tag:theconversation.com,2011:/id/topics/bencana-alam-43141/articlesBencana alam – The Conversation2023-02-17T07:22:41Ztag:theconversation.com,2011:article/2001712023-02-17T07:22:41Z2023-02-17T07:22:41ZKrisis sekunder setelah gempa bumi Turki-Suriah kini menjadi ancaman terbesar bagi nyawa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/510812/original/file-20230217-2564-farfoi.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Orang-orang menghangatkan diri di depan api di depan bangunan yang hancur akibat gempa di Kahramanmaras, Turki. </span> <span class="attribution"><span class="source">Petros Giannakouris/AP/AAP</span></span></figcaption></figure><p>Korban tewas akibat gempa bumi Turki dan Suriah terus meningkat, dengan <a href="https://www.reuters.com/world/middle-east/survivors-ever-fewer-earthquake-rubble-turkey-syria%20-2023-02-12/">lebih dari 37.000</a> nyawa hilang. Jumlah yang mengejutkan ini kemungkinan akan bertambah lebih tinggi dalam beberapa hari mendatang karena puing-puing dibersihkan. Bencana tersebut sekarang termasuk dalam lima besar <a href="https://www.usatoday.com/story/graphics/2023/02/10/earthquake-turkey-syria-deaths/11210641002/">gempa bumi paling mematikan</a> secara global dalam dua dekade terakhir.</p>
<p>Sebagian besar fokus berpusat pada hilangnya nyawa yang sangat besar segera setelah gempa bumi. Tapi banyak nyawa masih akan terancam pada bulan-bulan mendatang. Meski <a href="https://doi.org/10.1007/s13753-019-00237-x">sulit dilacak</a>, kita mengetahui dari kasus lain bahwa jumlah korban tewas meningkat karena kurangnya perawatan medis yang memadai, air bersih, dan tempat berlindung setelah bencana.</p>
<p>Krisis sekunder ini juga bisa berdampak parah, seperti yang ditunjukkan oleh bencana masa lalu di seluruh dunia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/gempa-turki-suriah-ahli-gempa-bumi-jelaskan-apa-yang-baru-saja-terjadi-199399">Gempa Turki-Suriah: ahli gempa bumi jelaskan apa yang baru saja terjadi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Jumlah kematian bisa melonjak setelah bencana terjadi</h2>
<p>Di Puerto Rico setelah Badai Maria pada 2017, jumlah korban jiwa sesaat setelah badai dari 64 kematian <a href="https://www.theguardian.com/world/2018/aug/28/hurricane-maria-new-death-toll-estimate-is-close-to-3000">bertambah menjadi hampir 3.000</a> dalam enam bulan berikutnya. Peningkatan tragis ini terjadi karena memburuknya kondisi kesehatan yang didorong oleh hilangnya infrastruktur dan layanan dasar.</p>
<p>Di Suriah barat laut, konflik yang berlangsung lebih dari satu dekade telah menyebabkan infrastruktur compang-camping. <a href="https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2017/07/18/the-visible-impacts-of-the-syrian-war-may-only-be-the-tip-of-the-iceberg">Perkiraan Bank Dunia pada 2017</a> bahwa lebih dari sepertiga stok perumahan Suriah telah rusak atau hancur akibat konflik.</p>
<p>Sebagai suatu tanda kondisi genting bangunan sebelum gempa bumi, sebuah <a href="https://www.abc.net.au/news/2023-01-22/syrian-building-collapse-aleppo-16-people-dead/101880890">bangunan lima lantai runtuh bulan lalu</a>, menewaskan 16 orang. Banyak bangunan yang rusak akibat ledakan menambah risiko kecelakaan karena gempa membuat bangunan tersebut semakin tidak stabil.</p>
<p>Gempa bumi ini juga datang di tengah <a href="https://reliefweb.int/disaster/ep-2022-000310-syr">wabah kolera</a>. Penyakit itu sudah menyerang beberapa bagian Suriah, tapi hanya mendapat sedikit perhatian.</p>
<p>Setelah gempa bumi Haiti 2010, <a href="https://www.gtfcc.org/news/cholera-surveillance-in-haiti/">wabah kolera yang dibawa oleh pekerja kemanusiaan</a> membutuhkan waktu hampir satu dekade untuk diberantas. Ada lebih dari 820.000 kasus dan hampir 10.000 nyawa hilang.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/gempa-di-turki-dan-suriah-bagaimana-satelit-dapat-membantu-upaya-penyelamatan-199777">Gempa di Turki dan Suriah: bagaimana satelit dapat membantu upaya penyelamatan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Gempa minggu lalu juga terjadi di tengah musim dingin. Banyak keluarga pengungsi yang menggigil kedinginan setelah kehilangan rumah mereka. Suhu di Kahramanmaraş – pusat gempa <a href="https://theconversation.com/turkey-syria-earthquakes-a-seismologist-explains-what-has-happened-199340">gempa bermagnitudo 7,8</a> – dan di seluruh wilayah yang terkena dampak gempa turun ke -5°C pada malam hari.</p>
<p>Mendirikan tempat berlindung yang memadai untuk melindungi orang dari hawa dingin harus menjadi fokus utama dari respons kemanusiaan yang sedang berlangsung.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1623689222593937408"}"></div></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-gempa-susulan-terus-terjadi-di-turki-dan-suriah-199684">Mengapa gempa susulan terus terjadi di Turki dan Suriah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Warga Suriah mengandalkan bantuan</h2>
<p>Situasi di Suriah sudah mengerikan sebelum gempa. Di barat laut Suriah, <a href="https://www.unocha.org/story/todays-top-news-t%C3%BCrkiye-and-syria-ukraine">90% dari 4,6 juta orang</a> yang tinggal di sana sudah mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.</p>
<p>Akses kemanusiaan ke barat laut Suriah tetap <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2023/02/08/northwestern-syria-needs-humanitarian-assistance-getting-it-there-must-be-a-priority/">rumit</a>. Hanya ada satu penyeberangan perbatasan bantuan, di Bab al-Hawa, di bawah pengawasan Dewan Keamanan PBB. Sebagai tanda sulitnya mengakses wilayah yang dikuasai oposisi di Suriah, hanya <a href="https://reliefweb.int/report/syrian-arab-republic/north-west-syria-situation-report-11-february%20-2023-enar">dua pengiriman bantuan</a> yang berhasil lewat dari Turki dalam sepekan terakhir.</p>
<p>Ketua bantuan PBB <a href="https://www.un.org/sg/en/content/profiles/martin-griffiths-0">Martin Griffiths</a> <a href="https://twitter.com/UNReliefChief/status/1624701773557469184">mengakui lembaganya kewalahan</a> untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan:</p>
<blockquote>
<p>Sejauh ini kami telah mengecewakan orang-orang di Suriah barat laut. Mereka benar-benar merasa ditinggalkan. Mencari bantuan internasional yang belum sampai.</p>
</blockquote>
<p>Selama akhir pekan, Amerika Serikat menyetujui <a href="https://www.theguardian.com/world/2023/feb/10/us-syria-sanctions-exemption-earthquake-relief">pembebasan sanksi selama 180 hari</a> untuk bantuan bencana ke Suriah. Keputusan ini membuka jalur alternatif untuk pengiriman bantuan ke daerah-daerah yang dikuasai oposisi. </p>
<p>Pemerintah Suriah menyerukan agar semua bantuan kemanusiaan dikirim melalui pemerintah. Namun seruan ini sarat masalah mengingat sejumlah kasus <a href="https://www.hrw.org/report/2019/06/28/rigging-system%20/government-policies-co-opt-aid-and-reconstruction-funding-syria">pengalihan bantuan</a> selama dekade terakhir.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/turkey-syria-earthquake-assad-blames-west-as-agencies-struggle-to-get-aid-to-his-desperate-people-199691">Turkey-Syria earthquake: Assad blames west as agencies struggle to get aid to his desperate people</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Jalan panjang menuju pemulihan</h2>
<p>Saat operasi penyelamatan berlangsung hingga minggu kedua, masyarakat sudah melihat ke arah pemulihan. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan <a href="https://www.bloomberg.com/news/articles/2023-02-08/erdogan-vows-building-blitz-to-renew-quake-hit-areas-within-year">berjanji untuk membangun kembali daerah</a> terkena gempa bumi dalam waktu setahun. Masyarakat Suriah menghadapi tantangan tambahan untuk membangun kembali dari konflik.</p>
<p>Pelajaran dari bencana serupa mengajarkan kepada kita bahwa masyarakat yang terkena dampak baru saja memulai perjalanan panjang menuju pemulihan dan pembangunan kembali.</p>
<p>Seperti yang diperjelas oleh tantangan terus-menerus dari akses kemanusiaan, penting bagi organisasi lokal yang bekerja di Suriah barat laut untuk menjadi pusat respons. Bulan Sabit Merah Suriah, Pertahanan Sipil Suriah (<em>White Helmet</em>, Helm Putih) dan organisasi lokal lainnya telah berperan penting selama konflik dekade terakhir. Peran mereka tidak diragukan lagi akan penting dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.</p>
<p>Gempa bumi baru-baru ini menawarkan kesempatan untuk <a href="https://theconversation.com/turkey-syria-earthquake-how-disaster-diplomacy-can-bring-warring-countries-together-to-save-lives-%20199329">menerobos penghalang politik</a> yang menghambat pembangunan kembali di Suriah. Namun, kerentanan mendasar yang memperparah bencana ini tidak akan terselesaikan dengan cepat. Ini sangat tertanam dalam sistem sosial dan politik di Suriah dan Turki.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/turkey-syria-earthquake-how-disaster-diplomacy-can-bring-warring-countries-together-to-save-lives-199329">Turkey-Syria earthquake: how disaster diplomacy can bring warring countries together to save lives</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Apa yang dapat Anda lakukan untuk membantu?</h2>
<p>Mungkin tergoda untuk menyumbangkan barang, tapi pertimbangkan <a href="https://www.theguardian.com/world/2023/feb/08/turkey-and-syria-earthquake-how-and-where-to-donate%20-in-australia-to-help-the-victims">memberikan uang</a> untuk mendukung upaya kemanusiaan, alih-alih mengirimkan barang fisik. Uang tunai memungkinkan organisasi kemanusiaan untuk beradaptasi dengan kebutuhan yang berubah dengan cepat, sekaligus memberikan keleluasaan kepada rumah tangga untuk memutuskan prioritas mereka sendiri.</p>
<p><a href="https://crisisrelief.un.org/t/syria-cross-border">Dana Kemanusiaan Lintas Batas Suriah (Syria Cross-Border Humanitarian Fund)</a> memungkinkan mitra kemanusiaan, khususnya organisasi Suriah di lapangan, untuk mengakses beberapa daerah yang paling sulit dijangkau akibat terkena bencana ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200171/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Aaron Opdyke consults for the Global Shelter Cluster on disaster recovery.</span></em></p>Mendirikan tempat berlindung yang memadai untuk melindungi orang dari hawa dingin harus menjadi fokus utama dari respons kemanusiaan yang sedang berlangsung.Aaron Opdyke, Senior Lecturer in Humanitarian Engineering, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1992792023-02-14T03:54:48Z2023-02-14T03:54:48ZGempa Maluku: bagaimana gempa bumi bisa memicu terjadinya tsunami<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/508206/original/file-20230205-31-5mo9sj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Google Maps</span></span></figcaption></figure><p>Kita hidup di planet yang aktif dengan permukaan yang terus bergerak. Ini hampir tidak terlihat, hingga gempa kemudian terjadi.</p>
<p>Pada bulan Januari tahun ini, peristiwa seperti ini terjadi di laut utara Kepulauan Indonesia, di mana gempa kuat (berkekuatan 7,6 Skala Richter) <a href="https://www.abc.net.au/news/2023%20-01-10/nt-earthquake-indonesia-darwin/101839192">mengguncang wilayah tersebut</a> hingga terasa sampai di Darwin, Australia.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1612517725745860608"}"></div></p>
<p>Biro Meteorologi Australia mengatakan bahwa tidak ada peringatan tsunami untuk Australia, sementara beberapa bagian di Indonesia berada dalam mode waspada dan tunggu. Namun, apa yang menyebabkan tsunami akan terjadi?</p>
<h2>Batu gerinda</h2>
<p><a href="https://www.lyellcollection.org/doi/full/10.1144/SP470-2019-58">Tujuh puluh tahun yang lalu</a>, planet kita dianggap tegar dan hanya berubah karena pelengkungan dan peningkatan bentang alam.</p>
<p>Namun, dengan kemajuan teknologi di tahun 1950-an, sonar mulai digunakan untuk memetakan dasar laut. <a href="https://oceanexplorer.noaa.gov/technology/magnetometer/magnetometer.html">Mengukur sifat magnetik</a> dasar laut juga dapat dilakukan.</p>
<p>Akibatnya, kita mengetahui bahwa dasar samudra terbelah di pegunungan bawah laut yang dikenal sebagai <a href="https://oceanexplorer.noaa.gov/facts/mid-ocean-ridge.html">pegunungan di tengah samudra</a>.</p>
<p>Selain itu, <a href="https://www.britannica.com/science/oceanic-crust">kerak samudra</a> (bagian dari kerak bumi yang mendasari cekungan samudra) hilang di sekitar tepi sebagian besar benua. Bagian itu kembali jauh ke dalam mantel Bumi – lapisan tebal batuan semi-cair di bawah kerak permukaan Bumi.</p>
<p>Hal ini terjadi pada apa yang dikenal sebagai “zona subduksi.” Zona subduksi adalah parit samudera yang dalam di mana satu lempeng tektonik menyelam di bawah lempeng lain. Saat bebatuan perlahan-lahan menggiling satu sama lain, saat gempa bumi terjadi.</p>
<h2>Sumber tsunami</h2>
<p>Lalu mengapa beberapa gempa bumi menghasilkan tsunami yang mematikan dan yang lainnya tidak?</p>
<p>Lempeng tektonik Bumi bergerak melintasi permukaan planet dengan kecepatan rata-rata sekitar 10 cm per tahun. Kecepatan ini awalnya diperkirakan berdasarkan perubahan sifat magnetik dasar laut, tetapi saat ini telah diukur oleh satelit di luar angkasa.</p>
<p>Kerak Bumi yang keras dan gesekan yang kuat saat lempeng tektonik bersentuhan satu sama lain menyebabkan proses pergerakan ini tidak mulus.</p>
<p>Saat mereka bergerak, gesekan ini membangun tekanan pada batuan, yang sesekali dilepaskan dalam bentuk gempa bumi. Di beberapa tempat, gempa bumi hanya terjadi sesekali tetapi sangat kuat, sementara di tempat lain terjadi lebih sering dan lebih lemah.</p>
<p>Namun, gempa bumi juga sangat bervariasi dalam hal seberapa <em>dalam</em> dihasilkan di bawah permukaan. Ini karena zona subduksi berlanjut jauh ke dalam mantel. Batuan tetap berada dalam kondisi dingin dan kaku selama ratusan kilometer sebelum menjadi cukup panas dari panas internal planet untuk menjadi lunak.</p>
<p>Inilah alasan utama beberapa gempa bumi menghasilkan tsunami dan yang lainnya tidak. Gempa zona subduksi dangkal sebenarnya menggusur dasar laut – baik ke atas maupun ke bawah – dan lautan di atasnya.</p>
<p>Pada <a href="https://www.ncei.noaa.gov/news/day-2011-japan-earthquake-and-tsunami">gempa Tohoku 2011</a> di Jepang, yang terletak di kedalaman 24 km dan berkekuatan 9,1 Skala Richter, ini terjadi dengan dampak yang menghancurkan. Gempa tunggal ini menggerakkan kerak bumi sejauh 26 meter dalam hitungan detik dan mengangkat samudra, yang akhirnya mengirimkan gelombang tsunami yang menerjang tepat melintasi Samudra Pasifik.</p>
<p>Sementara itu, gempa Maluku bermagnitudo 7,6 yang terjadi bulan Januari lalu di perairan Indonesia tidak begitu kuat dan terjadi <a href="https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eventpage/us7000j36j/executive">pada kedalaman 105km</a>. Pada kedalaman ini, energi dan pergerakan yang terkait dari gempa bumi tersebar menjadi sejuta rekahan kecil pada bebatuan di atasnya.</p>
<p>Energi tersebut juga harus melewati irisan mantel semi-cair. Dengan demikian, ekspresi permukaan gempa melemah secara signifikan. Ini tidak menghasilkan gelombang laut, atau jika menghasilkan, hanya gelombang kecil.</p>
<p>Karena lempeng Bumi bergerak dengan kecepatan yang relatif konstan dan kita memiliki catatan aktivitas gempa bumi untuk bagian tertentu dari kerak Bumi dalam bentuk catatan geologis, kita dapat memperkirakan secara kasar seberapa sering gempa bumi akan terjadi di lokasi yang luas.</p>
<p>Sayangnya, kita belum memiliki teknologi untuk dapat memprediksi dengan tepat kapan atau di mana gempa akan terjadi. Yang bisa kita lakukan adalah mengidentifikasi daerah yang berisiko dan membangun infrastruktur tahan gempa di daerah rawan untuk mencegah kerusakan dan korban jiwa.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/199279/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Martin Van Kranendonk menerima dana dari Australian Research Council.</span></em></p>Gempa bumi yang berasal dari bawah laut seringkali disertai dengan peringatan tsunami. Inilah yang menentukan risiko tsunami.Martin Van Kranendonk, Professor and Director of the Australian Centre for Astrobiology, UNSW SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1977022023-01-13T04:17:41Z2023-01-13T04:17:41ZPenyelamatan hewan sering terlupakan ketika bencana, bagaimana langkah yang benar?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/504179/original/file-20230112-26-n1ijnx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">(Pxhere)</span> </figcaption></figure><p>Manusia memiliki insting untuk menjauh dari bahaya. Kita biasanya <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/8755293019899958">langsung keluar dari rumah ketika terjadi gempa</a> atau <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2590061720300508">mencari tempat tinggi</a> saat muncul peringatan tsunami. Kepanikan merupakan hal yang umum pada saat terjadi bencana.</p>
<p>Kepanikan ini juga terjadi pada hewan. Banyak hewan – terutama hewan ternak – tidak bisa mengikuti insting mereka untuk menyelamatkan diri karena kerap terkunci di kandang. </p>
<p>Sayangnya, <a href="https://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/bhl.v6n2.1/pdf">nasib hewan tak terlalu diperhatikan</a> dalam sistem penanggulangan bencana nasional yang diatur dalam <a href="https://bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf">Undang-Undang No. 24 Tahun 2007.</a> Sistem ini dibuat untuk melindungi kepentingan manusia sebagai korban bencana. Pada Pasal 48 disebutkan, salah satu penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat adalah penyelamatan dan evakuasi masyarakat.</p>
<p>Akibatnya, pada saat gempa di Cianjur, Jawa Barat, akhir November 2022, <a href="https://www.detik.com/jabar/berita/d-6434794/seribuan-hewan-ternak-ikut-terdampak-gempa-cianjur">ribuan sapi potong terkena dampak.</a> Banjir di Pati, Jawa Tengah, awal Desember 2022 juga <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/selain-korban-jiwa-banjir-di-pati-juga-sebabkan-sejumlah-hewan-ternak-mati.html">menyebabkan banyak ternak mati.</a> Hal serupa juga terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah, awal Maret 2022, yang membuat <a href="https://bnpb.go.id/berita/-update-banjir-bandang-banggai-178-hewan-ternak-mati">178 ternak mati diterjang banjir.</a></p>
<p>Banjir bandang juga menewaskan banyak ternak <a href="https://bali.antaranews.com/berita/224224/belasan-hewan-ternak-mati-dan-tiga-rumah-rusak-akibat-banjir-bandang-di-jembrana">di Jembrana, Bali</a> dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211106133040-20-717504/kerusakan-banjir-bandang-batu-ratusan-ternak-mati-35-rumah-rusak">Batu, Jawa Timur.</a> Beberapa lokasi sentra ternak di Indonesia memiliki risiko terkena dampak letusan gunung, seperti <a href="http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/view/959">sentra ternak di kawasan DI Yogyakarta</a> berisiko mendapat dampak dari erupsi Gunung Merapi. </p>
<p>Perhatian yang tak memadai pada keselamatan hewan saat bencana akan merugikan masyarakat, terutama peternak kecil yang tergolong kelompok rentan. Misalnya, kematian atau kekurangan pakan yang dialami ternak akan mengganggu pasokan dan menaikkan harga bahan pangan asal ternak.</p>
<p>Penyelamatan dan evakuasi ternak tidak hanya menyelamatkan nyawa hewan, tetapi juga menyelamatkan ekonomi peternak. Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus mengetahui langkah penyelamatan hewan yang tepat kala bencana melanda.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/504180/original/file-20230112-52283-hsz8wv.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/504180/original/file-20230112-52283-hsz8wv.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/504180/original/file-20230112-52283-hsz8wv.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/504180/original/file-20230112-52283-hsz8wv.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/504180/original/file-20230112-52283-hsz8wv.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/504180/original/file-20230112-52283-hsz8wv.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/504180/original/file-20230112-52283-hsz8wv.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Simulasi evakuasi hewan ternak di Boyolali, Jawa Tengah.</span>
<span class="attribution"><span class="source">BNPB</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>1) Evakuasi</h2>
<p>Langkah pertama adalah evakuasi ternak dengan <a href="https://training.fema.gov/emiweb/downloads/is10_a-8.pdf">risiko kematian tertinggi,</a> khususnya ternak besar seperti sapi dan kerbau yang paling dekat dengan pusat bencana. Peran manusia sangat penting dalam proses evakuasi ini karena sebagian besar peternak memelihara ternaknya di kandang. Akibatnya, ternak tidak bisa menyelamatkan diri dan tidak mengetahui rute menuju lokasi aman. </p>
<p><a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5310">Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan</a> menyebutkan, evakuasi dilakukan pada hewan sehat ataupun hewan sakit yang masih berpeluang sembuh.</p>
<p><a href="https://training.fema.gov/emiweb/downloads/is10_a-8.pdf">Pertimbangan penting lainnya adalah alat transportasi dan rute evakuasi.</a> Ternak besar membutuhkan kendaraan khusus untuk menjauhkan mereka dari bencana. Perencanaan rute evakuasi ternak juga penting karena jaringan jalan sebagian besar terganggu ketika dan setelah bencana. <a href="https://extension.colostate.edu/topic-areas/agriculture/caring-for-livestock-during-disaster-1-815/">Rute perjalanan</a> harus aman dan tidak mengganggu evakuasi manusia.</p>
<h2>2) Penampungan</h2>
<p>Setelah proses evakuasi selesai, tempatkan ternak di tempat penampungan atau tempat evakuasi yang aman. Tempat penampungan harus jauh dari pusat bencana dan bebas dari potensi gempa susulan, abu panas, banjir atau bencana alam lainnya. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/504175/original/file-20230112-43582-sdecit.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/504175/original/file-20230112-43582-sdecit.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=302&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/504175/original/file-20230112-43582-sdecit.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=302&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/504175/original/file-20230112-43582-sdecit.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=302&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/504175/original/file-20230112-43582-sdecit.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=379&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/504175/original/file-20230112-43582-sdecit.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=379&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/504175/original/file-20230112-43582-sdecit.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=379&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemeriksaan penyakit mulut dan kuku sapi di Aceh.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Antara</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kandang penampungan ini adalah tempat bagi ternak untuk meminimalkan stres setelah evakuasi. Untuk menjamin keselamatan manusia dan ternak, lokasi tenda evakuasi manusia harus jauh dari kandang penampungan ternak untuk mencegah penularan penyakit dari ternak ke manusia.</p>
<p>Petugas kesehatan hewan dapat memainkan perannya di kandang penampungan. Kondisi setiap ternak harus diperhatikan. <a href="https://prfmnews.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-135913603/banyak-hewan-ternak-alami-luka-dan-stres-akibat-gempa-cianjur?page=2">Beberapa ternak</a> kemungkinan besar terluka dan cedera saat terjadi bencana, sehingga ternak tersebut <a href="https://www.fao.org/3/cc0068en/cc0068en.pdf">membutuhkan perawatan medis segera.</a> Sementara, untuk hewan peliharaan, <a href="https://www.vice.com/id/article/93w73v/metode-evakuasi-binatang-saat-bencana-alam-di-indonesia">relawan selama ini menjadi ujung tombak dalam penyelamatan.</a></p>
<p><a href="https://faperta.uniska-bjm.ac.id/mitigasi-dan-penanganan-ternak-dalam-kondisi-bencana-alam/">Kebutuhan dasar dan kesejahteraan ternak</a> harus dipenuhi di kandang penampungan. Ruminansia (sapi, kerbau, domba dan kambing) membutuhkan pakan untuk menjaga kondisi fisiknya. Mereka membutuhkan hijauan sebanyak sepuluh persen dari berat badannya setiap hari. Sedangkan unggas (ayam dan bebek) membutuhkan biji-bijian sebagai pakan utama mereka.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ini-5-tantangan-indonesia-memangkas-emisi-sektor-peternakan-193305">Ini 5 tantangan Indonesia memangkas emisi sektor peternakan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>3) Akses pakan</h2>
<p>Ketika evakuasi ternak tidak memungkinkan, ternak hidup yang tertinggal di pusat bencana harus dipastikan memiliki akses pada pakan sebagai kebutuhan pokoknya. Jika memungkinkan, pakan dan air bersih dapat dibawa dari area aman ke posisi ternak yang tertinggal di pusat bencana.</p>
<p>Keputusan untuk meninggalkan ternak hidup di pusat bencana harus didasarkan pada beberapa faktor, seperti kestabilan kandang, ketersediaan pakan, resiko gempa susulan dan kemungkinan puing bangunan yang membahayakan ternak. Sementara, ternak yang mati karena tidak terselamatkan pada evakuasi <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5310">harus dikubur dan dibakar.</a></p>
<p>Upaya lain yang tak kalah penting adalah bagaimana peternak bisa kembali memelihara ternaknya setelah tanggap darurat berlalu. Oleh karena itu, bantuan juga perlu diberikan kepada peternak untuk membangun kembali kandang, menambah pasokan kebutuhan pakan, dan bantuan finansial untuk memulai kembali usaha ternak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197702/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mohammad Ikhsan Shiddieqy tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penyelamatan dan evakuasi ternak tidak hanya menyelamatkan nyawa hewan, tetapi juga menyelamatkan ekonomi peternak.Mohammad Ikhsan Shiddieqy, Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1940862022-11-08T03:49:15Z2022-11-08T03:49:15ZKerugian dan kerusakan: Siapa yang bertanggung jawab atas derita krisis iklim negara miskin? Bagaimana ganti ruginya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/493793/original/file-20221107-25-y3kcrh.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banjir ekstrem di Pakistan pada 2022 berdampak pada 33 juta orang.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/news-photo/residents-use-a-raft-to-move-along-a-waterlogged-street-in-news-photo/1242590163">Akram Shahid/AFP via Getty Images</a></span></figcaption></figure><p>Anda mungkin mendengar istilah <em>loss and damage</em> (kerugian dan kerusakan) dalam beberapa pekan ke depan saat para pemimpin dunia berkumpul dalam Konferensi Iklim Perserikatan Bangsa Bangsa (COP27) di Sharm el Sheikh, Mesir.</p>
<p>Istilah di atas terkait dengan ongkos ekonomi maupun fisik yang ditanggung negara berkembang dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Banyak negara yang sangat rentan tapi justru berkontribusi sangat kecil terhadap perubahan iklim. Mereka juga yang menderita akibat gelombang panas ekstrem, banjir, ataupun bencana terkait iklim lainnya.</p>
<p>Nah, negara-negara ini menuntut negara kaya untuk menanggung ganti kerugian tersebut. Sebab, secara historis, <a href="https://ourworldindata.org/co2-emissions">negara-negara maju merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar</a>.</p>
<p>Contohnya di Pakistan, tempat <a href="https://theconversation.com/2022s-supercharged-summer-of-climate-extremes-how-global-warming-and-la-nina-fueled-disasters-on-top-of-disasters-190546">curah hujan ekstrem</a> di tengah <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-022-02813-6">mencairnya gletser karena gelombang panas</a> mengakibatkan banjir besar merendam sepertiga negara itu pada beberapa bulan lalu.</p>
<p>Banjir tersebut mengakibatkan lahan-lahan pertanian Pakistan menjadi danau, sehingga warga setempat kehilangan sumber penghasilan selama berpekan-pekan. <a href="https://reliefweb.int/report/pakistan/pakistan-monsoon-floods-2022-islamic-relief-pakistan-12-october-2022">Lebih dari 1.700 orang meninggal karena banjir</a>. Jutaan warga yang kehilangan rumah dan kehidupan. Banjir juga merusak 1,6 juta hektare lahan pertanian, termasuk juga peternakan. Ini belum terhitung dampak kesehatannya seperti <a href="https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2022-DON413">lonjakan kasus malaria di tengah-tengah permukiman warga</a>.</p>
<p>Derita berlipat tersebut amat berkebalikan dengan kontribusi emisi gas rumah kaca Pakistan yang hanya satu persen di tingkat global. </p>
<p>Inilah yang terjadi. Karena tidak bisa dikurung oleh batas negara, emisi yang terlepas dari manapun akan membebani iklim global. Iklim yang menghangat akan membuat hujan lebih intensif, dan studi menyatakan perubahan iklim <a href="https://www.worldweatherattribution.org/climate-change-likely-increased-extreme-monsoon-rainfall-flooding-highly-vulnerable-communities-in-pakistan/">meningkatkan intensitas hujan di Pakistan hingga 50%</a>.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/492878/original/file-20221101-26784-xmat9f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Seorang pria duduk di bangku di luar pintu juga rumahnya, dikelilingi oleh air banjir sampai ke tulang keringnya." src="https://images.theconversation.com/files/492878/original/file-20221101-26784-xmat9f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/492878/original/file-20221101-26784-xmat9f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/492878/original/file-20221101-26784-xmat9f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/492878/original/file-20221101-26784-xmat9f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/492878/original/file-20221101-26784-xmat9f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/492878/original/file-20221101-26784-xmat9f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/492878/original/file-20221101-26784-xmat9f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Banyak dari jutaan orang yang terkena dampak banjir 2022 di Pakistan sudah hidup dalam kemiskinan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/news-photo/abdul-rahim-is-photographed-outside-his-flooded-house-on-news-photo/587483798">Gideon Mendel For Action Aid/ In Pictures/Corbis via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pembayaran kompensasi kerugian dan kerusakan merupakan <a href="https://climateanalytics.org/briefings/loss-and-damage/">isu yang terus-menerus dibahas</a> dalam konferensi iklim PBB <a href="https://unfccc.int/process/the-convention/history-of-the-convention#Climate-Change-in-context">sejak 1995</a>. Meski demikian, belum ada kemajuan berarti untuk isu ini, termasuk soal mekanisme finansial pembayaran kompensasi yang disepakati negara-negara.</p>
<p>Karena itulah, banyak negara berkembang yang menaruh harapan dalam COP27 sebagai momen krusial untuk <a href="https://www.carbonbrief.org/cop27-why-is-addressing-loss-and-damage-crucial-for-climate-justice/">menyepakati mekanisme formal pembayaran kompensasi atas kerugian dan kerusakan.</a>.</p>
<h2>Konferensi iklim Afrika</h2>
<p>Karena Mesir menjadi tuan rumah COP27, tidak mengejutkan bahwa isu kerugian dan kerusakan akan menjadi sorotan utama.</p>
<p>Data berbicara bahwa negara-negara Afrika <a href="https://ourworldindata.org/contributed-most-global-co2">melepaskan emisi yang terendah dibandingkan kawasan lainnya di dunia</a>. Benua tersebut juga menjadi tempat <a href="https://gain.nd.edu/our-work/country-index/">negara-negara yang paling rentan terimbas perubahan iklim</a>.</p>
<p><iframe id="vcea5" class="tc-infographic-datawrapper" src="https://datawrapper.dwcdn.net/vcea5/1/" height="400px" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<p>Dalam mengatasi perubahan iklim, <a href="https://ourworldindata.org/grapher/gross-domestic-product">kebanyakan negara Afrika yang tergolong negara miskin</a> harus mengucurkan duit untuk menempuh langkah adaptasi, seperti membangun tanggul laut besar, <a href="https://www.worldbank.org/en/topic/climate-smart-agriculture">pertanian ramah iklim</a>, ataupun infrastruktur lainnya yang tahan gelombang panas dan badai ekstrem. </p>
<p>Laporan Badan PBB untuk Program Lingkungan (UNEP) tentang Ketimpangan Adaptasi Iklim yang dirilis 3 November lalu, menyatakan negara-negara berkembang membutuhkan <a href="https://www.unep.org/resources/adaptation-gap-report-2022">bantuan dana lima hingga sepuluh kali lipat lebih banyak</a> dari jumlah bantuan yang sudah dikucurkan negara maju.</p>
<p>Ketika bencana iklim menyerang, negara-negara ini juga membutuhkan dana pertolongan untuk membantu penyediaan kebutuhan dasar darurat, aktivitas pemulihan, perbaikan dan revitalisasi infrastruktur. </p>
<p>Inilah yang dimaksud dengan kerugian dan kerusakan.</p>
<p>Mesir menekankan perlunya negara-negara kaya untuk <a href="https://cop27.eg/#/">lebih bergerak guna menggelontorkan sokongan finansial untuk membantu langkah adaptasi iklim, sekaligus menanggung kerugian dan kerusakan.</a></p>
<p><iframe id="i6gk1" class="tc-infographic-datawrapper" src="https://datawrapper.dwcdn.net/i6gk1/1/" height="400px" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<h2>Ketidakadilan iklim, kerugian, dan kerusakan</h2>
<p>Kerugian dan kerusakan pada dasarnya adalah perbincangan tentang kesetaraan. Lalu muncullah pertanyaan: kenapa negara-negara yang berkontribusi sangat kecil terhadap pemanasan global harus bertanggung jawab dengan kerusakan akibat emisi yang dihasilkan negara-negara maju?</p>
<p>Para negosiator menyadari bahwa gagasan kompensasi kerugian dan kerusakan dapat menggiring ke perbincangan lebih jauh seputar kompensasi finansial terhadap ketidakadilan pada masa lampau. Misalnya tentang perbudakan di Amerika Serikat, ataupun penjajahan dan eksploitasi oleh Eropa.</p>
<p>Dalam COP26 di Glasgow, Skotlandia, pada 2021, para negosiator membuat kemajuan dalam beberapa isu. Misalnya <a href="https://www.wri.org/insights/cop26-climate-pledges-tracking-progress">target emisi yang lebih baik, dan komitmen pendanaan adaptasi</a> untuk negara-negara berkembang. </p>
<p>Di sisi lain, COP26 dianggap sebagai kegagalan para advokat yang mencoba menyusun mekanisme finansial agar negara kaya dapat menyediakan dana kerugian dan kerusakan bagi negara berkembang.</p>
<p><iframe id="VMKQq" class="tc-infographic-datawrapper" src="https://datawrapper.dwcdn.net/VMKQq/8/" height="400px" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<h2>Seperti apa pembayaran kompensasi kerugian dan kerusakan?</h2>
<p>Mengingat kurangnya resolusi dalam COP26, ditambah dengan komitmen Mesir sebagai tuan rumah, isu pendanaan adaptasi serta kerugian dan kerusakan menjadi pembahasan utama dalam COP27.</p>
<p>Organisasi nirlaba <a href="https://www.c2es.org/wp-content/uploads/2022/06/Loss-and-Damage-Issues-and-Options-for-cop27.pdf">Center for Climate and Energy Solutions</a> mengharapkan diskusi dapat berfokus pada pengaturan kelembagaan dari jaringan negara-negara rentan perubahan iklim, <a href="https://www.iied.org/interview-how-can-santiago-network-for-loss-damage-meet-technical-needs-communities-vulnerable">Santiago Network for Loss and Damage</a>, yang memberikan pendampingan teknis untuk membantu negara-negara berkembang meredam kerugian dan kerusakan. </p>
<p>Diskusi juga diharapkan bisa menyempurnakan <a href="https://unfccc.int/sites/default/files/resource/Glasgow_Dialogue.pdf">Dialog Glasgow</a>, sebuah proses formal yang dirintis sejak 2021. Dialog ini bertujuan mempertemukan negara-negara agar mendiskusikan isu pendanaan kerugian dan kerusakan.</p>
<p><a href="https://www.v-20.org/">Kelompok menteri keuangan dari negara-negara V20</a> yang mewakili 58 negara rentan terhadap dampak perubahan iklim, dan <a href="https://www.g7germany.de/g7-en/g7-summit/g7-members">G7</a> kelompok negara-negara kaya, pada Oktober 2022 sebenarnya <a href="https://www.v-20.org/our-voice/news/press-releases/v20-and-g7-agree-on-financial-protection-cooperation-to-formally-launch-global-shield-against-climate-risks-at-cop27">menyepakati mekanisme finansial</a> bernama <a href="https://www.bmz.de/en/issues/climate-change-and-development/global-shield-against-climate-risks">Global Shield Against Climate Risks</a>. Global Shield fokus menyediakan asuransi risiko dan pendampingan finansial pascabencana secara cepat bagi sejumlah negara. </p>
<p>Namun, belum ada kejelasan bagaimana kesepakatan tersebut dapat sejalan dengan diskusi yang sedang berkembang di tingkat global. Sejumlah kelompok juga <a href="https://www.climatechangenews.com/2022/07/18/germany-promotes-insurance-based-global-shield-for-climate-victims/">mewanti-wanti</a> bahwa ketergantungan terhadap sistem asuransi dapat membuat kita terlewat dari persoalan kelompok termiskin sekaligus mengalihkan dunia dari perkara yang lebih besar, yakni penyediaan dana khusus untuk kerugian dan kerusakan.</p>
<p>Ada dua aspek yang membuat negara maju enggan menyepakati mekanisme kerugian dan kerusakan. Pertama terkait dengan cara penentuan negara ataupun komunitas mana yang memenuhi syarat untuk pembayaran kompensasi. Sedangkan aspek kedua menyangkut <a href="https://www.sei.org/wp-content/uploads/2021%20/10/211025c-davis-shawoo-loss-and-damage-finance-pr-2110l.pdf">batasan-batasan dalam mekanisme tersebut</a>.</p>
<p>Lantas, bagaimana kriteria suatu negara agar layak mendapatkan pembayaran kerugian dan kerusakan? Kriteria berdasarkan emisi negara atau masyarakat saat ini, ataupun kriteria produk domestik bruto, bisa menjadi proses yang bermasalah dan rumit. </p>
<p>Sebagian besar ahli merekomendasikan <a href="https://www.sei.org/wp-content/uploads/2021/10/211025c-davis-shawoo-loss-and-damage-finance-pr-2110l.%20pdf">penentuan kelayakan berdasarkan kerentanan iklim</a>, tapi hal ini juga tidak mudah.</p>
<h2>Bagaimana tanggapan para pemimpin dunia?</h2>
<p>Lebih dari satu dekade yang lalu, negara-negara maju berkomitmen untuk menyediakan <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-02846-3">US$100 miliar (sekitar Rp 1.565 triliun) per tahun</a> untuk mendanai adaptasi dan mitigasi iklim di negara-negara berkembang. Namun, <a href="https://www.unep.org/resources/adaptation-gap-report-2022">realisasi komitmen ini sangat lambat</a>. Itu pun tidak mencakup kerusakan dari dampak iklim yang sudah terjadi di dunia saat ini .</p>
<p>Kesepakatan mekanisme kerugian dan kerusakan dianggap sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan persoalan ketidakadilan iklim global. Semua mata akan tertuju pada Mesir hingga 18 November 2022, untuk melihat bagaimana para pemimpin dunia merespons hal ini.</p>
<p><em>Artikel ini diperbarui pada 3 November 2022, dengan temuan Laporan Kesenjangan Adaptasi UNEP.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194086/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Bethany Tietjen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Itulah pertanyaan besar nan kontroversial dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB mendatang, yang dikenal sebagai COP27.Bethany Tietjen, Research fellow in climate policy, The Fletcher School, Tufts UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1734232021-12-08T03:50:23Z2021-12-08T03:50:23ZMengapa sistem peringatan dini gagal selamatkan nyawa penduduk di sekitar gunung Semeru<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/436255/original/file-20211208-27-v0ghpq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Fadli Taha (45 tahun) berpose dengan foto keluarganya di depan rumahnya yang tertimbun material guguran awan panas Gunung Semeru di Desa Sumberwuluh, Lumajang, Jawa Timur, Selasa 7 Desember 2021. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1638863406">ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.</a></span></figcaption></figure><p>Media <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/07/163000865/update-erupsi-semeru--34-orang-meninggal-dunia-17-hilang?page=all">nasional</a> dan <a href="https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesian-president-bolsters-rescue-recovery-efforts-after-deadly-eruption-2021-12-07/">internasional</a> dengan merujuk pada <a href="https://bnpb.go.id/berita/-update-warga-mengungsi-akibat-letusan-gunung-semeru-sebanyak-3-697-jiwa">Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)</a> menyatakan letusan gunung Semeru mengakibatkan sedikitnya 34 warga meninggal, 17 warga hilang serta sedikitnya 2.970 unit rumah terdampak, per 7 Desember 2021. </p>
<p>Ribuan warga di <em>hotspot</em>, terutama Kabupaten Lumajang, mengungsi. Sedikitnya 38 fasilitas pendidikan terkena dampak dan infrastruktur jalan dan jembatan rusak akibat peristiwa ‘letusan’ Semeru pada 4-5 Desember 2021. </p>
<p>BNPB, <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/05/120200923/gunung-semeru-meletus-ini-3-proses-terjadinya-erupsi-gunung-berapi">media mainstream nasional</a> dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211207100910-20-730820/gunung-semeru-kembali-erupsi-3-kali-warga-diminta-waspada">internasional</a>, kompak memberitakan terjadinya letusan atau erupsi Semeru sejak 4 Desember 2021. </p>
<p>Dari asumsi awal soal letusan yang seolah-olah tiba-tiba, <em>Kompas.com</em> misalnya kemudian mengoreksinya dengan menurunkan berita “<a href="https://regional.kompas.com/read/2021/12/06/174702878/ternyata-erupsi-gunung-semeru-tak-terjadi-tiba-tiba-alam-telah-memberi?page=all">Ternyata Erupsi Gunung Semeru Tak Terjadi Tiba-tiba, Alam Telah Memberi Tanda</a>.” </p>
<p>Pertanyaan besarnya: apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa sistem peringatan dini gagal menyelamatkan nyawa penduduk sekitar Semeru?</p>
<h2>Makna status “Siaga”</h2>
<p>Sebelum membahas terkait pertanyaan di mana dan mengapa sistem peringatan dini dalam kasus Semeru gagal menyelamatkan 51 warga yang hilang dan meninggal, sangat penting untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi terkait peristiwa fisik gunung Semeru. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/436250/original/file-20211208-19-1qmaf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/436250/original/file-20211208-19-1qmaf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/436250/original/file-20211208-19-1qmaf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/436250/original/file-20211208-19-1qmaf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/436250/original/file-20211208-19-1qmaf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/436250/original/file-20211208-19-1qmaf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/436250/original/file-20211208-19-1qmaf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Relawan memantau luncuran awan panas yang keluar dari kawah gunung Semeru di desa Supiturang, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Selasa 7 Desember 2021.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1638852607">ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Fakta pertama, Semeru masih dalam status Waspada namun tidak mengalami erupsi (letusan) sesuai pengertian letusan gunung api yang baku, dalam skala letusan berstatus Awas. Status Semeru berada dalam pemantauan rutin pemerintah yakni Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.</p>
<p>Status <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/05/22/16464161/infografik-mengenal-status-gunung-berapi">Waspada</a> ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas vulkanik yang ditandai dengan aktivitas seismik, vulkanik di atas level normal, termasuk aktivitas magma, lava, serta tremor tektonik. Walau demikian tergantung konteks gunung terkait. </p>
<p>Sedangkan Awas berarti “gunung berapi segera atau sedang meletus atau pada keadaan kritis yang dapat menimbulkan bencana. Tanda-tanda kritis ditandai dengan abu dan uap, berpeluang menjadi letusan dalam waktu kurang lebih 24 jam”.</p>
<p>Secara konsisten, PVMBG mengatakan bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah Semeru masih berada dalam <a href="https://vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/aktivitas-gunungapi/3856-press-release-aktivitas-vulkanik-g-semeru--jawa-timur-4-5-desember-2021">status Waspada</a> dan status ini tidak berubah sejak 4 Desember. </p>
<p>PVMBG bahkan menyatakan Semeru tetap dalam <a href="https://vsi.esdm.go.id/index.php/kegiatan-pvmbg/berita-harian-kebencanaan-geologi/3858-laporan-kebencanaan-geologi-7-desember-2021">status Waspada pada 7 Desember 2021</a>. Kepala PVBMG Andiani kepada media mengatakan bahwa kondisi bahaya Semeru tetap <a href="https://tekno.tempo.co/read/1535882/erupsi-semeru-pvmbg-umumkan-status-gunung-tetap-level-ii/full&view=ok">berstatus Waspada</a> dan masih berada di bawah tingkat bahaya tiga gunung api berstatus Siaga, yakni Merapi di Yogyakarta, Lewotolok di Nusa Tenggara Timur serta Sinabung di Sumatera Utara. </p>
<h2>Letusan primer versus letusan sekunder</h2>
<p>Salah kaprah media dan berbagai lembaga pemerintah terjadi karena kesulitan membedakan ancaman primer dan ancaman sekunder. Ancaman primer termasuk di dalamnya letusan primer yang diantisipasi dalam status Awas, status tertinggi dalam peringatan dini gunung api. </p>
<p>Sedangkan yang terjadi di Semeru, adalah ancaman sekunder akibat letusan sekunder, yang bisa dipahami sebagai interaksi fisik antara curahan <a href="https://www.newscientist.com/article/dn2755-rainstorms-could-trigger-killer-eruptions/">hujan yang mengenai akumulasi lava dan berbagai material pijar</a> dan selanjutnya mengakibatkan awan (debu) panas guguran (APG).</p>
<p>Siaran pers PVBMG menyatakan bahwa karakteristik ancaman khas Gunung Semeru “yakni berupa awan panas yang berasal dari ujung aliran lava pada bagian lereng gunung. Endapan awan panas guguran terdiri dari material batuan bersuhu tinggi 800-9000 Celcius yang bergerak ke arah lereng tenggara gunung Semeru sejauh ± 4 km dari puncak, atau ± 2 km dari ujung aliran lava.” </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/436246/original/file-20211208-27-1xelljd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/436246/original/file-20211208-27-1xelljd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=609&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/436246/original/file-20211208-27-1xelljd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=609&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/436246/original/file-20211208-27-1xelljd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=609&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/436246/original/file-20211208-27-1xelljd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=766&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/436246/original/file-20211208-27-1xelljd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=766&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/436246/original/file-20211208-27-1xelljd.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=766&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Siaran pers Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tentang status gunung Semeru.</span>
<span class="attribution"><span class="source">PVMBG</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Mantan Kepala PVBMG Surono pun kemudian bersuara di berbagai media dengan mengklarifikasi bahwa terminologi yang lebih tepat adalah bukan letusan (primer) tapi sekunder. Disebut sekunder karena “<a href="https://www.kompas.tv/article/239674/yang-terjadi-di-gunung-semeru-bukanlah-erupsi-ini-penjelasan-vulkanolog?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter">gunung Semeru mengeluarkan lava terus menerus hingga membentuk kubah lava yang semakin lama semakin membesar dan tidak stabil</a>” yang kemudian sangat berbahaya bila berinteraksi dengan curahan hujan. </p>
<h2><em>Missing link</em> dan celah tata kelola</h2>
<p>Ada dua fenomena utama yang bakal terjadi dan tetap berbahaya dari letusan sekunder Semeru. </p>
<p>Pertama, pada aliran atas yakni pada gunung api itu sendiri (hulu), letusan akibat interaksi tersebut di atas akan menimbulkan ‘sensasi letusan’ menghasilkan guguran (awan debu panas) dari kubah lava. Guguran awan debu panas alias APG ini bila bersentuhan secara langsung pada pada penduduk sekitar, akan berpotensi mematikan.</p>
<p>Kedua, pada sisi aliran bawah atau hilir, di sungai-sungai di sekitar bawah gunung, hujan deras akan membawa sedimen alias lahar yang mewujud sempurna dalam wajah banjir lahar. </p>
<p>Dari pernyataan PVBMG di atas dapat kita ketahui bahwa manakala awan panas guguran memasuki lembah <a href="https://nasional.sindonews.com/read/618573/15/semeru-meletus-warga-diimbau-hindari-aliran-sungai-di-mujur-dan-curah-kobokan-1638612734">sungai Kobokan Lumajang</a> dan berinteraksi dengan air sungai beserta material lama yang terdapat di dalam badan sungai, ia akan membentuk aliran lahar sepanjang aliran sungai Kobokan. </p>
<h2>Lalu bagaimana peringatan dini letusan sekunder?</h2>
<p>Terdapat perdebatan dan kontroversi terkait <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-59552117">ada atau tidaknya sistem peringatan dini</a> dalam kasus gunung Semeru. Setidaknya enam hal penting yang perlu dijelaskan sekaligus dilakukan di Indonesia.</p>
<p>Pertama, dalam klasifikasi Status Gunung Api dari Normal, Waspada, Siaga dan Awas, energi dan fokus seringkali lebih tercurahkan pada ancaman primer gunung api yakni skenario terburuk - letusan primer. </p>
<p>Walau disadari bahwa secara probabilitas (dan terbukti secara empiris di Semeru), “ancaman sekunder” tidak kalah mematikan dan merugikan bila tidak dibangun perencanaan kesiap-siagaan bencana vulkanik secara memadai. </p>
<p>Kedua, karakter ancaman sekunder harus dipantau secara sama seriusnya dengan ancaman primer. Pemerintah daerah maupun masyarakat wajib membangun sistem peringatan dini yang terhubung antara PVBMG dengan struktur tanggap di tingkat paling bawah yakni desa, RT/RW. </p>
<p>Ketiga, sistem peringatan dini yang sehat harus mampu menyelamatkan nyawa manusia. <a href="https://republika.co.id/berita/r3n9xc313/khofifah-early-warning-system-semeru-sudah-jalan">Klaim terkait adanya sistem peringatan dini yang berfungsi baik</a> tapi tidak mampu menyelamatkan rakyat sekitar hanya sebuah pernyataan prosedural birokrasi yang elitis dan tidak ada kaitannya dengan perlindungan rakyat. </p>
<p>Keempat, pentingnya secara rutin merawat arsitektur sistem peringatan dini yang <em>end-to-end</em>, yakni dari kelembagaan lapisan atas seperti PVBMG yang terhubung dengan masyarakat akar rumput. </p>
<p>Kelima, proses merawat sistem peringan dini di atas harus dimulai dengan mengurangi sentralitas pemantauan oleh PVMBG saja. Pemerintah harus mendesentralisasi sistem komunikasi risiko gunung api secara holistik dan terpadu. </p>
<p>Sebagai misal, sistem peringatan dini ini harus bersifat dua arah sehingga pemantauan terhadap faktor sosial secara partisipatif bisa terhubung dengan pemantauan fisik PVMBG. Lembaga Penanganan Bencana Daerah (PBBD) dan PVMBG perlu secara proaktif bersama masyarakat dan melakukan mitigasi, kesiapsiagaan. Secara teknis PVMBG perlu memahami secara baik terkait karakter musiman interaksi gunung api dengan iklim dan cuaca ekstrim dan mengkomunikasikannya pada pemerintah daerah dan masyarakat. </p>
<p>Keenam, integrasi antara pemantauan bahaya gunung api dan sistem peringatan dini yang menyertainya, wajib diintegrasikan dengan peringatan dini iklim dan cuaca ekstrim yang dipantau secara terpisah oleh <a href="https://www.bmkg.go.id/">Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)</a>.</p>
<p>Integrasi sistem peringatan dini yang ragam ancaman ini dikenal dengan nama <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212420920302582"><em>multi-hazard early warning system</em> </a> yang dalam konteks Indonesia masih terdapat celah kelembagaan yang masih perlu untuk diselesaikan. </p>
<p>Upaya integrasi sistem peringatan dini di Indonesia lintas ancaman ini tidak mudah diurai secara detail di tingkat regulasi, koordinasi dan perencanaan apalagi di tingkat implementasi. Tapi pemerintah Indonesia harus segera mengadopsinya untuk menyelamatkan nyawa rakyat di daerah rawan bencana.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173423/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jonatan A Lassa tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Salah kaprah media dan berbagai lembaga pemerintah terjadi karena kesulitan membedakan karakter ancaman primer dan ancaman sekunder, dan implikasinya pada sistim peringatan dini yang holistikJonatan A Lassa, Senior Lecturer, Humanitarian Emergency and Disaster Management, College of Indigenous Futures, Arts and Society, Charles Darwin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1674692021-11-25T01:15:48Z2021-11-25T01:15:48ZTiga alasan Indonesia perlu meningkatkan diplomasi antariksa di Indo-Pasifik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/433822/original/file-20211125-13-weyesi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banjir merendam permukiman di Kecamatan Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, 19 November 2021. Teknologi antariksa berperan untuk mitigasi banjir.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1637325315">ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj</a></span></figcaption></figure><p>Di tengah <a href="https://asiancenturyinstitute.com/development/1479-indonesia-in-the-asian-century">Abad Asia</a>, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk lebih maju karena <a href="https://puskkpa.lapan.go.id/index.php/subblog/read/2021/172/SINERGI-NASIONAL-DALAM-DIPLOMASI-ANTARIKSA-INDONESIA/berita-lapan">menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat</a> di kawasan. </p>
<p>Untuk memperkuat hal ini, Indonesia perlu memperkuat diplomasi antariksa, <a href="https://www.unoosa.org/oosa/documents-and-resolutions/search.jspx?view=&match=A/AC.105/L.321">yakni</a> membangun kemitraan dan meningkatkan kerja sama internasional dalam pemanfaatan antariksa secara damai. </p>
<p>Diplomasi antariksa merupakan satu dari empat pilar antariksa sebagai Penggerak Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) – <a href="https://www.unoosa.org/res/oosadoc/data/resolutions/2021/general_assembly_76th_session/ares763_html/A_RES_76_3_E.pdf">Space2030 Agenda</a> dan rencana implementasinya dalam 50 tahun konferensi eksplorasi dan penggunaan antariksa secara damai – <a href="https://www.unoosa.org/res/oosadoc/data/documents/2018/aac_105l/aac_105l_313_0_html/V1803310.pdf">UNISPACE+50</a>.</p>
<p>Dalam <a href="https://kemlu.go.id/newyork-un/en/read/statement-on-behalf-of-the-association-of-the-southeast-asian-nations-asean-agenda-item-53-international-cooperation-in-the-peaceful-uses-of-outer-space/2501/etc-menu">sidang PBB</a> pada 2018, Indonesia menyatakan dukungannya terhadap kerangka tersebut dalam mencapai hasil yang produktif dan meningkatkan kerja sama keantariksaan global. </p>
<p>Riset saya dan tim, dalam skema <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/140206/permen-ristekdikti-no-38-tahun-2019">Prioritas Riset Nasional</a>, menjelaskan pentingnya meningkatkan kerja sama sektor antariksa untuk menguatkan peran Indonesia di Indo-Pasifik.</p>
<h2>Mengapa diplomasi antariksa penting?</h2>
<p>Diplomasi antariksa saat ini jauh berbeda dari awal kemunculannya pada Perang Dingin yang sarat kepentingan politik perebutan pengaruh Blok Barat dan Blok Timur dalam perlombaan mencapai antariksa untuk mendapat prestise. </p>
<p>Kini diplomasi keantariksaan penting karena kegiatan ini tidak dapat dilakukan sendirian oleh satu negara serta bernilai ekonomi tinggi yang ditandai dengan berkembangnya industri antariksa swasta.</p>
<p>Antariksa merupakan ruang beserta isinya yang terdapat di luar Ruang Udara yang mengelilingi dan melingkupi Ruang Udara. Secara alamiah keberadaan antariksa dimulai pada sekitar 100-110 km di atas permukaan laut. </p>
<p>Antariksa sebagai <a href="https://www.unoosa.org/oosa/en/ourwork/spacelaw/treaties/introouterspacetreaty.html">wilayah bersama</a> umat manusia yang digunakan secara damai pada praktiknya membutuhkan teknologi tinggi, biaya mahal, risiko besar, dan berguna ganda. Dengan kondisi ini hanya negara maju yang dapat mengeksplorasinya secara luas. </p>
<p>Padahal antariksa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0265964616300406">menyimpan potensi</a> berlimpah sumber daya alam material seperti asteroid dan non-material seperti slot orbit.</p>
<p>Negara-negara dapat memanfaatkan antariksa untuk membantu kehidupan di Bumi misalnya melalui satelit penginderaan jauh, navigasi, komunikasi, dan lainnya. </p>
<p>Selain itu, negara juga melakukan misi antariksa-dalam untuk mengetahui sumber kehidupan di benda antariksa alami selain Bumi. </p>
<p>Negara berkembang membutuhkan kerja sama untuk keantariksaannya karena keterbatasan penguasaan teknologi antariksa. </p>
<p>Begitupun negara maju sejatinya membutuhkan kemitraan dengan negara berkembang untuk penjejakan satelit, dan aktivitas keantariksaan lain yang melewati batas yurisdiksi negaranya. </p>
<p>Indonesia telah menjamin pemanfaatan antariksa bagi kepentingan semua negara dalam <a href="https://jdihn.go.id/search/pusat/detail/833468">UU No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan</a>. Kita juga berhasil mensponsori <a href="https://asean.org/asean2020/wp-content/uploads/2021/01/ASEAN-Outlook-on-the-Indo-Pacific_FINAL_22062019.pdf"><em>ASEAN outlook on Indo-Pacific</em></a> pada 23 Juni 2019 untuk menjamin stabilitas kawasan secara inklusif dan menjadi platform kerja sama kawasan di berbagai sektor.</p>
<p>Ada setidaknya tiga alasan utama Indonesia perlu meningkatkan diplomasi antariksa di Indo-Pasifik:</p>
<h2>Pertama, Indo-Pasifik merupakan pusat geopolitik global</h2>
<p>Kawasan ini memiliki berbagai isu strategis di darat, laut, udara, dan keantariksaan yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama keantariksaan internasional. Isu di darat, laut, udara mulai dari keamanan tradisional seperti konflik perairan, perbatasan; hingga non-tradisional seperti kerentanan bencana alam, perubahan iklim, finansial, kompetisi akses serta kendali atas sumber daya alam, dan lainnya. </p>
<p>Isu keantariksaan tergambar dari beraneka ragam bentuk program antariksa di kawasan antara lain: pemanfaatan satelit, peluncuran wahana antariksa dan roket, misi antariksa berawak, hingga penembakan anti-satelit yang memicu ketegangan dalam keamanan internasional dan lingkungan antariksa.</p>
<p>Negara-negara di kawasan ini semakin berpengaruh signifikan dalam dinamika keantariksaan kontemporer. Cina, Jepang, dan India sebagai negara maju bidang antariksa sekaligus kekuatan regional. </p>
<p>Selain itu, negara tetangga seperti <a href="https://tracxn.com/explore/NewSpace-Startups-in-Australia">Australia</a> dan <a href="https://www.bangkokpost.com/learning/easy/2095791/thailand-on-path-to-space">Thailand</a> juga mengembangkan keantariksaan regional yang masif. Ini belum termasuk <a href="https://www.fastcompany.com/90600324/space-most-innovative-companies-2021">banyak</a> <a href="https://tekno.tempo.co/read/1506635/masuki-bisnis-antariksa-pendiri-apple-umumkan-startup-privateer-space">start-up keantariksaan</a>.</p>
<h2>Kedua, Indonesia negara kunci kawasan</h2>
<p>Indonesia secara geografis terletak di tengah kawasan. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, mayoritas muslim, populasi penduduk <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-penduduk-2020.html">mencapai 270 juta</a> jiwa, Indonesia menjadi salah satu negara kunci dalam stabilitas kawasan. </p>
<p>Kita juga merupakan pelopor kegiatan keantariksaan di kawasan sejak 1960-an dan pionir dalam pembuatan hingga pelaksanaan peraturan nasional keantariksaan melalui <a href="https://jdihn.go.id/search/pusat/detail/833468">UU No.21 Tahun 2013</a>. </p>
<p>Sejak 1960-an Indonesia memiliki <a href="https://lapan.go.id/page/sejarah-lapan">lembaga penerbangan dan antariksa nasional</a>, yang telah mendudukkan Indonesia sebagai pemimpin lembaga keantariksaan internasional seperti <a href="https://www.unoosa.org/oosa/en/ourwork/copuos/index.html">the United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS)</a>, <a href="https://www.un-spider.org/network/regional-support-offices">Regional Support Office (RSO) United Nations Platform for Space-based Information for Disaster Management and Emergency Response (UNSPIDER)</a>, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Economic_and_Social_Commission_for_Asia_and_the_Pacific">the United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (USESCAP)</a>, dan <a href="https://www.aprsaf.org/">Asia-Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF)</a>, yang telah berkontribusi dalam diadopsinya guidelines maupun inisiatif tata kelola keantariksaan.</p>
<p>Bahkan Indonesia bernilai lebih strategis dalam keantariksaan karena lokasi astronomis yang menjadikannya dilalui slot orbit geostasioner terpanjang di dunia. Dengan posisi ini, bandar antariksa ekuator bisa menghemat bahan bakar wahana peluncur satelit sehingga mengurangi biaya.</p>
<p>Kapabilitas keantariksaan Indonesia dengan sejarahnya yang panjang jauh mumpuni untuk sekadar sebagai negara berkembang dalam keantariksaan meski belum mampu menjadi negara maju di bidang tersebut. </p>
<p>Indonesia <a href="https://www.lapan.go.id/post/7080/mengenal-calon-bandar-antariksa-biak">sedang membangun bandar antariksa ekuator pertama</a> di <a href="https://theconversation.com/bandar-antariksa-biak-ditargetkan-menjadi-situs-peluncuran-dekat-ekuator-pertama-di-pasifik-127626">Pasifik yang berlokasi di Biak Papua</a>, <a href="https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200810111926-269-533984/terbesar-di-asia-tenggara-observatorium-di-ntt-rampung-2021">observatorium terbesar</a> se-ASEAN di Nusa Tenggara Timur, dan berbagai kapabilitas lainnya. </p>
<p>Indonesia sebagai negara dengan kondisi <a href="https://kluwerlawonline.com/journalarticle/Air+and+Space+Law/40.1/AILA2015009">geografis khusus</a> yaitu berada di ekuatorial, berbentuk kepulauan, dan rawan bencana menjadi sangat berkepentingan untuk menguasai kemandirian teknologi dan aplikasi antariksa.</p>
<h2>Ketiga, keantariksaan kunci manajemen bencana</h2>
<p>Indonesia sebagai negara rawan bencana, termasuk <a href="https://www.un-spider.org/category/countryregion/indonesia">paling rawan banjir</a> di dunia menyadari dan mendukung pengembangan manajemen bencana di kawasan. Indonesia menjadi <a href="https://www.un-spider.org/network/regional-support-offices/indonesia-regional-support-office">Kantor Pendukung Regional Informasi berbasis antariksa untuk bencana untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (RSO UNSPIDER)</a> sejak 2013. Dalam konteks ini termasuk telah mengembangkan <a href="https://www.un-spider.org/sites/default/files/Booklet%20LAPAN%20forest%20fires.pdf">booklet kebakaran hutan untuk portal pengetahuan UNSPIDER</a>. </p>
<p>Indonesia berperan sangat aktif dalam <a href="https://www.unoosa.org/res/oosadoc/data/documents/2019/stspace/stspace_0_html/19-07423_UN_SPIDER_ebook_spreads.pdf">Sentinel Asia</a>, inisiatif regional Asia Pasifik untuk berbagi informasi bencana sejak 2010 sebagai <a href="https://sentinel-asia.org/aboutsa/AboutSA.html">simpul analisis data</a>, dan dalam Piagam Internasional “Antariksa dan Bencana Besar” di kawasan Asia Tenggara. Indonesia telah mengaktifkan <a href="https://disasterscharter.org/documents/10180/66908/13thAnnualReport">Piagam Internasional untuk memantau bencana di berbagai negara</a> dalam kawasan misalnya <a href="https://disasterscharter.org/web/guest/activations/-/article/tropical-storm-haiyan-in-vietn-2">Vietnam</a>. </p>
<p>Termasuk, Indonesia mengembangkan prosedur tanggap darurat di ASEAN melalui <a href="https://ahacentre.org/">AHA Centre</a> dan <a href="https://astnet.asean.org/sub-committee-on-space-technology-and-applications-scosa/">ASEAN-Sub Committee on Space Technology and Application (ASEAN-SCOSA</a>.</p>
<p>Selain itu, Indonesia menyediakan tenaga ahli sebagai dukungan teknis pada negara-negara di kawasan. Kita juga meningkatkan kapasitas di kawasan sebagai penyelenggara konferensi dan pelatihan manajemen bencana.</p>
<p>Indonesia dapat terus mengembangkan teknologi antariksa yang relevan menghadapi dan mitigasi bencana seperti <a href="http://pusfatja.lapan.go.id/page/publikasi-p-covid19">pandemi COVID-19</a>, <a href="http://pusfatja.lapan.go.id/page/simba">bencana alam</a>, dampak <a href="https://srirama.sains.lapan.go.id/v4/#/">perubahan iklim</a>, bahkan penyelundupan lintas batas negara, kejahatan dunia maya, dan risiko ekonomi digital. </p>
<p>Selain itu, kita dapat melanjutkan pembangunan <a href="http://pusfatja.lapan.go.id/page/sipanda">teknologi antariksa</a> untuk memantau, menjaga, dan memanfaatkan seluruh wilayah daratan, perairan, dan udara secara utuh, meliputi keseluruhan sumber daya alam dan sumber daya manusia.</p>
<h2>Diplomasi di semua level</h2>
<p>Diplomasi keantariksaan di kawasan menjadi wadah bagi Indonesia memperkuat kapasitas dan peran menjamin penggunaan keantariksaan bertujuan damai, terutama dalam manajemen bencana sehingga memperluas pembangunan. Pengembangan diplomasi secara total dalam berbagai bentuk baik antarpemerintah (G2G), pemerintah-bisnis (G2B), antarbisnis (B2B), maupun antarpenduduk (P2P) harus dikembangkan dengan keunggulannya masing-masing. </p>
<p>Diplomasi pemerintah ke pemerintah diperlukan untuk menjamin keamanan kegiatan keantariksaan. Diplomasi pemerintah ke bisnis serta diplomasi antar bisnis diperlukan dalam menjawab tantangan dan peluang peran sektor swasta yang kompetitif. Begitupun diplomasi publik atau antarindividu, sebagai agen populer kemitraan keantariksaan dengan negara lain di era digital. </p>
<p>Dengan demikian, diplomasi antariksa secara total menjadi komitmen eksistensi Indonesia sebagai negara rentan bencana dan demi menjaga stabilitas perdamaian dan meningkatkan pembangunan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167469/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yunita Permatasari menerima dana dari RISPRO Mandatori PRN tahun 2020 terkait riset ini (Strategi Peningkatan Peran Indonesia di Indo-Pasifik:Implementasi Diplomasi Antariksa) dan RISPRO PNG tahun 2021.</span></em></p>Diplomasi antariksa saat ini jauh berbeda dari awal kemunculan pada Perang Dingin yang sarat kepentingan politik perebutan pengaruh Blok Barat dan Blok Timur.Yunita Permatasari, Researcher in Aerospace Policy Studies, National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1672692021-09-09T03:49:13Z2021-09-09T03:49:13ZMengapa melibatkan penyandang disabilitas dalam persiapan bencana memiliki dampak lebih baik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/419211/original/file-20210903-25-6y3uwo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=53%2C0%2C6000%2C3502&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sebagian kerusakan akibat Siklon Tropis Seroja di Dili, Timor Leste, pada April 2021.</span> <span class="attribution"><span class="source">Kandhi Barnez/AP</span></span></figcaption></figure><p>Dalam bencana, penyandang disabilitas <a href="https://theconversation.com/nobody-checked-on-us-what-people-with-disability-told-us-about-their-experiences-of-disasters-and-emergencies-151198">kerap kali tak terlihat</a>. Mereka tak terjamah karena sistem yang terbangun sebelum bencana menyulitkan mereka untuk terlibat.</p>
<p>Tanpa disadari, aktor pegiat kemanusiaan juga dapat meminggirkan kelompok-kelompok lokal sehingga membuat penyandang disabilitas semakin tak terlihat.</p>
<p>Penelitian kami di Timor Leste menunjukkan bahwa ketika aktor penggiat kemanusiaan bekerja bersama Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) sebelum bencana, penyandang disabilitas akan memiliki peran lebih aktif dalam situasi tanggap bencana.</p>
<p>Dengan persiapan semacam ini, akan memberi dampak lebih baik bagi penyandang disabilitas.</p>
<h2>Peran OPD lokal</h2>
<p>Di negara berkembang seperti Timor Leste, aktor penggiat kemanusiaan internasional memiliki peran yang signifikan untuk merespons bencana. Langkah-langkah yang mereka ambil bisa berpotensi untuk mendukung atau menghambat peran OPD di tingkat lokal untuk berpartisipasi dalam respons bencana.</p>
<p>Sebagai contoh, OPD nasional Timor Leste yaitu Ra’es Hadomi Timor Oan (RHTO) telah bekerja sama dengan <a href="https://www.oxfam.org.au/country/timor-leste/">Oxfam</a> terkait program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang secara inklusif melibatkan penyandang disabilitas sejak 2018. Program ini adalah bagian <a href="https://www.australianhumanitarianpartnership.org/disaster-ready-regional">DISASTER READY</a> yang merupakan program inisiatif <a href="https://www.australianhumanitarianpartnership.org/">Australia Humanitarian Partnership</a> antara pemerintah Australia dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). </p>
<p>Oxfam dan RHTO telah membangun hubungan kerja sama sejak banjir yang melanda Dili pada Maret 2020. Pada tahun berikutnya, Badai Seroja mengakibatkan banjir yang lebih besar lagi. </p>
<p>Kerja sama pada Maret 2020 merupakan tanggap bencana pertama bagi pemerintah Timor Leste yang melibatkan OPD. Pada awalnya, pemerintah dan RHTO sama-sama khawatir untuk saling bekerja sama. Namun, dengan adanya dukungan teknis dari Oxfam, kerja sama tersebut menjadi pengalaman yang positif bagi keduanya. </p>
<p>RHTO membantu upaya pemerintah untuk melakukan asesmen dan respons bencana dengan mengidentifikasi penyandang disabilitas yang merupakan korban bencana. RHTO lebih lanjut membuat rekomendasi agar pemerintah dapat meningkatkan kualitas inklusi disabilitas dalam asesmen dan respons bencana mereka. </p>
<p>RHTO juga bekerja sama dengan pemerintah dan Oxfam untuk memastikan bahwa hunian untuk penyandang disabilitas <a href="https://www.australianhumanitarianpartnership.org/library-contents/dili-floods-2020-disability-inclusion-in-the-rapid-needs-assessment">dibangun kembali dengan lebih baik</a>.</p>
<p>Hasil kerja sama yang positif yang memberi pembelajaran bagi kedua belah pihak dalam membangun fondasi untuk respons bencana yang semakin inklusif terhadap disabilitas pada 2021. </p>
<p>Pada 4 April 2021, Timor Leste diterjang oleh banjir yang terparah sepanjang sejarah. Hujan deras akibat Badai Siklon Seroja menyebabkan tanah longsor dan banjir bandang yang melanda 13 kota.</p>
<p>Tiga puluh dua orang meninggal. Lebih dari 30.000 rumah tangga <a href="https://reliefweb.int/report/timor-leste/cvtl-2021-flood-response-6-jul-2021">terdampak</a>. </p>
<p>Sekitar 6,7% masyarakat yang terdampak bencana adalah penyandang disabilitas menurut data Sekretaris Negara untuk Perlindungan Sipil Timor Leste pada Juli 2021.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dari-banjir-hingga-siklon-seroja-krisis-iklim-meningkatkan-risiko-bencana-di-indonesia-167279">Dari banjir hingga siklon Seroja: krisis iklim meningkatkan risiko bencana di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa kita perlu lebih banyak melibatkan OPD</h2>
<p>Penyandang disabilitas di Timor Leste, seperti layaknya di negara lain, secara konsisten <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212420918305028">lebih berisiko</a> tertinggal pada saat dan setelah terjadi bencana. </p>
<p>Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas data disabilitas. Hal ini menghalangi langkah untuk memahami, merencanakan, dan menyasar kebutuhan dan kapasitas penyandang disabilitas. Data yang kurang dapat diandalkan dan detail menjadi <a href="https://resourcecentre.savethechildren.net/node/13261/pdf/nett_uu_internasjonal-rapport_2017.pdf">kunci permasalahan</a> yang menghalangi penanggulangan bencana yang inklusif. </p>
<p>Di negara berkembang seperti Timor Leste dan Indonesia, faktor-faktor budaya dapat menyebabkan penyandang disabilitas “tersembunyi” di masyarakat. Hal ini mempersulit identifikasi penyandang disabilitas melalui sensus atau survei skala nasional lainnya. </p>
<p>Akibatnya, hasil data penyandang disabilitas kerap kali tidak mutakhir atau tidak reliabel.</p>
<p>Sebagai contoh, di Indonesia prevalensi disabilitas berkisar antara <a href="https://www.monash.edu/__data/assets/pdf_file/0003/1107138/Disability-in-Indonesia.pdf">4-11%</a>. Angka ini bervariasi disebabkan karena perbedaan cara yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengukur disabilitas. </p>
<p>Karena alasan yang sama, sulit untuk meyakini bahwa data penyandang disabilitas terdampak bencana banjir di Timor Leste sebesar 6,7% sebagai data yang akurat. </p>
<p>Hal ini karena asesmen pasca bencana di Timor-Leste identifikasi data disabilitas belum menggunakan <a href="https://www.washingtongroup-disability.com/fileadmin/uploads/wg/Documents/Questions/Washington_Group_Questionnaire__1_-_WG_Short_Set_on_Functioning.pdf">Washington Group Questions</a>- alat ukur yang dianggap terbaik untuk untuk pendataan disabilitas. </p>
<p>Lebih lanjut, faktor struktural lain dapat meningkatkan kecenderungan penyandang disabiitas untuk terdampak negatif dari bencana.</p>
<p>Di Timor Leste, penyandang disabilitas memiliki <a href="https://www.ohchr.org/Documents/Countries/TP/UNHR_Report2011_en.pdf">tingkat kemiskinan tinggi
</a>. Mereka juga tinggal di wilayah yang memiliki risiko bencana tinggi - seperti di perbukitan yang rentan tanah longsor dan juga di dekat sungai. </p>
<p>Akses informasi juga mungkin belum inklusif untuk penyandang disabilitas, atau mereka tertinggal karena stigma sosial. </p>
<p>Pada saat bencana, penyandang disabilitas tidak bisa mengevakuasi secara mandiri atau memerlukan dukungan tambahan. </p>
<p>Penyandang disabilitas dapat berperan aktif dan bermakna pada saat bencana, dan tidak hanya dipandang sebagai korban yang “diselamatkan”. Akan tetapi, stigma sosial membatasi kesempatan mereka untuk terlibat. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/tiga-cara-mendorong-kepemimpinan-penyandang-disabilitas-dalam-penanggulangan-bencana-128226">Tiga cara mendorong kepemimpinan penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Respon bencana yang lebih inklusif</h2>
<p>Selain meningkatkan rasa percaya diri para anggotanya, jalinan kerja sama RHTO dengan pemerintah Timor Leste dan aktor kemanusiaan lainnya juga meningkatkan kapasitas untuk merespon bencana dengan lebih cepat pada tahun 2021.</p>
<p>Dalam hitungan jam, relawan dan staf RHTO yang kesemuanya memiliki pengalaman hidup dengan disabilitas membantu proses evakuasi, asesmen, dan mendukung kebutuhan penyandang disabilitas. </p>
<p>Melalui kerja sama dengan Australian Humanitarian Partnership, RHTO memonitor aksesibilitas dan kebutuhan penyandang disabilitas di lokasi evakuasi, membantu mendistribusikan bantuan, dan memastikan penyandang disabilitas terlibat aktif dalam asesmen yang dilakukan oleh pemerintah. </p>
<p>Kehadiran mereka penting dalam membantu aktor kemanusiaan memprioritaskan inklusi disabilitas. </p>
<p>Pada tahap awal respons bencana, bahasa dan aksi dari pemerintah Timor-Leste menunjukkan bahwa mereka mengakui pentingnya keterlibatan penyandang disabilitas sebagai aktor respons bencana dan sebagai masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus. </p>
<p>Sebagai contoh, pemerintah mendukung permintaan RHTO untuk mengalokasikan sebagian dana dari pemerintah Australia untuk membeli dan mendistribusikan berbagai kebutuhan penyandang disabilitas. Hal ini memungkinkan RHTO untuk mendukung penyandang disabilitas sebelum distribusi bantuan datang dari organisasi internasional lain atau dari pemerintah. </p>
<h2>Investasi dalam kesiapsiagaan</h2>
<p>Kemitraan strategis antara OPD dan aktor internasional sebelum bencana dapat mendorong pencapaian tanggap bencana yang lebih inklusif disabilitas. </p>
<p>Aktor internasional dapat mendukung respons bencana dengan menciptakan peluang untuk OPD mengembangkan kecakapan dan pengetahuan. Hal ini mendorong OPD untuk membangun hubungan dengan pemerintah dan aktor kemanusiaan sebelum terjadi bencana. </p>
<p>Lebih penting lagi, OPD dapat menjadi bukan saja yang terdepan dalam menunjukkan peran dalam mendukung kesiapsiagaan dan respons bencana yang inklusif, namun juga dalam mematahkan stigma sosial terhadap disabilitas. </p>
<hr>
<p><em>Annie Sloman, Associate Country Director (Program Director) Oxfam di Timor Leste ikut menulis artikel ini. Para penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Paulus Neves dan Eduardo Tilman da Silva Texiera dari Ra'es Hadomi Timor Oan (RHTO) untuk kontribusi mereka pada artikel ini</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167269/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mengesampingkan penyandang disabilitas dalam persiapan dan menanggapi bencana membuat mereka semakin rentan. Ada bentuk kemitraan baru yang memungkinkan mereka memainkan peran lebih penting dan aktif.Thushara Dibley, Deputy Director, Sydney Southeast Asia Centre, University of SydneyAaron Opdyke, Lecturer in Humanitarian Engineering, University of SydneyAmanda Howard, Associate Professor, University of SydneyPradytia Putri Pertiwi, Lecturer, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1503732020-11-18T18:37:22Z2020-11-18T18:37:22ZBencana alam bisa memperparah pernikahan anak di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/374003/original/file-20201209-15-1pz6kia.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe src="https://open.spotify.com/embed-podcast/episode/0WVARglcmiQwdxYlWuQZv4" width="100%" height="232" frameborder="0" allowtransparency="true" allow="encrypted-media"></iframe>
<p>Di Indonesia, pernikahan anak adalah masalah yang serius. Pada tahun 2018, misalnya, tercatat <a href="https://kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2569/stop-perkawinan-anak-kita-mulai-sekarang">11,21% perempuan</a> di Indonesia menikah sebelum menginjak usia 18 tahun. Angka ini menempatkan Indonesia di antara <a href="https://www.unicef.org/indonesia/stories/saying-no-child-marriage-indonesia">delapan negara dengan angka pernikahan anak tertinggi</a> di dunia.</p>
<p>Selain faktor budaya dan agama, ternyata ada faktor lain yang berkontribusi terhadap tingginya angka pernikahan anak, yakni bencana alam yang terjadi di Indonesia.</p>
<p>Pada episode ke-empat ini, kami berbicara dengan Teguh Dartanto, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia, yang <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/17450128.2018.1546025?journalCode=rvch20">meneliti hal ini</a> bersama dengan salah satu mahasiswi bimbingannya, Ratih Kumala Dewi yang kini menempuh studi S2 di United Nations University (UNU-MERIT) di Maastricht, Belanda.</p>
<p>Dengan menganalisis data dari <a href="https://mikrodata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/653">Survei Sosio Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2015</a> dan <a href="https://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/599">Survei Potensi Desa (PODES) Tahun 2014</a>, mereka menemukan pola bahwa angka bencana alam yang tinggi di suatu desa berhubungan erat dengan angka pernikahan anak yang terjadi di desa tersebut.</p>
<p>Mengapa hal ini bisa terjadi? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/150373/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Kami bicara dengan Teguh Dartanto, ekonom di Universitas Indonesia yang meneliti tentang bagaimana bencana alam di Indonesia bisa menyebabkan meningkatnya angka pernikahan anak di daerah pedesaan.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1293242020-01-06T07:20:58Z2020-01-06T07:20:58ZBanjir besar di Jakarta awal 2020: penyebab dan saatnya mitigasi bencana secara radikal<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/308479/original/file-20200104-11914-hu073k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penduduk melintasi banjir di Jalan Daan Mogot Jakarta, 2 Januari 2020.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/people-crossing-flooded-road-jl-daan-1604328109">HariPhoto/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Curah hujan pada 1 Januari 2020 di sekitar Jakarta, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), termasuk yang paling ekstrem dan tertinggi <a href="https://news.detik.com/berita/d-4843572/data-bmkg-curah-hujan-2020-tertinggi-sejak-154-tahun-lalu">sejak 154 tahun lalu</a>. Banjir yang dipicu hujan besar <a href="https://metro.tempo.co/read/1290146/4-fakta-banjir-jakarta-di-tahun-baru-2020?page_num=1">menenggelamkan sebagian ibukota negara dan kota-kota penyangga sekitarnya</a>. </p>
<p>Sampai hari ini, lebih dari <a href="https://katadata.co.id/berita/2020/01/04/korban-banjir-jakarta-dan-sekitarnya-bertambah-jadi-53-orang">50 orang tewas</a> dan lebih <a href="https://news.detik.com/berita/d-4846069/bnpb-jumlah-pengungsi-banjir-jabodetabek-naik-jadi-173-ribu-orang">dari 170 ribu orang menjadi pengungsi dadakan</a> karena rumah mereka tersapu air bah. </p>
<p>Sudah banyak <a href="http://nirmana.petra.ac.id/index.php/cef/article/view/17367">penelitian</a> dan <a href="http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jft/article/view/1985">kajian</a> untuk menanggulangi banjir Jabodetabek. Baik pemerintah pusat dan daerah telah memproduksi <a href="https://www.tribunnews.com/metropolitan/2020/01/04/menteri-basuki-sudah-ada-masterplan-atasi-banjir-jakarta-sejak-1873">dokumen perencanaan</a>, tata ruang, <a href="https://www.pu.go.id/berita/view/3088/konsep-pemerintah-dalam-mengatasi-penanganan-banjir">master plan dan program</a>. </p>
<p>Namun hanya sedikit dari rencana-rencana tersebut sedikit yang sudah benar-benar terlaksana. Implementasi rencana penanggulangan banjir masih parsial, jangka pendek, dan belum terintegrasi. </p>
<p>Dengan semakin bertambah parahnya cuaca ekstrem akibat <a href="http://theconversation.com/cara-hentikan-perubahan-iklim-enam-cara-ini-membuat-dunia-lebih-baik-dan-lebih-sehat-117441">efek perubahan iklim</a> seluruh tingkat pemerintahan perlu mengeluarkan kebijakan radikal bekerja sama dengan masyarakat, swasta, LSM dan lembaga serta masyarakat internasional. </p>
<h2>Penyebab banjir</h2>
<p>Eksploitasi air tanah yang berlebihan di Jakarta menyebabkan ibu kota negara ini terus tenggelam, dengan rata rata-rata laju penurunan tanah <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2019/01/16/12274561/soal-penurunan-muka-air-tanah-jakarta-belajar-dari-jepang">sekitar 3-18 cm per tahun </a>. Kondisi ini bertambah memburuk di Jakarta Utara yang berbatasan dengan laut. Tinggi permukaan tanah di wilayah ini 1,5 meter lebih rendah dari permukaan air laut sebagai dampak perubahan iklim. Akibatnya aliran air dari hulu (Bogor dan Depok) pun tidak dapat terbuang ke laut.<br>
Selain penurunan permukaan tanah, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan banjir Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. </p>
<p>Saluran dan tangkapan air (waduk, sungai, kanal banjir, drainase dan ruang terbuka hijau) yang ada kapasitasnya kurang untuk menampung volume air yang besar akibat curah hujan yang ekstrem. Aliran dan sempadan sungai menyempit karena sebagian sungai di Jabodetabek mengalami pendangkalan. Beberapa daerah resapan dan waduk juga kurang maksimal karena berubah fungsi. </p>
<p>Selain itu saluran-saluran air yang ada tersumbat sampah akibat manajemen sampah yang buruk. DKI Jakarta memproduksi sampah <a href="https://sains.kompas.com/read/2019/11/01/190700323/jakarta-hasilkan-7.700-ton-sampah-per-hari?page=all">kurang lebih 7,500 ton per hari atau 2,7 juta ton per tahun</a>. Jumlah itu belum <a href="https://www.suara.com/news/2018/09/18/113846/miris-sampah-sungai-di-jakarta-capai-400-ton-setiap-hari">termasuk 300-400 ton sampah</a> yang dibuang oleh penduduk ke sungai terutama pada saat musim hujan.</p>
<p>Genangan air juga disebabkan oleh isu lama, yaitu tertutupnya permukaan tanah yang dilapis beton atau material yang menahan air untuk meresap dalam tanah. Pertumbuhan penduduk dan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang massif serta urbanisasi menyebabkan okupasi lahan semakin sempit. </p>
<p>Menurut <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/10/jumlah-penduduk-dki-jakarta-2019-mencapai-105-juta-jiwa">data Badan Pusat Statisik</a> penduduk Jakarta terus tumbuh, pada 2018 mencapai 10,46 juta jiwa. Hal ini menyebabkan lahan Jakarta terus berkurang. Pada 2014, sekitar 83% dari 674km2 wilayah Jakarta telah terpakai, <a href="https://www.mdpi.com/2071-1050/10/8/2934">menurut riset Mathias Garschagen dan koleganya (2008) </a>. Jadi wajar daya dukung kota terus menurun.</p>
<h2>Kebijakan radikal mitigasi bencana banjir</h2>
<p>Untuk mengelola dan mengurangi aliran air yang berlebihan dari hulu (Bogor dan Depok), maka pemerintah pusat perlu mendukung Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta dalam program-program penanggulangan banjir mereka. Selain revitalisasi hutan dan pembatasan pendirian bangunan di kawasan Puncak dan Bogor, penyelesaian <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/03/192200565/disebut-rk-mampu-kurangi-dampak-banjir-jakarta-berikut-fakta-soal-bendungan?page=all">waduk Ciawi dan Sukamahi</a> untuk mengurangi air di sungai-sungai besar sangat mendesak. </p>
<p>Dengan tren curah hujan yang terus tinggi, wilayah-wilayah ini perlu memiliki aliran dan penampungan air yang memadai. Dengan istilah apa pun, entah <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200103181345-20-462251/jalan-tengah-bnpb-soal-debat-normalisasi-vs-naturalisasi">normalisasi, naturalisasi, atau revitalisasi</a> pemerintah perlu mengembalikan fungsi sungai. Pemeliharaan dan pengerukan harus menjadi prioritas dan program wajib dan rutin pemerintah.</p>
<p>Kebijakan yang segera perlu dipercepat adalah realisasi pengelolaan sampah yang terintegrasi dan modern. <a href="https://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-daerah-nomor-3-tahun-2013-tentang-pengelolaan-sampah.pdf">Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 3/2013 tentang Pengelolaan Sampah</a> masih menggunakan konsep lama. Misalnya mulai dari pemilahan dan pembuangan masih konvensional. Untuk pembuangan, masih mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Bantar Gerbang. Padahal kapasitas TPA ini sudah tidak bisa diandalkan. </p>
<p>Kota sebesar dan sekaya DKI Jakarta mestinya sudah harus memiliki pengolahan sampah sendiri seperti <a href="https://upst.dlh.jakarta.go.id/itf/index">ITF (Intermediate Treatment Facilities</a>). Meskipun <a href="https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/04/12415311/jakpro-berencana-bangun-3-hingga-4-itf-lain-di-jakarta">ITF ini juga sudah dimulai</a>, tak kalah pentingnya mengubah cara berpikir masyarakat dengan membangun pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang menghasilkan kompos, <em>re-use</em>, dan produk lainnya. Begitu juga dengan sistem pemilahan dan pengumpulan sampah dari rumah tangga ke tempat fasilitas pengolahan.</p>
<p>Dengan terus turunnya permukaan tanah dan meningginya permukaan air laut salah satu caranya adalah dengan membangun dam raksasa di sepanjang wilayah Jakarta Utara. Proyek <a href="http://fgb.itb.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/2016-05-28_Donny-Azdan.pdf">National Capital Integrated Coastal Development Masterplan (NCICD)</a> yang sudah direncanakan tahun 2011 dan sekarang redup karena efek isu reklamasi Jakarta perlu segera dibahas lagi oleh pemerintah pusat dan daerah. Tentu saja pra-syarat proyek ini adalah penyusunan rencana yang benar-benar komprehensif, terintegrasi dan objektif serta benar-benar memperhitungkan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat. </p>
<p>Terakhir, guna mencegah penurunan permukaan tanah DKI Jakarta, harus ada peraturan daerah pelarangan penggunaan air tanah. Saat ini pemerintah DKI baru menerbitkan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/61239">Peraturan Gubernur No. 38/2017 tentang Pungutan Pajak Air Tanah</a>. </p>
<h2>Faktor manusia</h2>
<p>Selain kebijakan struktural di atas, untuk mengurangsi risiko banjir adalah perilaku manusia juga perlu berubah. Komitmen, kedisiplinan, dan keberanian serta terobosan pengambil kebijakan sangat diperlukan–termasuk keberanian untuk menegakkan hukum secara konsisten. Saat sidak ke gedung-gedung <a href="https://metro.tempo.co/read/1074202/anies-baswedan-beri-efek-jera-ke-ge%5Ddung-yang-mencuri-air-tanah/full&view=ok">di Jalan Sudirman Jakarta tahun 2008</a>, misalnya, pemerintah DKI Jakarta hanya mengirimkan surat teguran kepada salah satu hotel yang melanggar peraturan daerah tentang sumur resapan, instalasi pengolahan limbah, dan pemanfaatan air tanah.</p>
<p>Kebijakan dan informasi seperti mitigasi bencana, kesiapsiagaan, peta rawan bencana, rencana evakuasi, peringatan dini harus disosialisasikan kepada masyarakat secara terus menerus. Kita perlu membudayakan kesiapsiagaan bencana. </p>
<p>Pendidikan bencana menjadi kunci ketahanan (bukan kepasrahan) masyarakat menghadapi banjir ke depan. Sikap dan perilaku sadar bencana tidak hanya untuk kesiapsiagaan. Bencana seperti banjir, memerlukan persepsi, kesadaran, kedisiplinan yang terus menerus. Misalnya, dengan tidak membuang sampah sembarangan dan budaya menjaga lingkungan. </p>
<p>Kini kita menunggu keputusan radikal dari pemerintah agar banjir besar seperti pada 1 Januari lalu tidak berulang.</p>
<hr>
<p><em>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a></em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/129324/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Wignyo Adiyoso bekerja sebagai perencana pembangunan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Tulisan adalah pandangan pribadi.</span></em></p>Sudah banyak penelitian dan kajian, juga produk perencanaan, untuk menanggulangi banjir Jabodetabek. Namun sedikit yang sudah benar-benar telah dilaksanakan.Wignyo Adiyoso, Research Fellow at Research Centre of Conflict and Policy (RCCP) of Faculty of Administrative Sciences, Universitas BrawijayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1200002019-07-14T05:21:52Z2019-07-14T05:21:52ZStrategi menghindari trauma bagi peneliti saat riset di daerah rawan bencana<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/283527/original/file-20190710-44457-a5xj69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Korban tsunami di Palu, 11 Oktober 2018. Peneliti yang melibatkan partisipan korban bencana harus menyadari adanya risiko re-trauma bagi partisipan.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/palu-indonesia-october-11th-2018-victims-1210776760?src=xwWOR-JDAR6qH8dis1iEpA-1-76&studio=1">Fajrul Islam/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir bandang, dan kebakaran hutan tak hanya meninggalkan trauma mendalam bagi para korban di lokasi bencana, tapi juga para peneliti yang menggali data di daerah rawan bencana. Peneliti sebaiknya menyusun rencana menghadapi situasi darurat di lapangan.</p>
<p>Sebuah riset di Australia melaporkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26789530">81 persen peneliti yang mewawancarai penyintas bencana kebakaran</a> menderita gejala-gejala stres akibat trauma sekunder yaitu trauma yang ditimbulkan akibat terpapar pengalaman trauma orang lain. Indikasi stres ini mulai dari munculnya rasa sedih berlebihan, mati rasa secara emosi, hingga gangguan tidur dan konsentrasi, terutama jika mereka pernah merasakan trauma yang sama dengan partisipan riset. </p>
<p>Pelajaran yang mahal dapat diambil dari tewasnya sepasang peneliti gunung berapi dari Prancis <a href="https://link.springer.com/article/10.1007%2FBF00569946">Catherine dan Maurice Kafft</a> akibat awan panas gunung Unzen Jepang pada 1991. Juga dari kasus bunuh diri akibat depresi pada 1986 dalam kasus <a href="https://www.latimes.com/archives/la-xpm-1988-04-30-mn-2023-story.html">Valery Legasov</a>, ahli kimia dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Uni Soviet yang menyelidiki penyebab meledaknya reaktor nuklir <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Chernobyl_disaster">Chernobyl</a> di Ukraina era Uni Soviet. </p>
<p>Artikel ini terinspirasi dari pengalaman penulis saat <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212420918304588">mengumpulkan data di daerah pasca bencana di Aceh</a> selama enam bulan pada 2017. Ada beberapa saran untuk para peneliti yang bersiap akan meneliti di daerah rawan bencana, yaitu menyusun rencana kontingensi guna merespons ketidakpastian atau ancaman di luar kontrol diri sendiri, meningkatkan kemampuan berhadapan dengan partisipan yang sensitif, dan mencegah terjadinya stres akibat trauma sekunder. </p>
<p>Sayangnya, walau persiapan ini sangat penting sebagaimana <a href="https://dartcenter.org/sites/default/files/DCE_JournoTraumaHandbook.pdf">jurnalis meliput di daerah konflik dan rawan</a>, belum ada universitas yang mengajarkan tahap-tahap persiapan ini untuk para peneliti mereka dan mahasiswa riset doktoral. </p>
<h2>Susun rencana kontingensi</h2>
<p>Kini riset terkait bencana alam makin meningkat seiring dengan meningkatnya kejadian bencana alam di dunia. Pada dekade 1970-an, secara global tercatat sekitar 100 bencana alam yang dilaporkan setiap tahunnya, dari banjir, gempa hingga tsunami. Namun setelah tahun 2.000 <a href="https://ourworldindata.org/natural-disasters">angka bencana</a> yang dilaporkan meningkat tiga kali lipat lebih tiap tahunnya.</p>
<p>Dampak bencana, dari berbagai sisi ilmu pengetahuan, merupakan fenomena menarik bagi para peneliti. Melalui riset para ilmuwan berupaya mencari cara mencegah dan memitigasinya serta meningkatkan ketahanan penduduk di area rawan bencana. Namun demikian, mencari data di area bencana membutuhkan persiapan agar peneliti mampu menghadapi keadaan yang berpotensi menimbulkan masalah di lapangan. </p>
<p>Agar tetap aman hingga riset selesai, peneliti di daerah rawan bencana perlu menyusun beberapa rencana untuk menjaga keamanan peneliti dan partisipan riset. Rencana tersebut berupa langkah-langkah prosedural untuk menurunkan risiko terjadinya korban, baik dalam bentuk <a href="http://www.princeton.edu/%7Eoa/safety/protocol">protokol keselamatan</a>, kebijakan, ataupun petunjuk teknis, tergantung pada tingkat kekuatan pelaksanaan rekomendasi tersebut. </p>
<p>Berdasarkan pengalaman, peneliti perlu menyusun rencana kontingensi yang lebih lengkap daripada sekadar protokol keselamatan. Rencana kontingensi mencakup: </p>
<ol>
<li>Kemungkinan terjadinya bencana tertentu, jenisnya, kapasitas, dan kerentanan masyarakat di sekitarnya </li>
<li>Rencana evakuasi di mana saja peneliti berada, termasuk tempat berkumpul dengan keluarga saat terpisah ketika bencana terjadi<br></li>
<li><a href="https://theconversation.com/bagaimana-jejaring-sosial-dapat-menyelamatkan-hidup-saat-terjadi-bencana-103849">Faktor yang berpotensi mendukung evakuasi</a> seperti perilaku masyarakat, pengetahuan terhadap jalur evakuasi, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/mice.12113">tendensi arah gerak massa, dan kepatuhan terhadap aturan evakuasi</a>. </li>
</ol>
<p>Saya merasakan manfaat dari rencana kontingensi gempa dan tsunami yang sudah saya uji beberapa kali sebelum pengumpulan data di Aceh pada 2017. Ketika suatu hari benar-benar terjadi gempa besar, <a href="https://theconversation.com/meninjau-ulang-strategi-peringatan-dini-tsunami-di-indonesia-cermin-dari-palu-104238">sistem peringatan dini tsunami</a> diaktifkan dan terjadi banyak kecelakaan lalu lintas akibat upaya evakuasi yang dilakukan masyarakat, saya mengajak partisipan melaksanakan apa yang ada dalam rencana kontingensi tersebut. </p>
<p>Saat itu kami memilih untuk berjalan kaki dan berkumpul di tempat yang aman dan diperkirakan cukup tinggi dan tak terdampak tsunami. Di sana kami menunggu hingga beberapa jam, baru kemudian bergerak menuju tempat berkumpul lain di daerah aman yang telah menjadi kesepakatan dengan keluarga dan tercatat dalam rencana kontingensi gempa dan tsunami yang telah kami susun sebelumnya. </p>
<p>Dengan cara tersebut kami tidak terjebak dalam arus lalu lintas yang berbahaya akibat kepanikan warga saat evakuasi terjadi dan selamat dari bencana gempa (dan potensi tsunami). </p>
<h2>Menghadapi partisipan yang sensitif</h2>
<p>Dalam penelitian yang melibatkan partisipan yang terdampak bencana, penting bagi periset untuk menyadari adanya risiko bangkitnya trauma lagi bagi partisipan. </p>
<p>Memang sebagian besar responden memiliki <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1077800403009003001">kondisi mental yang cukup kuat untuk menyelesaikan wawancara</a>. Partisipan yang kuat memiliki <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1111/j.0963-7214.2005.00347.x?journalCode=cdpa">cara sendiri untuk menyelesaikan masalah</a> dan percaya bahwa manfaat penelitian lebih besar daripada stres yang dihasilkan sebagai efek samping dari wawancara yang dilakukan. </p>
<p>Namun demikian ada juga partisipan yang mungkin menolak untuk menjawab pertanyaan wawancara karena ingin menghindari<a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26540082">gejala trauma ulang</a> (seperti kilasan ingatan yang mengerikan, mimpi buruk atau reaksi trauma lainnya). </p>
<p>Reaksi menghindar tersebut bisa jadi adalah bagian dari mekanisme adaptasi terhadap trauma, namun mungkin juga merupakan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23318005">gejala depresi, kecemasan, atau PTSD (post traumatic stress disorder)</a>. Jika ini terjadi, peneliti sebaiknya berusaha memahami kondisi partisipan dan berhati-hati memilih waktu yang tepat untuk wawancara. Tunggulah hingga keluarga mereka yang meninggal selesai dimakamkan, partisipan telah memiliki tempat berteduh yang layak, dan mereka memiliki akses terhadap bantuan hidup pasca bencana. </p>
<p>Peneliti juga perlu memfasilitasi partisipan untuk mendapat bantuan psikologis ketika wawancara menimbulkan munculnya gejala trauma. </p>
<p>Strategi lainnya adalah menyusun urutan pertanyaan wawancara dengan meletakkan pertanyaan paling sulit dan sensitif di bagian akhir wawancara. Sebaiknya juga ada sesi tanya-jawab setelah wawancara untuk mengurangi stres. Yang paling penting adalah selalu menerapkan pendekatan komunikasi yang baik, misalkan prinsip <a href="https://books.google.com.au/books/about/Talking_with_Patients.html?id=iTFrAAAAMAAJ&redir_esc=y">‘CARE’ communication</a> , yang terdiri dari elemen ‘Comfort, Acceptance, Responsiveness dan Empathy’, yang memperhitungkan faktor kenyamanan, penerimaan, daya respons, dan rasa empati. </p>
<p>Sebagai referensi tambahan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan <a href="https://www.who.int/mental_health/publications/guide_field_workers/en/">pedoman bagi relawan</a> yang dapat dimanfaatkan oleh para peneliti yang mencari data dan interview di daerah rawan bencana. </p>
<h2>Mencegah stres karena trauma sekunder</h2>
<p>Peneliti yang bersentuhan dengan partisipan yang mengalami trauma psikologis dan terpapar dengan kisah mereka saat memberikan bantuan kepada mereka juga berisiko menderita stres akibat trauma sekunder. </p>
<p>Stres akibat trauma sekunder ini dapat terjadi sebagai akibat akrabnya interaksi peneliti dengan penyintas bencana. </p>
<p>Gejala trauma sekunder antara lain munculnya rasa takut berlebihan, mudah terkejut, gangguan tidur, gangguan fisik seperti jantung mudah berdebar, tangan mudah berkeringat, dan sesak nafas. Gejala tersebut serupa dengan gangguan stres setelah trauma (<em><a href="https://hellosehat.com/penyakit/post-traumatic-stress-disorder-ptsd/">post traumatic stress disorder, PTSD</a></em>), bedanya ada pada sumber trauma. Penderita PTSD mengalami sendiri trauma tersebut, sedangkan penderita trauma sekunder terpapar trauma karena mendengar kisah atau berinteraksi akrab dengan penderita trauma. </p>
<p>Untuk mencegah dan mengatasi trauma sekunder, peneliti sebaiknya membiasakan hidup sehat, termasuk mengkonsumsi makanan sehat, olahraga, manajemen stres yang baik, dan menjaga kualitas tidur. </p>
<p>Jika peneliti merasakan adanya terlintas keinginan untuk bunuh diri, maka dia perlu konsultasi psikologis untuk mengidentifikasi faktor risiko. Perlu ada konsultan yang dapat dihubungi lewat telepon jika ada krisis mental. </p>
<p>Bila keadaan lebih buruk mungkin terjadi, misalnya peneliti memang pernah mencoba bunuh diri, maka perlu ditambahkan upaya menghindarkan diri sendiri dari kesempatan bunuh diri. Misalnya menyingkirkan benda tajam dari sekelilingnya, selalu mengevaluasi diri, dan upaya serius lainnya. </p>
<p>Persiapan penelitian sebaiknya mempertimbangkan kemungkinan adanya masalah di lapangan. Saran tersebut di atas mungkin bermanfaat pada saat mempersiapkan dan pelaksanaan riset di lapangan. </p>
<p>Refleksi pasca penelitian juga penting agar peneliti terus belajar dan memproduksi pengetahuan baru untuk mengatasi masalah lain dalam riset berikutnya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/120000/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rosaria Indah menerima dana dari LPDP (Lembagai Pengelola Dana Pendidikan) untuk program PhD di University of Sydney.</span></em></p>Peneliti yang bersentuhan dengan partisipan yang mengalami trauma psikologis juga berisiko menderita stres akibat trauma sekunder.Rosaria Indah, PhD Student, University of SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1178322019-06-14T07:37:54Z2019-06-14T07:37:54ZBanjir bandang jelang kemarau: absennya data dan mengapa sering berulang?<p>Saat sekitar seperempat wilayah Indonesia <a href="https://www.bmkg.go.id/iklim/prakiraan-musim.bmkg">mulai musim kemarau awal April lalu</a>, <a href="https://bnpb.go.id/potensi-bencana">banjir bandang</a>–meluapnya air secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai–masih terjadi di <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190502081718-20-391255/korban-meninggal-banjir-longsor-bengkulu-tembus-30-orang">Bengkulu (30 orang tewas)</a>, <a href="https://www.voaindonesia.com/a/banjir-bandang-di-sigi-sulawesi-tengah-1-tewas-2-ribu-mengungsi/4896553.html">Sigi Sulawesi Tengah</a>, dan terakhir di <a href="https://regional.kompas.com/read/2019/06/11/13070091/5-fakta-banjir-bandang-di-konawe-utara-evakuasi-ribuan-warga-terisolir?page=all">Konawe Utara Sulawesi Tenggara</a>. </p>
<p>Akhir Maret lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/03/30/emergency-period-ends-for-flood-torn-sentani.html">mengakhiri periode darurat banjir bandang di Sentani Papua</a>, yang <a href="https://www.voaindonesia.com/a/bnpb-banjir-bandang-sentani-akibat-ulah-manusia-yang-merusak-alam/4836093.html">menewaskan 77 orang</a> dan hampir <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/03/19/16162311/6831-orang-mengungsi-akibat-bencana-banjir-bandang-di-sentani-jayapura">7000 orang jadi pengungsi</a> dadakan. </p>
<p><a href="https://journals.ametsoc.org/doi/full/10.1175/JHM-D-16-0081.1">Beberapa riset</a> menunjukkan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/jfr3.12187">dua faktor alam</a> dapat menyebabkan banjir bandang, yaitu cuaca dan kemiringan lereng. Tapi kita tidak bisa menyangkal bahwa banjir bandang adalah bencana buatan manusia. Deforestasi, alih fungsi lahan yang cepat di hulu bertanggung jawab atas munculnya banjir bandang. </p>
<p>Karena itu, selain mencegah penggundulan hutan, pemerintah harus mengembangkan peringatan dini berbasis nilai ambang batas curah hujan dan durasinya untuk mengatasi banjir bandang.</p>
<h2>Mitigasi banjir bandang</h2>
<p>Banjir tidak bisa kita hindari, tapi dampaknya bisa dikurangi dengan mitigasi yang tepat. </p>
<p>Di Amerika, Badan Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) merilis peringatan banjir bandang berdasarkan prediksi dan durasi hujan yang <a href="https://www.weather.gov/safety/flood-watch-warning">dapat diakses secara <em>real-time</em></a> untuk mengurangi risiko akibat banjir bandang. Mereka juga memasang rambu-rambu peringatan di tepi sungai dan bukit di daerah rawan banjir bandang. </p>
<p>Di Eropa, sumber data hidrometeorologi yang dipublikasikan dalam <a href="http://changes-itn.eu/Portals/0/Content/2012/Romania%20September/TS02%20monitoring%20changes/GaumeEtAl2009.PDF">Journal of Hydrology</a> terbitan Maret 2009 menginventarisasi 500 banjir bandang yang terkait dengan aspek geografi, meteorologi, hidrologi dan hidrolika untuk mengungkap karakteristik historis banjir bandang. Data ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk memprediksi banjir bandang yang akan datang. </p>
<p>Bagaimana di Indonesia? Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki data resmi banjir bandang. </p>
<p>BNPB lebih menekankan pada bantuan pascabencana. Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) belum melayani prediksi banjir bandang secara khusus. </p>
<p>Untuk memonitor historis banjir dan tanah longsor secara umum, BNPB menyediakan informasi di <a href="http://dibi.bnpb.go.id">situsnya</a>, tapi tidak secara khusus menjelaskan kejadian banjir bandang. </p>
<h2>Air bah mematikan</h2>
<p>Tidak adanya peringatan dini, respons yang lemah dari indikasi alam dan waktu yang terbatas untuk mengingatkan masyarakat menjadikan banjir bandang bencana paling merusak bagi masyarakat yang tinggal di tepi sungai. Dampaknya menjadi masif ketika lingkungan terdegradasi. </p>
<p><a href="https://www.cred.be/sites/default/files/ADSR_2014.pdf">Annual Disaster Statistical Review 2014</a> yang disusun oleh Pusat Penelitian Epidemiologi Bencana (CRED) Catholic University of Louvain (UCL) Belgia secara global melaporkan angka kematian yang tinggi akibat banjir bandang, mencapai 5.000 orang per tahun. </p>
<p>Di Indonesia, menurut CRED, dari 7.000 banjir yang terjadi dalam satu dekade terakhir, 10% berasal dari banjir bandang. </p>
<p>Belum ada data total kematian dalam satu dekade terakhir akibat banjir bandang di negeri ini, tapi setiap kali kejadian banjir bandang, ada banyak kematian. Yang paling parah terjadi pada November 2003 di lokasi wisata Bukit Lawang, Bahorok, Sumatera Utara. Korban tewas 200 orang. </p>
<p>Banjir bandang di daerah aliran sungai (DAS) Kali Putih dan Denoyo, Jember, Jawa Timur pada 2 Januari 2006 menewaskan lebih dari 100 orang dan di <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Wasior_2010">Wasior Papua Barat 2010 memakan korban tewas lebih dari 110 orang</a>. </p>
<p>Menilik dari seringnya pemberitaan banjir bandang, tampaknya tren banjir bandang di Indonesia meningkat dan ini menimbulkan kekhawatiran. </p>
<p>Selain menyebabkan kematian, banjir bandang berdampak pada kerugian ekonomi yang besar. Kerugian yang disebabkan banjir bandang Tamiang Aceh 2006 <a href="http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1168483675167/AcehFloodReport_en.pdf">mencapai Rp1 triliun</a>, setara dengan Anggaran Kabupaten (APBK) 2,5 tahun. </p>
<p>Dibandingkan dengan genangan akibat banjir konvensional, kerugian akibat banjir bandang tetap lebih besar.</p>
<h2>Faktor cuaca dan kemiringan lereng</h2>
<p>Dalam kasus Sentani, Kepala BNPB <a href="http://www.tribunnews.com/section/2019/03/18/kepala-bnpb-beberken-3-faktor-penyebab-banjir-bandang-di-sentani-papua">Doni Monardo</a> mengidentifikasi beberapa faktor di balik banjir bandang tersebut, yaitu hujan dengan intensitas tinggi (240 milimeter selama lebih dari lima jam) dan degradasi lahan di pegunungan Cycloop. Dia juga menyoroti bahwa kemiringan lereng di dataran tinggi tersebut berkisar antara 40-90 derajat. </p>
<p><a href="https://journals.ametsoc.org/doi/full/10.1175/JHM-D-16-0081.1">Sejumlah riset</a> memang menunjukkan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/jfr3.12187">cuaca dan kemiringan lereng</a> dapat menyebabkan banjir bandang. Curah hujan yang intens menyebabkan lereng menjadi tidak stabil dan bergerak ke bawah, menimbulkan longsoran. Saat longsoran ini jatuh ke badan sungai, menyebabkan sungai terbendung. Ketika “bendungan” di sungai ini runtuh karena tekanan yang kuat, terjadilah banjir bandang, air bergerak dengan kecepatan tinggi rata-rata mencapai 300 km per jam. Aliran air bah ini juga membawa tanah, batu, kayu dan pohon. </p>
<p>Studi ilmiah mengungkapkan <a href="https://www.liputan6.com/regional/read/3927107/penjelasan-ilmiah-banjir-bandang-sentani-versi-tim-pvmbg">geologi pegunungan</a> yang berisi batu dan lapisan tanah yang tipis akan mudah longsor jika vegetasi hilang. </p>
<p>Curah hujan ekstrem, pembalakan liar, transformasi lingkungan yang berlebihan di bukit/pegunungan terlihat di kejadian terlihat dari pengalaman banjir bandang mematikan pada masa lalu seperti di <a href="https://www.liputan6.com/news/read/65748/korban-tewas-banjir-langkat-menjadi-72-orang">Bukit Lawang</a>, Wasior, <a href="https://aceh.tribunnews.com/2017/12/03/banjir-bandang-terjang-lima-desa-di-aceh-tamiang-warga-sempat-mengungsi">Tamiang</a>, dan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_bandang_Tangse_2011">Tangse Aceh</a>. Faktor-faktor ini adalah penyebab khas banjir bandang di Indonesia.</p>
<p>Perubahan iklim membuat siklus hidrologi (hujan dan penguapan air) yang diakibatkan oleh memanasnya suhu muka laut bergerak lebih cepat, berdampak pada bencana hidrometeorologis yang sering terjadi. </p>
<p>Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (<a href="https://www.ipcc.ch/site/assets/uploads/2018/02/WG1AR5_Chapter11_FINAL.pdf">IPCC) 2013</a> memproyeksikan peningkatan intensitas hujan sebesar 17% di daerah tropis. </p>
<p>Jadi, penting untuk mengidentifikasi dan memetakan karakteristik banjir bandang yang terjadi di daerah-daerah di Indonesia, apakah ini benar-benar karena faktor alam atau manusia. Curah hujan ekstrem, pembalakan liar, transformasi lingkungan yang berlebihan di bukit/pegunungan adalah penyebab khas banjir bandang di Indonesia.</p>
<h2>Saatnya bertindak</h2>
<p>Pada 2019 <a href="https://mediaindonesia.com/read/detail/215114-207000-ha-lahan-kritis-akan-dipulihkan">Kementerian Lingkungan Hidup</a> menekankan pada rehabilitasi sekitar 207.000 hektar tanah dan DAS termasuk reboisasi dataran tinggi yang rentan terhadap tanah longsor dan banjir. </p>
<p>Selain itu, untuk kesiapsiagaan bencana, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/01/07/18530361/jokowi-minta-edukasi-dan-mitigasi-bencana-masuk-kurikulum-pendidikan">Presiden Joko Widodo meminta </a> Kementerian Pendidikan memasukkan mitigasi bencana menjadi bagian dari kurikulum nasional. </p>
<p>Inisiatif pemerintah untuk mitigasi bencana perlu dihargai. Namun itu belum cukup. </p>
<p>Peringatan dini berbasis nilai ambang batas curah hujan sangat mendesak untuk dikembangkan. Kita perlu tahu berapa banyak hujan dan berapa lama yang diperlukan untuk memicu banjir bandang, menjadikan hal-hal tersebut indikator penting untuk diukur. Di sisi lain, identifikasi daerah rawan longsor, terutama lereng-lereng curam di daerah hulu adalah sangat penting. </p>
<p>Tercatat banjir bandang di Bukit Lawang 2003 terjadi akibat tanah longsor dengan kemiringan <a href="https://regional.kompas.com/read/2012/08/24/02381910/Belajar.dari.Banjir.Bandang.Bukit.Lawang?page=all">lereng 30-70 derajat</a>. Di daerah seperti itu, rambu-rambu peringatan di tepi sungai serta rute evakuasi dan konstruksi sipil yang ramah lingkungan, misalnya pembangunan jembatan dan proyek-proyek pertambangan serta suksesi hutan sangat mendesak. </p>
<p>Kawasan bernilai konservasi tinggi harus dilindungi dengan peraturan ketat. Memberdayakan petani yang tinggal di sekitar sungai, yang merupakan pelindung DAS, perlu diwujudkan. Tujuannya untuk menyelamatkan lingkungan dengan biaya yang relatif rendah bahkan di daerah dengan aksesibilitas yang buruk. </p>
<p>Upaya petani-petani tersebut untuk mencegah intervensi awal terhadap mereka yang ingin mengkonversi lahan sampai revegetasi dan upaya mempertahankan fungsi ekologis harus dihargai. Pemerintah dapat memberikan insentif untuk kegiatan agroforestri petani pelindung DAS tersebut.</p>
<p>Untuk mencegah banjir bandang berulang, pemerintah dan masyarakat perlu mengembangkan pengelolaan dan perlindungan DAS berbasis masyarakat menuju pelestarian lingkungan terpadu.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117832/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki data resmi banjir bandang. BNPB lebih menekankan pada bantuan pascabencana. Sementara BMKG belum melayani prediksi banjir bandang secara khusus.Yopi Ilhamsyah, Lecturer in Meteorology, Universitas Syiah KualaCut Azizah, Dosen Teknik Sipil, Universitas AlmuslimLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1133242019-04-12T03:43:45Z2019-04-12T03:43:45ZHidup dengan bencana alam–bagaimana menghadapi budaya pasrah di Indonesia<p>Berada di <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Cincin_Api_Pasifik">Cincin Api Pasifik</a>, wilayah yang secara geologis paling aktif di dunia, Indonesia rentan terhadap bencana alam. </p>
<p>Pada Juli dan Agustus 2018 gempa bumi yang seperti tak habis-habisnya melanda Bali dan Lombok, menewaskan lebih dari 600 orang. Tidak lama kemudian, gempa bumi menghantam pantai Sulawesi Tengah, diikuti oleh tsunami lokal yang melanda Kota Palu dan sekitarnya. Lebih dari 2.100 orang tewas. Hanya beberapa hari sebelum Natal 2018, tsunami melanda pesisir Pulau Jawa dan Sumatra. Dipicu oleh runtuhnya sebagian gunung api Anak Krakatau ke laut setelah letusannya, bencana ini menewaskan sedikitnya 420 orang.</p>
<p>Beberapa analis telah mengomentari <a href="https://theconversation.com/meninjau-ulang-strategi-peringatan-dini-tsunami-di-indonesia-cermin-dari-palu-104238">kesiapan dan tanggapan pemerintah terhadap bencana ini</a>. Namun, di masyarakat sendiri, ada cara pandang yang mengaitkan unsur-unsur keimanan dengan bencana alam. Misalnya, bahwa terdapat <a href="https://theconversation.com/the-mosques-that-survived-palus-tsunami-and-what-that-means-104471">dua masjid di Palu yang tetap berdiri</a>-sementara bangunan yang lain hancur-memicu perdebatan tentang intervensi Ilahi dalam bencana alam ini.</p>
<p>Baik sebagai respons langsung terhadap bencana atau sebagai cara utuk dapat menghadapi dampak bencana, banyak anggota masyarakat menanggapi ketidakpastian dari alam dengan sikap “lihat saja nanti”.</p>
<p>Masyarakat Indonesia menggunakan konsep pasrah, yang berarti berserah kepada Tuhan, untuk mengartikulasikan sikap ini. Pasrah memiliki makna yang berbeda bagi setiap individu dan komunitas, tapi konsep itu sendiri dikenal oleh banyak agama di dunia.<br>
Dalam konsep pasrah, nasib umat manusia sepenuhnya ditentukan oleh Tuhan sehingga tidak begitu masuk akal bagi manusia untuk berencana menghadapi kejadian-kejadian dan akibat-akibat yang tidak terduga. Interpretasi pasrah yang lain menyatakan bahwa manusia harus berusaha sekuat tenaga sambil memahami bahwa pada titik tertentu nasiblah yang menentukan.</p>
<p>Meski bukan merupakan konsep yang khusus untuk Indonesia saja, lazimnya konsep pasrah di seluruh kepulauan Indonesia mempengaruhi perencanaan penanggulangan bencana alam dan konservasi lingkungan. Ketika semua sudah ditakdirkan, apa gunanya merencanakan kebijakan dan langkah untuk mengurangi dampak dari bencana alam, atau mengakui bahwa manusia memiliki peran dalam melindunginya?</p>
<h2>Sikap pasif terhadap bencana</h2>
<p>Penyebab bencana alam di Indonesia–kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di atas pertemuan lempeng Bumi dan memiliki banyak gunung api–juga telah menjadikan negeri sebagai salah satu daerah yang lingkungannya paling produktif di dunia. Negara ini memiliki tanah yang kaya nutrisi dan terumbu karang yang kaya dengan ikan. Selama beberapa generasi, rakyat Indonesia dan penjajah dari Barat telah memanfaatkan sumber daya ini.</p>
<p>Namun, kekayaan yang tampaknya tak terbatas–dieksploitasi melalui pertambangan, produksi minyak kelapa sawit, dan penangkapan ikan tanpa kendali–malah menciptakan masalah yang luar biasa: Indonesia memiliki tingkat kerusakan lingkungan tercepat di dunia, dan tampaknya belum ada solusi efektif untuk mengatasinya. </p>
<p>Pemerintah Indonesia terus berjuang untuk mempersiapkan komunitas lokal untuk menghadapi bencana, baik bencana akibat manusia, maupun bencana alam, terutama ketika orang umumnya percaya bahwa apa pun yang terjadi itu adalah kehendak Tuhan.</p>
<p>Dari Juni sampai September 2018, kami mewawancarai sekitar 30 penduduk di Yogyakarta dan Salatiga, Jawa Tengah, untuk lebih memahami arti konsep pasrah terhadap bencana alam yang dipengaruhi manusia maupun tidak untuk kesiapsiagaan di masa depan. </p>
<p>Kami meminta informasi dari penduduk Yogyakarta yang tinggal di dekat Gunung Merapi dan Kota Salatiga terletak 23 kilometer di utara kaki Gunung Merapi. Banyak penghuni Salatiga ingat letusan-letusan Gunung Merapi pada masa lalu. Karena jumlah penduduknya yang lebih dari 170.000 jiwa, Salatiga adalah kota terbesar di daerah bencana berisiko tinggi.</p>
<p>Kami mensurvei dan mewawancarai penduduk dari berbagai latar belakang, dan terlihat jelas dari penjelasan para penduduk, konsep pasrah dan takdir mempengaruhi pemikiran mereka tentang pelestarian lingkungan.</p>
<p>Kami menemukan bahwa mereka yang percaya bahwa bencana alam secara langsung dipengaruhi oleh Tuhan cenderung berpendapat bahwa manusia bukan penyebab kerusakan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang tidak melihat bencana alam sebagai kehendak Tuhan cenderung beranggapan manusia berperan dalam kerusakan lingkungan seperti limbah platik, pencemaran udara dan air, dan penggunaan sumber daya alam di hutan dan laut secara berlebihan. </p>
<p>Penting untuk dicatat bahwa, bagi banyak orang yang kami wawancarai, pasrah bukan hanya disebabkan karena sikap pasif. Pasrah juga merupakan sikap berserah yang timbul dari ketidakmampuan untuk meninggalkan daerah rawan bencana, karena mereka kurang mampu atau tidak memiliki tempat tinggal yang lain. Ada juga karena kegagalan pemerintah menghadapi kerusakan lingkungan yang parah akibat berbagai hal, mulai dari penangkapan ikan yang tak terkendali, deforestasi hingga polusi plastik.</p>
<h2>Mengenal sikap agama dan budaya</h2>
<p>Mengingat tingginya tingkat kehancuran lingkungan yang diakibatkan manusia maupun alam di Indonesia, semakin penting bagi pemerintah untuk menanggapi konsep-konsep tertentu dari agama dan budaya yang menghambat masyarakat dalam merespons secara efektif terhadap bencana alam. Pemerintah juga perlu mengatasi faktor-faktor eksternal yang membuat orang tidak dapat meninggalkan daerah bencana tepat waktu, seperti kegagalan sistem peringatan bencana.</p>
<p>Dalam hal pengelolaan lingkungan, konsep keagamaan di luar pasrah juga dapat memberikan pelajaran berharga untuk mengatasi masalah <a href="https://www.britannica.com/science/tragedy-of-the-commons">tragedi milik bersama</a> ini. Lebih dari 750 ayat dalam Alquran berhubungan dengan lingkungan. Agama Kristen juga mengajarkan untuk menghormati semua ciptaan Tuhan. </p>
<p>Ajaran-ajaran ini diakui secara luas di antara orang-orang yang kami survei dan menambahkan perspektif yang kritis pada konteks pasrah dalam kehidupan sehari-hari.</p>
<p>Terkait dengan hal ini, karena degradasi lingkungan meningkat dengan cepat, sangat penting untuk memahami bagaimana keyakinan-keyakinan budaya mendukung atau menghambat pengelolaan lingkungan. Ajaran agama dapat membuka wawasan untuk mengatasi hambatan ini. </p>
<p>Namun, pada akhirnya pemahaman yang lebih mendalam tentang beragam komunitas di seluruh Indonesia dan berbagai tantangan yang mereka hadapi adalah langkah pertama untuk mempersiapkan masyarakat ketika bencana terjadi.</p>
<p>Masa depan manusia mungkin tetap menjadi kehendak Tuhan, tapi masa depan kesehatan lingkungan dunia tetap di tangan manusia.</p>
<hr>
<p><em>Artikel ini ditulis bersama dengan <a href="https://gwtoday.gwu.edu/student-researcher-dives-passion-marine-conservation">Chloe King</a>, mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas George Washington.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/113324/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Juliana Wijaya tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Baik sebagai respons langsung terhadap bencana atau sebagai cara utuk dapat menghadapi dampak bencana, banyak anggota masyarakat menanggapi ketidakpastian dari alam dengan sikap “lihat saja nanti”.Juliana Wijaya, Lecturer in Indonesian, University of California, Los AngelesLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1097162019-01-11T09:21:04Z2019-01-11T09:21:04ZSuka ambil ‘selfie’ di lokasi bencana pertanda gangguan kejiwaan<p>Beberapa waktu yang lalu, sebuah <em>selfie</em> (swafoto) yang <a href="https://www.theguardian.com/world/2018/dec/26/destruction-gets-more-likes-indonesias-tsunami-selfie-seekers?fbclid=IwAR00fgVOgPLsoGMqAwR0E7WdUCdp7si6JBR1KODWGge_I4bfq3-40e-xrKw">menunjukkan sekelompok perempuan</a> berpose di depan lokasi bencana tsunami yang terjadi di pesisir Selat Sunda menjadi viral di media sosial. </p>
<p>Foto yang beredar di media sosial tersebut menimbulkan perdebatan apakah pantas mengambil <em>selfie</em> di daerah bencana. Beberapa pakar media sosial mengatakan sikap ini dapat diterima, dengan mengatakan bahwa praktik seperti itu normal di era media sosial. Namun saya tidak setuju. Mengambil <em>selfie</em> di lokasi bencana adalah perilaku yang tidak dapat dibenarkan karena di samping membahayakan, perilaku tersebut menunjukkan gangguan mental.</p>
<h2>Fenomena mendunia</h2>
<p>Anehnya, fenomena mengambil <em>selfie</em> di lokasi bencana begitu merajalela di Indonesia. <a href="https://www.merdeka.com/teknologi/terlalu-pesawat-hercules-jatuh-warga-justru-asyik-selfie.html">Sekelompok orang berpose</a> di depan bangkai pesawat yang jatuh di Medan, Sumatra Utara pada Juli 2015. </p>
<p>Kemudian, ketika segerombolan orang mengunjungi lokasi penyerangan teroris di Kampung Melayu, Jakarta Timur pada pertengahan 2017, mereka lalu <a href="http://poskotanews.com/2017/05/25/terobos-lokasi-bom-kampung-melayu-bapak-anak-dianggap-mau-piknik/">mengambil telepon seluler (ponsel) mereka dan memotret tempat kejadian perkara</a>.</p>
<p>Tidak hanya di Indonesia, fenomena <em>selfie</em> semacam itu ternyata populer dan juga kontroversial di negara lain. <a href="https://www.msn.com/en-gb/news/uknews/labour-candidate-amran-hussain-defends-selfie-stick-picture-on-beach-where-tunisian-massacre/ar-AAch5ZX?ocid=UP97DHP">Seorang konsultan kesehatan</a> diprotes karena menggunakan tongkat <em>selfie</em> saat mengambil foto dengan teman-temannya di sebuah pantai di Tunisia, di mana 38 orang terbunuh oleh seorang penembak yang diduga memiliki hubungan dengan IS. </p>
<p>Di Nepal, sekelompok orang diberitakan <a href="https://www.dailymail.co.uk/indiahome/indianews/article-3064702/Disaster-selfies-tourists-turned-reliefworkers-saviours-sky-Stories-heroism-tragedy-aftermath-Nepal-s-killer-earthquake.html">mengambil <em>selfie</em> di depan reruntuhan</a> Menara Dhahara yang rusak karena gempa tahun 2015. </p>
<h2>Mengapa sebaiknya kita tidak mengambil <em>selfie</em> di lokasi bencana</h2>
<p>Mengambil <em>selfie</em> setelah bencana yang mengerikan telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan kita sehari-hari. Praktik tersebut sama saja dengan perilaku orang yang bergerombol untuk menonton kecelakaan di jalanan.</p>
<p>Ahli media Yasmin Ibrahim dari Queen Mary University di Inggris menulis <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14682753.2015.1116755?journalCode=rjmp20">sebuah artikel yang menarik</a> terkait topik ini. Dia menyebut fenomena ini sebagai “<em>selfie</em> bencana” atau “pornografi bencana” dan mendefinisikannya sebagai “perilaku ganjil yang dimotivasi oleh keinginan mencapai kepuasan diri sendiri, dengan situasi pasca bencana sebagai latar belakang”.</p>
<p>Seorang psikoanalis terkemuka, Carl Jung, berpendapat bahwa secara alamiah, manusia senang melihat orang lain menderita, karena hal tersebut menghibur diri kita, namun kita tidak secara langsung terkena dampaknya. Dengan melihat penderitaan orang lain, kita diberi kesempatan untuk menghakimi dan menertawakan orang lain, sementara kita terbebaskan dari merasakan penderitaan. Carl Jung menciptakan sebuah istilah yang dikenal sebagai <a href="https://www.salon.com/2012/02/18/the_science_of_rubbernecking/"><em>corpse preoccupation</em></a> untuk merujuk pada keinginan seseorang untuk menyaksikan hal-hal yang aneh dan mengerikan. </p>
<p>Jung percaya bahwa di dalam setiap manusia, ada yang disebut sebagai bayangan (<em>shadow</em>) yang mewakili sisi manusia yang paling gelap. Dia berpendapat bahwa semakin kita menekan bayangan tersebut, semakin kuat bayangan tersebut dalam mempengaruhi perilaku kita. Itulah sebabnya sulit bagi kita untuk menghindari godaan untuk tidak melihat penderitaan orang lain. Melihat kesengsaraan orang lain menjadi sulit untuk ditolak, karena tindakan tersebut memenuhi kepuasan diri untuk membiarkan si bayangan berkuasa, tanpa kita perlu melakukan kejahatan apa pun.</p>
<p>Saat kita melihat kesengsaraan orang lain, seorang filsuf terkenal dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya <a href="https://www.goodreads.com/book/show/4939392-memahami-negativitas">Frankie Budi Hardiman</a> mengatakan bahwa tindakan tersebut juga mengindikasikan bahwa kita sedang mencari informasi. Tindakan ini didorong oleh “keinginan tak penting untuk tahu” dan keinginan tersebut bersifat asing, menghakimi, egosentris dan eksploitatif. Seorang pelaku menggunakan korban sebagai objek yang menghibur untuk memenuhi keinginan mereka. Dalam kasus ini, melihat artinya tidak melakukan apa-apa atau bahkan sebuah tanda penolakan untuk turun campur. Tindakan ini dilakukan bukan untuk menolong ataupun memahami korban. </p>
<p>Sebenarnya menakutkan ketika kita menyadari bahwa kebiasaan melihat penderitaan orang lain begitu mengakar di masyarakat kita. Hal tersebut juga menyiratkan bahwa kesedihan orang lain dianggap sebagai komoditas yang menghibur. Praktik melihat penderitaan orang lain tanpa melakukan apa-apa pada akhirnya akan menjadi parah ketika kemudian orang-orang yang melihat itu mengambil <em>selfie</em> untuk mendokumentasikan kesengsaraan orang lain dan mendistribusikannya di media sosial.</p>
<p>Tindakan tersebut merupakan pertanda sebuah masalah moral yang serius, karena praktik mengambil <em>selfie</em> di lokasi bencana lebih jahat daripada menjadi pengamat saja. Kebiasaan tersebut merupakan gejala patologi sosial, yaitu hilangnya rasa empati.</p>
<h2>Masalah keselamatan</h2>
<p>Orang lain bisa berpendapat bahwa <a href="https://www.thejakartapost.com/life/2018/12/28/its-normal-to-take-a-selfie-in-disaster-stricken-areas-social-media-observer.html">mengambil <em>selfie</em></a> pada lokasi bencana adalah hal yang bisa diterima. Mereka bisa berargumen bahwa foto-foto tersebut dibutuhkan sebagai bukti bahwa pembagian bantuan benar-benar dilaksanakan. Saya bisa menerima alasan tersebut asal tindakan tersebut tidak dilakukan untuk kepentingan pribadi, seperti misalnya meningkatkan popularitas di media sosial. </p>
<p>Namun, terlepas dari masalah kesehatan mental, mengambil <em>selfie</em> di lokasi bencana juga berbahaya dan bisa mengancam jiwa. </p>
<p>Misalnya sewaktu proses evakuasi saat terjadi kebakaran hutan, orang-orang yang penasaran yang ingin mengambil <em>selfie</em> dapat membahayakan keselamatan mereka. Tindakan mereka juga dapat menghambat proses evakuasi.</p>
<h2>Fokus pada korban</h2>
<p>Salah satu solusi untuk mengendalikan kebiasaan ambil <em>selfie</em> di lokasi bencana adalah dengan mencoba menempatkan diri kita pada posisi korban. Apakah Anda suka jika ada orang asing berpose untuk sebuah foto sementara Anda menderita? Saya yakin tidak ada manusia yang ingin diperlakukan seperti itu. </p>
<p>Secara psikologis, para korban akan menderita dua kali karena tidak mendapatkan bantuan yang diperlukan dan juga tanpa sengaja dibuat menjadi bagian dari ‘semacam pertunjukan.’</p>
<p>Kita harus berempati dengan para korban dan mempertimbangkan apa yang mereka alami. Saya mengerti bahwa teknologi informasi telah mengubah cara kita untuk mendapatkan informasi. Tetapi jika kita tahu bahwa kita tidak dapat melakukan apa pun untuk membantu korban, setidaknya tolong kurangi beban mereka dengan tidak menjadikan mereka objek demi memuaskan keingintahuan kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/109716/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rizqy Amelia Zein tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mengambil selfie di lokasi bencana adalah perilaku yang tidak dapat dibenarkan karena di samping membahayakan , perilaku tersebut menunjukkan gangguan mental.Rizqy Amelia Zein, Assistant Lecturer in Social and Personality Psychology, Universitas AirlanggaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1084382019-01-03T07:37:31Z2019-01-03T07:37:31ZPembelajaran di balik aksi penjarahan pasca gempa Palu<p>Aksi penjarahan toko-toko dan pusat perbelanjaan yang ramai diberitakan menyusul terjadinya bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu cukup menyedot perhatian. </p>
<p>Meski <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45696431">sempat dibantah oleh pemerintah</a>, sejumlah media <a href="https://regional.kompas.com/read/2018/10/01/06075921/di-balik-berebut-bbm-dan-makanan-di-kota-palu-pascagempa">nasional</a> dan <a href="https://www.telegraph.co.uk/news/2018/09/30/indonesia-tsunami-desperate-rescue-efforts-looting-palu-amid/">internasional</a> membenarkan bahwa telah terjadi pengambilan barang secara tidak terkontrol oleh warga yang kekurangan pasokan kebutuhan pokok pasca terjadinya gempa dan tsunami. </p>
<p>Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) juga <a href="https://www.merdeka.com/uang/pengusaha-benarkan-terjadi-penjarahan-di-palu-40-gerai-alfamart-jadi-sasaran.html">membenarkan</a> telah terjadi penjarahan pada sedikitnya 40 swalayan ukuran sedang dan 1 gerai swalayan besar yang ada di sekitar kota Palu.</p>
<p>Bagaimana kita bisa menjelaskan aksi penjarahan ini? Dan apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya terjadi kembali?</p>
<h2>Dalam bencana, penjarahan adalah mitos?</h2>
<p>Menghadapi bencana, manusia pada umumnya memiliki kecenderungan dasar untuk bersikap <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0002716205284677">pro-sosial</a>, saling membantu secara sukarela agar krisis bisa dilewati dengan lebih mudah. </p>
<p><a href="https://www.emeraldinsight.com/doi/abs/10.1108/JSM-05-2016-0192?journalCode=jsm&">Modal sosial</a> semacam ini dibangun melalui pengerahan berbagai sumber daya yang dimiliki untuk digunakan bersama dalam melewati periode kritis. </p>
<p>Penjarahan pasca-bencana justru merupakan wujud perilaku antisosial yang kontra-produktif, dan sebenarnya jarang terjadi sehingga cenderung dipandang sebagai <a href="http://udspace.udel.edu/handle/19716/590">suatu mitos</a>. </p>
<p>Lalu apa yang sebenarnya terjadi di Palu? </p>
<h2>Hilang kendali</h2>
<p>Aksi penjarahan di Palu dan Donggala awalnya berkembang dari keprihatinan warga akibat kekurangan suplai kebutuhan pokok pasca bencana. </p>
<p>Keprihatinan ini berkembang menjadi kekalapan ketika warga bukan hanya menyasar barang-barang kebutuhan pokok, namun juga yang bukan kebutuhan pokok seperti <a href="https://www.jawapos.com/internasional/01/10/2018/penjarahan-di-palu-usai-gempa-disoroti-media-asing">televisi</a> dan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181001134638-20-334608/penjarah-jebol-toko-handphone-di-palu-polisi-turun-tangan">telepon seluler</a>. Selain itu, <a href="https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/10/02/pfxs6t383-polisi-gagalkan-lima-aksi-penjarahan-atm-di-palu">ATM</a> dan <a href="https://www.youtube.com/watch?v=lfMlkj6jhpI&t=60s">kendaraan-kendaraan yang menyuplai kebutuhan pokok</a> untuk korban juga tak luput menjadi sasaran penjarahan.</p>
<p>Penjelasan pertama untuk aksi semacam ini dapat kita diperoleh dengan memahami kebutuhan manusia untuk memegang kendali atas keadaan sekitarnya. </p>
<p>Rasa memiliki kendali (<em>sense of control</em>) adalah salah satu <a href="https://academic.oup.com/jcr/article-abstract/44/1/99/2736403?redirectedFrom=fulltext">fondasi penting bagi kestabilan psikologis manusia</a>.</p>
<p>Dalam peristiwa bencana, kehilangan harta milik berharga secara tak terduga membawa ancaman terhadap rasa memegang kendali ini, sehingga menimbulkan goncangan psikologis. Dalam situasi demikian, naluri dasar untuk bertahan hidup muncul, dan mendorong individu untuk mencari cara-cara baru untuk memulihkan kendali, termasuk melakukan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4493906/">hal-hal berisiko</a> seperti menjarah. </p>
<p>Di masa-masa awal pasca bencana di Palu, barang-barang yang umumnya dicari warga adalah barang kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan dan BBM. Barang-barang seperti ini bersifat praktis, yang kerap diasosiasikan dengan <a href="https://academic.oup.com/jcr/article-abstract/43/6/1031/2687775?redirectedFrom=fulltext">kemampuan menyelesaikan masalah</a>. Karena berhubungan dengan penyelesaian masalah, penggunaan barang-barang ini secara psikologis dapat menumbuhkan rasa “memegang kendali”, sehingga amat penting dalam situasi kritis. </p>
<p>Namun, bagaimana dengan penjarahan barang-barang elektronik dan mewah yang juga sempat dilaporkan?</p>
<h2>Individu versus kelompok</h2>
<p>Penjarahan barang-barang mewah pascabencana di Palu ini <a href="https://www.nytimes.com/2010/03/07/weekinreview/07mcneil.html">secara etis mungkin sulit diterima</a>. Perilaku ini mungkin menjadi jelas bila kita memahami aksi penjarahan ini sebagai akibat dari proses
<a href="http://psycnet.apa.org/record/1980-32449-001">pembenaman identitas individual demi kepentingan kelompok</a> atau <em>deindividuation</em> yang ekstrem, di saat warga membangun modal sosial menghadapi bencana. </p>
<p>Menurut teori <em>deindividuation</em>, perilaku seorang individu ketika sedang sendiri cenderung berbeda ketika individu itu sedang berinteraksi dalam kelompok. Di dalam kelompok, nilai dan prinsip-prinsip individu cenderung ditekan agar modal sosial dapat tumbuh. Dalam situasi kritis seperti bencana, prinsip-prinsip moral individu yang awalnya kuat dibenamkan dan diganti dengan norma bersama yang muncul sebagai modal untuk menyelesaikan persoalan yang mendesak. Norma kelompok itu muncul melalui proses saling bertukar informasi.</p>
<p>Dalam bukunya <a href="https://www.amazon.com/Going-Extremes-Minds-Unite-Divide/dp/0199754128"><em>Going to Extremes</em></a>“ (2009), pakar hukum dan ekonomi Universitas Harvard, Cass Sunstein, menyatakan bahwa ketika individu-individu yang sedang menghadapi persoalan bersama saling bertukar informasi sebagai sebuah kelompok, mereka cenderung akan menghasilkan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/1467-9760.00148">sikap dan tindakan yang lebih ekstrem</a> dibanding sikap dan tindakan mereka sebagai individu. </p>
<p>Ketika warga bertukar informasi dan menyadari bahwa mereka sedang berada dalam krisis, norma "apa saja baik dilakukan agar bisa keluar dari krisis” mudah muncul dan dibenarkan.</p>
<p>Apabila seorang warga melihat warga lain mengambil barang tertentu yang sesungguhnya bukan kebutuhan pokok, maka ia pun mudah membenarkan bahkan meniru perilaku tersebut, karena norma kelompok yang terbentuk telah membenamkan prinsip moral yang dipegangnya. </p>
<h2>Cengkeraman konsumerisme</h2>
<p>Selain alasan di atas, penjarahan terhadap barang-barang mewah pasca bencana di Palu ini juga merefleksikan pola hidup konsumtif dalam masyarakat Indonesia. </p>
<p>Secara makro, Indonesia merupakan negara dengan <a href="https://hkmb.hktdc.com/en/1X0A91HG/hktdc-research/ASEAN-in-Focus-The-Indonesian-Consumer-Market">ekonomi berbasis konsumsi terbesar di Asia Tenggara</a>. Konsumsi rumah tangga di Indonesia merupakan <a href="https://www.theglobaleconomy.com/Indonesia/household_consumption/">penggerak utama pertumbuhan ekonomi</a> selama lebih dari empat dekade. </p>
<p>Dalam masyarakat yang cenderung konsumtif, identitas, kesuksesan dan makna hidup seringkali diukur dari <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/0267257X.2014.967929">akumulasi harta milik dan “kemampuan berpartisipasi”</a> dalam berbagai aktivitas konsumsi di pasar modern. Bagi kalangan masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang mapan, hal ini sudah normal dan tidak terlalu menjadi soal. Namun bagi masyarakat yang kurang berdaya secara sosial-ekonomi, kehidupan semacam ini adalah sumber perasaan <a href="https://www.emeraldinsight.com/doi/abs/10.1108/01443330910986315">ketertinggalan dan keterasingan</a>. Runtuhnya pranata sosial akibat peristiwa destruktif seperti bencana dapat menjadi momentum untuk merekonstruksi identitas dan “mengusir” perasaan ketertinggalan itu. </p>
<h2>Pembelajaran untuk mitigasi bencana</h2>
<p>Sebagai negara konsumtif sekaligus <a href="http://www.id.undp.org/content/indonesia/id/home/presscenter/articles/2018/salah-satu-negara-yang-paling-rawan-bencana-di-dunia--indonesia-.html">paling rawan bencana</a> di dunia, aksi penjarahan di Palu dan Donggala ini menyisakan sejumlah pembelajaran bagi penanganan bencana di Indonesia. </p>
<p>Penciptaan sistem penyediaan dan distribusi logistik darurat bencana yang tangguh di Indonesia amat penting. Pusat-pusat aktivitas konsumsi justru dapat memainkan peran sentral dalam hal ini, sehingga membutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, dan pihak keamanan.</p>
<p>Kontrol yang lebih baik terhadap pasokan informasi ke masyarakat dalam periode kritis pascabencana juga diperlukan. Hal ini untuk mengurangi ketidakpastian dan mengendalikan dinamika kelompok warga yang terdampak.</p>
<p>Hanya dengan kolaborasi dan protokol penanganan situasi krisis pascabencana yang lebih komprehensif antara pemerintah, pelaku usaha, pihak keamanan dan juga media, kesimpangsiuran informasi serta goncangan psikologis masyarakat dapat dikendalikan, agar tidak berujung pada aksi-aksi destruktif seperti penjarahan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/108438/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Joseph Robert Daniel tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bagaimana kita bisa menjelaskan aksi penjarahan pasca bencana yang terjadi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.Joseph Robert Daniel, Associate Researcher, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) KupangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1042592018-10-04T04:21:17Z2018-10-04T04:21:17ZPenanganan bencana di Lombok dan Donggala-Palu: belajar dari masyarakat di Semarang<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/238949/original/file-20181002-85602-wbm84z.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=5%2C12%2C662%2C441&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Suatu kawasan yang terendam rob di daerah Sriwulan, dekat perbatasan antara Semarang dan Demak. </span> <span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Indonesia terletak pada kawasan yang dikenal sebagai Cincin Api Pasifik dan membuat negara ini rentan terhadap gempa, letusan gunung berapi, tsunami dan juga banjir. Namun dengan ancaman bisa terkena bencana alam kapan saja, Indonesia belum memiliki manajemen bencana yang baik. Hal ini utamanya disebabkan oleh kurangnya koordinasi antarlembaga pemerintah. Adanya kelemahan birokrasi dalam manajemen penanganan bencana dapat menyebabkan jatuhnya lebih banyak korban karena terhambatnya bantuan.</p>
<p>Bulan lalu, lemahnya koordinasi dari pemerintah daerah telah <a href="http://mediaindonesia.com/read/detail/180018-cerita-buruk-distribusi-bantuan-korban-gempa">mengganggu</a> penyaluran logistik dan bantuan kemanusiaan bagi korban gempa bumi di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-gempa-di-lombok-tidak-ditetapkan-sebagai-bencana-nasional-101518">Mengapa gempa di Lombok tidak ditetapkan sebagai bencana nasional?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Rangkaian <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2018/09/29/hundreds-dead-in-palu-donggala-still-out-of-reach.html">gempa bumi dan tsunami</a> yang melanda Sulawesi Tengah dengan ribuan korban jiwa mengingatkan kita akan pentingnya manajemen penanganan bencana yang efektif.</p>
<p>Penelitian terkini kami mengenai penanganan bencana di Semarang, Jawa Tengah menunjukkan bahwa manajemen yang baik dapat tercipta dengan dukungan masyarakat.</p>
<h2>Keadaan di Semarang</h2>
<p>Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dan sangat rentan terhadap banjir rob atau banjir yang disebabkan oleh air pasang. Kota-kota di pesisir utara Jawa terkena dampak yang parah. Sebuah <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10669-007-9134-4">penelitian di tahun 2007</a> oleh Muhammad Arif Marfai dari Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa banjir rob di Semarang lebih intensif dan merusak daripada di kota-kota lain di pantai utara Jawa seperti Pekalongan.</p>
<p>Banjir rob telah mengganggu aktivitas sosial dan perekonomian. Suatu kecamatan di Semarang mengalami <a href="http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/89526">kerugian</a> sebesar 7 milyar rupiah setiap tahunnya sejak 2016. </p>
<p>Setelah tsunami melanda Aceh pada tahun 2004, Indonesia mendirikan dinas-dinas untuk menanggulangi bencana di daerah. Pada tahun 2008, pemerintah propinsi Jawa Tengah membentuk badan penanggulangan bencana daerah baik di tingkat provinsi mau pun kabupaten/kota.</p>
<p>Namun demikian, rangkaian wawancara dan diskusi kelompok yang kami laksanakan pada April sehingga Juli 2018 bersama instansi-instansi terkait di Jawa Tengah menunjukkan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya, namun koordinasi yang lemah di antara satuan kerja pemerintah daerah masih menjadi kendala yang serius. </p>
<p>Sebagai contoh, instansi-instansi ini memiliki interpretasi yang berbeda dalam menilai apakah banjir rob patut dianggap sebagai bencana. Hal ini berujung kepada kurang optimalnya penanganan bencana banjir rob dan akhirnya terkesan parsial.</p>
<p>Tidak adanya kesepakatan itu mencerminkan ketegangan antara satuan kerja di pemerintah provinsi dengan satuan kerja di pemerintah kota. Nampaknya pemerintah provinsi, dengan segala keterbatasan anggaran yang dimiliki, condong untuk melimpahkan tanggung jawab penanganan banjir rob kepada pemerintah kota Semarang. Sedangkan di lain sisi, pemerintahan kota Semarang meminta agar mendapatkan lebih banyak bantuan dari pemerintahan provinsi Jawa Tengah.</p>
<h2>Politik kebencanaan</h2>
<p>Hasil wawancara kami dengan Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP) Universitas Diponegoro, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan surat kabar lokal, <em>Tribun Jateng</em>, menunjukkan bahwa para politisi lokal sebetulnya tidak terlalu peduli dengan permasalahan rob ini.</p>
<p>Dalam konteks pemilihan kepala daerah (pilkada), kebanyakan kandidat pemimpin daerah telah mengunjungi kawasan-kawasan yang terdampak banjir rob untuk menawarkan janji-janji politik. Namun ketika akhirnya terpilih, tidak ada konsekuensi politik bagi mereka apabila gagal menepati janji untuk menanggulangi banjir rob. Di Indonesia, kebijakan manajemen penanganan bencana tidak pernah menjadi isu penentu kemenangan suatu kubu dalam pemilihan.</p>
<h2>Inisiatif masyarakat sipil sebagai harapan</h2>
<p>Sementara menunggu pemerintah memperbaiki menajemen penanganan bencana, secercah harapan kita temukan dari inisiatif masyarakat. </p>
<p>Penelitian kami di Semarang menunjukkan bahwa beberapa inisiatif dari masyarakat dapat membantu menawarkan solusi bagi masalah-masalah yang timbul dari lemahnya manajemen penanganan bencana ini. </p>
<p>Kelompok masyarakat sipil di daerah telah mencurahkan dedikasi mereka pada kegiatan-kegiatan untuk mencegah semakin parahnya banjir rob. Kelompok-kelompok seperti <a href="http://www.kesemat.undip.ac.id/">Kasemat</a> dan <a href="http://ikamat.org/">Ikamat</a> secara sukarela melakukan gerakan penanaman pohon bakau untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh banjir dan gelombang pasang di area pesisir.</p>
<p>Sementara itu, anak-anak muda bergabung bersama <a href="https://taka.or.id/newsletter/pendidikan-dini-pelestarian-ekosistem-pesisir-di-rumah-baca-apung-tambaklorok-semarang/">Lentera Pesisir</a> untuk secara sukarela mendidik anak-anak di kawasan Tambak Lorok, suatu daerah yang terdampak oleh banjir rob.</p>
<p>Para usahawan muda dan ahli komputer yang menamakan diri mereka sebagai Barcode telah membantu PKMBRP dalam mengembangkan aplikasi telepon genggam bernama <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.hafidhaulia.kalenderRob">Rob Calendar</a>. Aplikasi ini mampu <a href="http://pkmbrp.undip.ac.id/en/corem-and-the-department-of-oceanography-undip-socialize-rob-calendar-in-coastal-communities">memberikan peringatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir Semarang</a> apabila bencana rob datang. Aplikasi ini dapat diunduh secara gratis melalui Google Playstore.</p>
<p>Inisiatif-inisiatif seperti ini muncul berkat dukungan dari media lokal. Koran lokal seperti <em>Suara Merdeka</em> dan <em>Tribun Jateng</em> telah memberitakan bencana banjir rob dari berbagai sudut pandang untuk membuat masyarakat menerima informasi dengan baik. Fokus media yang lebih banyak atas isu ini akan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga mereka lebih kritis dan dapat mengawasi para politikus dalam memenuhi janji mengatasi bencana.</p>
<p>Amartya Sen, seorang ekonom sekaligus filsuf, mengatakan dalam bukunya,<em><a href="https://www.researchgate.net/publication/27466009_Amartya_Sen's_Development_as_Freedom">Development as Freedom</a></em> bahwa suatu masyarakat yang baik tingkat kehidupan demokrasinya akan lebih mampu menghadapi suatu krisis daripada masyarakat yang hidup di bawah pemerintahan yang otoriter. Sen berargumen bahwa masyarakat yang melek informasi akan mampu pula menyebarkan peringatan tentang bencana dan arahan-arahan penting dengan baik.</p>
<p>Dalam kaitannya dengan manajemen penanganan bencana, suatu masyarakat yang melek informasi mampu melahirkan beragam inisiatif untuk mendukung pemerintah menanggulangi bencana alam.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/104259/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penanggulangan bencana dimungkingkan dengan adanya dukungan dari masyarakat.Hermin Indah Wahyuni, Associate Professor of Communication Science, Universitas Gadjah Mada and the Director of the Centre for Southeast Asian Social Studies (CESASS), Universitas Gadjah Mada Andi Awaluddin Fitrah, Researcher at Center for Southeast Asian Social Studies (CESASS), Universitas Gadjah Mada Muhammad Rum, Ph.D Candidate at the Graduate School of International Development, Nagoya University, Japan. Lecturer and Secretary of the Department of International Relations, Universitas Gadjah Mada Theresia Octastefani, Lecturer at the Department of Politics and Government, Faculty of Social and Political Sciences, Researcher at Center for Southeast Asian Social Studies (CESASS), Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1042552018-10-02T09:30:45Z2018-10-02T09:30:45ZApakah sistem peringatan tsunami yang lebih canggih bisa cegah jatuhnya korban di Sulawesi?<p>Jumlah korban tewas dari <a href="https://www.ngdc.noaa.gov/nndc/struts/results?eq_0=10369&t=101650&s=18&d=99,91,95,93&nd=display">gempa bumi berkekuatan 7,5 Skala Richter (SR) dan tsunami</a> yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat malam <a href="http://www.abc.net.au/news/2018-10-01/indonesia-quake-death-toll-rises-preparations-for-mass-burial/10325792">terus meningkat</a>. Jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah karena beberapa daerah yang belum terjangkau oleh tim penyelamat.</p>
<p>Tapi besar dan lokasi gempa seharusnya tidak terlalu mengejutkan. Palu terletak di ujung teluk sempit yang panjang, yang berada tepat pada permukaan patahan Palu–Koro sangat aktif.</p>
<p>Daerah ini berisiko tinggi terhadap tsunami. Beberapa gempa bumi besar dan tsunami yang terjadi di sepanjang patahan itu dalam 100 tahun terakhir.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/explainer-after-an-earthquake-how-does-a-tsunami-happen-83732">Explainer: after an earthquake, how does a tsunami happen?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Detail mengenai gempa bumi dan tsunami pada Jumat lalu masih terbatas, tapi sudah ada pertanyaan yang diajukan mengenai <a href="http://www.abc.net.au/news/2018-09-30/indonesia-tsunami-sensors-missed-huge-waves-official-says/10321330">keefektifan sistem peringatan tsunami di Indonesia</a>.</p>
<p>Sistem peringatan ini dikembangkan setelah <a href="https://www.ngdc.noaa.gov/nndc/struts/results?eq_0=5823&t=101650&s=18&d=99,91,95,93&nd=display">tsunami besar pada 2004</a> yang terjadi setelah gempa di Aceh, tapi dalam kejadian belum lama ini peringatan itu tidak menjangkau banyak orang yang terdampak.</p>
<p>Tsunami terjadi kali ini di daerah yang tidak ada alat pengukur pasang surut (<em>tide gauges</em>). Ala ini dapat memberikan informasi mengenai ketinggian gelombang. Ada <a href="https://www.smh.com.au/world/asia/indonesian-tsunami-warning-system-stuck-in-testing-phase-experts-20181001-p5070a.html">laporan</a> bahwa sistem teknologi yang canggih mungkin dapat menyelamatkan jiwa, jika sistem itu bekerja sebagaimana mestinya</p>
<p>Sebagian besar pelampung peringatan tsunami (<em>tsunameter buoys</em>) di lautan Indonesia, yang dirancang khusus untuk mendeteksi tsunami di lautan
terbuka, <a href="http://www.abc.net.au/news/2018-10-01/indonesia-tsunami-early-detection-buoys-broken-for-six-years/10324200">belum berfungsi sejak 2012</a>.</p>
<p>Sistem Peringatan Tsunami Indonesia mengeluarkan peringatan hanya beberapa menit setelah gempa terjadi, tapi para pejabat BMKG <a href="https://en.tempo.co/read/news/2018/10/01/310922122/BMKG-says-They-are-Completely-Blind-about-Tsunami-in-Palu">belum dapat menghubungi petugas lapangan</a> di daerah Palu. Peringatan tersebut kemudian dibatalkan 34 menit kemudian, tepat setelah gelombang tsunami ketiga menghantam Palu.</p>
<h2>Sejarah tsunami di Palu</h2>
<p>Gempa besar sering terjadi di Palu, dengan <a href="https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eventpage/us1000h3p4#executive">15 kejadian di atas 6,5 SR</a> dalam 100 tahun terakhir. Yang terbesar adalah peristiwa pada <a href="https://www.ngdc.noaa.gov/nndc/struts/results?eq_0=5428&t=101650&s=18&d=99,91,95,93&nd=display">Januari 1996 dengan besar guncangan 7,9 SR</a> terjadi sekitar 100 km di utara gempa pada Jumat kemarin. </p>
<p>Sejumlah gempa bumi besar telah menghasilkan
tsunami. Pada <a href="https://www.ngdc.noaa.gov/nndc/struts/results?eq_0=3339&t=101650&s=18&d=99,91,95,93&nd=display">1927</a> gempa bumi dan tsunami menyebabkan sekitar 50 orang tewas dan kerusakan bangunan di Palu. Pada 1968 sebuah <a href="https://www.ngdc.noaa.gov/nndc/struts/results?eq_0=4454&t=101650&s=18&d=99,91,95,93&nd=display">gempa bumi
berkekuatan 7,8 SR</a> dekat Donggala menghasilkan gelombang tsunami yang menewaskan lebih dari 200 orang.</p>
<p>Terlepas dari sejarah ini, banyak warga di Palu tidak sadar akan risiko tsunami setelah gempa bumi. Sepuluh tahun sejak tragedi Tsunami Aceh 2004, yang sedikitnya menewaskan 226.000 orang, ada <a href="https://www.reuters.com/article/us-tsunami-anniversary-warning/ten-years-on-tsunami-warning-stumbles-at-the-last-mile-idUSKBN0JZ03220141222">kekhawatiran</a> mengenai sistem peringatan tsunami di seluruh wilayah ini.</p>
<p>Sebuah <a href="https://www.smh.com.au/world/asia/indonesian-tsunami-warning-system-stuck-in-testing-phase-experts-20181001-p5070a.html">sistem peringatan dengan teknologi maju</a> yang saat ini hanya pada tahap prototipe mungkin tidak membantu warga Palu, ketika tsunami
menghantam pantai dalam 20 menit setelah gempa.</p>
<p>Sistem peringatan dini semacam itu sangat bermanfaat pada ratusan kilometer dari sumber tsunami. Di daerah seperti di Palu, sumber gempa dan tsunami sangat dekat, pendidikan mengenai peringatan dini adalah sistem peringatan yang paling efektif.</p>
<p>Belum jelas apakah tsunami pada Jumat lalu disebabkan oleh pergerakan patahan akibat gempa bumi, atau dari tanah longsor bawah laut Teluk Palu yang disebabkan oleh guncangan akibat gempa.</p>
<p>Sisi teluk yang curam dan tidak stabil, dan <a href="https://www.linkedin.com/pulse/sulawesi-earthquake-tsunami-robert-hall">peta dasar laut</a> menunjukkan bahwa tanah longsor di bawah laut telah terjadi di sana di masa lalu.</p>
<p>Jika tsunami dihasilkan oleh longsoran bawah laut di dalam teluk, sensor tsunami atau alat pengukur pasang surut di bibir teluk tidak akan merasakan gelombang tsunami sebelum menghantam pantai di Palu.</p>
<h2>Jaringan Komunikasi</h2>
<p><a href="https://theconversation.com/chile-earthquake-how-high-tech-warning-systems-save-lives-47693">Sistem peringatan tsunami dengan teknologi canggih</a> dapat mengirimkan peringatan melalui jaringan telepon atau saluran komunikasi lainnya, dan menjangkau orang sekitar melalui pesan teks dan sirene tsunami di pantai.</p>
<p>Tapi di wilayah gempa bumi, infrastruktur ini kerap rusak dan pesan peringatan tidak dapat disampaikan. Di Palu, gempa bumi menghancurkan jaringan telepon seluler lokal sehingga tidak ada informasi yang dapat masuk atau keluar dari daerah tersebut.</p>
<p>Pengaturan waktu juga penting. Peringatan tsunami resmi membutuhkan analisis data dan memakan waktu hingga beberapa menit untuk mempersiapkan dan menyebarluaskannya.</p>
<p>Waktu sangat penting bagi orang yang berada di dekat pusat gempa, di mana tsunami dapat menyerang dalam beberapa menit setelah gempa bumi. Mereka yang tinggal di daerah-daerah seperti itu perlu menyadari perlunya evakuasi dini tanpa menunggu peringatan resmi. Gempa itu sendiri merupakan <a href="https://www.americangeosciences.org/critical-issues/faq/what-are-natural-warning-signs-tsunami">peringatan alami</a> dari potensi tsunami.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/be-prepared-always-the-tsunami-message-from-new-zealands-latest-earthquake-68742">Be prepared, always: the tsunami message from New Zealand's latest earthquake</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran akan risiko menjadi lebih menantang ketika tsunami besar jarang terjadi, seperti di Palu. Banyak penduduk mungkin belum lahir ketika tsunami terakhir berdampak pada kota ini pada 1968.</p>
<p>Jadi sistem peringatan berteknologi tinggi mungkin tidak efektif di area yang dekat dengan pusat gempa. Program kesadaran dan pendidikan yang berkelanjutan adalah bagian terpenting dari sistem peringatan tsunami di daerah pesisir yang berisiko tsunami, tidak peduli seberapa jarang mereka terjadi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/104255/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jane Cunneen tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Program kesadaran dan pendidikan yang berkelanjutan adalah bagian terpenting dari sistem peringatan tsunami di daerah pesisir seperti Palu yang berisiko tsunami.Jane Cunneen, Research Fellow, Curtin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1042382018-10-02T07:55:23Z2018-10-02T07:55:23ZMeninjau ulang strategi peringatan dini tsunami di Indonesia: cermin dari Palu<p>Gempa bumi <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-45702566">dengan magnitudo 7,5 di Palu dan Donggala</a> di Sulawesi Tengah yang disusul dengan tsunami pada Jumat pekan lalu, hingga artikel ini ditulis, menyebabkan korban tewas setidaknya <a href="https://regional.kompas.com/read/2018/10/02/08121951/korban-meninggal-gempa-dan-tsunami-palu-capai-925-jiwa-799-luka-luka">925 jiwa</a>, 99 orang hilang, 799 orang terluka, dan hampir 60 ribu orang mengungsi tersebar di lebih dari 100 titik.</p>
<p>Setelah investasi teknologi ratusan miliar rupiah paska <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/2004_Indian_Ocean_earthquake_and_tsunami">Tsunami Aceh 2004</a> yang menghasilkan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia, <a href="https://inatews.bmkg.go.id/new/about_inatews.php?urt=12">InaTEWS</a>, hari ini kembali dipertanyakan efektivitasnya dalam mencegah jatuhnya korban jiwa. </p>
<p>InaTEWS, walau komprehensif secara konseptual, belum mampu memberikan layanan yang memadai ketika dihadapkan pada <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45703709">gempa Palu</a>. </p>
<p>Harga yang dibayar cukup mahal karena begitu banyak kematian akibat ketidakmampuan mengevakuasi diri. Hampir sebagian besar korban tsunami tidak mendapatkan informasi evakuasi paska gempa dari pemerintah. <a href="https://twitter.com/Sutopo_PN/status/1046138149443764226">Tidak ada sirine yang berbunyi</a>. Pada saat yang bersamaan, masyarakat belum memiliki gerakan refleks <a href="http://rsta.royalsocietypublishing.org/content/373/2053/20140370">evakuasi mandiri</a> ke tempat yang lebih tinggi begitu terjadi gempa.</p>
<p>Masalah kesiapsiagaan masyarakat terhadap tsunami dan gempa bumi bukan sekadar masalah teknologi melainkan juga masalah sosial budaya dan ekonomi politik yang perlu diselesaikan secara memadai, terus-menerus, dan detail.</p>
<h2>Kontroversi Tsunami Palu</h2>
<p>Politikus <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181001084159-20-334529/komisi-v-dpr-panggil-bmkg-terkait-peringatan-tsunami-palu">Senayan akan memanggil Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)</a> untuk dimintai keterangan terkait diakhirinya <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/09/28/17394801/bmkg-cabut-peringatan-tsunami-akibat-gempa-berkekuatan-77-di-sulteng">peringatan dini tsunami oleh BMKG</a>. </p>
<p>Kontroversi muncul karena gelombang tsunami yang mematikan secara empirik tiba di pantai Palu setelah BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami <a href="http://www.bmkg.go.id/tsunami/">pascagempa berkekuatan 7,5</a> dengan kedalaman 10 kilometer di wilayah 27 km Timur Laut Donggala pada Jumat, 28 September 2018, tepatnya pukul 18.02.44 WITA. Peringatan dini tsunami dihentikan 30 menit kemudian sedangkan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/09/29/16415971/begini-kronologi-gempa-dan-tsunami-palu-donggala-yang-tewaskan-ratusan-orang">gelombang tsunami telah tiba 15 menit lebih awal</a>. </p>
<p>Keputusan BMKG berdasarkan hasil analisis pemodelan tsunami Palu yang diverifikasi dengan berbasis <em>proxy</em> dari <a href="http://pusatkrisis.kemkes.go.id/apa-itu-tide-gauge"><em>tide gauge</em></a>, yaitu alat pendeteksi pasang surut, di Mamuju (300 km dari Palu). Hasil analisis itu menunjukkan muka air tsunami terdeteksi tapi tidak signifikan untuk sebuah tsunami yang membahayakan.</p>
<p>BMKG dan beberapa ahli menjelaskan bahwa <a href="http://www.abc.net.au/news/2018-09-30/indonesia-tsunami-sensors-missed-huge-waves-official-says/10321330"><em>tide gauge</em> di Palu tidak terkonfirmasi</a> atau tidak berfungsi. Sedangkan kontak untuk verifikasi di Palu tidak aktif karena tidak ada jalur telepon yang hidup di Palu sesaat setelah gempa terjadi. </p>
<p>Pada waktu yang bersamaan, tidak ada sumber data alternatif seperti <a href="https://library.wmo.int/pmb_ged/dbcp-td_36_en/presentations/22_Pandoe-Indonesia-Tsunameters.pdf"><em>tsunami buoys</em> alias pelampung peringatan tsunami</a> yang tersedia. </p>
<p>Informasi mengenai hilang atau rusaknya semua <em>tsunami buoys</em> <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180930160115-20-334439/bnpb-seluruh-buoy-deteksi-tsunami-di-indonesia-rusak">bukan berita baru</a>. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkali-kali mengatakan hal ini, setidaknya sejak <a href="http://www.tribunnews.com/nasional/2011/07/12/indonesia-kehilangan-alat-pendeteksi-tsunami">Juli 2011</a>, lalu <a href="https://nasional.kompas.com/read/2016/03/03/17174271/Semua.Alat.Pendeteksi.Tsunami.Milik.Indonesia.Rusak">Maret 2016</a>, hingga <a href="https://nasional.tempo.co/read/1042840/bnpb-seluruh-alat-pendeteksi-tsunami-di-indonesia-rusak">Desember 2017</a>. Artinya dalam 7 tahun ini, tidak ada penggantian <em>tsunami buoys</em>. </p>
<p>Pertanyaannya: mengapa <em>tsunami buoys</em> tidak diganti bila alat itu penting dalam skenario Gempa Palu 7,7 SR tersebut? Mengapa penggantian alat yang rusak tidak menjadi prioritas pemerintah? Siapakah yang harus bertanggung jawab? Apakah DPR yang tidak menyetujui proposal anggaran dari lembaga terkait?</p>
<h2>Tingkatan fokus pada kesiap-siagaan masyarakat</h2>
<p>Sistem peringatan dini tsunami (TEWS) yang berpusat pada manusia mensyaratkan komitmen untuk investasi dalam membangun kesadaran kesiapsiagaan terhadap tsunami dan gempa. Investasi pada masyarakat rentan harus rutin dan berkesinambungan dari level kabupaten hingga pada level rumah tangga. </p>
<p>Konsep dan fokus InaTEWS tidak cukup hanya dengan debat soal pemuktahiran teknologi lalu lupa dengan kerja menyiapkan masyarakat siap menghadapi tsunami masa depan. Sudah sejauh mana pemerintah daerah dan pemerintah pusat secara serius mengimplementasi agenda kesiapsiagaan tsunami dan kegempaan di daerah? </p>
<p>Menyalahkan masyarakat karena <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20181001212900-4-35600/luhut-pencuri-buoy-tsunami-sama-dengan-pembunuh">vandalisme</a> terkait <em>tsunami buoy</em> dan mengatakan masyarakat sebagai pembunuh adalah satu hal. Tapi mereduksi masalah <em>tsunami buoys</em> dalam <a href="https://www.researchgate.net/publication/200053275_When_Heaven_hardly_Meets_the_Earth_Towards_Convergency_in_Tsunami_Early_Warning_Systems">ranah kriminal</a> tentu tidak menyelesaikan masalah.</p>
<p>Kalau pun masih ada <em>tsunami buoys</em> yang mungkin telah berusia di atas 10 tahunan ini, apakah ada perawatan yang rutin? Dalam tradisi pemeliharaan tsunami buoys di Australia misalnya, Badan Meterologi Australia secara berkala <a href="http://www.bom.gov.au/tsunami/about/detection_buoys.shtml">mengganti tsunami buoys</a> di permukaan air laut tiap dua tahun. Sensor tekanan dasar lautnya juga harus rutin dan lebih sering dibersihkan karena sering kemasukan sedimen dan makhluk kecil di laut. </p>
<p>Artinya sejak <a href="http://www.gitews.org/tsunami-kit/id/E2/sumber_lainnya/InaTEWS%20-%20Konsep%20dan%20Implementasi.pdf">diresmikannya InaTEWS dan digunakannya</a> <em>buoys</em> pada 2008, minimal perlu penggantian <em>tsunami buoys</em> sebanyak 3-4 kali. Tentu tergantung tipe dan ketahanannya produknya, perawatannya memang <a href="https://www.gao.gov/assets/310/303677.pdf">mahal dan tidak selalu mumpuni</a>. </p>
<p>Terkait <em>tsunami-buoys</em>, beberapa keterangan pakar justru mengatakan bahwa <a href="http://time.com/5411473/indonesia-tsunami-warning-technology-dispute/">Palu tidak memiliki alat peringatan tersebut</a> karena minimnya dukungan dana dari pemerintah terhadap Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang mengelola alat tersebut.</p>
<p>Kita perlu mempertanyakan, apakah ada anggaran memadai yang dikeluarkan terkait pemeliharaan tsunami bouys dalam InaTEWS dalam 8 tahun terakhir. Artinya mungkin saja tsunami buoys yang hilang memang secara natural sudah tidak berfungsi karena ketiadaan pemeliharaan.</p>
<p>Karena itu, menyalahkan masyarakat yang mengambilnya sebagai ‘<a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20181001212900-4-35600/luhut-pencuri-buoy-tsunami-sama-dengan-pembunuh">pembunuh</a>’ perlu diimbangi dengan kemampuan otokritik pemerintah dalam menyadari perannya dalam jatuhnya korban karena kelalaian menyediakan anggaran pemeliharaan dan pemutakhiran infrastruktur InaTEWS.</p>
<h2>Ketidakpastian teknologi dan sistem TEWS</h2>
<p>Teknologi memiliki kelemahan yang melekat pada sistem tata kelola dan keterbatasan karena konteks. <a href="http://big.go.id/">Badan Informasi Geospasial (BIG)</a> perlu memutakhirkan dan memantau pemeliharaan <em>tide gauge</em> secara berkala. Sistem dan peralatan yang bergantung pada aliran listrik sering menjadi masalah ketika terjadi gempa besar. Pentingnya sistem energi <em>back-up</em> seperti tenaga surya sudah sering dibahas. Lihat <a href="http://iotic.ioc-unesco.org/images/xplod/resources/material/inatews%20guidebook%20ina.pdf">panduan InaTEWS di sini</a>.</p>
<p>Selain soal ketiadaan informasi dari <em>tide gauge</em> Palu dan ketiadaan <em>tsunami buoys</em>, berbagai kritik terkait model analisis tsunami yang wajib memperhitungkan karekteristik dinamika teluk, potensi longsor bawah laut, serta sistem dan teknologi InaTEWS yang tidak mutakhir mungkin ada benarnya. </p>
<p>Namun menyalahkan BMKG saat ini tentu gampang namun tak selalu seperti yang terlihat secara kasat mata dalam Gempa Palu 28 September. Mengoreksi birokrasi lokal (juga nasional) yang abai dalam memelihara <em>tide gauge</em> dan <em>buoys</em> juga perlu. Tapi menyalahkan masyarakat tanpa ada agenda pendidikan publik dan kesadaran mereka terkait aset-aset InaTEWS seperti <em>tsunami buoys</em> tentu lebih mudah lagi. </p>
<p>Aspek kecepatan dan ketepatan menjadi sangat penting dalam sistem peringatan dini tsunami (TEWS) di mana pun. Hukum perkembangan teknologi menurut <a href="https://www.intel.com.au/content/www/au/en/silicon-innovations/moores-law-technology.html">Hukum Moore</a> menghendaki pemuktahiran alat setiap 18-24 bulan. </p>
<p>Bagaimana InaTEWS mengoperasikan sistem yang efektif menyelamatkan rakyat bila sistemnya tidak diperbarui secara berkala seturut perkembangan teknologi? Bagaimana memiliki sistem yang selalu mutakhir bila pengambil kebijakan tidak mendukung proposal anggaran pemuktahiran sistem? </p>
<p>Salah satu komponen utama dari sistem peringatan dini Indonesia <a href="http://www.thejakartapost.com/news/2008/11/27/warning-system-about-people.html">adalah manusia Indonesia itu sendiri</a>. Penekanan yang berlebihan pada teknologi dapat membuat komunitas menjadi pasif. Ini dapat mengakibatkan tidak berkembangnya kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan daya antisipasi yang mandiri dan berkelanjutan.</p>
<h2>Reformasi birokrasi bencana di daerah</h2>
<p>Harus ada upaya pendidikan masyarakat secara konsisten. TEWS diciptakan demi penyelamatan manusia. Karena itu penekanan pada <a href="https://www.researchgate.net/publication/232964458_Measuring_the_sustainability_of_tsunami_early_warning_systems_An_interdisciplinary_research_agenda">manusia dan sistem tata kelolanya</a> sangat penting dalam menjamin keberlanjutan layanan peringatan dini.</p>
<p>Transformasi InaTEWS menghendaki <a href="https://www.zef.de/uploads/tx_zefportal/Publications/2efd_GITEWS-Lassa-2009.pdf">reformasi birokrasi TEWS dan penanganan bencana</a> di daerah dalam keseharian. Kehadiran <a href="https://www.bnpb.go.id/pusdalops-garda-terdepan-menggali-informasi-saat-bencana-">Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops)</a> sebagai ujung tombak layanan informasi bencana dan peringatan di tiap kabupaten kota bukanlah pajangan birokrasi tanpa tujuan. </p>
<p>Tanpa perbaikan birokrasi dan reformasi layanan publik sepanjang rantai InaTEWS dari pusat hingga daerah dan yang diikuti dengan penyadaran dan kesiapsiagaan akar rumput, mustahil Indonesia tangguh terhadap gempa tsunamigenik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/104238/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jonatan A Lassa tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Palu tidak memiliki tsunami buoys alias alat pelampung peringatan tsunami karena minimnya dukungan dana dari pemerintah terhadap BPPT.Jonatan A Lassa, Senior Lecturer, Humanitarian Emergency and Disaster Management, College of Indigenous Futures, Arts and Society, Charles Darwin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/845292017-09-23T02:10:22Z2017-09-23T02:10:22ZGunung Agung di Bali berpotensi meletus untuk pertama kalinya dalam 50 tahun<p>Peningkatan jumlah gempa yang terjadi di bawah gunung berapi Gunung Agung di timur Bali, Indonesia, selama beberapa minggu terakhir ini membuat otoritas kebencanaan berjaga-jaga dan waspada. </p>
<p><a href="http://www.abc.net.au/news/2017-09-20/bali-volcano-mount-agung-threatens-to-erupt/8962656">Peringatan terbaru </a>yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dan pemerintah lokal sekarang melarang pendakian gunung dan memerintahkan evakuasi dalam jarak 7,5 kilometer dari puncak.</p>
<p>Meski jarang terjadi, letusan Gunung Agung termasuk yang terbesar di antara aktivitas vulkanik global dalam 100 tahun terakhir. Lebih dari 1.000 orang meninggal dalam letusan terakhir pada 1963.</p>
<p>Kemampuan kita memprediksi letusan telah meningkat secara drastis sejak peristiwa terakhir ini. Maka, kita bisa berharap jumlah korban tewas seperti itu tidak akan terjadi lagi.</p>
<p>Gunung Agung adalah satu dari sekian banyak gunung berapi di Indonesia dan wilayah <a href="https://www.britannica.com/place/Ring-of-Fire">Cincin Api</a> yang mengelilingi Pasifik dan samudera timur India. Letusan Gunung Agung memang sporadis; tapi Agung sangat terkenal akan abu vulkanik dan sulfur dioksida yang ia lontarkan ke atmosfer. </p>
<p>Jenis aktivitas ini punya efek luas, dan tidak hanya penduduk Bali yang dapat merasakannya. </p>
<h2>Letusan 1963-1964</h2>
<p>Gunung Agung adalah gunung berapi yang besar dengan puncak 3.142 meter di atas permukaan laut. Gunung ini mendominasi pemandangan timur Bali. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gunung Agung di saat matahari terbit kembali pada 2015.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/dmwil6/23050342342/">Flickr/Darren Willman</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/">CC BY-NC</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Letusan pada 1963 didahului oleh gempa bumi. Kemudian pada Februari tahun itu, lahar mulai mengalir dari puncak kawah, yang akhirnya membentang hingga sekitar 7 kilometer ke bawah lereng utara. Ledakan kecil abu vulkanik menyertai aktivitas ini.</p>
<p>Intensitas aktivitas eksplosif berkembang dengan cepat sampai pada letusan besar pada 17 Maret. Pada waktu bersamaan, letusan dari aliran puing medan tersembunyi dari blok lava merah panas, abu dan gas (aliran piroklastik), merobohkan lereng-lereng yang mengenai daerah-daerah yang luas di sisi utara dan selatan gunung berapi.</p>
<p>Hujan deras di atas material vulkanik yang terpisah-pisah memicu arus lumpur dan batu-batu besar ke sisi lereng gunung yang lain. Arus puing ini disebut lahar, sebuah kata bahasa Indonesia yang telah diadopsi secara global. Agung meletus kembali dua bulan kemudian dengan konsekuensi fisik yang serupa.</p>
<h2>Apa yang terjadi sekarang?</h2>
<p>Berdasarkan aktivitas yang mendahului letusan terakhir Gunung Agung pada 1963, ada kekhawatiran bahwa gunung berapi tersebut mungkin mengalami letusan besar dalam waktu dekat.</p>
<p>Ada satu letusan yang intensitasnya serupa pada 1843, dan beberapa letusan di abad ke-16 sampai 18.</p>
<p>Kemampuan ahli vulkanologi untuk memprediksi letusan telah meningkat drastis dalam 50 tahun terakhir. Sumber bukti utama adalah frekuensi dan lokasi gempa di bawah gunung berapi, yang disebabkan oleh magma yang mengalir ke atas.</p>
<p>Pembengkakan dan peningkatan aktivitas gunung berapi ditambah dengan pengukuran suhu dan komposisi gas yang muncul dari kawah juga memberi petunjuk tentang kemungkinan terjadinya letusan.</p>
<p>Prediksi letusan yang akurat sampai periode waktu sesingkat jam dan hari, seperti sebelumnya <a href="https://www.livescience.com/14603-pinatubo-eruption-20-anniversary.html">letusan puncak di Gunung Pinatubo</a> di Filipina pada 1990, telah berhasil menyelamatkan banyak nyawa.</p>
<p>Jadi tidak ada alasan kita tak siap dengan kemungkinan letusan Gunung Agung, asalkan saran yang diberikan oleh pihak berwenang, yang dilengkapi dengan penilaian ahli, diikuti oleh pemerintah dan masyarakat.</p>
<p>Selalu ada kesulitan dalam praktik memindahkan penduduk lokal dan penonton yang penasaran menjauh dari bahaya alam. Namun Indonesia adalah negara yang paling aktif <a href="https://www.usgs.gov/news/revolutionizing-volcano-monitoring-indonesia">secara vulkanis di Bumi</a>, dan telah menjadi ahli dalam melindungi penduduk sipil yang tinggal di lereng gunung.</p>
<h2>Konsekuensi yang lebih luas</h2>
<p>Magma yang keluar sepanjang Cincin Api kaya akan gas terlarut, terutama air, karbon dioksida dan sulfur dioksida. Selama magma naik ke permukaan Bumi, pelepasan tekanan mengurangi daya larut senyawa gas.</p>
<iframe src="https://www.google.com/maps/embed?pb=!1m18!1m12!1m3!1d1010555.4311218886!2d114.43584734108097!3d-8.35413745521358!2m3!1f0!2f0!3f0!3m2!1i1024!2i768!4f13.1!3m3!1m2!1s0x2dd202e428b2eac7%3A0xa7d7d26cb3a3a7ad!2sMount+Agung!5e0!3m2!1sen!2sau!4v1505883519482" width="100%" height="600" frameborder="0" style="border:0" allowfullscreen=""></iframe>
<p>Peningkatan volume gabungan gas dan magma (cair) dibandingkan dengan magma saja adalah proses fisik yang mendorong ledakan vulkanik dan fragmentasi magma membentuk abu. Sebagian besar gas vulkanik dibuang ke atmosfer Bumi.</p>
<p>Ada banyak konsekuensi penting dari keseluruhan proses ini, namun dalam kasus sulfur dioksida, kasus letusan Gunung Agung sangat penting.</p>
<p>Sampai pada letusan 1963, pemantauan atmosfer telah berkembang sampai pada titik di mana sejumlah besar sulfur dioksida dapat dideteksi disuntikkan ke stratosfer dari gunung berapi ini.</p>
<p>Sulfur dioksida bereaksi dengan uap air membentuk tetesan berumur panjang (aerosol) asam sulfat. Sekitar 10 juta ton tetesan ini diketahui telah terakumulasi di stratosfer akibat erupsi tersebut.</p>
<p>Tetesan tersebut bisa bertahan selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun yang menyebabkan penurunan kecil pada suhu atmosfer global. Dalam kasus letusan Gunung Agung 1963, suhu turun sekitar 0,1-0,4 °C. </p>
<p>Konsekuensi lain yang lebih luas dari jenis erupsi yang khas dari gunung berapi di Cincin Api adalah bahaya yang ditimbulkan oleh abu vulkanik atmosfer. </p>
<p>Gangguan lalu lintas udara adalah sebuah gangguan secara sosial dan ekonomi, seperti yang dialami baik untuk Bali, regional di Indonesia, maupun global.</p>
<h2>Apa selanjutnya?</h2>
<p>Pemantauan aktivitas di bawah dan di atas Gunung Agung akan terus berlanjut. “Krisis seismik” yang serupa di gunung berapi lainnya tidak selalu diikuti letusan dalam waktu singkat. </p>
<p>Tetapi dalam situasi yang terus berkembang, sangatlah penting saran dari otoritas ahli diikuti sehubungan dengan potensi bahaya yang dihadirkan oleh gunung dalam keadaannya saat ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/84529/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Richard John Arculus menerima dana dari Australian Research Council.</span></em></p>Peringatan dikeluarkan untuk menghindari bahaya gunung berapi Indonesia menyusul serangkaian gempa bumi.Richard John Arculus, Emeritus professor in geology, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/839362017-09-13T10:24:24Z2017-09-13T10:24:24ZPanduan untuk media dalam meliput korban bencana seperti Badai Irma<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/185782/original/file-20170913-7622-7dh184.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Ernesto Mastrascusa / EPA</span></span></figcaption></figure><p>Saat ini, kita baru saja melihat betapa hebatnya dampak Badai Irma bagi rakyat Karibia, terutama penduduk yang hidup di area bencana.</p>
<p>Bagaimana seharusnya wartawan meliput mereka, dan memastikan suara serta pengalaman mereka tidak terabaikan? Berikut ini empat hal yang perlu diperhatikan media:</p>
<h2>1. Ingat bahwa penduduk setempat kena dampak paling berat</h2>
<p>Pihak yang paling merana di sini adalah penduduk setempat di Karibia. Bukan para wisatawan. Bagi penduduk, ini lebih dari persoalan penerbangan yang tertunda atau dibatalkan. Tetapi hidup mereka, penghidupan mereka, rumah mereka, semua hancur. Sementara, proses pemulihan akan berlangsung bertahun-tahun.</p>
<p>Populasi paling miskin dan paling marjinal di Karibia adalah mereka yang merasakan dampak paling parah. Badai Irma punya dampak yang berbeda, tergantung kelas sosial korbannya. Contoh nyatanya bisa kita lihat di Pulau Necker (pulau pribadi milik Richard Branson), yang merupakan bagian British Virgin Islands (BVI). Hampir semua bangunan di Pulau Necker dan pulau lain di BVI hancur atau rusak parah akibat badai. Tetapi Richard Branson sendiri berhasil <a href="http://www.bbc.co.uk/news/business-41224243">menyelamatkan diri</a> ketika Irma memorakporandakan segalanya. </p>
<h2>2. Potensi bencana datang dari alam—tapi kerentanan diciptakan manusia</h2>
<p>Lokasi, atau daya rusak bencana, tidak cukup untuk menjelaskan mengapa Irma berdampak demikian hebat. Harus ada pemahaman mengapa bangsa-bangsa di Karibia lebih rentan terhadap bencana alam ketimbang Amerika Serikat.</p>
<p>Perlu ada telaah menyeluruh terhadap situasi politik dan ekonomi di pulau-pulau ini. Misalnya, beberapa laporan telah menyebutkan bahwa kawasan ini amat bergantung pada beberapa sektor, seperti <a href="https://www.reuters.com/article/us-storm-irma-cuba-sugar/irma-severely-damages-cuban-sugar-industry-crop-state-media-idUSKCN1BM1TT?il=0">pertanian</a> dan <a href="http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/17/09/10/ow1nno-menghitung-kerugian-ekonomi-akibat-badai-irma">pariwisata</a>, yang jelas bakal terkena dampak Irma dalam jangka panjang. </p>
<p>Negara-negara dengan sumber pemasukan ekonomi beragam justru lebih mudah bangkit setelah bencana; tetapi negara-negara di Karibia akan lebih sulit, akibat terbatasnya variasi <a href="https://brusselsbriefings.files.wordpress.com/2012/10/reader-br-27-small-island-economies-vulnerabilities-and-opportunities-eng.pdf">sumber ekonomi mereka</a>.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"905577977207017473"}"></div></p>
<p>Tetapi, media seharusnya tidak hanya melaporkan hotel yang runtuh atau hasil bumi yang rusak, tapi juga sejarah lokal. Leon Sealey-Huggins, seorang pakar mengenai pembangunan Karibia dari University of Warwick mengatakan, negara-negara ini <a href="http://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/01436597.2017.1368013?needAccess=true">terpaksa merestrukturisasi</a> ke arah sektor wisata dan agrikultur, sebagai akibat dari <a href="https://ftalphaville.ft.com/2016/02/23/2154020/the-caribbeans-silent-debt-crisis/">krisis utang</a> yang membelit mereka karena masuk ke sistem global yang tidak setara setelah merdeka. Wartawan mesti mengungkap juga sisi sejarah kolonial Karibia, serta mendukung argumen bahwa Inggris, Prancis, dan Belanda, khususnya, harus <a href="https://www.theguardian.com/world/2017/sep/09/britain-not-doing-enough-to-help-its-caribbean-territories">menolong lebih banyak</a>.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga:</strong> <a href="https://theconversation.com/apakah-bumi-sudah-terlalu-sesak-oleh-manusia-88326">Apakah Bumi sudah terlalu sesak oleh manusia?</a></em></p>
<hr>
<h2>3. Masyarakat sipil setempat juga membantu</h2>
<p>Berkaca pada liputan bencana skala besar sebelumnya, media biasanya akan menampilkan gambar dan video rakyat Karibia diselamatkan, ditolong, dan diperhatikan oleh organisasi internasional. Tetapi yang juga penting diingat adalah bahwa masyarakat setempat juga terlibat dalam upaya pertolongan. Mereka bisa berbentuk organisasi yang sudah mapan, atau sekelompok orang yang bergerak spontan setelah bencana. </p>
<p>Setelah Topan Haiyan menerjang Filipina pada tahun 2015, dua organisasi non-pemerintah lokal—Coastal Core International dan Centre for Empowerment and Resource Development—memanfaatkan pengetahuan mereka dan <a href="https://cafod.org.uk/content/download/16570/129259/version/1/file/Missed%20Again%20short%20report%20June%202014.pdf">bekerja bersama pemerintah</a>. Kolaborasi seperti ini amatlah penting: organisasi internasional dan lokal tidak boleh dibiarkan bekerja sendiri-sendiri.</p>
<h2>4. Media perlu fokus pada proses jangka panjang juga</h2>
<p>Kita terlalu sering melihat media seperti berlomba-lomba menayangkan kerusakan fisik dan kesedihan manusia, serta fokus pada operasi penyelamatan jangka pendek. Ini akan menarik perhatian kepada bencana itu sendiri, dan amat mungkin mengundang sumbangan dari semua penjuru dunia. Tapi di sisi lain, perlombaan seperti ini juga akan mengubah bencana menjadi tontonan, sementara proses pemulihan, pembersihan jalan dari pepohonan, akan terabaikan.</p>
<p>Kita harus memberi perhatian lebih kepada pemulihan jangka panjang, yang kerap terlupakan dan tak terlalu digubris orang. Sudah pasti, pemulihan setelah bencana tidaklah “seksi” seperti aksi tanggap bencana dan penyelamatan. Namun demikian, fase pemulihan amatlah penting, dan merupakan kesempatan untuk mengembalikan masyarakat ke kondisi semula, dengan cara yang sesuai pula dengan kebutuhan mereka.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/83936/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gemma Sou tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Media jangan hanya fokus pada upaya jangka pendek, tapi juga pemulihan jangka panjang.Gemma Sou, Lecturer in Disaster Management, University of ManchesterLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.