Indonesia justru dengan bangga mengekspor banyak adegan merokok melalui serial ini ke luar negeri. </p>
<p>Kenyataan bahwa <em>Gadis Kretek</em> dapat ditonton remaja dan ditayangkan di Netflix mancanegara, bahkan menempati <a href="https://www.jawapos.com/music-movie/013289679/bangga-karya-film-indonesia-gadis-kretek-masuk-dalam-top-10-netflix-series-non-english-di-22-negara">10 teratas di Malaysia dan Amerika Latin,</a> mengindikasikan adanya ekspor promosi benda adiktif ini kepada anak-anak di luar negeri.</p>
<p>Hal ini mengkhawatirkan mengingat <a href="https://untobaccocontrol.org/impldb/indicator-report/?wpdtvar=3.2.7.2.j">belum semua negara melarang promosi dan iklan produk tembakau</a> lintas negara. </p>
<p>Selain itu, Netflix dan media <em>streaming</em> lainnya belum mengatur penayangan adegan merokok atau produknya di program-program mereka.
Pada 2019, Netflix pernah <a href="https://www.npr.org/2019/07/04/738719658/netflix-promises-to-quit-smoking-on-most-original-programming">mengumumkan komitmennya</a> untuk mengeliminasi tayangan rokok di program-program bagi anak milik mereka, tapi hingga kini hanya janji belaka.</p>
<p>Berbagai usaha pun dilakukan oleh kelompok masyarakat termasuk <a href="https://www.markey.senate.gov/news/press-releases/senators-markey-van-hollen-and-blumenthal-push-netflix-on-tobacco-nicotine-and-vaping-imagery-for-young-people">anggota legislatif</a> dan <a href="https://naagweb.wpenginepowered.com/wp-content/uploads/2020/10/2019-08-06-NAAG-Letter-to-Producers-.pdf">badan hukum</a> di AS untuk menekan industri hiburan dan media supaya segera menerapkan aturan yang melindungi anak muda dari paparan promosi rokok.</p>
<p>Hingga saat ini, <a href="https://economictimes.indiatimes.com/news/india/india-becomes-a-global-leader-by-regulating-anti-tobacco-warnings-on-ott-platforms/articleshow/100641978.cms">India</a> adalah satu-satunya negara yang memiliki aturan rokok di media <em>streaming</em>. Mereka mewajibkan penayangan pesan kesehatan anti-tembakau di semua program yang menampilkan produk tembakau atau penggunaannya.</p>
<h2>Perlu aturan yang komprehensif dan kerjasama lintas negara</h2>
<p>Persoalan <em>Gadis Kretek</em> ini merupakan puncak dari gunung es yang perlu diatasi akar permasalahannya: normalisasi, bahkan “glamorisasi”, rokok di Indonesia. Pengendalian tembakau yang lemah, terutama dalam aspek iklan dan promosi rokok, adalah salah satu penyebab utamanya. </p>
<p>Pemerintah dan komunitas media perlu mengambil langkah penting untuk melindungi kesehatan generasi masa depan kita.</p>
<p>Pertama, media <em>streaming</em> perlu menetapkan rating ‘R’ atau ‘18+’ untuk program-program mereka yang menayangkan produk tembakau atau penggunaannya dengan cara memasukkannya sebagai kriteria penentuan rating usia. </p>
<p>Menurut laporan di AS, mengadopsi aturan seperti itu berpotensi mengurangi jumlah merokok pada remaja <a href="https://publications.aap.org/pediatrics/article-abstract/130/2/228/29881/Influence-of-Motion-Picture-Rating-on-Adolescent?redirectedFrom=fulltext">sebanyak 18%</a> atau mencegah hingga <a href="https://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/fact_sheets/youth_data/movies/index.htm#:%7E:text=If%20current%20rates%20continue%2C%205.6,die%20from%20tobacco%20related%20diseases.&text=Giving%20an%20R%20rating%20to,smoking%20among%20children%20alive%20today.">1 juta anak</a> di AS untuk memulai merokok. </p>
<p><a href="https://www.businessinsider.com/disney-bans-smoking-in-movies-2015-3">Disney, contohnya,</a> sejak 2007 telah melarang penayangan adegan merokok atau produknya di film-film mereka yang ditargetkan untuk anak atau remaja (rating PG-13).</p>
<p>Kedua, Indonesia perlu menutup celah dalam kebijakan pengendalian tembakau yang selama ini masih memungkinkan promosi produk tembakau dan nikotin di internet. Peraturan Pemerintah <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Details/5324/pp-no-109-tahun-2012">No. 109 Tahun 2012</a> hanya melarang wujud rokok di ranah film, sinetron, dan acara TV lainnya. Tayangan rokok dan adegan merokok di program <em>streaming</em> dan media digital lainnya belum diatur.</p>
<p>Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO (WHO FCTC) memiliki <a href="https://fctc.who.int/publications/m/item/tobacco-advertising-promotion-and-sponsorship">rekomendasi dan panduan</a> bagi negara-negara anggotanya untuk menerapkan aturan komprehensif terkait promosi dan iklan rokok. Rekomendasinya cukup tegas: larang total penayangan produk tembakau di media digital meskipun tidak memiliki hubungan dengan entitas bisnis produk tersebut. </p>
<p>Larangan bukan hanya pada media <em>streaming</em>, <a href="https://termcommunity.com/issue-brief/66/protecting-youth-from-online-e-cigarette-marketing-findings-from-a-new-study-in-india-indonesia-and-mexico">media sosial</a> dan yang terbaru <a href="https://termcommunity.com/issue-brief/103/the-next-frontier-in-tobacco-marketing-the-metaverse-nfts-advergames-and-more">metaverse</a> juga tidak boleh luput dari peraturan pemerintah. </p>
<p>Penelitian telah menyibak banyaknya konten komersil yang memanfaatkan <em>influencer-influencer</em> di media sosial untuk <a href="https://termcommunity.com/report/95/indonesia-situation-report-march-april-2023-english">mempromosikan produk tembakau</a> atau nikotin lainnya seperti <a href="https://termcommunity.com/issue-brief/22/vape-tricks-in-indonesia-how-e-cigarette-companies-use-social-media-to-hook-youth">rokok elektrik</a>. </p>
<p>Terakhir, kerja sama lintas negara perlu dijalin mengingat <em>Gadis Kretek</em> dan produk hiburan serupa tidak hanya ditonton oleh audiens domestik. </p>
<p>Dalam rekomendasinya, WHO juga mendorong negara-negara untuk memastikan bahwa iklan dan promosi produk tembakau lintas negara yang berasal dari wilayah mereka untuk diatur dengan cara yang sama seperti aturan dalam negeri. </p>
<p>Selain itu, negara perlu menggunakan hak kedaulatan mereka untuk mencegah masuknya iklan dan promosi tembakau ke wilayah mereka.</p>
<p>Hampir <a href="https://untobaccocontrol.org/impldb/indicator-report/?wpdtvar=3.2.7.2.b">setengah dari negara-negara di dunia yang meratifikasi WHO FCTC</a>, tidak termasuk Indonesia, telah melarang iklan dan promosi rokok di internet. <a href="https://health.ec.europa.eu/tobacco/ban-cross-border-tobacco-advertising-and-sponsorship_en#latest-updates">Uni Eropa</a>, misalnya, telah mewajibkan semua negara anggotanya untuk melarang promosi dan iklan produk tembakau antarnegara mereka di berbagai media, termasuk program <em>streaming</em>.</p>
<p>Perusahaan hiburan, kreator, distributor, seniman, aktor, dan para pengambil keputusan di pemerintahan perlu memahami dampak dari industri hiburan terhadap kesehatan masyarakat. </p>
<p>Di Indonesia, konsumsi tembakau telah merenggut nyawa <a href="https://www.tobaccofreekids.org/problem/toll-global/asia/indonesia">290 ribu rakyat</a> setiap tahun dan merugikan negara <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/31/Suppl_2/s133">hingga Rp410 triliun</a>. </p>
<p>Industri hiburan harus menolak platform mereka dimanfaatkan oleh industri tembakau yang menempatkan generasi muda dalam risiko kecanduan nikotin sepanjang hayat yang akan menimbulkan kesakitan dan kematian.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/218299/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Pandangan dan opini yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak selalu mencerminkan opini atau posisi dari institusi yang terafiliasi dengan penulis.</span></em></p>Film ini menyebarkan aura positif industri rokok dan mengekspor adiksi rokok lintas negara via streaming, yang minim regulasi.Beladenta Amalia, Postdoctoral Fellow at the Institute for Global Tobacco Control, Johns Hopkins UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2066032023-07-05T04:11:25Z2023-07-05T04:11:25ZRUU Kesehatan: paket kejar tayang, kontroversi, dan pasal krusial untuk transformasi sistem kesehatan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/535230/original/file-20230703-252434-4573r.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para tenaga medis dan kesehatan yang menolak pembahasan RUU Kesehatan beraksi teatrikal di depan gedung DPR Senayan Jakarta, 5 Juni 2023.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1685951419&getcod=dom">ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.</a></span></figcaption></figure><p>Pembahasan <a href="https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-RJ-20230214-012516-3408.pdf">Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan</a> di Dewan Perwakilan Rakyat menuai protes dari <a href="https://nasional.kompas.com/read/2023/06/13/20225941/koalisi-masyarakat-sipil-minta-pengesahan-ruu-kesehatan-ditunda-ini-7">kelompok masyarakat sipil</a> dan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1713246/idi-minta-pembahasan-ruu-kesehatan-disetop-ini-alasannya">Ikatan Dokter Indonesia</a>. </p>
<p>Salah satu alasan yang paling mendasar adalah ribuan pasal dalam RUU Kesehatan itu disusun secara kilat. Pelibatan publik dalam pembahasan ini juga cenderung superfisial dan tidak optimal. Pembahasan di parlemen terkesan tertutup dan ditargetkan selesai hanya dalam jangka waktu beberapa bulan. </p>
<p>Pada 19 Juni 2023, Panitia Kerja RUU Kesehatan Komisi IX DPR RI telah menggelar rapat kerja dengan pemerintah. Tujuh fraksi menyetujui RUU Kesehatan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/diterima-7-fraksi-omnibus-law-ruu-kesehatan-segera-disahkan-pada-rapat-paripurna-dpr#:%7E:text=Dalam%20rapat%20tersebut%2C%20terdapat%207,PKB%2C%20PAN%2C%20dan%20PPP.">sementara dua fraksi menolak.</a> </p>
<p>Namun, tingginya resistensi dari sejumlah kelompok masyarakat sipil hingga organisasi profesi kesehatan tampak menjadi pertimbangan bagi DPR menunda pengesahan RUU di paripurna.</p>
<p>Pemerintah dan DPR berdalih bahwa RUU Kesehatan harus selesai sebelum masa kampanye pemilihan umum yang dimulai pada November 2023 untuk <a href="https://www.netitalk.com/news/10128333015/ini-sejumlah-alasan-ruu-kesehatan-dikebut-ubah-wajah-layanan-dan-jawab-masalah-kesehatan-indonesia">mendorong transformasi kesehatan</a>.</p>
<p>Secara substansi dan struktur, beberapa <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/05/14/ruu-kesehatan-antara-urgensi-dan-pemenuhan-kepentingan-publik">ahli mengkritik</a> RUU ini tampak belum cukup manjur untuk pembenahan sistem kesehatan yang dibutuhkan Indonesia. </p>
<p>Walau RUU ini menawarkan sejumlah pembaharuan, tapi ada beberapa hal krusial yang perlu menjadi perhatian kita baik dari aspek proses legislasi maupun substansi pasal per pasal. Terlebih mengingat bahwa regulasi ini pasti akan berdampak secara langsung dan tidak langsung ke kesehatan masyarakat. </p>
<h2>Paket kejar tayang</h2>
<p>Sejak akhir tahun 2022 telah bergulir wacana akan adanya <em><a href="https://jakarta.kemenkumham.go.id/berita-kanwil-terkini-2/metode-omnibus-law-dalam-pembentukan-produk-hukum-daerah#:%7E:text=kemenkumham.go.id">omnibus law</a></em> bidang kesehatan. </p>
<p>Pada Februari 2023 DPR menetapkan RUU Kesehatan sebagai <a href="https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/43279/t/Rapat+Paripurna+DPR+Setujui+RUU+Kesehatan+Jadi+Inisiatif+DPR">RUU prioritas inisiatif DPR</a>. Hanya dalam hitungan hari, pada 7 Maret 2023 DPR menyampaikan naskah RUU tersebut kepada Presiden. Istana kemudian menunjuk Kementerian Kesehatan dan kementerian terkait untuk menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).</p>
<p>Setelah melalui proses pembahasan dan dengar pendapat publik, <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/04/05/dim-ruu-kesehatan-diserahkan-ke-dpr">pada 5 April 2023</a> pemerintah menyerahkan kembali naskah yang berisi 3.020 DIM kepada DPR per 25 April 2023. Proses kemudian berlanjut hingga kini dengan pembahasan tertutup. Bahkan, kabarnya beleid ini akan segera disahkan oleh pemerintah dan DPR. </p>
<p>Hal tersebut semakin menuai protes karena publik tidak bisa mengakses naskah terakhir secara resmi maupun tidak resmi di kanal manapun. </p>
<p>RUU Kesehatan yang menggunakan pendekatan <em>omnibus law</em> memungkinkan pencabutan 9 UU dan perubahan 4 UU terkait kesehatan untuk penyederhanaan pengaturan.</p>
<p>RUU ini terdiri atas 20 bab dan 478 pasal. Isinya mencakup komponen penting sistem kesehatan: pembiayaan, fasilitas pelayanan, sumber daya manusia, dan sistem informasi. </p>
<p>Selain itu, draf ini juga menyentuh aspek tata kelola, seperti pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, pembinaan dan pengawasan, penyidikan hingga ketentuan pidana. </p>
<p>Pemerintah menarasikan bahwa RUU kesehatan merupakan upaya esensial untuk mendorong target transformasi sistem kesehatan pada 2024. Fokusnya terutama pada 6 pilar, yaitu layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan. </p>
<h2>Kontroversi RUU Kesehatan</h2>
<p>Sebenarnya, RUU Kesehatan dapat menjadi peluang untuk menyederhanakan dan harmonisasi regulasi terkait kesehatan. </p>
<p>Perlu kita sadari, beberapa UU terkait kesehatan membutuhkan pembaruan dengan konteks, kebutuhan, dan regulasi terkini. Sejumlah undang-undang terkait kesehatan sudah berusia belasan hingga puluhan tahun. </p>
<p>Misalnya, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38778/uu-no-36-tahun-2009">UU Kesehatan yang terbit pada 2009</a> sudah membutuhkan tambahan dan penyesuaian dengan regulasi lainnya. Selanjutnya, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/46973/uu-no-4-tahun-1984">UU Penanganan Wabah yang Indonesia miliki dikeluarkan tahun 1984</a>, sehingga membutuhkan banyak pembaruan.</p>
<p>Dibandingkan merevisi UU satu per satu, pemerintah dan DPR memilih untuk menggunakan <a href="https://jakarta.kemenkumham.go.id/berita-kanwil-terkini-2/metode-omnibus-law-dalam-pembentukan-produk-hukum-daerah#:%7E:text=kemenkumham.go.id">pendekatan Omnibus Law </a>. </p>
<p>Pilihan tersebut bisa dipahami. Meski diakui bahwa ada pasal-pasal RUU Kesehatan yang memang memberikan kebaruan dan perubahan yang dibutuhkan untuk pembenahan sistem kesehatan nasional. Namun, ada beberapa penyesuaian pasal yang perlu disorot justru dapat berdampak negatif terhadap transformasi yang dibutuhkan. </p>
<h2>Pasal yang butuh pembahasan lanjutan</h2>
<p><strong>Pertama, penghapusan kewajiban alokasi anggaran kesehatan pemerintah pusat dan daerah</strong> di level provinsi, kabupaten dan kota <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/06/08/penghapusan-anggaran-kesehatan-10-persen-dalam-ruu-kesehatan-ditentang">minimal 10% dari APBN/APBD</a> di luar gaji. Ini menjadi salah satu pasal yang menuai protes oleh banyak pihak juga diskusi panjang di antara fraksi.</p>
<p>Kewajiban anggaran menjadi refleksi bagaimana pemerintah berkomitmen untuk pembangunan kesehatan di level nasional dan daerah. </p>
<p>Di UU Kesehatan sebelumnya, pemerintah pusat harus menganggarkan 5% dari APBN, dan pemerintah daerah 10% dari APBD. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah pusat telah berhasil memenuhi kewajiban 5% tersebut, dan meningkat signifikan sejak pandemi pada 2020. </p>
<p>Secara keseluruhan pun pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia telah mengalokasikan anggaran kesehatan rerata sebesar 10,15% pada 2021. Memang, menurut data Kementerian Dalam Negeri, masih ada 58 (11,3%) dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia yang memiliki proporsi anggaran kesehatan di bawah 10%.</p>
<p>Transformasi sistem kesehatan akan membutuhkan komitmen anggaran dan kebijakan yang adekuat dari level pusat hingga daerah. Penghapusan minimal kewajiban anggaran tersebut akan berisiko semakin tergesernya prioritas kesehatan dengan prioritas lainnya, baik di level nasional maupun daerah. </p>
<p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan <a href="https://cdn.who.int/media/docs/default-source/health-financing/whr-2010-background-paper-19.pdf">minimal anggaran kesehatan sebesar 5%</a> dari GDP dapat mengurangi hambatan finansial untuk rumah tangga mengakses layanan kesehatan. Pun, mulai muncul tekanan di global bagi para kepala negara untuk mengalokasikan anggaran kesehatan pemerintah <a href="https://csemonline.net/wp-content/uploads/2019/07/WHY-5-of-GDP-1.pdf">minimal 5% dari GDP</a>.</p>
<p>Dalam konteks Indonesia, kewajiban minimal anggaran kesehatan menjadi penting mengingat kecenderungan terjadinya pergeseran prioritas terutama akibat desentralisasi. Desentralisasi seringkali menimbulkan variasi serta gap kebijakan dan implementasi di daerah. Dampaknya, rencana transformasi kesehatan hanya menjadi cita-cita yang sulit terwujud.</p>
<p><strong>Kedua, transformasi sistem kesehatan akan sulit terjadi tanpa memastikan pelembagaan kader kesehatan</strong>. Pelembagaan ini menjadi kunci penjangkauan layanan dan informasi kesehatan ke berbagai kelompok di komunitas. </p>
<p>Di dalam RUU Kesehatan pun, kader kesehatan masih dianggap sebagai bagian Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Kader kesehatan tidak dimasukkan ke dalam sumber daya manusia kesehatan (SDMK) dan tenaga penunjang atau pendukung kesehatan.</p>
<p>Hal ini berimplikasi pada absennya kewajiban pemerintah untuk memberikan insentif, pelatihan, dan supervisi ke kader kesehatan karena RUU Kesehatan belum memuat mekanisme pelembagaan mereka. Upaya mewujudkan pelembagaan kader kesehatan tentunya akan membutuhkan komitmen pembiayaan yang cukup signifikan. </p>
<p><strong>Ketiga, pasal-pasal terkait pemerataan tenaga kesehatan</strong> pun masih kontroversial dan belum mencapai kesepakatan, terutama terkait produksi tenaga kesehatan, pendidikan, standar kompetensi, dan posisi organisasi profesi. </p>
<p>Padahal, pasal tersebut akan sangat krusial menentukan ketersediaan akses ke layanan kesehatan yang berkualitas untuk masyarakat.</p>
<h2>Pasal yang kembali diperdebatkan</h2>
<p>Di sisi lain, terdapat beberapa pasal yang kembali diperdebatkan meski sudah melalui konsultasi dan proses kebijakan sebelumnya karena munculnya celah diskusi dalam pembahasan RUU Kesehatan. </p>
<p>Contohnya, mulai muncul narasi untuk <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1723503/tembakau-disetarakan-dengan-narkoba-di-ruu-kesehatan-menuai-protes">tidak mendukung dimasukkannya tembakau sebagai zat adiktif</a>. Padahal Pasal 154 tersebut sudah ada dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal ini menjadi basis penting regulasi pengendalian tembakau di Indonesia. Pasal ini dicoba disasar oleh pihak-pihak yang tidak sepakat dengan upaya pengendalian tembakau. </p>
<p>Meski diputuskan tetap masuk sebagai zat adiktif, RUU Kesehatan baru masih perlu menambahkan pelarangan iklan, promosi dan sponsor industri rokok yang seringkali menjadi kanal industri ke generasi muda Indonesia. </p>
<p>Serupa, akses aborsi aman pada Pasal 448 yang dapat dilakukan dengan indikasi medis atau perkosaan sebelum 14 minggu mulai dinarasikan untuk <a href="https://www.gatra.com/news-572219-hukum-dilema-aborsi-maksimal-6-atau-14-minggu-ini-penjelasan-ipas-indonesia.html">mundur kembali ke 6 minggu oleh beberapa pihak</a>. </p>
<p>Padahal, rekomendasi 14 minggu tersebut telah mengikuti <a href="https://apps.who.int/iris/handle/10665/349316">tata laksana dan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>. Rekomendasi ini juga sudah disepakati pada revisi KUHP terbaru dan diharmonisasikan juga dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). </p>
<h2>Penyesuaian yang sudah baik</h2>
<p>Tidak semua isi RUU Kesehatan buruk, kami mencatat beberapa pasal di RUU Kesehatan sudah disesuaikan untuk kebutuhan masyarakat dan transformasi kesehatan. </p>
<p><strong>Pertama,</strong> dalam hal integrasi layanan kesehatan primer (seperti puskesmas dan klinik) Pasal 15. Layanan kesehatan primer di dalam RUU Kesehatan tidak lagi hanya merujuk pada layanan kuratif, promotif, preventif, rehabilitatif, tapi juga <a href="https://theconversation.com/merawat-pasien-kanker-stadium-lanjut-di-rumah-lebih-baik-daripada-di-rumah-sakit-123771">paliatif</a> (layanan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang peluang sembuhnya kecil di rumah) pada layanan kesehatan perorangan maupun masyarakat. </p>
<p>Integrasi layanan ini juga menyadari peran penting klinik swasta, laboratorium dan surveilans sebagai bagian integral dari layanan kesehatan primer. </p>
<p>Dalam RUU ini juga, ada penekanan peran pemerintah daerah, termasuk pemerintah desa dan masyarakat untuk pelayanan kesehatan primer yang diharapkan lebih signifikan. Mulai dari segi anggaran, perencanaan, juga implementasi dan kebijakan. </p>
<p><strong>Kedua,</strong> ada penekanan kewajiban pemerintah untuk menyediakan akses ke layanan kesehatan primer yang inklusif dan non-diskriminatif (Pasal 27 dan Pasal 2). Hal tersebut berimplikasi positif pada ditambahkannya definisi masyarakat rentan di luar ibu hamil dan menyusui, bayi, bayi di bawah lima tahun (balita), dan lanjut usia. </p>
<h2>Lanjutkan pembahasan dan tunda pengesahan</h2>
<p>RUU Kesehatan memiliki peluang untuk menjadi daya ungkit transformasi kesehatan. Namun untuk menuju hal tersebut, kita membutuhkan waktu dan kualitas untuk memastikan terjadinya diskusi, partisipasi, dan kesepakatan yang optimal antar berbagai pihak dalam pembahasan RUU Kesehatan.</p>
<p>Mandat demokrasi mengharuskan pelibatan dan partisipasi publik dalam proses kebijakan untuk memastikan dampak optimal bagi kemaslahatan masyarakat. </p>
<p>Proses penyusunan dan pembahasan perlu melewati partisipasi yang inklusif dan bermakna dengan melibatkan pihak-pihak yang terdampak secara transparan dan akuntabel. </p>
<p>Pemerintah dan parlemen harus memastikan keseluruhan proses berjalan sesuai prinsip <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/212810/uu-no-13-tahun-2022">UU Pembentukan Perundang-undangan</a>, dan kebijakan yang bermanfaat sebaik-baiknya untuk masyarakat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206603/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Olivia Herlinda tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pasal-pasal terkait pemerataan tenaga kesehatan pun masih menjadi kontroversi, terutama terkait produksi tenaga kesehatan, pendidikan, standar kompetensi, dan posisi organisasi profesi.Olivia Herlinda, Policy and Research Director, Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2074972023-06-16T05:02:57Z2023-06-16T05:02:57ZRiset: kandungan kimia rokok berperasa di Indonesia kaburkan bahaya rokok<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/532330/original/file-20230616-27-eh6zzx.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sampel bungkus rokok kretek dan rokok putih yang diteliti. </span> <span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Belum banyak yang memahami bahwa di balik “nikmatnya” hisapan kretek rasa mentol atau rokok dengan kapsul rasa buah-buahan yang bisa dihancurkan seperti “<a href="https://www.blibli.com/p/esse-change-double-click-mangoburst-applecrush-rokok-filter-20-batang-bungkus/ps--BL2-60021-00234">Applecrush</a>”, yang makin digandrungi anak muda, terkandung setidaknya 130 zat kimia.</p>
<p>Salah satu strategi perusahaan rokok di Indonesia untuk memperluas pasar konsumen ke kalangan perokok pemula adalah menambahkan berbagai zat perasa kimia seperti mentol ke dalam rokok. Ini juga strategi mereka untuk mengaburkan risiko kesehatan dari mengisap rokok.</p>
<p>Riset <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/early/2023/04/24/tc-2022-057827">terbaru kami menunjukkan bahwa eugenol</a>, zat aromatik cengkeh yang kuat, ditemukan di semua sampel varian kretek dalam konsentrasi signifikan, yaitu 2,8–33,8 mg per batang. Namun, zat serupa tidak ditemukan sama sekali pada rokok putih. Ini menandakan bahwa eugenol adalah kandungan khas kretek. </p>
<p>Eugenol yang kami temukan di semua varian kretek telah diketahui memiliki <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0273230014002906?via%3Dihub">potensi toksisitas pada hewan dan manusia</a>, misalnya menimbulkan perdarahan paru, infeksi dan peradangan parah pada sistem pernapasan.</p>
<iframe width="100%" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/Y8gV1Kfn0Qw?si=iCmKWfWJoM3Qe9gm" title="YouTube video player" frameborder="0" allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" allowfullscreen=""></iframe>
<p>Kami menganalisis konsentrasi <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/early/2023/04/24/tc-2022-057827">kandungan 180 zat kimia</a> dari total 24 varian kretek dan 9 varian rokok putih berbagai merek yang dibeli pada 2021 dan 2022 di Indonesia. Beberapa zat kimia utama yang kami teliti di antaranya mentol dan 5 zat yang berkaitan dengan cengkeh, yaitu eugenol, methyl eugenol, β-caryophyllene, α-caryophyllene, dan acetyl eugenol.</p>
<p>Mentol ditemukan pada 14 dari 24 varian sampel kretek dengan konsentrasi berkisar 2,8-12,9 mg per batang, dan pada 5 dari 9 sampel rokok putih, dengan konsentrasi 3,6–10,8 mg per batang. Zat perasa lainnya, seperti rasa buah-buahan, juga ditemukan di beberapa sampel kretek dan rokok putih. </p>
<p>Total terdapat 130 zat perasa yang terdeteksi setidaknya sekali di sampel kretek dan rokok putih kami dalam konsentrasi minimal 0,001 mikrogram per batang. </p>
<p>Penemuan zat mentol dan zat perasa lainnya pada produk kretek menandakan bahwa perusahaan rokok dengan sengaja menambahkan zat perasa tersebut ke dalam kretek yang sebenarnya sudah memiliki rasa khas. </p>
<p>Sulit untuk tidak berprasangka bahwa <a href="https://exposetobacco.org/resource/menthol-flavors/">intensi penambahan berbagai zat perasa tersebut</a> adalah upaya perusahaan untuk menjual lebih banyak batang rokok ke pemula mengingat kretek terkenal cukup berat untuk dihisap.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/disneyland-untuk-industri-rokok-aturan-yang-lemah-buat-generasi-muda-indonesia-kecanduan-rokok-97857">'Disneyland untuk industri rokok': aturan yang lemah buat generasi muda Indonesia kecanduan rokok</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Bahaya kandungan rokok berperasa</h2>
<p>Penambahan mentol, misalnya, dengan sensasinya yang dingin dan menyegarkan dapat <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/20/Suppl_2/ii1">mengaburkan efek kasar</a> dan iritasi di tenggorokan saat menghisap rokok. Hal ini mempermudah perokok pemula untuk menghabiskan rokoknya. </p>
<p>Selain itu, efek mentol menimbulkan persepsi yang salah bagi perokok bahwa <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/20/Suppl_2/ii1">rokok tersebut kurang berbahaya</a> dibandingkan rokok yang tidak berperasa.</p>
<p>Sedangkan methyl eugenol, zat turunan dari eugenol, telah terbukti <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK373178/">menyebabkan kanker pada hewan dan berpotensi juga pada manusia</a>. Acetyl eugenol, komponen aktif dari eugenol, <a href="http://fragrancematerialsafetyresource.elsevier.com/sites/default/files/93-28-7.pdf">ditemukan bersifat racun bagi organ reproduksi dan pertumbuhan janin hewan coba.</a></p>
<h2>Tak ada pembenaran</h2>
<p><a href="https://fctc.who.int/docs/librariesprovider12/meeting-reports/partial-guidelines-for-implementation-article-9-10-en.pdf?sfvrsn=1ee182e4_31&download=true">Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan</a> bahwa tidak ada pembenaran untuk mengizinkan penggunaan zat perasa di produk tembakau. Sebab, zat perasa dapat membuat produk tersebut makin atraktif dan mendorong konsumsinya, terutama di kalangan anak muda.</p>
<p>Dengan total 68 juta perokok dewasa dan di tengah varian rasa rokok yang membanjiri pasaran, Indonesia belum mengatur produk tembakau yang berperasa atau beraroma.</p>
<p>Per September 2022, semua negara <a href="https://www.tobaccocontrollaws.org/legislation/find-by-policy?policy=cigarette-contents&matrix=contents-and-or-ingredients-of-cigarettes-regulated&handle=cigarette-contents&status=Y">Uni Eropa dan 23 negara lainnya</a> sudah setidaknya membatasi zat perasa, termasuk mentol, dalam produk tembakau. <a href="https://thehill.com/policy/finance/219755-us-indonesia-settle-clove-cigarette-dispute/">Amerika Serikat</a> sejak 2009 telah melarang penjualan kretek di negara tersebut.</p>
<p>Kretek tergolong rokok berperasa karena terbuat dari campuran tembakau dan cengkih yang dipadukan dengan ‘saus’ perasa. Ini merupakan jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, <a href="https://id.elsevier.com/as/authorization.oauth2?platSite=SD%2Fscience&scope=openid%20email%20profile%20els_auth_info%20els_idp_info%20els_idp_analytics_attrs%20urn%3Acom%3Aelsevier%3Aidp%3Apolicy%3Aproduct%3Ainst_assoc&response_type=code&redirect_uri=https%3A%2F%2Fwww.sciencedirect.com%2Fuser%2Fidentity%2Flanding&authType=SINGLE_SIGN_IN&prompt=none&client_id=SDFE-v3&state=retryCounter%3D0%26csrfToken%3Dcffa7aa2-7784-4599-b317-1585eff7a004%26idpPolicy%3Durn%253Acom%253Aelsevier%253Aidp%253Apolicy%253Aproduct%253Ainst_assoc%26returnUrl%3D%252Fscience%252Farticle%252Fpii%252FS0091743519300647%253Fvia%25253Dihub%26prompt%3Dnone%26cid%3Darp-8c5eda18-2774-49c2-88e6-a46b17767705">sebanyak 73% perokok mengonsumsi kretek</a>. Digadang-gadang dan diklaim sebagai “<a href="https://www.beritasatu.com/kesehatan/361877/rokok-kretek-bukan-warisan-budaya-seperti-borobudur">warisan budaya dan sejarah</a>”, kretek telah diketahui menghasilkan <a href="https://academic.oup.com/ntr/article-abstract/24/5/778/6387828?redirectedFrom=fulltext">partikel polutan halus</a>, nikotin, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0091305702010766?via%3Dihub">tar, dan karbon monoksida</a> dengan level lebih tinggi dibandingkan rokok biasa (rokok putih). </p>
<p>Selain itu, sudah banyak merek kretek yang diproduksi oleh perusahaan rokok multinasional, seperti Marlboro (Philip Morris International), Esse (Korea Tobacco & Ginseng Corporation), dan Camel (Japan Tobacco International), sehingga membuatnya tidak lagi eksklusif dan identik dengan produk lokal. </p>
<h2>Buku pedoman industri tembakau</h2>
<p>Temuan kami konsisten dengan <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2020-056173">hasil penelitian di Meksiko</a> yang juga menemukan banyaknya kandungan zat perasa tambahan di produk rokok, seperti buah-buahan, vanilla, dan rasa lainnya.</p>
<p>Penelitian lain sebelumnya juga <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0278691507001524?via%3Dihub">menemukan eugenol</a> dalam konsentrasi tinggi di produk kretek. Ini menandakan bahwa industri rokok menggunakan buku pedoman yang sama dalam memproduksi dan memasarkan produknya di berbagai negara.</p>
<p>Meski penelitian kami tidak dapat digeneralisasi ke semua produk rokok di pasaran Indonesia karena pemilihan sampel rokok tidak dilakukan secara acak, temuan kami cukup untuk menunjukkan bahwa dengan jumlah sampel yang kecil, terdapat banyak sekali variasi profil zat kimia perasa di produk rokok yang ditawarkan kepada konsumen.</p>
<p>Riset kami menjawab kelangkaan kajian yang menguak kandungan rokok berperasa di Indonesia secara komprehensif.</p>
<h2>Rokok berperasa perlu diatur</h2>
<p>Temuan kami menunjukkan pentingnya pembatasan, jika bukan pelarangan, zat perasa tambahan untuk semua produk rokok, baik kretek, rokok putih, cerutu, di Indonesia.</p>
<p>Riset menunjukkan bahwa <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2015-052418">pelarangan produk tembakau berperasa</a>, termasuk mentol, dapat mengurangi konsumsi rokok dan meningkatkan usaha berhenti merokok. Dukungan publik untuk <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S009174351930338X?via%3Dihub">meloloskan kebijakan seperti ini juga</a> cukup besar.</p>
<p>Akan lebih baik jika aturan tersebut dapat dibarengi dengan kebijakan terkait kemasan rokok yang mengatur atau membatasi desain, seperti warna, gambar, dan deskripsi di bungkus rokok yang dapat diasosiasikan dengan rasa.</p>
<p>Banyak kemasan rokok di sampel ini yang memiliki warna cerah dan <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2021-056905">desain cukup menarik untuk anak muda</a>. Sudah banyak bukti yang <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/26/3/307">menunjukkan</a> bahwa deskripsi rasa, gambar, dan warna bungkus rokok memengaruhi ketertarikan konsumen terhadap produk tersebut.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/perusahaan-rokok-rayu-anak-muda-dengan-konser-musik-dan-media-sosial-94330">Perusahaan rokok rayu anak muda dengan konser musik dan media sosial</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Oleh karena itu, sudah saatnya kebijakan tentang rokok berperasa dimasukkan ke dalam agenda pengendalian tembakau. </p>
<p>Di negara yang tanpa atau minim aturan, <em>sky is the limit</em> (langit adalah batasan) bagi industri rokok. Mereka akan terus membuat produknya menarik dan diminati banyak kalangan, terutama anak-anak dan remaja yang dibutuhkan oleh bisnis rokok menjadi calon pelanggan tetap. Perusahaan <a href="https://theconversation.com/perusahaan-rokok-rayu-anak-muda-dengan-konser-musik-dan-media-sosial-94330">rokok menarget mereka</a> untuk menggantikan <a href="https://theconversation.com/disneyland-untuk-industri-rokok-aturan-yang-lemah-buat-generasi-muda-indonesia-kecanduan-rokok-97857">konsumen tua</a> yang meninggal akibat penyakit terkait merokok. </p>
<p>Makin banyaknya generasi muda yang terbuai dan terjerat oleh adiksi rokok adalah hal terakhir yang tidak kita inginkan dalam menyongsong generasi emas Indonesia 2045.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/207497/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian ini didanai oleh Bloomberg Philanthropies’ Bloomberg Initiative to Reduce Tobacco Use,
Grant No 125086.</span></em></p>Riset kami menjawab kelangkaan kajian yang menguak kandungan rokok berperasa di Indonesia secara komprehensif.Beladenta Amalia, Postdoctoral Fellow at the Institute for Global Tobacco Control, Johns Hopkins UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2065992023-05-31T07:24:54Z2023-05-31T07:24:54ZTikTok promosikan vaping sebagai hiburan menyenangkan, aman, dan diterima secara sosial – dan menghilangkan bahayanya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/529219/original/file-20230531-15-d153lv.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Produsen rokok elekrik genjar menyasar anak-anak muda.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p><em>Diterbitkan untuk memperingati Hari Tembakau Tanpa Sedunia, 31 Mei.</em></p>
<p>Platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Facebook sangat banyak <a href="https://www.jmir.org/2019/2/e11953/">menampilkan vaping atau rokok elektrik</a> dengan kesan positif. Pesan ini membuat penggunaan rokok elektrik tampak umum dan diterima secara sosial.</p>
<p>Iklan tembakau (rokok) tradisional telah dilarang di Australia selama beberapa dekade. Namun, rokok elektrik <a href="https://theconversation.com/vaping-is-glamourised-on-social-media-putting-youth-in-harms-way-159436">dipromosikan secara luas</a> di media sosial, merusak beberapa pekerjaan positif dekade sebelumnya dalam pengendalian tembakau.</p>
<p>Sebagian besar platform memiliki <a href="https://www.tiktok.com/community-guidelines?lang=en">kebijakan konten</a> yang secara tegas melarang promosi penggunaan produk tembakau, termasuk rokok elektrik. Namun <a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/20/10/5761">penelitian baru kami</a>, yang diterbitkan baru-baru ini, menunjukkan bahwa kebijakan ini <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/early/2022/11/03/tc-2022-057348">secara rutin dilanggar</a> dengan sedikit atau tanpa konsekuensi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/vaping-is-glamourised-on-social-media-putting-youth-in-harms-way-159436">Vaping is glamourised on social media, putting youth in harm's way</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Video positif menghasilkan lebih banyak vaping</h2>
<p>Penggunaan <a href="https://moqc.org/wp-content/uploads/2017/08/Surgeon-General-Report_Use-of-E-cigarettes-Among-Youth-and-Young-Adults-2016.pdf">rokok elektrik</a> oleh kaum muda, <a href="https://theconversation.com/we-asked-over-700-teens-where-they-bought-their-vapes-heres-what-they-said-190669">termasuk di Australia</a>, berkembang pesat. Begitu juga dengan bukti <a href="https://openresearch-repository.anu.edu.au/handle/1885/262914">efek kesehatan dari rokok elektrik</a> yang berbahaya.</p>
<p>Pesan-pesan media sosial yang positif seputar <em>vaping</em> dapat berdampak terutama pada kaum muda, yang paling sering menggunakan media sosial. Dalam beberapa kasus, pesan ini bahkan mengesankan pembuat pesan <a href="https://theconversation.com/e-cigarette-maker-juul-settled-a-lawsuit-over-its-practice-of-targeting-teens-through-social-media-parties-and-models-heres-why-the-company-is-paying-438-5-million-to-dozens-of-states-190399">menargetkan promosinya secara terang-terangan</a> pada remaja.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S221133552200362X?via%3Dihub">Penelitian menunjukkan</a> anak muda yang melihat postingan media sosial yang menampilkan rokok elektrik lebih cenderung mengisap vape dan melihat rokok elektrik secara positif. Hal ini berlaku untuk iklan rokok elektrik dan konten buatan pengguna. Kreator <a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/19/3/1820">melakukan pekerjaan pemasaran secara efektif</a> untuk perusahaan rokok elektrik .</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1632466603437858817"}"></div></p>
<h2>TikTok menekankan trik dan meremehkan bahaya</h2>
<p>Dalam studi kami yang baru-baru ini diterbitkan, kami melihat cara rokok elektrik diiklankan dan dipromosikan di TikTok. Kami menganalisis 264 video rokok elektrik buatan akun berbahasa Inggris dan mengevaluasinya berdasarkan kebijakan konten TikTok pada Februari 2022.</p>
<p>Kami menemukan sebagian besar video (98%) menggambarkan rokok elektrik secara positif.</p>
<p>Lebih dari seperempat video jelas melanggar kebijakan konten TikTok dan mempromosikan produk vape.</p>
<p>Meskipun beberapa video berisi peringatan kesehatan, hanya 2% konten yang memberi petunjuk kecanduan vape atau nikotin.</p>
<p>Ada sejumlah kecil posting yang merujuk pada profesional kesehatan masyarakat atau mengomentari peraturan rokok elektrik. konten ini relatif kurang populer, menerima proporsi <em>view</em> dan <em>like</em> yang lebih kecil.</p>
<p>Setengah dari total video merujuk pada komunitas vaping. Konten ini sedikit lebih populer daripada yang tidak merujuk pada identitas bersama. Hal ini dapat bertindak untuk <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/32/2/251">membentuk norma</a> seputar penggunaan rokok elektrik dan meningkatkan persepsi bahwa vaping diterima secara sosial.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1570478801548713984"}"></div></p>
<p>Konten populer juga menyertakan referensi tentang trik-trik vape (seperti membuat bentuk dari aerosol yang dihembuskan). Ada <a href="https://www.jahonline.org/article/S1054-139X(17)30215-X/fulltext">riset awal</a> yang menampilkan remaja sering mengidentifikasi trik vaping sebagai alasan mereka mulai menggunakan rokok elektrik. </p>
<p>Konten juga menggunakan humor sebagai <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/32/2/251">alat efektif</a> untuk menjangkau pengguna media sosial muda.</p>
<p>Video yang melanggar kebijakan konten sering memberikan detail tentang cara dan tempat membeli produk rokok elektrik. Ini termasuk menyediakan tautan ke pengecer online dan ke akun media sosial lainnya.</p>
<p>Promosi penawaran seperti hadiah dan harga obral adalah hal biasa, yang secara langsung melanggar kebijakan konten. Banyak konten juga berisi <em>review</em> produk.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/vaping-and-behaviour-in-schools-what-does-the-research-tell-us-204794">Vaping and behaviour in schools: what does the research tell us?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa yang perlu kita lakukan?</h2>
<p>Kita tidak dapat mengandalkan platform untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan konten. Kebijakan media sosial biasanya dilanggar dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34907688/">tidak ada konsekuensi besar</a>. Sebab, platform itu sendiri yang memutuskan konsekuensi pelanggaran.</p>
<p>Ini merupakan masalah karena platform media sosial memiliki insentif finansial yang jelas untuk tidak menghukum akun-akun pelanggar.</p>
<p>Kebijakan <a href="https://www.health.gov.au/sites/default/files/2023-05/tackling-smoking-and-vaping-and-improving-cancer-outcomes-budget-2023%20-24.pdf">terkini</a> pemerintah federal Australia untuk membasmi <em>vaping</em> yang bersifat hiburan di kalangan anak muda melalui peraturan, penegakan hukum, pendidikan, kemasan polos, dan larangan penyedap sebenarnya cukup bagus.</p>
<p>Sayangnya, kebijakan ini tidak mencakup pembatasan iklan rokok elektrik, promosi, dan sponsor di media sosial, yang juga <a href="https://apps.who.int/gb/fctc/PDF/cop6/FCTC_COP6(9%20)-en.pdf">jelas diperlukan</a>.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1653932446461878272"}"></div></p>
<p>Kebijakan yang ada harus benar-benar ditegakkan. Ini termasuk mewajibkan platform media sosial untuk melaporkan penegakan aturan internal mereka.</p>
<p>Kebijakan dan proses moderasi saat ini tidak cukup untuk membatasi penyebaran konten pro rokok elektrik di TikTok. Hal ini mengekspos pengguna media sosial muda untuk menggunakan rokok elektrik. Perlu ada regulasi yang lebih besar terhadap konten rokok elektrik dan promosinya, untuk mencegah penggunaan dan bahaya pada masa mendatang bagi kaum muda.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-can-i-help-my-teen-quit-vaping-201558">How can I help my teen quit vaping?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/206599/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jonine Jancey receives funding from Healthway and is a Board member of the Australian Council on Smoking and Health.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Renee Carey tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kami menemukan sebagian besar video (98%) menggambarkan rokok elektrik secara positif. Lebih dari seperempat video jelas melanggar kebijakan konten TikTok dan mempromosikan produk vape untuk dibeli.Renee Carey, Senior Research Fellow, Curtin UniversityJonine Jancey, Academic and Director Collaboration for Evidence, Research and Impact in Public Health, Curtin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2049332023-05-05T05:40:01Z2023-05-05T05:40:01ZMengapa peringatan perusahaan tembakau tentang pasar gelap digelembungkan – dan menyesatkan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/524551/original/file-20230505-38510-15yttd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Semakin kecil pasar rokok, perdagangan gelap akan semakin tidak menguntungkan.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock/NeydtStock</span></span></figcaption></figure><p>Perusahaan-perusahaan tembakau (rokok) mengklaim mengubah bisnis mereka dengan “<a href="https://www.bat.com/strategy">mengurangi dampak kesehatan</a>” dari produk mereka. Namun mereka sering menentang kebijakan yang dapat mencapai tujuan ini.</p>
<p>British American Tobacco (BAT) Selandia Baru memasok sekitar dua pertiga pasar tembakau Selandia Baru. Perusahaan ini menentang kebijakan yang ditetapkan dalam <a href="https://www.health.govt.nz/our-work/regulation-health-and-disability-system/smoked-tobacco-products/smokefree-environments-and-%20regulated-products-act">undang-undang bebas rokok</a> yang mulai <a href="https://www.smokefree.org.nz/smokefree-environments/legislation">berlaku pada Januari tahun ini</a>. Sebagai gantinya, BAT mengusulkan pendekatan <a href="https://www.parliament.nz/resource/en-NZ/53SCHE_EVI_125245_HE25414/abf1b0ced4ad9093221f13257a0d83f30c0445e5">non-peraturan</a>.</p>
<p>Di antara serangkaian keberatan, perusahaan ini mengklaim denikotinisasi, berkurangnya ketersediaan tembakau, dan pengenalan generasi bebas rokok akan menimbulkan konsekuensi serius yang tidak diinginkan. Misalnya, risiko munculnya pasar gelap tembakau sehingga memicu “<a href="https://www.parliament.nz/resource/en-NZ/53SCHE_EVI_125245_HE25414/abf1b0ced4ad9093221f13257a0d83f30c0445e5">perdagangan narkoba, pencucian uang, dan aktivitas jahat lainnya</a>”.</p>
<p><a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/tobaccocontrol/28/3/334.full.pdf">Penelitian independen</a> menganalisis data yang digunakan perusahaan tembakau untuk mendukung klaim ini telah mendokumentasikan banyak masalah dengan pengumpulan, analisis, dan presentasi. Efeknya adalah penggelembungan atau melebih-lebihkan perkiraan perdagangan tembakau ilegal.</p>
<p><a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/28/2/127">Studi internasional</a> lainnya telah meneliti peran perusahaan tembakau dalam mendukung perdagangan gelap. Para perusahaan mencoba mengendalikan sebuah sistem <em>trace and track</em> global dan merusak <a href="https://fctc.who.int/protocol/overview">Protokol untuk Mengeliminasi Perdagangan Ilegal Produk Tembakau</a>.</p>
<p>Analisis perilaku industri di negara berpenghasilan rendah dan menengah menemukan <a href="https://tinyurl.com/zhmdc3yf">bukti sejarah yang sangat banyak</a> tentang keterlibatan industri dalam perdagangan gelap. </p>
<p>Selama lebih dari dua dekade, <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/tobaccocontrol/7/1/66.full.pdf">penelitian</a> telah mempertanyakan klaim perusahaan tembakau bahwa perdagangan pasar gelap dihasilkan dari pajak yang tinggi dan mencatat bagaimana perusahaan-perusahaan ini seringkali menjadi penerima manfaat utama dari perdagangan gelap.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/smoke-and-mirrors-why-claims-that-nzs-smokefree-policy-could-fuel-an-illicit-tobacco-trade-dont-stack-up-191753">Smoke and mirrors: why claims that NZ’s smokefree policy could fuel an illicit tobacco trade don’t stack up</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Siapa yang diuntungkan dari keresahan pasar gelap?</h2>
<p>Ada risiko yang jelas bahwa kita terlalu mengandalkan bukti yang disajikan oleh industri. Pada 2006, pengadilan Amerika Serikat menemukan perusahaan tembakau internasional bertindak dengan “<a href="https://www.justice.gov/sites/default/files/civil/legacy/2014/09/11/amended%20opinion_0%20.pdf">niat untuk menipu atau mengelabuhi</a>” masyarakat tentang bahaya merokok selama beberapa dekade.</p>
<p>Sebuah kelompok lobi Selandia Baru yang didukung oleh perusahaan tembakau tampaknya tidak meninjau bukti industri secara kritis, tapi malah memperkuat klaim tersebut. Pandangannya selama proses konsultasi untuk undang-undang bebas asap rokok Selandia Baru secara keliru berpendapat bahwa tindakan tersebut akan <a href="https://www.nzinitiative.org.nz/reports-and-media/submissions/submission-21/document/787">menjadi pelarangan</a>. Pandangan itu menarik kesejajaran yang salah dengan larangan alkohol di AS.</p>
<p>Produk-produk nikotin sebenarnya akan tetap tersedia, baik sebagai perawatan yang disetujui (seperti terapi pengganti nikotin) atau melalui produk <em>vaping</em>. Argumen-argumen larangan adalah tidak berdasar karena mereka menyesatkan.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1551821629906616321"}"></div></p>
<h2>Bagaimana para perokok memandang tembakau ilegal?</h2>
<p>Kami baru saja menyelesaikan studi yang melibatkan <a href="https://academic.oup.com/ntr/advance-article/doi/10.1093/ntr/ntad034/7069368">wawancara mendalam</a> dengan 24 orang (partisipan) yang merokok. Sangat sedikit dari mereka yang melaporkan minat pribadi pada produk tembakau ilegal atau telah membeli tembakau impor atau curian secara ilegal. Ketersediaan luas produk nikotin lain di Selandia Baru dapat menjelaskan komentar mereka.</p>
<p>Meski hanya sedikit yang menggunakan tembakau yang diperdagangkan secara ilegal, hampir semuanya mengakses dan merokok tembakau buatan sendiri atau rumahan. Namun, tidak ada yang senang menggunakan apa yang oleh beberapa orang disebut “<em>chop chop</em> atau <em>cepetan</em>” dan sebaliknya menggambarkan tembakau buatan sendiri sebagai “buruk” dan “liar”. </p>
<p>Alih-alih melihat tembakau rumahan sebagai alternatif jangka panjang setelah langkah-langkah di bawah undang-undang bebas rokok diterapkan, para partisipan menganggap penggunaan tembakau ini tidak menyenangkan dan tidak aman.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/forget-tobacco-industry-arguments-about-choice-heres-what-young-people-think-about-nzs-smokefree-generation-policy-193529">Forget tobacco industry arguments about choice. Here's what young people think about NZ's smokefree generation policy</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kami menemukan banyak kontradiksi dalam cara partisipan memperkirakan pasar gelap berkembang. Beberapa mengira itu akan tumbuh, tapi tidak tahu bagaimana cara mengaksesnya. Beberapa memandang produk pasar gelap lebih mahal, sementara yang lain berpikir harganya akan lebih murah. Beberapa partisipan menyatakan prihatin tentang keamanan sumber dan produk rokok yang diperoleh melalui pasar gelap.</p>
<p>Kontradiksi-kontradiksi ini dan ketidaktahuan para partisipan tentang tembakau yang diimpor secara ilegal menunjukkan bahwa perusahaan tembakau dan kelompok lobi mungkin melebih-lebihkan masalahnya. </p>
<p>Daripada memilih pendekatan <a href="https://www.parliament.nz/resource/en-NZ/53SCHE_EVI_125245_HE25414/abf1b0ced4ad9093221f13257a0d83f30c0445e5">non-peraturan</a> di atas tindakan <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/early/2023/01/10/tc-2022-057655">yang diprediksi akan mengurangi prevalensi merokok</a> dengan sangat cepat, kita seharusnya secara aktif mengendalikan setiap ancaman yang mungkin ditimbulkan oleh tembakau ilegal.</p>
<p>Pemerintah Selandia Baru telah <a href="https://www.beehive.govt.nz/release/stubbing-out-tobacco-smuggling">mengalokasikan dana</a> kepada satu tim spesialis yang akan memantau dan memberantas tembakau ilegal. Idealnya, pendanaan ini akan memungkinkan pengawasan sinar-X yang lebih besar atas impor dari negara-negara yang teridentifikasi sebagai sumber potensial tembakau ilegal. </p>
<p>Selandia Baru juga dapat menandatangani Protokol untuk Mengeliminasi Perdagangan Ilegal Produk Tembakau untuk mengakses data pasokan ilegal internasional.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/nzs-smokefree-law-will-reduce-the-number-of-tobacco-retailers-heres-what-people-who-smoke-think-of-that-200436">NZ's smokefree law will reduce the number of tobacco retailers – here's what people who smoke think of that</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Upaya meningkatkan pemantauan dan pengawasan itu memang penting. Namun, mengurangi ukuran pasar gelap mana pun bisa dibilang merupakan respons terkuat terhadap ancaman yang dituduhkan. Semakin sedikit orang yang merokok, semakin kecil ukuran pasar potensial. Semakin kecil pasarnya, perdagangan gelap akan semakin tidak menguntungkan.</p>
<p>Tanggapan paling kuat terhadap klaim bahwa perdagangan tembakau ilegal akan meningkat adalah dengan menerapkan langkah-langkah yang diperkirakan akan menyebabkan <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/early/2023/01/10/tc%20-2022-057655">penurunan pesat prevalensi merokok</a>. Jauh dari menciptakan satu kasus untuk membatalkan langkah-langkah yang ditetapkan dalam undang-undang, klaim perusahaan tembakau memberikan alasan kuat untuk menerapkan kebijakan secepat dan sekomprehensif mungkin.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/204933/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Janet Hoek receives funding from the Health Research Council of New Zealand and New Zealand Cancer Society; she has previously received grants from the Royal Society Marsden Fund. She co-directs ASPIRE Aotearoa, a research centre whose members undertake research to inform and evaluate smokefree policies. She is also a member of the Health Coalition of Aotearoa Smokefree Expert Advisory Group.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Anna DeMello tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meski meningkatkan pemantauan dan pengawasan itu penting, mengurangi ukuran pasar gelap mana pun bisa dibilang merupakan respons terkuat terhadap ancaman yang dituduhkan.Janet Hoek, Professor of Public Health, University of OtagoAnna DeMello, Research Fellow, University of OtagoLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1979032023-01-17T06:45:43Z2023-01-17T06:45:43ZTak hanya soal rokok batangan: revisi aturan pengendalian tembakau harus lebih keras terhadap industri rokok<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/504812/original/file-20230117-14-ivynyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penjual menata rokok elektrik di sebuah toko di Pekayon, Jakarta Timur, 27 Desember 2022. Saat rokok tembakau masih longgar peraturannya, rokok elektrik juga makin mudah diakses.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1672125020&getcod=dom">ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc</a></span></figcaption></figure><p>Larangan penjualan rokok batangan di Indonesia tak akan sebatas wacana. Presiden Joko Widodo <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20221227141202-532-892631/jokowi-tegaskan-bakal-larang-jual-rokok-batangan">menegaskan niat itu</a> dalam sebuah pernyataan akhir tahun lalu.</p>
<p>Pemerintah memang baru saja memberikan sinyal akan merevisi <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5324/pp-no-109-tahun-2012">Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012)</a> tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Kepastian itu tercantum dalam Keputusan <a href="https://jdih.kemdikbud.go.id/detail_peraturan?main=3234">Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023</a>. </p>
<p>Tak hanya soal (1) larangan penjualan rokok secara batangan, <a href="https://www.hukumonline.com/berita/a/revisi-pp-109-2012--pemerintah-bakal-larang-penjualan-rokok-batangan-lt63ad689709f48/">butir-butir pengaturan</a> yang akan dimuat dalam revisi PP 109/2012 juga mencakup beberapa hal: (2) penambahan persentase gambar peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau; (3) ketentuan tentang rokok elektronik; (3) larangan iklan, promosi, <em>sponsorship</em> di media teknologi informasi; (4) pengawasan iklan, promosi, <em>sponsorship</em>; (6) penegakan dan penindakan; serta (7) media teknologi informasi dan penerapan kawasan tanpa rokok.</p>
<p>Ketujuh butir perubahan tersebut perlu kita kawal ketat agar keberadaan regulasi pengendalian tembakau tak sekadar formalitas, tapi betul-betul dapat dilaksanakan. Tidak menjadi “macan kertas” seperti yang terjadi pada PP 109/2012 selama ini. </p>
<h2>Indonesia paling tertinggal</h2>
<p>Rencana pemerintah untuk merevisi aturan tentang pengendalian tembakau demi menurunkan konsumsi rokok tentu patut diapresiasi. Apalagi, sebelumnya, pemerintah juga sudah menetapkan <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20221219085728-4-398006/sri-mulyani-rilis-aturan-harga-rokok-naik-12-di-2023-2024">kenaikan cukai rokok</a> untuk tahun 2023 dan 2024 sekaligus.</p>
<p>Sejumlah ketentuan dalam <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt50ed2c07e648a/nprt/lt4f2a52f2ccd04/peraturan-pemerintah-nomor-109-tahun-2012">PP 109/2012</a> memang perlu diperbarui untuk membuat peraturan ini lebih efektif dalam menurunkan konsumsi rokok secara umum maupun <a href="https://theconversation.com/melindungi-remaja-indonesia-dari-jeratan-industri-rokok-97790">mencegah perokok baru di kalangan remaja</a>.</p>
<p>Terkait kemasan produk tembakau, misalnya, PP 109/2012 mensyaratkan gambar peringatan kesehatan hanya 40% dari luas kemasan produk. Persentase ini merupakan yang terkecil <a href="https://seatca.org/dmdocuments/SEATCA%20ARTICLE%2011%20INDEX_WEB_F.pdf">di antara semua negara ASEAN</a>. </p>
<p><a href="https://www.who.int/thailand/news/feature-stories/detail/thailand-becomes-first-in-asia-to-introduce-tobacco-plain-packaging-who-commends-efforts">Thailand</a> dan <a href="https://www.straitstimes.com/politics/parliament-cigarettes-packs-to-be-sold-in-standardised-plain-packaging">Singapura</a> mengambil langkah paling progresif dengan menyeragamkan semua produk tembakau dalam kemasan polos tanpa logo disertai peringatan kesehatan bergambar dengan proporsi 75-85% dari total luas kemasan.</p>
<p>Mengenai peredaran rokok elektronik, Indonesia bersama Myanmar paling tertinggal di ASEAN karena <a href="https://www.researchgate.net/publication/351188055_E-Cigarette_Markets_and_Policy_Responses_in_Southeast_Asia_A_Scoping_Review">belum memiliki regulasi spesifik</a> tentang produk tersebut. Mayoritas negara di wilayah ini, termasuk Kamboja dan Laos, tegas melarang penjualan dan penggunaan rokok elektronik di negara mereka. </p>
<p>Sementara itu, dalam <a href="https://seatca.org/dmdocuments/SEATCA-Tobacco-advertising-promotion-sponsorship-index.pdf">hal pelarangan iklan produk tembakau di media cetak dan elektronik</a>, hanya Indonesia yang belum menerapkan aturan itu di kawasan ASEAN.</p>
<p>Dalam konteks penegakan, PP 109/2012 selama ini masih lemah. Kasus Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum (PB Djarum) yang menjadi <a href="https://theconversation.com/lemahnya-aturan-pengendalian-tembakau-di-belakang-polemik-audisi-bulu-tangkis-djarum-123681">sponsor utama kegiatan audisi bulu tangkis untuk anak-anak beberapa tahun silam</a> adalah bukti bahwa regulasi ini kesulitan menjangkau sejumlah pelanggaran yang terjadi di lapangan. </p>
<p>Peraturan itu memang sangat longgar dalam membatasi promosi dan <em>sponsorship</em> yang mengatasnamakan tanggung jawab korporasi (CSR) perusahaan tembakau. </p>
<h2>Larangan intervensi industri perlu diatur</h2>
<p>Di luar poin-poin perubahan yang sudah direncanakan pemerintah, masih terdapat hal-hal lain yang seharusnya diatur dalam revisi nanti. </p>
<p>Salah satunya <a href="http://www.tobaccopreventioncessation.com/Conflict-of-interest-and-tobacco-control-Why-does-it-matter-,146893,0,2.html">larangan bagi industri tembakau untuk terlibat</a> atau menjalin relasi dengan pihak pemerintah. Ketentuan semacam itu lumrah diterapkan di banyak negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi <a href="https://fctc.who.int/publications/m/item/guidelines-for-implementation-of-article-5.3">Konvensi Organisasi Kesehatan Dunia untuk Pengendalian Tembakau (FCTC WHO)</a>. </p>
<p>Hingga kini, Indonesia masih menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia-Pasifik yang <a href="https://globalizationandhealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12992-022-00810-y">belum mengaksesi FCTC</a>. Salah satu konsekuensinya, <a href="https://theconversation.com/ini-sebab-mengapa-isu-kesehatan-selalu-kalah-saat-berhadapan-dengan-industri-rokok-168575">industri tembakau masih berperan dalam berbagai aktivitas yang bersinggungan dengan pemerintah</a>, termasuk dalam pembentukan kebijakan terkait pengendalian tembakau. </p>
<p>Meski terdengar ironis, fakta ini tidak mengagetkan mengingat <a href="https://www.litbang.kemkes.go.id/perokok-dewasa-di-indonesia-meningkat-dalam-sepuluh-tahun-terakhir/">angka perokok di Indonesia yang terus meningkat</a> seiring dengan lemahnya kebijakan negara dalam mengendalikan dampak tembakau.</p>
<p>Rencana revisi PP 109/2012 perlu dijadikan batu pijakan untuk langkah yang lebih besar pada masa mendatang, yakni menaikkan pengaturan mengenai pengendalian tembakau ke level undang-undang. </p>
<p>Lebih dari satu dekade lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pernah memasukkan <a href="https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/makalah_PERKEMBANGAN_RUU_TENTANG_PENGENDALIAN__DAMPAK_PRODUK_TEMBAKAU_TERHADAP_KESEHATAN__Oleh-_Ignatius_Mulyono.pdf">RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan</a> ke dalam daftar prioritas legislasi. </p>
<p>Namun, RUU itu kemudian dihapus dari daftar dan <a href="https://ylbhi.or.id/informasi/berita/kronologi-ruu-pertembakauan/">digantikan oleh RUU Pertembakauan</a> yang hingga kini masih tercantum dalam <a href="https://www.dpr.go.id/uu/prolegnas-long-list">program legislasi nasional lima tahun</a>. RUU Pertembakauan disusun dengan menggunakan <a href="https://theconversation.com/new-bill-will-challenge-tobacco-control-efforts-in-indonesia-40771">perspektif industri</a> yang menginginkan penambahan produksi tembakau. Ini jelas tak sejalan dengan upaya pengendalian tembakau yang mendorong pembatasan konsumsi atas produk tembakau.</p>
<h2>Rancangan peraturan yang harus diwaspadai</h2>
<p>Bersamaan dengan rencana revisi PP 109/2012, pemerintah juga tengah menyusun Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Pengelolaan Produk Hasil Tembakau, sebagaimana tercantum dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/233935/keppres-no-26-tahun-2022">Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden Tahun 2023</a>. </p>
<p>Keinginan pemerintah itu janggal karena regulasi dengan substansi yang sama, yakni Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020, telah <a href="https://ylbhi.or.id/informasi/berita/ma-perintahkan-menperin-cabut-peta-jalan-produksi-rokok/">dibatalkan oleh Mahkamah Agung</a> setelah dianggap bertentangan dengan lima undang-undang.</p>
<p>Langkah pemerintah untuk menyusun kembali kebijakan yang sama, bahkan dengan level peraturan yang lebih tinggi, bukan saja mengkhianati putusan peradilan tetapi juga tak konsisten dengan upaya pemerintah yang ingin memperbaiki regulasi pengendalian tembakau agar lebih berpihak pada kepentingan kesehatan masyarakat.</p>
<p>Di sisi parlemen, DPR saat ini tengah mengusulkan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1666443/lbh-sebut-pembentukan-ruu-kesehatan-tidak-transparan-dan-tidak-partisipatif-karena-metode-omnibus-law">RUU Kesehatan yang disusun dengan metode omnibus</a>, menggabungkan 13 undang-undang di bidang kesehatan ke dalam satu naskah. </p>
<p>Apabila tidak diawasi oleh masyarakat, proses pembentukan RUU ini berpotensi menjadi bola liar. Belum hilang dari ingatan, ketentuan yang menyebutkan <a href="https://www.hukumonline.com/berita/a/ruu-kesehatan-lt4af7868123a1d?page=all">tembakau sebagai zat adiktif sempat “lenyap”</a> dari naskah akhir <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4af3c27570c04/undangundang-nomor-36-tahun-2009">RUU Kesehatan tahun 2009 setelah disetujui parlemen</a>.</p>
<p>Terlebih lagi, dengan kerumitan metode omnibus, proses penyusunan RUU akan semakin sulit dipantau. Masyarakat sipil harus melawan segala tindakan yang membatasi partisipasi publik dalam proses pembentukan RUU Kesehatan. </p>
<p>Kecenderungan pembatasan itu sangat mungkin dilakukan pemerintah dan DPR demi mempercepat proses pembahasan, seperti yang terjadi pada proses <a href="https://www.hukumonline.com/berita/a/pelanggaran-prosedur-dapat-membuat-uu-cipta-kerja-batal-lt5f87d14085a4c?page=all">legislasi RUU Cipta Kerja</a> dua tahun lalu. </p>
<p>Selain mengawasi proses, advokasi jangka pendek yang bisa dilakukan para akademisi dan aktivis di bidang pengendalian tembakau adalah mendesak DPR dan pemerintah untuk memasukkan ketentuan tentang rokok dan tembakau ke dalam RUU Kesehatan dengan pengaturan yang jelas dan komprehensif, disertai pencantuman konsekuensi sanksi pidana, administratif, dan perdata yang terukur. </p>
<p>Kita butuh regulasi pengendalian tembakau yang lebih keras terhadap industri tembakau untuk menurunkan kecanduan rokok di masyarakat.</p>
<p>Dengan demikian, revisi PP 109/2012 nantinya dapat difokuskan pada ketentuan teknis untuk mempermudah aparat di lapangan melaksanakan amanat UU Kesehatan tersebut.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197903/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rizky Argama tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Rencana revisi PP 109/2012 perlu dijadikan batu pijakan untuk langkah yang lebih besar pada masa mendatang, yakni menaikkan pengaturan mengenai pengendalian tembakau ke level undang-undang.Rizky Argama, Researcher, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1968072022-12-22T04:36:41Z2022-12-22T04:36:41ZSelandia Baru resmi melarang penjualan rokok untuk satu generasi: 6 alasan mendukung kebijakan ini<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/502324/original/file-20221221-16-luk24s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock/Pisit Koolplukpol</span></span></figcaption></figure><p>Bayangkanlah sebuah masyarakat di mana tembakau tidak membunuh hampir <a href="https://www.health.govt.nz/your-health/healthy-living/addictions/quitting-smoking/health-efek-merokok">5000 orang setiap tahun</a> di Selandia Baru, maupun lebih dari <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tobacco">delapan juta orang di seluruh dunia</a>.</p>
<p>Undang-undang baru pemerintah Selandia Baru, yang dibacakan pertama kali di parlemen Juli lalu, bertujuan untuk menciptakan negara bebas rokok. Mereka memperkenalkan langkah unik untuk melindungi kaum muda dari banyak bahaya akibat merokok. </p>
<p>Merokok pada akhirnya membunuh dua pertiga orang perokok dalam jangka panjang, yang berarti perusahaan tembakau menghadapi pilihan yang sulit. Mereka dapat terus merekrut pengguna baru atau keluar dari bisnis rokok. Sampai saat ini, mereka telah memilih opsi sebelumnya.</p>
<p>Dengan memposisikan merokok sebagai perilaku orang dewasa yang keren, sekaligus <a href="https://www.tobaccofreekids.org/microsites/cancerno9/">mendesain merek yang berorientasi remaja</a>, perusahaan tembakau telah memikat ribuan anak muda menjadi <a href="https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/tobacco-industry-tactics-to-attract-younger-generations">kecanduan seumur hidup</a> sebagian besar di antara mereka menyesalinya.</p>
<p>Pemerintah di tempat lain telah mempersempit jalur perokok pengganti (perokok muda dan baru) dengan meningkatkan usia pembelian tembakau, yang sekarang menjadi produk R21 (produk yang bisa dibeli orang berusia 21 tahun ke atas) di beberapa <a href="https://www.fda.gov/tobacco-products/retail-sales-tobacco-products/tobacco-21#">yurisdiksi</a> di Amerika Serikat.</p>
<p>Namun Aotearoa (Selandia Baru) mengadopsi pendekatan yang berbeda dengan <a href="https://legislation.govt.nz/bill/government/2022/0143/latest/LMS708154.html">UU Amandemen Lingkungan Bebas Asap dan Produk yang Diatur (Tembakau Asap)</a>, yang akan memperkenalkan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23591500/">generasi bebas rokok</a>. Pada 13 Desember lalu, <a href="https://www.beehive.govt.nz/release/thousands-lives-and-billions-dollars-be-saved-smokefree-bill-passing">Selandia Baru mengesahkan undang-undang baru ini.</a></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/smoking-age-heres-what-effect-raising-it-to-21-could-have-in-england-184874">Smoking age: here's what effect raising it to 21 could have in England</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>UU tersebut mengusulkan pelarangan penjualan produk tembakau kepada orang yang lahir pada tahun 2009 atau setelahnya. Seiring waktu, tindakan ini akan menciptakan <em>a smokefree cohort</em> – sekelompok anak muda yang dilindungi dari rokok.</p>
<p>Dikombinasikan dengan kebijakan lain yang diusulkan – pengurangan kandungan nikotin dalam produk tembakau dan semakin lebih sedikit gerai ritel yang menjual tembakau – generasi bebas rokok akan melihat penggunaan tembakau hampir berakhir.</p>
<p>Tapi mengapa beralih dari memperpanjang batasan usia menjadi menciptakan generasi bebas rokok? Berikut enam alasan utamanya.</p>
<h2>Tindakan untuk melindungi kebebasan</h2>
<p>Sebagian besar orang yang merokok <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15799597/">menyesalinya</a> dan mengatakan mereka tidak akan merokok jika diberi kesempatan memulai kehidupan lagi.</p>
<p>Generasi tanpa asap rokok mengatasi tingkat atau beban kecanduan pada banyak orang. Ini memberlakukan batasan sesuai usia, dengan cara yang sama pemerintah membatasi aktivitas berisiko lainnya, seperti mengemudi dalam keadaan mabuk.</p>
<p>Namun, tidak seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, produk tembakau <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25857449/">menyebabkan kematian dini</a> dari dua pertiga orang yang merokok dalam jangka panjang. Risiko ini jauh lebih besar daripada potensi “manfaat” yang dirasakan di segala usia.</p>
<p>Generasi bebas rokok adalah respons yang proporsional untuk mengelola produk yang sangat berbahaya.</p>
<h2>Merokok bukanlah ‘pilihan berdasarkan informasi’</h2>
<p>Perusahaan tembakau dengan mudah melupakan betapa kerasnya mereka pernah <a href="https://news.stanford.edu/pr/2007/pr-proctor-021407.html">menyangkal bahaya merokok</a>. Mereka sekarang <a href="https://www.batnz.com/group/sites/BAT_9VNKQW.nsf/vwPagesWebLive/DO9T5KJ8?opendocument">mengakui</a> risiko kesehatan yang terkait dengan tembakau.</p>
<p>Pendirian ini memungkinkan mereka untuk mengklaim bahwa merokok adalah “pilihan berdasarkan informasi” dan dengan demikian menyalahkan orang yang merokok atas bahaya yang mereka alami di kemudian hari. Generasi bebas rokok menantang <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25192770/">retorika ini</a> dan menyadari bahwa tidak ada orang yang dapat secara sukarela memulai kecanduan seumur hidup sebelum mereka memahami dan menerima harga yang harus dibayar.</p>
<h2>Hak atas perlindungan dari produk yang mematikan</h2>
<p>Meski perusahaan tembakau telah melakukan yang terbaik untuk <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35241613/">memposisikan merokok sebagai praktik yang diterima secara sosial</a> dan tembakau sebagai produk konsumen biasa, tidak ada produk lain yang membunuh penggunanya ketika dikonsumsi persis seperti yang dimaksudkan.</p>
<p>Generasi bebas asap rokok mengakui hak masyarakat atas perlindungan dari produk berbahaya yang unik dan mengatasi anomali sejarah yang memungkinkan penjualan tembakau.</p>
<h2>Pembatasan usia tidak memberikan perlindungan yang memadai</h2>
<p>Kebijakan pembatasan usia berarti bahwa, seiring berlalunya waktu, beberapa anak muda “lulus” melebihi batas usia, yang mungkin secara tidak sengaja membingkai merokok sebagai ritus peralihan.</p>
<p>Generasi bebas rokok menantang persepsi yang salah tentang merokok sebagai ritual kedewasaan dan memperjelas bahwa tidak pernah ada usia yang aman untuk mulai merokok. Dengan secara jelas menandakan bahwa merokok selalu berbahaya, ia menawarkan perlindungan yang jauh lebih besar daripada tindakan pembatasan usia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tobacco-killed-500-000-americans-in-2020-is-it-time-to-control-cigarette-makers-153611">Tobacco killed 500,000 Americans in 2020 – is it time to control cigarette-makers?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengurangi ketidakadilan yang disebabkan oleh merokok</h2>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28647728/">Studi pemodelan</a> memperkirakan kebijakan generasi bebas rokok dapat mengurangi separuh prevalensi merokok dalam 14 tahun di antara orang berusia 45 tahun ke bawah.</p>
<p>Yang penting, kebijakan ini diperkirakan mencapai peningkatan kesehatan lebih dari lima kali lipat untuk Māori (orang asli Selandia Baru), dibandingkan dengan non-Māori. Perkiraan ini berarti generasi bebas asap rokok akan membantu mengatasi kesenjangan prevalensi merokok dan mengurangi kesenjangan (ketidakadilan) kesehatan yang diakibatkan dari merokok.</p>
<h2>Masyarakat siap menghentikan kebiasaan merokok</h2>
<p>Survei telah melaporkan dukungan yang sangat kuat untuk pendekatan UU tersebut. <a href="https://itcproject.s3.amazonaws.com/uploads/documents/ITC_Data_Briefing_SF2025__ASAP_support__final.pdf">Survei Selandia Baru</a> terhadap orang yang merokok atau baru saja berhenti merokok menemukan bahwa lebih dari tiga perempat mendukung kebijakan ini.</p>
<p>Dukungan untuk generasi bebas asap rokok sekitar 10% lebih tinggi daripada peningkatan usia legal pembelian tembakau dari 18 menjadi 21 tahun. Dukungan di antara populasi umum kemungkinan masih lebih tinggi, membuat generasi bebas rokok menjadi kebijakan yang sangat populer.</p>
<p>Kebijakan tersebut akan melindungi kebebasan kaum muda dan menjaga kesejahteraan masa depan mereka dengan menghapus akses ke produk yang direkayasa untuk membuat mereka kecanduan secepat mungkin. </p>
<p>Dengan membingkai merokok sebagai hal yang tidak dapat diterima secara sosial dan mencegah penjualan rokok ke kaum muda dari waktu ke waktu, generasi bebas rokok akan membantu memastikan prevalensi merokok tidak akan pernah meningkat lagi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196807/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Janet Hoek receives funding from the Health Research Council of New Zealand and Cancer Society of New Zealand; she has previously held grants from the Royal Society Marsden Fund. She co-directs ASPIRE 2025, A University of Otago Research Centre whose researchers work to support the Government's Smokefree 2025 goal. She has served on government, crown entity and NGO advisory groups to support public health policy goals and is currently a member of the Health Coalition Aotearoa's Smokefree Expert Advisory Group.</span></em></p>Generasi bebas asap rokok akan membantu mengatasi kesenjangan prevalensi merokok dan mengurangi kesenjangan (ketidakadilan) kesehatan yang diakibatkan dari merokok.Janet Hoek, Professor of Public Health, University of OtagoLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1903732022-11-04T07:31:47Z2022-11-04T07:31:47ZEmpat riset baru bantah argumen industri rokok soal dampak ekonomi dari pengendalian tembakau<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/492954/original/file-20221102-26716-o3g9lu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Warga duduk di taman kawasan tanpa rokok di Bandung, Jawa Barat, 28 Oktober 2022. Belum semua daerah memiliki peraturan kawasan tanpa rokok. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1666948806&getcod=dom">ANTARA FOTO/Novrian Arbi/aww.</a></span></figcaption></figure><p>Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia-Pasifik yang belum meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC). Salah satu argumen utama penentang ratifikasi FCTC di Indonesia adalah pengendalian tembakau <a href="https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/ybD1z3vk-ratifikasi-fctc-dinilai-mematikan-ekonomi-hasil-tembakau-indonesia">berdampak negatif terhadap ekonomi</a>.</p>
<p>Sebagian pihak, terutama kelompok industri rokok dan pendukungnya, yakin bahwa setiap upaya pengendalian tembakau akan mengurangi jumlah tembakau yang dikonsumsi. Hal ini akan menurunkan permintaan tembakau sehingga berdampak negatif pada petani tembakau lokal dan pekerja industri tembakau. Hasil akhirnya, menurut mereka, ratifikasi FCTC akan berdampak negatif pada perekonomian. </p>
<p>Namun, argumen-argumen ini tidak memiliki bukti yang kuat secara akademis. Sebaliknya, semakin banyak penelitian terbaru membuktikan sebaliknya. </p>
<p>Berikut ini empat studi terbaru sebagai bukti tandingan terhadap argumen industri tembakau dan pendukungnya yang terus menyebarkan narasi palsu seputar dampak ratifikasi FCTC terhadap negara.</p>
<h2>Ratifikasi FCTC tak berdampak pada ekonomi negara</h2>
<p><strong>Pertama</strong>. Studi <a href="https://globalizationandhealth.biomedcentral.com/counter/pdf/10.1186/s12992-022-00810-y.pdf">terbaru yang menyelidiki dampak ratifikasi FCTC</a> pada indikator makroekonomi di Bangladesh, Brazil, Pakistan, dan Indonesia menunjukkan temuan yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh industri tembakau. Selain Indonesia, tiga negara tersebut telah meratifikasi FCTC. </p>
<p>Studi tersebut menunjukkan bahwa ratifikasi FCTC tidak berdampak pada <a href="https://www.bps.go.id/subject/11/produk-domestik-bruto--lapangan-usaha-.html">Produk Domestik Bruto (PDB)</a> per kapita di Bangladesh, Brazil, dan Pakistan.</p>
<p>Sebaliknya, ratifikasi FCTC memberikan pedoman yang komprehensif untuk mengurangi prevalensi merokok yang tetap mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. </p>
<p>Ratifikasi pun bermanfaat bagi sektor kesehatan dan ekonomi jika diterapkan secara komprehensif.</p>
<p><strong>Kedua.</strong> Temuan riset di atas ini didukung oleh penelitian terbaru <a href="http://journal.waocp.org/article_90140.html">tentang dampak industri tembakau terhadap perekonomian</a>. Riset ini membandingkan data periode 2006-2019 di Azerbaijan, Cina, Hong Kong, India, Jepang, Malaysia, Pakistan, Singapura, Korea Selatan, Thailand, Vietnam. </p>
<p>Mereka semua telah meratifikasi FCTC. <a href="https://www.jt.com/">Jepang</a> dan <a href="https://tobaccotactics.org/wiki/japan-tobacco-international/">Cina,</a> yang memiliki perusahaan rokok global tetap mengimplementasikan konvensi tersebut. Begitu Cina sebagai <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SH.PRV.SMOK.MA">pemilik pangsa pasar rokok terbesar di dunia</a>.</p>
<p>Hasil riset ini menunjukkan bahwa industri tembakau tidak berkontribusi yang signifikan terhadap indikator makroekonomi di berbagai negara, terutama di negara dengan industri tembakau yang minim.</p>
<p>Para pendukung berpendapat bahwa perdagangan tembakau memberikan kesempatan kerja yang luas di sektor manufaktur dan komoditas yang menguntungkan petani tembakau. Mereka hakul yakin bahwa setiap upaya pengendalian tembakau akan berdampak buruk bagi perekonomian.</p>
<p>Studi ini membantah klaim ini dengan secara khusus membandingkan dampak tembakau di Indonesia dan Amerika Serikat, sebagai salah satu pasar tembakau terbesar di dunia. Studi ini menunjukkan bahwa meski tembakau berdampak negatif terhadap perekonomian AS pada masa depan, hal itu tidak berdampak dalam konteks Indonesia. </p>
<p>Indonesia dan <a href="https://www.lung.org/research/sotc/tobacco-timeline">Amerika Serikat</a> sama-sama belum meratifikasi FCTC, tapi <a href="https://www.amazon.com/Global-Tobacco-Control-Governance-Transfer/dp/0230200044">kebijakan pengendalian tembakau di negara bagian dan federal Amerika sangat ketat sejak 1970-an</a>. </p>
<h2>Pengendalian tembakau dan petani</h2>
<p>Argumen selanjutnya menyangkut petani tembakau. Para pendukung tembakau sangat percaya bahwa setiap tindakan pengendalian tembakau akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan dan mata pencaharian petani tembakau. Karena itu, mereka mencoba mengganggu agenda pengendalian tembakau pemerintah. </p>
<p>Sebaliknya, banyak penelitian di Indonesia yang membuktikan bahwa argumen tersebut hanyalah mitos belaka.</p>
<p><strong>Ketiga.</strong> Sebuah <a href="https://tobacconomics.org/research/the-economics-of-tobacco-farming-in-indonesia-results-from-two-waves-of-a-farm-level-survey/">studi membandingkan kondisi antara petani tembakau saat ini dan mantan petani tembakau</a> di tiga provinsi penghasil utama tembakau (Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat).</p>
<p>Studi ini menyimpulkan bahwa penanaman tembakau tidak menguntungkan bagi sebagian besar petani. Bahkan, mantan petani tembakau memiliki kondisi ekonomi yang lebih baik daripada petani tembakau. Angka kemiskinan juga meluas di kalangan petani tembakau, yang terimbas oleh kenaikan produk tembakau impor.</p>
<p><strong>Keempat.</strong> Sebuah <a href="https://globalizationandhealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12992-020-00595-y">studi tahun 2020 membandingkan impor tembakau di Indonesia dan beberapa negara penghasil tembakau</a> (Pakistan, Bangladesh, Zimbabwe, dan Mozambique) menunjukkan bahwa sementara produksi lokal menurun hampir 20% selama 1990-2016, proporsi impor tembakau dari produksi lokal meningkat empat kali lipat dari 17% menjadi 65%. </p>
<p>Selama periode yang sama, rasio impor tembakau terhadap ekspor berbalik dari 70% menjadi 370%. Ini dapat dimaknai bahwa jumlah impor tembakau mencapai 3,7 kali lipat dari jumlah ekspornya. Kondisi ini tidak menguntungkan baik bagi petani lokal maupun kebijakan pengendalian tembakau.</p>
<p>Angka ini tidak akan diperlukan jika Indonesia dapat secara signifikan mengurangi jumlah penggunaan tembakau sehingga menurunkan jumlah impor tembakau dan menyejahterakan petani lokal. </p>
<p>Untuk mencapai itu, Indonesia masih perlu melakukan upaya pengendalian tembakau yang cukup besar.</p>
<h2>Tembakau tidak mempengaruhi perekonomian</h2>
<p>Fakta bahwa kegiatan pengendalian tembakau dan tembakau tidak mempengaruhi perekonomian seharusnya menambah keberanian Indonesia untuk lebih ketat mengendalikan tembakau. Regulasi yang lebih banyak dan lebih kuat akan dibutuhkan untuk mengatasi masalah tingginya konsumsi tembakau di Indonesia.</p>
<p>Kini Indonesia memiliki <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SH.PRV.SMOK.MA">prevalensi merokok tertinggi laki-laki di dunia</a>, 71,3% dan negara perokok terbesar kelima di dunia dengan prevalensi <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SH.PRV.SMOK.MA">merokok orang dewasa sebesar 36,3%.</a> </p>
<p>Tingginya prevalensi merokok telah menjadi beban ganda bagi sektor kesehatan dan ekonomi. Konsumsi rokok telah membebani belanja kesehatan pemerintah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8049109/">hingga Rp 27,7 triliun per tahun</a>. Dari jumlah tersebut, <a href="http://repository.litbang.kemkes.go.id/3016/">56% merupakan biaya pengobatan</a> ditanggung oleh BPJS Kesehatan.</p>
<p>Konsumsi rokok tidak hanya bertanggung jawab atas penyakit tidak menular utama dan kematian dini, tapi juga telah dilaporkan meningkatkan risiko <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10834-022-09864-x">prevalensi stunting sebesar 3,47%</a>. Saat ini angka <a href="https://stunting.go.id/tahun-2022-angka-prevalensi-stunting-harus-turun-setidaknya-3/">stunting mencapai 24%</a>. Indonesia saat ini menjadi negara dengan <a href="https://data.unicef.org/resources/data_explorer/unicef_f/?ag=UNICEF&df=GLOBAL_DATAFLOW&ver=1.0&dq=.NT_ANT_HAZ_NE2+NT_BW_LBW..&startPeriod=2016&endPeriod=2022">prevalensi stunting tertinggi kelima secara global</a>.</p>
<p>Indikator pengendalian tembakau di Indonesia menunjukkan kemajuan yang stagnan, atau bahkan menurun selama dekade terakhir. Menurut data <a href="http://repository.litbang.kemkes.go.id/3514/">Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan,</a> terdapat peningkatan yang mengkhawatirkan pada prevalensi perokok perempuan yang jumlahnya hampir dua kali lipat dari 2,5% pada 2013 menjadi 4,8% pada 2018. </p>
<p>Data juga menunjukkan peningkatan konsisten dalam prevalensi merokok di antara anak di bawah umur 10-18 tahun, dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018.</p>
<p>Saat ini hanya ada empat peraturan utama tentang pengendalian tembakau di Indonesia: cukai tembakau; pembatasan iklan, promosi, dan sponsor tembakau (TAPS); peringatan kesehatan bergambar (PHW); dan kawasan bebas rokok. Peraturan ini, bagaimanapun, masih di bawah standar yang direkomendasikan oleh protokol WHO-FCTC.</p>
<p>Karena itu, Indonesia butuh kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif. Itu bisa terwujud jika Indonesia meratifikasi FCTC dan mengadopsinya dalam undang-undang nasional. Tak ada jalan lain selain itu.</p>
<hr>
<p><em>Nadira Amalia, peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia berkontribusi dalam penulisan artikel ini</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/190373/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdillah Ahsan terafiliasi dengan The International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases sebagai technical consultant.</span></em></p>Indonesia butuh kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif. Itu bisa terwujud jika Indonesia meratifikasi FCTC dan mengadopsinya dalam undang-undang nasional.Abdillah Ahsan, Lecturer in Department of Economics,, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1917672022-10-07T06:32:03Z2022-10-07T06:32:03ZRiset baru: iklan rokok secara agresif menargetkan anak-anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/488234/original/file-20221005-22-o8c3fm.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Di beberapa negara, rokok dipajang secara mencolok setinggi mata anak-anak.</span> <span class="attribution"><span class="source">Campaign for Tobacco-Free Kids, CC BY-NC-ND</span></span></figcaption></figure><p><em><a href="https://theconversation.com/us/topics/research-brief-83231">Research Brief</a> adalah ringkasan singkat tentang karya akademis yang menarik.</em></p>
<h2>Ide besar</h2>
<p>Perusahaan-perusahaan tembakau multinasional terbesar di dunia mengiklankan rokok untuk anak-anak di dekat taman bermain dan sekolah di 42 negara yang mayoritas berpenghasilan rendah dan menengah. Itulah temuan kunci dari <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2021-057095">riset yang baru-baru ini diterbitkan</a>.</p>
<p>Melalui pengumpulan data lapangan kami di 19.500 titik penjualan, kami mengidentifikasi iklan dan promosi industri tembakau yang menunjukkan empat taktik umum. Ini termasuk memajang rokok di dekat makanan ringan, permen, dan minuman manis; menempatkan iklan rokok setinggi mata anak-anak; memasarkan rokok beraroma melalui iklan dan atau <em>display</em> produk; dan menjual batang rokok tunggal.</p>
<p>Kami mengumpulkan data tentang bagaimana rokok dipasarkan dan dijual dalam jarak 250 meter, atau sekitar 820 kaki, dari satu atau lebih sekolah dan atau taman bermain di lebih dari 100 kota di seluruh dunia. Lokasi termasuk sebagian besar ibu kota dan membentang Afrika, Asia, Amerika Tengah, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.</p>
<p>Temuan kami sesuai dengan <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tc.2003.006577">penelitian serupa yang dilakukan di negara-negara berpenghasilan tinggi</a>. Secara keseluruhan, penelitian kami dan penelitian lainnya menunjukkan bahwa tanpa adanya pembatasan dan penegakan yang kuat, industri tembakau menggunakan strategi pemasaran serupa di seluruh dunia dengan apa yang kami yakini sebagai <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2021-057026">niat khusus</a> untuk menarik <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2015-052586">dan membuat ketagihan</a> anak-anak dan remaja.</p>
<h2>Mengapa itu penting</h2>
<p>Banyak yurisdiksi di seluruh dunia telah menerapkan undang-undang <a href="https://truthinitiative.org/research-resources/tobacco-industry-marketing/what-do-tobacco-advertising-restrictions-look-today">melarang iklan produk tembakau</a> di radio, televisi dan papan reklame. Akibatnya, peluang titik penjualan <a href="https://apps.who.int/iris/handle/10665/178574">yang hanya memiliki sedikit restriksi</a> telah menjadi komponen penting dari strategi pemasaran perusahaan tembakau. Ini termasuk <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2011-050395">raksasa global “Empat Besar” perusahaan rokok</a>: Philip Morris International, British American Tobacco, Japan Tobacco International, dan Imperial Tobacco.</p>
<p>Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa dalam menghadapi pembatasan iklan, industri tembakau akan <a href="https://ajph.aphapublications.org/doi/full/10.2105/AJPH.92.6.937">memfokuskan kembali upaya pemasarannya – dan dolarnya</a> – pada saluran yang tidak diatur seperti titik penjualan. Perusahaan tembakau sendiri telah <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tc.2006.018978">mengakui keefektifannya</a> saluran titik penjualan, mengembangkan strategi pemasaran yang efektif dan sumber daya yang diarahkan untuk memaksimalkan potensi penjualan. Perusahaan tembakau <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2021-057026">memberikan insentif kepada pengecer untuk memasarkan produk mereka</a> dengan cara ini.</p>
<p>Temuan kami, yang dirangkum di bawah, menunjukkan bahwa industri tembakau menggunakan iklan di tempat penjualan secara luas, dan secara konsisten menargetkan kaum muda.</p>
<p>• Di 90% negara yang kami teliti, rokok dipajang di dekat makanan cepat saji atau minuman manis, termasuk beberapa pajangan swalayan dalam jangkauan anak-anak.</p>
<p>• Kami menemukan iklan atau pajangan yang mempromosikan rokok beraroma, yang <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2016-053196">dikenal menarik bagi anak di bawah umur</a>, di 76% negara yang kami teliti.</p>
<p>• Toko yang menjual tembakau di 78% negara menjual satu batang rokok (secara batangan), <a href="https://doi.org/10.1007%2Fs11524-013-9854-3">membuat produk lebih terjangkau</a>.</p>
<p>• Tempat penjualan di 42 negara mayoritas berpenghasilan rendah dan menengah menampilkan iklan rokok setinggi mata anak-anak, menampilkan produk atau iklan tembakau “Empat Besar”.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/booe1PLkdGY?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Studi ini mengidentifikasi empat taktik umum yang digunakan perusahaan tembakau untuk menargetkan anak-anak.</span></figcaption>
</figure>
<p>Penelitian jelas menunjukkan bahwa anak-anak yang sering terpapar iklan dan promosi tembakau di tempat penjualan memiliki <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2015-%20052586">peluang lebih tinggi untuk mencoba merokok dan lebih cenderung rentan</a> untuk merokok pada masa depan dibandingkan dengan mereka yang lebih jarang terpapar. Merokok membunuh <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tobacco">8 juta orang di seluruh dunia setiap tahun</a> dan merupakan penyebab utama kematian yang dapat dicegah.</p>
<p>Para ahli juga telah menetapkan hubungan antara iklan di tempat penjualan dan perilaku serta keyakinan terkait merokok, seperti salah persepsi bahwa merokok tidak terlalu berbahaya daripada yang sebenarnya dan <a href="https://doi.org/10.1093%20/ntr/ntn002">kemungkinan yang kecil untuk bisa berhenti merokok</a>.</p>
<h2>Apa berikutnya</h2>
<p>Pekerjaan kami berfokus pada apa yang dilihat konsumen dan tidak membedakan antara produk yang dijual secara legal versus yang dijual secara ilegal.</p>
<p><a href="https://fctc.who.int/who-fctc/overview">Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) Organisasi Kesehatan Dunia</a>, sebuah perjanjian internasional yang diratifikasi oleh 182 negara dan mencakup lebih dari 90% populasi dunia, merekomendasikan berbagai strategi berbasis bukti untuk melawan taktik pemasaran ini. Ini termasuk larangan komprehensif pada iklan tembakau, promosi dan sponsor, kemasan tembakau biasa, peringatan kesehatan gambar besar pada kemasan tembakau, larangan penjualan rokok batangan tunggal, dan pengaturan rasa.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/191767/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>This work was supported with funding from Bloomberg Philanthropies' Bloomberg Initiative to Reduce Tobacco Use (bloomberg.org). Jennifer Brown consults with the Campaign for Tobacco-Free Kids.</span></em></p>Tempat penjualan di 42 negara mayoritas berpenghasilan rendah dan menengah menampilkan iklan rokok setinggi mata anak-anak.Jennifer Brown, Researcher in Public Health, Johns Hopkins UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1834452022-06-26T13:06:05Z2022-06-26T13:06:05ZLemahnya regulasi iklan ‘e-cigarette’ di platform Meta tetap jadikan generasi muda Indonesia sasaran empuk produsen rokok<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/470758/original/file-20220624-22-8jkgit.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://pixabay.com/id/photos/eliquid-ejuice-rokok-elektronik-3576069/?download">(Pixabay/Ethan Parsa)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Seiring <a href="https://www.statista.com/statistics/248769/age-distribution-of-worldwide-instagram-users/">pesatnya penetrasi internet</a>, semakin banyak generasi muda mengakses media sosial – terutama platform besutan Meta. Facebook dan Instagram, misalnya, merupakan salah dua platform terbesar, masing-masing menaungi <a href="https://datareportal.com/reports/digital-2021-indonesia">86,6% dan 85,5%</a> dari total pengguna media sosial di Indonesia.</p>
<p>Akibatnya, berbagai pihak tak luput meramaikan para “pasar” raksasa ini, dari konsumen hingga pedagang lapak – dan tak terkecuali produsen rokok.</p>
<p>Instagram, dengan pengguna global yang <a href="https://datareportal.com/reports/digital-2021-indonesia">lebih dari separuhnya berusia di bawah 34 tahun</a>, menjadi ladang yang menjanjikan bagi produsen rokok untuk menarik perokok baru, terutama via rokok elektrik (<em>e-cigarette</em>).</p>
<p>Pada 2021, organisasi kesehatan Vital Strategies dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memantau pemasaran rokok elektrik di media sosial selama 6 bulan melalui mesin TERM (<em>Tobacco Enforcement and Reporting Movement</em>). Mereka menemukan sebanyak <a href="https://www.vitalstrategies.org/how-indonesian-youth-are-being-hooked-on-e-cigarettes-through-social-media/">58% pemasaran rokok elektrik</a> ini berlangsung di Instagram.</p>
<p>Ditambah regulasi iklan rokok yang masih lemah di platform besutan Meta, para pengguna muda <a href="https://www.vitalstrategies.org/how-indonesian-youth-are-being-hooked-on-e-cigarettes-through-social-media/">menjadi sasaran empuk</a> para produsen untuk promosi rokok elektrik mereka.</p>
<h2>Aturan iklan rokok di platform Meta</h2>
<p>Platform-platform Meta menerapkan aturan pengiklanan yang menyesuaikan dengan aturan global, terutama hukum di Amerika Serikat (AS), tempat perusahaan ini terdaftar. </p>
<p>Dalam standar komunitas Meta – termasuk Instagram, WhatsApp, dan Facebook – yang mengatur iklan yang diizinkan di platform tersebut, setidaknya ada tiga kebijakan terkait.</p>
<ul>
<li>Secara umum untuk seluruh platform Meta, ada suatu <a href="https://www.facebook.com/policies_center/commerce">kebijakan terkait aktivitas perdagangan</a>.</li>
<li>Sebagai tambahan khusus di Instagram dan Facebook, ada juga <a href="https://www.facebook.com/policies/ads/">kebijakan terkait iklan</a> dan <a href="https://www.facebook.com/business/help/221149188908254/">kebijakan terkait konten bermerek</a>.</li>
</ul>
<p>Dalam kebijakan perdagangan di Instagram dan Facebook, misalnya, poin ke-24 bagian larangan jual beli mengharamkan produk terkait tembakau. Dalam aturan pengiklanan, poin ke-4 pada segmen iklan terlarang juga menyebutkan bahwa pedagang tidak boleh mempromosikan rokok elektronik, <em>vaporizer</em>, atau produk lain yang menyerupai rokok.</p>
<p>Namun demikian, Meta tetap mengizinkan <a href="https://web.facebook.com/policies_center/ads/prohibited_content/tobacco?_rdc=1&_rdr">unggahan yang menghubungkan orang dengan minat yang terkait dengan tembakau</a>, selama unggahan tersebut tidak mengarah ke benar-benar menjual tembakau atau produk terkait.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/470947/original/file-20220626-22-k6j5wz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/470947/original/file-20220626-22-k6j5wz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/470947/original/file-20220626-22-k6j5wz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/470947/original/file-20220626-22-k6j5wz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/470947/original/file-20220626-22-k6j5wz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/470947/original/file-20220626-22-k6j5wz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/470947/original/file-20220626-22-k6j5wz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/470947/original/file-20220626-22-k6j5wz.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Suatu unggahan di Instagram menggambarkan rokok elektrik sebagai alat praktis yang mendukung gaya hidup.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Di sini, “mengarah” merupakan kata yang punya interpretasi beragam. Banyak penjual menggunakan kelemahan ini dengan melakukan pemasaran halus atau “<em>soft-selling</em>”. Mereka kemudian bisa mengajak pengguna untuk mengunjungi situs lain di luar platform Meta, tempat mereka bisa menjual rokok elektrik.</p>
<p>Menurut <a href="https://www.vitalstrategies.org/how-indonesian-youth-are-being-hooked-on-e-cigarettes-through-social-media/">YLKI dan Vital Strategies</a>, banyak konten mencitrakan rokok elektrik sebagai pendukung gaya hidup yang glamor (8%) atau alat canggih yang harus dimiliki (60%), dan dapat digunakan anak muda untuk memeriahkan pesta dan hiburan (13%).</p>
<p>Dengan adanya celah di atas, produsen rokok tetap saja bisa mendulang perokok baru di kalangan anak muda.</p>
<p>Kebijakan Meta lain yang terkait adalah mengenai <a href="https://www.facebook.com/business/help/221149188908254/">konten bermerek</a>.</p>
<p>Meta mendefinisikan konten bermerek sebagai unggahan dari pengguna, kreator, atau <em>influencer</em> yang “menampilkan produk atau dipengaruhi mitra bisnis melalui suatu bayaran, seperti dalam bentuk uang atau hadiah”. Melalui aturan ini, kreator harus menandai produk pihak ketiga, merek, atau mitra bisnis yang menjadi sponsor.</p>
<p>Di dalam aturan ini, ada berbagai produk sponsor yang dilarang, termasuk produk terkait tembakau.</p>
<p>Namun, selama para kreator dan <em>influencer</em> tidak dibayar oleh para produsen rokok, mereka tetap leluasa mengunggah konten yang mempromosikan rokok elektronik – seperti melalui konten ulasan produk.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/Cczt6QSv_4w/?igshid=YmMyMTA2M2Y=","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Bagi konten yang berisi promosi berbayar pun, akademisi mengamati bahwa perusahaan dan <em>influencer</em> seringkali <a href="https://theconversation.com/big-tobacco-wants-social-media-influencers-to-promote-its-products-can-the-platforms-stop-it-129957">menyamarkan kerja sama mereka</a> dan <a href="https://publichealth.jmir.org/2020/4/e15577">tidak selalu menaati standar pengungkapan</a> terkait konten bermerek.</p>
<p>Berkaca dari celah-celah di atas, YLKI menyiratkan bahwa platform besutan Mark Zuckerberg telah <a href="https://www.youtube.com/watch?v=hV5hds49dHs">“gagal” mengatasi penyebarluasan rokok elektronik</a> di Indonesia.</p>
<h2>Minimnya aturan di luar platform semakin memperlebar celah</h2>
<p>Sebenarnya, celah aturan tersebut dapat ditutup dengan baik sehingga memperketat arus promosi rokok elektronik di platform Meta. Tapi, ini hanya bisa terjadi jika ada aturan-aturan pendukung lain di luar platform Meta.</p>
<p>Misalnya, harus ada aturan nasional yang mengatur klaim kesehatan yang menyesatkan dalam konten terkait rokok elektrik.</p>
<p>Bersama dengan organisasi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), penulis mengamati bahwa banyak produsen dan <em>influencer</em> mengunggah konten <em>soft-selling</em> yang memuat klaim “informasi edukatif” mengenai “keuntungan” rokok elektrik di laman <em>pages</em> dan <em>group</em>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/470944/original/file-20220626-23-vqfs2k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/470944/original/file-20220626-23-vqfs2k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/470944/original/file-20220626-23-vqfs2k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=430&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/470944/original/file-20220626-23-vqfs2k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=430&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/470944/original/file-20220626-23-vqfs2k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=430&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/470944/original/file-20220626-23-vqfs2k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/470944/original/file-20220626-23-vqfs2k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/470944/original/file-20220626-23-vqfs2k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=541&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Berbagai orang membagikan pengalaman ‘positif’ terkait penggunaan rokok elektrik.</span>
</figcaption>
</figure>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/470945/original/file-20220626-26635-ba1zd6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/470945/original/file-20220626-26635-ba1zd6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/470945/original/file-20220626-26635-ba1zd6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/470945/original/file-20220626-26635-ba1zd6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/470945/original/file-20220626-26635-ba1zd6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=440&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/470945/original/file-20220626-26635-ba1zd6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/470945/original/file-20220626-26635-ba1zd6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/470945/original/file-20220626-26635-ba1zd6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=552&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Beberapa konten juga menyajikan ‘fakta’ kesehatan tanpa sumber yang jelas. Ini disertai kata-kata seperti ‘hanya’ dan ‘nol’, dalam rangka melakukan promosi terselubung.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kemudian, harus ada juga aturan nasional yang secara sah dan terang benderang menyebutkan rokok elektrik sebagai barang yang mengandung zat kimia berbahaya. </p>
<p>Dengan adanya kejelasan aturan nasional terkait hal-hal tersebut, negara maupun Meta dapat dengan lebih tegas menjerat konten rokok elektrik sebagai klaim kesehatan yang menyesatkan (misinformasi), maupun sebagai produk yang berbahaya. </p>
<p>Poin ke-15 dalam <a href="https://web.facebook.com/policies_center/commerce?_rdc=1&_rdr">aturan perdagangan Facebook</a>, misalnya, melarang produk yang menyesatkan (<em>misleading</em>), sementara poin ke-9 melarang produk yang berbahaya (<em>hazardous goods</em>).</p>
<p>Sayangnya, iklim regulasi di Indonesia terkait rokok elektrik masih sangat lemah sehingga menyuburkan pertumbuhan industri tersebut. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang <a href="https://theconversation.com/ini-sebab-mengapa-isu-kesehatan-selalu-kalah-saat-berhadapan-dengan-industri-rokok-168575">belum meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC)</a> dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).</p>
<p>Artinya, untuk tembakau konvensional saja masih simpang-siur, apalagi rokok elektronik yang sering diklaim perusahaan sebagai produk “non-tembakau”.</p>
<p>Padahal jalur masuk banyak perokok baru adalah melalui paparan rokok elektronik. Faktanya, alih-alih sebagai “sarana berhenti merokok”, pengguna <em>vape</em> justru kerap <a href="https://theconversation.com/a-damning-review-of-e-cigarettes-shows-vaping-leads-to-smoking-the-opposite-of-what-supporters-claim-180675">menjadi perokok baru</a> karena mereka kemudian akan mencoba merokok tembakau, dan malah menjadi pengguna ganda.</p>
<p>Satu-satunya regulasi di Indonesia yang mengatur rokok elektrik hanya <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2018/07/04/government-to-impose-57-percent-e-cigarette-tax.html">pajak cukai <em>e-liquid</em> sebesar 57%</a>. Di luar ini, tidak ada regulasi yang mengatur pemasaran rokok elektrik di internet, bahkan rokok konvensional itu sendiri.</p>
<p>Masih “mending” para platform menerapkan aturan pembatasan iklan rokok elektrik. Organisasi sosial Islam, Muhammadiyah, bahkan telah merilis <a href="https://wartakota.tribunnews.com/2020/01/25/fatwa-vape-haram-muhammadiyah-dan-5-bahaya-vape-menurut-ahli-rusak-paru-paru-kanker-sampai-janin">fatwa yang mengharamkan</a> penggunaan rokok elektrik. Namun, masih adanya kekosongan aturan nasional membuat penegakan aturan di media sosial menjadi gamang.</p>
<p>Meta hanya bisa menerapkan standar global yang mereka atur, dan tidak ada sandaran hukum pendukung di negara tertentu, termasuk Indonesia.</p>
<p>Dengan ketidakjelasan aturan nasional mengenai pembatasan iklan rokok elektrik di internet, dan juga lemahnya kemauan pemerintah untuk memprioritaskan kesehatan masyarakat, peredaran misinformasi dan disinformasi terkait rokok elektrik sebagai “alternatif yang lebih sehat” akan terus terjadi. </p>
<p>Di sini, kita tidak bisa hanya mengandalkan pengguna media sosial untuk sehari-hari melaporkan pelanggaran konten rokok elektrik di beranda masing-masing. Taktik ini kerap gagal mengingat <a href="https://www.navicosoft.com/articles/secrets-about-how-to-promote-the-best-vape-shop-on-facebook/">banyaknya celah dalam standar komunitas</a> Facebook dan Instagram.</p>
<p>Semakin lama absennya peraturan, akan semakin banyak iklan terselubung, dan semakin banyak pula anak muda terjerat “trik pemasaran rokok elektrik” di media sosial. Lalu, sampai kapan?</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/183445/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Unggul Sagena terafiliasi dengan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) dan Program Vokasi Universitas Indonesia. </span></em></p>Akibat regulasi iklan rokok yang masih lemah di platform besutan Meta, para pengguna muda menjadi sasaran empuk para produsen untuk promosi rokok elektrik mereka.Unggul Sagena, Digital Governance & Civil Society Researcher, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1839812022-05-31T04:09:23Z2022-05-31T04:09:23ZRiset: paparan iklan rokok elektrik di media sosial terbukti mendorong penggunaannya di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/465935/original/file-20220530-22-sx1h57.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Rokok elekrik dipromosikan dan diiklankan lewat media sosial.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/black-smartphone-2447046/">Pexels/Ravi Kant</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, 31 Mei.</em></p>
<p>Di tengah lemahnya <a href="https://theconversation.com/ini-sebab-mengapa-isu-kesehatan-selalu-kalah-saat-berhadapan-dengan-industri-rokok-168575">pengendalian rokok konvensional</a>, Indonesia kini menghadapi tantangan baru: <a href="https://theconversation.com/explainer-what-are-electronic-cigarettes-20849">rokok elektrik</a>. Rokok tanpa dibakar ini digemari anak muda di berbagai kota dan ada banyak komunitas mereka di kota besar dan kecil. </p>
<p>Produsen dan distributor mengiklankan dan mempromosikan secara masif melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan YouTube.</p>
<p>Riset terbaru kami melalui <a href="http://journal.waocp.org/article_90059.html#:%7E:text=There%20was%20high%20exposure%20to,social%20media%20advertising%20are%20associated.">survei online di lima kota besar (Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta) pada September-Oktober 2020</a>, menunjukkan bahwa paparan iklan dan promosi rokok elektrik di media sosial sangat terkait dengan penggunaan rokok elektrik. Survei ini berbasiskan 1.239 responden berusia 15 tahun ke atas. </p>
<p>Mayoritas responden (84%) menyatakan pernah melihat iklan atau promosi rokok elektrik di Facebook, Instagram, dan YouTube. Mereka yang pernah melihat iklan dan promosi rokok elektrik di sosial media 2,91 kali lebih mungkin untuk pernah menggunakan rokok elektrik dan 2,82 kali lebih mungkin untuk saat ini menggunakan rokok elektrik, dibandingkan dengan dengan responden yang tidak pernah melihat iklan rokok elektrik. </p>
<p>Ini bermasalah karena peredaran rokok elektrik hanya memiliki satu kebijakan pengendalian: <a href="https://money.kompas.com/read/2021/12/30/094500926/tarif-cukai-rokok-elektrik-resmi-naik-1-januari-2022-ini-besarannya?page=all#:%7E:text=Tarif%20Cukai%20Rokok%20Elektrik%20Resmi%20Naik%201%20Januari%202022%2C%20Ini%20Besarannya,-Kompas.com%20%2D%2030&text=JAKARTA%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Selain,mulai%201%20Januari%20tahun%202022.">cukai minimal 17,5% per Januari lalu.</a> Kondisi tersebut amat berbeda dengan rokok konvensional yang telah memiliki beberapa regulasi pengendalian seperti kenaikan cukai dan harga rokok tiap tahun, pembatasan iklan, peringatan kesehatan bergambar, dan kawasan tanpa rokok – walaupun kebijakannya parsial dan lemah. </p>
<p>Padahal, rokok elektrik juga membahayakan <a href="https://theconversation.com/bahaya-rokok-elektrik-bagi-orang-di-sekitarnya-158234">kesehatan perokok dan perokok pasif</a> di sekitarnya. </p>
<h2>Pengaruh iklan rokok elektrik</h2>
<p>Rokok elektronik memiliki berbagai bentuk, ukuran, dan nama seperti e-cigs, e-hookah, vape, vape pena, sistem tangki, atau mods. </p>
<p>Rokok elektrik populer di kalangan remaja. Pada 2019, <a href="https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/ijamh-2019-0172/html">survei</a> di kalangan mahasiswa berusia 16-24 tahun di Yogyakarta menunjukkan 10,7% responden adalah pengguna rokok elektrik. <a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/JHR-01-2020-0008/full/html">Survei lain</a> di antara siswa sekolah menengah di Jakarta menunjukkan bahwa hingga 32,2% peserta dilaporkan pernah menggunakan dan 11,8% saat ini menggunakan rokok elektrik.</p>
<p>Metode penjualan dan iklan antara rokok konvensional dan rokok elektrik berbeda. Di Indonesia, sebagian besar rokok elektrik dijual secara online dan melalui toko vape. Selain itu, rokok elektrik diiklankan dan dipromosikan terutama melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan YouTube. </p>
<p>Riset kami untuk melihat apakah paparan iklan dan promosi rokok elektrik di media sosial (termasuk Facebook, Instagram, dan YouTube) berhubungan dengan penggunaan rokok elektrik: pernah menggunakan dan sekarang menggunakan. </p>
<p>Dari 1.239 orang sampel (51% laki-laki dan 49% perempuan), kami menemukan tingginya proporsi yang pernah menggunakan rokok elektrik (29%) dan yang saat ini menggunakan (13%) di antara responden. Sebanyak 80% sampel berasal dari usia muda 15-34 tahun.</p>
<p>Secara frekuensi, sebanyak 30% responden menyatakan melihat iklan rokok elektrik di media sosial beberapa kali sepekan sampai melihat hampir setiap hari (sangat sering) dan 38% responden menyatakan melihat iklan dan promosi rokok elektrik beberapa kali dalam sebulan (sering). </p>
<p>Secara durasi, sekitar 49% dari responden menyatakan rerata melihat iklan berdurasi 1 menit atau kurang. Lalu sebanyak 37% responden melihat 1-5 menit, dan sekitar 14% responden melihat iklan berdurasi 5 menit atau lebih. </p>
<p>Secara sumber paparan, sebanyak 50% responden menyebutkan dari orang biasa, sekitar 49% responden menyebutkan dari selebriti atau <em>influencer</em> sosial media. Ada juga 41% responden yang sumber paparan berasal dari penjual rokok elektrik, dan 7% responden menyebutkan tokoh masyarakat atau politikus.</p>
<p>Riset kami menemukan ada hubungan signifikan antara paparan iklan dan promosi rokok elektrik di media sosial dan penggunaan rokok elektrik. Riset kami juga menemukan bahwa frekuensi, durasi, dan sumber iklan dan promosi rokok elektrik juga berhubungan signifikan dengan penggunaan rokok elektrik.</p>
<p>Misalnya, dibandingkan dengan tidak pernah melihat, responden yang melihat iklan dan promosi rokok di sosial media beberapa kali per minggu sampai melihat hampir setiap hari (sangat sering) 6,79 kali lebih mungkin untuk pernah menggunakan rokok elektrik dan 13,82 kali lebih mungkin untuk saat ini masih menggunakan rokok elektrik. </p>
<p>Dibandingkan dengan yang melihat iklan dan promosi selama 1 menit atau kurang, responden yang melihat selama 5 menit atau lebih 1,84 kali lebih mungkin untuk pernah menggunakan rokok elektrik. Mereka juga 2,69 kali lebih mungkin untuk saat ini masih menggunakan rokok elektrik. </p>
<p>Dalam hal sumber, riset kami menunjukkan bahwa responden yang melihat iklan dan promosi oleh selebriti atau <em>influencer</em> media sosial 2,30 kali lebih mungkin untuk pernah menggunakan rokok elektrik dan 2,32 kali lebih mungkin untuk saat ini masih menggunakan rokok elektrik. </p>
<p>Selain itu, responden yang melihat iklan dan promosi dari tokoh masyarakat atau politikus 2,42 kali lebih mungkin untuk pernah menggunakan rokok elektrik dan 1,90 kali lebih mungkin untuk saat ini masih menggunakan rokok elektrik, dibandingkan dengan yang lain. Semua analisis ini sudah mempertimbangkan faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan apakah merokok konvensional atau tidak. </p>
<p>Hasil kami sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa faktor sosial dan media berhubungan dengan penggunaan rokok elektrik.</p>
<p>Sebuah penelitian eksperimental di Amerika Serikat mengacak sampel orang dewasa muda untuk diberi paparan iklan dan tidak. <a href="https://academic.oup.com/ntr/article-abstract/18/5/1331/2511608?redirectedFrom=fulltext&login=false">Penelitian itu menemukan bahwa</a> partisipan yang terpapar iklan 2,85 kali mungkin untuk mencoba rokok elektrik dibanding mereka yang tidak terpapar.</p>
<p><a href="https://www.ajpmonline.org/article/S0749-3797(19)30377-0/fulltext">Sebuah tinjauan sistematis</a> baru-baru ini dari 43 studi menemukan bahwa paparan iklan meningkatkan niat untuk menggunakan rokok elektrik. Studi tersebut juga menemukan bukti pengaruh interaksi sosial dan norma sosial dapat meningkatkan penggunaan rokok elektrik di kalangan perokok dan bukan perokok. </p>
<p>Tinjauan sistematis lainnya <a href="https://publichealth.jmir.org/2020/1/e13673/">dari 21 artikel menemukan</a> bahwa, meski persepsi tentang rokok elektrik di antara pengguna media sosial beragam, lebih banyak sentimen positif yang diungkapkan daripada yang negatif.</p>
<p>Kita perlu lebih banyak riset terkait rokok elektrik, misalnya di daerah pedesaan dan kelompok yang lebih muda, 10-15 tahun, yang juga menggunakan media sosial.</p>
<h2>Perlu respons kebijakan</h2>
<p>Rokok elektrik merupakan masalah kesehatan masyarakat global, termasuk di Indonesia yang masih belum memiliki pengendalian tembakau yang komprehensif. </p>
<p>Untuk mengendalikan penggunaan rokok elektrik, penelitian kami mendukung pembuatan peraturan nasional untuk melarang iklan dan promosi rokok elektrik di semua platform media sosial di Indonesia. Di Inggris, misalnya, <a href="https://academic.oup.com/ntr/article/23/11/1839/6226764">pemerintah melarang iklan dan promosi rokok elektrik</a> di media sosial sejak 2017. </p>
<p>Secara global, sifat media sosial tanpa batas menghadirkan tantangan yang jelas untuk menegakkan <a href="https://fctc.who.int/publications/i/item/9241591013">Pasal 13 Konvensi Kerangka Kerja Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian Tembakau</a>, yang mewajibkan semua negara yang meratifikasi untuk menerapkan larangan iklan, promosi, dan sponsor tembakau.</p>
<p>Semua negara, termasuk Indonesia, perlu mengatasi tantangan kesehatan masyarakat ini dengan secara kolaboratif dan efektif melawan iklan dan promosi produk rokok dan rokok elektrik di semua media, terutama media sosial, yang terutama digunakan oleh kaum muda.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/183981/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nurjanah menerima dana dari Center for Islamic Economics and Business, Universitas Indonesia dan Bloomberg Philanthropies to Johns Hopkins University untuk riset ini.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Widya Ratna Wulan menerima dana dari Center for Islamic Economics and Business, Universitas Indonesia dan Bloomberg Philanthropies to Johns Hopkins University untuk riset ini.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Abdillah Ahsan dan Dian Kusuma tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Rokok elektrik merupakan masalah kesehatan masyarakat global, termasuk di Indonesia yang masih belum memiliki pengendalian tembakau yang komprehensif.Dian Kusuma, Researcher in global health at the Centre for Health Economics & Policy Innovation, Imperial College LondonAbdillah Ahsan, Lecturer in Department of Economics,, Universitas IndonesiaNurjanah, Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan, Universitas Dian NuswantoroWidya Ratna Wulan, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Dian NuswantoroLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1685752022-03-14T05:24:57Z2022-03-14T05:24:57ZIni sebab mengapa isu kesehatan selalu kalah saat berhadapan dengan industri rokok<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/430993/original/file-20211109-27-1nx3ty9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pelajar di Mataram Nusa Tenggara Barat berkampanye menolak menjadi sasaran pemasan industri rokok.</span> <span class="attribution"><span class="source">Lentera Anak</span></span></figcaption></figure><p>Presiden Joko Widodo kerap menyatakan <a href="https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/119953/presiden-ingin-kebijakan-pemerintah-berpihak-kepada-rakyat">keberpihakannya</a> pada kepentingan publik dalam menyusun kebijakan, termasuk kesehatan. </p>
<p>Ketika menjadi pembicara dalam Sidang Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Juli tahun lalu, <a href="https://sdgs.bappenas.go.id/jokowi-sampaikan-4-sikap-di-sidang-dewan-ekonomi-sosial-pbb/">Jokowi</a> mengatakan percepatan pemulihan ekonomi harus dilakukan dengan tetap mengutamakan kesehatan serta pembangunan berkelanjutan.</p>
<p>Namun, apakah betul hal tersebut yang terjadi dalam menentukan kebijakan pengendalian tembakau? Selain belum meneken Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC) WHO, pemerintah Indonesia juga tidak kunjung menyelesaikan revisi <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5324/pp-no-109-tahun-2012#:%7E:text=PP%20No.%20109%20Tahun%202012,Bagi%20Kesehatan%20%5BJDIH%20BPK%20RI%5D">Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012</a> tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. </p>
<p>Sementara itu, investasi <a href="https://market.bisnis.com/read/20200228/192/1207126/bertemu-jokowi-phillip-morris-lirik-pasar-rokok-elektrik-indonesia">industri rokok multinasional</a> untuk produk tembakau baru berjalan terus, bahkan cenderung <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20211201/9/1472201/hm-sampoerna-investasi-us1661-juta-ini-komentar-menko-airlangga">dipermudah</a>.</p>
<p>Riset saya pada <a href="https://seatca.org/dmdocuments/Indonesia%20TII%20in%20Tax%20Bahasa.pdf">2019 menunjukkan</a> kuatnya pengaruh industri rokok dalam penyusunan kebijakan terkait dengan cukai tembakau di Indonesia. Lalu mengapa begitu sulit bagi pemerintah untuk lepas dari pengaruh industri rokok dalam pembuatan kebijakan?</p>
<p>Paling tidak ada tiga hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi: <em>pertama</em>, adanya peran aktif industri rokok yang mempengaruhi kebijakan; <em>kedua</em>, persepsi masyarakat termasuk pemerintah yang masih menganggap partisipasi industri rokok sebagai hal yang normal; <em>ketiga</em>, minimnya pemahaman aparatur negara tentang prinsip dasar pencegahan benturan kepentingan dalam membuat kebijakan kesehatan.</p>
<h2>Keterlibatan langsung industri rokok dalam pembuatan kebijakan</h2>
<p>Sebagai produk kena cukai, Indonesia sebenarnya sudah mengakui bahwa industri rokok adalah industri yang memproduksi barang tidak normal dan berdampak negatif pada kesehatan. </p>
<p>Hal tersebut tertulis dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39962/uu-no-39-tahun-2007">Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai</a> yang menyatakan bahwa cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat berdampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. </p>
<p>Meski negara mengakui produk tembakau sebagai produk yang berdampak negatif, namun industrinya tidak serta merta menjadi ‘pesakitan’ dalam proses menentukan kebijakan cukai. Dalam undang-undang yang sama, untuk menentukan kebijakan cukai, pemerintah wajib mengundang industri yang memproduksi barang yang dikenai cukai. </p>
<p>Ketentuan yang sangat kontradiktif dengan tujuan pengenaan cukai yaitu pengendalian konsumsi. Pihak yang mendorong konsumsi dan menimbulkan dampak negatif justru diajak terlibat dalam pembahasan aturan pengendalian konsumsi. </p>
<p>Situasi ini berhasil dimanfaatkan oleh industri rokok untuk terlibat secara aktif dalam mempengaruhi kebijakan. Pada 2018, industri rokok berhasil memengaruhi kebijakan cukai dengan memanfaatkan tahun politik. Mereka menyuarakan penolakan kenaikan cukai dalam berbagai kesempatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.</p>
<p>Tekanan industri rokok tersebut akhirnya berhasil membuat pemerintah membatalkan aturan penyederhanaan layer cukai yang sudah ditetapkan pada 2017 dan memutuskan tidak menaikkan cukai pada 2019, tahun berlangsungnya pemilihan umum. </p>
<h2>Membeli pengaruh lewat kegiatan CSR</h2>
<p>Selain terlibat langsung dalam kebijakan, industri rokok juga mencoba membeli pengaruh secara tidak langsung lewat program <em>Corporate Social Responsibility</em> (CSR). </p>
<p>Sebagai industri yang memproduksi barang tidak normal, sejak 2004 <a href="https://escholarship.org/content/qt6kf7q7v9/qt6kf7q7v9.pdf?t=krngy6">Badan kesehatan Dunia (WHO)</a> sudah menyatakan bahwa kegiatan CSR industri rokok adalah akal-akalan industri untuk mengaburkan fakta dampak negatif produk tembakau terhadap kesehatan dan lingkungan. </p>
<p>Namun hal tersebut tidak dipahami sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Iklan, promosi, sponsor, termasuk publikasi kegiatan CSR industri rokok dibiarkan mempengaruhi masyarakat Indonesia selama puluhan tahun. </p>
<p>Akibatnya masyarakat terlanjur percaya bahwa CSR industri rokok adalah murni niat baik industri, dan seperti pohon yang akarnya kokoh, kepercayaan ini tidak mudah untuk diubah. Sehingga citra baik industri rokok di mata publik mungkin akan bertahan lebih lama dari yang kita harapkan. </p>
<p>Selama pandemi, industri bahkan mampu memanfaatkan situasi sulit di masyarakat pada titik maksimal. Bantuan dan kegiatan CSR dari industri rokok justru ditujukan pada institusi pelayanan kesehatan dan aparat pemerintah. Bantuan tersebut mulai dari makanan, alat pelindung diri, mesin PCR, sampai dengan mobil ambulans. </p>
<p>Berbagai apresiasi kepada industri rokok pun hadir bersamaan dengan munculnya bukti ilmiah tentang adanya hubungan perilaku merokok dengan peningkatan risiko terpapar COVID-19. Sebuah anomali di sektor layanan kesehatan yang seolah biasa dan tidak apa-apa.</p>
<p>Membiarkan industri rokok melakukan publikasi kegiatan CSR bukan hanya memunculkan citra baik industri di mata publik, tapi juga dapat digunakan untuk menekan kebijakan pengendalian tembakau. Salah satunya aturan larangan iklan rokok di luar ruang. </p>
<p>Pada 2020 Bupati Karangasem pernah menerima <a href="https://seatca.org/dmdocuments/SAMPOERNA_2JUNE%202020.pdf">surat</a> dari manajer hubungan regional dan CSR PT. HM Sampoerna yang meminta pencabutan aturan larangan reklame iklan rokok. Surat tersebut diawali dengan pembukaan manis tentang program CSR Sampoerna di wilayah Karangasem. Sebuah bukti nyata bahwa kegiatan CSR bukan semata-mata lahir dari niatan baik industri, namun bagian dari agenda besar industri rokok dalam memberikan pengaruh di masyarakat dan pemerintah.</p>
<h2>Perang proksi lewat pihak ketiga</h2>
<p>Selain melalui keterlibatan langsung yang memang diperbolehkan oleh undang-undang, industri juga kerap menerapkan strategi perang proksi untuk memengaruhi kebijakan. </p>
<p>Dalam setiap periode penentuan tarif cukai, industri rokok berhasil memobilisasi berbagai suara mulai dari asosiasi industri, lembaga non-pemerintah, sampai politikus dari berbagai partai untuk ramai-ramai menentang kenaikan tarif cukai. Upaya tersebut ditujukan untuk semua pihak, baik untuk mengubah opini publik maupun pembuat kebijakan. Situasi ini tidak jarang membuat kebijakan cukai kurang efektif.</p>
<p>Cara seperti ini sudah lama dilakukan oleh industri rokok dan terjadi di hampir semua negara, yang membedakan hanya bagaimana pemerintah di negara tersebut merespons gangguan industri tersebut. </p>
<p>Merujuk pada laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) tentang <a href="https://seatca.org/dmdocuments/SEATCA%202020%20TII%20Index%20in%20ASEAN%20Countries.pdf">indeks campur tangan industri tembakau di ASEAN</a>, sejak 5 tahun terakhir (2015-2019) Indonesia selalu menempati urutan teratas dalam hal campur tangan industri rokok. Ini menjadikan Indonesia sebagai lahan subur bagi industri rokok untuk meraup untung dengan cara mempengaruhi kebijakan kesehatan.</p>
<h2>Lemahnya kebijakan pencegahan dan transparansi</h2>
<p>Hal lain yang masih lemah adalah pemahaman tentang bagaimana pemerintah seharusnya melindungi proses pembuatan kebijakan kesehatan. Selama ini proses tersebut belum merujuk pada prinsip <em>good governance</em> dalam penyusunan kebijakan. Misalnya seputar ketiadaan aturan pencegahan benturan kepentingan dan transparansi terhadapnya. </p>
<p>Lemahnya kebijakan pencegahan dan transparansi dimanfaatkan oleh industri untuk merekrut mantan pejabat pemerintah dan memberikan posisi, baik di dalam asosiasi industri maupun langsung dalam direksi perusahaan. Hal tersebut membuat industri lebih leluasa dalam mempengaruhi kebijakan. Praktik ini terjadi sudah cukup lama dan dibiarkan terus berlangsung sampai hari ini.</p>
<p>Bagi negara-negara anggota FCTC, pedoman Pasal 5.3 sudah dengan jelas mengatur bagaimana seharusnya interaksi dengan industri rokok dilakukan oleh setiap negara. Pedoman tersebut diterapkan demi mencegah gangguan industri terhadap kebijakan kesehatan. Bahkan definisi industri rokok dalam pedoman tersebut mencakup pihak ketiga yang turut bekerja untuk kepentingan industri. Namun sayangnya Indonesia bukanlah anggota FCTC.</p>
<h2>Pentingnya peraturan benturan kepentingan</h2>
<p>Saat ini Indonesia memang belum memiliki instrumen hukum yang melarang partisipasi industri rokok dalam pengembangan kebijakan. Campur tangan industri masih dianggap biasa dan tidak melanggar aturan formal, namun bukan berarti situasi tersebut harus terus dibiarkan. </p>
<p>Jika pemerintah memang benar-benar serius memprioritaskan kepentingan kesehatan, maka sudah saatnya kebijakan kesehatan di lindungi oleh sebuah aturan. Misalnya dengan membuat aturan pedoman penanganan benturan kepentingan (<em>conflict of interest</em>) dengan industri rokok di lingkungan pemerintahan. Sehingga tidak ada lagi keterlibatan industri rokok dalam pembuatan kebijakan kesehatan.</p>
<p>Jika tidak, urusan kesehatan masyarakat akan selalu dikorbankan, dan Indonesia akan terus tertinggal dalam hal keberpihakan terhadap kepentingan publik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/168575/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mouhamad Bigwanto tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sudah saatnya kebijakan kesehatan dilindungi oleh aturan. Salah satunya adalah dengan membuat pedoman penanganan benturan dengan industri tembakau di lingkungan pemerintahan.Mouhamad Bigwanto, Asst. Prof at Faculty of Helath Sciences, Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA and Ph.D Student at Faculty of Education and Psychology ELTE, Eötvös Loránd UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1735002021-12-10T05:42:46Z2021-12-10T05:42:46ZKematian besar tapi tak dilihat: saatnya akhiri rantai pelanggaran HAM industri rokok<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/436764/original/file-20211209-142574-1ipkw5f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para siswa berkampanye menolak menjadi target pemasaran industri rokok di Jakarta.</span> <span class="attribution"><span class="source">Copy right: Lentera Anak</span></span></figcaption></figure><p><em>Artikel untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 10 Desember.</em></p>
<p>Seandainya diadakan ajang penganugerahan bagi pelaku pelanggar hak asasi manusia (HAM), korporasi rokok mungkin akan keluar jadi salah satu pemenang untuk kategori pelaku non-negara. </p>
<p>Sulit untuk tidak menyebut andil industri tembakau atas <a href="https://www.who.int/indonesia/news/campaign/world-no-tobacco-day-2021/more-than-100-reasons">setidaknya 8 juta</a> kematian prematur akibat epidemi rokok global. Di Indonesia, rokok telah merenggut lebih dari <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20210530203619-4-249381/ekonomi-tembakau-dan-konsekuensi-merokok-di-indonesia">300.000 nyawa</a> tiap tahunnya. Angka itu diperkirakan melebihi jumlah korban kematian akibat penyalahgunaan narkotika yang berkisar pada <a href="https://rri.co.id/kendari/kesra/kesehatan/895664/kematian-tinggi-bahaya-narkoba-hampir-sama-covid-19">angka 15 ribu per tahun</a>. Ironisnya, hampir sepertiga dari jumlah korbannya adalah <a href="http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/who-rokok-tetap-jadi-sebab-utama-kematian-dan-penyakit">perokok pasif</a>. </p>
<p>Sementara banyak nyawa tak bersalah melayang, pundi-pundi kekayaan para <a href="https://money.kompas.com/read/2020/12/14/093700426/sosok-2-konglomerat-terkaya-indonesia-dari-jualan-rokok?page=all">konglomerat tembakau</a> justru meningkat berkat bencana besar yang terjadi. Sejarawan sains dari Stanford University Robert Proctor menyebut fenomena ini bagaikan ‘<a href="https://books.google.co.id/books?id=lk37egfoiBoC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false">Golden Holocaust</a>’.</p>
<p>Namun, situasi di Indonesia lebih seperti anomali. Kendati meninggalkan banyak jejak pelanggaran HAM, watak antagonis konglomerasi rokok di Indonesia kerap terselamatkan oleh banyak pemuja industri tembakau. Tak jarang kita mendengar <a href="https://kemenperin.go.id/artikel/17257/Kontribusi-Besar-Industri-Hasil-Tembakau-Bagi-Ekonomi-Nasional">wacana-wacana mengglorifikasi pelaku industri tembakau</a>. Misalnya, industri rokok berjasa memberi hasil cukai terbesar bagi negara, menyerap banyak tenaga kerja, atau berkontribusi pada prestasi atlit olahraga nasional.</p>
<p>Narasi itu mungkin saja faktual, tapi menyesatkan masyarakat. Sebab, seberapa pun besarnya timbal balik ekonomi yang diberikan dari sektor industri tersebut, manfaatnya tidak pernah sebanding dengan <a href="https://www.suara.com/health/2021/11/11/161430/kemenkes-kerugian-negara-3-kali-lipat-lebih-tinggi-dibanding-keuntungan-dari-cukai-rokok?page=all">biaya-biaya kerugian yang timbul</a> dari bencana sosial dan kesehatan yang diciptakan. Lagi pula yang membayar cukai adalah puluhan juta konsumen, bukan industri rokok.</p>
<h2>Pelanggaran HAM industri tembakau</h2>
<p>Setidaknya ada tiga alasan mengapa industri rokok layak disebut sebagai pelanggar HAM. </p>
<p><em>Pertama</em>, ekspansi industri rokok yang tak terkendali bertolak belakang dengan upaya negara memenuhi standar kehidupan terbaik bagi warganya. Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam <a href="https://www.refworld.org/pdfid/4538838d0.pdf">Komentar Umum Nomor 14 (Pasal 12 Kovenan Internasional Hak Ekosob)</a>, secara khusus menyoroti kewajiban negara mengendalikan konsumsi berisiko akibat industri tembakau, dalam rangka mengupayakan standar kesehatan tertinggi. Salah satu indikator standar hidup yang baik tercermin dari rendahnya angka kematian suatu negara.</p>
<p>Persoalannya, jumlah penjualan produk tembakau di Indonesia terus <a href="https://investasi.kontan.co.id/news/volume-penjualan-hm-sampoerna-hmsp-meningkat-di-semester-i-2021">meningkat</a> dari waktu ke waktu. Sementara, terdapat <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0242558">korelasi positif</a> antara tingginya angka penjualan produk tembakau di suatu negara dan tingginya angka kematian di negara tersebut. </p>
<p><em>Kedua</em>, jika pun pendukung industri tembakau menyangkal bahwa rokok tidak membunuh, produk tersebut faktanya mengganggu tingkat kesejahteraan banyak orang. Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, rutin memasukkan rokok dalam daftar teratas <a href="https://katadata.co.id/ekarina/berita/5e9a50d913e17/bps-rokok-jadi-faktor-penyumbang-kedua-kemiskinan-penduduk">komoditas penyumbang kemiskinan</a> di Indonesia. Tentu ada alasan mengapa rokok dan sejenisnya digolongkan sebagai barang nirmanfaat (<em>demerit goods</em>).</p>
<p>Pada 2012 silam, <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2539602/rata-rata-konsumsi-rokok-orang-indonesia-satu-bungkus-per-hari">sebuah survei</a> memperkirakan pola konsumsi rokok masyarakat Indonesia mendekati satu bungkus per hari. Pada saat bersamaan, <a href="https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-hari-tanpa-tembakau-sedunia.pdf">satu dari tiga orang Indonesia adalah perokok</a>. </p>
<p>Maka, jika diasumsikan harga rokok tiap bungkusnya Rp 20 ribu, dalam sebulan seseorang menghabiskan paling tidak Rp 600 ribu (atau setara dengan Rp 7,2 juta setahun) untuk mengkonsumsi barang nirmanfaat itu. Sementara, <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/02/05/1811/ekonomi-indonesia-2020-turun-sebesar-2-07-persen--c-to-c-.html#:%7E:text=Perekonomian%20Indonesia%202020%20yang%20diukur,Juta%20atau%20US%243.911%2C7.">pendapatan per kapita orang Indonesia pada 2020</a> tak lebih dari Rp 56,9 juta per tahun (atau Rp 4,7 juta per bulan). Dengan asumsi demikian, perhitungan kasarnya lebih dari satu bulan gaji yang didapatkan seorang perokok aktif berakhir di kantong pengusaha rokok tiap tahunnya. </p>
<p>Hitungan sebelumnya tentu saja hanya estimasi kasar. Bukan tidak mungkin situasinya akan jauh lebih buruk mengingat kebanyakan populasi perokok di Indonesia bekerja di sektor informal yang terasosiasikan dengan penghasilan di bawah ambang pendapatan per kapita. </p>
<p><em>Ketiga</em>, jika pun rokok ‘belum membunuh’ atau ‘belum memiskinkan seseorang’, efek dari konsumsi jangka panjangnya akan merenggut <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352853217300019">kehendak bebas seseorang mengendalikan perilaku konsumsinya</a>. Studi menunjukkan bahwa efek dari adiksi rokok berpengaruh negatif pada pilihan konsumsi seseorang. </p>
<p>Di satu sisi, banyak perokok aktif menyangkal imbauan berhenti merokok karena menganggap merokok adalah pilihan. Dalam hemat <a href="https://www.investopedia.com/terms/r/rational-choice-theory.asp"><em>rational choice theory</em></a>, manusia diasumsikan mampu berperilaku rasional dalam memilih kebutuhan dan manfaat yang dikehendaki dalam tiap-tiap keputusan ekonominya. </p>
<p>Namun yang jarang disadari adalah kemampuan rasional itu terganggu ketika <a href="https://harmreductionjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/1477-7517-8-6">seseorang mengalami adiksi</a>. Maka tak jarang kita mendengar anekdot bahwa seseorang lebih rela menghabiskan uang untuk membeli rokok ketimbang kebutuhan primer seperti pangan. Atau, paradoks bahwa seorang perokok mengaku mengetahui akan bahayanya namun tetap memilih untuk terus merokok. Setiap bungkus rokok jelas memberi peringatan bergambar “Merokok membunuhmu” dan pesan sejenis. </p>
<p>Paradoks seperti itu menjelaskan kalau dorongan konsumsi perokok kebanyakan bukan datang dari keputusan rasional, melainkan akibat faktor adiksi. Dan peredaran serta pemasaran produk yang tidak terkendali punya andil menciptakan fenomena demam merokok. </p>
<p>Celakanya, ketika dampak negatif pada akhirnya diderita oleh konsumen akibat konsumsi berkepanjangan, korporasi rokok dapat dengan mudah lepas tangan dan berdalih bahwa risiko yang dialami adalah konsekuensi atas pilihan sadar yang sedari awal diamini konsumennya. </p>
<p>Selain ketiga alasan itu, berbagai penelitian juga menemukan rekam jejak pelanggaran HAM di segala rantai pasok sektor industri rokok. Mulai dari isu <a href="https://www.hrw.org/report/2016/05/24/harvest-my-blood/hazardous-child-labor-tobacco-farming-indonesia">pekerja anak</a>, upah tidak layak, eksploitasi pekerja, <a href="https://www.who.int/fctc/publications/WHO-FCTC-Enviroment-Cigarette-smoking.pdf?ua=1&ua=1">deforestasi</a>, hingga <a href="https://tobacconomics.org/uploads/Analisis%20usaha%20tani%20tembakau%20-%202020.pdf">pencemaran lingkungan</a> darat, udara, dan lautan. </p>
<h2>Uji tuntas HAM industri tembakau</h2>
<p>Bukan cuma negara, sektor privat juga memiliki kewajiban menghormati HAM. Pada 2011, PBB mengeluarkan <a href="https://www.ohchr.org/documents/publications/guidingprinciplesbusinesshr_en.pdf">Prinsip Panduan PBB untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UNGP)</a>. Instrumen ini sengaja dibuat untuk menyasar kepatuhan korporasi akan HAM dalam operasi bisnisnya. </p>
<p>Meski tergolong hukum yang berdaya laku lunak (<em>soft law</em>), instrumen UNGP dapat menjadi alternatif dalam mendorong pemulihan korban pelanggaran HAM oleh korporasi ketika negara tidak menunjukkan kehendak politik yang positif. </p>
<p>Dalam prinsip operasionalnya, UNGP meminta korporasi untuk senantiasa dan sukarela mengidentifikasi dampak HAM dari bisnis yang dijalankan pada seluruh rantai proses penciptaan nilai dari hulu hingga hilir. Adapun, berbekal temuan pengujian itu korporasi harus memitigasi dengan memberikan pemulihan pada korbannya serta mencegah pelanggaran berulang.</p>
<p>Philip Morris International (PMI), satu dari sekian perusahaan tembakau raksasa dunia dan <a href="https://www.pmi.com/markets/indonesia/en">juga beroperasi di Indonesia</a>, pernah melakukan uji tuntas dampak HAM pada 2017 silam. Temuannya menunjukkan bahwa operasionalisasi bisnis perusahaan tersebut bukan hanya melanggar HAM, namun <a href="https://www.humanrights.dk/news/human-rights-assessment-philip-morris-international">bertentangan dengan agenda hak asasi manusia</a>. Atas temuan itu, tim penguji menyarankan perusahaan asal Amerika Serikat itu menghentikan seluruh produksi dan pemasaranya. </p>
<p>Bagi Indonesia, metode uji tuntas dampak HAM yang diperkenalkan UNGP dapat menjawab semua mitos-mitos yang kerap didengungkan oleh pendukung industri rokok. Perusahaan rokok selama ini kerap berlindung di balik kegiatan-kegiatan filantropi untuk merekayasa reputasi sosialnya. Tentu hal itu bukan tanpa sebab. <a href="https://jurnal.unej.ac.id/index.php/IJLS/article/view/21943/9268">Penelitian saya</a> menunjukkan bahwa semakin seseorang menganggap industri rokok berjasa, semakin minimalis pula standar ekspektasi pertanggung jawaban sosial yang diharapkan dari industri. </p>
<p>Dengan kecenderungan persepsi seperti itu, industri rokok malah diuntungkan karena mampu memanfaatkan kekuatan finansialnya untuk memanipulasi reputasi sosialnya untuk membangun citra seolah-olah berjasa besar bagi bangsa. Pada gilirannya, hal ini berkontribusi membentuk pola pikir permisif dan apologetis masyarakat terhadap berbagai pelanggaran HAM oleh industri rokok. Rokok, merokok dan industri rokok dipandang sebagai hal normal. </p>
<p>Bagaimanapun, pelanggar HAM tidak pantas dipuji atau mendapat tempat di hati masyarakat. Jika negara tidak bisa diandalkan untuk mengambil kebijakan yang konkret, masih banyak cara yang dilakukan. Di antaranya, kita bisa memboikot saham emiten rokok agar korporasi rokok tidak terus berekspansi dengan modal dari publik. Atau, sesederhana mendesak korporasi rokok melakukan uji tuntas dampak HAM. </p>
<p>Sudah waktunya publik menuntut korporasi rokok bertanggung jawab atas tiap jejak pelanggaran HAM yang mereka ciptakan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173500/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Auditya Saputra terafiliasi dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, yang tergabung dalam Koalisi Pengendalian Tembakau. </span></em></p>Bagaimanapun, pelanggar HAM tidak pantas dipuji atau mendapat tempat di hati masyarakat.Auditya Firza Saputra, Peneliti, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1699532021-10-14T14:07:02Z2021-10-14T14:07:02ZIklan rokok hantui pelajar dan remaja: mengepung sekolah, membombardir media sosial<iframe src="https://open.spotify.com/embed/episode/3do4fE28YtLJp5sj7s4atm" width="100%" height="232" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>Dengan penjualan lebih dari 315 miliar batang rokok per tahun, Indonesia merupakan <a href="https://theconversation.com/disneyland-untuk-industri-rokok-aturan-yang-lemah-buat-generasi-muda-indonesia-kecanduan-rokok-97857">pasar rokok terbesar kedua</a> di dunia setelah Cina.</p>
<p>Untuk mempertahankan dan memperluas pasar ini, berbagai perusahaan rokok gencar mengiklankan dan menjual rokok – terutama pada remaja serta anak muda.</p>
<p>Bahkan, jaringan penjualan industri rokok juga meliputi berbagai <a href="https://theconversation.com/riset-remaja-yang-sekolahnya-dikepung-iklan-rokok-cenderung-lebih-tinggi-merokok-161658">warung dan kios yang sangat dekat dengan lingkungan sekolah</a> di berbagai daerah di Indonesia.</p>
<p>Studi tahun 2019 mengungkap bahwa <a href="https://theconversation.com/riset-iklan-rokok-kepung-sepertiga-sekolah-di-surabaya-kenapa-risma-tidak-melarangnya-124707">30% dari hampir 1.200 sekolah</a> di Surabaya terpapar banyak iklan rokok dalam radius 300 meter. Data tahun 2014 dari <a href="https://www.who.int/southeastasia"><em>Global Youth Tobacco Survey</em></a> menunjukkan 64% pelajar di Indonesia dapat membeli rokok dengan sangat mudah.</p>
<p>Untuk membedahnya secara lebih dalam, pada episode <a href="https://open.spotify.com/show/2Iqni2kGMzbzeJxvKiTijD?si=2d49964fd18c4a29">podcast SuarAkademia</a> kali ini, kami ngobrol dengan Putu Ayu Swandewi, peneliti kesehatan publik di Universitas Udayana, Bali.</p>
<p>Ayu menjelaskan studi yang ia lakukan di Denpasar dan Yogyakarta tentang jaringan retail rokok terutama di lingkungan sekolah, mudahnya akses siswa dan remaja dalam membeli rokok, perbandingan aturan iklan rokok di seluruh dunia, serta hal-hal yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk meregulasi penjualan rokok dengan lebih ketat.</p>
<p>Simak episode lengkapnya di <a href="https://open.spotify.com/show/2Iqni2kGMzbzeJxvKiTijD?si=2d49964fd18c4a29">SuarAkademia</a> – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169953/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Pada episode SuarAkademia kali ini, kami ngobrol dengan Putu Ayu Swandewi, peneliti kesehatan publik di Universitas Udayana, Bali tentang maraknya iklan dan penjualan rokok di lingkungan sekolah.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1666582021-09-22T03:17:07Z2021-09-22T03:17:07ZKonsumsi rokok meningkat di tengah COVID akibat regulasi pengendalian tembakau yang lemah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/419714/original/file-20210907-15-nlo3yv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kampanye pelajar di Jakarta untuk menolak menjadi target pemasaran industri rokok.
</span> <span class="attribution"><span class="source">Lentera Anak</span></span></figcaption></figure><p>Di tengah pandemi COVID-19 yang memukul semua sektor dan menurunkan pendapatan sebagian besar masyarakat, <a href="https://www.voaindonesia.com/a/konsumsi-rokok-masih-tinggi-selama-pandemi-cukai-rokok-diminta-naik/6002479.html">konsumsi rokok di Indonesia justru meningkat</a>. Murahnya harga rokok merupakan salah <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4205365/harga-murah-bertentangan-dengan-upaya-pengendalian-konsumsi-rokok">satu pemicu naiknya konsumsi rokok</a> di negeri ini.</p>
<p>Konsumsi yang tinggi ini merupakan “hasil” dari kuatnya pengaruh industri rokok di satu sisi, dan di sisi lain karena lemahnya kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia. Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Pasifik yang <a href="https://theconversation.com/ratifying-whos-framework-convention-on-tobacco-control-could-help-indonesia-reduce-tobacco-imports-benefitting-local-tobacco-farmers-144934">belum meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) WHO</a>. </p>
<p>Riset terbaru bertajuk <a href="https://seatca.org/dmdocuments/SEATCA%202020%20TII%20Index%20in%20Asian%20Countries.pdf">Indeks Gangguan Industri Tembakau 2020</a> menunjukkan industri tembakau di Indonesia selalu berupaya terus menghambat upaya pengendalian tembakau lebih ketat. Hal itu terus berlangsung tahunan.</p>
<p>Dalam indeks serupa di <a href="https://www.thejakartapost.com/seasia/2020/12/03/indonesia-tops-asean-in-policy-interference-by-tobacco-industry-seatca-index.html">Asian Tenggara</a>, Indonesia menempati posisi teratas (82 poin, dari indeks 0-100) mengalami gangguan dari perusahaan rokok. Sedangkan indeks Malaysia 63 dan Thailand 43. Posisi negeri kita tidak membaik dibanding tahun lalu, bahkan dibanding era sebelum pandemi. </p>
<h2>Kedigdayaan industri tembakau</h2>
<p>Riset ini menemukan beberapa fakta penting bahwa pemerintah lebih berpihak kepada industri tembakau. Rakyat yang terbelenggu nikotin menghadapi ancaman penurunan kualitas kesehatan berlipat ganda, pascapandemi COVID-19. </p>
<p>Keberpihakan pemerintah, antara lain, ditunjukkan dengan <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/gappri-bersyukur-ada-insentif-pembayaran-pita-cukai">berbagai insentif</a> kepada pelaku industri besar dan kecil dan berbagai kemudahan bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) pada masa pandemi. </p>
<p>Sikap ini kontradiktif dengan Pasal 2(1a) <a href="https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2007/39tahun2007UU.HTM">Undang-Undang Cukai</a> yang menyatakan hasil tembakau harus dikendalikan konsumsinya karena pemakaiannya berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat. </p>
<p>Kenyataannya, pemerintah memberikan berbagai kemudahan bagi industri hasil tembakau pada masa pandemi untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi rokok berarti mendorong peningkatan konsumsinya oleh masyarakat. </p>
<p>Pada awal 2021, <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1477346/bea-cukai-meski-pandemi-pabrik-rokok-di-jepara-dan-kudus-bertambah-jadi-114">Kantor Bea dan Cukai Kabupaten Kudus, Jawa Tengah misalnya</a>, mencatat penambahan jumlah pabrik rokok dari semula 80 menjadi 114 unit. Alih alih mengendalikan, industri hasil tembakau besar dan kecil justru mendapat perhatian yang sama seperti industri produk konsumsi lainnya. </p>
<p>Selain mendorong peningkatan produksi, pemerintah memberikan insentif relaksasi pembayaran pita cukai dan tidak menaikkan tarif cukai jenis sigaret kretek tangan (SKT) tahun 2021. Relaksasi ini dinikmati industri tembakau berskala kecil dan besar. Pemerintah juga memfasilitasi produk nikotin baru untuk mendapat <a href="https://kumparan.com/kumparanbisnis/siap-siap-pemerintah-bakal-terapkan-sni-untuk-rokok-elektrik-hingga-vape-1wUPBcRHfrO">Standar Nasional Indonesia</a>. </p>
<p>Selain itu, perwakilan industri tembakau tercatat <a href="https://www.jawapos.com/ekonomi/bisnis/24/12/2019/industri-rokok-anjlok-desak-pemerintah-tunda-revisi-pp-109-2012/">aktif melobi dan menegosiasi kebijakan</a>. Ini terjadi karena tidak adanya instrumen hukum yang melarang partisipasi mereka dalam pembuatan kebijakan. </p>
<p>Pemerintah harus menerapkan kode etik yang mengatur interaksi dengan pihak industri tembakau dan kelompok pendukungnya seperti Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), dan Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo). Perlakuan istimewa kepada industri tembakau selama pandemi perlu ditinjau ulang agar tidak menimbulkan kerugian kesehatan dalam jangka panjang. </p>
<p>Pemerintah seharusnya menunjukkan sikap yang berpihak kepada kepentingan kesehatan dalam jangka panjang, bukan semata kepentingan ekonomi. Caranya dengan menempatkan diri secara independen dan kuat, menghadapi gangguan industri tembakau. </p>
<p>Sepanjang 2020, kalangan industri tembakau sangat aktif membangun pencitraan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1344405/masa-depan-industri-vape-di-indonesia/full&view=ok">positif di media massa</a>, termasuk dengan cara menonjolkan <a href="https://ekbis.sindonews.com/read/122544/34/industri-rokok-dibunuh-jutaan-pekerja-mau-ditaruh-dimana-1596532086">data-data tertentu</a> dengan melibatkan berbagai media utama dan tokoh atau akademisi berskala nasional. </p>
<p>Ada dua strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan industri tembakau: melalui teknik kehumasan (<em>public relations</em>) dan manipulasi media. Ini mereka lakukan sebagai upaya menjaga citra rokok sebagai produk yang normal untuk diperdagangkan dan dikonsumsi masyarakat. </p>
<p>Misalnya, selama 2020, industri tembakau secara massif menggalang liputan media untuk <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210828195359-92-686790/terdampak-covid-pengusaha-tolak-kenaikan-cukai-rokok-2022">menolak kenaikan cukai</a>. Strategi PR ditempuh terutama melalui program tanggung jawab sosial perusahaan selama masa pandemi. </p>
<p>Mereka berhasil memanfaatkan pandemi untuk mendapatkan citra baik melalui berbagai bantuan kepada pemerintah untuk penanganan COVID-19. Bentuk sumbangan sangat beragam, mulai dari bantuan sembako, alat pelindung, <a href="https://money.kompas.com/read/2020/08/08/132505826/sampoerna-sumbang-mesin-pcr-dan-apd-ke-malang-dan-pasuruan?page=all">mesin tes PCR</a> dan ambulans.</p>
<p>Puncaknya, pemerintah selalu mengapresiasi program tanggung jawab sosial perusahaan tembakau, <a href="https://www.bbc.com/indonesia/49627083">seperti beasiswa bulu tangkis Djarum</a>. </p>
<h2>Pemantauan masyarakat sipil</h2>
<p>Sejak 2015, sembilan asosiasi masyarakat sipil di Asia Tenggara memantau dan mengukur Indeks Gangguan Industri Tembakau (Tobacco Industry Interference Index) di masing-masing negara. </p>
<p>Mereka tergabung dalam Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA), aliansi multi-sektor non-pemerintah yang mempromosikan kesehatan melalui upaya pengendalian industri tembakau, dengan merujuk pada <a href="https://www.who.int/fctc/text_download/en/">Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau WHO</a>.</p>
<p>Ada tujuh parameter yang digunakan untuk survei ini: (1) tingkat partisipasi industri rokok dalam penyusunan kebijakan, (2) kegiatan perusahaan rokok yang diklaim sebagai tanggung jawab sosial perusahaan, (3) manfaat bagi industri tembakau, (4) interaksi yang tidak perlu, (5) transparansi, (6) konflik kepentingan dan (7) tindakan pencegahan.</p>
<p>Dari tujuh indikator tersebut, dalam kasus Indonesia, regulasi yang lemah menjadi persoalan mendasar yang terus berlangsung. Ini termasuk regulasi komunikasi publik pemerintah dan regulasi yang mengendalikan iklan, sponsorship dan promosi rokok di media. </p>
<p>Nilai indeks gangguan industri tembakau setiap tahun cenderung fluktuatif. Namun yang sudah pasti, dari sembilan negara ASEAN selama 2015-2020, Indonesia secara konsisten berada pada peringkat tertinggi setiap tahun. </p>
<p>Semakin tinggi nilai indeks semakin rendah keberpihakan pemerintah kepada masyarakat dibandingkan kepada industri tembakau. Tabel di bawah ini menunjukkan tren indeks gangguan industri tembakau di Indonesia relatif kuat dan stabil dalam lima tahun terakhir.</p>
<iframe title="Indeks Gangguan Industri Tembakau Indonesia selalu tinggi sepanjang 2016-2021" aria-label="Split Bars" id="datawrapper-chart-jj9CZ" src="https://datawrapper.dwcdn.net/jj9CZ/3/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="303"></iframe>
<p>Perbaikan posisi indeks Indonesia secara tentatif pernah terjadi pada 2017 dan 2018 setelah Menteri Kesehatan menerbitkan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/113099/permenkes-no-50-tahun-2016">Peraturan Menteri No. 50 Tahun 2016 tentang mitigasi konflik kepentingan dengan industri tembakau</a> dan implementasinya mulai 2017. </p>
<p>Mandegnya rencana revisi <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5324/pp-no-109-tahun-2012#:%7E:text=PP%20No.%20109%20Tahun%202012,Bagi%20Kesehatan%20%5BJDIH%20BPK%20RI%5D">Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012</a> tentang pengendalian produk tembakau membuktikan adanya tekanan penolakan industri tembakau, parlemen dan beberapa kementerian bidang ekonomi. Alasan mereka: revisi tersebut <a href="https://money.kompas.com/read/2021/06/15/200200026/kemenko-perekonomian--revisi-pp-109-tahun-2012-belum-urgen">tidak urgen di tengah pandemi</a>. </p>
<p>Argumen yang <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20210616/257/1406009/kemenko-perekonomian-sebut-revisi-pp-zat-adiktif-tak-urgen-industri-tembakau-lebih-penting">mengemuka</a> adalah revisi PP No. 109 Tahun 2012 kontra produktif terhadap upaya pemulihan ekonomi, berisiko mematikan petani tembakau dan memicu pemutusan hubungan kerja buruh rokok.</p>
<p>Alasan seperti ini berulang kali disampaikan oleh kelompok pro industri tembakau tatkala ada desakan untuk memperketat regulasi pengendalian tembakau. </p>
<h2>Kelompok miskin terus merokok</h2>
<p>Survei <a href="https://ideas.or.id/2021/07/02/survei-ideas-pengeluaran-rokok-keluarga-miskin-25-kali-lebih-besar-dari-tagihan-listrik-artikel-ini-tsurvei-ideas-pengeluaran-rokok-keluarga-miskin-25-kali-lebih-besar-dari-tagihan-listrik/">Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS)</a> pada keluarga miskin di lima kota menyebutkan 73,2% perokok miskin mempertahankan pengeluarannya untuk membeli rokok dengan mengurangi kebutuhan lainnya. Sebagian beralih ke rokok dengan harga lebih murah karena tak berdaya melawan kecanduannya. </p>
<p>Dari riset itu cukup jelas bahwa tubuh para perokok sudah berada di bawah kendali industri dan ketergantungan mereka menjadi komoditas ekonomi. Dari sudut pengetahuan dan kebijakan, Indeks 2020 mengkonfirmasi adanya pembentukan opini dan sekaligus manipulasi informasi di seputar konsumsi rokok sebagai suatu kegiatan yang normal. </p>
<p>Sebenarnya, jalan bagi pemerintah untuk mengurangi konsumsi rokok di masyarakat dan intervensi industri rokok cukup jelas: segera ratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) WHO yang menyediakan poin-poin kebijakan yang lengkap dan detail. Tanpa ratifikasi itu, celah-celah pengendalian tembakau parsial seperti saat ini mudah dimanfaatkan oleh industri tembakau.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/166658/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Masduki menjabat Wakil Ketua Asosiasi Akademisi Komunikasi Indonesia untuk Pengendalian Tembakau (AAKPT).</span></em></p>Dari sudut pengetahuan dan kebijakan, Indeks 2020 mengkonfirmasi adanya pembentukan opini dan sekaligus manipulasi informasi di seputar konsumsi rokok sebagai suatu kegiatan yang normal.Masduki, Pengajar dan Peneliti Kebijakan Media di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1616582021-05-31T07:45:23Z2021-05-31T07:45:23ZRiset: remaja yang sekolahnya dikepung iklan rokok cenderung lebih tinggi merokok<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/403562/original/file-20210531-15-185c7x5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kampanye stop iklan rokok di sekitar untuk menyelamatkan anak-anak dari bahaya candu rokok.</span> <span class="attribution"><span class="source">Lentera Anak</span></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei.</em></p>
<p>Industri rokok menargetkan <a href="https://www.who.int/tobacco/media/ROSS2000X.pdf">anak-anak dan remaja sebagai pasar potensial</a> yang akan menjadi pelanggan candu nikotin jangka panjang. Ini strategi industri rokok untuk terus berkembang dengan cara mengganti pelanggan tua yang telah meninggal lebih cepat karena penyakit terkait rokok. </p>
<p>Karena itu, di Indonesia, di mana industri rokok leluasa menjual dan mempromosikan rokok akibat pengendalian tembakau yang lemah, iklan tembakau (rokok) di luar ruang banyak sekali yang dipasang di dekat sekolah. Industri rokok mendekatkan paparan iklan rokok pada mata dan pikiran anak-anak sekolah. </p>
<p><a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/18/5/2556">Riset terbaru kami</a>, yang mencari kaitan antara kepungan (visibilitas) iklan rokok luar ruang dan perilaku merokok di kalangan remaja di Kota Semarang, menunjukkan ada hubungan signifikan antara perilaku merokok remaja dan kepadatan iklan rokok luar ruangan di Indonesia.</p>
<p>Remaja di sekolah dengan kepadatan iklan rokok luar ruang sedang dan tinggi memiliki kecenderungan 2,16 kali lebih tinggi untuk merokok, dibandingkan dengan remaja dengan kepadatan iklan rendah. </p>
<p>Demikian pula, remaja di sekolah menengah atas yang dekat (paling tidak 1 iklan dalam jarak 200 meter) dengan iklan rokok luar ruang memiliki kemungkinan 2,8 kali lebih tinggi untuk merokok.</p>
<p>Pemerintah pusat dan daerah perlu melarang iklan rokok di luar ruang termasuk di dekat sekolah untuk mencegah meningkatnya jumlah perokok remaja. Kebijakan ini diperlukan untuk menyelamatkan remaja dari risiko penyakit tidak menular dan beban ekonomi pada masa depan. </p>
<h2>Remaja dan iklan candu rokok</h2>
<p>Penelitian tentang relasi kepungan iklan rokok luar ruang dan perilaku merokok di kalangan remaja saat ini masih kurang di Indonesia dan negara berkembang <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/24/e1/e100">lainnya</a>. Karena itu, riset kami membuka jalan riset ke arah sana. </p>
<p>Riset kami menggabungkan dua sumber data primer: iklan rokok di luar ruangan dan perilaku merokok di kalangan remaja laki-laki di Kota Semarang. Kami secara acak memilih dan mewawancarai 400 siswa laki-laki di 20 sekolah menengah (SMP, SMA, SMK, dan MA) di kota ini. Kami juga mewawancarai 492 laki-laki dewasa yang tinggal di dekat sekolah untuk perbandingan. </p>
<p>Kepadatan iklan rokok di sekitar sekolah menggunakan batasan jarak dalam radius 400 meter. Dalam jarak tersebut ada 0-5 iklan luar ruang disebut rendah, sedang 6-14 iklan, dan lebih dari 15 iklan dikategorikan tinggi.</p>
<p>Remaja di sekolah dengan kepadatan iklan rokok luar ruang lebih tinggi dan kedekatan dengan iklan rokok luar ruang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk merokok. Selanjutnya, remaja di lingkungan sekolah yang lebih miskin (berada di kecamatan dengan proporsi penduduk miskin lebih tinggi dari rerata) dan lebih tinggi kepadatan iklan rokok luar ruang, cenderung 5,16 kali lebih mungkin untuk merokok.</p>
<p>Hasil ini sejalan dengan penelitian dari negara lain seperti <a href="http://ash.org.uk/wp-content/uploads/2019/02/Tobacco-Advertising-and-Promotion-download.pdf">Inggris</a>, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK99237/">Amerika Serikat</a>, <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/24/e1/e100">India</a>, dan <a href="https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD003439/full">lainnya</a>. </p>
<p>Dari negara-negara berpenghasilan tinggi, <a href="https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD003439/full">sebuah studi dari jaringan riset kesehatan global Cochrane </a> meninjau 19 studi di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Spanyol. Mereka menemukan bahwa remaja non-perokok yang lebih sadar akan iklan rokok, lebih cenderung bereksperimen dengan rokok atau menjadi perokok. </p>
<p><a href="https://academic.oup.com/ntr/article-abstract/22/12/2170/5699641">Sebuah penelitian di Amerika Serikat</a> menunjukkan bahwa lingkungan dengan proporsi tertinggi penduduk berkulit hitam atau berpenghasilan rendah memiliki iklan luar ruang 2,84 kali lebih banyak.</p>
<p>Dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/24/e1/e100">riset di India</a> menunjukkan bahwa penggunaan rokok di kalangan remaja di sekolah dengan kepadatan tinggi iklan rokok luar ruangan lebih dari dua kali lipat, dibandingkan dengan mereka yang memiliki kepadatan rendah.</p>
<h2>Jelas mematikan tapi masih kendor kebijakannya</h2>
<p>Merokok merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan, terutama di kalangan laki-laki, berdasarkan riset <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30595-6/fulltext">Indonesian Global Burden of Study 2017</a>. </p>
<p>Di Indonesia, kelaziman merokok di antara laki-laki 15 tahun ke atas mencapai <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/272673/wntd_2018_indonesia_fs.pdf?sequence=1">67%, tahun 2018</a> dan <a href="https://cdn.who.int/media/docs/default-source/searo/tobacco/global-youth-tobacco-survey/indonesia-gyts-2019-factsheet-(ages-13-15)-(draft)---revised---6-16-2020.pdf?sfvrsn=477996b8_2">anak laki-laki 13-14 tahun (35,5% tahun 2019)</a> termasuk yang tertinggi di dunia.</p>
<p>Meski demikian, Indonesia masih belum termasuk di antara 181 penandatangan Framework Convention of Tobacco Control WHO. Akibatnya, <a href="https://academic.oup.com/inthealth/article/11/6/422/5531085">upaya pengendalian tembakau lemah</a>. </p>
<p>Ada satu kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5324/pp-no-109-tahun-2012">Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012</a> yang melarang merokok, iklan, promosi, dan penjualan rokok di fasilitas umum termasuk pendidikan, kesehatan, dan transportasi umum. Namun, kebijakan ini diadopsi hanya oleh dua pertiga dari 514 kabupaten sampai 2018, dengan tingkat kepatuhan berkisar dari <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6893229/pdf/jpmph-52-6-427.pdf">17% di Jayapura</a> hingga <a href="https://www.ingentaconnect.com/content/iuatld/ijtld/2020/00000024/00000004/art00007">78% di Kota Bogor</a>.</p>
<p>Selain itu, belum ada peraturan nasional yang melarang iklan rokok di luar ruangan. Akibatnya, <a href="https://www.ingentaconnect.com/content/iuatld/ijtld/2020/00000024/00000007/art00005">penelitian sebelumnya</a> menunjukkan visibilitas yang tinggi tentang iklan rokok luar ruang di sekitar sekolah-sekolah di Indonesia. </p>
<p>Pada 2015, <a href="https://www.takeapart.org/tiny-targets/reports/Indonesia-Report.pdf">sebuah penelitian di lima kota</a> (Bandung, Jakarta, Makassar, Mataram, dan Padang) menemukan bahwa papan reklame tembakau terlihat dari 32% gerbang sekolah dari 360 sekolah menengah atas sampel. </p>
<p><a href="https://www.lenteraanak.org/master_content/detail_produk/unduh_potret_buram_10_kota_dikelilingi_2868_iklan_rokok">Survei iklan dan promosi tembakau</a> di sekitar sekolah di sepuluh kota (termasuk Semarang) pada 2017 menemukan strategi pemasaran rokok yang agresif dengan menunjukkan merek dan harga yang sangat murah. </p>
<p>Pada 2018, <a href="https://www.ingentaconnect.com/content/iuatld/ijtld/2020/00000024/00000007/art00005">penelitian kami sebelumnya</a> menemukan total 3.453 iklan di seluruh kota Semarang. Dari jumlah itu, 2.556 iklan (74%) di antaranya berada dalam jarak 300 meter atau 5–10 menit berjalan kaki dari sekolah.</p>
<p><a href="https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD003439/full">Penelitian sebelumnya</a> dari negara-negara berpenghasilan tinggi telah menunjukkan bahwa kaum muda sangat <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamapediatrics/fullarticle/2676069">mudah menerima (reseptif)</a> terhadap iklan rokok. Kaum muda yang terpapar iklan dan promosi rokok lebih cenderung merokok.</p>
<h2>Mencegah remaja jadi korban candu</h2>
<p>Temuan riset di Kota Semarang penting karena setidaknya tiga alasan. </p>
<p>Pertama, ada lebih dari 400 sekolah menengah <a href="https://www.ingentaconnect.com/content/iuatld/ijtld/2020/00000024/00000007/art00005">di kota Semarang saja</a>, atau sekitar 80 ribu siswa lebih, menunjukkan potensi paparan iklan rokok bagi banyak anak muda. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0033350616300191">Studi di antara siswa di Skotlandia</a> menunjukkan bahwa 80% dari hampir 1.500 siswa ingat pernah melihat iklan rokok di toko. </p>
<p>Kedua, temuan ini melengkapi <a href="https://www.ingentaconnect.com/content/iuatld/ijtld/2020/00000024/00000007/art00005">studi kami sebelumnya</a> yang menunjukkan kepungan iklan rokok luar ruang yang tinggi di dekat sekolah di kota Semarang. Ini menunjukkan bahwa siswa lebih mungkin untuk mulai merokok secara eksperimental baik dari tekanan teman sebaya (<a href="https://academic.oup.com/her/article/22/6/794/640787">‘Jika saya tidak merokok, saya bukan pria sejati’</a>) atau <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.3402/gha.v9.30914">dari dorongan untuk merokok melalui iklan</a>. </p>
<p>Ketiga, tidak adanya larangan iklan rokok di luar ruangan berpotensi meningkatkan kesenjangan (disparitas) prevalensi merokok pada remaja. Karena temuan kami menunjukkan rasio peluang dua kali lipat di antara sekolah-sekolah di lingkungan yang lebih miskin. </p>
<p>Belajar dari sebuah riset tentang pengecer rokok <a href="https://academic.oup.com/ntr/article-abstract/19/2/239/2631665?redirectedFrom=fulltext">di Amerika Serikat</a> menunjukkan bahwa melarang penjualan rokok di dekat sekolah dapat mengurangi kepadatan penjual rokok di lingkungan berpenghasilan rendah dibandingkan dengan lingkungan berpenghasilan tinggi.</p>
<p>Karena itu, kami mendukung pemerintah untuk melarang periklanan rokok luar ruang nasional di Indonesia dan negara berkembang lainnya yang belum menerapkannya. </p>
<p>Larangan iklan rokok luar ruang yang efektif <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/22/5/299">di Yunani</a> telah terbukti mengurangi jumlah iklan menjadi nol. Ini berarti menghapus paparan iklan kepada kaum muda.</p>
<p>Seharusnya pemerintah Indonesia segera meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) agar memiliki landasan hukum yang kokoh dan komprehensif untuk mengendalikan tembakau termasuk melarang iklan rokok di dekat sekolah. </p>
<p>Pemerintah mestinya melindungi anak-anak dari gempuran pemasaran dan promosi rokok. Bukan malah mendukung atau membiarkan industi rokok bebas memasang iklan di dekat sekolah.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/161658/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdillah Ahsan terafiliasi dengan Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia . Dia menerima dana dari Institute for Global Tobacco Control (IGTC) melalui program Indonesian Tobacco Control Research Network (ITCRN). </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Nurjanah menerima dana dari Universitas Dian Nuswantoro dan John Hopkins School of Public Health melalui Pusat Ekonomi Syariah Universitas Indonesia</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sri Handayani terafiliasi dengan Asian Health Literacy Association (AHLA)-Indonesia. Dia menerima pendaanan dari John Hopkins School of Public Health melalui Pusat Ekonomi Syariah Universitas Indonesia.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Dian Kusuma tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Seharusnya pemerintah Indonesia segera meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) agar memiliki landasan hukum yang kokoh dan komprehensif untuk mengendalikan tembakau.Dian Kusuma, Researcher in global health at the Centre for Health Economics & Policy Innovation, Imperial College LondonAbdillah Ahsan, Lecturer in Department of Economics,, Universitas IndonesiaNurjanah, Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan, Universitas Dian NuswantoroSri Handayani, Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Dian NuswantoroLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1582342021-04-08T03:41:19Z2021-04-08T03:41:19ZBahaya rokok elektrik bagi orang di sekitarnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/393363/original/file-20210405-17-1w9s6dy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C36%2C4881%2C3217&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sekelompok orang muda di Filipine sedang merokok vape</span> <span class="attribution"><span class="source">Photo by Rainier Ridao on Unsplash</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Rokok elektrik, juga dikenal sebagai vape, semakin populer di kalangan anak muda di berbagai belahan dunia, termasuk <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/67/wr/mm6745a5.htm?s_cid=mm6745a5_w%22%22">Amerika Serikat</a> dan <a href="https://ec.europa.eu/commfrontoffice/publicopinion/index.cfm/survey/getsurveydetail/instruments/special/surveyky/2240%22%22">Eropa</a>.</p>
<p>Generasi muda penghisap vape ini <a href="https://pediatrics.aappublications.org/content/143/5/e20183531?sso=1&sso_redirect_count=1&nfstatus=401&nftoken=00000000-0000-0000-0000-000000000000&nfstatusdescription=ERROR%3A%20No%20local%20token%22%22">seringkali tidak sadar</a> bahwa rokok elektrik mengandung nikotin, zat adiktif yang juga terkandung dalam rokok tembakau.</p>
<p><a href="https://bmjopen.bmj.com/content/5/11/e009218">Mereka juga kurang tahu</a> bahwa kebiasaan mereka juga membahayakan orang lain karena dapat membuat yang lain terpapar emisi rokok elektronik.</p>
<h2>Bahaya perokok vape pasif</h2>
<p>Perokok vape pasif adalah mereka yang tidak merokok tapi terpapar secara tidak langsung terhadap emisi rokok elektrik yang dihembuskan pengguna rokok elektrik.</p>
<p>Tidak seperti perokok pasif yang juga menghirup asap yang berasal dari rokok tembakau yang dibakar, perokok vape pasif hanya menghirup aerosol rokok elektrik yang dihembuskan oleh penggunanya.</p>
<p>Tapi perokok vape pasif juga menghadapi bahaya yang serius layaknya perokok pasif lainnya setidaknya karena dua alasan: </p>
<p><strong>1. Aerosol rokok elektrik mengandung zat beracun yang berbahaya</strong></p>
<p><a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/30/1/30">Banyak orang menyangka</a> aerosol dari vape hanya mengandung uap air. </p>
<p>Vape ternyata juga mengandung racun. </p>
<p>Zat beracun tersebut di antaranya partikel halus dan sangat halus (juga dikenal sebagai materi partikulat), nikotin, senyawa organik yang mudah menguap seperti <em>formaldehyde</em> dan <em>acetaldehyde</em>, yang <a href="https://monographs.iarc.who.int/list-of-classifications">dapat menyebabkan kanker pada manusia</a> . </p>
<p>Vape juga mengandung <a href="https://www.who.int/tobacco/industry/product_regulation/BackgroundPapersENDS1_4november.pdf">logam</a> dengan <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0175430">tingkat yang lebih tinggi</a> dibandingkan rokok tembakau.</p>
<p>Nikotin dalam vape dapat menyebabkan <a href="https://dx.doi.org/10.1101%2Fcshperspect.a012120">gangguan fungsi otak</a>, terutama pada anak muda.</p>
<p>Materi partikulat pada aerosol rokok elektrik <a href="https://dx.doi.org/10.3390%2Ftoxics7040059">lebih kecil</a> dibandingkan materi partikulat yang ditemukan pada asap biasa. Hal ini membuat partikel ini lebih mudah masuk ke dalam paru-paru dan menimbulkan penyakit seperti <a href="https://doi.org/10.1016/j.envint.2014.10.005">penyakit kardiovaskular dan pernapasan serta diabetes</a>.</p>
<p>Banyak penelitian menunjukkan tingkat materi partikulat dan nikotin di dalam ruangan <a href="https://www.who.int/tobacco/industry/product_regulation/BackgroundPapersENDS1_4november.pdf">meningkat</a> selama dan setelah penggunaan vape, menunjukkan bahwa vape menyebabkan polusi dalam ruangan.</p>
<p>Sebagai contoh, di dalam rumah pengguna rokok elektrik, konsentrasi nikotin di udara dalam ruangan <a href="https://doi.org/10.1016/j.envres.2014.09.005">lebih banyak enam kali</a> dibandingkan di dalam rumah non-pengguna rokok elektrik.</p>
<p>Orang-orang yang tinggal bersama pengguna rokok elektrik juga <a href="https://doi.org/10.1016/j.envres.2014.09.005">menyerap nikotin</a> dari aerosol rokok elektrik ke dalam sistem tubuh mereka.</p>
<p>Nikotin di udara dan materi partikulat halus dapat juga <a href="https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.143423">meracuni ruangan atau tempat yang lain</a> karena keduanya bisa berpindah ke area terdekat dan lingkungan luar ruangan.</p>
<p>Aerosol dari vape juga mengandung zat lain yang tidak ada di rokok biasa, seperti <a href="https://www.who.int/tobacco/industry/product_regulation/BackgroundPapersENDS1_4november.pdf"><em>propylene glycol</em> dan <em>glycerol</em>, yang berperan sebagai pelarut dalam cairan vape, dan zat perasa</a>. </p>
<p>Walaupun <em>propylene glycol</em> dan <em>glycerol</em> dianggap aman untuk dikonsumsi melalui saluran pencernaan, keduanya <a href="https://www.news-medical.net/news/20191018/Vaping-propylene-glycol-and-vegetable-glycerine-may-lead-to-lung-inflammation.aspx%22%22">tidak terbukti aman</a> untuk dihirup.</p>
<p>Paparan terhadap aerosol rokok elektronik dalam jangka pendek telah terbukti menyebabkan <a href="https://doi.org/10.1016/j.envres.2019.108963">iritasi mata dan saluran pernapasan</a> dan memperburuk kondisi pernapasan, seperti <a href="https://doi.org/10.1016/j.chest.2018.10.005">asma</a> dan <a href="https://doi.org/10.1080/20018525.2020.1861580">penyakit bronkitis kronik</a>. </p>
<p>Pandemi COVID-19 dapat menyebabkan orang lain yang terpapar dengan rokok elektrik memiliki risiko yang lebih tinggi tertular atau mengalami penyakit COVID-19 yang lebih parah karena aerosol rokok elektrik dapat <a href="https://doi.org/10.1016/j.pmedr.2020.101255">mengganggu fungsi paru-paru dan imunitas</a>.</p>
<p><strong>2. Perokok vape pasif dapat mendorong semakin banyak orang merokok dan menerima vape</strong> </p>
<p>Banyak penelitian menunjukkan bahwa anak muda yang <a href="https://doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2020.108476">melihat orang lain menghisap rokok elektrik</a> atau <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamapediatrics/fullarticle/2759424">terpapar dengan aerosol vape</a> lebih mungkin mulai memakai vape atau bahkan rokok biasa.</p>
<p>Mereka bahkan cenderung <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/29/3/332">menganggap vape atau menjadi perokok pasif vape aman</a>.</p>
<p>Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya <em>“<a href="https://dx.doi.org/10.1093%2Fntr%2Fnty067">gateway effect</a>”</em> bagi orang yang tidak merokok untuk menjadi perokok nantinya atau menjadi pengguna keduanya, baik vape maupun rokok. </p>
<h2>Perokok vape pasif berada di sekitar kita</h2>
<p>Dampak perokok vape pasif tidak bisa diabaikan. </p>
<p>Paparan terhadap aerosol rokok elektronik telah meluas, terutama di negara-negara yang penggunaan rokok elektroniknya sudah lazim, seperti <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2019-055376">Yunani dan Inggris</a>.</p>
<p>Pada 2017-2018, <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2019-055376">16% orang dewasa</a> di 12 negara Eropa terpapar dengan aerosol rokok elektrik di dalam ruangan. </p>
<p>Di Amerika Serikat, vaping pasif di dalam atau luar ruangan tempat publik dilaporkan oleh sekitar <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamapediatrics/fullarticle/2759424">satu dari tiga</a> pada pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 2018.</p>
<p>Memang, perokok vape pasif mempengaruhi <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2019-055376">anak muda, laki-laki, dan mantan pengguna rokok elektrik</a> secara tidak proporsional.</p>
<p>Di Eropa, perokok vape pasif banyak terdapat di tempat di mana merokok telah dilarang, termasuk di dalam ruangan <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2019-055376">bar, restoran, dan tempat kerja, atau fasilitas pendidikan</a>.</p>
<p>Penggunaan rokok elektrik bahkan juga ditemukan pada lokasi yang biasa <a href="https://doi.org/10.1016/j.envres.2020.110571">anak-anak sering berkeliaran</a>, seperti taman bermain anak-anak dan gerbang sekolah .</p>
<h2>Rekomendasi</h2>
<p>Untuk menangani dampak negatif yang dirasakan perokok vape pasif, kita harus mengawasi dengan ketat tren ini, terutama di sekitar anak-anak dan orang-orang dengan penyakit serius.</p>
<p>Pembuat kebijakan harus mempertimbangkan memasukkan rokok elektrik dalam kebijakan antirokok untuk mempermudah komunikasi dan implementasi regulasi tersebut.</p>
<p>Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian tembakau Badan Kesehatan Dunia (FCTC WHO) telah menganjurkan <a href="https://www.who.int/fctc/cop/cop7/FCTC_COP_7_11_EN.pdf">negara-negara untuk melarang vape</a> di ruangan tertutup atau paling tidak di tempat bebas rokok.</p>
<p>Namun, <a href="https://www.jstage.jst.go.jp/article/jea/advpub/0/advpub_JE20200332/_article/-char/en">kurang dari 60%</a> negara wilayah Eropa WHO yang memiliki hukum di tingkat nasional terkait penggunaan rokok elektrik pada 2018.</p>
<p>Kurangnya regulasi penggunaan rokok elektrik diakibatkan negara-negara masih lebih fokus pada ranah regulasi lainnya untuk rokok elektrik, seperti pemasaran, periklanan, harga, dan standar produk.</p>
<p>Untungnya, sebagian besar orang mendukung pelarangan vape <a href="https://doi.org/10.1016/j.ypmed.2017.08.007">di tempat publik</a>, terutama di area bebas rokok. Hal ini menunjukkan adanya kesempatan bagi pemerintah untuk menyusun regulasi rokok elektrik sebagai bagian dari strategi nasional pengendalian tembakau.</p>
<p>Indonesia belum meregulasi rokok elektrik dengan baik, padahal sudah <a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/JHR-01-2020-0008/full/html">banyak digunakan</a> oleh kalangan anak muda. </p>
<p>Pemerintah harus mulai beraksi secepatnya dengan memonitor penggunaan rokok elektrik dan melarang penggunaannya di tempat umum, setidaknya di kawasan bebas rokok. </p>
<p>Oleh karena itu, aturan tentang penggunaan rokok elektrik mesti dimasukkan dalam kerangka strategi pengendalian tembakau di tingkat nasional maupun daerah.</p>
<p><em>Ignatius Raditya Nugraha menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/158234/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Beladenta Amalia adalah peneliti dalam TackSHS Project dan menerima beasiswa dari "La Caixa" Foundation untuk menyelesaikan PhD. Penulis mengakui kontribusi proyeknya sebagai inspirasi artikel ini. Pandangan dan opini yang diekspresikkan di dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak merefleksikkan opini atau pandangan siapa pun yang terkait dengan proyek.</span></em></p>Para perokok vape muda tidak tahu bahwa kebiasaan mereka juga dapat membahayakan orang lain yang terpapar emisi rokok elektrikBeladenta Amalia, Doctoral Researcher in Public Health, Universitat de BarcelonaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1463052020-09-17T05:16:12Z2020-09-17T05:16:12ZMeratifikasi konvensi pengendalian tembakau WHO (FCTC) dapat membantu Indonesia kurangi impor dan lindungi petani lokal<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/358498/original/file-20200917-20-xtev9x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=6%2C0%2C2038%2C1410&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sebanyak 300 mahasiswa Universitas Indonesia melakukan aksi teatrikal dengan menggunakan rokok raksasa di depan Balai Kota Jakarta, Jakarta. Mereka menuntut pemerintah serius dalam menjalankan perda no.2 tahun 2005 tentang larangan merokok di ruang publik.</span> <span class="attribution"><span class="source">ANTARA/Rosa Panggabean/08</span></span></figcaption></figure><p>Meskipun Indonesia memiliki 60 juta perokok dan merupakan negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi di dunia, Indonesia adalah salah satu dari <a href="https://www.fctc.org/parties-ratifications-and-accessions-latest/">sembilan negara</a> yang belum meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC). Konvensi yang berada di bawah naungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini bertujuan untuk menekan konsumsi tembakau di negara yang menandatanganinya.</p>
<p>Keengganan Indonesia untuk meratifikasi konvensi tersebut didorong oleh <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7168953/">banyak alasan</a>. Salah satunya adalah kekhawatiran bahwa ratifikasi konvensi tersebut <a href="https://seatca.org/dmdocuments/Indonesia%20TII%20in%20Tax.pdf">akan membahayakan petani tembakau lokal</a> dengan jumlah konsumsi tembakau yang turun. </p>
<p>Namun, riset kami <a href="https://globalizationandhealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12992-020-00595-y">menunjukkan</a> bahwa justru impor tembakau yang menjadi ancaman utama bagi petani tembakau lokal.</p>
<p>Penelitian kami terhadap keempat negara yang telah mengesahkan FCTC - Bangladesh, Mozambik, Pakistan, dan Zimbabwe - menunjukkan bahwa perjanjian ini justru mengontrol impor tembakau dan juga mengurangi konsumsi tembakau secara keseluruhan.</p>
<h2>Temuan riset</h2>
<p>Kami melakukan riset pada 2019 dengan menganalisis data pertanian tembakau di Indonesia sejak 1990-2016.</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/3758543/embed" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" aria-label="" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/3758543/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/3758543" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Kami menemukan bahwa Indonesia sangat bergantung pada produk tembakau impor (terutama daun tembakau Virginia dari Cina, Brazil, dan Amerika). Dan hal ini mengancam petani lokal.</p>
<p>Ketika produksi lokal tumbuh <a href="http://ditjenbun.pertanian.go.id/?publikasi=buku-statistik-kelapa-sawit-palm-oil-2011-2013">stagnan</a> dengan pertumbuhan rata-rata 1,65% selama 27 tahun, impor tembakau ke Indonesia telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1990.</p>
<p>Tingginya impor dapat menurunkan permintaan produk tembakau lokal yang merugikan petani tembakau lokal.</p>
<p>Saat Indonesia masih berjuang untuk mengontrol impor tembakau lokal yang mengancam petani lokal, beberapa negara dengan jumlah produksi tembakau yang besar seperti Zimbabwe, Mozambik, Pakistan, dan Bangladesh justru telah berhasil meningkatkan produksi tembakau lokal setelah meratifikasi FCTC. Impor tembakau pada negara-negara ini berkurang setelah perjanjian tersebut ditandatangani.</p>
<p>Setidaknya ada dua cara bagaimana FCTC dapat mengontrol impor tembakau.</p>
<p>Pertama, FCTC mendukung adanya pajak tembakau tinggi, termasuk tarif bea impor. Tarif bea impor yang lebih tinggi dapat membatasi impor tembakau.</p>
<p>Kedua, FCTC mengurangi konsumsi tembakau lokal. Ketika permintaan terhadap tembakau lokal menurun, impor tembakau juga akan ikut turun karena turunnya permintaan terhadap rokok akan menurunkan permintaan terhadap impor daun tembakau. Studi kami terhadap keempat negara telah membuktikan hal ini.</p>
<h2>Kisah empat negara</h2>
<p>Terlepas dari produksi tembakau lokal yang relatif tinggi, keempat negara yang kami amati berhasil mempertahankan rasio impor-ekspor mereka tetap rendah.</p>
<p>Rokok di Zimbabwe menjadi tidak terjangkau sekitar tahun 2014 dan 2016 setelah implementasi <a href="https://www.researchgate.net/publication/290212632_Tobacco_is_our_industry_and_we_must_support_it_Exploring_the_potential_implications_of_Zimbabwe's_accession_to_the_Framework_Convention_on_Tobacco_Control">pajak tembakau dinaikkan</a>. Tingginya pajak tembakau menurunkan konsumsi rokok, yang pada akhirnya juga menurunkan impor.</p>
<p>Hal tersebut juga berlaku di Mozambik, <a href="https://trendeconomy.com/data/h2/Mozambique/TOTAL">negara pengekspor tembakau</a>. Mozambik berhasil menaikkan harga rokok hingga 85% setelah menandatangani FCTC. Meningkatnya harga rokok menyebabkan turunnya permintaan tembakau lokal, dengan demikian mengurangi permintaan tembakau impor.</p>
<p>Bangladesh terkenal dengan <a href="https://idl-bnc-idrc.dspacedirect.org/bitstream/handle/10625/42636/129941.pdf">program pertanian alternatifnya</a>. Petani tembakau Bangladesh mengganti tembakau dengan tanaman pangan seperti kentang, melon, dan buncis. Bangladesh menandatangani FCTC pada tahun 2005. Sejak saat itu, mereka telah mengurangi prevalensi merokok secara signifikan dari <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SH.PRV.SMOK">28,2% ke 23%</a> setelah menerbitkan Peraturan Pengendalian Tembakau tahun 2005 seusai ratifikasi. Regulasi tersebut memberlakukan pajak tembakau yang lebih tinggi dan mengurangi konsumsi. Turunnya konsumsi ini membuat impor tembakau turun.</p>
<p>Pakistan meratifikasi FCTC pada 2004 dan menjalankan konvensi tersebut dengan <a href="https://www.who.int/tobacco/surveillance/policy/country_profile/pak.pdf?ua=1">ketat</a>. Dari beberapa negara yang kami amati, Pakistan adalah satu-satunya negara yang melaksanakan kebijakan lingkungan bebas asap, peringatan kesehatan, dan kampanye anti tembakau secara menyeluruh.</p>
<p>Langkah-langkah tersebut memungkinkan Pakistan mengurangi <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SH.PRV.SMOK">penggunaan tembakau dari 22,7% pada 2005 hingga 20,1% pada 2016</a>. Penurunan ini memudahkan Pakistan dalam <a href="https://trendeconomy.com/data/h2/Pakistan/2401">mengontrol kenaikan impor tembakau</a> karena permintaan terhadap tembakau lokal dan impor di Pakistan menurun. Impor tembakau Pakistan hanya sekitar <a href="http://www.fao.org/faostat/en/#data">1.7%</a> dari konsumsi tembakau lokal pada tahun 2016.</p>
<h2>Rekomendasi</h2>
<p>Kurangnya kontrol terhadap konsumsi tembakau telah membebani perekonomian Indonesia. Meningkatnya konsumsi tembakau telah mengakibatkan tingginya impor tembakau.</p>
<p>Meratifikasi FCTC dapat memperbaiki hal ini. Penelitian kami terhadap keempat negara yang telah mengesahkan konvensi tersebut menunjukkan bagaimana negara-negara ini dapat mengontrol konsumsi tembakau dan mengurangi impor tembakau mereka pada saat yang sama.</p>
<p>Mengesahkan FCTC adalah salah satu cara paling efektif dalam mengurangi impor tembakau karena FCTC mewajibkan peningkatan pajak tembakau termasuk tarif bea impor tembakau.</p>
<p>Dengan meratifikasi FCTC, Indonesia tidak hanya membantu petani tembakau lokal melalui pemberlakuan tarif impor, namun juga mengontrol konsumsi tembakau.</p>
<p><em>Nadira Amalia dari University of Malaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini</em></p>
<p><em>Nadila Taufana Sahara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/146305/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdillah Ahsan menerima dana dari South East Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan Universitas Indonesia. </span></em></p>Riset kami justru menunjukkan bahwa justru impor tembakau yang menjadi ancaman utama bagi petani tembakau lokal.Abdillah Ahsan, Lecturer, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1409672020-06-25T06:33:04Z2020-06-25T06:33:04ZPotret hitam perbudakan rasis di perkebunan Medan era kolonial Belanda<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/343907/original/file-20200625-190510-ycay9e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para kuli memilah daun tembakau di gudang tembakau di Deli Medan, yang diawasi oleh mandor Belanda, 1897.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/nationaalarchief/4600341423/">www.nationaalarchief.nl</a></span></figcaption></figure><p>Protes besar atas rasisme yang populer dengan nama <a href="https://www.ft.com/content/2b0f40c0-8e07-4eb4-b2d6-0ed0e3599243">#BlackLivesMatter</a>, bermula di Amerika Serikat, telah menjalar ke Eropa dan <a href="https://www.aljazeera.com/news/2020/06/pro-racist-anti-racism-protests-continue-worldwide-200607200718424.html">dunia</a>. </p>
<p>Di Indonesia, <a href="https://www.voaindonesia.com/a/rasisme-terhadap-orang-papua-akan-diangkat-ke-pbb/5452645.html">banyak aktivis</a> membahas <a href="https://theconversation.com/isu-rasisme-perlu-lebih-banyak-dibahas-di-indonesia-123178">persoalan rasisme</a> <a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2020/06/04/global-fight-against-racism-papuan-lives-also-matter.html">terhadap orang-orang Papua</a>. </p>
<p>Tak hanya mempersoalkan rasisme saat ini, masyarakat dunia juga mengecam rasisme dan perbudakan zaman kolonial, dengan cara <a href="https://www.bbc.com/news/world-52963352">merobohkan patung kolonialis</a> dan pedagang budak. </p>
<p>Awal Juni lalu, misalnya, patung kolonial pedagang budak di <a href="https://www.bbc.com/news/uk-england-london-52977088">Inggris</a>, <a href="https://time.com/5851823/protests-belgium-colonial-past/">Belgia</a>, dan <a href="https://time.com/5857402/confederate-monuments-american-revolution/">Amerika</a> dirobohkan dan dicoret. Di Belanda juga ada beberapa protes mengenai <a href="https://www.aljazeera.com/news/2020/06/amsterdam-protest-thousands-rally-racism-capital-city-200611073415294.html">rasisme</a> dan keberadaan patung <a href="https://www.dw.com/en/netherlands-protesters-call-for-removal-of-colonial-era-statue/a-53878846">Jan Pieterszoon Coen</a> di Kota Hoorn. Dia merupakan <a href="https://www.britannica.com/biography/Jan-Pieterszoon-Coen">Gubernur Jenderal Kongsi Dagang asal Belanda (VOC)</a> pada abad ke-17 di Hindia Belanda (Indonesia). </p>
<p>Perdagangan budak masa kolonial juga terjadi di Indonesia, terutama di Sumatera Utara. Di daerah ini, sekitar 150 tahun lalu, Belanda terlibat perdagangan manusia untuk tenaga kerja perkebunan dengan istilah kuli kontrak.</p>
<p>Tahun lalu, saya membawa mahasiswa Australia ke Medan dalam program New Colombo Plan untuk mengenal perkebunan di Sumatera Utara. Dalam perjalanan tersebut, saya mulai meneliti mengenai tanah di Sumatera Utara dan mempelajari banyak riset yang dilakukan di zaman kolonial untuk mengetahui jenis tanah di daerah Deli.</p>
<p>Daerah Medan terkenal dengan tembakau Deli dan para pekebun kolonial melakukan riset untuk meningkatkan produksi tembakau. Di belakang kejayaan riset Belanda, saya menemukan banyak korban manusia untuk mengembangkan perkebunan di Sumatera Utara. Rasisme dan perbudakan terjadi secara besar-besaran di perkebunan yang dikelola oleh perusahaan kolonial. </p>
<p>Dampak kuli kontrak juga masih bisa dirasakan sampai sekarang dengan keturunan para buruh yang masih tinggal di perkebunan yang tidak pernah terlepas dari stigma kuli kontrak. </p>
<h2>Patung peringatan kejayaan budak</h2>
<p>Walau beberapa <a href="https://catalogue.nla.gov.au/Record/3767281">novel</a> dan tulisan <a href="https://catalogue.nla.gov.au/Record/961459">akademik</a> menceritakan kuli kontrak di Sumatera Utara, sejarah perbudakan ini jarang dibahas secara umum. </p>
<p>Bahkan sampai akhir abad ke-20, pemerintah Belanda tidak pernah mempersoalkan kekerasan pada <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2015/10/05/two-centuries-slavery-indonesian-soil.html">zaman kolonial</a>. Padahal, fakta perbudakan dan rasisme itu jelas sekali.</p>
<p>Medan yang terkenal sebagai kota perdagangan pada awal abad ke-20, pernah mendirikan dua monumen untuk memperingati kejayaan pedagang budak. Pada 1915, monumen air mancur di depan Kantor Pos Medan didirikan untuk memperingati Jacob Nienhuys sebagai “perintis” perkebunan Deli. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/342625/original/file-20200618-41200-1lb3nxj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/342625/original/file-20200618-41200-1lb3nxj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/342625/original/file-20200618-41200-1lb3nxj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/342625/original/file-20200618-41200-1lb3nxj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/342625/original/file-20200618-41200-1lb3nxj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/342625/original/file-20200618-41200-1lb3nxj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/342625/original/file-20200618-41200-1lb3nxj.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kantor Pos Medan. Air mancur Nienhuys didirikan pada 1915 di depan kantor pos untuk mengenang Jacob Nienhuys. Monumen air mancur tersebut dihancurkan pada 1958.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Het_post-_en_telegraafkantoor_en_de_Nienhuys-fontein_TMnr_10015240.jpg">Koleksi Tropenmuseum</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada 1928, patung Jacob Theodoor Cremer didirikan di depan gedung kantor Asosiasi Perkebunan Deli (sekarang rumah sakit militer Putri Hijau) dengan tulisan “Cremer, 1847-1923. Pendiri perkebunan tembakau Deli, pendiri perusahaan kereta api di Deli, pejuang yang tak kenal lelah untuk kepentingan negara perkebunan ini”.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/342626/original/file-20200618-41238-1xhxc4z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/342626/original/file-20200618-41238-1xhxc4z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/342626/original/file-20200618-41238-1xhxc4z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/342626/original/file-20200618-41238-1xhxc4z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/342626/original/file-20200618-41238-1xhxc4z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/342626/original/file-20200618-41238-1xhxc4z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/342626/original/file-20200618-41238-1xhxc4z.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Patung Cremer Kuli diresmikan pada 1928 di depan kantor Deli Planters Vereeniging, sekarang rumah sakit Militer Putri Hijau di Medan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://kolonialemonumenten.nl/2016/12/06/jacob-t-cremer-medan-1928/">Koleksi Kolonial Monumenten</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kedua monumen ini sudah tidak ada lagi, tapi warisan kuli kontrak dari kedua tokoh kolonial ini masih dapat dirasakan sampai saat ini di Sumatera Utara.</p>
<h2>Awal kuli kontrak di Deli</h2>
<p>Syahdan, Jacob Nienhuys, pedagang tembakau Belanda datang ke Labuhan Deli di Sumatera Utara pada 1863. Berbeda dengan Jawa, pantai timur Sumatera yang dikuasai oleh Sultan Deli masih belum banyak disentuh oleh pemerintah kolonial Belanda. </p>
<p>Labuhan masih kampung kecil dekat Belawan yang hanya didiami 2000 penduduk Melayu dan sekitar 20 orang Cina dan 100 orang India. </p>
<p>Kebijakan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Cultuurstelsel">cultuurstelsel</a> (tanam paksa) baru dihapuskan, dan pemerintah kolonial Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di Hindia Belanda yang terbuka untuk perusahaan swasta.</p>
<p>Sultan Deli, Sultan Ma’mun Al Rashid Perkasa Alam (1853-1924), berminat mengembangkan tanah di Deli sebagai daerah perkebunan. Dia memberikan konsesi tanah kepada Nienhuys untuk menanam tembakau. Masalah pertama yang dihadapi adalah kurangnya tenaga kerja. Orang Melayu dan Batak tidak mau bekerja sebagai buruh perkebunan. </p>
<p>Nienhuys kemudian mencari tenaga kerja dengan “mengimpor” 120 kuli Cina dari Penang, Malaysia pada 1864. Setelah percobaan beberapa tahun, Nienhuys sukses mengembangkan tembakau Deli sebagai pembungkus cerutu berkualitas tinggi yang diminati perokok Eropa dan Amerika. </p>
<p>Dengan bantuan modal dari investor di Rotterdam, Nienhuys mendirikan <em>Deli Maatschappij</em> dan mengembangkan perkebunan Deli secara besar-besaran. </p>
<p>Dengan pesatnya perkembangan perkebunan, keperluan buruh kebun juga semakin banyak. Setiap tahun, ribuan buruh Cina didatangkan dari Penang dan Singapura. Selain itu buruh dari Jawa, Banjar, dan India juga didatangkan. </p>
<p>Pada 1890 tercatat lebih dari 20.000 kuli Cina diangkut ke tanah Deli sebagai buruh kebun. Dengan upah kuli yang murah, usaha tembakau Deli sangat menguntungkan. Tahun 1896, tercatat penjualan 190.000 bal tembakau Deli di Amsterdam yang menghasilkan 32 juta guilder. Kalau dikonversi dengan uang sekarang sekitar US$450 juta atau Rp6,5 triliun. </p>
<p>Total penjualan tembakau Deli yang diraup pekebun kolonial dari 1864 sampai 1938 mencapai 2,77 miliar Guilder, atau konversi dengan uang sekarang sekitar US$40 miliar (Rp581 triliun).</p>
<h2>Rasisme kulit putih</h2>
<p>Perlakuan perusahaan perkebunan Belanda terhadap kuli tidak lebih dari perbudakan. </p>
<p>Rasisme adalah lazim, orang kulit putih adalah sang tuan dan penguasa mutlak. </p>
<p>Sebuah <a href="https://www.jstor.org/stable/2928658?seq=1#metadata_info_tab_contents">surat</a> tertanggal 28 Oktober 1876 oleh Frans Carl Valck, Asisten Residen di Sumatera Timur mencatat:</p>
<blockquote>
<p>“Memang suatu keajaiban, kuli Cina bisa tertarik ke daerah perkulian untuk dipukuli hingga mati atau setidaknya diperlakukan dengan kejam sampai luka yang mendalam… Baru-baru ini saya mendengar cerita tentang seorang Eropa yang dengan bangga menceritakan bagaimana dia menggantung seorang kuli sampai mukanya menjadi biru”. </p>
</blockquote>
<p>Nienhuys penuh rasisme, <a href="https://www.niod.nl/sites/niod.nl/files/If%20the%20walls%20could%20speak.pdf">menulis</a> bahwa “Orang Cina adalah penipu yang licik dan orang Jawa adalah malas” dan “Orang Batak adalah ras yang terbelakang”. </p>
<p>Artikel di <a href="https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?coll=ddd&identifier=KBDDD02:000198913:mpeg21:a0036">Sumatra Post</a> edisi 30 Mei 1913 menuliskan bahwa sekitar tahun 1867-1868, Nienhuys dituduh mencambuk tujuh kuli Cina sampai mati. Walau kasus ini belum terbuktikan dan juga tak terbantahkan, Sultan Deli memerintahkan Nienhuys untuk meninggalkan tanah Deli dan tidak diizinkan kembali lagi.</p>
<p>Tahun 1869, JT Cremer menggantikan Nienhuys sebagai administrator perusahaan Deli. Untuk mengontrol ribuan buruh dari Cina dan Jawa, Cremer merancang Ordinansi (Peraturan) Kuli yang disahkan pemerintah Hindia Belanda pada 1880. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa para pengusaha kebun melakukan kontrak langsung ke sang kuli untuk bekerja penuh di kebun selama 3 tahun. Para pekerja dikontrak tiga tahun untuk membayar “utang” transportasi mereka ke tanah Deli. </p>
<p>Kelihatannya peraturan tersebut menaruh perhatian terhadap kehidupan buruh, namun peraturan tersebut juga membenarkan para pekebun melaksanakan pidana sanksi atas buruh yang mengingkari persetujuan tersebut. Ordinansi tersebut memberikan kuasa kepada para pekebun untuk menghukum para kuli yang diperkirakan tidak patuh, malas, atau melarikan diri.</p>
<h2>Monopoli dan brutal</h2>
<p>Asosiasi Pekebun Tembakau Deli juga didirikan pada 1879 untuk memonopoli perkebunan tembakau di Deli. Cremer juga melobi pemerintah Belanda agar mendatangkan buruh langsung dari daratan Cina. Pada 1900, 6.900 buruh langsung didatangkan dari pelabuhan Swatow di Provinsi Guangdong dan Hong Kong. Dari tahun 1888-1930, lebih dari 200.000 buruh Cina telah “diimpor” ke tanah Deli.</p>
<p>Awal 1910, pekerja dari Jawa juga mulai secara besar besaran didatangkan untuk membuka lahan baru untuk perkebunan karet. Pada 1930 terdapat 26.000 orang Cina, 230.000 orang Jawa dan 1000 orang India yang bekerja di perkebunan Deli. </p>
<p>Para pekerja ini harus bekerja 10 jam per hari, 7 hari per minggu dan hanya mendapatkan liburan 1 hari per dua minggu saat gajian. </p>
<p>Pada 1902 Van der Brand, pengacara Belanda di Medan mengungkapkan kebrutalan para pengusaha kebun terhadap para buruh dalam pamflet yang berjudul “Jutawan dari Deli (<em>De Millionen uit Deli</em>)”. Publikasi Van der Brand ini dianggap sebagai <em>Multatuli</em> tanah Deli. </p>
<p>Pemerintah kolonial merasa wajib untuk merespons dan mengirim jaksa J.L.T. Rhemrev menyelidiki kasus tersebut. Laporan Rhemrev pada 1904 menggambarkan perlakuan yang amat buruk terhadap kuli kontrak. Namun laporan itu hanya disimpan dalam berkas, dan hanya pada 1987 ditemukan oleh Jan Breman, peneliti Universitas Amsterdam.</p>
<p>Tan Malaka, <a href="http://eprints.uny.ac.id/21756/4/4.BAB%20III.pdf">yang setahun mengajar anak-anak kuli kontrak di Deli pada 1920-an</a>, menggambarkan <a href="https://www.goodreads.com/book/show/12895326-dari-penjara-ke-penjara">kehidupan di sana</a>:</p>
<blockquote>
<p>Deli memang tanah emas dan surga bagi kelas kaum kapitalis, namun hanya tanah untuk meneteskan keringat dan air mata, tanah kematian dan neraka bagi kaum buruh.</p>
<p>Para kuli melakukan kerja paksa, mereka adalah budak. Para kuli membanting tulang dari dini hari sampai malam, mendapat upah yang cukup buat pengisi perut dan penutup punggung, tinggal di bangsal seperti kambing dalam kandangnya, sewaktu-waktu dipukul dan dimaki godverdom, sewaktu-waktu bisa kehilangan istri dan anak gadisnya yang dikehendaki ndoro tuan. </p>
</blockquote>
<p><a href="https://www.cambridge.org/core/journals/itinerario/article/controversial-views-on-writing-colonial-history/232FD85046BB143953293576913B8FC5">Breman</a> memperkirakan seperempat dari kuli kontrak tewas sebelum kontrak mereka berakhir. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/342644/original/file-20200618-41230-810h1u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/342644/original/file-20200618-41230-810h1u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/342644/original/file-20200618-41230-810h1u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/342644/original/file-20200618-41230-810h1u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=375&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/342644/original/file-20200618-41230-810h1u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/342644/original/file-20200618-41230-810h1u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/342644/original/file-20200618-41230-810h1u.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=471&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Para kuli kontrak menyortir daun tembakau di perusahaan Bandar Klippa di Deli, Sumatera Utara, 1894. Mandor Belanda mengawasi mereka.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://overdemuur.org/waarom-we-allemaal-kinderen-van-de-koloniale-rekening-zijn/">Koleksi Tropenmuseum</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Warisan buruk perkebunan kolonial</h2>
<p>Setelah kemerdekaan Indonesia, kasus perbudakan ini sudah dilupakan, baik di Belanda maupun di Indonesia. </p>
<p>Selain merusak kemanusian, perusahaan kolonial Belanda dan Eropa dalam mengembangkan perkebunan di Sumatera Utara telah membabat hutan secara besar-besaran. <a href="https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctvbnm4v6.11?refreqid=excelsior%3A6b1e7a8381e8d0184fb4542a1b51b5c6&seq=21#metadata_info_tab_contents">Karl Pelzer, akademisi dari Yale University</a>, memperkirakan lebih setengah lahan di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat telah dibabat menjadi perkebunan saat zaman Belanda. </p>
<p>Daerah Sumatera Utara sekarang terkenal menjadi daerah perkebunan. Namun warisan sistem perkebunan zaman Belanda masih diterapkan. Setiap kebun memiliki administrator (ADM), asisten kebun, kerani, mandor, dan buruh. </p>
<p>Walau sang buruh sekarang tidak lagi terikat dalam kontrak, namun upah buruh masih <a href="http://disnaker.pemkomedan.go.id/website/content/2013/7/disnaker+awasi+perusahaan+yang+bayar+upah+di+bawah+ketentuan.html">minimum</a> </p>
<h2>Romantisme tanah Deli</h2>
<p>Belakangan ini, riwayat tanah Deli yang kaya banyak <a href="https://historia.id/urban/articles/ketika-ibukota-kesultanan-deli-pindah-ke-medan-vQJOX">diromantisasi</a> sebagai <a href="https://www.youtube.com/watch?v=DBS1WAvwSPw.">wisata warisan sejarah</a>.</p>
<p>Kota Medan yang telah modern pada awal abad ke-20, pernah dijuluki <em>Parijs van Sumatra</em>. Daerah Kesawan terkenal dengan restoran Tip Top, pusat perbelanjaan <a href="https://sumut.idntimes.com/news/sumut/prayugo-utomo-1/10-hal-tentang-warenhuis-supermarket-pertama-di-medan-era-kolonial">Warenhuis</a> dan Seng Hap. </p>
<p>Esplanade (Lapangan Merdeka) memiliki bangunan bersejarah (Harrison Crossfield - sekarang London Sumatera), balai kota, kantor pos, hotel de Boer (sekarang Grand Inna), jalur kereta api yang menghubungkan semua perkebunan di Sumatera Utara. </p>
<p>Bersamaan dengan roman yang indah ini, Nienhuys diceritakan sebagai pendiri kota <a href="https://www.youtube.com/watch?v=DBS1WAvwSPw">Medan modern</a>. <a href="https://kolonialemonumenten.nl/2016/12/06/jacob-t-cremer-medan-1928/">Monumen Kolonial Belanda</a> mengagungkan Cremer sebagai sang kolonial dengan cita-cita tertinggi yang membawa peradaban, kemakmuran, kedamaian, dan ketertiban. </p>
<p>Nienhuys dan Cremer menjadi kaya raya dari hasil perkebunan Deli. Cremer bahkan menjabat sebagai menteri kolonial di pemerintah Belanda (1897–1901).</p>
<p>Halaman Wikipedia <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Jacob_Nienhuys">Nienhuys</a> dan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Jacob_Theodoor_Cremer">Cremer</a> mengangkat mereka sebagai pendiri perusahaan tembakau, dan tidak mempersoalkan sistem perbudakan yang mereka tanamkan.</p>
<p>Romantisme sejarah Medan jangan sampai melupakan keringat dan darah ratusan ribu kuli kontrak yang diperbudak di perkebunan saat kolonial. </p>
<p>Agar sejarah terhadap pekerja kebun tidak terulang lagi, pemerintah dan masyarakat mestinya memperhatikan pendidikan dan kesejahteraan mereka agar bisa keluar dari jeratan kemiskinan turunan. </p>
<p>Jika generasi milenial tidak lagi berminat menjadi pekebun atau petani, akan berdampak terhadap kelanjutan pertanian di Indonesia.</p>
<hr>
<p><em>Catatan editor: jumlah penjualan tembakau Deli telah direvisi.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140967/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Budiman Minasny menerima dana dari pemerintah Australia untuk New Colombo Plan scholarship.</span></em></p>Di belakang kejayaan riset Belanda, saya menemukan banyak korban manusia untuk mengembangkan perkebunan di Sumatera Utara. Perbudakan terjadi secara besar-besaran di sana pada zaman kolonial.Budiman Minasny, Professor in Soil-Landscape Modelling, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1236812019-09-20T10:11:22Z2019-09-20T10:11:22ZLemahnya aturan pengendalian tembakau di belakang polemik audisi bulu tangkis Djarum<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/292918/original/file-20190918-149001-jf8285.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Melalui audisi beasiswa bulu tangkis anak-anak ini terpapar merek Djarum dengan citra positif dan tubuh mereka dijadikan media promosi rokok.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.lenteraanak.org/content/berita_terkini/manipulasi_di_balik_audisi">Lentera Anak</a></span></figcaption></figure><p>Di Indonesia, promosi rokok tidak dilarang; hanya <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt50ed2c07e648a/nprt/lt4f2a52f2ccd04/peraturan-pemerintah-nomor-109-tahun-2012/">dibatasi tanpa ada sanksi pidana bagi yang melanggar</a>. </p>
<p>Ini menjadi salah satu kelemahan upaya pemerintah mengendalikan rokok dan melatarbelakangi polemik antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum (PB Djarum) baru-baru ini soal penggunaan merek rokok di audisi beasiswa bulu tangkis untuk anak-anak. </p>
<p>Lebih dari <a href="https://files.tobaccoatlas.org/wp-content/uploads/pdf/indonesia-country-facts-en.pdf">200.000 penduduk Indonesia meninggal setiap tahun</a> akibat penyakit terkait rokok. Untuk mengendalikan risiko kesehatan akibat rokok, idealnya pengaturan pengendalian tembakau–termasuk promosi rokok–diatur melalui undang-undang agar lebih kuat dan ada sanksi pidana, baik berupa penjara/kurungan maupun denda.</p>
<h2>Eksploitasi anak</h2>
<p>Polemik antara KPAI dan PB Djarum bermula ketika KPAI, didukung <a href="https://nasional.republika.co.id/berita/pxkb4f428/menteri-yohana-sponsor-jangan-langgar-undangundang">Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise</a>, meminta Djarum Foundation, penyelenggara audisi beasiswa bulu tangkis, berhenti memasang merek “Djarum” di kaos anak-anak dan atribut audisi. </p>
<p>Menurut KPAI, selain <a href="https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5d5a8bd7d888e/dugaan-eksploitasi-anak-dalam-penyelenggaraan-beasiswa-bulu-tangkis">melanggar peraturan pemerintah soal promosi rokok</a>, menjadikan tubuh anak sebagai media promosi rokok dengan dalih pembinaan calon atlet bulu tangkis <a href="https://tirto.id/kpai-vs-pb-djarum-asal-usul-polemik-audisi-umum-bulu-tangkis-ehKu">merupakan bentuk eksploitasi anak</a>.</p>
<p>Menanggapi permintaan KPAI, PB Djarum yang telah memberikan beasiswa bulu tangkis sejak 2006 dan mempromosikan rokok “Djarum” di ribuan kaos yang dipakai anak-anak 8-11 tahun peserta audisi, sempat mengatakan akan menghentikan program beasiswa tersebut. </p>
<p>Pro dan kontra di masyarakat mencuat di media sosial. Warganet terbelah menjadi dua kelompok, sebagian membela PB Djarum atas kontribusinya membangun generasi baru atlet Indonesia, sebagian lainnya mendukung sikap KPAI. <a href="https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20190912184733-170-430029/dikunjungi-moeldoko-pb-djarum-siap-lanjutkan-audisi-umum">Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko</a> dan <a href="https://www.liputan6.com/bola/read/4057662/tak-ada-unsur-eksploitasi-anak-menpora-minta-audisi-umum-pb-djarum-dilanjutkan">Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi</a> juga turun tangan dalam masalah ini dan mengklaim <a href="https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20190912184733-170-430029/dikunjungi-moeldoko-pb-djarum-siap-lanjutkan-audisi-umum">tidak ada eksploitasi anak dalam audisi tersebut</a>. </p>
<p>Polemik ini mencapai titik temu setelah PB Djarum <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/09/13/pb-djarum-audition-continues-with-new-name.html">setuju membuang kata “Djarum”</a> dari <a href="https://sport.tempo.co/read/1245046/pb-djarum-copot-logo-rokok-di-audisi-badminton-djarum-2019/full&view=ok">kaos peserta audisi</a>. </p>
<h2>Mengendalikan tembakau setengah hati</h2>
<p>Peredaran serta pembatasan iklan dan promosi produk tembakau merupakan bagian krusial dari upaya pengendalian tembakau. </p>
<p>Indonesia mengatur pembatasan promosi rokok melalui <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt50ed2c07e648a/nprt/lt4f2a52f2ccd04/peraturan-pemerintah-nomor-109-tahun-2012/">PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan</a> sebagai peraturan pelaksana <a href="http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20Nomor%2036%20Tahun2%20009%20tentang%20Kesehatan.pdf">Undang-Undang Kesehatan</a>.</p>
<p>Meskipun terkesan sudah memadai, pengaturan pengendalian tembakau melalui peraturan pemerintah sesungguhnya memiliki kelemahan dibandingkan pengaturan melalui undang-undang. </p>
<p>Kelemahan <strong>pertama</strong>, peraturan pemerintah hanya dapat mengatur sanksi administratif—seperti teguran, penarikan produk, atau rekomendasi penghentian kegiatan—atas setiap pelanggaran. </p>
<p>Jenis peraturan ini tidak dapat memuat sanksi pidana karena berdasarkan <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4e573e59d0487/nprt/lt51f9bde737251/uu-no-12-tahun-2011-pembentukan-peraturan-perundang-undangan/">UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan</a>, sanksi pidana hanya dapat dimuat dalam undang-undang atau peraturan daerah. </p>
<p>Padahal, penerapan sanksi pidana, khususnya berupa denda, penting untuk memberikan efek jera bagi para pelanggar, terutama jika pelanggar adalah pelaku usaha industri tembakau. </p>
<p>Selain tidak adanya ketentuan pidana, PP No. 109 Tahun 2012 juga memuat sejumlah larangan yang tidak disertai sanksi apa pun atas pelanggarannya. </p>
<p>Dalam peraturan tersebut terdapat larangan pencantuman keterangan menyesatkan atau kata yang bersifat promotif pada kemasan produk tembakau (Pasal 24). Namun, larangan ini tidak disertai sanksi. Begitu pula dengan larangan menjual produk tembakau kepada anak di bawah usia 18 tahun dan perempuan hamil (Pasal 25). Tidak ada satupun ayat yang mencantumkan sanksi atas pelanggaran ketentuan itu.</p>
<p>Kelemahan <strong>kedua</strong>, peraturan pemerintah merupakan peraturan yang dibentuk oleh presiden tanpa keterlibatan parlemen—berbeda dengan undang-undang yang dibuat parlemen bersama presiden. Karena itu, peraturan pemerintah dapat sewaktu-waktu diubah atau dicabut oleh presiden secara sepihak. </p>
<p>Sejak 1999, terhitung tiga kali peraturan pemerintah tentang pengendalian tembakau diubah atau diganti, yaitu pada 2000, 2003, hingga terakhir pada 2012. </p>
<p>Perubahan yang telah dilakukan dari waktu ke waktu tersebut sejauh ini cenderung positif, antara lain ditunjukkan dengan ditambahkannya ketentuan yang memperluas kawasan dilarang merokok dan kewajiban pencantuman peringatan bergambar pada kemasan produk tembakau. </p>
<p>Namun, tak ada yang dapat menjamin apabila pada masa mendatang pemerintah tidak mengubah arah kebijakannya.</p>
<p>Empat tahun lalu, misalnya, Menteri Perindustrian menerbitkan peraturan <a href="https://kemenperin.sikn.go.id/index.php/peraturan-menteri-perindustrian-no-63-m-ind-per-8-2015">Peta Jalan Industri Hasil Tembakau</a> yang memuat target produksi rokok nasional dengan pertumbuhan 5–7,4% per tahun. <a href="https://ylbhi.or.id/informasi/berita/ma-perintahkan-menperin-cabut-peta-jalan-produksi-rokok/">Peta jalan itu pada 2016</a> dinyatakan tidak sah secara hukum oleh Mahkamah Agung karena peraturan itu <a href="https://www.suara.com/bisnis/2016/12/13/151334/ma-perintahkan-menperin-cabut-peta-jalan-produksi-rokok">menabrak lima undang-undang</a>. </p>
<p>Lainnya, pada 2015 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan <a href="https://theconversation.com/new-bill-will-challenge-tobacco-control-efforts-in-indonesia-40771">Rancangan Undang-Undang Pertembakauan</a> yang mengatur sekaligus menempatkan komoditas tembakau sebagai kontributor pemasukan negara. RUU ini potensial melemahkan regulasi pengendalian tembakau.</p>
<p>Presiden Joko Widodo sempat menolak RUU itu, tapi pada Maret 2017 <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2017/03/21/jokowi-changes-tack-gives-green-light-for-tobacco-bill-deliberations.html">tetap mengirimkan surat presiden untuk mengutus menteri yang akan membahas RUU itu bersama DPR</a>. </p>
<p>RUU ini masuk dalam <a href="http://www.dpr.go.id/uu/prolegnas/year/2019">daftar prioritas 2019</a> dan hingga saat ini masih dalam tahap <a href="http://www.dpr.go.id/prolegnas/index/id/22">pembahasan di panitia khusus</a>.</p>
<h2>Belajar dari negara tetangga</h2>
<p>Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi <a href="https://www.who.int/fctc/cop/about/en/">Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC)</a>. </p>
<p>Selama Indonesia belum meratifikasi FCTC, tidak ada daya paksa yang mengikat pemerintah Indonesia untuk membuat kerangka hukum pengendalian tembakau yang komprehensif.</p>
<p><a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4af3c27570c04/node/20/uu-no-36-tahun-2009-kesehatan/">Undang-Undang Kesehatan</a> Indonesia hanya memuat <a href="http://www.depkes.go.id/article/print/2051/pemerintah-terus-berupaya-kendalikan-dampak-merokok.html">beberapa pasal</a> yang mengatur pengendalian tembakau. Dan, meski pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus memperbarui perangkat regulasi terkait pengendalian tembakau, tapi pembaruan tersebut amat pelan dan tidak menyeluruh. </p>
<p>Negara-negara tetangga yang telah meratifikasi FCTC, seperti <a href="https://www.tobaccocontrollaws.org/legislation/country/malaysia/laws">Malaysia</a> dan <a href="https://www.channelnewsasia.com/news/asia/thailand-plain-cigarette-packaging-smoking-first-asia-11891800">Thailand</a>, memiliki kebijakan pengendalian tembakau lebih terarah dan jelas berpihak pada kepentingan kesehatan publik. Di Asia, Thailand merupakan negara pertama yang menerapkan <a href="https://www.channelnewsasia.com/news/asia/thailand-plain-cigarette-packaging-smoking-first-asia-11891800">kewajiban rokok berbungkus polos dan seragam secara nasional sejak September 2019</a>.</p>
<p>Keberpihakan negara juga ditunjukkan melalui putusan pengadilan yang mengalahkan industri tembakau dan memenangkan kebijakan negara demi melindungi kesehatan publik. </p>
<p>Contohnya, pengadilan tertinggi Australia menolak <a href="https://www.mccabecentre.org/downloads/liberman_plainly_constitutional_final.pdf">gugatan industri rokok</a> terhadap <a href="https://www.legislation.gov.au/Details/C2011A00148">Undang-Undang Kemasan Polos Rokok 2011</a> yang <a href="https://pursuit.unimelb.edu.au/articles/big-tobacco-vs-australia-s-plain-packaging">mewajibkan produsen produk tembakau</a> menggunakan desain yang sudah ditetapkan pemerintah pada kemasan produknya. </p>
<p>Sehingga, semua bungkus rokok yang beredar legal di Australia memiliki <a href="https://www.acosh.org/law-policy/australian-tobacco-control-legislation/#Plain_packaging">warna dan desain yang seragam</a>, tanpa disertai logo maupun kata/kalimat promotif, hanya dibubuhi merek serta peringatan kesehatan bergambar.</p>
<p>Sementara di Prancis, Pengadilan Tinggi Kota Le Mans <a href="https://www.tobaccocontrollaws.org/files/live/litigation/2651/FR_National%20Committee%20for%20Tobacco.pdf">memenangkan
gugatan komite pengendalian tembakau Prancis terhadap Philip Morris</a> sebagai sponsor kejuaraan balap motor. Salah satu pertimbangan utama putusan itu adalah Philip Morris dan penyelenggara lomba terbukti melanggar UU Kesehatan Publik.</p>
<p>Meskipun kasus audisi PB Djarum tidak berlanjut panjang hingga ke pengadilan, tapi serupa kasus di Australia dan Prancis tersebut, PB Djarum menggunakan <em>brand</em> rokok dalam kegiatan publik. </p>
<p>Dengan pandangan hukum konvensional apabila hanya mendasarkan pada regulasi terkait merek, bisa saja pengadilan di Australia dan Prancis memenangkan dalil perusahaan tembakau. Namun, berkat kerangka regulasi pengendalian tembakau yang memadai, pengadilan di kedua negara tersebut memiliki dasar yang kuat untuk menggunakan perspektif kesehatan masyarakat sebagai pertimbangan utama dalam memutus perkara.</p>
<p>Mengharapkan situasi serupa terjadi di Indonesia tentu jauh panggang dari api. </p>
<p>Regulasi yang tidak menggigit, kebijakan yang tak berpihak pada masyarakat, dan sikap gagap pemerintah dalam kasus di atas menunjukkan isu kesehatan publik—khususnya pengendalian tembakau—belum menjadi prioritas dalam arah kebijakan pemerintah Indonesia saat ini. </p>
<p>Mari kita lihat apakah pemerintahan Jokowi di periode kedua ini akan mereformasi regulasi pengendalian tembakau atau membiarkan industri rokok menggerogoti masa depan generasi muda Indonesia sejak anak-anak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/123681/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rizky Argama tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pengadilan di Australia dan Prancis memiliki perspektif kesehatan masyarakat saat mengadili sengketa perusahaan rokok versus kelompok kesehatan masyakat.Rizky Argama, Researcher, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1235402019-09-18T05:21:49Z2019-09-18T05:21:49ZBagaimana media sosial membantu perusahaan rokok global menggaet generasi perokok baru<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/292510/original/file-20190915-8697-1el1r4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banyak dokumen menunjukkan perusahaan rokok telah memasarkan produknya kepada kaum muda.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/beautiful-rainbow-hair-woman-smoking-sun-568073914">Canna Obscura/shutterstock.com </a></span></figcaption></figure><p><a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Big_Tobacco">Big Tobacco</a> – sebutan untuk 5 perusahaan rokok global terbesar: Philip Morris International, British American Tobacco, Imperial Brands, Japan Tobacco International, dan China Tobacco – semakin sering menggunakan media sosial untuk mencari cara baru dalam menggaet perokok muda, <a href="https://www.tobaccofreekids.org/press-releases/id_0265">menghindari hukum selama beberapa dekade</a> yang membatasi pemasaran rokok tradisional ke anak yang belum dewasa.</p>
<p>Di berbagai kota besar di dunia, seperti Jakarta, Rio de Janeiro, Kairo dan Milan, perusahaan rokok kerap mengadakan acara-acara besar seperti “<a href="https://www.instagram.com/k.player/">K_Player</a>” dan “<a href="https://www.instagram.com/explore/tags/redmovenow/">RedMoveNow</a>”, yang dirancang untuk menggandeng anak muda. Acara-acara ini kerap dilengkapi dengan alkohol, acara musik, dan pembawa acara yang cantik dan menarik. <a href="https://www.nytimes.com/2018/08/24/health/tobacco-social-media-smoking.html">Acara mewah ini tanpa biaya masuk</a> karena mereka mencari pembeli baru untuk produk tembakau mereka.</p>
<p>Apa masalahnya? Para pengunjung adalah <em>influencer</em> muda yang sudah ditargetkan dengan saksama. Mereka diminta untuk membagikan foto-foto petualangan glamor mereka – yang disponsori oleh perusahaan rokok – pada teman-temannya dan pengikutnya di media sosial menggunakan tagar yang menarik, seperti <a href="https://www.instagram.com/explore/tags/iamonthemove/">#iamonthemove</a>, <a href="https://www.instagram.com/explore/tags/decideyourflow/">#decideyourflow</a> dan <a href="https://www.instagram.com/explore/tags/mydaynow/">#mydaynow</a>. Meskipun para <em>influencer</em> ini telah berusia di atas 18 tahun, tapi para pengikutnya di media sosial bisa saja masih di bawah umur.</p>
<p>Eksploitasi dari jangkauan organik media sosial ini adalah <a href="https://www.nytimes.com/2018/08/24/health/tobacco-social-media-smoking.html">salah satu temuan</a> sebuah proyek penelitian global <a href="https://scholar.google.com/citations?user=_TUaYW4AAAAJ&hl=en&oi=ao">yang sedang saya kerjakan</a> sejak 2016 dengan lebih dari 12 mahasiswa. Kelompok advokasi anti-rokok <a href="https://www.tobaccofreekids.org/">Tobacco-Free Kids</a> menemukan banyak foto anak muda dengan rokok yang muncul dalam pindaian media sosial mereka pada global, dan meminta saya untuk menelitinya.</p>
<p><a href="https://scholar.google.com/citations?user=_TUaYW4AAAAJ&hl=en&oi=ao">Penelitian saya</a> fokus pada bagaimana meneliti budaya online secara ketat menggunakan teknik pengamatan alami, sesuatu yang dibutuhkan dalam penelitian ini.</p>
<p>Tugas dari tim saya adalah mengawasi, melaporkan, dan menganalisis berbagai program di belakang tagar unggahan media sosial oleh perokok muda. Kami dikejutkan dengan hasil temuan tentang pemasaran dari perusahaan rokok saat ini. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/265977/original/file-20190326-36283-14o6e8v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/265977/original/file-20190326-36283-14o6e8v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/265977/original/file-20190326-36283-14o6e8v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/265977/original/file-20190326-36283-14o6e8v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=383&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/265977/original/file-20190326-36283-14o6e8v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/265977/original/file-20190326-36283-14o6e8v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/265977/original/file-20190326-36283-14o6e8v.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=481&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Iklan rokok jauh lebih besar pada in 1996 – secara literal.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.apimages.com/metadata/Index/Associated-Press-Domestic-News-New-York-United-/73daa007fae6da11af9f0014c2589dfb/33/0">AP Photo/Mark Lennihan</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Mengelak batasan pemasaran</h2>
<p>Perusahaan rokok selalu memiliki kemampuan dalam mencari cara-cara kreatif untuk menghindari peraturan yang dimaksudkan untuk membatasi pemasaran rokok kepada anak muda.</p>
<p>Pada 1971, Kongres Amerika Serikat (AS) <a href="https://www.politico.com/story/2009/04/congress-bans-cigarette-ads-on-the-air-april-1-1970-020715">melarang iklan rokok</a> di televisi dan radio. Perusahaan rokok membalas dengan secara besar-besaran memasang iklan di ruang terbuka dan majalah. </p>
<p>Pada 1997, <a href="https://publichealthlawcenter.org/topics/tobacco-control/tobacco-control-litigation/master-settlement-agreement">Perjanjian Penyelesaian Perusahaan Tembakau (the Tobacco Master Settlement Agreement)</a> melarang iklan rokok di ruang terbuka dan papan iklan. Balasannya, <a href="https://www.sourcewatch.org/index.php/Tobacco_industry_sponsorship_of_sporting_events">mereka mengalirkan uang mereka dalam bentuk sponsor</a> acara olahraga, musik, dan lainnya. </p>
<p>Pada 2010, <a href="https://www.medscape.com/viewarticle/867690">perusahaan rokok dilarang menjadi sponsor acara-acara seperti ini</a> dengan beberapa pengecualian, pada tahun yang sama pembatasan lebih luas untuk pemasaran kepada anak muda juga diperkenalkan.</p>
<p>Tidak peduli jenis medianya, pesannya hampir selalu sama: menemukan cara untuk menjangkau perokok baru dan perokok muda potensial. Seperti yang diungkapkan di dokumen <a href="http://industrydocuments.library.ucsf.edu/tobacco/docs/gfvn0042">Legacy Tobacco Documents Library</a>, para pemimpin perusahaan rokok telah lama percaya bahwa kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan mereka bergantung pada satu hal: <a href="http://legacy.library.ucsf.edu/tid/mqu46b00">meyakinkan anak muda</a> untuk membeli produk mereka.</p>
<p>Pada 2005, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) <a href="https://medium.com/@TobaccoFreeSC/tobacco-companies-targeting-youth-25ba3fff1daa">melarang pengiklanan rokok</a> di 168 negara mitra. Pada 2010, Amerika Serikat <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Family_Smoking_Prevention_and_Tobacco_Control_Act">banyak menutup</a> celah yang dimanfaatkan oleh Big Tobacco dalam pengiklanannya.</p>
<p>Dengan banyaknya larangan di media konvensional, apa yang dilakukan oleh Big Tobacco? Mereka beralih ke media sosial yang belum diatur. </p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/BcSsmNmDebk/?utm_source=ig_embed","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<h2>Media pemasaran yang sempurna</h2>
<p>Media sosial adalah wadah yang pas dengan kebutuhan iklan Big Tobacco.</p>
<p>Setidaknya <a href="http://www.pewinternet.org/2018/03/01/social-media-use-in-2018/">88 persen anak muda di AS</a> mengatakan bahwa mereka secara teratur menggunakan aplikasi media sosial seperti Facebook dan Instagram. Dan <a href="https://theconversation.com/regulate-social-media-its-a-bit-more-complicated-than-that-103797">teknologi ini dikenal sulit</a> untuk diatur.</p>
<p>Dengan dukungan dana dari Tobacco-Free Kids, saya mengumpulkan tim peneliti untuk menyelidiki hal ini. Pekerjaan ini sedang berlangsung. </p>
<p>Tim saya mengumpulkan banyak data media sosial dan melakukan wawancara dengan berbagai duta merek tembakau, pengunjung pesta, <em>influencer</em>, dan orang dalam industri dari seluruh dunia. Yang kami temukan adalah penggunaan media sosial sangat efektif untuk menghubungkan berbagai perusahaan rokok dengan generasi perokok potensial berikutnya.</p>
<p>Sementara perusahaan rokok berhati-hati untuk mematuhi undang-undang tersebut - para <em>influencer</em> yang terlibat dalam unggahannya di media sosial adalah perokok legal di negaranya - media sosial memiliki sebuah pengaturan publik yang menjadikannya bentuk penyiaran yang efektif dan sebagian besar tidak diatur.</p>
<p>Secara hukum, <a href="https://help.instagram.com/517920941588885">siapa pun yang berusia 13 tahun atau lebih</a> boleh memiliki akun Instagram atau Facebook. “<a href="https://nsuworks.nova.edu/tqr/vol15/iss5/13/">Netnografi</a>” kami - jenis penyelidikan media sosial kualitatif yang berfokus pada konteks budaya, struktur sosial, dan makna yang lebih dalam - hanya melihat unggahan publik, gambar yang dapat dilihat oleh akun mana pun milik anak berusia 13 tahun.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/BYKCuj8lWEF/?utm_source=ig_embed","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<h2>Kamp training dan pesta-pesta nyeleneh</h2>
<p>Investigasi kami menemukan serangkaian kegiatan promosi, sebuah jaringan hubungan masyarakat (PR), dan agen iklan yang secara cerdik memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menjaga iklan rokok tetap berada dalam radar peraturan yang ada.</p>
<p>Kami menemukan perusahaan-perusahaan rokok di negara-negara seperti Indonesia dan Filipina merekrut dan mendorong “<em><a href="https://www.nytimes.com/2018/11/11/business/media/nanoinfluencers-instagram-influencers.html">nano-influencer</a></em>” yang hanya memiliki 2.000-3.000 pengikut di Facebook dan Instagram untuk mengunggah petualangan mereka yang disponsori oleh perusahaan rokok.</p>
<p>Di Indonesia, kami menemukan kamp pelatihan <em>brand ambassador</em> oleh perusahaan rokok domestik, Gudang Garam, yang berlangsung dua minggu penuh. Di kamp-kamp ini, para <em>nano-influencer</em> dibayar dengan harga yang besar, diajari tentang citra merek rokok, kemudian diberikan pelajaran tentang bagaimana cara menjaga halaman media sosial mereka dengan lebih baik.</p>
<p>Agen-agen humas di Uruguay mengajari <em>influencer</em> mereka bagaimana mengambil gambar sebuah pak rokok yang menonjolkan merek mereka , menawarkan tips tentang pencahayaan, serta tagar dan waktu terbaik untuk mengunggah foto mereka yang memiliki dampak maksimal.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/BgWD_ChHMO8/?utm_source=ig_embed","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Beberapa perusahaan menggunakan halaman Facebook untuk merekrut anak muda menghadiri pesta-pesta mereka. Setelah menjawab beberapa pertanyaan di halaman Facebook, misalnya, para responden akan terdaftar dalam sebuah milis yang menghasilkan undangan untuk berbagai “pesta dan acara nyeleneh”.</p>
<p>Di pesta-pesta itu, anak-anak muda ini disambut oleh pelayan yang menarik, mereka menawarkan rokok dan mendorong pengunjung pesta untuk berpose dengan lantai berdesain logo rokok tersebut. Setelah gambar diambil, mereka diminta untuk mengunggahnya di halaman media sosial mereka dengan mencantumkan produk rokok dan tagar yang berorientasi aksi. Hasilnya adalah bentuk baru dari promosi rokok.</p>
<p>Berbagai aktivitas ini jelas melanggar semangat dari perjanjian yang ada untuk tidak secara langsung memasarkan ke anak muda. Anda bisa menyebutnya sebagai pemasaran secara sembunyi-sembunyi, pemasaran terselubung, atau gerilya. Apa pun namanya, ini adalah pemasaran rokok abad ke-21 yang menjangkau jutaan anak muda di seluruh dunia.</p>
<h2>Eksploitasi media sosial</h2>
<p>Penelitian kami tidak hanya membantu dalam mengangkat penggunaan media sosial oleh Big Tobbacco yang tidak terkendali, tapi juga menginformasikan <a href="https://www.tobaccofreekids.org/assets/content/press_office/2018/2018_08_ftc_petition.pdf">sebuah petisi kepada Komisi Perdagangan Federal AS baru-baru ini</a> yang meminta mereka untuk melakukan investigasi dan mendesak bentuk-bentuk baru dari iklan rokok ini.</p>
<p>Pada masa yang berubah dengan cepat, sulit untuk pemerintah berada di atas media. Mereka tetap harus melakukannya jika ingin mencegah naiknya <a href="https://ourworldindata.org/smoking">tingkat perokok global</a> dan masalah kesehatan yang diakibatkan. Memang, dengan <a href="https://www.nytimes.com/2019/03/15/health/tobacco-e-cigarettes-lobbying-fda.html">perubahan kepemimpinan dalam Food and Drug Administration (Administrasi Makanan dan Obat-Obatan) Amerika</a>, regulasi tentang rokok konvensional dan elektronik yang baru dan lebih ketat di AS menjadi diragukan.</p>
<p>Media sosial memberikan kemajuan canggih dalam mendemokrasikan komunikasi dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.</p>
<p>Namun, keterbukaan yang ada memudahkan pemasar rokok untuk mengeksploitasi penggunanya dengan motif yang meragukan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/123540/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Robert Kozinets received funding support for the research project mentioned in this article from the Campaign for Tobacco-Free Kids, a Washington, DC based non-profit dedicated to reducing tobacco consumption worldwide. He continues to work pro bono with the organization and proudly supports their championing of tobacco consumption reduction, especially among young people.</span></em></p>Perusahaan-perusahaan rokok meminta bantuan influencer media sosial untuk mempromosikan produk mereka kepada anak muda.Robert Kozinets, Jayne and Hans Hufschmid Chair in Strategic Public Relations and Business Communication, USC Annenberg School for Communication and JournalismLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1235372019-09-16T08:25:59Z2019-09-16T08:25:59ZCegah kematian 1 miliar orang, perang melawan tembakau harus dilakukan di kota-kota besar di dunia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/292498/original/file-20190915-8682-1lutuvx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kota Ho Chi Minh, Vietnam, merupakan kota metropolitan yang baru tumbuh dan sedang berjuang melindungi warganya dari tembakau.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>New York dan London merupakan kota-kota pertama yang memulai <a href="https://doi.org/10.2105/AJPH.2004.058164">kebijakan pengendalian tembakau yang efektif</a> - seperti tempat kerja bebas dari asap rokok, layanan berhenti merokok, dan menaikkan cukai tembakau.</p>
<p>Kebijakan-kebijakan yang menyelamatkan nyawa ini dinilai sangat berhasil sehingga sebuah perjanjian internasional, disebut <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/42811/9241591013.pdf;jsessionid=A48790AB1A635512623F593F77159C57?sequence=1">Framework Convention on Tobacco Control</a>, pada 2003 dinegosiasikan untuk mempromosikan kebijakan berbasis kesuksesan ini kepada dunia. Sampai sekarang, <a href="https://www.who.int/dg/speeches/2008/20081117/en/">banyak yang mengatakan</a> bahwa <a href="https://www.who.int/fctc/signatories_parties/en/">181 negara yang meratifikasi perjanjian itu</a> memperoleh manfaat dari kebijakan ini. </p>
<p>Bulan ini kami menerbitkan <a href="https://doi.org/10.1136/bmj.l2287">penelitian baru dalam <em>British Medical Journal</em></a> yang menunjukkan bahwa penurunan konsumsi rokok global yang sudah ada sebelumnya tidak dipercepat oleh perjanjian pengendalian tembakau internasional ini.</p>
<p>Lebih buruk lagi, temuan kami menunjukkan bahwa walau konsumsi rokok kecil di negara-negara kaya seperti Amerika Serikat dan Inggris, konsumsi tembakau justru meningkat lebih dari 500 batang per orang dewasa di negara-negara yang lebih miskin seperti Cina, Indonesia, dan Vietnam.</p>
<p>Hasil tak terduga ini menimbulkan dua pertanyaan penting: apa yang menyebabkan disparitas global dalam pengendalian tembakau ini, dan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya?</p>
<h2>Cukai tembakau yang terlalu rendah</h2>
<p>Disparitas global mungkin sebagian besar dapat dijelaskan dengan menggeser tren ekonomi dan berbagai kemampuan pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengendalian tembakau.</p>
<p>Kota-kota metropolitan dengan pertumbuhan pesat seperti Beijing, Jakarta, dan Ho Chi Minh tidak memiliki keberhasilan yang sama dalam melindungi penduduk mereka dari bahaya tembakau seperti kota-kota negara maju yang lebih awal mengadopsi kebijakan ini.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/291824/original/file-20190910-190044-ex46mr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/291824/original/file-20190910-190044-ex46mr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/291824/original/file-20190910-190044-ex46mr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/291824/original/file-20190910-190044-ex46mr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=337&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/291824/original/file-20190910-190044-ex46mr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/291824/original/file-20190910-190044-ex46mr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/291824/original/file-20190910-190044-ex46mr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=423&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Jakarta, Indonesia. Konsumsi tembakau meningkat sampai lebih dari 500 batang rokok per orang di negara yang lebih miskin seperti Indonesia dan Vietnam.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Satu alasan utama yang menyebabkan hal ini adalah <a href="https://doi.org/10.1007/s00038-017-0955-8">cukai tembakau di kota-kota ini lebih kecil</a> dari yang seharusnya (idealnya) dan <a href="https://www.tobaccofreekids.org/assets/global/pdfs/en/Indonesia_tobacco_taxes_report_en.pdf">cukai ini tidak meningkat sesuai naiknya pendapatan (masyarakat)</a>. </p>
<p>Hasilnya, kota-kota ini akan <a href="http://dx.doi.org/10.1136/tobaccocontrol-2014-051821">kehilangan miliaran dolar</a> akibat hilangnya produktivitas dan pengeluaran layanan kesehatan karena rokok, serta <a href="https://www.who.int/tobacco/publications/surveillance/rep_mortality_attibutable/en/">kematian dini yang dapat dicegah</a> akan bertambah buruk setiap tahun untuk ratusan juta orang.</p>
<h2>Penghindaran pajak dan penyelundupan</h2>
<p>Namun kota-kota di negara berkembang itu tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Penelitian kami, ketika digabung dengan <a href="https://doi.org/10.1080/17441692.2016.1273370">penelitian-penelitian sebelumnya tentang industri tembakau</a>, menghasilkan beberapa bukti kuantitatif pertama yang para ekonom sebut sebagai “efek keseimbangan” dalam pasar tembakau. Maksudnya, penerapan kebijakan pengendalian tembakau di negara-negara kaya memberi insentif kepada perusahaan tembakau untuk merelokasi kegiatan lobi, pemasaran, dan promosi mereka ke negara-negara yang lebih miskin dengan kebijakan yang jauh lebih longgar.</p>
<p>Kenyataannya, ada ironi tragis dari kisah ini: oligopoli yang mendominasi pasar tembakau global semuanya bermarkas di kota-kota yang merintis kebijakan pengendalian tembakau, dan kebijakan-kebijakan ini sekarang mendorong operasi industri ke kota-kota berkembang yang memiliki sedikit perlindungan terhadap produk mematikan ini.</p>
<p>Phillip Morris di New York. British American Tobacco dan Imperial Tobacco di London. Japan Tobacco di Tokyo. Tidak hanya perusahaan publik yang memanfaatkan modal dari investor kaya di kota-kota ini untuk memperburuk epidemi tembakau di luar negeri, mereka juga mengirim miliaran dolar ke kota-kota kaya ini melalui <a href="https://www.theguardian.com/business/2019/apr/30/tobacco-firm-bat-costs-developing-countries-700m-in-tax">penghindaran pajak sistemik</a> dan <a href="https://tobaccocontrol.bmj.com/content/tobaccocontrol/13/suppl_2/ii104.full.pdf">penyelundupan internasional</a> yang terkoordinasi tingkat tinggi - semuanya dilakukan sambil <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(15)60312-9">secara agresif melawan kebijakan pengendalian tembakau yang efektif</a> di seluruh dunia.</p>
<h2>Perkiraan satu miliar kematian</h2>
<p><a href="https://doi.org/10.1136/bmj.l2287">Penelitian kami</a> menunjukkan bahwa Framework Convention on Tobacco Control belum mengarah pada perlindungan yang adil terhadap bahaya tembakau bagi kota-kota besar di dunia.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/291826/original/file-20190910-190026-72f4sm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/291826/original/file-20190910-190026-72f4sm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/291826/original/file-20190910-190026-72f4sm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/291826/original/file-20190910-190026-72f4sm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/291826/original/file-20190910-190026-72f4sm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/291826/original/file-20190910-190026-72f4sm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/291826/original/file-20190910-190026-72f4sm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=502&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Cukai tembakau di kota-kota seperti Beijing tidak naik secepat naiknya pendapatan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada 2044 akan ada <a href="https://ourworldindata.org/urbanization">dua kali lebih banyak orang yang tinggal di kota-kota besar</a> seperti di daerah pedesaan, yang berarti kita tidak dapat meninggalkan kota mana pun jika kita memiliki harapan untuk mengalahkan epidemi tembakau global.</p>
<p>Tahap selanjutnya dari perang panjang ini harus diperangi kota demi kota. Apakah itu berarti menaikkan cukai tembakau di Beijing, membatasi pemasaran industri di Jakarta, mewajibkan pengemasan rokok polos (tanpa merek rokok) di Kota Ho Chi Minh atau mengambil tindakan hukum di New York dan London - kita semua memiliki peran dalam pertempuran <a href="https://www.who.int/tobacco/mpower/2008/en/">untuk mencegah satu miliar kematian </a> akibat tembakau pada abad ke-21.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/123537/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Steven Hoffman declares support from the Canadian Institutes of Health Research (project 312902) and the Research Council of Norway. He was previously employed by WHO.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Mathieu JP Poirier tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Beijing, Jakarta dan Kota Ho Chi Minh berjuang melindungi penduduknya dari tembakau. Kebijakan pengendalian tembakau di negara-negara kaya sebagian dapat disalahkan.Steven J. Hoffman, Director, Global Strategy Lab and Professor of Global Health, Law, and Political Science, York University, CanadaMathieu JP Poirier, Assistant Professor of Soclal Epidemiology, York University, CanadaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1181232019-05-31T08:28:48Z2019-05-31T08:28:48ZBagaimana membuat kampanye anti-merokok yang lebih persuasif dan kuat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/277345/original/file-20190531-69059-1h1syu6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Rokok merusak kesehatan keluarga dan masyarakat. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/paper-cut-family-destroyed-by-cigarettes-1400707724?src=kdJ0CEX-7dXB25XxYGXdzQ-1-13">Lion Day/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dampak merusak dari merokok pada kesehatan kita telah diketahui dan mayoritas negara di dunia melarang iklan rokok untuk menurunkan jumlah perokok. Tapi di Indonesia, <a href="http://theconversation.com/disneyland-for-big-tobacco-how-indonesias-lax-smoking-laws-are-helping-next-generation-to-get-hooked-97489">satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi konvensi internasional pengendalian tembakau</a>, jumlah perokok remaja dan dewasa terus tumbuh pada level yang lebih tinggi <a href="http://www.wpro.who.int/mediacentre/releases/2018/who_tobacco_trends.pdf">dibanding negara mana pun</a>. </p>
<p>Survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap hampir 6.000 responden menemukan <a href="http://www.searo.who.int/tobacco/data/ino_gyts_fs_2014.pdf">hampir 60% remaja Indonesia (berusia 13-15)</a> secara teratur terpapar asap rokok di rumah, dan hanya <a href="https://www.who.int/tobacco/surveillance/survey/gats/indonesia_factsheet_8_february_2012.pdf?ua=1">24,5%</a> perokok dewasa yang percaya bahwa merokok dapat menyebabkan masalah penyakit serius.</p>
<p>Untuk meningkatkan kesadaran publik akan dampak berbahaya dan mematikan dari penggunaan tembakau dan paparan asap rokok, dan untuk mencegah penggunaan tembakau dalam bentuk apa pun, WHO dan mitra global <a href="https://www.who.int/news-room/events/detail/2019/05/31/default-calendar/world-no-tobacco-day">merayakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (WNTD) setiap tahun pada 31 Mei</a>.</p>
<p>Kementerian Kesehatan Indonesia telah melakukan kampanye anti-merokok untuk mengurangi merokok; yang terbaru diluncurkan pada 2018. Tapi pesan kampanye tersebut <a href="http://jurnalaspikom.org/index.php/aspikom/article/view/140">tidak cukup persuasif</a>.</p>
<p>Saya berpendapat bahwa merancang pesan kampanye anti-merokok berdasarkan teori komunikasi kesehatan yang telah teruji dan terbukti akan membuat pesan lebih kuat.</p>
<h2>Masalah kampanye anti-merokok</h2>
<p>Kampanye anti-merokok di Indonesia ditayangkan sebagai iklan layanan masyarakat di televisi nasional dan media digital. Kementerian Kesehatan telah meluncurkan kampanye media sosial anti-merokok dengan hastag <a href="http://suaratanparokok.co.id/">#SuaraTanpaRokok</a>.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/OSZDvsCcn9o?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Kisah Ranap Simatupang dan korban lainnya dalam iklan kampanye #SuaraTanpaRokok.</span></figcaption>
</figure>
<p>Dari pengamatan saya terhadap <a href="http://suaratanparokok.co.id">#SuaraTanpaRokok</a>, kampanye ini hanya berfokus pada sikap takut dan sedih untuk menunjukkan ketidaksetujuan pada merokok dan risiko yang dirasakan dari merokok.</p>
<p>Kampanye ini menceritakan kisah orang-orang yang menderita kanker karena merokok, seperti <a href="https://www.facebook.com/suaratanparokok/photos/rpp.912556722136592/2434548039937445/?type=3&theater">Zainal Arifin Nasution</a>, yang menjalani operasi untuk kanker laring, dan <a href="http://suaratanparokok.co.id/">Ranap Simatupang</a>, yang meninggal karena kanker paru-paru. Kampanye ini juga menunjukkan risiko merokok melalui <a href="https://twitter.com/SuaraTanpaRokok/status/1055776308108713984">gambar-gambar</a> dari penyakit paru-paru.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1055776308108713984"}"></div></p>
<h2>Kampanye persuasif: tindakan beralasan</h2>
<p>Kita membutuhkan berbagai pendekatan untuk merancang pesan kesehatan. Selain dari jenis kampanye kesehatan yang saat ini digunakan pemerintah, yang menyoroti ketakutan dan kesedihan karena risiko merokok, beberapa teori pengaruh sosial dapat digunakan untuk mengembangkan pesan yang menarik.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1097/00124784-200006030-00013">Penelitian komunikasi kesehatan</a> telah menunjukkan bahwa pesan kesehatan yang menantang persepsi masyarakat tentang norma-norma sosial cukup efektif dalam mengubah perilaku dan membangun kepercayaan masyarakat untuk berhenti merokok.</p>
<p>Kampanye kesehatan tentang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9615241">kanker, anti-merokok,</a> dan kesadaran HIV/AIDS sering menggunakan teori tindakan beralasan yang dikembangkan oleh <a href="http://people.umass.edu/aizen/f&a1975.html">Fishbein dan Ajzen (1975)</a>.</p>
<p>Teori ini mengasumsikan bahwa seseorang yang ingin dan bermaksud untuk menghindar jatuh sakit akan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Niat seseorang dipengaruhi oleh sikap mereka terhadap perilaku yang berkaitan dengan upaya-upaya pencegahan tersebut dan dipengaruhi juga oleh bagaimana orang lain melihat perilaku itu.</p>
<p>Berdasarkan teori ini, membujuk seseorang dengan menargetkan sikap dan norma sosial mereka dapat mengubah perilaku mereka.</p>
<p>Ambil iklan anti-merokok di Amerika Serikat, misalnya, yang kampanyenya sering memberikan argumen atau pesan beralasan yang berfokus pada apa yang dipikirkan orang lain tentang merokok (norma sosial) atau pada sikap individu terhadap merokok (sikap pribadi).</p>
<p>Dalam “<a href="https://www.youtube.com/watch?v=kdz0aH3rElY">Addicted Ashtray</a>”, seorang gadis yang kecanduan merokok mendapati mesin penjual rokok rusak. Dia kemudian mengambil dari asbak, sebatang rokok yang sudah terbakar setengah. Jenis pesan kesehatan ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa merokok mengarah pada perilaku menjijikkan.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/kdz0aH3rElY?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">“Addicted Ashtray”, sebuah iklan TV dari Departemen Kesehatan South Dakota yang meminta para perokok memikirkan kembali peran rokok dalam kehidupan mereka.</span></figcaption>
</figure>
<p>Pendekatan ini menantang sikap seseorang terhadap rokok karena mereka tidak ingin mengasosiasikan diri dengan perilaku buruk yang disajikan dalam kampanye. Ini juga bisa membuat perokok berpikir tentang bagaimana keluarga dan teman-teman mereka memandang perilaku merokok.</p>
<p>Iklan anti-merokok juga dapat berupaya mempengaruhi sikap dengan memberikan informasi tentang kandungan racun yang ada dalam rokok.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/EXdxl0yH904?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Iklan anti-rokok ini memberi tahu penonton bagaimana bahan kimia dalam rokok yang menyala dapat menyebabkan efek kesehatan yang membahayakan.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Mencoba berhenti</h2>
<p>Merokok membuat ketagihan. Bagi mereka yang kecanduan, berhenti merokok merupakan hal yang sulit. Merancang pesan kampanye berdasarkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/08870449808407422">teori kognitif sosial</a> mungkin membuat orang yang sedang berusaha berhenti merokok merasa terwakili.</p>
<p>Berdasarkan teori ini, ketika orang melihat bahwa pesan diarahkan pada perilaku mereka, pesan tersebut mendapatkan makna representasional yang lebih besar. Dalam hal ini, kampanye anti-merokok dapat memberikan kisah tentang <a href="https://www.youtube.com/watch?v=6OZehKDHsj0">seseorang yang telah berhenti merokok atau sedang mencoba berhenti</a>.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/6OZehKDHsj0?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Tiffany memiliki alasan kuat dan emosional untuk berhenti merokok: pada usia 16 tahun, ia kehilangan ibunya karena kanker paru-paru.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Menampilkan banyak manfaat berhenti merokok</h2>
<p>Kita juga dapat menggunakan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3378902">model kepercayaan kesehatan (HBM)</a> untuk merancang kampanye anti-merokok.</p>
<p>Model ini berpendapat bahwa seorang individu akan melakukan perubahan perilaku dengan menilai tidak hanya risiko perilaku mereka tapi juga hambatan dan manfaatnya.</p>
<p>Kampanye anti-merokok karena itu dapat juga fokus pada manfaat dari hidup tanpa rokok. Misalnya, <a href="https://www.cdc.gov/tobacco/campaign/tips/quit-smoking/guide/rewards-of-quitting.html">Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS</a> memberikan daftar manfaat kesehatan bebas rokok: Anda dapat menikmati jantung yang sehat, paru-paru yang sehat, dan risiko kanker dan disfungsi ereksi yang lebih rendah.</p>
<p>Kampanye anti-merokok di Indonesia masih berfokus pada tingkat bahaya yang disebabkan oleh merokok, sementara di sisi lain perusahaan rokok mendesain iklan mereka dengan pesan menyesatkan bahwa merokok itu <a href="https://www.academia.edu/15226603/PANAH_TAJAM_IKLAN_ROKOK_DI_TELEVISI_UNTUK_ANAK_MUDA">keren dan maskulin</a>, serta nada positif lainnya untuk <a href="https://theconversation.com/perusahaan-rokok-rayu-anak-muda-dengan-konser-musik-dan-media-sosial-94330">merekrut perokok remaja</a> dan <a href="https://theconversation.com/disneyland-untuk-industri-rokok-aturan-yang-lemah-buat-generasi-muda-indonesia-kecanduan-rokok-97857">memperluas pasar</a>.</p>
<p>Karena itu, menggunakan berbagai teori komunikasi yang ada untuk merancang kampanye anti-merokok dapat menghasilkan pesan-pesan yang lebih efektif yang menargetkan para perokok muda dan baru.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/118123/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Juhri Selamet tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Merancang pesan kampanye anti-merokok berdasarkan teori komunikasi kesehatan yang telah teruji dan terbukti akan membuat pesan lebih kuat.Juhri Selamet, Lecturer, Universitas Multimedia NusantaraLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1115172019-02-15T06:37:27Z2019-02-15T06:37:27ZKanker yang membunuh: faktor risiko lingkungan dan gaya hidup lebih dominan ketimbang genetik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/258952/original/file-20190214-1754-1jojnam.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi tiga dimensi sel kanker. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU1MDE0NDA1MiwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfNjc0NDk3MzYzIiwiayI6InBob3RvLzY3NDQ5NzM2My9tZWRpdW0uanBnIiwibSI6MSwiZCI6InNodXR0ZXJzdG9jay1tZWRpYSJ9LCJxaFNqd1p3Mi9IZ1FIZ3BQWjEyMUtkYUZSWmciXQ%2Fshutterstock_674497363.jpg&ir=true&pi=26377567&m=674497363&src=SBO3l2VW38c15qiG8XN_sw-1-0">Crystal Light/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Istri mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kristiani Herrawati alias Ani Yudhoyono, baru-baru ini terdeteksi <a href="https://news.detik.com/berita/d-4425986/sby-ani-yudhoyono-sakit-kanker-darah">terkena kanker darah</a> dan kini <a href="https://news.detik.com/berita/d-4427189/ahy-bicara-kanker-darah-ani-yudhoyono-yang-cukup-agresif">dirawat</a> di Rumah Sakit Universitas Nasional Singapura. </p>
<p>Vonis penyakit ini mengagetkan keluarga Yudhoyono karena Ani selama ini terlihat sehat dan aktif, termasuk dalam lawatan ke <a href="https://nasional.tempo.co/read/1175246/ani-yudhoyono-sakit-setelah-keliling-aceh-bersama-sby">Sumatra Utara dan Aceh</a> Januari lalu. Baru terdeteksinya kanker tersebut sebenarnya secara medis tidak mengejutkan karena kanker darah dapat terjadi secara <a href="https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/leukemia/symptoms-causes/syc-20374373">akut</a> atau dalam waktu cepat. </p>
<p>Kanker darah (<a href="https://www.drugs.com/health-guide/leukemia.html">leukemia</a>) merupakan pertumbuhan abnormal sel darah putih dan tidak terkontrol produksinya di sumsum tulang atau jaringan limfoid. Akibatnya akan menekan produksi sel darah merah yang juga ada pada sumsum tulang, sehingga transportasi hemoglobin (protein di dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh) terganggu dan penderita akan menjadi pucat dan lemah. Tambahan lagi, produksi sel darah putih yang abnormal tidak dapat berfungsi dalam kekebalan tubuh sebagaimana seharusnya. </p>
<p>Ani Yudhoyono tidak sendirian. Secara <a href="http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf">nasional di Indonesia</a>, Kementerian Kesehatan mencatat angka kejadian (prevalensi) kanker mencapai 1,4 per seribu penduduk. Umumnya tersebar pada enam penyakit kanker utama: kanker paru, payudara, usus besar, hati, leher rahim, dan prostat. </p>
<p>Kanker sangat perlu diwaspadai karena <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.3322/caac.21492">kemungkinan kesembuhan yang rendah dan angka kematiannya yang tinggi</a>. Setiap orang yang terdiagnosa dengan kanker bagaikan mendengarkan vonis kematian. Hal ini tidak hanya karena sifat penyakitnya tapi juga karena sebagian besar pasien datang berobat ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut. </p>
<p>Mana yang lebih dominan menyebabkan kanker, faktor genetik atau faktor lingkungan dan gaya hidup? Sejumlah riset menunjukkan faktor lingkungan dan gaya hidup lebih dominan ketimbang faktor genetik.</p>
<h2>Kanker yang mengancam</h2>
<p>Secara global, American Cancer Society mencatat jumlah penderita kanker, berdasarkan data insiden, prevalensi, dan mortalitas kanker, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.3322/caac.21492">mencapai setidaknya 18 juta penderita pada 2018</a>. Dengan populasi dunia mencapai <a href="http://www.worldometers.info/world-population">7,7 miliar orang</a>, angka prevalensi kanker mencapai 2,3 per seribu penduduk. </p>
<p>Prevalensi kanker ini didominasi oleh beberapa penyakit kanker utama: kanker paru (11,6%) pada laki-laki dan perempuan, lalu kanker payudara (11,6%), kanker prostat (7,1%), dan kanker usus besar (6,1%). </p>
<p>Angka kematian tertinggi terjadi pada <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.3322/caac.21492">kanker paru</a>, yaitu 18,4% dari semua kasus kanker yang terdiagnosis, diikuti kanker usus besar 9,2% dan kanker hati 8,2%. Sedangkan khusus pada perempuan, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27165206">kanker payudara</a> merupakan penyebab <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5370012/">kematian terbanyak</a>, yaitu 25,1%.</p>
<p>Meski telah dilaporkan pada berbagai penelitian tentang angka mortalitas berbagai penyakit kanker, tapi angka tersebut merupakan estimasi rata-rata pada kasus yang telah terdiagnosis di rumah sakit. Tingkat kesembuhan yang rendah dan angka kematian yang tinggi pada penyakit kanker sangat ditentukan oleh jenis sel, stadium, kondisi pasien, dan ada atau tidaknya penyakit penyerta.</p>
<p>Pada <a href="https://www.verywellhealth.com/lung-cancer-survival-rates-by-type-and-stage-2249401">kanker paru</a>, misalnya, secara rata-rata pada semua stadium jenis <em>small cell</em> (salah satu jenis kanker paru), angka bertahan hidup sampai lima tahun hanya sekitar 6% atau dengan angka kematian mencapai 94%. Sedangkan jenis <em>non-small cell</em> angka bertahan hidup mencapai 18% (angka kematian 89%) dalam lima tahun. </p>
<p>Namun bila dilihat kondisi pasien dan berdasarkan stadium panyakit, kanker jenis <em>non-small cell</em> tersebut pada stadium awal (I) dapat bertahan 45-49% dalam lima tahun. Angka bertahan hidup ini akan menurun seiring dengan peningkatan stadium penyakitnya, seperti pada stadium II berkisar 30% dalam lima tahun. Kemudian jika sudah terdianosis pada stadium III, yang berarti sudah mengalami <em>metastase</em> atau menjalar ke organ lainnya melalui aliran darah, estimasi angka harapan hidupnya hanya mencapai 8 bulan. </p>
<p>Begitu juga dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29786848.">kanker payudara</a>. Angka <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5370012/">bertahan hidup</a> pada stadium I dalam lima tahun mencapai 88,1-100%, tapi pada stadium IV menurun hingga 4,2%.</p>
<h2>Faktor risiko di sekitar kita</h2>
<p>Berbagai faktor risiko berperan terhadap munculnya kanker, yaitu <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3934208/">faktor genetik</a> dan faktor lingkungan dan gaya hidup. Faktor ini seperti <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3521879/">zat-zat yang memicu kanker</a> atau karsinogen, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3749017/">merokok</a>, konsumsi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4322512">alkohol</a> berlebihan, konsumsi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5378528/">rendah serat</a>, dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3490043/">kurang aktifitas fisik</a>. </p>
<p>Faktor genetik berperan sebagai risiko kanker yang menyebabkan perubahan sifat pertumbuhan sel. Faktor gen tersebut berperan sebagai <a href="https://pasca-farmasi.uad.ac.id/wp-content/uploads/Kanker_karsinogenesis_molekuler-kanker_artikel.pdf"><em>precursor</em> (pendahulu)</a> terjadinya kanker, yang disebut sebagai onkogen, seperti gen <a href="http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-kankerparu/kankerparu.pdf">p53 dan gen rb</a> pada kanker paru, dan gen <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4972064/">BRCA1 dan BRCA2</a> pada <a href="https://www.breastcancer.org/symptoms/testing/genetic">kanker payudara</a>.</p>
<p>Pada faktor <a href="https://www.niehs.nih.gov/health/materials/cancer_and_the_environment_508.pdf">risiko lingkungan</a>, berbagai zat telah terbukti bersifat <a href="https://www.medscape.com/viewarticle/838868">pemicu kanker</a> termasuk tar, rodon, karbon monoksida, formaldehid, benzene, arsenic, asbestos, aflatoxin¸ dioksin, mercury, karbon monoksida (CO), dan lain sebagainya. Sebagian besar karsinogen tersebut muncul adalah akibat perilaku seperti merokok, asap kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah plastik. </p>
<p><a href="https://www.scientificamerican.com/article/how-many-cancers-are-caused-by-the-environment/">Benzenne</a>, terdapat pada asap kendaraan bermotor dan juga asap rokok, berpotensi sebagai risiko kanker darah (leukemia). <a href="https://www.scientificamerican.com/article/how-many-cancers-are-caused-by-the-environment/">Arsenik</a> merupakan logam berat beracun yang bisa ditemukan pada makanan laut dan air yang tercemar, dan tanah, menjadi risiko kanker kulit, kanker paru, dan kandung kemih. </p>
<p><a href="https://www.scientificamerican.com/article/how-many-cancers-are-caused-by-the-environment/">Karbon monoksida</a> ditemukan pada pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor, pembakaran benda organik dan rokok, berisiko terhadap kanker paru. <a href="https://www.scientificamerican.com/article/how-many-cancers-are-caused-by-the-environment/">Dioksin</a> dapat dihasilkan oleh pembakaran sampah plastik dan berisiko terhadap kanker paru dan kanker lainnya.</p>
<h2>Mutasi abnormal pada sel</h2>
<p>Zat karsinogenik tersebut dapat memicu kanker bila terhirup melalui pernafasan atau mengkontaminasi makanan. Sel tubuh yang terpapar karsinogen akan berubah sifat dengan tumbuh tidak terkontrol. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK9963/">Mekanisme terjadinya kanker</a> ini melalui proses yang sangat kompleks, yang melibatkan proses molekuler, seluler, genetika, dan melalui interaksi faktor risiko lingkungan tersebut. </p>
<p>Pada mekanisme tingkat sel dan molekuler, kanker terjadi melalui perubahan sifat sel. Pada tahap awal terjadi perubahan kode genetik atau mutasi abnormal pada sel tersebut yang dikenal dengan proses inisiasi. Meskipun ada faktor <em>precursor</em> genetik, namun paparan dengan zat karsinogenlah yang memicu terjadinya mutasi abnormal tersebut. </p>
<p>Perubahan kode genetik inilah yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan sel selanjutnya, sehingga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279410/">sel-selnya mengalami perubahan sifat</a>. Sel-sel tersebut berkembang dan bertambah banyak melebihi batas normal, sehingga organnya terus membesar, yang dikenal sebagai tahapan progresi. Cepat-lambat perkembangan kanker juga dipengaruhi oleh genetik orang tersebut, besarnya paparan terhadap risiko, dan respon hormonal tubuhnya.</p>
<p>Berdasarkan mekanisme terjadinya perubahan sel menjadi sel kanker, serta pertumbuhan dan perkembangan organ, maka dapat dilihat bahwa faktor lingkungan lebih memegang peranan penting dibanding faktor genetik. Meski terdapat <em>precursor</em> genetik, adanya paparan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2360226">risiko lingkungan sangat menentukan</a> seseorang terkena kanker. </p>
<h2>Bagaimana mengurangi risiko?</h2>
<p>Melihat kepada besarnya faktor risiko di Indonesia saat ini seperti perilaku merokok yang tinggi, konsumsi rendah serat, dan pembakaran sampah plastik yang masih umum di masyarakat, risiko kanker ke depan sangat besar. </p>
<p>Jumlah <a href="http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf">perokok aktif</a> di Indonesia berusia <a href="https://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indonesia_2010-2035.pdf">di atas 15 tahun</a> mencapai sekitar 65 juta. Berbagai penelitian membuktikan bahwa perokok berisiko terkena kanker paru <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16100660">20 kali</a> hingga <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3296911/">100 kali</a> dibandingkan yang tidak merokok. Zat karsinogen pada rokok akan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4080902">merusak jaringan mesenkim</a> dan epitel paru sehingga menimbulkan inflamasi seluler dan terjadinya mutasi genetik.</p>
<p>Risiko kanker tidak hanya pada perokok aktif, tapi juga pada <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4595077/">perokok pasif</a>. Terlebih lagi, risiko ini tidak hanya pada perokok pasif langsung yang menghisap asap rokok dari hembusan perokok (<a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6164459/"><em>secondhand smoking</em></a>), tapi juga perokok pasif yang mendapat ‘racun’ rokok yang telah melengket pada lingkungan sekitar (<a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5501723/"><em>thirdhand smoking</em></a>) seperti di karpet, sofa, dinding, gorden, dan lainnya. </p>
<p>Berdasarkan risiko tersebut, pencegahan terhadap penyakit kanker dapat dilakukan dengan <a href="http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-kanker.pdf">memodifikasi lingkungan dan perilaku</a> dan deteksi dini. Dalam konteks rokok, sudah saatnya pemerintah <a href="https://theconversation.com/riset-terbaru-kerugian-ekonomi-di-balik-konsumsi-rokok-di-indonesia-hampir-rp600-triliun-89089?utm_source=twitter&utm_medium=twitterbutton">meningkatkan pengendalian tembakau</a> agar akses terhadap rokok makin sulit dan konsumsinya menurun. </p>
<p>Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan menggalakkan upaya pencegahan kanker pada masyarakat yang disebut dengan <a href="https://lifestyle.kompas.com/read/2015/02/04/122420523/Cegah.Kanker.dengan.CERDIK.">CERDIK</a> (Cek kesehatan berkala, Enyahkan rokok, Rajin beraktifitas fisik, Diet sehat dan kalori seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stress). Upaya ini diharapkan dapat menekan risiko lingkungan yang dapat memicu terjadinya kanker. Tentu saja keterlibatan semua warga sangat penting untuk mencegah penyakit mematikan ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/111517/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hardisman Dasman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ani Yudhoyono baru-baru ini terdeteksi terkena kanker darah dan kini dirawat di Singapura. Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat angka kejadian (prevalensi) kanker mencapai 1,4 per seribu penduduk.Hardisman Dasman, Associate Professor in Community Medicine and Healthcare Policy, Universitas AndalasLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/969012018-07-12T10:00:05Z2018-07-12T10:00:05ZRiset terbesar: usia harapan hidup orang Indonesia naik, beban penyakit tidak menular meningkat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/226415/original/file-20180706-122268-16454xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Dokter mengetes gula darah di klinik untuk diabetes, salah satu penyakit tidak menular yang kini meningkat.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/571889917?src=fVa7fR88KjzPx8smXYAzyA-1-3&size=medium_jpg">Piotr Adamowicz/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Kabar baik dan kabar buruk datang bersamaan dari hasil riset kami tentang beban penyakit di Indonesia dalam kurun sekitar seperempat abad terakhir. Dalam riset yang baru-baru ini kami publikasikan di
<a href="http://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30595-6/fulltext"><em>The Lancet</em></a> menunjukkan ada kemajuan besar bidang kesehatan karena membaiknya layanan dan akses kesehatan masyarakat, tapi ada juga temuan yang mengkhawatirkan di masa depan. </p>
<p>Temuan yang penting, umur harapan hidup pada waktu lahir di Indonesia meningkat 8 tahun, dari 63,6 tahun pada 1990 menjadi 71,7 tahun pada 2016. Usia harapan hidup perempuan pada waktu lahir lebih lama dibanding laki-laki. Kabar positif lainnya, beban penyakit menular seperti tuberkulosis dan diare juga menurun.</p>
<p>Tapi, kabar buruknya, kini Indonesia juga menghadapi beban penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, stroke, kanker, dan penyakit lain yang sebenarnya bisa dicegah. Ini jenis penyakit yang disebabkan oleh, antara lain, pola konsumsi, gaya hidup, dan kebiasaan merokok. Penyakit-penyakit ini membutuhkan biaya besar untuk menyembuhkannya. Kini biaya <a href="https://bisnis.tempo.co/read/839929/gara-gara-rokok-klaim-bpjs-kesehatan-membengkak">penyakit terkait rokok menjebol anggaran BPJS Kesehatan</a>. </p>
<p>Dalam riset medis terbesar di Indonesia ini, karena melibatkan data besar (<em>big data</em>) yang meliputi periode 1990-2016, kami mengkaji penyebab kematian dan disabilitas dari 333 penyakit di Indonesia dan tujuh negara pembanding. Riset ini merupakan bagian dari studi <a href="http://www.healthdata.org/infographic/what-global-burden-disease-gbd">the Global Burden of Disease</a> atau Beban Penyakit Global, sebuah upaya ilmiah yang komprehensif untuk menghitung kondisi kesehatan di seluruh dunia. </p>
<p>Riset dilakukan secara kolaboratif oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) Universitas Washington Amerika Serikat dan tim peneliti Indonesia dari Kementerian Kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Biro Pusat Statistik, Universitas Indonesia, Eijkman Oxford Institute, dan BPJS Kesehatan. </p>
<p>Kami mengestimasi Umur Harapan Hidup Produktif (Healthy Life Expectancy/HALE), penyebab kematian spesifik, tahun produktif yang hilang karena kematian prematur (YLLs, <em>years of life lost</em>) dan karena disabilitas (YLDs, <em>years of life lived with disability</em>), serta tahun produktif yang hilang (DALYs loss, <em>disability adjusted life years</em>), faktor risiko yang terkait dan perbandingan (<em>benchmarking</em>) antara 1990 dan 2016.</p>
<h2>Temuan baru dan beban baru</h2>
<p>Secara umum, umur harapan hidup (laki-laki dan perempuan) pada waktu lahir menjadi 71,7 tahun pada 2016. Data lebih rinci menunjukkan umur harapan hidup pada waktu lahir untuk laki-laki meningkat 7,4 tahun, dari 62,4 tahun (1990) menjadi 69,8 tahun (2016). Pertambahan usia lebih panjang terjadi pada perempuan, meningkat 8,7 tahun dari 64,9 tahun menjadi 73,6 tahun, dalam kurun waktu yang sama.</p>
<p>Peningkatan usia harapan hidup ini sebagian besar disebabkan oleh keberhasilan Indonesia menanggulangi penyakit menular, penyakit terkait kehamilan, neonatal, dan penyakit-penyakit terkait gizi. Kenaikan usia harapan hidup ini, menyebabkan perubahan struktur penduduk: 65% penduduk merupakan usia produktif dan penduduk berusia 60 tahun atau lebih meningkat menjadi 12 % pada 2025 dan 16 % pada 2035. Pada saat yang sama, Indonesia mengalami perubahan pola kesakitan, kematian dan disabilitas.</p>
<p>Temuan lainnya, antara 1990 dan 2016, Indonesia mengalami penurunan signifikan penyakit menular, maternal, neonatal dan gizi; dengan total Disability Adjusted Life Years (DALYs) Loss alias Total Tahun Produktif yang Hilang menurun 58,6 %, dari 43,8 juta menjadi 18,1 juta tahun produktif. Ini artinya perhitungan makro dari berhasil dicegahnya total tahun produktif yang hilang atau produktivitas Indonesia bertambah 25,7 juta tahun pada 2016 karena keberhasilan mengendalikan penyakit di atas. Total DALYs Loss dari trauma tetap stabil dalam periode tersebut, kecuali pada 2004 yang disebabkan gempa bumi dan tsunami di Samudera Indonesia. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=290&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=290&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=290&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=365&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=365&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/227332/original/file-20180712-27018-nlwpln.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=365&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tren DALYs total jumlah (paling kiri), estimasi kasar (tengah), dan umur yang distandarisasi (paling kanan) dari 1990-2016.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada 1990, enam dari sepuluh penyebab utama DALYs Loss adalah penyakit menular, maternal dan neonatal; pada 2016 menjadi tiga dari sepuluh. Penyakit diare menurun dari nomor satu pada 1990 menjadi nomor sepuluh pada 2016. Pneumonia juga menurun dari penyebab kedua pada 1990 menjadi penyebab ke sebelas pada 2016. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/explainer-what-is-tb-and-am-i-at-risk-of-getting-it-in-australia-75290">Tuberkulosis</a> masih merupakan penyebab utama kematian, dari nomor tiga pada 1990 menjadi penyebab keempat pada 2016. Komplikasi neonatal menurun secara dramatis, dari penyebab keempat pada 1990 menjadi penyebab keenam pada 2016.</p>
<p>DALYs dari <a href="https://theconversation.com/global/topics/stroke-891">stroke</a> (penyakit cerebrovascular) meningkat signifikan, dari penyebab kedelapan pada 1990 menjadi kedua pada 2016. Penyakit diabetes meningkat tajam dan menjadi penyebab ketiga DALYs pada tahun 2016. Trauma lalu-lintas meningkat dari nomor 9 pada 1990 menjadi nomor 8 pada tahun 2016, walau total DALYs menurun. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=470&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=470&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=470&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=590&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=590&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/227326/original/file-20180712-27030-z6fixn.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=590&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">30 penyakit penyebab utama DALYs di Indonesia pada 1990, 2006, dan 2016.</span>
<span class="attribution"><span class="source">IHME</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Faktor risiko utama di Indonesia adalah tekanan darah sistolik yang tinggi, diet tidak sehat, dan gula darah puasa yang tinggi. <a href="https://theconversation.com/riset-terbaru-kerugian-ekonomi-di-balik-konsumsi-rokok-di-indonesia-hampir-rp600-triliun-89089">Penyakit akibat konsumsi tembakau</a> menempati nomor empat dan malnutrisi anak serta maternal merupakan faktor risiko kelima. Diet menyumbang pada beban penyakit jantung dan pembuluh darah, <a href="https://theconversation.com/us/topics/diabetes-612">diabetes</a>, urogenital, darah, endokrin dan neoplasma.</p>
<p>Tekanan darah sistolik yang tinggi menyumbang pada beban penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, urogenital, darah dan endokrin. Gula darah yang tinggi menyumbang pada beban penyakit diabetes, jantung dan pembuluh darah, endokrin, HIV/AIDS dan tuberkulosis. Faktor risiko utama lainnya meliputi tembakau, malnutrisi anak dan ibu, kelebihan berat dan obesitas, dan polusi udara.</p>
<p>Dalam konteks ini, beban ganda terjadi karena di si satu sisi beban penyakit menular masih banyak terjadi di Indonesia seperti tuberkulosis dan pada saat bersamaan masyarakat dan pemerintah juga dibebani oleh penyakit tidak menular seperti diabetes. </p>
<h2>Pentingnya estimasi di provinsi</h2>
<p>Indonesia mengalami beban ganda penyakit yang akan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan sehingga menyulitkan pencapaian pelayanan kesehatan semesta. Estimasi beban penyakit di tingkat provinsi dan kabupaten akan membantu menentukan prioritas pemerintah sesuai keadaan lokal dan spesifik, meningkatkan perencanaan program kesehatan masyarakat dan penilaian pencapaian program di masa depan. </p>
<p>Untuk menuju <a href="http://www.depkes.go.id/resources/download/LAKIP%20ROREN/1%20perencanaan%20kinerja/RAK%20PPJK.pdf">Pelayanan Kesehatan Semesta 2019</a>, pengetahuan mengenai pola sakit dan kematian penduduk menjadi penting untuk mengalokasikan sumber daya dan menghilangkan ketimpangan yang ada. Global Burden of Disease 2016 mengestimasikan penyebab kematian dini, kesakitan dan disabilitas, sebagai masukan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.</p>
<p>Penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah 260 juta, sekitar 130 juta jiwa tinggal di Pulau Jawa dan sisanya tersebar di empat pulau besar lainnya dan 4000 pulau kecil lainnya secara tidak merata. Keadaan geografis ini merupakan tantangan tersendiri bagi sistem pemerintahan, komunikasi, transportasi dan ketersediaan pelayanan kesehatan dasar yang merata.</p>
<p><a href="http://referensi.elsam.or.id/2015/01/uu-nomor-23-tahun-2014-tentang-pemerintah-daerah/">Undang-Undang Pemerintahan Daerah</a> mengatur proses desentralisasi termasuk bidang kesehatan ke kabupaten dan Kota. Pengaturan ini memberi otonomi yang lebih luas bagi pemerintah kabupaten dan kota untuk melayani masyarakat secara lebih baik.</p>
<p>Hasil dari <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30595-6/fulltext">Global Burden of Disease 2016 </a> dapat dipergunakan untuk analisis transisi kesehatan Indonesia 1990-2016, mengidentifikasi kesenjangan dan mengembangkan tanggapan pada tingkat nasional untuk meningkatkan ketersediaan, akses, kelayakan, kualitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.</p>
<p>Karena luasnya negara, adanya perbedaan lingkungan urban dan rural, perkembangan sosial-ekonomi, dan tumbuhnya kota metropolitan, terjadi beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi meningkatkan penyakit tidak menular (diabetes, stroke dan penyakit jantung iskhemik), sedangkan penyakit menular seperti tuberkulosis, diare dan HIV/AIDS masih merupakan masalah penting.</p>
<p>Karena itu, sistem kesehatan harus mampu menjawab perubahan kebutuhan akan pelayanan kesehatan, karena terjadinya transisi epidemiologi dan hilangnya hambatan keuangan, melalui program Jaminan Kesehatan Nasional.</p>
<p>Melihat gambaran geografis dan perbedaan sosial-ekonomi, pola beban penyakit dan status kesehatan akan bervariasi. Karena itu, estimasi sub nasional (provinsi) dari beban penyakit akan bermanfaat untuk penentuan prioritas kesehatan dan perencanaan program sesuai kebutuhan spesifik daerah.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/96901/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Soewarta Kosen terlibat dalam penelitian ini yang dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Nafsiah Mboi terlibat dalam penelitian ini yang dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Christopher JL Murray terlibat dalam penelitian ini yang dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Simon I Hay terlibat dalam penelitian ini yang dibiayai oleh Bill & Melinda Gates Foundation.</span></em></p>Indonesia masih diserang penyakit menular seperti Tuberkulosis, juga dibebani penyakit tidak menular seperti diabetes dan jantung.Soewarta Kosen, Policy Researcher, National Institute of Health Research and Development (NIHRD), Ministry of Health IndonesiaAndi Nafsiah Mboi, Independent Consultant and Board of The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of WashingtonChristopher JL Murray, Professor of Global Health, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of WashingtonSimon I Hay, Professor of Global Health, The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of WashingtonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.