tag:theconversation.com,2011:/id/topics/digital-49084/articlesDigital – The Conversation2024-02-06T05:57:27Ztag:theconversation.com,2011:article/2225022024-02-06T05:57:27Z2024-02-06T05:57:27ZKetika ‘influencer’ digunakan untuk mendapatkan dukungan politik, apa risikonya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/573706/original/file-20240206-24-cmgn55.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=17%2C0%2C5709%2C3251&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/people-watching-video-live-streamings-1338120284">Rawpixel.com/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p><em>Influencer</em> atau pesohor media sosial telah menjadi kekuatan penting dalam <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/19401612221088987">lanskap politik modern</a>. Dengan basis pengikut yang besar dan loyal, mereka memiliki kemampuan untuk memengaruhi opini publik. Melalui unggahan mereka yang dirancang sedemikian rupa, <em>influencer</em> ini tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga mengekspresikan pendapat pribadi yang dapat <a href="https://web.p.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=0&sid=147a7833-826c-4b11-840e-7a6d7fba15f5%40redis">memengaruhi pemikiran dan perilaku pemilih</a>. </p>
<p>Barack Obama adalah salah satu politikus pertama yang memanfaatkan kekuatan media sosial dan <a href="https://www.theguardian.com/world/2012/feb/17/obama-digital-data-machine-facebook-election"><em>influencer</em> secara efektif</a>. Dia menggunakan selebritas dan <em>influencer</em> populer seperti <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/1940161208321948">Oprah Winfrey</a>, yang memiliki pengaruh besar di kalangan pemilih Amerika Serikat (AS) untuk menjangkau pemilih muda dan beragam secara demografis. <a href="https://pilpres.tempo.co/read/1221350/setelah-politikus-jokowi-undang-buzzer-dan-influencer-ke-istana">Jokowi</a> pun melakukan hal serupa saat melakukan kampanye.</p>
<p>Terbaru, calon presiden (capres) Prabowo Subianto, menggandeng <a href="https://nasional.kompas.com/read/2024/01/31/18084461/wasekjen-gerindra-klaim-para-influencer-dukung-prabowo-gibran-dari-hati">para <em>influencer</em></a> kondang, seperti Raffi Ahmad, Rachel Vennya, Ria Ricis, Nagita Slavina, Deddy Corbuzier, dan Atta Halilintar saat peresmian Grha Utama akademi militer (Akmil) di Magelang, Jawa Tengah. </p>
<p>Keberadaan <em>influencer</em> dalam politik saat ini merefleksikan pergeseran dari kampanye tradisional ke strategi yang lebih terfokus pada <a href="https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/18987">media sosial dan pemasaran digital</a>. Lalu apa dampak keterlibatan mereka dalam kampanye politik?</p>
<h2>Kekuatan <em>influencer</em></h2>
<p>Terdapat beberapa alasan mengapa <em>influencer</em> dapat berperan penting dalam usaha meraup suara, di antaranya:</p>
<p><strong>1. Jangkauan audiens</strong></p>
<p><em>Influencer</em> mampu mencapai audiens dengan jangkauan yang luas secara instan, sehingga menjadikan mereka pilihan efektif dalam mendapatkan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/20563051231177938">dukungan politik</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/573703/original/file-20240206-26-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/573703/original/file-20240206-26-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/573703/original/file-20240206-26-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/573703/original/file-20240206-26-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/573703/original/file-20240206-26-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/573703/original/file-20240206-26-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/573703/original/file-20240206-26-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Capres Prabowo Subianto berswafoto dengan beberapa selebritas dan ‘influencer’.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.instagram.com/p/C2OzSd4S_99/?img_index=10">Akun Instragram @prabowo</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dengan satu unggahan di media sosial, mereka dapat menyebarkan pesan, baik itu mendukung atau menentang kebijakan atau kandidat, ke jutaan orang dalam hitungan detik. Ini menciptakan efek domino yang bisa mengubah jalannya sebuah kampanye. </p>
<p>Kita bisa melihat bagaimana kekuatan media sosial berdampak pada kejadian <a href="https://www.aljazeera.com/news/2020/12/17/what-is-the-arab-spring-and-how-did-it-start"><em>Arab Spring</em></a>. Saat itu, demonstrasi dan unggahan di situs seperti Facebook dan Twitter digunakan untuk mencoba melakukan protes dan memobilisasi massa. Hasilnya, beberapa pemerintahan di wilayah tersebut mengalami perubahan dan revolusi politik. Di pemilu AS, Donald Trump yang aktif di Twitter, terus memberikan berbagai narasi yang membangun dukungan kuat di antara pengikutnya.</p>
<p><strong>2. Ilusi keterwakilan</strong></p>
<p><em>Influencer</em> sering dianggap sebagai <em>‘one of us’</em> atau bagian dari masyarakat umum. Mereka memiliki pengikut dan mampu memberikan opini yang <a href="https://refubium.fu-berlin.de/bitstream/handle/fub188/40343/MaC_11%283%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y">membentuk pandangan <em>followers</em></a> atau pengikutnya sendiri. Pesan mereka mudah untuk diterima dan diikuti para pengikutnya, karena terasa lebih nyata dan dapat dipercaya, dibandingkan dengan iklan politik tradisional. </p>
<p>Sebuah <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/19401612221088987">riset </a>membuktikan bahwa komunikasi <em>influencer</em> tentang topik politik atau isu-isu tertentu dapat meningkatkan minat politik pemilih khususnya kaum muda, hal ini disebabkan oleh penggambaran topik sosial-politik yang dianggap lebih mudah dipahami dan menarik dalam konten yang diberikan <em>influencer</em>.</p>
<h2>Risiko keterlibatan <em>influencer</em> dalam politik</h2>
<p><strong>1. Akurasi dan bias</strong></p>
<p>Dalam konteks politik, masalah kepercayaan dan verifikasi fakta menjadi lebih krusial, karena informasi yang salah atau menyesatkan dapat tersebar dengan cepat melalui <em>influencer</em>.</p>
<p><a href="https://refubium.fu-berlin.de/bitstream/handle/fub188/40343/MaC_11(3).pdf?sequence=1">Sejumlah temuan di Jerman</a> menunjukkan bahwa selain memiliki kekuatan untuk memobilisasi dukungan, <em>influencer</em> juga bisa menyebarkan propaganda atau informasi yang bias, baik disengaja maupun tidak, yang dapat memengaruhi pemilih pemula. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/573704/original/file-20240206-24-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/573704/original/file-20240206-24-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/573704/original/file-20240206-24-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/573704/original/file-20240206-24-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/573704/original/file-20240206-24-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/573704/original/file-20240206-24-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/573704/original/file-20240206-24-b5ob1a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Capres Anies Baswedan berbincang bersama selebritas Instagram Fadil Jaidi.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.instagram.com/p/C05fBINSHyc/">Akun Instagram @aniesbaswedan</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Apalagi, seperti halnya media tradisional, <em>influencer</em> dapat memiliki <a href="https://nasional.kompas.com/read/2024/01/04/06000071/disrupsi-politik-partai-influencer-?page=all">agenda tersendiri</a>. Mereka sering kali bekerja dengan tim yang membantu menyusun pesan dan strategi mereka, yang mungkin tidak sepenuhnya transparan. Berdasarkan <a href="https://fisipol.ugm.ac.id/menyoal-jasa-influencer-bayaran-dalam-pembentukan-opini-publik-dan-demokrasi/">temuan Indonesia Corruption Watch (ICW),</a> <em>influencer</em> bahkan dijadikan alat pemerintah untuk menyampaikan pesan atau agenda tertentu. </p>
<p>Hal itu dapat dilihat dari anggaran belanja pemerintah untuk aktivitas digital, yang berdasarkan kata kunci “<em>influencer</em>” atau “<em>key opinion leader</em>” yang pada periode 2017‒2020 ada 40 paket dengan nilai Rp90,45 miliar. </p>
<p>Dari 40 paket, jumlah terbanyak terdapat di Kementerian Pariwisata dengan 22 paket. Selanjutnya Kementerian Pendidikan, Budaya dan Pendidikan Tinggi dengan 12 paket, Kementerian Komunikasi dan Informasi 4 paket, dan Kementerian Perhubungan serta Kementerian Pemuda dan Olah Raga masing-masing 1 paket. Ini menimbulkan pertanyaan tentang integritas pesan yang disampaikan.</p>
<p><strong>2. Efek halo</strong></p>
<p><em>Influencer</em> memiliki pengikut yang besar dan beragam. Berdasarkan data <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/16/raffi-ahmad-dan-nagita-slavina-masuk-top-instagram-influencer-asia-bersaing-dengan-lisa-blackpink">AJ Marketing</a>, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang digandeng pasangan Prabowo-Gibran termasuk dalam <em>Top Instagram Influencers in Asia</em>. Mereka berhasil menempati peringkat kedua dengan jumlah <em>followers</em> Instagram sebanyak 67,7 juta akun per 16 Maret 2023.</p>
<p>Dengan mendukung kandidat tertentu, mereka dapat meningkatkan kesadaran publik terhadap kandidat tersebut. Ini sangat berguna untuk meningkatkan popularitas, terutama di kalangan pemilih yang mungkin kurang terinformasi atau kurang tertarik pada politik.</p>
<p>Ada juga <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0736585322000405">efek halo</a> yang ditimbulkan oleh kondisi ketika persepsi positif tentang seseorang dalam satu area (misalnya, popularitas atau keahlian dalam bidang tertentu) dapat memengaruhi persepsi kita tentang mereka di area lain (seperti politik).</p>
<p>Jika <em>influencer</em> atau pesohor dianggap memiliki kredibilitas tinggi, dukungan mereka terhadap paslon dapat meningkatkan persepsi positif terhadap paslon tersebut. Pada akhirnya, mereka berfungsi sebagai magnet untuk mengumpulkan suara atau dukungan sebanyak mungkin.</p>
<p>Dalam ilmu psikologi sosial, ada perbedaan antara pengaruh yang dilakukan secara eksplisit, misalnya secara terbuka mendukung kandidat, dan pengaruh yang dilakukan secara implisit, seperti bertemu atau memuji kandidat tanpa menyatakan dukungan langsung. <a href="https://www.jstor.org/stable/pdf/10.1111/j.1468-2508.2006.00482.x.pdf?casa_token=f4rPRJ0rk54AAAAA:t5RgbnufUdAe6luG7dP2cTNFCeXAWQCP0X44dYuoPSp9dd61KIwRrTs3NeDlENU8pw_3sMuH6wdhPfWmLMYDCSjDrg4IqWZf_9EABK8GrbQ01AdIAxog">Pengaruh implisit</a> ini seringkali lebih efektif dan mudah diterima audiens, karena tidak terasa seperti persuasi langsung. </p>
<p>Orang seringkali memproses informasi secara tidak langsung melalui pengamatan sosial. Melihat <em>influencer</em> yang mereka kagumi bertemu atau memuji suatu kandidat dapat secara tidak langsung membentuk persepsi positif terhadap kandidat tersebut, bahkan tanpa adanya dukungan verbal yang eksplisit.</p>
<p>Fenomena ini disebut <a href="https://www.jstor.org/stable/pdf/10.1111/j.1468-2508.2006.00482.x.pdf?casa_token=f4rPRJ0rk54AAAAA:t5RgbnufUdAe6luG7dP2cTNFCeXAWQCP0X44dYuoPSp9dd61KIwRrTs3NeDlENU8pw_3sMuH6wdhPfWmLMYDCSjDrg4IqWZf_9EABK8GrbQ01AdIAxog">strategi <em>soft endorsement</em></a>, yaitu ketika <em>influencer</em> tidak secara terbuka mendukung kandidat tertentu, tetapi tindakan mereka menciptakan persepsi positif atau membuka pintu bagi pengikut mereka untuk mendukung kandidat tersebut.</p>
<p><strong>3. Pengalihan isu dan polarisasi</strong></p>
<p>Penggunaan <em>influencer</em> juga berisiko menggeser fokus kampanye dari isu substantif ke popularitas dan hiburan. Ini bisa mengurangi diskusi serius tentang kebijakan dan isu-isu penting, menggantinya dengan narasi yang lebih berfokus pada citra dan kepribadian.</p>
<p>Mengandalkan <em>influencer</em> dalam politik juga bisa memiliki implikasi jangka panjang pada kualitas diskusi demokratis. Ini mungkin mengarah pada pengurangan keterlibatan politik yang serius dan berbasis isu, menggantinya dengan pendekatan yang berorientasi pada popularitas.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/573705/original/file-20240206-18-hub6z5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/573705/original/file-20240206-18-hub6z5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/573705/original/file-20240206-18-hub6z5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/573705/original/file-20240206-18-hub6z5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/573705/original/file-20240206-18-hub6z5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/573705/original/file-20240206-18-hub6z5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/573705/original/file-20240206-18-hub6z5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD berfoto bersama grup band Slank.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.instagram.com/p/C2UU0F0RI5x/?img_index=1">Akun Instagram @ganjar_pranowo</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Selain itu, ada risiko bahwa penggunaan <em>influencer</em> dalam politik dapat menyebabkan <a href="https://web.p.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=0&sid=147a7833-826c-4b11-840e-7a6d7fba15f5%40redis">polarisasi lebih lanjut</a> di antara publik. </p>
<h2>Bagaimana seharusnya?</h2>
<p>Untuk mengurangi risiko ini, <em>influencer</em> dapat memainkan peran dalam mendukung demokrasi yang sehat dan berbobot, dengan memfasilitasi pertukaran ide yang konstruktif dan meningkatkan pemahaman lintas pandangan politik. </p>
<p>Selain itu, <em>influencer</em> perlu berusaha untuk mempromosikan diskusi yang inklusif dan menghindari retorika yang memecah belah. Mereka dapat melakukannya dengan membuka ruang dialog di antara pengikut yang memiliki berbagai pandangan politik dan mendorong diskusi yang sopan dan produktif. </p>
<p>Dari sisi pemilih, penting bagi kita untuk tidak hanya mengonsumsi konten <em>influencer</em> secara pasif, tetapi juga secara aktif menganalisis dan mempertanyakan motif di balik pesan yang disampaikan. Salah satu caranya dengan mencari informasi dari berbagai sumber dan membandingkannya untuk membuat keputusan politik yang terinformasi dengan baik.</p>
<p>Dengan pendekatan yang kritis dan informasi yang beragam, pemilih akan lebih berdaya dalam menavigasi lanskap politik yang semakin dipengaruhi oleh dunia digital, tidak terkecuali <em>influencer</em> media sosial.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/222502/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Wawan Kurniawan tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>‘Influencer’ media sosial telah menjadi kekuatan penting dalam lanskap politik modern. Mengapa ini terjadi dan apa risikonya?Wawan Kurniawan, Peneliti di Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2217812024-01-25T08:57:00Z2024-01-25T08:57:00ZMajalah seharusnya sudah mati di era digital. Tapi mengapa masih ada sampai sekarang?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/570864/original/file-20231212-23-u1vhzr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4031%2C3024&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/melbourneaustralia-30th-june-2019-australian-magazine-1439740124">Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dalam komedi klasik <em>Ghostbusters</em> (1984), sekretaris baru Janice mengangkat topik membaca, sambil iseng membolak-balik halaman majalah. Ilmuwan Egon Spengler menanggapinya dengan penolakan kasar: “<a href="https://www.youtube.com/watch?v=D3v_ogRaTf4">(produk) cetak sudah mati</a>.”</p>
<p>Kata-kata Egon kini tampak tepat. Asumsi umum dalam beberapa dekade terakhir adalah media cetak perlahan-lahan terhambat oleh kebangkitan media digital. Majalah cetak, khususnya, sering dianggap terancam.</p>
<p>Meskipun tidak sepopuler dulu, majalah ternyata belum mati. Majalah-majalah baru justru dimulai sejak prediksi mengerikan tersebut, sedangkan yang lain terus menarik pembaca setia.</p>
<p>Jadi, apa daya tarik majalah cetak? Mengapa ia tidak benar-benar mati seperti yang diperkirakan banyak orang?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/substack-newsletters-are-a-literary-trend-whats-the-appeal-and-what-should-you-read-211429">Substack newsletters are a literary trend. What's the appeal – and what should you read?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Kata-kata cetak di dunia <em>online</em></h2>
<p>Kata “majalah” (<em>magazine</em>) berasal dari <a href="https://www.etymonline.com/word/magazine">istilah <em>warehouse</em> atau <em>storehouse</em></a>. Intinya, majalah adalah bentuk publikasi yang mengumpulkan berbagai jenis tulisan untuk pembaca. Setiap bagian mencakup berbagai suara, subjek, dan perspektif.</p>
<p>Budaya majalah cetak tentu saja menurun dibandingkan pada masa kejayaannya di abad ke-20. Majalah cetak yang dahulu populer telah berpindah <a href="https://www.forbes.com/sites/garyphillips/2019/04/30/espn-saying-goodbye-to-its-print-magazine/?sh=5dde00c2167c">sepenuhnya <em>online</em></a> atau sebagian besar didukung oleh <a href="https://pressgazette.co.uk/media-audience-and-business-data/media_metrics/womens-interest-magazines-abcs-2022/">langganan digital yang terus meningkat</a>.</p>
<p>Di tempat lain, situs media internet, seperti yang dipelopori oleh <a href="https://www.buzzfeed.com/au"><em>Buzzfeed</em></a> dan para penirunya, semakin memenuhi kebutuhan akan tulisan pendek yang beragam dan mendistraksi.</p>
<p>Ledakan media sosial juga telah menggerus pasar periklanan yang selama ini menjadi andalan majalah cetak.</p>
<p>Audiens <em>online</em> mengharapkan konten baru setiap hari atau bahkan setiap jam. Pembaca biasa kurang bersedia menunggu majalah cetak mingguan atau bulanan tiba di pos atau di kios koran. Ketersediaan konten digital gratis, atau jauh lebih murah, dapat menghalangi mereka untuk membeli langganan cetak atau terbitan individual.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/565365/original/file-20231212-15-90alox.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A pile of Vogue magazines on top of each other." src="https://images.theconversation.com/files/565365/original/file-20231212-15-90alox.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/565365/original/file-20231212-15-90alox.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/565365/original/file-20231212-15-90alox.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/565365/original/file-20231212-15-90alox.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/565365/original/file-20231212-15-90alox.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/565365/original/file-20231212-15-90alox.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/565365/original/file-20231212-15-90alox.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Majalah mode global ‘Vogue’ telah mempertahankan pembaca setianya, baik di media cetak maupun ‘online’.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/lodz-poland-april-18-2020-stack-1707148741">Grzegorz Czapski/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Beralih dari layar ke halaman</h2>
<p>Majalah cetak belum mati. Majalah-majalah yang sudah mapan, seperti <a href="https://www.newyorker.com"><em>the New Yorker</em></a> dan <a href="https://www.vogue.com.au"><em>Vogue</em></a>, berhasil mempertahankan pembaca global mereka baik untuk versi cetak maupun digital.</p>
<p>Nama-nama majalah baru juga bermunculan. Ini ditandai dengan peluncuran <a href="https://www.mediapost.com/publications/article/369821/magazine-analyst-new-print-magazine-launches-more.html?edition=124786">122 majalah cetak baru</a> pada 2021 di Amerika Serikat (AS) saja. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dan hal ini mungkin mencerminkan menyusutnya pasar media cetak secara umum.</p>
<p>Namun mengingat situasinya, sungguh luar biasa jika masih ada terbitan berkala baru.</p>
<p>Di Australia, penjualan majalah cetak <a href="https://www.afr.com/companies/media-and-marketing/physical-magazines-are-making-a-comeback-with-or-without-readers-20230818-p5dxo4">meningkat 4,1% pada 2023</a> dan publikasi yang sebelumnya dihentikan—seperti <em>Girlfriend</em> —kini <a href="https://www.beautydirectory.com.au/news/news/girlfriend-magazine-returns-for-a-special-one-off-print-edition">dicetak ulang</a> untuk nostalgia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/equal-social-rights-for-sexes-in-the-1930s-the-australian-womens-weekly-was-a-political-forum-212770">'Equal Social Rights For SEXES': in the 1930s, the Australian Women's Weekly was a political forum</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pasar majalah cetak memang tidak begitu berkembang. Namun, mereka tidak menghilang secepat yang diperkirakan.</p>
<p>Beberapa komentator mengaitkan daya tarik abadi majalah cetak dengan pengalaman fisik membaca. Kita menyerap informasi secara berbeda dari halaman dibandingkan layar, mungkin dengan cara yang tidak terlalu buru-buru dan tidak mudah terdistraksi.</p>
<p>“<a href="https://fortune.com/2023/05/25/tech-giants-have-gutted-publishing-now-digital-fatigue-is-giving-print-a-new-lease-on-life/">Kelelahan digital</a>” selama bertahun-tahun pandemi bisa dibilang sedikit menyebabkan peralihan kembali ke media cetak. Bangkitnya minat terhadap majalah cetak juga disebabkan oleh <a href="https://www.afr.com/companies/media-and-marketing/physical-magazines-are-making-a-comeback-with%20-atau-tanpa-pembaca-20230818-p5dxo4">preferensi “analog”</a> pembaca Gen Z.</p>
<p>Seperti yang penulis <a href="https://catapult.co/dont-write-alone/stories/in-a-digital-age-why-still-read-print-magazines-hope-corrigan">Hope Corrigan catat</a>, ada sesuatu yang menarik tentang estetika majalah cetak. Kehati-hatian dalam tata letak, gambar, dan penyalinan tidak selalu dapat direplikasi di layar. Memang benar, majalah-majalah yang sangat fokus pada fotografi dan desain visual—seperti majalah <em>fashion</em> dan perjalanan—akan bertahan lama di media cetak.</p>
<p>Pakar majalah Samir Husni <a href="https://www.fipp.com/news/why-it-might-be-time-to-think-again-about-print-mr-magazine-samir-husni-on-the-formats-remarkable-resilience">telah mengamati</a> bahwa majalah-majalah cetak independen yang sedang berkembang lebih berfokus pada penargetan pembaca khusus. Kemajuan teknologi pencetakan telah membuat pencetakan dalam jumlah kecil menjadi lebih hemat biaya. Hal ini memungkinkan majalah baru untuk fokus pada kualitas daripada kuantitas.</p>
<p>Majalah cetak gelombang baru cenderung memiliki harga sampul dan standar produksi yang lebih tinggi. Majalah tersebut juga lebih jarang diterbitkan, dengan jadwal triwulanan atau dua tahunan menjadi <a href="https://www.sappipapers.com/insights/print-media/launches-print-magazines-2022">lebih umum</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/the-magazine-that-inspired-rolling-stone-86910">The magazine that inspired Rolling Stone</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Yang tua kini keren lagi</h2>
<p>Tren ini menjauh dari gagasan bahwa majalah adalah barang murah dan sekali pakai. Sebaliknya, hal ini membingkai ulang mereka sebagai produk mewah.</p>
<p>Majalah cetak tidak dapat bersaing dengan media digital dalam menyediakan konten terkini kepada khalayak ramai. Namun mereka berpotensi mempertahankan pembaca yang berdedikasi dengan publikasi yang bermakna dan estetis.</p>
<p>Artinya, majalah cetak dapat terhindar dari gejolak yang dialami situs media yang hanya bergantung pada pendapatan iklan digital. Beberapa tahun terakhir telah terjadi pergolakan staf, pengunduran diri massal, dan penutupan situs web bergaya majalah populer seperti <a href="https://www.npr.org/2019/11/01/775548069/after-days-of-resignations-the-last-of-the-deadspin-staff-have-quit#:%7E:text=After%20Days%20Of%20Resignations%2C%20The%20Last%20Of%20The%20Deadspin%20Staff%20Has%20Quit&text=via%20Getty%20Images-,The%20entire%20writing%20and%20editing%20staff%20of%20Deadspin%20quit%20after,to%20%22stick%20to%20sports.%22"><em>Deadspin</em></a>, <a href="https://www.pajiba.com/miscellaneous/the-gutting-of-the-av-club-is-an-embarrassment-to-the-industry-and-a-horrible-sign-of-its-future.php"><em>Onion AV Club</em></a>, <a href="https://wolfsgamingblog.com/2023/11/07/the-escapist-looks-doomed-following-mass-staff-exodus-including-yahtzee-crowshaw-creator-of-zero-punctuation/#:%7E:text=Escapist%20staff%20members%20Darren%20Mooney,video%20team%20in%20the%20process."> <em>Escapist</em></a> dan <a href="https://www.theguardian.com/media/2023/nov/09/jezebel-news%20-shut-down-layoffs-go-media"><em>Izebel</em></a> (meskipun media tersebut telah <a href="https://www.nytimes.com/2023/11/29/business/media/jezebel-resurrected-paste-magazine.html">kembali</a>). Visi dan standar awal untuk situs-situs ini bisa dibilang telah menderita karena dorongan terus-menerus untuk meningkatkan lalu lintas harian dan mengurangi biaya. </p>
<p>Majalah cetak mungkin juga mendapatkan kembali minat dari para pengiklan. <a href="https://mgmagazine.com/business/marketing-promo/defying-digital-the-resilience-of-print-advertising/">Riset terbaru</a> menunjukkan adanya preferensi yang kuat terhadap iklan cetak di kalangan konsumen. Pembaca <a href="https://www.walsworth.com/blog/print-magazines-arent-dying-and-heres-why">lebih mungkin</a> memperhatikan iklan cetak dan memercayai kontennya. Sebaliknya, iklan <em>online</em> <a href="https://perfectcommunications.com/thought-leadership/print-trustworthy">lebih mungkin</a> diabaikan atau ditutup.</p>
<p>Kolektor majalah <em>Steven Lomazow</em>, Nathan Heller, dalam <a href="https://www.newyorker.com/culture/cultural-comment/what-are-magazines-good-for">profil tahun 2021</a> menulis:</p>
<blockquote>
<p>[…] apa yang membuat majalah menarik pada 1720 adalah hal yang sama yang membuat majalah tersebut menarik pada tahun 1920 dan tahun 2020: perpaduan antara ikonoklasme (gerakan memusnahkan ikon atau gambar-gambar religius) dan otoritas, kebaruan dan kontinuitas, daya jual dan kreativitas, keterlibatan sosial dan suara pribadi.</p>
</blockquote>
<p>Meskipun sirkulasi dan pengaruh majalah cetak mungkin berkurang, mereka tidak mati atau sekarat. Keberadaan majalah saat ini dapat dilihat sebagai yang tengah bergerak ke tempat yang lebih kecil namun berkelanjutan dalam lanskap media.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/221781/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Julian Novitz tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ketika media digital mulai berkembang pada tahun 2010, sedikit orang yang percaya bahwa majalah dapat bertahan. Meskipun industri ini sudah tidak seperti dulu lagi, majalah masih tetap hidup. Mengapa?Julian Novitz, Senior Lecturer, Writing, Department of Media and Communication, Swinburne University of TechnologyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2122882023-08-29T01:09:26Z2023-08-29T01:09:26ZHoaks juga menyebar melalui WhatsApp, Line, dan Telegram – cek fakta jangan hanya berkutat di media sosial<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/544885/original/file-20230827-29-6hrpxv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=19%2C49%2C6597%2C4365&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/extreme-close-female-finger-using-digital-1027541557">Bits And Splits/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p><em>Artikel ini adalah bagian dari serial #LawanHoaks2024.</em></p>
<p>Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, pengecekan fakta di Indonesia diharapkan bisa menyelamatkan masyarakat dari <a href="https://ojs.unimal.ac.id/averrous/article/view/5432">misinformasi</a>–penyebaran informasi yang salah namun diyakini sebagai suatu kebenaran.</p>
<p>Sejauh ini, organisasi masyarakat, dan aktivis media, serta media <em>mainstream</em> di Indonesia masih banyak <a href="https://time.com/5567287/social-media-indonesia-elections-kawal-pemilu/">mengandalkan media sosial</a> untuk kegiatan pengecekan fakta guna memberantas misinformasi.</p>
<p>Hal ini dapat dimengerti, mengingat media sosial masih menjadi <a href="https://weblama.amsi.or.id/download/research-report-fact-check-audience-in-indonesia-2022/">platform yang paling banyak digunakan</a> oleh publik untuk mengakses konten cek fakta dan memverfikasi berita apa pun yang mereka lihat. Selain itu, <a href="https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/sites/default/files/2022-06/Digital_News-Report_2022.pdf">sebagian besar pengguna ponsel (68%)</a> di Indonesia cenderung mengakses media sosial media untuk mengakses informasi.</p>
<p>Namun, kita sepertinya kurang menyadari bahwa percakapan pribadi kita juga dapat berkontribusi terhadap penyebaran informasi palsu.</p>
<p><a href="https://www.statista.com/statistics/1253240/indonesia-leading-android-social-media-apps-by-monthly-hours-used/">Laporan</a> yang disusun oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) mengenai penyebaran misinformasi di Indonesia telah menempatkan WhatsApp – yang saat ini menjadi <a href="https://www.statista.com/forecasts/1144489/whatsapp-users-in-indonesia">aplikasi pesan personal paling populer</a> di Tanah Air – sebagai platform untuk menyebarkan <a href="https://www.mafindo.or.id/blog/2022/03/07/when-politics-and-religion-become-disaster-an-annual-mapping-of-hoax-in-indonesia%20/">misinformasi</a>.</p>
<p><a href="https://weblama.amsi.or.id/download/research-report-fact-check-audience-in-indonesia-2022/">Penelitian terbaru</a> yang saya lakukan bersama tim peneliti dari Program Studi Digital Journalism di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menunjukkan bahwa masyarakat jarang memanfaatkan aplikasi pengiriman pesan instan sebagai sumber utama untuk mencari fakta.</p>
<p>Mungkin ini saatnya bagi pers dan komunitas cek fakta di Indonesia untuk juga berfokus pada strategi penyebaran konten cek fakta dengan menyasar aplikasi perpesanan instan, seperti Whatsapp, Line, dan Telegram.</p>
<h2>Misinformasi di aplikasi pengiriman pesan</h2>
<p><a href="https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/sites/default/files/2021-06/Digital_News_Report_2021_FINAL.pdf">Digital News Report 2021</a> yang diterbitkan oleh <em>Reuters Institute for the Study of Journalism</em> menunjukkan bahwa masyarakat <em>global south</em>, termasuk Indonesia, menganggap WhatsApp sebagai media penyebaran misinformasi.</p>
<p>Artinya, <em>chat</em> WhatApp kita belum benar-benar aman dari hoaks.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/530507/original/file-20230607-15-jn50bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/530507/original/file-20230607-15-jn50bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=376&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/530507/original/file-20230607-15-jn50bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=376&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/530507/original/file-20230607-15-jn50bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=376&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/530507/original/file-20230607-15-jn50bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=473&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/530507/original/file-20230607-15-jn50bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=473&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/530507/original/file-20230607-15-jn50bw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=473&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Platform pemeriksaan fakta (AMSI, 2022, direproduksi dengan izin)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun sayangnya, dari total 1.596 responden <a href="https://weblama.amsi.or.id/download/research-report-fact-check-audience-in-indonesia-2022/">penelitian kami</a>, hanya 379 yang menggunakan aplikasi pengiriman pesan instan – WhatsApp, Telegram, Line – untuk mencari konten cek fakta dan memverifikasi informasi yang mereka dapat.</p>
<p>Mayoritas responden (1.335) masih lebih suka mengakses konten cek fakta melalui media sosial. Platform lain yang mereka sukai adalah situs berita (769), mesin pencari (731) dan televisi (388).</p>
<p>Kami berpendapat bahwa cek fakta yang dipersonalisasi melalui WhatsApp atau aplikasi pesan lainnya penting dilakukan untuk melengkapi strategi cek fakta yang selama ini lebih banyak dilakukan di media sosial.</p>
<h2>Apa yang dapat dilakukan oleh komunitas pemeriksa fakta?</h2>
<p>Pertama, jurnalis dapat mengintegrasikan konten cek fakta yang mereka terbitkan di media sosial atau situs berita dengan layanan pesan, khususnya WhatsApp.</p>
<p>Integrasi dengan aplikasi pengiriman pesan akan meningkatkan interaksi dengan khalayak dan, pada saat yang sama, memperluas distribusi konten cek fakta untuk memerangi misinformasi.</p>
<p>Media penyedia konten cek fakta dan komunitas pemeriksa fakta lainnya juga dapat menggunakan fitur <em>chat</em> untuk melibatkan publik. <a href="https://wa.me/6285921600500">MAFINDO</a> dan <a href="https://wa.me/6281315777057">Tempo</a> telah melakukan hal ini. Kedua organisasi tersebut berkolaborasi dengan Whatsapp untuk mengintegrasikan pemeriksaan fakta menggunakan teknologi <em>chatbot</em>.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Chatbot Tempo untuk kegiatan pengecekan fakta.</span></figcaption>
</figure>
<p>Chatbots hanya akan bekerja atau merespons setelah menerima pesan dari pengguna. Melalui fitur ini, seluruh pengguna dapat memilih untuk membaca artikel cek fakta atau melaporkan informasi mencurigakan.</p>
<p><em>Chatbot</em> Tempo dan MAFINDO adalah langkah awal yang baik.</p>
<p>Namun, keduanya merupakan teknologi yang pasif karena hanya menerima pesan pengecekan fakta dari pembaca lalu meresponsnya dengan mengirimkan artikel pengecekan fakta yang sama untuk semua pengguna. Selain itu, hanya pengguna yang memiliki nomor <em>chatbot</em> tersebut yang dapat mengakses teknologi ini.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/lA7yu2_RcZQ?wmode=transparent&start=14" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Chatbot MAFINDO untuk kegiatan pengecekan fakta.</span></figcaption>
</figure>
<p>Oleh karena itu, diperlukan dua strategi yang dikerjakan sekaligus, yaitu <a href="https://www.tandfonline.com/doi/%20abs/10.1080/21670811.2019.1655462"><em>push notification</em></a> dan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0020025516322617">personalisasi</a>.</p>
<p>Sederhananya, <em>push notification</em> merupakan pesan notifikasi yang muncul di layar perangkat seluler atau desktop penggunanya. Sedangkan personalisasi merupakan upaya memetakan preferensi atau karakteristik audiens yang kemudian dapat dijadikan dasar untuk mengirimkan konten atau notifikasi yang relevan.</p>
<h2><em>Push notification</em> yang dipersonalisasi</h2>
<p>Perusahaan media dan komunitas cek fakta dapat memulai dengan <a href="https://www.taylorfrancis.com/chapters/oa-edit/10.4324/9781003099260-5/selling-news-audiences-qualitative-inquiry-%20emerging-logics-algorithmic-news-personalization-european-quality-news-media-bal%C3%A1zs-bod%C3%B3">memetakan basis data audiens mereka</a>, berdasarkan gender, pekerjaan, lokasi, dan waktu membaca masyarakat secara <em>online</em>.</p>
<p>Pola konsumsi cek fakta berkaitan erat dengan karakteristik khalayak. Jadi, media dan komunitas pemeriksa fakta dapat membuat <em>database</em> untuk memetakan minat audiens yang berbeda-beda.</p>
<p>Setelah memetakan audiensnya, perusahaan pers dapat mengirimkan pemberitahuan tentang konten cek fakta menggunakan strategi personalisasi dan <em>push notification</em>.</p>
<p>Artinya, redaksi akan mengirimkan pemberitahuan melalui WhatsApp kepada audiens yang relevan. “Relevan” di sini berarti notifikasi tersebut berisi sejumlah konten pengecekan fakta mengenai topik yang disukai audiens tersebut.</p>
<p>Relevansi ini penting karena strategi <em>push notification</em> terkadang bisa salah. Misalnya, media bisa saja mendistribusikan konten yang tidak relevan dengan karakteristik audiens di waktu yang tidak tepat. <a href="https://blogs.brighton.ac.uk/sm657/2016/05/09/the-ups-and-downs-of-push-notifications-on-apps/"><em>Push notification</em> yang tidak terpola seperti itu</a> bisa sangat mengganggu bagi beberapa audiens.</p>
<p>Oleh karena itu, personalisasi dan <em>push notification</em> perlu hadir secara bersamaan. Saya menyebutnya “<em>push notification</em> berbasis personalisasi”. Ini akan memastikan pengguna hanya menerima konten yang relevan dengan minat mereka.</p>
<h2>Persetujuan dan perlindungan privasi</h2>
<p>Namun sebelum memetakan khalayak, organisasi media harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari audiens. Artinya, perusahaan media akan mengirimkan notifikasi cek fakta hanya kepada audiens yang telah menyatakan bersedia mendapatkan notifikasi. </p>
<p>Selain itu, perusahaan media juga harus menjamin bahwa data audiens hanya akan digunakan untuk program penyebaran konten cek fakta.</p>
<p>Strategi ini memang memerlukan investasi dalam sumber daya manusia dan teknologi. Namun, jika kita berhasil menerapkannya, pertahanan digital kita terhadap misinformasi akan semakin kuat.</p>
<p>Melalui strategi ini, audiens dapat dengan mudah berinteraksi melalui <em>chat</em> dengan redaksi untuk meminta konten cek fakta tentang topik yang mereka minati.</p>
<p>Selain itu, akan semakin banyak masyarakat Indonesia yang bisa beralih dari menyebarkan informasi palsu kepada keluarga dan teman mereka melalui obrolan pribadi, menjadi penyebar informasi yang lebih faktual dan berkualitas menjelang pemilu mendatang.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/212288/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian tentang audiens cek fakta pada tahun 2021 didukung oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).</span></em></p>Aktivitas cek fakta masih terpusat di media sosial, padahal misinformasi juga cepat menyebar melalui aplikasi perpesanan seperti Whatsapp. Notifikasi push yang dipersonalisasi dapat membantu.F.X. Lilik Dwi Mardjianto, PhD Candidate at the News and Media Research Centre, University of Canberra. Researcher in journalism, Universitas Multimedia NusantaraLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2031682023-04-04T02:33:33Z2023-04-04T02:33:33ZDampak lingkungan ‘data center’ tak bisa diremehkan, solusinya tak cukup dengan efisiensi energi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/518993/original/file-20230403-22-14bsg4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">shutterstock</span> </figcaption></figure><p>Ada 215 juta <a href="https://dataindonesia.id/digital/detail/apjii-pengguna-internet-indonesia-21563-juta-pada-20222023">pengguna internet di Indonesia</a> pada 2022. Mereka rata-rata <a href="https://www.kompas.com/edu/read/2022/05/31/103951971/berapa-lama-orang-indonesia-menggunakan-internet-setiap-hari?page=all">menghabiskan waktu delapan jam dalam sehari</a> di ruang <em>online</em>.</p>
<p>Aktivitas ini mencakup kegiatan minim data seperti akses aplikasi online dan mengirim email, hingga pemakaian yang intens seperti <em>streaming</em> video ataupun pengolahan <em>big data</em>. </p>
<p>Data dan internet memang memudahkan kehidupan kita, tapi dampak lingkungannya kerap diabaikan. Penyimpanan dan pemrosesan informasi digital sebenarnya tak tersimpan di ‘awan’ atau <em>cloud</em>, melainkan di fasilitas raksasa bernama pusat data (<em>data centre</em>) yang rakus energi dan air.</p>
<p>Kehidupan manusia yang kian bergantung pada data membuat kebutuhan pusat data terus naik.</p>
<p>Ada sekitar <a href="https://web.pln.co.id/media/siaran-pers/2023/02/dukung-pengembangan-data-pln-siap-pasok-kebutuhan-listrik-ebt-ke-pusat-data-di-seluruh-indonesia">94 pusat data di Indonesia dengan kapasitas listrik hingga 727,1 megawatt (MW)</a>. Sebagian di antaranya milik raksasa teknologi seperti Alibaba dari Cina, ataupun Google Cloud dari Amerika Serikat. Ada juga fasilitas punya perusahaan pelat merah, PT Telkom Indonesia.</p>
<p>Sebagai ilustrasi, pusat data ‘kecil’ berkapasitas 1 MW saja membutuhkan energi setara dengan listrik untuk seribu rumah. Fasilitas ini juga <a href="https://theconversation.com/we-are-ignoring-the-true-cost-of-water-guzzling-data-centres-167750">membutuhkan 26 juta liter air setahun–</a>untuk mendinginkan mesin-mesin yang mudah panas.</p>
<p>Di Indonesia, pesatnya aktivitas digital bisa mendongkrak pertumbuhan pusat data hingga <a href="https://industri.kontan.co.id/news/menakar-prospek-bisnis-data-center-di-indonesia">20% setiap tahun</a>. Untuk mengantisipasi angka tersebut, pemerintah merencanakan pembangunan <a href="https://web.pln.co.id/media/siaran-pers/2023/02/dukung-pengembangan-data-pln-siap-pasok-kebutuhan-listrik-ebt-ke-pusat-data-di-seluruh-indonesia">empat Pusat Data Nasional masing-masing berkapasitas 40 MW pada 2026</a>.</p>
<p>Jakarta pun menjadi salah satu kota dengan <a href="https://app.dcbyte.com/knight-frank-data-centres-report/Q3-2022">pertumbuhan pusat data tercepat</a> di Asia Pasifik. Posisinya kedua tercepat setelah Melbourne, Australia.</p>
<p>Pertumbuhan pusat data di Indonesia juga dapat menjadi lebih laju dikarenakan Singapura, sebagai <a href="https://www.straitstimes.com/business/companies-markets/singapore-to-be-more-selective-of-data-centre-investments-for-sustainable-growth">pasar data center terbesar di Asia Tenggara</a>, saat ini membatasi pembangunan pusat baru karena pertimbangan kelestarian bumi.</p>
<p>Mengingat pesatnya tren ini, penting bagi Indonesia untuk menerapkan praktik pusat data berkelanjutan untuk mengurangi dampak lingkungannya. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.</p>
<h2>Operasional yang transparan dan efisien</h2>
<p>Pemerintah dan industri harus merumuskan rencana operasional <em>data center</em> yang ramah lingkungan, berikut mekanisme pelaporannya. Ini dibutuhkan agar maraknya pusat data tak membawa mudarat lanjutan bagi lingkungan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/518388/original/file-20230330-600-i75ehz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="(Google)" src="https://images.theconversation.com/files/518388/original/file-20230330-600-i75ehz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/518388/original/file-20230330-600-i75ehz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/518388/original/file-20230330-600-i75ehz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/518388/original/file-20230330-600-i75ehz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/518388/original/file-20230330-600-i75ehz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/518388/original/file-20230330-600-i75ehz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/518388/original/file-20230330-600-i75ehz.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gumpalan uap air naik di atas menara pendingin di pusat data Google The Dalles di Oregon, AS.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Saat ini, pemerintah hanya mewajibkan <a href="https://jdih.esdm.go.id/peraturan/PP%20No.%2070%20Thn%202009.pdf">pelaporan pemakaian energi</a> bagi pengguna yang menghabiskan listrik di atas 70 gigawatt jam (GWH) setiap tahun. </p>
<p>Namun, sejauh ini <a href="https://www.adb.org/sites/default/files/publication/236621/ino-data-center-market.pdf">tidak ada <em>data centre manapun</em></a> yang menggunakan energi sebesar itu. Pusat data berskala besar <em>hyperscale</em> saja hanya memakan energi sekitar <a href="https://datacentremagazine.com/articles/efficiency-to-loom-large-for-data-centre-industry-in-2023">20-50 MWH saban tahun</a>. Angka itu jauh dari batasan 70 GWH versi pemerintah.</p>
<p>Batasan yang kelewat tinggi tersebut membuat kita tidak bisa mengetahui berapa sebenarnya pemakaian energi <em>data centre</em> di Indonesia. Padahal, kita membutuhkan transparansi dalam pemakaian energi <em>data centre</em>. </p>
<p>Pemerintah dapat membuat mekanisme khusus supaya para pengelola dapat melaporkan konsumsi energinya secara berkala–paling tidak setiap tahun. Laporan semestinya juga bisa diakses publik.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dark-data-semakin-menyiksa-bumi-kita-membutuhkan-dekarbonisasi-digital-197282">'Dark data' semakin menyiksa bumi, kita membutuhkan dekarbonisasi digital</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pemerintah juga perlu mewajibkan pengelolaan pusat data yang efisien dan hemat energi.</p>
<p>Di Singapura, misalnya, <a href="https://www.straitstimes.com/tech/singapore-pilots-new-scheme-to-grow-data-centre-capacity-with-green-targets"><em>data centre</em></a> wajib memenuhi rasio Power Usage Effectiveness (PUE) hingga 1,3. Rasio PUE 1 menjadi yang patokan efisiensi energi yang ideal.</p>
<p>Kewajiban tersebut akhirnya memaksa operator untuk mendesain dan mengelola <em>data centre</em> seefisien mungkin. Langkah ini dapat dimulai dengan pemakaian peralatan hemat energi sehingga konsumsi listrik maupun biaya operasional bisa ditekan. </p>
<p>Pemerintah juga harus mendukung pengelola <em>data centre</em> memakai energi dari sumber-sumber yang ramah lingkungan. Saat ini, baru beberapa <em>data centre</em> di Indonesia yang memperoleh Sertifikat Energi Terbarukan (REC). Sertifikat yang diterbitkan PT PLN ini menjadi bukti suatu pelanggan menggunakan energi terbarukan untuk fasilitas mereka.</p>
<p>Pemakaian sertifikat ini dapat diperluas ke berbagai pelanggan. Jika perlu, pemerintah dapat memberikan insentif pajak bagi pengelola <em>data centre</em> yang menggunakan energi terbarukan.</p>
<p>Di Eropa, sejumlah grup pengelola <em>data centre</em> seperti Amazon dan Google bahkan berkomitmen menggunakan energi terbarukan untuk memenuhi <a href="https://www.climateneutraldatacentre.net/wp-content/uploads/2021/06/CNDCP-Policy-Paper_FINAL.pdf">70% kebutuhan listrik mereka pada 2025 dan 100% pada 2030.</a>.</p>
<h2>Mengubah perilaku digital juga penting</h2>
<p>Meski penting, upaya memastikan pengelolaan <em>data centre</em> yang hemat energi baru menyelesaikan separuh masalah. Emisi gas rumah kaca dari aktivitas ini bukanlah satu-satunya sumber perkara.</p>
<p>Kita juga harus memperhitungkan dampak lingkungan yang lebih sulit diukur dari penggunaan data digital. </p>
<p>Misalnya, masalah lingkungan yang terjadi akibat peningkatan konsumerisme karena <em>big data</em> dan algoritma yang semakin mampu membanjiri pengguna internet dengan iklan yang ‘tepat’. Algoritma data juga semakin efisien untuk membuat masyarakat kian bergantung pada media sosial ataupun platform <em>e-commerce</em> (lokapasar).</p>
<p>Pusat data yang efisien juga bisa memicu <a href="https://www.oecd-forum.org/posts/the-jevons-paradox-and-rebound-effect-are-we-implementing-the-right-energy-and-climate-change-policies">“Jevons Paradox”</a>. Artinya, operasi yang efisien justru mendongkrak pertumbuhan data center, hingga berujung pada penggunaan sumber daya yang lebih banyak dalam jangka panjang.</p>
<p>Inovasi teknologi dan efisiensi memang tidak bisa menjadi solusi tunggal untuk pembangunan berkelanjutan dalam ekonomi digital. Keduanya harus disokong dengan penyesuaian perilaku masyarakat di ranah digital secara terus menerus. Langkah penting yang bisa dilakukan adalah edukasi masyarakat bahwa aktivitas mereka di ranah daring mempunyai konsekuensi yang nyata pada lingkungan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/203168/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tiola Allain tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pusat data ‘kecil’ berkapasitas 1 MW membutuhkan energi setara dengan listrik untuk seribu rumah. Fasilitas ini juga membutuhkan 26 juta liter air setahun untuk mendinginkan mesin yang mudah panas.Tiola Allain, Researcher, Center for Indonesian Policy StudiesLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1976272023-01-24T04:31:40Z2023-01-24T04:31:40ZRiset kami di kota pesisir Makassar tunjukkan SMK bisa jadi kunci mengembangkan kapasitas digital pekerja muda pelabuhan<p>Perekonomian Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tumbuh pesat dalam beberapa tahun belakangan. Pada 2019 sebelum pandemi, pertumbuhan provinsi ini <a href="https://pair.australiaindonesiacentre.org/research/connectivity/overview-south-sulawesis-economy/">mencapai 6,9%</a> – lebih tinggi dari rata-rata nasional 5% – dengan pengembangan infrastruktur yang cepat, khususnya di industri maritim.</p>
<p>Seiring bertumbuh, industri wilayah ini pun mengalami digitalisasi. <a href="https://pair.australiaindonesiacentre.org/wp-content/uploads/2022/11/YPS5-1-EN-ONLINE.pdf">Studi yang kami lakukan</a> pada tahun ini bersama program riset bilateral Australia-Indonesia Centre (AIC), menemukan adanya celah signifikan dalam hal literasi dan kemampuan digital antara sistem pendidikan dan kebutuhan industri di Sulawesi Selatan.</p>
<p>Tim kami membuat instrumen yang mengukur kompetensi digital individu lewat sembilan dimensi – termasuk pemikiran komputasional, komunikasi digital, dan kompetensi digital terkait rantai pasok. Kami kemudian melakukan campuran antara wawancara, survei, dan <em>focus-group discussion</em> (FGD) yang melibatkan pekerja muda di pelabuhan, manajemen pelabuhan, serta siswa dan kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).</p>
<p>Kajian ini menemukan bahwa pekerja pelabuhan meraih skor tinggi dalam aspek-aspek seperti identitas dan keamanan digital (4,3 dari 5) dan pengoperasian teknologi secara umum (4,2). Namun, mereka lemah dalam lima dari sembilan indikator, dan juga sangat tertinggal dalam aspek pemikiran komputasional (2,36) dan kompetensi digital terkait rantai pasok (2,34).</p>
<p>Literatur menunjukkan bahwa kedua kompetensi ini penting dalam meningkatkan efektivitas operasi pelabuhan.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/501481/original/file-20221216-14-9lvdt7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/501481/original/file-20221216-14-9lvdt7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/501481/original/file-20221216-14-9lvdt7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=366&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/501481/original/file-20221216-14-9lvdt7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=366&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/501481/original/file-20221216-14-9lvdt7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=366&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/501481/original/file-20221216-14-9lvdt7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=460&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/501481/original/file-20221216-14-9lvdt7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=460&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/501481/original/file-20221216-14-9lvdt7.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=460&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pekerja di Pelabuhan Makassar lemah dalam banyak indikator kemampuan digital.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Australia-Indonesia Centre)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://comskills.co.uk/wp-content/uploads/2021/11/defining-the-skills-citizens-will-need-in-the-future-world-of-work.pdf">Pemikiran komputasional</a>, misalnya, mempengaruhi sebaik apa operator bisa merencanakan pemuatan dan pembongkaran peti kemas di pelabuhan. Sementara, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S2213624X1830350X">kemampuan digital dalam manajemen rantai pasok</a> sangat penting dalam pengoperasian program dan platform logistik.</p>
<p>Riset kami menunjukkan celah kompetensi ini ada karena beberapa alasan. Ini termasuk ketersediaan program pelatihan bagi pekerja muda yang masih terbatas, serta kurikulum sekolah dan guru yang belum berhasil membekali lulusan dengan kompetensi digital yang cukup.</p>
<p>Untuk menjawabnya, kami memandang pendidikan vokasi punya peran besar menutup kekurangan kemampuan digital ini. Kami juga memetakan beberapa peluang untuk memperbaiki tawaran program yang ada saat ini di berbagai SMK dan institusi vokasi lainnya di Makassar.</p>
<p><a href="https://www.ditjenvokasi.id/perencanaan/renstra">Pendidikan vokasi</a> di Indonesia, misalnya, dari SMK hingga politeknik, sebagian bertujuan untuk memajukan kapasitas digital para murid. Struktur kurikulumnya berbasis permintaan pasar kerja saat ini, dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan industri.</p>
<p>Memperbaiki institusi pendidikan vokasi ini – sekaligus menutup celah kompetensi yang ada – bisa membantu pekerja muda untuk benar-benar meraup manfaat dari ekonomi maritim yang tengah berkembang seperti di Makassar.</p>
<h2>Memajukan pendidikan vokasi, menutup celah literasi</h2>
<p>Untuk mengukur seberapa baik program pendidikan yang saat ini ditawarkan sekolah vokasi bisa berkontribusi menutup celah literasi digital di antara pekerja muda di pelabuhan, kami melakukan serangkaian wawancara dan survei dengan 198 murid dan tujuh kepala sekolah di Makassar.</p>
<p>Kami menemukan para siswa SMK ini punya skor yang sedikit lebih rendah dari para pekerja muda pelabuhan dalam kebanyakan aspek. Seperti mereka pula, para siswa ini juga masih lemah dalam aspek pemikiran komputasional (3,2) dan kompetensi digital terkait rantai pasok (2,4).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/501489/original/file-20221216-17-g5wq30.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/501489/original/file-20221216-17-g5wq30.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/501489/original/file-20221216-17-g5wq30.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/501489/original/file-20221216-17-g5wq30.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/501489/original/file-20221216-17-g5wq30.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/501489/original/file-20221216-17-g5wq30.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/501489/original/file-20221216-17-g5wq30.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Murid sekolah vokasi di Makassar meraih skor lebih tinggi dari pekerja pelabuhan dalam hal pemikiran komputasional dan kompetensi digital terkait rantai pasok.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Australia-Indonesia Centre)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tapi, skor para siswa dalam kedua aspek ini masih lebih tinggi dari para senior mereka di industri pelabuhan. </p>
<p>Ini menunjukkan bahwa sekolah vokasi sudah punya fondasi yang kuat dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas. Dengan sedikit perbaikan – seperti dalam hal kurikulum dan pengajaran – para SMK dan politeknik bisa menjadi mitra ideal bagi industri maritim Makassar untuk pelatihan maupun produksi talenta yang unggul dalam literasi digital.</p>
<p>Meski demikian, kami juga mengidentifikasi adanya keterbatasan pemahaman terkait aplikasi-aplikasi bisnis di antara para siswa. Sekitar 52,5% mendemonstrasikan kompetensi yang rendah dalam memakai perangkat lunak terkait manajemen rantai pasok.</p>
<p>Untuk menutup kekurangan ini, tim kami menyarankan sejumlah ranah perbaikan bagi sekolah vokasi di Makassar:</p>
<p><strong>1. Kembangkan dan desain ulang kurikulum untuk mengembangkan kompetensi digital yang relevan dengan industri</strong></p>
<p>Dalam <a href="https://kurikulum.kemdikbud.go.id/wp-content/unduhan/Struktur_SMK_2018.pdf">kurikulum SMK saat ini</a> di Indonesia, topik seperti identitas dan keamanan digital, kompetensi terkait manajemen rantai pasok, serta konsep dan operasi teknologi adalah tiga kemampuan digital utama yang belum dipertimbangkan.</p>
<p>Akibatnya, kurikulum SMK belum selaras dengan kebutuhan industri maritim Makassar.</p>
<p>Sekolah vokasi perlu mempertimbangkan untuk melakukan serangkaian lokakarya pengembangan atau perancangan ulang kurikulum yang melibatkan pemegang kepentingan dari industri, termasuk Pelabuhan Makassar, serta akademisi dan konsultan yang ahli dalam bidang literasi digital.</p>
<p>Kerangka literasi digital yang sudah kami buat pun bisa menjadi panduan dalam pengembangan ulang ini.</p>
<p>SMK lokal juga bisa membangun kemitraan dengan perguruan tinggi unggulan di Indonesia maupun negara tetangga untuk mendukung upaya perbaikan kemampuan digital dan kompetensi manajemen rantai pasok para murid dan pekerja muda.</p>
<p><strong>2. Tingkatkan kompetensi mengajar para guru</strong></p>
<p>Sekolah vokasi di Makassar perlu mengidentifikasi staf pengajar yang belum punya sertifikat kompetensi digital.</p>
<p>Dalam peraturan pendidikan di Indonesia, guru <a href="https://sma.kemdikbud.go.id/direktorat/data/files/Permendikbud%20Nomor%2045%20Tahun%202015%20Tentang%20Perubahan%20Atas%20Permendikbud%20No%2045%20Tahun%202015.pdf">memerlukan sertifikasi tertentu</a> – yang dalam hal ini dikelola Kementerian Pendidikan (Kemdikbudristek) – untuk mengajar subjek-subjek seperti teknologi informasi dan komunikasi, manajemen informasi, rekayasa perangkat lunak, rekayasa komputer dan jaringan, dan multimedia.</p>
<p><a href="https://pair.australiaindonesiacentre.org/wp-content/uploads/2022/11/YPS5-1-EN-ONLINE.pdf">Data kami</a>, sayangnya, menunjukkan bahwa lebih dari setengah staf pengajar di dua SMK di Makassar belum tersertifikasi. Proporsi mereka yang tersertifikasi hanya 10% dan 23,6% di masing-masing sekolah tersebut.</p>
<p><strong>3. Perkuat kemitraan antara sekolah vokasi lokal dan dunia industri</strong></p>
<p>Kemdikbudristek telah <a href="https://www.vokasi.kemdikbud.go.id/read/b/inilah-empat-program-kemitraan-dan-penyelarasan-untuk-meningkatkan-potensi-unggul-smk">menetapkan sejumlah kebijakan</a> untuk membangun koneksi yang lebih kuat antara SMK dan industri. Tapi implementasi berbagai kemitraan ini, termasuk yang melibatkan Pelabuhan Makassar, masih minim.</p>
<p>Selain memastikan relevansi pendidikan vokasi dengan kebutuhan industri – termasuk melalui program magang dan penyelarasan kurikulum – kemitraan pendidikan-industri juga bisa secara bersamaan mengemban biaya pendidikan sehingga para siswa lebih siap memasuki dunia kerja.</p>
<p>Kita perlu membangun hubungan yang lebih kuat antara para pemegang kepentingan termasuk, misalnya, Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Pelabuhan Makassar, dan para SMK dan politeknik di daerah ini.</p>
<hr>
<p><em>Penelitian ini didanai oleh pemerintah Australia melalui <a href="https://pair.australiaindonesiacentre.org">program PAIR</a> yang difasilitasi oleh Australia-Indonesia Centre (AIC).</em></p>
<p><em>Australia-Indonesia Centre (AIC) mendukung The Conversation Indonesia (TCID) dalam penerbitan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197627/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sherah Kurnia menerima dana dari Australia-Indonesia Centre (AIC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Achmad Nizar Hidayanto menerima dana dari Australia-Indonesia Centre (AIC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Agus Wicaksana menerima dana dari Australia-Indonesia Centre (AIC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Armin Lawi menerima dana dari Australia-Indonesia Centre (AIC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Dr Rod Dilnutt menerima dana dari Australia-Indonesia Centre (AIC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Hafizh Rafizal Adnan menerima dana dari Australia-Indonesia Centre (AIC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Rizky Utami menerima dana dari Australia-Indonesia Centre (AIC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sri Astuti Thamrin menerima dana dari Australia-Indonesia Centre (AIC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Helen Brown adalah anggota Dewan Bisnis Australia Indonesia (AIBC). Dia adalah Managing Director Bisnis Asia yang menerima dana pemerintah Australia untuk penelitian investasi asing bekerja sama dengan CIPS Indonesia. Dia bekerja untuk Australia-Indonesia Centre, yang didanai oleh pemerintah Australia.</span></em></p>Memperbaiki sekolah vokasi, sekaligus menutup celah kompetensi digital, bisa membantu pekerja muda untuk benar-benar meraup manfaat dari ekonomi maritim yang tengah berkembang.Sherah Kurnia, Associate Professor at the School of Computing and Information Systems, The University of MelbourneAchmad Nizar Hidayanto, Vice Dean for Resource, Venture, and General Administration, Faculty of Computer Science, Universitas IndonesiaAgus Wicaksana, PhD Candidate in Operations and Supply Chain Management, The University of MelbourneArmin Lawi, Associate Professor (Lektor Kepala) of Computer Science, Universitas HasanuddinDr Rod Dilnutt, Industry Fellow, The University of MelbourneHafizh Rafizal Adnan, PhD Student in Information Systems and Analytics, National University of SingaporeRizky Utami, Lecturer, Universitas HasanuddinSri Astuti Thamrin, Ph.D/ Dosen Universitas Hasanuddin, Universitas HasanuddinLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1745472022-01-17T06:00:39Z2022-01-17T06:00:39ZMetaverse, membangun kehidupan dalam dunia virtual: menjanjikan tapi juga potensial bermasalah<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/440606/original/file-20220113-27-1wpsrcc.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang laki-laki berlari dalam dunia digital.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/id/image-photo/man-virtual-helmet-mixed-media-612395738">Shutterstock (Sergey Nivens)</a></span></figcaption></figure><p>Pandemi COVID-19 telah memaksa dan menjadi katalisator penting dalam mengubah secara radikal aktivitas hidup manusia dari <em>offline</em> ke <em>online</em>. Sistem kerja dari rumah, webinar, dan rapat <em>online</em> yang dulu sulit terjadi, kini menjadi gaya hidup yang lazim. </p>
<p>Hampir semua aktivitas tatap muka seperti rapat, sekolah, dan hiburan berubah menjadi <em>online</em>. Misalnya, film-film <em>box office</em> yang dulu tayang eksklusif di bioskop, kini beralih perilisannya secara <em>streaming</em>. </p>
<p>Dengan kondisi pandemi yang belum menunjukkan tanda berakhir, <a href="https://time.com/6116826/what-is-the-metaverse/">metaverse</a> dapat menjadi solusi ampuh untuk alternatif kehidupan selain di dunia fisik. Metaverse diciptakan dengan memadukan berbagai unsur teknologi seperti konferensi video, media sosial, hiburan, <em>game</em>, pendidikan, pekerjaan, dan <a href="https://websummit.com/schedule/ws21/timeslot/welcome-to-the-metaverse">mata uang kripto</a>. </p>
<p>Keunggulan inilah yang akan membuat metaverse tampil sebagai revolusi internet. </p>
<p>Sebuah <a href="https://researchportal.helsinki.fi/en/publications/all-one-needs-to-know-about-metaverse-a-complete-survey-on-techno">riset</a> menunjukkan metaverse memberikan manfaat signifikan dalam kehidupan manusia seperti menyediakan ruang tanpa batas kegiatan <a href="https://www.washingtonpost.com/video-games/2020/10/16/biden-animal-crossing-island/">kampanye</a> kepresidenan 2020 <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Joe_Biden">Joe Biden</a> di <a href="https://animal-crossing.com">Animal Crossing Nintendo</a>, wisuda mahasiswa <a href="https://news.berkeley.edu/2020/05/16/watch-blockeley-uc-berkeleys-online-minecraft-commencement/">UC Berkeley</a> di <a href="https://www.minecraft.net">Minecraft</a>, dan perpustakaan virtual yang dikembangkan Standford University di <a href="https://secondlife.com/destination/600">Second Life</a>.</p>
<h2>Apa itu metaverse</h2>
<p>Metaverse digadang-gadang menjadi gaya hidup masa depan yang lebih efisien. Sebuah era baru yang mampu mengkoneksikan manusia dalam waktu-riil tanpa mengenal batas geografis. Pada masa itu, media sosial yang kita gunakan saat ini akan tampak seperti barang primitif nan usang. Ini sebuah dunia yang menjanjikan tapi juga punya potensi masalah besar. </p>
<p>Keriuhan metaverse dimulai ketika <a href="https://www.theverge.com/22588022/mark-zuckerberg-facebook-ceo-metaverse-interview">Mark Zuckerberg</a> pada Juni tahun lalu mengumumkan pergantian nama perusahaannya dari Facebook menjadi Meta. Perubahan nama ini dilakukan sebagai alih citra Facebook dari perusahaan media sosial menjadi perusahaan teknologi. </p>
<p>Meta akan berfokus pada pengembangan metaverse dengan misi menghubungkan manusia, menemukan komunitas, dan <a href="https://about.fb.com/news/2021/10/facebook-company-is-now-meta/">mengembangkan bisnis</a>.</p>
<p>Metaverse milik Meta tersebut diberi nama <a href="https://www.oculus.com/experiences/quest/2532035600194083/?intern_source=blog&intern_content=horizon-worlds-opens-to-those-18-in-the-us-and-canada">Horizon Worlds</a>. Diluncurkan pada Desember 2021, Horizon Worlds menawarkan kehidupan virtual dengan memberikan rasa kehadiran yang realistis (<em>realistic presence</em>) sehingga terasa seperti di dunia nyata. </p>
<p>Untuk dapat mengakses Horizon Worlds, pengguna harus menggunakan kacamata Oculus dan sarung tangan untuk kontrol gerak. Dengan demikian, penggguna seolah berada di dalam internet, bukan sekadar menatapnya melalui layar <em>gadget</em>. Persis seperti dalam animasi <em><a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Ralph_Breaks_the_Internet">Ralph Breaks the Internet</a></em> (2018) dan film <em><a href="https://www.imdb.com/title/tt1677720/">Ready Player One</a></em> (2018).</p>
<p>Selain Meta, raksasa teknologi yang juga sedang membangun metaverse-nya adalah <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Apple_Inc.">Apple</a>, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Google">Google</a>, dan <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Microsoft">Microsoft</a>. </p>
<p>Semuanya sedang berlomba-lomba mengejar perusahaan <em>game</em> dan hiburan yang lebih dulu memimpin pengembangan metaverse seperti <a href="https://www.epicgames.com/fortnite/en-US/home">Fortnite</a>, <a href="https://www.roblox.com">Roblox</a>, <a href="https://nianticlabs.com/en/">Niantic</a>, dan <a href="https://decentraland.org">Decentraland</a>.</p>
<p>Ke depan, tentu akan lebih mudah jika masing-masing penyedia layanan metaverse memberikan fleksibilitas agar para pengguna dapat keluar masuk berbagai platform sembari membawa aksesoris <em>avatar</em>-nya masing-masing. </p>
<h2>Metaverse, era masa depan</h2>
<p>Pesona metaverse kemudian membuat banyak <em>brand</em> dunia bergerak masuk ke dalamnya. </p>
<p>Gucci, misalnya, mulai menggunakan <em>non-fungible token</em>(NFT) dalam koleksinya. <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Non-fungible_token">NFT</a> adalah aset digital yang dapat berbentuk pakaian, karya seni, video, dan audio. Koleksi khusus Gucci berbentuk NFT itu menawarkan sensasi kemewahan digital yang hanya dapat dibeli di metaverse.</p>
<p>Sebagai salah satu pasar besar metaverse di <a href="http://www.nftdefi-chainplus.com/en/">Asia Pasifik</a>, Indonesia tak mau ketinggalan. Penyanyi <a href="https://inet.detik.com/cyberlife/d-5853309/syahrini-welcome-to-the-metaverse">Syahrini</a>, misalnya, baru-baru ini turut dalam keriuhan metaverse dengan mengeluarkan NFT berhijab pertama di dunia pada 14 Desember 2021. Karya seni digital berbentuk <em>avatar</em> dirinya itu bahkan ludes dalam hitungan jam. </p>
<p>Selain bisnis NFT, beberapa <em>platform</em> metaverse seperti <a href="https://www.sandbox.game/en/?__cf_chl_jschl_tk__=kym1dgRG94opNqB6Pd67UMcLhm3LKoxew4z8YH0vhF8-1642059641-0-gaNycGzNB30">Sandbox</a> dan <a href="https://theconversation.com/apakah-berinvestasi-real-estate-virtual-di-metaverse-sebuah-ide-gila-174697">Decentraland</a> menyediakan fitur jual beli tanah virtual menggunakan mata uang kripto. Di atas tanah virtual itu dapat digunakan untuk membangun properti virtual seperti kantor dan mall yang dapat dijual kembali atau disewakan. </p>
<p>Mata uang kripto memang mengalami dampak positif terhadap perkembangan metaverse. Nilai mata uang kripto Decentraland <a href="https://www.coinbase.com/price/decentraland?__cf_chl_captcha_tk__=6EnDvK8S1fy24DFxBZz2W2Q_Vb6vGktZwVNfYI9tB.w-1642069042-0-gaNycGzNB5E">MANA</a> misalnya, melonjak sebesar <a href="https://www.somagnews.com/samsung-partners-with-this-metaverse-coin-price-jumps/">20 persen</a> dari $2,73 menjadi $3,27 saat <a href="https://www.theblockcrypto.com/post/129380/samsung-metaverse-flagship-837-store-decentraland">Samsung</a> membuka toko virtual pertamanya di Decentraland pada 6 Januari 2022. </p>
<p>Tak heran, banyak pebisnis yang berlomba-lomba terjun ke metaverse karena akan menjadi lahan bisnis digital masa depan.</p>
<h2>Potensi masalah masa depan</h2>
<p>Bayangkan sebuah dunia virtual yang tampak lebih realistis, praktis, dan fantastis daripada apa yang terjadi di dunia nyata. </p>
<p>Bayangkan jika seluruh layanan perbankan, misalnya, dapat diakses dalam secara virtual. Kita tidak perlu menghabiskan waktu mengantri di <em>customer service</em> untuk sekadar mengganti kartu debit dan cetak buku tabungan. Sebab, semuanya dapat dilakukan dalam sebuah ruang virtual tanpa harus meninggalkan rumah. </p>
<p>Metaverse memang berpotensi menjadi teknologi yang sangat berguna bagi manusia. Salah satunya bagi penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik untuk melakukan mobilitas di dunia nyata. Namun, tetap saja inklusivitas metaverse masih dipertanyakan khususnya bagi yang mengalami keterbatasan penglihatan dan orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap internet. </p>
<p>Tidak hanya itu, potensi adiksi terhadap metaverse akan lebih besar dari candu terhadap media sosial. Sebuah <a href="https://www.mdpi.com/2227-9032/9/4/450/pdf">riset</a> menunjukkan kecanduan teknologi dan internet seperti media sosial, ponsel pintar, dan <em>game</em> dapat berujung pada depresi. Kita perlu riset untuk mengetahui bagaimana dampaknya jika seseorang mengalami ketagihan untuk hidup dalam metaverse. Apakah misalnya, pertemuan tatap muka akan terasa canggung dan kikuk dibanding interaksi manusia secara virtual. </p>
<p>Tidak menutup kemungkinan pula, para penduduk metaverse akan terpolarisasi sebagai akibat dari algoritma yang dapat berujung pada misinformasi, perundungan siber, dan perpecahan. Belum lagi soal kejahatan siber lintas negara, pencurian data pribadi, dan <a href="https://www.technologyreview.com/2021/12/16/1042516/the-metaverse-has-a-groping-problem/">pelecehan seksual</a> secara virtual yang akan menjadi semakin pelik. </p>
<p>Untuk itu, negara perlu segera menyediakan payung hukum berupa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang juga mengakomodasi pengaturan ranah virtual untuk mengatasi potensi masalah yang akan terjadi dalam metaverse. </p>
<p>Yang perlu dipahami, kita perlu memberikan batasan sejauh mana metaverse perlu digunakan untuk menunjang aktivitas dan kehidupan sehari-hari. </p>
<p>Gerakan <em>logout</em> secara berkala dapat dilakukan manusia tidak lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya berada di dunia nyata. Bukan dalam metaverse yang penuh dengan fantasi dan imajinasi sebagai bentuk eskapisme dari kehidupan di dunia nyata.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/174547/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ranny Rastati tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Coba bayangkan, akan tiba masa kita akan hidup dalam sebuah era yang sama sekali baru. Era dimana dunia virtual tampak lebih realistis, praktis, dan fantastis daripada yang terjadi di dunia nyata.Ranny Rastati, Researcher at the Center for Society and Culture, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1675582022-01-12T07:00:44Z2022-01-12T07:00:44ZPenyintas kekerasan seksual menemukan ruang aman, dukungan, dan penghiburan di media sosial<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/439588/original/file-20220106-25-rg5n7t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=94%2C152%2C2393%2C1639&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> <span class="attribution"><span class="source">Rifqi Riyanto/INA Photo Agency/Sipa USA</span></span></figcaption></figure><p>Dalam konteks masyarakat Indonesia yang agamis dan normatif, realita kekerasan seksual seolah menjadi sesuatu yang absurd dan ada di luar nalar.</p>
<p>Masih banyak orang yang percaya kekerasan seksual <a href="https://thisisgender.com/miskonsepsi-kekerasan-seksual/">tidak mungkin terjadi dalam masyarakat beragama</a>. Mitos lain yang kerap dirujuk untuk meremehkan kekerasan seksual adalah bahwa kekerasan seksual tidak mungkin terjadi dalam <a href="https://today.line.me/id/v2/article/EjyKPv">masyarakat yang memiliki budaya Timur seperti Indonesia</a>. </p>
<p>Temuan saya dan tim penelitian di Universitas Indonesia menggambarkan kenyataan yang berbeda. Dengan argumen bahwa internet merupakan ruang yang lain, studi ini diawali dengan keyakinan bahwa platform sosial media menyediakan ruang untuk menampilkan realitas yang dimungkiri - <a href="https://www.mdpi.com/2075-4698/10/3/51">misalnya, kekerasan seksual</a> - oleh masyarakat dominan. </p>
<p>Data penelitian kami menunjukkan kasus kekerasan seksual banyak terjadi tanpa memandang agama, hubungan sosial dan cara berpakaian. Perkosaan, pelecehan seksual, dan penyiksaan seksual terjadi dengan pelaku orang-orang terdekat dan dipercaya oleh korban. </p>
<p>Data ini sejalan dengan ramainya kasus kekerasan seksual yang diungkap ke ruang publik, yang sumbernya bukan dari media arus utama melainkan akun-akun pribadi pada platform media sosial. </p>
<p>Sedikit berbeda dengan penelitian di luar Indonesia yang justru menggambarkan <a href="https://scholarsarchive.byu.edu/facpub/4155/">media sosial menjadi ruang kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan</a>, <a href="https://fslmjournals.taylors.edu.my/facebook-group-types-and-posts-indonesian-women-free-themselves-from-domestic-violence/">data</a> <a href="https://www.atlantis-press.com/proceedings/aprish-19/125957147">penelitian kami</a> justru menunjukkan perempuan penyintas kekerasan seksual di Indonesia membagikan pengalaman kelamnya di Twitter dan Facebook untuk mencari tempat nyaman berbagi ketakutan, kekhawatiran, kesedihan dan kemarahan. </p>
<p>Di media sosial Indonesia, korban dan penyintas kekerasan seksual menemukan ruang aman yang memberi dukungan dan penguatan, serta menghindari stigma dan tekanan masyarakat. </p>
<h2>Media sosial sebagai ruang aman</h2>
<p>Dalam studi, tim peneliti melakukan pengamatan pada platform sosial media Facebook dan Twitter. Selain itu, tim peneliti juga melakukan wawancara pada sejumlah perempuan penyintas kekerasan seksual. </p>
<p>Temuan studi ini menunjukkan bahwa perempuan di Indonesia mempercayai bahwa platform media sosial adalah tempat yang tepat untuk membagikan pengalaman kekerasan seksual. </p>
<p>Walaupun para penyintas memahami bahwa sosial media tidak selalu memberikan perlindungan dan dukungan, namun mereka yakin media sosial tetap memberi ruang yang menerima realita alternatif, yang seringkali ditolak oleh masyarakat dominan. </p>
<p>Ilmuwan sosial menyatakan <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1741659016652445">perempuan penyintas cenderung melakukan pengungkapan kekerasan seksual melalui platform daring</a> untuk melawan dan menanggapi pelecehan. </p>
<p>Berkaitan dengan itu Nancy Fraser, <a href="https://www.newschool.edu/nssr/faculty/Nancy-Fraser/">profesor filsafat dan politik</a> di New School for Social Research, Amerika Serikat, memperkenalkan konsep <a href="https://criticallegalthinking.com/2016/11/06/nancy-fraser-subaltern-counterpublics/">ruang publik tandingan</a> (<em>counterpublic subaltern</em>), yang menggambarkan sebuah ruang tempat anggota kelompok sosial yang dipinggirkan dan ditekan menemukan apa yang mereka butuhkan, yang tidak mereka dapatkan dari masyarakat dominan. </p>
<p>Salah satu subjek penelitian kami, DH, membagikan pengalamannya sebagai penyintas kekerasan seksual. Dalam postingannya DH mengundang pembaca untuk memberikan dukungan berupa solusi: </p>
<blockquote>
<p>“[..] Saya sama dia pacaran sudah bertahun-tahun, jadi dia nggak terima saya putusin. Dia memperkosa saya, dia pukul saya. Jadi untuk pertama kalinya dia melecehkan saya. Beberapa minggu kemudian dia kembali lagi melakukan itu kepada saya karena ketauan saya mau pulang kampung karena sudah merasa menjadi wanita yang sangat kotor. [..] Saya ketakutan saya benar-benar dihantui rasa bersalah, penyesalan, dan malu. Tolong beri solusinya dan saya mohon jangan bully saya.” (DH, penyintas)</p>
</blockquote>
<p>Postingan DH mendapatkan 27 emoji positif dan 23 <em>likes</em>. Dari 31 komentar, DH mendapatkan 17 dukungan berupa informasi apa yang sebaiknya harus dilakukan, penilaian situasi, dan dukungan penguatan. </p>
<p>Penyintas lain, NN, menggunakan menceritakan kekerasan seksual ayah tirinya. Postingan NN yang membagikan pengalaman sebagai penyintas mendapatkan 256 respon emoji positif dan 151 komentar yang mendukung.</p>
<blockquote>
<p>“Waktu SMP kelas 3 saya digrepe bapak tiri. Saat diintrogasi nggak ngaku, bilangnya saya halusinasi, di grepe ama Jin. Ngadu ke ibu tapi ibu saya ujung-ujungnya balik lagi ke orang sialan itu.” (NN, penyintas)</p>
</blockquote>
<p>Respon yang diperoleh DH dan NN menggambarkan bagaimana media sosial tidak hanya menyediakan tempat bagi kisah personal para penyintas, namun juga menawarkan ruang aman bagi para penyintas kekerasan seksual. </p>
<p>Hasil penelitian ini menunjukkan penyintas meyakini bahwa media sosial akan memberikan kenyamanan yang memperkecil ruang ancaman dan pelecehan. </p>
<p>Melalui media sosial, penyintas menemukan penguatan emosional dan psikologis, dan cenderung dapat menghindari tekanan struktur dominan. </p>
<p>Walaupun penelitian ini masih menemukan bentuk pengawasan norma dominan dari masyarakat (melalui respon negatif), namun pada saat yang sama penyintas juga menemukan bantuan hukum, psikologis, dan keamanan digital. </p>
<h2>Stigma dan pembungkaman terhadap perempuan korban kekerasan</h2>
<p>Mengapa perempuan memilih sosial media sebagai ruang aman? Perempuan penyintas dalam studi ini menyadari berbagai stigma dalam masyarakat dominan yang lahir dari <a href="https://thisisgender.com/wp-content/uploads/2020/09/010-RPH-CGS-Consent-Sexual-Ttd-Azalia.pdf">mitos tentang seksualitas dan perempuan</a>, sehingga mencari ‘ruang aman’ lain. </p>
<p>Perempuan penyintas dalam studi ini mengenali stigma yang berkaitan erat dengan seksualitas dan perempuan. Salah satu subjek penelitian berpendapat bahwa seksualitas dan hak perempuan yang berkaitan dengan seksualitas adalah salah satu topik yang sulit mendapat ruang diskusi dalam masyarakat dominan. </p>
<blockquote>
<p>“Kalau aku cerita, pasti akan mereka bilang salah sendiri kamu pakai baju ketat.” (AA, penyintas)</p>
</blockquote>
<p>Para penyintas dalam studi ini menyebutkan ada dua mitos terkait seksualitas. </p>
<p>Pertama, seksualitas adalah hal privat (dan suci). Kedua, seksualitas tabu dibicarakan dan seks tabu dilakukan di luar institusi pernikahan. </p>
<p>Mitos seksualitas tersebut menghasilkan narasi-narasi pemujaan semu terhadap perempuan seperti perempuan punya tugas mulia sebagai ibu dan istri atau perempuan yang baik akan menjaga keperawanan. </p>
<p>Akibatnya ada tuntutan bahwa perempuan baik-baik hanya melakukan hubungan seksual dan hamil dalam lembaga pernikahan. Sebaliknya, logika dominan yang sama mendudukan laki-laki dalam posisi mulia, bertugas memimpin dan melindungi keluarga, termasuk istri dan anak-anaknya. </p>
<blockquote>
<p>“Pasti orang berpendapat saya pantas mendapat kekerasan seksual dari suami, karena saya bukan istri yang baik.”(RA, penyintas)</p>
</blockquote>
<p>Pada banyak kesempatan, kekerasan seksual sulit diungkapkan karena dikaitkan dengan standar moralitas yang merujuk perempuan sebagai simbol kesucian dan kehormatan. </p>
<p>Akibatnya, perempuan penyintas kekerasan seksual seringkali dianggap berbuat aib dan disalahkan sebagai penyebab terjadinya tindakan kekerasan. Stigma tersebut yang mendorong penyintas perempuan memilih bungkam. </p>
<h2>Alternatif perlindungan dan dukungan</h2>
<p>Temuan penelitian ini menegaskan bahwa penyintas kekerasan seksual sulit menemukan perlindungan dan dukungan dalam struktur masyarakat dominan. </p>
<p>Minimnya penguatan dari struktur dominan mendorong perempuan penyintas kekerasan seksual mencari ruang aman lain, yaitu media sosial. </p>
<p>Walaupun data penelitian menunjukkan penyintas kekerasan seksual memperoleh dukungan dan penguatan dari ranah daring, kasus-kasus kekerasan seksual tetap membutuhkan dukungan dari struktur dominan. </p>
<p>Temuan penelitian ini sekaligus menguatkan alasan mengapa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pencegahan Kekerasan Seksual (PKS) penting untuk segera disahkan. </p>
<p>Kita telah melihat adanya gerakan yang menolak pengesahan RUU PKS dengan alasan RUU itu mempromosikan perilaku seks bebas dan mendorong penyimpangan terhadap norma-norma agama dan adat ketimuran.</p>
<p>Gerakan ini justru menguatkan stigma dan mitos yang selama ini menjadi penghalang penyintas kekerasan seksual untuk mendapatkan penguatan dan perlindungan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167558/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Endah Triastuti tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Di media sosial, korban dan penyintas kekerasan seksual menemukan penguatan emosional dan psikologis, dan cenderung dapat menghindari tekanan masyarakat.Endah Triastuti, Lecturer, Researcher, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1741202022-01-04T05:08:02Z2022-01-04T05:08:02ZMengapa meme di Twitter lebih positif (dan bergerak jauh lebih cepat) dari yang kita kira<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/439281/original/file-20220104-13-rrhr1k.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.nyphotographic.com/">Nick Youngson</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Pernahkah kamu memeriksa timeline Twitter dan bertanya-tanya apa yang dibicarakan semua orang? Kamu tidak membuka Twitter baru beberapa jam dan tiba-tiba timeline dipenuhi dengan orang-orang berbagi meme tentang sesuatu sama sekali baru.</p>
<p>Kami <a href="https://jdsr.se/ojs/index.php/jdsr/article/view/95">mempelajari “momen memetik” ini</a> di Amerika Serikat (AS) untuk memahami bagaimana meme muncul dengan cepat dan spontan sebagai respons terhadap peristiwa utama yang cenderung berfokus pada hal sosial. Kami menemukan bahwa meme bergerak lebih cepat dari yang kita duga, terkadang muncul, menyebar dengan liar, dan mulai hilang dalam waktu kurang dari sehari.</p>
<p>Twitter dan media sosial lainnya terkenal sebagai situs pelecehan, rasisme, trolling, dan konten <em>toxic</em> lainnya, tapi kami menemukan dalam studi ini bahwa sangat sedikit materi seperti ini yang bergerak cepat.</p>
<p>Kami menduga bahwa kecepatan gerakan meme-meme itu dapat mengurangi jumlah <em>engagement</em> negatif pada media sosial. Meme-meme seperti itu mungkin merupakan elemen yang kurang dihargai di budaya media sosial yang positif – sehingga memberikan petunjuk tentang bagaimana platform media sosial dapat berkembang.</p>
<h2>Meme babi liar</h2>
<p>Kami mengamati dua momen memetik di AS. Yang paling populer adalah meme “30-50 feral hogs (30-50 babi liar)”, yang dimulai setelah akhir pekan atas penembakan massal di AS pada Agustus 2019.</p>
<p>Merespon penembakan tersebut, dan khususnya pada peran senapan serbu otomatis dalam peristiwa tersebut, musisi Jason Isbell mentweet:</p>
<blockquote>
<p>Jika Anda di sini memperdebatkan definisi “senjata serbu”, Anda adalah bagian dari masalah. Anda tahu apa itu senjata serbu, dan Anda tahu Anda tidak membutuhkannya.</p>
</blockquote>
<p>Tweet itu menjadi populer, disukai dan di-retweet ribuan kali.</p>
<p>Di antara balasan-balasannya, ada satu tweet yang menonjol. William McNabb, yang saat itu bukan pengguna terkenal, menjawab:</p>
<blockquote>
<p>Pertanyaan bagi orang-orang di pedesaan Amerika – Bagaimana cara membunuh 30–50 babi liar yang menerobos ke halaman saya dalam 3-5 menit sementara anak-anak kecil saya sedang bermain?</p>
</blockquote>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1158045307562856448"}"></div></p>
<p>Respon yang terkesan absurd, dan juga format tweet tersebut, membuatnya menjadi bahan meme yang ideal. Permainan lelucon kemudian dimulai selepas itu, dan meme dengan cepat berkembang dan mulai merujuk pada meme Twitter lainnya.</p>
<p>Misalnya, meme tersebut dapat digabungkan bersama lirik lagu, atau sebagai alternatif judul film. Meskipun sangat lucu, meme tersebut menyoroti argumen-argumen lemah tentang senjata api cepat bertenaga tinggi, dan juga mengarah pada diskusi tentang masalah serius lainnya, seperti perusakan ekologis yang disebabkan oleh <a href="https://gimletmedia.com/shows/reply-all/n8hw3d/149-3050-feral-hogs">babi liar di banyak pedesaan Amerika</a>. Babi liar menghancurkan tanaman, dan merusak vegetasi asli.</p>
<p>Sebagai peneliti, kami berdua telah menyaksikan meme seperti ini muncul dan menghilang dengan cepat di <em>feed</em> kami berkali-kali. Kami ingin memahami bagaimana meme ini sebenarnya berfungsi.</p>
<h2>Bagaimana cara mempelajari meme Twitter?</h2>
<p>Untuk mulai menguraikan dinamika “momen memetik” ini, kami harus mengambil pendekatan yang sedikit berbeda untuk mengumpulkan data Twitter. Pada masa lalu, meme sering terorganisasi oleh tagar, tetapi karena sekarang hal itu jarang terjadi, kami melakukan pencarian kata-kata yang terkait dengan meme populer di Twitter.</p>
<p>Misalnya, kami mengumpulkan tweet yang berisi istilah “30-50 feral hogs”, dan kami menemukan total 54.086 tweet dalam seminggu setelah pertama kali muncul.</p>
<p>Kami kemudian membuat grafik tweet ini dari waktu ke waktu untuk mempelajari dinamikanya. Hasilnya sangat mengejutkan – meme muncul dengan tajam dan dengan kecepatan luar biasa, dan kemudian diikuti oleh penurunan yang cepat.</p>
<p>Dalam kasus meme “30-50 feral hogs”, puncak awalnya hanya berlangsung 12 jam – kurang dari satu hari – sebelum menghilang dengan cepat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/437077/original/file-20211213-27-s3yj8z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/437077/original/file-20211213-27-s3yj8z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=492&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/437077/original/file-20211213-27-s3yj8z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=492&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/437077/original/file-20211213-27-s3yj8z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=492&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/437077/original/file-20211213-27-s3yj8z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=619&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/437077/original/file-20211213-27-s3yj8z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=619&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/437077/original/file-20211213-27-s3yj8z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=619&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Puncak meme itu terjadi tidak sampai sehari.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Beberapa meme dipicu oleh pengguna profil berstatus tinggi yang membuat “template” yang disalin oleh pengguna lain, tetapi meme “30-50 feral hogs” adalah kebalikannya. Saat Jason Isbell (tanpa disadari) terlibat dalam tren ini, sebagian besar tweet populer awal dibuat oleh pengguna dengan pengikut sedikit.</p>
<p>Tweet awal yang paling populer adalah dari akun @BarbiturateCat. Ia mereplikasi <em>template</em> situs kencan, yang pengguna dapat memilih antara menjadi “laki-laki”, “perempuan” atau “30-50 babi liar”, dan mencari “laki-laki”, “perempuan” atau “halaman dengan anak-anak kecil tanpa pengawasan untuk diterobos dalam 3-5 menit”.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1158450759576502273"}"></div></p>
<p>Tweet populer lainnya adalah dari akun @nomiddlesliders yang mengutip serta sedikit mengubah lagu Paradise City oleh Guns N ‘Roses lewat tweet: “<em>take me down to the paradise city where the hogs are feral and there’s 30–50</em>”.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1158482758991323136"}"></div></p>
<p>Dari sini, meme berkembang ke berbagai arah yang berbeda.</p>
<h2>Kenapa kami mempelajari meme Twitter?</h2>
<p>Kenapa mempelajari meme di Twitter penting? Kita seringkali menganggap meme sebagai hal sepele atau bagian yang biasa dari platform online, tidak lebih penting daripada masalah sosial yang mendesak.</p>
<p>Kondisi media sosial yang menghasilkan efek viral, seperti kecepatan, sering disalahkan atas banyaknya elemen <em>toxic</em> yang ada, seperti penyebaran informasi yang salah.</p>
<p>Penelitian kami memberikan perspektif berbeda tentang bagaimana kecepatan berfungsi dalam budaya digital. Kecepatan dua meme yang kami pelajari tumbuh dan “meledak” tampaknya menciptakan ruang <em>engagement</em> yang berisiko rendah, namun lucu dan sehat, yang sering dianggap “kurang penting” di platform media sosial.</p>
<p>Momen memetik ini juga menunjukkan bagaimana ruang media sosial seperti Twitter dapat menjadi “<a href="http://networkedpublics.org/">ruang publik yang saling berhubungan</a>”. Ini adalah ruang online yang dihasilkan oleh <em>engagement</em> pengguna dengan aturan dan cara mereka sendiri untuk muncul dan merespons dengan hal yang tidak selalu sesuai dengan aturan algoritme platform.</p>
<p>Momen memetik juga berfungsi sebagai batu loncatan untuk <a href="https://www.theguardian.com/us-news/2019/aug/05/feral-hogs-memes-twitter-30-50-running-into-my-yard-small-kids">diskusi lebih dalam</a> di berbagai bentuk media lainnya, yang menggarisbawahi kekuatan politik dan budaya meme.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/meme-soal-depresi-dapat-menjadi-cara-orang-menghadapi-penyakit-mental-132600">Meme soal depresi dapat menjadi cara orang menghadapi penyakit mental</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Belajar dari meme</h2>
<p>Bahaya media sosial dan internet mendapat banyak perhatian lebih luas , tetapi penting juga bagi kita untuk berfokus pada bagaimana media sosial dapat menghasilkan keterlibatan dan percakapan yang bermutu.</p>
<p>Media sosial tidak selamanya <em>toxic</em>. Dengan memeriksa secara empiris beberapa contoh saat media sosial berfungsi secara positif (seperti yang terjadi dalam penelitian kami), kita dapat menemukan cara potensial untuk merancang platform media sosial yang memperkuat <em>engagement</em> sosial yang positif.</p>
<p>Ini akan memerlukan perubahan pada cara pengaturan konten oleh algoritme, dan menyempurnakannya untuk membedakan antara <em>engagement</em> positif dan negatif dengan lebih baik. <a href="https://techcrunch.com/2021/10/06/twitter-intense-tweet-warning-prompt/">Twitter sudah mencoba</a> untuk melakukan ini.</p>
<p>Perubahan pada desain platform dapat memberikan jalan keluar dari upaya panjang yang tidak kunjung berhasil untuk memoderasi aspek media sosial yang merusak.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/174120/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meme viral yang bergerak cepat dapat menciptakan hubungan singkat yang berisiko rendah namun lucu dan sehat, di platform media sosial yang buruk.Naomi Smith, Lecturer in Sociology, Federation University AustraliaSimon Copland, PhD Student -- Sociology, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1741552022-01-04T04:37:53Z2022-01-04T04:37:53ZFitur pemindaian wajah pada ponsel dapat memicu kejahatan yang berbahaya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/438781/original/file-20211222-27-1olox78.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=22%2C15%2C5050%2C2806&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Fitur pemindaian wajah semakin kerap digunakan lebih dari yang kita bayangkan.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Pada 14 Desember, beberapa pemerintah provinsi di negara saya, Kanada, memerintahkan perusahaan pengenalan wajah Clearview AI untuk <a href="https://globalnews.ca/news/8451440/clearview-ai-facial-recognition-order-stop/">berhenti mengumpulkan — dan menghapus — gambar orang yang diperoleh tanpa persetujuan mereka</a>. </p>
<p>Diskusi tentang risiko sistem pengenalan wajah (<em>face recognition</em>) yang mengandalkan teknologi analisis wajah otomatis cenderung fokus pada perusahaan, pemerintah nasional, dan penegakan hukum. Tapi yang seharusnya menjadi perhatian besar adalah bahwa fitur pengenalan dan analisis wajah ini telah terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari kita.</p>
<p>Amazon, Microsoft, dan IBM telah <a href="https://www.vox.com/recode/2020/6/10/21287194/amazon-microsoft-ibm-facial-recognition-moratorium-police">berhenti memasok sistem pengenalan wajah ke kepolisian</a> setelah <a href="https://doi.org/10.1145/3306618.3314244">beberapa penelitian menunjukkan adanya bias algoritmik</a> yang secara tidak proporsional telah salah mengidentifikasi <a href="https://www.nist.gov/publications/face-recognition-vendor-test-part-3-demographic-effects">orang kulit berwarna, terutama orang kulit hitam</a>.</p>
<p>Facebook dan Clearview AI telah menghadapi <a href="https://www.theverge.com/2021/5/27/22455446/clearview-ai-legal-privacy-complaint-privacy-international-facial-recognition-eu">tuntutan hukum</a> dan <a href="https://www.cnet.com/tech/services-and-software/facebook-privacy-lawsuit-over-facial-recognition-leads-to-650m-settlement/">penyelesaian kasus</a> akibat menyusun database dengan miliaran <em>template</em> wajah tanpa persetujuan orang.</p>
<p>Di Inggris, polisi menghadapi penyelidikan atas penggunaan <a href="https://www.wired.co.uk/article/met-police-facial-recognition-new"><em>real-time face recognition</em> di ruang publik</a>. Pemerintah Cina <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/14/technology/china-surveillance-artificial-intelligence-racial-profiling.html">melacak populasi minoritas Uighur melalui teknologi pemindaian wajah</a>.</p>
<p>Namun, untuk memahami ruang lingkup dan konsekuensi dari teknologi ini, kita juga harus memperhatikan praktik harian pengguna yang menerapkan pemindaian dan analisis wajah secara rutin yang lambat laun turut mengikis privasi dan meningkatkan diskriminasi sosial dan rasisme.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/sxQXARMJcys?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Investigasi PBS dalam isu privasi dan bias dari pengenalan wajah.</span></figcaption>
</figure>
<p>Sebagai seorang peneliti <a href="https://doi.org/10.1177/0163443719846610">praktik visual media seluler</a> dan <a href="https://mitpress.mit.edu/books/fabric-interface">hubungannya dengan kesenjangan sosial</a>, saya telah mengeksplorasi bagaimana tindakan pengguna dapat membangun atau mengubah norma pada hal seputar privasi dan identitas. Dalam hal ini, penggunaan sistem dan produk analisis wajah dalam kehidupan kita sehari-hari telah mencapai titik kritis yang berbahaya.</p>
<h2>Pemindaian wajah sehari-hari</h2>
<p><a href="https://opencv.org/about/">Algoritma <em>open source</em> yang mendeteksi fitur wajah</a> membuat sistem pengenalan wajah menjadi fitur yang mudah ditambahkan bagi pengembang aplikasi. Kita semua menggunakan fitur ini untuk membuka <em>password</em> ponsel atau <a href="https://www.latimes.com/business/technology/story/2020-08-14/facial-recognition-payment-technology">membayar belanjaan</a>. </p>
<p>Kamera video yang ada dalam rumah pintar (<em>smart home</em>) menggunakan pengenalan wajah untuk mengidentifikasi pengunjung serta mempersonalisasi tampilan layar dan pengingat audio. Fitur fokus otomatis pada kamera ponsel mencakup deteksi dan pelacakan wajah, sementara penyimpanan foto <em>cloud</em> menciptakan album dan tayangan slide yang mencocokkan dan mengelompokkan wajah yang dikenalinya dalam gambar yang kita ambil.</p>
<p>Fitur analisis wajah digunakan oleh banyak aplikasi termasuk media sosial dan aksesori yang menghasilkan efek seperti efek penuaan artifisial dan fitur animasi wajah. Aplikasi pengembangan diri dan filter kecantikan, horoskop, atau deteksi etnis juga menghasilkan saran dan kesimpulan berdasarkan pemindaian wajah.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/reel/CT7Vg74FChg","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Tetapi, penggunaan sistem analisis wajah untuk aplikasi horoskop, selfie, atau mengidentifikasi siapa yang ada di depan rumah kita akan menghasilkan konsekuensi sosial jangka panjang: ini dapat <a href="https://www.publicaffairsbooks.com/titles/shoshana-zuboff/the-age-of-surveillance-capitalism/9781610395694/">menciptakan pengawasan skala besar</a> dan pelacakan, dan <a href="https://us.macmillan.com/books/9781250074317/automatinginequality">mempertahankan ketidaksetaraan sosial sistemik</a>.</p>
<h2>Risiko</h2>
<p>Ketika diulang terus-menerus, penggunaan seperti itu dapat mendorong kita untuk terus menggunakan fitur ini, membukakan pintu kepada <a href="https://doi.org/10.1177/0261018303023002006">sistem yang lebih luas di berbagai konteks yang berbeda</a>. Kita tidak memiliki kendali atas — dan sedikit wawasan tentang — siapa yang menjalankan sistem tersebut dan bagaimana data kita dapat digunakan.</p>
<p>Jika kita telah terbiasa menyediakan wajah kita untuk dipindai secara otomatis, tidak hanya dengan persetujuan kita tetapi juga dengan partisipasi aktif kita, maka pemindaian dan analisis serupa saat kita berada di ruang publik atau saat mengakses layanan akan tidak terasa mengganggu.</p>
<p>Selain itu, penggunaan teknologi analisis wajah untuk kepentingan pribadi secara langsung membuat kita berkontribusi pada pengembangan dan penerapan sistem yang lebih besar yang diciptakan untuk melacak warga, memeringkat klien, atau membuat daftar tersangka untuk penyelidikan. </p>
<p>Perusahaan dapat mengumpulkan dan membagikan data yang menghubungkan gambar kita dengan identitas kita, atau untuk <a href="https://www.computer.org/csdl/journal/ta/2019/01/08013713/13rRUwjXZQG">mengatur data yang lebih besar untuk melatih sistem AI mengenali wajah atau emosi</a>.</p>
<p>Meskipun platform-platform yang kita gunakan membatasi penggunaan tersebut, mitra-mitra mereka mungkin tidak mematuhi batasan yang sama. Pengembangan database baru individu tertentu bisa sangat menguntungkan, terutama jika database tersebut terdiri dari beberapa gambar wajah setiap pengguna, atau bila database tersebut dapat menghubungkan gambar dengan informasi pengenal, seperti nama akun.</p>
<h2>Gempuran pseudosains</h2>
<p>Dari semua ini, mungkin yang paling meresahkan adalah ketergantungan kita yang semakin besar terhadap teknologi analisis wajah sangat mendukung mereka, tidak hanya untuk menentukan identitas individu, tetapi juga mengetahui latar belakang, karakter, dan nilai sosial para pengguna.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A digital mapping of a smiling face" src="https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/438140/original/file-20211216-7591-1q1xmqh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Teknologi analisis wajah yang memprediksi karakteristik seperti etnisitas dan daya tarik bergantung pada ilmu-ilmu pseudo.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Banyak aplikasi prediktif dan aplikasi diagnostik yang memindai wajah kita untuk menentukan etnis, kecantikan, kesehatan, emosi, dan bahkan potensi penghasilan kita yang dibuat berdasarkan pseudosains yang meresahkan: <a href="https://www.smithsonianmag.com/history/facing-a-bumpy-history-144497373/">frenologi</a>, <a href="https://blogs.scientificamerican.com/observations/can-we-read-a-persons-character-from-facial-images/">fisiognomi</a>, dan <a href="https://plato.stanford.edu/entries/eugenics/">eugenika</a>.</p>
<p>Pseudosains adalah teori, asumsi, dan metode yang secara keliru dianggap ilmiah, padahal tidak.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1177/1357034X02008001004">Sistem yang saling terkait</a> ini bergantung pada berbagai derajat pada analisis wajah untuk membenarkan hierarki rasial, kolonisasi, perbudakan, sterilisasi paksa, dan penahanan preventif.</p>
<p>Cara kita menggunakan teknologi analisis wajah dapat <a href="https://www.dukeupress.edu/dark-matters">menguatkan keyakinan dan bias ini</a>, menyiratkan bahwa ilmu-ilmu pseudo ini punya tempat di masyarakat. Penggunaan ini kemudian dapat membenarkan <a href="https://doi.org/10.1016/j.jvlc.2017.09.006">sistem analisis wajah otomatis serupa</a> untuk penggunaan seperti <a href="https://www.washingtonpost.com/technology/2019/10/22/ai-hiring-face-scanning-algorithm-increasingly-decides-whether-you-deserve-job/">menyaring pelamar kerja</a> atau <a href="https://www.bbc.com/news/technology-53165286">menentukan kriminalitas</a>.</p>
<h2>Membangun kebiasaan yang lebih baik</h2>
<p>Aturan bagaimana sistem pengenalan wajah mengumpulkan, menafsirkan, dan mendistribusikan data biometrik <a href="https://www.vox.com/recode/2020/7/3/21307873/facial-recognition-ban-law-enforcement-apple-google-facebook">belum mampu mengejar penggunaan</a> fitur pemindaian dan analisis wajah sehari-hari. Ada beberapa pembaharuan kebijakan di <a href="https://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/IDAN/2021/698021/EPRS_IDA(2021)698021_EN.pdf">Eropa</a> dan <a href="https://www.ilga.gov/legislation/ilcs/ilcs3.asp?ActID=3004&ChapterID=57">beberapa negara bagian di Amerika Serikat</a>, tetapi diperlukan regulasi yang lebih besar.</p>
<p>Selain itu, kita perlu menghadapi kebiasaan dan asumsi kita sendiri. Bagaimana kita dapat menempatkan diri kita sendiri dan orang lain, terutama warga yang terpinggirkan, dalam suatu risiko dengan menjadikan pengawasan berbasis mesin sebagai hal yang lumrah?</p>
<p>Beberapa penyesuaian sederhana dapat membantu kita mengatasi asimilasi sistem analisis wajah dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk langkh awal yang baik, kita dapat mengubah pengaturan aplikasi dan perangkat untuk meminimalkan pemindaian dan mengurangi fitur <em>share</em>. Sebelum mengunduh aplikasi, teliti dan <a href="https://tech.co/news/understand-online-terms-of-service-2018-05">baca ketentuan penggunaan</a>.</p>
<p>Kita perlu menahan diri untuk tidak menggunakan fitur efek wajah di media sosial yang sedang tren — apakah kita benar-benar perlu tahu bagaimana rupa kita kalau menjadi karakter Pixar? Pertimbangkan kembali perangkat pintar yang dilengkapi dengan teknologi pengenalan wajah. Waspadai hak orang-orang yang gambarnya mungkin diambil pada perangkat <em>smart home</em> kita — kita harus selalu mendapatkan persetujuan eksplisit dari siapa pun yang lewat di depan kamera kita.</p>
<p>Perubahan kecil ini jika dikalikan dengan seluruh pengguna, produk, dan platform dapat melindungi data kita dan mengulur waktu agar kita dapat kita berefleksi sejenak terhadap risiko, manfaat, dan penerapan teknologi pengenalan wajah yang adil.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/174155/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Stephen Monteiro tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Teknologi pendeteksi wajah semakin populer di dengan meningkatnya jumlah perangkat dan mode canggih. Namun, fitur ini memiliki dampak sosial jangka panjang.Stephen Monteiro, Assistant Professor of Communication Studies, Concordia UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1727082021-12-21T06:07:05Z2021-12-21T06:07:05ZIni daftar ‘password’ paling umum tahun 2021, ada punya kamu di situ?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/434134/original/file-20211126-17-1i30mul.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=8%2C26%2C5982%2C3970&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/woman-typing-password-her-laptop-computer-1117015901">Thomas Andreas</a></span></figcaption></figure><p>Bila kamu menggunakan “123456”, “password”, atau “qwerty” sebagai kata sandi (<em>password</em>), kamu mungkin sadar telah membuat diri rentan terhadap peretas. Tetapi kamu juga tidak sendirian - ini adalah tiga dari sepuluh kata sandi paling umum di seluruh dunia, menurut <a href="https://nordpass.com/most-common-passwords-list/">laporan terbaru</a>.</p>
<p>Bekerja sama dengan peneliti independen, layanan manajemen kata sandi NordPass mengumpulkan jutaan kata sandi ke dalam kumpulan data untuk membuat daftar 200 kata sandi yang paling umum digunakan di seluruh dunia pada tahun 2021.</p>
<p>Mereka menganalisis data dan mempresentasikan hasil di 50 negara, melihat seberapa populer berbagai pilihan di berbagai belahan dunia. Mereka juga melihat tren kata sandi berdasarkan jenis kelamin.</p>
<iframe title="Top 10 most common passwords globally" aria-label="table" id="datawrapper-chart-jOmug" src="https://datawrapper.dwcdn.net/jOmug/2/" scrolling="no" frameborder="0" style="border: none;" width="100%" height="510"></iframe>
<p>Penemuan ini menunjukkan pilihan kata sandi biasanya berhubungan dengan referensi budaya pengguna. Contohnya, orang-orang dari berbagai negara biasanya terinspirasi dari klub sepak bola favorit mereka. </p>
<p>Di Inggris, “liverpool” berada dalam urutan ketiga dari kata sandi terpopuler, dengan 224.160 temuan. sedangkan nama klub sepak bola Chili “colocolo” digunakan oleh 15.748 orang di Chili, menjadikannya pilihan paling umum kelima. </p>
<p>Di beberapa negara, kata sandi terkait agama sangat populer. Misalnya, “christ” adalah kata sandi ke-19 yang paling umum digunakan di Nigeria, digunakan 7.169 kali. Sementara itu “bismillah” digunakan oleh 1.599 orang di Arab Saudi – pilihan ke-30 yang paling umum.</p>
<p>Laporan tersebut juga menunjukkan perbedaan antara jenis kelamin. Perempuan cenderung menggunakan kata dan frasa yang lebih positif dan penuh kasih sayang seperti “sunshine” atau “iloveyou”. </p>
<p>Sementara, laki-laki sering menggunakan kata sandi yang berhubungan dengan olahraga. Di beberapa negara, laki-laki lebih banyak menggunakan kata-kata umpatan daripada perempuan.</p>
<p>Kata sandi bertema musik populer di kedua jenis kelamin. Tapi, pilihan seperti “onedirection” atau “justinbieber” lebih populer di kalangan perempuan. Sedangkan lelaki menyukai band seperti “metallica” dan “slipknot”.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bila-kode-keamanan-login-via-sms-dan-email-tak-aman-lagi-ini-dia-penggantinya-117321">Bila kode keamanan login via SMS dan email tak aman lagi, ini dia penggantinya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Gunakanlah <em>passwords</em> yang panjang dan kompleks</h2>
<p>Kata sandi masih menjadi mekanisme autentikasi utama untuk komputer dan produk serta layanan berbasis jaringan. </p>
<p>Namun kami tahu bahwa orang-orang terus memilih kata sandi yang lemah dan sering kali tidak mengelolanya dengan aman. Akhirnya akun mereka rentan terhadap ancaman keamanan online.</p>
<p>Kata sandi yang lemah mudah ditebak dan dapat dipecahkan tanpa kesulitan oleh penyerang menggunakan <a href="https://www.cloudflare.com/en-gb/learning/bots/brute-force-attack/">metode brute-force.</a> Metode ini mencoba semua kombinasi huruf, angka dan simbol untuk menemukan kecocokan. </p>
<p>Mereka juga menjadi sasaran empuk untuk <a href="https://www.sciencedirect.com/topics/computer-science/dictionary-attack">serangan kamus</a>, yang merupakan metode sistematis yang digunakan penyerang untuk menebak kata sandi, mencoba banyak kata umum dan variasinya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A man using a smartphone in a cafe." src="https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/432428/original/file-20211117-17-hdekn9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kombinasi angka sederhana banyak ditemukan dalam daftar 10 kata sandi terpopuler.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/film-effect-handsome-african-student-shirt-435536992">WAYHOME studio/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Untuk mengatasi masalah keamanan, peneliti dan pengembang berfokus pada pembuatan sistem autentikasi yang <a href="https://ieeexplore.ieee.org/stamp/stamp.jsp?tp=&arnumber%20=9152694">tidak bergantung</a> pada kata sandi sama sekali. </p>
<p>Sejauh ini, metode autentikasi dua faktor (2FA) atau autentikasi multi-faktor (MFA) adalah cara yang baik untuk mengamankan akun kita. Metode ini menggabungkan kata sandi dengan informasi biometrik (misalnya, pemindaian wajah atau sidik jari) atau sesuatu yang kita miliki, seperti token.</p>
<p>Kita dapat membuat sandi yang kuat dan mudah diingat dengan menggabungkan <a href="https://www.ncsc.gov.uk/blog-post/three-random-words-or-thinkrandom-0">tiga kata acak</a>. <a href="https://www.ncsc.gov.uk/collection/passwords/updating-your-approach">Kata sandi yang dibuat mesin</a> juga sulit ditebak dan cenderung tidak muncul di kamus kata sandi yang digunakan oleh penyerang.</p>
<p>Tapi tentu saja, semua ini lebih mudah diucapkan ketimbang dilakukan. </p>
<p>Salah satu tantangan yang kita hadapi di era digital saat ini adalah banyaknya jumlah kata sandi yang mungkin akan sulit untuk diingat – terlebih yang rumit, terutama yang dibuat oleh mesin.</p>
<p>Jadi, sebaiknya gunakan pengelola kata sandi yang andal untuk tujuan ini. Mengandalkan browser web kita untuk mengingat kata sandi tidaklah aman. Penyerang bisa saja mengeksploitasi kerentanan di browser untuk mengakses kata sandi yang disimpan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dari-pembobolan-rekening-hingga-pemerasan-seksual-4-risiko-kebocoran-data-pribadi-dan-cara-mudah-mengantisipasinya-163879">Dari pembobolan rekening hingga pemerasan seksual: 4 risiko kebocoran data pribadi dan cara mudah mengantisipasinya</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Temuan NordPass, meskipun tidak dipublikasikan dalam jurnal peer-review, sejalan dengan apa yang kami temukan pada <a href="https://www.teampassword.com/blog/top-50-worst-passwords-of-2019">daftar serupa</a> yang diterbitkan di tempat lain – bahwa kata sandi yang paling populer memanglah lemah.</p>
<p>Dengan mengetahui daftar ini, semoga kita terdorong untuk menggunakan kata sandi yang lebih kuat. Peretas etis – orang yang bekerja untuk mencegah komputer dan jaringan diretas – juga dapat menggunakan informasi ini untuk kebaikan. </p>
<p>Di sisi lain, kita harus mengakui kemungkinan bahwa peretas dapat menggunakan informasi ini untuk menargetkan serangan kata sandi. Ini semua menjadi faktor kuat agar kita menggunakan kata sandi yang lebih aman.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172708/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Membuat dan mengelola kata sandi yang kuat lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Tapi ini diperlukan untuk melindungi keamanan online kita.Chaminda Hewage, Reader in Data Security, Cardiff Metropolitan UniversityElochukwu Ukwandu, Lecturer in Computer Security, Department of Computer Science, Cardiff Metropolitan UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1736702021-12-20T10:19:05Z2021-12-20T10:19:05ZLibur akhir tahun: Manfaatkanlah waktu dengan detoks digital<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/437166/original/file-20211213-23-1yfarbj.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/mobile-phones-on-table-device-free-1238570224">Jacob Lund/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Tidak mengejutkan bila banyak dari kita pernah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0747563221002223?via%3Dihub">merasa menderita karena terlalu banyak beraktivitas secara digital</a> selama pandemi. Upaya menjaga “kesehatan mental digital” telah menjadi topik yang umum. </p>
<p>Bermedia sosial, berbelanja online, dan bahkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan wajib seperti membayar tagihan secara daring menunjukkan bahwa teknologi telah merasuki setiap aspek kehidupan kita.</p>
<p>Baik selama bersekolah atau bekerja dari rumah, kita tak pernah jauh dari ponsel. Kita bahkan menggunakan teknologi komunikasi video untuk tetap berhubungan dengan teman dan orang yang dicintai, baik bagi yang dekat ataupun berjarak ribuan kilometer.</p>
<p>Sejujurnya, sangat sulit untuk membayangkan bagaimana kita bisa memutuskan hubungan dengan teknologi. Berbagai macam tuntutan untuk hadir secara digital terus-menerus ada. Efek dari tuntutan tersebut juga langsung membanjiri kita. Akhirnya hal ini menjadi sangat membebani.</p>
<p>Saat libur akhir tahun tiba, kita mungkin berencana untuk beristirahat dari pekerjaan dan mungkin pergi berlibur. Jadi, kenapa tidak sekalian mengambil kesempatan ini untuk mencoba detoks digital?</p>
<p>Melalui penelitian, kami menyelidiki <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/00472875211061208">berbagai cara untuk mengurangi penggunaan teknologi</a> pada hari libur. Inilah yang kami temukan. </p>
<h2>1. Simpan dan kunci</h2>
<p>Sejauh ini, cara paling efisien untuk memaksimalkan detoksifikasi adalah dengan mengunci ponsel, laptop, dan tablet kita. Tentu saja, kita memiliki opsi untuk mengaktifkan mode “jangan ganggu” (<em>Do Not Disturb</em>), atau secara selektif mematikan notifikasi di beberapa aplikasi. </p>
<p>Namun, mematikan notifikasi pada grup aplikasi tertentu adalah tugas yang cukup berat. Dengan ponsel yang masih ada di saku, selalu ada alasan untuk memeriksa Facebook atau Instagram, membalas email, atau mengunggah foto. Dengan begini, Anda masih mengakses ponsel, dan membuka aplikasi tanpa menyadarinya.</p>
<p>Kita dapat mempertimbangkan cara untuk membatasi waktu penggunaan ponsel. </p>
<p>Misalnya, satu jam di pagi hari dan satu jam di malam hari. Tetapi penelitian kami menemukan bahwa orang menemukan lebih banyak alasan untuk tetap online. Tanpa sadar, kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu berselancar di dunia maya.</p>
<p>Jadi, solusi terbaik adalah hentikan waktu online kita. Kuncilah ponsel di dalam suatu kotak, atau sembunyikan di suatu tempat. Upaya ini akan menghilangkan kesulitan dalam mematikan notifikasi ataupun membatasi waktu ponsel kita.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/436776/original/file-20211209-149721-ldnen2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/436776/original/file-20211209-149721-ldnen2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/436776/original/file-20211209-149721-ldnen2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/436776/original/file-20211209-149721-ldnen2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/436776/original/file-20211209-149721-ldnen2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/436776/original/file-20211209-149721-ldnen2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/436776/original/file-20211209-149721-ldnen2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Letakkan ponsel dan jangan angkat.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/millennial-girl-home-refuse-using-phone-1898016691">Troyan/shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pada awalnya ini mungkin terdengar agak berlebihan. Namun setelah beberapa saat, kita akan mulai merasakan manfaatnya dan merasa lebih bebas, atau merasa <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/09669582.2019.1675676">seperti suatu beban telah terangkat</a>. Kita bahkan mungkin akan ingin tetap berada jauh dari ponsel lebih lama.</p>
<h2>2. Jangan lupa membuat rencana</h2>
<p>Sangatlah sulit bagi kita untuk tidak bersantai di tempat liburan yang jauh dari kota.</p>
<p>Di sana, kita tidak perlu berurusan dengan jalanan perkotaan dan infrastruktur kota yang semuanya serba digital (seperti aplikasi untuk membuat reservasi restoran, tiket bioskop, dan transportasi umum). Jika bisa lolos dari itu semua, maka detoksifikasi akan terasa jauh lebih alami.</p>
<p>Tapi, perencanaan yang dibuat sejak awal sangat penting. Aktifkan pesan pemberitahuan bahwa kita sedang berada di luar kantor, beri tahu kolega, klien, dan bos bahwa kita sedang pergi. Beri tahu orang yang kita cintai dan teman agar tidak stres karena <a href="https://doi.org/10.1068/a37275">mereka mencoba menghubungi Anda</a>.</p>
<p>Kita juga harus mencetak konfirmasi pemesanan dan tiket kereta api, pesawat, dan perjalanan lainnya. Peta fisik pun bisa didapatkan sehingga ketergantungan kita pada perangkat digital bisa jauh berkurang. </p>
<h2>3. Temukan hal-hal positifnya!</h2>
<p>Karena teknologi dianggap sebagai “standar” dalam hidup, kita mungkin mengalami beberapa kesulitan untuk memutuskan hubungan setelah terhubung dengan dunia digital selama 24/7.</p>
<p>Pada awalnya, upaya memutuskan hubungan online ini dapat menimbulkan beberapa <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0047287519868314">tantangan emosional</a> yang cukup besar – seperti merasa stres, cemas, atau frustrasi.</p>
<p>Cobalah membingkai ulang bayangan-bayangan kesulitan yang ada di dalam pikiran kita sebagai hal yang positif. Anggaplah pengalaman ini sebagai hadiah, bukan hukuman. </p>
<p>Misalnya, kita dapat menjadi frustasi saat tak bisa membuka aplikasi digital atau situs web untuk bernavigasi, ataupun menemukan restoran yang enak di tempat liburan.</p>
<p>Tetapi, hal ini juga dapat menciptakan rasa senang lantaran kita memiliki kesempatan untuk menjelajahi hal yang tidak diketahui. Kita juga dapat mengalami pertemuan tak terduga, menguasai keterampilan baru dalam menggunakan peta fisik – bahkan mungkin kompas.</p>
<p>Kita juga bisa menemukan <em>hidden gem</em> atau kesempatan-kesempatan lainnya untuk mengobrol dengan warga setempat. </p>
<p>Memang, kita tidak dapat membagikan pengalaman secara instan di media sosial. Tapi kita akan memiliki lebih banyak waktu berkualitas dengan teman-teman ketimbang terus-menerus memeriksa jumlah <em>likes</em> dan membalas komentar di postingan kita.</p>
<p>Pengalaman detoks digital membuka peluang untuk terhubung kembali dengan kenangan nostalgia masa kecil yang telah lama terlupakan, serta masa lalu yang mungkin sudah lama tidak kita pikirkan. Terkadang menyenandungkan lagu lama atau sekadar memainkan beberapa permainan masa kecil sudah cukup untuk membawa kita bernostalgia.</p>
<h2>4. Refleksi</h2>
<p>Tips yang paling penting adalah merenungkan pengalaman detoks digital. </p>
<p>Setiap orang memiliki hubungan unik mereka sendiri dengan teknologi. Dengan ini, kita akan mendapat banyak manfaat dari pengalaman. Cara terbaik untuk mencapai hubungan yang lebih sehat dengan teknologi juga bisa ditemukan. </p>
<p>Cobalah gunakan pengalaman ini sebagai kesempatan untuk merenungkan bagaimana detoksifikasi digital membuat kita dapat merasakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terasa. </p>
<p>Refleksikan apa yang ingin kita lakukan setelah kembali ke dunia daring, agar beban digital yang berlebihan tak terjadi lagi.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173670/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Stres dengan media sosial dan teknologi? Berikut tips untuk melepas diri daris semua itu selama liburan.Brad McKenna, Associate Professor in Information Systems, University of East AngliaWenjie Cai, Senior Lecturer in Tourism and Hospitality, University of GreenwichLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1736712021-12-20T04:59:24Z2021-12-20T04:59:24ZKecerdasan buatan membawa banyak manfaat, potensi dampak buruk perlu ditangani<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/437500/original/file-20211214-21-1iwjmvj.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">ai imagee</span> <span class="attribution"><span class="source">Getty Images</span></span></figcaption></figure><p>Kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin (<em>machine learning</em>) dapat berkontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah paling pelik dalam hidup kita, termasuk krisis iklim dan pandemi. Tapi teknologi juga berbahaya – jika tidak digunakan secara tepat – dapat melanggengkan ketidakadilan dan ketimpangan struktural.</p>
<p>Untuk mencegah bahaya ini, kita memerlukan kebijakan pengaturan data yang mampu memberdayakan perekonomian masyarakat sekaligus dan menjamin hak-haknya.</p>
<p>Kecerdasan buatan (<em>artificial intelligence</em> atau AI) dan pembelajaran mesin (<em>machine learning</em>) beroperasi dengan rangkaian data (<em>dataset</em>) yang masif. Algoritma diprogram untuk mengenali pola-pola dari <em>dataset</em> ini. Pola-pola ini bisa digunakan untuk menghasilkan pemahaman baru serta memperkirakan perilaku maupun hasil.</p>
<p>AI dan <em>machine learning</em> kian marak digunakan untuk menggantikan keputusan manusia dengan keputusan otomatis yang mewakili manusia. Teknologi ini kerap dipakai di area yang dapat berdampak signifikan bagi kehidupan banyak orang, misalnya <a href="https://policyaction.org.za/sites/default/files/PAN_TopicalGuide_AIData1_IntroSeries_Elec.pdf">kredit atau akses masuk ke suatu negara</a>.</p>
<p>Namun, semua proses terjadi di dalam suatu kotak hitam yang bahkan si pembuat algoritma mungkin tidak punya akses. Karena itu, penting untuk memastikan apa yang masuk ke dalam kotak tersebut.</p>
<p><em>Dataset</em> dan aktivitas algoritma terbesar dihasilkan oleh jaringan-jaringan sosial global yang <a href="https://www.theguardian.com/books/2019/oct/04/shoshana-zuboff-surveillance-capitalism-assault-human-automomy-digital-privacy">mengawasi</a> segala tindak-tanduk kita di dunia maya. <em>Dataset</em> ini dapat digunakan untuk mengantisipasi dan mengarahkan kebutuhan dan keinginan kita.</p>
<p>Perusahaan teknologi besar, <a href="https://aiforgood.itu.int/">lembaga-lembaga multilateral</a>, dan <a href="https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/35619">bank-bank penyedia hutang untuk negara miskin</a> telah memanfaatkan potensi AI untuk kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional. </p>
<p>Teknologi ini semakin banyak digunakan untuk tujuan sosial dan ekonomi dan juga pembuatan kebijakan publik, perencanaan, dan penganggaran sumber daya. Penggunaannya juga termasuk untuk mengarahkan keputusan pengadilan, memilih pelamar kerja, dan menugaskan akademikus dalam sistem pendidikan.</p>
<p>Pandemi COVID-19 telah menunjukkan betapa berharganya data publik. Kombinasi penggunaan data publik dan privat juga amat berperan untuk mengatasi krisis kesehatan publik maupun bencana.</p>
<p>Meski demikian, <a href="https://gpai.ai/projects/data-governance/data-justice/">kehawatiran terhadap penggunaan AI juga meningkat</a>, terutama terkait persoalan ketimpangan kesempatan dan bahaya yang ditimbulkan.</p>
<h2>Ancaman</h2>
<p>Meningkatnya penggunaan AI dan pembelajaran mesin dalam kebijakan publik memunculkan isu penting soal keadilan dan hak asasi, khususnya tentang bagaimana data digital dihasilkan. </p>
<p><em>Dataset</em> memiliki bolong-bolong besar terkait perihal cara pengumpulan data yang mengakibatkan beberapa kelompok orang tidak terlihat, tidak terwakilkan, dan terdiskriminasi. </p>
<p>Misalnya, jaringan masyarakat global menjalankan ekonomi berbasis data. Padahal, sebagian besar penduduk dunia tidak terhubung ke internet sehingga sebagian besar penduduk dianggap tidak ada.</p>
<p>Secara global, AI juga menciptakan risiko yang menghambat <a href="https://theconversation.com/the-fourth-industrial-revolution-risks-leaving-women-behind-121216">kesetaraan gender</a>. Sudah banyak laporan tentang bagaimana sistem-sistem AI bias terhadap perempuan maupun gender lainnya.</p>
<p>Lebih buruk lagi, sistem AI hanya mengandalkan asumsi dan data yang kurang mewakili (bahkan tidak mencakup) kelompok yang mengalami diskriminasi. Akibatnya, hasil mesin komputasi itu hanyamenegaskan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/03080188.2020.1840225">ketidaksetaraan dan bias-bias</a> gender, ras, dan penyandang disabilitas.</p>
<p>Sistem-sistem ini pun tidak diawasi dengan mekanisme akuntabilitas dan peraturan yang cukup untuk memitigasi dampaknya terhadap masyarakat.</p>
<p>Ancaman ini begitu besar hingga beberapa <a>forum internasional</a> sudah berdiri untuk komitmen pada pengembangan AI yang “<a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiWt9P-6rj0AhURTcAKHed9ACoQFnoECAoQAw&url=https%3A%2F%2Faiforgood.itu.int%2F&usg=AOvVaw0QnD_1IqJuwkeQwaNTGKi1">baik</a>”, “<a href="https://standards.ieee.org/content/dam/ieee-standards/standards/web/documents/other/ead1e.pdf">etis</a>”, dan “bertanggung jawab”.</p>
<p>Tapi sebagian besar inisiatif ini menawarkan solusi teknis pada masalah sosial dam politik. Artinya, solusi ini masih dikembangkan di luar kerangka perlindungan hak asasi manusia. Sebagian besar gerakan itu juga datang dari negara-negara maju di belahan bumi utara, hanya melibatkan sedikit pemangku kebijakan dari negara-negara berkembang dari belahan bumi selatan.</p>
<h2>Pendekatan berbasis hak</h2>
<p>Ada beberapa kerangka berbasis hak yang mengatur perkembangan AI, salah satunya adalah Regulasi Umum Perlindungan Data (<a href="https://gdpr.eu/what-is-gdpr/#:%7E:text=The%20General%20Data%20Protection%20Regulation,to%20people%20in%20the%20EU.">General Data Protection Regulation atau GDPR</a>) dari Uni Eropa. </p>
<p>Namun, kerangka ini cenderung fokus pada hak-hak generasi pertama atau fundamental, misalnya privasi. Secara umum, privasi dianggap sebagai hak individu – yang belum tentu menjadi nilai penting dalam masyakarat yang mengedepankan kepentingan komunitas.</p>
<p>Pandemi COVID-19 menunjukkan perlunya pengaturan data untuk memenuhi kepentingan kolektif atau tujuan bersama. Hal ini bukan berarti <a href="https://theconversation.com/mobile-phone-data-is-useful-in-coronavirus-battle-but-are-people-protected-enough-136404">hak atas privasi</a> diabaikan.</p>
<p>Kepentingan bersama juga berarti, dalam proses identifikasi suatu kelompok atau komunitas, pengaturan data juga dapat mencakup identitas suatu individu. Sebab, identitas ini juga berguna untuk mengenali suatu kelompok.</p>
<p>Secara konsep dan praktik, ‘perspektif terbalik’ ini dapat diterapkan dalam tata kelola data. Pengaturan dapat berfokus pada perlindungan data pribadi, keamanan siber, dan sanksi atas pelanggaran.</p>
<p>Fokus tersebut menjadi persyaratan penting untuk <a href="https://researchictafrica.net/project/ai-policy-research-centre/">AI yang adil</a>. Tapi ini tidak cukup. Ada area-area pengaturan data yang membutuhkan intervensi positif; penyediaan akses data, kegunaan dan integritas data demi keterbukaan (inklusivitas), kesetaraan, dan keadilan sosial.</p>
<p>Isu-isu ini dapat dimasukkan sebagai hak-hak generasi kedua dan ketiga: hak-hak sosial dan ekonomi.</p>
<h2>AI yang menghargai hak asasi</h2>
<p>Untuk mengatasi masalah-masalah ini, sebuah proyek global diluncurkan berbarengan dengan <a href="https://summit4democracy.org/event/moving-from-principles-to-practice-in-responsible-ai-around-the-world-announcement-of-the-new-global-index-on-responsible-ai/">Summit for Democracy</a> – konferensi tingkat tinggi virtual yang diselenggarakan pemerintah Amerika Serikat.</p>
<p><a href="https://www.state.gov/summit-for-democracy/">Konferensi ini</a> adalah forum internasional untuk meningkatkan komitmen dukungan pada demokrasi dan hak asasi. Tujuannya adalah mengukur kemajuan negara-negara dalam mengembangkan AI yang menghormati nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi.</p>
<p>Proyek ini dikenal sebagai Global Index on Responsible AI (Indeks Global AI yang Bertanggung Jawab). Proyek ini dipimpin oleh lembaga pemikir kebijakan <a href="https://www.researchictafrica.net">Research ICT Africa</a> dan jaringan independen <a href="https://www.od4d.net/">Data 4 Development</a>.</p>
<p>Negara-negara dan komunitas internasional juga mulai merespon seruan global untuk AI yang bertanggung jawab. Pada 2019, sebanyak 42 negara menandatangani prinsip-prinsip OECD untuk <a href="https://www.oecd.org/digital/artificial-intelligence/">Trustworthy AI</a> yang berkomitmen pada sistem AI yang aman, adil, dan terpercaya.</p>
<p>Yang terbaru, UNESCO mengembangkan <a href="https://en.unesco.org/news/unesco-member-states-adopt-first-ever-global-agreement-ethics-artificial-intelligence">Rekomendasi Etik dalam AI</a> yang diadopsi dalam Sidang Umum. Rekomendasinya menitikberatkan pada perlindungan hak-hak fundamental, kebebasan, keberlanjutan lingkungan, dan keberagaman.</p>
<p>Indeks AI Global menjawab kebutuhan adanya standar yang inkslusif dan terukur yang melengkapi pemahaman (yang semakin cepat berevolusi) tentang penerapan AI bertanggung jawab. Indeks itu juga mendorong dan mencatat penerapan prinsip-prinsip pengaturan oleh aktor-aktor relevan.</p>
<p>Indeks AI Global akan mencatat penerapan prinsip AI bertanggung jawab di lebih dari 210 negara. Sebuah jaringan internasional berisi peniliti independen akan dibentuk untuk menilai sejauh mana prinsip-prinsip itu telah diterapkan. Jaringan itu juga akan mengumpulkan data primer dan sekunder terkait indikator kunci AI bertanggung jawab.</p>
<p>Indeks ini akan menyediakan bukti penting yang dibutuhkan pemerintahan, masyarakat sipil, peneliti, dan pemangku kebijakan untuk menegakkan prinsip penggunaan bertanggung jawab dalam pengembangan dan penerapan sistem AI. Bukti-bukti ini akan digunakan juga untuk:</p>
<ul>
<li><p>memenuhi kewajiban pembangunan dan hak asasi,</p></li>
<li><p>membangun kemampuan AI bertanggung jawab di seluruh dunia, dan</p></li>
<li><p>memperkuat kerja sama internasional.</p></li>
</ul>
<p>Masyarakat dan pemangku kebijakan yang berkepentingan akan mendapat kesempatan untuk membantu pembantu rancangan dan capaian Indeks yang akan dikembangkan dengan perspektif masyarakat belahan bumi selatan.</p>
<p>Pengembangan indeks ini juga menjadi kesempatan bagi ahli-ahli dari Afrika dan belahan bumi selatan untuk berada di depan, membentuk agenda global dalam penggunaan dan pengembangan AI yang bertanggung jawab.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173671/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alison Gillwald menerima dana dari International Development Research Centre (IDRC).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Rachel Adams menerima dana untuk penelitian di Research ICT Africa dari the International Development Research Centre and GIZ.</span></em></p>Meningkatnya penggunaan AI dan machine learning dalam keputusan kebijakan publik menimbulkan kekhawatiran soal keadilan dan hak asasi.Alison Gillwald, Adjunct Professor, Nelson Mandela School of Public Governance, University of Cape TownRachel Adams, Doctoral Supervisor, University of Cape TownLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1725272021-12-09T03:37:20Z2021-12-09T03:37:20ZBagaimana komunikasi digital dan partisipasi publik mendorong perubahan sosial pada masyarakat perdesaan Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/435808/original/file-20211206-19-b2g1dg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C2214%2C1616&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Anis Efizudin/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Kita sering mendengar klaim bahwa <a href="https://www.republika.co.id/berita/qbgfp6330/indonesia-siap-menuju-digital-society-50">digitalisasi membawa perubahan pada masyarakat digital</a>. </p>
<p>Visi <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/16505/apa-itu-industri-40-dan-bagaimana-indonesia-menyongsongnya/0/sorotan_media">industri 4.0</a>, <a href="https://www.japan.go.jp/abenomics/_userdata/abenomics/pdf/society_5.0.pdf">masyarakat 5.0</a>, bahkan <a href="https://money.kompas.com/read/2021/06/10/153800726/-bukit-algoritma-adalah-mimpi-bangsa-indonesia-yang-segera-akan-terwujud--?page=all">Bukit Algoritma</a> seolah menjadi semangat zaman ini dengan <a href="https://kemenperin.go.id/artikel/19902/Teknologi-IoT-Solusi-Pengembangan-Industri-Masa-Depan">Internet of Things (IoT)</a> menjadi lokomotifnya. </p>
<p>Persepsi umum meyakini bahwa inovasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) digital berbasis internet telah mendorong dan bahkan mempercepat perubahan masyarakat.</p>
<p><a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-658-35533-3_8">Penelitian saya</a> menunjukkan bahwa perpaduan antara teknologi digital berbasis internet dan partisipasi publik telah berperan sangat penting dalam merangsang perubahan di komunitas perdesaan di Indonesia. </p>
<h2>Peran teknologi digital</h2>
<p>Saya meneliti dalam konteks kebijakan desentralisasi, terutama sejak penerapan <a href="https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_6.pdf">Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2014 tentang Desa</a>. </p>
<p>Secara umum, UU Desa menetapkan bahwa desa berhak atas otonomi yang lebih besar untuk mengelola sumber daya dan anggaran sendiri, serta untuk menentukan kebijakan pembangunan sendiri.</p>
<p>Perluasan desentralisasi sampai ke tingkat desa secara politis mengancam dominasi lembaga-lembaga pemerintah yang diposisikan secara struktural di atas desa dan mewakili “pusat”. </p>
<p>Hadirnya internet - teknologi yang berkarakter terbuka - di perdesaan membuat penduduk desa bisa melewati hambatan komunikasi birokratis formal pemerintah daerah untuk langsung berkomunikasi dengan pemerintah pusat. </p>
<p>Internet mengedepankan praktik komunikasi yang saling terhubung (<em>connective</em>) dan mendorong pembentukan komunitas desa yang berjejaring. </p>
<p>Pemanfaatan teknologi digital ini turut mendorong terciptanya ruang publik baru di dunia maya bagi masyarakat desa. Ruang ini menjadi alternatif ruang publik dominan yang dikendalikan dan dikelola oleh media massa atau oleh lembaga birokrat-formal (pemerintah pusat).</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/puluhan-triliun-untuk-infrastruktur-internet-benarkah-bisa-atasi-kesenjangan-digital-di-indonesia-160698">Puluhan triliun untuk infrastruktur internet: benarkah bisa atasi kesenjangan digital di Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Peran partisipasi publik</h2>
<p>Saya membingkai partisipasi publik yang menunjang perubahan sosial di masyarakat perdesaan dalam sebuah konsep yang menonjolkan peran komunikasi, yaitu “pembangunan komunikasi” - alih-alih istilah “komunikasi pembangunan” yang lebih umum.</p>
<p>Penelitian saya mengamati praktik pembangunan komunikasi bawah-ke-atas (<em>bottom-up</em>) yang dimulai pada 2011 di <a href="https://www.melung.desa.id/">Desa Melung</a>, Banyumas, Jawa Tengah. Praktik ini adalah inisiatif bersama di bawah naungan <a href="https://www.gedhe.or.id/gerakan-desa-membangun/">Gerakan Desa Membangun (GDM)</a> yang menggunakan TIK berbasis internet sebagai platform perjuangan pembangunan desa.</p>
<p>Saya menemukan setidaknya empat tahap utama pembangunan komunikasi dari bawah-ke-atas, yaitu inisiatif dari bawah (desa); tanggapan dari atas (pusat); reaksi paksa dari pusat untuk bersaing atau mendukung inisiatif desa; dan konsekuensi pembangunan komunikasi bawah-ke-atas.</p>
<p>Tahap pertama melibatkan pencarian identitas bersama masyarakat desa melalui jurnalisme dan <a href="https://gobumdes.id/2019/04/30/gerakan-desa-membangun-adalah/">“desa bersuara”</a>, yaitu strategi <a href="https://jurnal.unpad.ac.id/kajian-jurnalisme/article/view/12224">pengarusutamaan isu perdesaan</a> melalui berbagai saluran komunikasi daring yang dimiliki dan dikuasai oleh masyarakat desa, seperti laman <a href="https://www.dermaji.desa.id/refleksi-4-tahun-desa-id-hasilkan-3-resolusi/">khusus desa.id</a> dan <a href="https://twitter.com/desamembangun?s=20">situs jejaring sosial</a>. </p>
<p>Tahap ini penting sebagai mekanisme pendidikan mandiri komunitas desa. </p>
<p>Pada tahap kedua, ada tiga jenis respons pemerintah terhadap inisiatif warga, yaitu pengakuan, penolakan dan pengabaian. </p>
<p>Pada tahap ketiga, masyarakat desa dapat memaksa pemerintah daerah untuk bereaksi. </p>
<p>Dalam bereaksi, pemerintah daerah bisa melakukan inisiatif tandingan, seperti membuat portal desa versi pemerintah dengan domain “go.id” (kini tidak aktif). Atau sebaliknya: mendukung inisiatif desa karena mendapat tekanan dari pemerintah pusat sebagai hasil komunikasi langsung desa dengan pusat.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pertahanan-siber-indonesia-jadi-tugas-penting-panglima-tni-yang-baru-171599">Pertahanan siber Indonesia jadi tugas penting panglima TNI yang baru</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Perubahan sosial</h2>
<p>Pada tahap keempat, saya menemukan setidaknya delapan perubahan sosial di masyarakat perdesaan.</p>
<p>Pertama, hubungan pusat-daerah dari yang semula berbasis pada <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/002234337100800201">struktur kekuasaan feodal</a> berubah menjadi relasi berdasarkan jaringan. Di sini, internet membantu membangun solidaritas dan jaringan antar-desa di seluruh Indonesia secara efektif.</p>
<p>Kedua, terjadi <a href="https://www.melung.desa.id/konflik-identitas-desa-melung-sebuah-refleksi/">konflik identitas</a> sebagai akibat dari keterlibatan media massa dalam pembangunan komunikasi. Pada akhirnya, selalu terjadi tarik-menarik terhadap konsep diri desa lewat interaksi dinamis antara “motivasi internal” dan “tekanan eksternal”.</p>
<p>Ketiga, GDM sebagai gerakan organik yang berasal dari desa telah mengubah gerakan akar rumput melalui deradikalisasi dan memilih untuk tidak memobilisasi orang secara fisik dalam menunjukkan ketidaksetujuannya dengan pusat. </p>
<p>Dengan berbagi informasi secara daring, GDM membangun kepercayaan diri desa dengan mengungkapkan informasi publik tentang isu-isu perdesaan. Pada saat yang sama, GDM menempatkan pemerintah pusat di bawah tekanan untuk tetap transparan dan bertanggung jawab kepada publik.</p>
<p>Keempat, internet memungkinkan desa menciptakan ruang publik sendiri sebagai lawan dari ruang publik dominan milik media massa. </p>
<p>“Desa bersuara” memenuhi ruang publik dengan segala hal yang berkaitan dengan isu desa. Ini bentuk partisipasi politik desa dengan membuat, mengelola dan mengendalikan ruang publik sendiri.</p>
<p>Kelima, ruang publik tandingan desa menunjukkan kedaulatan desa di dunia digital dan menunjukkan perlawanan terhadap praktik demokrasi yang bertitik berat di pusat (<em>center-centric</em>). </p>
<p>GDM mencoba menghadirkan bersama-sama praktik demokrasi digital dan non-digital untuk mewujudkan demokrasi substansial sebagai pembanding demokrasi yang terwujud dalam mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang <a href="https://ciburial.desa.id/dilema-perencanaan-pembangunan-desa/">kerap dikritik sebagai <em>pseudo-bottom-up</em> yang prosedural</a>.</p>
<p>Keenam, proyek pembangunan berbasis internet rentan mengalami ketidakberkelanjutan, terutama ketika pemrakarsa proyek – biasanya kepala desa – digantikan dan tidak lagi memiliki wewenang untuk mengendalikan proyek. </p>
<p>Ini menandakan adanya ketidakcocokan proyek pembangunan digital dengan kebutuhan pembangunan desa yang sesungguhnya.</p>
<p>Ketujuh, proyek pembangunan desa yang mempromosikan penggunaan teknologi digital secara luas juga dapat menyebabkan degradasi nilai pengetahuan tertentu. </p>
<p>Saya menemukan, misalnya, situasi kearifan lokal berhadapan pada pengetahuan baru dan modern tentang teknologi digital. Masyarakat lokal yang meremehkan pengetahuan tradisional dapat kehilangan kepercayaan diri karena merasa tidak memiliki pengetahuan yang tepat untuk bertahan pada era digital saat ini. Situasi ini menyebabkan adanya kesenjangan antara mereka yang memiliki pengetahuan tradisional dan mereka yang menguasai pengetahuan tentang teknologi digital. </p>
<p>Terakhir, pembangunan komunikasi telah meningkatkan pentingnya “jaringan” untuk sebuah gerakan. </p>
<p>GDM telah berhasil mengoptimalkan <a href="https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/1136">“kekuatan pembuatan jaringan” (<em>network-making power</em>)</a> dengan menempatkan partisipan di posisi-posisi strategis. </p>
<p>Jaringan GDM terbuka dalam melibatkan partisipan dari berbagai latar belakang, dari anggota parlemen, aparat sipil negara, lembaga donor, pekerja sosial, mahasiswa, pengusaha, hingga relawan. Sehingga, mereka bisa memengaruhi proses pengambilan keputusan dalam lingkungan kerja mereka untuk membuat program yang bermanfaat bagi desa. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-kreator-konten-bisa-menghasilkan-karya-yang-berpihak-pada-masyarakat-dan-kemanusiaan-163009">Bagaimana kreator konten bisa menghasilkan karya yang berpihak pada masyarakat dan kemanusiaan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pelajaran untuk pembangunan</h2>
<p>Belajar dari pengalaman GDM, setiap anggota masyarakat yang secara sosial terpinggirkan dapat memanfaatkan teknologi digital untuk menyuarakan kepentingannya pada publik - bahkan membentuk publiknya sendiri. Saya menyebut ini sebagai “pemberdayaan komunikasi”. </p>
<p>Lebih lanjut, pusat dan pinggiran perlu dipersatukan dalam proses “penjembatanan” (<em>bridging</em>) yang merupakan pendekatan komunikasi ke atas dan ke bawah, sehingga terbentuk pola komunikasi yang konvergen.</p>
<p>Dari satu sisi, pusat mendekati desa dengan menghilangkan hambatan birokrasi. Dari sisi lain, desa mendekati pusat secara aktif melalui inisiatif, inovasi, dan ide otentik dengan mengikuti aturan main yang disepakati bersama.</p>
<p><em>Bridging</em> diperlukan dalam rangka meraih tujuan pembangunan karena masing-masing pihak memiliki hal yang tidak dimiliki oleh pihak lainnya (jaringan milik desa atau dana milik pemerintah). Dengan bekerja bersama, masing-masing dapat mengisi kekurangan yang lain.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172527/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Tulisan ini berasal dari disertasi Subekti W. Priyadharma di University of Erfurt, Jerman. Dalam melaksanakan penelitiannya, ia menerima dana dari DAAD (German Academic Exchange Service).</span></em></p>Kelompok masyarakat yang secara sosial terpinggirkan dapat memanfaatkan teknologi digital untuk menyuarakan kepentingannya pada publik - bahkan membentuk publiknya sendiri.Subekti W. Priyadharma, Communication Science Lecturer, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1731592021-12-08T01:04:55Z2021-12-08T01:04:55ZMayoritas website pemerintah dan universitas di Indonesia tidak ramah difabel<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/436033/original/file-20211207-19-1xeijqm.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penyandang disabilitas netra mengoperasikan telepon genggam untuk berkomunikasi.</span> <span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Aksesibilitas website dan konten digital bagi kelompok difabel di Indonesia masih rendah.</p>
<p><a href="https://theinclusiveinternet.eiu.com/">Indeks Internet Inklusif</a> menempatkan Indonesia di rangking ke-66 dari 120 negara lainnya. Dari segi aksesibilitas pada penyandang disabilitas, Indonesia mendapatkan nilai 69,75 dan tidak memenuhi standar <a href="https://www.w3.org/WAI/standards-guidelines/wcag/">Web Content Accessibility Guideline (WCAG</a>). Gambar-gambar di website pemerintah tidak dilengkapi teks alternatif.</p>
<p>Masalah itu bukan hanya terjadi pada <a href="http://indonesia.go.id">situs-situs lembaga pemerintah</a>, tapi juga website universitas. Sekitar <a href="https://ijds.ub.ac.id/index.php/ijds/article/view/248/178">95% website perguruan tinggi di Indonesia</a> bermasalah dalam hal aksesibilitas pada penyandang disabilitas.</p>
<p>Penilaian tersebut baru masih terbatas pada penilaian aksesibilitas dari segi teknis. Namun ketika secara teknis website dan konten digital masih bermasalah, maka dari segi kebergunaannya (<em>usability</em>) juga masih menyimpan kesenjangan antarpengguna yang beragam. </p>
<p>Walau Indonesia telah 10 tahun meratifikasi <a href="https://www.bphn.go.id/data/documents/11uu019.pdf">Konvensi Hak Orang dengan Disabilitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN CRPD)</a> dan lima tahun punya <a href="https://jdihn.go.id/pencarian/detail/833535">Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas</a>, yang menjamin hak aksesibilitas teknologi informasi bagi kaum disabel, aksesibilitas website dan konten digital bagi mereka tetap sulit dan tidak tersedia. </p>
<h2>Akses inklusif dan kesenjangan digital</h2>
<p>Permasalahan secara teknologis tersebut <a href="https://doi.org/10.1108/jices-10-2014-0050">hanya satu dari empat sisi penyebab kesenjangan digital</a> pada penyandang disabilitas. Faktor lainnya berupa faktor sosial, motivasional, dan finansial. </p>
<p>Selain itu, <a href="https://doi.org/10.1353/lib.2007.0029">faktor kebijakan juga sangat signifikan</a> dalam pengaruhnya terhadap kesenjangan digital. Di negara-negara berkembang, dampak kesenjangan digital pada <a href="https://www.gsma.com/mobilefordevelopment/resources/the-digital-exclusion-of-women-with-disabilities-a-study-of-seven-low-and-middle-income-countries/">perempuan penyandang disabilitas semakin buruk</a>. Kepemilikan gawai dan literasi perempuan difabel sangat rendah bahkan dibandingkan laki-laki difabel.</p>
<p>Di Indonesia, kesenjangan tersebut semakin nyata karena berkait kelindan antar faktor-faktor tersebut. Secara sosial, penyandang disabilitas masih mengalami <a href="https://disabilityrightsfund.org/crpd-committee-publicizes-list-of-issues-for-indonesia/">diskriminasi dan stigma</a>. </p>
<p>Dari sisi finansial, <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf">ketimpangan kesejahteraan </a> membayang-bayangi keberdayaan penyandang disabilitas. Sekitar 82% penyandang disabilitas di negara berkembang hidup di bawah garis kemiskinan. Dari segi kebijakan, <a href="https://batukarinfo.com/system/files/DOC-20170315-WA0022.pdf">pengabaian</a> akan keterlibatan penyandang disabilitas masih kentara. Hanya 14 dari 70 daerah di Indonesia yang melibatkan penyandang disabilitas dalam musyawarah rencana pembangunan.</p>
<p>Secara teknologis, penyandang disabilitas mendapati <a href="https://pressbooks.library.ryerson.ca/wafd/#:%7E:text=Book%20Description%3A%20Web%20Accessibility%20for,readers%2C%20when%20navigating%20the%20Web.">hambatan yang beragam</a>. Banyak website yang tidak terbaca pembaca layar (<em>screen reader</em>) dengan baik dan video-video kementerian yang tidak menyediakan takarir (<em>caption</em>) atau juru bahasa isyarat.</p>
<p>Aksesibilitas website dan konten digital juga menjadi <a href="https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4944309/komunitas-tuna-rungu-ri-kritik-penyampaian-informasi-virus-corona">keluhan kelompok Tuli</a> pada beberapa layanan publik yang seharusnya dapat mereka akses. </p>
<p>Penyandang disabilitas netra membutuhkan konten digital yang dapat terbaca atau tersuarakan dengan <em>screen reader</em> atau penyesuai tampilan layar (<em>screen magnifier</em>). Kelompok Tuli membutuhkan juru bahasa isyarat, juru ketik, atau takarir untuk dapat mengikuti kelas daring. </p>
<p>Penyandang disabilitas daksa membutuhkan konten digital yang mudah dinavigasi tidak hanya dengan tetikus (<em>mouse</em>), tapi juga papan ketik. Penyandang disabilitas mental, psikososial, atau intelektual membutuhkan <em>plain text</em> atau alternatif konten yang singkat dan mudah dipahami.</p>
<p>Aksesibilitas media pembelajaran online di perguruan tinggi ketika pembelajaran daring berlangsung, berdasarkan <a href="https://aidran.org/2020/04/20/survei-aksesibilitas-akomodasi-yang-layak-bagi-mahasiswa-difabel-indonesia-di-masa-pandemi-covid-19/">survei Australia-Indonesia Research and Advocacy Network (AIDRAN)</a>, masih mengalami berbagai masalah yang menjadi hambatan bagi mahasiswa dengan disabilitas. </p>
<p>Di tingkat pendidikan yang lebih rendah, <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/can-the-covid-19-pandemic-boost-inclusive-education/">aksesibilitas yang kurang memadai</a> juga menjadi masalah pada pembelajaran jarak jauh.</p>
<p>Aksesibilitas informasi juga luput dari perhatian Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam peluncuran <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/34574/siaran-pers-no-170hmkominfo052021-tentang-besok-kominfo-luncurkan-program-literasi-digital-nasional-makin-cakap-digital/0/siaran_pers">Program Literasi Digital Nasional</a> yang diikuti oleh masyarakat di 514 kabupaten dan kota di 34 provinsi Indonesia. Tidak ada penjelasan bahwa kegiatan disediakan juru bahasa isyarat sehingga Tuli enggan mengikutinya.</p>
<h2>Bagaimana kebijakan aksesibilitas teknologi informasi di Indonesia?</h2>
<p>Hak aksesibilitas, keterlibatan, dan memperoleh informasi diatur dalam Pasal 5 <a href="https://jdihn.go.id/pencarian/detail/833535">Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas</a>. Pasal 124 lebih spesifik lagi, yaitu kewajiban pemerintah untuk memastikan informasi “dapat dijangkau dan dipahami sesuai dengan keragaman disabilitas dan kondisi tempat tinggalnya”.</p>
<p>Peraturan Pemerintah (PP) <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/132596/pp-no-13-tahun-2020">Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas</a> memuat detail yang lebih praktis dari pemenuhan hak-hak aksesibilitas tersebut. Di PP tersebut terdapat deskripsi tentang akomodasi layak di berbagai sektor pendidikan yang dapat diperluas di layanan publik lainnya.</p>
<p>Pada praktiknya, aksesibilitas teknologi informasi yang sudah dijamin undang-undang dan peraturan pemerintah ini memang belum teraplikasikan. Panduan seperti Web Content Accessibility Guideline masih asing bagi dunia teknologi informasi kita. Bahkan jika kita <a href="http://indonesia.go.id">cek website utama pemerintah</a> dan kementerian-kementerian, tidak ada pernyataan aksesibilitas yang memberikan penjelasan terkait aksesibilitas informasi.</p>
<p>Kondisi tersebut memperlihatkan bagaimana <a href="https://theconversation.com/6-penghalang-keterlibatan-penyandang-disabilitas-dalam-proses-pembangunan-108176">keterlibatan penyandang disabilitas</a> di lembaga-lembaga pemangku kebijakan masih rendah meski telah dijamin undang-undang.</p>
<p>Bagaimana agar kebijakan aksesibilitas teknologi informasi menjadi terarah?</p>
<p>Di tingkat individual, perlu lebih banyak penyandang disabilitas yang terlibat dalam pendidikan yang berkenaan dengan teknologi informasi. Peluang untuk terlibat ini akan saling terbuka bila secara individual penyandang disabilitas terbekali kemampuan dan secara struktural kebijakan dapat menjamin keterlibatan mereka.</p>
<p>Amanat UU Nomor 8 Tahun 2016 telah menyentuh berbagai faktor yang dibutuhkan tersebut. Keberadaan unit layanan disabilitas di perguruan tinggi dapat menyambut keterlibatan itu. Kampus dapat didorong agar lebih inklusif sehingga berpeluang menyediakan sumber daya manusia yang dapat mendukung aksesibilitas teknologi informasi, misalnya <a href="https://www.youtube.com/watch?v=9eLWNalDj1s">programmer dengan disabilitas netra</a>.</p>
<p>Dari sisi kelembagaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu menyediakan portal khusus sebagai rujukan desain universal dalam Bahasa Indonesia. Panduan aksesibilitas website selama ini masih terbatas dalam Bahasa Inggris. Kemudahan merujuk panduan akan memperluas peluang untuk menyiapkan ekosistem informasi digital yang aksesibel.</p>
<h2>Peran Komnas Disabilitas</h2>
<p><a href="https://difabel.tempo.co/read/1535207/profil-7-anggota-komisi-nasional-disabilitas?page_num=1">Komisi Nasional Disabilitas</a> yang baru beroperasi juga dapat mengawal panduan tersebut untuk menjembatani hak dan praktik layanan teknologi informasi yang aksesibel. </p>
<p>Salah satu contoh baik untuk ditiru misalnya adalah <a href="https://www.gov.uk/">https://www.gov.uk/</a> yang aksesibel bagi hampir semua ragam disabilitas.
Mereka memiliki mekanisme kontrol terhadap aksesibilitas teknologi informasi. Keterkaitan antara <a href="https://www.gov.uk/guidance/make-things-accessible">aturan dan panduan</a> dapat menjamin aksesibilitas teknologi informasi di semua subdomain dan konten mereka.</p>
<p>Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Komisi Nasional Disabilitas dapat berperan memberi panduan dan mengontrol aksesibilitas teknologi informasi di Indonesia. Mereka dapat memberikan penjelasan, aturan, pelatihan, monitoring, dan evaluasi terhadap semua layanan teknologi informasi dan konten digital pada semua lembaga pemerintahan dari pusat hingga daerah dan institusi swasta lainnya. </p>
<p>Dengan demikian amanat undang-undang dapat berjalan untuk melayani <a href="https://kemensos.go.id/kemensos-dorong-aksesibilitas-informasi-ramah-penyandang-disabilitas">sekitar 22,5 juta</a> orang difabel.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173159/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mahalli tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Komisi Nasional Disabilitas dapat berperan memberi panduan dan mengontrol aksesibilitas teknologi informasi di Indonesia.Mahalli, Researcher, AIDRAN and Center for Disability Studies and Services, Universitas BrawijayaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1733282021-12-07T06:11:56Z2021-12-07T06:11:56ZMundurnya Jack Dorsey dari Twitter tidak menunjukkan masa depan meyakinkan untuk media sosial<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/436035/original/file-20211207-141979-1q974r4.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C3323%2C2119&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Bukan Mark Zuckerberg.</span> <span class="attribution"><span class="source">EPA</span></span></figcaption></figure><p>Jack Dorsey <a href="https://www.theguardian.com/technology/2021/nov/29/twitter-chief-executive-jack-dorsey">mengumumkan secara mendadak mundur</a> dari CEO Twitter di platform itu sendiri. Dorsey membeberkan <a href="https://twitter.com/jack/status/1465347002426867720">surat pengunduran diri</a> di media sosial yang ia ikut dirikan; cuitan itu mengingatkan saya pada <a href="https://www.theguardian.com/technology/2021/nov/11/elon-musk-sells-some-tesla-stock-but-was-it-really-because-of-twitter-poll">cuitan-cuitan kontrovesial</a> Elon Musk. Kita bisa bayangkan Dorsey duduk santai menikmati reaksi dan spekulasi yang kemudian muncul.</p>
<p>Ini bukan surat <em>resign</em> pertama Dorsey dari Twitter - ia dipaksa mundur dari jabatan CEO pada 2008, lalu kembali menjadi <em>executive chairman</em> tiga tahun kemauan. Surat ini belum tentu juga menjadi yang terakhir.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1465347002426867720"}"></div></p>
<p>Menurut email yang dikirim kepada staf Twitter saat mengumumkan pengunduran dirinya, Dorsey mengatakan bahwa menurut dia, perusahaan itu harus “berdiri sendiri, bebas dari pengaruh atau arahan pendiri”. </p>
<p>Dalam keriuhan yang muncul setelah ia mengumumkan berita itu di Twitter, Dorsey menekankan bahwa itu keputusan dia sendiri. Lalu apa yang bisa kita simpulkan di sini?</p>
<h2>Krisis paruh baya media sosial</h2>
<p>Keputusan Dorsey bukannya tidak disangka. Sudah setahun lebih ia berada dalam <a href="https://www.vox.com/recode/2020/3/1/21160375/jack-dorsey-twitter-elliott-management-paul-singer-ceo">tekanan besar</a> dari investor untuk mempercepat pertumbuhan Twitter dan memperbaiki kinerja keuangannya. </p>
<p>Investor Wall Street telah mengkritik kiprah Dorsey di luar Twitter, termasuk aplikasi pembayaran raksasa Square, yang ia dirikan saat mundur dari Twitter sebelumnya, <a href="https://markets.businessinsider.com/news/currencies/jay-z-jack-dorsey-nfts-and-smart-contracts-to-tidal-2021-6">dan juga</a> <a href="https://www.crunchbase.com/person/jack-dorsey">proyek-proyek futuristik</a> terkait <a href="https://techcrunch.com/2021/02/12/jack-dorsey-and-jay-z-invest-23-6-million-to-fund-bitcoin-development/">desentralisasi</a> (menghilangkan kendali korporasi tradisional) di internet dan keuangan. </p>
<p>Saya melihat kesamaan antara Dorsey dan taipan digital lain seperti Jeff Bezos dan Musk. Seperti Dorsey, Bezos dan Musk menjalankan dua perusahaan, Amazon/Blue Origin dan Tesla/SpaceX, sekaligus mencari bentuk-bentuk kesenangan dan petualangan baru; Bezos berupaya <a href="https://www.nytimes.com/2021/06/07/business/jeff-bezos-space.html">mencapai orbit</a> dan Musk <a href="https://www.theverge.com/2018/2/6/16983744/spacex-tesla-falcon-heavy-roadster-orbit-asteroid-belt-elon-musk-mars">melontarkan mobil sport</a> Tesla Roadster ke luar angkasa.</p>
<p>Pada kasus Twitter, ada pula dimensi media sosial. Platform seperti Twitter, Facebook, dan YouTube kian dibebani kontroversi politis dan masalah rumit seperti disinformasi, pelanggaran privasi, dan ujaran kebencian.</p>
<p>Twitter, <a href="https://edition.cnn.com/2021/10/27/tech/vijaya-gadde-twitter-risk-takers/index.html">misalnya</a>, menjadi saluran pribadi Donald Trump sebelum akhirnya melarang dia, dan saat ini bergelut dengan masalah <a href="https://techhq.com/2021/09/data-privacy-backlash-pushes-apple-twitter-to-shield-users-more/">ujaran kebencian</a> sebagai isu global. </p>
<p>Situasi yang dihadapi para platform ini kadang disebut sebagai <a href="https://michailbukin147.medium.com/coping-with-the-social-media-midlife-crisis-7bb67951b686">krisis paruh baya media sosial</a>.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/435060/original/file-20211201-15-qq52e7.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Cartoon of Donald Trump on a Twitter bird" src="https://images.theconversation.com/files/435060/original/file-20211201-15-qq52e7.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/435060/original/file-20211201-15-qq52e7.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=737&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/435060/original/file-20211201-15-qq52e7.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=737&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/435060/original/file-20211201-15-qq52e7.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=737&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/435060/original/file-20211201-15-qq52e7.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=926&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/435060/original/file-20211201-15-qq52e7.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=926&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/435060/original/file-20211201-15-qq52e7.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=926&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Jangan melupakan sejarah.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/cartoon-july-26-2018-donald-trump-1142678024">Anton Khodakovskiy</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Karena tidak ada solusi sederhana, maka masuk akal bila seseorang seperti Dorsey lebih senang menciptakan hal-hal baru ketimbang memperbaiki yang sudah ada. Mungkin lebih masuk akal untuk menyerahkan kendali kerajaan pada orang lain dan pergi mencari petualangan baru.</p>
<p>Dorsey menyebut “ego pendiri” dalam pesan perpisahan pada Twitter dan stafnya; ini tidak lain adalah sindiran pada Mark Zuckerberg, yang sama sekali tidak menunjukkan gelagat akan mundur dari Facebook/Meta. Sebaliknya, Zuckerberg ingin mengembangkan pengaruh perusahaannya lebih lanjut dengan meningkatkan operasinya pada <a href="https://theconversation.com/metaverse-five-things-to-know-and-what-it-could-mean-for-you-171061">versi realitas virtual internet</a> yang dikenal sebagai <a href="https://theconversation.com/mark-zuckerberg-wants-to-turn-facebook-into-a-metaverse-company-what-does-that-mean-165404">metaverse atau 3Dweb</a>.</p>
<p>Saat Facebook membuat pengumuman besar perubahan jenama menjadi Meta pada Oktober 2021, Dorsey mengeluarkan cuitan berisi ketidaksetujuannya pada keputusan Zuckerberg untuk tetap di Facebook. Dorsey mengatakan ia mencintai Twitter, tapi saya menduga ia memprediksi masa-masa sulit perusahaan media sosial dan bahkan konsep dasar platform-platform ini.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1464865985471471616"}"></div></p>
<p>Menurut saya, sudah berakhir masa developer muda ingin berkarir di Google, Facebook, atau Twitter. Mereka kini lebih tertarik mencari untung lewat NFT dan membuat aplikasi untuk metaverse (non-Meta). Sementara itu, regulator <a href="https://telecom.economictimes.indiatimes.com/news/tech-regulation-leads-the-agenda-at-uk-g7-forum/88020130">semakin mengawasi</a> nama-nama besar Silicon Valley atas standar etika mereka dalam konten dan data pengguna. Dan jika masa depan ada pada metaverse, maka seperti apa posisi Twitter sebagai platform microblogging dengan pengguna yang sempit di era 3Dweb.</p>
<h2>Bab baru Jack</h2>
<p>Setelah Dorsey menyerahkan kendali Twitter pada <em>chief technology officer</em> <a href="https://www.cnbc.com/2021/11/29/twitter-ceo-jack-dorsey-is-expected-to-step-down-sources-say.html">Parag Agrawal</a>, ia akan memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada Square. Perusahaan layanan pembayaran ini bernilai 100 miliar dolar AS (Rp 1.400 triliun) - dua kali lipat Twitter - dan salah satu fokus utamanya adalah membuat mata uang kripto menjadi mainstream.</p>
<p>Square <a href="https://fintechmagazine.com/digital-payments/whats-next-jack-dorsey-will-he-focus-more-fintech">memiliki bitcoin</a> dalam neraca keuangannya dan berencana meluncurkan pasar kripto terdesentralisasi bernama tbDEX, dan kemungkinan juga bergerak pada penambangan bitcoin (penciptaan bitcoin baru). Dorsey juga menjadi <em>angel investor</em> di berbagai proyek, termasuk aplikasi streaming musik <a href="https://markets.businessinsider.com/news/currencies/jay-z-jack-dorsey-nfts-and-smart-contracts-to-tidal-2021-6">Tidal</a>; musisi Jay Z menjadi investor juga di situ.</p>
<p>Dalam banyak hal, lanskap mata uang kripto mewarisi sikap bebas dan santai platform media sosial pada awal kemunculannya. <em>Start-up</em> desentralisasi seperti platform keuangan <a href="https://compound.finance/">Compound</a>, pasar kripto <a href="https://uniswap.org/">Uniswap</a> dan pembuat mata uang <a href="https://makerdao.com/en">MakerDao</a> kini mendapat untung besar dan semakin populer.</p>
<p>Perusahaan ini didominasi orang-orang jenius eksentrik seperti pencipta Uniswap <a href="https://www.coindesk.com/markets/2020/12/08/hayden-adams-king-of-the-defi-degens/">Hayden Adams</a> dan pendiri MakerDao <a href="https://www.linkedin.com/in/runebentsenchristensen?originalSubdomain=dk">Rune Christensen</a></p>
<p>Saya selalu mengatakan pada mahasiswa saya, kita sedang hidup pada <a href="https://fs.blog/principles-age-acceleration/">era akselerasi</a>: teknologi berkembang lebih cepat dari kemampuan individu untuk mengejarnya. Untuk bisa selamat, kita perlu cara berpikir baru tentang teknologi.</p>
<p>CEO-CEO Silicon Valley seperti Jack Dorsey adalah katalis untuk era ini, dan kini mereka pun harus beradaptasi dan merombak dunia yang mereka ciptakan. Dorsey memiliki keuntungan karena sudah satu langkah masuk di dunia yang baru beberapa waktu ini. Kepergian dia dari Twitter tidak membuat saya sangat optimis pada media sosial tradisional, tapi mungkin akan memberi dorongan tambahan pada <em>start up</em> kripto dan teknologi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/173328/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Theo Tzanidis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dorsey telah menunjukkan bahwa ia berbeda dari orang-orang seperti Mark Zuckerberg yang tetap bertahan di perusahaan tradisional.Theo Tzanidis, Senior Lecturer in Digital Marketing, University of the West of ScotlandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1729752021-12-01T10:27:21Z2021-12-01T10:27:21ZBagaimana pandemi COVID mengubah jurnalisme digital<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/435008/original/file-20211201-26-1z896d.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=720%2C0%2C7032%2C4579&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/search/digital+journalist?page=4">Arnap Pratav Singh/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Sepuluh tahun terakhir, telepon pintar dan teknologi <em>mobile</em> telah mengubah cara kerja redaksi, dari peliputan berita, penyiaran langsung, hingga distribusi konten. Dilatih menggunakan iPhone 4s di University of Sheffield pada 2011, saya adalah salah satu <a href="https://www.movophoto.com/pages/mojo-mobile-journalism">jurnalis digital</a> pertama di Inggris.</p>
<p>Selama karir siaran langsung saya, dari wilayah perang di Irak hingga tornado di Amerika Serikat (AS), teknologi telah menjadi kendaraan utama untuk merekam, mengkurasi, dan mendistribusikan konten.</p>
<p>Saat ini dunia media kembali berubah akibat pandemi COVID-19, dengan munculnya tantangan baru, hambatan berbeda dan pendekatan penceritaan yang inovatif.</p>
<p><a href="https://www.google.co.uk/books/edition/Visual_Communication_Theory_and_Research/or-uAwAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=professor+mary+bock+texas+journalism&printsec=frontcover">Riset</a> oleh beberapa jurnalis dan akademisi dari seluruh dunia menunjukkan bahwa tren teknologi dan sosial mendorong perubahan cara bagaimana berita dihasilkan dan digunakan. Perubahan-perubahan ini telah berdampak pada cara kerja jurnalis; mereka bisa <a href="https://www.theguardian.com/business/2021/mar/19/mirror-owner-tell-most-journalists-permanently-work-from-home-reach">bekerja sendiri atau dari jarak jauh</a>. Syarat keahlian reporter juga telah berganti dengan mengutamakan keahlian media sosial dan digital.</p>
<p>Beberapa tren jurnalisme <em>smartphone</em> telah menguat sebelum COVID tapi semakin pesat semasa pandemi. Kini reporter jauh lebih otonom, tapi juga mendapat tekanan dan tanggung jawab lebih besar, mempunyai lebih banyak cara untuk menyiarkan berita dan berinteraksi dengan pemirsa.</p>
<h2>Otonomi dan kebebasan</h2>
<p>Di Inggris dan AS, perusahaan media telah menyusut dalam 15 tahun terakhir. Angka penjualan surat kabar cetak, misalnya, telah <a href="https://pressgazette.co.uk/uk-national-newspaper-sales-slump-by-two-thirds-in-20-years-amid-digital-disruption/">menurun drastis</a>, dan memaksa perusahaan penerbit untuk merangkul platform dan teknologi baru. Jumlah posisi spesifik semakin berkurang dan keahlian beragam semakin menjadi kunci di industri media, sehingga banyak reporter kemudian berperan ganda menjadi videografer, editor dan kreator sosial media sekaligus. </p>
<p>Tuntutan terhadap jurnalis penyiaran dan digital kini semakin besar, tapi pada saat yang bersamaan mereka memiliki kebebasan lebih dalam mencari dan membuat berita. Karena jumlah editor, videografer, teknisi lampu dan suara semakin sedikit, maka para jurnalis memiliki kendali lebih besar dalam menghasilkan dan membagikan berita.</p>
<p>Yang juga berperan di situ adalah menghilangnya peran hubungan masyarakat dan munculnya tokoh-tokoh yang luwes dalam media yang memahami pentingnya akses sosial media dan berinteraksi langsung dengan para jurnalis.</p>
<p>Peneliti media asal Belanda, Mark Deuze, telah memperingatkan tentang <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/2056305119857202">pergeseran dari peran-peran spesifik ini</a>, yang menurutnya membuat “banyak kursi kosong di ruang redaksi”. Deuze meyakini bahwa menuntut lebih banyak dari lebih sedikit jurnalis akan berdampak pada hilangnya identitas, kerja sama kelompok, mentoring, dan pembinaan.</p>
<p>Dalam <a href="https://research-portal.uws.ac.uk/en/publications/mobile-journalism-a-revolution-or-an-evolution">riset saya</a>, saya mewawancarai lebih dari 40 jurnalis di India, Swiss, AS dan Inggris antara 2018 dan 2021. Semua memiliki kekhawatiran serupa: kebebasan lebih menjadi nilai tambah, tapi reporter mengkhawatirkan kurangnya dukungan akan memberi tekanan pada kemampuan mereka dalam meliput dan membuat konten.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A journalist with a video camera setting up a shoot." src="https://images.theconversation.com/files/433678/original/file-20211124-23-1shoftr.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/433678/original/file-20211124-23-1shoftr.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/433678/original/file-20211124-23-1shoftr.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/433678/original/file-20211124-23-1shoftr.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/433678/original/file-20211124-23-1shoftr.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/433678/original/file-20211124-23-1shoftr.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/433678/original/file-20211124-23-1shoftr.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Jurnalis digital Celine Argento melaporkan untuk Leman Bleu di Genewa.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Keahlian reporter</h2>
<p>Pasca-pandemi, banyak jurnalis akan dituntut untuk fokus pada jurnalisme digital dan mengembangkan peran baru dalam teknologi <em>smartphone</em> serta menghadapi tantangan teknis dan editorial baru. Dalam beberapa kasus, jurnalis yang lebih tua semakin <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1464884916657514">terhimpit tekanan</a> untuk mampu menggunakan teknologi baru.</p>
<p>Selama krisis COVID, transisi pada kerja jarak jauh, wawancara Zoom dan pengeditan <em>mobile</em> membuat konten kreator muda menonjol dan meminggirkan jurnalis lebih tua dan kurang pandai berteknologi.</p>
<p><a href="https://www.nuj.org.uk/about-us.html">National Union of Journalists</a> (NUJ) di Inggris <a href="https://www.nuj.org.uk/resource-report/coronavirus-advice-for-freelances.html">telah mendukung</a> jurnalis-jurnalis semacam ini untuk mengejar ketinggalan dengan kelas-kelas online. Beberapa stasiun penyiaran Inggris, termasuk ITV, menyediakan pelatihan jarak jauh dan tatap muka untuk meningkatkan keahlian produksi dan pengeditan.</p>
<p>Permintaan sangat besar untuk konten dan <em>live streaming</em> terus-menerus telah membuat reporter TV tradisional menjadi kamera berjalan. Ini dapat meningkatkan liputan dan mendorong interaksi pemirsa di media sosial, tapi ini juga menambah beban pada reporter muda, belum berpengalaman, dan bekerja terlalu lama bagi mereka yang baru masuk di dunia kerja di tengah ketidakpastian; ini menjadi <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17512786.2020.1742772">risiko kesehatan dan keamanan baru</a>. Sangat penting para calon wartawan untuk dipersiapkan, dimentori, dan dibimbing secara baik agar bisa bekerja meliput dengan berimbang.</p>
<h2>Pemirsa yang berinteraksi</h2>
<p>Baik syuting sendiri di rumah, merekam wawancara video secara <em>mobile</em> atau menghasilkan konten dengan hewan peliharan mereka, para pemirsa TV, radio, podcast dan media sosial semakin kreatif dan terlibat selama pandemi.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/f2BZNowCXws?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Perusahaan media semakin memanfaatkan konten yang dibuat oleh pengguna sendiri semacam ini selama pandemi - wawancara video di telepon dan laptop semakin sering digunakan. Pemirsa berita yang <a href="https://www.liverpoolecho.co.uk/news/liverpool-news/man-seen-jogging-red-speedos-19701554">semula pasif kini aktif memproduksi</a>. Di dunia liputan olah raga, ketiadaan penonton pertandingan mendorong <a href="https://www.youtube.com/watch?v=wYBZmdKoow8">konten-konten dari fans</a> untuk menjembatani kekosongan dan memuaskan dahaga suporter seiring media klub olahraga <a href="https://www.youtube.com/watch?v=E3tL7JSRNNc">semakin dinamis</a>, menampilkan konten-konten kehidupan pribadi para atlet dan pelatih.</p>
<p>Tren-tren ini sudah tampak dalam riset saya pada 2018 dan 2019, tapi selama 2020 dan 2021 lanskap telah berubah.</p>
<p>Di Inggris, kepercayaan pada media ditemukan telah <a href="https://www.gov.uk/government/publications/leveson-inquiry-report-into-the-culture-practices-and-ethics-of-the-press">menurun</a> terkait etika, budaya dan praktik-praktik pers Inggris. Namun data tentang jurnalisme media sosial dan kepercayaan dari riset terbaru <a href="https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/digital-news-report/2021">Reuters Digital Report</a> menunjukkan bahwa pandemi telah membawa para jurnalis kembali ke tempat terhormat.</p>
<p>Redaksi perlu melanjutkan praktik-praktik baik selama pandemi yang melibatkan editor dan produser mendukung dan memanfaatkan keahlian reporter yang lebih muda dan dinamis untuk menghasilkan konten yang berimbang dan etis.</p>
<p>Sangat penting praktik-praktik baik ini juga dipelajari di pendidikan tinggi agar transformasi pemberitaan, penyiaran, dan pembuatan konten yang terakselerasi ini tetap mempertahankan standar etika dan memastikan kesejahteraan reporter - jika ingin mendorong kaum muda masuk industri ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172975/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>James Mahon tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dunia media telah berubah selama krisis COVID, dengan tantangan baru, hambatan berbeda, dan inovasi cara menyampaikan berita.James Mahon, Lecturer in Mobile and Broadcast Journalism, University of the West of ScotlandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1724162021-11-23T09:53:57Z2021-11-23T09:53:57ZBagaimana ‘big tech’ menentukan siapa yang berkuasa atas hak dan kebebasan kita<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/433407/original/file-20211123-21-7neib9.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C6%2C4631%2C2585&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/big-five-companies-tech-company-logos-1643544484">Ascannio/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Sejak akhir abad ke-20, bagi sebagian besar dari kita, kehidupan sehari-hari telah semakin banyak berpindah ke ranah digital. Ini telah mendorong munculnya sesuatu yang disebut dimensi “<a href="https://link.springer.com/book/10.1007/978-3-319-04093-6">onlife</a>”, yang menyimbolkan betapa eratnya kehidupan <em>online</em> dan <em>offline</em> kita.</p>
<p>Suatu hari nanti, kita mungkin akan melihat hadirnya <a href="https://theconversation.com/what-is-the-metaverse-2-media-and-information-experts-explain-165731">metaverse</a>, sebuah dunia <em>online</em> yang tidak pernah mati yang menyediakan ruang-ruang digital baru untuk orang berinteraksi, bekerja, dan bermain lewat avatar.</p>
<p>Dampaknya adalah hak dan kebebasan orang semakin dibentuk oleh aturan-aturan yang ditentukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi besar (<em>big tech</em>). Keputusan Twitter untuk membungkam mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump setelah <a href="https://www.bbc.com/news/technology-57018148">kekerasan di Capitol Hill</a>, <a href="https://verfassungsblog.de/facebook-flexing/">Facebook</a> melarang konten dari penerbit Australia, dan YouTube memblok <a href="https://edition.cnn.com/2021/09/29/tech/youtube-vaccine-misinformation/index.html">konten antivaksin</a> adalah beberapa contoh bagaimana perusahaan teknologi melebarkan peran tidak hanya sebagai penjaga gerbang (<em>gatekeepers</em>) informasi global tapi juga sebagai institusi kekuasaan privat.</p>
<p>Contoh-contoh ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan konstitusional tentang siapa yang memiliki legitimasi, siapa yang memiliki kuasa, dan bagaimana demokrasi bisa berjalan pada era digital. Ini mengarah pada bangkitnya <a href="https://academic.oup.com/icon/article/19/1/41/6224442">konstitusionalisme digital</a>, sebuah fase baru ketika hak-hak individu dan kekuasaan publik “dipindahtangankan” di antara kelompok-kelompok baru - misalnya perusahaan digital - di skala global.</p>
<h2>Permainan kekuasaan baru</h2>
<p>Konstitusionalisme digital tidak berarti merevolusi akar <a href="https://www.britannica.com/topic/constitutionalism">konstitualisme</a> modern, yaitu prinsip-prinsip yang mencakup pemerintahan yang bertanggung jawab dan akuntabel, hak-hak individu, dan negara berdasarkan hukum (<em>rule of law</em>). Namun, konstitusionalisme digital menempatkan rangka baru pada peran hukum konstitusional pada era digital.</p>
<p>Konstitualisme modern selalu mengejar dua misi: melindungi hak-hak fundamental dan membatasi kekuasaan lewat <em>checks and balances</em>.</p>
<p>Pda era digital, salah satu kekhawatiran utama adalah tentang penggunaan <a href="https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/13752">kekuasaan publik</a> yang mengancam hak dan kebebasan, misalnya pembatasan internet atau pengawasan. Ini menjadi mencolok dalam <a href="https://www.theguardian.com/us-news/the-nsa-files">kasus Snowden</a> yang melibatkan seorang pegawai badan intelijen CIA membocorkan dokumen yang menunjukkan pengawasan oleh National Security Agency (NSA) di AS, yang menimbulkan perdebatan antara keamanan nasional dan privasi individu.</p>
<p>Namun perusahaan swasta kini mendominasi internet dan menerapkan aturan layanan atau panduan komunitas yang berlaku pada miliaran pengguna di seluruh dunia. Aturan ini menjadi patokan alternatif menyaingi perlindungan konstitusional atas hak-hak fundamental dan nilai-nilai demokrasi.</p>
<p>Tantangan terhadap demokrasi konstitusional tidak lagi datang dari otoritas negara. Kekhawatiran besar kini muncul dari institusi yang secara formal bersifat privat tapi mengendalikan hal-hal yang secara tradisional diatur oleh otoritas publik - tanpa batasan. Kemampuan perusahaan teknologi untuk menentukan dan memaksakan hak-hak dan kebebasan pada level global adalah wujud bertumbuhnya kekuasaan mereka atas publik.</p>
<p>Misalnya, saat Facebook atau Google memoderasi konten online, mereka membuat keputusan atas kebebasan berekspresi dan hak-hak individu lain atau kepentingan publik berdasarkan standar privat yang belum tentu sesuai dengan aturan konstitusional. Dan keputusan-keputusan ini diterapkan langsung oleh mereka, bukan oleh pengadilan.</p>
<p>Situasi ini telah memicu desakan untuk transparansi dan akuntabilitas. Skandal <a href="https://www.theguardian.com/news/2018/mar/17/cambridge-analytica-facebook-influence-us-election">Cambridge Analytica</a> yang menunjukkan betapa masifnya pengumpulan data pribadi untuk kepentingan pengiklanan politik, dan temuan dari penelitian Facebook sendiri yang menunjukkan potensi dampak berbahaya media sosial pada <a href="https://www.theguardian.com/technology/2021/sep/29/facebook-hearing-latest-children-impact">kesehatan mental anak muda</a> telah memanaskan debat terkait tanggung jawab <em>big tech</em>.</p>
<h2>Menangani kekuasaan <em>big tech</em></h2>
<p>Institusi-institusi demokrasi konstitusional masih mencari tahu bagaimana harus berhadapan dengan kekuaasan perusahaan teknologi. Dan walau negara-negara menghadapi tantangan global yang sama, reaksi mereka tidak selalu sama. Bahkan walau negara-negara demokrasi konstitusional secara umum melindungi hak-hak dan kebebasan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat demokratis, bukan berarti perlindungan ini besarnya merata di seluruh dunia. </p>
<p>Di Eropa, aturan <a href="https://eur-lex.europa.eu/legal-content/en/TXT/?uri=COM%3A2020%3A825%3AFIN">Digital Services Act</a> dan <a href="https://eur-lex.europa.eu/eli/reg/2016/679/oj">General Data Protection Regulation</a> muncul dari keinginan untuk membuat perusahaan teknologi lebih akuntabel dalam hal moderasi konten dan perlindangan data.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Mark Zuckerberg giving a speech against a blue background." src="https://images.theconversation.com/files/431538/original/file-20211111-6892-xbd77p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/431538/original/file-20211111-6892-xbd77p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/431538/original/file-20211111-6892-xbd77p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/431538/original/file-20211111-6892-xbd77p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/431538/original/file-20211111-6892-xbd77p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/431538/original/file-20211111-6892-xbd77p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/431538/original/file-20211111-6892-xbd77p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Mark Zuckerberg belum lama ini meluncurkan Oversight Board sebagai tanggapan atas munculnya kekhawatiran tentang transparansi dan akuntabilitas Facebook.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/paris-france-may-24-2018-facebook-1098814607">Frederick Legrand/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun AS masih melihat <em>self-regulation</em> sebagai pendekatan terbaik untuk melindungi kebebasan berekspresi pada era digital. Bahkan <a href="https://supreme.justia.com/cases/federal/us/582/15-1194/#tab-opinion-3749201">Mahkamah Agung AS</a> telah menggarisbawahi bahwa internet - terutama media sosial - memainkan peran penting sebagai forum demokratis.</p>
<p>Oleh karena itu, platform daring tidak buang waktu dalam mengkonsolidasikan kebijakan mereka. Hadirnya dewan-dewan media sosial seperti <a href="https://oversightboard.com">Facebook Oversight Board</a> telah diterima sebagai langkah baik menuju transparansi dan akuntabilitas. Namun ini juga bisa dilihat sebagai langkah untuk memperkuat kekuasaan dengan menampilkan citra yang meniru sistem konsitusional seperti “<a href="https://theconversation.com/why-facebook-created-its-own-supreme-court-for-judging-content-6-questions-answered-160349">mahkamah agung</a>”, sebagaimana yang Facebook telah lakukan.</p>
<p>Konstitusionalisme digital menawarkan beragam perspektif untuk menganalisis perlindungan hak-hak dan penggunaan kekuasaan oleh perusahaan <em>big tech</em>. Konstitusionalisme digital juga mendorong kita untuk melakukan perdebatan lebih dalam tentang bagaimana hak-hak individu dan kebebasan bukan lagi objek dalam kekuasaan negara, tapi juga bagi perusahaan <em>big tech</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/172416/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Giovanni De Gregorio tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Big tech semakin memanfaatkan kesempatan untuk memperkuat kekuasaan mereka. Banyak pertanyaan kini timbul tentang bagaimana legitimasi, hak-hak dan demokrasi di era digital.Giovanni De Gregorio, Postdoctoral Researcher in Socio-Legal Studies, University of OxfordLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1719582021-11-19T05:34:07Z2021-11-19T05:34:07ZBagaimana rancangan produk teknologi dapat membantu mengurangi ‘stalking’ dan kekerasan rumah tangga<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/432802/original/file-20211119-16-1emd326.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C1961%2C1278&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Dragana Gordic / Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Teknologi telepon pintar dan online kerap digunakan <a href="https://eprints.qut.edu.au/199781/1/V1_Briefing_Paper_template.pdf">para pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga</a> untuk memaksa, mengendalikan, dan membatasi kebebasan para korban dan penyintas.</p>
<p>Penguntitan (<em>stalking</em>) menggunakan teknologi dan penggunaan identitas media sosial palsu semakin sering ditemukan dalam kasus-kasus <a href="https://www.coroners.nsw.gov.au/content/dam/dcj/ctsd/coronerscourt/documents/reports/2017-2019_DVDRT_Report.pdf">pembunuhan dalam rumah tangga dan kekerasan keluarga</a>.</p>
<p>Di negara saya, Australia, ada dua lembaga yang berusaha mengurangi kekerasan yang dibantu oleh teknologi: <a href="https://wesnet.org.au/">WESNET</a> dan <a href="https://www.esafety.gov.au/women/domestic-family-violence">eSafety Commissioner</a>. Keduanya menyediakan pelatihan bagi penyedia advokasi dan praktisi, dan juga menyediakan sumber daya untuk para korban dan penyintas. WEST juga menyediakan <a href="https://wesnet.org.au/ourwork/telstra/">telepon pengganti</a>.</p>
<p>Upaya kedua lembaga ini - dan juga keamanan orang-orang yang mengalami kekerasan - terhambat oleh produk dan layanan teknologi yang tidak memikirkan keamanan pengguna sejak awal. Penyedia platform dan industri teknologi dapat melakukan banyak hal untuk mengurangi bahaya dengan menyiapkan keamanan pengguna sedari awal sebuah produk dirancang.</p>
<h2>Menciptakan risiko</h2>
<p>Saat ini, perusahaan teknologi besar seringkali merancang dan mengelola alat dan media digital tanpa menghiraukan kerentanan pengguna.</p>
<p><a href="https://support.google.com/adspolicy/answer/9726908?hl=en&ref_topic=29265">Hingga tahun 2020</a>, Google membolehkan <a href="https://www.techsafety.org/spyware-and-stalkerware-phone-surveillance">spyware dan stalkerware</a> - software yang dirancang untuk bisa dipasang diam-diam pada sebuah smartphone untuk memonitor dan merekam foto, video, teks, panggilan dan informasi lain - diiklankan di platform itu. Google akhirnya melarang iklan-iklan itu setelah banyak bukti menunjukkan bahwa software semacam digunakan dalam <a href="https://nyuscholars.nyu.edu/en/publications/the-spyware-used-in-intimate-partner-violence">kekerasan oleh orang yang memiliki hubungan intim</a>.</p>
<p>Pada April 2021, Apple meluncurkan sebuah alat seukuran koin bernama AirTags yang dimaksudkan untuk membantu orang melacak barang-barang milik mereka dengan teknologi sinyal Bluetooth. Setelah menerima kritikan karena menimbulkan risiko keamanan serius karena <a href="https://www.macobserver.com/news/airtags-pose-domestic-abuse-risk-leading-nonprofit-warns/">memungkinkan terjadinya <em>stalking</em></a>, Apple <a href="https://www.bbc.com/news/technology-57351554">memperbaharui alat itu</a> agar mengeluarkan bunyi secara acak jika berada jauh dari telepon pemilik.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/431414/original/file-20211111-21-1fafwyu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=467&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">AirTags Aplle mendapat fitur keamanan tambahan setelah menerima kritikan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Jack Skeens/Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kacamata pintar Facebook juga mendapat kecaman terkait <a href="https://theconversation.com/can-facebooks-smart-glasses-be-smart-about-security-and-privacy-170002">privasi</a>, sperti yang terjadi dengan <a href="https://mashable.com/article/snapchat-spectacles-privacy-safety">Spectacles milik Snapchat</a> dan <a href="https://www.wired.com/story/google-glass-reasonable-expectation-of-privacy/">Google Glass</a>. Kacamata itu memiliki kamera dan microphone yang memungkin perekaman secara diam-diam.</p>
<p>Facebook berkonsultasi dengan beberapa kelompok termasuk jaringan anti kekerasan dalam rumah tangga National Network to End Domestic Violence dalam upaya untuk “berinovasi secara bertanggung jawab”, namun tetap ada kekhawatiran risiko keamanan pada kacamata tersebut.</p>
<h2>Menyadari situasi dan ancaman pada pengguna</h2>
<p>Konsep keamanan siber tradisional fokus pada “ancaman dari orang asing”. Namun, untuk mengurangi dan memerangi kekerasan digital domestik dalam rumah tangga dan keluarga, kita memerlukan model “ancaman dari orang dekat”.</p>
<p>Pasangan dan keluarga dapat meminta akses pada alat-alat. Mereka bisa terhubung pada akun online atau mampu menebak password, karena memiliki hubungan dekat dengan pemilik akun.</p>
<p>Dalam konteks ini, teknologi yang mampu mengawasi dan merekam dapat digunakan untuk mengekang dan mengancam korban dan penyintas secara berbahaya, dalam kehidupan sehari-hari.</p>
<p>Memahami dan mencari cara untuk mengurangi risiko dari pelaku kekerasan menuntut paltform dan industri untuk berpikir proaktif tentang bagaimana teknologi dapat disalahgunakan atau menjadi senjata.</p>
<h2>Safety by Design</h2>
<p>Di Australia, inisiatif <a href="https://www.esafety.gov.au/sites/default/files/2019-10/SBD%20-%20Quick%20guide.pdf">Safety by Design</a> oleh eSafety Commissioner bertujuan untuk membuat keamanan pengguna menjadi prioritas dalam perancangan, pengembangan, dan peluncuran produk dan layanan online. Inisiatif ini didasarkan pada tiga prinsip dasar.</p>
<p>Pertama, penyedia jasa bertanggung jawab menjadikan keamanan pengguna sebagai prioritas utama. Ini artinya platform dan perusahaan berupaya untuk mengantisipasi bagaimana produk mereka dapat digunakan untuk, meningkatkan, atau mendorong terjadinya kekerasan. Dengan demikian, tanggung jawab keamanan tidak hanya ada pada pengguna.</p>
<p>Kedua, pengguna harus memiliki kemampuan dan otonomi untuk membuat keputusan demi kepentingan mereka. Platform dan penyedia jasa harus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan para pengguna, termasuk dengan kelompok-kelompok yang beragam dan rentan, untuk memastikan bahwa layanan mereka bisa diakses dan bermanfaat untuk semua orang.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=314&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=394&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=394&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/431417/original/file-20211111-25-1jfylzm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=394&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">‘Safety by design’ membuat keamanan pengguna sebagai prioritas dalam perancangan produk dan layanan baru.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Prinsip ketiga adalah transparansi dan akuntabilitas tentang pengoperasian dan tujuan-tujuan keamanan. Ini juga membantu pengguna mengatasi masalah-masalah keamanan.</p>
<p>Prinsip-prinsip ini telah mulai mendapat dukungan dari perusahaan-perusahaan teknologi. Tahun lalu, IBM mengeluarkan panduan untun “<a href="https://www.ibm.com/blogs/policy/wp-content/uploads/2020/05/CoerciveControlResistantDesign.pdf">rancangan yang tahan terhadap kendali koersif</a>”.</p>
<p>Pendekatan-pendekatan efektif juga perlu mengikutkan pemahaman bagaimana bentuk-bentuk opresi struktural atau sistemik yang saling berkaitan atau beririsan mempengaruhi pengalaman individu dengan teknologi dan dapat memperdalam kesenjangan sosial. </p>
<p>Untuk mewujudkan tujuan-tujuan “safety by design” atau rancangan yang tahan terhadap kendali koersif, kita perlu meninjau ulang tidak hanya kebijakan tapi juga praktik-praktik platform dan industri yang muncul seiring.</p>
<p>eSafety telah meluncurkan <a href="https://www.esafety.gov.au/about-us/safety-by-design/assessment-tools">alat-alat asesmen Safety by Design</a> untuk memperbaiki dan berinovasi berdasarkan penerapan yang baik dan sumber daya dan format-format yang dibuat berdasarkan bukti.</p>
<p>Platform dan industri memiliki peran penting dalam mengatasi desain terhadap kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga. Mereka perlu berbuat lebih banyak dalam lingkup ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/171958/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Bridget Harris menerima dana dari The Australian Research Council. Dia sebelumnya melakukan penelitian untuk eSafety Commissioner dan terlibat dalam riset dengan WESNET.</span></em></p>Penyedia platform dan industri teknologi dapat melakukan banyak hal untuk mengurangi bahaya dengan menyiapkan keamanan pengguna sedari awal sebuah produk dirancang.Bridget Harris, Associate professor, Queensland University of TechnologyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1715992021-11-17T02:41:40Z2021-11-17T02:41:40ZPertahanan siber Indonesia jadi tugas penting panglima TNI yang baru<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/432119/original/file-20211116-23-hlnn29.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C4000%2C2664&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa saat sidang paripurna di kompleks Parlemen, Jakarta.</span> <span class="attribution"><span class="source">Galih Pradipta/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Dalam uji kepatutan dan kelayakan calon Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) awal November lalu, Jenderal Andika Perkasa menyebutkan bahwa salah satu prioritas utama kepemimpinannya adalah <a href="https://www.liputan6.com/news/read/4703977/andika-perkasa-akan-perkuat-tni-di-sektor-keamanan-siber">penguatan keamanan siber</a>.</p>
<p>Presiden Joko “Jokowi” Widodo dijadwalkan [melantik Andika](https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211116100421-32-721725/jokowi-lantik-andika-perkasa-jadi-panglima-tni-besok](https://news.detik.com/berita/d-5814580/jokowi-lantik-jenderal-andika-jadi-panglima-tni-hari-ini-letjen-dudung-ksad), yang sebelumnya menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), sebagai Panglima TNI hari ini.</p>
<p>Pernyataan Andika itu adalah pertanda positif bagi masa depan keamanan dan pertahanan siber Indonesia. Laporan <em><a href="https://jakartaglobe.id/special-updates/indonesian-organizations-face-more-cyberattacks-report">Check Point Software Technologies</a></em> menunjukkan bahwa serangan siber di Indonesia terjadi tujuh kali lebih banyak rata-rata dunia dengan sektor pemerintah dan militer, manufaktur, dan perbankan menjadi tiga sektor yang paling terimbas serangan siber.</p>
<p>Salah satu kejadian mencolok terakhir adalah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/10/25/18284871/pelaku-peretasan-situs-milik-bssn-diduga-hacker-dari-brasil?page=all">peretasan situs Badan Siber dan Sandi Negara</a> (BSSN) pada Oktober lalu. </p>
<p>Fokus pada pertahanan siber oleh TNI menjadi keniscayaan dan kini memiliki kegentingan ekstra.</p>
<p>Indonesia telah memiliki fondasi yang relatif dalam pertahanan siber, namun ini belum cukup untuk menghadapi pelbagai tantangan pertahanan siber yang terus berkembang. Setidaknya, terdapat tiga tantangan besar pertahanan siber yang harus diselesaikan oleh Panglima TNI yang baru.</p>
<h2>Fondasi baik</h2>
<p>Dalam hal pertahanan siber, secara kelembagaan, TNI telah memiliki rujukan regulasi berupa <a href="https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/users/4761/UU%2019%20Tahun%202016.pdf">Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)</a> dan <a href="https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/6/t/peraturan+pemerintah+republik+indonesia+nomor+82+tahun+2012">Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Teransaksi Elektronik</a>. TNI juga mengacu pada Pedoman Pertahanan Siber yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan pada 2014. </p>
<p>Dengan segala kritik terkait peraturan-peraturan tersebut, ruang regulasi ini mampu memberikan fleksibilitas bagi TNI untuk mengambil inisiatif di bidang pertahanan siber, di antaranya dengan pembentukan Satuan Siber (Satsiber) TNI. </p>
<p>Keluwesan ini juga didukung adanya sinergi lintas kelembagaan dalam penguatan pertahanan dan keamanan siber dengan BSSN, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan kepolisian.</p>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir, pertahanan siber juga menjadi pembahasan reguler antara tiga matra TNI (Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara). Berkembangnya diskursus ini telah mendorong pembuatan kebijakan pertahanan siber di kalangan TNI, seperti mulai pelaksanaan rutin latihan operasi pertahanan siber di semua matra dan sejumlah inisiatif peningkatan kapasitas prajurit.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-sebenarnya-rencana-anggaran-pengadaan-alutsista-rp-1-7-kuadriliun-dan-apa-yang-perlu-dilakukan-163267">Bagaimana sebenarnya rencana anggaran pengadaan alutsista Rp 1,7 kuadriliun dan apa yang perlu dilakukan?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Tiga tantangan</h2>
<p><strong>Tantangan terbesar</strong> muncul dari dalam internal kelembagaan TNI. Walau telah menjadi hal yang rutin yang terucap dan tertulis dalam berbagai kesempatan, pertahanan siber masih belum menjadi wacana utama. </p>
<p>Ini adalah persoalan budaya strategis (<em>strategic culture</em>) dan doktrin militer yang masih menempatkan isu pertahanan dan keamanan siber sebagai isu keamanan non-tradisional. </p>
<p>Budaya strategis Indonesia, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/app5.203">mengutamakan pertahanan fisik – khususnya darat – dan pandangan yang ke arah dalam</a> (<em>inward-looking</em>) dalam melihat potensi ancaman pertahanan dan keamanan. </p>
<p>Akibatnya, pertahanan siber menjadi nomor dua dalam prioritas strategis, politik anggaran dan pengadaan sumber daya.</p>
<p><strong>Tantangan kedua</strong> adalah tantangan lintas kelembagaan, yaitu adanya <a href="https://www.researchgate.net/publication/345728640_What_Makes_Cyberspace_Secure_Constructing_Cybersecurity_in_Indonesia">persepsi berbeda terkait ancaman keamanan dan pertahanan siber di antara lembaga-lembaga</a>. </p>
<p>Perbedaan ini berdampak pada pendekatan pengambilan kebijakan yang silang sengkarut. Hal ini juga berkaitan dengan sifat ancaman siber yang kerap mengaburkan batas antara isu pertahanan dan keamanan, domestik dan internasional, maupun tradisional dan non-tradisional. </p>
<p><strong>Tantangan ketiga</strong> adalah semakin rumitnya dinamika strategis di kawasan Indo-pasifik. </p>
<p>Persaingan strategis antara Amerika Serikat (AS) dan Cina akan menjadi lanskap utama dinamika keamanan kawasan hingga beberapa dekade ke depan yang berpotensi menempatkan Asia Tenggara sebagai episentrum konflik. </p>
<p>Pertempuran siber telah, sedang, dan akan menjadi bagian utama yang mewarnai lanskap geopolitik tersebut. </p>
<p>AS dan sekutunya telah berulangkali <a href="https://www.ft.com/content/fe589e37-2f85-428e-a0ef-cbb5a5211157">menuduh Cina melakukan serangan siber</a>. Terakhir, <a href="https://dig.watch/updates/aukus-security-partnership-cover-cyber-capabilities-ai-and-quantum-technologies">kesepakatan aliansi AUKUS</a> antara AS, Australia, dan Inggris menyisipkan kerja sama siber, <em>Artificial Intelligence</em>, dan teknologi kuantum sebagai instrumen untuk menggentarkan Cina.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/penempatan-perwira-militer-polisi-aktif-di-bumn-menjadi-tanda-reformasi-semakin-mundur-141786">Penempatan perwira militer, polisi aktif di BUMN menjadi tanda Reformasi semakin mundur</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Tugas panglima</h2>
<p>Walau mungkin hanya akan memimpin TNI dalam waktu yang singkat, Andika perlu untuk menyiapkan fondasi lanjutan bagi masa depan pertahanan siber Indonesia. </p>
<p>Menurut saya, ada tiga poin yang dapat ia jadikan pilihan kebijakan pertahanan siber.</p>
<p>Pertama, pengembangan kapasitas dan kapabilitas penggentaran siber (<em>cyber deterrence</em>) menjadi keniscayaan. </p>
<p>Pengembangan ini dapat dilakukan dengan mengubah orientasi pertahanan siber dari yang selama ini cenderung bersifat defensif, menjadi ofensif. </p>
<p>Peningkatan kemampuan ofensif siber dan kapasitas untuk mengelar operasi secara terus-menerus (<em>persistent engagement</em>) akan berefek pada penggentaran siber. </p>
<p>Hal ini harus diikuti oleh modernisasi alutsista di bidang siber dan peningkatan kapasitas siber prajurit secara signifikan. Proyek Kekuatan Pokok Minimum (<em>Minimum Essential Force</em>) atau MEF di masa mendatang perlu lebih banyak memasukkan dimensi pertahanan siber. </p>
<p>Ini tentu bukan pekerjaan yang dapat dilakukan cepat, namun perubahan orientasi akan berdampak besar bagi masa depan pertahanan siber Indonesia. </p>
<p>Hal ini akan berakibat pada perubahan budaya strategis melalui terobosan-terobosan yang mengedepankan pertahanan siber. Perubahan orientasi ini juga akan menjawab tantangan dinamika kawasan yang menuntut Indonesia mampu mempertahankan ruang siber dan fisiknya secara mandiri.</p>
<p>Kedua, tantangan dinamika lingkungan strategis kawasan memerlukan diplomasi pertahanan siber. </p>
<p>Penekanan pada sentralitas ASEAN dalam penurunan ketegangan kawasan menjadi relevan dengan memasukkan isu konflik siber. </p>
<p>Melalui kerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan, TNI perlu mendorong keterlibatan yang lebih aktif dalam mendorong pembentukan norma-norma siber kawasan yang mendorong stabilitas dan perdamaian kawasan ASEAN. </p>
<p>Penegasan kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara perlu dilakukan melalui inisiatif dan sikap proaktif pada diplomasi pertahanan siber.</p>
<p>Ketiga, dan yang paling membosankan karena sudah sering dilontarkan, adalah sinergi lintas kelembagaan. </p>
<p>Persoalan anggaran, arah kebijakan, dan harmonisasi kebijakan pertahanan dan keamanan siber akan menjadi tugas wajib bagi Panglima TNI yang baru. </p>
<p>Komunikasi yang intensif dengan kepemimpinan sipil khususnya dengan Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto akan menjadi kunci. Faktor kedekatan Andika dengan kedua nama tersebut mungkin dapat modal komunikasi yang positif.</p>
<p>Pada akhirnya, segala tantangan dan inisiatif perihal pertahanan dan keamanan siber tidak boleh melupakan amanat reformasi perihal hubungan sipil-militer yang lebih demokratis. </p>
<p>Masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah besar terkait demokratisasi hubungan sipil-militer. Kita bisa lihat beberapa tahun terakhir, gravitasi politik elektoral sialnya menarik militer (dan terlebih lagi, polisi) ke ruang-ruang politik praktis. </p>
<p>Akibatnya, ruang demokrasi kita terutama di ranah siber mengalami <a href="https://id.safenet.or.id/2019/10/proyeksi-2019-2024-siaga-satu-represi-kemerdekaan-berekspresi-dan-kriminalisasi-aktivis-pro-demokrasi/">penurunan kualitas yang signifikan</a>.</p>
<p>Kemampuan pertahanan siber yang lebih baik tidak boleh digunakan untuk menyerang rakyat sendiri maupun <em>cawe-cawe</em> dalam urusan politik elektoral, khususnya di pemilu terdekat 2024. </p>
<p>Kepentingan keamanan dan pertahanan (siber) harus tetap meletakkan demokrasi dan hak asasi sebagai prinsip yang tak boleh dikompromi. Ini adalah tugas terbesar bagi Panglima TNI di era reformasi: memastikan TNI menjalankan amanah reformasi, melindungi demokrasi, dan menjaga pertahanan NKRI.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/171599/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Abid A. Adonis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Indonesia telah memiliki fondasi yang relatif dalam pertahanan siber, namun ini belum cukup untuk menghadapi pelbagai tantangan pertahanan siber yang terus berkembang.Abid A. Adonis, DPhil/PhD Student in Information, Communication, and the Social Sciences at Oxford Internet Institute, University of OxfordLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1606982021-11-16T03:36:57Z2021-11-16T03:36:57ZPuluhan triliun untuk infrastruktur internet: benarkah bisa atasi kesenjangan digital di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/431851/original/file-20211115-19-lumnci.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Guru mendampingi siswa saat pembelajaran menggunakan layanan internet gratis Kementerian Komunikasi dan Informatika di SDN 51 Simpang Kubu Kandang, Pemayung, Batanghari, Jambi, 30 Oktober 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1635569401">ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.</a></span></figcaption></figure><p>Di tengah bekapan pandemi, pemerintah Indonesia menyiapkan anggaran sekitar Rp 17 triliun per tahun untuk <a href="https://money.kompas.com/read/2021/04/05/115357626/anggaran-penyediaan-akses-internet-di-daerah-3t-capai-rp-17-triliun-per-tahun?page=all">membangun layanan internet 4G di sekitar 9.000 desa</a> di daerah perbatasan, pedalaman, dan tertinggal hingga 2024.</p>
<p>Sebelumnya, <a href="https://www.kominfo.go.id/content/detail/3289/palapa-ring/0/palapa_ring">proyek pembangunan jaringan serat optik nasional Palapa Ring Barat, Tengah, dan Timur</a> di laut yang menghabiskan <a href="https://teknologi.bisnis.com/read/20210610/101/1403725/rute-palapa-ring-integrasi-hubungkan-batam-hingga-jakarta">sekitar Rp 7,6 triliunan</a> telah selesai. Proyek baru Palapa Ring Terintegrasi dari barat ke timur membutuhkan <a href="https://www.kompas.tv/article/211758/telan-anggaran-rp8-6-triliun-proyek-palapa-ring-integrasi-bakal-mulai-tahun-depan">dana Rp 8 triliun</a> mulai tahun depan. </p>
<p>Pertanyaan besarnya: apakah proyek baru ini akan mampu mengikis kesenjangan internet dan digital di Jawa dan luar Jawa, kota dan desa?</p>
<p>Pemerintah Indonesia bisa belajar dari <a href="https://data.worldbank.org/indicator/IT.NET.USER.ZS?locations=NL">Belanda yang telah memiliki penetrasi internet lebih dari 90%</a> tapi tetap menghadapi <a href="http://eprints.lse.ac.uk/61807/1/__lse.ac.uk_storage_LIBRARY_Secondary_libfile_shared_repository_Content_Helsper,%20E_Helsper_Tangible%20outcomes_2015.pdf">masalah kesenjangan digital</a> di sana dan terhambat dalam mencapai keuntungan digital (<em>digital dividend</em>) baik secara ekonomi maupun sosial. </p>
<p>Untuk menciptakan masyarakat digital yang demokratis dan sejahtera secara ekonomi, aspek ketersediaan jaringan internet hanya merupakan salah satu elemennya. </p>
<h2>Mengatasi kesenjangan digital</h2>
<p>Hampir dua tahun pandemi COVID-19 menegaskan peran penting internet dalam kehidupan masyarakat. Teknologi digital mampu memediasi segala bentuk kegiatan dan kebutuhan masyarakat sehingga tidak membuat kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan politik terhenti.</p>
<p>Pemerintah memahami aspek penting teknologi informasi dan komunikasi digital tidak hanya selama masa pandemi tapi untuk pembangunan ke depan. Pengambil kebijakan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lengkap terkait elemen penting untuk menutup kesenjangan digital. Sehingga kebijakan yang dibuat bisa komprehensif dan efisien dari sisi penggunaan anggaran. </p>
<p>Literatur terkait kesenjangan digital bisa digunakan oleh pengambil kebijakan untuk membuat kerangka kebijakan (<em>blueprint</em>) yang komprehensif. Para peneliti kesenjangan digital mengidentifikasi <a href="https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=6DvKDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT7&dq=van+Dijk+AND+digital+divide&ots=6AlHqEYfyE&sig=c4gp9MBkmtxdwponW3V9wM6fyJM&redir_esc=y#v=onepage&q=van%20Dijk%20AND%20digital%20divide&f=false">ada tiga level kesenjangan digital</a>: (1) akses, (2) penggunaan dan kecakapan, dan (3) keuntungan digital kapital. Riset saya di Indonesia dan Amerika Serikat menunjukkan ketiga faktor ini <a href="https://search.proquest.com/openview/4154d3a548395a760bdf632cc0f05d41/1?pq-origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y">saling berkorelasi</a>.</p>
<p>Untuk mencapai tujuan agar masyarakat bisa mendapatkan keuntungan dari internet dan teknologi digital, maka perhatian dan kebijakan perlu diarahkan kepada tiga level tersebut.</p>
<p>Kesenjangan pertama terkait akses baik dari sisi ketersediaan jaringan, seperti sambungan kabel pita lebar (<em>broadband</em>) pengirim dan penerima data atau 4G di darat, dan material (misal gawai, teknologi pendukung, biaya perawatan). </p>
<p>Memberikan akses semata belum bisa menutup kesenjangan pada level pertama. Karena ragam gawai akan memberikan kualitas yang berbeda. Pengguna internet dengan akses laptop tentu bisa lebih baik mencari informasi ketimbang yang berbasiskan telepon selular. </p>
<p><a href="https://www.itu.int/en/ITU-D/Statistics/Pages/stat/default.aspx">Data dari International Telecommunication Union (ITU) tahun 2020</a> menunjukkan bahwa Indonesia masih mengalami kesenjangan akses jaringan internet dan juga material akses terhadap komputer. Hanya 53,7% penduduk yang menggunakan internet dan 18,8% memiliki akses laptop. Bandingkan dengan Malaysia yang 89,6% penduduknya menggunakan internet dan 77,6% punya komputer. </p>
<p>Selain itu kualitas jaringan yang stabil dari sisi kapasitas <em><a href="https://www.niagahoster.co.id/blog/pengertian-bandwidth/">bandwidth</a></em> dan sambungan berpengaruh terhadap keuntungan bagi pengguna. Seorang siswa yang mengikuti pembelajaran jarak jauh dengan kapasitas sambungan terbatas dan tidak andal tentu akan termarginalisasi dibandingkan siswa lain yang tidak mengalami masalah serupa. </p>
<p>Pemerintah perlu memetakan ulang strategi terkait akses fisik internet, terutama sejauh mana Proyek Palapa Ring tidak bertumpang tindih dengan <a href="https://www.kominfo.go.id/content/detail/32966/siaran-pers-no-62hmkominfo022021-tentang-lima-paket-kontrak-payung-percepat-pemerataan-bts-4g-di-wilayah-3t/0/siaran_pers">proyek 4G</a>. </p>
<p>Secara kualitas, jaringan internet berbasis kabel optik lebih baik dari sisi teknis. Sementara sistem 4G teresterial atau di darat akan sangat mahal dan rentan dengan perubahan kondisi cuaca dan topografi. Selain itu biaya perawatan juga harus diperhatikan terkait kerusakan atau kendala yang mungkin terjadi.</p>
<p>Ketika akses semakin membaik, ternyata internet menciptakan kesenjangan baru level kedua, yaitu pada dimensi penggunaan dan kecakapan pengguna. Penggunaan atas internet bisa merupakan kegiatan produktif seperti pencarian informasi atau <a href="https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/46743843/Adolescents_Internet_Use_Testing_the_Dis20160623-12271-1f9i2v5-with-cover-page.pdf?Expires=1621250191&Signature=avBQTdrr%7EWuxKk27iOkJk0hxkTh%7ED-P8qrGvgd%7Eir68glb08D3XCVsxjV9PyNdwDqj5jwLQtLkEz7sjTSFSsgG1-RPyz7fTNMap9cwxN0QKQ8CmEbjxchG8huWRhFBsirxLEEdtEVDWk0drgafTrYjfZUeepINkKu0lbbBPSZd3ujU3VeHp5ndYq6Tsbs-qJ9fT0Nr4p2fKKSNYietpuS707F6A%7Ehw03aR%7EcDbL-2LjwXAmjGvrhZoZvE%7EydZju7jhDtlI3aL--Az21MWouPKnqiKUxEogUwg3mtcmxwpug9zIbL-yphr6wqCY0wLda3IYaedQFl9Cb0UbBWO8yFFw__&Key-Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA">non-produktif untuk konsumsi hiburan</a>. Kritik terhadap penggunaan non-produktif menjadi keprihatinan ketika pengguna internet menjadi pasif dan konsumtif. Sehingga internet lebih memberikan dampak negatif yang tidak sejalan dengan visi pemerintah untuk mengembangkan ekonomi kreatif melalui pengusaha berskala kecil dan menengah. </p>
<p>Terkait dengan dimensi kecakapan digital (<em>digital skills</em>) ada tiga hal yang perlu diperhatikan: keterampilan medium, literasi informasi, dan pemahaman atas keamanan digital. </p>
<p>Keterampilan dalam menggunakan medium seperti memahami cara menggunakan dan mengoperasikan perangkat digital (misal laptop, PC) menjadi prasyarat mendasar. Pengguna idealnya memiliki kemampuan untuk menggunakan beragam teknologi digital untuk ragam kepentingan berbeda. Pengguna yang memiliki keterampilan digital yang mumpuni tentu akan berkinerja lebih baik. </p>
<p>Selain itu, kecakapan dalam mengolah informasi (<em>information literacy</em>) akan membantu pengguna untuk memilih dan memilah informasi yang penting dan relevan. Kasus banyaknya misinformasi dan disinformasi yang terdistribusi di ruang daring, terutama ruang media sosial, menunjukkan literasi informasi perlu ditingkatkan.</p>
<p>Aspek pemahaman yang masih rendah atas keamanan untuk melindungi data dan informasi dalam media digital menjadi keprihatinan lainnya. Penggunaan <em>third-party applications</em> atau <em>two-factors authentication</em> bisa mencegah terjadinya pencurian data. </p>
<p>Untuk mengurangi kesenjangan digital pada level kedua bisa melalui pendidikan formal atau informal. Pemerintah perlu mengkomunikasikan kepada publik terkait strategi untuk menutup kesenjangan digital pada level kedua. Negara seperti <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Education_in_Vietnam">Vietnam sudah menjadikan pembelajaran program komputer pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas</a>. </p>
<p>Apabila pemerintah ingin mengejar bonus demografi dengan menciptakan sumber daya yang memiliki kecakapan digital yang baik dan mampu menggunakan internet secara produktif, maka strategi baru perlu diciptakan melalui pembuatan kurikulum digital ataupun penciptaan pelatihan-pelatihan informal. </p>
<p>Kesenjangan level ketiga mengidentifikasi keuntungan yang didapat, baik keuntungan ekonomi, sosial, budaya, maupun personal. Tidak semua pengguna internet bisa mendapatkan keuntungan ekonomi. Sebagian besar pengguna internet masih menjadi konsumen baik dari sisi mengkonsumsi tayangan hiburan atau konsumen bisnis daring. </p>
<p>Dari aras sosial, meningkatnya polarisasi publik dan maraknya berita kebencian di internet, mereduksi sosial kapital dalam masyarakat. Warga negara semakin mudah terpecah dengan isu-isu primordial atas dasar misinformasi dan disinformasi. <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210216094405-32-606726/9-pasal-karet-uu-ite-yang-perlu-direvisi-versi-safenet">Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik ternyata menjadi katalis polarisasi publik</a> ketika bisa digunakan sebagai alat kekuasaan untuk meredam pluralitas opini publik. </p>
<p>Pemerintah perlu memiliki data yang akurat terkait keuntungan yang didapat oleh individu melalui internet. Badan Pusat Statistik bisa menjadi garda depan untuk mengumpulkan data publik terkait sejauh mana internet memberikan keuntungan ekonomi, sosial, budaya, dan personal kepada penggunanya. Sehingga apabila ditemukan efek bumerang yang tidak diinginkan, intervensi sosial bisa cepat dilakukan. </p>
<h2>Masyarakat digital: kesenjangan sosial dan ekonomi makin dalam</h2>
<p>Dengan memahami kompleksitas masyarakat digital dan pengidentifikasian terhadap elemen penting terkait kesenjangan digital, publik dan pemangku kebijakan bisa mendiskusikan kembali langkah kebijakan yang telah diterapkan pemerintah. </p>
<p>Apakah menekankan kepada investasi infrastruktur dengan penggunaan dana yang besar akan memberikan imbalan ekonomi setimpal? Terutama pada masa pandemi saat ini ketika keuangan negara memiliki keterbatasan. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/401016/original/file-20210517-21-1juw86m.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gambar 1: Kesenjangan digital, diadopsi dari Triwibowo (2020)</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kerangka berpikir <a href="https://search.proquest.com/openview/4154d3a548395a760bdf632cc0f05d41/1?pq-origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y">kesenjangan digital (Gambar 1)</a> memberikan peringatan bahwa menuju masyarakat digital mensyaratkan tiga lapisan yang berbeda namun saling berhubungan. Pun, pemberian akses fisik jaringan juga mensyaratkan adanya akses material pada saat bersamaan. </p>
<p>Apakah petani desa yang diberikan akses kepada internet akan bisa mendapatkan manfaat ekonomi? Ada elemen individu, seperti kemampuan ekonomi terkait material akses baik untuk membeli atau merawat perangkat digital yang harus diperhatikan. </p>
<p>Ada faktor <a href="https://www.utwente.nl/en/bms/vandijk/publications/digital_divide_impact_access.pdf">akses material</a>, individu pengguna (misal keterampilan dan ragam penggunaan), dan sosioekonomi yang berkontribusi dalam penciptaan kesenjangan. </p>
<p>Selain itu, pengetahuan dan pemahaman atas perangkat digital dan cara penggunaan yang produktif, bukan sesuatu yang otomatis didapatkan. </p>
<p>Asumsi bahwa generasi <em>digital natives</em> akan mendapatkan secara langsung keuntungan digital (<em>digital dividend</em>) <a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/00012530910973776/full/html?skipTracking=true">tidak memiliki dasar empiris</a>. Teknologi digital adalah teknologi eksperiensial. Pengguna perlu memiliki pengetahuan dasar dan melakukan praktik untuk bisa mengoptimalkan teknologi dan mendapatkan keuntungan. </p>
<p>Karena itu, pandangan bahwa teknologi internet memperdalam kesenjangan ekonomi tentu perlu mendapatkan perhatian. <a href="https://theconversation.com/riset-empat-alasan-kemitraan-gojek-grab-hingga-maxim-merugikan-para-ojol-159832">Platform ekonomi seperti Gojek dan Grab ternyata semakin mengeksploitasi pekerja paruh waktu (<em>gig worker</em>) yang semakin banyak jumlahnya saat ini</a>. Pekerja paruh waktu menjadi kelompok marginal tanpa perlindungan asuransi, jaminan masa tua, dan karir.</p>
<p>Tentu pemerintah tidak ingin masyarakat digital justru menciptakan masyarakat yang terbagi dalam kelas-kelas yang semakin lebar kesenjangannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/160698/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Whisnu Triwibowo menerima dana dari Michigan State University dan American Indonesia Chamber of Commerce untuk penelitian yang dilakukan. Dana tersebut berbentuk hibah dan tidak mempengaruhi artikel yang terbit dari penelitian yang dilakukan.</span></em></p>Pemerintah perlu memetakan ulang strategi terkait akses fisik internet, terutama sejauh mana Proyek Palapa Ring tidak bertumpang tindih dengan proyek 4G.Whisnu Triwibowo, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1690182021-10-06T06:35:10Z2021-10-06T06:35:10ZDigital Learning adalah pembelajaran dunia nyata, sehingga kombinasi belajar daring dan luring di kampus merupakan metode terbaik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/423957/original/file-20210930-65502-8n3y59.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C35%2C7951%2C5261&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/video-call-group-business-people-meeting-1752871988">Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Pembatasan sosial dan <em>lockdown</em> telah mengubah jalannya perkuliahan di berbagai universitas selama satu setengah tahun terakhir. </p>
<p>Di Australia, tekanan yang dialami para pelajar ditunjukkan oleh penurunan kepuasan pelajar secara drastis dalam <a href="https://www.qilt.edu.au/docs/default-source/ses/ses-2020/2020-ses-national-report.pdf">Survei Pengalaman Mahasiswa</a> tahunan. Pemerintah setempat menggarisbawahi hal ini <a href="https://www.alantudge.com.au/latest-news/our-priorities-for-strengthening-australias-universities/">dalam ajakan</a> agar pelajar kembali mengadakan studi di dalam kampus.</p>
<p>Tapi dunia ‘semakin digital’. Pola-pola lama di ruang kuliah tidak akan membantu lulusan untuk berkembang dalam karir mereka. Kita membutuhkan universitas yang mendukung kesuksesan pelajar dengan mempersiapkan mereka untuk masa depan digital.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengapa-ilmu-sosial-makin-relevan-di-dunia-digital-97682">Mengapa ilmu sosial makin relevan di dunia digital</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Banyak penelitian melaporkan bahwa pekerjaan akan menjadi lebih <a href="https://www.forbes.com/sites/forbesbusinesscouncil/2020/10/20/is-a-blended-office-model-the-future-of-work/?sh=4902ba2a1002">bercampur</a>: lebih sedikit waktu bekerja dari kantor dan lebih banyak waktu bekerja dari rumah. Pandemi COVID-19 <a href="https://www.theage.com.au/business/companies/the-five-day-office-week-is-dead-long-live-the-hybrid-model-says-productivity-boss-20210706-p587d4.html">mempercepat tren ini</a>.</p>
<p>Beragam industri menemukan mereka bisa pindah ke <em>online</em> dengan efektif, dan menjadikan ruang daring sebagai tempat kerja yang otentik. Layanan daring ‘Telehealth’ telah menjadi pilihan biasa untuk berkonsultasi dengan dokter, sedangkan mesin pencari <em>online</em> menjadi tempat pertama yang dipilih masyarakat untuk menemukan layanan atau produk. </p>
<p>Para profesional perlu menggunakan keterampilan mereka untuk beradaptasi dengan berbagai ruang - fisik atau virtual - dan memiliki kepercayaan diri untuk menggunakan ruang baru.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Dokter berkonsultasi dengan pasien dalam Telehealth" src="https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/410914/original/file-20210712-18-1s8yqru.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Para profesional di dunia nyata, termasuk dokter, kini harus siap untuk bekerja di lingkungan online dan fisik.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/telemedicine-concept-doctor-pharmacist-headset-during-1683782122">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Bagaimana dampaknya pada pembelajaran?</h2>
<p>Pembelajaran dilakukan dengan menciptakan interaksi - dengan guru, teman sebaya, dan berbagai informasi. Berbagai temuan penelitian selama puluhan tahun telah menunjukkan peserta didik dapat belajar dengan baik bila sistem pembelajaran <a href="https://library.educause.edu/resources/2017/9/7-things-you-should-know-about-research-on-active-learning-classrooms">aktif</a>, <a href="https://api.semanticscholar.org/CorpusID:155197747">menarik, relevan</a>
dan <a href="https://www.jisc.ac.uk/guides/designing-learning-and-assessment-in-a-digital-age/approaches-to-learning-design">dirancang dengan baik</a>. Dengan prinsip tersebut, pembelajaran yang baik dapat diupayakan di mana pun pelajar berada: di kampus, <em>online</em>, atau di tempat kerja.</p>
<p>Pertanyaan sesungguhnya adalah bagaimana menyeimbangkan sistem <em>online</em> terbaik dengan yang sistem pembelajaran dari kampus dan tempat kerja.</p>
<p>Universitas sudah mengejar upaya ini. Studi di universitas telah bercampur antara daring dan luring selama lebih dari dua dekade seiring sumber studi, kegiatan, dan penilaian dipindahkan ke situs web dalam <a href="http://www.educause.edu/ecar/research-publications/foundations-for-a-next-generation-digital-learning-environment-faculty-students-and-the-lms/ngdle-the-wave-of-the-future">lingkungan pembelajaran virtual</a>.</p>
<p>Pada awalnya, tujuannya adalah untuk mengatur pembelajaran yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja. Saat ini, lingkungan belajar digital telah jauh lebih canggih. Pembelajaran digital sekarang menawarkan fasilitas untuk pembelajaran kelompok, proyek, dan pengembangan kreativitas.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/merombak-online-learning-yang-kikuk-butuh-kolaborasi-antara-guru-siswa-dan-ahli-teknologi-147923">Merombak online learning yang "kikuk" butuh kolaborasi antara guru, siswa, dan ahli teknologi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>‘Pembelajaran jarak jauh darurrat’ bukanlah metode ideal</h2>
<p>Pembelajaran online selama pandemi seringkali adalah hasil kompromi. Desain pembelajaran yang baik membutuhkan waktu karena guru harus menciptakan kurikulum, sumber daya, dan penilaian yang sesuai dengan peserta didik dan disiplin mereka. </p>
<p>Pada Maret 2020, seperti kebanyakan universitas di Australia, akademisi di institusi saya, Universitas Deakin, meluangkan satu minggu untuk merancang kembali perkuliahan kami untuk memungkinkan 41.000 siswa di kampus agar terus belajar. </p>
<p>Tentu saja, banyak kegiatan yang telah kami rencanakan sebelumnya jadi tidak mungkin diadakan dan kelas pengganti <em>online</em> dengan cepat dikembangkan selama beberapa minggu berikutnya untuk menggantikan kelas-kelas luring tersebut.</p>
<p>Pergeseran global ini dijuluki “<a href="https://er.educause.edu/articles/2020/3/the-difference-between-emergency-remote-teaching-and-online-learning">emergency remote teaching</a>” (pembelajaran jarak jauh darurat) oleh profesor asal Amerika <a href="https://about.me/hodges.chuck">Charles Hodges</a> dan rekannya. Mereka memperingatkan agar kita tidak memberikan buru-buru menilai pembelajaran online dengan pengalaman yang disebabkan oleh pandemi ini.</p>
<p>Pembelajaran <em>online</em> yang baik <a href="https://coronavirus.jiscinvol.org/wp/2020/08/28/helping-online-learners-flourish-">menciptakan rasa guyub</a>. Metode ini melibatkan siswa dengan banyak sumber daya serta kegiatan yang beragam. Ini membantu peserta didik untuk menemukan teman belajar dan tempat-tempat yang cocok untuk pembelajaran mandiri mereka.</p>
<p>Namun dalam pembelajaran <em>online</em>, keterlibatan antarindividu akan berbeda. Alih-alih bertemu di kafe, siswa cukup mengirim chat dan mengobrol secara <em>online</em> untuk berbagi ide dan memecahkan masalah. Pembelajaran sosial dapat terjadi di kampus atau secara <em>online</em>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534">Riset dampak COVID-19: potret gap akses online 'Belajar dari Rumah' dari 4 provinsi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Ada kegiatan yang cocok di online, ada yang perlu tatap muka</h2>
<p>Beberapa kegiatan perlu tetap berlangsung <em>online</em>. Informasi saat ini berbentuk digital. Meski kita menikmati ruang fisiknya, perpustakaan universitas pada masa kini pada dasarnya hadir secara digital dengan menyediakan sebagian besar buku, jurnal, dan gambar secara <em>online</em>. Berbagai set data juga sebagian besar berbentuk dan dianalisis dengan alat digital – mulai dari tabel sederhana hingga aplikasi canggih.</p>
<p>Pembelajaran digital sangatlah luas untuk dieksplorasi. Dunia ada di ujung jari kita, dan komputer tidak akan pernah lelah mempraktikkan keterampilan dasar bersama kita.</p>
<p>Kegiatan lain harus berada di ruang fisik. Menggunakan peralatan khusus atau mengalami tempat kerja memberikan rasa bahwa kita sedang berada di suatu tempat sebagai ‘seseorang’. </p>
<p>Berada di lapangan mengembangkan keterampilan pengamatan dan memberikan lebih banyak masukan sensorik. Berkolaborasi dengan teman sebaya di ruangan yang sama mengembangkan keterampilan interaksi menggunakan isyarat sosial akan berbeda dari apa yang kita rasakan secara <em>online</em>.</p>
<p>Pembelajaran <em>online</em> dapat membantu kegiatan luring dalam hal persiapan dan tindak lanjut terfokus.</p>
<h2>Belajar dari percobaan terbaik terbaru</h2>
<p>Pembelajaran jarak jauh darurat telah mendorong para pengajar untuk mempertimbangkan cara alternatif untuk belajar. Mereka telah menguji coba dan menyempurnakan aktivitas <em>online</em> terbaru. Banyak pengajar melaporkan bahwa mereka akan terus menggunakan beberapa di antaranya.</p>
<p>Profesor <a href="http://ericmazur.com/about.php">Eric Mazur</a> di Harvard terkenal dengan penggunaan metode instruksi sebaya untuk membuat kelas aktif dan interaktif. Dia <a href="https://www.chronicle.com/newsletter/teaching/2021-05-27">melaporkan</a> bahwa model <em>online</em> yang ia kembangkan selama 2020 itu telah meningkatkan pembelajaran dan dukungan dengan begitu meyakinkan sehingga format tersebut akan terus ia lanjutkan. Mematahkan berbagai asumsi mengenai metode apa yang paling berhasil telah membuka pintu untuk pemahaman yang lebih baik tentang pengajaran <em>online</em>.</p>
<p>Pelajar dari semua sektor pendidikan telah berjuang dengan pengajaran jarak jauh dan latar belakang kehidupan yang terganggu akibat pandemi. Kesulitan ini muncul akibat <a href="https://www.teqsa.gov.au/sites/default/files/student-experience-of-online-learning-in-australian-he-during-covid-19.pdf?v=1606953179">tuntutan pembelajaran online</a>, motivasi yang menurun, rasa kesepian, dan penurunan <a href="https://theconversation.com/stress-out-dropping-Out-covid-has-toll-s-on-students-152004">kesehatan mental</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="mahasiswa muda dari suatu universitas menatap layar laptop" src="https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/410913/original/file-20210712-26-vypoxh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Universitas harus bekerja untuk melawan dampak negatif dari ‘emergency remote teaching’ pada siswa dengan menyempurnakan sistem pembelajaran online mereka.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/search/struggling+university+student+online">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/kebijakan-merdekabelajar-terancam-seiring-siswa-hilang-fokus-di-tengah-pandemi-bagaimana-mengembalikan-kemandirian-belajar-mereka-165089">Kebijakan #MerdekaBelajar terancam seiring siswa hilang fokus di tengah pandemi: bagaimana mengembalikan kemandirian belajar mereka?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Namun universitas terus menyempurnakan program mereka. Ketika siswa mengikuti pembelajaran <em>online</em> yang dirancang dengan baik, mereka membangun keakraban dan kepercayaan diri pada sistem ini. </p>
<p>Kami bertanya pada mahasiswa di Universitas Deakin tentang pengalaman belajar mereka selama pandemi dengan survei reguler. Respon mereka menunjukkan kepercayaan diri dalam studi <em>online</em> selama 18 bulan terakhir meningkat pesat seiring mereka membangun keterampilan dan keterbiasaan.</p>
<p>Seiring kita menggunakan model yang lebih berkelanjutan untuk pembelajar modern, universitas-universitas mempertimbangkan ulang sistem kegiatan belajar mengajar. Duduk dan mendengarkan para pengajar di podium akan <a href="https://theconversation.com/covid-killed-the-on-campus-lecture-but-will-unis-raise-it-from-the-dead-152971">diganti</a> dengan pembelajaran aktif menggunakan informasi dan skenario dari dunia nyata.</p>
<p>Kita perlu berinvestasi dalam desain pembelajaran intensional yang menggabungkan sistem <em>online</em> dan pembelajaran langsung di kampus. Pembelajaran ini akan menunjukkan pada para pelajar bahwa mereka bisa belajar, berkembang, dan membangun keterampilan yang mereka butuhkan.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169018/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Elizabeth Johnson tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Universitas dapat menjadi wadah untuk mempersiapkan bibit-bibit unggul dengan memperlihatkan realitas cara kerja para profesional dan masyarakat.Elizabeth Johnson, Deputy Vice-Chancellor Education, Deakin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1680802021-09-28T02:38:09Z2021-09-28T02:38:09ZAgar terekam dan tak pernah mati: membawa ingatan ‘65 ke ruang virtual<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/422307/original/file-20210921-21-efgyin.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=27%2C0%2C3071%2C2045&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, tahun lalu. JSKK meminta Presiden Joko "Jokowi" Widodo segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu .</span> <span class="attribution"><span class="source"> Galih Pradipta/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Masa COVID-19 telah menunjukkan bagaimana dunia maya dan dunia fisik bukanlah dua arena yang terpisah dalam hidup dan praktik keseharian; pergerakan menolak lupa Peristiwa 1965 juga ikut berubah.</p>
<p>Perkembangan teknologi digital telah membawa pergerakan ini ke garis depan. </p>
<p>Pembatasan kegiatan di ruang fisik ternyata tidak menjadi penghalang. Keterbatasan justru mendorong aneka upaya pindah ke ruang virtual dengan beragam format. </p>
<p>Di dunia digital, penggawa-penggawa dari generasi baru Indonesia terus melanjutkan upaya menawarkan narasi alternatif dari Peristiwa 1965 dari dominasi sejarah otoriter militer. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/55-tahun-impunitas-membawa-mundur-indonesia-sejak-tragedi-1965-147181">55 tahun impunitas membawa mundur Indonesia sejak tragedi 1965</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Melawan lupa</h2>
<p>Rezim Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan Soeharto melarang segala bentuk karya maupun tulisan yang berkaitan dengan pergerakan kiri di Indonesia. </p>
<p>Pemerintah Orba juga menebar propaganda dengan mengatakan bahwa segala hal yang berkaitan dengan komunis adalah haram dan sesat. Rakyat dilarang untuk mengenal apalagi mempelajari ideologi ini. </p>
<p>Pemasungan dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari pemberitaan di media massa, buku-buku, film, dan juga pendidikan formal di sekolah. </p>
<p>Inilah yang filsuf politik <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Louis_Althusser">Louis Althusser</a>, dalam bukunya yang berjudul “Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies”, sebut sebagai <em>ideological state apparatus</em>. </p>
<p>Negara menebar propaganda yang menyusup perlahan-lahan ke dalam pikiran, dan kemudian, membuat rakyat mengiyakan ideologi tersebut. </p>
<p>Melalui ideologi, negara menanamkan sikap antipati terhadap seseorang atau sekelompok orang yang dianggap mengancam kekuasaannya. Dengan cara inilah negara kemudian menghilangkan lawan politiknya.</p>
<p>Setelah Soeharto jatuh pada 1998, muncul tak sedikit pergerakan untuk merawat ingatan penangkapan dan pembunuhan massal 1965-66, seperti <a href="https://www.rappler.com/world/menolak-lupa-ingatan-museum-bergerak-1965">Museum Bergerak 65</a> di Yogyakarta, <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48985939">Komunitas Taman 65</a> di Bali, dan <a href="https://www.rappler.com/world/catatan-penting-penyelenggaran-belok-kiri-festival">Festival Belok Kiri</a> di Jakarta. </p>
<p>Tidak hanya itu, beberapa akademisi dan aktivis juga berupaya menguak sejarah terkait Peristiwa 1965, dan bahkan membawanya ke pengadilan, seperti yang dilakukan oleh International People’s Tribunal for 1965 (<a href="https://www.tribunal1965.org/tag/ipt-65/">IPT 65</a>) di Den Haag, Belanda, pada 2015.</p>
<p>Namun, propaganda terus berlangsung bahkan pada era Reformasi. Segala kajian, diskusi maupun pemutaran film mengenai Peristiwa 1965 masih mengalami tekanan. </p>
<p>Masih segar dalam ingatan, film <a href="https://youtu.be/3tILiqotj7Y">Jagal</a> (yang rilis pada 2012) dan <a href="https://youtu.be/RcvH2hvvGh4">Senyap</a> (2014) karya <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Joshua_Oppenheimer">Joshua Oppenheimer</a> dilarang putar. Alasannya, film tersebut dianggap menyebarkan ajaran komunisme. </p>
<p>Pada 2017, acara diskusi mengenai sejarah Peristiwa 1965 di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta <a href="https://tirto.id/pecahan-kaca-di-ylbhi-serangan-terhadap-pencari-keadilan-cw55">diserang</a> oleh massa yang berujung pada pembubaran acara diskusi. </p>
<p>Lalu pada 2019 terjadi <a href="https://nasional.tempo.co/read/1168152/jaksa-agung-usul-razia-buku-kiri-besar-besaran">razia buku-buku berbau ‘komunisme’</a> dan penangkapan mereka yang memiliki buku-buku tersebut dengan alasan yang absurd: buku-buku tersebut dianggap dapat mengganggu ketertiban dan ketentraman umum. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/pendekatan-humanis-gereja-katolik-pada-tahanan-politik-terduga-komunis-pasca-1965-157314">Pendekatan humanis gereja Katolik pada tahanan politik terduga komunis pasca 1965</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Cara baru membentuk ingatan</h2>
<p>Dengan kemajuan teknologi, kini gerakan-gerakan itu memiliki arena baru.</p>
<p>Sebut saja <a href="http://fis.1965.or.id/">FIS 65</a> dengan kartografi interaktif, <a href="https://linktr.ee/1965SetiapHari">1965 Setiap Hari</a> yang menayangkan wawancara dengan penyintas melalui podcast, <a href="https://medium.com/ingat-65">Ingat 65</a> melalui kumpulan tulisan, Young Scholars 1965 melalui acara diskusi daring, dan <a href="https://19651966perpustakaanonline.wordpress.com/">Perpustakaan Online Genosida 1965-66</a> yang mengumpulkan semua publikasi terkait. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/GNHUT3At0Lo?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Denoting the Generation: Youth Perspective and ‘65 Tragedy.</span></figcaption>
</figure>
<p>Belum lagi pemutaran film yang bisa ditonton melalui internet, seperti “<a href="https://www.aaa-a.org/programs/a-thousand-and-one-martian-nights-screening-with-tintin-wulia/">A Thousand and One Martian Night</a>” karya <a href="http://www.tintinwulia.com/">Tintin Wulia</a>, “<a href="https://youtu.be/GNHUT3At0Lo">Denoting the Generation: Youth Perspective and ‘65 Tragedy</a>” karya <a href="https://www.instagram.com/studiomalya/?hl=fr">Studio Malya</a>, atau festival online “<a href="https://jogja.tribunnews.com/2020/05/01/farid-stevy-120-hours-in-distancefestival-online-pertama-dalam-masa-pandemi">120 Hours in Distance</a>” yang digagas oleh Sirin Farid Stevy dan kawan-kawan. </p>
<p>Berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih memfokuskan pada penerbitan tulisan, generasi ini terlihat memanfaatkan keuntungan dari era teknologi dengan menyuguhkan karya kreativitas mereka di internet. </p>
<p>Karena sebagian besar generasi baru ini mereka lahir ketika Orde Baru secara sistematis mengubur kekerasan 1965 dengan cara menutup akses terhadap arsip dan dokumen, adakalanya mereka berupaya melakukan pengumpulan data melalui ingatan lisan, seperti yang dilakukan oleh forum diskusi “Warisan Ingatan”. </p>
<p>Di forum ini, terjadi narasi-narasi yang berdialog atau pertukaran narasi antargenerasi untuk selanjutnya mencoba mengisi jurang pemahaman berkaitan Peristiwa 1965.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/422232/original/file-20210920-19-1xkm6bb.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/422232/original/file-20210920-19-1xkm6bb.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/422232/original/file-20210920-19-1xkm6bb.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/422232/original/file-20210920-19-1xkm6bb.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/422232/original/file-20210920-19-1xkm6bb.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/422232/original/file-20210920-19-1xkm6bb.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/422232/original/file-20210920-19-1xkm6bb.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/422232/original/file-20210920-19-1xkm6bb.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Poster webinar Warisan Ingatan oleh Sirin Farid Stevy.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Identitas yang ditampilkan tiap kelompok pun lebih berwarna, tidak melulu didominasi oleh akademisi dan penyintas. </p>
<p>Misalnya, 1965 Setiap Hari dan <a href="https://altersea.hypotheses.org/warisan-ingatan">Warisan Ingatan</a> yang menjadi ‘melting pot’ penyintas, akademisi, aktivis dan seniman. Hal ini paralel dengan pernyataan yang digulirkan <a href="https://bridges.monash.edu/articles/monograph/Truth_Will_Out_Indonesian_Accounts_of_the_1965_Mass_Violence/12821444">Baskara T. Wardaya, SJ</a> bahwa ingatan merupakan sebuah fenomena relasi tempat narasi melewati waktu dan ruang secara dinamis menghubungkan individu-individu didalamnya. </p>
<p>Tulisan dan karya seni terkait Peristiwa 1965 di dunia virtual ini kemudian menjadi wadah dialog lintas generasi untuk menyusun dan mempresentasikan sebuah perspektif sejarah alternatif yang dapat membawa perubahan makna. </p>
<p>Karena itu, kelompok-kelompok di ruang virtual ini memainkan peranan bagi lanskap ingatan dalam mengartikan, membentuk, mengkomunikasikan, bahkan memanggil kembali memori yang lama terkubur. </p>
<p>Dengan mengedarkan melalui pelbagai mimbar, karya mereka mampu meraih pemirsa, dan bahkan membuka kesempatan untuk berinteraksi langsung. </p>
<p>Ruang dialog virtual ini menjadi tempat orang membicarakan bagaimana ingatan terbentuk dan diinterpretasikan melalui interaksi keseharian, tidak hanya menceritakan secara rinci tindakan sadis yang bisa membuat orang “mati rasa” terhadap kekerasan.</p>
<p>Selain itu, sifat dunia virtual - dalam kaitannya dengan ingatan - menarik perhatian orang, karena ia menjembatani lapisan-lapisan masa lalu dan sekarang. </p>
<p>Dengan kata lain, ruang virtual dapat mengajak kita untuk berhadapan dengan sebuah peristiwa yang terjadi pada masa lalu. </p>
<p>Dalam kaitannya dengan sejarah Peristiwa 1965, ruang virtual lalu menjadi bentuk dari praktik memori, bukan lagi sekadar medium.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/hiruk-pikuk-bahaya-komunis-sampai-kapan-84658">Hiruk pikuk 'bahaya' komunis: sampai kapan?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<hr>
<p><em>Pengungkapan editor: Prodita Sabarini, editor eksekutif, dan Ika Krismantari, kepala editorial The Conversation Indonesia, adalah pendiri Ingat65</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/168080/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gloria Truly Estrelita tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Upaya menawarkan narasi alternatif dari Peristiwa 1965 terus berlangsung di dunia digital.Gloria Truly Estrelita, PhD Student, École des Hautes Études en Sciences Sociales (EHESS)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1669842021-09-01T03:34:06Z2021-09-01T03:34:06ZMark Zuckerberg ingin mengubah Facebook menjadi ‘perusahaan metaverse’ – apa itu?<p>Mark Zuckerberg ingin <em>membentuk ulang</em> Facebook. Ia telah <a href="https://www.ft.com/content/2b985dc5-3995-4ac3-a6f6-6ec0a0893c0b">memberitahu beberapa analis</a> dan <a href="https://www.theverge.com/22588022/mark-zuckerberg%20-facebook-ceo-metaverse-interview">wartawan</a> seputar impiannya untuk menjadikan Facebook sebagai pelopor bentuk internet yang sama sekali berbeda. </p>
<p>Ia menyampaikan:</p>
<blockquote>
<p>Di tahun-tahun yang akan datang, saya berharap orang-orang akan tidak lagi melihat kami sebagai perusahaan media sosial, tapi sebagai menjadi perusahaan <em>metaverse</em> … <em>Metaverse</em> adalah bentuk paling mutakhir dalam teknologi sosial.</p>
</blockquote>
<p>Jadi apa yang dimaksud oleh sang CEO Facebook dengan “perusahaan <em>metaverse</em>” ini? Akan jadi seperti apa perusahaan itu kelak?</p>
<h2>Asal-usul</h2>
<p>Istilah “metaverse” digunakan <a href="https://dl.acm.org/doi/pdf/10.1145/2480741.2480751?casa_token=Nx5Vr7PdkAwAAAAA:fXYw7dgMQXyuxOq1CEcV_5B5w6ZDLfFDWysskVuMjJJ4wSpMXvEjJDT">untuk menggambarkan</a> masa ketika internet akan berkembang menjadi dunia virtual. </p>
<p>Konsep ide ini pertama kali diajukan pada 1992 oleh novelis Amerika Neal Stephenson dalam karya fiksi ilmiah klasiknya, <a href="https://www.vanityfair.com/news/2017/06/neal-stephenson-metaverse-snow-crash-%20silikon-lembah-virtual-realitas">Snow Crash</a>. Film tersebut meramalkan internet sebagai ruang hidup virtual 3D, tempat individu masuk dan keluar, berinteraksi satu sama lain dalam waktu sebenarnya (<em>real time</em>).</p>
<p>Banyak pihak di Silicon Valley <a href="https://www.wired.co.uk/article/metaverse-big-tech">memandang</a> <em>metaverse</em> sebagai masa depan yang sesungguhnya. Misalnya, Google banyak berinvestasi dalam realitas berimbuh <a href="https://arstechnica.com/gadgets/2021/03/googles-vr-dreams-are-dead-google-cardboard-is-no-longer-for-sale%20/">(<em>augmented reality/AR</em>)</a>, teknologi yang memungkinkan pengguna untuk melihat dunia nyata dengan objek 3D digital berlapis di atasnya. Selain itu, <a href="https://www.macrumors.com/roundup/apple-glasses/">ada rumor</a> bahwa Apple sedang membangun produk semacam kacamata yang berguna untuk menciptakan pengalaman berada di ruang virtual.</p>
<p>Namun, Facebook tampaknya paling berkomitmen pada semua visi baru ini. Dalam perjalanannya mengubah Facebook menjadi perusahaan <em>metaverse</em>, Zuckerberg <a href="https://www.theverge.com/22588022/mark-zuckerberg-facebook-ceo-metaverse-interview">berusaha</a> membangun sistem yang memungkinkan orang dapat berpindah ke realitas virtual (VR), AR, dan bahkan perangkat 2D, menggunakan <em>avatar</em> mereka. </p>
<p>Di sana mereka dapat bekerja, bersosialisasi, berbagi sesuatu, dan pengalaman lainnya. Mungkin saja orang-orang masih bisa menggunakan internet untuk beberapa hal biasa seperti pencarian via internet sebagaimana sekarang.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/413943/original/file-20210730-16-n5fgz8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Gamabaran sebuah kerumunan virtual" src="https://images.theconversation.com/files/413943/original/file-20210730-16-n5fgz8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/413943/original/file-20210730-16-n5fgz8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=408&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/413943/original/file-20210730-16-n5fgz8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=408&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/413943/original/file-20210730-16-n5fgz8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=408&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/413943/original/file-20210730-16-n5fgz8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=512&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/413943/original/file-20210730-16-n5fgz8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=512&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/413943/original/file-20210730-16-n5fgz8.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=512&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Selamat datang di 2030.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/virtual-reality-crowd-panorama-3d-illustration-475815313">Grande Duc</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Zuckerberg tidak hanya memiliki <em>platform</em> Facebook, tapi juga WhatsApp, Instagram, dan Oculus - pembuat perangkat VR - sehingga memiliki kesempatan besar untuk mewujudkan dunia <em>metaverse</em> ini. </p>
<p>Lewat merek-merek ini, Facebook memiliki jumlah pelanggan yang tidak ada duanya. Raksasa teknologi ini juga mengantongi semua pengetahuan penting untuk menciptakan dunia maya yang diinginkan: bagaimana orang berperilaku online, kepribadian mereka, hal yang disuka dan tidak suka, kiprah, minat, bahkan keadaan emosional pengguna.</p>
<p>Untuk membangun <em>metaverse</em>, para insinyur Facebook harus mampu menciptakan realitas baru di dunia virtual. Situasi bernama <em>immersion</em> ini dapat membuat pengguna lupa bahwa ia berada di dunia virtual.</p>
<p>Bayangkan sebuah game komputer yang berisi 2,9 miliar avatar. Saat game berlangsung, kecerdasan buatan mengumpulkan semua informasi tentang aktivitas para avatar tersebut.</p>
<p>Berbekal informasi dari miliaran pengguna Facebook, peneliti Facebook kini bekerja untuk menciptakan kualitas kunci dari metaverse, yaitu “<em>presence</em>” atau kehadiran. Perasaan ini muncul kita ketika sedang berada di suatu ruang bersama orang lain.</p>
<p>Peneliti tersebut di bawah divisi khusus bernama <a href="https://www.facebook.com/boz/posts/10113772424752191">Reality Labs</a>. Banyak di antara mereka berlatar belakang <em>gaming</em>.</p>
<p>Facebook juga <a href="https://www.cnbc.com/2021/03/08/mark-zuckerberg-how-smart-glasses-could-help-combat-climate-change.html">menggelontorkan uang</a> ke perangkat lunak untuk mengaktifkan sistem “teleportasi” ke tempat lain (contoh: kantor) sehingga seolah-olah pengguna benar-benar ada di sana. Mereka juga menciptakan perangkat fisik seperti kacamata AR dan <em>headset</em> VR yang lebih canggih.</p>
<h2>Kebutuhan <em>metaverse</em></h2>
<p>Zuckerberg <a href="https://www.theverge.com/22588022/mark-zuckerberg-facebook-ceo-metaverse-interview">berharap</a> Facebook dapat melakukan transisi ini dalam lima tahun ke depan. Sehingga, pada akhir dekade ini, perangkat seperti <em>headset</em> dan kacamata AR dapat siap digunakan sehari-hari.</p>
<p>Agar berhasil, Facebook harus membuat VR miliknya dapat dapat beroperasi dengan sistem <em>metaverse</em> yang dibuat oleh perusahaan lain secara online. Sistem ini juga harus dibuat dengan skala besar atau masif supaya dapat berjalan dengan baik ketika semakin banyak orang ikut menggunakannya. </p>
<p>Proses transisi tentu akan memakan biaya yang sangat mahal. Namun, upaya integrasi teknologi ini memang dibutuhkan.</p>
<p>Facebook telah menghadapi gugatan dalam <a href="https://templatelab.com/ftc-complaint-against-facebook/">kasus antimonopoli</a> untuk praktik anti-persaingan. <a href="https://www.theguardian.com/commentisfree/2021/jun/30/facebook-antitrust-lawsuit-big-tech">Gugatan tersebut gugur</a>, namun pemerintah Amerika Serikat (AS <a href="https://www.forbes.com/sites/alisondurkee/2021/06/28/facebook-wins-antitrust-lawsuits----at-least-for-now/?sh=6ae00e4015be">masih</a> mengupayakan peraturan yang dapat memaksa Facebook dan raksasa teknologi lainnya untuk berhenti meraksasa. </p>
<p>Facebook pun memiliki banyak musuh – musuh yang cukup besar sebagai imbas dari <a href="https://theconversation.com/if-its-free-online-you-are-the-product-95182">skandal Cambridge Analytica</a>. Dalam skandal itu, Facebook dituding mengambil data pengguna tanpa persetujuan mereka. Penanganan isu privasi oleh perusahaan juga dipersoalkan.</p>
<p>Menciptakan sebuah produk <em>metaverse</em> yang sepenuhnya dapat beroperasi dengan segala produk <em>metaverse</em> lain tidak hanya berpotensi meyakinkan orang-orang tentang tujuan utama Facebook. Sistem ini juga akan sulit dihentikan di masa depan. </p>
<p>Jika <em>metaverse</em> ini beroperasi, maka pesaing Facebook juga akan merasa kesulitan untuk membuat sistem tandingan. Sistem <em>metaverse</em> Facebook juga kian bernilai seiring semakin banyak orang menjadi bagian dari jaringan ini. </p>
<p>Adapun pandangan ini berasal dari gagasan <a href="https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/01/02/how-to-harness-the-power-of-network-effects/?sh%20=5219eba62e8e">efek jaringan (<em>networking effect</em>)</a> yang dimanfaatkan Facebook dan raksasa online Amerika lainnya untuk menjadi perusahaan bernilai triliunan dolar.</p>
<p>Mengubah model bisnis bukanlah keputusan sepele. Banyaknya pelanggan yang terjebak di rumah selama lebih dari setahun karena COVID membuat seluruh sendi-sendi perusahaan kian membara. <a href="https://www.prnewswire.com/news-releases/facebook-reports-second-quarter-2021-results-301343579.html">Facebook melaporkan</a> penjualan iklan kuartal kedua 2021 meningkat 57%, dan sebesar 7% kenaikan pengguna aktif bulanan (yakni 170 juta lebih pengguna). </p>
<p>Torehan lainnya adalah kenaikan pendapatan bersih hampir dua kali lipat menjadi 10,4 miliar dolar (Rp 148,3 triliun). Hingga akhir Juni, perusahaan itu memiliki uang sebesar 64 miliar dolar (Rp 912 triliun).</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/413944/original/file-20210730-23-p2a4nc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Magnet menarik banyak emotikon." src="https://images.theconversation.com/files/413944/original/file-20210730-23-p2a4nc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/413944/original/file-20210730-23-p2a4nc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=495&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/413944/original/file-20210730-23-p2a4nc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=495&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/413944/original/file-20210730-23-p2a4nc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=495&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/413944/original/file-20210730-23-p2a4nc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/413944/original/file-20210730-23-p2a4nc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/413944/original/file-20210730-23-p2a4nc.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=621&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Likes = pemasukan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-vector/social-media-concept-vector-illustration-magnet-1080404558">Vitya_M</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Saat ini, iklan mendominasi bisnis sosial di Facebook. Namun ternyata, langkah Facebook menuju perusahaan <em>metaverse</em> justru meningkatkan menambah potensi sumber pendapatan baru. </p>
<p>Di Facebook, pengguna terbiasa membagikan pemikiran, gambar, posting, aktivitas, acara, dan minat secara daring tanpa <strong>membayar</strong>. Kelak, pengguna bisa saja bersedia merogoh kocek untuk pelayanan interaktivitas lebih baik yang akan tersedia di dunia <em>metaverse</em>. Misalnya untuk memasuki area pribadi tertentu atau untuk melakukan hal-hal tertentu, seperti berteleportasi selama lebih dari beberapa menit pada suatu waktu. </p>
<p>Zuckerberg <a href="https://www.cnbc.com/2021/07/29/facebook-metaverse-plans-to-make-money.html">menyampaikan</a> keyakinannya bahwa Facebook akan menghasilkan uang dari penjualan barang dan pengalaman virtual tertentu. Apakah kita akan membayar untuk pakaian avatar paling keren di masa depan, misalnya? Atau mungkin kita juga akan rela membayar demi melihat film terbaru di bioskop virtual?</p>
<p>Di dunia baru ini, kita mungkin akan berinteraksi dengan satu sama lain lebih sering dibanding biasanya. Hal ini menunjukkan lebih banyak peluang pendapatan bagi para penjaga gerbang.</p>
<p>Singkatnya, upaya menciptakan dunia virtual bagi pengguna untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga mereka bukan sekadar visi yang mewah, namun juga kebutuhan bisnis. Mark Zuckerberg berhasil menciptakan platform media sosial pertama yang menjadi standar global. Sekarang, dalam realitas virtual, ia sedang mencoba mengulang kesuksesan yang sama.</p>
<hr>
<p><em>Rachel Noorajavi menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/166984/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Daniel Broby tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Istilah metaverse diciptakan oleh Neal Stephenson dalam novel fiksi ilmiahnya tahun 1992, Snow Crash.Daniel Broby, Director, Centre for Financial Regulation and Innovation, University of Strathclyde Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1658832021-08-24T08:15:45Z2021-08-24T08:15:45ZTikTok: ruang baru ekspresi dan negosiasi identitas lokal Gen Z Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/417387/original/file-20210823-27-p83f9t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=264%2C154%2C2941%2C1733&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Mohamad Hamzah/Antara Foto</span></span></figcaption></figure><p>Minggu lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo kembali menjadi pembicaraan publik - termasuk di <a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210816153004-192-681108/netizen-bereaksi-saat-jokowi-pakai-baju-adat-baduy">media sosial</a> - karena pilihan <a href="https://www.liputan6.com/news/read/4634023/deretan-baju-adat-yang-dipakai-jokowi-saat-upacara-hut-kemerdekaan-ri">pakaian adat</a> yang ia kenakan dalam puncak perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia.</p>
<p>Dalam berbagai peringatan nasional, jamak memang keragaman budaya lokal Indonesia ditampilkan lewat deretan penggunaan pakaian, lagu, dan atribut kedaerahan. </p>
<p>Perayaan nasional dan berbagai acara terkait memiliki fungsi tersendiri. Namun, keberhasilan Indonesia untuk membangun rasa kebangsaan yang kuat akan sangat bergantung pada bagaimana warga negara mengekspresikan, merayakan, dan menegosiasikan identitas-identitas lokal dalam ruang-ruang yang aman dalam kehidupan sehari-hari, tanpa prasangka.</p>
<p>Di manakah dan bagaimanakah proses ini terjadi pada Generasi Z, generasi yang saat ini berusia 8-23 tahun yang akan menjadi penerus bangsa?</p>
<p>Kami mengamati narasi mengenai identitas kedaerahan yang muncul sebagai konten di TikTok. TikTok adalah sebuah platform media sosial yang bertumpu pada format video pendek yang terus-menerus berganti; sebagian besar pengguna TikTok adalah <a href="https://tekno.kompas.com/read/2021/04/19/14020037/jumlah-pengguna-aktif-bulanan-tiktok-terungkap?page=all">anak muda</a>.</p>
<p>Kami menemukan bahwa platform media sosial ini menyediakan ruang untuk mengekspresikan identitas lokal dan kedaerahan anak muda Indonesia.</p>
<h2>Bentuk negosiasi identitas keindonesiaan</h2>
<p>Rezim Orde Baru kerap menghalangi ekspresi-ekspresi kedaerahan karena dikhawatirkan akan mengurangi kekuatan identitas keindonesiaan. Ketika itu, rezim menganggap identitas keindonesiaan harus dibentuk dari elemen-elemen terbaik atau puncak-puncak budaya-budaya daerah. </p>
<p>Akibatnya kedaerahan tidak diekspresikan apa adanya, tapi melalui batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemerintah. Seringkali kebudayaan daerah yang tersisa untuk ditampilkan hanya lagu, tarian, dan baju daerah. </p>
<p>Namun media sosial dengan kebebasan dan kelenturannya kini membawa perubahan pada ekspresi-ekspresi kedaerahan ini.</p>
<p>Kami mengamati konten-konten di TikTok, salah satu platform media sosial paling baru. Kami terutama mengamati konten yang menggunakan tagar nama daerah, seperti #jawapride, #kalimantanpride, #papuapride, #sumaterapride, dan #sulawesipride sejak 1 Juni-8 Agustus 2021.</p>
<p>Selain itu, ada juga tagar-tagar dengan nama suku seperti #minangpride, #batakpride, ataupun #bugispride.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/415400/original/file-20210810-21-16l6tle.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/415400/original/file-20210810-21-16l6tle.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=474&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/415400/original/file-20210810-21-16l6tle.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=474&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/415400/original/file-20210810-21-16l6tle.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=474&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/415400/original/file-20210810-21-16l6tle.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=595&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/415400/original/file-20210810-21-16l6tle.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=595&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/415400/original/file-20210810-21-16l6tle.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=595&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam observasi kami terhadap video teratas yang menggunakan tagar-tagar tersebut, memang tidak semua video berkaitan langsung dengan identitas kedaerahan. </p>
<p>Pada tagar #kalimantanpride, misalnya, video teratas banyak terkait tentang video game. Sementara video teratas di #papuaparide banyak berupa video yang menggunakan lagu asal Papua, meski pesannya tidak berhubungan langsung dengan identitas.</p>
<p>Secara umum, kami mengamati setidaknya empat narasi dalam konten-konten semacam ini,</p>
<p><strong>Pertama</strong>, narasi untuk melawan stereotip negatif yang berkaitan dengan suku atau daerah pembuat konten. </p>
<p>Sebagai contoh adalah unggahan dengan tagar #papuanpride dari akun <a href="https://www.tiktok.com/@unaneserafi">@unaneseraif</a>, sprinter peraih medali emas di SEA Games 2011. </p>
<p>Dalam video TikTok yang disukai 9.494 pengguna tersebut, ia menyampaikan pesan bahwa anak Papua tidak ada yang bodoh. </p>
<p><a href="https://www.tiktok.com/@unaneserafi/video/6960137832178404609?lang=en&is_copy_url=1&is_from_webapp=v1">Di video yang sama</a>, dia juga memamerkan prestasinya sebagai atlet.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, narasi yang menunjukkan kebanggaan pembuat konten akan identitas mereka sebagai anak daerah. </p>
<p>Konten semacam ini biasanya diwarnai foto-foto pembuat akun yang menampilkan baju daerah, suasana alam atau destinasi wisata daerah, makanan, tari-tarian, hingga swa foto pengguna akun yang ingin menyampaikan asal daerahnya. </p>
<p><strong>Ketiga</strong>, narasi yang menyampaikan keunggulan daerah atau sukunya. </p>
<p>Akun <a href="https://www.tiktok.com/@Ojankov">@Ojankov</a> misalnya, yang khusus membuat <a href="https://vm.tiktok.com/ZGJDGTM3e/%5D">kumpulan video</a> dengan tagar #minangpride, menyampaikan keunggulan orang Minang, di antaranya pandai berdagang dan pandai memasak. </p>
<p>Atau ada juga akun <a href="https://www.tiktok.com/@fachrulbojes">@fachrulbojes</a> yang mengangkat tentang uang mahar untuk menikahi perempuan Bugis karena menurutnya perempuan dari sukunya banyak yang menawan. </p>
<p><strong>Keempat</strong> narasi yang mengangkat pemasalahan daerah mereka. Salah satu yang menarik adalah akun Yuli Fonataba, <a href="https://www.tiktok.com/">@yuli_nella</a>, yang juga Putri Papua 2018. </p>
<p>Dalam video berjudul “<a href="https://www.tiktok.com/@yuli_nella/video/6980229533056224513?lang=en&is_copy_url=1&is_from_webapp=v1">welcome to Papuan Club</a>” dia bernyanyi sambil menyampaikan kritik bahwa tanah Papua kaya, namun bukan orang Papua yang menikmati. Dia juga membantah narasi yang mengatakan bahwa orang Papua tidak bersyukur atas jalan trans Papua yang dibangun.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/belajar-dari-asia-tenggara-begini-cara-tiktok-jadi-wadah-berpolitik-155869">Belajar dari Asia Tenggara, begini cara TikTok jadi wadah berpolitik</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa TikTok?</h2>
<p>Ruang bagi generasi muda menegosiasikan identitas mereka di media sosial terbuka luas di TikTok. Pengguna platform ini jauh <a href="https://www.independent.co.uk/life-style/gadgets-and-tech/tiktok-update-new-feature-kind-comment-b1815148.html">lebih ramah</a>.</p>
<p>TikTok juga telah menjadi platform bagi anak muda <a href="https://time.com/5865261/tiktok-trump-campaign-app/">Amerika Serikat</a> dan <a href="https://theconversation.com/profiles/nuurrianti-jalli-734757/articles">Asia Tenggara </a> mengekspresikan pendapat politik mereka.</p>
<p>TikTok menjadi platform baru yang disukai anak muda karena <a href="https://theconversation.com/tiktok-is-a-unique-blend-of-social-media-platforms-heres-why-kids-love-it-144541">rekomendasi algoritmenya</a> di halaman ‘For You’ menampilkan konten yang lebih beragam ketimbang platform lain. </p>
<p>Di platform media sosial lain, misalnya <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/21670811.2018.1510741">Facebook</a> dan <a href="https://www.forbes.com/sites/tonybradley/2016/03/16/leave-me-out-of-your-instagram-algorithm-bubble/?sh=73df020263e5">Instagram</a>, konten yang muncul biasanya dari jaringan pertemanan yang dimiliki oleh pengguna, sehingga seorang pengguna rentan terkungkung dalam <a href="https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/risj-review/truth-behind-filter-bubbles-bursting-some-myths">gelembung informasi</a>.</p>
<p>Selain algoritmenya, audiens TikTok yang berasal dari latar belakang yang sangat beragam, membuat diskusi pada kolom-kolom komentar juga tidak sepedas komentar di platform lain. </p>
<p>Platform yang dimiliki perusahaan ByteDance asal China ini bahkan menjadi tempat yang ramah bagi komunitas <a href="https://mediummagazine.nl/18397-2/">LGBTQ</a> dan <a href="https://www.theguardian.com/australia-news/2021/jul/10/i-found-my-identity-how-tiktok-is-changing-the-lives-of-its-popular-indigenous-creators">suku asli</a>.</p>
<p>Di Indonesia, awalnya TikTok dikenal sebagai platform yang populer di kalangan kelas menengah ke bawah. Mereka membuat video yang sederhana dan tidak glamor seperti banyak video di Instagram.</p>
<p>Pengguna TikTok juga awalnya banyak anak kecil, sehingga pemerintah Indonesia juga sempat <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/13453/tik-tok-dilarang-untuk-pengguna-usia-di-bawah-13-tahun/0/sorotan_media">melarang</a>. </p>
<p>Akan tetapi, pengguna TikTok yang mayoritas anak muda lekas belajar dari fitur-fitur di platform tersebut dan juga banyak menggunakannya untuk menuangkan kreasi dan ekspresi diri. </p>
<p>Yang menarik dalam pengamatan kami, jika ada komentar yang sifatnya merundung (<em>bully</em>) dan kental bernuansa dukungan politik pada sebuah tokoh publik, ada kecenderungan publik TikTok akan menyerang balik dan membela kebebasan berekspresi si pembuat konten. </p>
<p>Oleh karena itu, narasi-narasi yang sarat akan identitas lokal oleh anak muda cenderung lebih mendapatkan tempat di TikTok ketimbang platform lain.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/komunitas-gay-di-indonesia-menggunakan-media-sosial-untuk-meruntuhkan-batasan-dan-stigma-156868">Komunitas gay di Indonesia menggunakan media sosial untuk meruntuhkan batasan dan stigma</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Ruang identitas</h2>
<p>Identitas lokal penting diekspresikan dalam pengalaman sehari-hari warga negara untuk membantu menciptakan perasaan <a href="https://www.ui.ac.id/indonesia-sebuah-proyek-psikologis-yang-kompleks/">kebersamaan dan persaudaraan</a>. </p>
<p>Terpaan informasi tentang identitas lokal di ujung barat Indonesia, misalnya, akan dapat membantu mereka yang tinggal di ujung timur untuk saling membayangkan bahwa mereka <a href="https://www.oxfordreference.com/view/10.1093/oi/authority.20110803095958187">terikat akan kebangsaan yang sama</a>. </p>
<p>Hari ini ruang-ruang diskusi di platform digital ramai dengan para pemengaruh (<em>influencer</em>) dan pendengung (<em>buzzer</em>) berbasis ideologi dan partisan.</p>
<p>Kita memerlukan sebuah ruang yang dapat lebih mengakomodasi kesadaran akan keragaman warga negara, tempat identitas lokal dapat diekspresikan tanpa mengundang prasangka, atau justru untuk melawan prasangka. </p>
<p>Ekspresi-ekspresi ini merupakan bagian integral dari proses reproduksi dan negosiasi keindonesiaan bagi masyarakat yang beragam.</p>
<p>Gen Z tampaknya menemukan ruang tersebut di TikTok. TikTok menjadi arena bagi mereka untuk menyiasati perbedaan, memupuk respek dan rasa percaya diri dalam narasi-narasi identitas kedaerahan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/165883/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>TikTok, sebuah platform media sosial yang populer di kalangan Gen Z, menyediakan ruang untuk mengekspresikan identitas lokal dan kedaerahan anak muda Indonesia.Ika Karlina Idris, Dosen Paramadina Graduate School of Communication, Paramadina University Abdul Malik Gismar, PhD, Lecturer, Paramadina University Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1664282021-08-22T12:05:06Z2021-08-22T12:05:06ZAktivisme berbasis karya seni digital sangat ampuh di tengah pandemi: pelajaran dari negara lain<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/417291/original/file-20210822-68345-tloabf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Warga melintas di depan mural bertuliskan "Cilaka Kau Dikoyak Omnibus Law" di Surabaya, Jawa Timur. Mural karya Serikat Mural Surabaya (SMS) tersebut dibuat sebagai bentuk kritik atas disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1602063602">(ANTARA FOTO/Moch Asim)</a></span></figcaption></figure><p>Semasa pandemi COVID-19, melakukan demonstrasi dan gerakan politik yang turun ke jalan menjadi sulit karena berbagai pembatasan aktivitas sosial.</p>
<p>Berbagai kampanye di seluruh dunia seperti gerakan <em>#ClimateStrike</em> yang digagas <a href="https://www.theverge.com/2020/3/11/21174674/greta-thunberg-coronavirus-climate-change-protests-online-covid1">Greta Thunberg</a> telah pindah secara daring (<em>online</em>) ke media sosial. Gerakan tersebut kini berubah menjadi <a href="https://www.theguardian.com/environment/2020/apr/22/climate-strikes-continue-online-we-want-to-keep-the-momentum-going"><em>#ClimateStrikeOnline</em></a>, di mana ratusan unggahan konten di media sosial bermunculan setiap minggu.</p>
<p><a href="https://twitter.com/hashtag/climatestrikeonline?src=hashtag_click">Poster-poster bernuansa seni</a> di Twitter serta <a href="https://www.abc.net.au/news/2019-09-19/tiktok-youth-led-climate-activism-school-strike/11520474">koreografi tari</a> di Tiktok telah membantu meningkatkan kesadaran terkait gerakan tersebut, terutama untuk anak muda di seluruh dunia yang melanjutkannya dengan cara yang lebih ‘seru’ dan ‘ringan’.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/qIBFOx0ZiYk?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Banyak pelajar terlibat upaya melawan krisis iklim menggunakan video TikTok.</span></figcaption>
</figure>
<p>Keberlanjutan dari gerakan ini dan juga kemampuannya untuk menarik perhatian audiens menandakan bahwa pendekatan seni semacam ini bisa menjadi media yang baik bagi aktivisme online.</p>
<p>Aktivisme seni – yang <a href="https://c4aa.org/2018/04/why-artistic-activism">biasanya dilakukan secara luring (<em>offline</em>)</a> pada masa pra-media sosial – menggabungkan aspek kreatif dan emosional dari seni dengan perencanaan strategis yang khas aktivisme politik untuk mendorong perubahan bermakna bagi masyarakat di ruang digital.</p>
<p>Apalagi, di negara berkembang seperti Indonesia, praktik aktivisme seni juga kerap mengalami represi oleh negara. Belum lama ini, misalnya, <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58220409">mural di Tangerang, Banten yang mengkritik Presiden Joko “Jokowi” Widodo</a> diminta dihapus karena dianggap tidak sesuai koridor hukum, melecehkan presiden, dan dinilai tidak sesuai dengan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/08/18/17343671/mural-mirip-jokowi-dihapus-moeldoko-sebut-mengkritik-harus-beradab?page=all">“budaya ketimuran”</a></p>
<p>Karya seni digital bisa memberikan ruang alternatif bagi masyarakat untuk melanjutkan gerakan politiknya.</p>
<p>Ketiga contoh di bawah ini menunjukkan bagaimana karya seni dapat membantu menciptakan percikan perubahan dan menumbuhkan rasa keterlibatan politik seiring berpindah ruang ke dunia maya di tengah pandemi.</p>
<h2>Mengunggah emosi, menumbuhkan partisipasi</h2>
<p>Aktivisme berbasis karya seni digital memiliki kemampuan untuk membantu kita menyalurkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14781700.2016.1190944">rasa penderitaan</a>, <a href="https://cjds.uwaterloo.ca/index.php/cjds/article/view/469/711">trauma</a>, dan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/07421656.2017.1420124">amarah</a> menjadi pesan-pesan yang menggugah.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/02615479.2014.885008">Berbagai penelitian</a> telah menunjukkan bahwa sentuhan khas ini bisa mendorong keterlibatan dan partisipasi aktif dari masyarakat – dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1206331217729509">aktivisme terkait hak asasi manusia (HAM)</a> hingga kampanye <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1525/irqr.2011.4.1.3">melawan diskriminasi</a> dan ketimpangan ekonomi.</p>
<p>Danelle Coke, ilustrator berusia 25 tahun dari Atlanta di Amerika Serikat (AS), misalnya, mengunggah berbagai <a href="https://www.instagram.com/ohhappydani/">karya lukis digital di Instagram</a> untuk menyuarakan isu-isu penting seperti rasisme yang mengakar di negaranya.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/B_AzK35FhJ7/?utm_source=ig_web_copy_link","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Meskipun ia telah mengkritik banyak orang karena <a href="https://observer.com/2020/06/instagram-social-posts-stealing-work-by-black-artists/">tidak memberikan kredit atau atribusi</a> pada dia, karya-karyanya telah banyak disebut dan dibagikan pada masyarakat luas serta digunakan untuk mendukung beragam gerakan politik seperti <em>#BlackLivesMatter</em>.</p>
<p>Misalnya, beberapa karya yang ia buat membahas kasus Ahmaud Arbery dan George Floyd - dua warga AS berkulit hitam yang dibunuh oleh polisi dalam dua insiden berbeda. Karya seni milik Coke kemudian telah <a href="https://www.insider.com/ohhappydani-illustrations-stolen-without-credit-social-media-2020-6">digunakan ribuan orang</a> untuk menyampaikan rasa amarah mereka terhadap rasisme di berbagai institusi penegakan hukum AS.</p>
<p>Contoh lain adalah poster ikonik yang berjudul <a href="https://www.micahmwhite.com/read/#/new-yorker-profile">“<em>ballerina and the bull</em>”</a> (sang balerina dan banteng).</p>
<p>Karya tersebut, yang diciptakan oleh <a href="https://www.micahmwhite.com/">Micah White</a> dari majalah anti-konsumerisme bernama Adbusters, memainkan peran yang signifikan dalam gerakan <a href="http://occupywallst.org/"><em>Occupy Wall Street</em></a> (Duduki Wall Street); Wall Street adalah sebuah area keuangan penting di New York. Gerakan demonstrasi politik tersebut berupaya melawan ketimpangan ekonomi di AS.</p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/p/B2haNDYnFKI/?utm_source=ig_web_copy_link","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Poster tersebut mengontraskan antara citra patung banteng Wall Street – sebagai simbol dari <a href="https://www.newyorker.com/magazine/2011/11/28/pre-occupied?currentPage=all">dinamika kapitalisme</a> – dengan “<a href="https://www.newyorker.com/magazine/2011/11/28/pre-occupied?currentPage=all">ketenangan jiwa</a>” dari seorang penari balet.</p>
<p>Berbagai detail tersebut, bersamaan dengan sosok-sosok misterius di latar belakang poster membantu menanamkan <a href="https://jacobinmag.com/2020/01/micah-white-occupy-wall-street-davos-grifter-scam">rasa ketakutan maupun urgensi</a> terkait kondisi ketimpangan ekonomi di AS. Ini mendorong banyak orang untuk berpartisipasi, atau setidaknya menjadi sadar tentang adanya gerakan <em>#OccupyWallStreet</em>.</p>
<p>Surat kabar <em>The New York Times</em> menyebutkan <a href="https://www.nytimes.com/2011/11/28/business/media/the-branding-of-the-occupy-movement.html">dalam suatu artikel</a> bahwa meskipun poster yang dimuat dalam majalah tersebut tidak sepenuhnya menyebabkan timbulnya rasa frustrasi yang dirasakan para demonstran, namun ikut berperan besar membentuk citra estetis dari gerakan tersebut.</p>
<h2>Mempertahankan kompleksitas dari performa teatrikal</h2>
<p>Pandemi COVID-19 telah menyebabkan banyak gerakan seni untuk bermigrasi ke ruang digital.</p>
<p>Salah satu contohnya adalah pameran “<a href="https://vimeo.com/436247033"><em>Conexion: Art and Activism in Oaxaca</em></a>” yang diselenggarakan <a href="http://newcombartmuseumcollection.tulane.edu/exhibitions/info?query=_ID%20%3D%20%22ALL%22&sort=15&page=2">pada akhir 2020</a>. Conexion Oaxaca adalah pameran digital yang interaktif dari <a href="https://registrar.tulane.edu/news/1648036/digital%20exhibition%20%E2%80%98conexi%C3%B3n:%20art%20and%20activism%20in%20oaxaca%E2%80%99%20showcases%20work%20by%20latin%20american%20studies%20students">sekumpulan mahasiswa program studi Amerika Latin</a>. Awalnya, pameran itu direncanakan sebagai salah satu pertunjukan di Museum Seni Newcomb di Louisiana, AS.</p>
<p>Pameran digital ini mengangkat isu-isu seputar kekerasan berbasis gender, akses untuk pendidikan, keadilan migrasi, serta ketimpangan ekonomi.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/351257/original/file-20200805-22-n43y4k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/351257/original/file-20200805-22-n43y4k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/351257/original/file-20200805-22-n43y4k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=374&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/351257/original/file-20200805-22-n43y4k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=374&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/351257/original/file-20200805-22-n43y4k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=374&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/351257/original/file-20200805-22-n43y4k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=470&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/351257/original/file-20200805-22-n43y4k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=470&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/351257/original/file-20200805-22-n43y4k.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=470&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pameran digital Conexion Oaxaca adalah hasil kurasi mahasiswa dan staf pengajar Tulane University melalui konferensi Zoom.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.conexionoax.info">(Tangkapan layar dari Conexion Oaxaca)</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Akibat pandemi, pameran ini berubah bentuk menjadi situs web yang sepenuhnya interaktif dan memandu audiens menjelajahi beberapa tema berbeda yang berbentuk karya majalah, seni tenun, dan film dokumenter. </p>
<p>Tetapi, mengadakan pameran digital seperti ini secara umum bukanlah hal yang mudah.</p>
<p>Praktik menyelenggarakan pameran seni secara <em>online</em> pernah dikritik karena gagal membawa apa yang disebut <a href="https://ceasefiremagazine.co.uk/walter-benjamin-art-aura-authenticity/">filsuf Jerman bernama Walter Benjamin</a> sebagai “aura seni yang autentik” – suatu pengalaman sensoris yang muncul saat suatu karya seni benar-benar ditunjukkan dalam ruang dan waktu yang secara nyata kita rasakan.</p>
<p>Meskipun demikian, pertumbuhan media sosial telah membantu pameran <em>online</em> untuk memenuhi beberapa prinsip mendasar dari seni; yakni harus nampak secara visual, adaptif, serta membawa suatu gagasan yang bisa ditangkap dan disebarkan oleh audiens. </p>
<p>Bahkan, saya berpendapat bahwa pengalaman dari menghadiri pameran digital justru semakin kaya karena dengan demikian karya seni bisa diputar ulang dan dipelajari secara mendalam, kapan pun kita inginkan, serta oleh beragam jenis audiens.</p>
<h2>Ajarkan aktivisme berbasis seni pada mahasiswa</h2>
<p>Suatu cara yang efektif untuk mempopulerkan aktvisme berbasis karya seni digital di antara mahasiswa dan anak muda adalah dengan menanamkannnya dalam sistem pendidikan tinggi.</p>
<p>Sayangnya, di berbagai negara berkembang, seni masih menjadi mata kuliah atau program studi yang masih sangat terpusat pada jurusan tertentu. Sementara itu, gerakan aktivisme juga kebanyakan baru diajarkan di fakultas yang mengajarkan ilmu sosial atau humaniora.</p>
<p>Untuk melengkapi metodologi ilmiah yang kini banyak dipakai di universitas, kampus perlu melembagakan pelajaran terkait seni <a href="https://languageacts.org/events/art-and-activism-digital-age-event/">ke dalam kurikulum</a> berbagai departemen agar menjadi suatu tradisi keilmuan yang penting dalam pendidikan tinggi.</p>
<p>King’s College London di Inggris, misalnya, telah mengembangkan modul interdisipliner berjudul “<a href="https://languageacts.org/events/art-and-activism-digital-age-event/">Seni dan Aktivisme di Era Digtal</a>” untuk diterapkan di seluruh program studi.</p>
<p>Kampus tersebut juga berkolaborasi dengan seniman lokal serta <a href="https://www.kcl.ac.uk/cultural/projects/arts-in-society">memberikan dana hibah untuk proyek seni digital</a> yang bisa digunakan bahkan oleh mahasiswa di luar Fakultas Humaniora.</p>
<p>Jika kita ingin pendidikan tinggi untuk memiliki dampak sosial sebesar-besarnya, mahasiswa perlu berlajar bagaimana <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/07421656.2011.578028">menyerap dan mengekspresikan pengalaman dari berbagai kejadian di sekitar mereka</a>. Aktivisme berbasis seni adalah strategi sekaligus praktik kreatif untuk menyalurkan gagasan-gagasan kritis mereka agar lebih bermakna dan membawa perubahan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/166428/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kandi Aryani Suwito tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Karya seni digital membantu gerakan seperti #ClimateStrikeOnline untuk berkembang di medsos. Tiga contoh ini bisa menjelaskan mengapa karya seni bisa membangun partisipasi politik di tengah pandemi.Kandi Aryani Suwito, Lecturer at the Department of Communication, Universitas Airlangga and PhD Candidate in Digital Humanities, King's College LondonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.