Gerakan protes iklim di Indonesia meningkat, tetapi belum bisa memengaruhi kebijakan.
Disiplin ilmiah, gaya jurnalistik
Artikel-artikel mengenai Karbon dioksida
Menampilkan semua artikel
Peralihan ke BBM berstandar Euro IV tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Namun, ada beberapa langkah untuk mempersiapkan peralihan ini.
Indonesia akan alami banyak kerugian apabila tidak tingkatkan ambisi penurunan emisi nasional.
Meskipun bernilai tinggi, laju penebangan mangrove cukup tinggi. Sebuah alat baru bertujuan untuk membantu komunitas menahan deforestasi mangrove dan memanfaatkan program dan pendanaan konservasi.
Perdagangan karbon bisa mendatangkan manfaat ekonomi sekaligus lingkungan bagi Indonesia.
Pandemi COVID-19 mengakibatkan pertemuan konferensi iklim tahunan ditunda selama 1 tahun, tapi juga menurunkan emisi karbon. Apakah itu cukup dan apakah kondisi ini akan terus berlangsung?
Produk olahan susu memiliki jejak lingkungan terbesar, tapi susu nabati datang dengan sejumlah isu lingkungan juga.
Mendaur ulang dan mematikan lampu adalah langkah baik, namun tidak sepenting mengurangi konsumsi daging, perjalanan udara, dan berkendara pada basis individual untuk perubahan iklim.
Konsentrasi karbon dioksida global di atmosfer mencapai 400 ppm sekitar 4 juta tahun lalu. Rata-rata, Bumi lebih hangat 3°C. Namun, bagian utara, lebih hangat 14°C daripada saat ini.
Kita bisa mengurangi konsumsi bahan bakar hingga 15-20% dengan memperbaiki cara berkendara. Ini sekaligus bisa turunkan emisi dan menghemat pengeluaran.
Meski langit bersih selama pandemi akibat berkurangnya aktivitas manusia, emisi kita masih meningkat.
Penelitian terbaru menunjukkan pemanasan lebih dari 2°C menjadi titik penting bagi lapisan es di Antarktika, yaitu pencairan es secara besar-besar dan perubahan garis pantai di masa mendatang.
Misinformasi dan kebohongan sering digunakan untuk menyangkal ilmu perubahan iklim- inilah bagaimana melihat dalam kabutnya
Meningkatnya level karbon dioksida menyebabkan kandungan vitamin dan nutrien dalam padi menurun. Ini bisa memperparah masalah kelaparan dan gizi buruk.
Kontributor teratas
-
Assistant Professor of International Relations, Universitas Katolik Parahyangan
-
Professor of Natural Sciences, UCL
-
Adjunct Professor of Forest Resources Management and MGEM Program Advisor, University of British Columbia
-
Transport & energy economist, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia
-
Postdoctoral Research Assistant, Paleontology Team, GNS Science
-
Emeritus Professor, Energy and Climate Mitigation, Te Kunenga ki Pūrehuroa – Massey University
-
Adjunct Professor, University of Queensland, and Professor and Head of School of Earth and Environment, University of Canterbury
-
Professor of Global Health and Environmental and Occupational Health Sciences, University of Washington
-
Pro Vice-Chancellor of Research, University of Technology Sydney
-
Staf Pengajar Program Studi Akuntansi, Universitas Pendidikan Ganesha
-
Professor of Sustainability, Curtin University
-
PhD student/Research Assistant, Applied Climatology of Faculty of Mathematics and Natural Sciences, IPB University
-
Assistant Professor, Department of Geography and Environmental Management, University of Waterloo, Concordia University
-
Professor in Earth Sciences, Te Herenga Waka — Victoria University of Wellington
-
Research Fellow, Curtin University
