tag:theconversation.com,2011:/global/topics/ibu-hamil-52966/articlesibu hamil – The Conversation2022-04-06T03:52:46Ztag:theconversation.com,2011:article/1791992022-04-06T03:52:46Z2022-04-06T03:52:46ZRiset: puasa Ramadan berdampak baik bagi orang dewasa tapi jangan abaikan risikonya pada janin<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/453002/original/file-20220318-19-1pigpjv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas memberikan makanan tambahan kepada ibu hamil pada program aksi 1.000 telur dan pemberian vitamin A untuk mencegah stunting di Taman GOR Palu di Palu, Sulawesi Tengah, 25 Februari 2022. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1645757107">ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/nym</a></span></figcaption></figure><p>Banyak peneliti telah mengkaji manfaat dan dampak positif puasa selama Ramadan terhadap kesehatan orang dewasa.</p>
<p>Misalnya, sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6412279/">studi</a> tinjauan sistematis dan meta-analisis menunjukkan terjadinya penurunan indeks massa tubuh (IMT), berat badan, dan persentase lemak tubuh pada non-atlet dewasa sehat yang menjalankan puasa. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0168822720304769">Studi lain</a> menunjukkan bahwa puasa Ramadan tidak menimbulkan dampak metabolisme yang merugikan. Justru puasa membantu peningkatan beberapa penanda glukometabolik pada orang dewasa yang sehat. Secara keseluruhan, efek kesehatan pada orang dewasa yang berpuasa Ramadan telah diketahui bermanfaat. </p>
<p>Di sisi lain, efek Ramadan pada janin yang dikandung oleh ibu yang menjalankan puasa Ramadan kurang mendapat sorotan peneliti dan masyarakat awam. Padahal, beberapa studi menunjukkan, meski <a href="https://ramadhan.republika.co.id/berita/q9hyjl320/hukum-puasa-ramadhan-ibu-hamil-dan-menyusui-menurut-4-mazhab">ibu hamil diperbolehkan untuk tidak berpuasa</a>, mereka tetap menjalankan puasa Ramadan karena alasan <a href="https://www.ijrcog.org/index.php/ijrcog/article/view/8759">spiritualitas</a> ataupun karena <a href="https://bmcresnotes.biomedcentral.com/articles/10.1186/1756-0500-7-392">dorongan dari suami dan keluarga</a>.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8704584/">Penelitian kami</a> merupakan tinjauan sistematis yang pertama menganalisis dampak kesehatan dan ekonomi jangka panjang pada janin yang berada dalam kandungan saat ibunya tengah berpuasa di bulan Ramadan. Dampak jangka panjang yang dimaksud ialah dampak yang akan dialami saat janin yang dikandung lahir dan tumbuh dewasa.</p>
<h2>Puasa Ramadan pada ibu hamil</h2>
<p>Berpuasa selama Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sehat secara jasmani dan rohani, <a href="https://www.liputan6.com/citizen6/read/4529517/dalil-alquran-dan-hadis-mengenai-kewajiban-mengerjakan-puasa-ramadan">seperti perintah Alquran dalam Surah Al-Baqarah ayat 183</a> dan <a href="http://opac.iainkediri.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=10062">penjelasan kitab fikih</a>. Ketika sedang berpuasa, seorang muslim wajib menahan lapar, haus, dan nafsu dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Selain waktu makan, jam tidur dan pola perilaku juga mengalami perubahan selama Ramadan. </p>
<p>Namun, kesepakatan <a href="http://opac.iainkediri.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=10062">para ahli Islam</a> menjelaskan bahwa orang sakit, bepergian jauh, perempuan sedang menstruasi atau nifas, orang tua, perempuan hamil dan perempuan menyusui tidak diwajibkan berpuasa. Tapi mereka <a href="https://kalam.sindonews.com/ayat/184/2/al-baqarah-ayat-184">wajib mengganti puasa pada hari</a> dan bulan lainnya atau memberi makan satu orang miskin setiap hari, seperti penjelasan <a href="https://kalam.sindonews.com/ayat/184/2/al-baqarah-ayat-184">Surah Al-Baqarah ayat 184</a>. </p>
<p>Khusus bagi ibu hamil, penulis menukil dari pendapat ulama Arab Saudi <a href="https://kalam.sindonews.com/read/721729/72/hukum-puasa-ramadhan-bagi-ibu-hamil-1648044239/">Ibnu Utsaimin</a> dan <a href="https://shirotholmustaqim.files.wordpress.com/2009/12/abdul-aziz-bin-baz-28-fatwa-puasa.pdf">Ibn Baz</a> bahwa ibu hamil yang memiliki fisik yang kuat dan tidak membahayakan janinnya diwajibkan untuk berpuasa. Sedangkan ibu hamil yang memiliki fisik yang lemah dan membahayakan janinnya <a href="https://books.google.co.id/books?id=yt04DwAAQBAJ&pg=PA232&lpg=PA232&dq=Hadits+Riwayat+Abu+Daud+No.+2317&source=bl&ots=-Yci3Cm1TZ&sig=ACfU3U2BLqLjCrhMHkfyYcZhUIl0QirNQA&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiN58jywv72AhVDIbcAHZv-CqsQ6AF6BAgNEAM#v=onepage&q=Hadits%20Riwayat%20Abu%20Daud%20No.%202317&f=false">tidak wajib berpuasa</a> dengan mengganti puasa pada lain waktu.</p>
<h2>Ramadan dan dampaknya pada janin</h2>
<p>Banyak penelitian yang telah mengidentifikasi manfaat puasa Ramadan secara langsung maupun tidak langsung bagi orang dewasa. Di tengah banjir informasi terkait hal ini, perlu kita ingat adanya piramida atau tingkatan bukti ilmiah untuk memudahkan pembaca memilah hasil penelitian mana yang layak dicermati.</p>
<p>Dalam strata ilmiah, studi tinjauan sistematis dan meta-analisis menduduki tempat teratas pada piramida bukti ilmiah. Sebab, studi ini mengumpulkan berbagai hasil penelitian yang berkualitas serta menyusun sintesisnya untuk menjadi satu kesimpulan yang utuh.</p>
<p>Dari hasil tinjauan sistematis kami atas 16 artikel imiah dengan lokasi riset di Asia, Afrika, Amerika dan Eropa, diketahui bahwa muslim dewasa yang berada dalam kandungan selama bulan Ramadan <a href="https://academic.oup.com/aje/article/177/8/729/135481">lebih kurus</a> dan memiliki perawakan yang lebih kecil daripada muslim yang tidak berada dalam kandungan selama bulan Ramadan. Sementara, di antara non-muslim tidak didapatkan perbedaan ini. </p>
<p>Sejalan dengan temuan ini, penelitian lain menunjukkan bahwa anak yang lahir dari ibu muslim yang terpapar Ramadan pada trimester pertama kehamilan akan memiliki tubuh lebih pendek pada masa remaja akhir (15-19 tahun) dibandingkan saudara kandung mereka yang tidak terpapar. </p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1570677X18300911?via%3Dihub">Indeks Massa Tubuh</a> yang lebih rendah juga ditemukan dan mencapai puncaknya pada masa remaja awal (10-14 tahun) untuk anak-anak muslim yang terpapar Ramadan, dibandingkan dengan saudara kandung mereka yang tidak terpapar.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10168737.2020.1811750">Angka kematian</a> di bawah usia tiga bulan dan di bawah satu tahun lebih tinggi pada anak-anak dari ibu muslim ketimbang ibu non-muslim. Ibu muslim ini diketahui terpapar Ramadan saat berada dalam trimester pertama kehamilan.</p>
<p>Demikian pula, <a href="https://academic.oup.com/aje/article/187/10/2085/4993217">penelitian lain</a> menemukan bahwa angka kematian balita lebih tinggi pada anak yang lahir dari ibu muslim yang terpapar Ramadan saat mengalami masa pembuahan, fase trimester pertama, maupun trimester kedua kehamilan.</p>
<p>Insiden <a href="https://www.aeaweb.org/articles?id=10.1257/app.3.4.56">disabilitas</a> penglihatan, pendengaran, dan pembelajaran meningkat di antara orang dewasa muslim yang melalui Ramadan saat masih dalam bulan pertama di kandungan ibunya.</p>
<p>Demikian pula, di Indonesia, <a href="https://gh.bmj.com/content/4/3/e001185">penelitian lain</a> mengidentifikasi skor yang lebih rendah pada tes kemampuan kognitif dan skor matematika yang lebih rendah di antara anak-anak berusia 8 hingga 15 tahun yang berada dalam kandungan selama Ramadan.</p>
<p>Meski demikian, <a href="https://econtent.hogrefe.com/doi/10.1024/0300-9831.74.5.374">studi lain</a> yang mengukur <em>intelligence quotient</em> (IQ) menemukan bahwa puasa Ramadan selama kehamilan tidak berpengaruh pada perkembangan intelektual.</p>
<p>Dibandingkan dengan muslim yang tidak terpapar Ramadan saat di kandungan, muslim yang terpapar <a href="https://academic.oup.com/aje/article/187/10/2100/5046841">lebih berisiko mengalami gejala kesulitan bernapas </a> atau didiagnosis dengan penyakit paru-paru. </p>
<p>Paparan puasa Ramadan sebelum kelahiran juga dikaitkan dengan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0167629611001081?via%3Dihub">kesehatan umum</a> yang lebih buruk, peningkatan risiko penyembuhan luka yang lambat, serta nyeri dada. Rata-rata, muslim yang terpapar memiliki tekanan nadi yang lebih tinggi daripada Muslim yang tidak terpapar.</p>
<p>Beberapa efek negatif teramati dalam fase pembuahan atau trimester pertama kehamilan yang beririsan dengan bulan Ramadan. Hal ini sejalan dengan teori <em>fetal programming</em>, yang menyatakan selama trimester pertama, janin berada dalam kondisi paling rentan terhadap efek negatif dari lingkungan sekitarnya. </p>
<p>Efek terkuat mungkin juga terjadi karena banyak perempuan yang berpuasa di awal kehamilannya, sebagaimana dilaporkan oleh <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28065259/">penelitian berbasis survei di Jakarta</a>.</p>
<h2>Dampak pada ekonomi</h2>
<p>Pada <a href="https://www.aeaweb.org/articles?id=10.1257/app.3.4.56">aspek ekonomi</a>, laki-laki muslim di Irak dan Uganda yang terpapar Ramadan selama bulan pertama di kandungan cenderung tidak memiliki rumah tinggal pribadi jika dibandingkan dengan non-muslim. </p>
<p>Logika di balik alasan itu tampaknya juga dijawab oleh <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1570677X1630003X?via%3Dihub">sebuah penelitian di Karibia</a> bahwa orang dewasa berusia 24- 55 tahun memiliki kemungkinan pekerjaan yang lebih rendah (dengan pendapatan lebih kecil) jika mereka terpapar Ramadan sekitar bulan ketujuh kehamilan dibandingkan dengan non-Muslim.</p>
<p><a href="https://gh.bmj.com/content/4/3/e001185">Di Indonesia</a>, penurunan yang signifikan dalam jam kerja ditemukan di antara perempuan yang terpajan Ramadan saat berusia 18-65 tahun. Tidak ada temuan signifikan yang diamati di antara laki-laki dewasa yang terpapar. Demikian pula, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S030438781500067X?via%3Dihub">penelitian lain</a> menunjukkan orang dewasa yang terpapar Ramadan bekerja lebih sedikit selama sepekan.</p>
<h2>Apakah benar ini dampak dari efek tunggal?</h2>
<p>Mengingat desain sebagian besar penelitian yang kami sintesis menggunakan tanggal lahir sebagai satu-satunya indikator untuk menentukan paparan Ramadan, maka belum dapat dipastikan sepenuhnya apakah efek yang diamati pada subjek riset berasal dari puasa Ramadan itu sendiri atau karena adanya perubahan perilaku maupun faktor lain yang terkait erat dengan Ramadan. </p>
<p>Namun, beberapa penelitian menyoroti bahwa desain penelitian mereka memungkinkan untuk menganalisis paparan Ramadan selama kehamilan sebagai eksperimen alami. Ini menunjukkan kemungkinan inferensi kausal (hubungan sebab-akibat). Selain itu, 13 dari 16 (81%) penelitian yang kami sintesis memiliki lebih dari 10.000 subjek penelitian.</p>
<p>Aspirasi perempuan muslim hamil yang ingin berpuasa saat Ramadan harus dihormati. Dokter dan petugas perawatan antenatal lainnya harus mempromosikan perawatan kesehatan yang lebih baik agar sang ibu hamil dapat mengelola kehamilan yang sehat, serta mengurangi efek negatif bagi janin yang dikandung. </p>
<p>Hukum Islam telah mengajarkan bahwa ibu hamil boleh tidak menjalankan puasa Ramadan jika membahayakan pertumbuhan dan perkembangan janin walau ibu memiliki fisik yang kuat dan tidak memiliki penyakit penyerta.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/179199/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>This study was supported by Deutscher Akademischer Austauschdienst (DAAD) Research Grants—Doctoral Programmes in Germany, 2019/2020; grant number: 57440921.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Dono Indarto tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penelitian kami adalah tinjauan literatur sistematis pertama yang menyintesis bukti ilmiah terkait dampak kesehatan dan ekonomi jangka panjang dari Ramadan pada janin dalam kandungan.Melani Ratih Mahanani, PhD Researcher in Epidemiology, Heidelberg Institute of Global Health, Germany, University of HeidelbergDono Indarto, Dosen Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas MaretLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1632532021-07-05T06:19:15Z2021-07-05T06:19:15ZMengapa pemerintah mesti segera beri vaksin COVID-19 untuk ibu hamil<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/408788/original/file-20210629-16-alxow5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banyak orang antre mengikuti vaksinasi COVID-19 massal di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 26 Juni 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1624704310">ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.</a></span></figcaption></figure><p>Pada 22 Juni lalu, <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5619391/kabar-baik-ibu-hamil-sudah-boleh-divaksin-covid-19-ini-syaratnya">Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) merekomendasikan</a> pemberian vaksinasi COVID-19 bagi ibu hamil - kelompok rentan yang belum masuk dalam program vaksinasi nasional COVID-19 - setelah melihat meningkatnya kasus perempuan hamil terinfeksi virus corona. </p>
<p>Sampai kini <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2021/06/29/071335965/ibu-hamil-direkomendasikan-dapat-vaksin-covid-19-ini-kata-kemenkes?page=all">Kementerian Kesehatan belum mengeluarkan petunjuk teknis vaksinasi bagi ibu hamil</a> bagi petugas kesehatan di lapangan. Kementerian Kesehatan masih menunggu izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). </p>
<p><a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20210122/3036835/vaksinasi-covid-19-bagi-tenaga-kesehatan-capai-132-ribu/">Ada ribuan tenaga kesehatan yang sedang hamil</a> yang belum bisa divaksin karena kebijakan ini. Mereka menghadapi risiko yang besar dari kehamilannya sendiri dan dari tertular COVID-19 melalui pekerjaannya.</p>
<p>Sejumlah data yang tersedia di berbagi riset dari negara lain menunjukkan bahwa ibu hamil adalah kelompok berisiko tinggi dalam situasi wabah COVID-19. </p>
<p>Karena itu, sudah saatnya Kementerian Kesehatan segera menerbitkan kebijakan untuk memvaksinasi COVID-19 bagi perempuan hamil, serta mempercepat program vaksinasi ibu hamil, terutama untuk para tenaga kesehatan. </p>
<h2>Risiko tinggi</h2>
<p>Sebuah <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/69/wr/mm6925a1.htm">studi yang melibatkan sekitar 91.000 perempuan, sekitar 8.200 di antaranya hamil)</a>, di Amerika Serikat menunjukkan bahwa jika ibu hamil terpapar COVID19, mereka memiliki risiko 5,4 kali lipat lebih tinggi diopname di rumah sakit. </p>
<p>Selain itu, mereka punya 50% risiko lebih tinggi masuk ICU dan 70% risiko lebih tinggi memerlukan ventilator (alat bantu pernafasan) dibandingkan mereka yang tidak hamil. Risiko kematian akibat COVID-19 sama antara perempuan hamil dan yang tidak hamil.</p>
<p>Berbagai organisasi profesi kebidanan dan kandungan di dunia, seperti <a href="https://www.figo.org/covid-19-vaccination-pregnant-and-breastfeeding-women">International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)</a>, juga telah menekankan tingginya risiko ibu hamil jika terpapar COVID-19 dan menyarankan vaksinasi COVID-19 untuk ibu hamil. </p>
<p>Di Amerika Serikat, Center for Disease Control, American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), dan Society for Maternal-Fetal Medicine (SMFM) telah <a href="https://www.health.harvard.edu/blog/wondering-about-covid-19-vaccines-if-youre-pregnant-or-breastfeeding-2021010721722">merekomendasikan vaksin COVID19 bagi ibu hamil</a>. Di Inggris, <a href="https://www.rcog.org.uk/en/guidelines-research-services/coronavirus-covid-19-pregnancy-and-womens-health/covid-19-vaccines-and-pregnancy/covid-19-vaccines-pregnancy-and-breastfeeding/">Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG)</a> juga menekankan hal ini.</p>
<h2>Data penderita COVID-19 pada ibu hamil</h2>
<p>Ada beberapa studi dan rekomendasi organisasi profesi dokter dan bidan yang mendukung perlunya ibu hamil diimunisasi dengan vaksin COVID-19.</p>
<p>Salah satunya, studi dari Brasil yang menunjukkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7686875/?report=printable#B90">18,9% perempuan yang diopname</a> karena COVID-19 ternyata sedang hamil, sementara angka kelahiran secara umum untuk <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.CBRT.IN?locations=BR">populasi Brasil hanya 1,3%</a>. Ini kemungkinan menunjukkan tingginya infeksi COVID-19 di kalangan ibu hamil.</p>
<p>Yang mengkhawatirkan adalah, menurut riset tersebut, hanya 22,6% dari jumlah ibu hamil yang meninggal karena COVID-19 sempat ditangani di ICU. Hal ini lebih jauh menggarisbawahi bahwa ibu hamil telah terkena dampak dari problem kapasitas pelayanan kesehatan yang sudah sangat terbebani di negara-negara berpendapatan menengah dan rendah.</p>
<p>Selain itu, sebuah studi dari <a href="https://www.bmj.com/content/370/bmj.m3320">Inggris terhadap sekitar 5.800 bayi baru lahir</a> menunjukkan bahwa bayi yang terlahir dari ibu yang terpapar COVID-19 memiliki risiko hampir lima kali lipat lebih besar untuk dirawat di ICU daripada bayi yang terlahir dari ibu yang tidak terpapar COVID-10. </p>
<h2>Data keamanan vaksin COVID-19 untuk ibu hamil</h2>
<p>Data awal menunjukkan vaksin-vaksin berbasis mRNA produksi Pfizer/BioNTech dan Moderna <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/nejmoa2104983">aman digunakan untuk ibu hamil</a>.</p>
<p>Penggunaan vaksin produksi <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/341454/WHO-2019-nCoV-vaccines-SAGE-recommendation-Sinovac-CoronaVac-2021.1-eng.pdf">Sinovac</a>, <a href="https://www.jhsph.edu/covid-19/articles/covid-19-vaccines-and-pregnancy.html">AstraZeneca, serta Johnson&Johnson/Janssen</a> untuk kehamilan baru terbukti aman pada uji coba hewan yang hamil. WHO telah mengeluarkan <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/341454/WHO-2019-nCoV-vaccines-SAGE-recommendation-Sinovac-CoronaVac-2021.1-eng.pdf">rekomendasi</a> penggunaan vaksin Sinovac untuk ibu-ibu hamil berisiko tinggi.</p>
<p>Selain itu, semua negara dan lembaga regulator sepakat bahwa tidak diperlukan tes kehamilan sebelum vaksinasi. Mereka juga sepakat bahwa penundaan kehamilan untuk keperluan vaksinasi tidak diperlukan. </p>
<p>Per 3 Juli 2021, <a href="https://ourworldindata.org/covid-vaccinations">23,8% populasi dunia telah menerima vaksin</a>. Dari jumlah ini tentu ada yang mengalami kehamilan setelah divaksin atau tidak menyadari dirinya tengah hamil ketika divaksin. Sampai kini belum ada laporan yang secara khusus menunjukkan masalah keamanan pada kelompok yang baru ketahuan hamil setelah divaksin.</p>
<h2>Praktik di negara lain</h2>
<p>Beberapa negara maju dan negara di Asia Tenggara telah membuka program vaksinasi untuk ibu hamil seperti <a href="https://www.dw.com/en/covid-is-it-safe-to-get-vaccinated-in-pregnancy/a-57438440">Amerika Serikat, Belgia, Israel</a>, <a href="https://www.thestar.com.my/lifestyle/health/the-doctor-says/2021/06/08/should-pregnant-women-get-the-covid-19-vaccine">Malaysia</a>, <a href="https://www.gov.uk/government/publications/covid-19-vaccination-women-of-childbearing-age-currently-pregnant-planning-a-pregnancy-or-breastfeeding/covid-19-vaccination-a-guide-for-women-of-childbearing-age-pregnant-planning-a-pregnancy-or-breastfeeding">Inggris</a>, <a href="https://www.healthxchange.sg/medicine-first-aid/medicine/covid-19-vaccine-safe-for-pregnancy-breastfeeding">Singapura</a>, dan <a href="https://www.facebook.com/OfficialDOHgov/photos/pcb.4217077958303424/4217076391636914">Filipina</a>. </p>
<p>Negara-negara ini telah mengeluarkan <a href="https://covid19.trackvaccines.org/vaccines/">izin penggunaan jenis vaksin yang beragam</a>: Moderna, Pfizer, Sinovac, Bharat, AstraZeneca, CanSino, Sputnik V, dan Janssen.</p>
<p>Dalam <a href="https://www.vaksincovid.gov.my/upload/media/Guidelines_on_COVID-19_Vaccination_in_Pregnancy_and_Breastfeeding_Version_2_-_MOH.pdf">petunjuk vaksinasi terbarunya</a>, pemerintah Malaysia memutuskan vaksin Pfizer/BioNTech, Sinovac, dan AstraZeneca dapat digunakan untuk ibu hamil. </p>
<h2>Fisiologi kehamilan dan kerentanan infeksi</h2>
<p>Imunitas selama kehamilan mengalami perubahan karena keberadaan janin dan produk kehamilan, meliputi penurunan sel-sel imun seperti <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12926528/">sel-sel Natural Killer</a>, sel-sel <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26592069/">Dendritik</a> dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/152594/">perubahan hormonal</a>. </p>
<p>Perubahan-perubahan ini secara teori berpotensi meningkatkan risiko keparahan ibu hamil yang terinfeksi COVID19. Selama wabah flu babi (H1N1) pada 2009, faktor <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19643469/">imunitas ibu hamil</a> adalah salah satu alasan mengapa tingkat keparahan di kalangan ibu hamil lebih tinggi.</p>
<p>Keberadaan janin yang semakin membesar akan mendesak rongga dada, sehingga menurunkan kapasitas pernafasan, dan memaparkan ibu-ibu hamil pada <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16215363/">risiko infeksi pernafasan yang lebih berat</a>.</p>
<p>Secara normal, perempuan hamil mudah mengalami <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538251/">penggumpalan darah</a>. Sementara itu, salah satu manifestasi COVID-19 adalah penggumpalan darah yang <a href="https://www.thelancet.com/journals/eclinm/article/PIIS2589-5370(20)30383-7/fulltext">meningkatkan risiko kematian</a>. Jika keduanya bergabung, maka ibu hamil yang terinfeksi COVID19 memiliki risiko berlipat kali mengalami manifestasi ini.</p>
<p>Di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32420614/">Inggris</a> telah dilaporkan kasus kematian pada ibu hamil karena penggumpalan darah di paru-paru akibat infeksi SARS-CoV-2.</p>
<p>Apakah risiko penggumpalan darah pada kehamilan normal akan melipatgandakan risiko penggumpalan darah karena vaksin AstraZeneca? </p>
<p>Sampai saat ini tidak ada faktor-faktor tertentu yang diketahui secara spesifik meningkatkan risiko penggumpalan darah setelah medapatkan vaksin AstraZeneca. Artinya, seorang ibu hamil <a href="https://www.rcog.org.uk/en/guidelines-research-services/coronavirus-covid-19-pregnancy-and-womens-health/covid-19-vaccines-and-pregnancy/covid-19-vaccines-pregnancy-and-breastfeeding/">tidak lantas meningkat risikonya</a> mengalami penggumpalan darah ketika mendapat vaksin AstraZeneca. </p>
<h2>Vaksinasi lain untuk ibu hamil dan perlunya riset</h2>
<p>Program vaksinasi untuk ibu hamil bukan hal baru. </p>
<p>Sebelum pandemi COVID-19, ibu-ibu hamil di berbagai negara telah menerima suntikan vaksin untuk berbagai macam penyakit yang melindunginya dari infeksi pathogen yang dapat merugikan kehamilannya. </p>
<p>Selama ini belum pernah ada laporan yang secara khusus mengatakan bahwa ibu hamil memiliki risiko keamanan dari vaksin-vaksin yang ada. </p>
<p>Indonesia memiliki <a href="https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-imunisasi.pdf">program vaksinasi TT (tetanus toxoid) untuk ibu hamil</a>). Selain itu juga ada <a href="https://www.cdc.gov/vaccinesafety/concerns/vaccines-during-pregnancy.html">vaksin-vaksin lain</a> yang direkomendasikan selama kehamilan, seperti vaksin influenza dan vaksin Tdap (untuk mencegah tetanus, difteri dan pertussis). </p>
<p>Untuk memperkuat keputusan pemberian vaksinasi COVID pada ibu hamil, Kementerian Kesehatan dan universitas perlu segera membuat riset secara cepat untuk meneliti data keamanan penggunaan jenis-jenis vaksin COVID-19 yang telah digunakan selama ini di masyarakat. </p>
<p>Sebab, kecuali untuk vaksin Pfizer dan Moderna, tidak ada satu pun uji klinis vaksin-vaksin yang ada sekarang memiliki data keamanan penggunaannya pada ibu hamil.</p>
<p>Per <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">4 Juli 2021</a>, hampir 14 juta penduduk Indonesia telah menerima vaksin lengkap dua dosis dan 32 juta yang lainnya menerima satu dosis vaksin. Ini angka yang sangat besar untuk digunakan sebagai basis riset. </p>
<p>Dari jumlah ini, tentu ada yang mengalami kehamilan setelah divaksinasi atau tidak sadar dirinya sedang hamil ketika divaksin. Data dari kelompok ini dapat memberi informasi mengenai profil keamanan penggunaan vaksin di kalangan ibu hamil. </p>
<p>Kita tidak ingin kelambatan mengambil keputusan untuk vaksinasi ibu hamil memberikan dampak buruk yang luas di tengah masyarakat bagi ibu hamil dan bayinya, di tengah lonjakan varian delta yang mengganas saat ini di Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/163253/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Teguh Haryo Sasongko tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Berbagai organisasi profesi kebidanan dan kandungan di dunia juga telah menekankan tingginya risiko ibu hamil jika terpapar COVID-19 dan menyarankan vaksinasi COVID-19 untuk ibu hamil.Teguh Haryo Sasongko, Peneliti The Cochrane Collaboration; Associate Professor, Royal College of Surgeons in Ireland (RCSI) School of Medicine, Perdana University; Deputy Director, Center for Research Excellence, Perdana UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1553032021-02-23T07:16:29Z2021-02-23T07:16:29ZBagaimana perempuan bisa tidak tahu mengalami kehamilan selama sembilan bulan penuh<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/384669/original/file-20210217-12-1s534dy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kejutan!</span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.shutterstock.com/dl2_lim.mhtml?src=lN0Tnaab2XfgEXJgfwm7tQ-1-11&clicksrc=download_btn_inline&id=107460737&size=huge_jpg&submit_jpg=">Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Soal kehamilan, orang <a href="http://www.oxfordreference.com/view/10.1093/oi/authority.20110803100240303">mengetahui umum</a> – dan merasa memahami begitu jelas sehingga ini tidak memerlukan bukti-bukti lain di pengadilan – bahwa semua perempuan <a href="http://shm.oxfordjournals.org/content/early/2015/04/16/shm.hkv041">tahu kapan diri mereka hamil</a>. </p>
<p>Dalam masyarakat yang memiliki toleransi rendah terhadap ketidakpastian, kasus-kasus yang menantang pengetahuan kolektif menjadi mengagetkan dan membingungkan kita. </p>
<p>Judul seperti “<a href="http://www.bbc.co.uk/news/uk-19657646">Bayi yang tahu-tahu lahir dari tentara yang ditugaskan di Afganistan</a>” atau “<a href="http://www.dailymail.co.uk/health/article-3558353/How-Klara-gave-birth-without-realising-pregnant-s-far-common-think-not-just-naive-teens.html#ixzz48CLGjLxv">saya merasakan desakan yang sangat menyakitkan untuk mendorong dan saat itulah kepala bayi keluar</a>” ditanggapi dengan campuran rasa tidak percaya dan skeptis. </p>
<p>Di Cianjur Jawa Barat, baru-baru ini <a href="https://jabar.tribunnews.com/2021/02/20/ayah-bayi-ajaib-di-cianjur-ketahuan-ini-sosok-m-sofiuloh-yang-akan-dites-dna-mantan-siti-jainah?page=all&_ga=2.21810939.1766168513.1614048552-1896279729.1599840832">seorang perempuan juga mengaku melahirkan bayi</a> walau dia <a href="https://www.tribunnews.com/regional/2021/02/14/siti-jainah-masih-syok-sudah-4-bulan-menjanda-tiba-tiba-melahirkan-bayi-tanpa-merasa-hamil">tidak merasakan kehamilan sebelumnya</a>. </p>
<p>Meskipun begitu, kasus “kehamilan samar (<em>cryptic pregnancy</em>)” – juga diketahui sebagai “penolakan kehamilan (<em>pregnancy denial</em>)” - tidak begitu langka.</p>
<p>Faktanya, kasus seperti ini diperkirakan terjadi sekitar satu dari 2.500 kehamilan; di Inggris ini berarti <a href="http://www.bmj.com/content/324/7335/458.1">320 kasus per tahun</a> sehingga ada potensi menjadi judul berita hampir setiap hari. </p>
<p>Dalam kasus-kasus ini, perempuan kurang memiliki kesadaran penuh atas kehamilan mereka dan melaporkan mengalami sedikit, jika ada, <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8038884">gejala umum</a>. </p>
<p>Namun ketidakjelasan diagnosis kehamilan bukanlah hal yang aneh. Pada masa sekarang, seorang perempuan yang berpikir bahwa dia mungkin sedang hamil, dapat melakukan tes kehamilan yang dibeli di toko dengan akurasi yang tinggi. Namun dalam sejarah, bahkan hingga belum lama ini, tidak mudah memastikan apakah seorang perempuan sedang hamil. </p>
<p>Tanda dan gejala kehamilan <a href="http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/probable+signs+of+pregnancy">dideskripsikan sebagai “kemungkinan” dan “dugaan” alih-alih diagnosis</a>. </p>
<h2>Gejala-gejala kehamilan</h2>
<p>Namun jika kesadaran atas kehamilan sekarang bisa dianggap sebagai fakta umum, apa saja gejala-gejala yang bisa <a href="http://www.ataglanceseries.com/obgyn/">dikenali</a> oleh semua perempuan? Dan bagaimana kemungkinan gejala-gejala itu masih bisa diabaikan, ditolak, atau dianggap muncul karena penyebab yang lain? </p>
<p>Tidak adanya periode datang bulan adalah gejala awal kehamilan yang paling umum. </p>
<p>Namun, ada banyak alasan mengapa seorang perempuan mungkin tidak datang bulan secara teratur, termasuk gangguan medis dan faktor-faktor seperti makanan yang tidak sehat atau stres. </p>
<p>Perempuan yang mendekati menopause kemungkinan mengalami datang bulan yang terganggu dan beberapa perempuan berhenti sama sekali mengalami datang bulan ketika meminum pil kontrasepsi. </p>
<p>Sebaliknya, pendarahan “mirip datang bulan” ketika kehamilan (patut dicatat, perempuan hamil yang mengalami pendarahan vagina harus mencari perawatan medis) dilaporkan terjadi <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16390784">pada 1% perempuan</a> meski masih belum bisa dijelaskan.</p>
<p>Rasa mual pada pagi hari, gejala kehamilan yang paling umum digambarkan di media dan sinetron, dialami oleh sekitar <a href="http://www.ataglanceseries.com/obgyn">70% perempuan hamil</a> tapi sangat bervariasi dalam tingkat keparahan dan durasinya, dan mungkin lagi-lagi, berkaitan dengan berbagai penyebab lainnya. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/121949/original/image-20160510-20749-nhzw0o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/121949/original/image-20160510-20749-nhzw0o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/121949/original/image-20160510-20749-nhzw0o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/121949/original/image-20160510-20749-nhzw0o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/121949/original/image-20160510-20749-nhzw0o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/121949/original/image-20160510-20749-nhzw0o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/121949/original/image-20160510-20749-nhzw0o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tidak selalu begitu mudah.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.shutterstock.com/cat.mhtml?lang=en&language=en&ref_site=photo&search_source=search_form&version=llv1&anyorall=all&safesearch=1&use_local_boost=1&autocomplete_id=io1hvzkvwcl5l1lfpsy&search_tracking_id=tuBW6JwPOgbCcaeKzwBwKw&searchterm=pregnancy%20tests&show_color_wheel=1&orient=&commercial_ok=&media_type=images&search_cat=&searchtermx=&photographer_name=&people_gender=&people_age=&people_ethnicity=&people_number=&color=&page=1&inline=264377312">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/339325/SACN_Early_Life_Nutrition_Report.pdf">Naiknya berat badan</a> merupakan gejala biasa lainnya. “Rata-rata” perempuan hamil diperkirakan berat badannya naik sekitar 12,5 kg tapi gejala ini banyak bervariasi dan bergantung pada perbedaan budaya dan etnis. </p>
<p>Namun banyak perempuan mengantisipasi naiknya berat bedan dan peningkatan lingkar badan ketika mendekati menopause – dan, pada umur berapa pun, naiknya berat badan bisa dijelaskan dengan mudah: sebagai contoh, karena banyak makan ketika mengalami stres. </p>
<p>Hubungan antara nutrisi ibu dan janin sangat kompleks. Perempuan yang menjalani pola makan terbatas (dengan sengaja atau tidak sengaja) ketika hamil mungkin mengalami kenaikan berat badan yang sangat kecil, sementara berat bayi yang lahir mungkin masih berada di kisaran normal. Meski mungkin ada konsekuensi kesehatan jangka panjang pada bayi dari ibu dengan pola makan yang sangat buruk ketika kehamilan. Bagaimana pun, kenaikan berat badan termasuk gejala lain yang dengan mudah dapat diabaikan.</p>
<p>Sebagian besar perempuan mulai merasakan gerakan janin di antara 18 dan 20 minggu kehamilan. Gerakan awal biasanya digambarkan seperti denyut, dan pada minggu-minggu awal, mudah salah dikira sebagai gas dalam perut. </p>
<p>Namun, gerakan janin memang semakin kuat seiring bayi terus tumbuh dan perempuan dianggap dapat merasakan gerakan dari awal kehamilan hingga setelah awal persalinan. </p>
<p>Bagi para perempuan hamil yang merasakan tendangan dari bayi dalam kandung, memang sulit untuk memahami bagaimana hal ini bisa salah ditafsirkan, tapi dalam kasus kehamilan samar yang menunjukkan bahwa perempuan melaporkan mereka tidak merasakan gerakan janin <a href="http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8038884">menunjukkan fakta sebaliknya</a>.</p>
<h2>Bagaimana ini bisa terjadi?</h2>
<p>Berbagai teori fisiologis dan psikologis telah banyak digunakan untuk menjelaskan kehamilan samar. Sementara kasus ini mungkin terjadi lebih umum pada perempuan yang memiliki kondisi kesehatan mental sedari awal, banyak kasus terjadi pada perempuan yang tidak memiliki bukti masalah kesehatan mental dan penyebabnya <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1523-536X.1995.tb00262.x/abstract">tetap tidak diketahui</a>.</p>
<p>Kasus yang diberitakan umumnya menunjukkan hasil yang menggembirakan, tapi meski kehamilan adalah kejadian hidup fisiologis yang normal, seorang perempuan yang tidak tahu bahwa dia hamil (dan bayinya) mengalami risiko yang lumayan besar, baik secara fisiologis maupun psikologis.</p>
<p>Bagi semua perempuan, kehamilan adalah waktu perubahan dan persiapan keibuan. Realitas keibuan mungkin masih mengejutkan perempuan mana pun, dan mereka yang tidak sadar akan kehamilan diri mereka kemungkinan akan sangat terkejut ketika tiba-tiba menjadi ibu. Ini bisa sangat sulit untuk dihadapi.</p>
<p>Sebagai tambahan, perempuan-perempuan ini tidak akan mengakses pelayanan kesehatan sebelum kehamilan, jika ada komplikasi tidak akan terdeteksi, dan perempuan mungkin terus merokok atau minum alkohol tanpa menyadari potensi bahayanya. </p>
<p>Karateristik kasus perempuan yang benar-benar tidak sadar atas kehamilan diri mereka terlihat dari upaya mereka mencari bantuan medis untuk berbagai rasa sakit perut. Namun, banyak yang melahirkan sendiri atau tanpa bantuan dokter kandungan atau bidan dan ini menempatkan si ibu dan anak dalam risiko yang lumayan besar dan membahayakan nyawa. </p>
<h2>Konsekuensi yang lebih gelap</h2>
<p>Ada sisi gelap terkait bagaimana kehamilan samar diinterpretasikan dan dipahami juga. Riset-riset dari laporan kasus riwayat pasien telah mendeskripsikan konsekuensi hukum bagi perempuan yang melahirkan sendiri yang bayinya lahir meninggal atau <a href="http://shm.oxfordjournals.org/content/early/2015/04/16/shm.hkv041">meninggal tak lama setelah lahir</a>. </p>
<p>Perempuan yang mengklaim mengalami kehamilan samar biasanya ditanggapi dengan tuduhan kebohongan – walau kondisinya sesuai dengan penjelasaan medis pada waktu itu – dan perempuan bisa dituduh melakukan pembunuhan bayi. </p>
<p><a href="http://shm.oxfordjournals.org/content/early/2015/04/16/shm.hkv041">Mona Rautelin</a>, dalam kesaksiannya terhadap kasus-kasus seperti ini di Finlandia pra-modern juga mengutip kasus-kasus modern dari Eropa dan Cina. </p>
<p>Di sana, keyakinan bahwa perempuan pasti tahu kehamilan diri mereka sendiri telah berujung dengan tuduhan pembunuhan bayi. </p>
<p>Dalam kasus yang diberitakan dari Amerika, seorang perempuan yang mengklaim bahwa dia melahirkan bayi yang meninggal tak lama sesudah lahir setelah mengalami kehamilan tersembunyi mendapat hukuman <a href="http://www.telegraph.co.uk/women/womens-life/11511093/Purvi-Patel-jailed-for-killing-her-foetus-a-sad-day-for-women.html">penjara karena pembunuhan bayi</a>. </p>
<p>Fisiologis dan psikologis kehamilan tersembunyi dan kehamilan samar berbeda dan keduanya kompleks. Namun, keduanya mungkin sulit untuk dibedakan dalam kasus yang langka dan tragis ini. </p>
<p>Ada banyak ketidakpastian seputar kelahiran anak dan bahkan saat ini banyak aspek kehamilan dan kelahiran yang terang-terang masih kurang dipahami. </p>
<p>Walau kita mungkin akan terus membaca berita-berita ini dengan rasa tidak percaya, kita harus memastikan bahwa kita menghormati dan melindungi perempuan di balik kisah yang tidak diduga.</p>
<hr>
<p><em>Ignatius Raditya menerjemahkan ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/155303/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Helen Cheyne menerima dana dari Scottish Government Chief Scientist's Office.</span></em></p>Terjadi lebih sering daripada yang kita kira.
Di Cianjur Jawa Barat, baru-baru ini seorang perempuan juga mengaku melahirkan bayi walau dia tidak merasakan kehamilan sebelumnyaHelen Cheyne, Royal College of Midwives Professor of Midwifery Research, University of StirlingLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1409772020-11-09T05:38:02Z2020-11-09T05:38:02ZAngka infeksi HIV pada ibu hamil naik, bagaimana kita bisa ikut mencegahnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/367628/original/file-20201105-17-1g2sji.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/pills-on-blue-background-3936366/">Miguel Á. Padriñán/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Dalam dua puluh tahun terakhir risiko penularan <em>Human Immunodeficiency Virus</em> (HIV) secara vertikal dari ibu ke bayi telah meningkatkan populasi anak dengan infeksi virus ini di masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. </p>
<p>Penularan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29747581/">ini</a> bisa terjadi sejak dalam kandungan hingga masa menyusui yang menjadi metode penularan utama infeksi HIV pada anak di bawah 15 tahun.</p>
<p>Data <a href="https://kependudukan.lipi.go.id/id/berita/liputan-media/503-hiv-aids-pada-ibu-hamil-ancaman-nyata-yang-selama-ini-kurang-diketahui">menunjukkan jumlah anak Indonesia di bawah usia 15 tahun</a> yang hidup dengan infeksi HIV meningkat dari 500 anak pada tahun 2000 menjadi lebih dari 3.000 kasus pada 2016. </p>
<p>Angka kejadian perempuan hamil dengan infeksi HIV di Indonesia dalam kurun waktu tersebut juga meningkat. Sebuah <a href="http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/download/943/877">riset dengan data sekunder 11.693 ibu hamil</a> dalam rentang 2003-2010 di delapan kota di Indonesia menunjukkan angka kejadian perempuan hamil dengan infeksi virus ini mencapai <a href="http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/download/943/877">0,36%</a> pada 2003-2006. Angka kejadian serupa meningkat menjadi <a href="https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/4014">0,49%</a> pada 2016. </p>
<p>Sebuah skrining HIV massal yang melibatkan sekitar 43.000 ibu hamil pada 2012 di Indonesia menunjukkan angka positif HIV <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf">mencapai 1.329 kasus (3,04%)</a>. </p>
<p>Guna mencegah infeksi virus HIV yang berdampak pada anak, maka pemerintah, masyarakat, kita dan pasangan perlu mempersiapkan kehamilan, pemeriksaan, dan tata laksana kehamilan yang mampu mencegah risiko penularan vertikal. </p>
<h2>Skrining sebelum kehamilan</h2>
<p>Sebuah riset di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23097595/">Inggris</a> menunjukkan 41% perempuan dengan infeksi HIV ingin memiliki anak dan 11% responden menyatakan tidak ingin menunda kehamilan. </p>
<p>Penelitian di <a href="https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/23070">Semarang</a> terbitan tahun lalu menunjukkan lima responden perempuan, sudah menikah dan terinfeksi HIV, menyatakan anak merupakan pelengkap keluarga dan mereka sangat ingin memiliki keturunan bersama pasangan. </p>
<p>Para ibu bisa mengurangi risiko penularan HIV ke anak dan pasangan dengan cara merencanakan kehamilan, minum obat antiretroviral (ARV) untuk menekan infeksi dan replikasi virus HIV hingga tidak terdeteksi, serta menggunakan kontrasepsi yang aman ketika tidak merencanakan kehamilan. </p>
<p>Perempuan yang merencanakan kehamilan, terutama pada kelompok <a href="http://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-HIV-AIDS-2018.pdf">risiko tinggi</a> terinfeksi HIV, harus menjalani <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/PNPK_HIV_Kop_Garuda__1_.pdf">skrining</a> untuk memastikan status infeksi. </p>
<p>Mereka yang termasuk di dalam kelompok risiko tinggi adalah ibu hamil di daerah dengan kasus tinggi seperti Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua yang menempati 5 besar provinsi dengan kasus HIV terbanyak. Kelompok risiko tinggi lainnya adalah individu dengan perilaku berisiko seperti pengguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), seks bebas dengan banyak pasangan, dan individu dengan riwayat HIV sebelumnya.</p>
<p>Jika terinfeksi, mereka harus minum obat ARV, guna menekan jumlah virus aktif di dalam darah hingga tidak terdeteksi, untuk menurunkan risiko penularan vertikal hingga <a href="https://www.cdc.gov/hiv/group/gender/pregnantwomen/index.html#:%7E:text=What%20CDC%20Is%20Doing,transmission%20per%20100%2C000%20live%20births.">1%</a>. Pasangan laki-laki sebaiknya menggunakan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30979726/">kondom</a> saat berhubungan seks dan pemeriksaan berkala setiap tahun. </p>
<p>Studi terbaru menunjukkan tindakan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26688556/">pencucian sperma</a>, pada teknologi reproduksi berbantu, dari suami yang terinfeksi HIV dapat menurunkan risiko transmisi vertikal. Teknologi ini tersedia di Indonesia, khususnya di RS besar yang menyediakan fasilitas reproduksi berbantu, baik inseminasi ataupun bayi tabung.</p>
<h2>Tata laksana HIV dalam kehamilan</h2>
<p>Seluruh ibu hamil dengan infeksi HIV harus mendapat <a href="https://www.who.int/hiv/pub/guidelines/arv2013/art/artpregnantwomen/en/">ARV</a> tanpa melihat <em>viral load</em> (jumlah virus dalam darah). </p>
<p>Beberapa riset menyatakan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21078446/">risiko</a> terbesar penularan HIV dari <a href="https://www.elsevier.com/books/sandes-hiv-aids-medicine/volberding/978-1-4557-0695-2">ibu ke anak</a> terjadi pada saat <a href="https://www.acog.org/clinical/clinical-guidance/committee-opinion/articles/2018/09/labor-and-delivery-management-of-women-with-human-immunodeficiency-virus-infection">persalinan</a>. Jenis persalinan dan <em>viral load</em> juga akan mempengaruhi tinggi rendahnya risiko transmisi.</p>
<p>Dalam sebuah uji klinis, <em>viral load</em> tidak terdeteksi dan operasi sesar sebelum adanya tanda persalinan atau pecahnya selaput ketuban terbukti efektif menurunkan angka transmisi. Persalinan normal akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.</p>
<p>Meski demikian, masih terdapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26075762/">13%</a> populasi di dunia dengan <em>viral load</em> yang masih terdeteksi. Namun data ini belum ada untuk populasi di Indonesia. </p>
<p>Banyak <a href="http://labdata.litbang.kemkes.go.id/ccount/click.php?id=19">faktor</a> yang dapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26075762/">berkontribusi</a> terhadap risiko penularan vertikal. Rendahnya status sosial ekonomi dan pengetahuan pasien, durasi penggunaan ARV selama hamil, terlambat memeriksakan kehamilan, dan sikap sebagian besar masyarakat yang cenderung menyembunyikan kasus HIV merupakan faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. </p>
<p>Setelah lahir, seluruh bayi yang lahir dari ibu dengan HIV wajib mendapatkan ARV sebagai terapi <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/PNPK_HIV_Kop_Garuda__1_.pdf">pencegahan</a> pada usia 6-12 jam setelah lahir. </p>
<p>ARV selama 6 minggu terbukti efektif untuk pencegahan pada bayi yang lahir dari ibu yang mendapat ARV dan <em>viral load</em> tidak terdeteksi.</p>
<h2>Setelah persalinan dan kontrasepsi</h2>
<p>Keputusan menyusui bayi harus mempertimbangkan risiko penularan dan manfaat proteksi terhadap kematian bayi akibat malnutrisi, diare, dan pneumonia. </p>
<p><a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/PNPK_HIV_Kop_Garuda__1_.pdf">Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013</a> menyatakan infeksi HIV adalah salah satu kondisi medis yang dapat membuat ibu tidak menyusui.</p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28348636/">Paska persalinan</a>, pengobatan ARV dilanjutkan dan perlu mencegah penularan pada pasangan. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23097595/">Pencegahan kehamilan</a> dapat dilakukan melalui program keluarga berencana (KB) yang menyediakan metode yang efektif, efek samping minimal, nyaman dan dapat melindungi terhadap transmisi HIV atau infeksi menular seksual (IMS) lain, serta berinteraksi minimal dengan ARV. </p>
<p><a href="http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/RPT%202016%20Final.pdf">Kondom</a> menjadi metode paling efektif yang mampu memberikan perlindungan terhadap risiko transmisi. </p>
<p>Penggunaan alat kontrasepsi sangat penting untuk mengatur dan menjarangkan kehamilan serta mencegah penularan dari ibu ke bayi. </p>
<h2>Penularan dari ibu ke anak</h2>
<p><em>Human Immunodeficiency Virus</em> (HIV) menyerang kekebalan tubuh manusia. Virus ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik bersama, transplantasi organ, dan penularan dari ibu ke janin. </p>
<p>Badan PBB untuk Urusan HIV/AIDS <a href="https://docplayer.info/150958076-Infeksi-human-immunodeficiency-virus-hiv-dalam-kehamilan.html">(UNAIDS)</a> melaporkan ada 1,4 juta perempuan hamil dengan infeksi HIV di seluruh dunia pada akhir 2016.</p>
<p>Di Asia, diperkirakan sekitar <a href="http://www.kebijakanaidsindonesia.net/jdownloads/Publikasi%20Publication/hiv_in_asia_and_the_pacific_unaids_report_2013.pdf">210.000</a> anak hidup dengan HIV pada 2012. Namun dengan semakin gencarnya promosi dan upaya kesehatan yang dilakukan untuk menurunkan penularan dari ibu ke anak, angka ini <a href="https://www.avert.org/professionals/hiv-around-world/asia-pacific/overview">menurun</a> hingga 30%.</p>
<p>Secara umum, laporan <a href="http://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-HIV-AIDS-2018.pdf">(Kementerian Kesehatan)</a> Indonesia menyatakan pada 2017 ada sekitar 280.000 orang terinfeksi HIV. Kelompok usia produktif mendominasi angka kasus, dengan jumlah tertinggi 16,9% kasus di Jawa Timur dan 13,7% di DKI Jakarta. </p>
<p>Infeksi ini berisiko menyebabkan penularan vertikal dari ibu ke anak (<em>Mother to Child Transmission</em>/MTCT) sebesar <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf">20-50%</a>. </p>
<p>Dalam kasus ibu hamil terinfeksi HIV, banyak <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29747581/">faktor</a> yang dapat mempengaruhi penularan virus, seperti lama dan pola menyusui. Semakin lama durasi ibu menyusui bayi, maka paparan terhadap virus yang ada di ASI akan semakin meningkat. Risiko penularan naik jika menyusuinya dicampur antara ASI dan susu formula. WHO menyatakan pemberian susu formula bisa mengurangi risiko penularan pada bayi. Jika itu tidak memungkinkan, maka bayi bisa diberi ASI eksklusif 6 bulan dan setelah itu diganti dengan susu formula dan makanan pendamping ASI. </p>
<p>Faktor lainnya adalah bayi lahir kurang bulan (prematur), penggunaan obat anti retro viral (ARV), jumlah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29435421/">virus</a> dalam darah ibu dan cara persalinan. </p>
<p>Bayi prematur lebih rentan terinfeksi karena belum sempurnanya perkembangan organ dan sistem imunitas. Bayi yang diberikan ASI, terutama dari ibu yang tidak mendapatkan ARV, akan memiliki risiko tertular <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf">5-20%</a>.</p>
<h2>Upaya promotif</h2>
<p>Upaya <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28839513/">mencegah penularan HIV dari ibu ke anak</a> selama kehamilan, persalinan, dan menyusui di Indonesia sudah dikembangkan sejak 2004.</p>
<p>Namun hingga akhir 2011 pelayanan ini baru menjangkau sekitar 7% dari perkiraan populasi. Sejak 2013, layanan <a href="https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf">pencegahan ini</a> diintegrasikan ke dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), KB dan konseling remaja untuk memperluas cakupan. Program ini mulai dari fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas hingga rumah sakit rujukan.</p>
<p>Kita perlu bekerja sama lintas disiplin untuk memberikan layanan kesehatan dan tata laksana yang komprehensif pada ibu agar bisa mencegah penularan HIV ke anak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140977/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mutiara Riani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pemerintah, masyarakat, kita dan pasangan perlu mempersiapkan kehamilan, pemeriksaan dan tata laksana kehamilan yang mampu mencegah risiko penularan vertikal HIV dari ibu ke anak.Mutiara Riani, Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1354522020-04-07T09:41:15Z2020-04-07T09:41:15ZHamil pada masa coronavirus - risiko yang berubah dan apa yang perlu Anda ketahui<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/326022/original/file-20200407-96658-1nj0yzo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang perempuan hamil berjalan melewati mural jalanan di Hong Kong pada 23 Maret 2020. Dengan pandemi coronavirus yang bergerak cepat, perempuan hamil menghadapi perubahan sistem perawatan kesehatan.</span> <span class="attribution"><span class="source"> Anthony Wallace/AFP via Getty Images</span></span></figcaption></figure><p>“Kalau kita hamil dan melahirkan pada saat pandemi, akibatnya apa?”</p>
<p>Pertanyaan di atas dikirimkan oleh seorang kolega yang merupakan perawat sekaligus ibu hamil; membaca itu saya sempat tertegun. </p>
<p><a href="https://health.tamu.edu/experts/hector-chapa.html">Sebagai dokter kandungan-ginekologi</a>, fokus utama saya pada ilmu perawatan kesehatan. Email ini mengingatkan saya mengenai ketidakpastian seorang ibu hamil yang kini menghadapi perubahan risiko dan sistem perawatan kesehatan karena di tengah pandemi ini.</p>
<p>Pengetahuan mengenai wabah COVID-19 berkembang cepat namun masih menyisakan beberapa hal yang belum diketahui. <a href="https://www.acog.org/">Kelompok medis</a> dan penelitian mulai memberikan <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/prepare/pregnancy-breastfeeding.html">saran</a> dan jawaban untuk pertanyaan yang banyak diajukan oleh keluarga yang sedang mengharapkan bayinya lahir dalam waktu dekat. </p>
<h2>Apakah seorang ibu hamil menghadapi tantangan yang lebih besar terkena COVID-19?</h2>
<p>Sejauh ini, menurut <a href="https://www.acog.org/clinical/clinical-guidance/practice-advisory/articles/2020/03/novel-coronavirus-2019">American College of Obstetricians and Gynecologists</a>, data COVID-19 tidak menunjukkan seorang ibu yang hamil memiliki risiko yang lebih tinggi terkena virus. </p>
<p>Meski begitu, seperti yang telah kita ketahui dari <a href="https://medlineplus.gov/ency/article/007443.htm">penyakit flu</a>, mereka berisiko dalam bahaya yang lebih besar ketika terjangkit infeksi saluran pernapasan. Kehamilan menyebabkan berbagai perubahan dalam tubuh dan menghasilkan sedikit gangguan kekebalan tubuh yang dapat menyebabkan infeksi hingga menimbulkan lebih banyak rasa sakit, cedera, dan kerusakan.</p>
<h2>Apakah dengan memiliki virus corona dapat menimbulkan risiko keguguran atau persalinan prematur yang lebih besar?</h2>
<p>Penelitian belum dilakukan untuk menunjukkan apakah memiliki COVID-19 selama masa kehamilan meningkatkan risiko keguguran, namun terdapat beberapa bukti dari penyakit lain. Selama pandemi virus corona SARS pada 2002 hingga 2003, seorang perempuan dengan virus tersebut ditemukan memiliki risiko sedikit lebih tinggi mengalami keguguran, tapi ini terjadi hanya mereka yang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15295381">sangat parah mengidapnya</a>. </p>
<p>Memiliki infeksi virus pernapasan selama kehamilan, seperti flu, telah dikaitkan dengan masalah seperti <a href="https://www.ajog.org/article/S0002-9378(12)00722-3/pdf">berat badan bayi yang lahir rendah dan kelahiran prematur</a>. Selain itu, memiliki <a href="https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/features/kf-birthdefects-maternal-fever-during-pregnancy.html">demam tinggi</a> pada awal kehamilan dapat meningkatkan risiko cacat lahir tertentu, meski jumlah keseluruhan kejadian cacat tersebut masih rendah.</p>
<h2>Bisakah seorang ibu dengan COVID-19 menularkan virus kepada bayinya di dalam rahim?</h2>
<p>Data terkait ini berkembang dengan cepat. Dua makalah yang dipulikasikan pada 26 Maret menemukan terdapat <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2763854">antibodi virus corona</a> pada 3 bayi baru lahir dari ibu dengan COVID-19. Ini bisa menunjukkan bahwa mereka terpapar virus di dalam rahim, meski virus itu sendiri tidak terdeteksi dalam darah tali pusar dan peneliti telah <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2763851">menyelidiki</a> mengenai jenis tes apa yang digunakan. </p>
<p>Para peneliti dalam <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30360-3/fulltext">studi sebelumnya</a> tidak menemukan bukti COVID-19 dalam cairan ketuban atau darah tali pusar pada enam bayi lain yang lahir dari perempuan yang terinfeksi. Sementara makalah penelitian ini hanya mencakup sejumlah kecil kasus, kurangnya penularan vertikal –dari ibu ke anak di dalam rahim– sesuai dengan apa yang sudah terlihat dengan penyakit virus pernapasan lainnya pada kehamilan, termasuk influenza.</p>
<p>Ada <a href="https://www.theguardian.com/world/2020/mar/14/newborn-baby-tests-positive-for-coronavirus-in-london">beberapa laporan</a> tentang bayi baru lahir yang hanya berumur beberapa hari namun sudah terkena infeksi. Kendati demikian, dalam kasus tersebut, ini diyakini bahwa ibu atau anggota keluarga menularkan infeksi kepada bayi melalui kontak dekat setelah melahirkan. Virus ini dapat ditularkan melalui batuk atau bersin yang dapat menyebarkan tetesan (<em>droplet</em>) kepada bayi yang baru lahir. </p>
<h2>Bagaimana pemeriksaan kehamilan berubah?</h2>
<p>Perawatan sebelum kelahiran mungkin terlihat berbeda untuk sementara waktu karena pengendalian penyebaran COVID-19 di antara pasien, perawat, dan staf medis. </p>
<p>Biasanya, seorang perempuan hamil memiliki sekitar 14 kunjungan periksa sebelum melahirkan. Jumlah tersebut mungkin akan <a href="https://s3.amazonaws.com/cdn.smfm.org/media/2272/Ultrasound_Covid19_Suggestions_(final)_03-24-20_(2)_PDF.pdf">berkurang setengahnya</a> dan membuat perawatan jarak jauh atau <em>telemedicine</em> akan berperan penting. </p>
<p><em>Telemedicine</em> sudah disetujui oleh American College of Obstricians and Gynecologist (ACOG) untuk <a href="https://www.acog.org/clinical/clinical-guidance/committee-opinion/articles/2014/02/health-disparities-in-rural-women">pasien di daerah pedesaan</a>. Sekarang, pandemi membuat solusi perawatan virtual menjadi alat yang sangat diperlukan. Perempuan hamil dapat melakukan beberapa pengecekan di rumah, seperti untuk tekanan darah tinggi, diabetes, dan konstraksi, bahkan pengobatan jarak jauh dapat digunakan oleh konsultan kehamilan, seperti <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK22/?depth=1">ahli endokrinologi</a> dan konselor genetik.</p>
<p>Frekuensi pertemuan untuk sonogram (gambar yang dihasilkan dari pemeriksaan ultrasonik) juga dapat berubah. Perhimpunan Kedokteran Janin atau The Society of Maternal Fetal Medicine mengatakan bahwa <a href="https://www.kff.org/womens-health-policy/issue-brief/telemedicine-and-pregnancy-care/">mengurangi pemeriksaan ultrasound (USG) rutin aman dilakukan</a> pada waktu seperi ini tanpa membahayakan kesehatan dan keselamatan kehamilan. Tentu saja, beberapa pasien dengan kondisi khusus seperti kembar atau bayi yang diduga memiliki kecacatan mungkin memerlukan tindak lanjut yang lebih tradisional.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/323711/original/file-20200327-146689-g6zsjp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/323711/original/file-20200327-146689-g6zsjp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/323711/original/file-20200327-146689-g6zsjp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/323711/original/file-20200327-146689-g6zsjp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/323711/original/file-20200327-146689-g6zsjp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/323711/original/file-20200327-146689-g6zsjp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/323711/original/file-20200327-146689-g6zsjp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Ketika pandemi coronavirus menyebar melalui Wuhan, Cina pada awal 2020, perempuan hamil menghadapi risiko baru karena rumah sakit mulai kekurangan pasokan. Di AS, beberapa rumah sakit mulai membatasi pengunjung selama persalinan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran penyakit.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com">Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Apa yang seharusnya saya harapkan ketika kelahiran?</h2>
<p>Rumah sakit melakukan apa yang mereka bisa untuk meminimalkan penularan antar manusia dan mungkin proses lahiran akan terlihat berbeda juga. Beberapa rumah sakit menyaring semua staf medis mereka, termasuk dengan cara <a href="https://www.vumc.org/coronavirus/latest-news/mandatory-covid-19-screening-employees-begin-wednesday">pemeriksaan suhu tubuh</a> pada awal <em>shift</em> kerja.</p>
<p>Pengunjung juga dibatasi. Baru-baru ini, sebuah rumah sakit di New York memberlakukan <a href="https://www.nyp.org/coronavirus-information/coronavirus-visitor-policy-change">kebijakan tidak ada pengunjung</a>, termasuk bagi mereka yang merupakan sanak keluarga dari pasangan suami-istri yang akan melahirkan dengan alasan risiko penyebaran virus corona. Ini jelas bukan suasana yang diharapkan oleh perempuan untuk persalinan mereka, tapi dengan keadaan penyakit menular yang terus meluas, ini merupakan kenyataan yang harus diterima. </p>
<h2>Jika saya terkena COVID-19, apakah saya perlu operasi sesar?</h2>
<p>Tidak. Memiliki COVID-19 bukan alasan untuk melakukan operasi sesar. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32196655">Tidak ada bukti</a> bahwa metode apa pun, baik kelahiran normal atau sesar, lebih aman dalam hal terkena COVID-19. Meskipun data masih terbatas, infeksi virus corona lainnya belum diketahui ada yang menular ke seorang anak yang lahir secara normal.</p>
<p>Baik American College of Obstetricians dan Gynecologist dan Society of Maternal Fetal Medicine yakin, dalam banyak kasus, waktu kelahiran seharusnya tidak ditentukan oleh diagnosis COVID-19 seorang ibu. Perempuan yang terinfeksi pada awal kehamilan dan mampu pulih seharusnya tidak mengubah jadwal melahirkan mereka. </p>
<p>Untuk perempuan yang terinfeksi pada akhir kehamilan, masuk akal untuk mencoba menunda kelahiran, selama tidak ada alasan medis lain yang muncul, sampai seorang ibu tersebut menerima hasil tes negatif virus corona.</p>
<h2>Berapa lama saya akan berada di rumah sakit setelah melahirkan dan bagaimana jika saya memiliki COVID-19?</h2>
<p>Anda dapat mengharapkan keluar lebih cepat dari rumah sakit. Untuk membatasi risiko terpapar dan infeksi yang tidak disengaja, ACOG mengatakan <a href="https://www.acog.org/clinical-information/physician-faqs/covid-19-faqs-for-ob-gyns-obstetrics">pemulangan mungkin dapat dipertimbangkan</a> setelah 12-24 jam untuk perempuan yang melahirkan dengan normal, lebih singkat dibandingkan dalam keadaan biasa yakni 24 hingga 48 jam, dan setelah dua hari untuk perempuan dengan kelahiran sesar, yang ini pula juga tergantung pada status kesehatan mereka. </p>
<p>Untuk seorang ibu yang positif mengidap COVID-19, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS menyarankan agar bayi <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/inpatient-obstetric-healthcare-guidance.html">diisolasi dari ibu mereka</a>, meski hal ini dimengerti bukan hal yang ideal. Itu bisa berarti dengan menyediakan tirai antara ibu dan bayi dan menjaga jarak mereka setidaknya 2 meter. CDC menyarankan untuk melanjutkan pemisahan hingga 72 jam setelah demam seorang ibu hilang. Jika tidak ada orang dewasa sehat lain di ruangan tersebut untuk merawat bayi yang baru lahir, seorang ibu yang positif COVID-19 harus memakai masker wajah dan mempraktikkan kebersihan tangan sebelum setiap menyusui atau kontak dekat dengan bayinya.</p>
<h2>Apakah melahirkan di rumah sekarang lebih aman dibandingkan di rumah sakit?</h2>
<p>Jika seorang perempuan memilih untuk melahirkan bayinya di rumah sakit atau pusat persalinan, dia akan memiliki tim khusus penyedia layanan kesehatan yang terlatih untuk melindungi dia dan bayinya dari COVID-19 dan menangani komplikasi yang mungkin tidak terduga terjadi. </p>
<p>Ada beberapa kekhawatiran tentang paparan COVID-19 antarorang jika persalinan dilakukan di rumah karena dengan mudah membatasi pengunjung. Meskipun ACOG belum membuat pernyataan khusus tentang risiko ini,<a href="https://www.rcm.org.uk/media/3800/2020-03-21-covid19-pregnancy-guidance.pdf">Royal College of Obstetricians and Gynecologists Inggris</a> memiliki sebuah pernyataan yang menasihati untuk melakukan persalinan di rumah untuk perempuan yang telah positif terpapar COVID-19.</p>
<h2>Dapatkah saya menyusui bayi saya jika saya terkena COVID-19?</h2>
<p>Pada <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30360-3/fulltext">kasus terbatas</a> yang dilaporkan hingga saat ini, tidak ada bukti virus corona ditemukan pada <a href="https://www.cdc.gov/breastfeeding/breastfeeding-special-circumstances/maternal-or-infant-illnesses/covid-19-and-breastfeeding.html">air susu ibu (ASI) dari perempuan yang terinfeksi COVID-19</a>. Namun, tindakan pencegahan masih disarankan untuk dipatuhi. Menyusui dianjurkan dan merupakan sumber perlindungan antibodi yang penting bagi bayi. </p>
<p>CDC merekomendasikan bahwa selama pemisahan sementara dengan bayinya, perempuan yang ingin menyusui harus diminta untuk bisa mempertahankan persediaan ASI. Seorang ibu juga harus mencuci tangannya sebelum menyentuh alat pompa ASI atau bagian botol yang nanti digunakan oleh bayi. Jika memungkinkan, <a href="https://www.acog.org/clinical/clinical-guidance/practice-advisory/articles/2020/03/novel-coronavirus-2019">disarankan juga</a> untuk meminta seseorang yang sehat untuk memberi makan kepada bayi tersebut. </p>
<p>Memiliki anak merupakan peristiwa penting yang harus dirayakan, termasuk selama pandemi seperti ini. Lakukan bagian Anda untuk menjaga diri Anda tetap sehat. Cuci tanga, jaga jarak sosial, dan tetap dekat dengan penyedia layanan kesehatan Anda selama kehamilan. Mungkin itu bukan yang Anda bayangkan, tapi Anda akan punya cukup cerita untuk disampaikan kepada anak-anak Anda pada masa depan.</p>
<p><em>Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/135452/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hector Chapa tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Punya anak merupakan peristiwa penting yang harus dirayakan, termasuk selama pandemi. Cuci tangan, jaga jarak sosial, dan tetap dekat dengan penyedia layanan kesehatan Anda selama kehamilan.Hector Chapa, Clinical Assistant Professor, Director of Interprofessional Education, College of Medicine, Texas A&M UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1311482020-03-03T02:40:34Z2020-03-03T02:40:34ZYang perlu Indonesia lakukan untuk mengurangi jumlah anak stunting<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/317524/original/file-20200227-24676-5415a7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemeriksaan bayi secara rutin merupakan langkah penting untuk memantau kesehatan bayi dan ibunya.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/planasia/8163398507/in/album-72157627976670129/">Plan Asia/Flickr</a></span></figcaption></figure><p>Survei <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/12/30/9d583b7e2bd81fada82375e0/profil-statistik-kesehatan-2019.html">terbaru Badan Pusat Statistik (BPS)</a> menunjukkan masalah gizi dan tumbuh kembang anak masih menjadi hambatan besar bagi pemerintah Indonesia untuk mendongkrak kualitas sumber daya manusia. </p>
<p>Secara statistik pada September 2019, angka kemiskinan Indonesia menjadi <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/01/15/1743/persentase-penduduk-miskin-september-2019-turun-menjadi-9-22-persen.html">9,22 persen</a>, turun 0,19 persen dibanding Maret 2019. Namun pada akhir Desember lalu BPS merilis <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/12/30/9d583b7e2bd81fada82375e0/profil-statistik-kesehatan-2019.html">prevalensi bayi di bawah lima tahun yang menderita <em>stunting</em> (bertubuh pendek) mencapai 27,7 persen pada 2019</a>. Artinya 28 dari 100 balita masih memiliki tinggi badan kurang dari ukuran normal.</p>
<p>Walau angka tersebut turun sekitar tiga persen dibanding tahun sebelumnya, tapi jumlah tersebut tetap tinggi karena <a href="https://mediaindonesia.com/read/detail/292779-angka-stunting-di-indonesia-masih-lebih-tinggi-dari-toleransi-who">WHO menetapkan batas atasnya 20%</a>. </p>
<p>Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan angka stunting turun lebih drastis menjadi <a href="https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/kementerian-kesehatan-fokus-pada-pencegahan-stunting">19 persen pada 2024</a>. </p>
<p>Selain intervensi langsung untuk meningkatkan status gizi ibu mengandung dan anak, untuk mengatasi stunting, akses pada air bersih, penanggulanan kemiskinan dan ketimpangan gender serta edukasi orang tua mengenai gizi, sangat penting untuk mengurangi prevalensi stunting. </p>
<h2>Beban ganda karena gizi</h2>
<p>Jutaan anak dan remaja Indonesia masih menderita <em>stunting</em> (bertubuh pendek) dan <a href="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/wasting-adalah-masalah-gizi-anak/"><em>wasting</em> (bertubuh kurus)</a> karena kurang gizi. Di sisi lain, banyak juga anak Indonesia yang kegemukan karena kelebihan gizi.</p>
<p>Pada 2018, misalnya, menurut UNICEF, hampir 30 dari 100 anak berusia di bawah lima tahun menderita stunting, sedangkan pada tahun yang sama 10 dari 100 anak kekurangan berat badan atau terlalu kurus untuk usia mereka. <a href="https://www.unicef.org/indonesia/id/status-anak-dunia-2019">Seperlima anak usia sekolah dasar kelebihan berat badan atau obesitas</a>. </p>
<p>Kedua masalah ini sama-sama membutuhkan penyelesaian, tapi saat ini pemerintah Indonesia lebih fokus menurunkan angka stunting.</p>
<p><em>Stunting</em> pada balita merupakan <a href="http://theconversation.com/empat-dampak-stunting-bagi-anak-dan-negara-indonesia-110104">kondisi kurang gizi kronis</a> pada anak berusia 0–59 bulan yang diukur berdasarkan <a href="https://hellosehat.com/parenting/nutrisi-anak/penentuan-status-gizi-anak/">indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)</a>. Anak yang menderita <em>stunting</em> memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya (pendek atau sangat pendek). </p>
<p><a href="http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-04/S55589-Maya%20Adiyanti.">Penyebab utama stunting adalah</a> pola asuh gizi yang kurang baik dan sanitasi yang kurang layak. Tim Nusantara Sehat di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, misalnya, menemui bahwa keluarga balita yang mengalami stunting kebanyakan mengalami keadaan tersebut. Mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli lauk pauk yang bergizi dan tidak memiliki akses air bersih. Hal kecil menyangkut kebersihan juga kurang diperhatikan, seperti kuku anak yang hitam dan kotor dibiarkan saja. Ini menunjukkan kurangnya pengetahuan ibu. </p>
<p>Dampak dari keadaan anak kurang tinggi tidak hanya berpengaruh pada fisik melainkan juga mental dan emosional khususnya pada perkembangan <a href="https://theconversation.com/empat-dampak-stunting-bagi-anak-dan-negara-indonesia-110104">kecerdasan dalam berpikir</a>. Selain itu, dampak jangka panjangnya anak yang kekurangan gizi kronis pada masa pertumbuhan juga dapat <a href="https://theconversation.com/stunted-growth-and-obesity-the-double-burden-of-poor-nutrition-on-our-doorstep-50385">meningkatkan penyakit degeneratif</a> seperti hipertensi, diabetes mellitus, stroke, jantung dan lain-lain. Orang yang mudah sakit menyebabkan produktifitas menurun dan dapat merugikan perekonomian negara. Selain itu, orang tidak produktif dekat dengan kemiskinan. </p>
<p>Masalah serupa juga banyak terjadi di negara lain. <a href="https://www.unicef.org/reports/state-of-worlds-children-2019">Laporan terbaru UNICEF</a> menyatakan sampai saat ini masih terdapat 149 juta balita <a href="https://www.alodokter.com/bayi-lahir-stunting-faktor-penyebab-dan-risiko">stunting</a> dan 50 juta balita <a href="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/wasting-adalah-masalah-gizi-anak/">berbadan kurus</a> di seluruh dunia. </p>
<h2>Intervensi langsung dan tidak langsung</h2>
<p>Balita stunting dapat dicegah sejak masa kandungan. Ibu hamil harus sehat dan tidak mengalami anemia. Ibu hamil dengan anemia memiliki <a href="https://www.halodoc.com/anemia-saat-hamil-tingkatkan-risiko-stunting-pada-anak">risiko melahirkan bayi <em>stunting</em>. </a></p>
<p>Untuk meningkatkan status gizi ibu yang mengandung dan anak sesudah ibu melahirkan, pemerintah telah menjalankan intervensi langsung yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode ini merupakan periode emas seorang anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. </p>
<p>Pemerintah melaksanakan intervensi ini melalui program-program <a href="https://cegahstunting.id/program/gizi-spesifik/">pemberian makanan tambahan untuk ibu, konseling gizi selama hamil, pemberian imunisasi, dan kegiatan lainnya</a>. </p>
<p>Meski demikian, hasil <a href="https://www.antaranews.com/berita/764584/hampir-separuh-ibu-hamil-di-indonesia-alami-anemia">Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) BPS</a> menyatakan prevalensi anemia pada ibu hamil pada 2018 mencapai 48,9 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2013 yang 37,1 persen. </p>
<p>Karena status gizi buruk pada ibu mengandung dan anak disebabkan juga oleh faktor infrastruktur–seperti akses pada air bersih-serta faktor sosial-seperti diskriminasi terhadap perempuan-dan kemiskinan, intervensi langsung pada ibu dan anak tidak cukup. </p>
<p>Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan intervensi yang tidak langsung untuk mengatasi stunting. Contoh kegiatan dalam intervensi tidak langsung ini adalah penyediaan air bersih, kegiatan penanggulangan kemiskinan, dan pemberdayaan perempuan.</p>
<p>Tidak hanya bagi ibu hamil dan balita pada 1000 HPK, masyarakat secara umum juga menjadi <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/12/30/9d583b7e2bd81fada82375e0/profil-statistik-kesehatan-2019.html">sasaran dari intervensi tak langsung ini</a>. </p>
<h2>Edukasi calon orang tua</h2>
<p>Upaya pemerintah untuk fokus pada intervensi kesehatan anak dan ibu hamil sudah cukup tepat karena titik dimulainya pembangunan sumber daya manusia (SDM) dimulai dari usaha untuk memastikan keadaan ibu sehat. Para ibu mendapatkan asupan makanan sesuai dengan kebutuhan, tidak mengalami anemia dan penyakit menular melalui cek kehamilan rutin, serta sanitasi yang baik seperti memiliki akses air bersih dan jamban sehat.</p>
<p>Namun, minimnya pengetahuan orang tua mengenai gizi turut <a href="https://www.unicef.org/indonesia/id/nutrisi">menyebabkan tingginya angka gizi buruk</a>. Pengetahuan tentang kesehatan bayi dan balita, serta pentingnya pemberian gizi yang cukup menjadi modal yang penting. </p>
<p>Oleh karena itu, perlu pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pekarangan rumah untuk dijadikan kebun gizi yang ditanami sayur-sayuran dan buah-buhan, serta petingnya peningkatan kegiatan ibu-ibu PKK dalam pengolahan makanan beragam, bergizi, aman dan seimbang.</p>
<p>Pemerintah bisa memberdayakan para tenaga kesehatan untuk mengedukasi baik calon ibu maupun ayah untuk memastikan ibu dan anak sehat. Dalam RAPBN 2020, Kementerian Kesehatan mendapat alokasi anggaran Rp 132 triliun untuk seluruh fungsi kesehatan. Hal itu membuat Kemenkes menjadi pemilik <a href="https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/kementerian-kesehatan-fokus-pada-pencegahan-stunting">anggaran terbesar keenam di APBN 2020</a>. Anggaran ini bisa digunakan untuk mendukung optimalisasi edukasi calon orang tua. </p>
<p>Perlu sinergi yang lebih kuat dari masyarakat dan pemerintah ke depan untuk memperkuat sistem pemberian layanan gizi. Organisasi internasional seperti UNICEF juga bisa menjadi partner pemerintah untuk mewujudkan tujuan bersama masyarakat yang lebih sehat dan produktif.</p>
<p><em>Fauziyah Wulandari, anggota Tim Nusantara Sehat Kementerian Kesehatan yang bertugas di Kabupaten Halmahera Tengah, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/131148/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Annisa Nurul Ummah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perlu kolaborasi pemerintah dan masyarakat luas untuk mengurangi jumlah anak stunting di IndonesiaAnnisa Nurul Ummah, Staf Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1059692018-11-02T10:06:35Z2018-11-02T10:06:35Z260 juta orang dan kurang dari 1000 psikiater, Indonesia kekurangan pekerja kesehatan mental<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/243609/original/file-20181102-83629-tqasup.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Alat skrining tersedia untuk membantu praktisi kesehatan dan individu untuk mendeteksi masalah kesehatan mental. Tapi Indonesia masih perlu memastikan orang-orang dengan masalah kesehatan mental mendapat perawatan.</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Untuk jumlah populasi yang dimiliki, Indonesia sangat kekurangan praktisi kesehatan mental. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki populasi 260 juta tapi hanya terdapat <a href="https://koran.tempo.co/read/406120/indonesia-kekurangan-psikiater">773 psikiater</a> dan 451 psikolog klinis.</p>
<p>Pada 2008, <a href="https://ipkindonesia.or.id/media/2017/12/permenpan-per-11-m-pan-5-2008.pdf">pemerintah mulai mengakui psikolog sebagai pekerja kesehatan</a>. Tapi penempatan seorang psikolog di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), di Indonesia belum dianggap penting, berbeda dengan penempatan dokter, perawat, bidan, ahli gizi dan ahli sanitasi.</p>
<p>Jarang sekali ada upaya untuk <a href="https://theconversation.com/layanan-psikolog-di-puskesmas-yogyakarta-solusi-deteksi-gangguan-jiwa-di-level-bawah-96484">menyediakan psikolog di Puskesmas</a>. Kota Yogyakarta telah <a href="http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/3045">berhasil menempatkan seorang psikolog</a> di seluruh 18 puskesmas sejak 2010. Namun tidak ada kota lain yang memiliki kebijakan serupa.</p>
<h2>Gangguan kesehatan mental di Indonesia</h2>
<p>Gangguan kesehatan mental sering tersembunyi dari pandangan. Gambaran yang umum dimiliki orang mengenai gangguan mental adalah tunawisma telanjang di jalan. Tapi sesungguhnya gangguan mental memiliki spektrum yang luas. </p>
<p>Ada stigma seputar gangguan mental. Dalam masyarakat umum ini muncul dalam bentuk stereotip dan prasangka serta diskriminasi terhadap orang-orang dengan penyakit mental. Orang-orang dengan masalah kesehatan mental sering dianggap berbahaya, kerasukan setan atau dipengaruhi oleh ilmu hitam.</p>
<p>Ketakutan ini membuat mereka <a href="https://www.hrw.org/news/2016/03/20/indonesia-treating-mental-health-shackles">dijauhkan dari masyarakat</a>. Akibatnya, pada 2017, <a href="http://mediaindonesia.com/read/detail/122632-indonesia-bebas-pasung-2019">28,1% orang dengan penyakit mental masih dipasung atau terbelenggu</a> di dalam atau di sekitar rumah mereka. Stigma terhadap diri sendiri menyebabkan penderita menentang kondisinya sendiri, menghalangi mereka dan keluarga mereka mencari pertolongan sejak dini dan karena itu juga mencegah mereka menerima perawatan dan perawatan yang tepat.</p>
<p>Korban bencana juga sangat rentan terhadap masalah kesehatan mental. Indonesia terletak di wilayah yang rawan gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi sehingga banyak orang menjadi korban bencana. Mereka membutuhkan dukungan psikologis untuk melewati masa-masa sulit kehilangan orang yang mereka cintai, barang-barang mereka dan rasa takut akan bencana di masa depan.</p>
<p>Masalah kesehatan mental lainnya, yang jarang sekali ditangani di Indonesia, adalah <a href="https://health.usnews.com/health-care/patient-advice/articles/2017-07-11/peripartum-depression-what-you-need-to-know">depresi peripartum</a>, terjadi selama kehamilan dan setelah melahirkan. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di <a href="http://www.who.int/mental_health/maternal-child/en/">negara berkembang 15,6% perempuan hamil dan 19,8% perempuan menyusui mengalami kondisi ini</a>).</p>
<p>Depresi tidak hanya yang bisa mendorong tindakan bunuh diri tapi juga mengurangi kemampuan ibu untuk merawat anak-anak mereka. Mengingat bahwa negara ini berfokus pada upaya menurunkan angka stunting (anak pendek), mendeteksi depresi peripartum dan membantu ibu mencari pengobatan dapat membantu mereka membesarkan anak-anak yang sehat dan cerdas.</p>
<p>Masalah kesehatan mental terjadi pada orang-orang dari segala usia. Gangguan mental lazim di kalangan anak muda, karena ini adalah waktu ketika orang-orang menghadapi banyak transisi yang berbeda dalam hidup. Hari Kesehatan Mental WHO 2018 Dunia (10 Oktober) mengakui ini dengan membuat tema tahun ini “<a href="http://www.who.int/mental_health/world-mental-health-day/2018/en/">Kaum Muda dan Kesehatan Mental dalam Dunia yang Terus Berubah</a>”.</p>
<p>Tapi masalah mental juga mempengaruhi populasi paruh baya. Sebuah survei nasional pada 2013 menunjukkan <a href="http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/lpb/catalog/book/158">proporsi masalah mental dan emosional meningkat seiring bertambahnya usia</a>. Masalah <a href="http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/112828/9789241506809_eng.pdf?sequence=1">juga umum di antara orang miskin</a></p>
<h2>Melatih kader kesehatan untuk mendeteksi depresi pada ibu</h2>
<p>Untuk membantu mengatasi masalah kesehatan mental di antara para ibu, kami melakukan sebuah proyek yang disebut Kenal Ibu di <a href="http://news.unair.ac.id/2018/04/30/kerja-sama-unair-unsyiah-siap-latih-bidan-dan-kader/">Banyuwangi</a> dan <a href="http://www.unsyiah.ac.id/berita/psikologi-fk-unsyiah-cegah-depresi-ibu-melalui-modul-kenal-ibu">Banda Aceh</a>. Proyek ini mencoba membantu kader kesehatan dan bidan mendeteksi ibu hamil dan menyusui dengan depresi menggunakan alat skrining yang disesuaikan dengan budaya setempat.</p>
<p>Kami mengembangkan modul pelatihan dan melatih 103 petugas kesehatan di Banyuwangi dan Banda Aceh, yang terdiri dari kader kesehatan, bidan, dan perawat kesehatan mental. Setelah pelatihan, kader kesehatan dapat menggunakan alat untuk mendeteksi ibu yang punya masalah kesehatan mental dan merujuk mereka ke bidan atau perawat kesehatan mental untuk tes dan konseling lebih lanjut.</p>
<p>Para kader kesehatan di desa dan para ibu di desa mengatakan bahwa belajar tentang alat skrining dan menggunakannya membuat mereka mampu mengidentifikasi masalah yang tidak mereka sadari di masa lalu.</p>
<p>Seorang bidan menyebutkan bahwa ia pernah memiliki seorang pasien, seorang ibu baru melahirkan dengan masalah perilaku tidak dapat merasakan cinta untuk bayinya yang baru lahir. Bidan tidak tahu bagaimana caranya membantu. Dia tidak tahu bahwa pasiennya menderita depresi. Ruang lingkup pekerjaan yang dia pahami hanya untuk memastikan bahwa ibu dan anak-anak sehat secara fisik.</p>
<p>Tapi setelah pelatihan dan implementasi lapangan, bidan sekarang dapat mengidentifikasi perempuan dengan potensi masalah. Dia sekarang dapat menyebutkan namanya dan mengetahui bahwa para perempuan ini membutuhkan bantuan lebih lanjut dari para profesional.</p>
<h2>Peran pemerintah</h2>
<p><a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(18)30595-6/fulltext">Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam <em>The Lancet</em> oleh Nafsiah Mboi melaporkan</a> bahwa jumlah tahun orang menderita sakit atau cacat (DALY) untuk penyakit tidak menular termasuk gangguan kesehatan mental telah meningkat. DALY untuk gangguan depresi naik 37,5% dari 1990 hingga 2006 dan terus meningkat sebesar 19,8% dari 2006 hingga 2016. Hal ini membuat gangguan mental nomor 19 penyebab utama kecacatan pada 2016, naik dari nomor 29 pada 1990.</p>
<p>Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah kesehatan mental, Kementerian Kesehatan telah menyediakan konten online dan aplikasi berbasis Android <a href="http://sehat-jiwa.kemkes.go.id">Sehat Jiwa</a> yang dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai masalah kesehatan mental. Aplikasi ini memiliki lebih dari 1.000 pengguna hingga saat ini.</p>
<p>Alat skrining tersedia untuk membantu praktisi kesehatan dan individu untuk mendeteksi masalah kesehatan mental. Tapi Indonesia masih perlu merujuk mereka yang didiagnosis dengan masalah kesehatan mental untuk pengobatan.</p>
<p>Diperkirakan bahwa 76-85% orang dengan <a href="http://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/mental-disorders">gangguan kesehatan mental di negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak menerima perawatan</a>. Secara global, hanya ada sembilan pekerja kesehatan mental per <a href="http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/272735/9789241514019-eng.pdf?ua=1">100,000 orang</a>. Diperkirakan Indonesia membutuhkan 7.500 pekerja kesehatan mental agar dapat <a href="http://theconversation.com/layanan-psikolog-di-puskesmas-yogyakarta-solusi-deteksi-gangguan-jiwa-di-level-bawah-96484">menyediakan layanan psikiatri yang cukup untuk penduduknya</a>. </p>
<p>Jika Indonesia serius dalam menjamin populasi 260 juta orang sehat dan tahan terhadap bencana, bangsa ini harus mulai berinvestasi dalam kesehatan mental. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan setiap Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) telah melatih staf untuk mendeteksi dan merawat orang dengan gangguan kesehatan mental.</p>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan oleh Gracesillya Febriyani.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/105969/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Susy K. Sebayang menerima dana dari Pemerintah Australia melalui Alumni Grant Scheme yang dikelola oleh Australia Awards in Indonesia untuk pelatihan bidan dan kader untuk mendeteksi depresi peripartum di Banyuwangi dan Banda Aceh.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Marty Mawarpury pernah menerima dana riset kolaborasi dalam program USAID: Inter-University Partnership Program antara Harvard University, UGM, dan Unsyiah dalam penelitian Kesehatan Mental di Indonesia. Dia menjadi partner dalam kegiatan pelatihan bidan dan kader untuk mendeteksi depresi peripartum di Banyuwangi dan Banda Aceh.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Rizanna Rosemary menerima dana dari USAID untuk kerja sama riset tentang Kesehatan Mental di Indonesia: "Program Partnership Antar-Universitas antara Universitas Harvard, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Syiah Kuala." Dia juga salah satu anggota tim kerja sama untuk projek yang didanai oleh Australia Awards-Alumni Grant Scheme (AGS): "Pelatihan untuk Skrining Kesehatan Mental Ibu dan Dukungan untuk Bidan dan Kader Kesehatan di Banda Aceh dan Banyuwangi."</span></em></p>Indonesia perlu berinvestasi pada perawatan kesehatan mental dan memastikan setiap Puskesmas memiliki sumber daya yang cukup untuk mendeteksi dan merawat pasien dengan gangguan kesehatan mental.Susy K. Sebayang, Researcher of Public Health, Universitas AirlanggaMarty Mawarpury, Lecture of Psychology, Universitas Syiah KualaRizanna Rosemary, PhD Candidate, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/955922018-04-26T10:18:05Z2018-04-26T10:18:05ZDampak malaria pada ibu hamil di Papua dan cara melawan penyakit ini<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/216243/original/file-20180425-175044-18lmpe3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C994%2C742&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">shutterstock</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p><em>Ini adalah artikel kelima dalam seri “Ibu dan Kesehatan Anak” untuk memperingati Hari Kartini, 21 April.</em></p>
<hr>
<p>Tema <a href="http://www.who.int/campaigns/malaria-day/2018/en/">Hari Malaria Dunia</a> pada tahun ini, yang jatuh pada 25 April, adalah “Siap Mengalahkan Malaria”. Artikel ini menjelaskan penyakit malaria pada kehamilan dan bagaimana penyakit ini akan berdampak pada bayi.</p>
<p>Penyakit malaria yang terjadi pada ibu hamil menimbulkan risiko besar bagi ibu dan bayinya. Perempuan hamil adalah penduduk paling rentan karena mereka memiliki risiko lebih besar terkena infeksi malaria dibanding individu dewasa yang tidak hamil.</p>
<p>Satu dari empat orang Indonesia hidup di kawasan dengan risiko tinggi terserang malaria. Pada 2016, malaria <a href="http://www.who.int/malaria/publications/country-profiles/profile_idn_en.pdf">membunuh 161 orang</a> di Indonesia. Secara global, penyakit ini <a href="http://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/malaria">membunuh 445.000 orang</a> pada tahun yang sama.</p>
<p>Saat ini hanya ada beberapa laporan tentang dampak infeksi malaria pada kehamilan pada ibu dan bayi di Indonesia. Tim kami dari Lembaga Eijkman di Jakarta telah mencoba mengisi kekosongan studi tentang dampak infeksi <em>Plasmodium falciparum</em> pada perempuan hamil dan anak-anak mereka di Timika Papua, satu provinsi yang memiliki tingkat <a href="https://theconversation.com/eliminasi-malaria-di-indonesia-begitu-sulit-mengapa-92754">prevalensi tinggi infeksi malaria</a>. </p>
<p>Riset ini juga berupaya mengidentifikasi hubungan antara infeksi malaria pada ibu dan kesehatan bayi-bayi mereka. </p>
<h2>Infeksi pada kehamilan?</h2>
<p>Tanda-tanda terkena malaria pada perempuan hamil bervariasi, tergantung tingkat transmisi mereka dan status kekebalan tubuh para perempuan tersebut. Di <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29396010">sub-Sahara Afrika</a>, malaria pada kehamilan terutama disebabkan oleh infeksi parasit yang dikenal sebagai <em>Plasmodium falciparum</em>. Di <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=rijken+malaria+pregnancy+asia+pacific">Asia Pasifik dan Amerika Selatan</a>, infeksi dari parasit <em>Plasmodium vivax</em> umumnya terjadi. </p>
<p>Saat <em>Plasmodium falciparum</em> menginfeksi sel darah merah, parasit ini dapat terakumulasi di plasenta sebagai cara mereka untuk menghindari sistem kekebalan tubuh (imunitas) manusia.</p>
<p>Beberapa riset menunjukkan bahwa antibodi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9804416">melindungi</a> perempuan terhadap infeksi malaria. Studi lainnya menunjukkan bahwa perempuan yang hamil pertama kali <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9804416">lebih rentan</a> terkena infeksi malaria dibanding dengan mereka yang telah pernah hamil beberapa kali.</p>
<p>Di Asia dan Afrika, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9804416">data</a> terbaru menunjukkan bahwa perempuan yang hamil pertama kali dapat memiliki jumlah parasit lebih tinggi di dalam darah mereka ketimbang dengan perempuan yang telah hamil beberapa kali.</p>
<p>Sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28261219">studi</a> membuktikan bahwa antibodi berperan dalam memperbaiki kondisi bayi dari ibu terinfeksi malaria. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mengembangkan vaksin yang melindungi ibu hamil terhadap malaria adalah layak. Bahkan beberapa <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28982374">studi</a> telah menemukan bahwa antibodi yang terbentuk sebagai respons terhadap infeksi <em>Plasmodium falciparum</em> pada ibu hamil dapat mengurangi risiko kematian pada bayi dan berat badan lahir rendah, meskipun <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29523137">laporan</a> lain telah menunjukkan bahwa hal itu tidak selalu terjadi karena adanya respons antibodi yang berbeda. </p>
<h2>Wilayah endemik tinggi versus rendah</h2>
<p><a href="http://www.who.int/malaria/areas/high_risk_groups/pregnancy/en/">Laporan pada 2017</a> dari WHO dan seperti <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17251080">review oleh Desai</a> pada 2007 menunjukan bahwa di daerah endemik tinggi dimana infeksi malaria sering ditemukan, imunitas terhadap penyakit ini juga tinggi. </p>
<p>Laporan ini menyatakan bahwa infeksi ini dapat terjadi tanpa menunjukkan gejala klinis. Meskipun tanpa ada gejala klinis, parasit malaria masih mungkin masih hidup di plasenta. Hal ini dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil dan berat kelahiran rendah pada bayi yang dilahirkan dari kehamilan pertama kali.</p>
<p>Di daerah endemik rendah, imunitas perempuan hamil terhadap penyakit ini lebih rendah dibanding di daerah endemik tinggi. Ini berarti <a href="http://www.who.int/malaria/areas/high_risk_groups/pregnancy/en/">perempuan hamil dari daerah endemik rendah</a> menghadapi risiko lebih besar terkena anemia berat dan dampak buruk lainnya seperti kelahiran prematur dan kematian janin. </p>
<p><a href="https://en.antaranews.com/news/110978/malaria-remains-endemic-in-indonesia">Bagian timur Indonesia</a> tetap merupakan daerah endemik yang tinggi untuk malaria. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18419439">Studi </a>terbaru di Timika menemukan bahwa infeksi malaria dapat menyebabkan anemia pada ibu, persalinan prematur, kematian janin, dan bayi lahir dengan berat badan rendah. Sementara itu, resistensi obat dan kurangnya upaya pencegahan seperti penyediaan kelambu dan penyemprotan anti nyamuk dapat berkontribusi pada efek buruk infeksi malaria pada perempuan hamil.</p>
<h2>Temuan di Papua</h2>
<p>Untuk riset kami di Papua, kami mengumpulkan sampel darah dari perempuan hamil dan sebagian jaringan plasenta mereka untuk meneliti respon antibodi terhadap malaria. Kami juga mengidentifikasi sejumlah faktor yang berkontribusi pada kasus-kasus malaria pada perempuan hamil. </p>
<p>Riset kami menunjukkan konsistensi dengan temuan sebelumnya bahwa tingkat imunitas perempuan yang hamil pertama lebih rendah dibandingkan dengan perempuan pada kehamilan kedua, ketiga, dan seterusnya, sehingga menjadikan kelompok perempuan dengan kehamilan pertama kali lebih rentan terhadap infeksi malaria.</p>
<p>Sementara itu, analisis pada sebagian jaringan plasenta menunjukkan sekitar 40% perempuan dengan parasit yang terdeteksi di aliran darah mereka tidak mengandung parasit dalam plasenta mereka. Ini berarti parasit yang ditemukan di dalam aliran darah tidak selalu menunjukkan adanya infeksi parasit malaria pada plasenta.</p>
<p>Menariknya, data awal kami menunjukkan bahwa banyaknya jumlah parasite yang ditemukan dalam aliran darah dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah. Namun demikian, tingginya jumlah parasit dalam darah, tidak selalu dapat dikaitkan dengan akumulasi parasit di plasenta.</p>
<p>Hasil ini menunjukkan bahwa angkah-langkah pencegahan diperlukan bagi perempuan hamil dengan infeksi parasit di dalam aliran darah untuk meminimalkan risiko melahirkan bayi berat lahir rendah. Pemberian obat anti malaria harus ditujukan untuk mengurangi jumlah parasit dalam darah mereka.</p>
<h2>Tahap selanjutnya</h2>
<p>Indonesia telah melakukan berbagai upaya terintegrasi untuk mengurangi dampak buruk malaria pada ibu dan bayi. Ini termasuk distribusi kelambu dan pemberian obat anti malaria yang cepat dan tepat untuk perempuan hamil.</p>
<p>Baru-baru ini, para ilmuwan dari Lembaga Eijkman, <a href="http://ypkmp.org/index.php/21-adrt">Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPKMP)</a>, dan Liverpool School of Tropical Medicine (LSTM) di Inggris mempelajari dampak pengobatan malaria pada perempuan hamil yang terinfeksi malaria.</p>
<p>Kami masih menunggu hasil penelitian pengobatan malaria pada masa kehamilan dan berencana untuk menerapkannya ke dalam praktik pengobatan malaria. Harapannya, kelak Program Pengendalian Malaria Nasional dapat mengadopsi cara ini jika terbukti berhasil menurunkan dampak buruk bagi perempuan dan bayinya menjadi kebijakan yang sangat dibutuhkan untuk memerangi malaria.</p>
<p>Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam menentukan kondisi kesehatan bayi dari ibu dengan infeksi malaria. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan pengobatan malaria yang lebih baik untuk bayi-bayi ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/95592/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rintis Noviyanti menerima dana dari WHO/TDR, DFAT Australia, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. </span></em></p>Perempuan yang hamil pertama lebih rentan terkena infeksi malaria dibanding dengan mereka yang pernah hamil beberapa kali.Rintis Noviyanti, Scientist at Malaria Pathogenesis Unit, Eijkman Institute for Molecular BiologyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.