tag:theconversation.com,2011:/global/topics/polisi-43391/articlesPolisi – The Conversation2023-08-09T04:33:32Ztag:theconversation.com,2011:article/2107922023-08-09T04:33:32Z2023-08-09T04:33:32ZPerlukah TNI ikut menjaga pertandingan sepak bola, konser musik dan kegiatan sipil lainnya? Bagi negara demokrasi, ini tidak lazim<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/541246/original/file-20230804-15-dgf5zq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4826%2C3213&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Latihan Gabungan TNI di Pusat Latihan Tempur Marinir di Jawa Timur.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690887301&getcod=dom">Budi Candra Setya/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebagai komponen pertahanan nasional, telah sejak lama turut terlibat dalam upaya keamanan dan melebur dalam kehidupan sipil di Indonesia. Contohnya, kita sudah sering menjumpai pawai karnaval, laga sepak bola, bahkan konser musik yang dijaga ketat oleh militer. </p>
<p>Bagi warga asing seperti dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa, yang dilabeli sebagai negara demokrasi maju, praktik ini bisa dipertanyakan. Sebab, sejatinya urusan pertahanan dan keamanan negara harus dipisahkan satu sama lain.</p>
<p>Sedangkan bagi masyarakat di Indonesia, fenomena ini seakan lumrah. Urusan pertahanan dan keamanan dianggap sama sehingga terkesan tidak memiliki batasan yang jelas. </p>
<p>Padahal, Indonesia pun sebenarnya telah berupaya memisahkan fungsi keamanan dan pertahanan melalui <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/v2/lt4ffe8d256bf00/ketetapan-mpr-nomor-vi-mpr-2000-tahun-2000">Tap MPR VI/2000</a> tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Fungsi pertahanan nasional diemban oleh TNI sedangkan fungsi keamanan menjadi tanggung jawab Polri.</p>
<p>Perlahan, jika keterlibatan militer di ranah sipil ini terus terjadi, dikhawatirkan akan menimbulkan gesekan dan persoalan di tataran implementasi. Ini juga akan mengganggu profesionalisme TNI sendiri dan, lebih jauh lagi, kehidupan demokrasi dan prinsip supremasi sipil di Indonesia.</p>
<h2>Kehadiran TNI: dari arus mudik sampai konser dangdut</h2>
<p>Adanya <a href="https://news.republika.co.id/berita/rt29d9436/tni-kerahkan-18-ribu-prajurit-bantu-pengamanan-mudik-libur-lebaran">posko-posko penjagaan militer</a> pada periode arus mudik setiap tahunnya sudah menjadi pemandangan umum masyarakat Indonesia.</p>
<p>Posko-posko ini dibangun di sejumlah titik, termasuk perbatasan daerah, yang mereka anggap <a href="https://www.kompas.tv/regional/398853/ada-penembak-jitu-di-titik-rawan-menjaga-keamanan-mudik-lebaran">“rawan”</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=397&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541870/original/file-20230809-14-s2ch1q.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=499&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemusnahan senjata rakitan sisa Perang Dunia II di Maluku Utara oleh Kapolda Maluku Utara Irjen Pol Midi Siswoko (kiri) didampingi Danrem 152 Baabullah Ternate Brigjen TNI Elkines Villando Dewangga (kanan).</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1691392504&getcod=dom">Andri Saputra/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sementara dalam konser musik, mulai dari <a href="https://www.liputan6.com/news/read/2315230/3300-polisi-dan-tni-amankan-konser-bon-jovi">pop</a> sampai <a href="https://soloraya.solopos.com/nella-kharisma-konser-di-karanganyar-249-aparat-keamanan-diterjunkan-1396294">dangdut</a>, biasanya ada anggota TNI berseragam lengkap turut <a href="https://tribratanews.gorontalo.polri.go.id/polres-kota-gorontalo/1673/konser-musik-hiburan-berjalan-aman-kapolresta-gorontalo-kota-ucapkan-terima-kasih-untuk-sinergitas-tni-polri-dan-instansi-terkait/">berjaga</a> di tengah keramaian.</p>
<p>Bagi negara-negara Barat, yang menganut <a href="https://www.jstor.org/stable/45346973">teori hubungan militer-sipil demokratis</a>, praktik ini sebenarnya tidak wajar. Sebab, mereka dengan mutlak memisahkan peran militer dari kehidupan sipil. <a href="https://www.jstor.org/stable/45292887">Penelitian</a> menunjukkan bahwa penekanan pembatasan peran militer dalam kehidupan sipil sangat diperlukan bagi negara demokrasi yang “dewasa”.</p>
<p>Landasan hukum Indonesia pun, melalui <a href="https://www.dpr.go.id/dokblog/dokumen/F_20150616_4760.PDF">Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI</a>, telah mengatur batasan intervensi TNI di ranah sipil. Hal ini sejalan dengan semangat Reformasi TNI yang melatar belakangi pembentukan UU TNI.</p>
<p>Oleh karena itu, pelibatan TNI dalam penjagaan di kegiatan sipil sama saja dengan <a href="https://ylbhi.or.id/informasi/siaran-pers/petisi-bersama-koalisi-masyarakat-sipil-restrukturisasi-dan-reorganisasi-tni-tidak-boleh-bertentangan-dengan-agenda-reformasi-tni/">mengkhianati</a> UU TNI dan <a href="https://pbhi.or.id/75-tahun-tni-kemunduran-reformasi-tni/">semangat Reformasi TNI</a>.</p>
<p>Lalu, pertanyaannya adalah mengapa ini bisa tetap terjadi?</p>
<h2>Sejarah TNI sebagai ‘angkatan rakyat’</h2>
<p>Militer Indonesia memiliki sejarah yang unik dibandingkan militer di negara-negara lain. Mengutip <a href="https://etd.ohiolink.edu/apexprod/rws_olink/r/1501/10?clear=10&p10_accession_num=osu148726460321841">disertasi Profesor Salim Said</a>, bahwa dalam sejarahnya, TNI merupakan “institusi yang dibentuk oleh rakyat”, bukan oleh penguasa.</p>
<figure class="align-left ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541871/original/file-20230809-16-izp6d6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Aparat gabungan TNI-Polri melakukan penjagaan terhadap penonton pertandingan Persija vs Persebaya di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690725607&getcod=dom">Asprilla Dwi Adha/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Militer Indonesia lahir selepas <a href="https://www.academia.edu/34691836/Indonesian_National_Revolution_Records_in_the_National_Archives_of_the_Netherlands">Perang Revolusi Nasional 1945-1949</a> dari <a href="https://bnn.go.id/hut-tni-77-tni-adalah-kita/">gabungan</a> laskar-laskar militer otonom yang melebur mandiri.</p>
<p>Panglima TNI (saat itu masih bernama Tentara Keamanan Rakyat/TKR) pertama Jenderal Sudirman terpilih melalui proses penunjukan oleh para prajurit, bukan oleh Presiden Sukarno. Karena dibentuk oleh unsur rakyat, TNI lekat dengan citra “mengayomi masyarakat”.</p>
<p>Setelah Jenderal Sudirman wafat tahun 1950, terjadi perdebatan besar tentang bagaimana masa depan militer Indonesia – yang namanya kemudian berubah menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 1962. Perdebatannya mengerucut pada pilihan apakah TNI harus terlibat penuh dalam pemerintahan, seperti di Amerika Latin, atau menjadi fungsi pertahanan profesional saja seperti militer di Eropa.</p>
<p>Jenderal A.H. Nasution, Kepala Staf TNI Angkatan Darat saat itu, akhirnya memberi solusi “<a href="https://kumparan.com/pagili-ahmad/politik-jalan-tengah-1zk6eCOTXt7">Jalan Tengah</a>” dengan memberikan <a href="https://lib.litbang.kemendagri.go.id/index.php?p=show_detail&id=1321">TNI dua fungsi</a>: penyelenggara keamanan-pertahanan sekaligus stabilisator kehidupan bernegara. </p>
<p>Solusi tersebut kemudian diterjemahkan oleh Presiden Suharto dalam kebijakan <a href="https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/adabiya/article/download/6776/4069">Dwifungsi ABRI</a> pada masa Orde Baru. Prajurit TNI aktif ditugaskan menempati sejumlah jabatan publik struktural dan terlibat dalam ranah sipil, termasuk urusan menangkap maling.</p>
<p>Selama Orde Baru, konsep Dwifungsi ini menimbulkan <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/19/133958069/dwifungsi-abri-sejarah-dan-penghapusan">banyak masalah</a>, termasuk dalam <a href="https://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-109146.pdf">penggunaan alat-alat kekerasan</a> yang dikuasai militer. Situasi tersebut kemudian mendorong munculnya desakan dari masyarakat untuk melakukan Reformasi TNI.</p>
<p>Setelah Suharto lengser tahun 1998, Presiden Abdurrahman Wahid pada 1999 menginisiasi Reformasi TNI dengan memisahkan peran militer dan polisi. TNI berfokus menjalankan fungsi pertahanan. Sementara Polri menjalankan fungsi keamanan dengan mengacu pada penegakan supremasi hukum dan prinsip hak asasi manusia (HAM).</p>
<p>Sejak saat itu, Dwifungsi ABRI dihapus, prajurit militer aktif kembali ke barak sebagai tentara profesional, tidak boleh masuk ke ranah sipil, politik, dan pemerintahan. <a href="https://peraturan.go.id/id/tap-mpr-no-vi-mpr-2000-tahun-2000">Tap MPR VI/2000</a> yang mengatur pemisahan fungsi TNI dan Polri ini masih berlaku hingga hari ini. </p>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=396&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541872/original/file-20230809-19-od1v06.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=498&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Upaya pemadaman karhutla di Aceh Barat oleh aparat dari Polri dan TNI.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690629601&getcod=dom">Syifa Yulinnas/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun, rupanya pemisahan ini tidak berlaku secara total.</p>
<p>Pasal 2 ayat (3) Tap MPR VI/2000 menyebutkan kemungkinan adanya kerja sama dan saling membantu antara Polri dan TNI. Juga munculnya ide besar bahwa, dalam beberapa urusan, prajurit TNI memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah keamanan negara.</p>
<p>Ketentuan ini kemudian diakomodasi melalui pemberlakukan UU TNI dan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/44418">UU Polri</a>. Konsep inilah yang pada hari ini dikenal dengan jargon “<a href="https://tribratanews.malut.polri.go.id/2023/05/07/kapolri-dan-panglima-sepakat-sinergitas-tni-polri-kunci-sukses-keamanan-ktt-asean/">Sinergitas TNI-Polri</a>”. Sinergitas tersebut banyak diwujudkan melalui tugas perbantuan TNI dalam aktivitas pengamanan Polri. </p>
<h2>Gesekan sipil-militer</h2>
<p>Pengamanan acara sipil oleh militer tak selamanya melahirkan rasa aman.</p>
<p><a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-63118080">Tragedi Kanjuruhan</a> menjadi salah satu bukti kacaunya upaya pengamanan kegiatan sipil oleh militer. Pada tangkapan video amatir, terekam <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221005154551-20-856731/anggota-tni-tendang-suporter-arema-saat-tragedi-kanjuruhan-minta-maaf">prajurit TNI menendang penonton</a> yang sedang lari karena panik terkena gas air mata.</p>
<p>Kita juga kerap mendapati berita ada anggota TNI melakukan kekerasan terhadap warga sipil. Contohnya kasus <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/07/20104111/penusukan-pria-di-tanjung-priok-oleh-oknum-tni-bermula-dari?page=all">pengeroyokan oleh 11 prajurit TNI</a> terhadap pemuda di Tanjung Priok tahun 2020 silam. Juga ada kasus viral seorang <a href="https://nasional.kompas.com/read/2023/04/25/16261231/kasus-prajurit-tni-tendang-motor-seorang-ibu-di-bekasi-ternyata-pelaku-yang">prajurit TNI menendang motor</a> ibu-ibu dan terlibat adu mulut di jalan raya.</p>
<p>Kemungkinan besar kondisi ini terjadi akibat <a href="https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1455-jalan-tengah">pola pikir Orde Baru</a> ketika Dwifungsi ABRI masih berlaku, yakni bahwa tentara adalah warga kelas utama sedangkan sipil adalah warga kelas dua.</p>
<p>Selain itu, pada dasarnya, prajurit TNI tidak dibekali latihan berinteraksi dengan sipil. Kalaupun ada, <a href="https://tni.mil.id/view-25111-prajurit-tni-dalam-penerapan-hak-asasi-manusia-ham.html">minim sekali</a>. Mereka digembleng dengan didikan disiplin militer karena fungsi utamanya sebagai prajurit memang pada bidang pertahanan negara. Meminjam istilah US Army, mereka adalah prajurit yang disiapkan menjadi <em><a href="https://www.sfgate.com/science/article/THE-SCIENCE-OF-CREATING-KILLERS-Human-2514123.php">trained killer</a></em>.</p>
<p>Prajurit menjadi <em>trained killer</em> bukanlah suatu konotasi negatif. Prajurit militer memang <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/international-theory/article/abs/license-to-kill-is-legitimate-authority-a-requirement-for-just-war/2D077862D84B283F52A0F91C6F31CF1D">dilatih untuk ‘siap membunuh’ lawan</a> demi menjaga pertahanan dan integrasi negara, terutama dalam kondisi perang. Singkatnya, mereka disiapkan untuk bertaruh nyawa demi melindungi kedaulatan negara. Sehingga, prajurit TNI tidak cocok ditugaskan untuk mengamankan masyarakat sipil di masa damai.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/541873/original/file-20230809-23-myp09b.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Prajurit TNI bersiap melakukan penembakan pesawat menggunakan rudal Mistral Latihan Gabungan (Latgab) TNI di Pusat Latihan Tempur Marinir, Karang Tekok Situbondo, Jawa Timur.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1690885207&getcod=dom">Budi Candra Setya/Antara Foto</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika prajurit militer terlibat di ranah sipil, akan rentan bagi mereka untuk “keceplosan” menerapkan standar militer kepada masyarakat umum. Kemungkinan terburuknya adalah terjadi penghilangan nyawa warga sipil.</p>
<h2>Mendamba sebuah perbaikan</h2>
<p>Sinergitas antarlembaga negara memang dibutuhkan untuk mencapai tujuan nasional yang baik. Namun, ikut terlibatnya TNI dalam upaya pengamanan sipil menimbulkan beberapa masalah, termasuk terjadinya gesekan antara sipil dan militer.</p>
<p>Masalah-masalah ini harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Apalagi, saat ini agenda <a href="https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/44510/t/Wacana+Revisi+UU+TNI%2C+Legislator+Nilai+Butuh+Proses+yang+Panjang">revisi UU TNI</a> tengah digodok oleh DPR RI dan pemerintah. Penugasan TNI untuk menjaga konser dangdut, arus mudik, serta kegiatan sipil lainnya harus dievaluasi. </p>
<p>Pilihannya mungkin ada dua: (1) membekali prajurit dengan prinsip-prinsip dasar HAM dalam pengamanan sipil, membenahi sistem peradilan militer, dan mempertegas pembedaan kewenangan TNI dan Polri, atau (2) mengembalikan sepenuhnya prajurit TNI ke barak, murni sebagai aktor pertahanan nasional. </p>
<p>Apapun pilihannya, harus dilakukan sesuai dengan konsep negara hukum-demokrasi yang berlaku di Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210792/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rahadian Diffaul Barraq Suwartono tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tentara berjaga di acara konser menjadi pemandangan lumrah bagi warga Indonesia. Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa ini terjadi?Rahadian Diffaul Barraq Suwartono, Pengajar di Departemen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2104732023-07-27T02:50:02Z2023-07-27T02:50:02ZTembak mati begal: solusi atau pelanggaran HAM?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/539470/original/file-20230726-15-xe1phm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/6zRnihLwWlSCYaRXTfvhEW?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
<p>Kasus begal yang merampas harta benda hingga merenggut nyawa seseorang makin marak di <a href="https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/06/19/kota-medan-darurat-begal-merampas-harta-benda-hingga-merenggut-jiwa">Medan, Sumatera Utara</a>. Hingga Juni 2023, Kepolisian Sumatera Utara berhasil menangkap <a href="https://sumut.antaranews.com/berita/535443/polrestabes-medan-ringkus-140-tersangka-kasus-kejahatan-jalanan?page=all">140 tersangka kasus kriminal jalanan</a>, termasuk begal.</p>
<p>Di tengah situasi seperti ini, Walikota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution meminta pihak kepolisian bertindak tegas terhadap pelaku aksi kekerasan dan pencurian di jalanan yang banyak meresahkan masyarakat Medan. </p>
<p>Dalam sebuah <a href="https://portal.pemkomedan.go.id/berita/bobby-nasution-apreasiasi-polrestabes-medan-tembak-mati-begal-sadis__read3338.html">acara yang diadakan oleh Polrestabes Medan dan Polres Belawan belum lama ini</a>, Bobby menegaskan pentingnya tindakan tegas dari aparat untuk mengatasi maraknya aksi kekerasan dan begal di jalanan. Menurutnya, langkah tegas seperti penembakan mati terhadap para pelaku bisa saja dilakukan.</p>
<p>Pernyataan Walikota Medan ini menuai <a href="https://twitter.com/bobbynasution_/status/1678081535831080960?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1678081535831080960%7Ctwgr%5E2356ed8a8e07d4d35cc23caee080724ede69ca3a%7Ctwcon%5Es1_&ref_url=https%3A%2F%2Fwww.voaindonesia.com%2Fa%2Fdukung-tembak-mati-begal-wali-kota-medan-picu-kontroversi%2F7185624.html">kontroversi</a>. Meskipun ada beberapa kelompok yang mendukung, tidak sedikit organisasi masyarakat yang juga mempertanyakan apa yang disampaikan oleh Bobby Nasution.</p>
<p>Apakah penindakan tembak mati begal ini akan efektif mengatasi permasalahan kriminal jalanan?</p>
<p>Dalam episode <em>SuarAkademia</em> kali ini, kami berbincang dengan Ardi Putra Prasetya, Kriminolog dari Universitas Indonesia.</p>
<p>Ardi mengatakan pernyataan Bobby yang mendukung tindakan tembak mati terhadap pelaku kriminal jalanan harus dilihat secara luas. Meskipun tindakan ini bisa menurunkan tingkat kriminalitas di satu daerah, Ardi berpendapat tembak mati pelaku begal ini bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) dan bisa menimbulkan <a href="https://www.omct.org/en/what-we-do/extrajudicial-killings#:%7E:text=Extrajudicial%20killings%2C%20or%20extrajudicial%20executions,person%20without%20any%20legal%20process."><em>extrajudicial killing</em></a> (pembunuhan di luar hukum).</p>
<p>Untuk mengatasi permasalahan begal, Ardi berpendapat pihak kepolisian seharusnya melakukan penelitian yang mendalam tentang meningkatnya kejahatan jalanan ini. Dengan riset yang komprehensif, seharusnya polisi bisa menemukan inti permasalahan yang menyebabkan naiknya angka kriminalitas dan bisa mendapatkan langkah yang tepat dalam melindungi masyarakat.</p>
<p>Simak obrolan selengkapnya di <em>SuarAkademia</em> – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210473/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Tembak mati pelaku begal ini bertentangan dengan HAM dan bisa menimbulkan preseden pembunuhan di luar hukum oleh aparat negara.Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1886472022-08-23T08:22:07Z2022-08-23T08:22:07ZPakar Menjawab: bagaimana tes DNA bisa membantu polisi usut pembunuhan seperti kasus Brigadir Yosua?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/480492/original/file-20220823-26-vpn83t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas dari unit Indonesia Automatic Fingerprint System (Inafis) Kepolisian masuki rumah dinas Irjen Polisi Ferdy Sambo saat pra-rekonstruksi kasus yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, 22 Juli 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1658563809">ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU</a></span></figcaption></figure><p>Markas Besar Kepolisian akhirnya berhasil membongkar fakta-fakta yang sebelumnya <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2611/2022-08-06">dicoba disembunyikan</a> di balik skandal pembunuhan berencana dengan korban Brigadir Polisi Nopryansah Yosua Hutabarat. </p>
<p>Bukti-bukti itu diketahui setelah Tim Khusus Kepolisian memeriksa <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/08/19/15004791/total-83-polisi-diperiksa-di-kasus-brigadir-j-35-orang-direkomendasi">puluhan polisi</a> yang diduga terlibat langsung maupun tidak langsung dalam upaya menghalangi penyelidikan kasus yang menyeret jenderal polisi ini.</p>
<p>Tersangka <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2613/2022-08-20">pembunuhan berencana tersebut</a> adalah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf dan istri Sambo, Putri Candrawathi. Brigadir Yosua merupakan sopir Putri. Tiga polisi dan satu sipil itu bekerja untuk Sambo dan keluarganya.</p>
<p>Kasus yang terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022, ini awalnya digambarkan oleh Sambo dan sejumlah polisi, termasuk dalam keterangan awal resmi Mabes Polri, sebagai “<a href="https://www.suara.com/news/2022/07/12/110530/kronologi-polisi-tembak-polisi-di-duren-tiga">tembak-menembak antara dua polisi”</a>. Tim Khusus Kepolisian awalnya kesulitan mengusut kasus ini karena banyak <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220820194711-12-836974/polisi-ungkap-peran-6-perwira-halangi-penyidikan-kasus-brigadir-j">barang bukti yang dirusak atau dihilangkan oleh Sambo dan anak buahnya</a>. </p>
<p>Kini kasus ini berbalik arah sebagai <a href="https://nasional.tempo.co/read/1622933/ferdy-sambo-akhiri-eksekusi-dengan-dua-tembakan-ke-kepala-brigadir-j">pembunuhan berencana</a> dengan motif yang masih diselidiki oleh penyidik. </p>
<p>Salah satu upaya untuk menemukan bukti terkait kejahatan ini adalah tes DNA (<em>deoxyribonucleic acid</em>) di lokasi pembunuhan. <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220811073700-12-833188/5-dna-ditemukan-di-lokasi-pembunuhan-brigadir-j-empat-jadi-tersangka.">Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan</a> polisi menemukan lima DNA dari lima orang yang kini tersangka di <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/08/09/21012591/ada-5-sidik-jari-dan-dna-di-tkp-kematian-brigadir-j-termasuk-sambo-serta">lokasi tewasnya Brigadir Yosua</a>. “Temuan DNA itulah yang kemudian dijadikan titik awal penyidikan kematian Brigadir Joshua,” kata <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220811073700-12-833188/5-dna-ditemukan-di-lokasi-pembunuhan-brigadir-j-empat-jadi-tersangka">Agus</a>.</p>
<p>Bagaimana cara kerja tes DNA bisa membantu polisi dalam penyelidikan kasus pembunuhan ini? </p>
<p>Kami bertanya kepada Yoni Fuadah Syukriani, dosen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Ketua Kolegium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Indonesia. Yoni Fuadah berpengalaman menguji sejumlah DNA untuk penyelidikan beberapa kasus kejahatan. Dia tidak terlibat dalam pengujian DNA kasus pembunuhan Brigadir Joshua. Penjelasannya di bawah ini merupakan hal yang biasanya dilakukan dalam tes DNA untuk mengusut kejahatan.</p>
<h2>Jejak DNA yang tertinggal</h2>
<p>Kepolisian telah lama mengunakan <a href="http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319831/penelitian/Jurnal%208%20Kartika%20WUNY%20forensik.pdf">tes DNA forensik</a> sebagai upaya mencari jejak biologis atau sel tertinggal dari pelaku atau korban kejahatan di lokasi kejadian perkara. </p>
<p>DNA merupakan <a href="http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319831/penelitian/Jurnal%208%20Kartika%20WUNY%20forensik.pdf">asam nukleat</a> yang menyusun informasi genetis pada makhluk hidup. </p>
<p>Salah satu yang paling populer adalah <a href="https://tekno.tempo.co/read/653320/begini-tes-dna-forensik-lacak-pemerkosa">melacak jejak pelaku pemerkosaan</a> melalui tes DNA pada cairan sperma, air liur, atau bekas pegangan tangan pelaku pada pakaian, tubuh, barang-barang korban, atau barang di lokasi kejadian. <a href="https://ugm.ac.id/id/berita/14642-tes.dna.mempermudah.pengungkapan.kasus.kriminal">Tes DNA</a> bisa juga bisa membantu identifikasi korban kecelakaan atau bencana alam, <a href="https://nasional.tempo.co/read/47989/polisi-mulai-identifikasi-dna">pelaku dan korban peledakan bom bunuh diri</a>, dan penentuan hubungan kekerabatan anak-orang tua. </p>
<p>Yoni Fuadah Syukriani mengatakan <a href="https://www.britannica.com/science/DNA">DNA</a> adalah tanda biologis yang bisa menunjukkan apakah seseorang di lokasi tertentu atau memegang sesuatu. Dalam kasus pemerkosaan, kata dia, jika DNA pelaku ditemukan di tubuh atau pakaian korban, maka itu bisa menunjukkan pelaku. “Di luar kasus pemerkosaan, DNA itu sebagai bukti petunjuk saja,” kata Yoni. </p>
<p>Maksudnya bukti petunjuk adalah pemilik DNA itu pernah hadir di situ dan belum tentu dia terlibat dalam kejahatan. Perlu ada bukti lain, misalnya kesaksian, pengakuan, rekaman CCTV atau bukti lainnya, yang membuktikan bahwa pemilik DNA itu terlibat dalam kejahatan.</p>
<p>Dalam kasus pembunuhan, DNA orang-orang yang pernah hadir di lokasi tempat korban tewas bisa ditemukan pada barang-barang di lokasi itu. Bisa juga DNA ditemukan pada pada benda-benda tertentu yang terkait langsung dengan kejahatan seperti di pistol dan selongsong peluru. </p>
<p>Tangan merupakan bagian tubuh yang sering meninggalkan DNA saat memegang barang. </p>
<p>Saat seseorang atau pelaku secara sengaja atau tidak sengaja menyentuhkan kulitnya pada benda-benda sekitarnya, maka <a href="https://repository.unair.ac.id/99580/1/DNA%20Touch%20dalam%20Identifikasi%20Forensik_compressed.pdf">terjadi transfer jejak bukti (<em>trace evidence</em>) DNA melalui sel kulit yang lepas ke benda tersebut</a>. Pelepasan kulit terluar bisa terjadi karena rata-rata pada manusia ada proses perubahan sel lama ke sel yang baru dalam jumlah besar yakni <a href="https://repository.unair.ac.id/99580/1/DNA%20Touch%20dalam%20Identifikasi%20Forensik_compressed.pdf">sekitar 400.000 sel kulit per hari</a>. Kulit yang lepas itu, dalam ukuran mikro, mengandung sel epitel kulit, bercak keringat, sidik jari, dan kotoran. <a href="https://repository.unair.ac.id/99580/1/DNA%20Touch%20dalam%20Identifikasi%20Forensik_compressed.pdf">Sel epitel</a> itulah yang bisa menjadi bahan identifikasi DNA. </p>
<p>Kalau kejadiannya di rumah dinas, menurut Yoni, orang-orang yang pernah hadir bisa meninggalkan DNA pada barang-barang yang sering dipegang seperti pegangan pintu, tangga di rumah tersebut, dan benda-benda lainnya. DNA itu bisa milik tuan rumah, ajudan, pekerja rumah tangga atau orang lain yang kebetulan hadir di situ. “DNA itu hanya mengatakan seseorang ada di situ atau pernah ke situ,” kata Yoni. </p>
<p>Berapa lama DNA bisa tertinggal di benda-benda yang dipegang? </p>
<p>Walau DNA tidak bisa menunjukkan dengan pasti kapan seseorang di suatu lokasi, DNA bisa tertingal lama di situ. “Bahkan kalau bendanya kering, DNA bisa menempel bertahun-tahun,” kata Yoni. </p>
<p>Di lokasi kejadian, sampel DNA diambil dengan mengusapkan <em>cutton bud</em> basah ke barang-barang yang diduga dipegang. Karena itu pemasangan garis polisi setelah kejadian kejahatan sangat penting agar tidak ada pihak yang merusak atau mencemari barang bukti di lokasi kejadian.</p>
<h2>DNA dari TKP dibandingkan DNA orang yang diduga</h2>
<p>Untuk mengetahui siapa pemilik DNA yang tertinggal di tempat kejadian perkara (TKP), penyidik membandingkan dengan DNA orang-orang yang dicurigai atau memiliki akses ke lokasi kejadian. </p>
<p>Dalam penyelidikan kasus, polisi biasanya bertanya siapa yang punya akses ke lokasi kejadian. Kalau jarang ke sana, juga ditanya, kapan terakhir kali seseorang ke sana. Orang-orang yang punya akses itu yang diperiksa dan diambil sampel DNA-nya dari usapan rongga mulut atau darah.</p>
<p>Sampel DNA dari TKP kemudian dimasukkan di laboratorium untuk memisahkan DNA dari sel-sel lain. Setelah mendapatkan DNA murni, DNA ini dimasukkan <a href="http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319831/penelitian/Jurnal%208%20Kartika%20WUNY%20forensik.pdf">mesin PCR</a> untuk diambil DNA yang dibutuhkan atau bagian tertentu saja yang diduga terkait dengan kasus yang diselidiki. </p>
<p>Mesin PCR ini pula yang menggandakan DNA sehingga ukurannya lebih besar. Setelah itu baru DNA-nya diurutkan dengan mesin <em>sequencing</em>. “Untuk menunjukkan seseorang hadir di lokasi kejadian, DNA harus identik 100% antara DNA di TKP dan DNA orang yang dibandingkan,” kata Yoni. DNA orang-orang yang dicurigai juga diolah seperti DNA dari TKP. </p>
<p>Pengambilan sampel sampai pemeriksaan di laboratorium dilakukan oleh petugas terlatih untuk mendapatkan data DNA yang akurat dan kredibel.</p>
<p>Dalam kasus pembunuhan, sekali lagi, DNA hanya bukti petunjuk kehadiran seseorang di lokasi kejadian. Perlu ada ada bukti lain untuk menunjukkan bahwa seseorang itu pelaku. </p>
<p>Inspektur Jenderal Ferdy Sambo pada awal kasus ini meledak menyatakan <a href="https://majalah.tempo.co/edisi/2611/2022-08-06">dia tidak terlibat kasus pembunuhan Brigadir Yosua</a> dan <a href="https://www.suara.com/news/2022/07/20/203332/kompolnas-klaim-dalami-kebenaran-alibi-irjen-ferdy-sambo-tak-ada-di-lokasi-saat-peristiwa-penembakan-brigadir-j-terjadi">saat kejadian sedang tidak di lokasi pembunuhan</a>. Tapi belakangan terendus bahwa <a href="https://nasional.tempo.co/read/1624291/skenario-busuk-ferdy-sambo-begini-rentetan-pembunuhan-berencana-brigadir-j">dia di lokasi kejadian</a>, bahkan dia <a href="https://nasional.tempo.co/read/1621916/ferdy-sambo-mengaku-begini-kronologi-pembunuhan-brigadir-j-terbaru">mengaku dialah</a> yang merencanakan pembunuhan di rumah dinasnya. </p>
<p>Jadi, tak ada kejahatan yang sempurna. Setiap kejahatan selalu meninggalkan jejak DNA, termasuk kasus Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188647/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Untuk mengetahui siapa DNA yang tertinggal di tempat kejadian perkara, penyidik membandingkan dengan DNA orang-orang dicurigai atau memiliki akses ke lokasi kejadian.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1856942022-06-26T01:29:47Z2022-06-26T01:29:47ZRiset baru: pengendalian narkotika di Indonesia merugikan perempuan dan membahayakan kesehatan mereka<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/470462/original/file-20220623-52272-zbzr0o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan uji laboratorium narkotika sebelum dimusnahkan di kantornya di Jakarta pada 9 Juni 2022.</span> <span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/Galih Pradipta/YU</span></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini diterbitkan untuk memperingati Hari Internasional Menentang Penyalahgunaan dan Perdagangan Gelap Narkotika, 26 Juni.</em></p>
<p>Pada suatu hari yang cerah tahun 2009, Adinda Amalia (bukan nama sebenarnya) dan pacarnya ditangkap setelah mereka tertangkap sedang menyuntikkan heroin di sebuah galeri penyuntikan informal – sebuah gedung terlantar di daerah kumuh Jakarta Selatan. Penangkapan tersebut menyusul penggerebekan polisi di daerah yang dikelilingi oleh perlengkapan narkotika bekas.</p>
<p>Pasangan itu dibawa ke kantor polisi setempat. Sementara pacarnya dipukuli dan disiksa di sel terpisah, Adinda ditutup matanya, dibius dan diperkosa oleh petugas polisi selama empat hari.</p>
<p>Polisi meminta Rp 95 juta (US$6.500) untuk mengakhiri penderitaannya dan membatalkan semua tuntutan – jumlah yang tak terduga untuk seseorang yang berpenghasilan di bawah garis kemiskinan di Indonesia.</p>
<p><a href="https://idpc.net/publications/2022/06/women-who-use-drugs-in-indonesia-the-harmful-impacts-of-drug-control">Penelitian terbaru saya</a> menunjukkan bahwa pengalaman serupa dengan pemerkosaan, penganiayaan fisik dan pemerasan pada Adinda di tangan petugas polisi merajalela di Indonesia.</p>
<p>Lebih buruk lagi, skema penegakan hukum narkotika di Indonesia, seperti tindakan keras aparat, penangkapan pengguna narkotika, proses penahanan, dan indikasi penyalahgunaan di luar proses hukum, menunjukkan hasil yang negatif bagi kesehatan perempuan, dan meningkatkan risiko mereka menderita overdosis narkotika.</p>
<h2>Perempuan, narkotika, dan kekerasan</h2>
<p>Indonesia telah melarang keras penggunaan dan peredaran narkotika sejak tahun 1970-an melalui <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/47215">Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika</a>. UU Narkotika berikutnya, <a href="http://www.flevin.com/id/lgso/translations/JICA%20Mirror/english/4868_UU_35_2009_e.html">yang diadopsi pada tahun 2009</a>, mengakui penggunaan narkotika sebagai masalah medis yang kompleks dengan memasukkan ketentuan untuk mengalihkan pengguna narkotika dari sistem peradilan pidana ke rehabilitasi narkotika.</p>
<p>Namun dalam praktiknya, aparat penegak hukum terus secara aktif menargetkan dan menjatuhkan sanksi penjara dan hak-hak sipil bagi orang-orang yang dicurigai atau tertangkap menggunakan zat psikoaktif.</p>
<p>Polisi memainkan peran sentral dalam penegakan UU Narkotika. Deklarasi “<a href="https://drogriporter.hu/en/dying-a-slow-death-inside-indonesias-drug-war/">perang melawan narkotika</a>” yang digaungkan oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo sejak tahun 2015 justru mengakibatkan peningkatan penegakan hukum narkotika tingkat jalanan oleh aparat keamanan, termasuk penggerebekan polisi, penyisiran dan penumpasan, banyak penangkapan, dan <a href="https://icjr.or.id/usut-tuntas-extra-judicial-killing-dalam%20-operasi-kewilayahan-mandiri-2018-polda-metro-jaya/">laporan</a> pelanggaran hukum.</p>
<p>Sekitar setengah dari 276.000 tahanan di Indonesia <a href="http://sdppublik.ditjenpas.go.id/">dipenjara</a> karena pelanggaran terkait narkotika. Meski terdiri dari sebagian kecil dari total populasi penjara di Indonesia, perempuan dipenjara pada <a href="https://lbhmasyarakat.org/wp-content/uploads/2019/09/Laporan-Penelitian-LBHM_Potrets-Situasi-Perempuan%20-Yang-Dipenjara-Akbat-Tindak-Pidana-Narkotika.pdf">tingkat tahunan yang lebih tinggi</a> dibandingkan laki-laki.</p>
<p>Per Februari 2020, ada total 14.204 tahanan perempuan di Indonesia, dan lebih dari setengahnya <a href="https://www.ohchr.org/sites/default/files/Documents/Issues/Detention/Call/CSOs/LBHM_ICJR_and_HRI.pdf">dipenjara karena pelanggaran narkotika</a>. Jumlah itu bisa bertambah dan membuat penjara semakin padat karena, menurut <a href="https://perpustakaan.bnn.go.id/sites/default/files/Buku_Digital_2021-03/BK0188_Survei_Nasional_Penyalahgunaan_Narkkoba_di_34_Provinsi_Tahun_UI.%20">Badan Narkotika Nasional</a>, sekitar satu juta perempuan di Indonesia menggunakan obat-obatan terlarang.</p>
<p>Meski perempuan lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan, memiliki, atau menjual narkotika dibandingkan dengan laki-laki, satu ringkasan kebijakan global menunjukkan bahwa <a href="https://www.unodc.org/documents/hiv-aids/publications/WOMEN_POLICY_BRIEF2014.pdf">mereka lebih mungkin</a> menjadi sasaran polisi.</p>
<p>Menurut ringkasan kebijakan itu, perempuan cenderung mengalami perlakuan yang lebih keras daripada laki-laki, terutama penyalahgunaan yang melanggar hukum seperti pemerkosaan, kekerasan, pemerasan uang dan pemaksaan layanan seksual.</p>
<p><a href="https://idpc.net/publications/2022/06/women-who-use-drugs-in-indonesia-the-harmful-impacts-of-drug-control">Studi saya</a> didasarkan pada wawancara yang melibatkan 731 perempuan dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten antara September 2014 hingga Juni 2015. Respondennya adalah para perempuan yang pernah menggunakan narkotika suntik selama minimal 12 bulan sejak mereka disurvei.</p>
<p>Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari perempuan responden ditangkap setidaknya sekali dalam hidup mereka, terutama atas penggunaan narkotika dan kepemilikan untuk penggunaan pribadi.</p>
<p>Hampir 87% responden melaporkan bahwa mereka atau keluarga mereka mengalami pemerasan yang melibatkan uang dan layanan seksual dengan imbalan tuntutan pasal yang lebih rendah, rujukan ke pengobatan ketergantungan narkotika, atau pengurangan hukuman.</p>
<p>Mereka sering juga dipaksa untuk memberikan nama dan alamat rekan-rekan pengguna narkotika lainnya dengan imbalan pengurangan hukuman.</p>
<p><em>The Conversation Indonesia</em> telah meminta dua juru bicara kepolisian Indonesia untuk menanggapi temuan penelitian tapi mereka menolak berkomentar.</p>
<h2>Risiko kesehatan yang lebih besar</h2>
<p>Perempuan pengguna narkotika sudah diperlakukan seperti warga negara kelas dua di Indonesia. Julukan yang dominan membingkai perempuan yang menggunakan narkotika biasanya adalah ibu dan istri yang buruk atau perempuan yang cacat moral.</p>
<p>Meski mereka menghadapi peningkatan risiko terkena <em>human immunodeficiency virus</em> (HIV) dan tingkat kematian yang lebih tinggi, <a href="https://idpc.net/publications/2022/06/women-who-use-drugs-in-%20indonesia-pengendalian-dampak-berbahaya-dari-narkoba">mereka sulit mendapatkan akses ke layanan kesehatan</a>.</p>
<p>Selain itu, bagi perempuan yang hidup dengan HIV, masuk penjara karena pelanggaran narkotika meningkatkan kemungkinan penghentian pengobatan antiretroviral <a href="https://idpc.net/publications/2022/06/women-who-use-drugs%20-in-indonesia-the-harmful-impacts-of-drug-control">sebesar 42,3%</a>.</p>
<p><a href="https://idpc.net/publications/2022/06/women-who-use-drugs-in-indonesia-the-harmful-impacts-of-drug-control">Temuan lainnya</a> yakni perempuan yang memiliki riwayat penangkapan dan penahanan memiliki risiko lebih tinggi terkena HIV dan hepatitis C melalui berbagi jarum suntik yang tidak steril, dibandingkan dengan perempuan yang tidak pernah ditangkap atau dipenjara.</p>
<p>Lingkaran setan ini didorong oleh faktor-faktor seperti ketakutan ditangkap, penganiayaan dan kekerasan, yang dapat memaksa pengguna untuk berbagi jarum suntik bekas dan terlibat dalam suntikan berisiko tinggi yang terburu-buru.</p>
<h2>Dekriminalisasi narkotika</h2>
<p>Para pembuat kebijakan Indonesia harus menghadapi fakta: kebijakan dan penegakkan hukum narkotika di negara ini memiliki konsekuensi merusak kesehatan dan melanggar hak-hak perempuan.</p>
<p>Pemerintah Indonesia harus mendekriminalisasi penggunaan dan kepemilikan narkotika untuk mengurangi dampak buruk dari kebijakan narkotika dan penegakan hukumannya.</p>
<p>Dekriminalisasi bukan lagi pilihan kebijakan kontroversial seperti yang terlihat satu dekade lalu.</p>
<p>Pada 2018, sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bergabung dengan banyak pembuat kebijakan dan sarjana di seluruh dunia dalam <a href="https://unsceb.org/sites/default/files/2021-01/2018%20Nov%20-%20UN%20system%20common%20%20position%20on%20drug%20policy.pdf">menyerukan dekriminalisasi</a> kepemilikan narkotika untuk penggunaan pribadi dan menerapkan alternatif untuk penghukuman.</p>
<p>Setidaknya <a href="https://idpc.net/publications/2022/02/decriminisation-of-people-who-use-drugs-a-guide-for-advocacy">30 negara (dan lebih dari 50 yurisdiksi lokal) telah menerapkan</a> beberapa bentuk dekriminalisasi.</p>
<p>Thailand baru-baru ini menjadi <a href="https://asia.nikkei.com/Politics/Thailand-delists-marijuana-as-narcotic-releases-3-071-inmates">negara Asia pertama</a> yang mendekriminalisasi budidaya dan konsumsi ganja, dan membebaskan ribuan orang dari penjara karena pelanggaran narkotika.</p>
<p>Menghapus hukuman pidana untuk penggunaan narkotika dan pelanggaran terkait akan mengurangi intervensi polisi di area yang seharusnya memang berada di bawah naungan otoritas kesehatan.</p>
<p>Ini juga akan mengurangi kepadatan penjara dan membebaskan sumber daya bagi polisi untuk memerangi kejahatan serius. Bagi Kementerian Kesehatan, ini akan memperluas intervensi kesehatan yang efektif.</p>
<p>Secara paralel, pemerintah harus berinvestasi dalam program kesehatan dan sosial yang peka gender guna mengatasi akar penyebab penggunaan narkotika dan mendukung perempuan untuk mandiri secara ekonomi, serta memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang layak.</p>
<p>Bersama-sama, upaya tersebut dapat memastikan bahwa tanggapan yang efektif, berfokus pada kesehatan, dan berbasis bukti terhadap obat-obatan menjadi norma di Indonesia. Ini tidak hanya akan menguntungkan perempuan yang hidupnya melibatkan narkotika tapi juga keluarga dan komunitas mereka.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185694/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Claudia Stoicescu tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Menghapus hukuman pidana untuk penggunaan narkotika dan pelanggaran terkait akan segera menghilangkan kebutuhan akan intervensi polisi di area yang seharusnya berada di bawah otoritas kesehatan.Claudia Stoicescu, Associate Professor, Public Health, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1774602022-02-23T06:04:55Z2022-02-23T06:04:55ZPakar Menjawab: kenapa banyak korban kekerasan seksual malah minta maaf atau menarik laporannya?<p>Korban kekerasan seksual di Indonesia selama ini sering menemui jalan terjal dalam memperjuangkan kasusnya untuk mencapai keadilan.</p>
<p>Berdasarkan <a href="https://theconversation.com/nikahin-aja-penanganan-kasus-pemerkosaan-dan-kekerasan-seksual-selama-ini-belum-fokus-pada-pemulihan-dan-hak-korban-163011">satu studi tahun 2020</a> dari Indonesian Judicial Research Society (IJRS) dengan sampel 1.586 responden yang terlibat kasus kekerasan seksual, sebanyak 57% kasus tidak mendapat penyelesaian. Banyak korban lainnya juga berujung dinikahkan dengan korban atau diminta “berdamai”.</p>
<p>Kita juga ingat perjuangan “<a href="https://theconversation.com/kasus-agni-kerentanan-pers-mahasiswa-di-indonesia-111550">Agni</a>” di Universitas Gadjah Mada (UGM), <a href="https://theconversation.com/kuatnya-budaya-victim-blaming-hambat-gerakan-metoo-di-indonesia-107455">Baiq Nuril</a> di Lombok, dan <a href="https://projectmultatuli.org/kasus-pencabulan-anak-di-luwu-timur-polisi-membela-pemerkosa-dan-menghentikan-penyelidikan/">seorang ibu di Sulawesi Selatan</a> yang ketiga anaknya diperkosa. Para korban justru disalahkan, dihukum atas “penyebaran muatan asusila”, atau dianggap mengalami gangguan kejiwaan.</p>
<p>Belum lama ini, terduga korban pelecehan seksual oleh presenter dan penyiar radio Gofar Hilman, juga <a href="https://www.kompas.com/hype/read/2022/02/13/094803966/kronologi-kasus-dugaan-pelecehan-seksual-gofar-hilman-yang-berujung?page=all">berujung minta maaf</a> dan menarik laporan atas dugaan kasus yang menimpanya.</p>
<p>Meski belum ada bukti jelas bahwa korban tersebut ditekan, beberapa akademisi menjelaskan bagaimana aparat di Indonesia secara umum lebih banyak berpihak pada pelaku ketimbang korban kekerasan seksual.</p>
<p>Aparat dan pelaku kerap menyalahkan dan meneror korban, sehingga banyak korban berujung meminta maaf, menarik laporannya, atau bahkan dikriminalisasi balik.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengantre-viral-perjuangan-korban-kekerasan-seksual-di-indonesia-167913">Mengantre viral: perjuangan korban kekerasan seksual di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>DARVO: taktik andalan pelaku dan aparat</h2>
<p>Dalam salah satu episode podcast SuarAkademia, peneliti IJRS, Bestha Ashila mengungkapkan adanya pola dari pelaku kekerasan seksual dan aparat penegak hukum ketika korban melaporkan suatu kasus.</p>
<p>“Biasanya ada taktiknya, kita kenal namanya ‘DARVO’: <em>deny</em>, <em>attack</em>, lalu <em>reverse victim and offender</em>,” katanya.</p>
<iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/61snwviLgvQEF6fOlqO6Wv?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>“Istilahnya pertama pasti menyangkal, ‘<em>enggak</em> saya <em>nggak</em> melakukan’. Kemudian menyerang balik korban, dan juga membalikkan kasus tersebut, dilaporkan balik. Konsepnya mirip <a href="https://theconversation.com/gaslighting-from-partners-to-politicians-how-to-avoid-becoming-a-victim-121828"><em>gaslighting</em></a> (menyerang dan mempertanyakan kredibilitas).”</p>
<p>Bestha mencontohkan wujud nyata pola DARVO pada kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK) pada 2018 silam.</p>
<p>Kala itu, korban bercerita ke media bahwa ia <a href="https://tirto.id/kekerasan-seksual-di-dewas-bpjs-tk-keberanian-amel-adalah-lilin-dhxX">dilecehkan berkali-kali</a> dan juga <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2019/12/09/10110951/kasus-dugaan-pelecehan-seksual-eks-dewas-bpjs-tk-dari-saling-lapor-hingga?page=all">diperkosa sebanyak empat kali</a> oleh bosnya yang bernama Syafri Baharuddin selama kurun waktu 2016-2018.</p>
<p>“Kasus itu sudah dilaporkan ke kepolisian, dan tim internal kantor bertindak bikin tim panel untuk memeriksa pelaku,” kata Bestha.</p>
<p>“Korban juga mengajukan gugatan hukum [..] tapi justru dilaporkan balik sama bosnya dengan alasan penyebaran berita bohong sampai berdampak ke korban yang dirawat di rumah sakit jiwa.”</p>
<p>“Akhirnya penyelesaiannya dengan mediasi antara korban dan pelaku. Pelaku akhirnya mencabut laporan terhadap korban, dan <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2019/12/09/10110951/kasus-dugaan-pelecehan-seksual-eks-dewas-bpjs-tk-dari-saling-lapor-hingga?page=all">korban bikin pernyataan</a> bahwa ia tidak pernah mengalami perkosaan,” tuturnya.</p>
<p>Studi psikologi dari Sarah Harsey di University of California Santa Cruz di Amerika Serikat (AS) yang melakukan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10926771.2020.1774695">eksperimen dengan lebih dari 300 mahasiswa</a> pada 2020 menemukan bahwa taktik DARVO mengubah pandangan partisipan terhadap korban kekerasan seksual. Mereka menjadi lebih skeptis dan cenderung menyalahkan korban.</p>
<p>Sebelumnya pada 2016, riset lain dari Harsey juga menemukan bahwa taktik DARVO <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10926771.2017.1320777">lebih banyak menimpa korban perempuan</a> dan membuat mereka lebih rawan untuk menyalahkan diri sendiri.</p>
<p>Pola semacam DARVO juga terlihat dalam kasus Agni di UGM yang <a href="https://www.balairungpress.com/2018/11/nalar-pincang-ugm-atas-kasus-perkosaan/">justru disalahkan manajemen kampus</a> karena dianggap bertindak ceroboh dan telah membuat malu nama UGM di masyarakat.</p>
<p>Saat guru Baiq Nuril melaporkan rekaman pelecehan yang dilakukan kepala sekolahnya, ia juga justru <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181114133306-12-346485/kronologi-kasus-baiq-nuril-bermula-dari-percakapan-telepon">dijerat menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)</a> dengan dalih menyebar muatan asusila.</p>
<p>“Kedua kasus tersebut hanyalah puncak gunung es dari budaya <em>victim blaming</em> yang cukup kuat terhadap korban tindak kekerasan seksual di Indonesia,” tulis pengajar komunikasi Iwan Awaluddin Yusuf dalam <a href="https://theconversation.com/kuatnya-budaya-victim-blaming-hambat-gerakan-metoo-di-indonesia-107455">artikel yang terbit</a> di <em>The Conversation Indonesia</em> (TCID) pada 2018 lalu.</p>
<h2>Berkali-kali menjadi korban</h2>
<p>Dalam artikel yang terbit di TCID tahun lalu, Arsa Ilmi Budiarti dari IJRS mengatakan bahwa <a href="https://www.westcoastleaf.org/wp-content/uploads/2018/11/We-Are-Here-Executive-Summary.pdf">mekanisme pelaporan kekerasan seksual</a> ke kepolisian belum didukung perspektif perlindungan korban yang baik.</p>
<p>“Alih-alih memperoleh perlindungan dan bantuan, saat melaporkan kekerasan seksual yang dialami, para korban justru mengalami menjadi korban kembali (reviktimisasi) serta harus menghadapi pertanyaan yang seringkali menyudutkan, tidak empatik, hingga melecehkan,” tulis Arsa.</p>
<p>Bahkan, dalam <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41676366">wawancara dengan BBC Indonesia</a> pada 2017, mantan Kepala Polri Tito Karnavian pernah menyatakan bahwa korban pemerkosaan bisa ditanya penyidik “apakah nyaman” selama pemerkosaan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/siapkah-polisi-menjadi-garda-terdepan-mekanisme-pelaporan-kekerasan-seksual-169726">Siapkah polisi menjadi garda terdepan mekanisme pelaporan kekerasan seksual?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><a href="https://catalogue.nla.gov.au/Record/3892315">Riset Lidwina Inge Nurtjahyo dan Sulistyowati Irianto</a> dari Universitas Indonesia (UI) mengamini bahwa ini adalah perilaku yang lumrah diterapkan oleh aparat penegak hukum di Indonesia.</p>
<p>Tak hanya di antara aparat kepolisian, Bestha pun mengatakan sikap ini kembali terulang dalam beberapa putusan hakim di pengadilan.</p>
<p>“Bahkan ada pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dan merendahkan perempuan sendiri. Ada yang sampai ditanya riwayat seksualnya, yang riwayat seksual itu berpengaruh terhadap putusan hakim,” katanya.</p>
<p>“Ketika korban ditanya oleh hakim, dianggapnya itu bukan perempuan baik-baik sehingga ada kasus pelaku dibebaskan. Hakim menganggap bahwa korban ini sudah tidak perawan, kemudian perempuan ini nakal dan suka mabuk-mabukan. Jadi ada lagi <em>victim blaming</em>.”</p>
<p>Menurut Arsa, polisi seharusnya menciptakan suasana yang kondusif dan nyaman bagi korban untuk menceritakan masalahnya.</p>
<p>“Polisi seharusnya memastikan keberadaan pendamping korban, jaminan keselamatan korban, adanya pernyataan atau pertanyaan yang tidak menghakimi dan menghargai korban hingga jaminan terwujudnya akses keadilan,” ujarnya.</p>
<p>Pada perkara kekerasan seksual di mana korban kerap takut dan malu untuk melapor – bahkan diteror untuk meminta maaf dan mencabut laporannya – maka peran pihak-pihak yang harusnya bisa dipercaya inilah yang dapat mendorong supaya penanganan kasus lebih adil dan inklusif bagi korban.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/177460/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Pelaku kekerasan seksual dan aparat penegak hukum kerap menyalahkan dan meneror korban, sehingga banyak korban berujung meminta maaf, menarik laporannya, atau bahkan dikriminalisasi balik.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1724962021-12-04T02:15:46Z2021-12-04T02:15:46ZMemahami sisi gerakan politik Jemaah Islamiyah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/435252/original/file-20211202-15-euuza3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=35%2C0%2C4000%2C2664&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Personel polisi membawa terduga teroris menuju mobil tahanan setibanya di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, pada Maret 2021.</span> <span class="attribution"><span class="source">Fauzan/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>November 2021 lalu, kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) kembali menghiasi berita utama berbagai media. Tiga orang anggota JI ditangkap di Bekasi, Jawa Barat. Yang menarik perhatian publik, seorang di antaranya ternyata merupakan anggota <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-59327833">Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)</a>.</p>
<p>Ini bukan pertama didapati ada anggota JI di dalam lembaga penting. Pada awal bulan yang sama, kepolisian <a href="https://regional.kompas.com/read/2021/11/06/163000778/pns-guru-di-lampung-terlibat-jaringan-terorisme-dikenal-humoris-dan-mudah?page=all">menangkap seorang guru pegawai negeri di Lampung</a> karena diduga berperan dalam perekrutan dan pengumpulan dana untuk operasi JI. Pada September 2021, kepolisian <a href="https://money.kompas.com/read/2021/09/14/184755926/ada-pegawai-kimia-farma-jadi-terduga-teroris-ini-kata-kementerian-bumn?page=all">menangkap seorang pegawai Badan Usaha Milik Negara</a> juga untuk dugaan penggalangan dana.</p>
<p>Penangkapan-penangkapan tersebut memberi gambaran pada kita seberapa jauh penetrasi JI ke dalam berbagai kelompok; bahkan kelompok-kelompok yang memiliki posisi cukup penting di masyarakat. </p>
<p>Fakta ini tentu mengkhawatirkan publik. Namun, sebenarnya potensi penyusupan JI ke dalam lembaga atau organisasi resmi sudah dapat dibaca melalui arah organisasi JI sejak 2010 hingga 2018 di bawah kepemimpinan <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/e569d31bfb181fd58b5ca20958082b94.html">Para Wijayanto</a>.</p>
<h2>Kapabilitas tinggi, intensi rendah</h2>
<p>Para pengkaji dinamika dan operasi kelompok teror sepakat bahwa kapabilitas merupakan salah satu cara mengukur tingkat bahaya dan keganasan suatu kelompok.</p>
<p>Kapabilitas dapat dilihat dari <a href="https://www.journals.uchicago.edu/doi/abs/10.1017/S0022381608080419">usia kelompok, ukuran kelompok, kontrol atas teritori, dan aliansi dengan kelompok lain</a>. <a href="https://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/2005/MR1782.sum.pdf">Alat operasional dan alat organisasi</a> juga menjadi dua hal penting yang menandakan kapabilitas kelompok teror.</p>
<p>Alat operasional adalah hal-hal yang menunjang keberhasilan serangan teror; ini termasuk komando dan kendali, persenjataan, ruang operasional, pelatihan, intelijen, uang, dan keamanan operasional. Sementara alat organisatoris adalah hal-hal yang menjaga agar kelompok teror tetap berfungsi sebagai suatu unit yang kohesif; ini mencakup ideologi, kepemimpinan, sumber perekrutan, dan publisitas.</p>
<p>Semakin banyak indikator atau alat-alat itu dimiliki oleh suatu kelompok, maka semakin tinggi kapabilitasnya. Semakin tinggi kapabilitas, mereka semakin mematikan.</p>
<p>JI memenuhi banyak indikator di atas. </p>
<p>JI jelas memiliki basis ideologi jihadisme salafi yang kuat yang membuat anggota-anggotanya tidak segan menggunakan kekerasan. </p>
<p>Soal kepemimpinan, JI dipimpin oleh <em>Amir</em> yang memiliki kecakapan intelektual dan berpengalaman di lapangan dalam sosok Para Wijayanto. JI memiliki basis massa yang tidak pernah habis dari jaringan pesantren dan keluarga para jihadis, yang umumnya merupakan pemuda. </p>
<p>Jejak terorisme mereka di negeri ini — antara lain lewat <a href="https://regional.kompas.com/read/2021/10/12/095900878/kilas-balik-bom-bali-2002-19-tahun-silam-ledakan-dahsyat-guncang-kuta-dan?page=all">Bom Bali I</a> dan <a href="https://www.suara.com/news/2018/08/01/074747/bom-meledak-di-menteng-dubes-filipina-tewas-tepat-18-tahun-lalu?page=all">Bom Kedutaan Besar Filipina</a> - membuat setiap gerak-gerik mereka menjadi pusat perhatian.</p>
<p>JI juga memenuhi indikator komando dan kendali, persenjataan, pelatihan, intelijen, uang, dan keamanan operasional. </p>
<p>Bentuk organisasi yang hierarkis-birokratis membuat JI harus memiliki seorang pemimpin yang bertugas mengarahkan dan mengendalikan operasi kelompok. Para Wijayanto mengisi posisi ini pada periode 2008 hingga 2018.</p>
<p>JI memiliki sumber persenjataan internal yang memadai. Tercatat bahwa mereka memiliki bengkel pembuatan senjata api dan pernah membangun bunker untuk menyimpannya. JI membekali kader-kadernya dengan kemampuan bela diri, dan juga kemampuan perang serta militer dengan mengirimkan mereka ke Suriah untuk berlatih bersama kelompok Al-Nusrah. Pelatihan dengan Al-Nusrah, membuat JI mungkin menjadi satu-satunya kelompok teror di Indonesia dengan anggota yang memiliki kemampuan <a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/download_file/c0b23fbcd77c26c12a2740533fd087d3/pdf/8b67d85dd1c0a283a9eb21d3ec8264ad">sniper (penembak runduk)</a> dan <a href="https://www.youtube.com/watch?v=yZTWpw8DzcE">mengoperasikan artileri</a>. </p>
<p><a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaeb3bbf1072338ab193323134323136.html">JI juga memiliki anggota khusus intelijen</a> yang bertugas mengumpulkan informasi dan menganalisis kondisi. Selain itu, para anggota juga dibekali kemampuan kontra-intelijen, pengelabuan, dan komunikasi tanpa terdeteksi. </p>
<p>JI memiliki sumber pendanaan mandiri yang besar dan beragam, mulai dari kebun kelapa sawit, usaha cukur rambut, hingga rumah makan. Sehingga, mereka mampu menggaji dan memberangkatkan para anggotanya ke Suriah secara mandiri. </p>
<p>Dengan berbagai indikator ini, JI merupakan kelompok yang sangat mematikan. </p>
<p>Namun, di bawah kepemimpinan Para Wijayanto, JI justru <a href="https://cds.or.id/analisis-tindak-pidana-terorisme-di-indonesia-studi-putusan-2016-2020/">tidak mematikan</a>. Selama 2010 hingga 2018, bahkan tidak ada catatan yang secara kuat mendokumentasikan keterlibatan JI dalam serangan teror.</p>
<p>Ini menunjukkan rendahnya intensi JI untuk melakukan serangan. </p>
<p>Satu-satunya indikator kapabilitas yang tidak dipenuhi oleh JI adalah ruang operasional. Para Wijayanto mengungkapkan bahwa JI masih berada dalam tahap menemukan wilayah yang kondusif sebagai basis operasi atau tempat perlindungan.</p>
<p>Dengan pertimbangan ruang operasional, JI di bawah Para Wijayanto memutuskan untuk menghindari penggunaan kekerasan langsung. Pengalaman panjang menyadarkan mereka bahwa tujuan akhir lebih penting ketimbang proses (aksi teror). </p>
<p>Ketiadaan ruang operasional seakan-akan membuat kapabilitas JI yang tinggi tidak tampak karena tidak adanya intensi untuk melakukan serangan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/budaya-patriarki-dan-doktrin-keagamaan-berperan-penting-dorong-perempuan-terlibat-aksi-terorisme-167273">Budaya patriarki dan doktrin keagamaan berperan penting dorong perempuan terlibat aksi terorisme</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Konsep ‘Tas Tos’</h2>
<p>Para Wijayanto naik ke tampuk pimpinan JI setelah dua orang tokoh terpenting sebelumnya, Zarkasi dan Abu Dujana, ditangkap pada 2007. </p>
<p>Dalam memimpin JI, Para menerapkan sebuah gagasan yang disebut sebagai ‘Amir Jama’ah Islamiyah: Tuntunan Total Amniah Sistem dan Total Solution’ (<a href="https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/e569d31bfb181fd58b5ca20958082b94.html">Tas Tos</a>). </p>
<p>Gagasan itu dimaksudkan untuk mengatasi berbagai masalah operasional dan organisatoris yang dihadapi JI setelah ditetapkan sebagai <a href="https://nasional.kompas.com/read/2008/04/22/00191667/al.jamaah.al.islamiyah.korporasi.terlarang">korporasi terlarang</a> pada 2008.</p>
<p>Tujuan utama dari ‘Tas Tos’ adalah agar aktivitas utama JI tidak terdeteksi dan pemimpin utamanya tidak diketahui. </p>
<p>JI lalu melakukan sistem rekrutmen berlapis, penguatan kapasitas intelijen dan kontra-intelijen bagi anggota kelompok, serta penerapan sistem jaringan terputus.</p>
<p>Di bawah Para Wijayanto, struktur JI dibagi ke dalam beberapa bidang sehingga terorganisasi rapi dan disiplin. Bidang diplomasi, misalnya, benar-benar diberangkatkan ke luar negeri untuk menjalin kerja sama dengan para jihadis internasional untuk menemukan kamp pelatihan militer. Bidang keuangan memiliki prosedur layaknya organisasi pada umumnya dengan laporan tahunan sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan. </p>
<p>Pada saat bersamaan, kegagalan besar Bom Bali I membuat JI sadar bahwa kekerasan tanpa pandang bulu bukanlah pilihan yang tepat di tengah masyarakat yang tidak memberikan dukungan.</p>
<p>Akhirnya, mereka melakukan penguatan internal organisasi dan upaya untuk merebut simpati publik melalui kegiatan dakwah dan menggelar majlis-majlis. Namun ada satu catatan penting, kegiatan-kegiatan tersebut tidak boleh membawa embel-embel JI.</p>
<p>Arah baru organisasi itu membuat JI berusaha menyusup ke berbagai kelompok, entah itu sosial, agama, bahkan politik. </p>
<p>Setelah mereka mampu meraih dukungan publik melalui pengaruhnya di masyarakat melalui kelompok-kelompok tersebut, barulah JI akan secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap pemerintah. </p>
<p>Ketika perlawanan yang dilakukan sukses, baru kemudian sebuah negara berdaulat berasaskan Islam dapat didirikan dan kemudian memperoleh pengakuan dari negara-negara lain.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tiga-cara-sistem-pendidikan-indonesia-bisa-berperan-mencegah-radikalisme-dan-ideologi-kekerasan-161282">Tiga cara sistem pendidikan Indonesia bisa berperan mencegah radikalisme dan ideologi kekerasan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Merespons strategi baru JI</h2>
<p>Upaya JI untuk beradaptasi dengan menjadi lebih lunak dan pragmatis sebetulnya banyak dilakukan oleh kelompok teror di tempat-tempat lain. </p>
<p>Semakin lama usia suatu kelompok, biasanya mereka akan mulai mengambil langkah yang lebih bijak, dengan mendirikan partai politik baru, membuat sayap politik organisasi, atau bergabung ke kelompok atau organisasi politik resmi.</p>
<p>Cara-cara ini lunak, non-kekerasan, dan - hingga taraf tertentu - legal.</p>
<p>Untuk meresponsnya, otoritas tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan keamanan semata. Aksi kontra-teror seperti penangkapan atau pembunuhan anggota kelompok teror tidak akan ampuh karena kelompok teror sudah bermain pada level sosial dan politik.</p>
<p>Perlu upaya lebih keras untuk mencegah masyarakat tertarik pada gagasan yang dibawa oleh kelompok seperti JI melalui sosialisasi terus-menerus mengenai dampak buruk pemahaman yang eksklusif. </p>
<p>Terhadap JI, pemerintah harus menjaga agar mereka tetap berada jalur trek non-kekerasan, dengan tidak melakukan operasi bersenjata secara tidak pandang bulu yang dapat dipolitisasi untuk menyulut serangan teror balasan. Ini tentunya dilakukan sambil tetap memberikan pengawasan ketat. </p>
<p>JI mungkin memang berubah, tetapi pada dasarnya mereka tetap menganut pemahaman jihad yang sempit, yang sewaktu-waktu dapat menampilkan sisi keras yang mematikan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172496/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Iwa Maulana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penyusupan JI ke dalam lembaga atau organisasi resmi sudah dapat dibaca melalui arah organisasi JI sejak 2010 hingga 2018 di bawah kepemimpinan Para Wijayanto.]Iwa Maulana, Researcher, Center for Detention Studies Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1728652021-12-01T06:05:34Z2021-12-01T06:05:34ZHambatan orang dengan HIV/AIDS saat mengalami masalah legal: pentingnya peran pendamping hukum dan non-hukum<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/434933/original/file-20211201-28-15dzy1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">aids Raisan Al Farisi Antara Foto</span> </figcaption></figure><p>Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) cenderung mengalami stigma dan diskriminasi yang lebih tinggi dibanding orang dengan infeksi atau kondisi kesehatan lain. Ada <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/casp.836">anggapan</a> HIV/AIDS terjadi akibat hal-hal yang melanggar norma seperti melakukan hubungan seksual berisiko, menjadi pekerja seks, homoseksual, dan menggunakan narkotik.</p>
<p>Menurut <a href="https://pph.atmajaya.ac.id/pustaka/indeks-stigma-orang-yang-hidup-dengan-hiv/">Indeks Stigma Orang yang Hidup dengan HIV tahun 2018</a>, di antara bentuk stigma yang sering terjadi adalah keengganan bersentuhan dengan ODHA, menjadikan ODHA sebagai bahan gosip, dan penolakan layanan kesehatan. </p>
<p>Stigma itu ikut menimbulkan berbagai hambatan seperti mengalami penolakan dalam mengakses perawatan kesehatan, pekerjaan, dan pendidikan bagi anak-anak dengan HIV. </p>
<p>Dalam berhadapan dengan hukum, ODHA masih mengalami hambatan berupa kesulitan mendapat pendampingan, stigma dan diskriminasi dari aparat, dan kesulitan mendapat hak layanan kesehatan. Di sini, pendamping berperan penting bagi ODHA.</p>
<h2>Berbagai masalah hukum</h2>
<p>Sebagaimana orang lain, ODHA dapat mengalami berbagai peristiwa hukum. Namun status HIV/AIDS bisa menjadi faktor <a href="http://mappifhui.org/2021/01/04/kompendium-pendamping-odha-berhadapan-dengan-hukum/">keterlibatan mereka</a> dalam proses peradilan, baik sebagai saksi, korban, terdakwa, atau para pihak dalam berbagai perkara. </p>
<p>Dalam kasus perdata, status HIV seseorang, misalnya, beberapa kali menjadi <a href="https://www.liputan6.com/health/read/2668019/kisah-odha-harus-ceraikan-istri-tercinta-setelah-tahu-positif-hiv">penyebab perceraian</a>.</p>
<p>Dalam kasus pidana, ODHA yang masuk kelompok pengguna narkotik berpotensi tinggi untuk terlibat dalam proses hukum. </p>
<p>Dalam salah satu kasus, akibat pemilikan heroin, seorang buruh dituntut 5 tahun penjara. Namun, dalam persidangan ditemukan bahwa terdakwa positif HIV. Hakim lalu menjatuhkan vonis agar terdakwa <a href="http://mappifhui.org/2021/01/04/kompendium-pendamping-odha-berhadapan-dengan-hukum/">dikeluarkan dari tahanan</a> dan diserahkan ke pusat rehabilitasi. </p>
<p>Ada kasus pencemaran nama baik yang sampai ke pengadilan setelah status HIV seorang perempuan pekerja seks disebar dan <a href="http://mappifhui.org/2021/01/04/kompendium-pendamping-odha-berhadapan-dengan-hukum/">menjadi berita</a> pada suatu surat kabar. Korban menanggung beban moral dan rasa malu akibat pemberitaan itu. </p>
<p>Status HIV seseorang adalah informasi personal dan merupakan sebuat privasi; membocorkan status HIV seseorang merupakan pelanggaran atas hak privasi. </p>
<p>Pada ranah militer, kerap terjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) berstatus HIV melakukan desersi atau <a href="http://mappifhui.org/2021/01/04/kompendium-pendamping-odha-berhadapan-dengan-hukum/">meninggalkan dinas tanpa izin</a> akibat dijauhi rekan kerja dan alasan malu. Dalam salah satu kasus, hakim militer menjatuhkan vonis selama 3 bulan penjara pada seorang anggota TNI dengan HIV/AIDS karena desersi. </p>
<h2>Hambatan dalam kasus hukum</h2>
<p>Hambatan pertama bagi ODHA adalah sulitnya mendapatkan pendampingan. ODHA membutuhkan adanya pendukung atau pendamping yang dapat membantu mereka menghadapi persoalan kesehatan, sosial serta hukum. </p>
<p>Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) pada 2020 <a href="http://mappifhui.org/2021/01/04/kompendium-pendamping-odha-berhadapan-dengan-hukum/">menemukan</a> bahwa pemberian bantuan hukum oleh beberapa organisasi bantuan hukum masih diskriminatif terhadap ODHA. </p>
<p>Ada kasus misalnya seorang perempuan ODHA yang mendapatkan kekerasan dan diusir oleh suaminya ditolak oleh sebuah lembaga layanan dengan alasan belum ada orang yang kompeten untuk menangani ODHA.</p>
<p>Hambatan kedua adalah stigma dan diskriminasi oleh aparat penegak hukum. Menurut <a href="https://lbhmasyarakat.org/wp-content/uploads/2017/11/Ancaman-bagi-Kesehatan-Populasi-Kunci-HIV-dan-TB-LBH-Masyarakat-2017.pdf">catatan LBH Masyarakat</a>, aparat penegak hukum cukup banyak melanggar hak asasi manusia terhadap ODHA dalam bentuk diskriminasi, membeberkan status HIV/AIDS tahanan atau narapidana, dan membatasi akses ODHA terhadap perlindungan hukum. </p>
<p>Dalam salah satu <a href="http://mappifhui.org/2021/01/04/kompendium-pendamping-odha-berhadapan-dengan-hukum/">temuan MaPPI FHUI</a>, ada seorang ODHA dikeluarkan secara paksa dari tahanan oleh aparat kemudian barang-barangnya dibakar hingga proses hukumnya tidak ditindaklanjuti. </p>
<p>Hambatan ketiga adalah sulitnya ODHA mendapatkan hak atas layanan kesehatan khususnya mendapatkan obat antiretroviral (ARV) dan obat-obatan lain baik di rutan dan lembaga pemasyarakatan (lapas). </p>
<p>Masih ada lapas yang hanya menyediakan anggaran untuk obat-obatan ringan seperti obat batuk dan pilek. Akibatnya ODHA tidak bisa menjalani terapi pengobatan ketika menjalani proses hukum. </p>
<p>Masih ada juga praktik ODHA harus membayar petugas untuk mendapatkan ARV serta agar aparat tidak membuka status ODHA yang bersangkutan kepada penghuni lapas lain. </p>
<p>Tingginya penolakan terhadap ODHA pada akhirnya akan menyebabkan ODHA menyembunyikan statusnya dan menghambat program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. </p>
<h2>Jaminan hak</h2>
<p>Sebagaimana warga negara lain, ODHA juga memiliki hak untuk mendapatkan peradilan yang adil dan pemenuhan hak dan perlindungan. </p>
<p>Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor. 34/169 tentang <a href="https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/lawenforcementofficials.aspx">Ketentuan Berperilaku bagi Penegak Hukum</a> menyebutkan bahwa penegak hukum harus menghormati dan melindungi martabat manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.</p>
<p>Lebih lanjut, hak ODHA untuk mendapatkan akses layanan kesehatan telah diatur dalam <a href="https://ntb.polri.go.id/mataram/2016/01/03/peraturan-kapolri-nomor-8-tahun-2009-tentang-implementasi-prinsip-dan-standar-hak-asasi-manusia-dalam-penyelenggaraan-tugas/">Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 8 tahun 2009</a>. Peraturan ini menyebutkan bahwa tersangka harus ditempatkan pada fasilitas yang manusiawi dan memenuhi persyaratan kesehatan. Aturan tersebut juga menjamin akses pemeriksaan kesehatan di luar tahanan kepolisian apabila tidak ada fasilitas yang memadai.</p>
<p>Untuk ODHA yang berada di lapas, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/54301/pp-no-32-tahun-1999">Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999</a> tentang pelaksanaan hak warga binaan mengatur bahwa setiap lapas wajib memiliki poliklinik dan fasilitas setidaknya satu orang dokter dan satu orang tenaga kesehatan lainnya.</p>
<p>Sejak tahun 2005 sebenarnya telah ada program penanggulangan HIV/AIDS di lapas, namun sumber dayanya masih terbatas. Situasi ini diperumit karena penghuni lapas adalah kelompok yang memiliki <a href="https://media.neliti.com/media/publications/45289-ID-penanggulangan-hivaids-pada-warga-binaan-lembaga-pemasyarakatanrumah-tahanan.pdf">risiko terhadap penularan HIV/AIDS</a> karena adanya perilaku berisiko seperti penggunaan jarum suntik secara bergantian, perilaku seks tidak aman, dan layanan kesehatan yang kurang memadai. </p>
<p>Selain aturan-aturan itu, secara umum pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai produk kebijakan terkait ODHA misalnya seperti <a href="https://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/dokumen/Permenkes%20No%2021%20Tahun%202013%20Penanggulangan%20HIVAIDS.pdf">Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 21 Tahun 2013</a> tentang Penanggulangan HIV dan AIDS dan <a href="https://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/dokumen/PMK%20No.%2074%20ttg%20Pedoman%20Pelaksanaan%20Konseling%20dan%20Tes%20HIV.pdf">Permenkes No. 74 Tahun 2014 </a> tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV. </p>
<h2>Pentingnya pendamping</h2>
<p>Pengacara, paralegal, dan pendamping lainnya memiliki peran besar dalam mendampingi ODHA yang berhadapan dengan hukum. </p>
<p>Pendamping dapat berkomunikasi dan memberikan penjelasan kepada aparat penegak hukum mengenai kondisi dan kebutuhan ODHA khususnya terhadap akses obat dan perawatan kesehatan. </p>
<p>Pendamping juga dapat memastikan fasilitas kesehatan dapat diakses baik berupa obat, konselor, terapi atau tes kesehatan di mana pendamping dapat berkoordinasi dengan penyedia layanan kesehatan. </p>
<p>Selain itu, pendamping dapat mencegah perlakuan yang merendahkan dan mendiskriminasi ODHA serta memberikan pemberdayaan dan penguatan sehingga ODHA menjadi lebih percaya diri untuk memperjuangkan haknya. </p>
<p>Salah satu <a href="http://mappifhui.org/2021/01/04/kompendium-pendamping-odha-berhadapan-dengan-hukum/">praktik baik</a> yang dilakukan oleh pendamping di Surakarta, Jawa Tengah, untuk untuk memastikan terpenuhinya hak ODHA untuk mengakses obat-obatan selama menjalani proses hukum adalah membina hubungan baik dengan aparat penegak hukum dan memberikan penjelasan mengenai pentingnya ODHA mendapatkan akses perawatan dan obat-obatan.</p>
<p>Pendamping dapat memastikan <a href="https://www.hivlawandpolicy.org/issues/legal-assistance">pemenuhan hak-hak hukum ODHA</a> dan memastikan pelaksanaan hak asasi manusia secara efektif di hadapan proses peradilan. Sehingga keberadaan pendamping hukum juga merupakan cara <a href="https://www.neliti.com/publications/235214/association-between-participation-in-hiv-aids-peer-group-stigma-discrimination-a">menaikkan kualitas hidup seorang ODHA</a></p>
<p>Selain itu, pemberian informasi penting bukan hanya kepada aparat penegak hukum tapi juga pendamping hukum dan non-hukum agar dapat memiliki perspektif dan dapat menangani ODHA dan membantu dalam pemenuhan haknya selama proses peradilan. </p>
<p>Kesalahpahaman atau ketidaktahuan terkait HIV/AIDS seringkali adalah <a href="https://media.neliti.com/media/publications/39915-ID-stigma-masyarakat-terhadap-orang-dengan-hivaids.pdf">penyebab munculnya stigma dan diskriminasi</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172865/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>ODHA masih mengalami hambatan berupa kesulitan mendapat pendampingan, stigma dan diskriminasi dari aparat, dan kesulitan mendapat hak layanan kesehatan.Bestha Inatsan Ashila, Peneliti, Indonesia Judicial Research Society Gladys Nadya Arianto, Asisten Peneliti, Indonesia Judicial Research Society Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1710112021-11-26T05:04:15Z2021-11-26T05:04:15ZBukan hanya soal kekerasan: memaknai ketidakberdayaan dalam perkosaan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/433078/original/file-20211122-15-1twqxjf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3994%2C2658&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">M Agung Rajasa/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Bulan lalu, seorang anak perempuan (20 tahun) dari seorang tersangka mengaku telah <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211018131905-12-709184/kesaksian-anak-tersangka-ditiduri-kapolsek-demi-ayah-bebas">diperkosa oleh kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Parigi</a>, Sulawesi Tengah, yang menjanjikan status bebas untuk sang ayah yang tengah ditahan dalam kasus pencurian hewan ternak. </p>
<p>Korban mengaku telah dirayu berkali-kali dan dijanjikan uang oleh si perwira polisi. Setelah setuju bertemu dengan pelaku di sebuah hotel, korban kemudian diperkosa dan diberikan uang.</p>
<p>Ada perdebatan mengenai pasal yang dapat dikenakan terhadap perbuatan pelaku. Banyak yang berpendapat bahwa pelaku dapat dikenakan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1519284/komnas-perempuan-minta-kasus-pemerkosaan-oleh-kapolsek-parigi-masuk-pidana/full&view=ok">Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)</a> tentang perkosaan di luar pernikahan dengan memperluas makna kekerasan menjadi tidak sebatas kekerasan fisik namun juga kekerasan psikis. </p>
<p>Di lain sisi, peristiwa ini dapat dianggap <a href="https://m.tribunnews.com/amp/regional/2021/10/19/update-kasus-kapolsek-parigi-perkosa-anak-tahanan-pelaku-dipecat-chat-whatsapp-jadi-bukti?page=2">memenuhi ketentuan Pasal 284 KUHP</a> terkait perbuatan zina yang dilakukan oleh laki-laki yang sudah menikah. Namun, Pasal 284 akan turut menjerat korban sebagai pihak yang ikut melakukan perzinaan. </p>
<p>Selain kasus di atas, peristiwa serupa <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211026123350-12-712453/istri-tersangka-dicabuli-polisi-kapolsek-dan-jajaran-dicopot">juga terjadi di Kabupaten Deli Serdang</a>, Sumatera Utara, pada bulan yang sama. Dalam kasus ini, anggota Polsek Kutalimbaru mencabuli seorang istri dari tersangka narkoba di sebuah hotel setelah pelaku meminta korban untuk bertemu dengan alasan ingin membicarakan kasus suaminya. </p>
<h2>Kekerasan seksual: memahami kompetensi dalam persetujuan</h2>
<p>Persetujuan (<em>consent</em>) selalu identik dengan keleluasaan seseorang untuk memberikan persetujuan dan kapasitasnya dalam memberikan persetujuan. Keleluasaan seseorang dalam memberikan persetujuan tidak terlepas dari kapasitas orang tersebut dalam memberikan persetujuan. </p>
<p>Dalam konteks kekerasan seksual, hal ini juga berarti bahwa suatu tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan adalah kekerasan seksual.</p>
<p>Kendati demikian, dalam beberapa kondisi, persetujuan yang diberikan dengan bebas oleh korban tidak lagi menjadi penting dalam menentukan apakah suatu tindakan termasuk ke dalam kekerasan seksual atau tidak. Kondisi yang dimaksud adalah ketika orang tersebut memang tidak memiliki kapasitas untuk memberikan persetujuan <em>(non competent consent).</em></p>
<p>Konsep <em>non competent consent</em> berangkat dari pemahaman bahwa setiap tindakan dari individu harus dilakukan dengan kesadaran penuh, maka pihak yang menyetujui harus mempunyai kompetensi dirinya adalah pihak yang cakap di depan hukum. </p>
<p>Terdapat sejumlah ukuran yang dapat dipergunakan dalam menentukan kapasitas individu untuk memberikan persetujuan. </p>
<p>Sebagian besar negara bagian di Amerika Serikat (AS), mengkategorikan <a href="https://evawintl.org/wp-content/uploads/Rape-and-Sexual-Assault-Analyses-and-Laws.pdf">mereka yang masuk ke dalam <em>non competent consent</em> adalah</a> anak-anak (bawah 18 tahun), orang dewasa rentan (berusia di atas 70 tahun), orang yang tidak memiliki kapasitas mental, orang tak berdaya, orang yang tidak sadarkan diri, dan orang dalam keadaan mabuk. </p>
<p>Ketika pihak-pihak di atas melakukan suatu tindakan seksual (seperti persetubuhan), tindakan tersebut sudah termasuk sebagai kekerasan seksual, terlepas dari adanya persetujuan yang diberikan. Persetujuan tidak lagi relevan untuk dipertanyakan dalam kondisi ini. </p>
<p>Maka penting untuk menilik lebih jauh apakah seseorang yang melakukan aktivitas atau tindakan seksual memiliki kapasitas atau kompetensi untuk memberikan persetujuan. </p>
<p>Yang harus dipastikan adalah apakah tindakan atau aktivitas seksual tersebut dilakukan di bawah keadaan-keadaan yang koersif. </p>
<p>Keadaan koersif tidak hanya sebatas pada kekerasan secara fisik, tetapi juga pada kekerasan psikis, maupun bentuk lainnya, <a href="https://www.casematrixnetwork.org/cmn-knowledge-hub/elements-digest/art-7/7-1-g-6/3/">antara lain</a> ancaman kekerasan yang menimbulkan ketakutan, rangkaian kebohongan, bujuk rayu, pemerasan, penyalahgunaan kekuasaan atau adanya relasi kuasa, dan intimidasi.</p>
<p>Kekerasan secara psikis tidak selamanya timbul melalui kekerasan atau ancaman kekerasan.</p>
<p>Sangat jelas, bahwa pelaku di Parigi telah menyalahgunakan kekuasaannya atas korban. Ini kerap terjadi pada kasus pelaku memiliki relasi kuasa dengan korban.</p>
<p>Relasi kuasa merupakan hubungan sosial yang tidak setara antara satu pihak dengan pihak lainnya: salah satu pihak memiliki kuasa lebih atas pihak lainnya. </p>
<p>Relasi kuasa menimbulkan ketidakberdayaan korban. Pada umumnya, pelaku akan memanfaatkan kerentanan, kepercayaan, dan ketergantungan korban kepadanya. Oleh karena itu, ketidakberdayaan korban juga menjadi salah satu bentuk dari <em>non competent consent</em>. </p>
<p>Dalam kasus di Parigi, persetujuan yang korban berikan merupakan bentuk keterpaksaan.</p>
<p><a href="https://case.edu/equity/sexual-harassment-title-ix/consent-incapacitation-coercion">Kondisi tidak berdaya</a> terjadi ketika seseorang tidak memiliki kapasitas untuk memahami bahwa hal yang terjadi terhadapnya merupakan tindakan atau aktivitas seksual dan akibatnya korban <a href="https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/236">terpaksa menerima tindakan yang akan diperbuat terhadap dirinya</a>.</p>
<p>Ketidakberdayaan dapat didasari oleh kapasitas mental dan fisik seseorang, kondisi disabilitas, atau atas dasar pengaruh alkohol atau narkotika. </p>
<p>Ukuran ketidakberdayaan bersifat subjektif sebab titik kondisi tidak berdaya setiap orang berbeda-beda dengan penyebab yang berbeda-beda pula.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kasus-kpi-potret-abainya-aparat-pada-korban-kekerasan-seksual-di-indonesia-168666">Kasus KPI: potret abainya aparat pada korban kekerasan seksual di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Ketentuan tentang perkosaan</h2>
<p>Di Indonesia, <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/wetboek-van-strafrecht-wvs/document/lt4c7b80e3e064d">Pasal 285 KUHP</a> tentang pemaksaan hubungan seksual dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan umum digunakan untuk mengatur tindak pidana perkosaan. </p>
<p>Namun, pengaturan tentang kekerasan seksual dalam bentuk persetubuhan tidak hanya terbatas pada Pasal 285 itu. </p>
<p>Terdapat beberapa pengaturan lain yang mengatur tindak pidana persetubuhan dalam KUHP, salah satunya adalah <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/wetboek-van-strafrecht-wvs/document/lt4c7b80e3e064d">Pasal 286</a>.</p>
<blockquote>
<p>“Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”</p>
</blockquote>
<p>Berbeda dengan Pasal 285 yang menekankan pada adanya kekerasan atau ancaman kekerasan, Pasal 286 mengatur kekerasan seksual sebagai tindakan yang dilakukan pada seorang perempuan yang berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. </p>
<p>Sayangnya, kondisi ketidakberdayaan dalam Pasal 286 selama ini hanya didefinisikan sebatas <a href="https://e-journal.fh.unmul.ac.id/index.php/risalah/article/download/209/121">ketidakberdayaan fisik</a>, yaitu mabuk, pingsan, sakit, atau kondisi lain yang menyebabkan korban tidak dapat mengadakan perlawanan sedikit pun.</p>
<p>Kendati demikian, terbuka kemungkinan Pasal 286 untuk ditafsirkan secara lebih luas daripada kondisi ketidakberdayaan fisik. </p>
<p>Secara luas, <a href="https://letsbeclear.ucf.edu/more-information/sexual-assault-and-consent/">ketidakberdayaan <em>(incapacitation)</em></a> dalam suatu hubungan seksual adalah kondisi seseorang tidak dapat membuat keputusan secara rasional dan masuk akal karena kondisi ketidakberdayaan fisik dan psikistidak sadar atau tidak paham apa yang ia alami adalah suatu hubungan seksual.</p>
<p>Kondisi korban di Parigi bisa termasuk kondisi ketidakberdayaan psikis yang disebabkan adanya kondisi relasi kuasa. Dengan demikian, Pasal 286 dapat digunakan untuk menjerat si perwira polisi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/siapkah-polisi-menjadi-garda-terdepan-mekanisme-pelaporan-kekerasan-seksual-169726">Siapkah polisi menjadi garda terdepan mekanisme pelaporan kekerasan seksual?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Peran penting hakim dalam pemaknaan suatu ketentuan</h2>
<p>Perluasan makna ketidakberdayaan dalam Pasal 286 merupakan salah satu contoh bentuk penafsiran ekstensif yang dapat dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan.</p>
<p>Penafsiran ekstensif bersifat <a href="http://repository.unair.ac.id/38254/1/gdlhub-gdl-s3-2010-christiant-11234-th4009-k.pdf">memperluas makna yang terdapat dalam suatu aturan hukum</a> dengan tetap berpegang pada maksud asli dari aturan hukum. </p>
<p>Penafsiran semacam ini cukup <a href="https://journal.trunojoyo.ac.id/pamator/article/download/2408/1995">sering digunakan oleh hakim</a> dalam memutus perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya.</p>
<p>Ini sejalan dengan mandat hakim miliki, yakni tidak semata menjadi corong dari undang-undang tapi juga mengadili dan memutus perkara bahkan ketika tidak ada hukum yang mengaturnya — atau kalau pun ada, aturan hukum tersebut masih kurang jelas. </p>
<p>Karena itu juga, hakim diwajibkan untuk menggali dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/28122/UU%20Nomor%2048%20Tahun%202009.pdf">Undang-Undang (UU) tentang Kekuasaan Kehakiman</a>.</p>
<p>Perluasan makna suatu ketentuan bisa dilakukan hakim, bahkan seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam menangani suatu kasus yang belum secara tegas diatur. </p>
<p>Ini demi menjamin keadilan bagi orang-orang seperti para korban kekerasan seksual yang berada di bawah ketidakberdayaan psikis maupun relasi kuasa.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tertinggal-zaman-pemaknaan-perkosaan-dan-pencabulan-dalam-hukum-di-indonesia-169846">Tertinggal zaman: pemaknaan perkosaan dan pencabulan dalam hukum di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Tidak berhenti di penafsian</h2>
<p>Penggunaan penafsiran terhadap ketentuan UU yang ada dapat menjadi solusi sementara untuk menutup kekosongan maupun ketidakjelasan hukum. </p>
<p>Akan tetapi, akar permasalahannya masih ada: aturan hukum yang sudah <a href="https://theconversation.com/tertinggal-zaman-pemaknaan-perkosaan-dan-pencabulan-dalam-hukum-di-indonesia-169846">tertinggal zaman</a>, tidak relevan, dan tidak lagi mampu mengakomodasi permasalahan kekerasan seksual yang ada di Indonesia.</p>
<p>Upaya untuk merumuskan aturan kekerasan seksual yang lebih komprehensif dan akomodatif sedang dilakukan melalui pembahasan rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). </p>
<p>Pembaruan terhadap hukum pidana juga tengah dilakukan melalui revisi KUHP, termasuk di dalamnya tindak pidana kekerasan seksual seperti <a href="http://reformasikuhp.org/data/wp-content/uploads/2015/02/RKUHP-FULLL.pdf">perkosaan dan perbuatan cabul</a>.</p>
<p>Harapannya, pembaruan pengaturan kekerasan seksual dapat menghadirkan jaminan perlindungan bagi korban-korban kekerasan seksual yang masih belum dilindungi oleh aturan hukum yang ada.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/171011/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penting untuk menilik lebih jauh apakah seseorang yang melakukan aktivitas atau tindakan seksual memiliki kapasitas atau kompetensi untuk memberikan persetujuan (consent).Maria Isabel Tarigan, Research fellow, Indonesia Judicial Research Society Naomi Rehulina Barus, Research assistant, Indonesia Judicial Research Society Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1697262021-10-14T03:51:14Z2021-10-14T03:51:14ZSiapkah polisi menjadi garda terdepan mekanisme pelaporan kekerasan seksual?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/426355/original/file-20211014-21-1n8a3u5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3712%2C1976&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Prasetia Fauzani/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Pekan kemarin, jagat media sosial diramaikan dengan hasil reportase Project Multatuli tentang <a href="https://projectmultatuli.org/kasus-pencabulan-anak-di-luwu-timur-polisi-membela-pemerkosa-dan-menghentikan-penyelidikan/">proses pelaporan kasus tiga anak korban perkosaan di Luwu Timur, Sulawesi Selatan</a>. </p>
<p>Reportase ini menggambarkan perjalanan seorang ibu yang berupaya untuk mencari keadilan bagi ketiga anaknya dengan melaporkan kasus tersebut ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Kepolisian Resor Luwu Timur hingga Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil dan bahkan melalui proses yang sangat menyedihkan.</p>
<p>Kisah ini kemudian memunculkan berbagai respons dari masyarakat yang diikuti dengan ramainya tagar <a href="https://twitter.com/hashtag/PercumaLaporPolisi">#PercumaLaporPolisi</a> di berbagai platform media sosial. </p>
<p>Kesaksian-kesaksian yang muncul dengan tagar tersebut menggambarkan ketidakpuasan, kekecewaan, dan ketidakpercayaan masyarakat ketika berurusan dengan polisi dalam berbagai perkara termasuk kasus kekerasan seksual. </p>
<h2>(Tidak) melaporkan kekerasan seksual</h2>
<p>Ramainya #PercumaLaporPolisi menunjukkan ada anggapan di masyarakat bahwa urusan melaporkan masalah hukum kepada lembaga negara bukan hal yang mudah dilakukan. </p>
<p>Temuan penelitian mengkonfirmasi hal ini. <a href="http://ijrs.or.id/indeks-terhadap-keadilan-di-indonesia-tahun-2019/">Indeks Akses terhadap Keadilan di Indonesia tahun 2019 </a> menunjukkan bahwa 38% masyarakat Indonesia yang mengalami masalah hukum memilih untuk tidak melakukan apapun terhadap masalah hukumnya. Mereka khawatir dan takut jika melapor, maka masalahnya akan jadi lebih rumit. </p>
<p>Menariknya, sebagian besar masyarakat (60,5%) yang mau melaporkan masalah hukumnya, justru memilih untuk melapor ke lembaga non-negara atau ke mekanisme informal seperti ke keluarga atau ke pengurus Rukun Tetangga, Rukun Warga, atau desa, kelurahan setempat.</p>
<p>Studi tersebut juga menemukan bahwa sebagian besar (52%) anggota masyarakat yang enggan melakukan apa pun terhadap masalah hukumnya tersebut adalah perempuan. </p>
<p>Temuan ini dikuatkan oleh hasil <a href="http://ijrs.or.id/laporan-studi-kuantitatif-barometer-kesetaraan-gender/">Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender</a> dari International NGO Forum Indonesia (INFID) dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) pada 2020 yang menunjukkan bahwa 57,3% responden dengan pengalaman kekerasan seksual — yang mayoritas adalah perempuan — memutuskan untuk tidak melaporkan perkara kekerasan seksual yang dialami. </p>
<p>Alasan mereka beragam, mulai dari takut, malu, hingga tidak tahu harus melapor ke mana. </p>
<p>Sebagian besar responden (57%) yang mengalami kekerasan seksual mengatakan pada akhirnya tidak memperoleh penyelesaian dalam masalah yang mereka alami. </p>
<p>Jika pun ada penyelesaian, hasil yang didapat tidak mengutamakan kepentingan terbaik korban contohnya seperti dengan membayar sejumlah uang hingga <a href="https://theconversation.com/nikahin-aja-penanganan-kasus-pemerkosaan-dan-kekerasan-seksual-selama-ini-belum-fokus-pada-pemulihan-dan-hak-korban-163011">dinikahkan dengan pelaku kekerasan seksual</a>.</p>
<p>Di sisi lain, ada hambatan dari sisi penegak hukum. </p>
<p>Mayoritas responden menganggap penanganan aparat penegak hukum terhadap perkara kekerasan seksual itu cenderung responsif. Namun responden yang menjawab demikian adalah mereka belum pernah mengalami kekerasan seksual. </p>
<p>Sebaliknya, mayoritas responden yang beranggapan aparat tidak responsif adalah mereka pernah mengalami kekerasan seksual. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengantre-viral-perjuangan-korban-kekerasan-seksual-di-indonesia-167913">Mengantre viral: perjuangan korban kekerasan seksual di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Polisi di garda terdepan</h2>
<p>Di sisi lain, riset yang sama menunjukkan bahwa 43,8% responden yang tahu harus melapor ke mana ketika mengalami kekerasan seksual akhirnya lebih memilih untuk melapor ke polisi apabila mereka mengalami kekerasan seksual. </p>
<p>Bahkan, temuan Indeks Akses terhadap Keadilan di Indonesia tahun 2019 juga menunjukkan bahwa secara umum (72,1%) masyarakat percaya kepada kepolisian untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dialami. </p>
<p>Ini menunjukkan bahwa di satu sisi, ada harapan dan ekspektasi besar dari masyarakat terhadap kepolisian. Namun, di sisi lain bisa saja masyarakat sebetulnya tidak punya pilihan lain untuk melaporkan perkara kekerasan seksual yang dialaminya. </p>
<p>Kantor-kantor polisi tersebar hingga level administratif paling bawah untuk memudahkan masyarakat untuk membuat pelaporan masalah hukum. Sehingga dapat dikatakan, bahwa kepolisian merupakan garda terdepan dalam pelaporan kekerasan seksual. </p>
<p>Sayangnya, mekanisme pelaporan yang telah disediakan oleh kepolisian untuk penanganan kekerasan seksual <a href="http://www.westcoastleaf.org/wp-content/uploads/2018/11/We-Are-Here-Executive-Summary.pdf">belum didukung adanya perspektif perlindungan korban yang baik dari beberapa anggota polisi</a>. </p>
<p>Alih-alih memperoleh perlindungan dan bantuan, saat melaporkan kekerasan seksual yang dialami, para korban justru mengalami menjadi korban kembali serta harus menghadapi pertanyaan yang seringkali menyudutkan, tidak empati, hingga melecehkan. </p>
<p>Selain itu, tidak hanya polisi namun juga aparat penegak hukum secara umum <a href="http://repository.upstegal.ac.id/3617/2/Dinar%20Mahardika%20%26%20Erwin_Perlindungan%20hukum.pdf">cenderung abai terhadap kondisi psikologis korban</a> yang menyebabkan korban yang mengalami kekerasan seksual harus menghadapi proses hukum yang panjang dengan perilaku aparat yang tidak empatik.</p>
<p>Wajar bila para korban memutuskan untuk mengandalkan mekanisme informal atau pihak-pihak di luar negara untuk penyelesaian permasalahan hukumnya. </p>
<p>Maka menjadi pertanyaan, apakah polisi dapat benar-benar siap menjadi garda terdepan pelaporan perkara kekerasan seksual? </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kasus-kpi-potret-abainya-aparat-pada-korban-kekerasan-seksual-di-indonesia-168666">Kasus KPI: potret abainya aparat pada korban kekerasan seksual di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Menyiapkan polisi</h2>
<p>Ketika terdapat korban kekerasan seksual yang melapor, petugas polisi seharusnya menciptakan suasana yang kondusif dan nyaman bagi korban untuk menceritakan masalahnya. Polisi seharusnya memastikan keberadaan pendamping korban, jaminan keselamatan korban, adanya pernyataan atau pertanyaan yang tidak menghakimi dan menghargai korban hingga jaminan terwujudnya akses keadilan. </p>
<p>Ini bukan sesuatu yang baru; semua poin ini telah tercantum dalam <a href="https://ntb.polri.go.id/reskrimum/wp-content/uploads/sites/22/2018/03/peraturan-kapolri-nomor-3-tahun-2008-tentang-pembentukan-ruang-pelayanan-khusus-dan-tata-cara-pemeriksaan-saksi-dan-korban.pdf">Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 3 tahun 2008</a> tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana yang dikhususkan untuk perempuan dan anak. </p>
<p>Selain itu, langkah-langkah untuk memastikan perlindungan korban perempuan dan anak juga telah ditetapkan dalam berbagai pengaturan seperti <a href="https://www.bphn.go.id/data/documents/14uu031.pdf">Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 2014 dan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban</a>; <a href="https://www.kpai.go.id/hukum/undang-undang-uu-ri-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-anak">UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak</a>; dan <a href="https://www.bphn.go.id/data/documents/14uu035.pdf">UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak</a>. </p>
<p>Polisi sebagai aparat hukum negara perlu menelaah kembali dan menerapkan prinsip-prinsip perlindungan korban, perempuan, dan anak sesuai berbagai UU tersebut ketika menangani pelaporan perkara kekerasan seksual.</p>
<p>Selain itu, dalam mekanisme pelaporan kekerasan seksual, secara lebih khusus, polisi perlu juga memperhatikan kondisi fisik, psikis maupun kebutuhan pemulihan korban. </p>
<p>Ini dapat dilakukan dengan memastikan adanya penasihat/pendamping hukum, pendamping psikologis hingga pendamping sosial bagi korban.</p>
<p>Untuk memahami kondisi-kondisi tersebut, polisi dapat meminta rekomendasi atau mendorong adanya peran dari pemangku kepentingan lain seperti psikolog, dokter, pekerja sosial, maupun pendamping di penyedia layanan setempat. </p>
<p>Hal-hal ini dapat berimplikasi pada proses penyelesaian perkara secara keseluruhan. Langkah-langkah ini dapat dan telah dilakukan oleh aparat penegak hukum lain sehingga hal ini juga sangat mungkin dilakukan oleh polisi. </p>
<p>Berbagai tindakan polisi yang tidak empatik, diskrimatif, dan tidak melindungi korban masih kerap dilaporkan. Maka peningkatan kapasitas secara mendalam dan komprehensif tentang penanganan perkara yang melibatkan perempuan dan anak masih perlu dan harus terus dilakukan baik kepada calon anggota polisi maupun polisi yang telah bertugas. </p>
<p>Yang tidak kalah penting juga adalah penguatan di sektor non-negara, mengingat terdapat kecenderungan yang tinggi dari masyarakat dalam melaporkan masalah hukum ke pihak-pihak di luar negara. </p>
<p>Penguatan tokoh atau aktor yang dipercaya masyarakat dapat diberikan untuk menerima, merespons atau bahkan meneruskan pelaporan masalah hukum. </p>
<p>Apalagi, pada perkara kekerasan seksual di mana korban yang takut dan malu untuk melapor, maka peran pihak-pihak yang dipercaya inilah yang dapat mendorong akses terhadap keadilan yang lebih luas.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169726/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Arsa Ilmi Budiarti tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Urusan melaporkan masalah hukum kepada lembaga negara bukanlah hal yang mudah dilakukan. Namun, polisi harus siap menjadi garda terdepan khususnya di pelaporan kekerasan seksual.Arsa Ilmi Budiarti, Peneliti, Indonesia Judicial Research Society Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1580632021-04-26T02:53:52Z2021-04-26T02:53:52ZPolisi virtual di Indonesia; alih-alih ciptakan ketertiban, mereka justru ancam kebebasan berekspresi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/396462/original/file-20210422-17-1y8q03o.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C1920%2C1275&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://pixabay.com/photos/surveillance-camera-mast-3137102/"> Jürgen Jester/Pixabay </a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Sejak mulai aktif pada Februari, satuan tugas digital kepolisian Indonesia - kerap disebut <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/26/083100665/3-hal-yang-perlu-diketahui-soal-apa-itu-polisi-virtual-dari-tugas-hingga?page=all">polisi virtual</a> - telah mengirim peringatan terhadap <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/04/13/10451221/polisi-virtual-sudah-kirim-peringatan-ke-200-akun-di-media-sosial">200 konten media sosial</a> yang diduga mengandung ujaran kebencian.</p>
<p>Kepolisian menyakini polisi virtual dapat mengatasi penyebaran konten yang mengandung hoaks dan kebencian, agar dunia maya negeri ini bersih dan bebas dari konten yang melanggar Undang-Undang (UU) <a href="https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/555/t/undangundang+nomor+19+tahun+2016+tanggal+25+november+2016">Informasi dan Transaksi Elektronik</a> (<a href="https://www.kpk.go.id/images/pdf/uu%20pip/UU_ITE%20no%2011%20Th%202008.pdf">ITE</a>). </p>
<p>Menurut kami penggunaan polisi virtual tidak menjawab masalah karena masalah sebenarnya ada di UU ITE yang perlu direvisi. </p>
<p>Kehadiran polisi virtual justru menambah masalah baru. Alih-alih menciptakan ketertiban, mereka justru mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara. </p>
<h2>Akar masalah</h2>
<p>Munculnya polisi virtual berawal dari pernyataan Jokowi yang meminta masyarakat aktif menyampaikan <a href="https://theconversation.com/tutup-telinga-dan-mengancam-penjara-5-hal-ini-menunjukkan-pemerintahan-jokowi-tidak-mau-menerima-kritik-dari-warga-155467">kritik</a> dan lalu melontarkan wacana revisi UU ITE yang akhirnya tidak <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/03/12/20521121/revisi-uu-ite-berawal-dari-keresahan-jokowi-namun-batal-masuk-prolegnas?page=all">direalisasikan juga</a>. </p>
<p>Jokowi juga meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi laporan warga terkait UU ITE dan dalam menerjemahkan UU itu. Pihak kepolisian kemudian menindaklanjuti dengan pembentukan polisi virtual yang tidak menjawab akar masalah UU ITE.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1361495910681772033"}"></div></p>
<p>UU ITE memang kerap menjerat warga dalam kasus pidana. </p>
<p>Data <a href="https://nasional.tempo.co/read/1446309/apa-kabar-revisi-uu-ite-atau-sekadar-interpretasi-icjr-cabut-pasal-karet/full&view=ok">Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara SAFEnet</a> mencatat sampai dengan Oktober 2020, ada 324 kasus pidana terkait pelanggaran UU ITE. </p>
<p>Kasus saling melapor antar warga karena perilaku di dunia digital memang lumrah terjadi. Hanya saja, selama ini jerat UU ITE justru erat dengan <a href="https://theconversation.com/uu-ite-dan-merosotnya-looplkebebasan-berekspresi-individu-di-indonesia-126043">relasi kuasa dalam masyarakat</a>. </p>
<p>Permasalahannya terletak pada formulasi karet UU ITE; formulasi yang pada praktiknya dapat digunakan pihak yang lebih kuat menekan yang lebih lemah. </p>
<p>Jeffrey Winters, ilmuwan politik Amerika Serikat di Universitas Northwestern, Amerika Serikat, dalam <a href="https://www.youtube.com/watch?v=BaJVX7zju5M&t=5s">orasi ilmiah</a> tentang oligarki, demokrasi, dan supremasi hukum di Indonesia menyebut bahwa negara yang memiliki masalah supremasi hukum bukan berarti tidak ada hukum di tengah masyarakat. </p>
<p>Hukum berlaku bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, tapi utamanya mereka yang lemah, tidak bisa membuat mereka yang kuat untuk tunduk. </p>
<p>Sistem hukum tidak berdaya atau dirusak oleh orang yang berkuasa karena mereka punya kapasitas, sumber daya, atau koneksi untuk mempengaruhi penegakan hukum. </p>
<p>Situasi inilah yang terjadi dalam jerat UU ITE ke warga. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mendorong-polisi-virtual-melakukan-edukasi-bukan-pengawasan-yang-represif-157605">Mendorong polisi virtual melakukan edukasi, bukan pengawasan yang represif</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Masalah baru polisi virtual</h2>
<p>Dari segi hukum, pembentukan polisi virtual sudah bermasalah. </p>
<p>Polisi virtual mulai aktif berdasarkan <a href="https://satpol.id/2021/02/surat-edaran-nomor-kapolri-nomor-se-2-11-2021-tentang-kesadaran-budaya-beretika-untuk-mewujudkan-ruang-digital-indonesia-yang-bersih-sehat-dan-produktif-1-rujukan-a-undang-undang-1945-b-undang/">Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/2/II/2021</a> tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. </p>
<p>Namun, SE itu tidak secara jelas dapat menjadi dasar hukum pendirian polisi virtual. </p>
<p>Secara singkat, SE tersebut menggambarkan kondisi sosiologis Indonesia saat ini, dan bahwa penerapan UU ITE terkait pencemaran nama baik dan penghinaan tidak sejalan dengan hak kebebasan berpendapat di ruang digital. </p>
<p>Kepolisian, menurut surat itu, hendak menyediakan penegakan hukum yang adil bagi masyarakat.</p>
<p>Namun, dalam pelaksanaan kerjanya, polisi virtual ini bisa memunculkan dampak sebaliknya, yaitu keengganan atau ketakutan yang mengancam kebebasan berekspresi. </p>
<p>Tugas polisi virtual meliputi pemantauan unggahan-unggahan media sosial. Jika mereka menemukan unggahan yang mengandung unsur fitnah; suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA); atau hoaks; ujaran kebencian, mereka akan melakukan kajian. </p>
<p>Jika unggahan tersebut diputuskan sebagai sebuah pelanggaran, maka polisi akan menghubungi pelaku dan memberi peringatan untuk menurunkan unggahan. Jika pelaku tidak mematuhi, polisi akan melakukan pemanggilan.</p>
<p>Salah satu kasus yang mencuat melibatkan seorang warga Slawi, Jawa Tengah, yang <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210315155630-12-617683/polisi-virtual-ciduk-warga-slawi-karena-mengolok-olok-gibran">diduga menyebarkan hoaks</a> dalam komentar di media sosial tentang Gibran Rakabuming - Walikota Surakarta, Jawa Tengah, dan putra pertama Presiden Joko “Jokowi” Widodo.</p>
<p>Kewenangan ini sangat membingungkan. </p>
<p>Setelah kepolisian memutuskan suatu unggahan melanggar hukum, tidak ada mekanisme pembelaan diri untuk orang yang diduga mengunggah konten. </p>
<p>Pemilik akun tidak memiliki mekanisme untuk menguji keputusan tersebut.</p>
<p>Di titik inilah, organisasi masyarakat sipil khawatir polisi virtual justru dapat membuka ruang kesewenang-wenangan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apakah-semua-ujaran-kebencian-perlu-dipidana-catatan-untuk-revisi-uu-ite-156132">Apakah semua ujaran kebencian perlu dipidana? Catatan untuk revisi UU ITE</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Salah solusi</h2>
<p>Polisi virtual tidak menyelesaikan masalah UU ITE. </p>
<p>Kritik terhadap UU ITE yang sudah terjadi bertahun-tahun, maka jalan keluar sesungguhnya adalah upaya secara perundang-undangan - baik lewat revisi atau upaya lain terhadap UU ini.</p>
<p>Mencoba menghilangkan asap tanpa memadamkan api adalah usaha yang sia-sia. </p>
<p>Polisi virtual yang terlanjur aktif sekarang perlu dievaluasi. Sangat penting untuk memastikan pemilik akun yang diduga melanggar UU ITE memiliki kesempatan membela diri. </p>
<p>Dalam memverifikasi suatu konten, kepolisian perlu melibatkan perwakilan masyarakat sipil. </p>
<p>Tak kalah penting, kepolisian juga perlu memastikan polisi virtual diawasi dengan baik secara internal dan membuka ruang eksternal bagi masyarakat untuk terlibat. </p>
<p>George Orwell dalam novel klasiknya “<a href="https://www.britannica.com/topic/Nineteen-Eighty-four">1984</a>” yang terbit pada 1949 sudah lama mengingatkan betapa berbahayanya ketika orang merasa terus-menerus diawasi tidak hanya dalam tingkah lakunya tetapi juga bahkan dari sejak dalam pikiran. </p>
<p>Dari sinilah kita lalu mengenal istilah Orwellian, kondisi saat kebebasan justru dirusak oleh kekuasaan dan regulasi yang berlebihan dan kejam dengan menggunakan pengawasan masif dan disinformasi. </p>
<p>Efeknya, orang akan semakin takut bersuara bahkan untuk hal-hal yang sebenarnya wajar di negara demokratis. Ketakutan yang paling sering muncul adalah adanya upaya sensor diri dalam warga karena merasa terus-menerus diawasi oleh polisi. </p>
<p>Demokrasi mempersyaratkan terjadinya pertukaran opini dan argumen secara sehat dan rasional. Namun ketika prasyarat utama itu tidak terjadi, demokrasi bisa hanya tinggal nama.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/158063/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Polisi virtual hadir di tengah kondisi negara hukum Indonesia yang problematik. Alih-alih menciptakan ketertiban, kehadiran mereka justru mengancam kebebasan warga negara.Laras Susanti, Lecturer at Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada Wisnu Prasetya Utomo, Lecturer at Department of Communication Science, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1576052021-04-06T07:52:14Z2021-04-06T07:52:14ZMendorong polisi virtual melakukan edukasi, bukan pengawasan yang represif<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/391617/original/file-20210325-21-18n6uc7.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://pixabay.com/illustrations/social-media-internet-security-1679307/">Pixabay</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Belum lama ini, kepolisian Indonesia membentuk satuan tugas digital – kerap disebut sebagai <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/26/083100665/3-hal-yang-perlu-diketahui-soal-apa-itu-polisi-virtual-dari-tugas-hingga?page=all">polisi virtual</a> – dengan tujuan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya konten-konten negatif yang beredar di internet. </p>
<p>Akan tetapi, dalam aktivitasnya, alih-alih memberi edukasi, polisi virtual justru fokus pada pemberian peringatan dan melakukan proses interogasi terhadap masyarakat. </p>
<p>Polisi virtual seharusnya mengambil peran penting dalam edukasi literasi digital.</p>
<p>Dengan begitu, satuan tugas digital ini tidak menjadi instrumen represi baru.</p>
<h2>Apa itu polisi virtual?</h2>
<p>Polisi virtual adalah bagian dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), di bawah Direktorat Tindak Pidana Siber pada Badan Reserse Kriminal. </p>
<p>Satuan ini mulai aktif sejak <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/02/23/18103521/polri-se-kapolri-berlaku-juga-untuk-kasus-uu-ite-yang-sedang-diproses">19 Februari 2021</a>. </p>
<p>Berbeda dengan polisi siber yang bertugas untuk menindaklanjuti pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), polisi virtual memiliki tujuan utama untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. </p>
<p>Polisi virtual bekerja melewati <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210225093152-12-610643/cara-kerja-virtual-police-peringatan-polisi-dikirim-via-dm">dua tahap</a>. </p>
<p>Pada tahap pertama, polisi virtual memantau unggahan-unggahan media sosial. Jika mereka menemukan unggahan yang mengandung unsur fitnah; suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA); hoaks; ujaran kebencian – khususnya yang melanggar UU ITE dan sebagainya, mereka akan berkonsultasi dengan tim yang terdiri dari ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli ITE. </p>
<p>Tahap kedua, setelah menetapkan bahwa unggahan tersebut merupakan sebuah pelanggaran (dalam definisi pelanggaran UU ITE), polisi virtual kemudian akan menghubungi pelaku melalui pesan langsung (<em>direct message</em> atau DM). </p>
<p>Tidak semua akun yang berada dalam pantauan maupun dilaporkan akan diproses secara langsung. Polisi virtual menyeleksi akun mana yang akan dikirim DM dan mana yang tidak. </p>
<p>Pengiriman kemungkinan besar hanya berlaku bagi akun yang bisa menerima DM dari akun polisi virtual , atau akun yang bersifat <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210225093152-12-610643/cara-kerja-virtual-police-peringatan-polisi-dikirim-via-dm">publik</a>.</p>
<p>Polisi virtual mengirim DM juga dalam dua tahap. </p>
<p>Pada tahap pertama, polisi virtual akan memberikan peringatan kepada pelaku unggahan untuk menghapus unggahan tersebut dalam periode tertentu, yakni dalam 1 x x 24 jam. Jika peringatan tersebut tidak diindahkan, maka polisi mengirim peringatan lanjutan. </p>
<p>Di tahap kedua, jika konten tersebut tetap belum diturunkan, maka polisi virtual akan mengirim surat panggilan pada terduga pelaku untuk sesi interogasi di kantor polisi. </p>
<p>Sejauh ini, sudah ada satu kasus seseorang yang dipanggil untuk diinterogasi, yakni pada kasus dugaan penghinaan terhadap <a href="https://m.cnnindonesia.com/nasional/20210315155630-12-617683/polisi-virtual-ciduk-warga-slawi-karena-mengolok-olok-gibran/">Gibran Rakabuming, Walikota Surakarta di Jawa Tengah</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-polisi-cenderung-menggunakan-tindakan-represif-untuk-menyelesaikan-masalah-140769">Mengapa polisi cenderung menggunakan tindakan represif untuk menyelesaikan masalah?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Praktik di Indonesia</h2>
<p>Hingga pertengahan Maret, polisi virtual telah memberikan peringatan kepada <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/03/12/17320661/virtual-police-telah-kirim-peringatan-ke-89-akun-media-sosial">89 akun media sosial</a>. </p>
<p>Akun-akun yang diberi peringatan berasal dari berbagai macam media sosial, baik itu Twitter, Facebook, Instagram, dan media sosial publik lainnya. </p>
<p>Namun, jaring-jaring polisi virtual tidak hanya terbatas pada media sosial publik saja. Mereka juga memantau aplikasi pesan singkat WhatsApp. Pemantauan WhatsApp ini hanya dilakukan berbasis laporan dari individu. </p>
<p>Meskipun polisi virtual tidak dapat melihat isi WhatsApp kita secara langsung, orang lain bisa saja <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210317162147-12-618720/polisi-virtual-selidiki-konten-whatsapp-jika-terima-laporan">melaporkan isi</a> percakapan tersebut dengan dugaan pelanggaran UU ITE.</p>
<p>Praktik ini tentunya cukup meresahkan. Apalagi kini polisi virtual mendorong masyarakat untuk melaporkan konten negatif di internet dengan memberikan penghargaan berupa <a href="https://tirto.id/polri-benarkan-program-badge-awards-bagi-pelapor-pidana-siber-gbdm">lencana atau <em>badge</em></a> kepada pelapor.</p>
<p><em>Badge</em> hanya diberikan kepada pelapor yang laporannya sudah terverifikasi, dianggap sebagai <a href="https://news.detik.com/berita/d-5498348/dirsiber-bareskrim-badge-awards-hanya-untuk-pelapor-kasus-yang-sulit-diungkap">kasus yang sulit diungkap</a>, dan kasusnya sudah mendapat vonis pengadilan. Polisi juga akan merahasiakan identitas pelapor.</p>
<p>Pemberian lencana ini mengkhawatirkan, karena dapat mendorong masyarakat untuk saling melaporkan dan yang akan terjadi adalah timbul rasa ketakutan untuk berpendapat. </p>
<p>Perkembangan tersebut tentunya akan mengancam upaya perlindungan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. </p>
<h2>Praktik di negara lain</h2>
<p>Mengingat kemungkinan berbagai kejahatan yang dapat terjadi di dunia maya seperti <a href="https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/jenis-kejahatan-siber-di-indonesia-2019-2020-1590136655">penipuan <em>online</em>, penyebaran konten provokatif, dan akses ilegal</a>, maka sebetulnya keberadaan polisi virtual bukanlah hal yang baru di dunia. </p>
<p>Cina, misalnya yang <a href="https://www.chinadaily.com.cn/china/2007-08/29/content_6066310.htm">sejak tahun 2007</a> telah memiliki instrumen serupa. </p>
<p>Di sana, patroli dilakukan dengan <a href="https://www.chinadaily.com.cn/china/2007-08/29/content_6066310.htm">memunculkan ikon polisi</a> setiap setengah jam di layar gawai pengguna pada portal-portal yang sering diakses masyarakat, seperti Sohu dan Sina. </p>
<p>Dalam perkembangannya, pemerintah Cina merencanakan ikon polisi virtual itu akan muncul pada <a href="https://www.nbcnews.com/id/wbna20477258">semua website</a> yang terdaftar pada server yang berlokasi di Beijing.</p>
<p>Praktik ini dinilai berhasil untuk mengerem persebaran konten negatif dan perbuatan kejahatan di internet.</p>
<p>Akan tetapi, pada perkembangannya, polisi virtual kian menjadi momok bagi masyarakat di Cina dengan semakin invasifnya jangkauan polisi dan meningkatnya upaya sensor konten. </p>
<p>Praktik polisi virtual yang cukup menarik terjadi di Spanyol. Di sana, polisi virtual menggunakan jalur media sosial untuk <a href="https://www.consumersinternational.org/media/293343/social-media-scams-final-245.pdf">membagikan konten-konten edukatif </a> yang didukung oleh tingkat interaksi yang tinggi di antara polisi dan masyarakat. </p>
<p>Praktik inilah yang menurut kami dapat menjadi contoh bagi polisi virtual di Indonesia untuk mencapai tujuan bersifat mendidik. </p>
<p>Jangan sampai, alih-alih meningkatkan strategi komunikasi, fokus kegiatan yang justru ke arah pengawasan yang represif sebagaimana yang terjadi di Cina.</p>
<p>Pengawasan semacam ini mengingatkan kita pada <a href="https://majalah.tempo.co/read/selingan/8673/stasi-polisi-rahasia-jerman-timur-memburu-sampai-ke-kamar-kecil">operasi Stasi di Jerman Timur</a> pada masa Perang Dingin. Ratusan ribu warga Jerman Timur menjadi informan-informan Stasi untuk melaporkan tindak-tanduk dan gerak-gerik sesama warga.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/empat-alasan-di-balik-tren-meningkatnya-pencalonan-mantan-perwira-militer-dan-polisi-dalam-pilkada-156756">Empat alasan di balik tren meningkatnya pencalonan mantan perwira militer dan polisi dalam pilkada</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Edukasi, bukan represi</h2>
<p>Persebaran konten misinformasi, disinformasi, dan hoaks merupakan <a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2019/02/19/in-indonesia-young-and-old-share-fake-news-on-social-media.html">permasalahan serius</a> yang perlu ditangani pemerintah. </p>
<p>Terlebih, tingkat literasi digital masyarakat Indonesia <a href="https://theconversation.com/researchers-find-indonesia-needs-more-digital-literacy-education-84570">masih rendah</a>. </p>
<p>Ini menunjukkan pentingnya edukasi yang inklusif tentang cara mencari, mengakses, mengevaluasi konten bermutu di ruang maya, bagaimana memproduksi konten yang akurat, dan bahaya menyebarkan informasi yang tidak benar di media sosial. </p>
<p>Dalam mengatasi permasalahan ini, <a href="https://theconversation.com/melawan-persebaran-disinformasi-di-indonesia-119285">kolaborasi</a> antara platform penyedia media sosial, pemerintah, dan juga kelompok masyarakat sipil penting untuk dilakukan. </p>
<p>Edukasi terkait literasi digital dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis masyarakat dalam mengolah informasi dan menggunakan perangkat digital. </p>
<p>Hasilnya, masyarakat diharapkan mampu untuk memilah dan memilih informasi yang benar dan baik, sehingga mengurangi jumlah persebaran konten-konten berbahaya pada internet. </p>
<p>Polisi virtual diharapkan dapat menjadi institusi yang berperan aktif dalam mendorong upaya edukasi ini melalui aktivitas produksi konten-konten yang edukatif dan interaktif mengenai konten-konten berbahaya di internet. </p>
<p>Tindakan-tindakan reaktif berupa pemberian peringatan, interogasi, dan publikasi permohonan maaf individu secara publik hanya akan memberi efek jera secara jangka pendek dan memperkuat kesan represif dari polisi virtual. </p>
<p>Padahal, pendekatan pencegahan, yakni edukasi masyarakat, akan mendorong terciptanya ruang digital yang aman dan sehat secara berkelanjutan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/157605/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Polisi virtual seharusnya mengambil peran penting dalam edukasi literasi digital dan tidak menjadi instrumen represi baru.Treviliana Eka Putri, Lecturer at Department of International Relations, Researcher at Center for Digital Society, Universitas Gadjah Mada Muhammad Perdana Sasmita-Jati Karim, Research Assistant, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1567562021-03-10T08:55:29Z2021-03-10T08:55:29ZEmpat alasan di balik tren meningkatnya pencalonan mantan perwira militer dan polisi dalam pilkada<p>Di Indonesia, terjadi peningkatan jumlah mantan perwira militer dan polisi yang maju dan menang dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). </p>
<p>Hal ini berujung pada kekhawatiran mengenai kembalinya keterlibatan mereka dalam kegiatan politik dan administrasi pemerintahan di Indonesia. </p>
<p>Penelitian awal kami menunjukkan sebanyak 55 mantan perwira militer dan polisi maju dalam pilkada di Indonesia dari rentang tahun 2015 hingga 2020.</p>
<p>Data tersebut memperlihatkan tren kenaikan angka mantan perwira yang maju dalam pilkada (kecuali tahun 2017 karena sampel data yang kecil).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/388742/original/file-20210310-18-x1b2ya.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/388742/original/file-20210310-18-x1b2ya.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=359&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/388742/original/file-20210310-18-x1b2ya.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=359&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/388742/original/file-20210310-18-x1b2ya.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=359&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/388742/original/file-20210310-18-x1b2ya.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=452&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/388742/original/file-20210310-18-x1b2ya.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=452&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/388742/original/file-20210310-18-x1b2ya.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=452&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">Sumber: Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dikompilasi oleh penulis</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tren ini mengindikasikan bahwa perwira militer dan polisi masih menjadi sumber daya politik yang kuat bahkan 20 tahun setelah kekuatan mereka diruntuhkan bersamaan dengan kejatuhan rezim Orde Baru.</p>
<p>Selama tiga dekade di bawah pemerintahan otoriter Orde Baru, militer berpartisipasi secara aktif dalam politik dan administrasi untuk membantu pemerintahan Suharto mempertahankan kekuasaannya. </p>
<p>Transisi Indonesia menuju demokrasi pada akhir 1990-an mengubah hal tersebut. Peran militer dalam politik dan pembuatan kebijakan dicabut. Namun, kajian terbaru kami menunjukkan pengaruh informal dari perwira militer dan polisi di dalam konstelasi politik dan administrasi hari ini masih kuat.</p>
<p>Apa yang memotivasi para eks perwira ini untuk masuk dalam ranah politik? </p>
<p>Analisis kami terhadap latar belakang para kandidat dengan menggunakan data akses terbuka dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengidentifikasi paling tidak terdapat empat faktor utama.</p>
<h2>Mengapa mantan perwira maju dalam pilkada</h2>
<p><strong>Pertama</strong>, <a href="https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/perwira-aktif-tnipolri-di-pilkada-uu-lemah-krisis-kader-parpol-cC1p">celah hukum</a> adalah faktor utama yang memungkinkan mantan perwira untuk maju dalam pilkada. </p>
<p>Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah dan peraturan yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengizinkan perwira aktif militer, polisi, dan pegawai negeri sipil untuk maju dan berkampanye sebagai kandidat kepala daerah untuk masa yang cukup panjang selama berlangsungnya pemilihan.</p>
<p>Peraturan yang ada hanya mensyaratkan kandidat tersebut untuk mengundurkan diri dari jabatannya <a href="https://tirto.id/perwira-aktif-tnipolri-di-pilkada-uu-lemah-krisis-kader-parpol-cC1p">30 hari sebelum pemungutan suara dimulai</a>.</p>
<p>Kondisi ini memungkinkan perwira aktif menyalahgunakan kekuasaan institusi mereka untuk memperoleh keunggulan atas pesaingnya. Hal ini juga mengurangi risiko karir bagi para perwira militer yang mengejar jabatan politik sebagai alternatif.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, sulitnya memperoleh promosi jabatan bagi para perwira militer dan polisi di dalam tubuh institusi masing-masing mendorong mereka untuk maju dalam pilkada. </p>
<p>Dalam institusi Angkatan Darat, terdapat fenomena <a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2019/03/21/insight-is-indonesia-heading-toward-a-militarized-democracy.html">penumpukan jabatan</a>, yang melibatkan kurang lebih 500 kolonel dan 100 jenderal yang tidak memperoleh jabatan yang sepadan dengan pangkat dan kualifikasi mereka.</p>
<p>Banyak pula <a href="https://tirto.id/lobi-lobi-dan-penumpukan-jabatan-perwira-di-tubuh-polri-cNAD">perwira menengah</a> di lingkungan kepolisian yang bertarung memperebutkan jabatan sebagai kepala atau wakil kepala polisi daerah. Hal ini mendorong para perwira untuk mencari <a href="https://news.detik.com/berita/d-3789542/pengamat-jenderal-ikut-pilkada-karena-karir-terancam-mentok">karir alternatif dalam politik</a>.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, data kami menggarisbawahi ikatan personal dan institusional terhadap wilayah elektoral sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan mereka untuk maju dalam pilkada.</p>
<p>Mantan perwira memiliki tendensi untuk maju dalam pilkada di sebuah wilayah yang merupakan tempat kelahiran dan pertumbuhannya atau wilayah tempat mereka pernah menjabat.</p>
<p>Kriteria tersebut menentukan peluang mereka untuk menang. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/388746/original/file-20210310-17-1inb171.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/388746/original/file-20210310-17-1inb171.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=128&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/388746/original/file-20210310-17-1inb171.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=128&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/388746/original/file-20210310-17-1inb171.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=128&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/388746/original/file-20210310-17-1inb171.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=161&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/388746/original/file-20210310-17-1inb171.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=161&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/388746/original/file-20210310-17-1inb171.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=161&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">*Enam kandidat lainnya tidak dapat dikategorisasi karena kurangnya informasi terkait tempat lahir dan/atau pengalaman kelembagaan masa lalu.</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kandidat yang merupakan putra daerah dan pernah menjabat di institusi militer atau polisi setempat memiliki peluang kemenangan yang tinggi.</p>
<p>Sebagai contoh, Ajun Komisaris Besar Polisi Lismidianto adalah seorang putra daerah dan pernah bekerja di kantor Kepolisian Daerah Bengkulu sebelum <a href="https://www.bengkulutoday.com/mantan-perwira-polda-bengkulu-ini-menangi-pilkada-kaur-katanya-kemenangan-ini-untuk-rakyat">memenangi</a> pilkada Kabupaten Kaur, Bengkulu pada 2020. Dia menang bersama dengan delapan kandidat lain yang memiliki karakteristik serupa di daerah lain. Kandidat dengan latar belakang tersebut memiliki tingkat kemenangan sebesar 40%.</p>
<p>Untuk kandidat yang hanya memiliki satu kriteria tersebut, tingkat kemenangan mereka jauh lebih rendah.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/388748/original/file-20210310-18-16atu7j.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/388748/original/file-20210310-18-16atu7j.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=145&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/388748/original/file-20210310-18-16atu7j.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=145&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/388748/original/file-20210310-18-16atu7j.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=145&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/388748/original/file-20210310-18-16atu7j.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=182&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/388748/original/file-20210310-18-16atu7j.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=182&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/388748/original/file-20210310-18-16atu7j.PNG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=182&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">Sumber: Data Komisi Pemilihan Umum yang dikompilasi oleh penulis</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong>Keempat</strong>, dukungan yang kuat dari partai politik adalah faktor yang tidak kalah penting.</p>
<p>Sebagian besar dari para kandidat eks perwira diusung oleh partai politik (89%). </p>
<p>Dibandingkan dengan partai politik lain, Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDI-P), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Demokrat lebih sering mengusung pasangan calon yang paling tidak satu calonnya adalah mantan perwira militer atau polisi. </p>
<p>Fenomena kuatnya dukungan partai politik terhadap para mantan perwira militer dan polisi ini menunjukkan tingginya tingkat kepercayaan partai terhadap sosok mantan perwira yang dianggap memiliki potensi elektabilitas yang tinggi. </p>
<p>Salah satu contoh yaitu Oloan Nababan, mantan ajudan eks Komandan Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Edy Rahmayadi. Dia dan pasangannya <a href="https://www.beritasatu.com/nasional/673611/pilkada-4-daerah-di-sumut-lawan-kotak-kosong">diusung</a> oleh seluruh enam partai politik (25 kursi legislatif) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan memenangkan pilkada Humbang Hasundutan di Provinsi Sumatra Utara.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/388749/original/file-20210310-15-2w0box.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/388749/original/file-20210310-15-2w0box.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/388749/original/file-20210310-15-2w0box.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/388749/original/file-20210310-15-2w0box.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/388749/original/file-20210310-15-2w0box.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=395&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/388749/original/file-20210310-15-2w0box.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=395&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/388749/original/file-20210310-15-2w0box.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=395&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">Sumber: Data Komisi Pemilihan Umum yang diproses dan dikompilasi oleh penulis</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Dampak terhadap demokrasi</h2>
<p>Analisis kami memperlihatkan bahwa peran para mantan perwira militer dan polisi dalam ranah politik memberikan keragaman warna demokrasi di Indonesia. </p>
<p>Di satu sisi, kami menemukan bahwa keinginan eks perwira militer dan polisi untuk masuk ke ranah politik lebih berkaitan dengan obsesi pribadi para calon dibandingkan perwujudan kepentingan lembaga militer atau polisi.</p>
<p>Dengan kata lain, para perwira ini secara umum termotivasi oleh keinginan atas karir purna tugas di ranah politik alih-alih sebagai upaya untuk memajukan kepentingan organisasi mereka.</p>
<p>Fenomena ini dapat dilihat sebagai konsekuensi sistem promosi jabatan yang buruk dan bukan sebagai wujud kebangkitan keterlibatan milier di politik. </p>
<p>Di sisi yang lain, preferensi partai politik untuk mengusung eks perwira yang memiliki peluang menang lebih besar dibandingkan kader loyal partai memperteguh karakter politik Indonesia yang transaksional.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/156756/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Keinginan eks perwira militer dan politik untuk masuk ke ranah politik lebih berkaitan dengan obsesi pribadi para calon.Dedi Dinarto, Research Analyst, Nanyang Technological UniversityJefferson Ng Jin Chuan, Senior Analyst, Nanyang Technological UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1461192020-09-30T10:13:58Z2020-09-30T10:13:58ZPelibatan preman dalam penanganan COVID-19 berisiko membenturkan warga vs warga<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/360493/original/file-20200929-14-7jxgg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C135%2C1490%2C942&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Yulius Satria Wijaya/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Setelah sebelumnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggulirkan wacana <a href="https://metro.tempo.co/read/1384837/wakapolri-sebut-preman-pasar-akan-dilibatkan-untuk-awasi-pemakaian-masker">pelibatan preman dalam penanggulangan wabah COVID-19</a>, awal bulan ini kepolisian mengeluarkan aturan baru soal Pengamanan Swakarsa (Pam Swakarsa).</p>
<p>Dalam definisi Peraturan Kepala Polri itu, <a href="https://news.detik.com/berita/d-5174758/a-z-aturan-baru-kapolri-tentang-pam-swakarsa">Pam Swakarsa</a> adalah bentuk pengamanan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang memperoleh pengukuhan dari kepolisian.</p>
<p>Kepolisian mengatakan salah satu pertimbangan di balik peraturan itu adalah <a href="https://nasional.tempo.co/read/1387218/3-alasan-kapolri-menghidupkan-kembali-model-pam-swakarsa/full&view=ok">tidak seimbangnya</a> jumlah personel kepolisian dengan jumlah penduduk Indonesia.</p>
<p>Kelompok masyarakat sipil mengecam peraturan baru itu. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200915182837-20-546859/polri-dinilai-pelihara-ketakutan-masa-lalu-lewat-pam-swakarsa">mengkritik</a> penggunaan istilah Pam Swakarsa karena dinilai mengembalikan ketakutan masa lalu.</p>
<p>Menjelang jatuhnya Orde Baru pada 1998, militer membentuk Pam Swakarsa sebagai kelompok sipil yang dipersenjatai dan kerap terlibat bentrok dengan masyarakat dan kelompok lain.</p>
<p>Beberapa pengamat melihat aturan baru ini dapat menimbulkan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1386827/perkap-pam-swakarsa-pengamat-minta-dievaluasi-karena-bisa-timbulkan-kerawanan/full&view=ok">kerawanan baru</a> karena berbagai organisasi masyarakat, bahkan preman, bisa ikut menjadi pengaman lingkungan.</p>
<p>Dalam penanganan wabah, kerja sama antara jajaran institusi pemerintah bersama-sama dengan komunitas warga memang perlu. Namun kecermatan dan ketepatan dalam menentukan pihak atau komunitas yang dilibatkan juga sama pentingnya. </p>
<p>Wacana menggandeng preman dalam upaya penanggulangan wabah bukan langkah yang cermat dan tepat.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/apa-yang-membuat-orang-menjadi-preman-141788">Apa yang membuat orang menjadi preman?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Niat baik</h2>
<p>Sebagai bencana kemanusiaan global, pandemi memang menjadi perhatian dari beragam kalangan untuk urun daya dalam upaya penanganan. </p>
<p>Di seluruh dunia, para <a href="https://www.nytimes.com/2020/04/01/world/europe/coronavirus-science-research-cooperation.html">ilmuwan</a>, kelompok-kelompok akademisi, asosiasi-asosiasi profesi, hingga para <a href="https://www.thejakartapost.com/life/2020/04/07/16-indonesian-musicians-collaborate-on-coronavirus-inspired-song.html">seniman</a> ambil bagian untuk terlibat dengan cara masing-masing.</p>
<p>Niat baik untuk berpartisipasi dalam penanggulangan wabah juga datang dari kelompok-kelompok kriminal.</p>
<p>Di Italia, saat kebijakan penutupan (<em>lock down</em>) berlangsung, sejumlah kelompok mafia ikut serta mendistribusikan <a href="https://www.theguardian.com/world/2020/apr/10/mafia-distributes-food-to-italys-struggling-residents">bahan pokok kepada keluarga-keluarga miskin</a></p>
<p>Di Jepang, kelompok kriminal yakuza membagikan bantuan logistik secara <a href="https://www.occrp.org/en/coronavirus/japanese-gangs-vie-for-power-amid-pandemic">cuma-cuma kepada warga yang membutuhkan</a> </p>
<p>Anggota gangster di Jepang juga memberikan jasa membersihkan kapal-kapal yang bersandar bersama penumpangnya yang harus menjalani karantina. </p>
<p>Tindakan kelompok gangster di Italia dan Jepang itu memberi validasi pada apa yang disampaikan oleh pengajar ilmu politik asal Italia, Felia Allum, dan pakar sosiologi dari Jerman, Renate Siebert, bahwa dalam situasi tertentu, kelompok kejahatan terorganisasi dapat membantu negara dalam menyediakan hal-hal yang <a href="https://books.google.co.id/books?id=kXrr5s4XT3IC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false">tidak sepenuhnya mampu disediakan oleh negara</a>.</p>
<h2>Lempar tanggung jawab</h2>
<p>Mafia Jepang dan Italia turun tangan menghadapi wabah secara sukarela dan tidak didorong, apalagi digalang, oleh otoritas resmi.</p>
<p>Sementara, inisiatif pelibatan preman dalam konteks penanganan wabah di Indonesia justru berasal dari otoritas resmi. </p>
<p>Inisiatif dan wacana pelibatan preman dalam upaya pendisiplinan warga untuk patuh pada protokol kesehatan setidaknya mengandung dua masalah. </p>
<p>Pertama, ini adalah bentuk lempar tanggung jawab kewajiban aparatur negara. </p>
<p>Kewajiban untuk terus mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat adalah tanggung jawab lembaga-lembaga pemerintah dalam rangka pemenuhan hak kesehatan warga. </p>
<p>Aparat yang saat ini ada di garis depan seharusnya mereka-mereka yang telah dilatih dan telah memiliki beragam fasilitas penunjang untuk melayani warga. </p>
<p>Kedua, wacana pelibatan preman dapat pula dilihat sebagai bentuk ketidakpercayaan diri otoritas resmi atas legitimasi yang ia miliki di mata masyarakat. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/para-politikus-indonesia-saling-lempar-kesalahan-dalam-penanganan-covid-19-145543">Para politikus Indonesia saling lempar kesalahan dalam penanganan COVID-19</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Efek samping</h2>
<p>Menurut saya, ada dua efek samping melibatkan preman dalam penanganan wabah yang perlu dipertimbangkan sejak dini.</p>
<p>Pertama, dalam jangka pendek, tidak ada jaminan bahwa preman akan menggunakan pendekatan, cara berkomunikasi, dan cara mengingatkan yang dapat diterima secara baik oleh warga. </p>
<p>Ini berpotensi memunculkan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/09/15/08242411/potensi-kekerasan-dan-konflik-terkait-rencana-pelibatan-jeger-dalam?page=all">gesekan dan kekerasan</a> antara warga yang diawasi dengan preman-preman yang menjadi “agen negara” yang diberi mandat.</p>
<p>Di samping itu, perekrutan yang mungkin tidak dapat mengakomodasi seluruh kelompok-kelompak preman dalam satu wilayah dapat menjadi sumber perselisihan baru antarkelompok preman.</p>
<p>Kelompok preman/gangster cenderung mengupayakan monopoli suatu wilayah untuk <a href="https://books.google.co.id/books/about/Organized_Crime.html?id=e4FTCwAAQBAJ&redir_esc=y">memaksimalkan sumber pemasukan</a>. </p>
<p>Penggunaan kekerasan seringkali menjadi alat untuk menghilangkan pesaing kompetisi sehingga sumber daya dalam satu wilayah tertentu dapat dikuasai oleh satu kelompok.</p>
<p>Selama ini, insiden kekerasan antarkelompok preman yang berulang terjadi umumnya disebabkan perebutan penguasaan sumber pemasukan bagi kelompok, seperti <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2018/11/27/12423311/puluhan-pemuda-di-tangerang-nyaris-bentrok-karena-berebut-lahan-parkir">perebutan penguasaan lahan parkir</a> dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200515164351-12-503855/dua-ormas-bentrok-di-depok-polisi-sebut-terkait-lapak-thr">perebutan wilayah penarikan pungutan liar</a>. </p>
<p>Apabila jadi diterapkan, pelibatan preman dalam penanganan wabah akan menjadi proyek yang diperebutkan oleh kelompok-kelompok yang ada. </p>
<p>Persaingan antarkelompok preman yang telah muncul jauh sebelum pandemi dapat tersulut. </p>
<p>Kedua, ada dampak yang timbul dalam jangka panjang atau saat pandemi telah berakhir.</p>
<p>Selama ini, preman diasosiasikan dengan praktik-praktik yang merugikan warga.</p>
<p>Beberapa tindakan yang umum dilakukan sebagian preman antara lain adalah melakukan <a href="https://news.detik.com/berita/d-5046735/polisi-tangkap-pria-diduga-preman-yang-tagih-uang-ke-toko-di-medan">pemalakan</a>, <a href="https://tirto.id/lakukan-pungli-di-tanah-abang-4-preman-terancam-pidana-9-tahun-cVWu">menarik pungutan liar</a>, hingga <a href="https://www.liputan6.com/regional/read/3041408/preman-pasar-duel-terbuka-polisi-gorontalo-jadi-korban">melakukan kekerasan</a>. </p>
<p>Memberikan mandat formal kepada kelompok preman dalam kegiatan pendisiplinan akan menghadirkan kesan bahwa para preman mendapatkan legitimasi dan dukungan dari aparat keamanan di kemudian hari. </p>
<p>Kerja sama yang terbangun di masa krisis antara aparat keamanan dan para preman berpotensi pula menimbulkan citra bahwa preman memiliki impunitas dan tidak tersentuh hukum atas pelanggaran yang ia lakukan. </p>
<p>Setelah menanggulangi krisis secara bersama, tidak menutup kemungkinan pimpinan/anggota preman akan masuk ke dalam lingkaran kekuasaan negara. </p>
<p>Aliansi negara dan preman pernah terjadi saat usia republik masih muda.</p>
<p>Perlawanan bersenjata oleh militer Indonesia dalam menolak kembalinya kekuasaan kolonial Belanda pada 1945 hingga 1949 tidak hanya didukung oleh para <a href="https://books.google.co.id/books?id=ItMoxQEACAAJ&printsec=copyright&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false">pemuda nasionalis revolusioner</a>, namun juga didukung oleh <a href="https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/127213/nasionalisme-dan-preman-di-surabaya?hidden=free#">laskar-laskar jago/preman pada waktu itu</a>.</p>
<p>Setelah pemerintah Belanda meninggalkan Indonesia, para elite politik kemudian melakukan konsolidasi dengan merangkul berbagai kelompok, termasuk eksponen-eksponen laskar jago yang terlibat dalam pergerakan untuk kemerdekaan. </p>
<p>Sebagian tokohnya kemudian mendapatkan peran-peran formal. </p>
<p>Salah satunya adalah <a href="https://tirto.id/bang-piie-sang-jawara-yang-jadi-menteri-b1NV">Imam Syafei atau Bang Pi'ie</a>, jawara Pasar Senen yang ditunjuk Sukarno menjabat <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160621192418-20-139881/imam-syafei-tentara-jawara-pendiri-cobra">Menteri Urusan Keamanan Rakyat</a> pada 1966.</p>
<h2>Pengalaman 98</h2>
<p>Pada tahun 1998, negara ditengarai menggalang kekuatan sipil yang kemudian dikenal sebagai <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/08/12/19561601/kronologi-pembentukan-pam-swakarsa-1998-menurut-gugatan-kivlan-zen-ke?page=all">Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa)</a>. </p>
<p>Ribuan orang dari berbagai wilayah di Indonesia didatangkan ke Jakarta untuk mengamankan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berlangsung dari 10 hingga 13 November 1998. </p>
<p>Mobilisasi sipil melalui proyek Pam Swakarsa di masa lalu itu membenturkan warga dengan warga. </p>
<p>Pam Swakarsa ditugaskan untuk menghadapi gerakan demonstrasi mahasiswa, sehingga <a href="https://majalah.tempo.co/read/investigasi/97771/pam-swakarsa-aktor-atau-korban">jatuhnya korban jiwa tak bisa dihindari</a>.</p>
<p>Menyejajarkan mobilisasi preman di masa pandemi ini dengan mobilisasi Pam Swakarsa saat krisis politik tahun 1998 lalu memang bukan sepenuhnya perbandingan yang setara.</p>
<p>Namun kasus Pam Swakarsa 1998 seharusnya bisa menjadi gambaran bahwa benturan fisik antarwarga adalah risiko yang dihadapi bila warga sipil diberi mandat sebagai agen pendisiplinan negara. </p>
<p>Benturan dapat terjadi antara agen preman yang dilibatkan dengan warga, atau juga antara kelompok preman yang dilibatkan dengan preman lain yang tidak dilibatkan. </p>
<h2>Format pendisiplinan</h2>
<p>Pelanggaran terhadap protokol kesehatan perlu diantisipasi secara serius agar infeksi penularan COVID-19 dapat diminimalisasi. </p>
<p>Akan tetapi, pelanggaran terhadap protokol kesehatan saat ini perlu diposisikan sebagai masalah kejahatan yang rutin dilakukan sehari-hari.</p>
<p>Mirip dengan pelanggaran lalu lintas, pelanggaran terhadap protokol kesehatan tidak memerlukan sanksi pendisiplinan yang berat, melainkan cukup sanksi yang ringan dan konsisten diterapkan.</p>
<p>Pelibatan preman adalah langkah yang berlebihan sekaligus berisiko.</p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/146119/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Bhakti Eko Nugroho tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pelibatan preman dalam penanganan wabah adalah langkah yang berlebihan sekaligus berisiko.Bhakti Eko Nugroho, Staf Pengajar Departemen Kriminologi, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1417862020-07-29T06:39:30Z2020-07-29T06:39:30ZPenempatan perwira militer, polisi aktif di BUMN menjadi tanda Reformasi semakin mundur<p>Bulan lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendapat <a href="https://tirto.id/risiko-potensi-masalah-perwira-tni-polri-menjabat-komisaris-bumn-fKPN">kritikan</a> deras dari publik karena <a href="https://www.cnbcindonesia.com/market/20200611074218-17-164523/bersih-bersih-erick-thohir-deretan-para-jenderal-di-bumn">menempatkan</a> perwira tinggi dan jenderal aktif, baik militer maupun kepolisian, dalam jajaran petinggi BUMN.</p>
<p>Kebijakan Erick jelas tidak sesuai dengan aturan dalam <a href="http://www.dpr.go.id/dokblog/dokumen/F_20150616_4760.PDF">Undang-Undang (UU) No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI)</a>) dan <a href="https://www.ojk.go.id/waspada-investasi/id/regulasi/Pages/Undang-Undang-Nomor-2-Tahun-2002-tentang-Kepolisian-Republik-Indonesia.aspx">UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri)</a>). </p>
<p>Penempatan sejumlah perwira TNI/Polri aktif dalam jajaran direksi dan komisaris perusahaan BUMN menggambarkan keengganan pemerintah melaksanakan reformasi TNI/Polri dan menjalankan amanat peraturan perundang-undangan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/rangkap-jabatan-di-bumn-adalah-masalah-bagi-keadilan-sosial-142183">Rangkap jabatan di BUMN adalah masalah bagi keadilan sosial</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Amanat Reformasi</h2>
<p>Pada masa Orde Baru, Soeharto <a href="http://www.imparsial.org/publikasi/opini/tni-polri-dilarang-berpolitik/">memanfaatkan</a> militer dan polisi yang dulu berada dalam satu atap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) untuk menjaga dan mempertahankan kekuasaannya. </p>
<p>Alhasil, peran dan fungsi ABRI di masa Orde Baru lebih banyak terlihat kiprahnya pada kehidupan politik praktis. ABRI menduduki jabatan-jabatan strategis, seperti menteri, gubernur, bupati, serta berada di dalam parlemen. </p>
<p><a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4ffe8d256bf00/node/657/tap-mpr-novi_mpr_2000-tahun-2000-pemisahan-tentara-nasional-indonesia-dan-kepolisian-negara-republik-indonesia">Ketetapan MPR No. VI tahun 2000</a> menyatakan bahwa peran sosial politik ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi tentara dan polisi yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.</p>
<p>Pencabutan peran ganda polisi dan dan tentara pada dasarnya merupakan upaya untuk menjaga demokrasi dan secara khusus membangun profesionalitas tentara dan polisi. </p>
<p>Kini, penempatan perwira TNI/Polri aktif pada beberapa perusahaan BUMN jelas tidak sesuai dengan <a href="https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ee73698d0e12/jenderal-aktif-jabat-komisaris--menteri-bumn-diingatkan-ketentuan-uu-tni-dan-polri/">amanat undang-undang</a>. </p>
<p>Kebijakan tersebut bertentangan UU TNI dan UU Polri.</p>
<blockquote>
<p>“Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.” (UU TNI, Pasal 47, ayat 1)</p>
<p>“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.” (UU Polri, Pasal 28, ayat 3)</p>
</blockquote>
<p>Lebih lanjut, UU TNI juga mengatur pengecualian jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit aktif dengan batasan yang jelas. </p>
<p>Jabatan sipil yang dapat diduduki TNI aktif terbatas pada jabatan di kantor Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.</p>
<p>Kedudukan sipil yang dikecualikan tersebut juga memiliki syarat: harus ada permintaan dari pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non-departemen yang dimaksud, serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku.</p>
<p>Terang terbaca bahwa posisi di perusahaan BUMN bukanlah termasuk pada jabatan sipil yang dikecualikan.</p>
<p>UU TNI dan UU Polri berperan penting sebagai fondasi dalam reformasi TNI dan Polri. </p>
<p>Pelbagai kebijakan pemerintah terkait TNI dan Polri seharusnya konsisten dan mengacu pada dua perundang-undangan ini. </p>
<p>UU TNI secara rinci menyebut bahwa “Tentara Profesional” menganut prinsip demokrasi, dan ketentuan hukum nasional; dan bahwa TNI dibangun dan dikembangkan secara profesional mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, ketentuan hukum nasional.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kepemimpinan-yang-beretika-diperlukan-untuk-memulihkan-integritas-bumn-131775">Kepemimpinan yang beretika diperlukan untuk memulihkan integritas BUMN</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Dipertanyakan</h2>
<p>Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI <a href="https://tirto.id/risiko-potensi-masalah-perwira-tni-polri-menjabat-komisaris-bumn-fKPN">Mayjen Sisriadi</a> menerangkan bahwa pengangkatan perwira sebagai komisaris selalu diawali oleh surat yang dilayangkan Kementerian BUMN. </p>
<p>Lewat surat ini, kementerian meminta Panglima TNI untuk mencarikan orang-orang dengan kapabilitas tertentu.</p>
<p>Namun jelas dalam UU TNI, bahwa prajurit TNI aktif hanya bisa diminta untuk mengisi jabatan-jabatan sipil yang telah disebutkan di atas. </p>
<p>Sehingga, tentu menjadi pertanyaan, apa dasar Kementerian BUMN melayangkan surat permintaan tersebut?</p>
<p>Dalam UU TNI dan UU Polri hanya terdapat dua klasifikasi anggota, yakni TNI/Polri aktif dan TNI/Polri tidak aktif. Perwira tidak aktif adalah yang pensiun dini atau pensiun biasa. </p>
<p>Undang-undang pun jelas menyebut prajurit TNI atau anggota Polri harus pensiun dini jika ingin menduduki jabatan sipil di luar institusi TNI/Polri. </p>
<p>Tidak ada pembenaran TNI/Polri aktif diperbolehkan menduduki jabatan sipil dengan alasan memasuki <a href="https://gensindo.sindonews.com/read/75582/12/seknas-jokowi-nilai-sah-saja-saja-pati-tni-polri-jadi-komisaris-bumn-1592586390">usia pensiun</a> atau pun karena memiliki <a href="https://money.kompas.com/read/2020/06/25/103000226/era-erick-thohir-22-anggota-tni-polri-masuk-jajaran-komisaris-bumn">kapasitas</a>.</p>
<p>Ombudsman Republik Indonesia — lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik — telah <a href="https://katadata.co.id/berita/2020/06/28/asn-tni-polri-aktif-jadi-komisaris-bumn-ombudsman-surati-presiden">memperingatkan</a> bahwa saat ini ada 397 komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merangkap jabatan dan menimbulkan konflik kepentingan.</p>
<p>Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif di kementerian maupun lembaga non kementerian menjadi pejabat rangkap jabatan terbanyak di BUMN, diikuti komisaris dari kalangan TNI dan Polri. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/perpres-jokowi-yang-bisa-tempatkan-perwira-tni-di-kementerian-berbenturan-dengan-uu-dan-semangat-reformasi-121978">Perpres Jokowi yang bisa tempatkan perwira TNI di kementerian berbenturan dengan UU dan semangat reformasi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kemunduran</h2>
<p>Dalam konteks reformasi TNI, perluasan peran militer ke dalam ranah sipil menggambarkan kemunduran reformasi TNI pasca Orde Baru. </p>
<p>Penempatan prajurit TNI aktif di perusahaan BUMN ini menjadi catatan buruk pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.</p>
<p><a href="http://setara-institute.org/jalan-sunyi-reformasi-tni/">SETARA Institute</a> dalam laporan tentang dua dekade Reformasi mencatat perluasan peran militer dalam ranah sipil berupa pelibatan militer antara lain dalam program ketahanan pangan, cetak sawah, pengawasan harga sembako, dan pengenalan lingkungan sekolah.</p>
<p>Militer juga akan semakin masuk ke ranah sipil lewat <a href="https://nasional.tempo.co/read/1299587/revisi-uu-tni-masuk-prolegnas-aktivis-desak-reformasi-militer/full&view=ok">rencana revisi UU TNI</a>.</p>
<p>Revisi ini rencananya akan menambahkan ketentuan agar prajurit aktif dapat duduk di Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Nasional Penanganan Bencana, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, dan Badan Keamanan Laut.</p>
<p>Reformasi TNI dan Polri seharusnya berjalan tidak hanya dari dalam institusi militer dan kepolisian. </p>
<p>Institusi sipil yaitu pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) wajib menjaga proses reformasi itu berjalan sesuai mandat konstitusi dan peraturan perundang-undangan. </p>
<p>Baik pemerintah, DPR, TNI, maupun Polri mutlak menurut amanat Reformasi dan memahami isi UU TNI dan UU Polri.</p>
<hr>
<p><em>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/141786/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ikhsan Yosarie tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penempatan sejumlah perwira TNI/Polri aktif dalam perusahaan BUMN melanggar undang-undang dan tidak sesuai semangat reformasi.Ikhsan Yosarie, Peneliti, Setara InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1407692020-07-21T07:59:38Z2020-07-21T07:59:38ZMengapa polisi cenderung menggunakan tindakan represif untuk menyelesaikan masalah?<p>Kematian George Floyd di tangan polisi di Mineapolis telah menyorot persoalan klasik di negeri Paman Sam, <a href="https://www.nytimes.com/2020/06/10/us/protests-black-lives-matter-george-floyd.html">rasisme dan diskriminasi berdasar warna kulit</a>. Situasi ini kemudian memunculkan aksi anti-rasis and tuntutan reformasi kepolisian secara nasional. </p>
<p>Dalam aksi-aksi tersebut, selain mendatangi kedutaan AS di setiap negara untuk menyatakan protes, pengunjuk rasa juga menuntut otoritas setempat untuk mengungkap kematian akibat tindakan kekerasan aparat polisi.</p>
<p>Masalah kekerasan polisi bukan hanya terjadi di AS. Di Indonesia, penggunaan kekerasan oleh aparat kepolisian cukup tinggi. </p>
<p>Awal bulan ini, seorang kuli menjadi <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200710074936-12-523065/kuli-disiksa-polisi-agar-mau-jadi-pembunuh-kapolsek-dicopot">korban</a> korban penyiksaan saat berada di sel tahanan kepolisian di Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatra Utara.</p>
<p>Bulan lalu, aparat polisi <a href="https://banten.antaranews.com/berita/106346/terkait-kekerasan-unjuk-rasa-polres-pmii-sepakat-berdamai">memukuli</a> sekelompok mahasiswa saat sedang berunjuk rasa di Pamekasan, Madura, Jawa Timur.</p>
<p>Dalam satu tahun terakhir saja, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menemukan 921 kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh polisi sepanjang Juli 2019 sampai Juni 2020. </p>
<p>Tahun sebelumnya, KontraS menemukan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/07/01/13394191/kontras-tak-ada-kasus-kekerasan-oleh-polisi-yang-tuntas-di-meja-hijau-dalam?page=all">643</a> kekerasan oleh polisi di berbagai daerah dari Juni 2018 hingga Mei 2019.</p>
<p>Mengapa polisi masih menggunakan tindakan represif dalam penanganan masalah sosial oleh kepolisian? </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/polisi-yang-menyerang-petugas-medis-saat-kerusuhan-harus-dihukum-karena-langgar-ham-dan-ancam-nyawa-banyak-orang-124751">Polisi yang menyerang petugas medis saat kerusuhan harus dihukum karena langgar HAM dan ancam nyawa banyak orang</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pemolisian sipil tidak populer</h2>
<p>Sejak tahun 2002, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah berubah menjadi institusi sipil. Namun, pengaruh puluhan tahun berada di bawah angkatan bersenjata belum sepenuhnya hilang.</p>
<p>Pada tahun 2015, saya melakukan survei pada lebih dari 300 siswa tahun ketiga (Taruna Tingkat Tiga) di Akademi Kepolisian di Semarang, Jawa Tengah. Saya mengajukan pertanyaan: penempatan tugas apa yang Anda inginkan setelah selesai pendidikan? </p>
<p>Lebih dari 70% taruna memilih penempatan di reserse dan kriminal (reskrim), diikuti penugasan lalu lintas (lantas), intelejen, dan terakhir samapta. Samapta atau sabhara adalah penugasan terkait melakukan pengendalian massa, misalnya menangani kerusuhan atau unjuk rasa. </p>
<p>Tidak ada taruna yang memilih tugas pembinaan masyarakat (bimas).</p>
<p>Situasi ini menunjukkan paradigma pemolisian masih sangat diwarnai dengan pendekatan penanganan keamanan, bukan pemolisian sipil atau pemolisian masyarakat. </p>
<p>Pemolisian sipil adalah konsep yang menekankan kolaborasi dan kemitraan antara masyarakat dan anggota kepolisian dalam menangani masalah sosial keamanan. Untuk mencegah kekerasan antara aparat dan mahasiswa dalam unjuk rasa, misalnya, polisi perlu berkomunikasi aktif dengan tokoh gerakan mahasiwa. </p>
<p>Saya dan rekan-rekan di Yogyakarta pernah melakukan ini dengan menyambungkan kepolisian di tingkat provinsi dan kotamadya dengan tokoh mahasiswa untuk mencegah kekerasan antara demonstran dan aparat di lapangan.</p>
<p>Untuk masyarakat yang lebih demokratis dan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, <a href="http://portal.divkum.polri.go.id/Documents/PERATURAN%20KAPOLRI_03_25052016_113409.pdf">pemolisian sipil</a> harus dijalankan. </p>
<p>Indikatornya, aparat kepolisian dalam bekerja harus mengembangkan pendekatan kolaborasi dengan masyarakat. Ini dilakukan tidak hanya oleh aparat bimas, namun juga reskrim, lantas, intelejan dan samapta.</p>
<p>Aparat samapta, misalnya, juga perlu memiliki jaringan komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat (tetap dengan melibatkan petugas bimas dan intelejen). Sehingga, satuan samapta mencegah dan menangani konflik bersama dengan masyarakat.</p>
<p>Tokoh-tokoh masyarakat yang sering digunakan adalah tokoh organisasi masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda. Ini sebenarnya tidak ideal, namun elite sosial memang memiliki peran dominan dalam pranata hubungan sosial di Indonesia hingga kini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/sidang-novel-baswedan-tunjukkan-peran-jaksa-yang-masih-kerdil-di-peradilan-indonesia-141702">Sidang Novel Baswedan tunjukkan peran jaksa yang masih kerdil di peradilan Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pola represif dalam penegakan hukum</h2>
<p>Aparat penegak hukum di Indonesia seringkali menafsirkan perintah undang-undang untuk menciptakan ketertiban umum sebagai landasan untuk penggunaan kekerasan dalam keamanan publik.</p>
<p>Penggunaan kekerasan merupakan pilihan paling murah dan mudah dalam rangka penanganan masalah sosial. Aparat di lapangan seringkali menerjemahkan perintah “amankan” dari atasan dengan melakukan represi demi mencapai stabilitas keamanan. </p>
<p>Kontroversi muncul karena aparat kemudian mengesampingkan hak-hak konstitusional warga dan mengedepankan isu keamanan.</p>
<p>Misalnya, <a href="http://www.dpr.go.id/jdih/index/id/467">undang-undang</a> melindungi hak masyarakat untuk melakukan unjuk rasa. Namun polisi seringkali justru membubarkan dan menuduh pelaku demonstrasi <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190925094311-20-433726/polisi-tangkap-94-orang-dalam-demo-mahasiswa-di-dpr">melakukan tindakan melanggar hukum</a>. </p>
<p>Penangkapan terhadap orang-orang yang menyampaikan <a href="https://metro.tempo.co/read/1336725/kasus-ravio-patra-koalisi-sejumlah-aktivis-alami-peretasan">kritik terhadap pemerintah</a> dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181120024418-12-347830/tidak-ada-izin-acara-polisi-bubarkan-diskusi-ormas-di-papua">pembubaran diskusi</a> <a href="https://www.vivanews.com/berita/nasional/37349-penolak-omnibus-law-diintimidasi-gelar-diskusi-dibubarkan-polisi?medium=autonext">oleh aparat</a> juga contoh yang terjadi di banyak tempat.</p>
<p>Pola represif dalam penegakan hukum ini juga dapat dilihat dari data bahwa Polri adalah lembaga yang selalu menempati urutan lima besar -bersama tentara, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan perusahaan- sebagai institusi yang diadukan ke Komisi Nasional (Komnas) HAM dalam beberapa tahun terakhir.</p>
<p>Korban umumnya mengadu soal <a href="https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2019/7/17/920/komnas-ham-sampaikan-data-pengaduan-caturwulan-pertama.html">lambannya penanganan kasus, upaya paksa yang sewenang-wenang, tindakan kekerasan baik verbal maupun fisik, kriminalisasi, dan penyiksaan</a>. </p>
<p>Data yang dirilis KontraS menunjukkan Polri sering menggunakan tindakan kekerasan yang tidak proporsional dalam menangani masyarakat. Alhasil, tindakan aparat bukan melumpuhkan tetapi menyebabkan kematian. </p>
<p>Setahun terahir, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200630211022-12-519281/kontras-polri-terlibat-921-kekerasan-dan-ham-dalam-setahun">kekerasan</a> yang dilakukan oleh anggota Polri menyebabkan 1.637 orang luka-luka dan 304 orang meninggal dunia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kenapa-demo-kerap-berakhir-bentrok-dan-kerusuhan-140557">Kenapa demo kerap berakhir bentrok dan kerusuhan?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Lemahnya jaminan hukum</h2>
<p>Indonesia telah <a href="http://ham.go.id/download/uu-no-5-tahun-1998-tentang-konvensi-menentang-penyiksaan-dan-perlakuan-atau-penghukuman-lain-yang-kejam-tidak-manusiawi-atau-merendahkan-marabat-manusia/">meratifikasi</a> Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, UNCAT).</p>
<p>Sejak 2011, Komite Menentang Penyiksaan (Committee Against Torture), suatu komite yang dibentuk untuk memantau UNCAT, <a href="https://tbinternet.ohchr.org/_layouts/15/TreatyBodyExternal/Countries.aspx?CountryCode=IDN&Lang=EN%20dan%20file:///C:/Users/8/Downloads/G1140892.pdf">telah merekomendasikan</a> agar pemerintah Indonesia segera mengatur perbuatan penyiksaan dalam sistem hukum.</p>
<p>Komite itu meminta agar pemerintah Indonesia menambah konsep penganiayaan (<em>illtreatment</em>) dan konsep penyiksaan dalam aturan hukum. </p>
<p>Penyiksaan adalah tindakan yang menimbulkan derita (fisik maupun psikis) yang dilakukan oleh atau atas perintah dari pejabat publik. Tujuan penyiksaan adalah untuk mendapatkan keterangan. Sedangkan penganiayaan bisa dilakukan oleh siapapun dengan tujuan apapun. </p>
<p>Berdasarkan definisi di atas, kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian termasuk penyiksaaan dilakukan dalam rangka interogasi mencari keterangan.</p>
<p>Kekerasan oleh polisi, baik sebagai penyiksaan maupun penganiayaan adalah tindakan kejam dan merendahkan martabat manusia yang seharusnya dipidana.</p>
<p>Namun, hingga saat ini pemerintah Indonesia belum menjalankan rekomendasi komite tersebut. <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17797/rancangan-undang-undang-2019">Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana</a> yang baru juga belum mengatur tentang tindakan penyiksaan. </p>
<p>Tanpa ada larangan terhadap penyiksaan dan perlakuan kejam dan tidak manusiawi, penggunaan kekerasan oleh polisi dalam menangani ancaman gangguan keamanan seakan dibolehkan oleh hukum. </p>
<p>Pendidikan anti penyiksaan juga belum menjadi perhatian serius pemerintah, khususnya pada lembaga pendidikan Polri. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-tindakan-kekerasan-polisi-tidak-efektif-untuk-menangani-aksi-protes-mahasiswa-124421">Mengapa tindakan kekerasan polisi tidak efektif untuk menangani aksi protes mahasiswa?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Penguatan pendidikan dan regulasi</h2>
<p>Polri sesungguhnya telah memiliki Peraturan Kepala Polri (Kapolri) yang secara khusus memberikan <a href="https://icjrid.files.wordpress.com/2012/05/perkap-no-8-tahun-2009.pdf">perintah untuk menghormati HAM</a> dalam menjalankan seluruh tugas dan fungsinya.</p>
<p>Namun, peraturan ini belum dilaksanakan dan diperinci pelaksanaannya dalam prosedur operasi dan ketentuan hukum acara di kepolisian, padahal peraturan ini perlu dipraktikkan dan dilatihkan kepada semua aparat kepolisian. </p>
<p>Pemolisian sipil harus dipahami setidaknya sebagai pemolisian humanis, yang menghormati harkat dan martabat manusia, anti penyiksaan, demokratis dan transparan, dengan mengutamakan pola preventif dan preemptif. </p>
<p>Pemerintah harus segera melengkapi Peraturan Kapolri dengan mengatur penyiksaan dalam sistem hukum Indonesia. </p>
<p>Pemerintah juga perlu melakukan pendidikan yang meluas tentang larangan penyiksaan, perlakuan dan penghukuman lain yang kejam dan merendahkan martabat kemanusiaan.</p>
<p>Bagian penting pada UNCAT adalah bahwa aparat kepolisian (dan aparat militer) harus secara periodik dibekali keterampilan menangani masalah sosial, termasuk konflik dan demonstrasi, dengan tetap menghormati martabat orang serta mengharamkan penggunaan kekerasan dan penyiksaan.</p>
<p>Polisi adalah institusi tempat bagi warga yang hak-haknya terlanggar mengadu untuk mendapatkan perlindungan. Tugas polisi adalah melindungi, bukan melukai. </p>
<hr>
<p><em>Agradhira Nandi Wardhana berkontribusi dalam penerbitan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140769/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Eko Riyadi, S.H., M.H. tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ketentuan hukum soal penggunaan kekerasan oleh kepolisian di Indonesia belum kuat.Eko Riyadi, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum dan Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia di Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1372932020-05-13T03:30:26Z2020-05-13T03:30:26ZKetahui hak Anda jika berhadapan dengan aparat penegak hukum<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/332264/original/file-20200504-83779-1mwt1x8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://pixabay.com/photos/handcuffs-caught-crime-sin-921290/">Klaus Hausmann/Pixabay</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Pada April lalu, kita membaca berita penangkapan beberapa aktivis oleh aparat lewat prosedur yang dipertanyakan: <a href="https://metro.tempo.co/read/1335957/penangkapan-ravio-patra-cacat-prosedur-polisi-bantah-katrok/full&view=ok">Ravio Patra di Jakarta</a> dan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1335665/suciwati-dan-aksi-kamisan-tuntut-polisi-bebaskan-pemuda-di-malang/full&view=ok">tiga mahasiswa di Malang</a>, Jawa Timur.</p>
<p>Akhir tahun lalu, masalah <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49871301">prosedur penangkapan demonstran</a> dalam aksi #ReformasiDikorupsi juga mengemuka. </p>
<p>Bagaimanakah seharusnya penangkapan dilakukan menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (<a href="https://www.kpk.go.id/images/pdf/Undang-undang/uu_8_1981.pdf">KUHAP</a>)?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/uu-ite-dan-merosotnya-kebebasan-berekspresi-individu-di-indonesia-126043">UU ITE dan merosotnya kebebasan berekspresi individu di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mekanisme penangkapan</h2>
<p>Penangkapan adalah tindakan pengekangan kebebasan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana untuk kepentingan pemeriksaan, baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksan di persidangan.</p>
<p>Pasal 17 KUHAP menegaskan bahwa penangkapan hanya dapat dilakukan kepada seseorang yang diduga keras telah melakukan suatu tindak pidana, dan dugaan tersebut harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.</p>
<p><a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/21_PUU-XII_2014.pdf">Mahkamah Konstitusi</a> mendefinisikan bukti permulaan yang cukup sebagai minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHP, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, atau keterangan terdakwa. </p>
<p>Tanpa adanya minimal dua alat bukti tersebut, petugas kepolisian tidak dapat melakukan penangkapan.</p>
<p>Lebih lanjut, sebuah peraturan <a href="http://portal.divkum.polri.go.id/Documents/PERKAP%20NOMOR%20%206%20%20TAHUN%202019%20TENTANG%20PENYIDIKAN%20TINDAK%20PIDANA.pdf">Kepolisian Republik Indonesia</a> menegaskan pula bahwa polisi hanya dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka apabila telah terdapat setidaknya dua alat bukti dan didukung oleh barang bukti.</p>
<p>Alat bukti mencakup misalnya keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan barang bukti adalah bukti-bukti lain di luar itu, misalnya motor hasil curian, narkotika yang disita, dan sebagainya.</p>
<p>Pada saat melakukan penangkapan, petugas kepolisian wajib memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada orang yang akan ditangkap.</p>
<p>Surat perintah tersebut harus mencantumkan identitas orang yang akan ditangkap secara jelas. Surat perintah penangkapan juga harus menyebutkan alasan penangkapan, dilengkapi dengan uraian singkat mengenai tindak pidana yang diduga dilakukan oleh orang yang akan ditangkap tersebut.</p>
<p>Setelah menangkap seseorang, polisi juga harus memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga orang yang ditangkap.</p>
<p>Jika seseorang tertangkap tangan melakukan suatu tindakan pidana, penangkapan bisa dilakukan tanpa surat perintah. Meski demikian, pihak yang yang melakukan penangkapan harus segera menyerahkan orang yang ditangkap serta bukti-bukti yang ada di tempat kejadian kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. </p>
<p>Penyidik dan penyidik pembantu dalam hal bisa polisi atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu, misalnya <a href="http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2018/pp16-2018bt.pdf">Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polisi Pamong Praja (Pol PP).</a></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/menakar-dampak-ruu-cipta-kerja-pada-industri-pers-indonesia-132868">Menakar dampak RUU Cipta Kerja pada industri pers Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Hak-hak seseorang dalam penangkapan</h2>
<p>Selain dalam kondisi tertangkap tangan, seseorang yang akan ditangkap berhak meminta petugas untuk menunjukkan surat tugas dan surat penangkapan. Ia berhak menolak ditangkap bila petugas tidak bisa menunjukkan dokumen-dokumen tersebut. </p>
<p>Apabila tindak pidana yang didakwakan diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 15 tahun/lebih, maka ia wajib mendapat penasihat hukum secara cuma-cuma. </p>
<p>Penasihat hukum disediakan sesuai dengan tingkat pemeriksaan sejak seseorang ditangkap. Jika tersangka diperiksa dalam tahap penyidikan, maka penasihat hukum disediakan oleh penyidik, misalnya oleh kepolisian. Jika tersangka diperiksa dalam tahap penuntutan, maka penasihat hukum disediakan oleh kejaksaan. Jika tersangka diperiksa dalam tahap persidangan, maka penasihat hukum disediakan oleh pengadilan.</p>
<p>Bantuan hukum secara cuma-cuma juga diberikan apabila seseorang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, dengan catatan bahwa orang tersebut adalah orang yang tidak mampu.</p>
<p>Apabila seseorang diancam dengan pidana di bawah 5 tahun, atau di atas 5 tahun namun dia bukan orang yang tidak mampu, KUHAP tidak mewajibkan orang tersebut untuk didampingi oleh penasihat hukum selama pemeriksaan oleh petugas kepolisian. </p>
<p>Walau tidak ada penasihat hukum, dalam kasus seperti ini hal tersebut tetap sah secara prosedural. </p>
<p>Namun, seseorang tetap berhak didampingi penasihat hukum selama pemeriksaan. Seseorang berhak menunjuk sendiri penasihat hukum yang akan mendampinginya dengan menggunakan biaya pribadi. Bila orang tersebut telah menunjuk penasihat hukum namun kemudian petugas melarang penasihat hukum untuk mendampingi maka itu menjadi pelanggaran prosedur.</p>
<p>Setelah penangkapan, penyidik akan melakukan pemeriksaan kepada orang yang ditangkap sebagai tersangka tersebut. Sepanjang masa pemeriksaan, tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan — baik secara langsung maupun melalui penasihat hukumnya — dari sanak keluarga. Kunjungan ini diizinkan sepanjang dilakukan untuk kepentingan kekeluargaan atau kepentingan pekerjaan, serta tidak ada hubungannya dari perkara tersangka. Tersangka juga berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan.</p>
<p>Tersangka tidak memiliki kewajiban pembuktian, baik dalam tahap penyidikan maupun dalam tahap persidangan. </p>
<p>Jadi, tersangka berhak untuk tidak memberikan keterangan yang memberatkan dirinya: tidak menjawab atau menolak menjawab pertanyaan yang diajukan. </p>
<p>Hal ini dikenal pula sebagai <em>rights to non-self-incrimination</em> dalam hukum pidana.</p>
<p>Pada praktiknya, tersangka juga tidak disumpah pada saat memberikan keterangan, sehingga tersangka tidak wajib memberi keterangan yang sebenarnya serta dapat memberi keterangan yang menguntungkan dirinya.</p>
<p>Dengan kata lain, tersangka boleh bohong. Namun perlu diperhatikan bahwa keterangan tersangka memiliki kekuatan pembuktian yang paling lemah dan harus didukung oleh alat bukti lainnya.</p>
<p>Penangkapan hanya dapat dilakukan selama satu hari — tidak lebih. </p>
<p>Apabila jangka waktu satu hari sudah lewat, maka tersangka harus dibebaskan atau ditahan oleh penyidik. </p>
<p>Tersangka yang akan ditahan dapat mengajukan agar dilakukan penangguhan penahanan kepada pihak yang melakukan penahanan: kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan.</p>
<p>Penangguhan penahanan dapat dilakukan dengan menggunakan jaminan uang atau jaminan orang.</p>
<h2>Apa yang dapat dilakukan jika penangkapan dilakukan tidak sesuai aturan?</h2>
<p>Lembaga praperadilan - misalnya Pengadilan Negeri - yang diatur didalam KUHAP bertujuan untuk menjamin seseorang yang sedang berhadapan dengan aparatur penegak hukum dalam kasus pidana tidak menerima perlakuan sewenang wenang dan melanggar HAM. </p>
<p>Praperadilan <a href="https://www.kpk.go.id/images/pdf/Undang-undang/uu_8_1981.pdf">berwenang</a> <a href="https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10796">untuk</a> menguji sah atau tidaknya penyidikan dan penuntutan perkara pidana; sah atau tidaknya penetapan tersangka seseorang; dan kemudian menetapkan rehabilitasi dan ganti kerugian akibat adanya prosedur yang cacat hukum.</p>
<p>Dalam kasus Ravio, sebagai pihak yang dirugikan, ia dapat mengajukan gugatan praperadilan terhadap penyidik dari kepolisian melalui pengadilan negeri yang berwenang. </p>
<p>Hakim pengadilan negeri memeriksa gugatan praperadilan selama tujuh hari sejak perkara didaftarkan. Dalam proses pemeriksaan, sesuai sifat gugatan, hakim akan melakukan pengujian secara formil saja, yaitu memeriksa apakah bukti surat perintah penangkapan sudah memuat informasi yang jelas dan sudah diberikan kepada orang yang ditangkap. </p>
<p>Menurut KUHAP, hakim yang memeriksa perkara praperadilan berwenang mendengar keterangan dari para pihak, baik tersangka maupun aparat terkait. Hakim juga bisa memerintahkan para pihak untuk menghadirkan bukti-bukti formil untuk menilai kecacatan prosedural yang diduga telah terjadi.</p>
<p>Dalam kasus Ravio, hakim praperadilan dapat memerintahkan penyidik yang bersangkutan untuk menunjukkan surat perintah penangkapan yang digunakan penyidik sebagai legitimasi untuk dapat menangkap. </p>
<p>Jika hakim berkesimpulan bahwa dalam penangkapan ada cacat prosedur, maka proses dan hasil dari penangkapan tersebut (Berita Acara Pemeriksaan/BAP) atas nama Ravio menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. </p>
<p>Sehingga, jika di kemudian hari penyidik yakin bahwa tindak pidana yang sebelumnya dilaporkan atas nama Ravio benar telah terjadi, maka untuk memeriksa Ravio, maka penyidik harus mengulangi tahapan penyidikan dari awal.</p>
<p>Jika hakim praperadilan menemukan bahwa penyidik yang bertugas lalai, mereka juga dapat dijatuhi sanksi berupa pembayaran ganti rugi (sejumlah uang) ataupun melakukan rehabilitasi (pemulihan kemampuan, harkat dan martabat) kepada Ravio.</p>
<h2>Mekanisme alternatif praperadilan dalam rancangan KUHAP</h2>
<p>KUHAP yang berlaku di Indonesia saat ini sudah berumur kurang lebih 39 tahun, maka aturan ini perlu diubah sesuai perkembangan dan kemajuan masyarakat. </p>
<p>Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mencatat bahwa setiap tahun antara 2003 dan 2015, KUHAP diujikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) - total 75 perkara. </p>
<p>Hingga tahun 2017 terdapat 9 permohonan <em>judicial review</em> yang dikabulkan oleh MK termasuk didalamnya pasal-pasal KUHAP yang berkaitan dengan Praperadilan.</p>
<p>Dalam dokumen rancangan KUHAP yang baru versi Desember 2012, dibentuk lembaga baru yaitu Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) untuk menjalankan fungsi praperadilan yang lebih mendetil. Lembaga ini pada dasarnya merupakan lembaga yang terletak antara penyidik dan penuntut umum di satu pihak dan hakim di lain pihak. Lembaga ini diharapkan lebih mampu melindungi hak-hak orang yang sedang diperiksa dalam perkara pidana.</p>
<p>Dalam rancangan KUHAP itu, HPP diisi oleh hakim yang berwenang mengawasi upaya paksa baik berupa penahanan, penyitaan, penggeledahan badan, penggeledahan rumah, pemeriksaan surat oleh penyidik.</p>
<p>HPP dirancang untuk memastikan aparat penegak hukum telah bertindak sesuai perundang-undangan dan kasus yang sedang diperiksa layak untuk disidangkan karena alat bukti (juga dua bukti permulaan yang cukup) yang ada telah diperoleh secara sah. </p>
<p>Namun, sampai kini belum ada kemajuan dalam pembahasan rancangan tersebut. Revisi KUHAP bahkan <a href="https://icjr.or.id/5-catatan-icjr-terhadap-program-legislasi-nasional-prolegnas-prioritas-2020/">tidak masuk</a> dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2020 di Dewan Perwakilan Rakyat.</p>
<p><em>Agradhira Nandi Wardhana berkontribusi dalam penerbitan artikel ini.</em></p>
<hr>
<p>Ikuti perkembangan terbaru seputar isu politik dan masyarakat selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di <a href="http://theconversation.com/id/newsletters/catatan-mingguan-65">sini</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/137293/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bagaimanakah seharusnya penangkapan dilakukan menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku?Maria Isabel Tarigan, Research fellow, Indonesia Judicial Research Society Siska Trisia, Researcher, Indonesia Judicial Research Society Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1247512019-10-08T04:31:42Z2019-10-08T04:31:42ZPolisi yang menyerang petugas medis saat kerusuhan harus dihukum karena langgar HAM dan ancam nyawa banyak orang<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/295763/original/file-20191007-121060-7svsr6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/yogyakarta-indonesia-08-18-2019-indonesian-1481906369?src=qrVlNRygraNaDI4VInSvsw-1-2">Gratsias Adhi Hermawan/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Sejumlah anggota Korps Brigade Mobil Kepolisian menganiaya beberapa petugas <a href="https://nasional.republika.co.id/berita/pyfp0g409/pmi-oknum-brimob-buka-paksa-ambulans-dan-pukuli-tim-medis">medis Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta</a> saat staf medis menolong korban kerusuhan dalam unjuk rasa yang menentang sejumlah rancangan undang-undang di Pejompongan, Jakarta Pusat akhir September lalu. </p>
<p>Tindakan kekerasan, siapa pun pelakunya, terhadap petugas medis, pasien, fasilitas kesehatan, dan ambulans selama konflik bersenjata maupun gangguan sipil bertentangan dengan perlindungan masyarakat sipil dan hak azasi manusia yang diatur dalam <a href="https://blogs.icrc.org/indonesia/konvensi-jenewa-tahun-1949/">Konvensi Jenewa 1949</a>. </p>
<p>Indonesia juga sudah meratifikasi <a href="https://kemlu.go.id/portal/id/read/40/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-hak-asasi-manusia">konvensi tersebut </a> dan mengeluarkan peraturan terkait, salah satunya <a href="https://icjr.or.id/peraturan-kapolri-no-8-tahun-2009-tentang-implementasi-prinsip-dan-standar-hak-asasi-manusia-dalam-penyelenggaraan-tugas-kepolisian-negara-republik-indonesia/">Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009</a> tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.</p>
<p>Karena dasar hukum tersebut, pelaku kekerasan terhadap petugas medis harus dihukum. </p>
<p>Penyerangan terhadap petugas medis di tengah kerusuhan tidak bisa dibiarkan karena bisa mengancam nyawa para korban kerusuhan, baik dari masyarakat sipil maupun polisi yang bertugas, yang membutuhkan pertolongan darurat. </p>
<h2>Pelanggaran berulang kali di Indonesia</h2>
<p>Di tengah kerusuhan akibat gangguan sipil, petugas medis akan menolong korban yang terluka, baik dari pemrotes maupun polisi-tentara yang bertugas. Mereka juga akan menolong anggota masyarakat yang terluka saat mereka melintas atau terjebak di tengah kerusuhan.</p>
<p>Karena itu, saat terjadi demonstrasi dan gangguan sipil, aparat penegak hukum, tentara, dan masyarakat harus menghentikan dan mencegah terjadinya kekerasan terhadap petugas medis baik dari lembaga kemanusiaan yang terkenal seperti Palang Merah maupun lembaga kemanusiaan lokal yang kurang dikenal, yang biasanya dibentuk oleh masyarakat lokal dan komunitas agama. </p>
<p>Sayangnya, serangan polisi terhadap petugas medis yang terjadi pada bulan September lalu bukan yang pertama terdengar di Indonesia. </p>
<p>Pada Mei lalu polisi juga menyerang petugas medis di <a href="https://metro.tempo.co/read/1208460/rusuh-22-mei-tenaga-medis-dompet-dhuafa-dipukul-polisi">ambulans Lembaga Kemanusiaan Dompet Dhuafa</a> yang tengah berkeliling mencari korban kerusuhan dalam unjuk rasa memprotes pengumuman hasil pemilihan umum. Saat itu, memang benar bahwa di lokasi yang berbeda polisi menemukan batu dalam <a href="https://metro.tempo.co/read/1209402/eksklusif-cerita-staf-gerindra-soal-ambulans-bawa-batu-22-mei/full&view=ok">mobil ambulans milik Partai Gerindra </a> dan <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2019/09/16/20240241/jaksa-kerusuhan-22-mei-ambulans-gerindra-jadi-kamuflase-untuk-simpan-batu?page=all">pembawa mobil tersebut kini diadili</a>. </p>
<p>Tampaknya ini dijadikan dasar kecurigaan terhadap mobil ambulans di tengah kerusuhan termasuk ambulans PMI baru-baru ini. Sebenarnya tak hanya polisi pelaku kekerasan terhadap petugas medis. </p>
<p>Pada waktu yang hampir bersamaan akhir September lalu, <a href="https://kabar24.bisnis.com/read/20190925/15/1152418/rusuh-wamena-dokter-soeko-marsetiyo-akhirnya-meninggal-jumlah-korban-meninggal-jadi-30-orang">kerusuhan yang melibatkan masyarakat di Wamena Papua merenggut nyawa dokter Soeko Marsetiyo</a>, yang telah bertugas di sana 15 tahun terakhir. </p>
<h2>Norma international</h2>
<p>Norma hukum internasional yang dapat dijadikan rujukan dalam melihat masalah ini adalah <a href="https://blogs.icrc.org/indonesia/konvensi-jenewa-tahun-1949/">Konvensi Jenewa 1949</a>, yang telah diratifikasi mayoritas negara di dunia termasuk Indonesia. </p>
<p>Salah satu bagian penting konvensi ini bertujuan untuk memastikan bahwa orang sakit dan terluka, dari bangsa apa pun dia berasal dan kemana pun dia berpihak dalam konflik, harus ditolong. Oleh karena itu, para petugas penolong memiliki imunitas dari hukuman karena tindakan pertolongan mereka. </p>
<p>Pembaharuan Konvensi Jenewa 1949 memberikan penekanan bahwa orang yang terluka dan sakit dalam konflik bersenjata tidak boleh ditinggalkan tanpa pertolongan dan perawatan medis. Dengan demikian petugas medis yang merawat atau menyediakan transportasi orang sakit atau luka tersebut harus dihormati dan dilindungi dalam segala situasi. Petugas medis yang dimaksud bukan hanya dokter, tapi juga perawat, bidan, petugas farmasi, termasuk mahasiswa kedokteran/kesehatan meski belum lulus.</p>
<p>Pada Mei 2016, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi No. 2286 yang mengutuk penyerangan dan ancaman terhadap orang terluka dan sakit, petugas medis, dan petugas kemanusiaan yang bertugas menjalankan tugas. Dalam hal ini termasuk orang-orang yang menyediakan transportasi dan peralatan untuk kepentingan tersebut, juga rumah sakit dan fasilitas medis lainnya. </p>
<p>Resolusi ini didukung oleh lebih dari 80 negara dan menekankan agar negara-negara tersebut membangun kerangka hukum di tingkat nasional untuk menjamin resolusi tersebut dijalankan, termasuk Indonesia. </p>
<p>Sayangnya setelah tiga tahun resolusi tersebut, <a href="https://publicspace.who.int/sites/ssa/SitePages/PublicDashboard.aspx">jumlah petugas medis yang tewas akibat tindakan represif justru meningkat</a>. </p>
<h2>Serangan global terhadap petugas medis</h2>
<p>Indonesia bukan satu-satunya negara tempat terjadinya pelecehan tenaga medis oleh aparat penegak hukum.</p>
<p>Sebuah laporan dari <a href="https://reliefweb.int/report/world/violence-front-line-attacks-health-care-2017">Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health (Amerika Serikat) dan University of Essex (Inggris) tahun 2018</a> menunjukkan kasus pelecehan hingga kriminalisasi tenaga medis yang tengah memberi pertolongan di tengah konflik bersenjata dan gangguan sipil juga terjadi di negara-negara yang tengah mengalami perang atau konflik bersenjata. </p>
<p>Petugas medis dan fasilitas kesehatan diserang tak hanya di area konflik seperti di Afganistan, Iraq, dan Syria, tapi juga di negara-negara yang mengalami gangguan sipil bersifat lokal seperti Bahrain, Kolombia, Mesir, Peru, Inggris, dan Amerika Serikat.</p>
<p>Laporan tersebut mengindikasikan dalam beberapa tahun terakhir seiring meningkatnya kekhawatiran tindakan terorisme, terjadi juga peningkatan tindak kekerasan aparat penegak hukum terhadap tenaga medis. </p>
<p>Walaupun negara-negara tersebut telah mengadopsi berbagai norma hukum internasional yang menjamin imunitas tenaga medis yang tengah bertugas dalam situasi konflik. Hal ini juga menunjukkan tindakan represif terhadap tenaga medis semakin menjadi kekhawatiran komunitas internasional.</p>
<p>Tahun ini <a href="https://publicspace.who.int/sites/ssa/SitePages/PublicDashboard.aspx">ada 765 serangan terhadap petugas medis di 10 negara</a> yang dilanda konflik bersenjata dan menewaskan 167 petugas kesehatan. Angka yang tewas itu lebih banyak dibanding tahun lalu, 156 petugas.</p>
<p>Serangan terhadap petugas medis juga terjadi di area wabah penyakit. Misalnya, <a href="https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/311780/WHO-WHE-EMO-2019.3-eng.pdf?ua=1">delapan petugas medis yang menangani wabah Ebola di Afrika Barat tewas</a> akibat serangan masyarakat yang ketakutan terhadap penanganan wabah di sana. </p>
<p>Ada banyak <a href="https://www.who.int/hac/techguidance/attacks_on_health_care_q_a/en/">bentuk serangan terhadap petugas kesehatan </a> meliputi:
kekerasan dengan senjata berat, kekerasan dengan senjata individu, menghalangi pemberian perawatan, kekerasan psikologis (intimidasi dan ancaman), dan militerisasi aset perawatan kesehatan. </p>
<p>Tindakan lainnya, penyerangan tanpa senjata, serangan pakai agen kimia,
penghapusan aset perawatan kesehatan, pembakaran, kekerasan seksual, pencarian bersenjata atau kekerasan dan penculikan, penangkapan, penahanan petugas kesehatan atau pasien.</p>
<p>Masalahnya, contoh di beberapa negara, seperti <a href="https://reliefweb.int/report/world/violence-front-line-attacks-health-care-2017">dalam laporan Johns Hopkins Bloomberg School</a>, memperlihatkan bahwa tindakan pertolongan tenaga medis yang didasarkan pada etika kedokteran, yaitu memberi perlakuan sama pada semua orang, termasuk menolong demonstran atau anggota milisi bersenjata yang menentang pemerintah justru dilihat sebagai “kejahatan”. </p>
<p>Polisi dan tentara seringkali bertindakan represif karena mereka menganggap tim medis turut melawan pemerintah atau membantu pihak yang melawan pemerintah.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/124751/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yoni Syukriani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pelaku kekerasan terhadap petugas medis harus dihukum untuk memenuhi asas keadilan, menjadi pembelajaran dan tidak diulang pada masa depan.Yoni Syukriani, Dosen bidang Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal dan bidang Bioetika Humaniora, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1231782019-09-11T09:01:56Z2019-09-11T09:01:56ZIsu rasisme perlu lebih banyak dibahas di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/291542/original/file-20190909-109947-1meiitg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://twitter-trends.de/racism/?utm_source=47380352501&utm_campaign=FlickrDescription&utm_medium=link">Image by Marco Verch </a></span></figcaption></figure><p>Rasisme banyak terjadi di Indonesia, tapi sangat jarang dibahas.</p>
<p>Baru-baru ini di Papua, ujung timur Indonesia, <a href="https://theconversation.com/cara-hentikan-konflik-di-papua-stop-kekerasan-122144">terjadi protes besar di sana</a>. Konflik ini dipicu oleh perlakuan rasis aparat keamanan dan anggota masyarakat terhadap mahasiswa Papua di Jawa. </p>
<p>Perlakuan rasis juga dialami banyak orang Papua lainnya, hal ini sudah mengakar dalam budaya dan sejarah Indonesia. Bentuk perlakuannya berbeda-beda, ada yang berbentuk kekerasan, ada yang tidak kentara.</p>
<p>Saya adalah seorang antropolog budaya yang telah meneliti Papua Barat. Tiga belas tahun yang lalu, di Sulawesi Utara, saya menginap di asrama mahasiswa Papua. </p>
<p>Suatu kali, lewat tengah malam, saya mendengar derap kaki, suara-suara, dan gedoran pintu.</p>
<p>Tampak anggota aparat keamanan setempat memaksa mau masuk menggeledah asrama untuk mencari senjata. Mahasiswa ketakutan dan marah. </p>
<p>Ketua asrama berhasil menolak, tapi beberapa minggu setelahnya, kepala aparat setempat memanggil beberapa penghuni asrama. </p>
<p>Pejabat itu membela anggotanya, dan menolak pernyataan para mahasiswa bahwa saat kejadian, anggota aparat datang dengan kondisi mabuk. Dia justru mengancam para mahasiswa dan memaksa mereka untuk mengakui mereka yang salah, alih-alih para anggota aparat itu. </p>
<p>Pada 17 Agustus 2019, <a href="https://asiapacificreport.nz/2019/08/18/indonesian-police-raid-papuan-student-dormitory-with-tear-gas-arrest-43/">kepolisian menahan 43 mahasiswa Papua</a> di Surabaya, Jawa Timur, dengan tuduhan melecehkan bendera Indonesia saat perayaan Hari Kemerdekaan. Polisi meneriaki mereka dengan makian rasis, menyerbu asrama, dan menggunakan gas air mata untuk <a href="https://www.thejakartapost.com/academia/2019/08/19/todays-minkes-racism-at-heart-of-jakarta-papua-conflict.html">memaksa mereka keluar</a>“</p>
<p>Ada banyak bentuk dan dampak dari rasisme di Indonesia, dan dua insiden di atas menggambarkan dua bentuk rasisme yang berbeda terhadap masyarakat Papua. </p>
<p>Rasisme justru meningkat karena orang Indonesia tidak membicarakan apa itu rasisme, seperti apa bentuknya, dan apa akibatnya. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tensions-in-papua-and-hyper-nationalism-in-indonesia-122767">Tensions in Papua and hyper-nationalism in Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Prasangka yang terus ada</h2>
<p><a href="https://tirto.id/betapa-sulitnya-menjadi-papua-eg56">Masyarakat Papua telah lama mengalami perlakuan rasis</a> di Indonesia, tapi mereka selalu dituntut untuk diam saja demi persatuan dan keharmonisan.</p>
<p>Berada di satu komunitas yang sama dengan masyarakat Papua, saya menjadi tahu perspektif umum di kalangan petugas pemerintahan dan polisi. </p>
<p>Mereka beranggapan masyarakat Papua biang masalah dan aktivis politik yang diam-diam mendukung separatisme, khususnya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Oleh karena itu, mereka harus memantau, mengawasi, dan menggerebek asrama-asrama ini. </p>
<p>Pihak berwenang menganggap orang Papua perlu diajar untuk tunduk pada otoritas. Jadi, selain ancaman dan penggerebekan, mereka diminta melakukan kerja fisik untuk petugas setempat.</p>
<p>Para tenaga pendidik perguruan tinggi juga beranggapan bahwa orang Papua lambat secara intelektual, pikiran mereka lemah, dan mereka memiliki <a href="http://press-files.anu.edu.au/downloads/press/p315331/html/ch01.xhtml?referer=&page=5">gaya hidup yang primitif</a>, bahkan di tengah kota.</p>
<p>Mahasiswa Papua kerap dilecehkan oleh mahasiswa lain; ditanya apa pernah memakai koteka, apa memasak pakai api kayu, apa berburu dan mencari makan di hutan karena mereka primitif. </p>
<p>Laki-laki Papua dianggap sebagai pekerja yang kuat dan efektif, sehingga mereka ditawari pekerjaan membangun rumah dan bercocok tanam.</p>
<p>Beberapa mahasiswa diberikan nama panggilan bernada rasis oleh rekannya. Rasisme juga muncul dalam bentuk yang lebih halus dan kompleks, dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.</p>
<p>Beberapa orang muda Papua merasa tidak aman, sehingga mereka memilih untuk lebih melekatkan diri dengan komunitas Papua lainnya. Sementara beberapa orang lainnya berusaha menjauh dari komunitasnya, agar bisa lepas dari perlakuan rasis.</p>
<p>Banyak yang berusaha untuk bersikap sangat baik, dan memastikan orang-orang Papua lainnya bersikap serupa agar dapat diterima masyarakat dan lepas dari pandangan rasis.</p>
<p>Namun rasisme tidak muncul begitu saja.</p>
<h2>Konstruksi imajiner</h2>
<p>Sosiolog asal Inggris Gail Lewis [menjelaskan] bahwa konsep rasialisme (<em>rasialisation</em>) mengacu pada gagasan lama bahwa ras adalah karakteristik biologis dan juga mengacu pada gagasan baru bahwa budaya adalah penanda perbedaan.</p>
<p>Tidak ada fakta biologis tentang ras - semua manusia saling berhubungan secara genetis, namun pemikiran tentang ras selalu ada dalam imajinasi sosial.</p>
<p>Selama kita masih berpikir bahwa budaya, etnis, atau warna kulit berpengaruh pada kemampuan, sikap, motivasi, bahkan cara berpikir dan gaya hidup, maka rasisme akan selalu ada.</p>
<p>Coba kita lihat dalam ideologi keseharian di Indonesia. Apakah ada suku tertentu yang diakui karena kecantikannya? Kemampuan bisnis? Kemampuan artistik? Kecakapan fisik? Apakah perempuan dari suku tertentu dianggap sebagai calon istri yang lebih baik dibandingkan perempuan dari suku lain? Apakah ada suku tertentu yang dianggap lebih keras kepala, lebih patuh, lebih disiplin, lebih emosional, lebih bisa kerja keras, atau lebih menarik?</p>
<p>Indonesia memiliki banyak gagasan semacam itu, beberapa di antaranya <a href="https://www.eastwestcenter.org/sites/default/files/private/PS014.pdf">sudah ada sejak era kolonial Belanda</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/development-for-all-a-better-solution-for-papua-122317">Development for all: a better solution for Papua</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Keyakinan yang melumpuhkan</h2>
<p>Rasisme bisa berakibat serius. Rasisme menyebabkan orang tidak dilibatkan dalam pembahasan tentang masa depan dirinya sendiri. Hal ini bisa digunakan untuk mencabut martabat, lahan, otonomi, dan hak.</p>
<p>Rasisme menghambat <a href="https://www.teras.id/news/pat-20/121037/orang-asli-papua-protes-diskriminasi-pegawai-di-pln">masyarakat Papua dalam mendapat pekerjaan</a>, layanan kesehatan, pendidikan, dan banyak lagi.</p>
<p>Ketika orang menganggap bahwa isu kemerdekaan Papua itu asalnya dari provokator asing, bukan orang Papua sendiri, ini adalah bentuk rasisme karena menganggap orang Papua tidak mampu mengenali dan menyatakan keinginan mereka sendiri. </p>
<p><a href="https://tirto.id/rasisme-adalah-masalah-indonesia-bukan-orang-papua-egA9">Ligia Giay</a>, peneliti dari Universitas Murdoch, Australia, dan <a href="https://theconversation.com/papua-is-not-a-problem-but-the-way-we-talk-about-papua-is-41896">Budi Hernawan</a>, peneliti dari Universitas Indonesia, telah menjelaskan bahwa ketika orang mengatakan pembangunan akan memuaskan masyarakat Papua, ini merupakan rasisme yang mengatakan masyarakat Papua tidak memiliki kapasitas dalam melakukan observasi, analisis, dan memahami sejarah mereka sendiri.</p>
<p>Pertanyaannya adalah, sampai kapan mitos ini akan bertahan?</p>
<p>Ada beberapa tanda yang menunjukkan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38141450">generasi baru masyarakat Indonesia mulai menerima</a> kenyataan bahwa masyarakat Papua mampu mengetahui dan menyampaikan apa yang mereka mau. </p>
<p>Generasi ini mempertanyakan apakah mereka masih ingin mendukung perilaku dan gagasan masa lalu - kekerasan, rasisme, dan penghancuran - serta apa yang bisa dilakukan untuk masa depan yang berbeda. </p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/the-internet-shutdown-in-papua-threatens-indonesias-democracy-and-its-peoples-right-to-free-speech-122333">The internet shutdown in Papua threatens Indonesia's democracy and its people's right to free speech</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/123178/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jenny Munro tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Banyak kasus rasisme yang terjadi terhadap masyarakat Papua, tapi hanya sedikit pembahasannya dalam masyarakat. Ini membuat rasisme lebih melekat.Jenny Munro, Lecturer, School of Social Science, The University of QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1107962019-02-06T05:19:45Z2019-02-06T05:19:45ZProstitusi online dan kasus VA: Siapa yang dapat dihukum?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/256376/original/file-20190130-108351-117qvt9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=152%2C278%2C5694%2C3071&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Berita mengenai prostitusi online kembali lagi menyeruak</span> <span class="attribution"><span class="source">shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Beberapa waktu ini <a href="https://nasional.tempo.co/read/1170463/polda-jatim-resmi-tahan-vanessa-angel-terkait-prostitusi-online">terkuaknya praktik prostitusi <em>online</em> yang dilakukan oleh seorang <em>public figure</em> berinisial VA</a> menyita perhatian kita. </p>
<p>Polisi telah memanggil dan memeriksa beberapa orang yang diduga terlibat dalam kasus ini, termasuk beberapa artis yang diduga menjadi pekerja seks komersial (PSK). </p>
<p>Dari sudut pandang hukum pidana, ancaman hukuman pada kasus <a href="https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50d13cca972bc/hukuman-bagi-pembeli-seks">prostitusi hanya dapat diberikan kepada muncikari (germo) sedangkan pekerja seks komersial dan pelanggannya tidak dapat diancam pidana</a>. Namun pada kasus prostitusi online, selain muncikari ada pihak-pihak lain yang dapat berurusan dengan hukum.</p>
<h2>Duduk perkara kasus prostitusi dan prostitusi online</h2>
<p>Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia dalam kasus prostitusi pada umumnya hanya orang-orang yang memfasilitasi prostitusi atau yang lebih dikenal dengan istilah muncikari dan germo yang dapat diancam dengan pidana. </p>
<p>PSK dan orang yang menggunakan jasa prostitusi tidak dapat diancam dengan pidana karena perbuatan ini masuk dalam kategori kejahatan tanpa korban. Kecuali jika hubungan seksual tersebut dilakukan dengan paksaan–baik dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan tipu daya. Hubungan seksual baik dengan paksaan maupun tipu daya dapat dihukum sebagai perkosaan atau perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual. Jika melibatkan anak di bawah umur, seseorang bisa dituntut dengan Undang Undang Perlindungan Anak. </p>
<p>Literatur hukum pidana Indonesia belum mengenal terminologi “prostitusi online”, yaitu praktik pelacuran yang dilakukan melalui <a href="https://www.researchgate.net/publication/279716725_Online_Prostitution_and_Trafficking">media elektronik</a>, yang dikenal hanya istilah prostitusi atau pelacuran. </p>
<p>Namun, pada era digital saat ini, praktik prostitusi online marak terjadi. Kegiatan ini dilakukan <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/16/12551081/psk-di-kasus-prostitusi-online-depok-pasang-tarif-rp-400000-rp-1-juta">bukan hanya dilakukan oleh mereka yang terkenal di dunia hiburan</a>.</p>
<p>Dalam konteks prostitusi online di Indonesia, PSK dan pelanggannya bukan dipidana karena praktik prostitusinya. Mereka dituntut karena tuduhan menyebarkan muatan yang melanggar kesusilaan menurut <a href="https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5530c6177b530/ini-jerat-hukum-untuk-penjaja-seks-di-media-sosial/">Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)</a>.</p>
<p><a href="https://books.google.nl/books/about/Tindak_tindak_Pidana_Tertentu_Di_Indones.html?id=HgrXnQAACAAJ&redir_esc=y">Kesusilaan</a> yang dimaksud di sini adalah adat atau kebiasaan antar anggota masyarakat yang berhubungan dengan seksualitas.</p>
<h2>Siapa saja yang bisa diproses?</h2>
<p>Dalam prostitusi online, pekerja seks bisa terkena pelanggaran <a href="https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5530c6177b530/ini-jerat-hukum-untuk-penjaja-seks-di-media-sosial/">Pasal 27 ayat (1) UU ITE</a> karena untuk melakukan “pekerjaan”-nya, mereka menyebarkan konten online yang bersifat asusila. Dalam konteks ini, pekerja seks diancam pidana bukan karena melakukan pelacuran melainkan karena menyebarkan informasi atau dokumen asusila melalui media elektronik. </p>
<p>Demikian juga dengan para pelanggannya. Apabila terbukti bahwa pihak tersebut menyebarkan kembali konten asusila yang dikirimkan oleh pekerja seks kepadanya, maka ia dapat dikenakan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE tersebut.</p>
<p>Sementara itu, polisi juga berpotensi menghadapi sanksi dan hukuman apabila dia tidak berhati-hati dalam menetapkan tersangka. Dalam aturannya, seorang penegak hukum yang mengeluarkan pernyataan yang bertendensi dan menjadikan seseorang sebagai tersangka dengan mengabaikan proses yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka hal ini dapat <a href="https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54d46fe50a6b5/pernyataan-polisi-tentang-penetapan-tersangka">menimbulkan pelanggaran etik dan disiplin</a> <em>(Ralat: Peraturan Kapolri no. 12 tahun 2009 saat ini telah dicabut dan diganti dengan <a href="http://ditresnarkoba.sumbar.polri.go.id/wp-content/uploads/2018/05/PERKAP-NO-14-Thn-2012-TTG-MANAJEMEN-PENYIDIKAN-TINDAK-PIDANA.pdf">Peraturan Kapolri no. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana</a>.)</em> </p>
<p>Hal ini karena sebelum diputuskan bersalah, hak-hak seorang tersangka perlu dihormati karena <a href="https://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2663/tentang-asas-praduga-tak-bersalah">belum adanya putusan yang berkekuatan hukum yang tetap</a>.</p>
<h2>Membedah kasus VA</h2>
<p>Dalam kasus VA yang disebutkan di atas, dalam sudut pandang hukum pidana di Indonesia, pihak-pihak yang jelas bisa dituntut adalah para muncikari.</p>
<p>Namun pada akhirnya VA juga ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menyebarkan konten-konten yang melanggar kesusilaan.</p>
<p>Tampaknya, pelanggannya belum diperkarakan karena tidak adanya bukti mereka ikut menyebarkan konten-konten asusila tersebut. </p>
<p>Sementara itu, polisi sudah <a href="https://entertainment.kompas.com/read/2019/01/05/182510710/polisi-benarkan-identitas-artis-va-yang-ditangkap-di-jawa-timur">mengumumkan</a> nama VA secara lengkap sebagai pelaku dalam tahap awal proses penyelidikan. </p>
<p>Dalam aturan internal kepolisian, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka, polisi harus memiliki bukti permulaan yang cukup–yaitu paling sedikit 2 alat bukti yang bisa berbentuk apa saja termasuk kesaksian. Jika polisi menganggap bukti-bukti cukup kuat maka polisi akan melakukan gelar perkara untuk menetapkan status tersangka. </p>
<p>Jika polisi melanggar prosedur, ia dapat <a href="https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54d46fe50a6b5/pernyataan-polisi-tentang-penetapan-tersangka">dilaporkan</a> ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) pada kantor-kantor Polisi terdekat, Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian tingkat pusat dan akan ditindaklanjuti ke Komisi Kode Etik Polri, dengan ancaman sanksi dan hukuman disiplin.</p>
<p>Karena prostitusi online ini adalah kasus kesusilaan, hendaknya pemberitaan terhadap proses pemeriksaan dilakukan secara hati-hati demi menghormati hak-hak setiap pihak yang terlibat. Hal ini khususnya untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak pelaku sebagai tersangka. Jika belum terbukti tindak pidana apa yang telah dilakukannya, sebaiknya media perlu menahan diri, menyadari konsekuensi sosial yang mungkin dihadapi oleh si tersangka. </p>
<p><em>Ariza Muthia turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/110796/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Nathalina Naibaho tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kegiatan prostitusi online secara sederhana terdiri atas dua unsur, unsur prostitusi serta unsur transaksional secara daring. Lalu, bagaimana hukum Indonesia mengatur mengenai hal ini?Nathalina Naibaho, Criminal Law Scholar, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1019092018-09-04T07:47:25Z2018-09-04T07:47:25ZApakah JAD dapat bubar setelah resmi dilarang oleh pengadilan?<p>Pemerintah Indonesia melalui <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/07/31/breaking-court-bans-islamic-state-linked-jad.html">sebuah putusan pengadilan</a> telah melarang Jamaah Ansharut Daulah (JAD), sebuah kelompok teroris yang berafiliasi dengan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS), beroperasi di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. </p>
<p>Putusan pengadilan tersebut merupakan implementasi perdana dari <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/07/31/breaking-court-bans-islamic-state-linked-jad.html">Undang Undang Anti-Terorisme</a> yang baru saja disahkan. Dakwaan terhadap JAD diharapkan dapat memicu larangan serupa bagi organisasi lainnya yang berafiliasi dengan ISIS, seperti <a href="http://kabar24.bisnis.com/read/20180716/16/816978/3-terduga-teroris-kaliurang-berafiliasi-dengan-jamaah-ansharut-khilafah">Jamaah Ansharut Khilafah.
</a></p>
<p>JAD adalah organisasi teroris kedua yang dibekukan oleh pengadilan. Pada 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkan Jemaah Islamiyah (JI) adalah organisasi terlarang. JI adalah kelompok teror yang melaksanakan serangan Bom Bali 2002.</p>
<p>Meski sudah dilarang secara resmi, JI tetap dapat melancarkan serangan berskala besar di Jakarta pada <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45019553">2009</a>. Fakta ini menimbulkan pertanyaan terkait keefektifan putusan pengadilan dalam membubarkan organisasi teroris di Indonesia.</p>
<h2>Memahami JAD</h2>
<p>JAD adalah organisasi bagi para simpatisan ISIS di Indonesia. JAD didirikan dalam sebuah pertemuan di Batu, Malang, Jawa Timur pada November 2015. Pertemuan tersebut menunjuk <a href="http://file.understandingconflict.org/file/2017/07/IPAC_Report_38.pdf">Zainal Anshori</a>, mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) cabang Lamongan, Jawa Timur, sebagai pimpinan JAD. Sementara itu, salah satu pencetus JAD, <a href="http://www.abc.net.au/news/2018-05-31/aman-abdurrahamn-indonesias-most-dangerous-man/9817546">Aman Abdurrahman</a>berperan sebagai pimpinan spiritual JAD.</p>
<p>Berbeda dengan JI yang mendepankan <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/17/police-nab-jad-e-java-leader-abu-umar.html">keputusan kolektif</a>, garis komando JAD bersifat lebih <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/17/police-nab-jad-e-java-leader-abu-umar.html">longgar</a>. Anggota JAD dapat melakukan aksi secara mandiri tanpa harus meminta izin dari pimpinan pusat. JAD memiliki beberapa satuan operasional yang terbagi menjadi <a href="https://ctc.usma.edu/surabaya-bombings-evolution-jihadi-threat-indonesia/">regional, cabang, dan sel</a>. JAD tidak memiliki struktur keanggotaan yang jelas karena relasi hubungan antara simpatisan dan anggota formal JAD juga tidak jelas.</p>
<p>JAD kerap mengadakan pengajian untuk orang-orang yang memiliki ideologi serupa dan simpatik terhadap gerakan mereka. Pihak kepolisian menyatakan tiga keluarga pelaku <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-44105279">serangkaian serangan di Jawa Timur</a> awal tahun ini merupakan bagian dari JAD. Mereka mengikuti pengajian yang diadakan oleh <a href="https://kumparan.com/@kumparannews/gerak-senyap-cholid-abu-bakar-dalang-teror-surabaya">Cholid Abu Bakar</a>, simpatisan ISIS yang berencana pergi ke Suriah namun tertangkap dan dideportasi ke Indonesia pada 2017. Namun, jika melihat struktur organisasi JAD, nama Cholid tidak ditemukan di sana.</p>
<p>Pembekuan JAD terbilang tidak efektif jika melihat kembali struktur organisasinya yang cair. Pertama, para simpatisan tetap dapat melaksanakan serangan individual tanpa harus mendapatkan petunjuk khusus dari tokoh utama JAD. Kedua, mereka dapat membentuk kelompok sempalan baru untuk menghindar dari proses hukum.</p>
<p>Pihak kepolisian harus berhati-hati dalam menangkap terduga teroris yang diyakini memiliki afiliasi dengan JAD. Penangkapan harus didasarkan pada bukti yang kuat agar tidak menjadi bumerang. JAD dapat menjadikan penindasan tanpa dasar yang dilakukan oleh polisi terhadap mereka untuk menarik dukungan dari masyarakat. </p>
<p>Proses penyidikan yang kurang teliti dapat memicu kemarahan dari anggota akar rumput JAD. Para anggota yang kecewa dapat terprovokasi untuk bergabung dengan aksi teror lainnya yang mungkin akan sulit dimonitor mengingat struktur organisasi JAD yang tidak jelas.</p>
<h2>Pengelolaan Penjara</h2>
<p>Sejak Undang-Undang Anti-Terorisme Tahun 2018 disahkan, pihak kepolisian telah menangkap <a href="https://news.detik.com/berita/d-4153678/terduga-teroris-pascabom-surabaya-bertambah-jadi-283-orang">283</a> orang yang diduga berafiliasi dengan JAD . Mereka ditangkap sebagai terduga teroris pasca serangan bom di Surabaya, Jawa Timur. Saat ini kepolisian menempatkan para tersangka teroris tersebut di kantor polisi setempat. Namun, terbatasnya kapasitas penjara dapat menimbulkan tantangan di masa depan.</p>
<p>Oleh karena itu, pihak kepolisian telah berencana membangun <a href="https://nasional.tempo.co/read/1114555/polri-bangun-rutan-teroris-di-cikeas-gunakan-sistem-kontainer">penjara khusus teroris</a>di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, untuk mengantisipasi lonjakan tahanan teroris. Penjara yang baru akan dapat menampung 340 tahanan dan pembangunannya dijadwalkan selesai pada akhir 2018.</p>
<p>Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan penjara tersebut akan menggunakan <a href="https://news.okezone.com/read/2018/08/07/337/1932932/polri-bangun-rutan-khusus-teroris-model-kontainer">sistem kontainer</a>dari Spanyol guna mempercepat proses pembangunan.</p>
<p>Fasilitas tersebut didesain sebagai kompleks penjara dengan pengamanan maksimum yang akan membatasi interaksi antar tahanan dan juga pengunjung, termasuk dengan pihak keluarga. Upaya ini dilakukan untuk mencegah perencanaan serangan teror, radikalisasi, dan rekrutmen oleh tahanan dari balik jeruji.</p>
<p>Namun, bentuk isolasi seperti itu dapat memperparah perasaan <a href="http://www.abc.net.au/news/2016-04-11/radicalised-prisoner-should-be-rehabilitated-alleged-attack/7315194">termarginalisasi</a>yang akibatnya bisa menjustifikasi pola pikir mereka yang membedakan “kami” dengan “mereka” (<em>us versus them</em>).</p>
<h2>Program deradikalisasi</h2>
<p>Selain pidana penjara, tantangan terbesar bagi penanganan tahanan teroris adalah pemberian program deradikalisasi. Hukuman penjara hanya solusi jangka pendek untuk mereka, sementara program deradikalisasi tetap berperan penting sebagai solusi jangka panjang.</p>
<p>Upaya awal untuk menjauhkan para tahanan dari lingkungan radikal dapat dimulai ketika mereka masih berada di dalam penjara, yakni dengan menyediakan <a href="https://www.washingtonpost.com/news/monkey-cage/wp/2018/07/12/new-research-shows-why-terrorists-quit-terrorism/?noredirect=on&amp;utm_term=.beaf0bfe1134">jaringan sosial alternatif</a>.</p>
<p>Omar Patek, anggota JI, menyatakan bahwa interaksinya dengan <a href="https://www.scmp.com/lifestyle/article/2152756/islamist-militant-prisoners-freed-indonesia-turn-new-leaf-schemes-change">keluarga dan petugas penjara</a> membuatnya mengubah pola pikir radikalnya. Petugas penjara dapat membantu proses deradikalisasi para tahanan dengan membangun rasa saling percaya. Dengan demikian, pelatihan psikologis untuk petugas penjara sangat penting guna memberikan pemahaman mengenai cara efektif membangun komunikasi efektif dengan tahanan teroris.</p>
<h2>Menetralkan pengaruh JAD</h2>
<p>Penangkapan anggota JAD atau pelarangan organisasi JAD tidak efektif untuk menetralkan pengaruh JAD secara keseluruhan karena titik lemah dari JAD bukan pada struktur organisasinya, melainkan ideologinya.</p>
<p>Oleh karena itu, cara terbaik bagi pemerintah Indonesia dalam melawan JAD adalah melalui proses deradikalisasi.</p>
<p>Namun, para ahli kerap mengkritik program deradikalisasi pemerintah. Solahudin, peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, menggarisbawahi bahwa Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih kurang optimal dalam melaksanakan program deradikalisasi.</p>
<p>Ia pun mengkritik program yang dilihat hanya ditujukan bagi individu yang sudah tidak lagi terlibat dalam <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/05/26/14032101/bnpt-dinilai-lemah-dalam-upaya-deradikalisasi">aksi kekerasan</a>.</p>
<p>Pemerintah perlu mencari cara yang lebih efektif dalam mendekati individu yang radikal guna meredam pemikiran radikal mereka. </p>
<p>Apabila perdebatan ideologis terlihat sulit untuk dilakukan, maka pendekatan secara sosial dan psikologis dapat menjadi garda terdepan dalam upaya deradikalisasi. Upaya ini bisa dilakukan dengan menghadirkan seorang mentor personal yang siap mendengarkan dan memberikan bantuan bagi para individu radikal jika mereka menjumpai suatu masalah.</p>
<p>Pendekatan ini terbukti efektif di panti sosial milik <a href="https://www.rsis.edu.sg/rsis-publication/rsis/co18067-deradicalising-deportees-vacuum-in-coordination/#.W3V6Bi2B3Uo">Kementerian Sosial (Kemsos)</a>yang menampung orang yang dideportasi. Mulanya orang tersebut dengan tingkat radikalisasi tinggi menolak berkomunikasi dengan pekerja sosial, namun pada akhirnya mereka mulai terbuka karena kesabaran pekerja sosial yang mendampingi mereka selama hampir 24 jam.</p>
<p>Tragedi Bom Surabaya juga memunculkan tren yang mengkhawatirkan terkait peran perempuan dan anak sebagai pelaku bom bunuh diri. Pemerintah perlu mereformasi kebijakan untuk menangkal penyebaran ideologi radikal di berbagai kalangan. Guna mengawasi pergerakan radikal di akar rumput, penting pula bagi pemerintah untuk memberikan dukungan bagi organisasi perempuan untuk pendekatan secara <em>online</em> dan <em>off line</em>.</p>
<p>Pemerintah Indonesia juga dapat mengatasinya melalui sistem pendidikan. Pemerintah perlu menekankan kurikulum pendidikan agama yang mempromosikan nilai toleransi. Anak dari pelaku Bom Gereja Surabaya terdaftar sebagai siswa di <a href="https://www.jawapos.com/metro/metropolis/15/05/2018/anak-bomber-gereja-surabaya-baru-selesai-ujian">sekolah umum</a> walaupun sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa anggota JAD mengirimkan anaknya ke <a href="https://www.channelnewsasia.com/news/commentary/surabaya-bombing-women-children-cubs-of-the-caliphate-10242118">pesantren atau <em>homeschooling</em>.</a></p>
<p>Peningkatan kualitas kurikukulum pendidikan agama yang didesain untuk mempromosikan nilai toleransi di sekolah diharapkan dapat menjadi upaya efektif dalam menangkal pemahaman radikal di rumah.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/101909/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Chaula Rininta Anindya tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Menangkap anggota JAD atau melarang organisasinya dinilai tidak efektif dalam menetralisir pengaruh JAD karena titik lemah JAD bukanlah di struktur organisasinya, melainkan ideologinya.Chaula Rininta Anindya, Research Analyst, Indonesia Programme, Nanyang Technological UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/971202018-05-24T07:36:58Z2018-05-24T07:36:58ZPerlukah undang-undang antiterorisme yang lebih keras?<p>Indonesia mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Antiterorisme, tidak lama setelah rentetan peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan oleh pendukung Islamic State (IS) atau Negara Islam di Surabaya, Jawa Timur bulan ini. Rencananya, rancangan undang-undang ini akan disahkan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180522202050-32-300475/ketua-dpr-pastikan-ruu-terorisme-disahkan-jumat">Jumat ini</a>. </p>
<p>Pembahasan revisi berlangsung di tengah besarnya <a href="http://www.metrotvnews.com/amp/5b2VqGVb-tokoh-lintas-agama-desak-ruu-terorisme-segera-disahkan">dukungan publik</a> untuk “memperkuat negara” dalam memberantas terorisme. Harian nasional terbesar Kompas baru-baru ini bahkan menerbitkan halaman depan berwarna hitam dengan tajuk <a href="https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20180511/281479277052977">“Saatnya Negara Tegas.”</a></p>
<p>Kepala Kepolisian Republik Indonesia <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180513173418-12-297830/bom-surabaya-tito-mohon-jokowi-terbitkan-perppu-terorisme">Tito Karnavian</a> menyalahkan lambannya proses legislasi undang-undang antiterorisme baru atas ketidakmampuan polisi mengantisipasi tindakan terorisme. Ia bahkan meminta pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) antiterorisme. Presiden Joko Widodo mengancam akan menerbitkan <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/15/jokowi-urged-to-issue-perppu-on-terrorism.html">perppu</a>, jika anggota dewan gagal menyelesaikan RUU antiterorisme bulan ini. </p>
<p>Namun, itu semua adalah respons reaksioner yang justru membahayakan demokrasi di Indonesia. Respons semacam itu menjustifikasi penguatan kekuasaan negara yang didasari oleh kecemasan atas gerakan politik Islam. Ini justru akan memperkuat ekstremisme keagamaan serta memperbesar peluang penyalahgunaan kekuasaan negara. </p>
<h2>Lahirnya ekstremisme Islam</h2>
<p>Kelompok kekerasan yang berupaya menegakkan negara Islam harus diakui <a href="https://www.lowyinstitute.org/publications/roots-terrorism-indonesia-darul-islam-jemaah-islamiyah">memang ada</a>. Namun, kehadiran mereka selama ini dipahami secara dominan semata-mata hasil dari menguatnya <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180515113011-21-298324/ideologi-kematian-keluarga-teroris">pengaruh ide radikal dan intoleran</a> atau akibat <a href="https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/2016/03/CO16057.pdf">lemahnya kapasitas negara</a>. Banyak yang mengemukakan pemahaman yang didasarkan atas kecemasan semacam ini, termasuk para <a href="https://www.voaindonesia.com/a/setara-desak-dpr-sahkan-ruu-anti-terorisme-/3936047.html">aktivis hak asasi manusia</a>, yang mengabaikan aspek kekuasaan dan konflik politik.</p>
<p>Kami berpendapat bahwa seseorang dapat memiliki pemahaman keislaman yang radikal akibat kegagalan <a href="https://www.cambridge.org/core/books/islamic-populism-in-indonesia-and-the-middle-east/2F39D8B48CCDD596DC66F7A4D847D284">aliansi Islam populis</a> menantang otoritas sekuler. Absennya <a href="https://www.palgrave.com/gp/book/9781137408792">gerakan politik alternatif</a>, seperti kelompok kiri terorganisasi yang dapat menyalurkan berbagai kekecewaan dan kemarahan publik, juga berkontribusi melahirkan radikalisme keagamaan. </p>
<p>Dengan demikian, sebagaimana juga dikemukakan oleh ilmuwan politik <a href="https://books.google.com.au/books?hl=en&lr=&id=mMwqDAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=john+sidel+extremist+violent+working+paper&ots=8mbi3WT_qK&sig=cjq7GuSjvOuyBRxbPoonv3-3HT0#v=onepage&q&f=false">John Sidel</a>, ekstremisme keagamaan adalah gejala kelemahan dan fragmentasi gerakan politik Islam. Ekstremisme juga reaksi atas marginalisasi politik dan represi negara. </p>
<p>Begitu juga di Indonesia, ekstremisme Islam adalah produk represi negara pada era Soeharto. Sebagian besar pelaku teror saat ini terhubung dengan anggota kelompok ekstremis bawah tanah lama <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14672715.2016.1260887?src=recsys&journalCode=rcra20">Darul Islam</a> yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). </p>
<p>Mengatasi ekstremisme Islam dengan pendekatan keamanan yang lebih keras, pada akhirnya hanya akan memperbesar derajat represi. Alih-alih membereskan masalah terorisme, pendekatan ini justru menumbuhkan ekstremisme keagamaan. </p>
<h2>Klausul-klausul bermasalah</h2>
<p>Kami berdiskusi dengan beberapa aktivis hak asasi manusia yang mengatakan bahwa beberapa <a href="https://www.kontras.org/data/Pasal%20bermasalah%20RUU%20Antiteror.pdf">prinsip hak asasi manusia</a> telah diakomodasi dalam draf versi 17 April 2018. </p>
<p>Anggota dewan dan pemerintah mengklaim bahwa pembahasan hanya menyisakan satu ayat yang masih diperdebatkan, yakni mengenai <a href="https://en.tempo.co/read/news/2018/05/15/055918445/DPR-Wants-Terrorism-Bill-Discussion-Finalized-before-Eid">definisi terorisme</a>. </p>
<p>Pemerintah mengajukan definisi terorisme sebagai “perbuatan yang menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.” Sementara anggota dewan menghendaki untuk membatasi perbuatan berdasarkan “motif politik dan ideologi dan/atau ancaman keamanan negara.” </p>
<p>Dengan meluasnya kekuasaan negara, definisi apa pun sebenarnya tetap dapat ditafsirkan secara fleksibel oleh penguasa sehingga membawa risiko penyelewengan kekuasaan. </p>
<p>Di samping itu, rancangan undang-undang ini juga mengandung ketentuan yang berpotensi melahirkan penyalahgunaan wewenang. </p>
<p>Sebagai contoh, Pasal 13A yang mengatur ujaran kebencian adalah jenis delik yang berpotensi disalahgunakan. Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memuat jenis delik serupa dan telah digunakan untuk memenjarakan sejumlah orang <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/03/amnesty-international-blasts-hate-speech-conviction-of-spiritual-book-author.html">karena pemahaman keagamaannya</a>. </p>
<p>Selain itu, rancangan undang-undang ini juga akan memungkinkan polisi melakukan penangkapan terduga teroris selama 14 hari yang dapat diperpanjang dengan tambahan 7 hari. Ketentuan yang ada hanya memberi waktu penangkapan paling lama 7 hari. </p>
<p>Rancangan ini juga memungkinkan polisi melakukan penahanan tersangka terorisme maksimal 290 hari. Jumlah hari ini hampir dua kali lipat dari periode yang diatur dalam ketentuan yang saat ini berlaku, yakni 180 hari.</p>
<p>Perpanjangan masa penahanan ini tentu akan meningkatkan <a href="https://www.vice.com/id_id/article/pamz8n/saatnya-kita-tak-abai-pada-dugaan-penyiksaan-tersangka-pelaku-teror-oleh-densus-88">risiko penyiksaan</a> dalam proses pemeriksaan.</p>
<p>Terakhir, rancangan undang-undang ini juga menambahkan klausul pelibatan militer dalam pemberantasan terorisme. Ini akan berpotensi membawa masalah mengingat sifat militer adalah melumpuhkan dan memusnahkan musuh negara. </p>
<p>Dengan karakteristik militer yang represif, memberi ruang lebih untuk <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/05/17/indonesian-military-expected-to-play-greater-role-in-counterterrorism.html">peran militer</a> dalam pemberantasan terorisme dapat memperbesar peluang pelanggaran hak asasi manusia. Akibatnya, supremasi sipil menjadi terancam, yang berisiko membawa Indonesia kembali ke kediktatoran militer. </p>
<p>Dengan undang-undang yang ada, polisi sebenarnya telah menunjukkan kerja yang cukup efektif dalam operasi domestik. Sejak tahun 2002 saat ketentuan antiterorisme pertama diundangkan hingga 2016, data tahunan insiden terorisme di Indonesia <a href="https://ourworldindata.org/terrorism#terrorism-in-specific-countries-and-regions">menurun</a> secara signifikan dari 43 menjadi 19 kasus. </p>
<h2>Perlukah undang-undang yang lebih keras?</h2>
<p>Sementara banyak aktivis hak asasi manusia cukup puas dengan rancangan terakhir, klausul bermasalah dalam rancangan undang-undang antiterorisme menunjukkan kegagalan mereka dalam menantang dominannya kepentingan untuk memperluas kekuasaan negara. Ini menegaskan aktivis cenderung berkompromi dengan berbagai komplikasi tersebut sebagai konsekuensi dari asumsi problematik mereka dalam memahami terorisme. </p>
<p>Karena rancangan undang-undang ini menggunakan pendekatan keamanan dalam mengatasi masalah terorisme, undang-undang tersebut secara inheren memberikan kewenangan yang lebih besar kepada negara yang berpotensi disalahgunakan untuk <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2016/01/29/security-measures-too-much-defy-terror.html">membungkam oposisi</a>.</p>
<p>Sejarah Indonesia telah menunjukkan potensi penyalahgunaan kekuasaan dapat lahir dari peraturan yang memperkuat kekuasaan negara atas warganya. <a href="http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt59dc8cf94ab6c/node/38/penpres-no-11-tahun-1963-pemberantasan-kegiatan-subversi">Undang-undang antisubversif</a> yang pernah dimiliki Indonesia adalah salah satu contoh. Soeharto telah menggunakan hukum yang kejam ini untuk membungkam <a href="https://arielheryanto.files.wordpress.com/2016/02/1996_02_17_k-undang-undang-anti-subversi-c1.pdf">lawan politiknya</a>. </p>
<p>Pendekatan keamanan yang lebih keras juga cenderung akan lebih <a href="https://books.google.com.au/books?hl=en&lr=&id=mMwqDAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=john+sidel+extremist+violent+working+paper&ots=8mbi3WT_qK&sig=cjq7GuSjvOuyBRxbPoonv3-3HT0#v=onepage&q&f=false">kontra-produktif</a> dalam memberantas terorisme. </p>
<p>Pendekatan ini akan memberikan represi dan kontrol yang lebih besar tidak hanya atas tindakan tetapi juga ide yang diyakini sebagai sumber ekstremisme keagamaan. Pada akhirnya, pendekatan semacam itu hanya akan menciptakan perasaan peminggiran secara politik yang lebih mendalam, salah satu aspek penting yang memungkinkan lahirnya terorisme atas nama agama.</p>
<p>Pendekatan ini juga mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan yang cenderung menekan kritik, menghalangi kemungkinan lahirnya alternatif gerakan politik terorganisasi. Padahal, ketiadaan alternatif itu juga aspek penting lain yang memungkinkan ekstremisme keagamaan menguat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/97120/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abdil Mughis Mudhoffir terafiliasi dengan Jurusan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta dan LabSosio, Pusat Kajian Sosiologi, FISIP Universitas Indonesia. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Rafiqa Qurrata A'yun tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pendekatan keamanan yang lebih keras bisa kontra-produktif dalam penanganan terorisme dan bahkan melemahkan supremasi sipil.Abdil Mughis Mudhoffir, PhD Candidate in politics at the Asia Institute, The University of MelbourneRafiqa Qurrata A'yun, Lecturer, Department of Criminal Law, Faculty of Law, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/859972017-10-23T11:11:14Z2017-10-23T11:11:14ZPelajaran dasar penanganan kejahatan seksual: dengarkan korban, jangan tanya dulu<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/191366/original/file-20171023-1728-p4c247.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Korban kekerasan seksual mungkin menjadi korban kedua kalinya saat berhadapan dengan aparat hukum karena dibombardir pertanyaan yang tidak sensitif. </span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Ketika belajar tentang pendampingan korban kekerasan seksual di Klinik Hukum Perempuan dan Anak di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, mahasiswa kami dibekali pesan oleh kawan psikolog dari Yayasan Pulih: “Dengarkan dulu. Jangan banjiri dengan pertanyaan”. </p>
<p>Petunjuk tersebut terkait dengan upaya untuk melindungi pihak korban kekerasan seksual dari terjadinya <em>double victimisation</em> atau dalam tulisan ini dipadankan dengan “dikorbankan berulang-ulang”.</p>
<p>Minggu lalu Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan dalam wawancara dengan BBC Indonesia bahwa <a href="http://example.com/http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41676366">korban pemerkosaan bisa ditanya penyidik “apakah nyaman” selama pemerkosaan</a>. Apa yang dikemukakan oleh tokoh nomor satu dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia tersebut ternyata sering ditemukan dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus kekerasan seksual. </p>
<p>Berdasarkan <a href="https://catalogue.nla.gov.au/Record/3892315">penelitian yang saya lakukan dengan Sulistyowati Irianto pada 2006</a>, aparat penegak hukum sering mengajukan pertanyaan tentang soal kesukarelaan hubungan seksual tersebut atau apakah korban menikmati proses terjadinya hubungan seksual itu. </p>
<p>Alasan aparat mengajukan pertanyaan adalah dalam rangka mengumpulkan bukti apakah benar terjadi pemerkosaan atau kekerasan seksual. <a href="http://mappifhui.org/wp-content/uploads/2016/12/Asesmen-Konsistensi-Putusan-Pengadilan-Kasus-Kasus-Kekerasan-terhadap-Perempuan.pdf">Penelitian lain</a> oleh Universitas Indonesia juga menemukan pertanyaan semacam itu tidak hanya diajukan oleh pihak kepolisian tetapi juga oleh jaksa dan hakim. </p>
<h2>Dikorbankan berulang-ulang</h2>
<p>Pertanyaan yang diajukan kepada penyintas atau korban kekerasan seksual harus dirumuskan sedemikian rupa supaya tidak menempatkan mereka pada posisi “dikorbankan berulang-ulang”. Saat mengalami kekerasan seksual, para korban mengalami tindakan yang melukai tubuh dan jiwa. </p>
<p>Pengalaman itu menyakitkan, tetapi tidak dapat dilepaskan oleh korban yang harus meneruskan hidup. Pertanyaan yang diajukan kepada korban kekerasan seksual tentang pengalamannya memaksa korban mengingat lagi situasi saat ia tidak berdaya. </p>
<p>Kekerasan seksual sering dipahami semata-mata terjadi karena hasrat seksual yang tidak terkendali. Sungguh suatu logika yang keliru tetapi terus menerus dipelihara dalam masyarakat. </p>
<p>Kekerasan seksual mestinya dilihat sebagai suatu tindakan yang lahir dari <a href="http://www.ui.ac.id/berita/mengungkap-relasi-kuasa-dalam-kejahatan-seksual.html">relasi kuasa yang timpang</a>. Relasi kuasa adalah relasi yang terbentuk antara orang perorangan, kelompok, atau golongan. Terbentuknya relasi kuasa tersebut disebabkan karena kemampuan masing-masing kelompok atau orang melakukan tawar menawar untuk mempertahankan atau memperoleh haknya. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/kampanye-antikekerasan-perempuan-menanggung-mitos-selaput-dara-dan-tes-keperawanan-86769">Kampanye antikekerasan: perempuan menanggung mitos selaput dara dan tes keperawanan</a></em></p>
<hr>
<p>Relasi kuasa muncul dan menguat pada hubungan antargender, antarjenis kelamin, antargolongan dan kelas di dalam masyarakat. Pada relasi kuasa yang lahir di antara individu atau kelompok yang posisi tawarnya tidak setara, maka akan timbul relasi kuasa yang timpang. </p>
<p>Praktik nilai budaya sering menyuburkan relasi kuasa yang timpang ini. Dampaknya adalah pada ketimpangan akses terhadap hak dan sumber daya di dalam masyarakat.</p>
<h2>Relasi kuasa timpang</h2>
<p>Korban kekerasan seksual biasanya berada pada posisi tawar yang relatif lemah. Konsekuensinya, relasi kuasa yang terjalin antara korban dan pelaku bersifat timpang. Terbentuknya relasi kuasa yang timpang disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: usia, gender, jenis kelamin, kelas sosial, kelompok minoritas berdasarkan etnis, kepercayaan/agama, afiliasi politik, dan sebagainya. Saya telah menuliskannya lebih jauh di dalam “Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Seksual” dalam <em><a href="http://incle.org/abstrac/detail/women-and-children-law-book">Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak</a></em>.</p>
<p>Sebaliknya, pelaku berada pada posisi tawar yang lebih kuat daripada korban dalam berbagai aspek. Misalnya: usia, jabatan (kepala sekolah, guru, pejabat, anggota DPR, aparat pemerintah, polisi, tentara, dokter, atasan di perusahaan, guru mengaji, pemuka agama, dan sebagainya), kelas sosial, kelas ekonomi, dan kelompok mayoritas.</p>
<h2>Salah: berulang berarti nyaman</h2>
<p>Kasus kekerasan seksual senantiasa melibatkan persoalan relasi kuasa, bahkan juga pada kasus yang terjadi berulang. Anggapan yang mengemuka terhadap korban kekerasan seksual yang berulang adalah korban menjadi “nyaman” dengan apa yang dilakukan pelaku. </p>
<p>Penting untuk meluruskan anggapan tersebut. Hubungan seksual yang sehat seyogianya terjadi antara dua orang yang relasi kuasanya setara, mampu mengambil keputusan secara objektif. Hubungan itu harus atas dasar persetujuan kedua belah pihak. </p>
<p>Pada hubungan seksual yang dimulai dengan kekerasan dan paksaan, ketika relasi kuasa antara para pihak timpang, maka kehadiran konsensus atau persetujuan suka rela itu patut dipertanyakan. Jadi, logikanya adalah bukan “pasti ada konsensus” atas terjadinya hubungan seksual tersebut, melainkan “tidak ada konsensus”. Logika ini sekiranya diterapkan pada proses pemeriksaan kasus kekerasan seksual, akan berdampak besar. </p>
<h2>Beban pembuktian bukan pada korban</h2>
<p>Beban pembuktian atas terjadinya kekerasan seksual tidak lagi terletak pada pihak korban. Soal kesucian, sejarah seksual korban, tidak lagi menjadi hal yang terus menerus harus diceritakan oleh korban. Sebaliknya, pelaku harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. </p>
<p>Kewajiban untuk menghadirkan bukti tindak kekerasan seksual, sesungguhnya terletak pada negara, bukan pada korban. Negara seharusnya mampu menggali bukti dari sumber-sumber lain (termasuk pelaku). Bukan hanya kepentingan pelaku yang harus dilindungi sesuai dengan aturan hukum, tetapi juga kepentingan korban supaya tidak “dikorbankan berkali-kali” dalam rangka mengakses keadilan bagi dirinya. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/laki-laki-harus-dilibatkan-dalam-memerangi-kekerasan-terhadap-perempuan-85333">Laki-laki harus dilibatkan dalam memerangi kekerasan dalam perempuan</a></em></p>
<hr>
<p>Fakta bahwa korban pernah berhubungan seksual atau mengalami kekerasan seksual berulang, tidak boleh mengurangi penghormatan negara atas hak-hak korban. Bukti tersebut tidak boleh dijadikan sebagai alasan peringan oleh hakim. Sudah dijelaskan sebelumnya, pada kekerasan seksual berulang, terjadi karena korban tidak berdaya akibat relasi kuasa yang timpang. </p>
<p>Dengan demikian, ada beberapa hal yang penting untuk diperbaiki dalam sistem hukum pidana kita. Pertama, negara wajib merevisi, menghapus, dan memperbaiki peraturan perundang-undangan yang merugikan perempuan berdasarkan <a href="http://www.kontras.org/baru/Kovensi%20Diskriminasi%20Perempuan.pdf">Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan</a> yang sudah diratifikasi oleh Indonesia pada 1987. </p>
<p>Kedua, negara wajib memperbaiki <em>standard operating procedure</em> dari proses penyidikan. Misalnya: mengubah redaksional pertanyaan kepada korban dan melakukan pemeriksaan dengan menghadirkan pihak psikolog yang sudah terlatih dalam penanganan kasus kekerasan seksual. </p>
<p>Kedua hal tersebut penting dilakukan pada tahap penyelidikan, penyidikan, dan di ruang sidang dalam mengakomodir kebutuhan korban. Sudah tersedia <a href="https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-badilag/inilah-materi-pelatihan-perma-nomor-3-tahun-2017">Peraturan Mahkamah Agung No. 3/2017 terkait dengan Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum</a> untuk hakim. Perlu juga panduan demikian untuk polisi dan jaksa, khususnya untuk penggalian informasi kepada korban kekerasan seksual. </p>
<p>Ketiga, penting dipikirkan penguatan dan perluasan unit perempuan dan anak di kepolisian. Penguatan itu baik dari aspek kualitas maupun kuantitas sumber daya manusia dan dukungan lembaga. </p>
<p>Semua perbaikan tersebut penting dilaksanakan karena korban kekerasan seksual adalah manusia. Tidak ada hal yang nyaman terkait dengan kekerasan tersebut.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/85997/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lidwina Inge Nurtjahyo tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pertanyaan “apakah nyaman” saat pemerkosaan sering diajukan penyidik pada korban pemerkosaan. Pertanyaan semacam ini menempatkan penyintas pada posisi “dikorbankan berulang-ulang”.Lidwina Inge Nurtjahyo, Lecturer of law and gender studies, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/842062017-09-18T10:45:00Z2017-09-18T10:45:00ZPengepungan LBH Jakarta: akademisi merespons<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/186368/original/file-20170918-8285-ariwyh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pengepungan kantor LBH Jakarta merupakan persoalan yang sangat serius terkait dengan pelanggaran atas hak atas kebebasan berkumpul, mengemukakan pendapat dan berekspresi. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Sekitar 1.000 orang mengepung gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, melempar kerikil dan batu serta meneriakkan kata-kata yang memprovokasi kekerasan pada Minggu malam, 17 September 2017. Sekitar 200 peserta kegiatan Asik-Asik Aksi: Indonesia Darurat Demokrasi, acara seni dan musik untuk merayakan demokrasi, terjebak hingga sekitar pukul 1 dini hari. Massa termakan <a href="http://nasional.kompas.com/read/2017/09/18/05590081/dikepung-atas-tuduhan-gelar-acara-pki-ylbhi-merasa-jadi-korban-hoaks?page=all">selentingan palsu di media sosial</a> yang menyebutkan kegiatan di LBH Jakarta adalah diskusi PKI. Polisi akhirnya berhasil membubarkan massa dan mengevakuasi peserta yang terjebak. </p>
<p>Sebelumnya, <a href="http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41290897">polisi melarang</a> penyelenggaraan seminar mengenai sejarah tragedi 1965. </p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"908933529840476160"}"></div></p>
<p>Kami menghubungi beberapa akademisi untuk memberikan analisis mengenai pengepungan terhadap LBH Jakarta, lembaga yang memberikan bantuan hukum kepada warga kurang mampu tanpa diskriminasi.</p>
<hr>
<h2>Laporan pandangan mata</h2>
<p><strong>Miko Susanto Ginting, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan</strong> </p>
<p>Saya termasuk yang terjebak di dalam gedung LBH Jakarta ketika massa mengepung kantor pengacara publik tersebut. </p>
<p>Sebelum massa mengepung gedung LBH Jakarta, kegiatan yang dimulai sejak pukul 15.00 WIB relatif lancar. Sekitar pukul 21.00 perwakilan berbagai kelompok masyarakat sipil membaca deklarasi mendukung nilai-nilai demokrasi. Memasuki pukul 21.30 WIB beberapa orang mengepung gedung LBH Jakarta. Massa bertambah banyak dalam waktu yang singkat. Jumlah personil kepolisian yang tak sebanding dengan jumlah massa tak sanggup mengatasi mereka. Baru ketika ada pasukan tambahan, polisi bisa menahan massa. </p>
<p>Massa melempari gedung LBH dengan kerikil dan batu dengan menyasar kaca bagian depan dan samping. Mereka berteriak-teriak “Ganyang PKI!” dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Para peserta yang terjebak juga menyanyikan lagu Indonesia Raya. </p>
<p>Sekitar pukul 22.00 WIB Kepala Polisi Resort (Kapolres) Jakarta Pusat Kombes Suyudi Ario dan Komandan Distrik Militer (Dandim) Lt. Kol. Edwin Adrian masuk dan menawarkan mediasi antara peserta kegiatan dengan demonstran. Perwakilan peserta menolak karena situasi tidak kondusif. </p>
<p>Kapolres Suyudi kemudian menemui massa dan mengatakan bahwa tidak ada diskusi PKI. Kerumunan tampak sangat marah dan mengeluarkan bahasa kasar kepada Suyudi. </p>
<p>Beberapa peserta menderita <em>shock</em> dan menjadi sakit. Banyak yang datang ke LBH Jakarta untuk pertama kali untuk menikmati acara musik dan seni untuk demokrasi ini dan mengalami ketakutan. Beberapa ibu dan bapak yang sudah renta juga terjebak di dalam. </p>
<p>Peserta menyusun barikade kursi untuk menghalangi serpihan kaca akibat pelemparan batu oleh warga mengenai tubuh. Sesudah membubarkan massa, polisi memberikan jaminan akan ada mobil evakuasi untuk peserta yang sakit. Namun ketika hendak mengevakuasi tak terdapat mobil yang dijanjikan. Peserta harus menunggu sekitar 1 jam 30 menit untuk dievakuasi. Pada akhirnya peserta yang sakit diantar menggunakan mobil rekan-rekan yang datang menjemput peserta. </p>
<p>Berangsur-angsur peserta dievakuasi ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).</p>
<p>Mengapa ini terjadi? Saya kira ini disebabkan tersebarnya berita palsu mengenai tema acara kegiatan tersebut sebagai diskusi PKI. Berita palsu ini tersebar secara viral lewat saluran media sosial juga secara manual dari mulut ke mulut. Banyak provokasi yang disebar di grup-grup Whatsapp. Selain itu, ada psikologis kerumunan: karena ramainya warga di depan LBH Jakarta pengemudi kendaraan turun dan mengikuti aksi protes.</p>
<p>Selain itu, isu mengenai ancaman kebangkitan komunisme sering menjadi komoditas politik, terutama memasuki bulan September mendekati peringatan peristiwa Gerakan 30 September. Saya menduga ada pihak-pihak yang sengaja memancing kerusuhan ini. </p>
<p>Sebelum acara ini dilaksanakan, polisi melarang kegiatan seminar tentang Peristiwa 1965 dengan alasan ada ancaman dari kelompok massa yang tidak menyetujui tema seminar. Namun prinsip yang paling fundamental dari pengungkapan pelanggaran hak asasi manusia adalah pengungkapan kebenarannya sendiri. </p>
<p>Hanya ketika fakta terungkap secara jernih, baru masyarakat bisa membahasnya. Sayang, negara bukannya memberi jaminan dan hak atas rasa aman, polisi malah berdiri di satu sisi. </p>
<hr>
<h2>Sesuai tren</h2>
<p><strong>Herlambang Wiratraman, Direktur Pusat Kajian Hukum Hak Asasi Manusia, Universitas Airlangga</strong> </p>
<p>Pengepungan kantor LBH Jakarta merupakan persoalan yang sangat serius terkait dengan pelanggaran atas hak atas kebebasan berkumpul, mengemukakan pendapat dan berekspresi. </p>
<p>Namun, peristiwa ini tidak mengejutkan jika melihat perkembangan tiga tahun terakhir. Banyak pembubaran diskusi dengan dalih kegiatan dikaitkan dengan komunisme atau PKI. Pembubaran itu terjadi di berbagai kampus di Indonesia, seperti di Aceh, Medan, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, dan Surabaya. Dari pemantauan saya dari 49 diskusi publik yang dibubarkan sejak 2014, 37% dikaitkan dengan isu komunisme. Kasus semalam menambah daftar panjang pembubaran diskusi mengenai isu tragedi 65. </p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/hiruk-pikuk-bahaya-komunis-sampai-kapan-84658">Hiruk pikuk bahaya ‘Komunis’: sampai kapan</a></em></p>
<hr>
<p>Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanye presidennya berjanji untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus 1965. Namun, janji tersebut belum bisa diwujudkan karena kuatnya mata rantai impunitas dalam sistem politik Indonesia. Adanya tokoh-tokoh yang terlibat dalam pelanggaran HAM berat di dalam pemerintahan mengindikasikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia akan menjadi susah diselesaikan dalam konteks rezim hari ini. </p>
<p>Selain itu proses formal untuk penegakkan hukum melalui peradilan diamputasi. Investigasi Komnas HAM yang menemukan tentara bertanggung jawab terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan pada pasca-1 Oktober 1965 terhenti di Kejaksaan Agung dan pemerintah sejauh ini tidak memberikan jalan keluar untuk mengatasi terhentinya proses tersebut. </p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"909439689592991744"}"></div></p>
<h2>Pemanasan menuju 2019?</h2>
<p><strong>Dr. Najib Azca, pengajar Departemen Sosiologi dan Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian/Center for Security and Peace Studies Universitas Gadjah Mada</strong></p>
<p>Kejadian semalam bisa dibaca ada kaitannya dengan persiapan perhelatan politik 2019 dan merupakan kelanjutan dari repertoar “Aksi Bela Islam”. Ini merupakan geliat di kalangan kelompok Islam-politik yang masih cukup percaya diri pasca keberhasilan mobilisasi dalam Aksi Bela Islam.</p>
<p>Aksi kemarin bisa dianggap sebagai respons terhadap “geliat” di sisi seberang, di sisi orang-orang yang dianggap ada kaitan langsung atau pun tidak langsung dengan isu dan jejaring komunisme. Di kalangan Islam-politik, isu (anti) komunisme memang memiliki daya-pikat dan daya-gerak yang sangat kuat. </p>
<p>Di kalangan Islam-politik memang ada jejaring dan simpul yang tidak bisa diremehkan, yang memiliki kemampuan memobilisasi massa. Ini tak lepas dari pertumbuhan kelas menengah muslim secara signifikan dalam beberapa dasawarsa terakhir. Dengan “<em>framing</em>” yang tepat, kerumunan massa akan bergerak berduyun-duyun, melawan dan menentang apa yang dituding sebagai “musuh Islam”. </p>
<p>Saya kira inilah yang terjadi semalam. Dari berbagai grup sosial media yang saya ikuti, kelihatan betul bagaimana ancaman dan ketakutan itu dirawat di kalangan Islam-politik. Bahwa: “Islam di bawah ancaman”, “kekuatan komunis bangkit kembali”. Nah itu efektif sekali memantik emosi, membuat kerumunan massa bergerak kembali.</p>
<p>Bagi saya pribadi, isu kebangkitan komunisme itu mirip hantu siang bolong, ilusi yang hampa dan, bahkan, menggelikan. Tetapi ini laku keras, strategi <em>marketing</em> politik yang efektif, karena mampu menyentuh salah satu simpul saraf mobilisasi politik Islam. Efeknya dahsyat: orang rela untuk berkorban, untuk terlibat dalam suatu gerakan kolektif, demi membela dan memperjuangkan Islam</p>
<p>Isu komunisme memiliki irisan yang kuat antara gerakan Islam-politik dan tentara. Orde Baru, yang didominasi kekuatan politik Angkatan Darat, dibangun di atas pemberangusan komunisme yang oleh aktivis Islam diidentikkan dengan ateisme, sehingga konsekuensinya: komunisme harus diberangus. Nah irisan isu ini terus dirawat, dijaga hingga hari ini, dan berpotensi menjadi kekuatan mobilisasi yang dahsyat pada momen politik yang tepat.</p>
<p>Sentimen semacam ini didukung oleh tentara, khususnya kalangan tentara konservatif yang non-reformis, yang masih merindukan untuk kembali berpolitik. Lalu munculah imajinasi “koalisi hijau-hijau”: baju hijau tentara dan hijau simbol Islam.</p>
<p>Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo diduga mengolah simbolisme “hijau-hijau” ini dalam konstelasi politik sekarang—mirip yang terjadi pada saat Pilkada Jakarta (Februari 2017). Ia berselancar meniti gelombang pasang naik kelompok Islam-politik. Lawan politik Jokowi di Pilpres 2014, Prabowo Subianto, ketua umum Gerindra, juga acap dikenal sebagai sayap “tentara hijau”.</p>
<p>Jadi, dalam bacaan saya, ini terkait proses politik yang mengarah pada pertarungan politik pada tahun 2019—meski hingga saat ini lawan Jokowi belum jelas siapa, masih terus berproses. Tetapi minimal kekuatan alternatif itu sedang membangun poros, sumbu. </p>
<p>Kelompok Islam-politik secara umum saat ini kecewa berat kepada rezim pemerintahan sekarang. Muncul konstruksi di kalangan Islam-politik bahwa pemerintahan Jokowi dan Kepolisian Republik Indonesia melakukan persekusi terhadap ulama dan kelompok Islam. Ada tuduhan bahwa rezim sekarang ini anti Islam dan menjadi kekuatan yang mendukung bangkitnya komunisme. </p>
<p>Bagi mereka PKI tidak akan pernah mati, bahkan mengalami transformasi ke dalam berbagai lembaga. Salah satu yang kadang disebut sebagai “kendaraan” bagi bangkitnya PKI oleh kelompok Islam-politik adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Bahkan Jokowi pun dituduh terkait PKI oleh mereka.</p>
<p>Karena itulah ada tekanan politik besar kepada Jokowi dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menekan kelompok kiri; untuk membuktikan bahwa mereka “tidak pro-PKI”. </p>
<p>Secara tidak langsung, ini memiliki kaitan dengan kebijakan pemerintah Jokowi membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebenarnya gerakan Jokowi membubarkan HTI itu lebih merupakan kebijakan dan gerakan simbolik, karena disasar bukan HTI itu sendiri karena relatif kecil dan secara riil kurang berbahaya. </p>
<p>Namun dengan melarang kehadiran HTI Jokowi berusaha meraih dukungan dan simpati dari kalangan Islam moderat, kalangan nasionalis serta keluarga besar TNI yang bermotto “NKRI harga mati”. Memang banyak kelompok di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merasa terganggu dengan kiprah dan ulah HTI. Dalam isu ini jelas antara TNI dan NU seiring sejalan. </p>
<p>Konstelasi politik ini memang ruwet, cair, dengan pola relasi dan aliansi yang gampang berubah. Tetapi banyak kalangan yang tidak mampu melihatnya secara komprehensif.</p>
<p>Misalnya, saat pertarungan politik di Pilkada DKI, LBH Jakarta membuktikan diri sebagai lembaga yang kredibel dan imparsial yang teguh membela hak warga dan kebebasan sipil. Mereka mengritik keras kebijakan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok soal reklamasi dan penggusuran, tetapi juga membela Ahok saat dikenai pasal penistaan agama. Jadi LBH Jakarta jelas tidak bisa dikatakan sebagai representasi rezim Jokowi.</p>
<p>Tapi spektrum politik yang bernuansa semacam itu terlalu rumit bagi massa yang menggeruduk semalam; yang terbiasa melihat politik secara hitam putih. </p>
<p>Dinamika politik acap berubah cepat, bergerak licin atas dasar pergeseran kepentingan dan isu para elit, bukan atas dasar gagasan atau ide yang jernih dan kukuh. Itu tampak rumit bagi massa, apalagi yang gusar dan marah. Bagi mereka yang berwarna merah itu musuh dan ancaman politik, yang mengendap dari ingatan pedih masa lalu.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/84206/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Herlambang Wiratraman receives support from Asean University Network for Human Rights Education (AUN HRE) and Southeast Asian Human Rights Studies Network (SEAHRN).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Miko Susanto Ginting dan Najib Azca tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kami menghubungi beberapa akademisi untuk memberikan analisis mengenai pengepungan terhadap LBH Jakarta, Minggu 17 September 2017.Miko Susanto Ginting, Researcher, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)Herlambang P Wiratraman, Director at the Centre of Human Rights Law Studies, Universitas AirlanggaNajib Azca, Head of Center for Security and Peace Studies, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.