tag:theconversation.com,2011:/id/topics/covid-19-82797/articlesCOVID-19 – The Conversation2023-10-06T07:01:40Ztag:theconversation.com,2011:article/2151572023-10-06T07:01:40Z2023-10-06T07:01:40ZHadiah Nobel bidang kedokteran diberikan kepada pionir mRNA – bagaimana penemuan mereka berperan penting dalam pengembangan vaksin COVID<p>Miliaran orang di seluruh dunia telah menerima vaksin COVID-19 Pfizer atau Moderna. Pesatnya pengembangan vaksin-vaksin ini mengubah arah pandemi, memberikan perlindungan untuk melawan virus SARS-CoV-2.</p>
<p>Namun vaksin ini tidak akan mungkin terwujud jika bukan karena karya perintis <a href="https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2023/press-release/">dari pemenang hadiah Nobel tahun ini</a> di bidang fisiologi atau kedokteran beberapa dekade sebelumnya.</p>
<p>Dr Katalin Karikó dan Dr Drew Weissman, peneliti dari University of Pennsylvania, telah diberikan penghargaan bergengsi atas penemuan mereka dalam biologi mRNA. Pasangan ini adalah orang pertama yang menemukan cara memodifikasi mRNA yang memungkinkannya berhasil dikirim ke sel dan direplikasi oleh sel tersebut.</p>
<p>Penemuan mereka tidak hanya merupakan bagian integral dari pengembangan vaksin COVID-19, tapi juga dapat mengarah pada pengembangan banyak terapi lain–seperti vaksin untuk kanker.</p>
<h2>Pekerjaan seumur hidup</h2>
<p>Karikó adalah seorang ahli biokimia Hongaria dan Weissman seorang ilmuwan dokter Amerika. Keduanya mulai bekerja sama pada 1985 ketika Karikó menjadi peneliti pascadoktoral di Universitas Pennsylvania, tempat Weissman sudah bekerja sebagai ahli imunologi. Mereka mempunyai ketertarikan yang sama mengenai bagaimana mRNA dapat digunakan untuk membuat terapi baru.</p>
<p><em>Messenger RNA</em> (lebih dikenal sebagai mRNA) adalah molekul penting bagi kehidupan. Molekul ini dibuat di dalam tubuh dari DNA kita sendiri dalam proses yang disebut translasi. DNA adalah buku pegangan instruksi khusus yang dikodekan untuk pembuatan protein, bahan penyusun materi dalam tubuh.</p>
<p>MRNA kita menyalin dan membawa instruksi genetik ini dari DNA ke sel kita. Sel-sel kemudian membuat protein apa pun yang diperintahkan, seperti hemoglobin yang membantu sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh.</p>
<p>Karikó dan Weissman saat itu berpikir bahwa jika proses ini dapat dikendalikan, mRNA dapat digunakan untuk menginstruksikan sel agar membuat obatnya sendiri. Namun, pada saat mereka mulai bekerja sama, upaya peneliti lain untuk melakukan hal ini tidak berhasil.</p>
<p>Para peneliti kala itu menghadapi dua tantangan besar saat mereka memulai pekerjaan mereka. Yang pertama adalah mampu mencegah inang meningkatkan respons imun terhadap mRNA yang dimodifikasi. Yang kedua adalah mampu mengirimkan mRNA ke inang dengan aman tanpa menurunkannya.</p>
<p>Untuk memahami bagaimana mereka mengatasi hambatan pertama, penting untuk memahami struktur mRNA. Biasanya, molekul mRNA mengandung empat jenis molekul kecil yang dikenal sebagai basa (nukleosida): A (adenin), U (uridin), G (guanin), dan C (sitosin). Urutan berbeda dari basa ini dapat dirangkai untuk menghasilkan dasar molekul mRNA.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A digital illustration of a strand of mRNA." src="https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Messenger RNA menyalin dan membawa instruksi genetik dari DNA kita.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/molecular-model-messenger-ribonucleic-acid-mrna-2205462601">Kateryna Kon/ Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam percobaan awal, Karikó dan Weismann menemukan bahwa penyuntikan molekul mRNA normal ke tikus menyebabkan respons imun. Ini berarti sistem kekebalan tubuh tikus melihat mRNA baru sebagai patogen yang menyerang dan sel-sel kekebalan akan menghancurkannya, bukannya mereplikasinya.</p>
<p>Jadi <a href="https://www.nature.com/articles/s41577-021-00608-w">para peneliti memodifikasi</a> nukleosida U untuk membuat pseudouridine, senyawa kimia yang menstabilkan struktur RNA. Ketika mereka mengulangi percobaan dengan mRNA yang dimodifikasi, tubuh tikus tersebut ternyata menunjukkan <a href="https://www.cell.com/immunity/fulltext/S1074-7613(05)00211-6?_returnURL=https%3A%2F%20%2Flinkinghub.elsevier.com%2Fretrieve%2Fpii%2FS1074761305002116%3Fshowall%3Dbenar">tidak ada respons imun</a>.</p>
<p>Namun, Karikó dan Weismann masih menghadapi tantangan kedua untuk dapat menghadirkan mRNA yang dipesan lebih dahulu tanpa menurunkan kualitasnya.</p>
<p>Mereka memutuskan untuk menggunakan lipid (nanopartikel) untuk mengirimkannya. Senyawa kimia lemak ini merupakan bagian penting dari membran sel, mengontrol apa yang masuk dan keluar sel. </p>
<p>Lipid yang dibuat secara khusus memungkinkan molekul mRNA <a href="https://www.cell.com/molecular-therapy-family/molecular-therapy/fulltext/S1525-0016(16)32681-8?_returnURL=https%3A%20%2F%2Flinkinghub.elsevier.com%2Fretrieve%2Fpii%2FS1525001616326818%3Fshowall%3Dtrue">dikirimkan</a> tanpa terdegradasi atau dipecah oleh sistem kekebalan.</p>
<p>Penelitian Karikó dan Weissman telah berhasil menghilangkan hambatan yang sebelumnya menghalangi penggunaan mRNA secara klinis. mRNA Mampu menginstruksikan tubuh untuk mereplikasi hampir semua protein yang tidak berbahaya berpotensi mengobati berbagai penyakit dan bahkan melindungi dari infeksi virus.</p>
<h2>Vaksin COVID</h2>
<p>Saat penelitian mereka pertama kali dipublikasikan, penelitian tersebut tidak menarik <a href="https://www.nytimes.com/2023/10/02/health/nobel-prize-medicine.html#:%7E:text=Katalin%20Karik%C3%B3%20and%20Drew%20Weissman%2C%20who%20together%20identified%20a%20chemical,Physiology%20or%20Medicine%20on%20Monday">banyak perhatian</a>. Namun pada 2011, dua perusahaan bioteknologi – Moderna dan BioNTech – memperhatikan dan memulai penelitian terhadap obat-obatan mRNA.</p>
<p>Itu tidak mengherankan. Metode produksi vaksin tradisional memakan waktu, mahal, dan tidak berhasil untuk semua vaksin. Namun penelitian Karikó dan Weissman menunjukkan bahwa mRNA sintetik dapat dibuat dalam skala besar.</p>
<p>Para peneliti telah berupaya mengembangkan vaksin mRNA sebelum pandemi, seperti <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-022-03590-y#:%7E:text=There%20is%20%20some%20research%20suggesting,imun%20responses%20in%20guinea%20pigs.">vaksin untuk Ebola</a> yang tidak menerima banyak minat komersial. Namun pada 2020, ketika COVID-19 mulai menyebar ke seluruh dunia, vaksin dibutuhkan dengan cepat untuk memberikan perlindungan.</p>
<p>Dengan menggunakan karya dasar Karikó dan Weissman, para ilmuwan mengembangkan rangkaian mRNA khusus yang meniru protein <em>spike</em> (yang memungkinkan virus memasuki sel kita). Hal ini menghasilkan partikel COVID yang tidak berbahaya yang kemudian direplikasi oleh sel-sel kita, sehingga memungkinkan tubuh kita melindungi kita dari infeksi COVID yang parah ketika bertemu dengan virus yang sebenarnya.</p>
<p>Penemuan Karikó dan Weissman beberapa tahun sebelumnya sangat penting dalam memungkinkan pembuatan vaksin mRNA COVID-19. Namun ini bukanlah satu-satunya cara penerapan karya mereka.</p>
<p>Para peneliti sekarang berharap untuk mengembangkan vaksin mRNA untuk penyakit seperti HIV dan virus Zika. Penelitian juga menunjukkan bahwa vaksin mRNA mungkin berguna dalam mengobati <a href="https://theconversation.com/pancreatic-cancer-a-personalised-mrna-vaccine-may-boost-effects-of-treatment-205606">jenis kanker tertentu</a> .</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215157/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alice Godden tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Hadiah bergengsi dianugerahkan kepada Dr Katalin Karikó dan Dr Drew Weissman dari University of Pennsylvania.Alice Godden, Senior research associate, School of Biological Sciences, University of East AngliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1976892023-05-11T06:23:15Z2023-05-11T06:23:15ZRiset: Takut “hukuman” administratif, salah satu pendorong terbesar kelompok rentan ikut vaksinasi COVID<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/504852/original/file-20230117-14-9beoeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas kesehatan menyiapkan vaksin COVID-19 di Balai Kota Yogyakarta, 15 Desember 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1671077115&getcod=dom">ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc</a></span></figcaption></figure><p>Saat diperkenalkan pada <a href="http://p2p.kemkes.go.id/program-vaksinasi-covid-19-mulai-dilakukan-presiden-orang-pertama-penerima-suntikan-vaksin-covid-19/">Januari 2021</a>, vaksinasi COVID-19 menuai banyak pro dan kontra di masyarakat Indonesia. </p>
<p>Faktanya, mayoritas penduduk bersedia divaksin. Pada 2023 ini, <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">lebih dari 74% atau 174 juta</a> masyarakat Indonesia – hingga 10 Mei 2023 – yang menjadi sasaran vaksinasi telah menerima dua dosis vaksin COVID-19.</p>
<p>Di balik keberhasilan tersebut, masih terdapat pertanyaan mengenai akses dan penerimaan vaksinasi COVID-19 bagi kelompok rentan. Setelah dua tahun pelaksanaan <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">program vaksinasi COVID-19 di Indonesia</a>, bagaimana pandangan masyarakat rentan terhadap vaksinasi COVID-19?</p>
<p>Kementerian Kesehatan telah mengidentifikasi <a href="https://covid19.go.id/p/regulasi/surat-edaran-nomor-hk0202iii152422021">kelompok rentan target penerima vaksin COVID-19</a>, yaitu penyandang disabilitas, masyarakat adat, penghuni lembaga pemasyarakatan, pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS), pekerja migran Indonesia bermasalah (PMIB), dan masyarakat yang belum memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan). </p>
<p>Riset kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, dan Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), yang laporannya sedang kami tulis, menunjukkan bahwa keputusan vaksinasi COVID-19 bagi kelompok rentan sangat bergantung pada dorongan keluarga dan pendamping, serta untuk menghindari sanksi administratif, seperti dihentikannya bantuan sosial (bansos) dan larangan bepergian. </p>
<h2>Ikut vaksinasi untuk hindari “hukuman” administratif</h2>
<p>Riset kualitatif kami fokus pada persepsi, penerimaan, kekhawatiran, dan aksesibilitas kelompok rentan (lansia dan penyandang disabilitas) terhadap vaksin COVID-19 di delapan kabupaten di empat provinsi di Indonesia: Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. </p>
<p>Riset dilaksanakan dengan melakukan enam Diskusi Kelompok Terpimpin (<em>focus group discussion</em>) di masing-masing kabupaten, dengan kelompok laki-laki dan perempuan secara terpisah untuk setiap kategori, yaitu kelompok lansia, kelompok penyandang disabilitas, serta kelompok masyarakat umum. </p>
<p>Di dalam kelompok masyarakat umum, terdapat pula anggota kelompok rentan lain, misalnya orang dengan HIV (ODHIV). Selain itu, wawancara mendalam dengan perwakilan pemerintah kabupaten dan puskesmas atau vaksinator juga dilakukan untuk mempelajari strategi komunikasi yang dilakukan di kabupaten tersebut.</p>
<p>Hampir semua informan penelitian kami, yang berjumlah total 304 orang, telah menerima vaksinasi dosis lengkap, yaitu dua kali suntik.</p>
<p>Namun demikian, capaian tersebut lebih didorong kekhawatiran atas konsekuensi yang akan mereka terima jika tidak melakukan vaksinasi. Jika tidak ikut vaksin, mereka khawatir tidak mendapatkan bantuan sosial, menghadapi penundaan pelayanan administrasi, dan dilarang bepergian dengan transportasi publik tertentu. </p>
<p>Kekhawatiran mengenai konsekuensi administratif sangat menonjol di kelompok responden laki-laki dibandingkan dengan kelompok responden perempuan, karena perannya sebagai kepala keluarga. Konsekuensi administratif tersebut, ditambah dengan pengaruh keluarga, teman sebaya, dokter, tokoh masyarakat dan tokoh agama menjadi faktor pemaksa (<em>enforcing</em>) yang berhasil meningkatkan cakupan vaksinasi.</p>
<p>Pemahaman akan vaksinasi dan manfaat vaksinasi masih rendah di semua kelompok responden, baik responden perempuan maupun laki-laki. Padahal, persepsi masyarakat mengenai kerentanan, tingkat keparahan, kematian akibat COVID-19, dan pengetahuan mengenai manfaat vaksin menjadi faktor pendorong (<em>predisposing</em>) penerimaan vaksinasi. </p>
<p>Informan dari kategori masyarakat umum menyatakan kekhawatiran atas risiko keparahan dan kematian akibat COVID-19, sehingga merasa perlu mendapatkan vaksin COVID-19. Namun, informan laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya kecenderungan simpang siurnya informasi yang mereka percaya mengenai COVID-19 dan vaksinasi. </p>
<p>Pada kelompok informan lansia dan penyandang disabilitas, meski kekhawatiran terhadap <a href="https://www.balaibaturaja.litbang.kemkes.go.id/read-kejadian-ikutan-paska-imunisasi-kipi-pada-vaksinasi-covid19">Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)</a> masih cukup besar, konsekuensi administratif dan bantuan sosial yang mungkin mereka dapatkan jika tidak melakukan vaksinasi COVID-19 mendorong mereka ikut vaksinasi. </p>
<p>Cakupan vaksinasi COVID-19 tidak terlepas dari kesiapan daerah dengan menyediakan lokasi vaksinasi yang dekat dengan tempat tinggal dan program vaksinasi massal. Hal ini menjadi faktor pemungkin (<em>enabling</em>) yang mempermudah akses masyarakat terhadap vaksinasi COVID-19.</p>
<h2>Data yang tak tampak</h2>
<p>Walau cakupan vaksinasi COVID dosis dua nasional mencapai lebih dari 70%, hingga saat ini, laporan data penerima vaksin tidak memperlihatkan cakupan vaksinasi untuk kelompok rentan tersebut. Pemerintah pun <a href="https://puskapa.org/publikasi/1159/">belum mengidentifikasi langkah operasional</a> untuk menjangkau dan memastikan agar kelompok rentan tersebut menerima vaksinasi COVID-19. </p>
<p>Ketidaktransparanan data mengenai penerimaan vaksin COVID-19 bagi kelompok rentan ini memunculkan pertanyaan apakah kelompok rentan, terutama yang tinggal di daerah terpencil dan terjauh dapat mengakses informasi dan mendapatkan vaksin COVID-19? Bagaimana sebetulnya sikap mereka terhadap vaksin? </p>
<p>Apakah keraguan mengenai KIPI, terutama bagi kelompok lansia dan penyandang disabilitas yang banyak menjadi diskusi pada awal pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 ini telah teratasi? Perlu lebih banyak studi untuk menjawab pertanyaan tersebut.</p>
<h2>Keberhasilan vaksinasi berpotensi jangka panjang?</h2>
<p>Pedoman Komunikasi Risiko untuk Penanggulangan Krisis Kesehatan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan pada Mei 2021 menyampaikan <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/21053100001/Pedoman-Komunikasi-Risiko-untuk-Penanggulangan-Krisis-Kesehatan.html">tiga cara dalam mengintervensi perubahan perilaku</a>, yaitu 3E – <em>Education</em> (edukasi dan promosi kesehatan), <em>Engineering</em> (rekayasa), dan <em>Enforcement</em> (penegakan hukum). </p>
<p>Dalam situasi kritis, rekayasa dan penegakan hukum memainkan peranan penting untuk dapat segera mengendalikan situasi. Namun, untuk perubahan perilaku jangka panjang, edukasi dan promosi kesehatan yang berkelanjutan dan dapat diakses oleh kelompok rentan sangat diperlukan.</p>
<p>Kesulitan akses informasi yang diperlukan membuat kelompok penyandang disabilitas sensori, seperti teman tuli dan netra, sangat bergantung pada penerjemahan informasi yang diberikan oleh keluarga atau pendampingnya. </p>
<p>Tatanan Bahasa Indonesia yang digunakan teman tuli berbeda dengan tatanan Bahasa Indonesia yang sehari-hari digunakan masyarakat umum, sehingga informasi tertulis yang tersedia seringkali membingungkan. </p>
<p>Contoh lain adalah bagaimana materi dalam format gambar yang sering dibagikan melalui media sosial tidak dapat dibaca oleh aplikasi pembaca layar yang digunakan teman netra. </p>
<p>Penelitian ini menemukan bahwa strategi komunikasi risiko dan perubahan perilaku yang didorong oleh <em>enforcement</em> memang berhasil membantu pemerintah dalam mencapai target programnya. </p>
<p>Namun, upaya tersebut tidak cukup untuk membantu mencapai tujuan komunikasi risiko dalam mendorong <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789241550208">pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan</a> (<em>informed decision</em>) untuk perubahan perilaku kesehatan jangka panjang. </p>
<p>Hal ini berpotensi menghentikan penerimaan vaksinasi COVID-19 atau mendorong keengganan masyarakat untuk melakukan vaksinasi <em>booster</em>. Saat ini, baru 37,9% target sasaran vaksinasi yang sudah melakukan <em>booster</em> pertama (dosis ketiga) dan <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">hanya 1,7% yang melakukan <em>booster</em> kedua (dosis keempat)</a>. Lebih jauh, strategi ini tidak cukup dalam meningkatkan kesadaran dan ketahanan kesehatan masyarakat untuk menghadapi krisis kesehatan di masa depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197689/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Citra Lestari pernah bekerja sebagai konsultan Australia-Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) yang membiayai penelitian ini.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Dwidjo Susilo menerima dana dari AIHSP berupa honor sebagai peneliti dalam tulisan ini. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Shita menerima dana dari AIHSP untuk melakukan penelitian ini.</span></em></p>Cakupan vaksinasi COVID-19 tidak terlepas dari kesiapan daerah dengan menyediakan lokasi vaksinasi yang dekat dengan tempat tinggal dan program vaksinasi massal.Citra Indah Lestari, PhD Candidate - Asia Institute, The University of MelbourneDwidjo Susilo, Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK KMK, Universitas Gadjah Mada Shita Dewi, Peneliti, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2052022023-05-09T05:22:04Z2023-05-09T05:22:04ZCOVID secara resmi tidak lagi darurat kesehatan global– begini artinya dan pelajaran penting dari pandemi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/524885/original/file-20230508-19-1qhq02.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Begitu peraturan memakai masker dilonggarkan, kita cenderung melepasnya. </span> <span class="attribution"><span class="source">Prostock-studio/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Para ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) <a href="https://www.nytimes.com/2023/05/05/health/covid-who-emergency-end.html">telah secara resmi menyatakan</a> bahwa COVID-19 <a href="https://www.who.int/news/item/05-05-2023-statement-on-the-fifteenth-meeting-of-the-international-health-regulations-(2005)-emergency-committee-regarding-the-coronavirus-disease-(covid-19)-pandemic">tidak lagi merupakan</a> darurat kesehatan masyarakat global (Pheic). Ini bertepatan dengan <a href="https://www.who.int/publications/i/item/WHO-WHE-SPP-2023.1">strategi baru WHO</a> untuk beralih dari tanggap darurat ke manajemen penyakit COVID jangka panjang yang berkelanjutan.</p>
<p>Keputusan ini mungkin secara praktis tidak mengubah banyak hal. COVID akan tetap memiliki status pandemi, dan negara akan terus memiliki kewenangannya sendiri untuk menentukan apakah akan memperlakukan COVID sebagai keadaan darurat di wilayah mereka (beberapa negara, <a href="https://www.npr.org/2023/%2004/11/1169191865/biden-ends-covid-national-emergency">termasuk Amerika Serikat</a>, telah menyatakan berakhirnya darurat nasional).</p>
<p>Namun, bagi komunitas kesehatan masyarakat global, ini adalah peristiwa yang sangat penting, menggambarkan akhir periode tanggap darurat yang dimulai pada <a href="https://www.who.int/publications/m/item/covid-19-public-health-emergency-of-international-concern-(pheic)-global-research-and-innovation-forum">30 Januari 2020</a>.</p>
<p>Bagi sebagian besar masyarakat umum, perubahan status kedaruratan ini mungkin berlalu begitu saja tanpa disadari. Sejak beberapa waktu, banyak orang sudah tak lagi memandang COVID sebagai keadaan darurat. Di Inggris misalnya, COVID tidak lagi muncul sebagai isu-isu utama yang dikhawatirkan masyarakat dalam <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/wellbeing/bulletins/publicopinionsandsocialtrendsgreatbritain/19aprilto1may2023">survei opini publik</a> yang rutin dilaksanakan Kantor Statistik Nasional. Bahkan setahun yang lalu, <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/wellbeing/bulletins/publicopinionsandsocialtrendsgreatbritain/30marchto24april2022">hanya dua dari lima orang Inggris</a> sangat atau agak khawatir tentang COVID, menurut survei tersebut.</p>
<p>Bersama dengan ilmuwan perilaku lainnya, saya mengikuti <a href="https://www.swansea.ac.uk/research/research-highlights/health-innovation/public-during-pandemic/">pengalaman publik tentang pandemi</a> selama tiga tahun terakhir. Hasilnya belum ditinjau oleh rekan sejawat tapi pada musim panas 2022, banyak partisipan dalam <a href="https://psyarxiv.com/d6jcv">penelitian kami</a> menggambarkan pandemi sebagai “suatu kenangan jauh” atau seperti “tidak pernah terjadi”.</p>
<p>Saat kita melangkah ke fase berikutnya, saatnya untuk mempertimbangkan apa yang telah kita pelajari tentang perilaku manusia selama pandemi, dan apa yang terjadi selanjutnya.</p>
<h2>Kebiasaan lama sulit hilang</h2>
<p>Pada hari-hari awal pandemi, banyak ilmuwan perilaku, termasuk saya sendiri, bertanya-tanya apakah beberapa kebiasaan pandemi kita <a href="https://theconversation.com/two-years-into-the-pandemic-which-of-our-newly-formed-habits-are-here-to-stay-178204">tetap diteruskan</a>. Akankah <a href="https://www.itv.com/news/wales/2021-04-02/masks-to-stay-soldiering-on-through-the-common-cold-will-stop-and-the-nature-of-work-has-change-forever-expert-says">masker wajah</a> menjadi suatu barang utama di lemari pakaian sehari-hari? Akankah orang berhenti memaksakan diri untuk bekerja ketika tidak sehat?</p>
<p>Ternyata bagi kebanyakan orang, pandemi tidak secara permanen mengubah perilaku dan kebiasaan kita atau menciptakan “<a href="https://psyarxiv.com/d6jcv">normal baru</a>”. Melihat kembali ke Inggris, penggunaan masker secara konsisten menurun, dengan <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/wellbeing/datasets/publicopinionsandsocialtrendsgreatbritaincoronaviruscovid19andotherillnesses">angka dari bulan lalu</a> menunjukkan bahwa kurang dari satu dari enam orang dewasa yang memakai masker wajah baru-baru ini. Penggunaan reguler atau sehari-hari kemungkinan jauh lebih jarang.</p>
<p>Jarak sosial (<em>social distancing</em>) telah lama hilang, kecuali sebagian kecil masyarakat, khususnya mereka yang paling rentan terhadap COVID.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/long-social-distancing-how-young-adults-habits-have-changed-since-covid-183837">Long social distancing: how young adults' habits have changed since COVID</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pandemi COVID telah mengajari kita bagaimana perilaku adaptif, khususnya seberapa banyak orang bersedia mengubah perilaku mereka untuk menjaga diri mereka sendiri dan orang lain tetap aman. Kebanyakan orang <a href="https://academic.oup.com/abm/article/56/8/781/6618645?login=false">mengikuti aturan</a> selama <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0258781">puncak pandemi</a>, betapapun sulitnya. COVID telah mengingatkan kita <a href="https://www.cambridge.org/core/services/aop-cambridge-core/content/view/759BE02FFE73E5C05EA429A3E1547D78/S2056467821000050a.pdf/resilience_in_the_age_of_covid19.pdf">betapa tangguhnya kita sebagai manusia</a>.</p>
<p>Adaptasi pandemi ini, dan fakta bahwa perilaku pra-pandemi kita bangkit kembali begitu cepat, menunjukkan betapa pentingnya isyarat sosial dan norma sosial terhadap perilaku manusia. Mengenakan masker atau menjaga jarak dari orang lain adalah kebiasaan – <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S002210311100254X">dipicu secara otomatis</a> sebagai respons terhadap isyarat kontekstual, seperti melihat tanda dengan gambar orang-orang yang menjaga jarak secara sosial.</p>
<p>Norma sosial – apa yang kita pikir orang lain lakukan – adalah kunci <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0277360">penyerapan vaksin</a> dan penyerapan <a href="https://www.nature.com/articles/s41562-020-0884-z">tindakan pencegahan secara umum</a>. Ketika isyarat kontekstual ini menghilang dan norma sosial mulai berubah, dan ketika cakupan vaksin meningkat dan risiko mayoritas menurun, perilaku kita berubah.</p>
<p>Pandemi juga telah menunjukkan betapa pentingnya hubungan sosial dan kontak sosial, terutama kontak fisik. Bagaimana COVID tidak akan bisa selamanya mencegah interaksi sosial adalah sesuatu <a href="https://theconversation.com/handshakes-and-hugs-are-good-for-you-its-vital-they-make-a-comeback-after-the-pandemic-158174">telah kita perdebatkan sebelumnya</a>. </p>
<p>Menurut teori keamanan sosial, yang melihat stres dan kesejahteraan sebagai produk dari faktor biologis, psikologis, dan sosial, COVID <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352250X2200001X">menimbulkan ancaman</a> ke “ tatanan sosial yang membuat manusia tangguh dan membuat kita tetap hidup dan sehat”.</p>
<p>Tidak mengherankan jika kepuasan hidup dan kebahagiaan adalah <a href="https://bmjopen.bmj.com/content/10/7/e039334">terendah selama <em>lockdown</em></a>, dan terpulihkan saat orang mulai <a href="https://www.covidsocialstudy.org/_files/ugd/064c8b_c525505ffa6b432f96dc41d6b6a985ea.pdf">bergaul lagi secara sosial</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A group of young adults having drinks and socialising." src="https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pandemi menyoroti pentingnya hubungan sosial.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/millennial-trendy-people-having-fun-moment-2136581301">View Apart/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Keadaan darurat belum berakhir untuk semua orang</h2>
<p>Saat kita menandai akhir dari fase darurat, penting untuk mengingat <a href="https://covid19.who.int/">hampir tujuh juta jiwa hilang atau meninggal</a> karena COVID sejak 2020.</p>
<p>Dan tentu saja, kita harus mempertimbangkan bahwa bagi sebagian orang, terutama mereka yang rentan secara klinis, keadaan darurat belum berakhir, dan mungkin tidak akan pernah berakhir.</p>
<p>Meski bukan lagi darurat kesehatan kesehatan masyarakat global, <a href="https://www.who.int/publications/i/item/WHO-WHE-SPP-2023.1">seperti yang diingatkan oleh WHO</a>, COVID masih bertanggung jawab atas jutaan infeksi dan ribuan kematian setiap minggu di seluruh dunia. Juga, berkat COVID yang panjang (<em>long COVID</em>), ratusan juta orang membutuhkan perawatan jangka panjang.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-pandemic-three-years-on-and-nobody-wants-to-talk-about-it-heres-why-we-should-201899">COVID pandemic: three years on and nobody wants to talk about it – here's why we should</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ke depan, kita perlu beralih dari mengandalkan resiliensi individu menjadi membangun resiliensi di institusi kita. Kita semua dapat mengambil tindakan untuk terus melindungi diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita dari COVID dan virus pernapasan lainnya (seperti <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(23%20)00021-1/fulltext">mencuci tangan</a> dan tetap memperbarui dengan vaksinasi). Namun, tanggung jawab untuk mencegah keadaan darurat kesehatan masyarakat tidak boleh diletakkan <a href="https://blogs.bmj.com/bmj/2020/03/17/uks-coronavirus-policy-places-too-much-responsibility-in-the-hands-of-the-public/">hanya di tangan publik</a>.</p>
<p>Pemerintah, pemberi kerja, dan otoritas kesehatan dapat mengambil tindakan di masa kini untuk <a href="https://www.theguardian.com/books/2022/may/11/preventable-by-devi-sridhar-review-a-resolutely-global-view-of-covid">melindungi dari</a> <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34872923/">darurat kesehatan masyarakat</a> masa depan. </p>
<p>Secara sistematis <a href="https://joint-research-centre.ec.europa.eu/jrc-news/misinformation-covid-19-what-did-we-learn-2023-02-21_en">menangani misinformasi</a>, <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240021280">meningkatkan ventilasi </a> di <a href="https://www.bmj.com/content/376/bmj.o327">sekolah</a>, tempat kerja, dan ruang dalam ruangan publik lainnya, dan melakukan perbaikan jangka panjang untuk cuti sakit berbayar adalah cara yang baik untuk mulai membangun lebih banyak <a href="https://unsdg.un.org/resources/executive-summary-un-common-guidance-helping-build-%20tangguh-masyarakat">masyarakat yang tangguh</a> dalam persiapan untuk pandemi berikutnya. </p>
<p>Semoga ini adalah sesuatu yang tidak akan pernah kita lihat seumur hidup kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/205202/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Simon Nicholas Williams has received funding from Senedd Cymru, Public Health Wales and the Wales Covid Evidence Centre for research on COVID-19. However, this article reflects the views of the author only and no funding bodies were involved in the writing or content of this article.</span></em></p>Pandemi COVID telah mengajari kita bagaimana perilaku adaptif, khususnya seberapa banyak orang bersedia mengubah perilaku mereka untuk menjaga diri mereka sendiri dan orang lain tetap aman.Simon Nicholas Williams, Lecturer in Psychology, Swansea UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2019582023-03-16T07:36:49Z2023-03-16T07:36:49ZCOVID, flu burung, mpox – ahli virus jelaskan mengapa wabah akibat virus terus bermunculan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/515723/original/file-20230316-24-hu3ken.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Kateryna Kon/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Dari <a href="https://theconversation.com/european-outbreak-of-monkeypox-what-you-need-to-know-183298">wabah mpox</a> yang meluas (sebelumnya disebut <em>monkeypox</em>, cacar monyet) pada 2022, lalu situasi flu burung yang berkembang saat ini, sampai <a href="https://www.afro.who.int/countries/equatorial-guinea/news/equatorial-guinea-confirms-first-ever-marburg-virus-disease-outbreak">kasus virus Marburg</a> baru-baru ini di Guinea Khatulistiwa, Afrika Tengah, kita mendapati bahwa COVID tidak mendominasi berita utama seperti sebelumnya. Sebaliknya, kita kerap mendengar wabah virus baru atau yang muncul kembali.</p>
<p>Apakah insiden wabah virus meningkat? Atau, apakah kemampuan kita mendeteksi wabah menjadi lebih baik berkat pesatnya inovasi teknologi selama pandemi COVID? Jawabannya mungkin sedikit dari keduanya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/three-years-on-the-covid-pandemic-may-never-end-but-the-public-health-impact-is-becoming-more-manageable-198013">Three years on, the COVID pandemic may never end – but the public health impact is becoming more manageable</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ada sekitar 1,67 juta virus yang belum diidentifikasi yang saat ini menginfeksi mamalia dan burung. Dari jumlah tersebut, kira-kira <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8204831/">827 ribu di antaranya</a> berpotensi menginfeksi manusia.</p>
<p>Untuk memahami bagaimana virus muncul, kita perlu kembali ke awal kehidupan di Bumi. Ada beberapa teori tentang bagaimana virus pertama muncul, tapi semuanya setuju bahwa virus telah ada selama miliaran tahun. Mereka berevolusi bersama makhluk hidup. Ketika ada gangguan pada evolusi bersama yang stabil ini, masalah mungkin akan muncul.</p>
<p>Pendorong utama munculnya virus pada populasi manusia adalah manusia dan tindakannya. Sejak pertanian menjadi praktik umum lebih dari 10.000 tahun yang lalu, manusia berhubungan lebih dekat dengan hewan. Perubahan ini meningkatkan kesempatan virus yang secara alami menginfeksi hewan-hewan ini untuk “melompat” ke manusia. </p>
<p>Peristiwa di atas disebut zoonosis. Ada sekitar <a href="https://journals.plos.org/plosntds/article?id=10.1371/journal.pntd.0003257">75% penyakit menular yang baru muncul</a> disebabkan oleh peristiwa zoonosis.</p>
<p>Seiring kemajuan peradaban dan teknologi manusia, <a href="https://www.sciencedaily.com/releases/2019/06/190624111612.htm">penghancuran habitat hewan</a> memaksa mereka hijrah ke daerah baru untuk mencari sumber makanan. Spesies-spesies berbeda yang biasanya tidak berhubungan kini terpaksa berbagi ruang. </p>
<p>Tambahkanlah manusia ke dalam fenomena ini dan kamu memiliki resep sempurna untuk munculnya virus baru.</p>
<p>Urbanisasi menyebabkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7110580/">kepadatan populasi yang tinggi</a>, menciptakan lingkungan yang ideal untuk penyebaran virus. Pesatnya pembangunan kota-kota sering tak dibarengi infrastruktur yang memadai seperti sanitasi dan perawatan kesehatan, sehingga yang semakin meningkatkan kemungkinan wabah virus.</p>
<p>Perubahan iklim juga berkontribusi pada <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7305058/">penyebaran virus</a>. Misalnya, arbovirus (yang disebarkan oleh arthropoda seperti nyamuk) menyebar daerah baru karena semakin banyak negara yang menjadi tempat ideal nyamuk bertahan hidup–akibat iklim yang menghangat. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Ayam." src="https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Virus dapat melompat dari hewan ke manusia.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/close-hen-chicken-farm-organics-organic-2169452695">Wassana Panapute/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kita (para ilmuwan virus) sudah mengetahui faktor-faktor ini sejak lama. Munculnya SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID) tidak mengejutkan ahli virologi atau epidemiolog mana pun. Ini hanya masalah kapan – bukan jika – pandemi akan terjadi. Hal yang tidak terduga adalah skala pandemi COVID, dan sulitnya membatasi penyebaran virus secara efektif.</p>
<p>Kita juga tidak dapat memprediksi dampak misinformasi terhadap bidang kesehatan masyarakat lainnya. Sentimen anti-vaksinasi khususnya telah menjadi lebih umum di media sosial selama beberapa tahun terakhir. Kita pun kita melihat peningkatan level <a href="https://theconversation.com/we-measured-vaccine-confidence-pre-pandemic-and-in-2022-its-declined-considerably-193580">keraguan terhadap vaksin</a>.</p>
<p>Ada juga gangguan pada program imunisasi anak rutin. Ini meningkatkan risiko wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin <a href="https://www.who.int/news/item/27-04-2022-unicef-and-who-warn-of--perfect-storm--of-conditions-for-measles-outbreaks--affecting-children">seperti campak</a>.</p>
<h2>Pelajaran dalam surveilans</h2>
<p>Selama pandemi COVID, sains bergerak dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Berbagai metode untuk mendeteksi terus berkembang, sehingga pemantauan wabah dan evolusi virus kian membaik. </p>
<p>Sekarang, banyak ilmuwan yang terlibat dalam pelacakan SARS-CoV-2 juga mengalihkan perhatian mereka untuk memantau virus lain.</p>
<p>Misalnya, <a href="https://theconversation.com/wastewater-monitoring-took-off-during-the-covid-19-pandemic-and-heres-how-it-could-help-head-off-%20future-outbreaks-180775">pemantauan air limbah</a> telah digunakan secara ekstensif untuk mendeteksi SARS-CoV-2 selama pandemi. Metode pemantauan tersebut juga dapat membantu melacak virus lain yang mengancam kesehatan manusia.</p>
<p>Ketika seseorang terinfeksi satu virus, beberapa materi genetik dari virus tersebut biasanya terbuang ke toilet. Air limbah mampu untuk menunjukkan jika jumlah infeksi di suatu daerah meningkat, bahkan sebelum jumlah kasus mulai meningkat di rumah sakit.</p>
<p>Upaya mengadaptasi teknologi ini untuk mencari virus lain seperti influenza, campak, atau bahkan polio dapat memberi kita data berharga tentang waktu wabah virus. Ini sudah terjadi sampai taraf tertentu – <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(22)01804-9/fulltext">virus polio</a> terdeteksi di air limbah di London selama 2022, misalnya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/we-measured-vaccine-confidence-pre-pandemic-and-in-2022-its-declined-considerably-193580">We measured vaccine confidence pre-pandemic and in 2022 – it's declined considerably</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Peningkatan pengawasan virus ini secara alami akan menghasilkan lebih banyak wabah virus yang dilaporkan. Sementara beberapa orang mungkin menganggap ini sebagai ketakutan, informasi seperti ini bisa menjadi kunci untuk mengatasi pandemi pada masa depan. Jika wabah terjadi di daerah yang tidak memiliki sistem pengawasan virus yang memadai, infeksi kemungkinan besar akan menyebar terlalu jauh sehingga tidak mudah dibendung.</p>
<p>Meskipun demikian, pengawasan hanyalah salah satu bagian dari kesiapsiagaan menghadapi pandemi. Pemerintah dan lembaga kesehatan dan sains di seluruh dunia perlu memiliki protokol pandemi dan kemunculan virus di suatu tempat (serta secara teratur memperbaruinya). Harapannya, kita tidak tergesa-gesa memahami situasi yang mungkin sudah terlambat.</p>
<p>COVID tidak mungkin menjadi pandemi terakhir yang akan disaksikan oleh banyak orang yang hidup hari ini. Semoga lain kali kita lebih siap.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/201958/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lindsay Broadbent has previously received funding from The Wellcome Trust.</span></em></p>Jika wabah terjadi di daerah yang tidak memiliki sistem pengawasan virus yang memadai, infeksi kemungkinan besar akan menyebar terlalu jauh sehingga tidak mudah dibendung.Lindsay Broadbent, Lecturer in Virology, University of SurreyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1999002023-02-24T07:33:28Z2023-02-24T07:33:28ZRiset eksperimen di Jawa Barat: duta vaksin lokal bisa turunkan keraguan vaksin COVID<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/511899/original/file-20230223-18-eo02e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 penguat (booster) kedua atau dosis keempat kepada seorang warga di Puskesmas Sukagalih, Bandung, Jawa Barat, 25 Januari 2023.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1674620711&getcod=dom">ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom</a></span></figcaption></figure><p>Keyakinan terhadap vaksin <a href="https://www.thelancet.com/article/S0140-6736(20)31558-0/fulltext">menurun dalam beberapa tahun terakhir</a>, bahkan ketika vaksin disebut sebagai teknologi terpenting untuk <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-021-01454-y">pengendalian pandemi COVID-19</a>. </p>
<p>Pada Juni 2022 - <a href="https://covid-19.iza.org/publications/dp15899/">ketika studi kami lakukan</a>- hanya 61 negara yang memenuhi target WHO untuk tingkat <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2021/world/covid-vaccinations-tracker.html">vaksinasi penuh 70%</a>.</p>
<p>Stagnasi ini sebagian disebabkan oleh <a href="https://www.nature.com/articles/s41562-021-01056-1">misinformasi</a> tentang manfaat <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8080503/">vaksinasi</a> – yang merajalela selama pandemi COVID-19. </p>
<p>Hal ini mengkhawatirkan, terutama bagi mereka yang masih ragu-ragu untuk melakukan vaksinasi. Kecenderungan virus untuk bermutasi mengindikasikan infeksi COVID-19 akan tetap membawa <a href="https://www.who.int/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants">risiko kematian yang signifikan</a>.</p>
<p>Salah satu masalahnya adalah strategi untuk meningkatkan penerimaan vaksin tetap terfokus pada strategi persuasif melalui media massa yang sifat penyampaian pesannya satu arah. Strategi ini sebagian besar mengabaikan kebutuhan akan pendekatan berbeda terhadap mereka yang paling ragu-ragu: memulai interaksi dua arah.</p>
<p><a href="https://covid-19.iza.org/publications/dp15899/">Riset kami, dengan pendekatan eksperimen acak di Jawa Barat</a>, berfokus pada masyarakat yang betul-betul enggan mendapatkan vaksin. Saat kami mulai riset, 85% penduduk di Jawa Barat sudah mendapat setidaknya vaksin dosis pertama, sehingga partisipan pada penelitian kami betul-betul orang-orang yang ragu terhadap vaksin COVID. </p>
<p>Riset ini menunjukkan bahwa pengiriman duta vaksin lokal ke rumah-rumah penduduk yang anti-vaksin bisa mengurangi level keraguan vaksin.</p>
<h2>Duta vaksin ke rumah penduduk</h2>
<p>Jawa Barat kami pilih karena secara historis setidaknya menjadi tempat terjadinya beberapa kejadian luar biasa (KLB) seperti wabah difteri <a href="https://cegh.net/article/S2213-3984(18)30026-5/fulltext#articleInformation">pada 2017</a> dan campak <a href="https://nasional.tempo.co/read/1683932/kabupaten-bogor-dan-bandung-barat-dalam-status-klb-campak-di-jawa-barat">berulang</a>, sehingga menarik untuk ditelaah lebih lanjut pada konteks COVID.</p>
<p>Dalam <a href="https://covid-19.iza.org/publications/dp15899/">studi ini</a>, kami melakukan kampanye informasi dari rumah ke rumah kepada 3.254 individu dewasa yang belum divaksinasi. Mereka tersebar di 279 desa di tiga kabupaten (Bogor, Cirebon dan Kuningan). </p>
<p>Kampanye ini untuk mempromosikan vaksin COVID-19 di lingkungan pedesaan Jawa Barat—daerah yang vaksin tersedia secara luas, tapi tingkat vaksinasi belum mencakup semua penduduk. </p>
<p>Di <a href="https://katadata.co.id/ameidyonasution/berita/61c2d15113ba8/survei-kic-change-kawalcovid-38-responden-di-jabar-tak-mau-vaksinasi">Jawa Barat</a>, sekitar 4 dari 10 orang yang belum menerima vaksin sangat menentang vaksinasi. Ada 8 dari 10 orang tidak mempercayai vaksin atau percaya bahwa sistem kekebalan yang kuat sudah cukup untuk melindungi mereka dari COVID-19. </p>
<p>Pada awal penelitian kami (Februari 2022), lebih dari 360.000 orang di Jawa Barat mengalami “putus vaksin” – individu yang telah menerima dosis pertama tapi belum menggunakan dosis kedua dalam 6 bulan setelah dosis pertama. </p>
<p>Kami merekrut duta vaksin dari komunitas lokal untuk memberikan informasi tentang manfaat vaksin COVID-19 secara keseluruhan. </p>
<p>Kami merekrut tiga jenis duta lokal dari masing-masing desa untuk menyampaikan informasi tentang manfaat vaksinasi melalui kunjungan pribadi ke rumah. Mereka adalah duta dari kader kesehatan (petugas kesehatan masyarakat), pemuka desa (dipilih melalui nominasi oleh responden), dan orang awam. </p>
<p>Duta ini dilatih dan diberi tugas untuk melakukan dialog intensif “<em>one-on-one</em>” dengan partisipan. Duta berkunjung dua kali ke rumah partisipan. Kunjungan pertama sekitar 30 menit untuk berdialog dan kunjungan kedua, seminggu setelah kunjungan pertama, hanya memberikan pamflet informasi vaksinasi dan menanyakan komitmen responden ikut vaksinasi.</p>
<p>Kami menggunakan pendekatan komunikasi interpersonal melalui pertemuan tatap muka. Pendekatan ini lebih cocok daripada intervensi informasi media sosial karena beberapa alasan. <em>Pertama</em>, interaksi langsung lebih efektif daripada komunikasi satu arah karena memungkinkan duta vaksin untuk mengklarifikasi fakta penting tentang vaksin. <em>Kedua</em>, kunjungan rumah dapat menjangkau individu lansia, kelompok rentan yang relatif lebih sulit dijangkau oleh media sosial.</p>
<p>Kami memprediksi <a href="https://academic.oup.com/restud/article/86/6/2453/5345571">individu yang lebih terkemuka</a> atau berpengetahuan seperti pemuka desa setempat atau kader kesehatan akan lebih efektif meyakinkan responden untuk <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34413518/">divaksinasi dibandingkan dengan orang awam</a>. </p>
<h2>Tidak ada perbedaan signifikan antarkelompok duta</h2>
<p>Ada tiga temuan utama dalam studi kami. </p>
<p><em>Pertama</em>, kunjungan rumah oleh duta vaksin mengoreksi beberapa kesalahpahaman tentang vaksin COVID-19. </p>
<p>Kami mengamati proporsi individu yang melaporkan kekhawatiran akan efek samping (sebagai alasan untuk tidak melakukan vaksinasi) menurun tajam dari 28% menjadi 15%. </p>
<p><em>Kedua</em>, responden menganggap duta yang dinominasikan–setengahnya adalah aparat desa–lebih baik dalam menyampaikan informasi tentang vaksin dibandingkan dua jenis duta vaksin lainnya.</p>
<p><em>Ketiga</em>, kami mendapati tingkat registrasi dan vaksinasi di kalangan responden meningkat (registrasi 7,8% dan vaksinasi 3,6%%) dari survei <em>baseline</em>. </p>
<p>Namun, kami tidak menemukan perbedaan signifikan dalam tingkat registrasi dan vaksinasi antarkelompok duta vaksin. </p>
<p>Hal ini mungkin terjadi karena tidak ada dampak yang berbeda dari intervensi terhadap pengetahuan dan keyakinan tentang COVID-19 di seluruh kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa meski duta vaksin yang dinominasikan dianggap lebih efektif, informasi yang mereka sampaikan tidak ditindaklanjuti oleh responden. </p>
<h2>Implikasi bagi kebijakan</h2>
<p>Meski hasil utama studi ini tidak memperlihatkan dampak pada tingkat vaksinasi, kami menemukan bahwa perempuan dan responden dengan status sosial ekonomi rendah lebih responsif terhadap duta vaksin dari kader kesehatan dibandingkan dengan duta vaksin dari kelompok orang awam.</p>
<p>Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengapa intervensi kami tidak meningkatkan penggunaan vaksin COVID-19 di antara sasaran populasi dan mengapa jenis duta vaksin tidak berdampak.</p>
<p><em>Pertama</em>, populasi target penelitian kami cenderung sangat ragu—responden belum divaksinasi bahkan satu tahun setelah vaksin COVID-19 pertama kali tersedia pada Januari 2021. </p>
<p>Hal ini didukung oleh temuan sebagian besar responden (60%) menolak gagasan penawaran insentif uang tunai untuk vaksinasi dari pemerintah. Selain itu, kami menemukan indikasi bahwa responden menjadi kurang peduli terhadap pandemi.</p>
<p>Alternatif kebijakan yang lebih “memaksa” seperti mewajibkan vaksin sebagai syarat sekolah, pekerjaan, perjalanan, ataupun administrasi mungkin perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. </p>
<p><em>Kedua</em>, edukasi mengenai manfaat dan risiko vaksin tetap perlu dilakukan pada individu yang ragu terhadap vaksin, mengingat mereka yang anti-vaksin umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Edukasi mungkin perlu dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang dengan intensitas yang lebih tinggi. </p>
<p><em>Ketiga</em>, respons pemerintah dengan melibatkan <a href="https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5887206/jurus-polisi-tenangkan-anak-yang-takut-divaksinasi-covid-19-di-bandung">polisi</a>, <a href="https://kumparan.com/kumparannews/bin-jabar-gencarkan-vaksinasi-hingga-ke-pelosok-kejar-target-herd-immunity-1x4XjdAlm36">TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN)</a> untuk mengadakan vaksinasi massal mungkin dapat menjadi opsi terakhir. </p>
<p>Sebab, kebijakan ini dikhawatirkan dapat meningkatkan keraguan terhadap otoritas medis. </p>
<p>Temuan kami menunjukkan bahwa kampanye informasi dalam bentuk virtual atau tatap muka saja dalam jangka pendek mungkin tidak efektif dalam mempromosikan vaksinasi di kalangan individu yang sangat ragu, terutama ketika penyebaran infeksi menurun dan cakupan imunisasi telah tinggi. </p>
<p>Pengambil kebijakan dapat mempertimbangkan studi ini dan menerapkannya pada konteks program vaksinasi lain di luar COVID-19.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/199900/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Giovanni van Empel, Armand Sim, dan Jahen Rezki menerima dana penelitian dari Monash University serta JPAL Southeast Asia. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Armand Sim dan Jahen Rezki tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perempuan dan responden dengan status sosial ekonomi rendah lebih responsif terhadap duta vaksin dari kader kesehatan dibandingkan dengan duta vaksin dari kelompok orang awam.Giovanni van Empel, Dosen di Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Universitas Gadjah Mada Armand Sim, Research Fellow, Center for Development Economics and Sustainability, Monash UniversityJahen Rezki, Dosen Departemen Ilmu Ekonomi, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1982162023-01-20T02:36:48Z2023-01-20T02:36:48ZPengunduran diri Jacinda Ardern dan tantangan baru bagi politik di Selandia Baru<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/505470/original/file-20230119-26-jyw3l8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Getty Images </span></span></figcaption></figure><p>Tidak ada yang memprediksi momen ini. Dengan berakhirnya Natal, politik di Selandia kembali berlanjut, perombakan kabinet kabarnya akan dilaksanakan minggu ini, beberapa kebijakan baru yang besar mungkin akan diumumkan, dan jika beruntung, tanggal pemilihan umum tahun ini akan diumumkan. Ini membuat orang-orang di Selandia Baru merasa lega.</p>
<p>Tanggal pemilihan umum tahun ini telah diumumkan, yaitu 14 Oktober. Namun, ada juga pengumuman lain: dalam waktu tingga minggu, salah satu perdana menteri paling populer – dan berkuasa – dalam sejarah Selandia Baru beberapa tahun belakangan ini akan mengundurkan ini.</p>
<p>Tidak sulit untuk mengetahui mengapa Jacinda Ardern mengambil keputusannya. Seperti yang dia katakan:</p>
<blockquote>
<p>Saya percaya bahwa memimpin suatu negara adalah pekerjaan paling istimewa yang pernah dimiliki siapa pun, tetapi juga salah satu yang paling menantang. Anda tidak dapat dan seharusnya tidak melakukannya kecuali Anda memiliki tangki penuh dengan sedikit cadangan bahan bakar untuk tantangan-tantangan yang tidak terduga.</p>
</blockquote>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1615867935951568896"}"></div></p>
<p>Dia telah mengalami lebih dari sekadar tantangan: serangan teror domestik di Christchurch, bencana alam besar di Pulau Whakaari-White, pandemi global dan, yang terbaru, biaya hidup yang semakin tinggi.</p>
<p>Selain itu, tentu saja, dia harus menghadapi serangkaian masalah kebijakan umum yang telah membingungkan pemerintah selama beberapa dekade di negara ini, termasuk biaya perumahan, kemiskinan anak, ketidaksetaraan, dan krisis iklim. Jelas, tangki Ardern kosong.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/from-pretty-communist-to-jabcinda-whats-behind-the-vitriol-directed-at-jacinda-ardern-179094">From ‘pretty communist’ to ‘Jabcinda’ – what’s behind the vitriol directed at Jacinda Ardern?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Akan tetapi, ini bukan hanya tentang kebijakan. Bersama dengan politikus perempuan lainnya, Ardern menghadapi rentetan pelecehan online dan langsung – dari para orang yang anti-vaksin, misoginis, dan berbagai macam orang lainnya yang tidak menyukainya.</p>
<p>Orang-orang lain yang memiliki pengalaman langsung tentang ini <a href="https://www.stuff.co.nz/opinion/300776395/abuse-of-journalist-shows-how-ugly-our-civil-discourse-has-become">telah menulis</a> bahwa kemunduran wacana sipil di Selandia Baru sangat parah dan menggelisahkan, terutama sejak perebutan secara paksa kantor parlemen pada awal tahun 2022.</p>
<p>Ardern telah menghabiskan dua tahun terakhir tepat di garis depan dari toksisitas semacam ini. Hal ini berdampak buruk – pada dirinya, keluarganya, dan orang-orang yang dekat dengannya. Ini juga menjadi salah satu faktor pendorong keputusannya.</p>
<h2>Kisah dua peninggalan</h2>
<p>Meski demikian, seiring waktu, peninggalan yang paling diingat orang dari masa jabatan Ardern adalah cara dia menanggapi krisis-krisis besar. Ardern telah menghadapi lebih banyak krisis daripada perdana menteri Selandia Baru lainnya dalam sejarah. Yang terutama, dia menghadapi semua krisis dengan penuh ketenangan, martabat, dan kejelasan.</p>
<p>Tentu saja selalu ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Namun, penolakannya untuk menggunakan retorika yang mengandung elemen pelecehan atau penghinaan (selain saat dia <a href="https://www.theguardian.com/world/2022/dec/22/jacinda-arderns-arrogant-prick-comment-nets-more-than-100000-at-auction">baru-baru ini menyebut</a> anggota parlemen oposisi sebagai “bajingan arogan”), yang telah menjadi ciri khas dari banyak wakil rakyat, membuatnya menonjol di dunia politik yang menormalisasi elemen pelecehan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/nz-election-2020-jacinda-ardern-promised-transformation-instead-the-times-transformed-her-142900">NZ election 2020: Jacinda Ardern promised transformation — instead, the times transformed her</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kritikusnya mungkin mencap gaya kepemimpinan Ardern sebagai “penampilan luar belaka.” Namun, aspek terpenting dalam politik adalah cara mengendalikan narasi publik. Untuk waktu yang lama, Ardern dan timnya berhasil melakukannya dengan sangat baik.</p>
<p>Meski begitu, ada banyak hal yang tidak berhasil Ardern capai. Di awal masa jabatannya, dia menjanjikan transformasi, tetapi masalah ketidaksetaraan dan kemiskinan masih menjadi masalah utama di ranah politik Selandia Baru. Pemerintah dari Partai Buruh yang dia pimpin belum mampu mengatasi masalah kekurangan perumahan rakyat berkepanjangan yang berlangsung selama bertahun-tahun. Masalah tenaga kerja di bidang kesehatan masyarakat, pendidikan, dan konstruksi juga menjadi tantangan berat yang harus dihadapi oleh pemerintah penerusnya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/505270/original/file-20230119-14-84qz66.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/505270/original/file-20230119-14-84qz66.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/505270/original/file-20230119-14-84qz66.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/505270/original/file-20230119-14-84qz66.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=415&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/505270/original/file-20230119-14-84qz66.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/505270/original/file-20230119-14-84qz66.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/505270/original/file-20230119-14-84qz66.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pemimpin selama pandemi COVID: Ardern menyampaikan informasi terbaru mengenai pandemi secara rutin di televisi pada puncak masa pandemi tahun 2020.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Getty Images</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Tidak ada penerus pasti</h2>
<p>Perhatian masyarakat sekarang beralih ke posisi pemimpin Partai Buruh dan pemungutan suara partai pada hari Minggu ini. Suara mayoritas 60% plus satu suara diperlukan untuk memilih pemimpin baru, dan Partai Buruh akan berharap hal tersebut dapat terwujud Minggu ini.</p>
<p>Jika gagal tercapai, sesuai dengan konstitusinya, Partai Buruh harus membentuk sebuah <em>electoral college</em> (kolese elektoral) yang terdiri dari kaukus partai (yang memperoleh 40% dari total suara), anggota sayap partai (40%), dan anggota afiliasi partai (20%). Proses ini akan memakan waktu dan memiliki potensi perpecahan dan menjadi gangguan. Oleh sebab itu, hasil pemilihan yang definitif sangat diharapkan dapat diumumkan pada hari Minggu.</p>
<p>Kejutan besar lainnya adalah mundurnya Menteri Keuangan dan Wakil Ardern, Grant Robertson, dari persaingan menjadi perdana menteri. Banyak pihak berasumsi bahwa dia adalah calon penerus Ardern yang paling kuat, tetapi keputusannya untuk tidak mencalonkan diri membuka banyak kemungkinan lain.</p>
<p>Bahkan dengan menyertakan orang-orang terdekat Ardern, seperti David Parker, Chris Hipkins, dan Megan Woods, jumlah calon perdana menteri baru masih kurang banyak, dan tidak ada kandidat yang memiliki daya tarik sebesar Ardern. Ardern meninggalkan warisan yang sangat besar bagi penerusnya.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1615881624578850817"}"></div></p>
<h2>Berita membingungkan bagi Partai Nasional</h2>
<p>Tidak mengherankan, pengumuman pengunduran diri Ardern telah mendominasi siklus berita di Selandia Baru, dan tidak menyisakan ruang untuk berita mengenai kejadian penting lainnya minggu ini – kaukus pertama Partai Nasional tahun ini.</p>
<p>Orang mungkin membayangkan bahwa berita pengunduran diri Ardern akan menjadi kabar gembira bagi partai lainnya. Popularitas Partai Buruh di jajak pendapat sedang menurun belakangan ini, sementara dukungan untuk partai politik kanan-tengah, seperti Partai Nasional dan Partai ACT (<em>Association of Consumers and Taxpayers</em>), sedang meningkat.</p>
<p>Ardern masih jauh lebih populer daripada pemimpin Partai Nasional, Christopher Luxon, yang mungkin bersyukur tidak harus bersaing dengan Ardern di kampanye pemilu mendatang. Ardern sudah sangat ahli dalam berkampanye, sementara Luxon masih harus belajar banyak.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/anniversary-of-a-landslide-new-research-reveals-what-really-swung-new-zealands-2020-covid-election-169351">Anniversary of a landslide: new research reveals what really swung New Zealand's 2020 'COVID election'</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Partai Nasional juga akan berpikir bahwa dukungan untuk Partai Buruh yang banyak berhubungan langsung dengan Ardern sendiri – termasuk dukungan untuk Partai Buruh tahun 2020 dari orang-orang yang biasanya memilih Partai Nasional – sekarang dapat dipecah dan mereka rebut.</p>
<p>Namun, para pemimpin sayap Partai Nasional akan mengambil langkah dengan hati-hati. Seiring berlalunya masa pandemi COVID, Ardern menjadi sosok yang semakin kontroversial. Dengan kemundurannya, dia memberi partainya banyak waktu untuk membentuk pemimpin-pemimpin baru yang dapat menutup masa kepemimpinannya selama tiga tahun terakhir dan berfokus pada masa depan.</p>
<p>Tentu saja, masih terlalu dini untuk menyimpulkan apakah rakyat Selandia Baru akan mendukung narasi politik baru tanpa kepemimpinan Ardern. Akan tetapi, dia memberi banyak waktu bagi Partai Buruh untuk mencoba meyakinkan rakyat Selandia Baru.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/505271/original/file-20230119-24-i8os69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/505271/original/file-20230119-24-i8os69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/505271/original/file-20230119-24-i8os69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/505271/original/file-20230119-24-i8os69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/505271/original/file-20230119-24-i8os69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/505271/original/file-20230119-24-i8os69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/505271/original/file-20230119-24-i8os69.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">PM global: Ardern memberikan pidato pada sesi ke-77 Majelis Umum PBB di New York pada akhir 2022.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Getty Images</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Mundur dengan caranya sendiri</h2>
<p>Apakah ada pelajaran penting dari semua ini bagi khalayak internasional? Yang menyedihkan, mungkin pelajaran utama yang dapat dipetik menyangkut akibat yang dirasakan oleh wakil rakyat terpilih di masa-masa penuh pertentangan dan normalisasi dari pelecehan. Di seluruh dunia, politikus perempuan khususnya telah menanggung akibat dari panggung politik yang toksik. Akan ada banyak orang yang melihat mundurnya Ardern sebagai bentuk pembungkaman suara perempuan.</p>
<p>Ada juga pelajaran berharga yang dapat dipelajari tentang praktik kepemimpinan dalam dunia politik. Ardern memilih sendiri waktu dan caranya turun dari jabatannya – dia tidak kehilangan posisinya karena konflik internal atau kalah dalam pemilu.</p>
<p>Reputasi Ardern justru akan makin bersinar, dan malahan, akan menambah kekuatan politiknya – meskipun belum jelas apakah dia akan memainkan peran politik di panggung internasional. Namun, hal ini merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi di masa depan.</p>
<p>Akan tetapi, untuk saat ini, Ardern akan dengan bersemangat mengantar anaknya ke sekolah dan akhirnya menikah dengan pasangannya sejak lama. Setelah melalui masa jabatan yang penuh gejolak dan tantangan sebagai perdana menteri, Ardern pasti akan cukup menikmati kedua hal tersebut.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198216/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Richard Shaw tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meninggalkan dengan caranya sendiri mungkin merupakan kemenangan terakhir Jacinda Ardern, dan satu bagian dari warisan politiknya yang kaya dan kompleks.Richard Shaw, Professor of Politics, Massey UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1979962023-01-19T04:12:50Z2023-01-19T04:12:50ZFAQ terkait COVID-19 subvarian XBB.1.5: Apa itu? Di mana banyak ditemukan? Apa bedanya dengan Omicron? Apakah sebabkan sakit serius? Bagaimana lindungi diri? Kenapa dinamai ‘Kraken’?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/505085/original/file-20230118-16-xv3dio.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">XBB.1.5 menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan kemungkinan akan menjadi subvarian COVID-19 dominan berikutnya.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><iframe style="width: 100%; height: 100px; border: none; position: relative; z-index: 1;" allowtransparency="" allow="clipboard-read; clipboard-write" src="https://narrations.ad-auris.com/widget/the-conversation-canada/faq-on-covid-19-subvariant-xbb-1-5--what-is-it-where-is-it-prevalent-how-does-it-differ-from-omicron-does-it-cause-serious-illness-how-can-i-protect-myself-why-is-it-nicknamed--kraken-" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Meski ada banyak upaya kesehatan masyarakat intensif untuk menghentikan pandemi COVID-19, munculnya subvarian XBB.1.5 SARS-CoV-2 yang sangat mudah menular, sangat kebal obat, dan sangat kebal terhadap sistem kekebalan tubuh membuat komunitas global cemas. </p>
<p>Berikut ini hal-hal yang disering ditanyakan (<em>frequently asked question</em>, FAQ) terkait XBB.1.5.</p>
<h2>Apa itu XBB.1.5?</h2>
<p>Dalam konvensi penamaan untuk silsilah SARS-CoV-2, <a href="https://virological.org/t/pango-lineage-nomenclature-provisional-rules-for-%20naming-recombinant-lineages/657">awalan “X” menunjukkan silsilah yang muncul melalui rekombinasi (penggabungan) genetik</a> antara dua atau lebih subvarian.</p>
<p>Silsilah XBB muncul setelah <a href="https://www.who.int/news/item/27-10-2022-tag-ve-statement-on-omicron-sublineages-bq.1-and-xbb">koinfeksi (infeksi bersamaan) alamiah inang manusia dengan dua subvarian Omicron, yaitu BA.2.10.1 dan BA.2.75</a>. Itu <a href="https://doi.org/10.1007/s12291-022-01109-w">pertama kali diidentifikasi oleh otoritas kesehatan masyarakat di India</a> pada musim panas 2022. XBB.1.5 adalah keturunan langsung, atau lebih tepatnya, “cucu kelima” dari subvarian XBB asli.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Diagram of the genetic lineage of a COVID-19 subvariant" src="https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Silsilah genetik dari subvarian COVID-19 XBB.1.5.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Sameer Elsayed)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Apa perbedaan XBB.1.5 dengan Omicron?</h2>
<p>XBB.1.5 adalah salah satu dari banyak subvarian Omicron yang diwaspadai, yang muncul di kancah pandemi global sejak awal <a href="https://www.who.int/news-room/feature-stories%20/detail/satu%20tahun-sejak-kemunculan-of-omicron">gelombang Omicron pertama pada November 2021</a>. Berbeda dengan turunan lain dari varian Omicron asli (dikenal sebagai B.1.1.529), XBB.1.5 adalah subvarian mosaik yang <a href="https://doi.org/10.1007/s12291%20-022-01109-w">akarnya bisa ditelusuri ke dua garis keturunan subvarian Omicron</a>.</p>
<p>Di antara subvarian Omicron SARS-CoV-2 hingga kini, XBB.1.5 bisa dibilang paling kaya secara genetik dan <a href="https://www.scientificamerican.com/article/why-covids-xbb-1-5-kraken-variant-is-so-contagious/">paling menular</a>.</p>
<h2>Di mana XBB.1.5 banyak menyebar?</h2>
<p><a href="https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/11jan2023_xbb15_rapid_risk_assessment.pdf">Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>, XBB.1.5 beredar di setidaknya 38 negara, dengan prevalensi tertinggi di Amerika Serikat, yang <a href="https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#variant-proportions">menyumbang sekitar 43% kasus COVID-19 secara nasional</a>. Di AS, terdapat variasi geografis yang luas dalam proporsi kasus yang disebabkan oleh XBB.1.5, mulai dari <a href="https://www.beckershospitalreview.com/public%20-health/xbb-1-5-prevalence-by-region.html">7% di Midwest hingga lebih dari 70% di New England</a>.</p>
<p>XBB.1.5 juga telah dilaporkan secara resmi oleh lembaga pemerintah di <a href="https://www.health.nsw.gov.au/Infectious/covid-19/Documents/weekly-covid-overview-20230107.pdf">Australia</a>, <a href="https://www.publichealthontario.ca/-/media/documents/ncov/epi/covid-19-sars-cov2-whole-genome-sequencing-epi-summary.pdf">Kanada</a>, <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/news-events/update-sars-cov-2-variants-ecdc-assessment-xbb15-sub-lineage">Uni Eropa</a>, <a href="https://www3.nhk.or.jp/nhkworld/en/news/20230112_36/">Jepang</a>, <a href="https://www.kuna.net.kw/ArticleDetails.aspx?id=3077268&Language=en">Kuwait</a>, <a href="https://tass.com/world/1561313">Rusia</a>, <a href="https://cov-spectrum.org/explore/Singapore/AllSamples/Past6M/variants?nextcladePangoLineage=xbb.1.5*&">Singapura</a>, <a href="https://www.nicd.ac.za/covid-19-update-xbb-1-5-variant/">Afrika Selatan</a>, dan <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system%20/uploads/attachment_data/file/1128554/variant-technical-briefing-49-11-january-2023.pdf">Inggris Raya</a>. <a href="https://outbreak.info/situation-reports?xmin=2022-07-13&xmax=2023-01-13&loc&pango=XBB.1&selected">Data pengawasan <em>real-time</em></a> mengungkapkan bahwa XBB.1.5 menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan kemungkinan akan menjadi subvarian dominan berikutnya.</p>
<p>XBB.1.5 juga telah dideteksi dalam sistem air limbah kota di <a href="https://health.hawaii.gov/coronavirusdisease2019/files/2023/01/Wastewater-Report-01-03-23.pdf">Amerika Serikat</a>, <a href="https://thl.fi/en/web/thlfi-en/-/monitoring-wastewater-for-coronavirus-xbb-sublineage-of-omicron-variant-found-in-wastewater-follow-up-results%20-coming-in-january?redirect=%2Ffi%2Fajankohtaista%2Ftiedotteet-ja-uutiset%2Fkaikki-uutiset">Eropa</a> dan tempat lainnya.</p>
<h2>Seberapa besar kemungkinan XBB.1.5 menyebabkan penyakit serius?</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="Illustration of five coronaviruses of different colours in a line" src="https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=217&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=217&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=217&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=272&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=272&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=272&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Silsilah XBB muncul setelah infeksi bersamaan secara alamiah inang manusia dengan dua subvarian Omicron, yaitu BA.2.10.1 dan BA.2.75.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Data tentang kemampuan XBB.1.5 untuk menyebabkan penyakit serius masih terbatas. Namun, menurut <a href="https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/11jan2023_xbb15_rapid_risk_assessment.pdf">Organisasi Kesehatan Dunia</a> (WHO), XBB.1.5 tidak memiliki mutasi spesifik yang membuatnya lebih berbahaya daripada subvarian nenek moyangnya.</p>
<p>Meskipun demikian, XBB.1.5 dianggap sama-sama mampu menyebabkan penyakit serius pada lansia dan orang dengan gangguan kekebalan dibandingkan dengan subvarian Omicron yang menjadi perhatian sebelumnya.</p>
<h2>Apakah vaksin mRNA saat ini efektif melawan XBB.1.5?</h2>
<p>XBB.1.5 dan XBB.1 adalah subvarian Omicron dengan <a href="https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/11jan2023_xbb15_rapid_risk_assessment.pdf">kemampuan menghindari kekebalan tubuh terbesar</a>. Oleh karena itu, salah satu isu paling kontroversial seputar XBB.1.5 berkaitan dengan tingkat perlindungan yang diberikan oleh vaksin mRNA yang tersedia saat ini, termasuk formulasi penguat (<em>booster</em>) bivalen terbaru.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1038/s41591-022-02162-x">Para peneliti dari University of Texas</a> menunjukkan bahwa vaksin penguat mRNA generasi pertama dan bivalen yang mengandung BA.5 menghasilkan respons antibodi penawar yang lemah terhadap XBB. 1.5. Sebuah laporan (belum ditinjau oleh rekan sejawat) dari para peneliti di <a href="https://doi.org/10.1101/2022.12.17.22283625">Cleveland Clinic</a> menemukan bahwa vaksin bivalen hanya menunjukkan keefektifan rendah (30%) pada orang non-lansia yang sehat ketika varian-varian dalam vaksin itu cocok dengan yang beredar di masyarakat.</p>
<p>Selain itu, beberapa ahli percaya pemberian penguat (<em>booster</em>) bivalen untuk pencegahan penyakit COVID-19 pada individu muda yang sehat <a href="http://doi.org/10.1056/NEJMp2215780">tidak dibenarkan secara medis</a> atau <a href="https://doi.org/10.1136/jme-2022-108449">tak hemat biaya</a>.</p>
<p>Sebaliknya, <a href="http://doi.org/10.1056/NEJMc2214293">pakar kesehatan masyarakat dari Atlanta, Georgia dan Stanford, California</a> melaporkan bahwa meski aktivitas antibodi penawar dari vaksin penguat bivalen terhadap XBB.1.5 adalah 12 hingga 26 kali lebih kecil dari aktivitas antibodi terhadap virus SARS-CoV-2 tipe liar (asli), vaksin bivalen masih berkinerja lebih baik daripada vaksin monovalen terhadap XBB.1.5.</p>
<p>Namun, <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2022.12.018">peneliti dari Universitas Columbia</a> di New York menemukan bahwa tingkat antibodi penawar setelah penguatan bivalen adalah 155 kali lipat lebih rendah terhadap XBB.1.5 dibandingkan ke level terhadap virus tipe liar setelah penguatan monovalen.</p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa baik vaksin penguat monovalen maupun bivalen tidak dapat diandalkan untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap XBB.1.5.</p>
<h2>Bagaimana cara melindungi diri Anda dari XBB.1.5?</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="A blue sign reading 'wearing a mask is recommended,' in French and English" src="https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kewaspadaan pengendalian infeksi standar termasuk masker dalam ruangan, jarak sosial, dan sering mencuci tangan adalah tindakan efektif mencegah XBB.1.5 dan subvarian lain yang diwaspadai.</span>
<span class="attribution"><span class="source">THE CANADIAN PRESS/Graham Hughes</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Evolusi cepat SARS-CoV-2 terus menimbulkan tantangan bagi pengelolaan penyakit COVID-19 menggunakan agen pencegahan dan terapeutik yang tersedia. Sebagai catatan, semua antibodi monoklonal yang tersedia saat ini menargetkan protein S SARS-CoV-2 <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2022.12.018">dianggap tidak efektif melawan XBB.1.5</a>.</p>
<p>Obat antivirus seperti remdesivir dan Paxlovid dapat dipertimbangkan untuk pengobatan pasien terinfeksi yang memenuhi syarat yang berisiko tinggi berkembang menjadi penyakit parah.</p>
<p>Kewaspadaan pengendalian infeksi standar termasuk masker dalam ruangan, jarak sosial, dan sering mencuci tangan adalah tindakan efektif yang dapat digunakan untuk perlindungan pribadi dan populasi terhadap XBB.1.5 dan subvarian lain yang diwaspadai.</p>
<p>Meski penguat (<em>booster</em>) bivalen dapat dipertimbangkan untuk lansia, gangguan sistem imun, dan individu yang menghindari risiko lainnya, keefektifannya dalam mencegah penyakit COVID-19 akibat XBB.1.5 masih belum pasti.</p>
<h2>Mengapa XBB.1.5 dijuluki ‘Kraken’?</h2>
<p><a href="https://www.mountainviewtoday.ca/amp/lifestyle-news/kraken-subvariant-name-beats-alphabet-soup-moniker-for-xbb15-biologist%20-6351664">Beberapa ilmuwan telah membuat nama panggilan yang diakui secara tidak resmi untuk XBB.1.5</a> dan subvarian SARS-CoV-2 lainnya yang diwaspadai, dengan alasan bahwa mereka lebih mudah diingat daripada penunjukan alfanumerik generik.</p>
<p><a href="https://news.uoguelph.ca/2023/01/biologist-makes-headlines-on-new-covid-subvariant/">Label ‘Kraken’ untuk XBB.1.5 saat ini sedang digemari</a> di situs media sosial dan outlet berita, dan julukan ‘Gryphon’ dan ‘Hippogryph’ telah digunakan untuk menunjukkan masing-masing subvarian leluhur XBB dan XBB.1. <a href="https://www.merriam-webster.com/dictionary/kraken">Kraken</a> mengacu pada monster laut atau cumi-cumi raksasa dari mitologi Skandinavia, Gryphon (atau <a href="https://www.merriam-webster.com/%20kamus/griffin">Griffin</a>) mengacu pada makhluk legendaris yang merupakan hibrida dari seekor elang dan singa, sedangkan Hippogryph (atau <a href="https://www.merriam-webster.com/dictionary/hippogriff">Hippogriff</a>) adalah hewan fiktif hibrida dari seekor Gryphon dan kuda.</p>
<p>Terlepas dari kegunaan potensial mereka sebagai alat bantu ingatan, penggunaan nama panggilan atau akronim dalam diskusi ilmiah formal harus dihindari.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197996/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sameer Elsayed tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>XBB.1.5 dianggap sama-sama mampu menyebabkan penyakit serius pada lansia dan orang dengan gangguan kekebalan dibandingkan dengan subvarian Omicron yang menjadi perhatian sebelumnya.Sameer Elsayed, Professor of Medicine, Pathology & Laboratory Medicine, and Epidemiology & Biostatistics, Western UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1978082023-01-17T03:25:26Z2023-01-17T03:25:26Z‘Telecommuting’ dapat kurangi kemacetan, tetapi dapat menimbulkan masalah lalu lintas lainnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/504404/original/file-20230113-16-13i0d4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Kemungkinan melakukan perjalanan selama kedua periode puncak sedikit lebih rendah untuk pekerja jarak jauh daripada pekerja yang melakukan perjalanan ke tempat kerja.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock) </span></span></figcaption></figure><p><em>Telecommuting</em> – sistem kerja yang memungkinkan pekerja bekerja dari luar kantor - memiliki potensi untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, tetapi faktor-faktor lain, seperti jarak yang semakin jauh antara rumah dan kantor atau tambahan perjalanan baru, dapat meningkatkan kemacetan.</p>
<p>Penelitian yang dilakukan sebelum pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa <em>telecommuting</em> dapat membantu mengurangi kemacetan lalu lintas dengan mengurangi jumlah kendaraan di jalan pada jam sibuk dan jumlah waktu yang dihabiskan penglaju di jalan. Misalnya, sebuah penelitian tahun 2004 di Waterloo, Kanada, menunjukkan bahwa <a href="https://www.jstor.org/stable/44321117"><em>telecommuting</em> berpotensi mengurangi kemacetan lalu lintas tanpa mempengaruhi aktivitas rumah tangga lainnya</a>, seperti pekerjaan rumah tangga, aktivitas anak-anak, atau kegiatan sosial.</p>
<p>Akan tetapi, dampak potensial dari <em>telecommuting</em> pada perjalanan dan kemacetan sulit untuk dinilai. Hal ini karena <em>teleworking</em> mungkin juga memiliki beberapa efek buruk, terutama yang berhubungan dengan tempat tinggal yang jauh dari tempat kerja.</p>
<p>Sebagai peneliti transportasi dan isu keberlanjutan (<em>sustainability</em>), kami tertarik dengan dampak <em>telecommuting</em> pada perjalanan. Salah satu penelitian kami baru-baru ini menunjukkan bahwa <a href="https://cirano.qc.ca/en/summaries/2018RP-05">kemungkinan orang yang melakukan <em>telecommuting</em> untuk mengemudi selama jam-jam sibuk sedikit lebih rendah daripada orang-orang yang pergi untuk bekerja</a>).</p>
<p>Dampak <em>telecommuting</em> dalam mengurangi kemacetan tidak terlalu terlihat karena beberapa mereka yang mengatur ulang aktivitas mereka, dan berujung kepada penambahan perjalanan pada periode puncak kemacetan. Selain itu, <em>telecommuting</em> tidak dipraktikkan secara luas sebelum pandemi, sehingga sulit untuk menilai seberapa besar pengaruhnya dalam mengurangi kemacetan lalu lintas.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/le-teletravail-aura-t-il-des-effets-benefiques-sur-lenvironnement-148061">Le télétravail aura-t-il des effets bénéfiques sur l’environnement ?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Tiga kali lebih banyak</h2>
<p>Di Kanada, selama pandemi COVID-19, persentase karyawan yang melakukan <em>telecommuting</em> meningkat menjadi <a href="https://www150.statcan.gc.ca/n1/pub/45-28-0001/2020001/article/00026-eng.htm">39,1%pada Maret 2020</a> dari <a href="https://www150.statcan.gc.ca/n1/daily-quotidien/210312/dq210312a-eng.htm">13% pada 2019</a>.</p>
<p>Pada saat yang sama, <a href="https://www.tomtom.com/en_gb/traffic-index/">penurunan kemacetan lalu lintas telah diamati di seluruh dunia, menurut TomTom</a>, sebuah sistem navigasi dan perencanaan rute yang mengumpulkan data dari 600 juta pengemudi yang menggunakannya. Di semua kota di Kanada, terjadi penurunan kemacetan lalu lintas yang signifikan pada minggu pertama bulan Maret 2020 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019, dan tingkat kemacetan terus menurun sepanjang tahun. Titik terendah terjadi pada minggu kedua bulan April 2020.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/408010/original/file-20210623-4659-clruvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Data yang dikumpulkan oleh sistem navigasi TomTom" src="https://images.theconversation.com/files/408010/original/file-20210623-4659-clruvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/408010/original/file-20210623-4659-clruvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=330&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/408010/original/file-20210623-4659-clruvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=330&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/408010/original/file-20210623-4659-clruvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=330&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/408010/original/file-20210623-4659-clruvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=415&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/408010/original/file-20210623-4659-clruvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=415&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/408010/original/file-20210623-4659-clruvv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=415&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Terjadi penurunan tingkat kemacetan lalu lintas yang signifikan di minggu pertama pada Maret 2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(TomTom)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Meskipun <em>telecommuting</em> berpotensi mengurangi perjalanan mobil dan mengurangi kemacetan pada puncak kemacetan, tidak tepat untuk mengambil kesimpulan dari fenomena yang terjadi selama pandemi.</p>
<h2>Perubahan perilaku</h2>
<p>Pada puncak pandemi, orang-orang cenderung tidak memilih untuk bepergian dengan transportasi umum karena khawatir akan meningkatkan risiko infeksi. Akibatnya, banyak yang memilih bepergian dengan mobil.</p>
<p>Misalnya, penurunan jumlah penumpang transportssi umum di Montréal, Kanada, sangat signifikan, sehingga <a href="https://www.cbc.ca/news/canada/montreal/pandemic-public-transit-montreal-loss-1.5666607">otoritas transportasi regional memprediksi jumlah penumpang tidak akan meningkat lagi hingga tahun 2032</a>. Prediksi ini dapat menyebabkan lembaga transportasi umum mengalami kesulitan keuangan yang dapat berujung pada pengurangan layanan dan kenaikan tarif. </p>
<p>Langkah-langkah lain yang diambil selama puncak pandemi — <em>lockdown</em>, jam malam, dan pembatasan perjalanan — juga berkontribusi pada pengurangan jumlah kendaraan di jalan. Di sisi lain, menurut “<a href="https://www.brookings.edu/research/traffic-why-its-getting-worse-what-government-can-do/">prinsip konvergensi rangkap tiga</a>” (lebih sedikit lalu lintas, jalan baru, atau jalan yang lebih besar), penurunan tingkat lalu lintas selama pandemi ini kemungkinan besar mendorong beberapa orang untuk menggunakan atau kembali ke jalan raya. Mereka yang menggunakan transportasi umum sebelum pandemi untuk menghindari kemacetan lalu lintas mungkin sudah mulai kembali menggunakan kendaraan pribadi.</p>
<p>Selain itu, meskipun <em>telecommuting</em> kemungkinan akan menjadi lebih umum di masa depan dibandingkan sebelum pandemi – <a href="https://www.bdc.ca/en/about/mediaroom/news-releases/remote-work-here-stay-bdc-study">55% pekerja</a> mengatakan mereka lebih memilih untuk terus bekerja secara jarak jauh – ada banyak alasan untuk meyakini bahwa <em>telecommuting</em> juga akan menjadi kurang umum dibandingkan saat ini.</p>
<p><em>Telecommuting</em> kemungkinan akan digunakan terutama sebagai tambahan sesekali dari perjalanan untuk bekerja. Sangat kecil kemungkinan <em>telecommuting</em> menjadi substitusi perjalanan untuk bekerja. Menurut Statistics Canada, <a href="https://www150.statcan.gc.ca/n1/pub/45-28-0001/2021001/article/00012-eng.htm">41% pekerja lebih memilih menghabiskan setengah dari jam kerja mereka dengan bekerja di rumah</a>.</p>
<p>Beberapa pekerja lebih suka kembali ke tempat kerja penuh waktu, sementara yang lain lebih menyukai tinggal di rumah penuh waktu. Namun, opsi untuk membagi waktu antara bekerja di tempat kerja dan rumah adalah yang paling populer.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/411693/original/file-20210716-13-19fyn5e.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="grafik yang menunjukkan preferensi _telework_" src="https://images.theconversation.com/files/411693/original/file-20210716-13-19fyn5e.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/411693/original/file-20210716-13-19fyn5e.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=307&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/411693/original/file-20210716-13-19fyn5e.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=307&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/411693/original/file-20210716-13-19fyn5e.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=307&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/411693/original/file-20210716-13-19fyn5e.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=385&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/411693/original/file-20210716-13-19fyn5e.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=385&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/411693/original/file-20210716-13-19fyn5e.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=385&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Dalam survei yang dilakukan pada bulan Februari 2021, 80 persen telekomuter baru mengatakan mereka lebih suka bekerja setidaknya setengah jam dari rumah setelah pandemi berakhir.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www150.statcan.gc.ca/n1/pub/45-28-0001/2021001/article/00012-eng.htm">(Statistics Canada)</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Dampak <em>telecommuting</em> yang merugikan</h2>
<p>Evaluasi dampak <em>telecommuting</em> yang sebenarnya dalam mengurangi perjalanan mobil hanya dapat dilakukan setelah pandemi, mengingat perilaku masyarakat sebelumnya dipengaruhi oleh ketakutan akan wabah COVID-19.</p>
<p><em>Telecommuting</em> dapat meningkatkan aspek transportasi tertentu, tetapi masyarakat harus waspada terhadap tiga potensi dampak dari <em>telecommuting</em>.</p>
<p>Pertama, menghentikan perjalanan dapat menyebabkan peningkatan jumlah pengendara yang sebelumnya menghindari perjalanan pada waktu-waktu tersebut.</p>
<p>Kedua, seorang yang melakukan <em>telecommuting</em> mungkin melakukan lebih sedikit perjalanan ke tempat kerja tetapi juga melakukan perjalanan lain sebagai gantinya, membuat <a href="https://cirano.qc.ca/en/summaries/2019RP-07">keseluruhan keseimbangan perjalanan kurang dari, sama, atau bahkan lebih besar daripada</a> yang dilakukan penglaju. Selain itu, perjalanan yang tidak dilakukan oleh mereka dapat membebaskan kendaraan untuk digunakan oleh anggota rumah tangga lainnya.</p>
<p>Ketiga, dengan mengurangi atau menghilangkan perjalanan terkait pekerjaan melalui <em>telecommuting</em>, pekerja mungkin dapat tinggal lebih jauh dari tempat kerja mereka. Mereka mungkin memilih lokasi berdasarkan faktor lain, seperti preferensi terhadap alam, kualitas hidup, atau rumah yang lebih besar, yang dapat menyebabkan “<em>telesprawl</em>.” Meskipun efek-efek seperti ini <a href="https://www.ctvnews.ca/canada/canadians-leaving-big-cities-in-record-numbers-statistics-canada-1.5270161">telah diamati</a>, fenomena sepenuhnya belum diketahui.</p>
<p>Meskipun <em>telecommuting</em> mungkin merupakan cara yang menarik untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, manfaatnya dapat terhapus karena perubahan perilaku yang ditimbulkannya dalam jangka menengah dan panjang. Jumlah orang yang melakukan <em>telecommuting</em>, penyesuaian jadwal kerja, relokasi rumah tangga, dan kembali ke transportasi umum akan menentukan seberapa efektif hal ini mengurangi waktu perjalanan dan kemacetan.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197808/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ugo Lachapelle menerima dana dari Social Sciences and Humanities Research Council (SSHRC) pada tema ini.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Georges A. Tanguay tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Manfaat potensial dari telecommuting dapat dengan cepat terhapus karena perubahan perilaku yang ditimbulkannya dalam jangka menengah dan panjang.Georges A. Tanguay, Professeur titulaire, Département d'études urbaines et touristiques, Université du Québec à Montréal (UQAM)Ugo Lachapelle, Professeur au département d'études urbaines et touristiques, Université du Québec à Montréal (UQAM)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1959182023-01-11T04:00:57Z2023-01-11T04:00:57ZCOVID-19 makin terkendali, bagaimana peran teknologi genomik dalam pencarian nenek moyang SARS-CoV-2?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/503787/original/file-20230110-20-rtjv9t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi yang menunjukkan rekombinasi dua virus.</span> <span class="attribution"><span class="source">iStock</span></span></figcaption></figure><p>Di tengah kecenderungan umum kasus COVID-19 yang <a href="https://coronavirus.jhu.edu/map.html">terus menurun dan terkendali di banyak negara</a>, kecuali <a href="https://www.bbc.com/indonesia/dunia-64129168">di Cina</a>, para ilmuwan masih terus mencari asal-usul penyebab COVID-19, virus <em>severe acute respiratory syndrome coronavirus-2</em> (SARS-CoV-2). </p>
<p>Para peneliti telah, sedang, dan akan terus mengurutkan genom SARS-CoV-2 dari berbagai varian di seluruh dunia. Peta urutan genom lengkap SARS-CoV-2 sangat penting karena berkaitan dengan <a href="https://rjptonline.org/AbstractView.aspx?PID=2021-14-10-85">pembuatan terapi</a> (obat dan antibodi), <a href="https://jppres.com/jppres/b-cell-epitope-of-sars-cov-2-and-covid-19-vaccine-candidate/">desain vaksin</a>, dan pemeriksaan <a href="https://www.teknolabjournal.com/index.php/Jtl/article/view/297">status kekerabatannya dengan virus lain pada golongan famili <em>Coronaviridae</em></a>. Bagaimana virus bermutasi dan berevolusinya juga bisa dideteksi dari peta genom tersebut.</p>
<p>Data pertama genom lengkap virus ini, yang menjadi <a href="https://microbiologyjournal.org/distribution-of-covid-19-and-phylogenetic-tree-construction-of-sars-cov-2-in-indonesia/">virus referensi (Wuhan-Hu-1)</a>, bisa diakses di pangkalan data <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/genbank/">GenBank, National Center for Biotechnology Information (NCBI)</a> sejak 2020 dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/NC_045512.2">kode nomor akses NC_045512.2</a>.</p>
<p>Virus yang termasuk golongan <a href="https://www.nature.com/articles/s41564-020-0695-z">genus <em>Betacoronavirus</em></a> ini didapatkan dari pusat awal virus yang diduga tersebar di pasar makanan laut Huanan, Wuhan, Cina.</p>
<p>Sampai 9 Januari 2022, pangkalan data urutan genom lengkap SARS-CoV-2 di <a href="https://gisaid.org">GISAID (Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data) EpiCoV</a> telah menyimpan lebih dari 14,5 juta urutan genom lengkap isolat virus (virus yang diperoleh dari lapangan) SARS-CoV-2 yang bersirkulasi di berbagai belahan dunia sejak awal pandemi COVID-19.</p>
<p>Selain itu, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/vms3.394">analisis berbasis biologi molekuler dan bioinformatika terkini</a> mengungkapkan bahwa koronavirus yang berasal dari kelelawar dan SARS-CoV-2 memiliki nenek moyang yang sama. Namun terjadinya penggabungan genetik yang masif di dalamnya telah menyebabkan gambar petanya menjadi tidak jelas.</p>
<h2>Kemajuan teknologi pengurutan genom lengkap</h2>
<p>Tidak diragukan lagi bahwa teknologi genomik telah <a href="https://www.mdpi.com/2073-4425/13/8/1330">memainkan peran penting dalam perjuangan global melawan COVID-19</a>. </p>
<p>Pengurutan genom lengkap secara cepat telah membantu <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-63761-3_47">melacak penyebaran SARS-CoV-2</a> dan mengidentifikasi mutasi baru virus atau varian virus. </p>
<p>Dari sisi teknologi genomik, <a href="https://bmcgenomics.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12864-021-08139-3"><em>next generation sequencing</em> (NGS) yang saat ini berkembang pesat</a> tidak tersedia pada satu dekade yang lalu. </p>
<p>Oleh karena itu, urutan genom lengkap dari SARS-CoV-2 lebih cepat terpetakan saat ini. Dibanding teknologi sebelumnya, teknologi NGS menyediakan cara yang efektif dan tidak bias untuk <a href="https://bmcmedgenomics.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12920-021-00990-3">mengidentifikasi jenis koronavirus baru</a> dan patogen lain tanpa pengetahuan cukup sebelumnya tentang organisme tersebut. </p>
<p>SARS-CoV-2 <a href="https://bnrc.springeropen.com/articles/10.1186/s42269-021-00657-0">adalah virus ketujuh</a> dari golongan koronavirus yang menyerang manusia setelah 229E, NL63, OC43, HKU1, <a href="https://www.who.int/health-topics/middle-east-respiratory-syndrome-coronavirus-mers">MERS-CoV</a>, dan <a href="https://www.businessinsider.com/deadly-sars-virus-history-2003-in-photos-2020-2">SARS-CoV</a>. </p>
<p>Virus SARS-CoV-2 memiliki RNA (asam ribonukleat) dengan untai positif dan besar genom yang hampir mencapai 30.000 pasang basa. Hal ini berarti bahwa terdapat kombinasi huruf A (adenin), T (timin), G (guanin), dan C (sitosin) yang berjajar hingga sekitar 30.000 buah huruf. A, T, G, dan C adalah empat basa nitrogen yang <a href="https://microbiologyjournal.org/genetic-variant-of-sars-cov-2-isolates-in-indonesia-spike-glycoprotein-gene/">menyusun urutan genom lengkap dari virus SARS-CoV-2</a>. Sedangkan virus referensi ini (Wuhan-Hu-1) memiliki ukuran sebesar 29.903 pasang basa.</p>
<p>Virus <a href="https://www.nature.com/articles/s41564-020-0695-z">SARS-CoV-2</a> tersusun atas empat gen penyandi protein struktural, yaitu <a href="https://microbiologyjournal.org/construction-of-epitope-based-peptide-vaccine-against-sars-cov-2-immunoinformatics-study/"><em>spike glycoprotein</em> (S)</a>, <em>envelope protein</em> (E), <em>matrix protein</em> (M), dan <em>nucleocapsid phosphoprotein</em> (N). Selain itu ada juga gen penyandi protein non-struktural lain, misalnya pp1ab, pp1a, 3a, 3b, p6, 7a, 7b, 8b, 9b, dan orf14. </p>
<p>Di tengah kekhawatiran penyebaran cepat <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s12273-022-0952-6">varian baru dari SARS-CoV-2</a>, seperti Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (P1, Brazil), Delta (B.1.617.2), dan Omicron (B.1.1.529), kita perlu lebih banyak <a href="https://peerj.com/articles/13522/">data genom lengkap yang diurutkan untuk mendeteksi mutasi</a> dengan cepat dan mencegah penyebaran varian baru. </p>
<p>Pandemi COVID-19 dapat berakhir, tapi kita harus tahu bahwa koronavirus tidak mungkin menjadi pandemi terakhir dalam kehidupan ini. </p>
<p>Galur virus baru yang lebih berbahaya dapat saja muncul pada era pasca COVID-19.</p>
<p>Situasi ini menjadi semakin mencemaskan, karena menurut riset Cecilia Sanchez dan koleganya dari <a href="http://www.ecohealthalliance.org">EcoHealth Alliance New York</a> yang terbit di <em><a href="https://www.nature.com/articles/s41467-022-31860-w">Nature Communications</a></em>, ada 66.280 orang yang terinfeksi dengan koronavirus dari kelelawar (menyebabkan gejala mirip SARS) setiap tahunnya di Asia Tenggara.</p>
<p>Sejauh ini, walau kemampuan sebuah virus dalam melewati batas untuk menginfeksi spesies lain berlangsung secara sangat ekstensif, jumlah koronavirus yang menyebabkan epidemi dan pandemik masih sangat terbatas. </p>
<p>Beruntung, <a href="https://www.mdpi.com/1467-3045/43/2/61">teknologi NGS</a> dapat memberikan bukti penting kepada pemegang kebijakan berkaitan dengan kesehatan masyarakat, pengembang <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/v3/IJP/article/view/1497">vaksin</a> dan <a href="http://phcogj.com/article/1740">obat</a>, dan peneliti. Teknologi ini memungkinkan laboratorium untuk melacak rute penularan virus secara global, deteksi mutasi dengan cepat untuk mencegah penyebaran varian virus baru. </p>
<h2>Nenek moyang SARS-CoV-2 sejauh ini</h2>
<p>Saat ini, banyak virus memiliki kekerabatan yang erat dengan SARS-CoV-2 telah diambil, berasal dari tenggiling dan kelelawar. Seluruh urutan lengkap genom virus-virus ini dibandingkan untuk mencapai kesimpulan yang akurat. </p>
<p>Setidaknya terdapat beberapa isolat koronavirus yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan SARS-CoV-2. Isolat virus <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-02596-2">BANAL-52 dari Laos</a> dan diisolasi dari kelelawar memiliki nilai kekerabatan yang tinggi, yaitu<a href="https://www.nature.com/articles/s41586-022-04532-4"> 96,8%</a>. </p>
<p>Selain itu, isolat virus <a href="https://www.mdpi.com/2073-4425/11/7/761">RaTG13 memiliki nilai kekerabatan 96,1%</a>. Virus ini ditemukan di Yunnan, Cina. Sedangkan isolat virus yang berasal dari <a href="https://doi.org/10.1016/j.cub.2020.03.022">tenggiling mempunyai nilai kekerabatan sekitar 91%</a>. Adanya nilai kekerabatan yang tinggi ini dimungkinkan akibat dari evolusi yang telah terjadi dari nenek moyang yang sama. Di sisi lain, penelitian genomik terkait isolat virus asal tenggiling ini mendapat sorotan dari <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2020.05.07.077016v1">peneliti lain</a> terkait kualitas hasil urutan genomnya.</p>
<p>Namun, hal tersebut tidak membuat terungkapnya dengan mudah dan pasti siapa nenek moyang dan bagaimana asal virus SARS-CoV-2. Rekombinasi (penggabungan genetik) telah <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-022-03611-w">mengaburkan darimana nenek moyang SARS-CoV-2</a>. Muncul dugaan bahwa mungkin rekombinasi virus terjadi hanya dalam waktu beberapa tahun, tidak mencapai beberapa dekade. </p>
<p>Pencarian nenek moyang SARS-CoV-2 akan menjadi semakin kompleks karena, karena sebuah riset <em>pre-print</em> di <a href="https://www.biorxiv.org">Bioarxiv</a> dari <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2022.11.23.517609v1">Jing Wang dan kawan-kawan dari Universitas Sun-Yat Sen, Cina</a> menyatakan bahwa telah ditemukan koronavirus rekombinan baru <em>SARS-like</em> berkerabat sangat dekat dengan SARS-COV-2 dan SARS-CoV. Hanya ada perbedaan lima asam amino pada urutan basa nitrogen <a href="https://www.mdpi.com/1422-0067/23/4/2188/htm">potongan gen <em>receptor-binding domain</em></a> dengan urutan basa nitrogen awal dari SARS-CoV-2 (Wuhan-Hu-1) sebagai virus referensi. </p>
<p>Proses rekombinasi yang sangat ekstensif ini akan meningkatkan kompleksitas perunutan urutan basa nitrogen dan asam amino dari nenek moyang virus penyebab COVID-19 ini. </p>
<p>Penelitian epidemiologi molekuler berperan penting dalam mengurai kerumitan ini. Seperti yang sudah kita ketahui, <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-021-01471-x">daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara merupakan <em>hotspot</em> untuk penyebaran virus-virus zoonosis</a> yang dibawa oleh kelelawar. </p>
<p>Karena itu, <a href="https://www.antaranews.com/berita/2669133/pakar-sebut-epidemiologi-molekular-semakin-diperlukan-masyarakat">kebijakan pemerintah di kawasan tersebut</a> seharusnya mendukung riset berbasis epidemiologi molekuler yang lebih baik. Ini penting sebagai sistem peringatan dini terhadap kemungkinan munculnya patogen-patogen baru yang sebelumnya sudah atau belum pernah ditemukan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195918/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Arif Nur Muhammad Ansori meraih Beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Batch III dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Republik Indonesia untuk menempuh Pendidikan Jenjang Doktor bidang Sains Veteriner di Universitas Airlangga, Surabaya.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Arli Aditya Parikesit tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ilustrasi yang menunjukkan rekombinasi dua virus.Arif Nur Muhammad Ansori, Peneliti, Universitas AirlanggaArli Aditya Parikesit, Vice Rector of Research and Innovation, Indonesia International Institute for Life SciencesLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1971362023-01-09T07:27:55Z2023-01-09T07:27:55ZCOVID: apa yang kita ketahui tentang varian baru omicron BF.7<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/503582/original/file-20230109-24-tns99s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Kateryna Kon/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Sejak varian COVID omicron muncul pada akhir 2021, ia telah berkembang pesat menjadi beberapa <a href="https://twitter.com/dfocosi/status/1588528270542508034">subvarian</a>. Satu subvarian, BF.7, baru-baru ini diidentifikasi sebagai varian utama yang menyebar <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">di Beijing</a>, dan berkontribusi terhadap lonjakan infeksi COVID yang lebih luas di Cina.</p>
<p>Namun, seperti apa varian baru ini, dan haruskah kita khawatir? Meski <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">laporan dari Cina</a> tentang karakteristik varian ini sedang menjadi perhatian, tampaknya varian ini tidak tumbuh terlalu banyak di tempat lain di dunia. Inilah yang kita ketahui.</p>
<p>BF.7, kependekan dari BA.5.2.1.7, adalah turunan dari varian omicron BA.5.</p>
<p>Laporan dari Cina menunjukkan BF.7 memiliki <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">kemampuan infeksi terkuat</a> dari subvarian omicron di negara tersebut, lebih cepat menular daripada varian lain. BF.7 memiliki masa inkubasi yang lebih pendek, dan dengan kapasitas yang lebih besar untuk menginfeksi orang yang pernah terinfeksi COVID sebelumnya, atau telah divaksinasi, atau keduanya.</p>
<p>Singkatnya, BF.7 diyakini memiliki R0, atau nomor reproduksi dasar, <a href="https://www.chinadaily.com.cn/a/202211/29/WS63855959a31057c47eba1912.html">dari 10 hingga 18,6</a> . Artinya, satu orang yang terinfeksi akan menularkan virus ke rata-rata 10 hingga 18,6 orang lainnya. Penelitian telah menunjukkan omicron memiliki <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8992231/">rata-rata R0 5,08</a>.</p>
<p>Tingkat penularan BF.7 yang tinggi, berasal dari risiko penyebaran tersembunyi karena <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">banyaknya pengidap yang asimtomatik alias tanpa gejala</a>. Ini juga menyebabkan Cina kewalahan mengendalikan epidemi Covid-19.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/china-could-face-a-catastrophic-covid-surge-as-it-lifts-restrictions-heres-how-it-might-play-out-195525">China could face a catastrophic COVID surge as it lifts restrictions – here’s how it might play out</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">Gejala</a> infeksi BF.7 mirip dengan subvarian omicron lainnya, terutama gejala pernapasan atas. Pasien mungkin mengalami demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek dan kelelahan, di antara gejala lainnya. Sebagian kecil orang juga dapat mengalami gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare.</p>
<p>BF.7 mungkin menyebabkan penyakit yang lebih serius pada orang dengan sistem kekebalan yang lebih lemah.</p>
<h2>Mutasi BF.7</h2>
<p>Seiring berkembangnya omicron, kita telah melihat munculnya subvarian baru yang lebih mampu <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35731894/">melepaskan diri dari kekebalan</a> berkat vaksinasi atau infeksi sebelumnya. BF.7 tidak berbeda dari subvarian sebelumnya.</p>
<p>BF.7 membawa suatu mutasi spesifik, <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/1115070/Technical-Briefing-46-7October2022.pdf">R346T</a>, dalam protein S SARS-CoV-2 (protein di permukaan virus yang memungkinkannya menempel dan menginfeksi sel kita). Mutasi ini, yang juga kita lihat di “induk” BF.7 <a href="https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099(22)00693-4/fulltext">varian BA.5</a>, telah dikaitkan dengan peningkatan kapasitas virus untuk melepaskan diri dari antibodi penawar yang dihasilkan oleh vaksin atau infeksi sebelumnya.</p>
<p>Sebuah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36476380/">penelitian terbaru</a> meneliti netralisasi BF.7 dalam serum (komponen darah yang seharusnya mengandung antibodi) dari petugas kesehatan yang divaksinasi tiga kali, juga pasien yang terinfeksi selama gelombang pandemi BA.1 dan BA.5 omicron. BF.7 resisten terhadap netralisasi, sebagian didorong oleh mutasi R346T.</p>
<h2>BF.7 di seluruh dunia</h2>
<p>BF.7 telah terdeteksi di beberapa negara lain di seluruh dunia termasuk <a href="https://www.cnbctv18.com/india/omicron-sub-variant-bf7-detected-in-india-all-you-need-%20to-know-14955801.htm">India</a>, <a href="https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#variant-proportions">Amerika Serikat</a>, Inggris Raya, dan <a href="https://www.mirror.co.uk/news/health/new-covid-variant-bf7-symptoms-28062861">beberapa negara Eropa</a> seperti Belgia, Jerman, Prancis, dan <a href="https://www.coronaheadsup.com/news/bf-7%20-sekarang-varian-paling-umum-di-denmark/">Denmark</a>.</p>
<p>Terlepas dari karakteristik penghindaran kekebalan BF.7, dan tanda-tanda mengkhawatirkan tentang pertumbuhannya di Cina, varian tersebut tampaknya tetap stabil di tempat lain. Misalnya, di AS diperkirakan mencapai <a href="https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#variant-proportions">5,7% infeksi</a> hingga 10 Desember, turun dari 6,6% minggu sebelumnya.</p>
<p>Sementara Badan Keamanan Kesehatan Inggris, dalam <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/%20system/uploads/attachment_data/file/1115070/Technical-Briefing-46-7October2022.pdf">suatu <em>briefing</em> teknis</a> yang diterbitkan pada Oktober lalu, mengidentifikasi BF.7 sebagai salah satu varian yang paling mengkhawatirkan dalam hal data pertumbuhan dan netralisasi (karena menyumbang lebih dari 7% kasus pada saat itu). Sementara <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/1120304/technical-briefing-48-25-november-2022-final.pdf"><em>briefing</em> terbaru</a> mengatakan derajat kegawatan BF.7 menurun karena berkurangnya insiden dan tingkat pertumbuhan yang rendah di Inggris.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/xbb-and-bq-1-what-we-know-about-these-two-omicron-cousins-193591">XBB and BQ.1: what we know about these two omicron 'cousins'</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kita tidak tahu persis mengapa situasinya terlihat berbeda di Cina. R0 BF.7 yang tinggi mungkin sebagian disebabkan oleh <a href="https://theconversation.com/china-could-face-a-catastrophic-covid-surge-as-it-lifts-restrictions-heres%20-how-it-might-play-out-195525">tingkat kekebalan yang rendah</a> pada populasi Cina dari infeksi sebelumnya, dan kemungkinan vaksinasi juga. </p>
<p>Kita seharusnya, tentu saja, berhati-hati tentang data dari Cina karena ini didasarkan pada laporan, bukan bukti yang ditinjau oleh rekan sejawat.</p>
<h2>Virus yang berkembang</h2>
<p>Sejak munculnya SARS-CoV-2 tiga tahun lalu, virus ini <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960982220308472">terus berevolusi</a>, memperoleh mutasi genetik lebih cepat dari yang diperkirakan.</p>
<p>Kemunculan BF.7 dan varian baru lainnya sedang menjadi perhatian. Tapi vaksinasi masih merupakan senjata terbaik yang kita miliki untuk melawan COVID. Persetujuan regulator obat Inggris baru-baru ini untuk <a href="https://www.gov.uk/government/news/first-bivalent-covid-19-booster-vaccine-approved-by-uk-medicines-regulator">penguat (<em>booster</em>) bivalen</a>, yang menargetkan omicron bersama dengan strain asli SARS-CoV-2, sangat menjanjikan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197136/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Manal Mohammed tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sejak munculnya SARS-CoV-2 tiga tahun lalu, virus ini terus berevolusi memperoleh mutasi genetik lebih cepat dari yang diperkirakan.Manal Mohammed, Senior Lecturer, Medical Microbiology, University of WestminsterLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1972782023-01-05T04:18:52Z2023-01-05T04:18:52ZPPKM dicabut dan ancaman sub-varian BF.7: apa yang perlu masyarakat ketahui?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/503172/original/file-20230105-26-69ncak.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/0b2CUoTEIqXZkm2w9zVNpz?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
<p>Presiden Joko Widodo <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20221230/0042128/ppkm-di-indonesia-resmi-dicabut/">resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 30 Desember 2022</a> terkait pengendalian COVID-19. Kebijakan ini diambil karena Indonesia dianggap sudah cukup baik dalam menangani pandemi COVID-19. </p>
<p>Berdasarkan <a href="https://covid19.go.id/artikel/2022/12/27/percepatan-penanganan-covid-19-di-indonesia-update-27-desember-2022">data pada 27 Desember 2022</a>, kasus COVID-19 harian mencapai 1,7 per 1.000.000 penduduk dan angka kematian di angka 2,39 persen.</p>
<p>Situasi ini bukan berarti masyarakat bisa mengabaikan protokol kesehatan karena adanya ancaman <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/12/21/080000765/mengenal-omicron-bf.7-yang-picu-lonjakan-di-china-apa-gejalanya-?page=all">sub-varian omicron BF.7</a>. Sub-varian baru ini membuat kasus positif COVID-19 di beberapa negara meningkat. </p>
<p><a href="https://fokus.tempo.co/read/1674659/kekhawatiran-pencabutan-ppkm-di-tengah-ancaman-subvarian-bf-7">Sebagai contoh di Cina</a>, sub-varian ini diprediksi akan menginfeksi 60 persen penduduk di sana. Munculnya <a href="https://theconversation.com/covid-what-we-know-about-new-omicron-variant-bf-7-196323">sub-varian BF.7</a> ini membuat beberapa negara seperti Inggris dan Prancis mewajibkan pengunjung dari Cina untuk menunjukkan hasil tes COVID-19 negatif dua hari sebelum keberangkatan.</p>
<p>Seberapa besar ancaman sub-varian BF.7 khususnya untuk masyarakat Indonesia?</p>
<p>Dalam SuarAkademia kali ini, kami berbincang dengan Teguh Haryo Sasongko, Peneliti The Cochrane Collaboration; Associate Professor, School of Medicine dan Institute of Research, Development, and Innovations, International Medical University (IMU) Malaysia.</p>
<p>Teguh mengatakan sub-varian baru ini belakangan memang membuat beberapa negara seperti Jepang, Rusia, dan Cina mengalami kenaikan pada kasus COVID-19. Meski gejala penyakit yang ditimbulkan sama dengan sub-varian omicron yang sudah ada sebelumnya, BF.7 ini dua kali lebih cepat menular dibanding sub-varian yang lain. </p>
<p>Menurut Teguh, masyarakat tidak perlu panik meski harus tetap waspada. Meski penularan BF.7 ini dua kali lebih cepat, ketahanan masyarakat sudah cukup baik karena cakupan vaksinasi di Indonesia sudah cukup tinggi. Ia menambahkan pentingnya kita untuk tetap menjaga kesehatan, dan tidak terlena dengan dicabutnya PPKM agar lonjakan kasus COVID-19 tidak terulang kembali. </p>
<p>Simak lengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197278/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Presiden Joko Widodo resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 30 Desember 2022 terkait pengendalian COVID-19. Kebijakan ini diambil karena Indonesia dianggap sudah…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1971372023-01-05T03:25:45Z2023-01-05T03:25:45ZCina dapat mengalami lonjakan COVID besar-besaran karena cabut pembatasan – ini penyebab dan kemungkinan hasilnya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/502885/original/file-20230103-14-ulb672.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">EPA-EFE/WU HAO</span></span></figcaption></figure><p>Cina adalah satu-satunya negara besar yang hingga <a href="https://www.wsj.com/articles/chinas-zero-covid-policy-is-ending-but-not-everyone-is-celebrating-11670937991">awal Desember 2022</a> terus menerapkan strategi nol-COVID. Negara-negara lain, termasuk Australia, Selandia Baru, dan Singapura, juga berupaya memberantas (mengeliminasi) COVID sepenuhnya pada awal pandemi.</p>
<p>Tapi semua akhirnya meninggalkan pendekatan ini karena biaya sosial dan ekonomi yang meningkat dan kesadaran bahwa pemberantasan COVID secara lokal sebagian besar sia-sia dan hanya bersifat sementara.</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7272157/">Strategi Cina</a>, yang mengandalkan sejumlah langkah termasuk pengujian massal, penutupan seluruh kota dan provinsi, dan mengkarantina siapa pun yang mungkin telah terkena virus, semakin tidak bisa dipertahankan. Tindakan <a href="https://www.reuters.com/world/china/shanghai-separates-covid-positive-children-parents-virus-fight-2022-04-02/">keras</a> dan seringkali <a href="https://thediplomat.com/2022/09/resentment-is-rising-against-chinas-zero-covid-policies/">penegakan sewenang-wenang</a> dari kebijakan nol-COVID telah memicu peningkatan kebencian di antara penduduk, yang berpuncak pada protes publik besar-besaran.</p>
<p>Pembatasan ini juga telah menunjukkan batasnya di hadapan omicron. Varian ini memiliki <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/2795489">masa inkubasi</a> yang lebih pendek daripada garis keturunan COVID sebelumnya, dan sebagian besar <a href="https://www.nature.com/articles/%20s41564-022-01143-7">bisa menembus perlindungan</a> terhadap infeksi yang diberikan oleh vaksin asli.</p>
<p>Masuk akal jika otoritas Cina sekarang beralih ke <a href="https://www.theguardian.com/world/2022/dec/07/china-covid-home-quarantine-restrictions-eased-national">pelonggaran pembatasan</a>. Namun, transisi dari strategi nol COVID menyakitkan bagi negara mana pun yang melakukannya. Cina menghadapi beberapa tantangan unik dalam melakukan perubahan ini.</p>
<h2>Kekebalan populasi rendah</h2>
<p>Cina berhasil menekan penyebaran COVID yang meluas sejak awal 2020.</p>
<p>Meski angkanya berbeda di antara sumber, hampir 10 juta kasus telah dilaporkan ke <a href="https://covid19.who.int/region/wpro/country/cn">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a> sejak Januari 2020. Ini hanya mewakili sebagian kecil dari populasi negara ini, berjumlah 1,4 miliar. Jadi penduduk Cina telah memperoleh kekebalan minimal terhadap COVID melalui paparan virus hingga saat ini.</p>
<p>Tingkat vaksinasi <a href="https://ourworldindata.org/grapher/people-fully-vaccinated-covid?tab=chart&stackMode=absolute&region=World&country=%7ECHN">di Cina</a> sebagian besar sejalan dengan yang ada di negara-negara Barat. Tapi gambaran yang tidak biasa dari tingkat vaksinasi Cina adalah bahwa mereka <a href="https://www.thelancet.com/journals/lanhl/article/PIIS2666-7568(22)00129-5/fulltext">menurun seiring bertambahnya usia</a>. Orang dewasa yang lebih tua sejauh ini merupakan demografi yang paling berisiko terkena COVID parah, namun hanya <a href="https://www.bbc.co.uk/news/63798484">40% orang berusia di atas 80 tahun</a> yang telah menerima tiga dosis.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-china-is-developing-its-own-mrna-vaccine-and-its-showing-early-promise-176319">COVID: China is developing its own mRNA vaccine – and it's showing early promise</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kemanjuran vaksin terhadap penularan telah diuji secara ketat, terutama sejak omicron mulai menyebar pada akhir 2021. Konon, perlindungan terhadap penyakit parah dan kematian yang diberikan oleh vaksin mRNA yang digunakan di negara-negara Barat <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-022-30895-3">tetap tinggi</a>.</p>
<p>Sementara Cina menggunakan vaksin yang berbeda; terutama suntikan vaksin dari virus “tidak aktif” (<em>inactivated</em>) yang dibuat oleh Sinovac dan Sinopharm. Vaksin berbasis virus tidak aktif (<em>inactivated vaccines</em>) dibuat dari patogen (jadi dalam hal ini SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19) tapi ini dibunuh, atau dinonaktifkan, sebelum disuntikkan. Vaksin yang tidak aktif umumnya aman, tapi cenderung menimbulkan <a href="https://theconversation.com/from-adenoviruses-to-rna-the-pros-and-cons-of-different-covid-vaccine-technologies%20-145454">respons kekebalan yang lebih rendah</a> daripada teknologi vaksin yang lebih baru, seperti mRNA (Pfizer dan Moderna) atau vaksin berbasis vektor adenovirus (AstraZeneca dan Johnson & Johnson).</p>
<p>Kinerja vaksin Cina beragam. Sementara dua dosis suntikan Sinovac <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2107715">mengurangi kematian sebesar 86%</a> di Chili, hasil dari Singapura menunjukkan bahwa vaksin dari virus tidak aktif memberikan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35412612/">perlindungan yang lebih buruk</a> untuk melawan penyakit parah terkait infeksi dibanding vaksin mRNA.</p>
<p>Benar bahwa varian omicron yang dominan secara global dikaitkan dengan tingkat keparahan penyakit dan kematian yang <a href="https://www.bmj.com/content/378/bmj.o1806">jauh lebih rendah</a> dibandingkan varian delta. Namun, omicron tetap menjadi ancaman utama bagi populasi dengan sedikit kekebalan – terutama di kalangan orang tua.</p>
<p>Hong Kong menghadapi masalah serupa dengan Cina daratan pada awal 2022 dengan paparan virus yang relatif rendah di seluruh populasi. Hong Kong bahkan memiliki tingkat vaksinasi yang lebih buruk di antara orang dewasa yang lebih tua daripada Cina sekarang, meskipun sistem perawatan kesehatannya lebih kuat. </p>
<p>Gelombang omicron yang melanda Hong Kong pada Maret 2022 <a href="https://www.ft.com/content/6e610cac-400b-4843-a07b-7d870e8635a3">menyebabkan lebih banyak kematian</a> per penduduk dalam hitungan hari dibandingkan banyak negara terlihat melalui seluruh pandemi.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/499125/original/file-20221205-22-khisz3.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A graph showing cumulative deaths from COVID across several countries." src="https://images.theconversation.com/files/499125/original/file-20221205-22-khisz3.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/499125/original/file-20221205-22-khisz3.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=426&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/499125/original/file-20221205-22-khisz3.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=426&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/499125/original/file-20221205-22-khisz3.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=426&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/499125/original/file-20221205-22-khisz3.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/499125/original/file-20221205-22-khisz3.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/499125/original/file-20221205-22-khisz3.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://ourworldindata.org/covid-deaths">Our World in Data/Johns Hopkins University</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Infeksi COVID sekarang meningkat dengan cepat di Cina, berjumlah di atas <a href="https://ourworldindata.org/covid-cases">30.000 kasus baru setiap hari</a> pada awal Desember. Karena berbagai batasan dilonggarkan, tidak diragukan lagi jumlahnya akan terus melonjak.</p>
<p>Mengingat rendahnya tingkat kekebalan di Cina, lonjakan besar kemungkinan akan menyebabkan sejumlah besar kasus rawat inap dan dapat menyebabkan jumlah kematian yang dramatis. Jika kita berasumsi, katakanlah, 70% populasi Cina terinfeksi selama beberapa bulan mendatang, maka jika 0,1% dari mereka yang terinfeksi meninggal (perkiraan konservatif tingkat kematian omicron dalam populasi yang hampir tidak pernah terpapar SARS-CoV-2 sebelumnya), maka perhitungan kasarnya menunjukkan bahwa kita akan melihat sekitar satu juta kematian.</p>
<p>Pada tahap ini, amat sedikit yang dapat dilakukan Cina untuk mencegah kematian dan penyakit yang signifikan – meski <a href="https://www.aljazeera.com/news/2022/11/29/china-ramps-up-covid-vaccinations-for-its-elderly-after-protests">kampanye vaksinasi</a> berfokus pada orang dewasa yang lebih tua kemungkinan akan membantu.</p>
<p>Perawatan kesehatan Cina cukup rapuh dan kelangkaan tempat perawatan kritis merupakan <a href="https://ccforum.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13054-020-02848-z">kerentanan tertentu</a>. Negara ini akan dilayani dengan baik untuk mencabut pembatasan secara bertahap, untuk mencoba “meratakan kurva” dan menghindari kewalahan sistem perawatan kesehatan.</p>
<p>Triase (penetapan derajat kedaruratan) pasien yang efektif, khususnya memastikan bahwa hanya mereka yang paling membutuhkan perawatan yang dirawat di rumah sakit, dapat membantu mengurangi kematian jika epidemi menjadi tidak terkendali.</p>
<h2>Kemungkinan malapetaka</h2>
<p>Gelombang besar COVID-19 di Cina belum tentu berdampak signifikan pada situasi COVID global. Varian SARS-CoV-2 yang saat ini menyebar di Cina, <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">seperti BF.7</a>, dapat ditemukan di tempat lain di seluruh dunia. Sirkulasi dalam populasi yang sebagian besar tidak pernah divaksin secara imunologis seharusnya tidak memberikan banyak tekanan tambahan pada virus untuk mengembangkan varian baru yang dapat lolos dari kekebalan kita.</p>
<p>Namun, Cina sedang menghadapi kemungkinan bencana kemanusiaan. Saya berpendapat ini adalah tantangan yang jauh lebih besar.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-chinas-response-to-zero-covid-protests-could-affect-global-business-195752">How China's response to zero-COVID protests could affect global business</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Menjadi ironis ketika Cina yang menjadi negara pertama yang terkena COVID dan juga yang terakhir menyerah untuk memberantasnya. Pihak berwenang Cina mempelopori dan memperjuangkan langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menekan penyebaran virus, memberikan cetak biru untuk strategi penekanan pandemi yang keras secara global. Cina kemudian menerapkan langkah-langkah itu dengan lebih kejam dan lebih lama dari negara besar lainnya.</p>
<p>Namun pada akhirnya, strategi nol COVID terbukti sia-sia. Cina sebagai “kepingan domino terakhir” wabah ini, akan segera jatuh karena <a href="https://www.theguardian.com/world/2022/dec/01/zero-covid-five-charts-that-show-how-restrictions-are-throttling-the-chinese-economy">biaya ekonomi dan sosial</a> yang tidak berkelanjutan dari kebijakan nol-COVID. </p>
<p>Virus ini akan menyebar di Cina seperti yang terjadi di tempat lain, meninggalkan ciri khasnya berupa penyakit, kematian, dan pertikaian pahit dalam populasi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197137/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Francois Balloux tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Cina, domino terakhir itu, akan segera jatuh karena biaya ekonomi dan sosia yang tidak berkelanjutan dari kebijakan nol-COVID.Francois Balloux, Chair Professor, Computational Biology, UCLLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1967482023-01-04T02:38:46Z2023-01-04T02:38:46ZMpox, AIDS, dan COVID-19 menunjukkan adanya tantangan promosi kesehatan ke kelompok tertentu tanpa memicu stigma<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/502589/original/file-20221223-14-m1q8xz.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pesan kesehatan masyarakat berbasis rasa takut dapat memotivasi atau mengasingkan kelompok berisiko. </span> <span class="attribution"><span class="source">Foto AP/Gillian Allen</span></span></figcaption></figure><p>Selama wabah penyakit menular, dokter dan pejabat kesehatan masyarakat bertugas memberikan panduan yang akurat tentang cara untuk tetap aman dan melindungi diri sendiri maupun orang-orang terdekat. </p>
<p>Namun, <a href="https://doi.org/10.3390%2Fijerph19148550">liputan media yang sensasional</a> dapat mendistorsi persepsi publik tentang infeksi baru yang muncul, termasuk dari mana asalnya dan bagaimana penyebarannya. Hal ini dapat menumbuhkan <a href="https://doi.org/10.1016/j.lanepe.2022.100536">ketakutan dan stigma</a>, terutama terhadap masyarakat yang sudah tidak mempercayai sistem perawatan kesehatan.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.648086">Stigma rasial dan seksual seputar cacar monyet (<em>monkeypox</em>)</a> inilah yang mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk <a href="https://www.who.int/%20news/item/28-11-2022-who-recommends-new-name-for-monkeypox-disease">mengganti nama penyakit menjadi <em>mpox</em></a> pada November 2022. Meski ini adalah langkah ke arah yang benar, saya yakin masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengurangi stigma sekitar penyakit menular seperti mpox.</p>
<p>Saya adalah <a href="https://profiles.dom.pitt.edu/faculty_info.aspx/Ho5747">peneliti penyakit menular</a> yang mempelajari HIV, COVID-19, dan mpox. Selama pandemi COVID-19, saya adalah peneliti utama di University of Pittsburgh untuk <a href="https://www.coronaviruspreventionnetwork.org/compass-clinical-study">survei nasional</a> untuk melihat bagaimana COVID-19 telah mempengaruhi berbagai komunitas. </p>
<p>Komunikasi kesehatan masyarakat yang efektif tidaklah mudah ketika pesan yang bertentangan datang dari berbagai penjuru, termasuk keluarga dan teman, anggota komunitas lain, atau internet. Namun, ada beberapa cara agar pejabat kesehatan masyarakat dapat membuat pesan mereka lebih inklusif sambil mengurangi stigma.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/500110/original/file-20221209-41828-ft8xxk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Posters promoting condom use reading " src="https://images.theconversation.com/files/500110/original/file-20221209-41828-ft8xxk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/500110/original/file-20221209-41828-ft8xxk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/500110/original/file-20221209-41828-ft8xxk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/500110/original/file-20221209-41828-ft8xxk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/500110/original/file-20221209-41828-ft8xxk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/500110/original/file-20221209-41828-ft8xxk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/500110/original/file-20221209-41828-ft8xxk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Menyesuaikan pesan kesehatan masyarakat ke kelompok sasaran dapat meningkatkan capaian.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/news-photo/posters-that-promote-healthy-sexual-behavior-hang-inside-news-photo/160899714">Chip Somodevilla/Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Membuat pesan inklusif</h2>
<p>Pesan kesehatan masyarakat yang inklusif dapat memotivasi masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih baik mengenai kesehatan pribadi mereka dan kesehatan orang lain. Upaya ini sering kali melibatkan keterlibatan masyarakat yang paling terkena dampak wabah. </p>
<p>Sayangnya, karena komunitas ini sangat terpengaruh oleh infeksi dan cenderung <a href="https://www.ama-assn.org/delivering-care/health-equity/impact-covid-19-minoritized-and-marginalized-communities">mengalami beberapa bentuk ketidakadilan</a>, mereka sering disalahkan oleh masyarakat karena menyebarkan penyakit.</p>
<p>COVID-19 mendorong peningkatan kejahatan rasial terkait pandemi terhadap <a href="https://doi.org/10.1007/s12103-020-09545-1">komunitas Cina dan Asia lainnya</a> di Amerika Serikat. <a href="https://healthpolicy.ucla.edu/newsroom/press-releases/pages/details.aspx">Survei UCLA 2022</a> menemukan bahwa 8% orang dewasa Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik di California mengalami insiden kebencian terkait COVID-19 .</p>
<p>Pesan kesehatan masyarakat yang efektif dapat berfokus pada fakta bahwa sementara infeksi pertama kali dapat mempengaruhi kelompok orang tertentu, infeksi sering kali <a href="https://doi.org/10.1098/rstb.2014.0111">menyebar ke kelompok lain</a> dan akhirnya mencakup seluruh komunitas. </p>
<p>Infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Mereka tidak membeda-bedakan berdasarkan ras, jenis kelamin atau orientasi seksual. Pesan yang berfokus pada patogen, bukan komunitas, dapat mengurangi stigma.</p>
<p><a href="https://www.cdc.gov/poxvirus/monkeypox/resources/reducing-stigma.html">Pesan yang inklusif secara visual</a> juga cenderung melibatkan lebih banyak komunitas. Contohnya, orang-orang yang diwakili dalam poster dan selebaran, gambar di TV dan situs web, serta materi informasi lainnya berasal dari latar belakang yang berbeda. Ini mengirimkan pesan yang lebih terpadu bahwa apa yang mempengaruhi individu juga mempengaruhi komunitas yang lebih besar.</p>
<h2>Menghindari kesalahan dan ketakutan</h2>
<p>Banyak media, terutama di media sosial, menggunakan <a href="https://theconversation.com/does-scaring-people-work-when-it-comes-to-health-messaging-a-communication-researcher%20-explains-how-its-gone-wrong-selama-the-covid-19-pandemic-174287">pesan berbasis rasa takut</a> untuk melaporkan penyakit menular. Meski hal ini dapat memperkuat perilaku protektif tertentu, seperti menggunakan kondom saat berhubungan seks, pesan ini juga dapat meningkatkan stres dan kecemasan. </p>
<p>Pesan berbasis rasa takut juga <a href="http://dx.doi.org/10.1136/bmjgh-2019-001911">memperburuk stigma</a>, yang mengarah pada peningkatan diskriminasi terhadap komunitas yang sudah rentan dan tidak percaya pada layanan kesehatan. Pada akhirnya, hal ini menurunkan minat pencarian perawatan kesehatan dan dapat memperburuk hasil kesehatan.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/TRGZcNMR24o?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Menormalkan kesehatan seksual dapat membantu mengurangi stigma seputar infeksi menular seksual.</span></figcaption>
</figure>
<p>Pejabat kesehatan masyarakat sering menggunakan pesan berbasis rasa takut sebagai respons terhadap infeksi menular seksual, atau IMS, seperti <a href="https://doi.org/10.1016%2FS2352-3018(21)00078-3">HIV</a>, <a href="http://dx.doi.org/10.1080/01292986.2017.1384030">chlamydia</a> dan <a href="https://doi.org/10.1080/01292980600857831">kencing nanah</a>. Seks itu sendiri <a href="https://magazine.jhsph.edu/2022/stigmas-toll-sexual-and-reproductive-health">sangat distigmatisasi</a> oleh masyarakat. Saya telah menemukan bahwa beberapa pasien saya lebih memilih untuk menghindari tes dan pengobatan IMS ketimbang berurusan dengan <a href="https://www.verywellhealth.com/the-stigma-stds-have-%20dalam%20masyarakat-3133101">rasa malu memiliki IMS</a>.</p>
<p>Melakukan tes kesehatan seksual dan IMS <a href="https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2021.100764">secara rutin dan integral</a> sebagian bagian dari kesehatan dan kebugaran manusia merupakan langkah penting untuk mengurangi stigma. Demikian pula, pesan yang menormalkan tantangan yang dihadapi oleh orang yang berisiko terkena infeksi tertentu dapat membantu menghindari rasa malu.</p>
<h2>Menyesuaikan pesan</h2>
<p>Infeksi mempengaruhi orang-orang secara berbeda. <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/need-extra-precautions/people-with-medical-conditions.html">COVID-19</a> mungkin membuat hidung tersumbat ringan untuk satu orang, tapi juga membuat orang lainnya dirawat di unit perawatan intensif yang terhubung ke ventilator selama berbulan-bulan. Pesan yang <a href="https://www.hsph.harvard.edu/ecpe/the-importance-of-getting-the-message-right-in-your-risk-communication-strategy/">berfokus pada keberhasilan</a> intervensi medis dan kesehatan masyarakat yang menggema dengan masyarakat kemungkinan besar akan berhasil.</p>
<p>Kelompok yang berbeda memiliki risiko paparan yang berbeda pula. Pada 2022, mpox sangat mempengaruhi laki-laki gay dan biseksual. Salah satu alasannya terkait dengan cara penularan virus. <a href="https://www.cdc.gov/poxvirus/monkeypox/if-sick/transmission.html#">Penelitian sebelumnya</a> menunjukkan bahwa mpox sebagian besar ditularkan melalui kontak kulit-ke-kulit yang dekat. </p>
<p>Namun, <a href="https://www.nbcnews.com/nbc-out/out-health-and-wellness/sex-men-not-skin-contact-fueling-monkeypox-new-research-suggests-rcna43484">studi yang baru</a> mencoba mempertanyakan apakah wabah tersebut lebih didorong oleh penularan seksual.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/500109/original/file-20221209-40125-yviwsg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Person passing poster with health information on mpox" src="https://images.theconversation.com/files/500109/original/file-20221209-40125-yviwsg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/500109/original/file-20221209-40125-yviwsg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=394&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/500109/original/file-20221209-40125-yviwsg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=394&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/500109/original/file-20221209-40125-yviwsg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=394&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/500109/original/file-20221209-40125-yviwsg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=495&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/500109/original/file-20221209-40125-yviwsg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=495&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/500109/original/file-20221209-40125-yviwsg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=495&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Wabah mpox 2022 sebagian besar menyerang laki-laki gay dan biseksual.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/news-photo/poster-on-commercial-street-in-provincetown-ma-on-the-issue-news-photo/1242177865">Jonathan Wiggs/The Boston Globe via Getty Images</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada <a href="https://www.npr.org/2022/07/26/1113713684/monkeypox-stigma-gay-community">kontroversi</a> mengenai apakah pesan kesehatan masyarakat harus menyoroti hubungan seksual sebagai jalur penularan potensial. Pasalnya, sorotan tersebut berisiko memperburuk stigma terhadap laki-laki gay dan biseksual. </p>
<p>Namun, di sisi lain, jika tidak disebutkan, maka kelompok yang tergolong berisiko ini berpotensi terabaikan. <a href="https://www.scientificamerican.com/article/monkeypox-is-a-sexually-transmitted-infection-and-knowing-that-can-help-protect-people">Beberapa pihak berpendapat</a> bahwa upaya mempromosikan pesan bahwa mpox ditularkan melalui kontak dekat akan mencegah sumber daya dan intervensi menjangkau kelompok orang yang paling terkena dampak penyakit ini.</p>
<p>Satu ukuran tidak selalu cocok untuk semua pesan kesehatan masyarakat. Beberapa pesan mungkin diperlukan untuk kelompok orang yang berbeda berdasarkan risiko infeksi atau penyakit parah. Survei Pusat Pengendalian dan Infeksi Penyakit (CDC) AS pada Agustus 2022 menemukan bahwa <a href="http://dx.doi.org/10.15585/mmwr.mm7135e1">50% laki-laki gay dan biseksual</a> mengurangi hubungan seksual mereka sebagai tanggapan terhadap wabah mpox. Sejak akhir musim panas, <a href="https://www.npr.org/sections/health-shots/2022/08/26/1119659681/early-signs-suggest-monkeypox-may-be-slowing-in-the-u-s">tingkat mox telah menurun</a> dengan cepat, dan banyak ahli berpikir bahwa perubahan perilaku dan vaksinasi mungkin telah berkontribusi pada penurunan angka tersebut. Studi seperti ini semakin mendukung pentingnya terlibat langsung dengan masyarakat untuk mendorong perubahan perilaku yang sehat.</p>
<h2>Pembawa pesan tepercaya</h2>
<p>Ketidakpercayaan juga merupakan penghalang untuk pengiriman pesan yang efektif. Beberapa komunitas mungkin tidak mempercayai sistem medis dan perawatan kesehatan karena riwayat eksploitasi sebelumnya, seperti <a href="https://www.mcgill.ca/oss/article/history/40-years-human-experimentation-america-tuskegee-study">studi Tuskegee</a>, di mana para peneliti mencegah peserta kulit hitam menerima pengobatan sifilis selama beberapa dekade pada pertengahan abad ke-20, dan ketakutan yang terus berlanjut akan penganiayaan.</p>
<p>Mengidentifikasi pejuang komunitas dan penyedia layanan kesehatan yang tepercaya – terutama yang tergabung dalam komunitas tersebut – untuk menyampaikan pesan kesehatan masyarakat dapat meningkatkan penerimaannya. </p>
<p>Satu <a href="https://doi.org/10.1257/aer.20181446">studi tahun 2019</a>, misalnya, menemukan bahwa laki-laki kulit hitam lebih cenderung menerima vaksin, saran medis, dan terlibat dalam layanan perawatan kesehatan jika mereka memiliki akses terhadap tenaga kesehatan berkulit hitam.</p>
<p>Menyampaikan pesan kesehatan masyarakat secara efektif adalah proses yang rumit dan menantang. Namun, upaya untuk berbicara dan mendengarkan komunitas yang paling terkena dampak wabah bisa membuat sebuah perbedaan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196748/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ken Ho tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mengidentifikasi pejuang komunitas dan penyedia layanan kesehatan yang tepercaya untuk menyampaikan pesan kesehatan masyarakat dapat meningkatkan penerimaannya.Ken Ho, Assistant Professor of Infectious Diseases, University of PittsburghLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1961412022-12-08T03:00:34Z2022-12-08T03:00:34ZTwitter mencabut larangan misinformasi COVID: ini risiko besar bagi kesehatan masyarakat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/499487/original/file-20221207-22-8jjsi8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pembatasan misinformasi COVID-19 di Twitter telah dinonaktifkan. </span> <span class="attribution"><span class="source">Foto AP/Jeff Chiu</span></span></figcaption></figure><p>Para peneliti dan pakar kesehatan masyarakat sangat prihatin tentang kemungkinan dampak dari keputusan Twitter untuk tidak lagi menegakkan <a href="https://www.washingtonpost.com/technology/2022/11/29/twitter-covid-misinformation-policy/">kebijakan misinformasi COVID-19</a>. Kebijakan itu diunggah secara diam-diam di halaman aturan situs, dan terdaftar efektif per 23 November 2022. </p>
<p>Misinformasi kesehatan bukanlah hal baru. Kasus klasiknya adalah misinformasi yang sempat dinyatakan benar tapi sekarang tidak terbukti. Misalnya <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-020-02989-9">hubungan antara autisme dan vaksin MMR</a> berdasarkan studi yang tidak kredibel terbitan 1998. </p>
<p>Informasi yang salah tersebut berdampak parah bagi kesehatan masyarakat. Misalnya, negara-negara dengan gerakan anti-vaksin yang cukup kuat ke vaksin difteri-tetanus-pertusis (DTP) <a href="https://doi.org/10.1016/s0140-6736(97)04334-1">menghadapi insiden pertusis yang lebih tinggi</a> pada akhir abad ke-20.</p>
<p>Sebagai <a href="https://scholar.google.com/citations?user=JpFHYKcAAAAJ&hl=en">peneliti yang mempelajari media sosial</a>, saya percaya bahwa mengurangi moderasi konten adalah langkah signifikan ke arah yang salah. Apalagi, pertempuran yang dihadapi platform media sosial dalam memerangi misinformasi dan disinformasi semakin intens. Dalam misinformasi medis, pertaruhannya lebih tinggi.</p>
<h2>Misinformasi di media sosial</h2>
<p>Ada tiga perbedaan utama antara bentuk misinformasi sebelumnya dan misinformasi yang tersebar di media sosial.</p>
<p><strong>Pertama,</strong> media sosial memungkinkan misinformasi <a href="https://doi.org/10.1038/s41598-020-73510-5">menyebar dalam skala, kecepatan, dan cakupan yang jauh lebih besar</a>.</p>
<p><strong>Kedua,</strong> konten yang sensasional dan memicu emosi <a href="https://doi.org/10.1038/s41598-021-01813-2">lebih cenderung menjadi viral di media sosial</a>, sehingga kebohongan lebih mudah menyebar daripada kebenaran.</p>
<p><strong>Ketiga,</strong> platform digital seperti Twitter <a href="https://doi.org/10.1145/3449152">memainkan peran <em>gatekeeping</em> (menjaga gawang)</a> dalam cara mereka menggabungkan, menyusun, dan memperkuat konten. Ini berarti informasi yang salah tentang topik yang memicu emosi, seperti vaksin, dapat dengan mudah menarik perhatian.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/gE9dFM4Bs0k?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Cara menemukan informasi yang salah secara online.</span></figcaption>
</figure>
<p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut penyebaran misinformasi selama pandemi sebagai <a href="https://www.who.int/health-topics/infodemic#tab=tab_1">infodemik</a>. Ada banyak bukti bahwa misinformasi terkait COVID-19 di media sosial <a href="https://doi.org/10.2196/37367">mengurangi penggunaan vaksin</a>. Pakar kesehatan masyarakat telah memperingatkan bahwa misinformasi di media sosial <a href="https://doi.org/10.2196/30642">sangat menghambat kemajuan</a> menuju kekebalan kawanan (<em>herd immunity</em>), melemahkan kemampuan masyarakat untuk menangani varian baru COVID-19.</p>
<p>Misinformasi di media sosial <a href="http://dx.doi.org/10.1136/bmjgh-2020-004206">memicu keraguan publik</a> tentang keamanan vaksin. Studi menunjukkan bahwa keragu-raguan vaksin COVID-19 didorong oleh <a href="https://doi.org/10.3390/vaccines9060593">kesalahpahaman tentang kekebalan kawanan dan kepercayaan pada teori konspirasi</a>.</p>
<h2>Memerangi misinformasi</h2>
<p>Kebijakan dan sikap moderasi konten platform media sosial terhadap informasi yang salah sangat penting untuk memerangi misinformasi. Ketiadaan kebijakan moderasi konten yang kuat di Twitter cenderung membuat algoritme kurasi dan rekomendasi konten yang meningkatkan penyebaran misinformasi dengan <a href="https://doi.org/10.1145/3449152">meningkatkan efek ruang gema</a>. Misalnya, algoritme mempertajam perbedaan paparan konten. Bias algoritme dalam sistem rekomendasi <a href="https://doi.org/10.1177/1461444818801010">juga dapat semakin menonjolkan disparitas layanan kesehatan global</a> dan disparitas rasial dalam penyerapan vaksin.</p>
<p>Ada bukti bahwa beberapa platform yang kurang diatur seperti Gab, media sosial AS yang basis penggunannya adalah warga sayap kanan, <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-020-73510-5/tables/2">memperkuat dampak paparan informasi dari sumber yang tidak dapat diandalkan</a> dan meningkatkan misinformasi COVID-19. </p>
<p>Ada juga bukti bahwa ekosistem misinformasi dapat memikat pengguna platform media sosial yang berinvestasi dalam moderasi konten <a href="https://doi.org/10.1038/d41586-020-01452-z">untuk menerima misinformasi</a> dari platform yang lebih sedikit melakukan moderasi.</p>
<p>Bahayanya bukan cuma wacana anti-vaksin yang lebih besar di Twitter. Pidato-pidato “beracun” dapat menyebar ke platform online lain yang mungkin berinvestasi dalam memerangi misinformasi medis.</p>
<p>Pemantau vaksin COVID-19 Kaiser Family Foundation mengungkapkan bahwa kepercayaan publik terhadap informasi COVID-19 dari sumber resmi seperti pemerintah <a href="https://www.kff.org/coronavirus-covid-19/dashboard/kff-%20covid-19-vaccine-monitor-dashboard/#(mis)information">telah turun secara signifikan</a>, dengan konsekuensi serius bagi kesehatan masyarakat. Misalnya, kepercayaan pemilih Partai Republik AS terhadap Badan Pengawasan Obat-Obatan dan Makanan AS (FDA) menurun dari 62% menjadi 43% selama Desember 2020 - Oktober 2022.</p>
<p>Pada 2021, <a href="https://www.hhs.gov/sites/default/files/surgeon-general-misinformation-advisory.pdf">seorang penasihat Surgeon General (Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat) AS</a> mengidentifikasi bahwa kebijakan moderasi konten platform media sosial perlu:</p>
<ul>
<li>memperhatikan desain algoritma rekomendasi.</li>
<li>memprioritaskan deteksi dini misinformasi.</li>
<li>memperkuat informasi dari sumber informasi kesehatan online yang kredibel.</li>
</ul>
<p>Prioritas ini memerlukan <a href="https://nam.edu/identifying-credible-sources-of-health-information-in-social-media-principles-and-attributes/">kemitraan antara organisasi layanan kesehatan dan platform media sosial</a> untuk mengembangkan pedoman praktik terbaik untuk mengatasi misinformasi kesehatan. Pengembangan dan penegakan kebijakan moderasi konten yang efektif membutuhkan perencanaan dan sumber daya.</p>
<p>Berdasarkan apa yang diketahui para peneliti tentang misinformasi COVID-19 di Twitter, saya percaya bahwa pengumuman bahwa perusahaan ini tidak akan lagi melarang misinformasi terkait COVID-19 adalah menyusahkan, lebih buruk dari yang saya katakan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196141/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anjana Susarla tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kebijakan dan sikap moderasi konten platform media sosial terhadap informasi yang salah (misinformasi) sangat penting untuk memerangi misinformasi.Anjana Susarla, Professor of Information Systems, Michigan State UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1955582022-12-02T03:59:50Z2022-12-02T03:59:50ZRiset: LGBTIQ+ Indonesia menghadapi kesulitan mengakses layanan kesehatan selama pandemi COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/498455/original/file-20221201-6286-fuusx4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksin COVID seharusnya tersedia untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, seksualitas, dan kelas. </span> <span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/Agha Yuninda/wsj/aww</span></span></figcaption></figure><p>Para individu lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer (LGBTIQ+) di Indonesia terpengaruh diskriminasi dan intoleransi berlapis selama pandemi COVID-19.</p>
<p>Penderitaan mereka bertambah karena kesulitan mendapatkan KTP, kehilangan pekerjaan atau berpenghasilan lebih rendah dari sebelum krisis. Mereka juga menghadapi kesulitan mendapatkan hak perawatan kesehatan yang sama yang dinikmati oleh penduduk lainnya.</p>
<p>Penelitian kualitatif saya, yang dilakukan pada awal tahun 2022 dan baru-baru ini <a href="https://www.wfd.org/sites/default/files/2022-11/the_impact_on_covid-19_on_lgbt_individuals_in_indonesia_nigeria_and_sri_lanaka_0.pdf">dipublikasikan</a>, menunjukkan bahwa orang-orang LGBT+ di Indonesia pernah mengalami hambatan signifikan untuk mengakses layanan kesehatan, obat-obatan, dan vaksin COVID-19 selama pandemi.</p>
<p>Studi saya melibatkan empat sesi <a href="http://qualquant.org/wp-content/uploads/cda/Borgatti%201994%20Cultural%20Domain%20Analysis.pdf">analisis domain budaya (CDA)</a> dengan pakar kesehatan Indonesia dan aktivis LGBT+. CDA adalah metode berdasarkan eksplorasi bagaimana orang memikirkan daftar hal-hal yang terkait satu sama lain (seperti tantangan dan fasilitator yang mempengaruhi akses layanan kesehatan). Selain itu, saya memfasilitasi diskusi kelompok fokus (FGD) dengan peserta yang sama dan tambahan partisipan lainnya.</p>
<h2>Akses ke layanan kesehatan</h2>
<p>Penelitian saya tersebut menemukan bagaimana pandemi telah menyebabkan ruang perawatan kesehatan yang aman yang menargetkan individu LGBT+ menghentikan sementara layanan mereka atau menghilang sepenuhnya. </p>
<p>Selain itu, pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah Indonesia membatasi mobilitas warga negara, yang mempersulit minoritas gender dan seksual untuk mengakses layanan kesehatan di tengah pembatasan mobilitas.</p>
<p>Klinik kesehatan masyarakat yang dikenal sebagai Puskesmas kewalahan dengan jumlah pasien, yang mengganggu layanan infeksi menular seksual (IMS). Beberapa klinik ini, yang menawarkan pemeriksaan IMS gratis sebelum COVID, berhenti melakukannya dan meminta pasien untuk menemui dokter hanya jika mereka menunjukkan gejala.</p>
<p>Selama diskusi kelompok terarah, seorang peserta menjelaskan bagaimana Puskesmas yang sebelumnya menawarkan tes HIV cepat, dan penyediaan kondom dan pelumas tidak dapat lagi diberikan di “hotspot”, tempat laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) biasa bertemu langsung. Seperti yang dijelaskan oleh seorang aktivis, “orang tidak diizinkan untuk berkumpul, dan itu sulit untuk pemeriksaan HIV dan mendorong orang untuk melakukan pemeriksaan penyakit infeksi menular seksual. Semuanya telah online, dan staf kami telah menggunakan aplikasi gay sekarang untuk menjangkau klien kami.”</p>
<p>Di tengah krisis ini, kita juga harus merefleksikan implikasi kelas dari mengakses layanan kesehatan, karena individu LGBT+ dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih rendah paling terpengaruh oleh tidak adanya layanan penjangkauan langsung.</p>
<p>Sistem kesehatan nasional berbasis keluarga di Indonesia juga berdampak pada akses masyarakat LGBT+ terhadap layanan kesehatan. Seperti yang dikatakan seorang ahli kesehatan, “ada penjaga gerbang seperti orang tua, karena skema asuransi kesehatan nasional berbasis keluarga, jadi kartu asuransi Anda terkait dengan keluarga Anda, dan anak muda queer harus melalui orang tua mereka untuk mengakses layanan kesehatan, yang menimbulkan masalah ketika menjelaskan mengapa mereka ingin ke dokter”.</p>
<h2>Akses ke obat-obatan dan vaksin COVID-19</h2>
<p>Akses ke obat-obatan merupakan tantangan bagi banyak orang LGBT+. Aktivis di Bali, Jakarta, dan Yogyakarta menggambarkan bagaimana beberapa orang yang hidup dengan HIV tidak dapat mengakses rejimen obat antiretroviral mereka karena kekurangan. Ini berarti mereka diberi terapi kombinasi lain yang berbeda dari yang mereka gunakan sebelum pandemi.</p>
<p>Seperti yang dikatakan seorang aktivis, “orang-orang harus mengubah jenis pengobatan mereka menjadi sesuatu yang baru, dan mereka berubah dari merasa baik-baik saja menjadi mengalami efek samping”.</p>
<p>Orang LGBT+ telah memenuhi syarat untuk menerima vaksin COVID, tapi diskriminasi, masalah aksesibilitas (seperti masalah transportasi ke pusat vaksinasi) dan misinformasi telah muncul sebagai tantangan.</p>
<p>Di Indonesia, kelompok LGBT+ juga mengalami kesulitan akses vaksin karena kendala transportasi dan karena tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Hal ini menyebabkan beberapa badan amal mendukung perempuan transgender dan tunawisma untuk mendapatkannya.</p>
<p>Misalnya, badan amal Kebaya di Yogyakarta mendukung waria untuk mencapai pusat vaksinasi dengan membayar transportasi. Tidak bisa mendapatkan vaksin berarti mengurangi mobilitas minoritas seksual dan gender. Seperti yang dijelaskan oleh seorang aktivis Indonesia, “Kalau tidak punya vaksin, tidak bisa ke mana-mana, tidak bisa masuk ke gedung pemerintahan; kita punya aplikasi, dan sebuah tantangan lagi kalau tidak punya <em>smartphone</em>”.</p>
<h2>Hentikan diskriminasi</h2>
<p>Di Indonesia, pandemi COVID-19 secara tidak proporsional berdampak pada individu LGBT+, khususnya mereka yang hidup dengan HIV, pekerja seks, individu transgender, dan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.</p>
<p>Hal ini terutama dirasakan dalam kaitannya dengan layanan kesehatan, yang sulit diakses oleh mereka yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah.</p>
<p>Indonesia memiliki kewajiban hak asasi manusia (HAM) internasional yang berlaku sama bagi kelompok LGBT+ dan memberikan panduan untuk melindungi dan memenuhi hak-hak tersebut bagi semua warga negara. Indonesia meratifikasi <a href="https://tbinternet.ohchr.org/_layouts/15/TreatyBodyExternal/Treaty.aspx?CountryID=%2080&Lang=EN">Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik pada 2005 dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya pada 2006</a>, dan merupakan negara pihak Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW).</p>
<p>Meski meratifikasi konvensi semacam itu, <a href="https://theconversation.com/onslaughts-against-gays-and-lesbians-challenge-indonesias-lgbt-rights-movement-54639">sejak 2016</a>, kepanikan moral telah menggambarkan orang-orang LGBT+ di Indonesia sebagai mengancam prinsip-prinsip moral bangsa.</p>
<p>Sikap diskriminatif dan sulitnya memperoleh KTP membuat sulitnya mendapatkan perawatan. Hal ini menunjukkan perlunya segera menerapkan pendekatan berbasis HAM untuk lebih memahami kebutuhan populasi LGBT+ dan melindungi hak-hak mereka sebagai manusia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195558/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Diego Garcia Rodriguez menerima dana dari Wesminster Foundation for Democracy untuk riset ini.</span></em></p>Pandemi COVID-19 secara tidak proporsional berdampak pada individu LGBT+, khususnya mereka yang hidup dengan HIV, pekerja seks, individu transgender, dan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.Diego Garcia Rodriguez, Lecturer in Global Health, Brighton and Sussex Medical SchoolLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1953212022-11-30T09:54:27Z2022-11-30T09:54:27ZHampir tiga tahun pandemi: perkembangan mutakhir pencarian obat mujarab COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/498145/original/file-20221130-12-mepdzy.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Para peneliti terus mencari obat antivirus yang ampuh, harganya murah dan mudah diakses oleh masyakarat.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/syringe-and-pills-on-blue-background-3786156/">Anna Shvets/Pexel</a></span></figcaption></figure><p>Hampir tiga tahun <a href="https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019">pandemi COVID-19</a> menorehkan sejarah penting perjuangan manusia melawan penyakit yang diakibatkan virus. Virus penyebab COVID, SARS-CoV-2, menjadi anggota keluarga virus corona terkini yang menginfeksi manusia. </p>
<p>Dunia telah memulai hidup berdampingan dengan COVID-19 walau <a href="https://ourworldindata.org/covid-cases">lonjakan kasus masih bermunculan</a> akibat varian virus baru. Keberhasilan spektakuler dalam pengembangan vaksin telah menjadi bukti suksesnya penerapan ilmu biomedis dalam pencegahan penyakit. </p>
<p>Namun, di sisi pengobatan, hingga saat ini belum ada obat antivirus spesifik COVID-19 yang tersedia walau beberapa obat telah mendapat <a href="https://www.fda.gov/emergency-preparedness-and-response/mcm-legal-regulatory-and-policy-framework/emergency-use-authorization#coviddrugs">izin penggunaan darurat</a> (<em>emergency use authorization</em>, EUA) dan menunjukkan hasil menjanjikan.</p>
<p>Sejak awal pertempuran melawan COVID-19, upaya penemuan obat bergantung pada alih guna berbagai obat dan pengembangan antibodi klon tunggal (monoklonal). Keduanya dipilih untuk secara cepat mendapatkan obat yang kala itu begitu dibutuhkan. </p>
<p>Alih guna obat berarti pada mulanya kandidat obat telah diteliti dan digunakan untuk penyakit infeksi lain. Pengembangan obat COVID-19 terus berlangsung untuk memperoleh obat ampuh yang aman.</p>
<p>Obat yang dicari adalah obat yang dapat diberikan pada awal gejala penyakit, dalam bentuk sediaan yang mudah diberikan, relatif murah, dan dapat diakses semua kalangan. Suatu kondisi ideal jika obat tersebut dapat memiliki spektrum luas untuk melawan beberapa jenis virus sekaligus. Hal ini penting untuk kesiapan terhadap pandemi masa depan.</p>
<p>Bagaimana sejauh ini pengembangan obat untuk orang-orang yang terkena COVID?</p>
<h2>Tiga jenis obat yang dikembangkan</h2>
<p>Sampai saat ini setidaknya ada tiga strategi pengembangan obat antivirus untuk COVID-19: (1) pengembangan obat jenis aksi langsung terhadap virus (<em>directly acting antiviral</em>), (2) obat menarget pejamu manusia (<em>host-targeting antiviral</em>), dan (3) obat jenis pengatur respons imun (<em>immunomodulator</em>). </p>
<p>Fokus <strong>pertama</strong> pengembangan obat jenis aksi langsung adalah obat yang menghambat enzim protease (enzim pemecah protein) dan polymerase (enzim pemicu perbanyakan materi genetik virus RNA, <em>RNA-dependent RNA polymerase</em>/RdRp) virus. </p>
<p>Sementara fokus <strong>kedua</strong> ada pada penggunaan antibodi klon tunggal yang bekerja menetralisasi dan menarget protein Spike (S) (atau domain RBD) dari SARS-CoV-2, sehingga virus tidak bisa memasuki sel manusia. Antibodi klon tunggal secara spesifik berikatan dengan protein S sehingga virus kehilangan kemampuan menginfeksi sel manusia.</p>
<p>Beberapa obat jenis aksi langsung telah memperoleh izin penggunaan darurat. Dari jenis obat penghambat protease, nirmatrelvir yang dikombinasikan dengan ritonavir (nama dagang <a href="https://www.pfizer.com/news/press-release/press-release-detail/pfizers-novel-covid-19-oral-antiviral-treatment-candidate">Paxlovid</a> dari Pfizer) merupakan obat penghambat enzim main protease (Mpro) yang vital bagi virus untuk bisa memperbanyak diri dalam sel manusia. </p>
<p>Obat penghambat enzim RdRp di antaranya remdesivir (<a href="https://www.gilead.com/news-and-press/press-room/press-releases/2022/1/fda-approves-veklury-remdesivir-for-the-treatment-of-nonhospitalized-patients-at-high-risk-for-covid19-disease-progression">Veklury</a>, Gilead Biosciences) dan molnupiravir (<a href="https://www.merck.com/news/merck-and-ridgeback-biotherapeutics-provide-update-on-new-clinical-and-non-clinical-studies-of-lagevrio-molnupiravir/">Lagevrio</a>, Merck). </p>
<p>Mekanisme unik dari molnupiravir adalah dengan memasukkan mutasi basa nukleotida pada proses perbanyakan RNA, sehingga menimbulkan kesalahan proses fatal pada duplikasi RNA dan menghambat perbanyakan virus. </p>
<p>Beberapa antibodi klon tunggal yang telah disetujui untuk penggunaan darurat di antaranya bebtelovimab. Obat ini terdiri dari kombinasi tixagevimab dan cilgavimab (<a href="https://www.astrazeneca.com/media-centre/medical-releases/evusheld-long-acting-antibody-combination-retains-neutralising-activity-against-omicron-variants-including-ba2-in-new-independent-studies.html">Evusheld</a>, AstraZeneca), sotrovimab (<a href="https://www.gsk.com/en-gb/media/press-releases/xevudy-sotrovimab-granted-marketing-authorisation-by-the-european-commission-for-the-early-treatment-of-covid-19/">Xevudy</a>, GlaxoSmithKline dan Vir Biotechnology), dan kombinasi casirivimab dan imdevimab (<a href="https://investor.regeneron.com/news-releases/news-release-details/new-regen-covtm-casirivimab-and-imdevimab-data-show-supportive">REGEN-COV</a>, Regeneron dan Roche). </p>
<p>Dari jenis pengatur respons imun, jenis <strong>ketiga</strong>, hasil menjanjikan telah ditunjukkan beberapa obat, di antaranya penghambat enzim janus kinase baricitinib (<a href="https://investor.lilly.com/news-releases/news-release-details/fda-approves-lilly-and-incytes-olumiantr-baricitinib-treatment">Olumiant</a>, Eli Lilly) dan penghambat interleukin-6 tocilizumab (<a href="https://www.gene.com/media/press-releases/14948/2022-04-03/us-fda-grants-priority-review-to-genente">Actemra</a>, Genentech-Roche). </p>
<h2>Keterbatasan dan tantangan</h2>
<p>Tantangan yang dihadapi oleh obat jenis aksi langsung adalah kondisi virus yang selalu bermutasi dan dapat memicu resistensi obat. Obat dapat kehilangan efektivitasnya terhadap varian baru SARS-CoV-2, seperti telah ditunjukkan dengan adanya laporan awal <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-022-29104-y">resistensi obat remdesivir</a>. </p>
<p>Penggunaan antibodi dibatasi <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/2791451">kendala harga</a> yang masih relatif mahal (sekitar <a href="https://www.newsweek.com/fact-check-regeneron-regen-cov-covid-monoclonal-antibody-cost-1637526">US$ 2.100 (Rp 33 juta)</a> per dosis), ketersediaan yang terbatas, dan pemberian yang melalui suntikan sehingga harus diberikan di fasilitas kesehatan.</p>
<p>Sementara itu, strategi obat yang menarget pejamu manusia masih belum mendapat banyak perhatian walau menawarkan berbagai keunggulan. Obat jenis ini mengubah mekanisme interaksi antara virus dengan sel manusia ketika infeksi terjadi. </p>
<p>Mekanisme aksinya, antara lain, menghambat masuknya virus ke dalam sel manusia. Mekanisme lain adalah mengganggu proses pelipat-gandaan protein virus saat memperbanyak diri. Oleh karena obat ini menarget sel manusia, khasiat obat tidak dipengaruhi oleh terjadinya mutasi pada genetik virus yang dapat menyebabkan resistensi obat. </p>
<p>Dengan demikian, obat jenis ini dapat digunakan untuk berbagai varian virus yang timbul akibat mutasi. Selain itu, obat jenis ini dapat memiliki spektrum luas sehingga potensial digunakan untuk melawan berbagai virus corona maupun virus lainnya. </p>
<h2>Obat yang manjur dan terjangkau</h2>
<p>Salah satu obat menarget pejamu manusia adalah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5390498/">UV-4</a> (dikenal juga dengan nama MON-DNJ). Obat ini telah dikembangkan oleh Unit Antiviral Drug Discovery di Universitas Oxford, Inggris. Saya terlibat sebagai salah satu peneliti di unit ini.</p>
<p>MON-DNJ beraksi menghambat enzim glucosidase sehingga menghambat proses pelipatan glikoprotein (komponen pembentuk struktur utama dari virus) di retikulum endoplasma sel manusia. Hambatan ini pada akhirnya mengakibatkan gagalnya pembentukan virus baru. </p>
<p>Obat ini telah diteliti aman dan lolos <a href="https://journals.plos.org/plosntds/article/authors?id=10.1371/journal.pntd.0010636">uji klinis fase 1</a> dan sedang memasuki uji klinis lanjutan. Obat ini telah diteliti memiliki aktivitas antivirus terhadap berbagai virus seperti virus dengue, Zika, influenza, hepatitis, Marburg, dan Ebola. </p>
<p>Hasil <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32985653/">uji awal di laboratorium</a> membuktikan bahwa obat ini efektif menghambat kematian sel akibat infeksi virus SARS-CoV-2 dan mengurangi tingkat perbanyakan virus. </p>
<p>Kolaborasi peneliti dunia, termasuk tim di Universitas Oxford, berupaya mengembangkan obat antivirus oral, berbasis penghambat Mpro untuk melawan COVID-19. </p>
<p>Kolaborasi dengan nama “<a href="https://www.ox.ac.uk/news/2021-09-28-moonshot-initiative-develop-affordable-covid-19-antivirals-gets-funding-boost"><em>Moonshot project</em></a>” ini berbasis urun daya (<em>crowdsourcing</em>) dan berikhtiar menemukan obat COVID-19 spesifik bebas paten sehingga dapat menjamin produksi dalam jumlah besar dan distribusi obat ke seluruh dunia dengan harga terjangkau. </p>
<p>Proses penemuan obat baru untuk COVID-19 masih terus berlangsung. </p>
<p>Kolaborasi dan kerja sama antar institusi dalam format ABG (<em>academic-business-government</em>) akan sangat menunjang pengembangan dan penemuan obat antivirus baru. Kita nantikan obat mujarab untuk COVID-19.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195321/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Benediktus Yohan Arman menerima dana beasiswa dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam program Beasiswa Pendidikan Indonesia yang dibiayai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Yohan juga peneliti di Unit Antiviral Drug Discovery di Universitas Oxford, Inggris. </span></em></p>strategi obat yang menarget pejamu manusia masih belum mendapat banyak perhatian walau menawarkan berbagai keunggulan.Benediktus Yohan Arman, Mahasiswa Doktoral (DPhil) di bidang Biochemistry, University of OxfordLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1833752022-11-15T04:55:16Z2022-11-15T04:55:16ZG20 Sektor Kesehatan: 4 strategi memperkuat respons warga untuk melawan pandemi masa depan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/495275/original/file-20221115-17-4lej43.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Presiden Joko Widodo (tengah) membuka secara resmi KTT G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, 15 November 2022. Keputusan pemimpin anggota G20 mempengaruhi sistem kesehatan global.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1668480306&getcod=dom">ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Aditya Pradana Putra/wsj</a></span></figcaption></figure><p>Salah satu agenda utama Sektor Kesehatan Presidensi G20 Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi pemimpin negara G20 di Bali, 15-16 November 2022, adalah <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211217/3139002/memperkuat-arsitektur-kesehatan-global-agenda-utama-sektor-kesehatan-presidensi-g20/">memperkuat arsitektur kesehatan global</a>. </p>
<p>Agenda tersebut mencakup (1) membangun ketahanan sistem kesehatan global, (2) menyelaraskan protokol kesehatan global dan (3) membangun pusat manufaktur dan pengetahuan untuk pencegahan, kesiap-siagaan dan respons terhadap pandemi. </p>
<p>Hampir tiga tahun pandemi COVID-19 memberi pelajaran penting untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat saat ini dan ke depan melalui sistem kesehatan yang jauh lebih kuat. Sebab, saat sistem kesehatan roboh akibat badai pandemi, maka kesehatan penduduk makin buruk dan kematian makin tinggi. </p>
<p>Bentuk arsitektur kesehatan masyarakat yang kuat akan terbentuk jika ada kebijakan untuk memaksimalkan fungsi “koridor” yang menghubungkan sektor keuangan, pejabat kesehatan, dan aktor-aktor masyarakat, termasuk relawan. Fungsi “koridor” kemungkinan besar dapat mendorong ketepatan waktu dan efektivitas tanggapan warga terhadap krisis kesehatan nasional dan global.</p>
<p>Dalam kasus pemulihan pasien dengan penyakit kronis, riset <a href="https://openresearch-repository.anu.edu.au/handle/1885/212365">saya di Yogyakarta menunjukkan</a> optimalisasi fungsi “koridor” berkontribusi pada penyembuhan. Hubungan seperti ini dapat memperkuat bangunan sistem pelayanan kesehatan nasional yang terbukti hampir kolaps saat pandemi.</p>
<h2>Koridor dalam layanan kesehatan</h2>
<p>Konsep modern arsitektur meyakini bentuk mengikuti fungsi. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, bangunan sistem kesehatan masyarakat dengan arsitektur tangguh harus mengoptimalkan fungsi “koridor”, lorong atau tempat terbuka yang menghubungkan ruang satu dengan yang lain.</p>
<p>Jika menyusuri koridor rumah sakit umum, kita sering temui keluarga pasien, sanak saudara atau tetangga yang siap menawarkan tawa sumringah pengobat sakit dan sepi. Di ruang atau sudut koridor rumah sakit inilah sering kita temui kekuatan emosi yang sangat dekat, ramah, dan bersahabat. Kekuatan emosi dan kepedulian tinggi yang jarang dirasakan meski di bangsal mewah. </p>
<p>“Koridor” adalah metafora pertemuan semangat kepedulian warga (<em>caring</em>) dengan profesionalisme tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Kolaborasi antara kekuatan emosional dan penyembuhan fisik (<em>curing</em>) ini dibutuhkan agar mobilisasi sumber daya dan kondisi kesehatan warga terfasilitasi dengan baik dan efisien. </p>
<p><a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/IJOPM-08-2021-0555/full/html">Riset di Yogyakarta menunjukkan</a> pandemi memberi pelajaran pentingnya bentuk organisasi yang solid di tingkat lokal untuk menjangkau warga yang tidak terlayani. Organisasi lokal ini berfungsi mengumpulkan kekuatan sosial-spiritual untuk bertahan serta bangkit dari krisis kesehatan. </p>
<p>Dari <a href="https://www.antaranews.com/berita/3235401/menkes-sebut-pandemic-fund-capaian-tersukses-g20-bidang-kesehatan">Pendanaan Pandemi</a> yang baru-baru ini terbentuk, perlu ada yang dialokasikan untuk memaksimalkan fungsi “koridor” tersebut.</p>
<h2>Empat strategi lokal</h2>
<p>Pandemi COVID 19 membuktikan adanya ketergantungan antarnegara dan antarmanusia. Karena penyebaran penyakit menular tidak mengenal perbatasan antarnegara, perlu adanya transformasi kesehatan global yang mengharuskan tiap-tiap negara mempersiapkan fondasi kuat untuk pembangunan berkelanjutan. </p>
<p>Sejumlah ahli telah mengajukan usulan untuk <a href="https://journals.plos.org/plosmedicine/article?id=10.1371/journal.pmed.1003564">memperkuat arsitektur kesehatan global pasca pandemi COVID-19.</a> yakni berinvestasi yang lebih baik untuk menghadapi pandemi mendatang, mengurangi kekerasan struktural dan ketimpangan sosial, membangun pelayanan kesehatan universal, serta menaikkan daya lenting sistem pelayanan kesehatan dan menumbuhkan tanggung jawab sosial. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, untuk memperkuat sistem kesehatan global lebih inklusif, berkeadilan, dan responsif terhadap krisis, setidaknya ada empat strategi nasional yang berorientasi lokal melalui optimalisasi fungsi “koridor”. </p>
<p><strong>Pertama</strong>, pemerintah perlu mempererat kerja sama dengan tokoh masyarakat seperti pemuka agama untuk menjalankan komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat sebagai <a href="https://www.who.int/publications/i/item/critical-preparedness-readiness-and-response-actions-for-covid-19">salah satu area prioritas penanganan pandemi</a>. </p>
<p>Kita perlu melibatkan mereka untuk mengedukasi masyarakat <a href="https://perpustakaan.bnpb.go.id/bulian/index.php?p=show_detail&id=1999">dalam pencegahan, surveilans, dan pengendalian penyakit</a>. Pendekatan terhadap tokoh masyarakat dapat disesuaikan dengan kearifan lokal.</p>
<p>Tokoh masyarakat, khususnya perempuan, adalah <a href="https://www.newmandala.org/wp-content/uploads/2021/07/SEARBO_Meckelburg_Policy-brief-paper.pdf">aktor vital dalam merespons krisis kesehatan</a>. Ketahanan dan kepemimpinan perempuan dalam mitigasi COVID-19 telah banyak teruji, tapi tak pernah benar-benar dihargai.</p>
<p>Di Yogyakarta, perempuan melakukan aksi ‘greteh’ (cerewet) yang disalurkan melalui WhatsApp Group warga. Para tokoh perempuan di sebuah dusun di Bantul membagi media edukasi pencegahan penyakit secara online <a href="https://sonjo.id/en/sonjo-migunani-en/the-power-of-greteh-the-role-of-pkk-in-enforcing-health-protocols/">di WhatsApp untuk mengingatkan warga menjaga protokol kesehatan 5M tanpa lelah</a></p>
<p>Ketika ketersediaan tempat tidur di rumah sakit habis, para perempuan bersama kader kesehatan, satuan tugas dan pemuda bahu-membahu <a href="https://bantulkab.go.id/berita/detail/4674/whatsapp-group-membantu-pengawasan-pasien-covid-di-shelter-sumbermulyo.html">membuat <em>shelter</em> dan menampung warga yang terkena COVID-19</a>. Mereka memasak makanan, mengecek saturasi, bahkan memasang dan melepas selang oksigen para pasien COVID. </p>
<p>Para perempuan ini menemani ‘pasien shelter’ dengan <a href="https://wahyudiahadi.com/book/melawan-covid-dari-desa/">semangat dan mengajak tetangga atau keluarga pasien untuk juga menjenguk</a>. Mereka mempelajari dan mempraktikan peran-peran pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi dengan cara otodidak, naluriah, dan menyerupai kegiatan klinis (<em>quasi-clinic</em>). </p>
<p><strong>Kedua</strong>, pemerintah harus terbuka dalam membuat koneksi berkelanjutan dengan kelompok non-formal untuk mengisi kekosongan ruang atau menjembatani gap antara kebutuhan warga dan sistem kesehatan yang sedang rapuh.</p>
<p><a href="https://sonjo.id/">Sambatan Jogja (SONJO)</a> merupakan salah satu gerakan sosial warga Yogyakarta selama pandemi yang menunjukkan bahwa inisiatif kepemimpinan di masyarakat mampu menjembatani jejaring kerja sosial kesehatan yang efisien. </p>
<p>Jaringan organisasi kerelawanan yang dipadukan dengan kepemimpinan di lapangan seperti peran lurah (termasuk istri lurah) dan pimpinan Puskesmas maupun rumah sakit rujukan merupakan koneksi yang klop. Kolaborasi ini memungkinkan ide-ide atau pemecahan masalah langsung dieksekusi di lapangan. </p>
<p>Tanpa adanya kepemimpinan kuat di lapangan, banyak ide atau permasalahan akan berhenti di tataran wacana karena tidak ada eksekutor. Upaya kerja ‘informal’ ini bersifat sangat dinamis sehingga akan sulit dilakukan dalam suasana birokrasi yang kaku dan berlapis-lapis untuk mengambil keputusan. </p>
<p>Kepemimpinan dalam gerakan SONJO telah melabrak sekat-sekat birokrasi. Mereka menggunakan jaringan pertemanan baru yang terafiliasi dalam institusi kesehatan, korporasi, universitas, organisasi profesi, pamong praja, pesantren, maupun individu (<em>penta helix</em>) yang memiliki simpati sosial untuk memenuhi kebutuhan warga akan pelayanan kesehatan. Mereka memasok kebutuhan akan tabung oksigen, transportasi ambulan, plasma konvalesen, dan bahkan peti mati.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, kita perlu mengaktifkan kembali peran aktor-aktor kesehatan seperti kader kesehatan, kader posyandu, atau satuan tugas di tingkat kelurahan dan desa. Kita perlu juga memperkuat peran relawan dari unsur organisasi kemasyarakatan, karang taruna, ibu-ibu PKK, dasawisma, pramuka, dan Palang Merah Remaja dalam konteks memonitor status kesehatan dasar masyarakat dan memantau kesehatan lingkungan. </p>
<p>Ketika puncak tertinggi pandemi COVID-19 varian Delta menyerang pada pertengahan 2021, fasilitas kesehatan yang kelebihan beban sangat terbantu dengan adanya <a href="https://www.liputan6.com/regional/read/4634842/kisah-karmini-ibu-rumah-tangga-asal-bantul-yang-jadi-sopir-ambulans-pasien-covid-19">para relawan ambulans untuk mengangkut pasien</a>. </p>
<p>Modal sosial ini dapat kita manfaatkan sekarang dan pasca-pandemi untuk menjaga akses masyarakat pada pelayanan kesehatan esensial tertentu. Misalnya kontrol kesehatan rutin, imunisasi dan kepedulian terhadap warga yang rentan seperti lansia, difabel, maupun <a href="https://theconversation.com/merawat-pasien-kanker-stadium-lanjut-di-rumah-lebih-baik-daripada-di-rumah-sakit-123771">perawatan paliatif (perawatan untuk mengurangi rasa sakit bagi pasien yang tidak bisa disembuhkan penyakitnya)</a>. Insentif dapat diberikan kepada kader dan relawan yang aktif baik berupa insentif finansial maupun non-finansial. </p>
<p><strong>Keempat</strong>, tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, promotor kesehatan yang berafiliasi dengan institusi apapun harus terjun untuk meningkatkan literasi masyarakat. </p>
<p>Dalam setiap krisis kesehatan, informasi tidak akurat hingga hoaks selalu ada dan mudah menyebar. Literasi dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam menyaring informasi dan menentukan perilaku dan respons mereka selanjutnya. </p>
<p>Para kader kesehatan dan tokoh masyarakat dapat ditingkatkan kapasitasnya sehingga mampu menyadarkan masyarakat terkait pentingnya pengetahuan dan informasi kesehatan. Misalnya, ketika kasus pandemi sedang tinggi-tingginya, kelompok perempuan di Bantul mengubah lirik lagu lokal populer “Mendung Tanpo Udan”, dari musisi Ndarboy Genk dengan muatan promosi kesehatan yang sederhana dan mudah dipahami warga. </p>
<p>Pada akhirnya, konektivitas kekuatan masyarakat dengan petugas kesehatan sangat penting untuk mendorong mobilitas sumber daya sosial budaya selama pandemi.</p>
<p>Memperkuat fungsi “koridor” berarti membangun fondasi lokal yang kuat yang akan mampu menopang sistem kesehatan nasional dan memperkuat arsitektur kesehatan global.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/183375/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Modal sosial ini dapat dimanfaatkan sekarang dan pasca-pandemi untuk menjaga akses masyarakat pada pelayanan kesehatan esensial tertentu.Erlin Erlina, Lecturer Dept. Health Behaviour, Environment and Social Medicine, Universitas Gadjah Mada Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan , Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1885932022-10-06T02:32:27Z2022-10-06T02:32:27ZPakar Menjawab: WHO sebut akhir pandemi di depan mata, apa yang harus disiapkan Indonesia?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/488240/original/file-20221005-21-a1dcd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sejumlah penumpang mengenakan alat pelindung diri (APD) di dalam pesawat rute Samarinda-Jakarta saat terbang di atas kawasan perairan Laut Jawa, 2 Oktober 2022. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1664712909&getcod=dom">ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.</a></span></figcaption></figure><p>Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus baru-baru ini menyatakan bahwa <a href="https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/who-chief-says-end-sight-covid-19-pandemic-2022-09-14/">akhir pandemi COVID-19 “di depan mata”</a>. Hal ini ditandai, antara lain, jumlah kematian karena COVID-19 secara global pada awal September lalu mencapai angka terendah sejak Maret 2020. </p>
<p>Sejauh ini, lebih dari enam juta orang di seluruh dunia telah meninggal akibat infeksi virus corona. </p>
<p>Walau <a href="https://www.reuters.com/world/us/biden-said-pandemic-is-over-is-it-2022-09-19/">Presiden Amerika Serikat Joe Biden</a> menyatakan pandemi COVID di negaranya telah selesai, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan sampai kini masih menjalankan kebijakan darurat kesehatan publik. </p>
<p>Di Indonesia, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220921101232-20-850628/as-umumkan-pandemi-berakhir-kemenkes-masih-tunggu-arahan-who">Kementerian Kesehatan masih</a> menunggu pedoman dari WHO untuk mengubah “pandemi” jadi “endemi” dan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/09/22/05300061/sikap-jokowi-menyongsong-pandemi-covid-19-yang-diprediksi-segera-berakhir">berhati-hati mengambil kebijakan</a>. Kasus harian COVID-19 di Indonesia <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">sejak awal September</a> telah turun dibanding bulan sebelumnya. <a href="https://setkab.go.id/presiden-jokowi-minta-menkes-konsultasi-ke-who-terkait-status-pandemi/">Presiden Joko Widodo</a> telah meminta Menteri Kesehatan untuk berkonsultasi ke WHO terkait status pandemi. </p>
<p>Pertanyaannya: bagaimana sebaiknya rencana Indonesia dalam jangka menengah dan panjang untuk hidup berdampingan dengan atau menghadapi COVID? Sebab, kalau misalnya pandemi dinyatakan berakhir, virus corona akan tetap hidup di masyarakat seperti virus influenza dan virus lainnya. Kita perlu waktu lebih lama untuk memusnahkan virus ini di masyarakat. </p>
<p>Untuk menjawab pertanyaan ini, kami bertanya kepada Teguh Haryo Sasongko, peneliti kesehatan dari International Medical University (Malaysia) dan penulis The Cochrane Collaboration.</p>
<h2>Vaksinasi rutin akan menjadi kebutuhan</h2>
<p>Teguh Haryo Sasongko mengatakan vaksinasi merupakan salah satu alat yang ampuh untuk melawan virus penyebab COVID-19. </p>
<p>Masalahnya, kata dia, vaksin generasi pertama yang saat ini digunakan belum kita ketahui tentang berapa lama daya lindungnya. “Apakah vaksin saat saat bisa melindungi dari semua jenis varian dan subvarian,” katanya. Kini kebijakan vaksin penguat (<em>booster</em>) juga dilakukan di Indonesia. </p>
<p>Karena itu, menurut Teguh, dalam beberapa tahun ke depan, dunia tidak bisa melepaskan diri dari vaksinasi massal secara rutin, terutama di kalangan kelompok berisiko tinggi. Seberapa besar populasi yang harus divaksin, itu masih pertanyaan. Kita bisa belajar dari vaksin influenza yang setiap tahun berubah, tergantung dari varian yang muncul tahun itu. “Vaksin bisa berubah sesuai dengan varian yang muncul dan teknologi itu juga sudah ada,” ujarnya. </p>
<p>Apalagi dengan <a href="https://theconversation.com/vaksin-covid-yang-lebih-baik-sedang-dalam-proses-apa-yang-mereka-lakukan-dan-teknologi-apa-yang-mungkin-kita-lihat-nanti-189970">vaksin mRNA</a> seperti Pfizer dan Moderna, lebih mudah mengubah vaksin untuk virus corona. Kemunculan varian baru telah menyebabkan efektifitas vaksin menurun. Maka ada tuntutan untuk menyempurnakan vaksin yang ada, supaya bisa menanggulangi masalah tersebut dengan vaksin baru. </p>
<p>“Teknologi itu sudah ada. Pemerintah bersiap-siap untuk vaksin rutin, jangka waktunya kapan, itu belum tahu,” kata Teguh. </p>
<h2>Tidak bisa lagi kebijakan “buka-tutup”</h2>
<p>Melihat pola penyebaran COVID akhir-akhir ini, kebijakan “buka-tutup” pembatasan mobilitas masyarakat bukan lagi pilihan. Namun, strategi kontrol yang mendasar seperti cuci tangan dan pakai masker, itu tetap perlu dilakukan. Memakai masker sangat penting untuk proteksi diri dan orang lain dan tidak banyak menghalangi aktivitas sehingga tetap perlu dilakukan. </p>
<p>Menurut Teguh, pemerintah perlu meninggalkan pembatasan mobilitas saat pandemi menanjak dan perlu fokus pada kebijakan jangka menengah dan panjang. Ada beberapa strategi yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah Indonesia baik terkait dengan vaksin maupun prioritas anggaran. </p>
<p><em>Pertama</em>, meningkatkan kapasitas respons dalam vaksinasi. Kata kuncinya adalah bagaimana Indonesia punya kemandirian dalam memproduksi vaksinasi yang bagus. Dalam konteks ini, pengembangan <a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/654/Kick-Off-Uji-Klinik-Fase-3-Vaksin-Merah-Putih-.html">vaksin Merah Putih</a> perlu dipercepat agar Indonesia bisa mandiri.</p>
<p><em>Kedua</em>, walau Indonesia belum bisa memproduksi vaksin bermerek dalam negeri, ada merek vaksin luar negeri yang bisa diproduksi di dalam negeri. Indonesia bisa jadi <em>hub</em> (pusat produksi) untuk vaksin-vaksin itu untuk kawasan Asia Tenggara. Hal ini untuk menekan ongkos dan memudahkan akses bagi masyarakat luas.</p>
<p><em>Ketiga</em>, Indonesia perlu turut segera mengadopsi vaksin teknologi terbaru <a href="https://theconversation.com/what-is-mrna-the-messenger-molecule-thats-been-in-every-living-cell-for-billions-of-years-is-the-key-ingredient-in-some-covid-19-vaccines-158511">berbasis mRNA</a> yang terbukti memiliki efektivitas sangat tinggi. </p>
<p>Vaksin Merah Putih saat ini <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/01/26/benih-vaksin-merah-putih-telah-memenuhi-standar-industri">berbasis protein rekombinan</a>. Langkah ini penting mengurangi ketergantungan terhadap vaksin luar negeri. Setidaknya, Indonesia memiliki kontrak dengan produksi vaksin mRNA yang memungkinkan transfer teknologinya ke peneliti dan produsen vaksin Indonesia.</p>
<p>Sementara itu, terkait anggaran, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran kesehatan yang lebih banyak untuk pelayanan dan penelitian kesehatan, terutama dalam konteks pengendalian pandemi. Anggaran lainnya bisa diprioritaskan untuk mengembangkan vaksin, termasuk pengadaan alat dan peningkatan kapasitas peneliti vaksin di Indonesia. </p>
<p>Hal yang tak kalah penting adalah anggaran untuk memperkuat surveilans genomik virus corona di Indonesia. Langkah ini sangat penting agar otoritas kesehatan memiliki data-data terbaru tentang varian-varian virus baru yang muncul di masyarakat sehingga bisa diketahui varian yang dominan. “Jika anggaran mencukupi, pemerintah kemudian bisa membuat alat pendeteksi cepat untuk menapis kasus-kasus yang ada di masyarakat secara cepat sehingga bisa ditangani segera,” kata Teguh.</p>
<p>Pada akhirnya, kebijakan-kebijakan yang adaptif terhadap perubahan perlu diambil pemerintah agar masyarakat tetap sehat, aman dan kehidupan bisa terus berjalan secara produktif.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188593/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Pemerintah perlu meninggalkan pembatasan mobilitas saat pandemi menanjak dan perlu fokus pada kebijakan jangka menengah dan panjang.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1899762022-09-15T03:25:18Z2022-09-15T03:25:18ZGangguan jantung, masalah baru setelah sembuh dari COVID-19, mengapa dan bagaimana terjadi?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/484517/original/file-20220914-549-6nr6ho.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksinasi COVID-19 bisa menurunkan risiko kesakitan saat terinfeksi virus.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1660799710">ANTARA FOTO/Ardiansyah/nym</a></span></figcaption></figure><p>Jumlah orang Indonesia yang sembuh dari infeksi COVID-19 hingga <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">13 September 2022 mencapai sekitar 6,2 juta orang atau 97% dari total yang terkonfirmasi terinfeksi</a>. </p>
<p>Jumlah ini akan terus bertambah karena, walau kasus harian COVID kini menurun, kasus yang aktif masih sekitar 32 ribu atau 0,5%.</p>
<p>Salah satu masalah serius pada sebagian orang yang sembuh adalah mereka masih terus merasakan gejala sakit setelah berbulan-bulan sembuh dari infeksi. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. </p>
<p>Jumlah kasus seperti ini besar. Sebuah <a href="https://pesquisa.bvsalud.org/global-literature-on-novel-coronavirus-2019-ncov/resource/pt/covidwho-1929535">riset di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta pada 2022</a> menyatakan 66,5% dari 385 penyintas COVID di Indonesia masih merasakan gejala meski sudah dinyatakan negatif menurut tes laboratorium. </p>
<p>Satu riset yang terbit di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34308300/">The Lancet</a> menguatkan bahwa lebih dari 91% dari 3.762 penyintas masih merasakan gejala COVID selama 7 bulan lamanya. </p>
<p>Gejala sisa yang menetap hingga <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34192289/">lebih dari 3-4 bulan</a> setelah terinfeksi ini dikenal sebagai gejala “<em>Long COVID,” “Chronic COVID Syndrome,” “Long-Haul COVID,” “Post-Acute Sequelae of SARS-CoV-2 infection”,</em> dan “<em>Post-Acute COVID-19 Syndrome</em> (PACS)”. </p>
<h2>Risiko masalah jantung naik</h2>
<p>Gejala COVID berlarut-larut itu ternyata juga meningkatkan risiko masalah jantung dan pembuluh darah. </p>
<p>Sebuah studi yang terbit di <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-022-01689-3">Nature Medicine</a> dengan sampel lebih dari 150.000 orang yang pernah terinfeksi COVID menyebutkan setelah satu tahun pulih dari infeksi, para penyintas memiliki peningkatan risiko berbagai masalah jantung dan pembuluh darah. </p>
<p>Masalah itu, di antaranya, gangguan irama jantung, radang otot jantung (miokarditis), radang selaput jantung (perikarditis), gangguan pembekuan darah, stroke, <a href="https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/infark-miokard-akut">infark miokard (serangan jantung)</a>, dan gagal jantung. </p>
<p>Informasi yang cukup mencengangkan adalah peningkatkan risiko ini terlihat jelas bahkan pada penyintas yang tidak dirawat di rumah sakit karena hanya bergejala ringan. </p>
<h2>Gangguan pada jantung</h2>
<p>Ada banyak dugaan bagaimana COVID dapat menyebabkan gangguan pada jantung. </p>
<p><a href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/how-does-covid-19-affect-the-heart#A-variety-of-heart-issues">Richard C. Becker</a>, kepala dokter di Heart, Lung and Vascular Institute University of Cincinnati Amerika Serikat mengatakan komunitas medis di sana tahu betul bahwa infeksi SARS-CoV-2 selama fase awal dapat menyebabkan radang otot jantung; radang selaput jantung; dan serangan jantung. </p>
<p>Masalah ini terjadi akibat adanya respons imun berlebihan saat infeksi (badai sitokin), rendahnya kadar oksigen dalam darah, terbentuknya bekuan darah di pembuluh koroner, atau kegagalan jantung dalam menjalankan fungsinya. </p>
<p>Dengan demikian, menurut Becker, gangguan jantung ini muncul sebagai efek tidak langsung dari radang yang terjadi di seluruh tubuh akibat virus COVID.</p>
<p><a href="https://virologyj.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12985-022-01833-y">Analisis lain</a> mengungkapkan bahwa kerusakan jantung adalah efek langsung dari masuknya virus ke jantung.</p>
<p>Virus SARS-CoV-2 hanya bisa masuk ke tubuh atau menginfeksi organ jika dalam organ tersebut terdapat reseptor ACE-2. Ibaratnya, virus SARS-CoV-2 adalah tamu, maka untuk masuk ke dalam rumah, ia tidak bisa masuk jika tidak ada among tamunya, yaitu orang yang akan menyambut dan mempersilakan tamunya masuk ke rumah. Nah, “among tamu” ini adalah reseptor ACE-2. </p>
<p>Tempat virus melekat ini ditemukan pada berbagai organ di dalam tubuh, salah satunya di jantung. </p>
<p>Reseptor ACE-2 ditemukan di jantung, endotelium, kardiomiosit, dan <a href="https://www.ahajournals.org/action/showCitFormats?doi=10.1161%2FCIR.0000000000001064">jaringan <em>adiposa epicardial</em> (selaput jantung)</a>. Temuan virus dalam sel endotel jantung menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat menyebabkan kerusakan langsung pada struktur jantung sehingga dapat menyebabkan kerusakan fungsi jantung. </p>
<p>Dugaan ini semakin diperkuat dengan analisis <em>post-mortem</em> pada 17 pasien yang meninggal karena infeksi COVID. <a href="https://ccforum.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13054-020-03218-5">Materi genetik (RNA virus SARS-CoV-2)</a> ditemukan di jantung 82% pasien yang meninggal tersebut.</p>
<h2>Waspadai nyeri dada</h2>
<p>Keluhan nyeri dada yang menetap setelah sembuh dari COVID-19 bisa jadi merupakan tanda gangguan pada jantung.</p>
<p>Keluhan tidak nyaman di dada adalah salah satu gejala sisa yang banyak dialami oleh para penyintas COVID. Keluhan ini dapat berupa nyeri tajam di area dada, sensasi <em>burning</em> (terbakar) pada area dada, maupun sensasi dada tertekan seperti ditimpa batu besar.</p>
<p>Dalam studi survei online internasional yang dilakukan pada 2021 dengan responden 3.762 penyintas, gejala nyeri dada <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34308300/">ditemukan pada sekitar 53%</a> dari 86% penyintas selama 7 bulan dari infeksi. </p>
<p>Angka yang lebih kecil namun lebih umum dijumpai dalam penelitian menyebutkan bahwa nyeri dada dialami oleh sekitar 22% penyintas yang mengalami <em>long COVID</em>. Jika disederhanakan, ada 1 dari 5 orang yang mengalami rasa nyeri atau tidak nyaman <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2768351">pada dada setelah sembuh dari COVID</a>. </p>
<p>Di luar layanan kesehatan, keluhan nyeri dada bisa diketahui dari tren pencarian kata kunci di Google Trends. </p>
<p>Sebuah ringkasan penelitian <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7525246/">di American Heart Journal</a> menyebutkan bahwa meningkatnya pencarian informasi dengan kata kunci “<em>chest pain</em>” atau nyeri dada di meta-data Google Trends sangat berkorelasi dengan jumlah kasus COVID-19 di Amerika Serikat. </p>
<p>Lonjakan ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa selama pandemi, ada banyak masyarakat yang merasakan nyeri dada. Mereka berupaya mencari solusi nyeri dadanya di internet yang nasibnya sampai sekarang tidak diketahui pasti. </p>
<h2>Radang selaput jantung</h2>
<p>Infeksi COVID dapat mengaktifkan respons imun tubuh. Respons imun ini akan berusaha mengenali virus dan membersihkannya dari tubuh. </p>
<p>Namun, pada sebagian orang, sistem imun merespons secara berlebihan sehingga malah memicu kerusakan organ tubuh sendiri meski virus sudah hilang dari tubuh. Fenomena ini dikenal dengan badai sitokin. </p>
<p>Banyak pasien yang kritis dan berakhir meninggal bukan karena serangan virusnya, namun karena respons imun tubuh yang berlebihan selama terinfeksi. Respons imun berlebihan ini menyebabkan peradangan pada organ, termasuk pada jantung. </p>
<p>Salah satu jenis peradangan yang paling sering dijumpai pada jantung saat dan setelah seseorang terinfeksi COVID adalah radang selaput jantung. </p>
<p>Peradangan ini dapat diketahui dari berbagai macam pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik, darah, aktivitas listrik jantung, <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamacardiology/fullarticle/2768916">struktur dan fungsi jantung</a>.</p>
<h2>Lalu bagaimana?</h2>
<p>Dampak <em>long COVID</em> bagi jantung saat ini sudah menjadi perhatian serius di berbagai negara. Para tenaga kesehatan pun semakin dilatih untuk mengenali gangguan jantung setelah terinfeksi COVID, termasuk radang selaput jantung.</p>
<p>Kebijakan klaim BPJS Kesehatan perlu mengakomodasi masalah ini untuk para penyintas yang mengalami <em>long COVID</em>. Ini penting agar para dokter dan tenaga kesehatan dapat melakukan pemeriksaan lebih lengkap (melalui echocardiography atau MRI) untuk menegakkan diagnosis dan mengobati secepat mungkin. </p>
<p><em>Long COVID</em> dan berbagai efek peradangan terhadap jantung, termasuk radang selaput jantung, perlu menjadi salah satu perhatian bagi para dokter ketika menemui pasien penyintas COVID dengan gejala nyeri dada kronis. </p>
<p>Bagi orang yang telah sembuh dari infeksi COVID-19 menurut tes lab, tapi mengalami nyeri dada terus menerus, segeralah berkonsultasi dengan dokter. Berobatlah selagi bisa!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/189976/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rosita Handayani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bagi orang yang telah sembuh dari infeksi COVID-19 menurut tes lab, tapi mengalami nyeri dada terus menerus, segeralah berkonsultasi dengan dokter. Berobatlah selagi bisa!Rosita Handayani, Lecturer in Pharmaceutical Sciences, Universitas AirlanggaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1904532022-09-15T02:25:40Z2022-09-15T02:25:40ZPenelitian menemukan bahwa gaya hidup materialistis menurun akibat COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/483957/original/file-20220912-24-yj443y.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/excited-beautiful-girl-medical-protective-mask-1766784323">Shutterstock/Shopping King Louie</a></span></figcaption></figure><p>Masa-masa awal COVID menimbulkan urgensi bagi banyak orang untuk berbelanja barang-barang tertentu. Tisu toilet, pasta, dan roti <a href="https://theconversation.com/coronavirus-why-people-are-panic-buying-loo-roll-and-how-to-stop-it-133115">terjual sangat cepat</a> untuk mengisi stok persediaan utama para pembeli. Tidak hanya itu, barang lainnya juga <a href="https://www.bbc.co.uk/news/business-59207124">banyak dibeli</a> untuk membantu mengatasi kebosanan di masa <em>lockdown</em>, seperti bak mandi air panas, peralatan dapur, dan hewan peliharaan baru. Melihat perilaku ini, apakah pandemi membuat masyarakat menjadi lebih materialistis? </p>
<p>Tentunya, penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan perilaku materialistis – perilaku yang fokus untuk memperoleh uang dan memliki harta benda sebagai tanda status ekonomi dan sosial – disebabkan oleh <a href="https://academic.oup.com/jcr/article-abstract/29/3/348/1800916">tingkat stres yang tinggi</a>, kecemasan, dan <a href="https://academic.oup.com/jcr/article-abstract/40/4/615/2907485">kesepian</a>. Bagi banyak orang, pandemi menjadi masa-masa yang meningkatkan intensitas ketiga perasaan tersebut.</p>
<p>Materialisme juga dipicu oleh <a href="https://academic.oup.com/jcr/article-abstract/32/3/473/1867282">konsumsi media</a>. <a href="https://www-statista-com.abc.cardiff.ac.uk/statistics/1106766/media-consumption-growth-coronavirus-worldwide-by-country/">Beberapa laporan di awal pandemi</a> menemukan bahwa selama <em>lockdown</em> dan pembatasan sosial, orang menjadi lebih terpaku pada layar mereka.</p>
<p>Namun, terlepas dari kondisi ini yang tampaknya membuat masyarakat menjadi lebih materialistis, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/mar.21627">penelitian kami menunjukkan</a> bahwa yang terjadi adalah sebaliknya. Kami memberi pertanyaan kepada orang-orang di Inggris mengenai keyakinan dan nilai-nilai mereka sebelum dan setelah COVID terjadi, dan kami menemukan bahwa, secara keseluruhan, kebanyakan orang telah beralih menjadi tidak terlalu peduli dengan uang dan keuntungan materi.</p>
<p>Penilaian mereka terhadap beberapa tujuan seperti “menjadi sukses secara finansial” dan “memiliki pekerjaan dengan gaji yang baik” menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Di sisi lain, penilaian terhadap nilai-nilai sosial yang berkaitan dengan penerimaan diri dan menjalankan kehidupan “dengan orang yang dicintai” tidak berubah.</p>
<p>Kami percaya bahwa perubahan-perubahan ini dapat dijelaskan oleh faktor lain yang terkait dengan pandemi. Misalnya, COVID membuat perhatian masyarakat terpusat pada pentingnya kesehatan. Selain itu, iklan dan media sosial mempromosikan nilai-nilai sosial seperti <a href="https://www.youtube.com/watch?v=pcXTnyCmQbg">solidaritas</a> dan menghadapi tantangan sebagai <a href="https://www.thinkwithgoogle.com/future-of-marketing/digital-transformation/coronavirus-crisis-marketing-examples/">pengalaman bersama</a>. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/pcXTnyCmQbg?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Kami harus mengatakan bahwa memang tidak semua responden kami memiliki respons yang sama. Kami menggunakan berbagai teknik pengumpulan data untuk meminta sampel representatif populasi Inggris, dan orang-orang dengan konsumsi media yang lebih banyak dan lebih cemas tentang COVID-19, menunjukkan tingkat materialisme yang lebih besar. Akan tetapi, kami menemukan penurunan dalam ketertarikan orang terhadap kepentingan materi secara keseluruhan. </p>
<h2>Fokus baru</h2>
<p>Mungkin perubahan sikap seperti ini memiliki sejumlah manfaat. Penelitian telah <a href="https://academic.oup.com/jcr/article-abstract/19/3/303/1786697">menemukan bahwa</a> materialisme menyebabkan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/mar.21387">tingkat kebahagiaan</a> dan kepuasan hidup yang turun, serta menimbulkan suasana hati dan kecemasan yang negatif.</p>
<p>Namun, budaya populer dan media sosial membuat materialisme sulit dihindari. Sejak <a href="https://academic.oup.com/jcr/article/41/6/1333/2379564?login=true">usia dini</a>, anak-anak dengan cepat mengkaitkan perolehan materi dengan hadiah yang mereka dapatkan setelah berperilaku baik. </p>
<p>Seiring bertambahnya usia, mereka menemukan bahwa banyak hal dapat membantu kita tampil dengan <a href="https://myscp.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1016/j.jcps.2017.07.006">lebih menarik</a> dan mendapatkan perhatian orang lain. Barang-barang materi secara bertahap menjadi hadiah yang sangat diimpikan yang juga membantu kita mengatasi sejumlah kekurangan yang kita rasakan. </p>
<p>Untuk menambah daya tarik, <a href="https://academic.oup.com/jcr/article-abstract/32/3/473/1867282">media</a> dan sektor periklanan umumnya mempromosikan nilai-nilai materialistik melalui cerita dan gambar yang menghubungkan uang dan konsumsi untuk kebahagiaan, harga diri tinggi, dan pengakuan sosial. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/advertising-in-the-pandemic-how-companies-used-covid-as-a-marketing-tool-172202">Advertising in the pandemic: how companies used COVID as a marketing tool</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Tentu saja, pengiklan besar dan departemen pemasaran tidak sepenuhnya menghindari metode tradisional mereka selama COVID-19. Penelitian kami juga mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan unggahan pada media sosial milik merek-merek yang mempromosikan konsumsi sebagai cara untuk mengatasi emosi negatif dan meningkatkan kesejahteraan.</p>
<p>Jika dikombinasikan dengan nilai keuntungan finansial dan material yang berkurang secara luas, hal ini pada akhirnya dapat mengarah pada pengembangan pola pikir yang terpolarisasi. Di satu sisi, ada kemungkinan bahwa banyak orang akan melanjutkan tren akibat COVID-19 ini dan perlahan-lahan menjauh dari konsumerisme. Ini berportensi membawa konsekuensi sosial yang mendalam: mungkin menjadi bagian dari alasan <a href="https://www.wired.co.uk/article/great-resignation-quit-job"><em>great resignation</em></a> di pasar tenaga kerja, yaitu fenomena pengunduran diri yang dilakukan oleh lebih banyak jumlah pekerja dibandingkan biasanya. </p>
<p>Namun, di sisi lain, peningkatan jumlah iklan dan pesan online yang menunjukkan belanja sebagai jalan menuju kebahagiaan dapat memiliki dampak sebaliknya. Orang-orang dengan frekuensi penggunaan media sosial yang tinggi, seperti remaja dan dewasa muda, memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk <a href="https://onlinelibrary-wiley-com.abc.cardiff.ac.uk/doi/pdfdirect/10.1002/mar.21387">menganut materialisme</a> dan menghadapi beberapa <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/mar.21387">efek negatifnya</a>.</p>
<p>Pemikiran yang terpolarisasi seperti ini dapat berkembang menjadi bagian dari dampak sosial jangka panjang dari krisis kesehatan global yang dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi generasi muda. Pandemi yang mendorong banyak orang untuk menjauh dari efek negatif materialisme mungkin juga telah menarik yang lain untuk mendekatinya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/190453/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Olaya Moldes Andrés menerima dana dari BA/Leverhulme Small Research Grants.</span></em></p>Pandemi membuat banyak orang mengalihkan fokusnya dari keuntungan finansial.Olaya Moldes Andrés, Lecturer in Marketing, Cardiff UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1879832022-08-31T09:06:55Z2022-08-31T09:06:55ZRiset tunjukkan mayoritas persalinan selama pandemi melalui sesar, hak asasi kesehatan perempuan terampas<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/481750/original/file-20220830-17833-luuuk8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Operasi sesar untuk melahirkan bayi begitu populer selama pandemi.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/doctor-and-nurses-performs-caesarean-section-in-hospital-12116867/">Isaac Hermar/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Selama pandemi COVID-19, persalinan sesar mendominasi beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia. Penelitian terbaru saya dan kolega – laporannya sedang direview oleh ilmuwan sejawat – bertema pelayanan kesehatan ibu hamil di salah satu rumah sakit rujukan tingkat provinsi di Jawa Timur. Hasilnya menunjukkan lebih dari setengah pasien COVID-19 (53,9%) maupun non-COVID-19 (52,4%) bersalin dengan metode sesar. </p>
<p>Riset <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8784935/">lain di RS Universitas Airlangga Surabaya</a> juga menyatakan 63,3% pasien non-COVID-19 dan 71,7% pasien COVID-19 bersalin menggunakan metode sesar. Metode persalinan serupa digunakan 80% ibu suspek COVID-19 dan 64% positif COVID-19 yang bersalin di <a href="https://jurnal.ikbis.ac.id/infokes/article/download/260/155">RSUD Wangaya Denpasar</a> pada April sampai Mei 2021, serta 86,7% persalinan pasien COVID-19 di <a href="https://www.balimedicaljournal.org/index.php/bmj/article/viewFile/2229/pdf">RSUP Dr. Kariadi Semarang</a> pada periode yang sama.</p>
<p>Penelitian secara global pun <a href="https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1002/ijgo.13376">melaporkan</a> bahwa intervensi medis sering terjadi pada perempuan bersalin pada awal pandemi, seperti induksi persalinan dan persalinan sesar. </p>
<p>Hal itu merupakan masalah besar karena perempuan kerap “tak berdaya” berhadapan dengan “rezim kekuasaan medikalisasi berlebihan” dari dokter kandungan dan rumah sakit. Jauh sebelum ada pandemi, ada ketimpangan pengetahuan (dan kekuasaan) medis antara dokter dan pasien dan keluarganya. </p>
<p>Perempuan seharusnya memiliki hak untuk <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7656141/pdf/medethics-2020-106526.pdf">menentukan metode persalinan</a> apa yang akan mereka pilih sebagai pertimbangan keberlangsungan tubuh mereka ke depan. </p>
<p>Minimnya otoritas perempuan dalam pengambilan keputusan pada proses persalinan adalah salah satu bentuk <a href="https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1002/ijgo.13376">perampasan hak asasi persalinan</a>. Sebenarnya, seseorang berhak menentukan apa yang akan terjadi pada tubuhnya serta menyetujui maupun menolak intervensi medis yang akan mereka dapatkan.</p>
<h2>Hak asasi dan persalinan selama pandemi</h2>
<p>Perlu kita tekankan bahwa hak asasi dalam proses persalinan juga menjadi bagian dari hak-hak kesehatan reproduksi. Persalinan yang tidak mengedepankan sifat-sifat <em>respect</em> dan cenderung mendekati kekerasan, seperti operasi sesar, menjadi salah satu sorotan. </p>
<p>Salah satu bentuk penyimpangan dalam hal ini adalah minimnya otoritas perempuan untuk memilih pelayanan yang akan mereka dapatkan pada proses persalinan. </p>
<p>Bahkan, <a href="https://reproductive-health-journal.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s12978-016-0264-3.pdf">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a> menyoroti medikalisasi berlebihan (<em>over-medicalised</em>) pada proses persalinan. </p>
<p>Beberapa kebijakan yang diambil selama pandemi COVID-19 difokuskan pada pencegahan penyebaran wabah. Namun hal ini justru mengeliminasi <a href="http://humanrightsinchildbirth.org/wp-content/uploads/2020/05/Human-Rights-in-Childbirth-Pregnancy-Birth-and-Postpartum-During-COVID19-Report-May-2020.pdf">hak asasi pada proses persalinan</a>. </p>
<p>Keterbatasan sumber daya selama pandemi COVID-19 menyebabkan perempuan tidak dapat memilih metode persalinan apa yang akan mereka dapatkan. Kondisi ini memiliki dampak pada psikologis perempuan. </p>
<p>Sebuah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32913116/">penelitian di Inggris</a> menyatakan bahwa ibu yang bersalin selama pandemi COVID-19 memiliki rasa trauma dan depresi yang lebih tinggi. </p>
<p>Bahkan, keterbatasan perempuan untuk memilih pengobatan, tempat persalinan dan pemilihan metode persalinan yang sesuai keinginannya membuat mereka mengalami <a href="https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s00404-021-06310-5.pdf">depresi pascapersalinan</a>. </p>
<p>Kita sangat berharap pengendalian COVID tidak merampas hak kesehatan reproduksi, khususnya persalinan. Persalinan menjadi sebuah peristiwa yang alami dan tentunya akan menimbulkan sebuah rasa trauma untuk persalinan ke depan jika tidak dilakukan sebuah pelayanan yang menekankan pada <em>respect</em>. </p>
<h2>Kurang bukti</h2>
<p>Sedikitnya bukti berbasis riset (<em>evidence-based</em>) terkait hubungan metode persalinan dan COVID-19 menjadikan sesar semakin berkembang sebagai jalan tengah untuk mencegah penularan virus. Misalnya saja, persalinan sesar digunakan untuk mencegah transmisi COVID-19 dari ibu kepada bayi.</p>
<p>Dalam kondisi normal, persalinan sesar harus mempertimbangkan indikasi medis <a href="https://theconversation.com/mengapa-persalinan-sesar-naik-drastis-sejak-ada-jkn-dan-apa-dampaknya-bagi-ibu-146110">seperti kelainan letak janin, ari-ari menutupi jalan lahir</a>, janin besar, janin dalam posisi sungsang, denyut jantung janin melemah saat proses kelahiran, panggul sempit, dan lainnya.</p>
<p>Sebenarnya, beberapa referensi tidak merekomendasikan persalinan sesar sebagai jalan untuk mencegah penuran virus ini selama pandemi. Misalnya, penelitian yang dimuat <em>The Lancet</em> menyatakan <a href="https://doi.org/10.1111/1471-0528.16278">persalinan melalui vagina</a> mampu menurunkan risiko penularan COVID-19 dari ibu kepada bayi. </p>
<p>Sebuah artikel review pun menjelaskan bahwa COVID-19 seharusnya bukan menjadi alasan mutlak penentuan metode persalinan sesar, melainkan harus mempertimbangkan indikasi medis yang dimiliki. </p>
<p>Realitas yang ditemukan <a href="https://e-journal.unair.ac.id/MOG/article/view/25471">dalam suatu review</a> juga menyatakan bahwa persalinan pervaginam justru terbukti dapat menurunkan risiko penularan dari ibu kepada bayi.</p>
<p>Pada awal pandemi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan hal ini. </p>
<p><a href="https://pogi.or.id/publish/rekomendasi-penanganan-infeksi-virus-corona-covid-19-%20pada-maternal">Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)</a> mengikuti kebijakan yang dibuat oleh dunia dengan mengeluarkan sebuah rekomendasi persalinan sesar untuk pasien COVID-19. </p>
<p>Lebih lanjut, terjadi perubahan rekomendasi terkait hal ini, pemilihan metode persalinan pada ibu positif COVID-19 dilakukan berdasarkan indikasi medis yang mendukung. COVID-19 <a href="https://pogi.or.id/publish/rekomendasi-penanganan-infeksi-virus-corona-covid-19-pada-maternal/">bukan lagi menjadi indikasi</a> mutlak dalam pemilihan metode persalinan sesar. </p>
<h2>Sistem kesehatan kolap sebagai penyebab</h2>
<p>Lemahnya sistem pelayanan kesehatan dalam menghadapi bencana COVID-19 begitu nyata. Banyaknya tenaga kesehatan yang tumbang karena COVID-19 mengindikasikan pemilihan persalinan sesar kepada pasien COVID-19. Keputusan ini dimaksudkan agar penularan virus COVID-19 kepada petugas kesehatan dapat dicegah. </p>
<p>Apalagi, alat pelindungan diri (APD) yang menjadi senjata utama terkait pencegahan penularan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8784935/">masih minim</a>. Kesiapan APD memang menjadi problem Indonesia dalam menghadapi bencana pandemi ini. </p>
<p>Pada awal pandemi, ketersediaan APD seperti makser N95, <em>face shield</em>, dan hazmat sangatlah kurang. Bahkan, tenaga kesehatan harus menggunakan <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpubh.2021.649819/full">APD yang didaur ulang</a> untuk melakukan sebuah pelayanan.</p>
<p>Beberapa kebijakan yang dimaksudkan untuk menurunkan risiko penularan justru merenggut hak perempuan untuk memberikan pendapat mengenai persalinannya. Misalnya, keterbatasan APD menginisiasi rumah sakit untuk membuat kebijakan persalinan sesar kepada perempuan dengan COVID-19 untuk menurunkan penularan ke tenaga kesehatan. </p>
<p>Disrupsi fasilitas kesehatan selama pandemi COVID-19 menjadi sebuah pelajaran bagi setiap negara untuk melakukan persiapan mitigasi bencana kesehatan. Sehingga, tidak ada lagi intervensi kesehatan yang <a href="https://gh.bmj.com/content/bmjgh/7/1/e007247.full.pdf">belum memiliki <em>evidence</em> pasti dilakukan</a>.</p>
<p>Perlu kita ingat bahwa persalinan sesar memberikan dampak medis lainnya pada perempuan seperti perdarahan dan infeksi. Selain itu, persalinan sesar juga memberikan dampak psikologis perempuan serta memimalkan ruang antara ibu dan bayi selama pascapersalinan. </p>
<p>Bahkan, <a href="https://bmcpregnancychildbirth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12884-022-04473-w">sebuah penelitian menyatakan</a> bahwa kualitas hidup perempuan yang bersalin dengan metode pervaginam cenderung lebih baik dibandingkan dengan persalinan sesar. </p>
<p>Karena itu, perempuan harus diberi otoritas untuk memutuskan metode persalinan mana yang dipilih. Tentu saja keputusan itu juga perlu mempertimbangkan indikasi medis yang akurat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187983/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sofia Al Farizi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bahkan, sebuah penelitian menyatakan bahwa kualitas hidup perempuan yang bersalin dengan metode pervaginam cenderung lebih baik dibandingkan dengan persalinan sesar.Sofia Al Farizi, Lecturer in midwifery, Universitas AirlanggaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1881522022-08-25T07:23:36Z2022-08-25T07:23:36ZIlmuwan rajin men-Tweet, apakah selalu akurat? Kita perlu perhatikan 12 indikator kualitas komunikasi sains ke publik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/481010/original/file-20220825-2760-4t8j0t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Media sosial merupakan medium komunikasi sains yang perlu dimasuki oleh para ilmuwan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/person-holding-iphone-showing-social-networks-folder-607812/">Tracy Le Blanc/Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 sejak awal 2020 semakin membuat ilmuwan mempunyai peran penting dalam komunikasi sains untuk menjelaskan masalah sains secara akurat. Peranan mereka kian besar dalam menghadapi isu kesehatan global. </p>
<p>Namun seringkali komunikasi sains yang dilakukan oleh ilmuwan memicu pertentangan publik. Bahkan tidak sedikit yang menyisakan informasi yang tidak tepat (<em>misleading</em>) bagi masyarakat awam.</p>
<p>Contoh terbaru pertentangan dan informasi yang tidak tepat ini dapat ditemukan pada kasus artikel opini Eric Feigl-Ding dan koleganya berjudul <em><a href="https://www.washingtonpost.com/opinions/2022/07/07/monkeypox-pandemic-who-emergency-covid/">Let’s call monkeypox what it is: A pandemic</a></em> di <em>The Washington Post</em>, 7 Juli 2022. </p>
<p>Dalam artikel ini, Eric, seorang epidemiolog dan pendiri <a href="https://www.worldhealthnetwork.global/">the World Health Network (WHN)</a>, menyatakan wabah cacar monyet telah berkembang menjadi pandemi pada saat itu. Akun Twitter WHN juga merilis informasi sensasional dan menimbulkan kepanikan (perdebatan) di <a href="https://twitter.com/TheWHN/status/1539776725466238976?s=20&t=u3BhFhrA7CATnslHeEdGSg">Twitter</a> bahwa wabah cacar monyet jadi pandemi pada 23 Juni.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1539776725466238976"}"></div></p>
<p><a href="https://twitter.com/gabbystern/status/1545416505462083589?s=20&t=S6hSE3VKmpURpKP4g-NLZQ">Gabby Stren, Direktur Komunikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),</a> pada 8 Juli membantah langsung informasi Eric via Twitter bahwa status cacar monyet versi Eric itu kurang akurat. </p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1545416505462083589"}"></div></p>
<p>Kendati pada akhirnya WHO merilis <a href="https://www.who.int/news/item/23-07-2022-second-meeting-of-the-international-health-regulations-(2005)-(ihr)-emergency-committee-regarding-the-multi-country-outbreak-of-monkeypox">pernyataan darurat kesehatan internasional (PHEIC) atau pandemi pada 23 Juli 2022</a> untuk cacar monyet, namun hingga artikel Eric dan cuitan WHN dipublikasikan infeksi cacar monyet belum dideklarasikan sebagai pandemi. Status PHEIC juga disematkan pada penyakit COVID-19 pada Maret 2020. </p>
<p>Para ilmuwan perlu memikirkan kualitas komunikasi sains sebelum mereka men-<em>tweet</em> suatu informasi agar tidak melahirkan kebingungan di kalangan awam. Apalagi soal informasi kesehatan yang terkait langsung dengan kesehatan individual dan masyarakat. </p>
<p>Sebuah <a href="https://doi.org/10.22323/2.20030206"><em>paper</em></a> yang disusun oleh para pemangku kepentingan komunikasi sains yaitu peneliti, jurnalis sains, komunikator sains, pembuat keputusan sains, dan masyarakat awam telah mengembangkan sebuah kerangka kerja (<em>framework)</em> untuk indikator kualitas komunikasi sains.
Hasil kegiatan ini dikumpulkan ke dalam tiga dimensi utama dan 12 kerangka indikator kualitas komunikasi sains. </p>
<h2>Kualitas konten sains di belantara media sosial</h2>
<p>Situasi sosial media yang menjadi medium utama distribusi komunikasi sains saat ini dipenuhi oleh <a href="https://questproject.eu/download/presentation-toolkit-for-science-communication-on-social-media-pdf/?wpdmdl=18343&refresh=648c73db9727a1686926299">tiga isu utama</a> yaitu disintermediasi, infodemi, dan polarisasi. Tiga hal ini yang mempengaruhi bagaimana komunikasi sains diterima oleh masyarakat. </p>
<p><em>Pertama</em>, disintermediasi, yaitu saat semua orang dapat menjadi apa saja tanpa batas yang jelas. Kondisi ini dipengaruhi oleh ekosistem media yang berkembang pesat sejak era media sosial. </p>
<p>Aktor lama dalam pemberitaan sains yang biasanya didominasi oleh ilmuwan, jurnalis sains, dan lembaga ilmu pengetahuan dalam era sosial media melahirkan <a href="https://doi.org/10.1007/978-3-662-59466-7_3">aktor baru</a> dari beragam latar belakang yang lebih luas.</p>
<p>Pada era pandemi, siapa pun dapat terlibat dalam komunikasi sains tanpa harus memenuhi seleksi tertentu melalui media sosial. Dalam kasus Eric, walau dia adalah epidemiolog, dia tidak tepat mengomentari pandemi penyakit menular, sesuatu di luar kajian risetnya yang lebih banyak berfokus pada penyakit tidak menular seperti obesitas, nutrisi, dan pencegahan kanker.</p>
<p><em>Kedua,</em> kondisi ini seringkali melahirkan infodemi, yakni <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2021.10.031">banjir informasi yang tidak akurat</a>.</p>
<p>Kasus cuitan Eric tentang cacar monyet bukan yang pertama terjadi. Sejak cuitan pertamanya Januari 2020, Eric dijuluki sebagai “<a href="https://www.science.org/content/article/studying-fighting-misinformation-top-scientific-priority-biologist-argues">pencari perhatian yang mengkhawatirkan</a>”. Isi cuitannya tentang artikel ilmiah pracetak (<em>pre-print</em>) yang terbit pada 31 Januari 2020 mengklaim bahwa <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2020.01.30.927871v1">SARS-CoV-2 (penyebab COVID-19)</a> merupakan virus buatan yang direkayasa menggunakan virus HIV. </p>
<p>Temuan tersebut memicu teori konspirasi bahwa virus baru itu mungkin merupakan senjata biologis dan menjadi kontroversi besar. Walau pada akhirnya artikel ilmiah pracetak ini ditarik beberapa hari setelahnya dan cuitan Eric kemudian <a href="https://undark.org/2020/11/25/complicated-rise-of-eric-feigl-ding/">dihapus</a>, namun unggahan tersebut telah tersebar luas. Hingga saat ini Eric mendapatkan jutaan pengikut setidaknya mencapai 7,2 juta.</p>
<p>Di tengah sedikitnya bukti dan masih gelapnya informasi yang memadai tentang COVID-19 saat itu, cuitan Eric menjadi rujukan masyarakat awam. <a href="https://www.science.org/content/article/studying-fighting-misinformation-top-scientific-priority-biologist-argues">Beberapa ilmuwan</a> mengkritik bahwa cuitan dan <em>thread</em> Eric seringkali tidak akurat, sensasional dan hiperbolik, serta tidak cermat menelaah artikel ilmiah yang belum direview oleh ilmuwan sejawat.</p>
<p><em>Ketiga</em>, keadaan ini lebih jauh lagi berdampak pada polarisasi yang berkembang pada masyarakat karena <a href="https://doi.org/10.1177/0963662521989193">perbedaan sikap dan pandangan ideologi</a> yang bertentangan dengan konsensus ilmiah.</p>
<h2>Aktor baru munculkan tantangan baru</h2>
<p>Lahirnya aktor-aktor baru dalam komunikasi sains menjadi tantangan tersendiri bagi ilmuwan dan akademisi. Mereka perlu membekali kemampuan lebih menghadapi disrupsi ekosistem media baru dan situasi yang penuh ketidakpastian merespons isu krisis kesehatan global. </p>
<p>Peran peneliti dalam komunikasi sains ini tidak hanya berperan menggambarkan berbagai praktik yang mentransmisikan ide, metode, pengetahuan, dan penelitian ilmiah kepada audiens non-ahli dengan cara yang dapat diakses, dimengerti, atau berguna. Namun, karena komunikasi sains ini bersifat multidisiplin, maka dibutuhkan kesadaran bagi peneliti untuk mengetahui keterbatasannya dan membuka celah bagi bidang ilmu yang lain untuk berkolaborasi. </p>
<p>Dalam proses transmisi pengetahuan sains pada awam, ilmuwan perlu memperhatikan kualitas komunikasi sains. </p>
<p>Wacana kualitas ini menonjol sejak diskusi publik ramai membahas tentang topik yang mempunyai dampak sosial yang tinggi seperti perubahan iklim, keraguan vaksinasi atau pandemi COVID-19 yang sedang terjadi hingga kini. </p>
<p>Munculnya media sosial dapat membantu. Namun, keterbatasan bukti ilmiah yang dinamis dalam jurnalisme sains menjadi pertaruhan besar dalam produksi <a href="https://doi.org/10.22323/2.20030206">konten komunikasi sains yang berkualitas dan akurat</a>.</p>
<p>Jurnalis sains Arko Olesk dan koleganya di <a href="https://questproject.eu/">QUEST (Quality and Effectiveness in Science and Technology communication)</a> merumuskan dua belas indikator kualitas sains dalam tiga dimensi: (1) dimensi kepercayaan dan kecermatan ilmiah, (2) gaya penyampaian pesan, dan (3) koneksi dengan masyarakat. Selengkapnya ada di tabel di bawah ini.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/481247/original/file-20220826-10437-pcsxy9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/481247/original/file-20220826-10437-pcsxy9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=511&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/481247/original/file-20220826-10437-pcsxy9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=511&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/481247/original/file-20220826-10437-pcsxy9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=511&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/481247/original/file-20220826-10437-pcsxy9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=643&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/481247/original/file-20220826-10437-pcsxy9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=643&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/481247/original/file-20220826-10437-pcsxy9.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=643&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://questproject.eu/social-media-improving-science-communication-by-the-tools-of-science/">QUEST</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong>Dimensi kepercayaan dan kecermatan ilmiah</strong> menekankan bahwa komunikasi sains sangat dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan publik pada sumber informasi dan media komunikasi. Audiens dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang mempunyai tingkat kepercayaan informasi dan sumber yang akurat. </p>
<p>Indikator dari dimensi ini adalah acuan sumber informasi diambil dari rujukan ilmiah yang faktual, seimbang, dan transparan.</p>
<p><strong>Gaya penyampaian pesan</strong> berfokus pada bagaimana konten ilmiah disajikan, dapat dipahami, menarik dan mempunyai interaksi yang bermakna bagi publik. </p>
<p>Tantangan pada dimensi ini terletak pada bagaimana ilmuwan dapat menyeimbangkan upaya untuk menarik perhatian publik tanpa mengorbankan nilai objektivitas, transparansi, dan kaidah ilmiah yang dapat dipercaya. Dimensi ini meliputi kejelasan pesan, koherensi dan kontekstualisasi pesan, daya tarik dan pikat untuk mendekatkan audiens pada topik sains yang lebih kompleks, dan interaksi dengan audiens dengan cara dialogis dan umpan balik. </p>
<p><strong>Koneksi dengan masyarakat</strong> menunjukkan kemampuan komunikasi ilmuwan untuk berkontribusi dalam perubahan positif serta sebagai perantara informasi ilmiah bagi masyarakat. </p>
<p>Dimensi ini meliputi target dan tujuan yang jelas, berdampak pada perubahan sosial maupun individu, dan berhubungan dengan fenomena sehari-hari atau peristiwa terkini. Selain itu, ilmuwan bertanggung jawab terhadap informasi ilmiah yang disampaikan mempunyai sisi kontroversial dan berimplikasi pada standar etika ilmiah untuk menghindari kerusakan dan disinformasi publik.</p>
<p>Beberapa dimensi kualitas komunikasi sains yang dijabarkan dalam dua belas indikator ini dapat membantu para ilmuwan untuk melakukan komunikasi sains kepada publik. Kita berharap itu akan membantu masyarakat untuk memahami sains sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.</p>
<p>Yang paling penting ilmuwan dapat mendorong budaya kritis masyarakat dalam merespons situasi lingkungan sekitar untuk membentuk keputusan individu yang lebih baik berdasarkan sains yang akurat dan kredibel.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188152/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ilham Akhsanu Ridlo tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Wacana kualitas sains ini menonjol sejak diskusi publik ramai membahas tentang topik yang mempunyai dampak sosial yang tinggi seperti perubahan iklim, keraguan vaksinasi atau pandemi COVID-19.Ilham Akhsanu Ridlo, Adjunct assistant professor in Faculty of Public Health, Universitas AirlanggaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1885262022-08-12T02:24:04Z2022-08-12T02:24:04ZPakar Menjawab: mengapa kasus COVID-19 di Indonesia naik-turun, bagaimana prediksi penularan ke depan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/478668/original/file-20220811-26-y8fi5a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 booster kedua kepada dokter (kiri) di RS Mata Cicendo, Bandung, Jawa Barat, 2 Agustus 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1659429918">ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj</a></span></figcaption></figure><p>Kasus harian COVID-19 di Indonesia naik-turun bak <em>roller coaster</em> seiring dengan naiknya mobilitas penduduk saat liburan panjang, mutasi virus, dan longgarnya implementasi protokol kesehatan, terutama pemakaian masker di ruang publik.</p>
<p>Setelah mencapai angka kasus harian di bawah 200 kasus pada pertengahan 23 Mei lalu, hanya dalam hitungan beberapa pekan kini kasus telah mencapai lebih dari 6.000 kasus pada <a href="https://news.detik.com/berita/d-6225224/data-lengkap-sebaran-6276-kasus-corona-ri-9-agustus">9 Agustus</a>. Angka ini kemungkinan akan terus menanjak.</p>
<p>Dalam dua tahun terakhir, kasus COVID-19 mencapai puncaknya <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">pada 15 Juli 2021 dengan 56 ribu kasus</a> dan 16 Februari 2022 dengan 64 ribu kasus sehari. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=294&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=294&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=294&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=370&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=370&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=370&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kasus harian COVID-19 di Indonesia sejak Maret 2021 hingga saat ini.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">COVID19.GO.ID</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/22072800004/vaksinasi-covid-19-booster-ke-2-bagi-sdm-kesehatan-diberikan-besok-jumat-29-7-.html">Mulai akhir Juli lalu</a>, Kementerian Kesehatan memperkuat pertahanan tenaga kesehatan melalui vaksin COVID-19 <em>booster</em> kedua atau dosis keempat, yang menyasar 1,9 juta tenaga kesehatan. </p>
<p>Pertanyaannya, mengapa kasus naik turun ini berulang dan bagaimana dampak kenaikan itu terhadap risiko kesakitan dan kematian pada orang-orang positif COVID-19? Bagaimana pula prediksi model penularan virus ini dan antisipasinya?</p>
<p>Secara umum, penyebaran penyakit menular disebabkan oleh interaksi <a href="https://perpus.unigo.ac.id/index.php?p=show_detail&id=3061&keywords=">segitiga epidemiologi</a> yang cukup dikenal dalam studi kesehatan masyarakat: agen (virus), inang, dan lingkungan. Untuk menjelaskan ketiga faktor itu dalam konteks naik turun kasus COVID-19, kami bertanya kepada Teguh Haryo Sasongko, peneliti kesehatan dari International Medical University (Malaysia) dan penulis The Cochrane Collaboration. </p>
<h2>Kasus naik setelah libur panjang: interaksi tiga variabel</h2>
<p><strong>Faktor lingkungan</strong> merupakan salah satu faktor yang signifikan dalam mendorong penyebaran COVID-19. Lingkungan dalam konteks ini merupakan lingkungan sosial yang mempengaruhi manusia dan memungkinkan virus menyebar dari satu inang (orang) ke inang lainnya. </p>
<p>Virus penyebab COVID-19 menyebar melalui tetesan cairan (<em>droplet</em>) mulut dan hidung, lalu masuk ke saluran pernapasan. Kebijakan pembatasan atau pelonggaran gerakan penduduk, termasuk implementasi protokol kesehatan, merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran virus di masyarakat.</p>
<p>Teguh Haryo Sasongko menunjukkan kasus puncak pada Juli 2021 dan Februari 2022 adalah sekitar dua bulan setelah liburan panjang Idul Fitri pada 2021 (Mei) dan liburan panjang akhir tahun 2022 (Desember 2021). “Pergerakan orang dalam jumlah jutaan dan serentak karena merayakan Idul Fitri dan liburan panjang itu jelas satu faktor lingkungan yang menyumbangkan kenaikan kasus,” kata dia. </p>
<p>Ketika orang-orang bertemu, mereka berbicara satu sama lain, makan bersama, atau berkumpul, dan membuat risiko penularan virus tinggi.</p>
<p>Kebijakan <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/04/113300123/5-alasan-pemerintah-terbitkan-larangan-mudik-lebaran-mei-2021?page=all">pembatasan mobilitas</a> pada saat itu tidak efektif. Kenyataannya, orang tetap mudik. </p>
<p>Hal serupa terjadi pada Mei 2022 lalu, saat liburan Idul Fitri. Saat itu pemerintah <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61250012">mempersilakan penduduk mudik, lepas masker di luar ruangan</a> dan dua bulan berikutnya kasus juga mulai naik. Pada <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">3 Mei 2022</a>, ada 395 kasus, lalu naik jadi 1000 kasus pada 25 Juni 2022 dan terus menanjak. </p>
<p>Variabel berikutnya adalah <strong>kemampuan virus menyebar</strong>. Level penyebaran virus merupakan hasil mutasi virus untuk terus bertahan hidup. </p>
<p>Dalam kasus Juli 2021, kasus begitu tinggi karena <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/12/28/09235191/kaleidoskop-2021-varian-delta-yang-menggila-pelajaran-penting-di-bulan-juli?page=all">varian Delta</a>, yang juga menyebabkan kasus tinggi <a href="https://theconversation.com/after-indias-brutal-coronavirus-wave-two-thirds-of-population-has-been-exposed-to-sars-cov2-165050">di India saat itu</a>. Kala itu ledakan kasus di negeri ini dimulai dari <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/15/133100223/varian-delta-yang-menyebar-di-kudus-disebut-super-strain-ini-penjelasan?page=all">Kudus di Jawa Tengah setelah Idul Fitri</a> dan kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. </p>
<p>Teguh berkata dalam kenaikan kasus Februari 2022, “varian Omicron merupakan jenis virus yang lebih menular tapi dengan daya mematikan yang lebih rendah dibanding Delta”. Kali ini, yang menjadi “tertuduh” menaikkan virus sejak Juni 2022 adalah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/06/27/10545391/kemenkes-388-kasus-covid-19-akibat-omicron-ba4-dan-ba5-di-indonesia">sub-varian Omicron BA.4 dan BA.5</a>. </p>
<p>Menurut Teguh, ada perbedaan besar dalam hal kesakitan dan kematian antara ledakan kasus pada Juli 2021 dan Februari 2022. Pada Juli 2021, angka kesakitan tinggi sehingga rumah sakit kewalahan. Angka kematian juga tinggi. Hal ini terjadi karena saat itu level vaksinasi dosis pertama <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">di bawah 20% dan dosis kedua di bawah 10%</a>. </p>
<p>“Saat itu (Juli 2021) kita ingat tiap hari ada kawan kita yang meninggal dan kamar rumah sakit sulit diperoleh,” katanya. “Pada Februari 2022, kematian relatif kecil dan rumah sakit relatif tidak kewalahan.” </p>
<p>Vaksinasi massal menaikkan kekebalan penduduk, dengan demikian mengurangi risiko kesakitan dan kematian pada kelompok berisiko terinfeksi seperti yang sebelumnya sudah punya penyakit (komorbid).</p>
<p>Pada Februari 2022, vaksinasi dosis pertama <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">sekitar 90%</a> dan dosis kedua di atas 60%. Ini yang menjelaskan bahwa walau kasusnya mencapai puncak, angka kesakitan dan kematian rendah. Walau kasus harian pada Februari 2022 lebih tinggi dibanding Juli 2021, rumah sakit relatif mampu menangani pasien COVID-19 yang parah. “Jumlah kematian itu tidak mengikuti jumlah kasus yang membesar,” kata Teguh.</p>
<p>Faktor cakupan vaksinasi berkontribusi besar dalam mengurangi kesakitan dan kematian. “Cukup jelas bahwa vaksinasi memiliki pengaruh besar mengurangi angka kesakitan dan kematian. Itu tidak ada yang membantah,” kata Teguh.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kasus kematian pada Juli 2021 jauh lebih tinggi dibanding Februari-Maret 2022.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">COVID19.GO.ID</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Faktor terakhir adalah <strong>faktor inang (manusia yang terinfeksi)</strong>. Faktor ini berkaitan dengan daya tahan tubuh terhadap serangan virus dan menularkannya ke orang lain. Memakai masker menjadi salah satu cara mencegah penularan. </p>
<p>Vaksinasi dan infeksi, bahkan re-infeksi, telah menciptakan antibodi sehingga tubuh lebih kebal terhadap infeksi virus serupa. Dengan merujuk pada teori evolusi virus, Teguh mengatakan virus penyebab COVID-19 telah bermutasi beberapa kali dengan level kemampuan menyebar yang berbeda. Jika virus bermutasi, dia akan mencari bentuk yang aman supaya dia tetap bisa bertahan. Virus bisa bertahan dan cepat menyebar, tanpa membuat inangnya mati. </p>
<p>“Virus itu jadi hidup berdampingan dengan inang. Bisa menyebar, inangnya mengalami seperti terkena flu biasa. Itu akan terus seperti itu. Virus menyebar tapi tidak membunuh inangnya,” ujarnya. Pada saat yang sama, kekebalan tubuh bertahan juga meningkat akibat vaksinasi dan infeksi sebelumnya.</p>
<p>Teguh mencontohkah perbedaan perilaku varian Delta dan Omicron saat masuk dalam tubuh manusia. Varian Delta masuk ke paru-paru sehingga menyebabkan peradangan di paru-paru. Sementara Omicron hanya masuk sampai saluran pernapasan atas, tidak masuk ke paru-paru. “Varian Omicorn BA.4 dan BA.5 juga mengikuti pola Omicron,” ujarnya.</p>
<h2>Prediksi model penularan dan vaksinasi</h2>
<p>Dalam skenario yang masuk akal, menurut Teguh, virus COVID ini nanti kemungkinan besar akan terus hidup seperti virus influenza. Maksudnya, virus akan tetap hidup dengan daya tular tinggi tapi manusia tetap bisa beraktivitas karena virusnya tidak begitu mematikan. “Virus dan manusia bisa hidup berdampingan,” ujarnya. </p>
<p>Dengan demikian, vaksinasi rutin akan tetap dibutuhkan dalam beberapa tahun ke depan. “Seberapa besar populasi yang harus divaksin, itu masih pertanyaan,” ujarnya. </p>
<p>Sementara itu, daya lindung vaksin juga terus menurun seiring dengan waktu dan munculnya varian baru. Untuk soal ini, kita bisa belajar dari vaksin influenza. “Vaksin influenza setiap tahun berubah, tergantung dari varian yang muncul tahun itu. Vaksin COVID juga bisa berubah sesuai dengan varian yang muncul dan teknologinya juga sudah ada,” ujarnya. </p>
<p>Jadi, pemerintah perlu bersiap-siap untuk vaksin rutin COVID untuk mempertahankan kekebalan di masyarakat. Sampai kapan vaksin <em>booster</em> perlu dilakukan rutin dan setiap berapa bulan? Itu yang belum diketahui.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188526/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Faktor cakupan vaksinasi berkontribusi besar dalam mengurangi kesakitan dan kematian.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1810652022-07-20T04:26:56Z2022-07-20T04:26:56ZKasus varian Omicron BA.4 dan BA.5 makin meningkat: mengapa selalu berulang naik-turun kasus COVID?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/474834/original/file-20220719-16-g0p5wi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan baru mulai 17 Juli 2022 bahwa penumpang pesawat domestik wajib vaksinasi tahap ke tiga atau booster COVID-19. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1657884317">ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.</a></span></figcaption></figure><p>Tren penurunan kasus COVID-19 varian Omicron yang menerjang Indonesia <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">sejak pertengahan Desember 2021 ternyata tak berlangsung lama</a>. Kini, subvarian dari Omicron, <a href="https://theconversation.com/mengapa-ada-begitu-banyak-sub-varian-omicron-baru-seperti-ba-4-dan-ba-5-apakah-saya-akan-terinfeksi-ulang-apakah-virus-bermutasi-lebih-cepat-185029">BA.4 dan BA.5</a>, menjadi ancaman baru di negeri ini. </p>
<p>Kurang dari dua bulan, kasus COVID-19 melonjak <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/07/06/kasus-covid-19-meningkat-10-lipat-dalam-dua-bulan">jadi 10 kali lipat</a> dan <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">cenderung terus meningkat</a>. Kebijakan “boleh tidak pakai masker di luar ruang” yang <a href="https://www.liputan6.com/news/read/4964641/jokowi-umumkan-masyarakat-boleh-lepas-masker-ini-pernyataan-lengkapnya">mulai pada Mei lalu</a> kini berubah: penduduk <a href="https://nasional.sindonews.com/read/814647/15/wapres-masker-wajib-kembali-dipakai-di-luar-ruangan-1656670069">diminta lagi memakai</a> masker untuk menghadang penularan penularan COVID-19. </p>
<p>Mengapa naik-turun kasus COVID-19 selalu berulang? </p>
<p>Salah satu narasi yang sering muncul – walau hanya ditunjang dengan data ilmiah seadanya – adalah kemunculan varian-varian baru yang selalu dikaitkan dengan laju penularan, tingkat keparahan, dan efektivitas sistem imun baik karena infeksi alamiah atau vaksinasi.</p>
<p>Padahal, teori klasik tentang penularan penyakit infeksi selalu menggunakan model <a href="https://www.cdc.gov/csels/dsepd/ss1978/lesson1/section8.html">segitiga epidemiologi</a>: interaksi antara kuman, inang, dan lingkungan. Hampir seluruh analisis data epidemiologi, studi laboratorium, serta pengalaman klinis menghadapi penyakit infeksi selalu mengkaji dari tiga sudut pandang ini.</p>
<h2>Pemodelan penyakit infeksi: tak ada faktor tunggal</h2>
<p>Tak ada faktor tunggal dan dominan sebagai penyebab kurva pandemi melonjak lagi. Artinya, interaksi tiga variabel itulah yang menyebabkan dinamika naik atau turunnya kasus COVID-19. </p>
<p>Di tingkat laboratorium, tiga variabel di atas dikontrol dengan ketat untuk menghasilkan data penelitian yang valid. Eksperimen untuk menumbuhkan SARS-CoV-2 pada cawan petri – wadah untuk membiakkan sel – memerlukan sel inang dan media pertumbuhan yang spesifik. </p>
<p>Sel inang utamanya adalah sel manusia dengan kriteria tertentu seperti sel saluran pernafasan atau sel lainnya yang dimodifikasi sehingga memiliki reseptor ACE-2, <a href="https://theconversation.com/what-is-the-ace2-receptor-how-is-it-connected-to-coronavirus-and-why-might-it-be-key-to-treating-covid-19-the-experts-explain-136928">protein yang menjadi jalan masuk virus COVID-19</a>. </p>
<p>Kriteria lingkungan terwakili oleh media pertumbuhan yang juga spesifik. Sebagai contoh, media pertumbuhan untuk sel saluran pernafasan memerlukan tambahan asam retinoat dan hormon-hormon pertumbuhan. Sedangkan untuk sel hepar (hati) memerlukan asupan glukosa yang lebih tinggi atau tambahan hormon insulin. </p>
<p>Tanpa adanya reseptor ACE-2 atau penggunaan media pertumbuhan suboptimal, apapun varian SARS-CoV-2 yang akan diujicobakan tidak akan mampu menginfeksi sel inang dengan sempurna.</p>
<p>Kemudian pada tingkat klinis atau pengamatan pada pasien secara langsung, SARS-CoV-2 dan variannya tetap sebagai kuman penyebab, kondisi biologis tubuh pasien bertindak sebagai inang, dan determinan sosioekonomis sebagai faktor lingkungan. </p>
<p>Dalam spektrum klinis, kecenderungan seseorang mengalami COVID-19 gejala ringan ataupun berat <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp2119682">bisa jadi ditentukan oleh jenis varian yang menginfeksinya</a>. Masih perlu penelitian lanjutan untuk menyimpulkan hubungan antara varian dan tingkat keparahan pada pasien COVID-19. </p>
<p>Pasien dengan status imunitas menurun seperti <a href="https://www.cancer.gov/about-cancer/coronavirus/coronavirus-cancer-patient-information">pada pasien dengan kanker</a>, <a href="https://www.hiv.gov/hiv-basics/staying-in-hiv-care/other-related-health-issues/coronavirus-covid-19">HIV/AIDS</a>, juga orang tua; atau pasien dengan status imun reaktif semisal obesitas dan kencing manis rentan mengalami lebih sakit akibat penyakit infeksi. </p>
<p>Data-data epidemiologis juga <a href="https://www.who.int/westernpacific/emergencies/covid-19/information/high-risk-groups">mencatat pasien dengan berbagai penyakit penyerta </a> sebelumnya tersebut memiliki persentase yang tinggi untuk memerlukan ruang perawatan intensif, bahkan berujung pada kematian akibat pandemi kali ini. </p>
<p>Sedangkan determinan sosial jelas berimplikasi pada laju penularan dan tingkat kematian. Laju penularan akan meningkat seiring dengan mobilitas penduduk yang kembali normal. Apalagi jika penerapan protokol kesehatan seperti penggunaan masker serta aktivitas telusur kontak tidak diimplementasikan secara sungguh-sungguh. </p>
<p>Penularan masif di masyarakat cenderung terjadi saat perubahan perilaku masyarakat atau momen-momen tertentu semisal aktivitas sosial budaya dan ritual keagamaan. Sebagai contoh, varian Alfa merebak ketika musim dingin tahun 2020, saat penduduk di dunia belahan Utara menghabiskan banyak waktunya bersama-sama di ruangan tertutup. Sedangkan, penularan masif COVID-19 di India – salah satunya adalah akibat festival keagaamaan — menghasilkan varian Delta. </p>
<p>Mitigasi yang dilakukan pemerintah serta didukung dengan kohesi sosial yang tinggi, baik vertikal (masyarakat-pemerintah) maupun horizontal (antar masyarakat), adalah salah satu kunci sukses negara-negara lain seperti <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0263376">Selandia Baru</a> dan <a href="https://www.japantimes.co.jp/news/2022/02/14/national/social-issues/japan-covid19-social-norms/">Jepang</a> dalam menangani pandemi COVID-19. </p>
<h2>Berpikir komprehensif</h2>
<p>Narasi tingginya laju penularan akibat varian Omicron dan turunannya bisa kita bandingkan dengan penyakit lain. Kumpulan mutasi yang terdapat pada Omicron diperkirakan mampu meningkatkan replikasi virus pada saluran napas atas (dari hidung hingga tenggorokan). </p>
<p>Mutasi-mutasi ini juga mengubah susunan protein <em>spike</em> sehingga antibodi yang terbentuk pasca infeksi alamiah dan vaksinasi tidak mampu mengenalinya lagi. </p>
<p><a href="https://www.kompas.id/baca/ilmiah-populer/2022/02/13/omicron-bukan-varian-pamungkas-dalam-pandemi">Data Kompas</a>, yang mengutip kajian epidemiologis dari berbagai sumber, menunjukan bahwa laju infeksi gelombang Omicron lebih cepat jika dibanding Delta. Namun, data tersebut tidak spesifik menyebutkan bahwa laju penularan yang tinggi semata-mata diakibatkan karena mutasi kuman. </p>
<p>Masih jelas teringat kasak-kusuk tentang <a href="https://tirto.id/cdc-sebut-penularan-virus-corona-varian-delta-sama-dengan-cacar-air-gido">klaim penularan Delta</a> yang dikatakan mirip dengan penyakit cacar (satu pasien cacar mampu menularkan enam hingga sepuluh orang lainnya). </p>
<p>Sedangkan Omicron, khususnya BA.4/BA.5 dikatakan memiliki laju infeksi yang mirip dengan penyakit yang paling menular, yakni <a href="https://theconversation.com/australia-is-heading-for-its-third-omicron-wave-heres-what-to-expect-from-ba-4-and-ba-5-185598">campak</a> (rata-rata 15 orang dapat tertular oleh satu pasien campak).</p>
<p>Padahal, <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0239800">konsensus para ahli pada awal pandemi COVID-19 menyimpulkan</a> bahwa angka penularan virus orisinal adalah dua hingga enam kasus baru yang berasal dari satu pasien positif. </p>
<p>Berdasarkan dua buku babon virologi, <a href="https://www.amazon.com/Fields-Virology-Knipe-2-Set/dp/1451105630"><em>Fields Virology</em></a> dan <a href="https://www.wiley.com/en-us/Principles+of+Virology%2C+Multi+Volume%2C+5th+Edition-p-9781683673583"><em>Principles of Virology</em></a>, sangat jarang (bahkan mungkin tidak ada) karakteristik virus yang berasal dari satu “spesies” memiliki rentang angka penularan yang sedemikian lebar, antara 2 hingga 15. </p>
<p>Bisa jadi SARS-CoV-2 adalah virus pertama dengan karakteristik demikian. Namun, tanpa adanya bukti-bukti ilmiah yang cukup, skeptisisme harus terus dirawat.</p>
<p>Narasi lain tentang Omicron serta BA.4/BA.5 dikatakan memiliki tingkat keparahan minimal karena kurang optimal dalam menginfeksi sel paru-paru dan cenderung terkonsentrasi di saluran nafas atas. Tetapi, menurut saya, rendahnya angka kematian lebih karena masyarakat telah memiliki sistem imun yang dimotori oleh sel B dan Sel T setelah vaksinasi. </p>
<p>Sel B dan Sel T memiliki presisi yang tinggi terhadap bagian-bagian SARS-CoV-2 secara utuh, <a href="https://www.cell.com/cell/pdf/S0092-8674(22)00073-3.pdf">apapun variannya</a>. Sehingga, efektivitas vaksinasi untuk mengurangi angka kematian COVID-19 tidak berkurang secara drastis meski muncul varian-varian baru, termasuk Omicron dan BA.4/BA.5.</p>
<h2>Efektivitas mitigasi</h2>
<p>Mereduksi segala fenomena yang terjadi semata-mata karena kemampuan varian baru dan rincian mutasi-mutasi yang terjadi, membuat fokus terhadap aspek inang dan lingkungan dipandang sebelah mata. </p>
<p>Dampaknya, mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat cenderung dilaksanakan setengah hati. Tidak terlihat konsistensi dalam pelaksanaan protokol kesehatan, seminimal-minimalnya penggunaan masker. </p>
<p>Fokus vaksinasi dan implementasi pencegahan infeksi pada pasien dengan komorbid atau populasi lansia jarang menjadi prioritas. Upaya untuk membangun solidaritas sosial – poin yang sangat krusial pada situasi krisis — sayangnya dilakukan secara sporadis berdasarkan inisiatif orang per orang. </p>
<p>Karena itu, mengembalikan pemodelan penyakit infeksi berdasarkan segitiga epidemologi yang berpusat pada tiga aspek yakni kuman, inang, dan lingkungan dapat memperkuat strategi mitigasi penularan COVID-19 dari varian baru.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/181065/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gede Ngurah Rsi Suwardana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mereduksi segala fenomena yang terjadi semata-mata karena kemampuan varian baru dan rincian mutasi-mutasi yang terjadi, membuat fokus terhadap aspek inang dan lingkungan dipandang sebelah mata.Gede Ngurah Rsi Suwardana, Doctoral Student at Division of Infectious Disease Control, Graduate School of Medicine, Kobe UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1853972022-06-29T02:59:54Z2022-06-29T02:59:54ZRiset: pandemi COVID-19 akibatkan anak-anak Indonesia mengalami dampak bertumpuk<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/471302/original/file-20220628-23-g9d50m.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin Rubella pada murid Taman Kanak-Kanak Aisyiyah saat pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di Pontianak, Kalimantan Barat, 31 Mei 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1653976512">ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/tom</a></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 yang berkepanjangan dan kini memasuki tahun ketiga berdampak besar pada mayoritas penduduk di segala bidang kehidupan. Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan mengalami penurunan kualitas hidup dan kesejahteraan karena mereka masih bergantung pada keluarga. </p>
<p>Riset terbaru dari <a href="https://smeru.or.id/en/publication/analysis-social-and-economic-impacts-covid-19-households-and-strategic-policy">UNICEF, UNDP, Program Kemitraan Indonesia-Australia untuk Perekonomian (Prospera), dan SMERU Research Institute</a> menemukan bahwa anak-anak Indonesia menghadapi berbagai tantangan mulai dari guncangan ekonomi dan kerawanan pangan, terganggunya akses layanan kesehatan, hingga munculnya tekanan psikologis. </p>
<p>Riset ini berfokus untuk melihat dampak sosial-ekonomi pandemi COVID-19 terhadap rumah tangga pada 2020 dengan melibatkan lebih dari 12.000 rumah tangga di seluruh Indonesia. Penelitian ini memperlihatkan berbagai berbagai tantangan yang dialami anak-anak selama pandemi dan alternatif kebijakan yang bisa mengatasinya. </p>
<h2>Guncangan ekonomi, kerawanan pangan, dan kesehatan anak</h2>
<p>Riset menemukan bahwa sekitar tiga perempat rumah tangga yang memiliki anak mengalami penurunan pendapatan. Rumah tangga tersebut kini menjadi rawan miskin, serta harus mengurangi jenis, jumlah, atau kualitas makanan yang dikonsumsi untuk menekan pengeluaran. </p>
<p>Upaya adaptasi tersebut justru dapat mengganggu kesehatan karena anak berisiko menjadi lebih sering mengkonsumsi makanan yang kurang bergizi. </p>
<p>Dalam jangka panjang, kerawanan pangan dapat menyebabkan <a href="https://www.apa.org/pi/ses/resources/indicator/2012/06/household-food-insecurities">efek berbahaya pada kesehatan dan perkembangan anak</a>. Beberapa di antaranya adalah peningkatan kasus rawat inap, kekurangan zat besi, risiko perkembangan, dan masalah perilaku.</p>
<p>Seorang nenek di Serang, Banten, menjelaskan dalam wawancara bahwa ia mengubah konsumsi susu formula untuk cucunya yang berusia di bawah 5 tahun menjadi susu kental manis dengan harga yang lebih murah. Perubahan itu kemudian berdampak pada kesehatan anak.</p>
<p>“Sebelum pandemi COVID-19, cucu saya biasa minum susu D** (merek susu formula). Sekarang dia hanya minum susu kental manis. Saya kadang kasihan ke dia, karena kalau susu kental manis kandungan gulanya banyak. Jadinya dia sering sakit gigi,” kata nenek tersebut pada 10 Desember 2020.</p>
<h2>Terganggunya akses ke layanan kesehatan</h2>
<p>Studi ini menemukan bahwa 13% rumah tangga dengan anak berusia di bawah lima tahun tidak dapat memperoleh layanan imunisasi. Walau jumlahnya mungkin tampak relatif kecil, semua anak tetap memerlukan imunisasi rutin untuk tumbuh dan berkembang serta terhindar dari risiko infeksi penyakit menular.</p>
<p>Selain imunisasi, rumah tangga dengan anak penyandang disabilitas pun mengalami gangguan akses terhadap layanan kesehatan. </p>
<p>Sekitar 36,7% rumah tangga tersebut belum bisa mendapatkan terapi dan layanan kesehatan lain yang dibutuhkan anaknya. Ini terjadi karena gangguan di layanan medis, takut tertular virus, atau kekurangan dana. </p>
<p>Misalnya, seorang ibu di Kulon Progo mengungkapkan bahwa kondisi anaknya yang penyandang disabilitas memburuk karena tidak adanya terapi teratur dan asupan vitamin rutin. </p>
<p>“Sejak pandemi COVID-19 saya (sengaja) menghentikan terapi rutin anak di rumah sakit karena takut tertular virus corona. Sejak berhenti terapi, dia tidak minum vitamin untuk tulang. Sejak berhenti terapi anak saya sering mengeluh kakinya sakit, perkembangan kakinya juga terganggu. Dokter mengajarkan saya cara memijit kaki anak saya untuk terapi di rumah, tapi anak saya ya masih mengeluh kesakitan” kata informan itu pada 18 Desember 2020.</p>
<h2>Tekanan psikologis dan kesehatan mental</h2>
<p>Kebijakan penutupan sekolah, isolasi sosial, dan ketidakpastian ekonomi menyebabkan anak-anak mengalami tekanan psikologis. </p>
<p>Sekitar 45% rumah tangga mengatakan anak-anak mereka mengalami masalah perilaku. Lalu 20% rumah tangga yang memiliki anak-anak menunjukkan bahwa anak-anak mereka sulit berkonsentrasi. Beberapa dari mereka cenderung mudah marah, sedih, dan insomnia. </p>
<p>Bagi anak sekolah, masalah ini bisa terjadi karena kurangnya interaksi yang bermakna dengan guru dan teman. Selain itu, gangguan dari anggota keluarga lainnya juga mengganggu konsentrasi anak selama pembelajaran jarak jauh. </p>
<p>Seorang ibu di Klungkung Bali menyoroti situasi belajar di rumah yang kurang kondusif karena anak berusia di bawah lima tahun mengganggu saudaranya yang lebih tua saat belajar di rumah. </p>
<p>“Anak saya yang masih balita sering menganggu kakaknya yang sedang belajar daring. Saya jadi mudah marah karena harus mengurus banyak hal: mengajari anak belajar, dan mengasuh anak balita supaya dia tidak ganggu kakaknya. Saat saya <em>ngajarin</em> anak, saya sepertinya juga tidak terlalu paham, mungkin karena saya memang tidak punya pengalaman menjadi guru” kata informan pada 14 Desember 2020. </p>
<h2>Upaya untuk mencegah keadaan lebih buruk</h2>
<p>Masalah-masalah yang terjadi di atas memang kompleks selama pandemi masih berlangsung. Untuk mengurangi dampak yang lebih buruk, riset ini merekomendasikan tiga hal.</p>
<p><strong>Pertama,</strong> pemerintah perlu melanjutkan <a href="https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-pemerintah-prioritaskan-penanganan-pandemi-perlindungan-sosial-dan-dukungan-umkm-selama-masa-pembatasan-kegiatan/">skema perlindungan sosial</a> untuk membantu rumah tangga selama masa pemulihan ini. Upaya tambahan juga diperlukan untuk melengkapi bantuan transfer tunai dengan pesan promosi kesehatan dan gizi, serta memastikan bahwa makanan bergizi tersedia dan terjangkau.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, petugas kesehatan perlu bekerja sama dengan kader kesehatan setempat untuk memantau kesehatan anak-anak dan memberikan perawatan yang diperlukan. Mereka perlu secara aktif menjangkau orang tua yang mungkin melewatkan imunisasi dan pemeriksaan kesehatan selama pandemi.</p>
<p><strong>Terakhir,</strong> pemerintah perlu menyadari adanya kesulitan yang dihadapi anak-anak dalam belajar yang berpengaruh pada kondisi kesehatan mental mereka. Pemerintah perlu bekerja sama dengan komunitas sekolah dan orang tua untuk memberikan pembelajaran dan dukungan psikologis bagi anak-anak.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185397/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian ini merupakan hasil kolaborasi The SMERU Research Institute, UNICEF, UNDP, dan PROSPERA. Penelitian ini didanai oleh UNDP, UNICEF, dan PROSPERA.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Penelitian ini merupakan hasil kolaborasi The SMERU Research Institute, UNICEF, UNDP, dan PROSPERA. Penelitian ini didanai oleh UNDP, UNICEF, dan PROSPERA..</span></em></p>Kebijakan penutupan sekolah, isolasi sosial, dan ketidakpastian ekonomi menyebabkan anak-anak mengalami tekanan psikologis.Sylvia Andriyani Kusumandari, Junior Researcher, SMERU Research InstituteMichelle Andrina, Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.