tag:theconversation.com,2011:/fr/topics/imunisasi-58218/articlesimunisasi – The Conversation2022-12-07T03:54:05Ztag:theconversation.com,2011:article/1958232022-12-07T03:54:05Z2022-12-07T03:54:05ZSatu kasus polio di Aceh: bagaimana meningkatkan sistem surveilans dan pencegahan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/499204/original/file-20221206-20-6hnvoa.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meneteskan vaksin polio kepada pelajar sekolah dasar (SD) saat pencanangan Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di Banda Aceh, Aceh, 4 Desember 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1670229912&getcod=dom">ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/nym.</a></span></figcaption></figure><p>Munculnya <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/20/063000265/kronologi-penemuan-kasus-polio-di-aceh-hingga-jadi-klb?page=all">satu kasus polio yang menyerang anak berusia 7 tahun di Kabupaten Pidie, Aceh, pada awal November 2022</a> membuat publik terhenyak. Sebab, sudah hampir satu dekade penyakit tersebut jarang terdengar. Terlebih pada <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20140328/0010386/who-tetapkan-indonesia-bebas-polio/">2014 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan Indonesia sudah bebas polio</a>. </p>
<p>Kementerian Kesehatan menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) polio dan <a href="https://nasional.kompas.com/image/2022/11/19/17362121/kemenkes-akan-lakukan-vaksinasi-polio-massal-di-aceh-mulai-28-november?page=1">menggencarkan kembali imunisasi polio</a> di beberapa kabupaten di Provinsi Aceh. <a href="https://regional.kompas.com/read/2022/12/05/214837278/menkes-budi-beri-waktu-seminggu-96-persen-anak-di-pidie-aceh-divaksin-polio">Menteri Kesehatan menargetkan vaksinasi polio di Pidie</a> pada anak-anak selesai dalam sepekan lagi. </p>
<p>Temuan kasus polio ini menunjukkan <a href="https://www.emro.who.int/health-topics/public-health-surveillance/index.html">sistem surveilans kesehatan masyarakat</a> yang kurang berjalan. Padahal, sejatinya polio termasuk penyakit yang <a href="https://promkes.kemkes.go.id/?p=8989">dapat dicegah dengan mudah melalui imunisasi (PD3I)</a>. </p>
<p>Masalah lainnya adalah cakupan imunisasi dasar, termasuk imunisasi polio, <a href="https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1545/sdgs_1/1I">di Aceh termasuk yang terendah dan cenderung turun</a>. </p>
<h2>Pola penularan dan dampak</h2>
<p>Poliomielitis atau dikenal sebagai polio merupakan penyakit yang disebabkan oleh <a href="https://kidshealth.org/en/parents/enteroviruses.html">enterovirus</a>, salah satu genus virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. </p>
<p>Virus polio sangat menular dan umumnya menyerang <a href="https://www.halodoc.com/kesehatan/polio">sistem saraf</a> pada anak-anak berusia lima tahun ke bawah. <a href="https://media.neliti.com/media/publications/62062-none-3bf9b6d4.pdf">Media penularan virus adalah mulut</a> atau hidung. Umumnya virus ini disebarkan melalui makanan (penularan secara oral) atau air minum yang terkontaminasi oleh kotoran penderita polio (penularan melalui feses penderita). </p>
<p>Faktor kesehatan lingkungan seperti <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/21/073000265/penyakit-polio--penyebab-gejala-penularan-dan-cara-pencegahannya?page=all">sanitasi</a> yang buruk dan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/11/30/19582641/menkes-ungkap-asal-usul-virus-polio-di-aceh-ternyata-dari-bab-anak-yang-baru">buang air besar (BAB) di sembarang</a> tempat turut berkontribusi terhadap penyebaran virus polio. </p>
<p>Dalam kasus di Aceh, Menteri Kesehatan menyatakan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/11/30/19582641/menkes-ungkap-asal-usul-virus-polio-di-aceh-ternyata-dari-bab-anak-yang-baru">kasus polio diduga berasal dari virus yang telah dilemahkan</a> dalam vaksin polio dari tubuh anak yang buang air besar di sungai. </p>
<p>Infeksi virus polio berakibat fatal serta dapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28422018/">menurunkan kualitas hidup seseorang</a> akibat <a href="https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/poliomyelitis-penyakit-virus-polio/">kelumpuhan permanen</a> dan bahkan <a href="https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jbmi/article/view/5823/2630">berujung kematian</a>. </p>
<p>Dalam konteks kebijakan dan program kesehatan, upaya pencegahan polio yang tidak memadai dapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33590521/">membebani pembiayaan kesehatan</a> suatu negara. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kekhawatiran-kebangkitan-polio-di-as-membuat-pejabat-kesehatan-waspada-ahli-virologi-jelaskan-sejarah-penyakit-yang-ditakuti-ini-190838">Kekhawatiran kebangkitan polio di AS membuat pejabat kesehatan waspada – ahli virologi jelaskan sejarah penyakit yang ditakuti ini</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Imunisasi: faktor kunci pencegahan polio</h2>
<p>Sejak 1988, WHO menginisiasi <a href="https://www.who.int/health-topics/poliomyelitis#tab=tab_1">pemberantasan polio global di seluruh dunia</a>. Program tersebut berhasil menurunkan lebih dari 99% kasus polio. </p>
<p>Akan tetapi, terdapat tiga negara: Afganistan, Pakistan, dan Nigeria yang masih berstatus <a href="https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/poliomyelitis-penyakit-virus-polio/">endemis</a> untuk penularan polio liar. </p>
<p>Di Indonesia, imunisasi polio sebenarnya sudah menjadi bagian dari program <a href="http://repository.bkpk.kemkes.go.id/1405/1/795-1027-1-PB.pdf">imunisasi dasar sejak 1982.</a> </p>
<p>Sayangnya, program tersebut belum berjalan secara efektif dan belum mampu memutus penyebaran virus polio liar. Kemudian, sejak 1995 pemerintah mencanangkan kegiatan imunisasi tambahan melalui <a href="https://www.biofarma.co.id/id/berita-terbaru/detail/virus-polio-di-indonesia">Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio</a>.</p>
<p>Imunisasi menjadi <a href="https://academic.oup.com/afraf/article/106/423/185/50647">cara efektif untuk pencegahan infeksi polio</a>. Pemberian <a href="https://www.alodokter.com/ini-yang-perlu-anda-ketahui-tentang-imunisasi-polio">vaksin polio</a> dilakukan dengan cara ditetes ke mulut sebanyak 4 kali, yaitu pada saat bayi baru lahir dan ketika bayi berusia 2, 3 serta 4 bulan. Pencegahan diperkuat dengan imunisasi dua dosis polio suntik sebelum anak berusia 1 tahun. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/499213/original/file-20221206-2958-wz1k2y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Seorang anak membawa balon polio setelah diimunisasi polio secara massal di Kota Pidie, Kabupaten Pidie, Aceh, 28 November 2022. Kementerian Kesehatan menarget vaksinasi hampir 10.000 anak guna mencegah meluas kasus polio di daerah itu.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1669613113&getcod=dom">ANTARA FOTO/Ampelsa/hp</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Munculnya kembali kasus polio yang terjadi di Aceh diperkuat dengan temuan cakupan vaksinasi yang ternyata selama ini belum optimal. Sebelum kasus polio di Aceh muncul, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32677974/">KLB polio pernah terjadi di Yahukimo,</a> Papua, pada 2018.</p>
<p>Menurut <a href="https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1545/sdgs_1/1I">data Badan Pusat Statistik (BPS)</a>, cakupan imunisasi dasar di Provinsi Aceh menjadi salah satu yang terendah. Bahkan, cakupan di provinsi tersebut menurun dari tahun-tahun, 23,9% pada 2017 merosot menjadi 17,32% pada 2019.</p>
<p><a href="https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf">Data Profil Kesehatan 2021</a> juga menunjukkan Provinsi Aceh, Papua Barat, dan Papua merupakan tiga provinsi dengan cakupan terendah imunisasi polio di Indonesia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-caranya-agar-indonesia-bisa-mempertahankan-status-bebas-polio-132590">Bagaimana caranya agar Indonesia bisa mempertahankan status bebas polio?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Melemahnya layanan kesehatan rutin saat pandemi</h2>
<p>Kondisi pandemi semakin membuat cakupan imunisasi terlihat memilukan. Pasalnya, prioritas program dan kegiatan difokuskan pada penanganan COVID-19.</p>
<p><a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/22062800003/2-tahun-cakupan-imunisasi-rendah-pemerintah-gelar-bulan-imunisasi-anak-nasional.html">Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa cakupan imunisasi dasar</a> pada 2020 turun drastis. Kementerian menargetkan 92% anak-anak memperoleh imunisasi dasar pada 2020, tapi realitanya hanya 84%. </p>
<p>Penyebabnya adalah pembatasan mobilitas penduduk untuk memutus rantai penularan COVID-19. Puskesmas lebih memprioritaskan upaya penanganan COVID-19 sehingga <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/14306/file/Impact%20of%20COVID-19%20on%20Routine%20Immunization%20in%20Indonesia.pdf">layanan kesehatan rutin</a> lainnya agak dikesampingkan. Begitu halnya dengan kegiatan posyandu sempat terhenti. </p>
<p>Hal tersebut berdampak pada melemahnya <a href="https://www.who.int/emergencies/surveillance">surveilans kesehatan masyarakat</a>, yakni proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data dan kasus dan permasalahan kesehatan secara sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi. Padahal, surveilans dapat menjadi ujung tombak dalam penanganan sebuah wabah.</p>
<h2>Misinformasi dan mispersepsi terkait vaksinasi</h2>
<p>Salah satu faktor masih rendahnya cakupan imunisasi berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat. Tidak dapat dimungkiri, rendahnya cakupan imunisasi juga sangat dipengaruhi oleh maraknya <a href="https://www.republika.co.id/berita/rluk4f414/idai-ungkap-keparahan-misinformasi-soal-vaksin-yang-beredar-di-masyarakat">misinformasi</a> di masyarakat yang mengakibatkan timbulnya penolakan terhadap imunisasi.</p>
<p>Riset kami di <a href="https://www.researchgate.net/publication/332845269_FAKTOR_SOSIAL_BUDAYA_DALAM_PENGASUHAN_ANAK_DI_KOTA_MEDAN_SUMATERA_UTARA">tim kesehatan Pusat Riset Kependudukan LIPI</a> pada 2017 mengenai cakupan imunisasi dasar di Kota Medan mengonfirmasi hal itu. </p>
<p>Sebanyak 5,3% dari 400 ibu dengan anak berusia di bawah 2 tahun yang menjadi responden dalam penelitian tersebut menolak untuk imunisasi anaknya. Alasan mereka beragam: kekhawatiran akan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), seperti demam, dan anggapan anak sudah memiliki antibodi alami untuk menangkal penyakit infeksi, seperti cacar dan campak.</p>
<p>Menariknya, <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210810143839-199-678792/sejarah-kelam-deretan-gerakan-antivaksin-sejak-abad-18">gerakan antivaksin sudah berlangsung sejak lama</a> salah satunya dipengaruhi oleh pandangan tokoh agama atau kepercayaan yang dianut di suatu wilayah. </p>
<p>Persepsi yang salah mengenai vaksin juga ditemukan dalam studi di <a href="https://academic.oup.com/afraf/article/106/423/185/50647">Nigeria</a> yang menyebutkan penolakan vaksin karena dianggap sebagai teori konspirasi untuk mengontrol jumlah dari etnis atau kelompok tertentu.</p>
<h2>Pentingnya sinergi lintas sektor</h2>
<p>Munculnya kembali kasus polio di Indonesia menunjukkan bahwa status “bebas polio” harus dipertahankan dengan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29302865/">upaya yang terus-menerus (berkelanjutan)</a>.</p>
<p>Melemahnya capaian imunisasi kesehatan dasar selama pandemi menunjukkan pentingnya inovasi pelaksanaan kegiatan, misalnya melalui kunjungan ke rumah-rumah secara berkala. </p>
<p>Hal ini penting untuk memastikan sistem surveilans kesehatan masyarakat berjalan optimal. Harapannya, kita bisa mendeteksi kasus-kasus baru secara dini, sekaligus meredam penularannya.</p>
<p>Tantangan edukasi di tengah arus informasi yang masif membuat upaya ini tidak hanya <a href="https://promkes.kemkes.go.id/?p=7172">menjadi tanggung jawab sektor kesehatan</a>, tapi juga membutuhkan peran aktif komunitas, tokoh formal dan informal (termasuk tokoh agama, tokoh adat), akademisi, serta media. </p>
<p>Kita perlu komitmen bersama untuk memutus rantai penularan sehingga status “bebas polio” tetap dapat dipertahankan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195823/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Cakupan imunisasi dasar di Provinsi Aceh menjadi salah satu yang terendah di Indonesia.Yuly Astuti, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Angga Sisca Rahadian, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Zainal Fatoni, Peneliti Demografi Sosial, Pusat Riset Kependudukan BRIN, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1553682021-04-01T02:51:00Z2021-04-01T02:51:00ZRiset: pandemi potensial turunkan capaian imunisasi dasar nasional 5-20%<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/388777/original/file-20210310-13-k6mr94.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas memberikan vaksin polio dengan cara diteteskan ke mulut bayi di Posyandu Kuta Alam, Banda Aceh, Aceh, 2 Februari 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1612250402">ANTARA FOTO/Ampelsa/foc.</a></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 yang telah melanda dunia lebih dari setahun terakhir membuat imunisasi dasar rutin untuk anak usia 12-23 bulan di Indonesia semakin sulit dilaksanakan.</p>
<p>Sebelum pandemi, secara nasional cakupan imunisasi dasar (vaksin hepatitis B, polio, campak, BCG dan pentavalen (DPT-HB-Hib)) untuk anak usia tersebut hanya mencapai 57,9%, jauh dari target <a href="https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf">93%</a>.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14760584.2020.1800461">Riset pemodelan yang saya dan kolega</a> lakukan menunjukkan pandemi ini berpotensi menurunkan persentase cakupan imunisasi dasar rutin dibandingkan sebelum pandemi. Dalam skenario yang paling moderat, jika cakupan turun 5% saja, maka cakupannya hanya 53,4% untuk seluruh Indonesia. Bila penurunannya sampai 20%, maka cakupan vaksinasi nasional hanya 43%. </p>
<p>Penurunan cakupan imunisasi di <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20200512111131-4-157829/jokowi-pusat-covid-19-di-jawa-dengan-kematian-terbanyak">Pulau Jawa, sebagai episentrum pandemi COVID-19 dan </a> populasi <a href="https://kabar24.bisnis.com/read/20210121/15/1346099/berapa-jumlah-penduduk-indonesia-ini-rincian-hasil-sensus-2020">terpadat</a>, lebih tinggi dibandingkan luar Jawa.</p>
<p>Penurunan cakupan vaksinasi ini sangat berbahaya karena akan mengurangi daya kebal di masyarakat dalam upaya mencegah penyebaran berbagai menular di kalangan anak-anak dan orang dewasa. </p>
<p>Tanpa ada perubahan perilaku masyarakat, kebijakan pemerintah pusat dan daerah dan peningkatan pembiayaan, maka sulit cakupan imunisasi itu naik. </p>
<h2>Faktor perilaku masyarakat dan kebijakan</h2>
<p>Di Indonesia, semua anak mendapat layanan imunisasi rutin di fasilitas kesehatan umum secara gratis. Bagi anak yang belum memasuki usia sekolah, imunisasi dilaksanakan di Puskesmas dan Posyandu. Sedangkan anak-anak sekolah, kelas 1, 2 dan 5, menerima vaksin imunisasi campak, difteri, dan tetanus, di sekolah.</p>
<p>Dalam situasi pandemi, penutupan sebagian layanan Posyandu dan pembatasan layanan Puskesmas berpotensi mengurangi cakupan imunisasi rutin untuk anak di bawah 2 tahun. Para orang tua juga khawatir pergi ke pusat layanan kesehatan untuk memvaksin anaknya karena takut terinfeksi COVID-19. </p>
<p>Keraguan <a href="https://theconversation.com/krisis-kepercayaan-penyebab-cakupan-imunisasi-anak-indonesia-menurun-5-tahun-terakhir-107900">terhadap vaksin juga menjadi hambatan</a> yang dapat menurunkan cakupan vaksinasi dasar. </p>
<p>Selain hal itu, keberhasilan imunisasi bergantung juga pada kondisi lokasi setempat. Program imunisasi di kota lebih berhasil karena memiliki layanan dan infrastruktur kesehatan yang lebih baik dibanding desa. </p>
<p>Meski <a href="https://nasional.kompas.com/read/2012/08/23/21232065/%7ENasional">mayoritas penduduk tinggal di daerah perkotaan</a>, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14760584.2020.1800461">63% dari semua anak yang tidak divaksinasi</a> tinggal di daerah pedesaan. Hal ini menimbulkan tantangan khusus, yaitu tantangan geografis, logistik serta prioritas pemerintah daerah. </p>
<p>Dalam sistem pemerintahan desentralisasi, pemerintah kabupaten bertanggung jawab atas biaya operasional fasilitas, insentif tenaga kesehatan, rantai dingin penyimpan vaksin, dan kegiatan pendukung lainnya. Namun pemerintah daerah masih belum menunjukkan komitmen tinggi untuk melakukan perencanaan program imunisasi yang komprehensif serta implementasinya. </p>
<p>Pemerintah daerah seringkali gagal melaksanakan alokasi sumber daya mereka dengan benar dari seluruh anggaran layanan kesehatan. Ini masalah yang sebenarnya telah muncul jauh sebelum pandemi dan tambah berat saat pandemi.</p>
<p>Di sisi lain, pemerintah pusat memiliki kemampuan terbatas untuk mempengaruhi bagaimana sumber daya dialokasikan di tingkat kabupaten.</p>
<p>Berbagai tantangan terkait faktor geografis dan komitmen serta kemampuan pemerintah daerah ini menjadi semakin berat untuk ditangani pada masa pandemi ini. </p>
<h2>Faktor biaya</h2>
<p>Dengan penurunan ekonomi dan transisi negara yang mulai mendanai sendiri program imunisasi sepenuhnya sejak 2019, <a href="http://scholar.google.com/scholar_lookup?hl=en&publication_year=2017&author=M+Coe&author=J+Gergen&author=C+Phily&title=%E2%80%9CIndonesia+country+brief%E2%80%9D+sustainable+immunization+financing+in+Asia+Pacific">Indonesia perlu mencari pendanaan baru untuk menggantikan sekitar 10–15%</a> anggaran program imunisasi yang sebelumnya mendapat sokongan dana dari luar negeri. </p>
<p>Selain menjaga kinerja imunisasi, pemerintah pusat kini berjuang untuk menjamin anggaran imunisasi akibat dampak pandemi. </p>
<p>Perlu digarisbawahi bahwa anggaran imunisasi di Indonesia tidak ditentukan oleh perkiraan kebutuhan dari Kementerian Kesehatan saja, tapi juga memerlukan persetujuan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas agar sesuai dengan kebutuhan sistem pembiayaan kesehatan ke dalam pagu yang ditetapkan Kementerian Keuangan.</p>
<p>Hingga saat ini, Indonesia belum melakukan upaya yang signifikan untuk menciptakan strategi baru yang berpotensi menghasilkan pendapatan negara termasuk untuk mendanai imunisasi.</p>
<p>Pilihan pengenaan pajak atas barang-barang yang merugikan secara sosial, seperti tembakau dan alkohol, untuk mendanai program perawatan kesehatan, termasuk imunisasi, belum optimal. </p>
<p>Keadaan tersebut berpotensi membahayakan keberlanjutan pendanaan program imunisasi di Indonesia. Mengurangi pandemi maupun mempertahankan cakupan dan keberhasilan program imunisasi harus menjadi upaya terpadu untuk mengendalikan penyebaran infeksi dan mengurangi angka serangan penyakit. </p>
<p>Demi pembiayaan jangka menengah dan panjang di tengah ekonomi yang tidak pasti, upaya terpadu ini harus dianggap sebagai investasi untuk masa depan Indonesia, bukan sebagai beban biaya. </p>
<h2>Upaya mempertahankan cakupan imunisasi</h2>
<p>Untuk mempertahankan tingkat imunisasi dalam situasi pandemi ini, pemerintah pusat dan daerah perlu segera membuat program mitigasi untuk memastikan bahwa layanan imunisasi akan tetap dapat diakses sepenuhnya melalui pusat kesehatan. </p>
<p>Selama ini, <a href="https://www.tandfonline.com/servlet/linkout?suffix=cit0009&dbid=128&doi=10.1080%2F14760584.2020.1800461&key=000470658600021">proses pengambilan keputusan</a> terkait vaksinasi bersifat kompleks dan proses ini cenderung lebih rumit dan multidimensi dalam situasi pandemi. </p>
<p>Karena itu, proses pengambilan keputusan harusnya lebih dipermudah karena ini menyangkut kepentingan kesehatan anak-anak.</p>
<p>Di level perubahan perilaku, kampanye yang lebih baik harus dirancang dan diterapkan untuk meningkatkan harapan terkait aksesibilitas vaksin dan intervensi pandemi, seperti penerapan jarak fisik dan higienitas yang baik. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, dalam jangka pendek dan menengah kampanye ini harus diintegrasikan secara memadai dalam sektor masyarakat yang paling tepercaya, yaitu agama dan kesehatan.</p>
<p>Petugas kesehatan harus bekerja sama dengan pemimpin agama untuk menyakinkan orang tua bahwa vaksinasi untuk anak-anak akan meningkatkan kekebalan anak-anak dan orang-orang di sekitarnya. </p>
<hr>
<p><em>Artikel ini terbit atas kerja sama The Conversation Indonesia dan <a href="https://risfarklin.unpad.ac.id/">Pusat Keunggulan Iptek Perguruan Tinggi Inovasi Pelayanan Kefarmasian Universitas Padjadjaran.</a></em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/155368/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Auliya S. Suwantika menerima dana dari Universitas Padjadjaran untuk riset ini.</span></em></p>Selain menjaga kinerja imunisasi, pemerintah pusat kini berjuang untuk menjamin anggaran imunisasi akibat dampak pandemi.Auliya A. Suwantika, Lecturer, Faculty of Pharmacy, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1444982020-08-21T08:51:51Z2020-08-21T08:51:51ZKB, vaksinasi, dan SD Inpres telah bantu Indonesia kurangi kemiskinan selama 75 tahun, tapi tantangan ke depan masih banyak<p>Mengentaskan kemiskinan merupakan salah satu prioritas negara untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan dasar negara Undang-Undang Dasar 1945.</p>
<p>Bank Dunia mengatakan Indonesia telah berusaha mengurangi kemiskinan dengan <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161018095014-78-166193/bank-dunia-kesehatan-dan-pendidikan-senjata-tebas-kemiskinan">layanan Pendidikan dan Kesehatan sejak dini</a>.</p>
<p>Selama 75 tahun merdeka, angka kemiskinan Indonesia telah mengalami penurunan yang signifikan berkat kemajuan di sektor pendidikan dan kesehatan. </p>
<p>Kemiskinan tertinggi terjadi pada 1970. Saat itu <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/31/101342926/membandingkan-angka-kemiskinan-dari-era-soeharto-hingga-jokowi">60% dari jumlah total penduduk masuk kategori miskin atau sekitar. 70 juta jiwa</a>. Angka kemiskinan turun pertama kali di bawah 10% dari total populasi pada bulan Maret 2018, pada waktu itu kemiskinan mencapai <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/31/101342926/membandingkan-angka-kemiskinan-dari-era-soeharto-hingga-jokowi">9,82% dengan 25,95 juta penduduk miskin</a>.</p>
<p>Dengan pendidikan, seseorang bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dan keahlian sehingga memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. </p>
<p>Sementara dengan layanan kesehatan yang lebih baik, anak yang memiliki nutrisi cukup akan terhindar dari <a href="https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan.efeknya.pada.pertumbuhan.anak?page=all">stunting</a> atau kekurangan gizi yang membuat anak tumbuh kerdil. Masyarakat yang sehat tentunya akan memiliki lebih banyak kemampuan untuk produktif dan memiliki penghasilan lebih tinggi.</p>
<h2>Keberhasilan program di sektor kesehatan</h2>
<p>Sudirman Nasir, peneliti senior dari fakultas Kesehatan Publik di Universitas Hassanudin di Sulawesi Selatan mengatakan dua program Kesehatan pemerintah yang paling sukses dan penting adalah Keluarga Berencana (KB) dan juga vaksinasi.</p>
<pre class="highlight plaintext"><code>1. Keluarga Berencana (KB)
</code></pre>
<p><a href="https://www.kompas.com/skola/read/2020/08/11/141500569/kb-salah-satu-usaha-pemerintah-untuk-menekan-tingkat-pertumbuhan-penduduk?page=all">Keluarga berencana</a> adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran, di Indonesia sendiri program ini sudah dirintis oleh <a href="https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2697855/program-kb-nasional-indonesia-dahulu-kini-amp-nanti">para ahli kandungan sejak tahun 1950an</a>.</p>
<p>“Cakupan KB yang meningkat telah membuat keluarga menjadi lebih sehat, kematian ibu dan anak berkurang, dan membuat banyak keluarga lebih sejahtera dan produktif,” ujar Sudirman.</p>
<p>Survei terbaru dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan jumlah anak dari perempuan di Indonesia telah mengalami penurunan 0,2 poin <a href="https://mediaindonesia.com/read/detail/231397-bkkbn-terus-berupaya-capai-target-renstra-2015-2019">menjadi 2,4 per wanita di tahun 2017 dibanding angka 2012</a>.</p>
<p>Keberhasilan program KB menurut mantan wakil presiden, Jusuf Kalla, telah membuat jumlah penduduk usia kerja menjadi lebih banyak daripada usia yang tidak bekerja, atau yang sering dinamakan <a href="https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/pnhhbh368/jk-sebut-bonus-demografi-karena-keberhasilan-program-kb">bonus demografi</a>.</p>
<p>Menurut Direktur Bill & Melinda Gates Institution, Jose Oying Rimon, jumlah anak yang lebih sedikit akan <a href="https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2697855/program-kb-nasional-indonesia-dahulu-kini-amp-nanti">meningkatkan jumlah usia produktif dan membuat pembangunan suatu negara lebih berkelanjutan</a>. </p>
<p>“Tantangannya di era desentralisasi ini adalah membuat komitmen pemerintah daerah tetap kuat mendukung program KB,” kata Sudirman.</p>
<pre class="highlight plaintext"><code>2. Vaksinasi
</code></pre>
<p>Vaksinasi atau imunisasi telah berperan besar mencegah banyak penyakit, kecacatan dan kematian prematur. Tentunya dengan kondisi sehat, seseorang akan mampu menjadi lebih produktif dan mampu mendapatkan pendapatan yang maksimal.</p>
<p><a href="https://www.kemkes.go.id/article/print/18011500006/inilah-upaya-negara-melindungi-generasi-bangsa-dari-ancaman-penyakit-berbahaya.html">Kementerian Kesehatan</a> mencatat bahwa sejarah imunisasi di Indonesia dimulai dengan imunisasi cacar pada tahun 1956. Imunisasi di Indonesia dikembangkan melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang secara resmi dimulai di 55 Puskesmas pada tahun 1977, meliputi pemberian vaksin kekebalan terhadap empat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu TBC, difteri, pertusis, dan tetanus. </p>
<p>Saat ini program nasional Imunisasi berkembang dengan menambah 5 lagi PD3I yang dapat dilindungi yaitu Campak, Polio, Hepatitis B.</p>
<p>Data terbaru pemerintah menunjukkan cakupan imunisasi dasar lengkap Indonesia pada tahun 2018 baru <a href="https://health.grid.id/read/351705362/hari-imunisasi-dunia-12-anak-indonesia-belum-imunisasi-lengkap?page=all#:%7E:text=Selama%20ini%2C%20di%20Indonesia%20imunisasi,akan%20ditambah%20menjadi%2013%20vaksin.">mencapai 87,8%</a>. Ini berartinya masih ada 12% atau sekitar 400 ribu anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap.</p>
<p>Menurut Sudirman, imbauan penggunaan vaksin saat ini harus terus diperkuat karena cakupan vaksinasi yang belum optimal akibat munculnya kelompok <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200627170720-192-518185/kelompok-anti-vaksin-makin-giat-di-medsos-saat-pandemi">anti vaksin</a> dan kondisi pandemi COVID-19 karena terbatasnya mobilitas. </p>
<p>“Vaksin adalah hasil pengembangan sains dan teknologi pencegahan yang sangat baik dan terbukti mengurangi kejadian penyakit, kecacatan dan kematian. Ini tentu juga berperan besar meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” kata Sudirman.</p>
<h2>Program Pendidikan</h2>
<p>Program pendidikan yang paling sukses di Indonesia adalah program Sekolah Dasar Instruksi Presiden (Inpres), terang Daniel Suryadarma, peneliti utama dari Lembaga riset SMERU.</p>
<p>Program SD Inpres dilaksanakan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 1973 dengan membangun fasilitas pendidikan untuk memperluas kesempatan belajar masyarakat</p>
<p>Sepanjang periode 1973-1979, pemerintah membangun sebanyak <a href="https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5e9a4e5ecf275/sd-inpres%20mendunia-berkat-penerima-nobel">61,8 ribu sekolah</a>, termasuk penyediaan guru dan kepala sekolah, buku pelajaran, perpustakaan, dan air bersih. </p>
<p>“Program ini secara signifikan meningkatkan tingkat pendidikan. Dan hasil dari meningkatnya pendidikan ini adalah peningkatan pendapatan,” Kata Daniel.</p>
<p>Menurut Daniel, tantangan ke depan bagi pendidikan adalah memastikan bahwa penuntasan Sekolah Menengah Atas (SMA) bisa tercapai.</p>
<p>Berdasarkan data BPS per Februari 2019, dari <a href="https://www.cnbcindonesia.com/market/20190614153137-17-78468/sri-mulyani-sebut-59-pekerja-lulusan-smp-fakta-lebih-ngenes">129,3 juta orang yang bekerja di Indonesia, sebanyak 75,37 juta jiwa (setara 58,26%) merupakan lulusan SMP atau di bawahnya</a>.</p>
<p>Masalah lain dalam pendidikan Indonesia adalah kualitas pendidikan yang masih rendah dan tidak ada peningkatan. </p>
<p>Hal ini bisa ditunjukkan oleh hasil <em>Programme for International Student Assessment</em> (PISA) yang masih rendah. PISA bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan dengan mengukur kinerja siswa di pendidikan menengah, terutama pada tiga bidang utama, yaitu matematika, sains, dan literasi. </p>
<p>Menurut penilaian PISA pada tahun lalu, untuk kemampuan yang dasar saja seperti membaca <a href="https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/04/13002801/skor-pisa-terbaru-indonesia-ini-5-pr-besar-pendidikan-pada-era-nadiem-makarim?page=all">Indonesia hanya mempunyai skor 371</a>. Ini sangat jauh jika dibandingkan peringkat pertama yang diraih Cina dengan skor 555.</p>
<p>Untuk mencetak cukup banyak orang-orang yang berkemampuan tinggi, akses dan kualitas pendidikan tinggi dan pendidikan kejuruan harus ditingkatkan. </p>
<p>“Kalau mau mencetak orang-orang yang sehat dan pintar, investasi pemerintah harus ditingkatkan dan dimulai dari semasa di dalam kandungan,” Ujar Daniel.</p>
<h2>Tantangan ke depan</h2>
<p>Di samping keberhasilan program pendidikan dan kesehatan dalam membantu pengentasan kemiskinan, Indonesia masih mengalami banyak tantangan. Salah satu yang terjadi saat ini adalah pandemi COVID-19.</p>
<p>Pandemi telah mengganggu perekonomian sehingga jumlah orang miskin di Indonesia per Maret telah mengalami kenaikan ke <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200715121015-532-524894/penduduk-miskin-ri-membengkak-jadi-2642-juta-karena-corona">26,42 juta orang atau 9,78%</a> dari total populasi, dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 25,14 juta orang atau 9,41% dari populasi yang mencapai lebih dari 260 juta orang.</p>
<p>Pemerintah sendiri menargetkan dapat menurunkan tingkat kemiskinan menjadi <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4894228/wapres-hingga-sri-mulyani-kumpul-bahas-target-kemiskinan-65">6,5 - 7% pada tahun 2024</a>. </p>
<p>Menurut Ridho Al Izzati, peneliti lain dari Smeru, target pemerintah tersebut akan sulit untuk tercapai.</p>
<p>“Sulit untuk dicapai karena kondisi kemiskinan Indonesia di 2020 diperparah oleh krisis yang diakibatkan oleh pandemi,” tutur Ridho.</p>
<p>Selain itu masih banyak tantangan lain, seperti tingkat kemiskinan yang sudah rendah sehingga pengambil kebijakan sulit menemukan orang miskin dan tingginya tingkat kerentanan terhadap kemiskinan. </p>
<p>Ke depannya, kemajuan sektor pendidikan tetap adalah modal utama untuk keluar dari kemiskinan.
Namun, sektor ini memerlukan perhatian lebih karena banyak sekolah yang ditutup karena pandemi COVID-19.</p>
<p>“Kuncinya adalah untuk memastikan tidak terjadi ketertinggalan yang permanen. Bisa dalam hal putus sekolah, tapi yang sama pentingnya adalah anak-anak yang kembali ke sekolah tidak kemudian terus ketinggalan dalam hal kemampuan,” ujar Daniel.</p>
<p>Sementara untuk kesehatan, tantangan terbesar dan terpenting adalah untuk mendapatkan vaksin untuk COVID-19 yang akan mengurangi penyebaran dan kematian akibat wabah ini.</p>
<p>“Vaksin untuk COVID-19 akan sekaligus mengurangi kerugian ekonomi dan sosial akibat pandemi itu,” kata Sudirman.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/144498/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Berbagai program pendidikan dan kesehatan dari pemerintah telah membuat masyarakat lebih produktif dan mengurangi angka kemiskinan.Yessar Rosendar, Business + Economy (Indonesian edition)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1340312020-03-19T09:57:39Z2020-03-19T09:57:39ZVaksin tanpa jarum: selaput stabil yang bisa merevolusi distribusi obat-obatan di seluruh dunia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/321549/original/file-20200319-22606-t5ff73.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Selaput yang larut dengan cepat ketika diletakkan di rongga mulut akan membuat vaksin lebih murah dan lebih dapat diandalkan. </span> <span class="attribution"><span class="source">Stephen C. Schafer</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span></figcaption></figure><p>Usaha untuk mengidentifikasi sebuah vaksin efektif untuk virus COVID-19 terus berlanjut. Setelah ditemukan, tantangan selanjutnya adalah membuat dan mendistribusikannya ke seluruh dunia. </p>
<p>Kelompok penelitian kami telah mengembangkan sebuah metode baru untuk menstabilkan virus hidup dan obat-obatan biologis lainnya dalam <a href="https://doi.org/10.1126/sciadv.aau4819">selaput yang cepat larut</a> sehingga tidak memerlukan pendinginan dan juga dapat diberikan ke pasien melalui mulut.</p>
<p>Karena bahan untuk membuat selaput ini murah dan prosesnya relatif sederhana, metode ini bisa menjadi bentuk kampanye vaksin yang lebih terjangkau. Jumlah besar dapat dikirimkan dan didistribusikan dengan mudah mengingat bentuknya yang datar dan hemat ruang.</p>
<p>Secara global, tingkat vaksinasi telah meningkat selama beberapa dekade terakhir, tapi jumlah ini masih terlalu rendah karena masih ada sekitar 13,5 juta anak yang <a href="https://ourworldindata.org/vaccination">tidak divaksinasi pada 2018</a>. Teknologi ini baru saja dipublikasikan di <a href="https://doi.org/10.1126/sciadv.aau4819">jurnal Science Advance</a> dan berpotensi meningkatkan akses global akan vaksin dan obat-obatan biologis lainnya secara dramatis.</p>
<h2>Terinspirasi dari permen yang keras</h2>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/318397/original/file-20200303-66084-1403psg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C177%2C2297%2C1661&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/318397/original/file-20200303-66084-1403psg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C177%2C2297%2C1661&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/318397/original/file-20200303-66084-1403psg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=655&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/318397/original/file-20200303-66084-1403psg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=655&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/318397/original/file-20200303-66084-1403psg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=655&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/318397/original/file-20200303-66084-1403psg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=823&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/318397/original/file-20200303-66084-1403psg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=823&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/318397/original/file-20200303-66084-1403psg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=823&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Bukan vaksin era nenekmu.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Maria Croyle</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tim penelitian kami mulai mengembangkan teknologi ini pada 2007 ketika National Institutes of Health meminta kami untuk mengembangkan metode vaksin tanpa jarum dan mudah dalam pengiriman.</p>
<p>Gagasan untuk mengembangkan sebuah selaput ini terinspirasi dari sebuah dokumenter mengenai bagaimana DNA serangga dan makhluk hidup lainnya dapat diawetkan selama jutaan tahun dalam sebuah resin fosil. Hal ini membuat kami teringan akan permen keras yang biasa dulu dibuat oleh nenek saya.</p>
<p>Ini merupakan ide sederhana meski belum ada yang mencobanya. Jadi kami mencoba mencampur berbagai formulasi yang mengandung bahan-bahan alami seperti gula dan garam dan mengujinya apakah memiliki kemampuan untuk membentuk permen padat seperti layaknya resin yang membungkus fosil tersebut.</p>
<p>Awalnya, banyak “permen” yang kami uji membunuh organisme selagi selaput terbentuk atau mengkristal selama penyimpanan, atau bahkan malah merobek-robek virus atau bakteri yang coba kami tumbuhkan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/318668/original/file-20200304-66052-112hifn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/318668/original/file-20200304-66052-112hifn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/318668/original/file-20200304-66052-112hifn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=103&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/318668/original/file-20200304-66052-112hifn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=103&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/318668/original/file-20200304-66052-112hifn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=103&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/318668/original/file-20200304-66052-112hifn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=129&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/318668/original/file-20200304-66052-112hifn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=129&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/318668/original/file-20200304-66052-112hifn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=129&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Vaksin seperti campak, polio, influenza, hepatitis B dan Ebola, serta banyak antibodi terapeutik yang digunakan untuk mengobati infeksi dan kanker, dapat dengan hati-hati diapit di antara lapisan pelindung.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Stephen C. Schafer</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun akhirnya, setelah sekitar 450 percobaan selama setahun, kami menemukan formulasi yang dapat membuat virus dan bakteri bertahan dalam sebuah lapisan yang dapat dikupas.</p>
<p>Karena kami memperoleh lebih banyak pengalaman selama proses produksi, kami juga berusaha untuk menyederhanakan bentuknya sehingga kemampuan teknis tambahan tidak diperlukan untuk membuatnya. Selain itu, kami mengubah komposisinya agar lebih cepat kering, memungkinkan sekumpulan vaksin dibuat di pagi hari dan langsung dikirimkan pada siang hari.</p>
<p>Saya terlibat dengan sebuah <em>start up</em> yang bertujuan untuk memasarkan teknologi ini ke masyarakat dalam kurun waktu dua tahun ke depan.</p>
<h2>Keuntungan lainnya</h2>
<p>Semua vaksin yang tersimpan akan kehilangan potensi mereka seiring berjalannya waktu. Tingkat kehilangan potensi ini sangat berkaitan erat dengan <a href="https://doi.org/10.1586/erv.09.2">temperatur tempat mereka disimpan</a>. Menjaga vaksin agar terus dingin merupakan perkara yang <a href="https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2007.02.052">sulit dan mahal</a>, bahkan untuk berbagai tempat di dunia, hal ini <a href="https://theconversation.com/cracking-the-cold-chain-challenge-is-key-to-making-vaccines-ubiquitous-99329">hampir tidak mungkin dilakukan</a>. Jadi jika vaksin dapat disimpan dan dibawa pada temperatur ruang (sekitar 25 derajat Celcius) ini akan menjadi keuntungan yang sangat besar.</p>
<p>Terobosan terbesar untuk proyek ini terjadi ketika kami menyelesaikan proyek Ebola dan kami menemukan selaput mengandung virus yang dibuat 3 tahun lalu, tersimpan di dalam sebuah wadah tertutup di atas bangku laboratorium kami. Tanpa bermaksud serius, kami merehidrasi mereka dan mengujinya untuk melihat apakah vaksin masih mampu mendorong respons imun atau tidak. Yang mengejutkan kami, lebih dari 95% virus di selaput ini masih aktif. Vaksin dapat disimpan begitu lama selama ini dan tanpa pendinginan merupakan suatu yang mencengangkan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/318436/original/file-20200303-66069-18ofksf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/318436/original/file-20200303-66069-18ofksf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/318436/original/file-20200303-66069-18ofksf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=361&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/318436/original/file-20200303-66069-18ofksf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=361&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/318436/original/file-20200303-66069-18ofksf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=361&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/318436/original/file-20200303-66069-18ofksf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=454&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/318436/original/file-20200303-66069-18ofksf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=454&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/318436/original/file-20200303-66069-18ofksf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=454&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Selaput ini dapat menstabilkan vaksin dalam format hemat-ruang, membuatnya lebih mudah untuk dikirim dan didistribusikan di seluruh dunia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Stephen Schafer and Maria Croyle</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/">CC BY-NC-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jejak ekologis yang ditinggalkan oleh kampanye imunisasi global tidak banyak dipertimbangkan. Kampanye Eliminiasi Campak Filipina pada 2004, yang telah mengimunisasi 18 juta anak dalam satu bulan, meninggalkan limbah 19,5 juta jarum suntik atau setara dengan 143 ton limbah benda tajam dan hampir 80 ton <a href="https://noharm-global.org/documents/disposal-mass-immunization-waste-without-incineration">limbah tak berbahaya</a>, biasanya berupa botol kosong, pembungkus jarum suntik, topi, kapas, dan kemasan. Tentunya, dampak yang diberikan oleh kampanye yang lebih besar akan lebih signifikan.</p>
<p>Selaput yang kami buat, sebaliknya, dapat didistribusikan oleh petugas kesehatan yang hanya dilengkapi dengan sebuah amplop berisi vaksin. Setelah digunakan, ia tidak akan meninggalkan banyak jejak fisik, melainkan jejak manfaat dalam membuat populasi dunia lebih sehat.</p>
<p>_Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Iggris. _</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/134031/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>The film technology developed in the Croyle Laboratory at the College of Pharmacy, University of Texas at Austin, has been licensed to a new startup company based in Chapel Hill, North Carolina for which Dr. Croyle is a scientific advisor. Dr. Croyle currently receives funding from the National Institutes of Health.</span></em></p>Selaput yang kami buat dapat didistribusikan oleh petugas kesehatan yang hanya dilengkapi dengan sebuah amplop berisi vaksin.Maria Croyle, Professor of Pharmaceutics, The University of Texas at AustinLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1320182020-03-06T09:28:41Z2020-03-06T09:28:41ZCOVID-19 tiba di Indonesia, riset: penolakan vaksinasi menurun drastis saat wabah terjadi<p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan butuh waktu <a href="https://www.reuters.com/article/us-china-health-who-vaccine-idUSKBN2051ZC?taid=5e42dc55ecb7110001ba6271&utm_campaign=trueAnthem:+Trending+Content&utm_medium=trueAnthem&utm_source=twitter">sekitar 18 bulan</a> untuk mengembangkan vaksin yang mampu <a href="https://theconversation.com/alasan-mengapa-who-mengatakan-vaksin-covid-19-baru-ada-dalam-18-bulan-131912">mencegah penularan COVID-19</a> yang kini mewabah di <a href="https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200302-sitrep-42-covid-19.pdf?sfvrsn=edd4f123_2">65 negara</a> termasuk mulai awal pekan ini di <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/02/indonesias-first-covid-19-patient-danced-with-infected-japanese-woman-before-contracting-virus.html">Indonesia</a>. </p>
<p>Masa itu sedikit lebih pendek dibanding saat <a href="https://www.who.int/csr/don/archive/disease/severe_acute_respiratory_syndrome/en/">terjadi wabah SARS pada 2002-2003</a> yang vaksinnya tersedia dalam <a href="https://www.healthline.com/health-news/how-long-will-it-take-to-develop-vaccine-for-coronavirus">20 bulan</a> setelah bulan pertama wabah. </p>
<p>Lamanya waktu yang dibutuhkan terkait dengan <a href="https://theconversation.com/heres-why-the-who-says-a-coronavirus-vaccine-is-18-months-away-131213">tantangan aspek klinis</a> dari mulai memahami karakteristik virus, uji coba model pada hewan dan manusia sampai akhirnya bisa diproduksi menjadi vaksin yang aman untuk dikonsumsi publik.</p>
<p>Jika nanti vaksin sudah diproduksi massal dan dinyatakan aman, akan muncul lagi tantangan lain yakni tantangan sosiologis. Salah satunya terkait penerimaan masyarakat terhadap vaksinasi tersebut. </p>
<p>Riset terbaru (belum dipublikasikan di jurnal) yang saya lakukan melalui survei online pada 2018 di Indonesia menemukan bahwa ketika ada situasi darurat seperti wabah penyakit yang menjangkiti masyarakat, tingkat penolakan terhadap imunisasi cenderung lebih rendah dibandingkan jika tidak ada wabah tertentu. </p>
<h2>Penerimaan vaksin</h2>
<p>Survei saya memang tidak spesifik membahas mengenai wabah coronavirus terbaru <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/summary.html">SARS-CoV-2 </a>, karena kala itu belum ada wabah ini. Akan tetapi, melihat tren yang sama di semua jenis vaksin dan wabah penyakit yang saya tanyakan di survei, kemungkinan besar pola yang sama akan terlihat dalam kasus coronavirus saat ini. </p>
<p>Riset saya dilatarbelakangi oleh munculnya wabah difteri di <a href="https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42215042">berbagai wilayah di Indonesia</a> pada 2017-2018. Salah satu penyebab wabah adalah adanya <a href="https://theconversation.com/wabah-difteri-di-indonesia-antara-vaksinasi-dan-antibiotik-87120">penolakan imunisasi yang berdampak pada rendahnya cakupan imunisasi</a>. </p>
<p>Saya melakukan survei pada 526 responden yang tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia, dengan usia antara 17-54 tahun. Mayoritas perempuan (hampir 66%), dan berstatus menikah sekitar 57% dan lajang 42%.</p>
<p>Melalui survei tersebut, saya membandingkan sikap responden terhadap imunisasi polio, varisela (vaksin cacar air), DT (<em>diphteria tetanus</em>) dan <a href="https://theconversation.com/di-balik-gagalnya-target-cakupan-imunisasi-mr-di-indonesia-106000">MR (campak dan rubella)</a> saat ada wabah penyakit tersebut dan tak ada wabah. </p>
<p>Pertanyaan dalam survei untuk empat jenis vaksinasi itu senada, bedanya saat ada wabah dan tidak ada wabah. Ada 8 pertanyaan tapi saya ringkas jadi dua karena jenis pertanyaannya serupa. </p>
<ol>
<li>Jika Anda atau anak Anda belum diimunisasi MR/DT/varisela/polio dan <em>tak ada wabah</em> penyakit MR/DT/varisela/polio di lingkungan Anda tinggal, seberapa mungkin Anda akan melakukan imunisasi tersebut?<br></li>
<li>Jika Anda atau anak Anda belum diimunisasi MR/DT/varisela/polio <em>tapi ada wabah</em> penyakit MR/DT/varisela/polio di lingkungan Anda tinggal, seberapa mungkin Anda akan melakukan imunisasi tersebut?<br></li>
</ol>
<p>Survei tersebut menunjukkan penerimaan masyarakat terhadap vaksinasi jauh lebih tinggi saat terjadi wabah penyakit dibanding saat tidak terjadi wabah. </p>
<p>Ketika ada wabah cacar air, penerimaan terhadap vaksin varisela meningkat dari 41% menjadi 67% (sikapnya sangat mungkin melakukan vaksinasi). Begitu juga ketika ada wabah difteri, penerimaan vaksinasi difteri melonjak dari 41% ketika tidak ada wabah menjadi 71% saat ada wabah difteri. </p>
<iframe title="" aria-label="Interactive pie chart" src="https://datawrapper.dwcdn.net/9LfMH/5/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="378"></iframe>
<iframe title="" aria-label="Interactive pie chart" src="https://datawrapper.dwcdn.net/jHFHW/6/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="378"></iframe>
<p>Terkait wabah polio, penerimaan publik terhadap vaksin polio juga naik ketika ada wabah dari 48% menjadi 73%. Sama halnya ketika ada wabah campak dan rubella, penerimaan terhadap vaksin MR lebih tinggi dari hanya 42% menjadi 72%. </p>
<iframe title="" aria-label="Interactive pie chart" src="https://datawrapper.dwcdn.net/rCKJw/3/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="378"></iframe>
<iframe title="" aria-label="Interactive pie chart" src="https://datawrapper.dwcdn.net/A5BT9/4/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="394"></iframe>
<p>Riset ini senada dengan studi terbaru <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0220658">Florian Justwan dan koleganya dari Amerika Serikat</a> yang melihat adanya hubungan antara kedekatan baik secara geografis atau psikologis dengan wabah penyakit dengan perilaku seseorang terkait dengan vaksinasi. Kedekatan ini mendorong orang-orang untuk bertindak lebih waspada agak tidak terinfeksi penyakit yang sedang mewabah. </p>
<p>Hal ini yang kemudian mempengaruhi pandangan mereka terhadap risiko yang bisa terjadi dan tingkat penerimaan mereka terhadap vaksin sebagai salah satu cara pencegahan agar tidak terinfeksi wabah yang sedang terjadi.</p>
<p>Jika nanti vaksin untuk COVID-19 ditemukan, saya memperkirakan penerimaan masyarakat terhadap vaksin baru ini akan cenderung tinggi, mengingat tingkat risiko yang lebih tinggi jika tidak divaksinasi. Meskipun, tetap saja akan ada kelompok yang akan menolak atau melakukan gerakan anti-vaksin, levelnya cenderung akan lebih rendah. </p>
<h2>Alasan mereka menolak imunisasi</h2>
<p>Ada banyak alasan yang menyebabkan orang ragu atau menolak imunisasi. Seperti, mereka tak yakin pentingnya imunisasi bagi manusia, juga meragukan keamanan atau takut efek sampingnya. Mereka tak yakin vaksin efektif meningkatkan imunitas tubuh manusia sehingga tidak mudah terkena penyakit atau virus tertentu.</p>
<p>Selain itu, alasan lainnya terkait keyakinan atau agama, apakah vaksin sejalan dengan ajaran agama seseorang. </p>
<p>Studi <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S235239641630398X">Heidi J.Larson </a> dan koleganya dari Inggris, Prancis dan Singapura, dengan menggunakan data survei di 67 negara menemukan bahwa sentimen negatif tertinggi terkait pentingnya imunisasi, keamanan dan efektifitas vaksin terlihat di wilayah Eropa. </p>
<p>Sedangkan penolakan vaksin karena dianggap tidak sejalan dengan ajaran agama lebih banyak muncul di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat termasuk Indonesia. </p>
<p>Terkait dengan pentingnya imunisasi, penolakan terhadap vaksinasi seringkali juga ada hubungannya dengan pandangan masyarakat tentang risiko yang mungkin dialami.</p>
<h2>Gerakan anti-vaksin keliru</h2>
<p>Fenomena penolakan vaksin, dikenal sebagai <em>anti-vax</em>, <em>anti-vaccine</em> atau <em>vaccine hesitancy</em>, bukan hal baru. </p>
<p>Sebuah studi yang <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264410X13001898">dipublikasi di jurnal “<em>Vaccine</em>” pada 2013,</a> menyebutkan bahwa penolakan terhadap imunisasi memiliki sejarah yang panjang bahkan sejak abad ke-17. </p>
<p>Penolakan pertama terjadi ketika kelompok agama menolak vaksin cacar yang diciptakan oleh Edward Jenner pada 1796 yang dianggap bertentangan dengan kehendak Tuhan. Gerakan akti-vaksin selanjutnya berkembang di Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda sejak 1853. Di Amerika Serikat pada 1879, beberapa pendeta di Boston dan dokter yang saleh membentuk <a href="https://www.historyofvaccines.org/content/articles/history-anti-vaccination-movements">Antivaccination Society</a>.</p>
<p>Dalam konteks saat ini, awal kemunculan kembali gerakan anti-vaksin, kurang lebih dipengaruhi oleh publikasi <a href="https://www.cureus.com/articles/13250-the-anti-vaccination-movement-a-regression-in-modern-medicine">peneliti Inggris Andrew Wakefield</a> pada 1998 di <em>The Lancet</em>. Dia menyebutkan bahwa ada hubungan antara vaksin MMR (Mumps Measles rubella) dengan autism pada anak-anak. </p>
<p>Meski kemudian ada banyak penelitian yang membuktikan bahwa hasil <a href="https://theconversation.com/hoaks-anti-vaksinasi-marak-bagaimana-menyusun-kebijakan-kesehatan-berbasis-kebenaran-ilmiah-118525">studi Andrew tidak valid</a> dan penerbit mencabut artikel tersebut karena Andrew <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(04)15699-7/fulltext">melanggar etika ilmiah dan punya konflik kepentingan finansial</a>, ada banyak orang yang kemudian menggunakan ini untuk memunculkan kembali gerakan anti-vaksin. </p>
<p>Studi yang dilakukan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264410X09019264">Anna Kata</a>, antropolog kesehatan dari McMaster University Canada, menemukan bahwa perkembangan gerakan anti-vaksin saat ini banyak dipengaruhi oleh penyebaran informasi yang salah di internet dan media sosial terkait vaksinasi. </p>
<h2>Melawan misinformasi</h2>
<p>Sangat penting bagi pemangku kebijakan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat secara berimbang manfaat dan risiko dari vaksinasi.</p>
<p>Pendekatan ini, dikenal dengan istilah model defisit pengetahuan/informasi. Model ini mengasumsikan bahwa penolakan masyarakat terhadap vaksinasi didorong oleh kurangnya pengetahuan/informasi masyarakat terkait manfaat dan risiko dari vaksinansi. </p>
<p>Pendekatan ini akan cukup berperan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan menyadarkan mereka akan risiko yang mungkin terjadi. Perlu dikampanyekan pentingnya imunisasi tidak hanya untuk melindungi diri kita sendiri tapi juga melindungi banyak orang di lingkungan sekitar kita.</p>
<p>Kementerian Kesehatan, ilmuwan, dan tenaga kesehatan perlu meningkatkan lagi kampanye pentingnya imunisasi melalui berbagai media tradisional dan digital. </p>
<p>Berbagai studi menemukan bahwa <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0220658">tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, ilmuwan dan tenaga kesehatan</a> bisa meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap vaksinasi. Karena mereka dipandang sebagai pihak yang bisa memberikan informasi yang benar dan akurat terkait imunisasi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/132018/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Iim Halimatusa'diyah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penolakan vaksin karena dianggap tidak sejalan dengan ajaran agama lebih banyak muncul di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat termasuk Indonesia.Iim Halimatusa'diyah, Dosen Sosiologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1185252019-06-12T04:14:06Z2019-06-12T04:14:06ZHoaks anti-vaksinasi marak, bagaimana menyusun kebijakan kesehatan berbasis kebenaran ilmiah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/278841/original/file-20190611-32347-1gneab8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas kesehatan memvaksinasi untuk mencegah difteri di sekolah dasar di Surabaya, 2013. Imunisasi terbukti meningkatkan kekebalan tubuh penduduk dari serangan penyakit menular.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/surabayaindonesia-december-11-2013-health-worker-1388242763?src=mcpyY-E5lLenYhW5VbCZ7Q-1-18">Spotters/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Pemberian imunisasi telah terbukti membuat masyarakat lebih sehat dan sejahtera karena vaksinasi mencegah terjadinya pengeluaran yang sia-sia akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. </p>
<p>Riset Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mengestimasi dampak ekonomi dari vaksinasi periode 2001-2020 menyebutkan vaksinasi 10 jenis penyakit menular dapat <a href="https://www.who.int/bulletin/volumes/95/9/16-178475.pdf">mencegah 20 juta kematian di 73 negara</a>, termasuk Indonesia. Vaksinasi, menurut riset tersebut, juga dapat menyelamatkan kerugian yang ditimbulkan sebesar US$350 miliar (hampir Rp5.000 triliun) untuk biaya perawatan kesehatan, sedangkan nilai ekonomi dan sosial yang lebih luas dari vaksinasi ini diperkirakan mencapai US$820 miliar (sekitar Rp11.700 triliun) di 73 negara tersebut.</p>
<p>Tapi rupanya tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap keampuhan vaksinasi perlu ditingkatkan. Akhir tahun lalu, Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan, alih-alih naik, cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) pada anak berusia 12-23 bulan <a href="https://theconversation.com/krisis-kepercayaan-penyebab-cakupan-imunisasi-anak-indonesia-menurun-5-tahun-terakhir-107900">hanya 57,9%</a>. Ini turun dibanding lima tahun tahun lalu yang mencapai 59,2%. Lebih dari tiga juta anak usia tersebut tidak menerima vaksinasi lengkap. Sementara, untuk mencapai level imunitas yang optimal pada populasi semestinya cakupannya di atas 80 persen. </p>
<p>Amat disayangkan bahwa data-data tentang manfaat vaksinasi seperti hasil riset WHO tersebut tidak bermakna apa-apa bagi sebagian orang tua akibat pengaruh <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/19050100002/hoax-imunisasi-masih-beredar.html">berita palsu</a> dan <a href="https://psmag.com/news/a-brief-history-of-vaccine-conspiracy-theories">teori konspirasi tentang vaksinasi</a>, yang marak tersebar melalui media sosial. Karena itu, kebijakan kesehatan dan komunikasi sains yang tepat sangat dibutuhkan untuk menyakinkan masyarakat ihwal manfaat imunisasi. </p>
<h2>Anti-vaksin dari hoaks Wakefield</h2>
<p>Argumentasi yang sering kita dengar digunakan oleh orang dan kelompok anti-vaksin adalah hasil riset yang dilakukan <a href="https://www.independent.co.uk/news/health/andrew-wakefield-who-is-mmr-doctor-anti-vaccine-anti-vaxxer-us-a8328326.html">(bekas) dokter Inggris Andrew Wakefield</a> pada 1998. Riset tersebut diterbitkan di jurnal kedokteran prestisius <em>The Lancet</em>, tapi tak lama kemudian artikel tersebut dicabut oleh penerbit karena Wakefield terbukti <a href="https://www.vox.com/2018/2/27/17057990/andrew-wakefield-vaccines-autism-study">terlibat pelanggaran etika penelitian</a> yang serius berupa <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(04)15699-7/fulltext">konflik kepentingan finansial dan pelanggaran ilmiah.</a></p>
<p>Wakefield menjelaskan ada keterkaitan antara pemberian vaksin MMR (Mumps Measles rubella) dan risiko kejadian <em>Pervasive Developmental Disorder (PDD)</em> atau autisme. Penelitiannya mendorong khalayak untuk mengaitkan pemberian vaksin MMR dengan beberapa kriteria diagnostik autisme yang berupa aspek komunikasi, interaksi sosial, minat atau perhatian.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15173555">Banyak penelitian setelahnya</a>, termasuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30831578">studi terbaru</a> yang terbit April 2019, dengan tegas membantah temuan palsu Wakefield dengan memberikan bukti yang solid bahwa vaksinasi MMR tidak meningkatkan risiko autisme, tidak memicu autisme, dan juga tidak ada kaitannya dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). </p>
<p>Menariknya, meski sudah banyak studi serupa yang membantah temuan Wakefield dan dilakukan lebih cermat secara saintifik, kelompok anti-vaksin selalu mengutip studi, yang disebut oleh ahli kesehatan dari Universitas Charleston Amerika <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1345/aph.1Q318">Dennis K Flaherty</a> sebagai “hoaks kesehatan paling merusak selama 100 tahun terakhir” itu. Hoaks Wakefield ini amat berbahaya karena selalu dijadikan pembenaran kaum anti-vaksin untuk menolak vaksinasi dan mendorong terbentuknya mitos-mitos lainnya yang berhubungan dengan keamanan vaksinasi. </p>
<p>Belakangan diketahui bahwa misinformasi dan disinformasi bukan satu-satunya faktor yang menjelaskan naiknya popularitas gerakan anti-vaksin, namun lebih dipengaruhi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5784985/">sentimen dan ideologi politik</a> yang menyertainya. </p>
<h2>Kabar bohong dan epistemologi kebijakan</h2>
<p>Laporan <a href="https://dailysocial.id/post/laporan-dailysocial-distribusi-hoax-di-media-sosial-2018">DailySocial</a> tentang distribusi hoaks di media sosial pada 2018 menjelaskan bahwa informasi hoaks paling banyak ditemukan di Facebook (82,25 persen), WhatsApp (56,55%), dan Instagram (29,48%). </p>
<p>Disinformasi tersebut amat beragam, mulai dari beberapa makanan penyebab kematian, penyebab kanker, vaksinasi dan <a href="http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20190501/4230135/hoax-imunisasi-masih-beredar/">imunisasi</a>. Seiring meluasnya akses terhadap internet, penyebaran informasi palsu ini malah semakin sulit untuk dikendalikan. </p>
<p>Perlawanan berbahaya terhadap kebenaran ilmiah terkait vaksin tak hanya di Indonesia. Di Amerika, politikus punya andil besar dalam maraknya disinformasi ini. Contohnya, bagaimana cara Presiden Amerika Serikat Donald Trump menanggapi kaitan antara vaksinasi dan kejadian autisme yang kemudian menjadi komoditas politik. Politikus Partai Republik yang terkenal konservatif itu mendukung dan membuat pembenaran atas <a href="https://www.bmj.com/content/355/bmj.i6545.full">penelitian Wakefield</a> sehingga persoalan kredibilitas penelitian dan etik tidak menjadi hal yang patut diperhitungkan.</p>
<p>Yang menyedihkan, masyarakat menganggap informasi palsu ini seolah-olah menggambarkan yang nyata terjadi. Informasi palsu mengenai vaksinasi ini semakin liar karena dibumbui berbagai <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30307753">teori konspirasi</a>. </p>
<p>Tokoh filantropis untuk gerakan pengendalian tembakau global dan politikus Partai Demokrat Amerika Michael R. Bloomberg dalam <a href="https://www.mikebloomberg.com/news/mike-bloomberg-delivers-2018-commencement-address-rice-university/">pidatonya di Rice University</a> Mei tahun lalu, menyatakan para politikus populis terus menyangkal informasi faktual yang membuat publik merasa terancam. Bloomberg dengan tegas mengatakan “wabah ketidakjujuran” ini adalah satu-satunya komoditas yang terus dikapitalisasi oleh para politikus agar mendapatkan keuntungan elektoral. Namun kebenaran tetap kebenaran, sehingga kebohongan tak mungkin mampu terus-terusan menutupi yang sebenarnya terjadi.</p>
<p>Karena itu, kehadiran bukti empirik dalam perumusan kebijakan kesehatan tak bisa ditawar-tawar. Saat ini pemerintah Indonesia belum mengembangkan strategi yang jelas untuk melawan miskonsepsi dan krisis kredibilitas pada figur ilmuwan dan penelitian ilmiah yang mendasari beragam kebijakan kesehatan. Padahal efeknya jelas dan langsung dirasakan, seperti menurunnya cakupan imunisasi.</p>
<h2>Kebijakan kesehatan berbasis kebenaran</h2>
<p>Para ilmuwan dan perumus kebijakan kesehatan harus memahami lanskap politik di era paska-kebenaran agar dapat melewati tantangan ini dengan baik. Komunitas akademik juga dituntut untuk mereformasi strategi mereka dalam melakukan komunikasi sains supaya menutup kesenjangan pemahaman antara ilmuwan dengan pengambil kebijakan dan masyarakat awam. </p>
<p>Dalam <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5675585/">karya ilmiahnya</a>, pakar kebijakan kesehatan dari London, Martin McKee dan David Stuckler, menyebutkan setidaknya ada 6 prinsip yang harus diadopsi oleh praktisi kesehatan masyarakat dalam menanggapi situasi ini. </p>
<ol>
<li>Menggunakan keahlian epidemiologis, praktisi kesehatan masyarakat dapat memberikan wawasan yang menjelaskan mengapa politik populis mendapatkan pengaruh yang luas. </li>
<li>Menggunakan keahlian dalam menyusun model dan asesmen dampak kesehatan, praktisi kesehatan masyarakat dapat mengantisipasi dan memberi peringatan mengenai bahaya kebijakan populis.</li>
<li>Praktisi kesehatan masyarakat dapat membantu pemerintah menyusun instrumen kebijakan kesehatan yang efektif.</li>
<li>Praktisi kesehatan masyarakat harus menghindari menjadi partisan, dan secara aktif mempromosikan solidaritas dan persatuan. </li>
<li>Praktisi kesehatan masyarakat harus terlibat aktif dalam mendorong strategi cek fakta dan mempromosikan penggunaan bukti faktual.</li>
<li>Praktisi kesehatan perlu kembali menilik masa lalu, saat ilmu kesehatan masyarakat pernah berkelindan dengan pemerintahan totaliter Nazi di Polandia yang berupaya mencegah tuberkulosis dengan <a href="https://www.worldcat.org/title/model-nazi-arthur-greiser-and-the-occupation-of-western-poland/oclc/501395007">genosida</a> terhadap penduduk yang terinfeksi penyakit menular tersebut pada 1 Mei 1942. </li>
</ol>
<p>Selain itu, dalam <a href="https://www.pnas.org/content/110/Supplement_3/14033.short">mengkomunikasikan temuannya</a>, ilmuwan tidak boleh melakukan klaim berlebihan dan selalu berhati-hati dalam mendeskripsikan ketidakpastian. Ada beberapa teknik komunikasi sains yang dapat dilakukan, misalnya dengan memadukan strategi <em>framing</em> dengan <em>storytelling</em>. Strategi ini dilakukan dengan pengemasan dan seleksi fakta peristiwa yang ditujukan untuk membentuk persepsi publik melalui proses dialogis. Sebuah studi menunjukkan <a href="https://bsapubs.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.3732/ajb.0900041">pendekatan dialogis</a> yang melibatkan masyarakat secara aktif dapat menghasilkan kebijakan yang lebih efektif.</p>
<p>Ketika menyuplai bukti yang melandasi kebijakan kesehatan, ilmuwan harus menjamin kualitas penelitiannya. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengadopsi <a href="https://theconversation.com/sains-terbuka-mengapa-penting-bagi-indonesia-yang-dana-risetnya-kecil-111069">pendekatan Sains Terbuka</a>, yang mengedepankan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/1745691617751884">prinsip keterbukaan dan transparansi</a>. Pendekatan ini memperluas kolaborasi lintas disiplin ilmu dan memperkuat jaringan peneliti dengan pengambil kebijakan dan LSM, sehingga dapat menghasilkan temuan riset yang solid, kredibel, dan berkualitas tinggi. </p>
<p>Kita membutuhkan kerja sama banyak pihak untuk melawan hoaks anti-vaksinasi sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat pada kebenaran ilmiah.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/118525/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ilham Akhsanu Ridlo tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kehadiran bukti empirik dalam perumusan kebijakan kesehatan tak bisa ditawar-tawar. Namun kita belum memiliki strategi yang jelas untuk melawan miskonsepsi kesehatan di Indonesia.Ilham Akhsanu Ridlo, Assistant Lecturer in Department of Health Policy and Administration, Universitas Airlangga, Universitas AirlanggaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1079002018-12-10T08:37:41Z2018-12-10T08:37:41ZKrisis kepercayaan penyebab cakupan imunisasi anak Indonesia menurun 5 tahun terakhir<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/249001/original/file-20181205-186079-xv97sy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksinasi MR untuk siswa Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu Ummul Quro Bogor, Agustus 2017.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/51170438@N08/36632382211/in/photolist-XLncab-8Wkmmw-WKDXUW-XP5wYK-nh5pok-nh5viL-6PmY3F-6PmXN4-b9hSzp-Jxww6b-6PmXWk-6Pr8ey-29bBM6e-WMTGYn-Y2oKc8-XP5xd2-Y2oKGg-XLnb5W-M3W3WQ-Tsu7j4-4MqfCS-286o1No-286wghN-26r5B2b-29bNAKH-286o1Gw-26qVKRJ-286o1m1-29bNAW4-LMFJVh-M3XKNs-Y2oKQx-27xq2RK-T4hugS-8Whhve-Y2oKAp-27Hy8bB-XLnciN-26r5ArU-26r5Aqm-wgVBx9-NpBsGs-MJ6RQm-28VhB7p-uwjGKw-pXRXCr-8WG5JA-nh5v9Y-MsK1Hg-nh5vYq">Ummul Quro Bogor/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Program Imunisasi di Indonesia dalam lima tahun terakhir tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Hasil <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-indonesia-dari-riskesdas-2018.html">Riset Kesehatan Dasar 2018 Kementerian Kesehatan RI</a> menunjukkan cakupan status <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/18043000011/berikan-anak-imunisasi-rutin-lengkap-ini-rinciannya.html">imunisasi dasar lengkap (IDL)</a> pada anak (usia 12-23 bulan) menurun dari 59,2% (2013) menjadi 57,9% (2018). </p>
<p>Artinya, dari sekitar 6 juta anak berusia 12-23 bulan <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/05/18/2018-jumlah-penduduk-indonesia-mencapai-265-juta-jiwa">hanya sekitar 2,5 juta anak saja yang lengkap imunisasinya</a>. Jumlah anak yang belum diimunisasi lengkap itu hampir setara dengan separuh jumlah penduduk Singapura. </p>
<p>Sebaliknya anak yang diimunisasi tapi tidak lengkap meningkat dari 32,1% menjadi 32,9% pada periode yang sama. Angka imunisasi dasar lengkap anak di pedesaan <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-indonesia-dari-riskesdas-2018.html">lebih rendah (53,8%)</a> dibandingkan anak-anak di perkotaan (61,5%). Dua kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan untuk masa depan kesehatan anak-anak.</p>
<p>Stagnasi cakupan imunisasi tidak saja terlihat dari cakupan imunisasi dasar lengkap yang menurun tersebut tapi juga penundaan atau penolakan sebagian masyarakat terhadap program pengebalan tubuh seperti <a href="https://theconversation.com/di-balik-gagalnya-target-cakupan-imunisasi-mr-di-indonesia-106000">kampanye imunisasi campak (measles) dan rubella (IMR)</a> tahap kedua di 28 provinsi luar Pulau Jawa. </p>
<p>Setelah <a href="https://theconversation.com/cara-mengejar-target-vaksinasi-campak-dan-rubella-di-luar-jawa-103333">tidak mencapai target</a> dalam tiga bulan imunisasi massal, program tersebut diulur lagi waktunya hingga 31 Desember 2018. Kini, dari 395 kabupaten dan kota yang disasar, <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4283007/belum-penuhi-target-imunisasi-mr-diperpanjang-hingga-31-desember-2018">baru di 102 kabupaten dan kota</a> yang mencapai 95% cakupan imunisasi MR.</p>
<p>Pelaksanaan kampanye MR ini tidak hanya mengejar target cakupan 95%, melainkan membentuk <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/18110200002/kemenkes-lanjutkan-kampanye-imunisasi-mr-sampai-desember.html">kekebalan kelompok</a> sehingga bisa melindungi orang lain, bahkan yang tidak diimunisasi sekali pun. </p>
<h2>“Penyakit hati” ragu-ragu</h2>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S235239641630398X">Riset terbaru di <em>Lancet</em></a> yang memaparkan situasi global tingkat kepercayaan masyarakat terhadap vaksin di 67 negara, menemukan berbagai faktor kompleks penyebab timbulnya keraguan terhadap program imunisasi; di antaranya politik, sejarah, hubungan dengan petugas kesehatan, dan faktor emosional. </p>
<p>Badan Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan <a href="https://www.who.int/immunization/programmes_systems/vaccine_hesitancy/en/">keraguan terhadap vaksin</a> (imunisasi) terjadi saat seseorang menunda atau menolak mendapatkan pelayanan imunisasi yang tersedia. Kondisi ini bersifat kompleks dan spesifik, sangat bervariasi dari waktu ke waktu, berbeda antar tempat dan juga untuk tiap jenis vaksinnya. </p>
<p>Suatu <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14760584.2018.1541406?scroll=top&needAccess=true">riset meta-analisis kualitatif</a>–dari berbagai penelitian yang sudah dipublikasikan online–tentang faktor pendorong keraguan terhadap vaksin di beberapa negara berpenghasilan tinggi, sebenarnya tidak menunjukkan sesuatu yang mengejutkan. Umumnya penolakan orang tua terhadap vaksinasi bervariasi untuk tiap vaksin, sesuai dengan konteks sosial-budaya, keadaan sosial dan pengalaman pribadi masing-masing.</p>
<p>Walau latar belakang para orang tua sangat heterogen, pola pengambilan keputusan orang tua terhadap vaksinasi memiliki gambaran yang mirip. Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi orang tua menolak atau menerima program imunisasi atau vaksin tertentu. </p>
<p>Dari riset meta-analisis tersebut ditemukan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14760584.2018.1541406">pentingnya norma sosial dan dukungan dari kelompok pro-vaksin</a>, agar vaksinasi menjadi “hal yang normal dilakukan” bagi mayoritas orang tua. Ini agar mereka menerima vaksinasi tanpa pikiran berpikir dua kali. Kemudahan akses, dan adanya rekomendasi tentang pentingnya imunisasi oleh pemerintah dan sumber yang dipercaya berkontribusi besar agar vaksinasi dapat diterima sebagai norma sosial bagi orang tua.</p>
<p>Tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan keamanan vaksin merupakan faktor yang sangat penting. Kepercayaan masyarakat yang rendah dapat menyebabkan masyarakat enggan dan menolak program imunisasi. Contohnya di Ukraina, WHO melaporkan [adanya kejadian luar biasa (KLB) campak] dengan total kasus <a href="https://www.precisionvaccinations.com/level-1-international-travel-alert-issued-cdc-measles-epidemic-ukraine">mencapai 28.182 kasus</a> dengan 13 kematian hingga Agustus 2018 akibat adanya <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)31984-6/fulltext">kecemasan tentang keamanan vaksin</a>, ketidakpercayaan terhadap pemerintahan, dan sistem kesehatan yang jelek.</p>
<h2>Gerakan pro-vaksinasi</h2>
<p>Kasus lain yang menunjukkan dampak faktor emosional bisa dilihat dari Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di California, AS yang menyebar di beberapa negara bagian AS pada 2015. Dari 188 kasus campak, umumnya terjadi pada mereka yang tidak divaksinasi karena adanya aturan “pembebasan vaksin karena alasan pribadi atau kepercayaan”. </p>
<p>Kejadian luar biasa ini menjadi titik kritis bagi orang tua pro-vaksin yang membuat sebuah gerakan untuk membatalkan aturan ini. Pencabutan aturan ini akhirnya berhasil <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)32608-4/fulltext?rss=yes">diloloskan oleh Senat California</a>. </p>
<p>Gerakan di California juga menggunakan pendekatan emosional melalui imbauan dari seorang anak penderita Leukemia bernama Rhett yang mengajak orang-orang untuk divaksinasi. Para kelompok pro-vaksin juga membagikan kisah-kisah emosional dan kesaksian pribadi menggunakan platform YouTube dan Facebook. Dalam hal ini, <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)32608-4/fulltext?rss=yes">kisah Rhett</a> adalah cara ampuh untuk menggugah emosi dan mengubah pikiran orang untuk mendukung vaksinasi.</p>
<p>Di Italia, guru-guru yang peduli program vaksinasi juga dimobilisasi untuk mendesak pemerintah agar mempertahankan aturan <a href="https://www.thetimes.co.uk/article/italian-teachers-demand-mmr-proof-in-vaccine-row-gv6r05glk">vaksinasi wajib bagi setiap anak</a>. Mereka tidak ingin anak-anak yang tidak divaksinasi di dalam kelas menjadi sumber penyakit bagi murid lainnya. Inisiatif seperti ini perlu diperjuangkan sebagai contoh untuk memotivasi orang lain.</p>
<h2>Pendekatan persuasif dan melawan hoax</h2>
<p><a href="https://www.vaccineconfidence.org/bbc-investigation-on-dangers-of-fake-news-echo-risks-to-vaccine-confidence/">Investigasi dari BBC</a> terhadap berita palsu (<em>hoax</em>) di Afrika dan India menunjukkan bahaya penyebaran informasi tidak akurat lewat media massa atau media sosial macam Facebook pada sentimen dan perilaku publik, termasuk merusak kepercayaan masyarakat terhadap vaksin. Kondisi ini memicu penolakan terhadap vaksinasi dan <a href="http://www.vaccineconfidence.org/">meningkatkan risiko wabah penyakit</a>. </p>
<p>Fenomena ini juga terjadi di Indonesia, salah satu negara dengan <a href="https://www.statista.com/statistics/265153/number-of-internet-users-in-the-asia-pacific-region/">pemakaian internet tertinggi</a> di dunia setelah India dan Cina. Banyak orang tua di Indonesia memilih <a href="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/hoax-tentang-vaksin-yang-salah/">tidak memvaksinasi</a> anaknya atau <a href="http://kaltim.tribunnews.com/2018/08/02/masih-ada-orangtua-tolak-vaksin-mr">menolak vaksin</a> yang disiapkan pemerintah akibat pengaruh <em>hoax</em>. </p>
<p>Rupanya salah satu topik <em>hoax</em> yang paling banyak beredar di masyarakat Indonesia adalah <a href="http://mediaindonesia.com/read/detail/102937-hoax-terbanyak-soal-info-kesehatan"><em>hoax</em> tentang kesehatan</a>. Lebih mengkawatirkan lagi, <a href="https://inet.detik.com/cyberlife/d-3775895/orang-indonesia-gampang-percaya-internet">65% orang Indonesia</a> menelan mentah-mentah informasi (yang belum tentu akurat) yang beredar di internet. Di sinilah salah satu tantangan terberat program imunisasi untuk menangkal berbagai pemberitaan negatif tentang vaksin lewat media sosial.</p>
<p>Belajar dari negara dengan tingkat kepercayaan tertinggi terhadap program imunisasi misalnya <a href="http://www.ekathimerini.com/234550/article/ekathimerini/news/vaccine-confidence-rising-in-greece-report-says">Slovenia dan Yunani</a>, kita bisa lihat bahwa meningkatnya kepercayaan masyarakat akan program imunisasi karena masyarakatnya percaya bahwa vaksin aman dan efektif dalam mencegah penyakit. </p>
<p>Untuk itu, Kementerian Kesehatan juga menjalin kerja sama Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) atau Forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax untuk <a href="https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/513830642282809/">menangkal berita hoax MR </a></p>
<p>Gerakan pro vaksin dengan menggunakan pendekatan persuasif emosional juga telah dilakukan berbagai pihak di Indonesia. Misalnya, <a href="https://health.detik.com/true-story/d-4138394/banyak-hoax-jadi-motivasi-grace-melia-gigih-kampanyekan-vaksin-rubella">Grace Melia</a>, seorang ibu dari anak yang menderita Congenital Rubella Syndrome (CRS). Ia gigih kampanyekan Vaksin Rubella dengan membangun jejaring dengan orang tua yang mengalami beban yang sama dengannya untuk saling berbagi lewat <a href="http://www.femina.co.id/true-story/grace-melia-pendiri-rumah-ramah-rubella">Rumah Ramah Rubella</a>.</p>
<p>Dari sisi birokrasi, Kementerian Kesehatan berusaha keras menjalin kerja sama, termasuk dengan melibatkan <a href="http://ksp.go.id/ksp-kampanye-mr-diteruskan-hingga-tuntas/index.html">Kantor Staf Kepresidenan</a>, untuk mensukseskan Imunisasi MR. <a href="https://mui.or.id/produk/fatwa-no-33-tahun-2018/">Majelis Ulama Indonesia</a> juga telah menerbitkan fatwa bahwa vaksinasi MR dibolehkan karena kondisi darurat. Termasuk di dalamnya upaya Indonesia sebagai anggota Organization of Islamic Cooperation (OIC), untuk menyediakan <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/11/23/oic-members-agree-special-team-create-halal-vaccines.html">vaksin yang halal</a>.</p>
<h2>Apa lagi yang bisa dilakukan?</h2>
<ul>
<li><p>Perlu penelitian mengenai persepsi masyarakat lokal tentang imunisasi atau vaksin tertentu. Identifikasi isu lokal dan <em>influencer</em> kunci penting untuk meningkatkan kepercayaan akan program imunisasi. </p></li>
<li><p>Para pemangku kepentingan, para profesional kesehatan dengan tokoh agama lokal harus membangun dialog untuk memberikan informasi yang benar tentang vaksinasi melalui pengaruh pemimpin agama di tingkat lokal.</p></li>
<li><p>Perlu ada hotline atau pusat informasi imunisasi yang gampang diakses; baik secara online maupun secara langsung di dinas kesehatan setempat, ruang tunggu rumah sakit, puskesmas atau klinik untuk membantu meredakan berita hoax dan memungkinkan orang tua yang ragu-ragu untuk mau memvaksinasi anaknya. </p></li>
<li><p>Pendekatan emosional seperti Rumah Ramah Rubella perlu digalakkan di seluruh Indonesia, sebagai gerakan moral melindungi masa depan anak. </p></li>
<li><p>Seperti di Italia dan beberapa negara lain di dunia, sudah saatnya pemerintah Indonesia mewajibkan orang tua memberikan imunisasi dasar yang lengkap sebagai satu syarat sebelum anak-anak itu memasuki sekolah dasar. </p></li>
</ul>
<p>Pada akhirnya, membangun kepercayaan masyarakat dalam program imunisasi adalah upaya mengubah dan mempengaruhi pikiran seseorang bahwa imunisasi adalah satu metoda pencegahan penyakit yang paling efektif.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/107900/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ermi Ndoen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pentingnya norma sosial dan dukungan dari kelompok pro-vaksin, agar vaksinasi menjadi “hal yang normal dilakukan” bagi mayoritas orang tua.Ermi Ndoen, Peneliti Kesehatan Masyarakat, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) KupangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1037682018-10-03T10:03:15Z2018-10-03T10:03:15ZPosisi fatwa imunisasi MR dari MUI di tengah ancaman penyakit menular di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/238316/original/file-20180927-72336-yguupt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Setiap anak berhak mendapatkan hidup yang sehat. Imunisasi MR di MTS Negeri 1 Makassar, awal September 2018.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/sehatnegeriku/43795634361/in/photolist-fzW25K-Xcq1fP-YdkFL6-YdkFvg-Y99LNw-YaFVTy-YqMF2v-aBrGhk-aBrGwr-28mePxV-28mePS2-29DR4Rb-29J55ha-Rvnb17-X9ZCqs-28mePqa-28meQtn-TEurFN-XcpYpV-YdkDia">Sehat Negeriku/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Majelis Ulama Indonesia (MUI) awalnya menyatakan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/08/07/10434131/mui-kalau-ragu-vaksin-mr-tidak-halal-tinggalkan">imunisasi Measles Rubella (MR)</a>, yang diproduksi oleh Serum Institute of India, untuk meningkatkan kekebalan anak-anak agar tidak terserang penyakit campak dan rubella adalah haram karena dalam pembuatannya mengandung unsur babi. </p>
<p>Pernyataan keharaman ini telah menyebar luas melalui media massa dan menjadi rujukan orang tua, bahkan kepala daerah, menolak imunisasi MR untuk anak-anak. Dampak pemberitaan “keharaman” itu begitu besar. Sampai batas akhir September lalu, vaksinasi MR di luar Jawa baru <a href="https://www.jawapos.com/nasional/humaniora/27/09/2018/waktunya-diperpanjang-yuk-imunisasi-mr">mencapai sekitar 51%</a>, jauh dari target 95%. Karena itu masa vaknisasi diperpanjang hingga 31 Oktober. Tentu saja <a href="https://theconversation.com/wabah-difteri-di-indonesia-antara-vaksinasi-dan-antibiotik-87120">pernyataan MUI bukan satu-satunya</a> “yang bisa disalahkan” yang menjadi rujukan masyarakat untuk menolak vaksinasi tersebut.</p>
<p>Setelah muncul penolakan vaksin ini di berbagai daerah, MUI pusat mengeluarkan <a href="https://mui.or.id/berita/kondisi-mendesak-mui-fatwakan-penggunaan-vaksin-mr-mubah/">Fatwa Nomor 33 Tahun 2018,</a> tentang kebolehan vaksinasi MR tersebut. Isi fatwa menjelaskan bolehnya penggunaan vaksin dengan alasan belum ditemukan vaksin lain yang berbahan baku halal dan karena unsur kedaruratan. </p>
<p>Kehadiran fatwa tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan masyarakat muslim agar tidak ragu lagi mendapatkan imunisasi Measles Rubella (MR). Keputusan vaksin MR dibolehkan oleh MUI didasarkan pada tiga hal. <em>Pertama</em>, kondisi darurat. <em>Kedua</em>, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. <em>Ketiga</em>, ada keterangan dari ahli yang kompeten bahwa ada bahaya yang bisa timbul bila tidak diimunisasi dan belum ada vaksin MR yang halal hingga saat ini. </p>
<p>Sebenarnya, MUI pernah menerbitkan <a href="http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/detil_page/8/23242">Fatwa MUI No. 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi</a>, yang bersifat umum dan tanpa menyebut nama spesifik jenis vaksin, membolehkan imunisasi karena darurat. </p>
<p>Meski telah keluar fatwa yang membolehkan penggunaan vaksin, <a href="https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/07/23/pcbhct382-vaksin-anak-di-sumatra-barat-terkendala-penolakan-orang-tua">masyarakat sudah terlanjur takut</a> dan enggan mengikuti imbauan pemerintah untuk melakukan imunisasi. Tentu saja kondisi ini sangat merugikan bagi upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Sebab, ahli-ahli medis dan pemerintah telah menyampaikan berulang kali <a href="https://theconversation.com/cara-mengejar-target-vaksinasi-campak-dan-rubella-di-luar-jawa-103333">bahaya yang akan terjadi manakala imunisasi tersebut diabaikan.</a> </p>
<p>Sudah <a href="https://tekno.tempo.co/read/1129794/begini-efeknya-jika-banyak-yang-tidak-imunisasi-vaksin/full&view=ok">banyak ulasan dari para ahli yang menjelaskan</a> bahwa imunisasi MR bisa mencegah penyakit campak dan rubella bukan hanya bagi individu yang divaksin, tapi juga bagi kelompok masyarakat. </p>
<p>Dalam konteks pembolehan vaksin karena alasan darurat, mestinya MUI menjelaskan secara panjang lebar, kondisi apa saja yang dimaksudkan dengan darurat sehingga di masa depan masyarakat menjadi lebih cerdas dalam merespons berbagai isu terkait fatwa MUI. </p>
<p>Dalam hukum Islam, bukan hanya obat yang mengandung unsur babi yang boleh dikonsumsi, makanan yang diolah dari daging babi sekali pun boleh dimakan jika alasannya darurat. Dalam banyak literatur keislaman dijelaskan bahwa darurat adalah kondisi di mana jiwa manusia terancam binasa. </p>
<p>Contohnya, terjadi masa paceklik yang luar biasa dan hanya tersedia daging babi, jika seseorang tidak memakan babi atau menggunakan obat yang terbuat dari unsur babi, maka seseorang itu akan binasa. </p>
<p>Saya berharap di masa depan tidak terjadi lagi kesimpangsiuran di masyarakat akibat pandangan keagamaan berupa fatwa dari MUI.</p>
<h2>Kebolehan karena darurat</h2>
<p>Salah satu prinsip kebijaksanaan hukum dalam Alquran ialah sesuatu yang semula hukumnya haram dapat berubah menjadi halal karena adanya faktor kedaruratan (terpaksa) atau hal yang dapat membahayakan hukum (<em>dharuriy</em>). Di dalam Alquran telah ditentukan hukum perbuatan-perbuatan yang diharamkan, seperti keharaman riba, judi, <em>khamar</em> (minuman keras), dan memakan bangkai. </p>
<p>Keharaman memakan bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain, ditegaskan dalam Surat al-Baqarah (2): 173 dan Surat al-Ma’idah (5): 3. Namun di balik ketegasan hukum dalam kedua ayat tersebut, Surat al-An’am (6): 119 menekankan adanya keadaan darurat: Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. </p>
<p>Pakar hukum Islam bermadzhab Imam Hanafi dari Baghdad pada abad ke-10, <a href="https://www.amazon.com/Abu-Bakr-Ahmad-bin-al-Razi/dp/1976780829">Abu Bakar Ahmad bin Ali al- Razi</a> atau lebih dikenal sebagai Al-Jashshash menyatakan ayat-ayat Alquran tersebut menyatakan faktor darurat sebagai dasar kebolehan perbuatan-perbuatan yang telah diharamkan.</p>
<p>Pertanyannya: apakah kompensasi tersebut dapat berlaku umum pada setiap orang mukmin? Menurut <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Abd_Allah_ibn_Abbas">Ibn Abbas</a> kebolehan (memakan bangkai) karena darurat berlaku untuk semua orang beriman. Pendapat ini juga didukung oleh Al-Jashshash sesuai dengan penafsiran yang diberikan Ibn Abbas, Hasan dan Masruk; bahwa yang dimaksud pada ayat tersebut adalah tidak berlebihan dalam memakan bangkai. </p>
<p>Apakah kebolehan karena darurat hanya berlaku pada perbuatan-perbuatan yang disebutkan secara khusus dalam ketiga ayat tersebut, atau juga berlaku pada semua perbuatan yang sudah diharamkan? </p>
<p>Dalam kaitan ini, sebagian ulama berpendapat bahwa kebolehan atas perbuatan yang telah diharamkan, dalam keadaan darurat hanya terbatas pada perbuatan yang telah disebutkan secara khusus dalam ayat Alquran. Akan tetapi, dengan disepakatinya kaidah <em>al-dharurat bi al-mahzhurat</em>, maka pada prinsipnya semua ulama sepakat memilih pendapat kebolehan karena darurat berlaku untuk semua perbuatan haram atau terlarang.</p>
<p>Adanya keadaan darurat menunjukkan bahwa Alquran memberikan kebijaksanaan di balik kepastian hukum yang telah ditetapkannya, dengan maksud agar kemaslahatan manusia (<em>al-mashlahat al-insaniyyah</em>) dapat terwujud. </p>
<h2>Posisi fatwa dalam hukum Islam</h2>
<p>Eksistensi hukum Islam di Indonesia selalu mengambil dua bentuk: (1) hukum normatif yang diimplementasikan secara sadar oleh umat Islam dan (2) hukum formal yang dilegislasikan sebagai hukum positif bagi umat Islam. Yang pertama menggunakan pendekatan kultural, sementara yang kedua menggunakan penghampiran struktural.</p>
<p>Hukum Islam dalam bentuk kedua itu pun proses legislasinya menggunakan dua cara. Pertama, hukum Islam dilegislasikan secara formal untuk umat Islam, seperti Undang-Undang Pengadilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, dan UU Pengelolaan Zakat. Kedua, materi-materi hukum Islam diintegrasikan ke dalam hukum nasional tanpa menyebutkan hukum Islam secara formal, seperti UU Perkawinan yang disahkan pada 1974. </p>
<p>Fatwa sesungguhnya dapat digolongkan sebagai hukum normatif karena fatwa MUI meski tidak mengikat secara hukum, kenyataannya selalu menjadi pedoman berperilaku umat Islam Indonesia, baik masyarakat maupun pemerintah. Bahkan, pada masa Orde Baru fatwa MUI identik dengan suara pemerintah. Hal itu diakui sendiri oleh MUI. Fatwa MUI merupakan hasil seleksi dari fikih yang memang berwatak khilafiyah (mengandung perbedaan pendapat), yang oleh Nabi Muhammad dipandang sebagai rahmat. </p>
<p>Untuk itu, umat Islam dituntut saling menghargai dan mengedepankan sikap toleransi ketika mereka berbeda pendapat dalam memilih atau menentukan suatu fatwa yang akan diikuti. </p>
<h2>Kemaslahatan masyarakat</h2>
<p>Akan tetapi, mengingat bahwa pada umumnya fatwa MUI itu dijadikan pedoman oleh pemerintah, satu hal yang harus kita sadari bersama, dalam soal-soal kemasyarakatan, pemerintah diberi hak oleh hukum Islam untuk memilih suatu pendapat yang paling membawa kemaslahatan dan memberlakukannya kepada seluruh masyarakat sekalipun dalilnya lemah. Hal ini dikarenakan mazhab pemerintah adalah kemaslahatan.</p>
<p><a href="http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=17050200003">Imunisasi lengkap, termasuk MR, adalah kewajiban pemerintah</a> untuk melindungi anak-anak dari ancaman penyakit campak dan rubella. Masyarakat punya hak untuk hidup sehat dan terbebas dari penyakit menular.</p>
<p>Apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat mengikat bagi umat Islam yang ada di wilayah pemerintahannya dan umat Islam wajib mematuhinya. Bagi sejumlah ulama, khususnya ulama yang tergabung dalam MUI, pemerintah boleh memilih satu pendapat tertentu yang akan dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan dalam konteks inilah diperlukan fatwa. </p>
<p>Dengan ungkapan lain, fatwa MUI dibuat untuk melegitimasi kebijakan pemerintah, dan umat Islam yang merupakan kelompok mayoritas diharapkan dapat menerima dan melaksanakan fatwa tersebut sebagai bagian dari kepatuhan mereka terhadap pemerintah atau <em>ulil amri</em>. </p>
<p>Satu hal yang perlu dikampanyekan adalah bahwa tujuan akhir dari agama Islam adalah kemaslahatan dan keselamatan manusia itu sendiri. Dalam konteks imunisasi MR, mencegah penyebaran penyakit menular yang potensial menimpa puluhan jutaan anak Indonesia jauh lebih diutamakan dibanding proses pembuatan vaksin yang disebut mengandung unsur babi tersebut.</p>
<p><em>Artikel ini disarikan dari diskusi “Mari Berbincang tentang Vaksin” yang digelar oleh Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) di Jakarta, 21 September 2018.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/103768/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Siti Musdah Mulia tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemerintah diberi hak oleh hukum Islam untuk memilih suatu pendapat yang paling membawa kemaslahatan sekalipun dalilnya lemah. Dan memberlakukannya kepada seluruh masyarakat.Siti Musdah Mulia, Professor of Islamic Studies, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1033332018-10-01T07:58:11Z2018-10-01T07:58:11ZCara mengejar target vaksinasi campak dan rubella di luar Jawa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/238311/original/file-20180927-48656-tw10je.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Imunisasi campak dan rubella pada siswa MTSN 1 Makasar, 1 September 2018.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/sehatnegeriku/42892216255/in/photolist-28mePxV-Xcq1fP-287UtRX-dpTFS3-rZ3EsA-bzQE4X-dpTjLT-eep3HD-ef3DZt-28ppagL-KPa7J4-8gCpkm-Hr2wWx-6JGXzB-2a3226E-4budAX-Xo5E8i-Jd868q-Jd86NJ-CmFvBS-4kJRGf-LAMw8g-FCp24x-4DN1gr-Hr2wJP-5yK7gL-iccMji-eep5Lc-Jn3FtP-59LhWE-r22JbG-crvzsq-29uEKq6-dCohuf-48KhsS-onLpyn-6JGXCk-4tbs75-9p11ki-GHCMwJ-69Ye1e-qutgYS-HqXpXb-5n6Kx4-nZSy1H-HWskq9-6peNEz-8D4iCK-93HvGa-29J53st">Sehat Negeriku/Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Perang pemerintah Indonesia melawan penyakit campak (measles) dan rubella (MR) yang potensial menyerang anak-anak terancam gagal. Vaksinasi di luar Pulau Jawa yang ditargetkan selesai 30 September, kini <a href="https://www.jawapos.com/nasional/humaniora/27/09/2018/waktunya-diperpanjang-yuk-imunisasi-mr">diperpanjang</a> sebulan lagi hingga 31 Oktober 2018. Imunisasi yang dimulai 1 Agustus lalu baru mencapai sasaran rata-rata nasional sekitar 51%, jauh dari targetnya 95%.</p>
<p>Angka 95% merupakan syarat mutlak untuk mencapai kekebalan komunitas dari serangan penyakit campak dan rubella. Artinya dari 100 anak, jika ada 5 anak yang tidak terimunisasi, mereka masih terlindungi karena 95 anak lainnya sudah diimunisasi. Sebaliknya makin banyak anak yang tidak diimunisasi, virus campak dan rubella akan mudah menyerang anak-anak yang tidak terimunisasi. </p>
<p>Vaksinasi yang dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah ini menyasar hampir 32 juta anak berusia 9 bulan sampai 15 tahun di 28 provinsi di luar Jawa. Tahun lalu, imunisasi serupa di enam provinsi Pulau Jawa yang mencakup lebih dari 35 juta anak berjalan sukses. </p>
<p>Pertanyaannya: mengapa vaksinasi anti campak dan rubella kali ini begitu lambat menuju target? Di luar soal polemik fatwa MUI, <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45254862">yang belakangan membolehkan imunisasi MR karena darurat</a>, bagaimana strategi yang harus dilakukan pemerintah agar target terpenuhi?</p>
<h2>Mengancam dan mematikan</h2>
<p><a href="http://www.searo.who.int/indonesia/topics/immunization/mr_measles_status.pdf?ua=1">Campak dan rubella</a> merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan mudah menular melalui batuk dan bersin. Campak sangat berbahaya bila disertai dengan komplikasi pneumonia, diare, meningitis, bahkan dapat menyebabkan kematian. Adapun rubella sering hanya menimbulkan gejala demam ringan atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terlaporkan. </p>
<p>Virus rubella sangat menakutkan bagi ibu hamil karena dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada janin, jika seorang ibu terserang virus ini, terutama pada masa awal kehamilannya. Kecacatan tersebut meliputi kelainan pada jantung dan mata, ketulian atau keterlambatan perkembangan fisik dan psikis dan tidak dapat diobati. </p>
<p>Campak dan rubella memiliki kemampuan menginfeksi manusia sangat tinggi. Menurut <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28757186">riset yang dipublikasikan <em>Lancet</em></a> pada 2017, satu kasus campak bisa menjangkiti 12-18 orang yang tidak diimunisasi; karena itu cakupan minimal imunisasi adalah 95%. </p>
<p>Sementara satu kasus rubella bisa menjangkiti 6-7 orang, sehingga dibutuhkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/08898480601090634?scroll=top&needAccess=true">minimal 85% cakupan imunisasi rubella</a> di kelompok berisiko. </p>
<p>Data <a href="http://www.searo.who.int/indonesia/topics/immunization/mr_measles_status.pdf?ua=1">Badan Kesehatan Dunia dan Kementerian Kesehatan Indonesia</a> menunjukkan setiap tahun di negeri ini dilaporkan lebih dari 11.000 kasus yang diduga campak. Hasil konfirmasi laboratorium menunjukkan 12–39% dipastikan campak sedangkan 16–43% dipastikan rubella. Dari 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan 30.463 kasus rubella. Bahkan kemungkinan lebih tinggi karena banyak kasus yang tidak dilaporkan.</p>
<p>Kelompok usia yang paling rentan terkena campak dan rubella adalah usia di bawah 15 tahun. Sedangkan untuk rubella, 70% penderitanya merupakan anak usia di bawah 15 tahunKurang lebih <a href="http://www.beritasatu.com/nasional/506791-kemkes-kasus-campak-meningkat-5-tahun-terakhir.html">88% kasus campak diderita oleh anak usia di bawah 15 tahun</a>.</p>
<h2>Upaya Indonesia kalah dari negara lain</h2>
<p>Imunisasi campak dan rubella adalah imunisasi dasar yang diwajibkan di Indonesia. Ini seiring dengan <a href="http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2017.pdf">komitmen global untuk mengeliminasi campak dan pengendalian rubella pada 2020</a>. </p>
<p>Upaya Indonesia untuk mengeliminasi campak dan rubella pada 2020 sebenarnya terlambat. Data <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm4847a2.htm">The Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat </a> menunjukkan pada 1997 sebanyak 23 negara Islam di <a href="http://www.who.int/choice/demography/emed_region/en/">Wilayah Mediterania Timur</a> sudah memulai kampanye MR untuk mencapai status eliminasi pada 2010. </p>
<p>Negara-negara seperti Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Suriah melaksanakan <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm4847a2.htm%20-%20table%201-3.">kampanye imunisasi MR pada 1998</a>, dengan cakupan di atas 97%. Di negara Namibia, Afrika, kampanye MR digalakkan <a href="https://afro.who.int/sites/default/files/2017-10/PDF%20MR%20strip%20advert.pdf">pada 2016 dengan sasaran umur yang lebih luas (9 bulan-35 tahun)</a>. Yang menarik adalah tidak ada fatwa halal atau haram dari ulama di sana saat vaksinasi MR di negara-negara Islam tersebut. </p>
<h2>Ibarat <em>infinity war</em> melawan <em>Thanos</em></h2>
<p>Salah satu pemicu keterlambatan ini adalah <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180807084901-20-320100/vaksinasi-measles-rubella-memicu-polemik-di-sejumlah-daerah">polemik tentang status halal atau tidak halalnya vaksin Measles Rubella (MR), yang diproduksi oleh Serum Institute of India (SII),</a> pada awal program, sehingga banyak orang tua menunda atau <a href="http://news.metrotvnews.com/daerah/GKdWaPrk-belum-bersertifikat-halal-sebagian-warga-tolak-imunisasi-rubella">menolak anaknya divaksinasi</a>. </p>
<p>Bukan hanya masyarakat, beberapa <a href="https://www.harianhaluan.com/news/detail/70877/bupati-beri-izin-wabup-50-kota-tolak-imunisasi-mr">kepala daerah</a> juga menolak imunisasi ini.</p>
<p>Dalam acara World Economic Forum on Asean di Hanoi, 12 September 18, untuk mengilustrasikan krisis perekonomian dunia yang tidak berakhir, Presiden Joko Widodo menggambarkan saat ini <a href="http://www.tribunnews.com/seleb/2018/09/13/pidato-di-world-economic-forum-presiden-jokowi-sebut-thanos-dan-infinity-wars">dunia sedang menghadapi _infinity war</a>_, suatu perang yang tidak berkesudahan. Jokowi menggambarkan ada sosok Thanos–sosok jahat dan menakutkan dalam film <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/The_Avengers_(2012_film)"><em>The Avengers</em></a>–yang mengancam setengah populasi di bumi.</p>
<p><em>The infinity war</em> cocok untuk menggambarkan perang yang dihadapi oleh para petugas kesehatan melawan virus campak dan rubella. Mereka sedang berjuang untuk menyelamatkan setengah populasi anak Indonesia di luar Jawa dari ancaman “Thanos”, yang tak lain adalah virus campak dan rubella. </p>
<p>Kantor Staf Kepresidenan (KSP) <a href="http://ksp.go.id/penuhi-hak-anak-indonesia-terima-imunisasi-mr-agar-terhindar-virus-campak-dan-rubella/index.html">memaparkan temuan</a> dari lapangan. Di Gorontalo, misalnya, enam petugas Puskemas Papoyato Induk, Pohuwatu, mendapat ancaman karena orang tua anak yang divaksinasi membawa parang, mengunci rumah, dan bahkan mengancam para petugas yang menyuntikkan vaksin MR kepada anak-anaknya.</p>
<p>Bentuk lain <em>infinity war</em> melawan “Thanos” campak dan rubella adalah penolakan masyarakat baik dalam bentuk tindakan <em>off line</em> maupun di media sosial terhadap kampanye imunisasi MR, walau Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menerbitkan <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/18090900002/jalan-panjang-terbitnya-fatwa-mui-nomor-33-tahun-2018-dalam-rangka-mendukung-imunisasi.html">Fatwa No 33 Tahun 2018 </a> yang menyatakan penggunaan vaksin MR produksi India saat ini dibolehkan (mubah) karena darurat dan belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. </p>
<p>Dalam bidang kesehatan masyarakat, kondisi di Indonesia tentang imunisasi MR memang agak unik. Imunisasi merupakan satu-satunya program kesehatan pemerintah yang didukung dua fatwa dari MUI. Selain Fatwa MUI No. 33 Tahun 2018 yang bersifat khusus imunisasi MR, sudah pernah diterbitkan <a href="http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/detil_page/8/23242">Fatwa MUI No. 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi</a>, yang bersifat umum, membolehkan imunisasi karena darurat. Padahal program kesehatan sangat banyak dan berhubungan langsung dengan status kesehatan atau ancaman terhadap jiwa seseorang. </p>
<p>Program imunisasi di Indonesia merupakan program yang sangat lama, sejak 1956, saat dimulainya imunisasi cacar. Imunisasi BSG untuk mencegah penyakit tuberkulosis bahkan dilakukan di negeri ini sejak 1973 hingga sekarang. Hasilnya, saat ini <a href="http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20110725/521394/apa-pentingnya-imunisasi/">Indonesia dan dunia sudah terbebas dari cacar</a>. </p>
<p>Lewat program <a href="http://infoimunisasi.com/vaksin/sejarah-imunisasi-di-indonesia/">Pekan Imunisasi Nasional (PIN)</a> sejak 1995, Indonesia menjadi 1 dari 11 negara Asia Tenggara (SEARO) yang berhasil menerima sertifikat dari<a href="http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20140328/0010386/who-tetapkan-indonesia-bebas-polio/"> World Helath Organization (WHO) pada 27 April 2014 dan dinyatakan bebas polio</a>. </p>
<h2>Belajar dari kasus Asmat dan beban ekonomi</h2>
<p>Keganasan virus campak dan rubella bisa kita lihat ketika kejadian luar biasa campak dan gizi buruk di Asmat, Papua. Saat itu, dalam kurun waktu Desember 2017 hingga Maret 2018, campak dan gizi buruk <a href="http://www.tribunnews.com/kesehatan/2018/09/13/hindari-virus-campak-dan-rubella-segera-penuhi-hak-anak-indonesia-terima-imunisasi-mr">mengakibatkan 75 anak tewas</a> dari 651 anak yang terjangkit. </p>
<p>Kondisi serupa saat ini kembali terjadi, dalam beberapa hari ini berbagai media nasional juga memuat berita kejadian luar biasa campak dan rubella di beberapa daerah di <a href="http://www.tribunnews.com/kesehatan/2018/09/17/daerahnya-ditetapkan-klb-virus-klb-rubella-begini-sikap-warga-balangan">Kalimantan</a> dan <a href="https://regional.kompas.com/read/2018/08/30/19193411/8-anak-terjangkit-campak-dan-rubella-wali-kota-padang-minta-vaksin-mr">Sumatra</a>. </p>
<p>Jika <em>infinity war</em> digambarkan Jokowi sebagai perang dagang yang tidak berakhir, ancaman virus rubella adalah “Thanos” yang menakutkan dan perang yang tidak berakhir bagi para orang tua yang anaknya menderita Congenital Rubella Syndrome (CRS). </p>
<p>Dampak ekonomi pada orang tua yang anaknya cacat karena rubella bisa mencapai <a href="http://www.tribunnews.com/kesehatan/2018/09/13/hindari-virus-campak-dan-rubella-segera-penuhi-hak-anak-indonesia-terima-imunisasi-mr?">sekitar Rp 400 juta per anak per tahun</a>. Biaya ini di luar biaya yang harus dikeluarkan untuk operasi dan terapi. Kerugian ekonomi ini tentu belum termasuk beban psikis, sosial, hilangnya waktu dan produktivitas serta masa depan anak yang suram. </p>
<p>Data situasi Campak Dunia dari WHO terbitan April 2018 menunjukkan <a href="http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/surveillance_type/active/Global_MR_Update_April_2018.pdf">Indonesia masuk dalam 10 besar negara</a> dengan kasus campak tertinggi di dunia. Kondisi semacam ini yang menyebabkan Thanos campak dan rubella di Indonesia sudah pada tahap darurat. </p>
<h2>Lalu bagaimana?</h2>
<p>Imunisasi adalah cara termurah untuk mencegah berkembangnya penyakit menular dibanding biaya pengobatan dan kerugian akibat penyakit tersebut. Selain itu, campak dan rubella belum ada obatnya dan hanya bisa dicegah melalui imunisasi MR.</p>
<p>Melihat keberhasilan negara lain di atas, pemerintah tidak boleh menyerah. Program MR harus berakhir dengan kemenangan tidak ada satu pun anak Indonesia yang tidak terlindungi dari MR. </p>
<p>Ketika program imunisasi MR ini ditolak dengan berbagai alasan, virus tidak pernah gagal dalam menyerang mereka yang tidak terlindungi. Penyakit dan virus tidak mengenal batas wilayah, tidak mengenal waktu dan tidak membedakan agama, ras dan golongan. Demikian juga virus MR. Kita semua bisa terancam, tapi kita semua juga bisa memilih untuk sehat atau menyerah untuk menjadi target virus MR.</p>
<p><a href="https://dinkes.inhukab.go.id/?p=4031">Imunisasi adalah hak anak </a> untuk terlindung dari penyakit yang membahayakan jiwanya. Kecorobohan orang tua tidak memvaksinasi anaknya bukan hanya mengancam kesehatan anaknya, tapi juga orang-orang di sekelilingnya karena penyakit menular.</p>
<p>Pemerintah dan MUI harus bergandengan tangan untuk memastikan kesukseskan kampanye MR di Indonesia, dengan mendorong masyarakat untuk menerima imunisasi MR. </p>
<p>Para Petugas Kesehatan harus diberi perlindungan dalam melaksanakan tugasnya. Undang-Undang Kesehatan mewajibkan <a href="http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=17050200003">pemerintah memberikan imunisasi lengkap </a> kepada setiap bayi dan anak, sehingga pihak-pihak yang menghalangi, termasuk orang tua dan pihak lainya, harus <a href="http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=17050200003">diproses hukum</a>.</p>
<p>Pada masa depan, dialog pemerintah dan tokoh agama harus terus diintensifkan dalam menyiapkan kebijakan dan program-program kesehatan, termasuk imunisasi. Diharapkan tidak terjadi gejolak dan polemik berkepanjangan yang berdampak mengorbankan kesehatan anak-anak.</p>
<p>Untuk mencapai target imunisasi MR, pemerintah pusat hingga ke level desa, tokoh masyarakat, pemimpin umat dan masyarakat, harus membantu petugas kesehatan untuk memggerakan masyarakat ke pos-pos imunisasi MR terdekat. </p>
<h2>Syarat masuk sekolah</h2>
<p>Sudah saatnya pemerintah menyiapkan kebijakan untuk mensyaratkan imunisasi lengkap sebagai salah satu syarat anak masuk sekolah. Tujuannya bukan untuk menghalangi akses anak untuk mendapat pendidikan, namun untuk menyiapkan anak-anak yang sehat pada saat akan masuk sekolah. Agar mereka tidak menjadi sumber penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi bagi teman-temannya.</p>
<p>Waktu sebulan begitu singkat. Para orang tua harus bijak memanfaatkan waktu singkat ini untuk memberikan perlindungan terbaiknya bagi buah hatinya dari ancaman campak dan rubella.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/103333/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ermi Ndoen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Upaya Indonesia untuk mengiliminasi campak dan rubella pada 2020 nantu, terbilang terlambat. Pemerintah dan majelis agama harus bergandengan tangan.Ermi Ndoen, Peneliti Kesehatan Masyarakat, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) KupangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.