tag:theconversation.com,2011:/global/topics/pertanian-51900/articlesPertanian – The Conversation2023-11-28T02:30:44Ztag:theconversation.com,2011:article/2161682023-11-28T02:30:44Z2023-11-28T02:30:44ZIndonesia pengguna pestisida terbesar ketiga dunia, tapi riset efeknya masih kurang<p>Sebagai negara agraris yang besar, Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara pengguna <a href="https://www.fao.org/3/cc6958en/cc6958en.pdf">pestisida terbesar di dunia</a> pada 2021, setelah Brazil, dan Amerika Serikat. Penggunaan pestisida Indonesia tercatat mencapai <a href="https://www.fao.org/3/cc6958en/cc6958en.pdf">283 kiloton</a> pada 2021.</p>
<p>Pestisida dipakai <a href="https://www.niehs.nih.gov/health/topics/agents/pesticides/index.cfm#:%7E:text=Pesticides%20kill%2C%20repel%2C%20or%20control,weeds%20and%20other%20unwanted%20vegetation.">untuk membasmi</a> atau mengendalikan hama seperti gulma, ulat, jamur, dan bakteri pada tanaman pertanian dan perkebunan. </p>
<p>Penggunaan pestisida dalam jumlah besar ini berisiko menjadi cemaran bahan kimia di lingkungan yang dapat berujung pada paparan residu bahan beracun pada produk makan. </p>
<p>Riset <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9449554/">menunjukkan</a> cemaran pestisida telah terdeteksi di beberapa daerah pertanian di Indonesia seperti di <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9449554/">Indramayu</a> dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6466981/">Brebes</a>. Riset juga <a href="https://oseanografi.fpik.undip.ac.id/baskoro-rochaddi/2021/03/24/the-presence-of-organochlorine-pesticide-in-semarang-indonesia-marine-waters-and-their-contamination-on-green-mussel-perna-viridis-bivalvia-mytilidae-linnaeus-1758-2/">menunjukkan pestisida jenis organoklorin mencemari perairan laut dan kerang hijau <em>Perna viridis</em> di pesisir Tambak Lorok Semarang</a>. Riset sejenis sangat penting karena jumlah studi topik pencemaran oleh pestisida masih sedikit di Indonesia. </p>
<p>Dalam studi-studi tersebut, level cemaran dianggap bisa diabaikan dampaknya pada manusia, tapi berpotensi menimbulkan dampak pada ekosistem perairan dalam jangka panjang. </p>
<p>Jika tidak diawasi dan dikontrol dengan baik, penggunaan pestisida dapat berisiko menganggu ekosistem air dan pertanian. Bukan tidak mungkin akan muncul gangguan kesehatan yang disebabkan oleh akumulasi cemaran pestisida dalam bahan pangan atau air. </p>
<h2>Risiko cemaran pestisida</h2>
<p>Memperhatikan risiko ini, Indonesia seharusnya mempunyai urgensi untuk mengurangi cemaran pestisida dan efeknya. </p>
<p>Sebagian besar pestisida organik sintetis yang umum digunakan petani, seperti <a href="https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/articles/view?slug=dampak-pestisida-organoklorin-terhadap-kesehatan-manusia-dan-lingkungan-serta-penanggulangannya">organoklorin</a>, sangat <a href="https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/articles/view?slug=dampak-pestisida-pop-bahan-pencemar-organik-persisten-terhadap-lingkungan-dan-manusia">stabil di lingkungan dan sulit terurai</a>, menyebabkan akumulasi dan berpotensi menimbulkan gangguan metabolisme bagi makhluk hidup ke depan. </p>
<p>Bagi hewan, paparan pestisida bisa berdampak, antara lain, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5370400/">timbulnya gangguan ginjal dan hati, juga potensi obesitas</a>. Sementara, pada manusia, walaupun jumlah studi masih terbatas, beberapa studi menunjukkan paparan pestisida meningkatkan risiko <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3673196/">hipertensi</a>, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5370400/">resistensi insulin, dan diabetes</a>.</p>
<p>Kita perlu menguji potensi efek pestisida pada ekosistem dan organisme yang hidup di dalamnya. Kita membutuhkan sistem dan juga riset lebih banyak untuk mendeteksi efek cemaran pestisida di lingkungan, khususnya di ekosistem pertanian dan air tawar. </p>
<p><a href="https://www.epa.gov/sites/default/files/2015-09/documents/v2no1.pdf">Uji toksisitas dengan hewan model</a> merupakan salah satu metode mendasar untuk menganalisis efek pestisida pada makhluk hidup. Akan tetapi, organisme yang berbeda akan memberikan <a href="https://citeseerx.ist.psu.edu/document?repid=rep1&type=pdf&doi=e29c284ae3c68a545aa38ea3aaa567bceba7cd88">respons dan ambang batas yang berbeda</a>. </p>
<p>Misalnya, penggunaan herbisida atrazine yang utamanya ditujukan untuk memberantas gulma tanaman, dapat memberikan dampak seperti gangguan endokrin yang mengganggu regulasi hormon pada hewan. </p>
<p>Contoh yang cukup terkenal adalah <a href="https://www.pnas.org/doi/pdf/10.1073/pnas.0909519107">atrazine ditemukan memberi efek feminisasi</a> atau timbulnya ciri-ciri khusus kelamin betina, seperti turunnya level testosterone dan spermatogenesis pada katak Afrika jantan (<em>Xenopus laevis</em>). Penurunan ini berdampak pada menurunnya perilaku kawin dan berkurangnya kesuburan. </p>
<p>Uji toksisitas biasanya dilakukan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan sebenarnya cukup jarang ditemukan di lingkungan. Uji dengan konsentrasi tinggi dapat menunjukkan efek yang terlihat jelas, seperti pengurangan populasi hewan model (baik karena kematian generasi pertama atau generasi selanjutnya). </p>
<p>Sementara jika pencemaran terjadi dalam konsentrasi rendah, yang muncul adalah efek <em>sublethal</em>, atau efek yang tidak menimbulkan kematian. </p>
<p>Beberapa <a href="https://www.epa.gov/sites/default/files/2015-09/documents/v2no1.pdf">contoh efek <em>sublethal</em></a> adalah berkurangnya kemampuan reproduksi, berubahnya tingkah laku (misalnya kemampuan berenang pada ikan), dan juga berubahnya regulasi hormonal pada hewan model.</p>
<p>Efek-efek seperti ini dapat timbul setelah akumulasi yang cukup lama atau banyak, sehingga kita perlu mendeteksi efek ini dengan level yang lebih rendah, yaitu level molekular.</p>
<h2>Uji paparan kimia ke gen</h2>
<p>Salah satu cabang ilmu untuk mempelajari paparan kimia pada makhluk hidup adalah <em><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0166445X03002510?via%3Dihub">ecotoxicogenomics</a></em> yang pertama kali diperkenalkan pada 2004. Ilmu ini menggabungkan konsep <em>ecotoxicology</em> and <em>toxicogenomics</em>. </p>
<p><em>Ecotoxicology</em> mempelajari pengaruh bahan kimia pada makhluk hidup dari tingkat organisme hingga ekosistem. Sementara <em>toxicogenomics</em> mempelajari ekspresi gen pada kondisi paparan bahan kimia beracun atau berbahaya. </p>
<p>Jadi <em>ecotoxicogenomics</em> mempelajari bagaimana paparan bahan kimia akan mempengaruhi profil ekspresi gen dan protein pada organisme (khususnya organisme non-target, yaitu organisme yang bukan jadi sasaran), terutama yang berkaitan dengan penilaian risiko lingkungan. </p>
<p>Aplikasi ilmu ini membutuhkan beberapa hal seperti ketersediaan info genom dan protein dari organisme yang akan dipelajari. Sebagai contoh, kita ingin melihat bagaimana efek cemaran herbisida jenis atrazine pada ekspresi gen, maka kita dapat memberi paparan bahan kimia pada satu jenis organisme, mengisolasi <em>messenger RNA</em> (mRNA) dari organisme terpapar, dan mengurutkan RNA atau <em>RNA sequencing</em> (RNA-seq). </p>
<p>Hasil dari RNA-seq merupakan potongan-potongan bacaan <em>sequence</em> dengan jumlah data yang sangat besar. Potongan bacaan <em>sequence</em> ini lalu kita sejajarkan pada <em>template</em> informasi genom yang telah tersedia, sehingga kita bisa mengetahui gen apa yang terekspresi lebih banyak.</p>
<p>Kita memetakan, misalnya, apa fungsi umum dari protein yang merupakan produk dari gen tersebut. Selanjutnya, kita akan mempunyai gambaran dampak dari cemaran bahan kimia tersebut pada skala molekuler yang berisiko menimbulkan dampak pada skala yang lebih besar yaitu organisme. </p>
<p>Misalnya, uji paparan pestisida jenis organoklorin pada ikan zebra (<em>Danio rerio</em>) <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S187439191730043X#s0045">menunjukkan perubahan profil ekspresi gen dan protein di hipotalamus otak yang berkaitan dengan penyakit parkinson</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/561491/original/file-20231124-20-ygp8dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/561491/original/file-20231124-20-ygp8dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/561491/original/file-20231124-20-ygp8dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=261&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/561491/original/file-20231124-20-ygp8dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=261&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/561491/original/file-20231124-20-ygp8dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=261&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/561491/original/file-20231124-20-ygp8dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=328&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/561491/original/file-20231124-20-ygp8dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=328&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/561491/original/file-20231124-20-ygp8dp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=328&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Bagan tentang aplikasi molekuler untuk memperkirakan efek pestisida pada organisme pada level molekuler. Bahan kimia dipaparkan pada makhluk hidup (kolom 1), mRNA diisolasi, dan dilakukan RNA-seq (kolom 2). Hasil bacaan RNA-seq lalu dianalisis dalam bentuk profil ekspresi gen (kolom 3). Bagan disunting dan diterjemahkan oleh penulis ke Bahasa Indonesia.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.cell.com/trends/ecology-evolution/fulltext/S0169-5347%2819%2930357-X">Osorio, et al. 2020. Cell Press Reviews</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Perlu lebih banyak riset dan regulasi yang ketat</h2>
<p>Untuk menerapkan studi <em>ecotoxicogenomics</em> kita membutuhkan informasi genom dan protein yang lengkap. Selain itu, kita juga memerlukan sampel dan bacaan <em>sequence</em> yang berkualitas tinggi untuk mengurangi kesalahan dan bias. </p>
<p>Di Indonesia, bidang ini belum banyak diaplikasikan. Akan tetapi, informasi genom dan protein hewan model <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/">tersedia secara luas di dunia maya</a> dan sebagian besar dapat diakses dengan mudah dan gratis.</p>
<p>Layanan aplikasi biologi molekuler seperti RNA-seq pun sudah bisa diakses dan dilakukan di tanah air, sehingga Indonesia pun mulai dapat menerapkan bidang ilmu <em>ecotoxicogenomics</em> ini.</p>
<p>Bidang ini pun masih terus berkembang di dunia. Laboratorium yang mempelajari bidang ini pun semakin berkembang. </p>
<p>Untuk mencegah penggunaan pestisida berlebihan, kita dapat melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada <em>stakeholder</em> pertanian, para petani, dan juga konsumen bahan pertanian. Sebuah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844021028115">riset di Pulau Jawa dan Sumatra</a> menunjukkan kurangnya pengetahuan para petani dalam menggunakan pestisida secara aman. </p>
<p>Selain riset, pemerintah seharusnya mulai memperbaiki sistem pemakaian pestisida dengan memperbaiki regulasi dan memperketat standar pendaftaran pestisida komersial.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/216168/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Pijar Religia tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika penggunaan pestisida ini tidak diawasi dan dikontrol dengan baik, dapat menjadi risiko gangguan ekosistem air dan pertanian.Pijar Religia, Specially Appointed Researcher, Osaka UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2137432023-10-19T06:16:46Z2023-10-19T06:16:46ZPenduduk dunia akan sampai 9,8 miliar: Pertanian Cerdas bisa jadi solusi menaikkan produksi pangan<p>Penduduk dunia diperkirakan meningkat menjadi 9,8 miliar pada 2050 dan 11,2 miliar pada <a href="https://www.un.org/development/desa/en/news/population/world-population-prospects-2017.html">2100</a>. Asia akan menjadi kawasan paling padat. </p>
<p>Dalam 27 tahun mendatang, produksi pangan dunia perlu <a href="https://www.fao.org/fileadmin/templates/wsfs/docs/Issues_papers/HLEF2050_Global_Agriculture.pdf">ditingkatkan hingga 70%, dibanding pada 2007,</a> untuk memberi makan populasi dunia yang begitu besar itu. </p>
<p>Selama ini, salah satu upaya untuk meningkatkan produksi pangan, terutama beras, adalah intensifikasi pertanian seperti menanam padi tiga kali setahun dengan pupuk kimia. </p>
<p>Masalahnya, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Intensive_farming">intensifikasi pertanian</a> dapat berdampak besar pada lingkungan: degradasi tanah akibat erosi angin dan air, polusi udara dan air akibat nutrisi dan agrokimia yang berlebihan, hilangnya keanekaragaman biologis dan ekologis.</p>
<p>Untuk mengurangi efek negatif dari pertanian, kita perlu mentransformasikan proses produksi pertanian dengan cara yang lebih berkelanjutan. </p>
<p>Caranya, kita perlu mengalokasikan sumber daya dengan tepat dan menggunakan praktik-praktik Pertanian Cerdas (<a href="https://www.techtarget.com/iotagenda/definition/smart-farming#:%7E:text=Smart%20farming%20is%20a%20management,monitoring%2C%20automating%20and%20analyzing%20operations.">Smart Agriculture</a>) dengan teknik <em>data mining</em>. Menurut <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0168169918318076">sebuah riset pada 2019</a>, penerapan Pertanian Cerdas dapat menghemat air sampai 67% dibandingkan cara tradisional.</p>
<h2>Pertanian cerdas</h2>
<p>Sistem Pertanian cerdas bisa berperan penting dalam meningkatkan kegiatan pertanian dan produksi pangan. Ini merupakan konvergensi antara <em>internet of things</em> (IoT) dan <a href="https://ieeexplore.ieee.org/abstract/document/8321902/">teknologi informasi</a>. Tujuannya untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber yang heterogen untuk memahami, memprediksi, dan mengatur kegiatan pertanian agar lebih produktif, efisien, dan berkelanjutan. </p>
<p>Melalui IoT, sensor-sensor bisa ditempatkan di mana-mana untuk mengumpulkan berbagai jenis data. Data suhu tanah, kelembaban tanah, kelembaban dan kehijauan daun, radiasi matahari, arah angin, dan tingkat curah hujan bisa dikumpulkan secara <em>real time</em>.</p>
<p>Teknik <em>data mining</em> merupakan proses yang memungkinkan untuk menemukan pola dalam kumpulan data yang besar. Teknik ini berperan penting dalam analisis data.</p>
<p>Di sektor pertanian, penggunaan teknik <em>data mining</em> telah mengarah pada berbagai tugas, seperti <a href="https://ieeexplore.ieee.org/abstract/document/9259195/">identifikasi hama</a>, serta <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-04061-1_29">deteksi dan klasifikasi kesehatan tanaman</a>. Teknik ini juga bisa dipakai untuk memprediksi penyakit tanaman, prediksi hasil panen, pengelolaan <em>input</em> (perencanaan irigasi dan pestisida), saran pemupukan, prediksi kelembaban tanah secara <em>real-time</em>, dan lainnya. </p>
<p>Banyak negara di dunia mulai menerapkan teknik <em>data mining</em> untuk meningkatkan efisiensi produksi pertanian, mengurangi limbah, dan memaksimalkan penggunaan sumber daya. Negara tersebut antara lain <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2666683921000778">Amerika Serikat</a>, <a href="https://www.asiapathways-adbi.org/2023/01/japan-guides-the-way-on-smart-farming-technology-adoption/">Jepang</a>, <a href="https://www.konicaminolta.eu/eu-en/rethink-work/business/digital-agriculture-how-dutch-farmers-use-precision-farming-for-floriculture">Belanda</a>, <a href="https://news.cgtn.com/news/2022-08-23/China-s-smart-agriculture-technologies-for-high-quality-growth-1cHLRC9WC6Q/index.html">Cina</a>, dan <a href="https://www.gov.il/en/departments/news/hadas_system">Israel</a>.</p>
<p>Data yang dikumpulkan dan diolah dapat langsung memengaruhi efisiensi kegiatan pertanian dan memberikan hasil yang lebih baik.</p>
<p><em>Data mining</em> memungkinkan ekstraksi informasi berharga dari data yang besar dan untuk menemukan pola dan hubungan tersembunyi. Ini adalah proses yang melibatkan metode dan alat dari berbagai bidang ilmu komputer, statistik, atau kecerdasan buatan. </p>
<h2>Penerapan <em>data mining</em> untuk pertanian</h2>
<p>Ada banyak hal bisa dilakukan dengan teknik data mining di sektor pertanian.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, pengendalian irigasi. Air merupakan faktor penting bagi perkembangan tanaman. Pemberian air dalam jumlah yang terlalu banyak atau terlalu sedikit memiliki pengaruh negatif terhadap <a href="https://fpp.umko.ac.id/2021/08/30/dampak-negatif-tanaman-cabai-yang-kekurangan-ataupun-kelebihan-air/#:%7E:text=Pada%20tanaman%20yang%20sedang%20berbunga,Phytopthora%2C%20Colletotrichum%2C%20dan%20Ralstonia.">pertumbuhan tanaman</a>. </p>
<p>Irigasi yang tidak memadai atau tidak dirancang dengan baik juga bisa menjadi sumber masalah, seperti pemborosan air, salinisasi (pengasinan) tanah, pencemaran air, dan erosi tanah. </p>
<p>Untuk menghindari masalah-masalah ini, penting untuk merancang dan mengelola sistem irigasi dengan baik, memantau dan mengukur pemakaian air, serta mempertimbangkan berbagai faktor termasuk jenis tanah, kondisi iklim, dan kebutuhan tanaman. </p>
<p>Banyak sistem irigasi cerdas berbasis <em>data mining</em> telah dikembangkan di <a href="https://www.dsrirrigation.com/">Indonesia</a> untuk menentukan kebutuhan air tanaman berdasarkan iklim dan siklus vegetatif. </p>
<p><em>Data mining</em> memainkan peran penting dalam memastikan pengelolaan irigasi yang lebih baik untuk mengevaluasi konsumsi air dengan menggunakan metode yang melibatkan unsur-unsur iklim, faktor tanaman, dan tujuan ekonomi. </p>
<p>Salah satu negara yang dikenal sebagai pemimpin dalam pengembangan dan penerapan irigasi yang presisi atau “<a href="https://www.gov.il/en/departments/news/hadas_system">precision irrigation</a>” adalah <a href="https://www.oecd.org/agriculture/topics/water-and-agriculture/documents/oecd-water-policies-country-note-israel.pdf">Israel</a>. Negara ini telah mengembangkan metode pengairan yang efisien, sistem kontrol iklim dalam <em>greenhouse</em>, dan sistem sensor untuk mengoptimalkan pertanian di lingkungan gurun.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, pemantauan penyakit tanaman. Tanaman dapat terpengaruh oleh beberapa penyakit selama pertumbuhannya. Deteksi penyakit-penyakit ini menjadi tujuan dari banyak <a href="https://plantmethods.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13007-021-00722-9">penelitian</a>. Deteksi ini didasarkan pada kombinasi teknik <em>data mining</em> dan pemrosesan gambar untuk mengatasi kurangnya observasi manusia dan bahkan untuk mengurangi biaya. </p>
<p><a href="https://www.unpad.ac.id/2020/11/akademisi-unpad-ciptakan-aplikasi-untuk-menentukan-kualitas-tanaman-padi-lewat-telepon-pintar/">Peneliti</a> dari Universitas Padjadjaran bahkan telah mengembangkan sistem untuk mendeteksi <a href="https://peternakan.polbangtanyoma.ac.id/mengenal-penyakit-blas-pada-tanaman-padi/">penyakit blas</a> pada tanaman padi berbasis citra. Ini merupakan salah satu pemanfaatan teknik pemrosesan gambar digital umum yang dikombinasikan dengan data mining di bidang pertanian untuk mendeteksi, mengklasifikasikan, dan mengukur penyakit-penyakit tanaman.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, pemantauan hama dan optimalisasi pengelolaan <em>input</em> (pupuk dan pestisida). </p>
<p>Selama siklus produksi tanaman, kondisi abnormal seperti suhu dan kelembaban lingkungan sekitar memungkinkan penyebaran berbagai penyakit yang disebabkan oleh serangga, jamur, gulma, nematoda, dan tikus. Hama-hama ini menjadi fokus dari beberapa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S016816991930290X">penelitian</a>. </p>
<p>Dalam beberapa <a href="https://ieeexplore.ieee.org/abstract/document/6141424">penelitian</a>, teknik <em>data mining</em> digunakan untuk memahami hubungan antara penyakit <a href="https://jenis.net/hama-thrips/">hama thrips</a> pada tanaman pangan dan data meteorologi pada tanaman kacang tanah di India. </p>
<p><strong>Keempat</strong>, memprediksi hasil panen dan dampak perubahan iklim terhadap produktivitas.</p>
<p>Penggunaan teknik <em>data mining</em> dalam pertanian bukan hanya membantu dalam meningkatkan produktivitas pertanian, tapi juga dapat mengurangi risiko yang terkait dengan perubahan iklim dan memberikan manfaat bagi ketahanan pangan dan lingkungan. </p>
<p>Contoh konkret penggunaan teknik data mining dalam pertanian dapat melibatkan pengumpulan dan analisis data cuaca harian, suhu tanah, kelembaban udara, dan jenis tanaman yang ditanam. Dengan menggunakan algoritma <em>data mining</em>, model dapat dikembangkan untuk memprediksi hasil panen berdasarkan variabel ini dan memberikan panduan kepada petani tentang kapan dan bagaimana mereka seharusnya merawat tanaman mereka.</p>
<h2>Tantangan</h2>
<p>Penerapan teknik <em>data mining</em> untuk meningkatkan produktivitas pertanian melibatkan sejumlah tantangan dalam mengumpulkan, memproses, dan memanfaatkan data. </p>
<p>Salah satu tantangan terbesar dalam Pertanian Cerdas adalah bagaimana menjamin keamanan dan privasi data. Dalam aplikasi pertanian, data yang dikumpulkan berisi informasi pribadi tentang para petani (identitas, lokasi geografis, informasi ekonomi, kondisi tanaman, dan data lainnya). </p>
<p>Banyak dari para petani mungkin tidak mengetahui apa yang terjadi dengan data mereka. Oleh karena itu, data ini harus dilindungi privasinya. </p>
<p>Selain itu, data yang dikumpulkan melalui sensor-sensor pada tanamanan juga terkadang memiliki banyak masalah seperti data hilang, kesalahan data, dan kesalahan pengkodean. Upaya memproses tipe data seperti ini tidaklah mudah dan memerlukan usaha yang signifikan untuk pembersihan dan pra-pemrosesan sebelum digunakan dalam proses <em>data mining</em>. </p>
<p>Pada akhirnya, penerapan teknik <em>data mining</em> dalam pertanian cerdas sangat menarik. Oleh karena itu, hal ini dapat membuka cabang baru untuk penelitian dan pengembangan pertanian. Ini memerlukan algoritma dan teknik yang tepat untuk mengatasi tugas-tugas pertanian cerdas secara konsisten dan efisien. Dan itu mungkin saja kita lakukan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213743/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Muhammad Achirul Nanda tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Data mining memainkan peran penting dalam memastikan pengelolaan irigasi yang lebih baik untuk mengevaluasi konsumsi air untuk menaikkan efisiensi.Muhammad Achirul Nanda, Dosen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2134002023-09-14T02:51:03Z2023-09-14T02:51:03ZSepertiga tanah di Bumi telah rusak, saatnya pemerintah dunia bertindak memulihkannya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/547759/original/file-20230904-29-iz3bq6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">(Volodymyr Shtun/Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Tanah yang kita jejaki ini merupakan bukan benda mati. Tanah adalah ruang kehidupan–rumah bagi begitu banyak mikroba di Bumi, yang bertanggung jawab terhadap sejumlah proses penting seperti penguraian dan kesehatan tumbuhan.</p>
<p>Komponen organik dalam tanah, seperti humus (dari hasil penguraian hewan maupun tumbuhan), berperan penting menjaga struktur tanah. Humus menjadi agen pengikat partikel dalam tanah. Sama halnya dengan dinding dalam suatu bangunan, tanah yang sehat merupakan struktur yang menjadi kanal-kanal pengaliran air. Kanal ini menjaga tanah dari erosi, sekaligus menjadi habitat makhluk hidup. </p>
<p>Tanah yang sehat juga memungkinkan manusia mendapatkan makanan yang aman dan bernutrisi. Kesehatan tanah juga penting bagi para petani dan masyarakat adat di negara-negara berkembang.</p>
<p>Sayangnya, lebih dari sepertiga tanah di Bumi <a href="https://www.fao.org/about/meetings/soil-erosion-symposium/key-messages/en/">saat ini rusak</a>, alias menghadapi masalah pengerasan tanah, erosi, kemerosotan nutrisi, dan naiknya keasaman tanah.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/topics/earth-and-planetary-sciences/soil-degradation">Kerusakan tanah dapat</a> mengakibatkan seretnya hasil panen dan penurunan kualitas makanan. Pasokan air dalam tanah juga bisa berkurang sehingga risiko kekeringan semakin bertambah. Bukan hanya itu, banjir juga berisiko terjadi karena tanah kehilangan kemampuan untuk menahan dan menyaring air.</p>
<p>Artikel ini akan menjelaskan faktor-faktor utama di balik kerusakan tanah, sekaligus alasan mengapa pemerintah di seluruh dunia harus lebih mengupayakan pelestarian sumber daya ini.</p>
<h2>Para perusak tanah</h2>
<p>Industri pertanian global menggunakan pupuk secara berlebihan. Akibatnya, ekosistem mikroba dalam tanah rusak. Praktik berlebihan ini juga meningkatkan ketergantungan industri pertanian terhadap pupuk dan pestisida yang mahal.</p>
<p>Praktik pertanian modern untuk komoditas tertentu seperti jagung dan kentang juga lebih sering mendahulukan jumlah produksi dengan memakai pupuk nitrogen berlebihan. Pupuk ini menyebabkan terlepasnya <a href="https://www.bbc.com/future/article/20210603-nitrous-oxide-the-worlds-forgotten-greenhouse-gas">dinitrogen oksida</a>–gas rumah kaca yang lebih kuat memerangkap panas di atmosfer 300 kali lipat dibandingkan karbon dioksida.</p>
<p>Selain itu, praktik perladangan agresif seperti pembajakan tanah dengan alat berat juga naik signifikan <a href="https://www.nytimes.com/1998/04/05/us/deep-plowing-is-halted-by-many-to-protect-soil.html">dalam satu dekade belakangan</a>. Parktik ini menghancurkan unsur-unsur organik sehingga merusak keberagaman hayati dalam gumpalan tanah.</p>
<p>Aktivitas manusia juga mengakibatkan tekanan berlebihan terhadap sumber daya tanah. Saat ini, sumber daya tanah <a href="https://www.unccd.int/sites/default/files/2018-06/17.%20Threats%2Bto%2BSoils__Pierzynski_Brajendra.pdf">sudah memasuki titik nadir keselamatannya</a> yang tak hanya membahayakan keberagaman hayati, tapi juga mengganggu pasokan pakan yang berisiko menjerumuskan jutaan orang dalam kemiskinan.</p>
<h2>Kesuburan tanah berarti kelestarian bumi</h2>
<p><a href="https://www.iucn.org/news/ecosystem-management/202009/farmers-could-substantially-boost-productivity-conserving-soil-biodiversity-iucn-report">Studi oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN)</a> tahun 2020 menyatakan, tanah dan kawasan yang sehat dapat meningkatkan ketangguhan tanaman menghadapi dampak perubahan iklim seperti kekeringan ataupun banjir.</p>
<p>Usaha meningkatkan pengetahuan kita tentang tanah juga dapat menggenjot pemenuhan target ekonomi dan iklim yang berkelanjutan.</p>
<p>Laporan IUCN di atas menyebutkan, peningkatkan komponen karbon organik dalam lapisan tanah (kedalaman 0-40 cm) sebesar 0,4% per tahun dapat meningkatkan produksi pangan global seperti jagung, beras, dan gandum. Angka peningkatannya cukup besar, sekitar 20-40% per tahun.</p>
<p>Usaha menggenjot komponen organik di lahan pertanian dan padang rumput global juga mendongkrak kapasitas penangkapan karbon sekitar <a href="https://portals.iucn.org/library/node/49094">1 gigaton</a> per tahun hingga 30 tahun mendatang. Jika ditotal, angka tersebut setara dengan penangkapan 10% gas rumah kaca dari aktivitas manusia tahun 2017.</p>
<p>Walau begitu, peningkatan kesuburan tanah tak bisa dicapai hanya dengan penyebaran pupuk saja. Pemerintah di tingkat dunia, regional, dan nasional harus bekerja sama untuk menyehatkan tanah.</p>
<h2>3 langkah untuk pemerintah</h2>
<p>Pemerintah dapat mempelajari berbagai inisiatif yang sudah dilakukan di seluruh dunia untuk meningkatkan kesehatan tanah.</p>
<p><strong>Pertama,</strong> pemerintah dapat membuat kebijakan yang mendukung petani ataupun pengelola lahan menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan.</p>
<p>Salah satu contohnya adalah kebijakan <a href="https://agriculture.ec.europa.eu/common-agricultural-policy/cap-overview/cap-glance_en"><em>carbon farming</em></a> yang diterapkan Uni Eropa. Kebijakan ini mengatur pemberian insentif bagi petani maupun pengelola lahan yang menerapkan praktik ramah lingkungan. Beberapa contohnya adalah pemberagaman tanaman, penanaman tanaman kacang-kacanagan seperti lentil ataupun kacang tanah, maupun praktik agroforestri (pertanian ataupun peternakan yang dibarengi penanaman tanaman berkayu).</p>
<p>Langkah ini dapat meningkatkan penyerapan karbon dalam tanah sekaligus mendukung penyehatan ekosistem dengan makhluk-makhluk yang menguntungkan seperti bakteri, jamur, protozoa, dan nematoda (cacing).</p>
<p>Untuk meningkatkan kesuburan tanah dan keberagaman hayatinya, pemerintah perlu mengalihkan anggaran subsidi pupuk kimia ke solusi penyuburan tanah secara alami seperti pupuk organik dan praktik kompos berbasis sains. Negara-negara seperti Brasil, Cina, India, Indonesia, dan Thailand sudah menerapkan <a href="https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/G20%20Bali%20Leaders%27%20Declaration%2C%2015-16%20November%202022%2C%20incl%20Annex.pdf">pengurangan subsidi ini.</a></p>
<p><strong>Kedua,</strong> pemerintah perlu berpartisipasi dalam inisiatif global untuk meningkatkan kualitas tanah.</p>
<p>Organisasi-organisasi internasional seperti Badan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan (UN SDSN), menggaet para pakar, pemerintah, sektor swasta, dan organisasi lingkungan untuk menekankan masalah lingkungan krusial, termasuk pentingnya kesuburan tanah.</p>
<p>Pertemuan tahunan seperti Pertemuan Target Pembangunan Berkelanjutan PBB dan Konferensi Perubahan Iklim PBB (<a href="https://unfccc.int/cop28">COP 28</a>) tahun ini dapat menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk menyadari kelayakan dan keuntungan dari pemulihan tanah besar-besaran.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, pendidikan publik tentang ilmu tanah juga penting.</p>
<p>Salah satu contohnya, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0065211320301024">museum tanah</a> yang telah didirikan di banyak negara. Museum ini berfungsi mendidik orang-orang tentang berbagai jenis tanah, bagaimana tanah terbentuk, penggunaan dan ancamannya, serta langkah-langkah pelestariannya.</p>
<p>Usaha untuk merawat hubungan timbal balik antara manusia dan kehidupan tanah membutuhkan perubahan pola pikir. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan sekaligus membuat masyarakat menghormati siklus alam yang sebenarnya mereka andalkan dalam kehidupan sehari-hari.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213400/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yuen Yoong Leong juga menjabat sebagai Director of Sustainability Studies, UN Sustainable Development Solutions Network (SDSN); Professor di Sunway University. Michael James Platts (1945-2022) dari University of Cambridge turut memberikan sumbangsih dalam penulisan artikel ini.</span></em></p>Mulai dari kebijakan untuk mendukung pertanian karbon, hingga mendirikan ‘museum tanah’ setempat, pemerintah perlu berbuat lebih banyak untuk melindungi tanah sehat di Bumi.Yuen Yoong Leong, Director of Sustainability Studies, UN Sustainable Development Solutions Network (SDSN); Professor, Sunway University, Sunway UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2114232023-08-29T05:56:18Z2023-08-29T05:56:18ZKeong mas: kisah spesies eksotik impor perusak padi, bagaimana mengendalikannya?<p>Keong mas dikenal sebagai spesies eksotik yang mudah ditemukan di persawahan. Sebenarnya spesies ini bukan asli Indonesia, tapi spesies impor yang baru <a href="https://www.cabidigitallibrary.org/doi/10.1079/cabicompendium.68490">diperkenalkan ke negeri ini pada tahun 1980-an</a>. </p>
<p>Setidaknya, data sains mengindikasikan dua spesies keong mas yang ditemukan di Indonesia adalah berjenis <a href="https://doi.org/10.11598/btb.2011.18.2.247"><em>Pomacea canaliculata</em> dan <em>P. insularum</em> (disebut juga sebagai <em>P. maculata</em></a>. Keduanya berasal dari Amerika Selatan. </p>
<p>Di Indonesia, perkembangbiakan keong mas yang cepat telah menjadi hama yang merusak tanaman padi dan <a href="http://www.knowledgebank.irri.org/step-by-step-production/growth/pests-and-diseases/golden-apple-snails">dapat menurunkan hasil panen hingga separuh dari produksi</a>. </p>
<p>Selain itu, kenaikan suhu global juga <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28726175/">diprediksi</a> akan meningkatkan jumlah wilayah yang sesuai sebagai habitat keong mas. Pada 2050 dan 2080 penyebaran keong mas diprediksi <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28726175/">meningkat 8–10%</a> di seluruh dunia. </p>
<p>Kita perlu mengendalikan populasi spesies ini agar tidak merusak sumber pangan dan kehidupan manusia.</p>
<h2>Dari ikan hias jadi hama</h2>
<p>Dalam <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Keong_Emas">cerita rakyat di Indonesia</a>, keong mas digambarkan sebagai kisah iri dengki.</p>
<p>Akibat iri dengki, seorang perempuan bernama Candra Kirana disihir menjadi keong mas. Namun, pada akhirnya dia dapat menjadi manusia lagi setelah bertemu dengan Raden Inu. Menariknya, pengarang asli dan mulai kapan cerita ini muncul sangat susah untuk ditelusuri. </p>
<p>Dalam dunia sains, keong mas masuk Indonesia diduga melalui bisnis hewan hiasan rumah. Keong mas, terutama jenis <em>P. canaliculata</em>, di Indonesia diimpor sebagai <a href="https://www.cabidigitallibrary.org/doi/10.1079/cabicompendium.68490">hewan peliharaan akuarium</a>. Namun, saat perdagangannya tidak begitu sukses, keong mas dibuang ke badan perairan seperti sungai, danau, atau kanal irigasi. </p>
<p>Distribusi secara tidak sengaja, seperti terbawa muatan kapal, ditengarai juga menjadi alat penyebar keong mas di Indonesia. </p>
<p>Setelah puluhan tahun, salah satu dari <a href="http://www.iucngisd.org/gisd/100_worst.php">spesies asing invasif terburuk</a> ini dapat dijumpai di lahan persawahan di negeri ini. </p>
<p>Keberadaan mereka di lahan persawahan salah satunya dapat diketahui dengan adanya telur keong mas yang berwarna merah jambu tersusun seperti anggur. Telur ini menempel di berbagai permukaan seperti batang padi dewasa atau tembok saluran irigasi. Cangkang keong mas ini tidak selalu berwarna keemasan. Cangkang mereka lebih dekat ke warna cokelat muda seperti lumpur. </p>
<p>Di lahan persawahan inilah keong mas menjadi hama utama padi.</p>
<p><a href="http://www.knowledgebank.irri.org/step-by-step-production/growth/pests-and-diseases/golden-apple-snails">International Rice Research Institute (IRRI) Knowledge Bank</a> menyebutkan bahwa jika hama ini tidak dibasmi, area satu meter persegi sawah dapat dirusak dalam semalam dan mengurangi hasil panen sampai lebih dari 50%. </p>
<p>Selain dampak pada persawahan, introduksi suatu spesies eksotik pada suatu ekosistem baru secara umum dapat <a href="https://www.cbd.int/undb/media/factsheets/undb-factsheet-ias-en.pdf">menimbulkan dampak yang negatif</a>. Spesies eksotik dapat bereproduksi dengan cepat, mengalahkan spesies asli dalam kompetisi memperoleh makanan atau ruang. Spesies eksotik ini dikenal sebagai salah satu penyebab hilangnya biodiversitas global. </p>
<h2>Sulit mengendalikan keong mas di sawah</h2>
<p>Berbagai metode untuk memberantas hama keong mas di sawah telah dicoba. </p>
<p>Salah satunya, secara lengkap IRRI telah menyajikan <a href="http://www.knowledgebank.irri.org/training/fact-sheets/pest-management/item/golden-apple-snails-fact-sheet">informasi cara mengendalikan keong mas</a>. Contohnya, di lingkungan yang telah terinvasi keong mas, kerja sama massal petani memungut keong mas dan menghancurkan telurnya dapat menjadi langkah yang baik. </p>
<p>Manajemen tinggi air maksimum 2 cm di persawahan juga dipercaya mampu menghambat penyebaran keong mas. Pada ketinggian air di bawah 2 cm ini, keong mas akan lebih susah bergerak. </p>
<p>Cara lain untuk menghambat penyebaran mereka di lahan persawahan adalah dengan manajemen aliran air. Penghalang fisik, seperti saringan, akan mampu mengalirkan air irigasi tapi menahan keong keluar sawah. Petani juga dapat meletakkan daun tembakau atau jeruk yang bersifat toksik pada keong mas di tanggul-tanggul sawah.</p>
<p>Mengontrol populasi keong mas dengan pestisida juga dapat dilakukan. Cara ini mungkin efektif, tapi <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4020-6059-5_24">dapat membahayakan hewan akuatik lain</a>, meningkatkan polusi bahan kimia, atau menjadi paparan racun pada petani itu sendiri. </p>
<p>Alternatifnya, penggunaan pestisida nabati untuk keong mas mulai banyak diteliti keefektifannya. Cara alami lainnya adalah penggunaan agens kontrol biologi seperti <a href="https://pertanian.kulonprogokab.go.id/detil/715/peluang-ternak-bebek-di-area-sawah-endemis-keong-mas">introduksi bebek ke sawah</a> atau budi daya ikan di sawah (<a href="https://ppid.jemberkab.go.id/berita-ppid/detail/pelepasan-benih-ikan-dalam-program-inovasi-mina-padi-kelurahan-tegal-gede">minapadi</a>). </p>
<p>Sementara itu, tahap paling rentan serangan keong mas dalam budi daya padi adalah saat persiapan lahan dan penanaman. Padi berusia 10 hari setelah pindah tanam (dari persemaian) dan 20 hari dengan metode tebar benih adalah kelompok padi paling rentan terhadap serangan keong mas. </p>
<p>Jadi, penyelamatan padi pada tahap ini adalah kunci utama mengurangi potensi kerugian panen akibat hama keong mas. </p>
<p>Namun, <a href="https://www.cabi.org/wp-content/uploads/Working-Paper-21.pdf">belum ada proses pengendalian keong mas</a>, termasuk cara di atas, terbukti efektif, aman, atau menguntungkan secara ekonomi. Upaya tersebut hanya mampu menyelesaikan masalah secara singkat. </p>
<p>Pengendalian keong mas terbaik adalah dengan mencegahnya masuk ke suatu lingkungan budi daya tanaman, seperti lahan padi. </p>
<p>Karantina ketat dan pemusnahan dini saat populasinya masih sedikit harus dilakukan untuk mencegah penyebaran. Saat mereka sudah memperbanyak populasinya, bisa dikatakan sudah terlambat.</p>
<h2>Keong mas makin menyebar karena perubahan iklim</h2>
<p>Masyarakat yang paling terdampak pada serangan hama keong mas adalah petani. Namun, dalam skala nasional, jika produksi beras nasional turun, seluruh masyarakat dapat terdampak. </p>
<p>Oleh karena itu, masyarakat juga dapat diimbau untuk mengenal hama ini, yang sedikit banyak dapat membantu dalam manajemennya.</p>
<p>Di Jepang, masyarakat diajak untuk <a href="https://sites.google.com/site/sukumiringo/">melaporkan keberadaan keong mas</a> di sekitar mereka. </p>
<p>Dalam kurun waktu 2017-2019, keberadaan keong mas dilaporkan secara rinci lokasinya dalam bentuk geolokasi di Google Map. Data yang telah <a href="https://esj-journals.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1440-1703.12152">dipublikasikan</a> tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk melihat penyebaran keong mas dan bahan riset untuk mengendalikannya. </p>
<p>Dari data geolokasi yang telah dipublikasikan, keberadaan keong mas yang paling banyak dijumpai di daerah barat dan tengah Jepang, yang kondisi iklimnya relatif lebih hangat.</p>
<p>Riset menunjukkan suhu global yang meningkat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28726175/">diperkirakan</a> akan memperluas jumlah wilayah yang sesuai sebagai habitat keong mas. </p>
<p>Pengendalian keong mas pada masa depan tidak hanya akan berkutat di sawah dan perairan tawar, tapi harus lebih luas lagi lagi mengingat dapat begitu berbahayanya spesies eksotik di lingkungan baru.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/211423/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mafrikhul Muttaqin menerima dana dari Japanese Government (MEXT) Scholarship untuk studi doktoral di Nara Institute of Science and Technology (NAIST) Jepang dengan topik penelitian terkait padi dan keong mas. Mafrikhul juga dosen di Departemen Biologi IPB University.</span></em></p>Kita perlu mengendalikan populasi keong mas agar tidak merusak kehidupan manusia. Perubahan iklim juga meningkatkan populasi keong mas.Mafrikhul Muttaqin, Doctoral Student, Nara Institute of Science and Technology (NAIST) JapanLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2092472023-07-17T01:57:28Z2023-07-17T01:57:28ZBelajar dari Bali tentang pengelolaan sampah desa yang menopang pertanian ramah lingkungan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/536510/original/file-20230710-21-wbo167.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">(Goldquest/Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Sampah bukan semata <a href="https://pu.go.id/berita/sampah-masih-menjadi-kendala-di-perkotaan#:%7E:text=Selain%20itu%2C%20masalah%20sampah%20diperkotaan%20adalah%20timbulan%20sampah,sistemmanajemen%20yang%20belum%20menunjang%2C%20lemahnya%20pengaturan%2C%20lemahnya%20kesadaranmasyarakat.">masalah perkotaan,</a> tapi juga di pedesaan. Kian banyak desa yang berkembang menjadi <a href="https://regional.kompas.com/read/2021/06/15/171018278/urbanisasi-di-perdesaan-fenomena-desa-desa-menjadi-desa-perkotaan#:%7E:text=Sebagai%20gambaran%20besar%2C%20berdasarkan%20Peraturan%20Kepala%20Badan%20Pusat,pada%20tahun%202010%20menjadi%2029.640%20pada%20tahun%202020.">daerah urban.</a> Desa juga menjadi muara pengelolaan sampah perkotaan karena banyak tempat pembuangan akhir berlokasi di daerah rural. </p>
<p>Masalah ini sedianya dapat diatasi dengan pengelolaan sampah dari tingkat desa, misalnya dengan pendirian <a href="http://elearning.litbang.pu.go.id/teknologi/TPS3R">tempat pengelolaan sampah <em>reduce-reuse-recycle</em> (TPS3R).</a>. TPS3R adalah tempat pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan. Namun, <a href="https://www.balipost.com/news/2022/10/29/301334/TPS3R-dan-TPST-Diragukan-Jadi...html">kendala</a> teknologi ataupun kapasitas membuat banyak TPS3R berhenti di tengah jalan. </p>
<p>TP3SR bisa membantu meningkatkan nilai sampah organik–jenis sampah <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/11/01/komposisi-sampah-di-indonesia-didominasi-sampah-organik">paling dominan</a> di Indonesia. Sejauh ini, sampah organik belum <a href="https://kkn.undip.ac.id/?p=246861#:%7E:text=Sisa%20pengolahan%20dan%20konsumsi%20makanan%20yang%20tidak%20habis,oksigen%20pada%20perairan%20dan%20mendorong%20pertumbuhan%20organisme%20berbahaya.">dianggap sebagai komoditas ekonomi.</a> Padahal, nilai sampah dapat dinaikkan dengan diolah menjadi produk kompos sehingga bisa menyokong pertanian berkelanjutan. </p>
<p>Isu pertanian berkelanjutan perlu digaungkan karena <a href="https://money.kompas.com/read/2022/05/28/194913326/terlalu-banyak-pupuk-kimia-72-persen-lahan-pertanian-ri-kini-kritis#google_vignette">72% lahan pertanian</a> di Indonesia dalam kondisi kritis. <a href="https://ilmubudidaya.com/alasan-pupuk-kimia-dapat-merusak-tanah">Kualitas lahan semakin menurun</a> karena terlalu banyak menggunakan pupuk kimia.</p>
<p>Penerapan kompos pada lahan pertanian berpotensi <a href="http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/80359/KOMPOS-SEBAGAI-PEMBENAH-TANAH/#:%7E:text=Manfaat%20pupuk%20kompo%20s%20untuk%20tanaman%20adalah%3A%20Meningkatkan,jumlah%20panen%29.%20Menyediakan%20hormon%20dan%20vitamin%20bagi%20tanaman.">memulihkan kesuburan tanah.</a> Karena itu, sampah organik dapat mendukung sistem pertanian ramah lingkungan yang <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/096195349290031K">melindungi kesehatan ekosistem sawah</a> dan menghasilkan <a href="https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=kandungan+C+tanah+menurun+unpatti&btnG=">pangan yang lebih sehat.</a></p>
<p>Anggapan di atas memicu kami bersama pemerintah Kabupaten Gianyar, Bali, dan organisasi pegiat lingkungan setempat menginisiasi ‘perkawinan’ pengolahan sampah organik dengan pertanian padi di enam desa. <a href="https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/1190/1/012011/pdf">Hasilnya menggembirakan.</a> Inisiatif kami mampu menggalakkan pengolahan sampah organik di tingkat desa sekaligus penerapan pertanian ramah lingkungan. </p>
<h2>Kerja sama pengolah sampah dan petani di Bali</h2>
<p>Terbitnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang <a href="https://jdih.baliprov.go.id/produk-hukum/peraturan-perundang-undangan/pergub/24822">Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber</a> menjadi pemantik geliat pembangunan TPS3R tingkat desa di Pulau Dewata. Kompos menjadi salah satu produk utama dari sampah organik yang diolah.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/536116/original/file-20230706-23274-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/536116/original/file-20230706-23274-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/536116/original/file-20230706-23274-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/536116/original/file-20230706-23274-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/536116/original/file-20230706-23274-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/536116/original/file-20230706-23274-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/536116/original/file-20230706-23274-5t00of.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tim pertanian CERDAS di Gianyar, Bali.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tren ini mendorong kami memulai riset aksi bernama <a href="https://bali.gemapos.id/2270/pertanian-cerdas-padi-berdiri-kokoh-walau-diterpa-angin-kencang">CERDAS: <em>circular economy development in organic agriculture</em></a> (pengembangan ekonomi sirkular dalam pertanian organik). Riset dilaksanakan di enam desa di Kabupaten Gianyar, yakni Taro, Pejeng, Sayan, Tampaksiring, <a href="https://rri.co.id/index.php/denpasar/daerah/56702/panen-perdana-pertanian-ramah-lingkungan-di-desa-temesi">Temesi,</a> dan Tulikup. </p>
<p>Riset aksi adalah pendekatan yang bertujuan untuk mengatasi kesenjangan antara teori dan praktik. Harapannya, upaya ini dapat menghasilkan solusi konkret terhadap permasalahan sosial, ekonomi, atau lingkungan yang ada di masyarakat. Studi melibatkan kolaborasi peneliti dengan pihak yang terlibat seperti masyarakat dan organisasi non pemerintah. </p>
<p>Melalui riset aksi, kami mengajak para petani yang berkomitmen untuk bertani padi tanpa atau minim pupuk kimia. Kegiatan ini didukung oleh <a href="https://bali.bisnis.com/read/20220808/537/1564309/sawah-organik-di-bali-diperluas-begini-capaiannya">ekosistem petani organik yang sudah berjalan di Bali</a>. Walhasil, petani pun lebih mudah mendapatkan pendampingan pertanian ramah lingkungan, misalnya pembuatan pupuk dan pestisida nabati.</p>
<p>Dalam riset aksi kami, ada 26 petani yang secara sukarela mengubah pola pertaniannya menjadi organik dengan total luas lahan 6,5 hektare (ha). Ada beberapa petani yang memutuskan langsung beralih ke pupuk organik. Ada juga yang masih tetap menggunakan pupuk urea sebanyak 40 kg/ha sawah atau mengurangi 80% dari penggunaan awal. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/hari-tani-program-subsidi-pupuk-perlu-dirombak-dan-digantikan-program-pertanian-ramah-lingkungan-191171">Hari Tani: program subsidi pupuk perlu dirombak dan digantikan program pertanian ramah lingkungan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Menurut petani organik yang berpengalaman, penerapan pertanian ramah lingkungan ini pada awalnya dapat menurunkan hasil panen ke 4,8 ton per ha dari sebelumnya 6-6,4 ton per ha–saat masih memakai pupuk nonorganik dan pestisida. </p>
<p>Namun, penurunan hanya sementara. Seiring kondisi tanah sawah yang semakin subur, hasil panen akan terus meningkat hingga stabil pada angka 7,2 ton/ha setelah empat tahun.</p>
<p>Melalui kegiatan ini, semakin banyak petani yang memahami bahwa penggunaan kompos mampu secara bertahap memperbaiki kualitas lahan sawah mereka. Semangat para petani juga semakin tinggi dalam menjalankan pertanian ramah lingkungan. </p>
<p>Kesadaran petani menggairahkan pengelolaan sampah organik di TPS3R tingkat desa. Semakin banyak kompos yang terserap pasar, dengan pembeli terbanyak adalah petani. </p>
<p>TPS3R di desa Taro misalnya, kini memiliki kapasitas pengolahan sampah organik hingga 15,4 ton per bulan. Volume sampah tersebut setara dengan 5.13 ton kompos yang siap dipanen pada tiga bulan kemudian. Pupuk kompos kemudian dijual seharga seribu rupiah per kg.</p>
<p>Sebelum kegiatan ini, petani di sekitar TPS3R sebenarnya mengetahui keberadaan fasilitas pengelolaan sampah organik. Namun, mereka tidak memanfaatkan pupuk organik di sawah mereka.</p>
<p>Selain menambah geliat pengelolaan sampah, pihak TPS3R khususnya di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar juga merasakan
ekspos publik yang lebih baik. Ini terutama oleh orang-orang yang tertarik berlatih pengelolaan kompos dan mempelajari pendekatan berbasis warga dalam <a href="https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/1190/1/012011/meta">pemilahan sampah di tingkat komunitas.</a></p>
<h2>Tantangan ke depan</h2>
<p>Ketergantungan dan preferensi petani untuk bertani dengan pupuk kimia <a href="https://mediaindonesia.com/ekonomi/530550/pupuk-organik-dinilai-jadi-solusi-ketergantungan-pupuk-kimia#:%7E:text=KETERGANTUNGAN%20petani%20dengan%20pupuk%20subsidi%20masih%20sangat%20tinggi%2C,37-42%20persen%20dari%20total%20kebutuhan%20petani%20di%20Indonesia.">masih tinggi.</a> Perlu waktu dan keuletan dari para aktivis pertanian ramah lingkungan untuk mengubah kebiasaan ini. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Bahaya pestisida" src="https://images.theconversation.com/files/536514/original/file-20230710-17-qy0hl8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/536514/original/file-20230710-17-qy0hl8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/536514/original/file-20230710-17-qy0hl8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/536514/original/file-20230710-17-qy0hl8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/536514/original/file-20230710-17-qy0hl8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/536514/original/file-20230710-17-qy0hl8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/536514/original/file-20230710-17-qy0hl8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Petani menyemprotkan cairan pestisida pada tanaman padi yang berusia 2,5 bulan, di Desa Branta Tinggi, Tlanakan, Pamekasan, Jawa Timur. (Saiful Bahri/Antara)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Di sisi riset, pengarusutamaan pertanian ramah lingkungan memerlukan <a href="https://www.nature.com/articles/s43586-023-00214-1">riset aksi partisipatif</a>. Sebab, selain berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, pendekatan ini juga mampu <a href="https://www.researchgate.net/publication/340768817_Model_Participation_Action_Research_Dalam_Pemberdayaan_Masyarakat">memberdayakan masyarakat.</a> </p>
<p>Tantangan besar dalam mengembangkan pertanian organik biasanya terletak pada tahap inisiasi. Upaya memutus pemakaian pupuk kimia di tahap awal akan berpengaruh pada turunnya produksi pertanian. Namun, seiring berjalannya waktu, produksi akan semakin bertambah karena kualitas lahan membaik, sehingga pertanian organik <a href="https://tirto.id/ketergantungan-pupuk-kimia-dampaknya-terhadap-ketahanan-pangan-gi85">mampu bersaing dengan nonorganik.</a></p>
<p>Sifat pupuk organik yang <a href="https://pelopor.or.id/contoh-pupuk-slow-release/#:%7E:text=Secara%20teknis%2C%20semua%20pupuk%20organik%20bersifat%20slow%20release%2C,ada%20atau%20terkandung%20langsung%20dapat%20dimanfaatkan%20oleh%20tanaman."><em>slow release</em></a> atau melepaskan nutrisi secara perlahan ke lingkungan, akan menguji kesabaran dan keyakinan petani. Belum lagi, pupuk kimia lebih praktis dalam pengaplikasiannya. Tanaman juga terlihat lebih hijau sehingga petani organik mendapat sedikit tekanan mental dari petani non-organik karena tanamannya terlihat kurang hijau.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-kita-mengatasi-persoalan-sampah-sisa-makanan-yang-turut-memperparah-perubahan-iklim-171006">Bagaimana kita mengatasi persoalan sampah sisa makanan yang turut memperparah perubahan iklim?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Untuk mengatasi persoalan sampah melalui TPS3R, pertanian organik diperlukan untuk menyerap produk kompos. Selama ini, TPS3R memiliki kesulitan pemasaran karena belum terhubung dengan jejaring kelompok petani organik ataupun pegiat pertanian ramah lingkungan.</p>
<p>Pemerintahan desa berperan besar dalam menghubungkan dua hal ini.
Kolaborasi antar pemerintah desa-TPS3R-kelompok tani organik sangat mungkin untuk tercipta. Kewajiban <a href="https://www.antaranews.com/berita/3317862/mendes-20-persen-dana-desa-harus-digunakan-untuk-ketahanan-pangan">20% alokasi dana desa</a> untuk ketahanan pangan dapat dimanfaatkan. </p>
<p>Pertanian ramah lingkungan selayaknya didukung. Sebab, pangan sehat mendukung kesehatan masyarakat. </p>
<p>Sampah yang dikelola dengan baik juga membuat lingkungan lebih sehat dan nyaman. Usaha pengolahan sampah di tingkat desa juga dapat lebih berkelanjutan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/209247/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Marcellinus Mandira Budi Utomo menerima dana dari Alumni Grant Scheme Round 1 2022. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Levina Augusta Geraldine Pieter menerima dana dari Alumni Grant Scheme Round 1 2022. </span></em></p>Aktivitas pengelolaan sampah di Gianyar, Bali, bergairah setelah berjejaring dengan para petani padi organik.Marcellinus Mandira Budi Utomo, Peneliti Madya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Levina Augusta Geraldine Pieter, Peneliti Muda, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2003132023-02-28T03:45:58Z2023-02-28T03:45:58ZPerempuan bekerja lebih keras daripada laki-laki – studi antropologi kami menjelaskan alasannya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/511384/original/file-20230221-3563-re65wn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sekelompok perempuan bekerja di pedesaan Cina dekat perbatasan Tibet.</span> <span class="attribution"><span class="source">Yuan Chen</span>, <span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Bagi kebanyakan orang di seluruh dunia, pekerjaan fisik menghabiskan banyak waktu dan energi setiap hari. Namun, apa yang menentukan apakah laki-laki atau perempuan yang bekerja lebih keras dalam rumah tangga? Di sebagian besar masyarakat pemburu dan pengumpul, laki-laki adalah pemburu dan <a href="https://www.nationalgeographic.com/science/article/prehistoric-female-hunter-discovery-upends-gender-role-assumptions">perempuan adalah pengumpul</a> – dengan laki-laki yang tampaknya berjalan paling jauh. Akan tetapi, bagaimana pembagian tenaga kerja di masyarakat lain?</p>
<p>Untuk mengungkap faktor yang benar-benar menentukan siapa yang bekerja paling keras dalam sebuah rumah tangga dan mengapa, kami melakukan studi tentang kelompok-kelompok pertanian dan penggembala di perbatasan Tibet di pedesaan Cina – sebuah wilayah dengan keanekaragaman budaya yang sangat besar. Hasil kami, <a href="https://www.cell.com/current-biology/fulltext/S0960-9822(22)01963-7">dipublikasikan di <em>Current Biology</em></a>, menjelaskan pembagian kerja berdasarkan gender di berbagai jenis masyarakat.</p>
<p>Mayoritas orang dewasa di seluruh dunia <a href="https://ourworldindata.org/marriages-and-divorces">sudah menikah</a>. Pernikahan merupakan kontrak, jadi orang mungkin mengharapkan mendapatkan biaya dan manfaat yang kira-kira sama dari serikat pekerja untuk kedua belah pihak. Namun, daya tawar yang tidak setara dalam rumah tangga – seperti satu orang mengancam perceraian – dapat menyebabkan kontribusi yang tidak setara terhadap hubungan partner keduanya.</p>
<h2>Meninggalkan rumah</h2>
<p>Kami memutuskan untuk menguji hipotesis bahwa meninggalkan daerah kelahiran setelah pernikahan heteroseksual untuk tinggal bersama keluarga pasangan dapat menyebabkan tingkat beban kerja yang lebih tinggi. Dalam pernikahan seperti itu, orang baru biasanya tidak terkait dengan, dan tidak berbagi sejarah dengan siapapun di rumah tangga baru mereka. Tanpa kerabat darah di sekitar mereka, mereka mungkin berada pada posisi yang kurang menguntungkan dalam hal kompromi.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/501928/original/file-20221219-26-rahmat.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Gambar seorang anak perempuan membawa rumput." src="https://images.theconversation.com/files/501928/original/file-20221219-26-rahmat.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/501928/original/file-20221219-26-rahmat.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/501928/original/file-20221219-26-rahmat.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/501928/original/file-20221219-26-rahmat.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/501928/original/file-20221219-26-rahmat.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/501928/original/file-20221219-26-rahmat.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/501928/original/file-20221219-26-rahmat.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Laki-laki memiliki lebih banyak waktu luang.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Yuan Chen</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://www.worldcat.org/title/ethnographic-atlas-a-summary/oclc/611025990">Bentuk pernikahan yang paling umum</a> di seluruh dunia adalah di mana perempuan adalah yang meninggalkan rumah asalnya, sementara laki-laki tinggal bersama keluarga mereka di daerah kelahiran mereka. Hal ini dikenal dengan istilah ‘patrilokalitas’.</p>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/10693971221120496">Neolokalitas</a> – di mana kedua jenis kelamin berpisah saat menikah, dan pasangan tersebut tinggal di tempat baru yang jauh dari kedua keluarga mereka – adalah praktik umum lainnya di banyak bagian dunia. <a href="https://www.jstor.org/stable/3629311#metadata_info_tab_contents">Matrilokalitas</a> – di mana perempuan tinggal di keluarga kelahiran dan laki-laki pindah untuk tinggal bersama istri dan keluarganya – cukup jarang terjadi. Sementara itu, <a href="https://anthrosource.onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1525/aa.1968.70.2.02a00070">duolokalitas</a> – di mana kedua jenis kelamin tidak meninggalkan rumah, dan suami istri tinggal terpisah – sangat jarang terlihat.</p>
<p>Kami beruntung bahwa di daerah perbatasan Tibet yang beraneka ragam, keempat kelompok ini ditemukan di berbagai kelompok etnis yang berbeda. </p>
<p>Riset kami berfokus pada pedesaan yang memiliki enam kebudayaan etnis yang berbeda. Dengan kolaborasi bersama Lanzhou University di Cina, kami mewawancarai lebih dari 500 orang tentang status tempat tinggal mereka setelah menikah, dan meminta mereka untuk memasang alat yang bisa mendeteksi gerakan dan aktivitas mereka (seperti Fitbit) untuk mengetahui beban kerja mereka. </p>
<h2>Perempuan bekerja lebih keras</h2>
<p>Temuan pertama kami adalah bahwa perempuan bekerja lebih keras daripada laki-laki, dan memberikan sebagian besar hasil kerja kerasnya untuk keluarga mereka. Ini dibuktikan baik oleh laporan mereka sendiri tentang seberapa banyak mereka bekerja dan oleh alat yang melacak aktivitas mereka.</p>
<p>Perempuan rata-rata berjalan lebih dari 12.000 langkah per hari, sementara laki-laki berjalan lebih dari 9.000 langkah. Jadi laki-laki juga bekerja keras, tetapi lebih sedikit daripada perempuan. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di waktu senggang atau kegiatan sosial, atau sekedar nongkrong dan istirahat.</p>
<p>Ini mungkin sebagian karena perempuan, rata-rata, secara fisik lebih lemah daripada laki-laki, dan dengan demikian tidak punya daya tawar yang tinggi. Akan tetapi, kami juga menemukan bahwa individu (laki-laki atau perempuan) yang berpisah saat menikah untuk tinggal jauh dari kerabatnya memiliki beban kerja yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal dengan keluarga kelahirannya.</p>
<p>Jadi, jika kamu adalah seorang perempuan dan pindah dari rumah saat menikah (seperti kebanyakan perempuan di seluruh dunia), kamu menderita tidak hanya karena kehilangan keluarga kamu sendiri tetapi juga karena beban kerja. Ketika kedua jenis kelamin bubar dan tidak ada yang tinggal bersama keluarga kelahiran mereka, kedua jenis kelamin bekerja keras (karena hanya ada sedikit bantuan dari kerabat) – tetapi perempuan tersebut tetap bekerja lebih keras. Menurut penelitian kami, kesetaraan seks yang sempurna dalam beban kerja hanya terjadi pada kasus di mana laki-laki meninggalkan tempat tinggal asal dan perempuan tidak.</p>
<p>Hasil ini membantu kita memahami mengapa perempuan menyebar secara global, tetapi laki-laki umumnya tidak. Penyebaran sangat buruk bagi pria – menambahkan sekitar 2.000 langkah lagi per hari ke jumlah langkah mereka, tetapi hanya menambahkan sekitar 1.000 langkah per hari untuk perempuan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Gambar laki-laki pergi bekerja." src="https://images.theconversation.com/files/501933/original/file-20221219-16-ykj0bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/501933/original/file-20221219-16-ykj0bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/501933/original/file-20221219-16-ykj0bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/501933/original/file-20221219-16-ykj0bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/501933/original/file-20221219-16-ykj0bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/501933/original/file-20221219-16-ykj0bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/501933/original/file-20221219-16-ykj0bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Laki-laki bekerja sedikit lebih keras daripada perempuan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Yuan Chen</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Waktu dan energi yang dihabiskan untuk bertani, menggembala, dan pekerjaan rumah bersaing dengan waktu luang. Kontribusi tenaga kerja yang begitu besar untuk rumah tangga di daerah pedesaan ini dapat mengakibatkan berkurangnya waktu istirahat. Dari pandangan evolusioner, berhenti beristirahat tidaklah baik, kecuali jika itu berkontribusi pada tubuh yang lebih bugar – dan berkontribusi pada kelangsungan hidup keturunan yang meningkat.</p>
<p>Karena belum banyak diteliti, kami sebenarnya tidak tahu apakah itu menguntungkan dalam kasus ini. Ini mungkin benar di daerah miskin dan pedesaan di seluruh dunia, tetapi tidak demikian di lingkungan yang lebih berada.</p>
<p>Di sebagian besar wilayah perkotaan, misalnya, gaya hidup yang tidak aktif menjadi semakin meluas. Penelitian telah menunjukkan bahwa gaya hidup tersebut yang ditemukan di area di mana pekerja kerah putih tinggal <a href="https://www.thelancet.com/journals/langlo/article/PIIS2214-109X(18)30357-7/fulltext">menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan</a>. Mereka terkait dengan banyak kondisi kesehatan kronis seperti obesitas, infertilitas, dan beberapa gangguan kesehatan mental.</p>
<p>Ketidaksetaraan jenis kelamin dalam beban kerja tetap ada, baik di rumah maupun di luar rumah. Saat ini, penelitian kami telah memberikan perspektif evolusioner tentang mengapa perempuan lebih mungkin memikul beban kerja yang lebih berat daripada laki-laki.</p>
<p>Namun, ini semua perlahan berubah. Karena perempuan semakin memulai keluarga jauh dari pasangan dan keluarga mereka sendiri, kompromi mereka meningkat. Ini semakin didorong oleh meningkatnya tingkat kekayaan, pendidikan, dan otonomi mereka yang dihasilkan sendiri. Pada akhirnya, perubahan ini membuat laki-laki mengambil beban kerja yang meningkat di banyak masyarakat perkotaan, industri, atau pasca-industri.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200313/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yuan Chen menerima dana dari European Research Council (ERC hibah EvoBias), dan sebelumnya didanai oleh Lanzhou University, International Society of Evolution, Medicine, and Public Health, dan lembaga HRAF yang berafiliasi dengan Yale University didukung oleh National Science Foundation (NSF 2022).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Ruth Mace menerima dana dari European Research Council (ERC hibah EvoBias). Dia merupakan Editor Kepala Evolutionary Human Sciences (jurnal akses terbuka Cambridge University Press). Dia sebelumnya berafiliasi dengan The Chinese Academy of Sciences di Beijing dan Lanzhou University. Ruth Mace saat ini menjadi pengunjung di Institute of Advanced Study di Toulouse (IAST).</span></em></p>Laki-laki di pedesaan Cina lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan santai atau sosial, atau sekadar berkumpul dan istirahat.Yuan Chen, PhD Candidate in Evolutionary Anthropology, UCLRuth Mace, Professor of Anthropology, UCLLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1984152023-02-08T07:52:20Z2023-02-08T07:52:20ZSengkarut data beras Indonesia: kenapa terjadi, apa dampaknya bagi ketahanan pangan dan solusinya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/508292/original/file-20230206-29-rsalf4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pekerja mengangkut karung beras di Gudang Bulog Pulo Brayan, Kota Medan, Sumatera Utara, 24 Januari 2023. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1674548406&getcod=dom">ANTARA FOTO/Yudi/Lmo/hp.</a></span></figcaption></figure><p>Sepanjang Oktober hingga Desember lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso “beradu” kata dan data terkait <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1666254/kronologi-kisruh-data-beras-mentan-vs-buwas-hingga-wanti-wanti-jokowi?page_num=1">stok beras di dalam negeri</a>. </p>
<p>Menteri Pertanian mengklaim stok beras dalam negeri surplus sekitar 6 juta ton dan dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri sampai akhir tahun. Namun, stok beras di Bulog tinggal 650 ribu ton, hanya separuh dari target 1,2 juta ton. Pemerintah akhirnya mengimpor beras <a href="https://video.tempo.co/read/31769/pemerintah-resmi-impor-beras-200-ribu-ton-bapanas-hanya-untuk-kegiatan-pemerintah">200 ribu ton</a> akhir tahun lalu.</p>
<p>Mengapa terjadi perbedaan data beras dan bagaimana cara mencegah masalah data serupa berulang?</p>
<h2>Sumber data sama tapi beda hasil hitungan</h2>
<p>Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia di samping papan dan sandang. </p>
<p>Bagi masyarakat Indonesia, beras merupakan makanan pokok utama. Beras memiliki <a href="https://nilaigizi.com/gizi/detailproduk/1/nilai-kandungan-gizi-beras-giling-mentah">nilai gizi penting untuk tubuh</a> seperti karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin (B1, B2, B3), dan mineral (kalsium, fosfor, kalium, tembaga, besi, seng). </p>
<p>Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi beras nasional meningkat setiap tahun terutama pada saat kondisi pandemi. Pada 2020, konsumsi beras nasional sebesar <a href="https://www.bps.go.id/publication/2020/11/02/ecda2f1aa3a8b6be1a376a4c/pengeluaran-untuk-konsumsi-penduduk-indonesia-per-provinsi--maret-2020.html">6,45 kg per kapita sebulan</a>. Konsumsi beras tersebut naik pada <a href="https://www.bps.go.id/publication/2021/10/29/93ecbd5eb79d012b9d929d77/ringkasan-eksekutif-pengeluaran-dan-konsumsi-penduduk-indonesia--maret-2021.html">2021</a> menjadi 6,75 kg per kapita sebulan, lalu turun sedikit pada <a href="https://www.bps.go.id/publication/2022/10/20/b9e45d7c9aeb2112005aaf53/pengeluaran-untuk-konsumsi-penduduk-indonesia--maret-2022.html">2022</a> ke angka 6,66 kg.</p>
<p>Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga ketersediaan beras dan pengelolaan stok beras nasional.</p>
<p>Stok beras dapat dihitung menggunakan data produksi. Namun, ada perbedaan data beras antara Kementerian Pertanian yang menyatakan produksi surplus dan Bulog yang menyatakan cadangan beras nasional menipis. </p>
<p>Sebenarnya, data produksi beras yang digunakan dalam perhitungan Kementerian Pertanian dan Bulog sama yaitu mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS). </p>
<p>Perbedaan data tersebut disebabkan oleh cara perhitungan stok. </p>
<p>Kementerian Pertanian menghitung stok beras mengacu pada <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2022/10/17/1910/pada-2022--luas-panen-padi-diperkirakan-sebesar-10-61-juta-hektare-dengan-produksi-sekitar-55-67-juta-ton-gkg.html">data BPS</a> yang datanya dihitung berdasarkan survei. Produksi beras berdasarkan Kementerian Pertanian pada 2022, misalnya, sebesar 32,07 juta ton. Produksi beras tersebut naik <a href="https://www.bps.go.id/indicator/53/1498/1/luas-panen-produksi-dan-produktivitas-padi-menurut-provinsi.html">2,29%</a> dibandingkan produksi beras tahun 2021 (31,36 juta ton). </p>
<p>Data produksi merupakan hasil perkalian antara luas panen dan produktivitas. Angka produktivitas padi diperoleh melalui survei ubinan pada plot berukuran 2,5 m x 2,5 m dalam bentuk produksi Gabah Kering Panen (GKP) yang dikonversikan menjadi Gabah Kering Giling (GKG). Ini berdasarkan angka konversi GKP ke GKG hasil Survei Konversi Gabah ke Beras. </p>
<p>Ada banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas padi: <a href="https://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jpengkajian/article/view/10492">luas lahan, luas panen</a>, <a href="https://www.neliti.com/id/publications/45056/analisis-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-produksi-padi-sawah-di-kecamatan-dumoga">bibit, pupuk, pestisida, air, tenaga kerja</a>, dan <a href="https://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jpengkajian/article/view/10492">organisme pengganggu tanaman (OPT)</a> seperti hama tikus, wereng coklat, hama penggerek batang, dan keong mas. </p>
<p>Produktivitas padi terutama dipengaruhi oleh faktor <a href="https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/view/37978">perubahan iklim dan penyusutan lahan pertanian</a>. Curah hujan berdampak signifikan terhadap perubahan iklim di Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi produktivitas padi nasional karena dapat menyebabkan banjir atau kekeringan. Akhirnya akan berdampak pada risiko gagal panen.</p>
<p>Perubahan curah hujan juga mengakibatkan penurunan luas tanam, luas panen, dan hasil panen. Tahun 2021, <a href="https://www.bps.go.id/publication/2022/12/16/a4fb42fcf25867b707461625/analisis-produktivitas-padi-di-indonesia-2021.html">luas panen padi 10,41 juta hektare dan total produksi padi 54,42 juta ton GKG</a>. Sementara pada 2020, <a href="https://www.bps.go.id/publication/2022/12/16/a4fb42fcf25867b707461625/analisis-produktivitas-padi-di-indonesia-2021.html">luas panen padi 10,66 juta hektare dan total produksi padi 54,65 juta ton GKG</a>. Luas panen dan produktivitas padi turun masing-masing sebesar 2,30% dan 0,43% pada 2021 dibandingkan 2020.</p>
<p>Sementara <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20221129/12/1603420/bps-beberkan-beda-data-beras-kementan-versus-bulog">Bulog</a> menghitung stok beras mengacu pada data penggilingan beras, ketersediaan pasar, dan stabilitas harga. </p>
<p>Perhitungan stok beras Bulog adalah padi saat diangkut dari sawah (setelah padi digiling), sementara Kementerian Pertanian saat padi masih di sawah karena berdasarkan luas panen. Ada beberapa <a href="https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=1659">masalah</a> yang dapat ditimbulkan dari cara perhitungan stok di Bulog:</p>
<ol>
<li> Penyerapan gabah petani belum optimal karena masih mengandalkan mitra-mitra Bulog.</li>
<li> Kualitas gabah petani yang belum memenuhi persyaratan Bulog seperti (<a href="https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=1659">kadar air gabah maksimum 14%</a>)</li>
<li> Harga gabah petani naik di atas ketentuan harga pembelian pemerintah (HPP), sehingga menyulitkan Bulog dalam memenuhi stok beras.</li>
</ol>
<p>Jika perbedaan data tersebut terulang lagi, akan berdampak dalam kebijakan pemerintah dalam mengimpor beras. Parahnya, dapat berdampak pada anjloknya harga gabah di kalangan petani.</p>
<p>Perbedaan data beras antara Kementerian Pertanian dan Bulog akan berdampak pada ketahanan pangan nasional. Selain itu, juga dapat memicu kerawanan sosial dan membahayakan stabilitas ekonomi. </p>
<h2>Agar tidak cekcok data beras</h2>
<p>Solusi untuk mengatasi perbedaan data beras di antara dua lembaga tersebut bisa ditempuh sebagai berikut:</p>
<p><em>Pertama</em>, perbedaan data beras dapat dicegah dengan penggunaan data <em>real time</em>. Salah satunya dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau <em>artificial intelligence</em> (AI) dalam memonitor stok dan distribusi beras nasional. Selain itu teknologi AI juga dapat memetakan daerah yang rawan pangan. </p>
<p>Saat ini <a href="https://radarntt.co/opini/2022/peran-artificial-intelligence-pada-industri-pangan/">teknologi AI dikembangkan dalam memonitor rantai pasok pangan</a>, menentukan bahan baku yang berkualitas, pengemasan, dan memprediksi harga. </p>
<p>Aplikasi <a href="https://www.jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/view/371">Radio Frequency Identification (RFID)</a> dapat dipakai untuk mengendalikan rantai pasok beras Bulog. Teknologi ini adalah suatu metode identifikasi menggunakan perangkat label RFID (<em>transponder</em>) yang berfungsi untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh. </p>
<p>Dengan menggunakan teknologi RFID dapat mencegah kehilangan persediaan, kecepatan proses logistik, dan meningkatkan akurasi data/informasi. <a href="https://jurnalstmiksubang.ac.id/index.php/jtik/article/view/186"><em>Smart warehouse</em></a> menggunakan perangkat cerdas tertanam atau <em>Internet of Things</em> (IoT) juga dapat menjadi solusi untuk mengendalikan rantai pasok dan memelihara kualitas beras.</p>
<p><em>Kedua</em>, pemerintah harus mengintegrasikan data antar-lembaga pemerintah untuk menghitung ketersediaan beras nasional. Sinergi antar lembaga pemerintah penting untuk dilakukan, dalam hal ini <a href="https://komahi.uai.ac.id/pengaruh-kebijakan-impor-beras-terhadap-fluktuasi-impor-beras-indonesia/">integrasi data beras</a>. Keakuratan informasi mengenai produksi dan permintaan beras akan berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah dalam pengambilan keputusan. </p>
<p><em>Ketiga</em>, diversifikasi konsumsi pangan. Walau hal ini tidak terkait langsung dengan data beras, pengembangan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras diperlukan untuk mencegah impor beras nasional. </p>
<p>Potensi pangan lokal lain seperti ubi kayu, jagung, dan kentang dapat dijadikan alternatif pengganti beras sebagai pangan pokok. Diversifikasi konsumsi pangan dapat meningkatkan produksi pangan dan perbaikan gizi dalam masyarakat serta mengurangi impor beras. </p>
<p>Untuk mencapai ketahanan pangan beras di Indonesia diperlukan kerja sama, komitmen, dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan para petani. Pemerintah perlu memberi pelatihan kepada petani agar kualitas produksi beras dapat memenuhi persyaratan. Selain itu manajemen penyimpanan beras juga diperlukan agar stok beras nasional dapat terpenuhi.</p>
<p>Sinergi antarkelembagaan pemerintah sangat berperan dalam pengelolaan stok beras nasional. Kita perlu mengoptimalkan peran teknologi dalam pengelolaan stok dan peningkatan produktivitas beras.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198415/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Meda Canti tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perbedaan data tersebut disebabkan oleh cara perhitungan stok beras antara Bulog dan Kementerian Pertanian.Meda Canti, Assistant Professor, Lecturer, Head of Food Processing Laboratory, Food Technology Study Program, Faculty of Biotechnology, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1911712022-09-23T04:24:51Z2022-09-23T04:24:51ZHari Tani: program subsidi pupuk perlu dirombak dan digantikan program pertanian ramah lingkungan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/486023/original/file-20220922-10462-grjw7f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petani bawang di Majalengka, Jawa Barat.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Dedhez Anggara/Antara)</span></span></figcaption></figure><p>Pemerintah Indonesia masih mengandalkan program subsidi pupuk untuk menopang produktivitas sejumlah produk pertanian. Selama ini, subsidi dilakukan secara tidak langsung untuk menjaga harga pupuk tetap terjangkau oleh petani. Jumlah anggarannya pun tak sedikit, sempat menyentuh <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/11/turun-13-subsidi-pupuk-2022-dialokasikan-rp-253-triliun">Rp 34 triliun pada 2019</a>.</p>
<p>Namun, <a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2021/12/21/evaluasi-program-subsidi-pupuk">alih-alih mendongrak produktivitas pertanian,</a> program subsidi pupuk justru menimbulkan dua masalah. Pertama adalah perkara kerusakan lahan pertanian akibat pupuk subsidi yakni urea dan NPK (nitrogen, fosfat, kalium) – yang menggunakan bahan baku dari produk turunan minyak dan gas bumi. Penerapan pupuk yang berlebihan dapat <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0230153">merusak kekayaan organisme dalam tanah.</a></p>
<p>Sedangkan masalah kedua adalah persoalan tata kelola, mulai dari <a href="http://joseta.faperta.unand.ac.id/index.php/joseta">lemahnya pengawasan</a> sehingga harga pupuk subsidi lebih mahal dibandingkan harga eceran tertinggi, serta <a href="https://ugm.ac.id/id/berita/22716-ugm-soroti-kebijakan-pupuk-bersubsidi-belum-tepat-sasaran">distribusinya yang tidak tepat sasaran.</a></p>
<p>Tanpa perubahan yang mendasar, program subsidi pupuk justru melenceng dari tujuannya untuk meningkatkan produksi pangan dan menyejahterakan petani. Program ini semestinya dievaluasi besar-besaran, terutama terkait relevansi subsidi pupuk terhadap <a href="https://www.republika.co.id/berita/qmr7o7380/jokowi-minta-pembangunan-pertanian-jadi-perhatian-bersama">komitmen Presiden Joko Widodo</a> dalam melaksanakan pertanian yang berkelanjutan.</p>
<h2>Efek buruk subsidi pupuk</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=387&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=487&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=487&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486024/original/file-20220922-21075-yl78xw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=487&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sidak ketersediaan pupuk bersubsidi oleh aparat negara yang kerap dilakukan karena lemahnya tata kelola program ini.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Asep Fathulrahman/Antara)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Subsidi pupuk merupakan salah satu program tertua Indonesia: <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/agec.12107">dilaksanakan sejak era revolusi hijau</a> (sebuah gerakan global untuk peningkatan produktivitas pertanian) pada 1971. Pupuk bersubsidi begitu mengakar di masyarakat, sehingga penggunaannya menjadi tradisi untuk sebagian petani.</p>
<p>Masalahnya, program ini tak berjalan dengan baik karena petani <a href="https://journal.unpas.ac.id/index.php/trikonomika/article/view/3896">sulit mendapatkan pupuk bersubsidi</a>. Di sisi lain, petani juga menjadi sangat bertumpu pada penggunaan pupuk untuk mendukung keberhasilan panen. </p>
<p><a href="https://archive.aessweb.com/index.php/5005/article/view/4391/6755">Penelitian saya di Indramayu, Jawa Barat,</a> menemukan bahwa pupuk sintetis menjadi salah satu komponen pendukung keberhasilan panen dan menjadi salah satu sarana utama dalam aktivitas pertanian. Demi pupuk dan pestisida sintetis, petani bahkan rela ‘berutang’ agar mendapatkan kepastian hasil panen. Utang pun bisa lebih besar karena harga pupuk subsidi jauh lebih dari besaran yang dipatok pemerintah.</p>
<p>Saya juga mendapati, di lapangan, para petani beras menggunakan pupuk sebagai salah satu langkah adaptasi iklim karena kondisi sawah yang kian rentan kekeringan dan terkena serangan hama. Hal tersebut terjadi karena petani tidak mengetahui <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0013916518793482">solusi memadai</a> untuk menghadapi kerentanan ekosistem di lahan sawah.</p>
<p>Karena persoalan tersebut, kondisi petani kian terjepit karena berfokus pada produksi jangka pendek – selama masa panen semata. Petani kesulitan untuk memikirkan dampak praktik pemupukan terhadap kesehatan tanah dan lingkungan jangka panjang.</p>
<p>Petani pun <a href="http://dx.doi.org/10.15243/jdmlm.2020.074.2301">kerap tergoda</a> untuk menggunakan pupuk lebih banyak, karena dianggap bisa menjanjikan hasil panen yang melimpah. Padahal, kelebihan pupuk dapat berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman hingga <a href="https://theconversation.com/evaluasi-revolusi-hijau-dan-masalah-tanah-pertanian-yang-makin-tandus-110290">menjadi ‘racun’</a> bagi tanah serta lingkungan sekitarnya. </p>
<p>Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di India, misalnya, subsidi pupuk juga <a href="https://www.wri.org/insights/redirecting-agricultural-subsidies-sustainable-food-future">mendorong praktik pemupukan berlebihan</a> sehingga berakibat tanah pertanian setempat yang kelebihan nitrogen.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486025/original/file-20220922-15825-i5vr4n.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Wonosobo, Jawa Tengah, yang menjadi salah satu daerah sasaran program food estate pemerintah.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Pemprov Jateng)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tak hanya tanah, penggunaan pupuk yang berlebihan turut mencemari air. <a href="http://repository.pertanian.go.id/bitstream/handle/123456789/2355/Pencemaran%20Nitrat%20pada%20Air%20Sungai%20Sub%20DAS%20Klakah%2C%20DAS%20Serayu%20di%20Sistem%20Pertanian%20Sayuran%20Dataran%20Tinggi.pdf?">Studi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian</a> menemukan, penggunaan pupuk urea berlebihan di Wonosobo, Jawa Tengah, berakibat pada tingginya konsentrasi senyawa nitrat di Sungai Serayu. Senyawa ini, dalam konsentrasi tertentu, dapat mengakibatkan keracunan pada bayi maupun kematian bagi hewan ternak. </p>
<p>Sejumlah studi menemukan dampak pupuk sintetis yang berbahaya bagi lingkungan. <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0230153#pone.0230153.ref018">Studi Gisèle L. Herren</a> dari Ghent University, Belgia, pada 2020 menyebutkan bahwa penggunaan pupuk sintetis mempengaruhi keanekaragaman komunitas cacing dalam tanah. Cacing sendiri merupakan salah satu <a href="https://doi.org/10.1016/j.actao.2016.03.004">indikator penting kesehatan tanah</a> di suatu lingkungan.</p>
<p>Penggunaan pupuk urea juga <a href="https://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/2006gl/">turut menyumbang emisi gas rumah kaca</a> sektor pertanian. Sektor ini berkontribusi <a href="https://jsal.ub.ac.id/index.php/jsal/article/view/404">sekitar 8% emisi Indonesia</a>. </p>
<p>Selain dampak lingkungan, subsidi pupuk juga menempatkan petani menjadi kelompok yang rentan terdampak situasi pasar global. Misalnya, tahun ini pemerintah <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/224621/permentan-no-10-tahun-2022">memangkas subsidi pupuk</a> dari 70 komoditas pertanian menjadi hanya 9 komoditas (padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao dan kopi). Pemangkasan ini dilatari invasi Rusia ke Ukraina yang mengakibatkan <a href="https://pertanian.sariagri.id/101088/laporan-khusus-pembatasan-pupuk-subsidi-ini-dampaknya-bagi-petani">kelangkaan sejumlah bahan baku pupuk di pasar dunia.</a></p>
<p>Dampak ikutan lainnya dari subsidi pupuk adalah masalah tata kelola dan penyelewengan. Data petani penerima pupuk bersubsidi yang <a href="https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37420/t/Jangan+Saling+Tuduh%2C+Sutrisno%3A+Fokus+Selesaikan+Akar+Masalah+Penyelewengan+Pupuk+Subsidi">bermasalah di tingkat daerah</a> mengakibatkan distribusi yang tak merata. Penyelewengan pupuk bersubsidi juga menjadi <a href="https://www.google.com/search?q=penyelewengan+pupuk+bersubsidi&rlz=1C5CHFA_enID1002ID1002&sxsrf=ALiCzsYdMkqX8oDldNLdgYuMjUIDvrD1xw:1663649304894&source=lnms&tbm=nws&sa=X&ved=2ahUKEwioiuXOyKL6AhUoErcAHeoOBz4Q_AUoAnoECAEQBA&biw=1019&bih=719&dpr=1">kasus yang jamak terjadi di banyak tempat.</a></p>
<h2>Transisi ke pertanian yang berkelanjutan</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=353&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=353&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=353&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=443&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=443&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/486026/original/file-20220922-10221-5obbcq.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=443&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Program sekolah lapang yang harus terus digalakkan untuk memperluas aktivitas pertanian organik.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Asep Fathulrahman/Antara)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Efek buruk berganda akibat program subsidi pupuk semestinya menjadi alasan bagi pemerintah untuk meninjau ulang program ini. Tak hanya di Indonesia, seruan untuk <a href="https://www.unep.org/news-and-stories/press-release/un-report-calls-repurposing-usd-470-billion-agricultural-support">memangkas subsidi bagi praktik pertanian yang tak berkelanjutan</a> juga turut bergema di tingkat global. </p>
<p>Tulisan ini tak dimaksudkan untuk menghilangkan praktik pemupukan oleh petani. Namun, bantuan pemerintah seharusnya tak sekadar untuk menambal harga pupuk, melainkan juga pendampingan untuk praktik pemupukan yang berkelanjutan. <a href="https://www.mdpi.com/2077-0472/12/4/462/htm">Program bantuan juga harus diprioritaskan untuk pupuk organik</a> yang terbukti ampuh meningkatkan nutrisi tanah sekaligus keanekaragaman organisme di dalamnya. </p>
<p>Ambisi Jokowi untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan membutuhkan tindak lanjut yang nyata. Langkah yang dapat dilakukan adalah pembangunan kapasitas petani, pengakuan terhadap pengetahuan lokal seputar pertanian yang dimiliki para petani. </p>
<p>Negara juga semestinya mendukung serta memfasilitasi pengembangan benih padi yang dilakukan petani secara mandiri. Selama ini, pengetahuan terkait hal tersebut masih susah diakses oleh petani.</p>
<p>Sejauh ini, penggunaan benih padi wajib tersertifikasi sehingga petani hanya bisa menggunakan <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4028848/ini-alasan-benih-pertanian-harus-bersertifikasi">benih yang legal</a>. Sementara itu, petani skala kecil sulit mengikuti ketentuan sertifikasi benih karena keterbatasan informasi, penyuluhan, dan modal. Padahal, benih padi rancangan petani bisa jadi lebih irit pupuk dan pestisida sehingga modal bertani bisa dihemat.</p>
<p>Penyuluhan pertanian, yang saat ini sudah diterapkan di daerah-daerah, perlu diperkuat untuk membantu petani menerapkan praktik-praktik yang berkelanjutan.</p>
<p>Bantuan langsung untuk menopang kehidupan petani juga mesti dikucurkan untuk menunjukkan keberpihakan negara terhadap petani. Bantuan ini bisa melalui insentif aktivitas pertanian, subsidi langsung, atau pun bantuan keuangan lainnya.</p>
<p>Negara perlu membangun kapasitas petani karena aspek pertanian berkelanjutan dapat menjembatani antara kepentingan kesejahteraan petani dan kelestarian lingkungan hidup. Implementasi pertanian berkelanjutan perlu menjadi prioritas negara membangun sektor pertanian yang lebih harmonis, bukan mengeksploitasi lingkungan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/191171/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ica Wulansari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Seruan untuk memangkas subsidi bagi praktik pertanian yang tak berkelanjutan juga turut bergema di tingkat global.Ica Wulansari, Lecturer of International Relations, Paramadina University Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1867082022-07-13T07:16:21Z2022-07-13T07:16:21Z6 buku tentang krisis iklim yang menawarkan harapan baru<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/473250/original/file-20220709-23-k4xyff.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">forest</span> <span class="attribution"><span class="source">Darren England/AAP</span></span></figcaption></figure><p><a href="https://theconversation.com/what-the-next-australian-government-must-do-to-save-the-great-barrier-reef-182861">Pemutihan karang</a>, <a href="https://theconversation.com/the-sad-reality-is-many-dont-survive-how-floods-affect-wildlife-and-how-you-can-help-them-178310">banjir</a>, <a href="https://theconversation.com/conservation-scientists-are-grieving-after-the-bushfires-but-we-must-not-give-up-130195">kebakaran hutan</a>
, <a href="https://theconversation.com/fail-our%20-report-card-on-the-governments-handling-of-australias-extinction-crisis-181786">penurunan dan kepunahan keanekaragaman hayati</a> – saat kita menyaksikan dampak perubahan iklim, di tengah banyak
<a href="https://www.theguardian.com/environment/2022/apr/04/ipcc-report-now-or-never-if-world-stave-off-climate-disaster">laporan</a> yang memberikan
peringatan terkait <a href="https://theconversation.com/worried-about-%20bumi-masa%20depan-baik-pandangan-adalah-lebih%20buruk-daripada-bahkan-ilmuwan-dapat-menggenggam-153091">biaya</a> yang timbul dari kelambanan pemerintah, wajar jika kita mudah untuk merasa kewalahan.</p>
<p>Bagaimana cara melawan ini? Kami meminta enam pakar lingkungan untuk masing-masing menominasikan sebuah buku tentang krisis iklim yang menawarkan harapan.</p>
<hr>
<h2>1. <em>All We Can Save: Truth, Courage, and Solutions for the Climate Crisis</em> – diedit oleh Ayana Elizabeth Johnson dan Katharine Keeble Wilkinson (2020)</h2>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/462406/original/file-20220511-13-pn6746.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462406/original/file-20220511-13-pn6746.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462406/original/file-20220511-13-pn6746.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=880&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462406/original/file-20220511-13-pn6746.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=880&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462406/original/file-20220511-13-pn6746.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=880&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462406/original/file-20220511-13-pn6746.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1106&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462406/original/file-20220511-13-pn6746.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1106&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462406/original/file-20220511-13-pn6746.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1106&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Keputusasaan, ketidakberdayaan, dan perpecahan adalah musuh dari tindakan positif, dan melumpuhkan upaya dalam menjawab tantangan luar biasa seperti krisis perubahan iklim. <a href="https://www.penguin.com.au/books/all-we-can-save-9780593237069"><em>All We Can Save</em></a> membalikkan emosi dan kekhawatiran semacam itu. Harapan adalah motivator yang kuat, terutama ketika harapan itu disampaikan dengan cara yang kreatif, bijaksana, inklusif, dan beragam.</p>
<p>Secara kritis, <em>All We Can Save</em> menyatukan suara perempuan, mencakup budaya, geografi, dan usia. Wanita masih, sayangnya, tidak cukup didengar – dan lebih buruk lagi, secara aktif ditekan dalam beberapa kasus dan lingkungan. Banyak masyarakat menderita karenanya.</p>
<p>Namun, dalam buku ini, para ilmuwan, petani, guru, seniman, jurnalis, pengacara, aktivis, dan lainnya berbagi perspektif unik mereka, melalui esai, puisi, dan seni mereka. Mereka mengeksplorasi bagaimana menghadapi krisis iklim, kerusakan yang sudah ditimbulkan, tetapi yang paling penting, bagaimana membawa perubahan dan kemajuan yang positif.</p>
<p>Buku ini adalah makanan untuk pikiran dan jiwa yang sangat <a href="https://theconversation.com/australias-next-government-must-tackle-our-collapsing-ecosystems-and-extinction-crisis-182048">dibutuhkan</a>.</p>
<p><strong>Euan Ritchie</strong></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/4-assumptions-about-gender-that-distort-how-we-think-about-climate-change-and-3-ways-to-do-better-156126">4 assumptions about gender that distort how we think about climate change (and 3 ways to do better)</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>2. <em>Great Adaptations: In the Shadow of a Climate Crisis</em> – Morgan Phillips (2021)</h2>
<figure class="align-left zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/462404/original/file-20220511-25-nm7mue.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462404/original/file-20220511-25-nm7mue.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462404/original/file-20220511-25-nm7mue.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=846&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462404/original/file-20220511-25-nm7mue.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=846&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462404/original/file-20220511-25-nm7mue.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=846&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462404/original/file-20220511-25-nm7mue.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1063&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462404/original/file-20220511-25-nm7mue.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1063&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462404/original/file-20220511-25-nm7mue.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1063&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tidak usah berpura-pura. Tidak ada cerita yang baik terekait pemanasan global. Mereka semua dibingkai dalam krisis yang kita tidak bicarakan di Australia. Kita sangat membutuhkan percakapan di tingkat nasional tentang bagaimana kita hidup di dunia yang penuh bahaya ini. </p>
<p>Buku Morgan Phillips <a href="https://www.goodreads.com/book/show/58139550-great-adaptations"><em>Great Adaptations: In the Shadow of a Climate Crisis</em></a> bukan merupakan buku Australia. Perspektifnya bersifat internasional – Inggris, Eropa, Nepal, Amerika Utara.</p>
<p>Phillips tidak gentar memikirkan prospek suram: keruntuhan sistemik, kerawanan pangan dan air, penurunan keanekaragaman hayati. Tapi fokusnya bukan pada malapetaka belaka, atau optimisme tekno yang naif. Dia malah membawa keseimbangan yang cermat pada pertimbangannya tentang adaptasi yang baik dan adaptasi yang berbahaya.</p>
<p>Dia mendorong kita untuk berpikir di luar reaksi yang terfragmentasi terkait terhadap bencana iklim yang menimpa individu, seperti kekeringan, kebakaran, banjir, dan badai – reaksi yang menguntungkan orang kaya dan didasarkan pada khayalan bahwa semua akan kembali ke “normal”.</p>
<p>Tujuannya adalah “adaptasi transformatif” yang realistis. Dia menyarankan solusi yang bertahan lama, fleksibel, dan adil. Inti dari beberapa contoh yang dia pakai terkait keberhasilan “<a href="https://www.ctc-n.org/technologies/fog-harvesting">menggunakan kabut</a>” untuk mendapatkan air di Maroko yang gersang hingga proyek <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Agroforestry">pertanian dan kehutanan</a> yang tanggap terhadap iklim di Nepal – adalah perlunya dialog terus-menerus untuk memandu proses untuk mengatasi kondisi yang berubah.</p>
<p><em>Great Adaptations</em> membuat provokasi yang brilian untuk diskusi yang harus kita lakukan.</p>
<p><strong>Peter Christoff</strong> </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/message-in-a-bottle-the-wine-industry-gives-farmers-a-taste-of-what-to-expect-from-climate-change-45361">Message in a bottle: the wine industry gives farmers a taste of what to expect from climate change</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>3. <em>Who Really Feeds the World? The Failure of Agribusiness and the Promise of Agroecology</em> – Vandana Shiva (2016)</h2>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/462403/original/file-20220511-21-fcca4g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462403/original/file-20220511-21-fcca4g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462403/original/file-20220511-21-fcca4g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=882&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462403/original/file-20220511-21-fcca4g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=882&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462403/original/file-20220511-21-fcca4g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=882&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462403/original/file-20220511-21-fcca4g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1108&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462403/original/file-20220511-21-fcca4g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1108&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462403/original/file-20220511-21-fcca4g.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1108&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Krisis iklim telah menunjukkan sistem pangan global yang tidak adil dan tidak layak secara ekologis. Kebakaran hutan dan banjir baru-baru ini di Australia, misalnya, menghancurkan tanaman pangan, menghancurkan lanskap penghasil makanan dan komunitasnya, dan mengganggu jaringan transportasi. Masing-masing masalah mengungkapkan sistem pangan yang dikendalikan perusahaan yang ditandai dengan kenaikan harga pangan, tingkat kelaparan yang meningkat, dan kerawanan pangan.</p>
<p>Bagaimana sistem pangan yang adil dan adil dapat dikembangkan – dengan menciptakan sistem yang tangguh dalam menghadapi kekacauan iklim?</p>
<p>Dalam buku <a href="https://www.akpress.org/whoreallyfeedstheworld.html"><em>Who Really Feeds the World? The Failure of Agribusiness and the Promise of Agroecology</em></a>, Vandana Shiva menetapkan prinsip dan praktik yang dapat menawarkan beberapa solusi. Berkaca pada berbagai contoh dari seluruh dunia, termasuk
Gerakan <a href="https://www.navdanya.org/">Navdanya</a> yang berbasis di India (yang ia dirikan), Shiva menghadirkan agroekologi, tanah yang hidup, keanekaragaman hayati, dan pertanian skala kecil sebagai respons yang memperkuat kehidupan.</p>
<p>Petani berskala kecil di sebidang tanah kecil sudah menghasilkan 70% makanan dunia. Mereka benar-benar dapat memberi makan dunia.</p>
<p>Tantangannya kemudian – salah satu dari banyak yang ada – adalah bagaimana kita bisa menghidupkan prinsip-prinsip yang diadvokasi oleh <a href="https://humansandnature.org/vandana-shiva/">aktivis lingkungan yang telah memenangkan beberapa penghargaan</a>ini. Dalam konteks Australia, hal ini akan mencakup penanganan pendatang di masa kolonial yang kejam di mana sistem pertanian dan pangan Australia telah dibangun.</p>
<p><strong>Kristen Lyons</strong></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/stories-from-the-sky-astronomy-in-indigenous-knowledge-33140">Stories from the sky: astronomy in Indigenous knowledge</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>4. <em>Fresh Banana Leaves: Healing Indigenous Landscapes through Indigenous Science</em> – Jessica Hernandez (2022)</h2>
<figure class="align-left ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/463167/original/file-20220516-14-jnmy35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/463167/original/file-20220516-14-jnmy35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/463167/original/file-20220516-14-jnmy35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/463167/original/file-20220516-14-jnmy35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/463167/original/file-20220516-14-jnmy35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/463167/original/file-20220516-14-jnmy35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/463167/original/file-20220516-14-jnmy35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Api yang mengamuk, kekeringan yang parah, dan banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya menunjukkan kekuatan dan teror dari bencana iklim. Saat kita diingatkan akan ketergantungan kita pada ekosistem yang sehat, banyak dari kita mencari cara berbeda untuk terhubung kembali dengan dunia di sekitar kita.</p>
<p>Dalam buku<a href="https://www.penguin.com.au/books/fresh-banana-leaves-9781623176051">Fresh Banana Leaves</a>, Jessica Hernandez menawarkan kepada kita sebuah konsep “ekologi kincentric”, di mana hubungan abadi antara masyarakat adat dan tempat adalah saling bergantungan.</p>
<p>Dia berpendapat bahwa “kita tidak terpisah dari alam” dan bahwa “Masyarakat Adat memandang sumber daya alam dan lingkungan mereka sebagai bagian dari kerabat dan komunitas mereka”.</p>
<p>Buku Hernandez menunjukkan kekuatan ilmu pengetahuan adat (dan kepemimpinan masyarakat adat) dalam membantu membawa kita semua kembali ke hubungan baik dengan alam. Dengan melakukan itu, dia memberi kita gambaran tentang masa depan yang terdekolonisasi, adil, dan berkelanjutan.</p>
<p><strong>Erin O'Donnell</strong></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/engineers-have-built-machines-to-scrub-co-from-the-air-but-will-it-halt-climate-change-152975">Engineers have built machines to scrub CO₂ from the air. But will it halt climate change?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>5. <em>The Precipice</em> – Toby Ord (2020)</h2>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/463168/original/file-20220516-64792-yh8b8s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/463168/original/file-20220516-64792-yh8b8s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/463168/original/file-20220516-64792-yh8b8s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=906&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/463168/original/file-20220516-64792-yh8b8s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=906&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/463168/original/file-20220516-64792-yh8b8s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=906&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/463168/original/file-20220516-64792-yh8b8s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1139&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/463168/original/file-20220516-64792-yh8b8s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1139&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/463168/original/file-20220516-64792-yh8b8s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1139&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Di dalam bukunya <a href="https://theprecipice.com/"><em>The Precipice</em></a>, Toby Ord mempertimbangkan serangkaian “risiko eksistensial” yang dapat, dalam beberapa abad mendatang, membatasi potensi besar bagi perkembangan manusia dalam jangka panjang. Ini membuat saya sangat berharap tentang perubahan iklim karena tiga alasan.</p>
<p>Pertama, sementara mengakui bahwa perubahan iklim akan menyebabkan penderitaan besar, Ord hanya mengidentifikasi beberapa, skenario yang relatif tidak mungkin membuat umat manusia punah atau “terjebak” nyaris tidak bertahan hidup.</p>
<p>Kedua, ia mempertimbangkan berbagai risiko yang dihasilkan manusia dan alam yang menjadi perhatian yang lebih besar. Banyak dari risiko ini diperburuk oleh meningkatnya aksesibilitas teknologi canggih yang dulu hanya tersedia untuk kelompok elit, seperti teknologi <em>bio-engineering</em> dan kecerdasan buatan. Ini semua adalah risiko yang kita buat atau kita perlu bekerja sama untuk mengurangi dampaknya.</p>
<p>Ketiga, Ord membuat kasus yang meyakinkan bahwa kita memiliki banyak institusi, teknologi, dan alat kebijakan yang diperlukan untuk mengelola risiko eksistensial jangka panjang. Ada pekerjaan yang bisa kita semua lakukan sekarang untuk membantu. Perubahan iklim dapat memperburuk banyak risiko lainnya. Memecahkan masalah ini membutuhkan masalah yang lain pada saat yang sama.</p>
<p><em>The Precipice</em> meninggalkan seseorang dengan perasaan bahwa kita perlu menjadi manusia yang lebih baik untuk melewati abad-abad berikutnya, tetapi masa depan yang lebih cerah akan menanti kita. Jika kita mencapainya, kita akan pantas mendapatkannya, karena kita akan menggabungkan kekuatan dan kemakmuran kita dengan kedewasaan peradaban, kasih sayang, dan kebijaksanaan.</p>
<p><strong>Stefan Kaufman</strong></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/friday-essay-trees-have-many-stories-to-tell-is-this-our-last-chance-to-read-them-161428">Friday essay: trees have many stories to tell. Is this our last chance to read them?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>6. <em>Trees and Global Warming: The Role of Forests in Cooling and Warming the Atmosphere</em> – William J. Manning (2020)</h2>
<figure class="align-left zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/462590/original/file-20220511-20-9iv5pe.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462590/original/file-20220511-20-9iv5pe.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462590/original/file-20220511-20-9iv5pe.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=852&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462590/original/file-20220511-20-9iv5pe.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=852&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462590/original/file-20220511-20-9iv5pe.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=852&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462590/original/file-20220511-20-9iv5pe.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1070&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462590/original/file-20220511-20-9iv5pe.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1070&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462590/original/file-20220511-20-9iv5pe.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1070&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Saat iklim berubah dan Australia menghangat, pohon sering dilihat sebagai obat mujarab, tetapi, seperti yang selalu terjadi pada ekosistem, segalanya bisa menjadi rumit.</p>
<p>Seperti yang William J Manning katakan dalam buku <a href="https://www.cambridge.org/core/books/trees-and-global-warming/E09E2F9315E2621AD32987F0E778FEE4#fndtn-information"><em>Trees and Global Warming</em></a> pohon dapat menghangatkan sekaligus mendinginkan suasana. Warna daunnya (hijau terang atau gelap) mempengaruhi seberapa banyak radiasi yang diserap, ditransmisikan, dan dipantulkan, dan seberapa banyak mereka yang mendingin</p>
<p>Manning tidak melihat pohon dan hutan melalui kacamata optimis, tetapi melalui lensa ilmiah yang kuat. Pohon keluar sebagai pemenang dalam hal mengatasi perubahan iklim karena, dibudidayakan secara efektif, mereka dapat menaungi dan mendinginkan, mengurangi efek pulau panas perkotaan, menyerap karbon, dan banyak lagi.</p>
<p>Pohon adalah bagian penting, solusi hemat biaya dan berkelanjutan dari hidup dengan perubahan iklim. Kita harus melindungi pohon dan hutan yang kita miliki. Menanam lebih banyak pohon adalah bagian dari solusi cepat dan murah, menyediakan kota-kota yang lebih layak huni di seluruh benua kita.</p>
<p><strong>Greg Moore</strong></p>
<hr>
<p><em>Arina Apsarini dari Binus University menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/186708/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Euan G. Ritchie adalah Ketua Kelompok Kerja Media Masyarakat Ekologi Australia, Wakil Penyelenggara (Komunikasi dan Penjangkauan) untuk Jaringan Masyarakat dan Ilmu Pengetahuan Deakin, dan anggota Masyarakat Mamalia Australia.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Erin O'Donnell saat ini bekerja paruh waktu di pemerintah negara bagian Victoria. Dia menerima dana dari Federation of Victorian Traditional Owner Corporations dan Northern Land Council. Dia adalah anggota Dewan Birrarung, pengisi suara Sungai Birrarung/Yarra.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Kristen Lyons is affiliated with the Australian Greens.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Gregory Moore, Peter Christoff, dan Stefan Kaufman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kami meminta enam ahli untuk menominasikan buku-buku yang dapat membantu kami menghindari bencana lingkungan. Inilah yang mereka katakan.Euan Ritchie, Professor in Wildlife Ecology and Conservation, Centre for Integrative Ecology, School of Life & Environmental Sciences, Deakin UniversityErin O'Donnell, Early Career Academic Fellow, Centre for Resources, Energy and Environment Law, The University of MelbourneGregory Moore, Doctor of Botany, The University of MelbourneKristen Lyons, Professor, Environment and Development Sociology, The University of QueenslandPeter Christoff, Senior Research Fellow and Associate Professor, Melbourne Climate Futures initiative, The University of MelbourneStefan Kaufman, Senior Research Fellow, BehaviourWorks Australia, Monash Sustainable Development Institute, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1829432022-05-18T02:14:30Z2022-05-18T02:14:30ZAnalisis: petani terus ‘dicekoki’ pestisida sintetis sehingga kian rapuh hadapi perubahan iklim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/462653/original/file-20220512-15-bzoz4c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petani menyemprotkan cairan pestisida pada tanaman padi yang berusia 2,5 bulan, di Desa Branta Tinggi, Tlanakan, Pamekasan, Jawa Timur.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Saiful Bahri/Antara)</span></span></figcaption></figure><p>Petani termasuk kelompok yang rentan dalam menghadapi perubahan iklim. Sebagian besar petani skala kecil – terutama di negara-negara berkembang – <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17565529.2018.1442796">tidak dibekali dukungan kebijakan maupun insentif</a> yang memadai guna menopang aktivitasnya di tengah perubahan suhu bumi akibat kenaikan emisi gas rumah kaca. </p>
<p>Terkhusus di Indonesia, <a href="https://archive.aessweb.com/index.php/5005/article/view/4391/6755">penelitian saya</a> menunjukkan kapasitas adaptasi petani dalam menghadapi perubahan iklim sangatlah rendah karena minimnya sumber daya ekonomi dan terbatasnya akses pengetahuan. Kerentanan ini disebabkan oleh tingginya ketergantungan petani terhadap penggunaan pestisida sintetis sejak <a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/17/21/8119">revolusi hijau</a> –- gerakan global untuk menggenjot produktivitas pertanian melalui penggunaan teknologi – sejak tahun 1960-an.</p>
<p>Persoalan ini mesti diatasi karena perubahan iklim berisiko meningkatkan serangan hama. Akhirnya petani yang bergantung dengan pestisida sintetis terpaksa meningkatkan penggunaannya karena tak mau mengambil risiko kegagalan panen. </p>
<p>Padahal, penggunaan pestisida yang berlebihan dapat meningkatkan resistensi hama serta berdampak pada kualitas tanah serta komoditas pertanian yang ditanam.</p>
<h2>Dimabuk pestisida sintetis</h2>
<p>Saya melakukan penelitian seputar kondisi adaptasi petani di Indramayu selama 2017-2019. Indramayu merupakan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877705815033846">salah satu ‘lumbung padi’</a> yang memasok 60% total produksi beras di Jawa Barat.</p>
<p>Studi saya menemukan sebanyak 99% responden petani di Indramayu menggunakan lebih dari satu bahan aktif pestisida sintetis baik itu jenis insektisida (racun serangga) ataupun herbisida (pengendali gulma ataupun tanaman pengganggu) dengan frekuensi sebanyak 7 hingga 8 kali dalam satu musim tanam padi. Jika terjadi serangan hama yang masif di lahan sawah, penggunaan insektisida sintetis dapat mencapai 10 hingga 12 kali.</p>
<p>Sementara, saya mendapati hanya satu persen responden petani yang tidak menggunakan pestisida sintetis.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/produksi-beras-juga-bisa-beradaptasi-dengan-perubahan-iklim-syaratnya-riset-iklim-harus-diperbanyak-175737">Produksi beras juga bisa beradaptasi dengan perubahan iklim, syaratnya riset iklim harus diperbanyak</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Di Indramayu, petani bahkan memakai herbisida berbahan aktif glifosat dan parakuat yang telah dilarang di banyak negara seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0308521X21001608?via%3Dihub">Australia</a>, Uganda, <a href="https://www.env-health.org/campaigns/glyphosate-why-the-eu-needs-to-protect-health-ban-the-popular-weedkiller/">Uni Eropa,</a> <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33402828/">Kosta Rika,</a> dan <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/weed-science/article/abs/banning-of-herbicides-and-the-impact-on-agriculture-the-case-of-glyphosate-in-sri-lanka/E8EEC060B5130266AB1F4862922B5DDE">Sri Lanka</a>. Larangan ini <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/1547691X.2020.1804492">berbasis studi</a> yang menunjukkan bahwa glifosat memiliki zat beracun yang meninggalkan residu dan punya risiko terhadap kesehatan manusia maupun satwa. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=807&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=807&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=807&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1015&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1015&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462636/original/file-20220512-20-pm0lu1.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1015&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kemasan produk pestisida sintetis di lahan sawah (Dokumentasi penulis)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pemakaian pestsida sintetis ini berdampak besar pada keseimbangan ekosistem di Indramayu. Contohnya adalah <a href="https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/mimbaragribisnis/article/view/1639">resistensi hama</a> wereng batang coklat, wereng batang putih, dan tikus yang mengakibatkan <a href="http://www.radarcirebon.com/ratusan-hektare-tanaman-padi-terserang-opt.html/areal-pertanian-">kegagalan panen</a> ratusan hektare sawah di Indramayu. </p>
<p>Selain terkait produktivitas, penggunaan pestisida sintetis telah dianggap menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan (melalui upaya memanen padi sebanyak-banyaknya) bagi petani skala kecil. Umumnya, petani padi skala kecil <a href="https://archive.aessweb.com/index.php/5005/article/view/4391/6755">tidak memiliki aktivitas alternatif</a> yang dapat menopang pendapatannya.</p>
<p>Anggapan berbahaya tersebut juga ‘dilestarikan’ melalui promosi pestisida sintetis oleh para produsen. Bahkan beberapa korporasi memberi iming-iming hadiah paket perjalanan kepada petani apabila membeli produk pestisida dengan jumlah tertentu. </p>
<p>Serbuan promosi tak berhenti sampai di situ. Saya menemukan produsen pestisida sintetis juga bermitra dengan petugas penyuluh pertanian maupun kelompok tani untuk meraup konsumen dalam jumlah besar. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=633&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=633&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=633&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=795&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=795&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462638/original/file-20220512-16-arf332.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=795&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Spanduk produk pestisida sintetis di toko sarana produksi tani. (Dokumentasi penulis)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Alih-alih sejahtera, anggapan yang salah soal pestisida tersebut justru menambah kerentanan ekonomi petani skala kecil lantaran sebagian besar modal bertani dihabiskan untuk membeli pestisida sintetis. Petani juga sering harus berhutang untuk membeli pestisida sintetis dengan dalih ‘<em>sing penting selamat</em>’ (yang penting selamat) alias terhindar dari risiko gagal panen. </p>
<p>Para petani sebenarnya mengakui penggunaan pestisida sintetis dalam jangka panjang dan intensitas yang tinggi berdampak pada resistensi hama. Namun, penggunaan tersebut mau tak mau dilakukan karena ketiadaan insentif sebagai jaring pengaman?* bagi petani saat terjadi gagal panen. </p>
<p>Kondisi lainnya yang memaksa penggunaan pestisida terkait dengan benih. Sejauh ini petani memprioritaskan benih yang bisa cepat dipanen dan memiliki produktivitas tinggi. Sayangnya, benih ini rentan terhadap serangan hama wereng batang coklat. </p>
<p>Sebenarnya pemerintah menyediakan benih yang bisa diakses petani. Sayangnya, selain menghasilkan beras berkualitas buruk sehingga tak laku dijual, benih ini juga tidak tahan hama.</p>
<h2>Kembali ke sekolah</h2>
<p><a href="https://archive.aessweb.com/index.php/5005/article/view/4391/6755">Studi saya</a> menemukan kerentanan petani terjadi karena kekurangan pendampingan dari penyuluh pertanian maupun pemahaman terkait dampak-dampak perubahan iklim. Rendahnya tingkat pendidikan juga mempengaruhi akses petani terhadap pengetahuan. </p>
<p>Persoalan ini semestinya dapat diatasi secara cepat melalui gerakan penyuluhan pertanian oleh pemerintah. Gerakan yang digalakkan saat era Orde Baru ini melemah karena otoritas penyuluhan pertanian tak lagi menjadi perantara utama antara pemerintah dengan kelompok tani. Akibatnya, penyuluhan resiko penggunaan pestisida sintetis dan langkah antisipasi dampak penggunaan pestisida dalam jangka panjang kepada petani tidak berjalan optimal.</p>
<p>Pemerintah dapat memperkuat kembali gerakan penyuluhan pertanian hingga ke satuan administrasi terkecil seperti desa dan kelurahan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/petani-dan-nelayan-tak-bisa-menghadapi-pemanasan-global-sendirian-harus-berkelompok-168618">Petani dan nelayan tak bisa menghadapi pemanasan global sendirian, harus berkelompok</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Upaya lainnya adalah penggalakkan kembali Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang sempat sukses diberlakukan selama 1989-1999. Melalui program ini, petani dibekali informasi pengendalian hama terpadu (PHT) melalui penggunaan predator alami untuk mengusir hama. Dalam PPHT, petani masih dibolehkan menggunakan pestisida sintetis selama berada dalam jumlah yang aman.</p>
<p>Penyuluhan tersebut, berdasarkan <a href="https://theconversation.com/studi-ungkap-bagaimana-petani-indonesia-mampu-beradaptasi-hadapi-krisis-iklim-154980">studi yang saya lakukan</a>, efektif meningkatkan kemampuan adaptasi kolektif petani terhadap hama maupun perubahan iklim. Seorang petani alumni SLPHT juga menyaksikan lahannya yang tidak menggunakan pestisida sintetis menghasilkan hasil panen lebih besar dibandingkan lahan dengan pestisida sintetis.</p>
<p>Sejumlah studi di <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1016/j.njas.2020.100329">Malawi</a>, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1016/j.njas.2020.100329">Pakistan</a>, dan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s13412-017-0461-6">Jamaika</a> menunjukkan bahwa metode sekolah lapang petani terbukti efektif membangun ketahanan petani menghadapi perubahan iklim dan meningkatkan kemampuan petani mengolah lahan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=451&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/462651/original/file-20220512-26-arf332.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Peserta sekolah lapang para petani di Sumatra Utara.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Bitra.or.id)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun begitu, Prinsip PHT harus dianggap sebagai solusi sementara. Indonesia harus bertransisi dari praktik pertanian konvensional ke pengelolaan yang berkelanjutan, misalnya dengan menggalakkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3763/ijas.2010.0480">metode pertanian organik</a>.
Transisi juga mesti didukung pemberian insentif dan dukungan penyuluhan yang kuat sampai ke lapangan. </p>
<p>Pemerintah pun mesti merangsang aktivitas riset dan inovasi di bidang pertanian. Harapanya, rangsangan ini dapat memicu penemuan pengganti pestisida sintetis yang lebih efektif tapi tetap ramah lingkungan. Dukungan ini esensial agar ambisi ketahanan pangan dapat harmonis dengan kesejahteraan petani, kesehatan masyarakat dan kelestarian bumi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/182943/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ica Wulansari menerima dana dari Beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan)</span></em></p>Selain rentan terhadap perubahan iklim, pestisida tersebut justru menambah kerentanan ekonomi petani skala kecil lantaran sebagian besar modal bertani dihabiskan untuk membeli pestisida sintetis.Ica Wulansari, Lecturer of International Relations, Paramadina University Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1549802021-02-26T10:46:29Z2021-02-26T10:46:29ZStudi ungkap bagaimana petani Indonesia mampu beradaptasi hadapi krisis iklim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/385375/original/file-20210220-17-1ranfuv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=11%2C0%2C3982%2C2562&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para petani memiliki ketahanan sosial untuk menghadapi krisis iklim yang sedang terjadi. </span> <span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.</span></span></figcaption></figure><p>Perubahan iklim berdampak pada siapa saja, termasuk para petani. </p>
<p>Perubahan iklim yang sering mengakibatkan kekeringan dan banjir bisa menimbulkan <a href="http://puslitbang.bmkg.go.id/jmg/index.php/jmg/article/view/114">ancaman gagal panen</a> dan juga mengakibatkan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1878029616002371">penurunan produksi beras nasional</a>. </p>
<p>Beberapa kajian menunjukkan bahwa petani di berbagai belahan dunia, seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212096316300250?via%3Dihub">di India</a>, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212096316301164?via%3Dihub">Pakistan</a>, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212096317300712?via%3Dihub">Ghana</a> dan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212096317300402?via%3Dihub">negara-negara di Afrika Timur</a> tidak memiliki kemampuan melakukan adaptasi menghadapi perubahan iklim karena rendahnya sumber daya ekonomi dan terbatasnya pilihan baik berupa teknologi maupun infrastruktur. </p>
<p>Namun, berdasarkan hasil penelitian saya menunjukkan bahwa petani di kawasan Indramayu, Jawa Barat, mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim secara kolektif.</p>
<p>Sebagai negara yang sangat mengandalkan padi sebagai pangan pokok, survei ini penting untuk melihat ketahanan petani dalam beradaptasi atas dampak perubahan iklim yang sedang terjadi. </p>
<p>Apabila petani dapat membangun ketahanan secara mandiri, maka mereka dapat mencapai kesejahteraan dan berkontribusi positif terhadap keberlanjutan pasokan pangan nasional. </p>
<h2>Peran pemimpin, petani, dan tradisi adaptasi kolektif</h2>
<p>Kabupaten Indramayu merupakan lumbung beras terbesar di provinsi Jawa Barat karena menyumbang produksi beras sebesar <a href="https://jabar.bps.go.id/pressrelease/2018/11/01/682/luas-panen-dan-produksi-padi-di-jawa-barat-2018.html#:%7E:text=Dengan%20memperhitungkanpotensi%20sampai%20Desember%202018,Gabah%20Kering%20Giling%20(GKG)">1.391.928 ton pada tahun 2018</a>. </p>
<p>Namun, cuaca tidak menentu akibat perubahan iklim menjadi ancaman yang serius bagi petani lokal.</p>
<p>Dari hasil survei yang saya lakukan pada tahun 2019, setidaknya 70% dari 296 responden petani di Desa Nunuk menyatakan mereka tidak bisa lagi menentukan musim tanam. </p>
<p>Sebagai contoh, mereka sulit untuk menentukan awal musim tanam padi karena ketidakpastian terjadinya musim penghujan.</p>
<p>Selain itu, 58% petani menyatakan musim kekeringan semakin sering terjadi dan 69% mengakui bahwa musim penghujan semakin tidak menentu, baik waktu maupun intensitas. </p>
<p>Namun hasil survei saya juga menunjukkan bagaimana para petani desa Nunuk, Indramayu mampu beradaptasi terhadap ketidakpastian iklim melalui mekanisme partisipasi mereka dalam menentukan waktu tanam padi.</p>
<p>Di bawah kepemimpinan kepala desa, para petani lokal dapat menetapkan waktu tanam padi dengan menghitung siklus pertumbuhan hama dan mempertimbangkan informasi iklim dari ilmuwan.</p>
<p>Pengetahuan tentang hama ini didapatkan setelah mereka mengikuti program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Kabupaten Indramayu pada tahun 1994 hingga 1996. </p>
<p>SLPHT merupakan program nasional pemerintah pusat dengan bantuan teknis dari Badan Pangan Dunia (FAO), dan Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu sebagai pendamping para petani. Program ini digelar karena daerah tersebut <a href="https://www.mdpi.com/2075-4450/6/2/381">terkena serangan hama</a> secara masif pada tahun 1994 hingga 1995. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=800&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/385777/original/file-20210223-20-1016oq9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1005&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Petani desa Nunuk Kabupaten Indramayu tengah memanen padi pada September 2018.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ica Wulansari</span></span>
</figcaption>
</figure>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/386653/original/file-20210226-17-1arfdbw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Petani Kabupaten Indramayu menanam padi di lahan persemaian pada Desember 2018.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ica Wulansari</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sejak itu, komunitas petani di desa Nunuk secara konsisten menerapkan pengetahuan dari SLPHT tentang hama dan skenario dalam menentukan masa tanam padi. </p>
<p>Selain itu, mereka mendapatkan informasi terkait iklim dari <a href="https://wil.ui.ac.id">Warung Ilmiah Lapangan</a>, program yang digagas oleh ahli agro-metereologi Cornelius J. Stigter (Wageningen University di Belanda) dan antropolog Yunita T. Winarto (Universitas Indonesia), tahun 2008. </p>
<p>Program ini membentuk suatu jaringan petani dan ilmuwan yang membantu meningkatkan kapasitas petani dalam melakukan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13639811.2018.1502514">antisipasi terhadap perubahan iklim</a>.</p>
<p>Dalam kasus desa Nunuk, ilmuwan memberikan <a href="https://www.mdpi.com/2073-4433/4/3/237">informasi iklim</a> untuk membantu petani dalam menentukan awal masa tanam padi. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/385786/original/file-20210223-21-iji2y0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Lokasi lahan sawah yang menerapkan percepatan tanam padi di Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu. Foto diambil pada September 2018.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ica Wulansari</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Ketahanan sosial kolektif</h2>
<p>Umumnya, secara individu, petani tidak memiliki kemampuan adaptasi menghadapi perubahan iklim karena faktor ekonomi dan akses pengetahuan yang terbatas. </p>
<p>Namun, ketika mereka beralih kepada kemampuan belajar secara kolektif untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang praktis untuk meningkatkan keterampilan, misalnya <a href="https://www.springer.com/gp/book/9783319285894">mengikuti Warung Ilmiah Lapangan</a>, maka daya tahan mereka terhadap perubahan iklim meningkat. </p>
<p>Ketahanan sosial secara kolektif ini yang membuat petani mampu menghadapi perubahan iklim.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=448&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=448&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=448&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=563&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=563&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/386649/original/file-20210226-21-19akjoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=563&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Suasana Musyawarah Desa Nunuk dalam penentuan waktu tanam padi pada 13 November 2018.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ica Wulansari</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Berdasarkan penuturan para petani, kejadian gagal panen sudah jarang terjadi di daerah mereka. </p>
<p>Tahun 2016-17, mereka sempat mengalami gagal panen, tetapi ini disebabkan oleh petani di luar desa Nunuk yang melakukan percepatan tanam padi selama 3 kali dalam setahun.</p>
<p>Alhasil, hama wereng batang coklat juga menyerang lahan sawah mereka, dan seluruh kabupaten Indramayu. </p>
<p>Kebijakan tanam 3 kali dalam satu tahun adalah salah satu kebijakan nasional untuk meningkatkan produksi beras nasional sebanyak 1,7 juta ton setahun dengan luas areal 116 ribu hektar.</p>
<p>Modal <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264837718313759?via%3Dihub">kapital sosial</a> petani desa Nunuk yaitu partisipatif dalam tindakan kolektif juga mencegah kejadian gagal panen dan memperkuat adaptasi petani menghadapi perubahan iklim.</p>
<p>Ketahanan sosial merupakan suatu konsep yang menunjukkan bagaimana aktor-aktor sosial yang bergantung kepada sumber daya alam, seperti petani, dapat menciptakan pilihan adaptasi dari sumber daya komunitas.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/154980/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ica Wulansari menerima dana penelitian dari LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) sebagai penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia</span></em></p>Penelitian awal menunjukkan petani di Jawa Barat bisa bertahan menghadapi risiko perubahan iklim, seperti gagal panen akibat kekeringan dan serangan hama.Ica Wulansari, Mahasiswa S-3 Ilmu Sosiologi, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1504682020-11-20T02:41:16Z2020-11-20T02:41:16ZRiset: keluarga pekerja migran mengalami kesulitan akses kesehatan, keuangan selama pandemi<p>Sekitar <a href="https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/32529/Why-do-Indonesian-Men-and-Women-Choose-Undocumented-Migration-Exploring-Gender-Differences-in-Labor-Migration-Patterns.pdf?sequence=1&isAllowed=y">9 juta</a> warga Indonesia bekerja di luar negeri - lebih besar dari total populasi Provinsi <a href="https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/50/da_03/1">Sumatera Selatan atau Sulawesi Selatan</a>. Tahun lalu, para pekerja ini mengirim total uang lebih dari <a href="http://documents1.worldbank.org/curated/en/989721587512418006/pdf/COVID-19-Crisis-Through-a-Migration-Lens.pdf">US$ 11,7 miliar</a> atau lebih dari Rp 165 triliun ke Indonesia.</p>
<p>Namun, pandemi COVID-19 telah berdampak pada keluarga para pekerja yang mengandalkan kiriman uang tersebut.</p>
<p>Tahun ini, Bank Dunia memperkirakan kiriman uang pekerja migran Asia akan <a href="http://documents1.worldbank.org/curated/en/989721587512418006/pdf/COVID-19-Crisis-Through-a-Migration-Lens.pdf">turun 13%</a> akibat pandemi. Mengikuti prediksi ini, maka penurunan ini akan berjumlah sekitar Rp 12,6 triliun di Indonesia. Sebelum pandemi, jumlah kiriman uang pekerja migran Indonesia juga sudah menurun.</p>
<p>Kami meneliti dampak pandemi pada para keluarga pekerja migran. Kami menemukan bahwa sebagian besar kehilangan penghasilan dan memiliki akses terbatas pada layanan kesehatan terkait pandemi.</p>
<h2>Akses terbatas ke layanan kesehatan</h2>
<p>Kami mensurvei 605 rumah tangga (dengan 1.926 anggota keluarga) di Desa Sukowilangun di Malang, Jawa Timur. Jawa Timur adalah provinsi dengan jumlah pekerja migran <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/30/jawa-timur-kirim-pekerja-migran-terbanyak-ke-luar-negeri">terbanyak</a> di Indonesia.</p>
<p>Survei ini adalah bagian dari proyek riset yang didanai oleh United Kingdom Research and Innovation (UKRI) Grant.</p>
<p>Seperti halnya penduduk pedesaan di seluruh Indonesia, para responden kami pada umumnya hidup dengan tempat tinggal dan sarana yang cukup, walau dari segi pemasukan, mereka tergolong miskin.</p>
<p>Sebagian besar (53%) anggota keluarga yang mengalami gejala-gejala serupa dengan COVID-19 mengatakan bahwa mereka tidak melakukan tes walau memiliki jaminan kesehatan.</p>
<p>Sebanyak 61% keluarga mengatakan terdaftar di BPJS Kesehatan. Dalam skema BPJS Kesehatan, anggota membayar premi bulanan Rp 42 ribu per orang atau Rp 200 ribu per keluarga beranggotakan empat orang.</p>
<iframe title="" aria-label="chart" id="datawrapper-chart-s1cz5" src="https://datawrapper.dwcdn.net/s1cz5/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="405"></iframe>
<p>Hanya 6% keluarga bergejala yang melakukan tes.</p>
<p>Rendahnya tes pada keluarga pekerja migran sesuai dengan situasi layanan kesehatan selama pandemi di Indonesia.</p>
<p>Selama pandemi, jumlah orang yang terinfeksi dan mengalami gejala COVID-19 sangat rendah. Lebih dari 70% kasus positif COVID dikategorikan sebagai <a href="https://en.tempo.co/read/1359257/task-force-70-of-indonesia-covid-19-infections-are-asymptomatic">tanpa gejala</a>.</p>
<p>Pemerintah hanya memberikan rujukan layanan kesehatan dan tes gratis pada mereka yang menderita gejala lebih dari satu minggu atau <a href="https://tirto.id/tes-corona-covid-19-harus-gratis-sebagai-bukti-pemerintah-hadir-eGdk">berdasarkan surat dokter</a>. Persentase tes di Indonesia hanya sekitar <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/?utm_campaign=homeAdvegas1?">18.600 per 1 juta penduduk</a>.</p>
<p>Tes, pelacakan, dan perawatan oleh pemerintah selama pandemi tidak dilakukan secara ekstensif di pedesaan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-pandemi-covid-19-menghapus-2-3-juta-peluang-lapangan-pekerjaan-147197">Riset: pandemi COVID-19 menghapus 2,3 juta peluang lapangan pekerjaan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Hilang pemasukan dan pekerjaan</h2>
<p>Responden kami melaporkan penurunan pemasukan secara signifikan dalam segala jenis pekerjaan tapi terutama dalam pekerjaan di sektor domestik seperti buruh tani, penjaga toko, pekerja harian di sektor informal, dan pekerja serabutan. Banyak orang sudah kehilangan pekerjaan.</p>
<p>Pembatasan berskala besar yang diterapkan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus menjadi sebab hilangnya pemasukan dan pekerjaan.</p>
<p>Responden yang pekerja di sektor manufaktur, perdagangan dan jasa juga mengalami penurunan pemasukan dan risiko kehilangan pekerjaan.</p>
<p>Responden yang memiliki lahan pertanian sendiri paling tidak terdampak pandemi. Hanya 3% dari mereka yang mengatakan mengalami penurunan pemasukan dan kehilangan pekerjaan.</p>
<iframe title="" aria-label="Grouped Bars" id="datawrapper-chart-qnR4o" src="https://datawrapper.dwcdn.net/qnR4o/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="287"></iframe>
<p>Responden melaporkan penurunan kiriman uang dari sanak keluarga pekerja migran selama pandemi. Sebagian tidak menerima uang sama sekali, sebagian menerima setengah, dan sebagian menerima lebih sedikit dari biasanya.</p>
<p>Para keluarga menggunakan kiriman uang dari pekerja migran sebagian besar untuk konsumsi, untuk makan sehari-hari, pendidikan anak, dan perawatan kesehatan orang yang lanjut usia.</p>
<p>Sedikit yang menggunakan uang kiriman untuk membeli lahan pertanian karena menurut mereka itu bukanlah investasi yang menguntungkan.</p>
<p>Menurut mereka, pertanian kurang menguntungkan ketimbang usaha kecil atau aktivitas produksi lain yang dapat menghasilkan lebih cepat, misalnya membeli mobil untuk angkutan barang, membuka bengkel sepeda motor, dan usaha kecil lainnya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/minimnya-perlindungan-bagi-pekerja-migran-indonesia-di-sektor-domestik-bagaimana-akademisi-hukum-dapat-membantu-114296">Minimnya perlindungan bagi pekerja migran Indonesia di sektor domestik: Bagaimana akademisi hukum dapat membantu?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kekhawatiran pada pekerja migran</h2>
<p>Seiring mereka mengalami kesulitan di Tanah Air, para keluarga ini juga mengkhawatirkan sanak keluarga mereka yang bekerja di luar negeri.</p>
<iframe title="" aria-label="chart" id="datawrapper-chart-uXFMc" src="https://datawrapper.dwcdn.net/uXFMc/1/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="525"></iframe>
<p>Banyak (41%) yang khawatir para pekerja tidak bisa pulang karena perbatasan internasional ditutup.</p>
<p>Sebagian juga mengungkapkan kekhawatiran keamanan terkait ketidakjelasan proses bagi pekerja yang ingin pulang atau terkait situasi negara tempat mereka bekerja.</p>
<p>Mereka juga khawatir para pekerja dapat terinfeksi virus atau kehilangan pekerjaan.</p>
<p>Hong Kong dan Singapura adalah tujuan utama bagi pekerja migran perempuan Indonesia untuk bekerja di sektor domestik, terutama sebagai pekerja rumah tangga. Pekerja migran lain bekerja di bidang serupa di Taiwan, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.</p>
<p>Pekerja migran di sektor domestik memiliki risiko lebih tinggi terdampak pandemi, terutama di Singapura dan Hong Kong.</p>
<p>Singapura, yang sempat dipuji karena respons yang baik terhadap virus, menghadapi masalah saat infeksi menyebar di antara <a href="https://theconversation.com/this-is-why-singapores-coronavirus-cases-are-growing-a-look-inside-the-dismal-living-conditions-of-migrant-workers-136959">pekerja asing yang termarjinalkan</a>.</p>
<p>Kami melihat ada masalah terkait informasi yang tersedia pada para pekerja migran tidaklah memadai, misalnya informasi apa yang perlu mereka lakukan untuk pulang ke Tanah Air dengan aman. Komunikasi yang buruk ini menyebabkan kebingungan, yang pada akhirnya dirasakan pula oleh keluarga mereka di rumah.</p>
<p>Keluarga pekerja migran mendesak pemerintah menyediakan informasi dan mengkomunikasikan langkah-langkah penting dalam situasi darurat pada pekerja migran.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/perawat-migran-indonesia-di-jepang-gajinya-tinggi-apakah-mereka-bahagia-90841">Perawat migran Indonesia di Jepang gajinya tinggi, apakah mereka bahagia?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Yang perlu dilakukan pemerintah</h2>
<p>Keluarga mencemaskan keamanan dan perlindungan keluarga mereka yang bekerja di luar negeri.</p>
<p>Pemerintah Indonesia dan negara-negara tujuan pekerja perlu meningkatkan kepastian perlindungan dan hukum bagi pekerja migran, membantu mengatur transportasi, dan menyediakan jaringan pusat-pusat krisis selama pandemi. </p>
<p>Pemerintah juga harus membantu para keluarga di Tanah Air untuk mengelola uang kiriman agar memiliki ketahanan finansial.</p>
<p>Banyak keluarga menggunakan uang kiriman untuk konsumsi dan membuka usaha yang keberlanjutannya rendah. Penelitian kami menemukan bahwa keluarga migran yang bekerja di sektor pertanian memiliki ketahanan yang lebih baik selama pandemi.</p>
<p>Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, memiliki peran penting untuk memastikan keluarga pekerja migran menggunakan uang kiriman untuk mendorong pemasukan dari pertanian, misalnya lewat komoditas pertanian lokal yang bernilai tinggi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/150468/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>M Faishal Aminuddin menerima dana dari United Kingdom of Research and Innovation (UKRI) via University of Portsmouth</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Saseendran Pallikadavath menerima dana dari United Kingdom of Research and Innovation (UKRI) via University of Portsmouth</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Dr. Sujarwoto dan Keppi Sukesi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Keluarga pekerja migran sulit mengakses layanan kesehatan dan kehilangan penghasilan selama pandemiM Faishal Aminuddin, Assistant Professor, Department of Political Science, Universitas BrawijayaSaseendran Pallikadavath, Professor of Demography and Global Health, University of PortsmouthLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1465852020-09-24T07:23:44Z2020-09-24T07:23:44ZEnam dekade UU Pokok Agraria: reformasi pertanahan masih jalan di tempat, ancaman menghadang di depan<p>Pada 24 September 2020, <a href="https://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/Undang-Undang-RI-nomor-5-Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-Dasar-Agraria.pdf">Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria</a> (UUPA) genap berusia 60 tahun.</p>
<p>Produk hukum yang dikeluarkan presiden Sukarno ini telah melalui perjalanan amat panjang di jagat hukum pertanahan Indonesia. </p>
<p>Saat UU itu dikeluarkan, <a href="https://spi.or.id/merealisasikan-semangat-keadilan-sosial-dalam-uupa-1960/">semua kalangan</a> seperti masyarakat adat, para petani, termasuk para pengusaha, menyatakan bawah bahwa UUPA merupakan jawaban dari perlawanan terhadap kolonialisme atas penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia. </p>
<p>Di samping sebagai pijakan dasar pertanahan nasional, saat itu pemerintah melalui UUPA ingin meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. </p>
<p>Semangat UUPA adalah membangun peradaban dan kedaulatan negara terhadap hak atas tanah. </p>
<p>UUPA bersandar pada Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengamanatkan penguasaan negara terhadap bumi, air, dan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat. </p>
<p>Enam dekade UUPA adalah momen refleksi. </p>
<p>Setelah puluhan tahun berjalan, reforma agraria yang diniatkan lewat UUPA masih belum mencapai tujuan akhirnya. Ke depan, masih ada ancaman-ancaman yang menghambat reforma agraria.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/logika-sektoral-dan-pasar-menjadi-masalah-utama-dalam-pelaksanaan-reforma-agraria-di-indonesia-135645">Logika sektoral dan pasar menjadi masalah utama dalam pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Belum mencapai hasil</h2>
<p>Dalam setiap rezim pemerintahan yang berkuasa, frasa “kebijakan reforma agraria” selalu ada dalam pernyataan visi, misi maupun program kerja. </p>
<p>Faktanya, kebijakan-kebijakan dan politik hukum yang dikeluarkan tidak senafas dengan reforma agraria. </p>
<p>Maria S.W. Sumardjono, begawan hukum agraria dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pernah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2010/09/24/03504295/twitter.com?page=all">menyebutkan</a> bahwa UUPA memiliki kekurangan-kekurangan secara isi dan belum mampu mengatasi pelbagai persoalan yang menyangkut konflik pertanahan di Indonesia. </p>
<p>Ia mengatakan bahwa kekurangan itu seharusnya dilengkapi di tahun-tahun berikutnya. </p>
<p>Namun pada masa Orde Baru di 1970-an, muncul pelbagai UU sektoral seperti UU kehutanan, pertambangan, minyak dan gas bumi, dan pengairan yang berorientasi pada pembangunan ekonomi. </p>
<p>Berbagai UU itu mereduksi UUPA sebagai UU yang mengatur pertanahan semata, dan mengesampingkan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum reforma agraria.</p>
<p>Ketentuan-ketentuan dalam UU sektoral tersebut tidak disandarkan pada aturan UUPA dan konsitusi bahkan melenceng dari prinsip-prinsip keadilan agraria.</p>
<p>Setelah Orde Baru jatuh pada 1998, era Reformasi ternyata juga tidak membawa perubahan berarti dalam reforma agraria. </p>
<p>Produk-produk hukum yang ditetapkan dan direncanakan dalam bidang agraria dan sumber daya alam masih mengabaikan keberpihakan terhadap masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam, perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik sebagaimana amanat UUPA. </p>
<p>Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.</p>
<p>Misalnya, awal tahun ini DPR mengesahkan <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20200512/44/1239644/dpr-sahkan-ruu-minerba-resmi-menjadi-undang-undang-">perubahan UU Mineral dan Batubara</a> (Minerba), <a href="https://nasional.tempo.co/read/1250545/ruu-sumber-daya-air-disahkan-walhi-swastanisasi-terselubung/full&view=ok">menghidupkan kembali</a> UU Sumber Daya Air yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015 silam, hingga merencanakan mengatur soal agraria dalam pembentukan rancangan omnibus law Cipta Kerja. </p>
<p>Itu semua merupakan upaya yang semata-mata mementingkan kepentingan ekonomi dan investasi namun mengabaikan prinsip-prinsip utama keadilan reforma agraria seperti tanah sebagai alat sosial, tanah bukan sebagai komoditas komersial, dan tanah untuk mereka yang benar-benar bekerja di atasnya. </p>
<h2>Ancaman di depan</h2>
<p>Kini setidaknya terdapat tiga titik api paling berbahaya yang mengancam masa depan UUPA dan reforma agraria. </p>
<p><em>Pertama</em>, wacana untuk mengundangkan berbagai pengaturan pertanahan dalam rancangan UU (RUU) Cipta Kerja. </p>
<p>Banyak sekali ketentuan dalam RUU tersebut yang berseberangan dengan prinsip-prinsip keadilan agraria. </p>
<p>Selama ini investor dan sebagian birokrat menganggap bahwa kesulitan memperoleh tanah merupakan salah satu <a href="http://kpa.or.id/media/baca2/siaran_pers/150/Atas_Nama_Pengadaan_Tanah_Untuk_Kemudahan_Investasi__Omnibus_Law_Cipta_Kerja_Bahayakan_Petani_dan_Masyarakat_Adat/">hambatan untuk berinvestasi</a>.</p>
<p>Lewat UU sapu jagat itu, ketentuan yang menyangkut pertanahan dan sumber daya alam diutak-atik dan diterobos tanpa mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lingkungan. </p>
<p>Misalnya, ada ketentuan tentang penghapusan kewajiban perkebunan mengusahakan lahan perkebunan dan sanksi bagi perusahaan yang tak menjalankan kewajiban. </p>
<p>Begitu juga ada ketentuan tentang pembentukan bank tanah sebagai upaya akselerasi proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur yang berdalih untuk kepentingan reforma agraria. </p>
<p>Kemudahan-kemudahan perizinan pertanahan atas nama pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur akan menyuburkan praktik-praktik makelar dan spekulan tanah.</p>
<p><em>Kedua</em>, semakin menjamurnya aturan sektoral atau peraturan perundang-undangan di bidang agraria pasca UUPA, yang berseberangan dengan nilai-nilai konstitusional dan HAM. </p>
<p>Akhir-akhir ini rakyat terus dihadapkan dengan kejutan-kejutan produk hukum serba instan yang tidak memihak pada kepentingan publik, tak terkecuali produk hukum di bidang agraria dan SDA. </p>
<p>Misalnya, UU Minerba yang baru memberikan kemudahan-kemudahan perizinan yang diberikan kepada taipan tambang sehingga memudarkan prinsip-prinsip kepastian hukum dan keadilan agraria. </p>
<iframe style="height:700px; width:100%; border: none;" src="https://databoks.katadata.co.id/datapublishembed/115547/di-sektor-mana-konflik-agraria-paling-besar-terjadi" width="100%" height="400"></iframe>
<p><em>Ketiga</em>, belum ada upaya serius dari pemerintah untuk mengatasi letusan konflik agraria yang semakin meningkat tiap tahunnya. </p>
<p>Konsorsium Pembaruan Agraria, sebuah organisasi yang menyoroti kasus-kasus konflik lahan, <a href="https://www.krjogja.com/peristiwa/nasional/279-konflik-agraria-terjadi-di-indonesia-selama-2019/">mencatat pada 2019</a> terdapat 279 letusan konflik agraria dengan melibatkan 420 desa di berbagai provinsi. </p>
<p>Konflik agraria adalah penyebab terjadinya kerusakan lingkungan yang berujung pada terpinggirkannya hak-hak konstitusional masyarakat, terutama masyarakat adat.</p>
<p>Berdasarkan ketiga ancaman di atas, maka pilihan hukum paling ideal adalah pemerintah dan DPR menyusun kembali secara hati-hati cetak biru kebijakan pertanahan atau agraria berdasarkan perkembangan hukum dan masyarakat. </p>
<p>Cetak biru tersebut dapat berupa pembaruan-pembaruan kebijakan agraria dan sumber daya alam berdasarkan perkembangan yang menerjemahkan cita-cita keadilan agraria. </p>
<p>Cita-cita keadilan agraria tentu saja berkaitan dengan kepastian hukum kepemilikan tanah, pencegahan krisis ekologi, penyelesaian konflik, pengurangan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.</p>
<p>Kebijakan tersebut harus menggambarkan apa yang menjadi visi, misi, tujuan, program, dan skala prioritas dalam reformasi pengaturan agraria. </p>
<p>Jika pemerintah dan DPR tidak melangkah ke arah itu, spirit UUPA untuk menyerasikan antara tujuan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan melalui reforma agraria akan semakin sulit terwujud; momen 60 tahun UUPA tidak akan berarti apa-apa.</p>
<hr>
<p><em>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/146585/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Beni Kurnia Illahi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pengaturan pertahanan di RUU Cipta Kerja, bermacam UU sektoral, dan ketidakseriusan pemerintah mengatasi konflik menjadi ancaman di depan.Beni Kurnia Illahi, Dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Universitas BengkuluLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1350412020-04-18T05:19:04Z2020-04-18T05:19:04ZSemakin banyak kita membabat hutan, semakin tinggi risiko muncul penyakit baru bagi manusia<p>Saat virus corona mulai mewabah di Wuhan, Cina, akhir tahun 2019, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa <a href="https://news.mongabay.com/2020/03/conservationists-set-the-record-straight-on-covid-19s-wildlife-links/">distribusi satwa liar dalam jalur perdagangan ilegal</a> menjadi salah satu penyebab kemunculannya. </p>
<p>Namun, kemunculan wabah adalah proses yang kompleks.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/saat-kita-sibuk-menghadapi-wabah-covid-19-bumi-bisa-saja-menghadapi-kepunahan-massal-berikutnya-136190">Saat kita sibuk menghadapi wabah COVID-19, Bumi bisa saja menghadapi kepunahan massal berikutnya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sebagai peneliti dalam bidang biologi konservasi, kami menganalisis hubungan munculnya <em>emerging diseases</em>, atau penyakit baru <a href="https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pegari">pegari</a>, seperti COVID-19, bagi manusia dengan pengelolaan satwa dan habitat yang tidak benar. </p>
<p>Penyakit baru pegari hampir selalu bermula dari perambahan habitat dan praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan yang dilakukan oleh manusia.</p>
<p><a href="https://www.pnas.org/content/110/21/8399">Kajian yang dilakukan terhadap penyakit baru pegari yang muncul pada 2010-2011 di seluruh dunia</a> menemukan bahwa peternakan dengan populasi hewan yang terlalu padat atau daerah yang mengalami aktivitas pembangunan yang tidak ramah lingkungan kerap berujung kepada penyebaran penyakit.</p>
<h2>Pembangunan tidak ramah lingkungan dapat memunculkan penyakit baru</h2>
<p><a href="https://news.stanford.edu/2020/04/08/understanding-spread-disease-animals-human/">Penelitian terbaru dari Stanford University, Amerika Serikat</a> menemukan bahwa berkurangnya luasan hutan di Uganda berisiko <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10980-020-00995-w">meningkatkan interaksi manusia dengan primata liar</a>, meningkatkan risiko kontak manusia dengan virus yang ada pada primata liar tersebut.</p>
<p>Beberapa wabah penyakit zoonosis, penyakit yang ditularkan melalui satwa liar, tercatat terjadi di Uganda, seperti virus <a href="https://www.who.int/csr/don/13-june-2019-ebola-uganda/en/">Ebola</a> dan virus <a href="https://www.who.int/csr/don/25-october-2017-marburg-uganda/en/">Marburg</a>. Kedua virus ini dapat menginfeksi baik manusia maupun kera, menyebabkan pengidapnya mengalami <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1198743X14613744">demam yang diikuti oleh pendarahan dalam</a>.</p>
<p>Singkatnya, semakin banyak manusia membabat hutan untuk bertani atau membangun infrastruktur, semakin tinggi risiko manusia berinteraksi dengan hewan yang membawa virus.</p>
<p>Analisis terhadap kemunculan penyakit baru pegari di seluruh dunia dari tahun 1940 hingga 2004 juga sudah menunjukkan adanya <a href="https://www.nature.com/articles/nature06536">kecenderungan penyakit baru pegari di daerah dengan kepadatan manusia yang tinggi</a>.</p>
<p>Area padat permukiman manusia dan pembukaan lahan belakangan diketahui turut bertanggung jawab terhadap insiden luapan infeksi <a href="https://www.nature.com/articles/srep41613">virus Ebola di Afrika</a> dan <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-017-08065-z">virus Hendra di Australia</a>. </p>
<p>Selain praktik pengelolaan lahan yang tidak ramah lingkungan, manajemen satwa liar juga memiliki andil terhadap munculnya penyakit baru pegari.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-mengelola-hutan-alam-lebih-menguntungkan-dibanding-perkebunan-kelapa-sawit-134042">Riset: mengelola hutan alam lebih menguntungkan dibanding perkebunan kelapa sawit</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Umumnya, organisme patogen yang dibawa oleh satu spesies tertentu dan meloncat ke spesies lain tidak akan langsung menimbulkan penyakit baru pegari. Kemunculan penyakit baru pegari sangat bergantung kepada kecocokan organisme patogen dengan inang baru dan <a href="https://theconversation.com/coronavirus-where-do-new-viruses-come-from-136105">kesempatannya menyebar ke banyak individu dari inang tersebut</a>. </p>
<p>Peluang organisme patogen untuk menyebabkan penyakit baru pegari akan semakin tinggi jika inang asalnya mengalami stres berlebih. Ketika hewan mengalami stres berlebih, <a href="https://was-research.org/paper/parasite-load-disease-wild-animals/">sistem imun akan melemah sehingga meningkatkan jumlah patogen yang dia bawa</a>. </p>
<p><a href="https://theconversation.com/coronavirus-live-animals-are-stressed-in-wet-markets-and-stressed-animals-are-more-likely-to-carry-diseases-135479">Stres pada hewan liar</a> bisa terjadi karena pengelolaan hewan yang tidak benar.</p>
<p>Kesalahan kelola bisa berupa penempatan hewan dalam kondisi yang tidak nyaman dalam pasar, transportasi yang tidak higienis dalam jalur perdagangan, atau polusi dari perluasan pemukiman ke habitat mereka.</p>
<h2>Membasmi satwa liar bukan cara yang tepat</h2>
<p>Cara manusia mengendalikan penularan penyakit pegari dengan memusnahkan satwa liar pembawa virus bisa berisiko mengganggu struktur populasi. </p>
<p>Ketika <em>badger</em> (sejenis luak Eropa) di Inggris diketahui membawa bakteri tuberkulosis yang sama dengan yang ada di sapi, sekelompok peneliti setempat menguji <a href="https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/20081107201935/http://www.defra.gov.uk/animalh/tb/abouttb/badgers.htm">apakah membasmi <em>badger</em> dapat mengurangi persebaran penyakit tuberkulosis</a> pada hewan-hewan ternak.</p>
<p>Hasilnya, ketika satu atau lebih anggota kelompok <em>badger</em> mati, maka struktur sosial mereka berubah dengan berpindah dari satu kelompok ke kelompok lain. Pergerakan individu semacam ini justru <a href="https://www.nature.com/articles/nature02192">meningkatkan laju infeksi penyakit</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/328422/original/file-20200416-192703-h2dtz5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/328422/original/file-20200416-192703-h2dtz5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/328422/original/file-20200416-192703-h2dtz5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/328422/original/file-20200416-192703-h2dtz5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/328422/original/file-20200416-192703-h2dtz5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/328422/original/file-20200416-192703-h2dtz5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/328422/original/file-20200416-192703-h2dtz5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"><em>Badger</em> atau sejenis luak di Eropa menjadi sasaran manusia untuk pengendalian tuberkulosis.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/10/Badger-badger.jpg">wikipedia commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Karena itu, <a href="https://www.kotasubang.com/17992/terkait-corona-bupati-subang-himbau-masyarakat-basmi-kelelawar-di-lingkungannya">imbauan Bupati Subang, Jawa Barat</a> kepada masyarakat untuk membasmi kelelawar mungkin ide yang buruk.</p>
<p>Sebagai perbandingan, pembasmian kelelawar di Amerika Latin <a href="https://royalsocietypublishing.org/doi/full/10.1098/rspb.2012.0538">tidak terbukti mengurangi insiden rabies</a> dan di Uganda justru <a href="https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/20/10/14-0696_article">memunculkan kembali virus Marburg</a>.</p>
<p>Sebagaimana yang terjadi pada para <em>badger</em>, <a href="https://royalsocietypublishing.org/doi/full/10.1098/rspb.2011.0522">gangguan terhadap struktur populasi kelelawar dapat memperparah insiden wabah</a>.</p>
<p>Menghentikan penyebaran penyakit baru dengan memusnahkan spesies tidak menyelesaikan masalah karena malah akan menyebabkan ketidakseimbangan alam. Karena itu, manusia harus paham bahwa perubahan dan pengelolaan ekosistem akan berdampak pada kesehatan manusia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/jangan-salahkan-kelelawar-atas-merebaknya-coronavirus-135204">Jangan salahkan kelelawar atas merebaknya coronavirus</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kesehatan ekosistem berarti kesehatan manusia</h2>
<p>Kesadaran untuk memandang kesehatan manusia dan alam sekitarnya sebagai satu kesatuan sesungguhnya <a href="https://academic.oup.com/ilarjournal/article/51/3/193/678647">sudah ada sejak awal abad ke-19</a>.</p>
<p>Konsep kesatuan ini sekarang dikenal sebagai <a href="https://www.who.int/features/qa/one-health/en/"><em>One Health</em></a>, atau pendekatan lintas disiplin untuk mencapai kesehatan yang optimal bagi manusia, hewan, dan lingkungan atau ekosistem.</p>
<p><em>One Health</em> muncul kembali pada awal tahun 2000-an <a href="https://www.who.int/bulletin/volumes/89/12/11-031211/en/">ketika dunia berhadapan dengan wabah SARS yang berasal dari satwa liar</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/328426/original/file-20200416-192725-x068mr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/328426/original/file-20200416-192725-x068mr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=574&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/328426/original/file-20200416-192725-x068mr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=574&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/328426/original/file-20200416-192725-x068mr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=574&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/328426/original/file-20200416-192725-x068mr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=721&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/328426/original/file-20200416-192725-x068mr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=721&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/328426/original/file-20200416-192725-x068mr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=721&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">wikimedia commons</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Praktisi <em>One Health</em> Indonesia dinaungi Indohun (<em>Indonesia One Health University Network</em>) dan <a href="https://indohun.org/news/collaboration-between-indonesia-and-the-united-states-in-increasing-the-capacity-in-managing-threats-of-emerging-infectious-diseases-and-pandemic-in-indonesia/">berkolaborasi dengan USAID</a> untuk mengembangkan pangkalan data untuk mendeteksi penyakit baru pegari yang disebabkan oleh virus dari hewan (<em>zoonosis</em>), <a href="https://ohi.vetmed.ucdavis.edu/programs-projects/predict-project">PREDICT</a>.</p>
<p>Penerapan <em>One Health</em> dalam pemerintahan Indonesia sendiri masih sangat baru. Sejak <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2016/09/22/indonesia-welcomes-one-health-concept.html">diadopsi pada tahun 2016</a>, penerapannya masih <a href="https://ghsaindonesia.files.wordpress.com/2016/03/1-3-kemenko-pmk-pendekatan-one-health.pdf">terbatas kepada penyakit-penyakit <em>zoonosis</em> dalam hewan domestik dan pertanian</a>. Selain itu, sistem berbagi informasi terkait penyakit baru pegari secara nasional <a href="http://rri.co.id/post/berita/783913/info_publik/deteksi_infeksi_baru_lewat_pendekatan_one_health.html">baru akan diuji coba di empat kabupaten percontohan</a>.</p>
<p>Mengingat penyakit baru pegari kerap muncul bersama perusakan habitat, kami menyarankan mengintegrasikan pendekatan <em>One Health</em> ke dalam kebijakan lingkungan, misalnya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), hingga pemberian izin usaha dan pembukaan lahan. </p>
<p>Selengkap apapun sistem pengawasan kita, semaju apapun ilmu pengetahuan dalam memetakan risiko, dan sebanyak apapun informasi yang kita punya, jika pemerintah <a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2020/04/08/jokowi-vs-the-scientists.html">masih menganaktirikan proses ilmiah</a> dan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1314243/peneliti-eijkman-sebut-ada-ego-sektoral-di-indonesia-soal-corona">mengutamakan ego sektoral</a>, kita tidak akan ke mana-mana.</p>
<hr>
<p><em>drh. Irhamna Putri Rahmawati, M.Sc., penasihat bidang konservasi di Wildlife Rescue Centre Jogja - Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta, turut berkontribusi terhadap penulisan artikel ini.</em> </p>
<hr>
<p>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/135041/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sabhrina Aninta menerima dana dari Queen Mary University of London untuk menyelesaikan studi doktoralnya. Ia terafiliasi dengan Tambora Muda Indonesia, perkumpulan konservasionis muda Indonesia. </span></em></p>Mengingat kemunculan wabah melibatkan interaksi berbagai elemen alam, kebijakan yang memungkinkan integrasi berbagai sektor diperlukan untuk menjaga kesehatan masyarakat dan alam.Sabhrina Gita Aninta, Postgraduate Research Student, Queen Mary University of LondonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1310392020-03-08T02:29:15Z2020-03-08T02:29:15ZMarginalisasi perempuan di sektor pertanian Jawa Timur didorong pengaruh aspek budaya dan psikologis<p><em>Artikel ini diterbitkan untuk memperingati Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada tanggal 8 Maret.</em></p>
<hr>
<p>Banyak <a href="http://www.zenithresearch.org.in/images/stories/pdf/2011/Oct/ZIJBEMR/4.zibemr_vol-1_issue-1.pdf">penelitian</a> mengakui kontribusi vital perempuan dalam sektor pertanian khususnya di negara berkembang. </p>
<p>Namun, tidak sedikit <a href="http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.865.1046&rep=rep1&type=pdf">penelitian</a> yang mengungkapkan diskriminasi dan marginalisasi terhadap perempuan di sektor tersebut baik di negara berkembang maupun di negara maju sekalipun. </p>
<p><a href="https://www.corteva.com/resources/media-center/women-in-agriculture-say-barriers-to-equality-persist.html">Riset global dari Coteva AgriscienceTM</a>, platform berbasis website yang menghubungkan konsumen dengan informasi seputar pertanian, menunjukkan bahwa diskriminasi gender di pertanian masih ditemukan di 17 negara di seluruh dunia dengan rentang 78% perempuan di India sampai dengan 52% di Amerika Serikat mengalami diskriminasi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-menguatkan-perlindungan-perempuan-perkuat-peran-komnas-perempuan-112797">Bagaimana menguatkan perlindungan perempuan? Perkuat peran Komnas Perempuan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ketidaksetaraan gender di sektor pertanian juga terjadi di Indonesia. </p>
<p><a href="http://salasika.org/index.php/SJ/article/view/32">Penelitian kami</a> menemukan adanya marginalisasi terhadap perempuan petani di Pare, Kabupaten Kediri dan di Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dan perempuan peternak di Ngantang dan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur.</p>
<p>Marginalisasi ini terjadi karena adanya hambatan kultural dan psikologis.</p>
<p><strong>Aspek kultural</strong></p>
<p>Umumnya, perempuan petani bawang merah di Pare (Kabupaten Kediri) dan Leces (Kabupaten Probolinggo) terlibat dalam proses produksi mulai dari penyiapan bibit, penanaman, penyiraman, panen, dan pemasaran produk.</p>
<p>Mereka tidak terlibat dalam penyiapan lahan dan pemupukan karena pekerjaan ini membutuhkan tenaga yang besar sehingga lebih banyak dikerjakan oleh laki-laki.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/318502/original/file-20200304-66112-n18cmg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tradisi bercocok tanam bawang merah di Pare sudah dilakukan secara turun-temurun.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Khusus di Leces, karakter budaya perempuan suku Pendalungan (suku mayoritas asimilasi Jawa Madura) sebagai pekerja keras membuat mereka aktif terlibat dalam semua tahapan produksi bawang merah dan membentuk cara kerja yang spesifik. Hal ini terlihat dari keterlibatan mereka dalam penyiraman dan pengendalian hama. </p>
<p>Namun, pengetahuan tradisional yang kuat ini juga membuat perempuan petani di Leces sulit mengubah cara bertani mereka dan akhirnya kurang membuka pintu bagi pengetahuan dan informasi baru tentang cara bertani bawang merah.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ketimpangan-akses-akibatkan-perempuan-lebih-rentan-saat-terjadi-bencana-alam-109651">Ketimpangan akses akibatkan perempuan lebih rentan saat terjadi bencana alam</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sementara, perempuan petani di Pare memiliki keterbatasan dalam informasi pengendalian hama dan penyakit karena mereka rata-rata tidak terlibat dalam proses ini. Hal ini membatasi kontrol mereka terhadap manfaat bertani bawang merah, terutama ekonomi. </p>
<p>Penelitian kami menemukan bahwa perempuan petani bawang merah di Leces cenderung memiliki kontrol terbatas atas penghasilan pertanian mereka karena masih didominasi oleh laki-laki. </p>
<p>Yang menarik, kami menemukan ada paradoks terhadap akses ke manajemen keuangan.</p>
<p>Pada keluarga petani miskin, perempuan cenderung diberi akses pada pengelolaan penghasilan. Sementara, keluarga petani yang lebih kaya, perempuan tidak diberi akses mengelola penghasilan mereka.</p>
<p>Hal ini mengindikasikan bahwa perempuan tidak dipercaya untuk mengelola pendapatan yang besar, namun dituntut untuk mampu mengelola pendapatan yang terbatas. </p>
<p>Di Karangploso (Kabupaten Malang), budaya beternak sapi perah hanya diturunkan kepada anak laki-laki, sehingga perempuan tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang peternakan.</p>
<p>Kami juga menemukan bahwa perempuan menunjukkan potensi melakukan terobosan melalui aktivitas kolektif dengan membentuk kelompok perempuan peternak, seperti yang terjadi pada perempuan peternak sapi perah di Ngantang (Kabupaten Malang). </p>
<p>Melalui kelompok-kelompok ini, perempuan peternak di Ngantang aktif untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam proses produksi dan bahkan mencari alternatif produk yang bisa diolah dari susu sapi, sehingga mereka bisa memperoleh penghasilan tambahan selain menjadi pemasok pabrik susu. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/318504/original/file-20200304-66106-13laotr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Salah satu sesi FGD kami dengan para perempuan peternak di Ngantang, Kabupaten Malang.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sayangnya, kami menemukan bahwa kontruksi budaya yang partriarki membuat para perempuan petani dan peternak masih melihat peran mereka hanya melengkapi peran laki-laki di kedua sektor tersebut. </p>
<p><strong>Aspek psikologis</strong></p>
<p>Konstruksi budaya yang menjadi hambatan besar bagi perempuan petani untuk mendapatkan hak yang setara dalam sektor pertanian memengaruhi mereka secara psikologis.</p>
<p>Perempuan menjadi pasif – dan dalam kasus tertentu – menerima konstruksi paradoks yang membuat mereka bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan keluarga dalam kondisi apapun, seperti yang terlihat pada studi di Leces, Probolinggo. Yang miskin harus mampu bertahan dengan penghasilan yang ada, sementara yang kaya malah tidak diberikan akses untuk mengelola uang hasil pertanian. </p>
<p>Kami juga menemukan bahwa perempuan peternak sapi di Karangploso, Malang, merasa sungkan untuk mengikuti program-program penyuluhan dari pemerintah karena yang hadir mayoritas laki-laki.</p>
<p>Padahal, mereka memiliki peran yang vital dalam hampir semua tahapan proses produksi, dari meramu pakan, membersihkan kandang, mengidentifikasi penyakit dan vaksinasi, inseminasi, hingga pemerahan susu. Kecuali, pencarian pakan ternak yang dominan dilakukan laki-laki. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/konferensi-iklim-masih-didominasi-laki-laki-saatnya-meningkatkan-keterlibatan-perempuan-130415">Konferensi iklim masih didominasi laki-laki, saatnya meningkatkan keterlibatan perempuan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Untuk studi ini, kami mengumpulkan data dengan melakukan diskusi kelompok terarah (<em>focus group discussion</em>) yang melibatkan sekitar 10-20 perempuan peternak sapi perah dan petani bawang merah di tiap-tiap wilayah. Pengambilan data dilakukan pada paruh kedua tahun 2016. </p>
<p>Dalam diskusi tersebut, kami bertanya tentang pembagian kerja dalam rumah tangga, ladang dan peternakan antara suami dan istri, termasuk dalam pengambilan keputusan, dan beban kerja, kendala dalam bekerja, akses terhadap layanan dan informasi, serta akses dan kontrol terhadap pendapatan dari hasil pertanian dan peternakan.</p>
<h2>Apa yang bisa dilakukan</h2>
<p>Melihat bagaimana konstruksi budaya terhadap peran perempuan di pertanian menghambat akses, kontrol, dan manfaat bagi perempuan petani itu sendiri, maka perlu adanya transformasi kebudayaan, baik melalui upaya-upaya yang bersifat intervensi maupun partisipasi.</p>
<p>Kolektivitas perempuan bisa menjadi pintu masuk strategis baik bagi kedua upaya tersebut. Bentuk semacam ini bisa berupa pembentukan kelompok atau grup petani atau peternak yang beranggotakan perempuan, seperti yang dilakukan di Ngantang, Kabupaten Malang. </p>
<p>Adanya kelompok perempuan peternak, mendorong mereka untuk melakukan terobosan-terobosan yang bisa meningkatkan penghasilan, misalnya dengan diversifikasi produk olahan susu sapi perah. Sehingga, tidak hanya dijual mentah ke pemborong, namun bisa menjadi sumber penghasilan tambahan dan bentuk kreativitas ekonomi perempuan peternak. </p>
<p>Kedua, adanya proses partisipasi dari perempuan peternak dalam mengambil keputusan secara kolektif diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan diri mereka dan menyadari pentingnya peran mereka yang setara dengan laki-laki, yaitu sebagai penyumbang ekonomi pedesaan, bukan hanya sebagai pelengkap. </p>
<hr>
<p>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/131039/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mely Noviryani dan timnya dari Pusat Studi Gender Universitas Brawijaya menerima dana untuk penelitian ini dari Australian Department for Foreign Affairs and Trade (DFAT) ARISA, berbasis di Surabaya, dan dijalankan oleh Commonwealth Science and Industry Research Organization (CSIRO) dengan RISTEKDIKTI di Indonesia untuk penelitian ini. Riset ini bagian dari Australia Indonesia Partnership for Rural Economic Development (AIP-Rural) AIP-Rural.
</span></em></p>Penelitian kami di Jawa Timur menemukan masih ada diskriminasi dan marginalisasi gender di sektor pertanian dan peternakan.Mely Noviryani, Lecturer of Faculty of Social and Political Sciences, Universitas BrawijayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1321182020-02-21T09:07:36Z2020-02-21T09:07:36ZSensor dan data bisa membantu kita mengurangi limbah pangan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/316494/original/file-20200220-92541-78jxqs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Dunia pertanian berkembang pesat melalui penggunaan mesin untuk membajak dan memanen, irigasi terkontrol, pupuk dan pestisida, pembibitan tanaman, hingga rekayasa genetika. </p>
<p>Semua kegiatan tersebut membantu para petani menghasilkan panen yang berkualitas tinggi. </p>
<p>Tapi, masih banyak hambatan untuk memproduksi hasil panen terbaik, terutama karena faktor variasi jenis tanah.</p>
<p>Petani masih sering merugi – terutama selama dan sesudah panen – karena pengawasan dan penanganan hasil produksi tidak dilakukan dengan baik. </p>
<p>Sehingga, industri pertanian membutuhkan solusi cerdas dan tepat melalui teknologi terbaru.</p>
<p>Pertanian pintar (<em>smart farming</em>) merupakan kegiatan bertani yang menggunakan teknologi modern untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian.</p>
<p>Salah satu bentuk dari <em>smart farming</em> adalah pertanian presisi (<em>precision agriculture</em>), yang merupakan sebuah konsep pengelolaan tanaman dengan lokasi spesifik yang berdasarkan kegiatan pengawasan, pengukuran, dan respons terhadap keragaman di dalam dan antar tanaman di lahan.</p>
<p>Ini membantu petani mencapai hasil panen optimal dan menghemat sumber daya.</p>
<p>Skema pengawasan dalam konsep ini dilakukan dengan memadukan alat sensor elektronik yang bisa mengambil data dari tanah, lingkungan, atau tanaman. Data tersebut kemudian bisa menjadi informasi berguna bagi petani dalam mengambil keputusan, setelah melewati tahap analisis data.</p>
<p>Tujuan dari konsep ini adalah menggunakan tanah dari lahan tertentu dengan sebaik mungkin, mengatur pemeliharaan tanaman, hingga membuat keputusan terbaik dalam menangani hasil panen.</p>
<p>Kami terlibat dalam pengembangan dan penggunaan sensor untuk meningkatkan kualitas beragam produk hortikultur, termasuk buah-buahan. </p>
<p>Kami menggunakan metode kecerdasan komputer untuk mendeteksi kelainan serta memprediksi kualitas buah yang akan dihasilkan.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1537511019308864">Penelitian terbaru</a> kami menemukan bahwa solusi berbasis data bisa bermanfaat bagi petani.</p>
<p>Sebagai contoh, mereka bisa menurunkan jumlah kehilangan buah dan sayur dalam rantai suplai produksi, mulai dari pengolahan lahan hingga konsumsi.</p>
<h2>Masalah yang dihadapi</h2>
<p>Sayuran dan buah-buahan rawan rusak sebelum, selama, dan setelah proses pemanenan, hingga dalam penyimpanan.</p>
<p>Hasil panen yang rusak menjadi sampah. Penyebabnya bisa dari virus, jamur, bakteri, atau patogen. Produk-produk hasil pertanian yang tidak dikemas dengan rapat atau rusak lebih mudah terpapar infeksi dan tidak awet. </p>
<p>Menurut <em><a href="http://www.fao.org/food-loss-and-food-waste/en/">United Nations Food and Agriculture Organisation</a></em> (Organisasi PBB untuk Pangan dan Pertanian), sekitar 14% makanan dunia terbuang percuma dalam proses pasca panen dan sebelum mencapai toko atau pasar. Dan, sekitar sepertiga makanan dunia hilang atau terbuang.</p>
<p>Menurunkan jumlah kehilangan makanan dan limbah penting untuk mencapai visi <a href="https://www.undp.org/content/undp/en/home/sustainable-development-goals/goal-2-zero-hunger.html">Bebas Kelaparan</a> mengingat saat ini lebih dari 821 juta orang menderita akibat kelaparan di dunia. </p>
<p>Penelitian kami melihat peran dari analisis data untuk mendeteksi kelainan dari buah-buahan dan sayuran.</p>
<p>Kami menemukan, <em>machine learning</em>, yaitu kemampuan komputer untuk mencari pola data, membuat prediksi, dan mengajukan solusi tanpa terlihat seperti sebuah program, mampu bekerja lebih baik ketimbang metode tradisional untuk klasifikasi makanan. </p>
<p>Kemampuan komputer ini juga termasuk mendeteksi <a href="https://doi.org/10.1016/j.compag.2018.04.002">penyakit</a> pada tanaman dan <a href="https://doi.org/10.3390/s16081222">buah</a>, dan dalam beberapa kasus mampu memantau kualitas buah atau makanan lainnya.</p>
<p>Sensor juga bisa digunakan untuk mendeteksi serangga dan penyakit pada buah-buahan dan sayuran, melalui sebuah mekanisme yang menyerupai hidung atau lidah elektronik, dan memperkirakan kandungan kimia sebuah makanan.</p>
<p>Sensor-sensor ini juga dapat mengukur kondisi fisik, seperti kekerasan dan keasaman, hingga menentukan kualitas produk.</p>
<p>Kualitas produk akan bergantung pada warna, bentuk, ukuran, kemanisan, dan ketiadaan bentuk kelainan, seperti luka atau serangan serangga.</p>
<p>Hal ini untuk mencapai kepuasan pelanggan dan menghasilkan keuntungan bagi produsen dan pemasok.</p>
<p>Alat-alat sensor bisa memberikan data tentang keunggulan tersebut ke dalam algoritma komputer untuk dianalisis.</p>
<p>Pengembangan baru melalui skema <em>machine learning</em> ini akhirnya akan membantu kita menentukan kualitas produk dengan cepat dan efektif, serta prediksi untuk produk-produk pangan segar.</p>
<p>Sebagai contoh, teknik penggambaran yang dikombinasikan dengan algoritma dari <em>machine learning</em> mampu mendeteksi memar pada buah, kerusakan akibat cuaca dingin, dan kebusukan pada berbagai jenis buah seperti apel, pir, dan sitrus, serta untuk melacak berbagai bentuk kelainan pada tomat.</p>
<p>Sebuah aplikasi berbasis ponsel pintar pun tengah dikembangkan untuk mengenal kualitas buah beri kecil.</p>
<h2><em>Machine learning</em> menurunkan tingkat kerugian</h2>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1537511019308864">Ada tren global yang berkembang</a> bertujuan untuk mengintegrasikan alat-alat berbasis sensor dalam rantai suplai makanan dengan tujuan mengawasi dan mengontrol indikator-indikator kualitas makanan.</p>
<p>Kami mengulas penelitian semacam ini dan menemukan tahapan di mana solusi tersebut diterapkan rantai suplai makanan. Tahapan ini adalah :</p>
<ul>
<li>Pengawasan tanaman</li>
</ul>
<p>Sensor bisa kita gunakan untuk menilai karakteristik buah dan sayur selama proses pertumbuhan, seperti warna, ukuran, dan bentuk.</p>
<p>Informasi ini bermanfaat untuk membantu mengatur kondisi pertumbuhan, seperti suplai air dan menentukan waktu terbaik untuk panen secara akurat. Ini akan mengurangi kehilangan saat panen. </p>
<p>Sebagai contoh, beberapa petani skala rumah tangga di <a href="https://youtu.be/89tULyOLLWU">Jerman</a> sudah menggunakan ponsel pintar mereka untuk memastikan kualitas tanaman mereka dengan mengirim gambar tanaman untuk kemudian akan dinilai oleh para ahli melalului model <em>machine learning</em>; hasil pengecekan tersebut juga akan dikirimkan kembali kepada para petani.</p>
<p>Beberapa perusahaan lain sedang mengembangkan model-model untuk merekam faktor-faktor lingkungan seperti perubahan cuaca dan memprediksi bagimana faktor-faktor tersebut bisa mempengaruhi hasil panen. </p>
<p>Pengembangan model sejenis ini diharapkan mampu membantu para petani, khususnya di <a href="https://emerj.com/ai-sector-overviews/ai-agriculture-present-applications-impact/">negara berkembang</a>.</p>
<ul>
<li>Pengawasan kualitas pasca-panen</li>
</ul>
<p>Produk-produk harus diklasifikasikan dan dipilah berdasarkan standar kualitas untuk menentukan kesesuaian produk dengan tujuan konsumen di rumah pengemasan. </p>
<p>Produk-produk ekspor akan dijaga agar mampu bertahan dalam perjalanan jarak jauh dan saat ditaruh di toko.</p>
<p>Untuk pasar lokal, yang membutuhkan waktu tempuh pengantaran jauh lebih singkat, akan memiliki standar kualitas berbeda.</p>
<p>Untuk menentukan suatu produk cocok bagi pakan hewan atau konsumsi manusia, sensor khusus dibutuhkan untuk mengukur dan menghasilkan data untuk klasifikasi, menentukan kelas dan memilah produk makanan ke dalam beberapa kategori.</p>
<ul>
<li>Pengawasan kualitas pasar</li>
</ul>
<p>Penggunaan sensor bahkan juga bisa dikombinasikan dalam material kemasan, untuk mengawasi dan melaporkan status produk makanan dalam waktu tertentu secara terus menerus.</p>
<p>Sensor ini nantinya akan mampu berkomunikasi dan berkirim pesan dengan pusat data. Pengawasan, pendeteksian, dan pembagian produk makanan seperti buah segar ke dalam sebuah kategori, sambil membuang produk tak aman, merupakan langkah krusial untuk memenuhi permintaan pasar, memastikan sumber pemasukan bagi petani, dan menjaga kepercayaan pasar.</p>
<p>Karena populasi dunia yang diperkirakan akan melebihi jumlah <a href="https://www.un.org/development/desa/en/news/population/world-population-prospects-2017.html">9 miliar pada tahun 2050</a>, memastikan ketahanan pangan dan nutrisi menjadi sebuah tantangan yang semakin sulit, khususnya di kawasan seperti di Sub-Sahara Afrika. Otomatisasi berbasis data bisa kita jadikan salah satu solusi untuk mencapai ketahanan pangan tersebut.</p>
<p><em>Stefanus Agustino Sitor menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p>
<hr>
<p>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/132118/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jean Frederic Isingizwe Nturambirwe menerima dana dari National Research Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Umezuruike Linus Opara menerima dana dari South African National Research Foundation.
</span></em></p>Perkembangan data analisis bisa membantu mencegah limbah makanan dan mengurangi tingkat kerugian petani dalam rantai produksi barang segar.Frederic Isingizwe, Postdoctoral research fellow at the Research Laboratory for Postharvest Technology / SARChI, Stellenbosch UniversityUmezuruike Linus Opara, Distinguished Professor and DST-NRF South African Chair in Postharvest Technology, Stellenbosch UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1294562020-01-08T08:56:25Z2020-01-08T08:56:25ZKepunahan mamalia Zaman Es ternyata memaksa nenek moyang kita untuk menemukan peradaban baru<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/308949/original/file-20200108-107204-ycy5tn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://en.wikipedia.org/wiki/File:Hunting_Woolly_Mammoth.jpg">Wikimedia Commons/Cloudordinary,</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Mengapa kita membutuhkan waktu lama untuk menciptakan sebuah peradaban? <em>Homo sapiens</em> modern pertama kali berevolusi sekitar <a href="https://theconversation.com/modern-humans-evolved-100-000-years-earlier-than-we-thought-and-not-just-in-east-africa-78875">250.000 hingga 350.000</a> tahun yang lalu. Tapi langkah awal menuju peradaban - bercocok tanam, kemudian <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Domestikasi">domestikasi</a> tanaman - baru dimulai <a href="https://science.sciencemag.org/content/288/5471/1602?ijkey=3c1b653d8a610f044ce71bd2e41594fe7be12060&keytype2=tf_ipsecsha">sekitar 10.000 tahun yang lalu</a>, kemudian peradaban pertama muncul <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10814-010-9041-y">6.400 tahun yang lalu</a>.</p>
<p>Sepanjangepanjang 95% dari sejarah spesies kita, kita tidak bertani, menciptakan pemukiman besar, atau hierarki politik yang kompleks. Kita hidup dalam kelompok kecil, pengembara, berburu, dan mengumpulkan makanan. Kemudian, sesuatu berubah.</p>
<p>Kita beralih dari kehidupan pemburu-peramu ke bercocok tanam dan budidaya makanan hingga akhirnya mendirikan kota-kota. Yang mengejutkan, peralihan ini terjadi hanya setelah hewan raksasa Zaman Es menghilang, seperti mammoth, kungkang tanah raksasa, dan kuda. Alasan mengapa manusia mulai bercocok tanam <a href="https://phys.org/news/2019-04-food-thought-farming.html">masih belum jelas</a>, tapi hilangnya beberapa hewan yang menjadi kebutuhan manusia sebagai makanan mungkin memaksa budaya kita untuk berevolusi.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=393&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=393&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=393&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=494&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=494&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306925/original/file-20191214-85428-1rtscoo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=494&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Manusia memburu ternak, kuda, dan rusa liar di Prancis 17.000 tahun yang lalu.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Wikipedia</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Manusia purba cukup pintar untuk bertani. Semua kelompok manusia modern memiliki tingkat kecerdasan yang sama. Hal ini menunjukkan kemampuan kognitif kita telah berkembang sebelum populasi manusia terpisah <a href="https://science.sciencemag.org/content/358/6363/652/tab-pdf">sekitar 300.000 tahun yang lalu</a>, yang kemudian berubah sedikit setelahnya. Jika nenek moyang kita tidak menanam tumbuhan, itu bukan berarti mereka tidak cukup pintar. Sesuatu di lingkungan saat itu yang mencegah mereka, atau sederhananya mereka tidak perlu melakukan itu.</p>
<p>Pemanasan global pada penghujung periode glasial terakhir, 11.700 tahun yang lalu, mungkin <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/american-antiquity/article/was-agriculture-impossible-during-the-pleistocene-but-mandatory-during-the-holocene-a-climate-change-hypothesis/246B240BFFFBE904B1AC31296AD72949">membuat pertanian lebih mudah dilakukan</a>. Temperatur yang lebih hangat, musim tanam yang lebih panjang, curah hujan yang lebih tinggi, dan <a href="https://www.journals.uchicago.edu/doi/pdfplus/10.1086/605359">stabilitas iklim yang lebih lama</a> membuat lebih banyak wilayah cocok untuk pertanian. Situasi Bumi juga sepertinya memungkinkan pertanian dilakukan di mana-mana. Bumi mengalami <a href="https://science.sciencemag.org/content/292/5517/686">banyak peristiwa pemanasan</a> seperti yang terjadi pada 11.700, 125.000, 200.00, dan 325.000 tahun yang lalu. </p>
<p>Namun, peristiwa pemanasan global sebelumnya ini tidak memacu eksperimen dalam pertanian. Perubahan iklim tidak bisa jadi alasan satu-satunya yang mendorong peralihan ini.</p>
<p>Migrasi manusia mungkin juga berkontribusi dalam hal ini. Ketika spesies kita berkembang dari selatan Afrika ke <a href="https://science.sciencemag.org/content/358/6363/652/tab-pdf">seluruh benua Afrika</a>, <a href="https://www.nature.com/articles/nature22968">ke Asia</a>, ke Eropa, dan kemudian <a href="https://science.sciencemag.org/content/365/6456/891">ke Amerika</a>, kita menemukan lingkungan baru dan <a href="https://nph.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1469-8137.2012.04253.x">tanaman baru</a> yang cocok jadi makanan. Tapi manusia purba menempati wilayah-wilayah ini jauh sebelum pertanian dimulai. Domestikasi tanaman datang jauh sesudah migrasi manusia purba hingga puluhan ribu tahun.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/306927/original/file-20191214-85376-sg48bc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gandum hitam, salah satu tanaman pertama.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Wikipedia</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika peluang untuk menciptakan pertanian sudah ada, maka penemuan pertanian yang tertunda ini menunjukkan nenek moyang kita tidak butuh atau tidak ingin bertani.</p>
<p>Pertanian memiliki kerugian signifikan dibandingkan dengan mencari makanan. Bertani <a href="https://www.discovermagazine.com/planet-earth/the-worst-mistake-in-the-history-of-the-human-race">memerlukan lebih banyak usaha dan menyisakan waktu luang yang lebih sedikit dan diet yang lebih rendah</a>. Jika manusia purba pemburu lapar pada pagi hari, mereka dapat memiliki makanan yang dibakar pada malam hari. Sedangkan bertani membutuhkan kerja keras hari ini untuk menghasilkan makanan berbulan-bulan kemudian, atau bahkan tidak panen sama sekali. Bertani membutuhkan penyimpanan dan pengelolaan kelebihan makanan sementara waktu agar dapat mencukupi kebutuhan sepanjang tahun. </p>
<p>Seorang manusia purba pemburu yang mengalami hari jelek dapat berburu kembali pada esok hari atau mencari tempat perburuan yang lebih baik di tempat lain. Tapi manusia purba petani yang terikat dengan lahan taninya, bergantung pada nasib alam yang tidak pasti. Bisa saja terjadi hujan yang datang lebih dulu atau terlambat, kekeringan, salju, penyakit tanaman atau serangan belalang yang dapat menyebabkan gagal panen dan kelaparan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=492&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=492&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/307696/original/file-20191218-11900-14xokd4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=492&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pertanian memiliki banyak kekurangan dibanding berburu.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://en.wikipedia.org/wiki/Ancient_Egyptian_agriculture#/media/File:Maler_der_Grabkammer_des_Sennudem_001.jpg">Wikipedia</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pertanian juga memiliki kelemahan dari segi militer dan keamanan. Para pemburu dan pengumpul mudah bergerak dan dapat melakukan perjalanan jarak jauh, baik untuk menyerang maupun untuk mundur. Latihan terus menerus dengan tombak dan panah menjadikan mereka <a href="https://theconversation.com/were-other-humans-the-first-victims-of-the-sixth-mass-extinction-126638">pejuang yang mematikan</a>. Sedangkan petani terikat dengan lahan taninya dan jadwal mereka ditentukan oleh musim. Hal ini yang membuat petani bisa diprediksi dan berpotensi menjadi target yang mungkin saja diburu oleh manusia purba lain yang tergoda makan persediaan makanan.</p>
<p>Dan setelah berkembang ke gaya hidup, manusia mungkin hanya senang menjadi pemburu nomaden. Orang-orang Indian Comanche <a href="https://www.amazon.com/dp/B003KN3MDG/ref=dp-kindle-redirect?_encoding=UTF8&btkr=1">berjuang sampai mati</a> untuk mempertahankan gaya hidup perburuan mereka. <em>Kalahari Bushmen</em> di selatan Afrika <a href="https://www.bbc.co.uk/news/world-africa-24821867">terus menolak</a> gaya hidupnya diubah menjadi petani dan penggembala. Yang mengejutkannya, ketika para petani Polinesia menemukan burung-burung Selandia Baru yang tak dapat terbang, mereka meninggalkan gaya hidup bertani dan menciptakan <a href="https://teara.govt.nz/en/1966/maori-material-culture">budaya pemburu Maori</a>. </p>
<h2>Perburuan ditinggalkan</h2>
<p>Namun sesuatu berubah. Sejak 10.000 tahun yang lalu dan seterusnya, manusia berulang kali meninggalkan gaya hidup pemburu-pengumpul makanan dan beralih menjadi bertani. Mungkin setelah kepunahan mammoth dan binatang besar lainnya dari zaman Pleistosen, dan gaya hidup pemburu-pengumpul makanan menjadi kurang memungkinkan untuk dilakukan dan mendorong manusia purba untuk bercocok tanam dan memanennya. Mungkin peradaban tidak lahir karena hasil dari dorongan proses untuk berkembang, melainkan karena <a href="https://www.penguinrandomhouse.com/books/112492/plagues-and-peoples-by-william-h-mcneill/">bencana</a> yang secara ekologis memaksa orang untuk meninggalkan gaya hidup tradisional mereka. </p>
<p>Ketika manusia meninggalkan Afrika untuk menguasai wilayah-wilayah baru, hewan-hewan besar mulai menghilang di tempat mana pun yang didatangi oleh manusia. Di Eropa dan Asia, hewan-hewan besar seperti badak berbulu, mammoth, dan Rusa Irlandia lenyap <a href="https://www.researchgate.net/profile/Adrian_Lister/publication/264785182_Patterns_of_Late_Quaternary_megafaunal_extinctions_in_Europe_and_northern_Asia/links/53f0e69f0cf2711e0c431517.pdf">sekitar 40.000 hingga 10.000 tahun yang lalu</a>. </p>
<p>Di Australia, kanguru raksasa dan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Wombat">wombat</a> menghilang <a href="https://science.sciencemag.org/content/292/5523/1888">46.000 tahun yang lalu</a>. Di Amerika Utara, kuda, unta, armadilo raksasa, mammoth, dan kukang tanah jumlahnya menurun dan menghilang sekitar <a href="https://science.sciencemag.org/content/326/5956/1100.full">15.000 hingga 11.500 tahun yang lalu</a>, menyusul kepunahan yang sama di Amerika Selatan sekitar <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1040618209004236">14.000 hingga 8.000 tahun yang lalu</a>. </p>
<p>Setelah manusia tersebar hingga Kepulauan Karibia, <a href="https://www.pnas.org/content/100/19/10800.short">Madagaskar</a>, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277379114003734">Selandia baru</a>, dan <a href="https://science.sciencemag.org/content/217/4560/633">Oseania</a>, hewan-hewan besar yang hidup di sana turut punah. Kepunahan hewan-hewan besar tak terhindarkan terjadi di mana pun manusia tiba.</p>
<p>Memanen atau beternak hewan besar seperti <a href="https://www.pnas.org/content/112/14/4263.short">kuda, unta</a>, dan <a href="https://science.sciencemag.org/content/334/6054/351">gajah</a> menghasilkan <a href="https://www.researchgate.net/publication/24107608_The_Primitive_Hunter_Culture_Pleistocene_Extinction_and_the_Rise_of_Agriculture/link/57dd854f08ae4e6f1849a954/download">hasil yang lebih baik</a> daripada berburu hewan kecil seperti kelinci. Tapi hewan besar seperti gajah bereproduksi secara perlahan dan memiliki sedikit keturunan dibandingkan dengan hewan kecil, seperti kelinci, sehingga <a href="https://www.researchgate.net/publication/24107608_The_Primitive_Hunter_Culture_Pleistocene_Extinction_and_the_Rise_of_Agriculture/link/57dd854f08ae4e6f1849a954/download">membuat mereka rentan terhadap panen yang berlebihan</a>. </p>
<p>Ke mana pun manusia pergi, kecerdikan manusia, seperti dalam berburu dengan pelempar tombak, mengumpulkan hewan dengan api, dan menyerbu mereka dari atas tebing, membuat manusia dapat memanen hewan besar lebih cepat daripada hewan tersebut untuk bereproduksi. Hal ini yang akan menjadi krisis keberlanjutan pertama. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/308109/original/file-20191220-11929-1gc4m3g.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Karena mangsa buruan kita pergi, kita terpaksa menciptakan peradaban.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/egypt-sakkara-step-pyramid-king-djoser-109821740">WitR/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dengan cara hidup lama yang tidak dapat bertahan, manusia akan dipaksa untuk berinovasi, meningkatkan fokus pada <a href="https://www.researchgate.net/publication/24107608_The_Primitive_Hunter_Culture_Pleistocene_Extinction_and_the_Rise_of_Agriculture/link/57dd854f08ae4e6f1849a954/download">pengumpulan makanan, kemudian menanam tanaman untuk bertahan hidup</a>. Gaya hidup ini membuat populasi manusia dapat berkembang. Memakan tanaman lebih <a href="https://www.google.com/search?q=jared+diamong+third+chimpanzee&rlz=1C5CHFA_enGB841GB841&oq=jared+diamong+third+chimpanzee&aqs=chrome..69i57j35i39l2j0l4j69i60.4797j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8">efisien dalam penggunaan lahan</a> dibandingkan dengan memakan daging, sehingga pertanian mendukung lebih banyak manusia yang hidup di daerah yang sama jika dibandingkan dengan berburu. Gaya hidup juga memungkinankan manusia untuk menetap secara permanen, membangun pemukiman dan kota, lalu peradaban. </p>
<p>Catatan arkeologis dan fosil memberitahu kita bahwa nenek moyang kita melakukan pertanian karena hanya memiliki sedikit alternatif. Manusia kala itu bisa saja terus berburu kuda dan mammoth selamanya, tapi karena keterampilan mereka yang terlalu baik justru memungkinkan musnahnya persediaan makanan mereka sendiri.</p>
<p>Pertanian dan peradaban mungkin diciptakan bukan karena sebagai bentuk peningkatan dari gaya hidup leluhur kita, melainkan karena kita tidak memiliki pilihan lain. </p>
<p>Pertanian adalah upaya putus asa untuk memperbaiki keadaan kita ketika kita mengambil lebih banyak daripada apa yang bisa dipertahankan ekosistem. Jika demikian, kita meninggalkan kehidupan pemburu pada zaman es untuk menciptakan dunia modern yang terjadi secara tidak sengaja - bukan karena hasil pandangan ke depan dan niat - yang disebabkan bencana ekologis yang kita ciptakan sendiri ribuan tahun yang lalu.</p>
<p><em>Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/129456/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nicholas R. Longrich tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pertanian dan peradaban mungkin diciptakan bukan sebagai bentuk peningkatan gaya hidup leluhur kita, melainkan karena kita tidak memiliki pilihan lain.Nicholas R. Longrich, Senior Lecturer, Paleontology and Evolutionary Biology, University of BathLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1259422019-10-31T03:54:31Z2019-10-31T03:54:31ZTiga strategi bagi Menteri Pertanian yang baru untuk dapatkan data lahan yang akurat dan aktual<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/299418/original/file-20191030-17868-4pe7pf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU3MjQ0ODc5NywiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfNTA4MzAwNjI0IiwiayI6InBob3RvLzUwODMwMDYyNC9tZWRpdW0uanBnIiwibSI6MSwiZCI6InNodXR0ZXJzdG9jay1tZWRpYSJ9LCIzWmxpakg0L0FEZE1VcHlKT3V5ekZhclJaa0EiXQ%2Fshutterstock_508300624.jpg&pi=33421636&m=508300624&src=bu-acP3dwLcqGRne1Qak3Q-1-21">SasinTipchai/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Menteri Pertanian yang baru, Syahrul Yasin Limpo, mempunyai pekerjaan besar untuk menyediakan <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1265866/menteri-pertanian-bps-sepakat-tuntaskan-soal-data-padi-100-hari">data sumber daya lahan dan tanah yang akurat dan kredibel</a> terkait komoditas pertanian, perkebunan, dan peternakan. Selama puluhan tahun, tanpa data lahan yang akurat dan aktual, sulit menghitung produksi beras nasional secara kredibel.</p>
<p>Baru-baru ini, mantan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, setelah tak lagi menjabat dengan nada keras menuding bahwa data lahan sawah yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik untuk memprediksi luas panen merupakan <a href="https://katadata.co.id/berita/2019/10/25/tak-lagi-jadi-menteri-amran-tuding-bps-gunakan-data-mafia">data mafia</a>. Tahun lalu, memang mencuat adanya <a href="https://nasional.tempo.co/read/1138918/jk-mengakuidata-produksi-beras-pemerintah-tidak-akurat/full&view=ok">perbedaan data luas sawah antara Kementerian Pertanian dan BPS</a> yang mengakibatkan kebingungan bahkan timbul ketidakpercayaan publik.</p>
<p>Tingkat akurasi data hanya satu dari sejumlah masalah yang dihadapi oleh Kementerian Pertanian. Kini banyak harapan bahwa sektor pertanian menjadi lebih baik pengelolaannya di bawah menteri baru di Kabinet Indonesia Maju. Tanpa fundamental pertanian yang kuat, ketahanan pangan penduduk Indonesia menjadi taruhannya. </p>
<p>Berikut ini tiga strategi di sektor pertanian di negeri ini yang mestinya dilakukan oleh Menteri Pertanian agar data lahan menjadi lebih akurat dan aktual :</p>
<p><strong>Buat peta kesesuaian lahan dan tanaman</strong> </p>
<p>Suksesnya aktivitas pertanian berawal dari tanah. Peningkatan produksi pertanian sangat tergantung kondisi tanah tempat tanaman itu akan tumbuh. Segala aspek pertanahan dan faktor yang mempengaruhinya harus dimengerti dan tersedia datanya. </p>
<p>Sampai saat ini belum ada peta kesesuaian lahan untuk seluruh kawasan produksi pertanian aktual dan potensial. Ini penting karena pertanian tidak bisa lagi secara uji coba, tapi harus berbasiskan data lahan dan tanah yang sudah diuji kesesuaiannya dengan jenis tanaman.</p>
<p>Peta ini akan menyajikan suatu kawasan apakah cocok untuk ditanami tanaman tertentu atau tidak. Berbagai faktor digunakan untuk menganalisis kecocokan tanaman terhadap tanah, topografi (ketinggian tempat, lereng), dan iklim (curah hujan, suhu udara, lamanya penyinaran matahari, angin, kelembaban).</p>
<p>Hasil proses evaluasi lahan ini berupa rekomendasi sesuai dan tidak sesuai suatu kawasan untuk tanaman yang dievaluasi. Berbekal peta kesesuaian lahan ini dapat diketahui lebih awal sukses atau tidaknya pertumbuhan dan produksi tanaman pangan, hortikultura atau tahunan.</p>
<p><a href="http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/layanan-mainmenu-65/info-terkini/684-data-sumberdaya-lahan">Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian</a> melaporkan telah ada peta tanah, peta kesesuaian lahan, peta arahan komoditas dan rekomendasi pengelolaan lahan pertanian <a href="https://www.gatra.com/detail/news/435163/ekonomi/balitbangtan-kembangkan-layanan-peta-tanah-berbasis-android">di 511 kabupaten dan kota di Indonesia</a> dengan skala lebih detail 1:50.000. </p>
<p>Sayangnya, peta yang dikembangkan berbasis aplikasi berbasis android ini kurang disosialisasikan pada masyarakat dan format petanya masih dalam bentuk “pdf dan "shp” sehingga tidak bisa langsung digunakan dengan Google Earth dan aplikasi gratis lainnya seperti Avenza Map. Selain itu, untuk mendapatkan peta tersebut publik harus membelinya dan tak disediakan daftar harga peta. Jadi tetap saja aksesnya belum bersahabat dengan para petani.</p>
<p><strong>Libatkan universitas untuk pemetaan detail sampai desa</strong></p>
<p>Melibatkan perguruan tinggi merupakan hal penting untuk memajukan pertanian. Pelibatan ini dapat melalui kerja sama, pengabdian pada masyarakat, kuliah kerja nyata, praktikum mata kuliah dan penelitian dosen serta penelitian skripsi, tesis dan disertasi mahasiswa. Harus dibuat program kerja yang terpadu dan berkesinambungan untuk mengoptimalkan lahan pertanian. </p>
<p>Contohnya, kerja sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Andalas dan pemerintah Kabupaten Solok Selatan Sumatra Barat tahun ini telah berhasil merincikan lahan sawah pada 4 kecamatan dari 7 kecamatan yang ada. Kajian pemetaan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) yang saya lakukan (Dian Fiantis) dan tim di Kabupaten Solok Selatan ini menghasilkan data spasial yang sangat detail sampai level desa dan dibuat dalam format yang bisa diakses dengan Google Earth (Gambar 1).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/299353/original/file-20191029-183112-1arc9ch.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/299353/original/file-20191029-183112-1arc9ch.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=351&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/299353/original/file-20191029-183112-1arc9ch.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=351&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/299353/original/file-20191029-183112-1arc9ch.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=351&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/299353/original/file-20191029-183112-1arc9ch.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=441&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/299353/original/file-20191029-183112-1arc9ch.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=441&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/299353/original/file-20191029-183112-1arc9ch.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=441&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 1. Peta Sawah Nagari Lubuk Gadang Kecamatan Sangir Solok Selatan.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Luaran yang dihasilkan sangat berguna untuk para penyuluh pertanian di tingkat kecamatan dan desa. Para penyuluh akan dibekali peta sawah yang bisa dibuka melalui telepon genggam atau tablet ketika berada di lapangan. Data tersedia dengan versi “pdf” yang mempunyai referensi geografis agar dapat dibuka dengan aplikasi “Avenza Map” dan data berformat “kml/kmz” untuk diakses dengan “Google Earth”. </p>
<p>Jika sebaran spasial dari lahan pertanian aktual ini dapat ditelusuri di dunia maya, maka akan dapat diketahui beragam informasi yang tersimpan didalamnya (Gambar 2). Ada informasi nama pemilik sawah, kelompok tani, status kepemilikan, luas sawah, petak sawah termasuk lahan pertanian berkelanjutan atau tidak serta telah ditentukan letak lahan cadangan untuk sawah.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/299355/original/file-20191029-183103-1g1kjf1.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/299355/original/file-20191029-183103-1g1kjf1.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=333&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/299355/original/file-20191029-183103-1g1kjf1.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=333&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/299355/original/file-20191029-183103-1g1kjf1.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=333&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/299355/original/file-20191029-183103-1g1kjf1.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=418&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/299355/original/file-20191029-183103-1g1kjf1.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=418&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/299355/original/file-20191029-183103-1g1kjf1.gif?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=418&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 2. Sebaran spasial dan sistem informasi lahan sawah di nagari Lubuk Gadang Solok Selatan.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tentu saja informasi dalam bentuk tabel ini dapat ditambahkan sesuai kebutuhan dan dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah daerah dengan perangkat lunak geografis yang tersedia gratis.</p>
<p><strong>Sediakan data produksi pertanian dan kebutuhan pangan di level kabupaten</strong></p>
<p>Dari kerja sama itu, luas lahan sawah aktual di Kabupaten Solok Selatan yang dapat kami identifikasi melalui citra satelit dan digitasi mencapai 9 ribu hektare. Dengan data ini kebutuhan akan beras untuk penduduk Solok Selatan yang berjumlah 165.603 jiwa dapat dikalkulasi dengan tepat. </p>
<p>Produktivitas beras dilaporkan 5,4 ton per hektare maka didapatkan sekali tanam (dengan durasi 4 bulan) produksi beras 40.600 ton. Jika dibagikan pada setiap penduduk memperoleh 245 kg beras. Seharusnya kebutuhan beras penduduk di Solok Selatan sudah terpenuhi bahkan surplus lebih dua kali lipat untuk konsumsi setahun. </p>
<p>Pemetaan ini baru contoh di satu kabupaten. Jika kerja sama pemetaan itu dilakukan semua kabupaten, data lahan dan produksi pangan sangat berguna dalam menyusun kebijakan di tingkat nasional.</p>
<p>Selain itu, agar produksi pertanian selalu tinggi kondisi tanah harus optimal. Praktik tanam tiga kali setahun akan membuat tanah tidak sehat, kapasitas dan kualitas tanah turun secara drastis berdampak produksi anjlok. Tanah dipaksa bekerja sepanjang tahun tanpa jeda.</p>
<p>Agar tanah tidak kelelahan, sebaiknya diberikan masa istirahat selama satu musim. Tapi hal ini akan sulit terlaksana karena kepemilikan lahan yang tidak luas. Untuk itu diperlukan data terkini tentang kesuburan tanah pada satu kawasan agar dapat memberikan pupuk yang tepat untuk mendukung produksi pertanian. </p>
<p>Praktik bercocok tanam dengan <a href="https://theconversation.com/peneliti-temukan-cara-akurat-mengukur-luasan-padi-dengan-teknologi-digital-122650">penerapan teknologi yang tepat</a> dapat membantu petani meningkatkan hasil. Jika itu dilakukan, tidak akan ada lagi penyusunan program pertanian dengan data prakiraan lokasi dan luas lahannya serta kepemilikannya. Pemberian subsidi kepada petani juga berdasarkan data aktual dan akuntabel.</p>
<h2>Data sumber daya lahan pertanian Indonesia yang terbuka</h2>
<p>Data sumber daya lahan dan tanah harus bisa diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Tersedianya data ini akan menjadi kunci pembangunan pertanian daerah dan nasional yang rasional dan efisien. </p>
<p>Dalam bentuk tabel telah diterbitkan buku <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=2ahUKEwiblKLzm7blAhWkjuYKHRcvC8IQFjABegQIBhAC&url=http%3A%2F%2Fbbsdlp.litbang.pertanian.go.id%2Find%2Findex.php%2Fpublikasi-3%2Fbuku%3Fdownload%3D24%3Asumber-daya-lahan-pertanian-indonesia&usg=AOvVaw29JbJsaVygEYPntQmHVZP8">Sumber Daya Lahan Pertanian Indonesia </a> oleh Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) pada 2015. Lahan Indonesia berdasarkan ekosistemnya ada 3 yaitu lahan rawa, kering, dan basah non-rawa yang terdapat di dataran rendah dan tinggi. Terdapat juga data luas lahan yang berada pada iklim basah dan kering serta apakah tanahnya bereaksi masam atau tidak. </p>
<p>Visualisasi <a href="https://media.neliti.com/media/publications/133835-ID-none.pdf">data sumber daya lahan seluruh Indonesia</a> yang telah dibuat oleh BBSDLP pada skala kecil atau eksplorasi (1:1.000.000) dalam bentuk Atlas Sumber Daya Lahan. Sedangkan peta dengan skala tinjau (1:250.000) ketersediaannya belum mencakup kawasan timur Indonesia. Adapun peta dengan skala 1:50.000 masih sangat terbatas.</p>
<p>Jika peta skala tinjau dan eksplorasi dibuat pemerintah pusat, maka peta skala detail sampai sangat detail tentu akan lebih banyak disediakan. Dan pemerintah daerah harusnya didorong untuk mewujudkannya. </p>
<p>Dengan adanya data ini, kita sudah punya modal dasar untuk menyusun kebijakan pertanian secara sistematis pada tingkat nasional dan daerah. Tapi penyusunan rencana untuk aplikasi di tingkat lokal memerlukan data yang lebih detail pada skala 1:50.000 sampai 1:25.000. </p>
<p>Masalahnya apakah peta-peta tersebut digunakan oleh pemerintah daerah untuk menyusun rencana pertanian? Apakah masyarakat mengetahui sebaran secara spasial dari lahan-lahan tersebut? </p>
<p>Usulan konkretnya: bikinlah data spasial potensi sumber daya lahan yang bisa diakses dengan menggunakan internet melalui Google map dan Google Earth. Keterbukaan informasi ini diperlukan agar akselerasi pembangunan pertanian lebih kencang dan merata.</p>
<hr>
<p><em>Catatan editor: Kami telah mengoreksi data peta tanah yang sebelumnya tertulis di 8 kabupaten di Provinsi Banten menjadi 511 kabupaten dan kota di Indonesia. Ada tambahan satu paragraf di bawahnya.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/125942/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tim LPPM Unand yg diketuai oleh Dian Fiantis menerima dana dari Dinas Pertanian Kabupaten Solok Selatan Sumbar untuk kajian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tahun 2019.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Budiman Minasny tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tanpa data dan informasi sumberdaya lahan dan tanah yang akurat, detail dan akuntabel peningkatan produksi pertanian tidak optimal. Akibatnya ketahanan pangan penduduk Indonesia menjadi taruhannya.Dian Fiantis, Professor of Soil Science, Universitas AndalasBudiman Minasny, Professor in Soil-Landscape Modelling, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1226502019-09-09T08:28:59Z2019-09-09T08:28:59ZPeneliti temukan cara akurat mengukur luasan padi dengan teknologi digital<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/291353/original/file-20190907-175705-1lne0x7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemandangan persawahan dari atas di Bandung, Jawa Barat.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU2Nzg2MDU3NSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTEzNTMxMDE1MyIsImsiOiJwaG90by8xMTM1MzEwMTUzL21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sInlDWXhTZ29JOTJMRy85b1ZOd0VkYVljdXlVOCJd%2Fshutterstock_1135310153.jpg&pi=33421636&m=1135310153&src=Fs_Jz0tOFDvv7mKYN9rDFg-1-10">Akhmad Dody Firmansyah/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Mayoritas penduduk Indonesia mengkonsumsi beras. </p>
<p>Angka konsumsi beras nasional pada 2017, menurut Badan Pusat Statistik, sekitar 111 kilogram per kapita. Indonesia adalah <a href="https://www.worldatlas.com/articles/top-10-rice-consuming-counties.html">negara ketiga paling tinggi</a> dalam konsumsi beras di dunia.</p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/news/2018/10/24/245/jk-sampaikan-hasil-ksa.html">Total konsumsi beras hampir 30 juta ton per tahun</a>, sedangkan produksi beras dalam negeri sekitar 32 juta ton. </p>
<p>Masalahnya adalah <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/24/153000826/data-produksi-beras-bps-dan-kementan-berbeda-ini-penjelasannya-?page=all">data produksi beras dan luasan sawah selama 20 tahun terakhir ini tidak pasti</a>. Ada perbedaan data antara Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik karena metode pengukuran yang tidak sama. Padahal, informasi yang akurat dan mutakhir tentang luasnya sawah penting untuk membantu mengelola ketahanan pangan dan air. </p>
<p>Penelitian kami yang dipublikasi di jurnal teknologi <a href="https://www.mdpi.com/2072-4292/11/14/1666"><em>Remote Sensing</em></a> baru-baru ini memaparkan cara untuk mengetahui luasan padi secara akurat. </p>
<p>Kami “mengajari” komputer untuk mengenali berbagai tahap pertumbuhan padi dari citra satelit radar. </p>
<p>Teknologi ini telah kami uji cobakan di Malaysia (dengan sampel lebih dari 1 juta hektare) dan Indonesia (sampel 0,75 juta hektare) pada September 2016 hingga Oktober 2018. </p>
<p>Di Indonesia kami memetakan daerah pusat produksi beras di Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu di provinsi Jawa Barat yang luasnya lebih dari 350.000 hektare. Informasi terperinci mengenai tahap pertumbuhan padi di setiap luasan lahan 10 meter dapat diketahui secara langsung setiap bulan. </p>
<p>Untuk memastikan kebenaran hasil prediksi kecerdasan buatan tersebut, kami membandingkannya dengan data survei lapangan, dan metode kami memiliki akurasi 96,5%. Kami juga bisa menggunakan kecerdasan buatan untuk meramalkan luasan pemanenan padi hingga dua bulan ke depan. Metode ini lebih hemat biaya dibanding metode survei lapangan. </p>
<h2>Citra satelit radar</h2>
<p>Ketergantungan kita yang tinggi pada beras sebagai makanan pokok mendorong perhatian pemerintah nasional untuk mengetahui berapa luasan padi yang ditanam, di mana padi ditanam, dan berapa yang dapat dipanen untuk memastikan ketahanan pangan. </p>
<p>Untuk mendapatkan informasi ini, saat ini kita masih bergantung pada <a href="https://ksa-nasional.info/">survei lapangan</a> yang memakan waktu dan mahal. </p>
<p>Transformasi digital yang kita namakan <em>Soil 4.0</em> bisa menyediakan data yang mendukung pemantauan yang lebih cepat, dapat diandalkan, dan reguler untuk menilai produksi beras. Tantangan ini dapat diatasi sekarang dengan menggunakan satelit radar resolusi tinggi.</p>
<p>Ketersediaan teknologi terbaru memberikan kita data satelit radar <a href="https://sentinel.esa.int/web/sentinel/missions/sentinel-1">Sentinel 1</a> yang dianalisis melalui komputasi awan (<em>cloud computing</em>) dengan algoritme kecerdasan buatan (<em>artificial intelligence</em>). </p>
<p>Dengan metode riset kami, kita bisa dengan akurat mengetahui daerah-daerah mana yang sedang ditanami padi dan tahap pertumbuhannya. Kami memperkirakan bahwa informasi ini akan tersedia dalam satu aplikasi yang bisa diakses dengan ponsel pintar. </p>
<p>Saat ini, di beberapa daerah di Indonesia, petak-petak sawah sedang dipetakan sehingga kepemilikan setiap petak tanah terdaftar. Digabungkan dengan data satelit, kita bisa menentukan produksi, akses kredit petani dan perbankan. Semua informasi pada level petakan sawah dapat memberikan model bisnis yang ke depan. </p>
<p>Tak hanya di Indonesia, metode sederhana dan kuat ini dapat dipakai di seluruh Asia Tenggara, dan dapat digunakan sebagai alternatif selain survei lapangan yang memakan waktu dan ongkos mahal.</p>
<h2>Data terintegrasi</h2>
<p>Dengan tersedianya teknologi ini di aplikasi ponsel pintar, pada masa depan, data ini akan terintegasi dengan kebutuhan pasar. Para petani juga dapat mengunggah informasi ke sistem aplikasi bila ada serangan hama atau penyakit, semuanya dapat dibagikan untuk diteruskan ke petani petani lain.</p>
<p>Tahap selanjutnya adalah mengembangkan teknologi digital yang berfokus pada informasi tanah untuk mendukung petani. Sensor cerdas dapat memperkirakan kesuburan tanah secara cepat. Para petani dapat membawa tanah mereka ke pusat kelompok tani untuk mendapatkan uji tanah cerdas. Sekali disinari, sensor cerdas akan langsung memberikan informasi nutrisi yang diperlukan oleh tanah untuk pertanian.</p>
<p>Teknologi ini memungkinkan para kelompok tani untuk memberikan rekomendasi pupuk yang tepat dan informasi untuk kebutuhan benih, dan informasi lainnya.</p>
<p>Data ini bisa digunakan untuk menentukan <a href="https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=1609">asuransi usaha tani padi</a>, yakni para petani bisa mendapatkan bayaran jika terjadi kegagalan panen karena banjir, kekeringan, serangan hama dan organisme pengganggu tanaman. </p>
<p>Perusahaan <a href="https://www.esa.int/Our_Activities/Observing_the_Earth/Copernicus/Sentinel-1/Sentinel-1_speeds_up_crop_insurance_payouts">asuransi</a> pelaksana hanya perlu mengecek data satelit untuk mengetahui kebenaran daerah yang gagal panen. Informasi ini juga bisa membantu dalam penentuan kebutuhan subsidi pupuk, dan keputusan pertanian lainnya. </p>
<h2>Pertanian digital</h2>
<p>Salah satu pameran permanen di <a href="https://regional.kompas.com/read/2019/04/22/15550141/museum-pertanian-terbesar-se-asia-tenggara-ada-di-bogor">Museum Pertanian Indonesia</a> di Kota Bogor, Jawa Barat, menampilkan visi pertanian masa depan di negara ini. </p>
<p>Visi tersebut menampilkan: Otomatisasi yang didukung oleh robot dengan kecerdasan buatan (<em>artificial intelligence</em>) di semua tingkat produksi pertanian, Pertanian Presisi (Digital Farming) yang mengelola usaha tani secara tepat berdasarkan informasi akurat dan tepat waktu, dan Sistem Informasi Manajemen yang mengelola data besar (<em>big data</em>) dan semua terintegasi dalam satu aplikasi di ponsel pintar. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/291054/original/file-20190905-175691-mrnjoc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/291054/original/file-20190905-175691-mrnjoc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/291054/original/file-20190905-175691-mrnjoc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=424&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/291054/original/file-20190905-175691-mrnjoc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=424&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/291054/original/file-20190905-175691-mrnjoc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=424&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/291054/original/file-20190905-175691-mrnjoc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/291054/original/file-20190905-175691-mrnjoc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/291054/original/file-20190905-175691-mrnjoc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gambar di Museum Pertanian Bogor.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tantangan bagi kita adalah bagaimana menerapkan aspirasi ini, sementara sebagian besar pertanian di Indonesia diusahakan oleh petani kecil, yang <a href="http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/arsip-perstatistikan/160-statistik/statistik-pertanian/586-statistik-pertanian-2020">menyediakan 90% produksi beras</a>. Masing-masing petani memiliki lahan yang kurang dari 1 hektare. </p>
<p>Karena itu, kita perlu mendorong Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang sedang mengalami transformasi digital tidak hanya terbatas pada penggunaan telepon pintar dan pembelanjaan internet. Banyak yang optimis bahwa teknologi digital akan menggerakkan revolusi industri berikutnya dan menyaingi negara-negara Barat. </p>
<p>Revolusi Industri 4.0 dipromosikan di kawasan ini sebagai penggunaan strategis teknologi canggih yang dihubungkan oleh internet dan <em>internet of things (IoT)</em>. Revolusi digital menjanjikan cara hidup, bekerja, bermain, dan berkomunikasi yang baru. </p>
<p>Bagian integral dari revolusi ini adalah <a href="http://agriculture.vic.gov.au/agriculture/digital-agriculture/about">Pertanian Digital (Digital Agriculture)</a>, yang merupakan pertanian masa depan di negara negara berkembang. Pertanian Digital juga memiliki potensi yang kuat untuk diterapkan pada pertanian skala kecil di Indonesia.</p>
<p>Digital Soil 4.0, IoT, dan teknologi digital sekarang sudah tersedia, dan ketersediaannya bagi petani di Indonesia akan terus tumbuh. Penggerak revolusi digital perlu melibatkan petani kecil untuk membangun ketahanan pangan dan mengurangi kerentanan usaha tani terhadap tantangan perubahan iklim. </p>
<p>Kita harus membangun teknologi digital sekarang dan menjadikannya bagian dari usaha pertanian.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/122650/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tak hanya di Indonesia, motode sederhana dan kuat ini dapat dipakai di seluruh Asia Tenggara, dan dapat digunakan sebagai alternatif selain survei lapangan yang memakan waktu dan ongkos mahal.Budiman Minasny, Professor in Soil-Landscape Modelling, University of SydneyRudiyanto, Lecturer Crop Science, Universiti Malaysia TerengganuLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1094482019-05-08T10:15:24Z2019-05-08T10:15:24ZCetak sawah Jokowi tak penuhi target, perlu 20-200 tahun ekosistem sawah baru stabil produksi padi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/272989/original/file-20190507-103049-113ce6h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sawah dibajak untuk persiapan musim tanam padi di Bali.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU1NzI0MDQzNiwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTIwNTYxNzM2IiwiayI6InBob3RvLzEyMDU2MTczNi9tZWRpdW0uanBnIiwibSI6MSwiZCI6InNodXR0ZXJzdG9jay1tZWRpYSJ9LCJaWnd4Vzl2QzlXZEphTitqaGhYdFZKVEVyRXciXQ%2Fshutterstock_120561736.jpg&pi=41133566&m=120561736&src=vgT_-kj6xv7zSmTqHq5TXA-1-1">Natali Glado/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Kementerian Pertanian pekan ini menyatakan <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20190506/99/918867/cetak-sawah-baru-tahun-ini-ditargetkan-capai-6.000-ha">sawah baru dapat dicetak seluas 6.000 hektare tahun ini</a>, dengan target area di luar Pulau Jawa (Aceh, Lampung, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua). </p>
<p>Sampai saat ini, dari target mencetak sawah baru 240.000 hektare, pemerintah baru mampu merealisasikan 220.000 hektare. Realisasi ini masih jauh dari janji Presiden Joko Widodo, lima tahun lalu, yang <a href="https://money.kompas.com/read/2014/05/21/1102234/Jokowi-JK.Janji.Cetak.1.Juta.Hektar.Sawah.Baru.di.Luar.Jawa">akan membuat sawah baru 1 juta hektare</a> di luar Jawa untuk menuju swasembada beras. Selain sawah, Jokowi juga berupaya menambah <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20190319185424-4-61675/curhat-jokowi-china-punya-110-ribu-waduk-ri-hanya-231">jumlah bendungan </a>untuk mengairi sawah. </p>
<p>Kini produksi beras nasional hanya <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/3673791/bps-produksi-beras-ri-hanya-324-juta-ton-di-2018">sekitar 32 juta per tahun</a>. Secara matematis, dengan asumsi produksi sebesar 4-5 ton per hektare maka sawah baru seluas sejuta hektare tersebut dapat meningkatkan produksi antara 4-5 juta ton setiap kali panen. Namun, peningkatan produksi beras dari sawah-sawah baru ini tidak dapat dicapai dalam waktu dekat. Sebab kita <a href="https://dl.sciencesocieties.org/publications/sssaj/abstracts/75/5/1807">butuh waktu</a> puluhan hingga ratusan tahun untuk membentuk ekosistem sawah stabil sehingga mampu memproduksi padi secara optimal. Hal ini dikarenakan pembentukan ekosistem sawah dipengaruhi oleh karakter tanah, air, dan alat olah tanah. </p>
<p>Target pencetakan sawah baru seluas 1 juta hektare untuk jangka waktu 5 tahun termasuk ambisius dan sulit dicapai. Kendala pertama, mencari lokasi untuk perluasan areal sawah tidak mudah karena hampir tidak ada hamparan lahan yang bisa dikonversi kecuali membuka hutan lindung. Kendala kedua, ketersediaan air untuk tanah sawah bukaan baru tersebut, harus ada sungai dan dibangun irigasi. Setelah sawah baru dibuka perlu waktu lagi untuk membentuk lapisan tapak baja agar air bisa tergenang. </p>
<h2>Butuh 20-200 tahun</h2>
<p>Tanaman padi yang menghasilkan makanan pokok masyarakat Indonesia sebagian besar ditanam di sawah yang permukaan tanahnya digenangi air. Ini yang membuat sawah memiliki karakteristik berbeda dari pertanian di lahan yang kering. Saat terendam, daun dan batang padi tumbuh dan memanjang lebih cepat karena air tersedia untuk reaksi fotosintesis dan senyawa CO2 didapatkan dari udara. Pertumbuhan daun dan batang yang cepat ini menguntungkan para petani. </p>
<p>Genangan air juga menekan pertumbuhan gulma atau rerumputan liar lainnya. Tidak seperti tanaman lain, akar tanaman padi mempunyai toleransi tinggi terhadap genangan. Kadar oksigen akan turun saat tanah tergenang air, sementara akar perlu bernafas untuk mengambil oksigen. Itulah sebabnya gulma tidak dapat tumbuh ketika tanah sawah tergenang air. Sementara akar tanaman padi masih bisa bernafas saat terendam air. </p>
<p>Genangan air pada sawah ini bisa terjadi karena adanya lapisan tapak bajak. Lapisan ini berada pada kedalaman sekitar 20 sentimeter dari permukaan tanah. Lapisan ini juga kedap air sehingga air bisa tergenang untuk mendukung pertumbuhan padi. Tinggi <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2ahUKEwjl_c2YzIDiAhUKgI8KHSZ1DtwQFjAAegQIAhAC&url=http%3A%2F%2Fbooks.irri.org%2F0471097608_content.pdf&usg=AOvVaw2DIyfW_ZhhF0I53OocC1MQ">penggenangan air</a> optimal berkisar antara 2,5-7,5 cm dari tahap persiapan atau pelumpuran tanah hingga 2 atau 3 minggu menjelang panen. </p>
<p>Sebuah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0016706113003339">riset menyatakan</a> lapisan tapak bajak akan terbentuk setebal 2 cm jika diolah secara tradisional (dengan pencangkulan atau dibajak dengan kerbau) terus menerus selama 20 tahun dan akan stabil dengan ketebalan 20 cm setelah melewati rentang waktu 200 tahun. Bila menggunakan traktor, lapisan bajak akan terbentuk setebal 20 cm setelah 20 tahun lebih. Sebuah perjalanan waktu yang panjang untuk mencetak sebidang sawah.</p>
<h2>Air cepat susut</h2>
<p>Perluasan lahan sawah dapat dilakukan pada lahan kering atau lahan yang tergenang (<a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0016706113003339#bb0085">lahan rawa</a> dan gambut). Kedua jenis lahan yang berbeda kadar kelembapan ini mempunyai perilaku yang berbeda pula bila dijadikan lahan sawah baru. </p>
<p>Jika lahan kering diubah menjadi lahan sawah, perlu diairi hingga tanah tergenang. Sedangkan bila lahan basah dijadikan sawah, perlu dikurangi kadar airnya terlebih dulu dengan cara pembuatan parit drainase.</p>
<p>Pada tanah sawah bukaan baru belum terbentuk lapisan tapak bajak yang kedap air. Diperlukan air yang banyak melalui sistem irigasi teknis agar kebutuhan air terpenuhi. </p>
<p>Air pada sawah bukaan baru cenderung cepat hilang ke lapisan bawah dari lapisan olah karena ketiadaan lapisan kedap air. Pembentukan lapisan kedap memerlukan waktu yang lama. Hal yang sama juga diamati oleh para peneliti ilmu tanah pada lahan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan rawa. Lapisan tapak baja sangat sulit terbentuk walau sudah dikelola cukup lama. </p>
<p>Problem lainnya yang menghadang sawah baru adalah terjadinya <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0016706110000868">keracunan unsur Fe (besi)</a> sehingga tanaman tidak tumbuh dengan baik, bahkan dapat tidak berproduksi sama sekali. Insiden keracunan zat besi ini akibat perubahan ion besi ferro (bermuatan positif dua) menjadi ferri (bermuatan positif tiga) yang drastis akibat penggenangan dan pengeringan. </p>
<p>Terjadi akumulasi ion besi berbentuk ferri yang banyak di tanah akan meracuni tanaman. Gejala keracunan seperti munculnya bercak-bercak coklat mulai dari pucuk sampai keseluruhan helaian daun (klorosis), tanaman menjadi kerdil, anakan berkurang, akar tanaman berukuran pendek, jarang dan kasar yang berselaput warna coklat kemerahan. Selain itu, unsur hara di sawah baru juga belum stabil. </p>
<h2>Air penentu produksi padi</h2>
<p>Pada awalnya, budi daya padi dilakukan pada dataran rendah aluvial (tanah endapan) yang datar. Kondisi permukaan tanah yang tidak rata pada kawasan perbukitan dan pegunungan dibuat <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780444638656000016#bib114">teras-teras </a> dimulai sejak 1000 SM (Sebelum Masehi). </p>
<p>Budi daya padi pada lahan kering telah ada sekitar 10.000 tahun yang lalu di dataran rendah sungai <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/antiquity/article/new-evidence-for-the-origins-of-sedentism-and-rice-domestication-in-the-lower-yangzi-river-china/FB1FAFCD0E983B966EF7712C30E5B73E">Yangtze</a>, Cina. Sedangkan penggunaan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S030544030900329X#bib16">irigasi </a> untuk menggenangi tanah dimulai 6.000 tahun yang lalu.</p>
<p>Baru sekitar <a href="https://www.nature.com/articles/ng1108-1264">5.000 tahun</a> yang lalu diperkenalkan budi daya padi sawah di Indonesia. Selanjutnya sejak abad kelima, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0305748809000966#fn49">padi dipanen</a> dua kali setahun di Pulau Jawa dan Bali. </p>
<p>Ketersediaan air yang cukup sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan produksi padi. Satu riset menunjukkan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1161030117301272">budi daya tanaman padi</a> secara tradisional membutuhkan air lebih banyak, 3-5 kali lipat bila dibandingkan tanaman lain seperti jagung. Konsumsi air untuk menghasilkan beras di Asia menghabiskan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1161030117301272#bib0165">45%</a> dari sumber daya alami air melalui sistem irigasi, baik yang disalurkan melalui irigasi primer, sekunder maupun tersier. Dengan sistem seperti ini penggunaan air cenderung boros.</p>
<p>Untuk mengatasi kelangkaan air, riset terbaru di India dengan inovasi terkini telah menggunakan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0045790617302288">sensor cerdas</a> guna pengelolaan kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi. Sensor cerdas ini akan mendeteksi status air, suhu, kelembaban udara, intensitas penyinaran matahari pada lahan sawah. Informasi tersebut dikirim ke telepon genggam via pesan pendek. Jika terjadi kekurangan air maka secara otomatis akan dibuka aliran air irigasi ke sawah yang membutuhkan air.</p>
<h2>Pengolahan lahan sawah</h2>
<p>Sebelum benih padi ditanam, tanah harus diolah atau dibajak, dilumpurkan dengan alat pengolah tanah dan menggunakan air yang cukup. Aktivitas ini akan menghancurkan bongkahan tanah yang keras dan mengurangi pori tanah yang terisi udara. Jejak cara pengolahan tanah menjadi indikasi usaha manusia mencukupi pangannya dan perkembangan budi daya pertanian. </p>
<p>Bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia telah menggunakan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0305440312001410">alat pengolahan tanah</a> dari kayu, tulang, batu, dan keramik untuk bercocok tanam padi di dataran Yangtze. Pengolahan tanah dengan menggunakan tulang bahu binatang sebagai mata cangkul dimulai pada <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S030544030900329X">5.000 SM</a>.</p>
<p>Kerbau mulai digunakan untuk membantu petani membajak tanah sawah sejak <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B978012805247100006X#bib0580">4.000 SM </a> di Cina dan India. Penggunaan hewan ini agar tanah yang dapat diolah lebih luas dan efisiensi waktu. Sedangkan di <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0308521X96000789">Jawa Timur</a>, hewan ternak digunakan untuk mengolah tanah sejak awal abad ke-19 dan terjadi peningkatan luas mencapai <a href="http://www.nlb.gov.sg/biblio/5517284">245%</a> pada awal abad ke-20. </p>
<p>Seiring dengan perkembangan teknologi maka terjadilah mekanisasi pengolahan tanah sawah. Petani di negara Jepang mulai menggunakan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0308521X1400119X#bib0240">mesin-mesin pengolah tanah </a> pada 1960-an berupa traktor beroda yang memiliki cakram pemecah tanah ataupun traktor dengan geligi penguruk tanah. Satu dekade kemudian diciptakan traktor pengolah tanah sekaligus berfungsi sebagai mesin penanam benih dan pemanenan. </p>
<p>Pengolahan tanah dengan menggunakan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1881836615300148">mesin tanpa manusia/<em>unmanned surface vehicles</em> (USV)</a> dilengkapi dengan teknologi GPS telah diteliti di Jepang. Pengoperasian alat USV ini dapat secara manual atau otomatis. Jika dilakukan secara otomatis maka perlu dibuatkan peta navigasinya terlebih dahulu. Alat ini dapat digunakan juga untuk penyemprotan herbisida atau pestisida untuk menekan pertumbuhan gulma, hama, dan penyakit tanaman padi.</p>
<p>Pendeknya, untuk mencapai produktivitas padi yang tinggi dan berkelanjutan, diperlukan penyiapan lahan sawah, pengelolaan air, pengelolaan hara, pengendalian hama dan penyakit tanaman padi, juga tata niaga pertanian yang adil untuk para petani, dengan basis riset yang cukup kuat dan juga komitmen politik presiden terpilih.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/109448/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dian Fiantis mendapatkan dana penelitian dari Universitas Andalas untuk penelitian pedogenesis tanah sawah vulkanis di Sumatera Barat 2016-2017.</span></em></p>Pada lahan sawah bukaan baru belum terbentuk lapisan tapak bajak yang kedap air. Diperlukan air yang banyak melalui sistem irigasi teknis agar kebutuhan air terpenuhi.Dian Fiantis, Professor of Soil Science, Universitas AndalasLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1102902019-02-07T04:18:34Z2019-02-07T04:18:34ZEvaluasi Revolusi Hijau dan masalah tanah pertanian yang makin tandus<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/257517/original/file-20190206-174857-1b6r8yv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sumber beras dari sawah.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU0OTQ5Njc5OCwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfNDQxMDc1ODk1IiwiayI6InBob3RvLzQ0MTA3NTg5NS9tZWRpdW0uanBnIiwibSI6MSwiZCI6InNodXR0ZXJzdG9jay1tZWRpYSJ9LCJkZnhKNU9YVHV1VjN2Uk1JeTJzMndVaEE3U28iXQ%2Fshutterstock_441075895.jpg&pi=41133566&m=441075895">FiledIMAGE/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pekan lalu menyatakan tata niaga pupuk untuk pertanian dipengaruhi oleh <a href="https://www.liputan6.com/news/read/3887535/kementan-terus-perangi-pratik-mafia-pupuk">banyaknya mafia yang mengambil keuntungan</a>, termasuk sindikasi pupuk palsu yang merugikan petani dan merusak lahan pertanian. Lebih dari 700 perusahaan sedang diusut dan sekitar 400 perusahaan lainnya telah dihukum.</p>
<p>Walau menjadi produsen beras dan produk pangan lainnya untuk semua penduduk Indonesia, sekitar <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwih--6Ep6fgAhVJwI8KHRtoBb8QFjABegQIBRAC&url=http%3A%2F%2Fpangan.litbang.pertanian.go.id%2Ffiles%2FStatistik%2FStatistikPertanian2017.pdf&usg=AOvVaw1VYmSqkhKA_mTw6DvR8jmH">35 juta petani</a> selama puluhan tahun selalu menjadi kelompok marjinal. </p>
<p>Saat musim tanam akan dimulai, misalnya, harga pupuk produksi pabrik melejit dan terjadi kelangkaan pupuk yang membuat posisi mereka makin terjepit. Saat panen tiba, harga padi <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20180220/12/740961/harga-beras-mulai-turun-ini-faktor-penyebabnya">kerap anjlok</a>. Ini belum termasuk risiko tanaman padi dirusak oleh hama dan penyakit.</p>
<p>Saat ini, di pasaran tersedia pupuk buatan <a href="http://petrosida-gresik.com/id/bisnis/pupuk/pupuk-urea-subsidi-distributor">bersubsidi</a> dan <a href="https://www.pupukkaltim.com/id/produk-distribusi-tentang-produk">non-subsidi</a>. Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, petani harus tergabung <a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/10/144544926/pupuk-bersubsidi-diberikan-jika-petani-tergabung-dalam-kelompok-tani">dalam kelompok tani</a>. Harga pupuk bersubsidi dan non-subsidi ditetapkan <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=2ahUKEwjGgtuD7-bfAhUTQH0KHRRBCdQQFjADegQICRAC&url=http%3A%2F%2Fpsp.pertanian.go.id%2Fassets%2Ffile%2F2016%2FPedoman%2520Pelaksanaan%2520Penyediaan%2520Pupuk%2520Bersubsidi%2520-%25202016.pdf&usg=AOvVaw2wr3yKkqwFLKYFPr0SBZgE">oleh Menteri Pertanian</a>.</p>
<p>Masalah bukan hanya terjadi pada kelangkaan dan mahalnya pupuk buatan, tapi juga cara memupuk dan pola tanam yang terus menerus sepanjang tahun. Jika tanah selalu ditanami, maka tanah tidak ada waktu istirahat untuk memulihkan energi. Cadangan unsur hara pada mineral primer habis diserap tanaman. Mineral primer berubah menjadi mineral sekunder atau mineral oksida yang mengandung sangat sedikit unsur hara tanaman.</p>
<p>Hasil <a href="https://agromedia.net/katalog/petunjuk-pemupukan-yang-efektif/">penelitian menunjukkan </a> tiap kali panen padi 4 ton gabah kering per hektare akan menghilangkan 32 kg unsur nitrogen, 36 kg unsur fosfat dan 21 kg unsur kalium dari dalam tanah. Kehilangan unsur-unsur hara ini harus dikompensasikan dalam bentuk penambahan unsur hara baru dari luar sesuai jumlah yang dibawa ketika panen dan ketersediaannya di dalam tanah. </p>
<h2>Revolusi Hijau</h2>
<p>Sebelum 1960-an, nama pupuk buatan seperti Urea, TSP atau SP-36 maupun KCl belum dikenal. Petani kala itu tidak memupuk dengan pupuk dari pabrik melainkan pakai pupuk kandang. Produksi padi, jagung, ubi dan sayur-mayur yang keluar dari lahan pertanian saat itu tetap tinggi dengan rasa yang lebih enak.</p>
<p>Intensifikasi pertanian, pemakaian pupuk pabrik, dan penggunaan varietas tanaman baru digagas melalui program <a href="http://www.agbioworld.org/biotech-info/topics/borlaug/borlaug-green.html">Revolusi Hijau</a> pada akhir 1960-an dan awal 1970-an. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa gencar menjalankan Revolusi Hijau ke seluruh dunia. Revolusi Hijau merupakan usaha untuk meningkatkan ketersediaan pangan utama (beras dan gandum) di negara berkembang dengan cara pemakaian varietas baru tanaman yang berproduksi tinggi. </p>
<p>Tujuan program ini sangat baik, untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang makin banyak. Para pakar pertanian menemukan terobosan untuk meningkatkan produksi pangan di negara berkembang dengan memperkenalkan pupuk buatan yang bisa meningkatkan produksi pertanian.</p>
<p>Intensifikasi pertanian dilakukan dengan cara peningkatan frekuensi penanaman padi dan palawija dalam sebidang lahan menjadi 2 atau 3 kali setahun. Program ini memang menaikkan jumlah hasil pertanian per hektare secara signifikan tapi berdampak buruk terhadap kesehatan tanah. Kesuburan alami tanah menurun drastis. Tanah tak lagi mempunyai nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. </p>
<h2>Mengapa harus memupuk?</h2>
<p>Pupuk buatan menemukan “mata rantai” dalam siklus Revolusi Hijau. Pupuk pabrikan dibuat dengan cara mengkondisikan persentase jumlah unsur hara yang dikandungnya. Era pupuk anorganik dan buatan ini dimulai pada 1939 saat ditemukan deposit garam kalsium di Jerman seiring munculnya teori baru tentang unsur hara dan kimia dalam bidang pertanian. </p>
<p>Ilmuwan Jerman <a href="https://www.sciencehistory.org/historical-profile/justus-von-liebig-and-friedrich-wohler">J. Von Leibig</a> mengemukakan teori bahwa tanaman membutuhkan unsur lain untuk pertumbuhannya, tidak hanya humus sebagai sumber unsur hara utama. Pupuk buatan yang pertama diproduksi adalah pupuk superfosfat. Sejak itu, diproduksi berbagai macam pupuk yang mengandung unsur hara dibutuhkan oleh padi dan tanaman budi daya lainnya.</p>
<p>Tanaman membutuhkan 16 unsur hara esensial dan enam unsur <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03650340.2015.1101070">mikro tergolong bermanfaat</a> untuk pertumbuhan tanaman. Pemupukan untuk menambah nutrisi atau unsur hara agar tanaman tumbuh besar dan menghasilkan buah (biji) yang optimal. </p>
<p>Terdapat beberapa unsur kimia yang diambil tanaman dari udara: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Unsur-unsur yang diserap akar dari tanah seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), fosfor (P) dan sulfur (S). Sembilan unsur hara ini dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak (disebut unsur hara makro esensial). </p>
<p>Unsur hara esensial adalah unsur yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi. Jika tanaman kekurangan unsur hara esensial maka pertumbuhannya terhambat dan tidak bisa berproduksi. Gejala kekurangan unsur hara esensial dapat diamati langsung seperti daun muda yang pucat dan kekuningan jika kekurangan N. <a href="https://soils.wisc.edu/facstaff/barak/soilscience326/macronut.htm">Kebutuhan</a> unsur hara makro ini antara 0,1% (Sulfur) sampai 1,5% (Nitrogen) dari berat kering panen tanaman. </p>
<p>Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit disebut sebagai unsur hara mikro baik yang esensial maupun <em>beneficial</em> (berguna). Unsur hara mikro esensial seperti molibdenum (Mo), tembaga (Cu), mangan (Mn), besi (Fe), boron (B), dan klor (Cl). Batas kritis kebutuhan untuk unsur hara mikro antara 0,1 ppm (part per million) untuk Mo sampai 100 ppm untuk Cl. Unsur hara <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03650340.2015.1101070">mikro beneficial</a> seperti aluminium (Al), kobal (Co), selenium (Se), silikon (Si), natrium (Na) dan vanadium (V).</p>
<p>Kekurangan unsur hara mikro esensial menyebabkan tanaman tidak tumbuh dengan baik. Sedangkan jika kekurangan unsur hara mikro <em>beneficial</em>, tanaman masih bisa tumbuh dengan baik. Penambahan unsur hara <em>beneficial</em> kepada tanaman akan meningkatkan ketahanan tanaman seperti ketika kekurangan air atau melawan penyakit tanaman. Jika unsur hara mikro <em>beneficial</em> terlalu banyak di tanah dan diserap tanaman akan menjadi unsur beracun.</p>
<p>Unsur hara di tanah tersedia karena proses <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S006521130860231X">pelapukan</a> dari mineral primer yang ada di batuan induk tanah, yang akan mengeluarkan beragam unsur hara baik makro maupun mikro. Proses pelapukan ini berjalan sangat lambat dan tidak bisa mengimbangi kebutuhan nutrisi tanaman yang dibudidayakan sepanjang tahun. Kekurangan nutrisi itulah yang ditambahi dengan pupuk buatan.</p>
<h2>Cara pemupukan yang tepat</h2>
<p>Terdapat beberapa kesalahan penggunaan pupuk yang kerap dilakukan oleh petani di sawah: kurang tahu jenis dan kegunaan pupuk serta waktu pemberian, kesalahan dosis pemakaian, dan kesalahan dalam cara aplikasi pupuk. </p>
<p>Petani kini sulit lepas dari pupuk buatan. Solusi mengatasi ini adalah pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan ilmuwan pertanian selalu memberikan penyuluhan kepada petani. Perguruan tinggi dapat berperan melalui program pengabdian kepada masyarakat. </p>
<p>Kesalahan prosedur yang paling umum adalah petani <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S100201601760393X">menaburkan urea</a> di atas tanah dan tidak membenamkannya. Padahal unsur nitrogen yang dikandung urea sangat mudah menguap sehingga sia-sia saja pemupukan. Ini merupakan kerugian yang diderita petani sebab produksi pertanian tetap rendah.
Perlu penelitian untuk mengukur berapa besar kerugian akibat kesalahan cara memupuk.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378429016302283">Pemberian pupuk</a> dan mekanisme penyerapannya oleh tanaman dapat dilakukan (1) melalui akar dengan cara memasukkan ke dalam tanah (pupuk akar) dan (2) melalui daun dengan cara disemprotkan ke daun (pupuk daun). </p>
<p>Aplikasi pupuk akar dapat dengan cara (1) membenamkannya dalam larikan, (2) membenamkannya dalam barisan, (3) disebarkan di atas tanah, (4) diberikan pada lubang yang sama saat penanaman benih atau bibit, (5) dicampurkan dengan air irigasi dan (6) <a href="https://kbbi.web.id/tugal">ditugalkan</a> atau dibuat lubang dengan kayu runcing. </p>
<p>Pupuk daun semakin hari semakin populer di kalangan petani dan dikategorikan sebagai pupuk majemuk (cairan dan serbuk). Jika berbentuk cairan, dapat langsung digunakan setelah diencerkan, sedangkan yang berbentuk serbuk harus dilarutkan dengan air lebih dulu. Pemakaian pupuk cair ini sangat menguntungkan karena respons tanaman terhadap pupuk cair lebih cepat bila dibandingkan dengan pupuk akar. Tapi harganya lebih mahal dan non-subsidi.</p>
<p>Penyerapan unsur hara pupuk cair oleh tanaman melalui <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780123948076000733">stomata</a> (mulut) daun di bagian bawah daun. Bagian ini mengatur penguapan air dari tanaman (transpirasi). Pada saat udara panas, stomata akan menutup sehingga tanaman tidak cepat kekeringan, sebaliknya jika suhu udara turun maka stomata akan membuka dan masuklah air ke dalam daun. </p>
<p>Adapun penyemprotan pupuk daun harus dilakukan pada saat stomata membuka dan suhu udara rendah yaitu pada pagi atau sore hari. Hindari penyemprotan pada siang hari karena cairan pupuk akan mudah menguap saat panas.</p>
<p>Cara-cara di atas merupakan langkah yang tepat untuk memulihkan tanah lebih subur, walau tetap bergantung pada pupuk buatan pabrik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/110290/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dian Fiantis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika tanah selalu ditanami terus menerus maka tidak ada waktu untuk istirahat untuk memulihkan energi. Kebutuhan nutrisi tanaman berkurang dan perlu ditambah.Dian Fiantis, Professor of Soil Science, Universitas AndalasLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1011162018-08-06T08:35:51Z2018-08-06T08:35:51ZBukit karst dan fakta yang selama ini jarang diketahui<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/230714/original/file-20180806-119618-viz8l1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bukit karst di Makassar.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTUzMzU2MzgyMSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTE0Mjc5MzkwOCIsImsiOiJwaG90by8xMTQyNzkzOTA4L21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sIlpqVmUxRjBLdXNMWW4yRFZFa0dkVUo4SENubyJd%2Fshutterstock_1142793908.jpg&pi=41133566&m=1142793908&src=cVnfJQtXe_E8mvFZYNjXZA-1-22">Rerosindunata/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/3frPcJT5KUU2703iSl5paa" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Sekitar 15% dari luas daratan di Bumi berupa perbukitan karst. Di Indonesia, menurut <a href="http://www.bioone.org/doi/abs/10.1641/0006-3568%282006%2956%5B733%3ALKOSAI%5D2.0.CO%3B2">riset ahli biologi Reuben Clements pada 2006 </a>, luas wilayah karst mencapai 14,5 juta kilometer persegi, yang tersebar dari barat hingga timur negeri ini. Dari jumlah itu hanya 5% yang dilindungi.</p>
<p>Karst adalah gudang penyimpan air yang teramat vital untuk pertanian dan rumah buat biota yang bahkan belum pernah kita kenal. Dari kapur tulis yang mengantar anak menjadi sarjana hingga bahan baku semen dan marmer yang menjadi rumah kita, tidak lepas dari bebatuan karst. </p>
<p>Perannya vital dan jutaan petani bergantung padanya untuk pengairan. Itulah mengapa dalam hampir lima tahun terakhir para petani Kendeng di Rembang dan Pati, Jawa Tengah, menggelar protes hingga di depan Istana Negara Jakarta untuk menolak pabrik semen yang akan mengeruk habis perbukitan karst di sana.</p>
<p>Dian Fiantis, guru besar ilmu tanah Universitas Andalas, Sumatera Barat menjelaskan ihwal batu karst yang terbentuk jutaan tahun yang lalu itu. Di bawah sebuah bukit kapur, ada gua kapur. Ada stalagmit dan stalagtit. Di sana juga terjadi proses pembentukan tanah. Dan inilah yang belum banyak digali. Tanah-tanah yang berasal dari perbukitan karst adalah salah satu dari tanah tersubur di Bumi. Karena itu, menyelamatkan bebatuan karst dari bisnis yang merusak sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan.</p>
<p>Edisi ke-20 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Hilman Handoni dan narator Ajeng Dinanti. Selamat mendengarkan!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/101116/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Dari kapur tulis yang mengantar anak menjadi sarjana hingga bahan baku semen dan marmer yang menjadi rumah kita, tidak lepas dari bebatuan karst.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/920492018-04-03T12:25:41Z2018-04-03T12:25:41ZDunia makin dilanda kelaparan akibat perubahan iklim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/212937/original/file-20180403-189824-awyw5y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petani skala kecil amat rentan terhadap rawan pangan.</span> <span class="attribution"><span class="source">Leah Samberg</span></span></figcaption></figure><p>Data terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan, pada 2016 terdapat 815 juta orang kelaparan. Ini merupakan 11 persen populasi dunia, dan peningkatan pertama dalam lebih dari 15 tahun.</p>
<p>Padahal antara 1990 dan 2015, berkat serangkaian inisiatif oleh komunitas global, proporsi orang yang kurang gizi di dunia sudah berkurang setengah. Pada 2015, negara-negara anggota PBB menjalankan <a href="http://www.un.org/sustainabledevelopment/sustainable-development-goals/">Sustainable Development Goals</a>, yang bertujuan mengakhiri seluruh kelaparan pada 2030. </p>
<p>Namun <a href="http://www.fao.org/state-of-food-security-nutrition/en/">laporan</a> PBB baru-baru ini menunjukkan bahwa kelaparan meningkat lagi—setelah bertahun-tahun turun.</p>
<p>Planet kita telah menjelma menjadi tempat yang tak stabil dan tak terduga selama beberapa tahun terakhir. Banjir, kebakaran, serta kekerasan melanda. Bencana itu membuat daerah miskin yang termarjinalkan dan terkoyak perang kesulitan mengakses makanan yang memadai.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/188049/original/file-20170928-2939-dzc3wr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/188049/original/file-20170928-2939-dzc3wr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/188049/original/file-20170928-2939-dzc3wr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/188049/original/file-20170928-2939-dzc3wr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/188049/original/file-20170928-2939-dzc3wr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/188049/original/file-20170928-2939-dzc3wr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=522&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/188049/original/file-20170928-2939-dzc3wr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=522&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/188049/original/file-20170928-2939-dzc3wr.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=522&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.fao.org/3/a-I7695e.pdf">FAO</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Saya mempelajari keputusan yang dibuat oleh <a href="http://dx.doi.org/10.1007/s10745-013-9579-7">petani</a> dan <a href="https://doi.org/10.1007/s10745-017-9891-8">penggembala ternak</a> atas tanaman, hewan, dan tanah mereka. Keputusan-keputusan itu dibatasi oleh kurangnya akses terhadap pelayanan, pasar atau kredit; oleh pemerintahan yang buruk atau kebijakan yang tidak cocok; dan oleh batasan etnis, gender, dan pendidikan. </p>
<p>Hasilnya, sering kali mereka tidak bisa banyak berbuat untuk memelihara produksi pangan yang aman atau berkelanjutan dalam menghadapi krisis.</p>
<p>Laporan PBB menunjukkan bahwa untuk mengurangi dan melenyapkan kelaparan, membuat agrikultur lebih produktif tidaklah cukup. Yang juga penting adalah meningkatkan pilihan yang tersedia untuk penduduk desa, dalam dunia yang tidak pasti ini.</p>
<h2>Konflik dan perubahan iklim mengancam mata pencarian pedesaan</h2>
<p>Di seluruh dunia, <a href="http://dx.doi.org/10.1177/0022343316663032">ketidakstabilan</a> sosial dan politik sedang meningkat. Sejak 2010, konflik berbasis negara meningkat hingga 60 persen dan <a href="http://dx.doi.org/10.1177/0022343311431598">konflik bersenjata dalam negeri</a> telah naik hingga 125%. </p>
<p>Lebih dari setengah orang yang rawan pangan (489 juta dari 815 juta) hidup di negara dengan kekerasan tanpa henti. Lebih dari tiga perempat anak malnutrisi kronis (122 juta dari 155 juta) hidup di daerah yang terdampak konflik.</p>
<p>Di saat yang sama, daerah-daerah tersebut tengah mengalami <a href="https://www.ametsoc.org/ams/index.cfm/publications/bulletin-of-the-american-meteorological-society-bams/explaining-extreme-events-from-a-climate-perspective/">badai yang semakin kuat, kekeringan terus menerus, dan curah hujan yang makin tidak pasti</a>, akibat perubahan iklim. Tren ini saling berkait. </p>
<p>Masyarakat yang dilanda konflik lebih rentan terhadap bencana akibat perubahan iklim, dan gagal panen atau ternak akibat iklim dapat menyebabkan kerusuhan sosial. </p>
<p>Perang punya dampak besar terhadap petani. Konflik dapat mengusir mereka, merusak panen dan ternak, menghalangi mereka mendapatkan benih dan pupuk atau menjual produk, membatasi akses ke air dan pakan ternak, serta mengacaukan siklus tanam atau panen. </p>
<p>Banyak konflik terjadi di daerah pedesaan yang dihuni <a href="http://iopscience.iop.org/article/10.1088/1748-9326/11/12/124010">petani kecil</a>. Petani <a href="https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2015.10.041">berskala kecil</a> ini termasuk di antara orang yang <a href="http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/hlpe/hlpe_documents/HLPE_Reports/HLPE-Report-6_Investing_in_smallholder_agriculture.pdf">paling rentan di planet</a>. Mendukung mereka adalah <a href="http://unctad.org/en/PublicationsLibrary/suc2014d5_en.pdf">strategi penting</a> PBB untuk mencapai target keamanan pangan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/190031/original/file-20171012-31440-8u6mdm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/190031/original/file-20171012-31440-8u6mdm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/190031/original/file-20171012-31440-8u6mdm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=437&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/190031/original/file-20171012-31440-8u6mdm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=437&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/190031/original/file-20171012-31440-8u6mdm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=437&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/190031/original/file-20171012-31440-8u6mdm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=550&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/190031/original/file-20171012-31440-8u6mdm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=550&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/190031/original/file-20171012-31440-8u6mdm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=550&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pada 2016 Viola Tablo melarikan diri dari rumahnya di desa Lanya, Sudan Selatan, setelah tentara pemerintah mengeksekusi tiga saudara laki-lakinya. Dia sekarang menanam sayur-mayur untuk melengkapi makanan pengungsi di kamp Bidi Bidi.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://flic.kr/p/S9zWCL">Trocaire</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Terganggu dan terusir</h2>
<p>Saat krisis berlangsung, para petani dan peternak mungkin dipaksa untuk meninggalkan tanah dan komunitas mereka.</p>
<p>Migrasi adalah salah satu mekanisme penanganan yang paling terlihat pada penduduk desa yang menghadapi konflik atau bencana terkait iklim. Secara global, jumlah pengungsi dan orang yang terusir secara domestik meningkat dua kali lipat <a href="http://visionofhumanity.org/app/uploads/2017/02/GPI-2016-Report_2.pdf">pada 2007-2016</a>. </p>
<p>Dari 64 juta orang yang diperkirakan terusir, lebih dari 15 juta terkait dengan <a href="http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/newsroom/docs/20170328_Full%20Report_Global%20Report%20on%20Food%20Crises_v1.pdf">krisis makanan</a> akibat konflik di Suriah, Yaman, Irak, Nigeria dan Somalia.</p>
<p>Migrasi itu memang tidak pasti dan sulit, tetapi mereka dengan sumber daya yang paling sedikit mungkin bahkan tidak memiliki pilihan itu. Riset baru oleh kolega saya di Universitas Minnesota menunjukkan bahwa populasi yang paling rentan mungkin “<a href="http://dx.doi.org/10.3390/su9050720">terjebak</a>” di tempat, tanpa <a href="http://dx.doi.org/10.1002/psp.2033">sumber daya untuk bermigrasi</a>.</p>
<p>Terusir karena bencana alam juga memantik konflik. Migrasi yang dipicu kekeringan di Suriah, misalnya, telah <a href="https://theconversation.com/climate-change-and-drought-a-spark-in-igniting-syrias-civil-war-38275">dikaitkan</a> dengan konflik di sana, dan banyak <a href="http://www.africareview.com/News/Climate-change-fuels-Nigeria-terrorism/-/979180/1334472/-/vq4tja/-/index.html">militan di Nigeria</a> telah dikenali sebagai petani yang terusir oleh kekeringan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/190032/original/file-20171012-31431-f6w1mp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/190032/original/file-20171012-31431-f6w1mp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/190032/original/file-20171012-31431-f6w1mp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=329&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/190032/original/file-20171012-31431-f6w1mp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=329&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/190032/original/file-20171012-31431-f6w1mp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=329&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/190032/original/file-20171012-31431-f6w1mp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=414&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/190032/original/file-20171012-31431-f6w1mp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=414&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/190032/original/file-20171012-31431-f6w1mp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=414&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Orang-orang yang terusir di Azaz, Suriah, 3 September 2012. Riset telah mengaitkan kekeringan akibat iklim dan migrasi internal hingga perang saudara Suriah.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b1/Azaz_Syria_during_the_Syrian_Civil_War_Displacement_with_Tractor.jpg">VOA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Mendukung masyarakat desa</h2>
<p>Untuk mengurangi kelaparan dunia dalam jangka panjang, penduduk desa memerlukan cara berkelanjutan untuk mendukung mereka dalam menghadapi krisis. Ini berarti memikirkan strategi untuk mendukung mata pencairan desa yang tangguh, beragam, dan saling terkait.</p>
<p>Banyak inisiatif keamanan pangan skala besar menyediakan petani dengan varietas pangan dan ternak yang lebih baik, ditambah pupuk. Pendekatan ini krusial, tapi bisa membantu petani memfokuskan sebagian besar atau seluruh sumber daya mereka untuk menumbuhkan jagung, gandum, atau beras yang lebih produktif. </p>
<p>Mengkhususkan diri dalam cara ini meningkatkan risiko. Bila petani tidak bisa menanam benihnya tepat waktu atau mendapat pupuk, atau jika tidak ada hujan, mereka cuma punya sedikit cadangan.</p>
<p>Semakin banyak agensi riset dan pengembangan pertanian, LSM, dan program bantuan yang bekerja untuk membantu petani memelihara pertanian tradisional beragam dengan memberikan dukungan keuangan, agronomi, dan kebijakan untuk <a href="https://www.bioversityinternational.org/fileadmin/user_upload/online_library/publications/pdfs/The_impact_of_Bioversity_International_s_African_leafy_vegetables_programme_in_Kenya_1418.pdf">produksi</a> dan <a href="https://www.bioversityinternational.org/fileadmin/user_upload/online_library/publications/pdfs/Bioversity_-_Andean_lost_grains_in_Bolivia_and_Peru_1947.pdf">pemasaran</a> tanaman dan spesies ternak asli setempat. </p>
<p>Menumbuhkan banyak tanaman lokal berbeda menyediakan beragam <a href="https://hivos.org/sites/default/files/web_nourishingdiversity_briefing_final.pdf">kebutuhan nutrisi</a> dan mengurangi risiko petani dari ketidakpastian cuaca, input, atau pengaturan waktu.</p>
<p>Meski berinvestasi pada pertanian dipandang sebagai langkah maju di banyak daerah berkembang, yang tak kalah penting adalah kemampuan petani untuk mendiversifikasi strategi mata pencaharian mereka. Penghasilan dari luar pertanian bisa menyokong petani menghadapi gagal panen atau <a href="https://doi.org/10.1146/annurev-environ-102016-060946">kehilangan ternak</a>, dan merupakan komponen kunci dalam <a href="http://dx.doi.org/10.1073/pnas.1518384112">keamanan pangan</a> bagi banyak rumah tangga pertanian.</p>
<p>Program pelatihan, edukasi, dan literasi memungkinkan masyarakat desa mengakses pendapatan yang lebih besar dan sumber informasi. Ini terutama berlaku bagi perempuan, yang sering kali lebih rentan terhadap rawan pangan ketimbang laki-laki.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/190035/original/file-20171012-31390-1b64bfq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/190035/original/file-20171012-31390-1b64bfq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/190035/original/file-20171012-31390-1b64bfq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/190035/original/file-20171012-31390-1b64bfq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/190035/original/file-20171012-31390-1b64bfq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/190035/original/file-20171012-31390-1b64bfq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/190035/original/file-20171012-31390-1b64bfq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/190035/original/file-20171012-31390-1b64bfq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Petani Pakistan membaca buku tentang praktik pertanian terbaik.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://blog.usaid.gov/2014/08/mobile-agriculture-a-lifeline-for-pakistans-farmers/">USAID Pakistan</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Konflik juga menghancurkan komunitas pedesaan, merusak struktur sosial tradisional. Jaringan dan hubungan ini memfasilitasi pertukaran informasi, barang dan jasa, membantu melindungi sumber daya alam, dan menyediakan jaminan dan mekanisme penyangga. </p>
<p>Di banyak tempat, salah satu cara terbaik untuk mendukung keamanan pangan adalah dengan membantu petani berhubungan dengan jaringan sosial tradisional atau inovatif, sehingga mereka bisa <a href="https://doi.org/10.1016/j.envsci.2011.09.003">mengumpulkan sumber daya</a>, menyimpan makanan, benih, dan input, serta membuat investasi. </p>
<p><a href="https://www.foreignaffairs.com/articles/africa/2015-10-16/food-and-transformation-africa">Telepon seluler</a> memungkinkan petani mendapat informasi mengenai cuaca dan harga pasar, bekerja sama dengan produsen lain dan pembeli, serta mendapatkan bantuan, penyuluhan pertanian, atau layanan dokter hewan. Memanfaatkan berbagai bentuk konektivitas merupakan strategi utama untuk mendukung penghidupan yang langgeng.</p>
<p>Dalam dua dekade terakhir, dunia telah bersama-sama memerangi kelaparan. Usaha ini telah menghasilkan inovasi dalam pertanian, teknologi, dan transfer ilmu. Sekarang, krisis gabungan akibat konflik kekerasan dan perubahan iklim menunjukkan bahwa pendekatan ini tidaklah cukup.</p>
<p>Di tempat-tempat yang paling rentan, keamanan pangan tidak hanya bergantung pada membuat pertanian lebih produktif, tapi juga membuat mata pencaharian desa yang beragam, saling terkait, dan mudah beradaptasi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/92049/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Leah Samberg tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Menurut PBB, kelaparan dunia meningkat pertama kali dalam 15 tahun. Selain mmemproduksi lebih banyak makanan, kita perlu melindungi petani skala-kecil dari perubahan iklim dan konflik bersenjata.Leah Samberg, Research Associate, Institute on the Environment, University of MinnesotaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.