Menu Close
badak jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. KLHK

Hari Badak Sedunia: Populasinya meningkat, apa target konservasi badak jawa selanjutnya?

Sulit dipercaya, tapi ini nyata. Di Pulau Jawa yang merupakan salah satu pulau terpadat di dunia, kita masih dapat menemukan badak jawa (Rhinoceros sondaicus). Populasi satwa ini juga meningkat hingga tiga kali lipat dibanding kondisinya di tahun 1960-an.

Badak jawa pernah tersebar luas di beberapa wilayah di Asia. Namun, populasinya menyusut. Dengan punahnya individu terakhir di Vietnam, saat ini hanya Indonesia yang masih sukses menjaga kelestariannya.

Dengan peningkatan populasinya sejauh ini, apakah lantas satwa yang hobi berkubang ini sudah aman dari ancaman kepunahan? Sayangnya belum. Berdasarkan kriteria Daftar Merah Serikat Internasional Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature IUCN), badak bercula satu ini masih berstatus Kritis.

Populasi badak dilaporkan mencapai 74 individu. Namun, angka itu bukan jumlah yang besar untuk total populasi global suatu spesies. Masih ada pekerjaan yang perlu dilanjutkan agar populasi badak jawa tetap lestari dan terus meningkat.

Kerentanan dan Kerawanan

Badak Jawa adalah salah satu mamalia paling langka di dunia. Sugeng Hendratmo/WWF-ID

Populasi badak jawa yang tergolong kecil adalah bentuk kerentanan tersendiri dari suatu spesies. Pasalnya, populasi yang kecil sangat rawan terhadap insiden atau kejadian acak–kejadian yang sulit diprediksi dan dikendalikan. Misalnya proses demografis (komposisi jenis kelamin dan kelompok umur), faktor genetis, maupun bencana yang dapat menyebabkan kepunahan.

Satu kecelakaan fatal yang terjadi secara acak dapat memusnahkan keseluruhan satwa jika populasinya kecil dan kebetulan berada pada waktu dan ruang yang salah.

Resiko semacam itu akan jauh berkurang pada populasi yang besar. Sebab, meski suatu kecelakaan terjadi, kemungkinan akan adanya individu yang selamat lebih besar.

Selain faktor jumlah individu, badak jawa juga masih menghadapi kerawanan kondisi habitat dan berbagai ancaman dari manusia. Kerawanan ini berasal dari risiko kenaikan air laut akibat tsunami maupun perubahan iklim.

Habitat badak jawa yang tersisa, yakni Taman Nasional Ujung Kulon di Banten, termasuk daerah berisiko tsunami dari aktivitas vulkanis gunung api Krakatau maupun gempa tektonik.


Read more: Hari Badak Sedunia: Apa yang perlu segera dilakukan untuk selamatkan badak sumatra?


Persoalan lainnya adalah, mayoritas kawasan Ujung Kulon yang berbatasan langsung dengan laut lepas, wilayahnya cenderung terbuka dan masih bebas diakses. Kawasan ini belum bisa disebut steril dari kegiatan illegal yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mengancam keselamatan badak dan satwa lain di dalamnya.

Tidak sedikit nelayan yang terkadang menggunakan wilayah taman nasional untuk mencari ikan atau berteduh dari badai. Di sisi lain ada juga lokasi yang dianggap keramat dan menjadi tempat ziarah warga yang datang dari berbagai daerah.

Badak di Ujung Kulon juga cukup rentan dengan kemunculan dan tersebarnya wabah penyakit. Wabah dapat disebarkan oleh pengunjung, hewan ternak, atau hewan piaraan yang hidup di wilayah sekitar.

Adapun beberapa jenis penyakit yang tercatat ada di wilayah barat Pulau Jawa dan berpotensi menjangkit pada badak adalah Septicemia epizootica (penyakit ngorok), antraks (penyakit sapi gila), dan surra (infeksi darah). Beberapa penyakit tersebut bahkan sudah dilaporkan masuk wilayah habitat badak jawa.

Lima langkah kunci menuju titik aman

Salah satu regu dari 105 relawan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) bertolak dari Pulau Peucang menuju pedalaman Ujung Kulon untuk melakukan sensus badak jawa. Asep Fathulrahman/Antara

Setidaknya, ada lima pekerjaan rumah yang perlu dilakukan untuk membawa populasi badak jawa lebih jauh dari jurang kepunahan. Sebagian dari pekerjaan tersebut telah lama dan masih terus dikerjakan di lapangan oleh tim Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan mitra. Sebagian lain harapannya dapat diperkuat dan ditingkatkan, dan beberapa yang tampak terhenti perlu diaktifkan.

Pertama adalah memastikan perlindungan yang lebih ketat dari ancaman perburuan.

Kedua, melakukan pemantauan tanpa henti, pencegahan dan penanganan penyakit dan substansi berbahaya lainnya. Manusia, ternak, maupun sumber-sumber lain dapat menjadi penyebab atau perantara penyebaran yang perlu diwaspadai.

Ketiga, peningkatan daya dukung habitat yang memungkinkan badak terus berkembang biak. Salah satunya adalah pemantauan dan pengendalian invasive alien species (IAS) seperti program pengendalian tanaman langkap (Arenga obtusifolia).

Tumbuhan ini dianggap terlalu invasif. Di Ujung Kulon, sebaran tanaman langkap amat cepat dan meluas sehingga dipercaya telah mengambil alih areal habitat atau rumpang tempat tumbuhnya beragam pakan favorit badak, misalnya putat (Planchhonia valida), kijahe (Cronton auypelas), kililin (Podocarpus amara).

Dengan habitat yang lebih luas dan berkualitas, diharapkan laju kelahiran anak badak dan laju kesintasan (survival rate)-nya dapat ditingkatkan secara signifikan.

Keseimbangan demografi dan perbaikan kualitas genetik badak di tingkat individu maupun populasi perlu terus dilakukan. Hal itu salah satunya dapat dicapai melalui strategi pengelolaan habitat yang berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengelolaan habitat semestinya disinkronkan dengan strategi lainnya termasuk berbagai upaya pemantauan pada tingkat individu.


Read more: Mengapa satwa langka rentan punah? Begini kata genetika


Pekerjaan rumah keempat untuk melestarikan badak adalah menyiapkan perluasan dan tambahan habitat di Ujung Kulon maupun di wilayah lain secara memadai.

Beberapa pihak pernah mewacanakan pengembangan dan pengayaan habitat badak ke wilayah lain seperti di Gunung Honje, Gunung Payung bahkan Pulau Panaitan perlu dijajaki dan dikaji secara serius. Proses pengambilan keputusan seputar rencana ini seharusnya lebih sederhana karena seluruh daerah tersebut masih di dalam Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Di luar kawasan TNUK, beberapa wilayah seperti Suaka Margasatwa Cikepuh di Sukabumi, Jawa Barat, juga pernah disurvei untuk kemungkinan pengembangan habitat dan populasi kedua. Proses yang sempat gencar beberapa tahun lalu ini perlu dilanjutkan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mutakhir.

Langkah kelima adalah pemantauan populasi dan studi ekologi dan sosial yang menyeluruh, mendalam dan terintegrasi. Masih banyak hal yang perlu diungkap, misalnya mengenai populasi dan ekologi badak jawa, interaksinya dengan jenis satwa lain baik sebagai kompetitor maupun fasilitator.

Selama ini, aspek interaksi antar-species masih minim perhatian dalam studi dan pengelolaan populasi badak, yang merupakan bagian dari komunitas satwa di ekosistem hutan dataran rendah Ujung Kulon.

Hal lain yang perlu diketahui adalah terkait dinamika habitat. Ini bisa terkait ekosistem hutan yang secara alami akan mengarah pada kondisi vegetasi klimaks. Artinya, vegetasi hutan sudah mencapai kondisi stabil dalam waktu yang panjang.

Kondisi semacam itu di satu sisi sangat diperlukan untuk konservasi keanekaragaman hayati secara umum. Namun di lain sisi lain, hutan klimaks dapat mengurangi ketersediaan tumbuhan pakan badak yang berada di strata bawah. Karena itu, diperlukan pemantauan yang intens dan kepiawaian pengelola dalam menyeimbangkan berbagai tujuan pengelolaan biodiversitas.

Pengelolaan yang berbasis keilmuan diperlukan

Seluruh upaya pelestarian badak di atas akan lebih efektif dan terukur jika dilakukan berbasis proses-proses dan fakta ilmiah. Semua informasi terbaik yang tersedia harus menjadi acuan dalam menentukan setiap tindakan.

Untuk hal-hal yang belum sepenuhnya diketahui, tindakan pengelolaan dapat dilakukan dalam konteks uji coba atau semacam uji hipotesis. Pelaksanaannya harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Pengamatan dan pencatatan proses, hasil, maupun dampak dari strategi pelestarian badak jawa harus dilakukan dengan teliti. Catatan tersebut menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan strategi pengelolaan selanjutnya.

Selain oleh pemerintah, strategi dan berbagai upaya penyelamatan badak jawa perlu melibatkan dan mendapatkan dukungan masyarakat serta mitra-mitra kunci pemerintah.

Badak adalah spesies yang mendapat perhatian luas, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Namun, perhatian dan kepedulian semacam itu perlu dikelola agar menjadi pendorong dan kekuatan untuk upaya pemulihan. Sebab, perhatian juga dapat menjadi faktor risiko bahkan kendala bagi pengelola dan pihak-pihak yang ingin mengambil inisiatif dan tindakan cepat yang di mata awam bisa jadi tidak populer atau tampak kontroversial.

Artikel ini merupakan seri kedua dari edisi khusus Hari Badak Sedunia

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now