tag:theconversation.com,2011:/id/topics/pilpres-2019-58107/articlesPilpres 2019 – The Conversation2023-05-14T02:44:43Ztag:theconversation.com,2011:article/2056242023-05-14T02:44:43Z2023-05-14T02:44:43ZPolitik identitas tidak akan laku dalam Pemilu 2024, tapi paslon tetap akan siapkan strategi ini<p><a href="https://philpapers.org/rec/HEYIP">Politik identitas</a> kerap dikaitkan dengan agenda, aksi, dan aktivitas politik oleh anggota kelompok <a href="https://brill.com/view/title/56578?language=en">berbasis identitas</a>. Mereka mengorganisasi dan memobilisasi diri untuk melawan ketidakadilan karena struktur, sistem, atau praktik hegemoni yang dialami kelompoknya.</p>
<p>Praktik politik identitas <a href="https://www.heritage.org/progressivism/commentary/uncovering-the-origins-identity-politics">lahir di Amerika Serikat (AS)</a> pada 1974 dengan misi melawan ketidakadilan berbasis ras, kelas, gender, etnisitas dan kelompok minoritas sosial lainnya. Contohnya adalah perjuangan perempuan kulit hitam di AS yang saat itu menjadi warga kelas dua.</p>
<p>Kala itu, yang diperjuangkan adalah kesetaraan untuk semuanya tanpa mengabaikan kepentingan bersama.</p>
<p>Namun, para intelektual di bidang politik berpendapat bahwa politik identitas dalam masyarakat demokratis modern dan konteks elektoral zaman sekarang ini <a href="https://www.proquest.com/openview/4b59307ca9749231a6d0120476d981ec/1?pq-origsite=gscholar&cbl=2034428">nuansanya sangat berbeda</a>. Politik identitas yang dulunya merupakan alat perjuangan, sekarang bergeser menjadi <a href="https://sisterdistrict.com/b/research/identity-politics/">alat perebutan kekuasaan</a> oleh elit politik untuk meraih suara dalam pemilu, dengan cara menciptakan rasa takut dan benci masyarakat terhadap lawan politiknya. </p>
<p>Masyarakat Indonesia, khususnya warga ibu kota Jakarta dan sekitarnya, tentu masih ingat panasnya suasana politik dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta (Pilgub) 2017. Sejumlah <a href="https://mail.csis.or.id/uploads/attachments/post/2019/01/10/politik_identitas_dalam_pemilu_2019__proyeksi_dan_efektivitas.pdf">riset</a> menunjukkan bahwa Pilgub DKI menjadi salah satu kontes politik yang sangat kental dengan nuansa politik identitas. Nuansa itu bahkan <a href="http://repository.uki.ac.id/5201/">terus berlanjut</a> hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.</p>
<p>Pilgub 2017 dan Pilpres 2019 <a href="http://www.ejurnal.ubk.ac.id/index.php/communitarian/article/view/316">diwarnai oleh isu agama</a>, mulai dari kasus penistaan agama Islam oleh petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilgub, strategi <a href="https://mail.csis.or.id/uploads/attachments/post/2019/01/10/politik_identitas_dalam_pemilu_2019__proyeksi_dan_efektivitas.pdf">mendulang suara pemilih Muslim dengan memanfaatkan Aksi 212</a> oleh kandidat calon gubernur Anies Baswedan, dukungan oleh ijtima’ ulama <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180916155110-32-330617/ijtimak-ulama-ii-sepakat-dukung-prabowo-di-pilpres-2019">Gerakan Nasional Penjaga Fatwa (GNPF)</a> MUI untuk kandidat calon presiden Prabowo Subianto, hingga <a href="https://mail.csis.or.id/uploads/attachments/post/2019/01/10/politik_identitas_dalam_pemilu_2019__proyeksi_dan_efektivitas.pdf">langkah petahana Presiden Joko “Jokowi” Widodo meminang Ma'ruf Amin – petinggi Nadhlatul Ulama – sebagai calon wakil presiden</a>).</p>
<p>Kini, jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, pertanyaan seputar apakah politik identitas akan kembali dieksploitasi oleh para elit politik mulai bergulir.</p>
<p>The Conversation Indonesia mengadakan diskusi dengan para pakar di bidangnya mengenai isu ini. Para pakar tersebut sepakat bahwa politik identitas kemungkinan besar tidak akan laku lagi untuk digunakan sebagai alat menarik suara pemilih.</p>
<p>Ini secara tidak langsung menunjukkan masyarakat Indonesia, terutama pemilih muda dari kalangan milenial dan generasi Z, sudah makin kritis.</p>
<h2>‘Pasar’ politik identitas menurun</h2>
<p>Menurut Ismail Fahmi, dosen informatika dari Universitas Islam Indonesia (UII), politik identitas masih akan digunakan dalam konteks negatif untuk menyerang lawan politik dalam Pemilu 2024 nanti, namun tidak untuk mempromosikan pasangan calon (paslon) karena tidak akan laku lagi.</p>
<p>Pihak yang berkontestasi, misalnya, masih bisa menggunakan Gerakan 212 untuk menjelekkan lawan politiknya. Namun, mereka tampaknya tidak akan berani menyatakan bahwa mereka didukung oleh 212. Ini karena generasi pemilih masa kini <a href="https://ojs.mahadewa.ac.id/index.php/stilistika/article/view/773">sudah lebih kritis</a>, sehingga mereka sadar bahwa dukungan kelompok tertentu tidak berhubungan dengan kualitas program yang ditawarkan oleh paslon itu.</p>
<p>Argumentasi Ismail ini sejalan dengan hasil pengamatan Provetic Indonesia, lembaga konsultan berbasis analisis data, yang menemukan bahwa berdasarkan jumlah percakapan di dunia maya dan ketertarikan pengguna internet, terjadi perubahan perilaku konsumsi informasi dari sebelum pandemi COVID-19 ke masa setelah pandemi.</p>
<p>Kepada The Conversation Indonesia, Shafiq Pontoh, praktisi media sosial yang juga Chief Strategy Officer Provetic Indonesia, mengungkapkan bahwa pada masa pascapandemi ini, masyarakat sudah menjadi sangat melek digital. Sebab, mereka <a href="https://ojs.mahadewa.ac.id/index.php/stilistika/article/view/773">‘dipaksa’ menggunakan</a> teknologi selama masa pembatasan sosial di era pandemi.</p>
<p>Pandemi secara tidak langsung telah menciptakan “generasi <em>search</em>”, generasi yang <a href="https://ojs.mahadewa.ac.id/index.php/stilistika/article/view/773">ahli dalam mencari informasi</a> sehingga mereka lebih kebal terhadap doktrin-doktrin politik.</p>
<p>Hasil pengamatan Provetic juga menemukan bahwa warganet kini lebih tertarik dengan konten-konten inspiratif dan tutorial ketimbang konten kekerasan dan kontroversi negatif. Kanal YouTube politikus Partai Golkar sekaligus mantan bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sempat menjadi salah satu kanal milik politikus yang paling berhasil meraih simpati warganet, karena kontennya berisi kegiatan-kegiatan inspirasional.</p>
<p>Menurut Provetic, kelompok milenial (lahir dalam rentang tahun 1980-1996) cenderung mencari konten terkait <em>parenting</em> dan karier, karena sebagian besar kelompok ini sekarang sudah menikah dan baru memiliki anak.</p>
<p>Sementara, <a href="https://ojs.unikom.ac.id/index.php/jamika/article/view/2678">generasi Z</a> (yang lahir mulai tahun 1997 sampai 2012) pun tampaknya bukan “pasar” politik identitas. <a href="https://www.jurnalrisetkomunikasi.org/index.php/jrk/article/view/653/128">Studi</a> menunjukkan bahwa persentase literasi digital generasi Z relatif tinggi karena mampu memilih konten <em>website</em> dan media sosial kredibel. Kemampuan mereka dalam menghargai perbedaan, seperti agama, budaya, gender, dan status sosial, bahkan sangat tinggi.</p>
<p>Hal ini membuat generasi Z <a href="https://www.jurnalrisetkomunikasi.org/index.php/jrk/article/view/653">lebih kritis terhadap informasi</a> yang mereka terima. Jika ada isu yang viral, mereka cenderung mempertanyakan lebih dulu apakah itu konten marketing dan bagaimana kebenarannya.</p>
<p>Alih-alih mengeksploitasi makna identitas secara tradisional, Ismail mengungkap ada tren menarik terkait strategi menggaet pemilih. Berdasarkan hasil pengamatan Ismail, partai politik atau tim suksesnya sudah mulai mendekati berbagai target <em>niche</em> yang fokus dan kegiatannya tidak berkaitan dengan politik. Contohnya kelompok penggemar sepak bola, bulutangkis, film, dan hobi seperti <em>skateboard</em>.</p>
<p>“Mereka tidak membicarakan politik. Tapi [aktor politik] bisa masuk lewat kelompok-kelompok ini, dan yang ditawarkan pada mereka pastinya adalah gagasan dan program. Ini karena para <em>niche</em> ini punya <em>skills</em>, sehingga paslon (pasangan calon) akan terdorong untuk bisa memberikan manfaat yang relevan untuk mereka,” ungkap Ismail.</p>
<h2>Kandidat akan tetap siapkan strategi politik identitas</h2>
<p>Meskipun kemungkinan besar tak lagi laris untuk menggaet suara pemilih dalam Pemilu 2024, politik identitas pasti masih akan dipersiapkan sebagai strategi kampanye oleh pasangan calon yang nanti akan bertarung.</p>
<p>Namun, apakah strategi tersebut akan diaktifkan atau tidak, ini tergantung perkembangan politik nanti.</p>
<p>Wawan Mas'udi, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menjabarkan hasil penelitiannya terhadap strategi paslon dalam pilkada kabupaten 2017 di Yogyakarta. Ia menemukan bahwa ada satu kabupaten yang seluruh paslonnya menyiapkan 3 strategi politik: strategi politik program, strategi politik uang, dan strategi politik identitas.</p>
<p>Paslon yang yakin menang — berdasarkan survei lokal dengan selisih suara 80% — ternyata hanya menggunakan strategi politik program. Menurut tim suksesnya, politik uang yang disiapkan tidak dipakai, karena untuk apa membayar pemilih kalau sudah bisa menang dengan program.</p>
<p>Wawan meyakini bahwa di Pemilu 2024 nanti, semua paslon akan siapkan tiga strategi itu juga.</p>
<p>“Strategi programnya disiapkan dan akan ditampilkan lebih dulu di depan publik. Kemudian jika mereka merasa strategi program tidak cukup untuk menggaet pemilih, mereka akan menuju ke ceruk masa tertentu yang paling bisa mereka yakinkan secara politik melalui politik identitas,” kata Wawan.</p>
<p>Meski demikian, menurutnya, publik sudah semakin cerdas untuk memilah mana yang perlu dipilih, dibiarkan, atau dipertimbangkan, terutama di media sosial. Tingginya level literasi digital publik saat ini diharapkan akan membantu meyakinkan politikus bahwa penggunaan politik identitas justru akan membunuh mereka, bukan memperkuat.</p>
<h2>Peran berbagai pihak</h2>
<p>Di era digital sekarang ini, menurut Ismail, <a href="https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=B2ZlEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=buzzer+di+era+digital&ots=bL7T4p83OR&sig=6-HK2SDKtzHlGOTE8HJ4L05Y9qQ&redir_esc=y#v=onepage&q=buzzer%20di%20era%20digital&f=false"><em>buzzer</em></a> semakin merajalela menjelang Pemilu 2024. Para <em>buzzer</em> inilah yang kemungkinan akan tetap mempertahankan politik identitas yang negatif untuk memecah belah pemilih.</p>
<p>Terkait ini, ada 4 pihak yang memegang peran penting untuk menghadang penyebaran misinformasi dan disinformasi.</p>
<p>Pertama adalah akademisi. Ini karena akademisi mampu memberikan pencerahan pada publik dengan landasan keilmuan dan data. Sayangnya, kata Ismail, tidak banyak akademisi yang bisa mengikuti pola <em>buzzer</em>, karena sebagian besar waktu mereka berfokus pada mengajar.</p>
<p>Kedua adalah media. Menurut Wawan, media-media perlu mengangkat lebih banyak isu tentang program yang ditawarkan paslon. Peran media ini akan sangat membantu dalam membangun iklim politik yang jauh lebih sehat.</p>
<p>Ketiga adalah aturan hukum untuk mitigasi. Wawan mengatakan bahwa perlu ada aturan yang bisa memaksa kandidat dan parpol untuk menjunjung strategi politik berbasis program. Ini karena penyelenggara pemilu belum punya perangkat regulasi untuk membawa praktik politik identitas negatif ke ranah hukum.</p>
<p>Keempat, dan yang paling penting, adalah pemilih itu sendiri.</p>
<p>Rizki Dian Nursita, dosen hubungan internasional dari UII, menekankan bahwa pemilih harus mampu menyeleksi apakah sebuah konten itu benar atau hoaks, dan harus bijak dalam mendistribusikan informasi maupun menyuarakan opini di ruang publik. Jika ingin menyampaikan atau merespons sesuatu, hendaknya dilakukan dengan cara yang baik dan bijak, sebisa mungkin hindari <em>labelling</em> atau <em>naming</em> yang kontraproduktif.</p>
<p>Pemilih juga harus memiliki alternatif perspektif, karena kalau hanya terpaku pada satu akun atau satu sumber, maka akan jadi bias karena tidak bisa membandingkan dengan pendapat berbeda.</p>
<h2>Tidak ada yang salah dengan politik identitas</h2>
<p>Para pakar sepakat bahwa pada dasarnya tidak ada yang salah dengan praktik politik identitas. Sebab, lahirnya praktik itu sendiri bertujuan untuk memperjuangkan keadilan dan kepentingan bersama.</p>
<p>Wawan menyebutkan bahwa sekarang banyak kelompok yang menggunakan identitas sosial untuk memperjuangkan kepentingannya, seperti kelompok kelompok perempuan atau minoritas gender lainnya. Menurutnya, memang seperti itu peruntukan politik identitas yang sebenarnya.</p>
<p>“Pokoknya, jangan untuk menegasikan atau membuat kelompok lain merasa mereka tidak pantas ada di sini karena identitasnya beda. Penggunaan politik identitas akan bahaya kalau sudah menjadi alat untuk mengeksekusi,” ujar Wawan.</p>
<p>Sedangkan, Rizki mengatakan bahwa identitas tidak bisa dilepaskan dari politik. Setiap partai politik saja punya identitas dan ideologi masing-masing, dan tidak salah jika mereka menonjolkan identitas itu. Yang bahaya adalah ketika identitas itu dipolitisasi dan digunakan sebagai alat untuk membuat masyarakat terpecah belah dan membangun tembok-tembok pemisah.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/205624/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Politik identitas diprediksi tidak akan laku lagi untuk digunakan sebagai alat menarik suara pemilih pada Pemilu 2024.Nurul Fitri Ramadhani, Politics + Society Editor, The Conversation IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1196942019-07-03T05:35:55Z2019-07-03T05:35:55Z‘Ucapan selamat budaya Barat’ Sandiaga, mengapa pemimpin politik perlu kecerdasan kultural?<p>Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno menolak mengucapkan selamat kepada presiden dan wakil presiden terpilih Joko “Jokowi” Widodo dan Ma'ruf Amin. Alasannya, mengucapkan selamat merupakan <a href="https://news.detik.com/berita/d-4607106/soal-ucapan-selamat-budaya-barat-sandiaga-ungkit-sikap-megawati">budaya demokrasi Barat</a>. “<a href="https://news.detik.com/berita/4606215/sandiaga-menilai-ucapan-selamat-seperti-budaya-barat">Ini budaya-budaya yang bukan keindonesiaan menurut saya</a>,” kata dia yang dikutip oleh media.</p>
<p>Dari sudut pandang psikologis, sikap pendamping calon Presiden Prabowo Subianto itu tidak mencerminkan kecerdasan kultural yang sebenarnya penting ditunjukkan oleh seorang pemimpin bangsa dengan konteks budaya yang majemuk. </p>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir Sandi telah menampilkan diri sebagai sosok pemimpin muda yang layak diperhitungkan dalam kancah politik nasional masa depan. Tetapi, keengganan Sandi mengucapkan selamat dengan dalih karena itu bukan budaya Indonesia menunjukkan satu hal yang kurang dalam dirinya sebagai seorang pemimpin: kecerdasan kultural. </p>
<h2>Kecerdasan kultural dan kepemimpinan</h2>
<p>Secara sederhana, <a href="https://books.google.co.nz/books?id=g0PSkiOT8ggC&lpg=PR11&ots=Osxkiw7eA9&dq=cultural%20intelligence&lr&pg=PR1#v=onepage&q=cultural%20intelligence&f=false">kecerdasan kultural</a> dapat diartikan sebagai kemampuan kognitif dan afektif yang membantu seseorang beradaptasi dan mengelola lingkungan budaya yang berbeda-beda. </p>
<p>Kecerdasan kultural tinggi terbukti mendukung kepemimpinan yang efektif. </p>
<p><a href="https://www.researchgate.net/profile/Harry_Triandis/publication/247738378_Cultural_Intelligence_in_Organizations/links/543c1fae0cf24a6ddb97facb/Cultural-Intelligence-in-Organizations.pdf">Harry C. Triandis</a>, psikolog budaya terkemuka dari University of Illinois Urbana-Champaign di Amerika Serikat mengungkapkan ada dua aspek kecerdasan kultural yang penting dimiliki oleh seorang pemimpin. </p>
<p>Pertama, <strong>kemampuan menunda keputusan</strong>. </p>
<p>Dinamika politik bergerak cepat, dan seringkali membuat politikus terburu-buru mengambil sikap. Tidak mudah bagi siapa pun untuk menerima kekalahan. Dan, mungkin sebenarnya seorang Sandiaga Uno pun pun butuh waktu untuk dapat menerima keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatannya. </p>
<p>Dalam situasi sulit, pemimpin yang memiliki kecerdasan kultural tinggi akan mampu menimbang sebanyak mungkin informasi, menyadari betul kedudukannya dan orang-orang yang dihadapinya, dan mengambil sikap secara hati-hati dengan mengkalkulasi segala dampak sosial-politik yang dapat ditimbulkan. </p>
<p>Terburu-buru menolak mengucapkan selamat dengan alasan “bukan budaya Indonesia” tidak merefleksikan kecerdasan kultural seorang pemimpin politik.</p>
<p>Kedua, <strong>kepekaan dalam membaca situasi</strong>. </p>
<p>Seorang pemimpin dengan kecerdasan kultural tinggi akan mampu menangkap perkembangan situasi, dan mengambil tindakan yang selaras dengan ekspektasi kultural masyarakat setempat. </p>
<p>Pemilihan presiden April lalu telah meningkatkan tensi politik secara drastis selama berbulan-bulan, dan membelah masyarakat ke dalam dua kubu yang saling beradu keras. </p>
<p>Setelah putusan MK, masyarakat berharap dua pasangan calon presiden dan wakilnya mau saling berjabat tangan demi membangun kembali <a href="http://lppks.kemdikbud.go.id/id/kabar/merajut-tenun-kebangsaan">tenun kebangsaan</a> yang koyak. </p>
<p>Dalam <a href="https://manado.tribunnews.com/2019/06/27/begini-pujian-jokowi-kepada-prabowo-sandi">pidato menanggapi putusan MK</a>, Jokowi dan wakilnya Ma'aruf Amin telah berbesar hati mengucapkan terima kasih kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno karena ikut menjaga tradisi demokrasi di Indonesia. </p>
<p>Tentu bukan hal yang berlebihan bila masyarakat berharap Prabowo dan Sandiaga mau membalasnya dengan ucapan selamat sebagai simbol kedewasaan dan sikap kenegarawanan mereka sebagai pimpinan politik. Tapi, mereka tidak melakukannya. </p>
<p>Dari sikap yang ditunjukkan, Sandi gagal memenuhi kedua aspek kecerdasan kultural dan membuktikan dirinya bukan pemimpin yang ideal untuk Indonesia. </p>
<h2>Apa yang terjadi jika pemimpin tidak punya kecerdasan kultural</h2>
<p>Seorang pemimpin dengan kecerdasan kultural yang tak terasah akan sulit menghadapi realitas masyarakat Indonesia dengan budaya yang majemuk dan dinamis. </p>
<p>Ketidakpekaan akan kemajemukan budaya bangsa dapat melahirkan cara pandang sempit, kebanggaan semu terhadap budaya sendiri (etnosentrisme) dan sikap anti terhadap segala sesuatu “yang asing” (xenofobia). </p>
<p>Adukan ketiga hal tersebut akan dengan mudah memecah belah bangsa dan sekaligus mengisolasi Indonesia di tengah kehidupan yang semakin mengglobal. Kemajemukan budaya di Indonesia akan dianggap sebagai ancaman bagi kesucian kelompok etnisnya sendiri, sementara kehadiran orang dari negara lain akan direspons dengan ketakutan. Bagaimana kita dapat merawat bangsa Indonesia dengan mentalitas semacam itu? </p>
<p><a href="https://www.amazon.co.uk/Yugoslavia-History-2ed-Twice-Country/dp/0521774012">Kehancuran Yugoslavia</a> sebagai sebuah negara-bangsa di bawah kepemimpinan Slobodan Milošević pada medio 1990-an awal bisa menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Terdorong oleh ambisi memperoleh kekuasaan, Milošević mengobarkan etnosentrisme Serbia dalam kampanye pemilihan presiden Yugozlavia dan menganggap keberadaan kelompok-kelompok suku lain (Bosnia, Kroasia, Slovenia, dan Montenegro) sebagai musuh yang harus dibinasakan. </p>
<p>Pada akhirnya, Yugoslavia - sebuah negara besar dan salah satu pendiri Gerakan Non-Blok bersama Indonesia - hancur berkeping-keping oleh tindakan pemimpin yang tak menunjukkan kecerdasan kultural sama sekali. </p>
<h2>Kasus Indonesia</h2>
<p>Pemimpin dengan kecerdasan kultural tinggi mampu memahami budayanya sendiri serta budaya-budaya lain dengan baik, sehingga dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif dengan orang yang berbeda-beda. </p>
<p>Setiap pemimpin semestinya mengerti bahwa <a href="https://books.google.co.id/books/about/Nusa_Jawa_Batas_batas_pembaratan.html?id=ENuMmZ1CaTcC&redir_esc=y">budaya Indonesia</a> sejatinya merupakan hasil silang dari berbagai tradisi besar dunia. </p>
<p><a href="https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/view/15667/10455">Bahasa Indonesia </a>
adalah salah satu contoh paling nyata. Lahir dari bahasa Melayu yang ada sejak kerajaan Sriwijaya, Bahasa Indonesia telah berkembang di seantero kepulauan Nusantara dengan kosakata yang sangat kaya hasil serapan dari bahasa Sanskrit, Jawa Kuno, Belanda, Arab, Inggris, Tamil, dan Cina. </p>
<p>Bukankah istilah “selamat” sendiri berasal dari bahasa Arab?</p>
<h2>Belajar kecerdasan kultural dari para pendiri negara</h2>
<p>Para pendiri bangsa kita berkali-kali menghadapi situasi pelik yang membutuhkan kecerdasan kultural. Dalam <a href="https://historia.id/politik/articles/kata-pemuda-zaman-kolonial-tentang-sumpah-pemuda-DOwqj">Kongres Pemuda II pada 1928</a>, cita-cita besar merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda terbentur oleh kenyataan adanya berbagai perbedaan di antara ratusan suku-bangsa yang menghuni kepulauan Nusantara. </p>
<p>Mengatasi potensi terpecahnya gerakan perjuangan, para pemimpin nasional saat itu dengan cerdas berhasil merumuskan Sumpah Pemuda yang akhirnya menjadi embrio bangsa Indonesia.</p>
<p>Kemudian, menjelang dan pada masa-masa awal kemerdekaan, para pemimpin Indonesia kembali terbelah oleh <a href="https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/06/02/o83mzy385-pancasila-sukarno-piagam-jakarta-dan-debat-dasar-negara">pertarungan ideologis</a> yang keras antara kubu nasionalis, komunis, dan Islamis. Tetapi, lagi-lagi mereka mampu menunjukkan kecerdasan kulturalnya dengan merumuskan Pancasila sebagai sintesis antara pemikiran-pemikiran politik besar dunia dengan nilai-nilai budaya Nusantara.</p>
<p>Kecerdasan kultural bukan hanya soal kemampuan memecahkan masalah, tetapi lebih dari itu, adalah kemampuan menemukan titik timbang di tengah kompleksitas hubungan antar budaya. </p>
<p>Untuk sebuah negara-bangsa yang terdiri dari <a href="https://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html">1.340 suku bangsa</a> dan hidup di tengah relasi antar negara yang semakin erat, bukankah kecerdasan kultural ini yang kita harapkan dari seorang pemimpin politik?</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/119694/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Moh Abdul Hakim tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dari sudut pandang psikologis, sikap Sandiaga Uno tersebut tidak mencerminkan kecerdasan kultural yang sebenarnya penting ditunjukkan oleh seorang pemimpin bangsa dengan konteks budaya yang majemuk.Moh Abdul Hakim, Dosen dan Peneliti Psikologi Sosial dan Politik. Sekretaris Jenderal Ikatan Psikologi Sosial HIMPSI periode 2019-2022., Universitas Sebelas MaretLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1195362019-06-28T04:25:44Z2019-06-28T04:25:44ZIni analisis mengapa Prabowo bisa kalah lagi dalam sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi<p>Majelis hakim akhirnya <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/06/28/06060011/sejumlah-dalil-dalam-gugatan-prabowo-sandiaga-ditolak-mk-ini-paparannya?page=all">menolak seluruh gugatan</a> tim hukum Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang diajukan dalam sidang sengketa pemilihan presiden (pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin. </p>
<p>Setidaknya, terdapat 16 tuntutan yang dilayangkan kubu Prabowo untuk melawan kecurangan pemilu yang diduga dilakukan Tim Kampanye Nasional (TKN) dari calon terpilih Joko “Jokowi” Widodo dan pasangannya Ma'ruf Amin. </p>
<p>Putusan ini pun disepakati oleh sembilan hakim tanpa adanya perbedaan pendapat.</p>
<p>Putusan ini tidak mengejutkan jika kita melihat <a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_sidang_2045_20140909061631_PUTUSAN_PILPRES_2014__FINAL__wmGABUNG.pdf">pertimbangan-pertimbangan</a> penolakan hakim konstitusi atas gugatan serupa yang diajukan Prabowo dalam sidang sengketa pilpres 5 tahun silam. </p>
<p>Pada sidang kali ini, kuasa hukum Prabowo lebih banyak menggunakan dalil ataupun argumen serupa yang telah terbukti ditolak pada 2014 yang lalu. Namun pada sidang kali ini, kuasa hukum Prabowo gagal memberikan bukti-bukti kuat yang sudah diminta pada sidang tahun 2014. Jadi jelas mengapa kemudian gugatannya juga ditolak kali ini. </p>
<p>Ini penjabarannya.</p>
<h2>Kesalahan perhitungan suara</h2>
<p>Kubu Prabowo menuduh ada <a href="https://www.dropbox.com/s/50h8riu7mzd9lhd/%5BFINAL%5D%20Perbaikan%20Permohonan%20PHPU%20Pilpres?dl=0">manipulasi suara</a> dalam pelaksanaan pilpres 2019. </p>
<p>Mereka mengklaim telah menemukan Tempat Pemungutan Suara (TPS) siluman di seluruh Indonesia dan ditemukan indikasi manipulatif daftar pemilih tanpa memberikan bukti yang cukup. </p>
<p>Temuan yang sama juga disampaikan pada <a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_sidang_2045_20140909061631_PUTUSAN_PILPRES_2014__FINAL__wmGABUNG.pdf">sidang sengketa tahun 2014</a>. Hakim saat itu menyatakan temuan ini ditolak karena Prabowo gagal menguraikan dengan jelas dan rinci pada tingkat mana dan di mana terjadinya kesalahan hasil penghitungan suara yang berakibat berkurangnya perolehan suara Prabowo dan bertambahnya perolehan suara Jokowi. Hal serupa juga terjadi pada sidang tahun ini.</p>
<h2>Perolehan suara 0%</h2>
<p>Salah satu landasan tuduhan kecurangan dari kubu Prabowo adalah temuan pungutan suara untuk Prabowo di berbagai daerah <a href="https://www.dropbox.com/s/50h8riu7mzd9lhd/%5BFINAL%5D%20Perbaikan%20Permohonan%20PHPU%20Pilpres?dl=0">menunjukkan angka 0</a>. Menurut tim kuasa hukum Prabowo, hal ini dipandang mustahil dan membuktikan telah terjadi kecurangan.</p>
<p>Tuduhan serupa juga dipakai pada <a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_sidang_2045_20140909061631_PUTUSAN_PILPRES_2014__FINAL__wmGABUNG.pdf">tahun 2014</a>.</p>
<p>Namun tuduhan yang ini pun terpatahkan dengan argumen yang digunakan hakim 5 tahun silam. </p>
<p>Ketika itu MK memang pernah menemukan fakta adanya perolehan 100% untuk satu peserta pemilihan umum dan perolehan 0 suara bagi peserta yang lain di <a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_sidang_2045_20140909061631_PUTUSAN_PILPRES_2014__FINAL__wmGABUNG.pdf">TPS-TPS tertentu</a>. Mereka merujuk pada hasil pilpres 2014 di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali, Maluku, Papua dan Maluku Utara. Menurut majelis hakim, hal ini umum terjadi di daerah tertentu yang memiliki ikatan sosial kemasyarakatan adat yang kuat. </p>
<h2>Mobilisi pejabat negara</h2>
<p>Kubu Prabowo menduga adanya <a href="https://www.dropbox.com/s/50h8riu7mzd9lhd/%5BFINAL%5D%20Perbaikan%20Permohonan%20PHPU%20Pilpres?dl=0">mobilisasi</a> beberapa kepala daerah untuk kepentingan pilpres. </p>
<p>Hal serupa juga sudah dibahas dalam sidang sengketa pilpres tahun 2014. </p>
<p>Ketika itu hakim konstitusi <a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_sidang_2045_20140909061631_PUTUSAN_PILPRES_2014__FINAL__wmGABUNG.pdf">memandang</a> bahwa keterlibatan kepala daerah secara pribadi dan sebagai kader partai tidaklah dilarang untuk membantu memenangkan salah satu calon. </p>
<p>Dalam Pasal 281 Ayat 1 <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt59ba702cb9989/node/lt59ba5511ab93b">Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tahun 2017</a>, kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, gubenur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sepanjang memenuhi beberapa ketentuan, seperti tidak menggunakan fasilitas negara dan tidak dilakukan dalam jam kerja. </p>
<p><a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/06/28/06060011/sejumlah-dalil-dalam-gugatan-prabowo-sandiaga-ditolak-mk-ini-paparannya?page=all">Untuk tahun ini, hakim kembali menolak dalil tersebut dengan alasan permasalahan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh pihak berwenang lainnya</a>, yaitu Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu).</p>
<h2>Pembelian suara</h2>
<p>Jokowi dituding telah melakukan berbagai tindakan <a href="https://www.dropbox.com/s/50h8riu7mzd9lhd/%5BFINAL%5D%20Perbaikan%20Permohonan%20PHPU%20Pilpres?dl=0">pembelian suara</a>. Kubu Prabowo menuduh Jokowi membeli suara pegawai negeri dengan menaikkan gaji mereka dan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) lebih awal.</p>
<p>Namun, sepertinya kubu Prabowo tidak belajar dari konsep pembuktian politik uang pada tahun <a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_sidang_2045_20140909061631_PUTUSAN_PILPRES_2014__FINAL__wmGABUNG.pdf">2014 lalu</a>. </p>
<p>Ketika itu, hakim meminta kubu Prabowo membuktikan bahwa terjadinya politik uang tersebut akan mempengaruhi pilihan pemilih dan signifikan terhadap perolehan suara. Saat itu, dalil politik uang tim kuasa hukum Prabowo dinilai tidak berdasar dan tidak dibuktikan oleh kesaksian saksi yang diajukan, serta tidak disertai alat bukti lain yang memadai. </p>
<p>Pada gugatan tahun ini, kubu Prabowo juga tidak menunjukkan bukti bahwa semua pegawai negeri yang dinaikkan gajinya memilih Jokowi.</p>
<p>Dari penjabaran di atas, tim kuasa hukum Prabowo tampaknya menghadirkan kembali materi gugatan yang dipakai pada sidang sengketa pilpres 2014 yang lalu. Tapi, mereka gagal melakukan modifikasi yang sudah diminta hakim pada putusan 2014 pada sidang kali ini. Hal ini jelas mengapa gugatan Prabowo kali ini juga ditolak. </p>
<p>Saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib untuk menindaklanjuti putusan MK paling lambat tiga hari setelah putusan tersebut dikeluarkan. Artinya setidaknya hari minggu besok, kita tinggal menunggu kesahihan kepemimpinan Joko Widodo untuk periode keduanya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/119536/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Josua Satria Collins tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kuasa hukum Prabowo lebih banyak menggunakan dalil ataupun argumen serupa yang telah terbukti ditolak pada 2014 yang laluJosua Satria Collins, Researcher at Indonesia Judicial Monitoring Society (MaPPI), Faculty of Law University of Indonesia, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1193092019-06-26T00:34:12Z2019-06-26T00:34:12ZSidang sengketa pilpres: gaya bahasa aktivis BW versus bahasa akademik Yusril di Mahkamah Konstitusi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/281093/original/file-20190625-81741-ma5ru4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C998%2C664&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Perbandingan strategi bahasa yang digunakan Bambang Widjojanto dan Yusril Izha Mahendra dalam pertarungan konstitusional di MK.</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Sidang sengketa pemilihan presiden (pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) menarik perhatian masyarakat luas. </p>
<p>Selain substansi persidangan, bahasa para pengacara layak mendapat perhatian karena kemahiran mereka menyampaikan argumentasi saat sidang punya andil besar terhadap dinamika persidangan. </p>
<p>Ada dua pengacara senior yang dominan tampil dalam panggung sidang MK. Bambang Widjojanto (BW) mewakili pihak Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai pengaju gugatan dan Yusril Ihza Mahendra mewakili Presiden Joko “Jokowi” Widodo sebagai pihak terkait dalam gugatan. Salah satu gugatan yang diajukan kubu Prabowo adalah agar <a href="https://mkri.id/public/Risalah/5385_Risalah-pdf_1.Pilpres.2019%2014.06.19.pdf">Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan kemenangan Jokowi dalam pilpres 2019 dan menyatakan Prabowo sebagai pemenang.</a> </p>
<p>Melalui tulisan ini saya berusaha membandingkan strategi bahasa kedua pengacara tersebut dalam pertarungan konstitusional di MK.</p>
<h2>Bahasa akademik Yusril</h2>
<p>Sebagai pengacara yang punya pengalaman akademik panjang, Yusril memiliki argumentasi hukum yang cenderung akademis. </p>
<p>Gugatan yang disusunnya terbentang dari argumentasi filosofis ke hal-hal yang praktis dan faktual. Pola argumentasi ini relevan dengan pengalamannya sebagai dosen Hukum Tata Negara, Teori Ilmu Hukum, dan Filsafat Hukum di <a href="http://ihza-ihza.com/index.php/our-team/yusril-ihza-mahendra/">Universitas Indonesia. </a></p>
<p>Ketika menyusun gugatan ia mengajak pembaca “bertamasya” ke berbagai pemikiran sebelum masuk ke pembuktian. Hal ini dikarenakan dirinya sadar bahwa hukum adalah konstruksi pemikiran yang disusun menurut sistem logika tertentu. Oleh karena itu, ketika menyusun argumentasi hukumnya pertama-tama ia mengklarifikasi aliran pemikiran apa yang mendasari produk hukum tertentu. </p>
<p>Hal ini tergambar dalam argumentasi yang disampaikannya dalam ruang sidang maupun ketika diwawancara media. Dalam <a href="https://www.youtube.com/watch?v=wsINTLUuA-o">sebuah dialog di TVOne</a> dengan mantan ketua MK Mahfud MD dan salah satu kuasa hukum Prabowo, Teuku Nasrullah, Yusril menjelaskan lebih dahulu perbandingan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam peradilan sebelum menyodorkan argumentasi yang memperkuat klaimnya.</p>
<h2>Bahasa aktivis BW</h2>
<p>Lawan Yusril, BW, memiliki strategi berbahasa yang berbeda. </p>
<p>Latar belakang BW sebagai aktivis tampak membentuk watak berbahasanya. Sebagaimana diketahui, BW pernah menjadi <a href="https://tirto.id/jejak-bambang-widjojanto-sebelum-jadi-ketua-pencegahan-korupsi-dki-cCFH">Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia</a>. Selain itu, dirinya juga salah satu pendiri <a href="https://kontras.org/en/home-en/">Kontras</a> dan <a href="https://www.antikorupsi.org/">Indonesia Corruption Watch</a>, dua organisasi yang terkenal galak mengawal penegakan hukum, sebelum terpilih menjadi Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi.</p>
<p><a href="http://lipi.go.id/publikasi/bahasa-negara-versus-bahasa-gerakan-mahasiswa/19173">Penelitian</a> dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa bahasa telah menjadi instrumen perlawanan penting yang digunakan aktivis untuk melawan narasi pemerintah. </p>
<p>Strategi itulah yang melahirkan aneka jargon khas aktivis, misalnya: “hanya satu kata, lawan!”, “panjang umur pergerakan”, dan “tolak politis busuk”. Jargon-jargon itu khas karena tegas dan bahkan vulgar.</p>
<p>Karena bahasa adalah perkamen budaya, pengalaman BW sebagai aktivis turut membentuk perilaku kebahasaannya dalam sidang. Watak “bahasa aktivis” tergambar dalam beberapa kesempatan. </p>
<p>Dalam salah satu sesi <a href="https://www.youtube.com/watch?v=dI3SD7UyDBM">sidang pada tanggal 21 Juni 2019</a>, BW menggunakan kata “ditelanjangi” untuk menyebut saksi dari pihaknya yang dicecar pengacara pihak lain. Kata itu merupakan metafora hiperbolis untuk membuat sebuah peristiwa tampak lebih besar maknanya. </p>
<p>Pada <a href="https://www.youtube.com/watch?v=KGwp6jIitJI">kesempatan lain</a>, BW mengomentari kuasa hukum KPU dengan frasa “kegagalan utama” untuk menyebut pembelaan pengacara KPU yang hanya membacakan 30 halaman pembelaan. </p>
<p>Pada sidang tanggal 21 Juni, BW juga menggunakan kata “omong kosong” untuk menggambarkan ketidakmampuan Mahkamah untuk menelaah data dan kesaksian yang melimpah.</p>
<p>Pilihan kata itu cenderung konsisten dan cenderung menggambarkan watak kebahasaannya sebagai “petarung yang agresif” sebagaimana lazimnya aktivis.</p>
<h2>Kaitan Bahasa dan Hukum</h2>
<p>Kemampuan berbahasa pengacara dalam mengungkapkan argumentasi hukum adalah elemen penting dalam persidangan. </p>
<p>Profesor komunikasi Amerika Serikat <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10417947709372359">Stephen A. Smith</a> menunjukkan penggunaan bahasa sebagai strategi retorika persidangan sudah mendapat perhatian serius para pengacara sejak 1800-an. </p>
<p>Ini terjadi karena bahasa dan hukum merupakan dua entitas yang punya kaitan erat. </p>
<p>Dalam pengertian aliran ilmu pasti, hukum dapat dipahami sebagai kumpulan gagasan yang disarikan kemudian diundangkan sebagai aturan yang mengikat. Kondisi itulah yang membuat hukum dan bahasa berhimpitan. Substansi hukum hanya muncul jika direalisasikan dengan bahasa. </p>
<p>Filsuf berkebangsaan Austria <a href="http://writing.upenn.edu/library/Wittgenstein-Tractatus.pdf">Ludwig Wittgenstein</a> berhipotesis bahwa realitas baru (dianggap) ada ketika dilukiskan dengan bahasa. Jika realitas tak terbahasakan, ia tidak terpikirkan. Jika tak tak terpikirkan maka dia tidak tidak ada. Hukum juga demikian. </p>
<p>Berdasarkan argumentasi itu, bahasa dalam persidangan punya dua fungsi dasar yaitu membangun kesaksian dan kesangsian. Dalam kesaksian, bahasa digunakan untuk menghadirkan kembali peristiwa di luar sidang agar diakui sebagai fakta persidangan yang benar. Sedangkan untuk membentuk kesangsian, bahasa digunakan untuk mendelegitimasi kesaksian lawan. </p>
<p>Ada berbagai strategi retorika yang memungkinkan para pengacara membangun kesaksian dan kesangsian. </p>
<p><strong>1. Relevansi</strong>
Menghubungkan konsep atau peristiwa dengan konsep atau peristiwa lain agar tampak memiliki kaitan logis. </p>
<p><strong>2. Hiperbola</strong>
Menunjukkan sesuatu tampak lebih besar dari realitas objektifnya. </p>
<p><strong>3. Kontras</strong>
Membandingkan sejumlah unsur agar salah satu unsurnya tampak sangat berbeda. </p>
<p><strong>4. Analogi</strong>
Membuat penjelasan yang abstrak tampak lebih konkret dengan menggunakan perumpamaan dari peristiwa keseharian.</p>
<p><strong>5. Falsifikasi</strong>
Menguji suatu dalil, pernyataan, atau kesaksian agar tampak keliru karena ada dalil, pernyataan, atau kesaksian lain yang lebih kuat. </p>
<p><strong>6. Perbandingan tak setara</strong>
Menunjukkan bahwa dua hal adalah sama atau setara, meskipun secara objektif tidak. </p>
<p><strong>7. Dekontekstualisasi</strong>
Menunjukkan bahwa argumentasi pihak lain menyimpang dari konteks persidangan. </p>
<p>Berbagai strategi itu memiliki dampak pragmatik yang besar dalam sidang karena bahasa tidak hanya memiliki fungsi representatif, melainkan juga fungsi kontrol. Dalam buku <a href="https://ebooks.gramedia.com/id/buku/politik-bahasa-penguasa"><em>Politik Bahasa Penguasa</em></a>, saya dan rekan saya Fathur Rokhman menjelaskan bahwa bahasa bukan semata alat ekspresi. Oleh penuturnya, bahasa digunakan untuk menyatakan diri dan memperjuangkan kepentingannya. </p>
<p>Berbagai strategi bahasa di atas digunakan oleh Yusril dan BW dengan cara yang berbeda sehingga memiliki dampak yang berbeda. Yusril cenderung menggunakan teknik relevansi untuk menghubungkan satu pemikiran dengan pemikiran lain sehingga argumentasinya membentuk pola yang kokoh. Adapun BW cenderung menggunakan hiperbola sehingga argumentasinya berdaya persuasi kuat karena menyentuh sisi rasa pendengarnya. </p>
<p>Kajian yang lebih komprehensif diperlukan untuk menguji dampak strategi berbahasa tersebut terhadap keputusan MK. Sidang merupakan proses yang kompleks sedangkan bahasa, meskipun penting, adalah unsur yang berelasi dan dipengaruhi oleh unsur lain.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/119309/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Surahmat menerima dana dari pemerintah melalui skema penelitian dosen pemula.</span></em></p>Sidang sengketa hasil pemilihan presiden jadi panggung bagi dua pengacara senior, yaitu Yusril Ihza Mahendra dan Bambang Widjojanto. Kedua pengacara ini menggunakan strategi berbahasa yang beda.Surahmat, Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Peneliti di Pusat Kajian Budaya Pesisir, Universitas Negeri SemarangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1190952019-06-21T04:59:11Z2019-06-21T04:59:11ZSidang sengketa pilpres: secara hukum, tuduhan bahwa Ma'ruf Amin langgar syarat pencalonan lemah<p>Dalam <a href="https://indeks.kompas.com/tag/sidang-sengketa-pilpres">sidang sengketa hasil pemilihan presiden (pilpres) </a>yang sedang berjalan, tim kuasa hukum Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno meminta hakim Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan Joko “Jokowi” Widodo dan Ma'ruf Amin dalam pilpres 2019 yang lalu dan menyatakan kliennya sebagai pemenang karena lawan kliennya melanggar syarat pencalonan.</p>
<p><a href="https://setkab.go.id/inilah-undang-undang-nomor-7-tahun-2017-tentang-pemilihan-umum-1/">Pasal 227 Undang Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) No. 7 tahun 2017</a> menyatakan bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri sebagai karyawan atau pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada saat pendaftaran. </p>
<p>Ma'ruf dianggap melanggar pasal tersebut <a href="http://www.tribunnews.com/nasional/2019/06/11/jelang-sidang-sengketa-pilpres-kuasa-hukum-02-sebut-maruf-amin-tak-penuhi-syarat-sebagai-cawapres">karena masih menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah di PT Bank BNI Syariah dan PT Bank Syariah Mandiri</a>. </p>
<p>Komisi Pemilihan Umum yang bertugas menyeleksi kandidat calon presiden dan wakilnya <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/06/18/11291671/kpu-maruf-amin-tak-langgar-aturan-meski-jabat-dewan-pengawas-syariah-di-dua">sudah membantah</a> bahwa Ma'ruf melanggar syarat tersebut. </p>
<p>Tulisan ini berusaha membedah mengapa permohonan tim Prabowo kurang kuat secara hukum.</p>
<h2>Anak usaha BUMN bukan BUMN</h2>
<p><a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/13588/node/534/uu-no-19-tahun-2003-badan-usaha-milik-negara/">Pasal 1 UU BUMN tahun 2013</a> dengan tegas mengatakan bahwa yang dimaksud BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Artinya, BUMN adalah perusahaan yang modalnya langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penyertaan modal dari APBN ini yang kemudian menjadikan pemerintah pemegang saham. </p>
<p>Dalam struktur pemegang saham PT Bank BNI Syariah dan PT Bank Syariah Mandiri tidak ditemukan unsur pemerintah sebagai pemegang saham. Sekitar<a href="https://www.bnisyariah.co.id/id-id/perusahaan/hubunganinvestor/strukturpemegangsaham"> 99% </a> saham BNI Syariah dimiliki oleh induk usahanya, BNI. Sedangkan untuk Mandiri Syariah, <a href="https://www.syariahmandiri.co.id/tentang-kami/profil-perusahaan">99%</a> sahamnya dimiliki oleh Bank Mandiri. </p>
<p>Ketiadaan pemerintah dalam daftar pemegang saham dan tidak adanya suntikan modal dari APBN baik ke PT Bank BNI Syariah maupun PT Bank Syariah Mandiri menandakan bahwa kedua bank tersebut adalah perusahaan swasta biasa dan bukan BUMN. </p>
<p>Konsekuensinya, jabatan apapun yang dipegang Ma'ruf dalam kedua perusahaan tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk menganulir pencalonannya sebagai cawapres.</p>
<h2>Beda perlakuan</h2>
<p>Aturan hukum yang lain juga menegaskan perbedaan anak usaha BUMN dengan BUMN dari segi perlakuan dan kewajiban. </p>
<p>Aturan turunan UU BUMN melalui <a href="http://jdih.bumn.go.id/lihat/PP%20NOMOR%2072%20TAHUN%202016">Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas tahun 2016</a> menyatakan anak usaha memang bisa diperlakukan sama seperti BUMN ketika dia mendapat amanat khusus dari negara. </p>
<p>Namun, tidak ada fakta bahwa baik PT Bank BNI Syariah dan PT Bank Syariah Mandiri mendapat amanat ini. Jadi tidak ada alasan untuk kemudian memperlakukan kedua perusahaan itu sama seperti induk perusahaannya yang merupakan BUMN.</p>
<p>BUMN juga berbeda dengan anak usahanya dari sisi kewajiban yang harus dipikulnya. BUMN wajib menyisihkan sebagian kecil laba usahanya untuk pemberdayaan masyarakat dan pembinaan lingkungan lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) <a href="http://jdih.bumn.go.id/lihat/PER-02/MBU/7/2017">yang diatur secara spesifik</a>. Program ini hanya mengikat BUMN. Anak usaha tidak mendapat kewajiban untuk melaksanakan program ini. </p>
<h2>Sanggahan terhadap klaim putusan Mahkamah Agung (MA)</h2>
<p>Ketua tim kuasa hukum Prabowo, Bambang Widjojanto, menjelaskan bahwa tuduhannya berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 21 tahun 2017 yang menurut klaimnya menyatakan bahwa “<a href="https://youtu.be/UkSVLiWSPp4">anak usaha BUMN juga disebut sebagai BUMN</a>”. </p>
<p>Tapi pembacaan tim hukum Prabowo terhadap putusan MA tersebut salah kaprah karena tidak ada satupun kalimat dalam putusan itu yang secara eksplisit menyatakan anak BUMN berstatus BUMN juga.</p>
<p>Bagian <a href="https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/41a1e4c6a6c512b898bc31223544ec70">putusan</a> yang dipakai tim hukum Prabowo itu aslinya berbunyi: “Penyertaan saham BUMN ke BUMN lainnya mengakibatkan BUMN jadi anak perusahaan BUMN induk (<em>holding</em>) dan anak usaha BUMN tadi berubah menjadi perseroan terbatas (swasta)”. </p>
<p>Putusan tersebut justru menegaskan kembali bahwa pengendalian negara terhadap anak usaha BUMN tetap harus melalui induknya dan itu tidak menjadikan status anak usaha BUMN menjadi BUMN.</p>
<p>Banyak orang yang beranggapan bahwa seekor kerbau pastilah beranakkan kerbau. Namun hal ini tidak berlaku pada perusahaan, termasuk BUMN. BUMN bukanlah makhluk hidup seperti kerbau atau manusia. Perusahaan adalah makhluk artifisial yang eksistensinya ditentukan oleh hukum yang berlaku. Karena aturan yang berlaku untuk BUMN berbeda dengan anak usaha, maka sudah sepatutnya kita menganggapnya sebagai entitas yang berbeda.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/119095/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Togar Tanjung bekerja sebagai staf ahli di Komisi VI DPR RI yang salah satunya membidangi permasalahan BUMN. Dia juga menjadi pengajar di Fakultas Hukum UI.</span></em></p>Tulisan ini berusaha membedah mengapa permohonan tim Prabowo kurang kuat secara hukum.Togar Tanjung, Dosen untuk hukum dan ekonomi di Fakultas Hukum UI, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1178302019-05-28T05:39:50Z2019-05-28T05:39:50ZPembatasan internet setelah kerusuhan 22 Mei: Keamanan publik lebih utama ketimbang kebebasan bermedia sosial<p>Pemerintah Indonesia pekan lalu menerbitkan kebijakan tidak populer berupa <a href="https://www.cnbcindonesia.com/finitech/20190522144725-37-74298/whatsapp-medsos-dibatasi-pemerintah-sampai-25-mei-2019">pembatasan sementara dan sebagian penggunaan enam media sosial</a> (Facebook,<a href="https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190523204246-185-397935/kominfo-sebut-6-medsos-yang-terkena-pembatasan">WhatsApp, Twitter, Line, Instagram, dan YouTube</a>) sebagai respons atas tindakan anarkis para pengunjuk rasa di Jakarta yang menolak penetapan hasil pemilihan presiden <a href="https://pemilu.tempo.co/read/1208332/kronologi-detail-kerusuhan-aksi-22-mei-versi-kapolri">pada 21 dan 22 Mei</a>. </p>
<p>Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1208261/wiranto-bilang-pembatasan-fitur-medsos-untuk-keamanan-nasional/full&view=ok">Wiranto mengatakan</a> pembatasan tersebut itu untuk kepentingan keamanan nasional, yakni mencegah provokasi dan penyebaran hoaks gambar dan video terkait rusuh 22 Mei dan penetapan hasil pemilu 2019 via aplikasi tersebut yang berpotensi memicu kerusuhan lebih luas. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mendasarkan keputusan tersebut pada <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/18868/siaran-pers-no-106hmkominfo052019-tentang-pembatasan-sebagian-fitur-platform-media-sosial-dan-pesan-instan/0/siaran_pers">Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik</a>, terutama <a href="https://ngada.org/uu19-2016.htm">Pasal 40</a> yang mengamanatkan pemerintah melindungi kepentingan umum dan wajib mencegah <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/18866/siaran-pers-no-105hmkominfo052019-tentang-imbauan-tak-sebar-konten-aksi-kekerasan-dan-ujaran-kebencian/0/siaran_pers">penyebaran konten elektronik</a> aksi kekerasan, hasutan yang provokatif, dan ujaran kebencian. </p>
<p>Beberapa jam sebelum media sosial dibatasi, kerusuhan tersebut mengakibatkan ratusan orang terluka dan duka <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190523153339-20-397825/anies-korban-tewas-aksi-21-22-mei-8-orang-730-luka-luka">kematian 8 orang</a> dan meninggalkan <a href="https://news.detik.com/berita/d-4562755/kisah-pilu-ricuh-22-mei-mobil-hangus-hingga-dagangan-dijarah">kerusakan banyak bangunan dan kendaraan</a>. Belakangan kerugian ekonominya diprediksi <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20190523182959-4-74705/kadin-kerugian-pusat-belanja-akibat-demo-22-mei-rp-15-t">setidaknya mencapai Rp1,5 triliun</a>. Ratusan orang yang diduga perusuh <a href="https://nasional.tempo.co/read/1208535/polri-tetapkan-300-orang-sebagai-tersangka-kerusuhan-22-mei">ditetapkan sebagai tersangka</a>. </p>
<p>Akhir pekan lalu atau setelah tiga hari pembatasan, pemerintah <a href="https://kominfo.go.id/content/detail/18918/siaran-pers-no-107hmkominfo052019-tentang-normalisasi-fitur-platform-media-sosial-dan-pesan-instan/0/siaran_pers">mencabut pembatasan media sosial</a> saat kondisi keamanan Jakarta telah pulih. </p>
<p>Beberapa pegiat hak asasi manusia dan akademisi mengkritik keputusan pembatasan tersebut dengan mengatakan pembatasan akses terhadap sosial media adalah bagian dari <a href="https://news.detik.com/kolom/d-4562045/mengevaluasi-pembatasan-akses-medsos-pada-22-mei">pemberangusan hak asasi terutama kebebasan berbicara</a> dan menurunkan kualitas demokrasi. </p>
<p>Saya berpendapat terdapat penilaian yang kurang tepat dalam menafsirkan hak kebebasan tersebut. Dalam konteks ini, saya setuju bahwa keamanan publik lebih diutamakan ketimbang kebebasan berbicara via media sosial. </p>
<p>Dengan tulisan ini, saya menawarkan pemikiran alternatif untuk memperkaya diskusi publik terkait pembatasan media sosial. </p>
<h2>Ragam model keadilan</h2>
<p>Penggiat HAM atau akademisi yang memprotes pembatasan media sosial perlu menjelaskan dasar etis mana yang mereka pakai dalam membela kebebasan berbicara karena dalam memahami konsep keadilan terdapat keragaman sudut pandang. </p>
<p>Setidaknya, ada tiga model keadilan yang biasa dijadikan dasar etis terkait pengambilan kebijakan untuk kepentingan rakyat. </p>
<p>Model <a href="https://www-jstor-org.proxy2.cl.msu.edu/stable/pdf/1812738.pdf?refreqid=excelsior%3Ab95072406b6d9bbb2ec181db49980c9e">utilitarianisme</a>-nya Jeremy Bentham memprioritaskan kemaslahatan bersama, sehingga kepentingan umum yang lebih besar lebih dikedepankan ketimbang kepentingan kelompok yang lebih kecil. </p>
<p>Model <a href="https://link-springer-com.proxy1.cl.msu.edu/content/pdf/10.1007/BF01049382.pdf">keadilan distributif (<em>distributive justice</em>)</a>-nya John Rawl menekankan kepentingan dan kebutuhan kelompok khusus, terutama untuk melindungi kelompok marginal.</p>
<p>Sementara, <a href="https://www.iep.utm.edu/sen-cap/">kerangka kapabilitas (<em>capability framework</em>)</a>-nya Amartya Sen menitikberatkan pada kepentingan perseorangan dalam masyarakat, sehingga ukuran yang dipakai adalah keadilan pada tingkat individu.</p>
<p>Para menentang kebijakan pembatasan media sosial mestinya memberikan argumen yang lebih holistik di tengah upaya pemerintah meredakan tensi tinggi di ruang publik. Ketika pemerintah mengambil keputusan pembatasan media sosial berdasarkan etika utilitarianism, apakah tepat mengkritiknya dengan sudut pandang keadilan distributif? Dialog tidak bisa terjadi karena kedua pihak memiliki perbedaan pilihan nilai. </p>
<h2>Pluralisme konsep HAM</h2>
<p>Mengacu kepada <a href="https://www.ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR_Translations/eng.pdf">Piagam Deklarasi Hak Asasi Manusia</a>, ada lebih kurang 29 kategori hak, dan kebebasan untuk berekspresi atau beropini hanya salah satu manifestasinya (Pasal 19). Deklarasi ini juga menegaskan pelaksanaan sebuah hak asasi terbatasi oleh hukum yang berlaku dan juga oleh hak asasi lainnya (Pasal 29). </p>
<p>Pada konteks kasus kerusuhan 22 Mei, ketika pemerintah memutuskan untuk membatasi akses terhadap media sosial (membatasi kebebasan berpendapat) demi menjaga hak untuk hidup tanpa ketakutan (Pasal 3), tidak bisa disimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM. Skala prioritas dapat ditetapkan dalam kondisi khusus ketika hak-hak tersebut berbenturan.</p>
<p>Preseden penyebaran misinformasi dan disinformasi yang melahirkan kerusakan lebih luas di beberapa negara berkembang bisa dilihat pada kasus <a href="https://www.wired.com/story/how-facebooks-rise-fueled-chaos-and-confusion-in-myanmar/?fbclid=IwAR3JfFBdrr4FUuVaVuqrh1ZtuvLqlO5SJe8NjSRjTOtG0PvVSPE5x1Xo5Is">pengusiran Rohingya di Myanmar</a>, kerusuhan setelah serangan <a href="https://www.nytimes.com/2018/04/21/world/asia/facebook-sri-lanka-riots.html?fbclid=IwAR2awJqtSC-KyVPp6V2rxICsS72vH59FDWVEGrJPsirYd9aWvTxoVE-ksuw">bom bunuh diri di Sri Lanka </a> dan <a href="https://www.scmp.com/news/asia/south-asia/article/2155270/death-fake-news-indian-authorities-blame-irresponsible-and?fbclid=IwAR3Bq3xh-kMzWEomgC4vP42OjYQ1zoDowrACAPueGuR9iojx_aOxZA52sxM">kasus pembunuhan di India</a>. Kasus-kasus tersebut memakan korban jiwa dan bisa menjadi kerangka acuan dalam pembuatan prioritas kebijakan terkait media sosial. </p>
<p>Tindakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang mengutamakan perlindungan keamanan publik di atas kebebasan mengeluarkan pendapat, dengan meredam penyebaran misinformasi dan disinformasi, dapat dipahami. Bahkan perlu didukung untuk menjaga keamanan publik. </p>
<p>Informasi palsu yang berkembang melalui media sosial bisa memantik kerusuhan yang lebih besar di tengah massa yang sedang emosional. Dalam <a href="https://www.politico.com/magazine/story/2016/12/fake-news-history-long-violent-214535?fbclid=IwAR3WZtCTBE2cu-UdN579kyFnc4hdaGBDQaOfs0tU7pWPjOZ-T28Y2uYVJD8">kesejarahannya persebaran informasi palsu bisa memicu konflik sosial</a>.</p>
<h2>Internet, media sosial, dan informasi palsu</h2>
<p>Ada kesalahpahaman dalam ruang pengetahuan publik yang menyamakan media sosial sebagai internet atau media sosial sebagai sumber informasi yang valid. Dalam ekosistem internet, media sosial hanya salah satu sub-sistem untuk pertukaran informasi. Karena itu, pemblokiran akses terhadap beberapa platform media sosial tidak berarti menutup akses terhadap informasi dan komunikasi. </p>
<p>Facebook, WhatsApp, Twitter dan tiga media sosial lainnya hanya bagian kecil dari medium untuk berkomunikasi yang disediakan infrastruktur internet. Pun secara teknis, jaringan internet tidak mungkin ditutup secara permanen. Publik dapat menggunakan fasilitas Virtual Private Network (VPN) untuk menggunakan jalur pintu belakang. </p>
<p>Jadi argumen anti-pembatasan media sosial yang mengatakan bahwa <a href="https://theconversation.com/aksi-demo-22-mei-pembatasan-akses-media-sosial-lukai-hak-rakyat-untuk-berekspresi-dan-mendapat-informasi-117602">pemerintah melukai kebebasan berkomunikasi dan menerima informasi</a> tidak sepenuhnya benar karena hanya tiga media sosial yang dibatasi dari keseluruhan ekosistem. Selain itu, menyebarkan informasi palsu, kebencian, dan agitasi dalam ruang publik bukan bagian dari kategori kebebasan berbicara dan berpendapat. </p>
<p>Dalam kacamata hukum, apabila kebijakan pembatasan akses ini dianggap merugikan masyarakat, maka gugatan bisa diajukan melalui pengadilan. Jadi dalam sistem demokrasi Indonesia saat ini, ada mekanisme kontrol untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap melukai keadilan di masyarakat.</p>
<p>Berbeda dengan media massa yang informasinya akurat dan sudah melalui <a href="https://masscommtheory.com/theory-overviews/gatekeeping-theory/">proses <em>gatekeeping</em> (penyeleksian dan verifikasi informasi)</a>, kualitas informasi di media sosial belum tentu akurat ketika siapa pun bisa menyiarkan informasi tanpa proses verifikasi. <a href="https://www.cits.ucsb.edu/fake-news/spread">Informasi palsu ini kemudian dengan mudah tersebar</a>, terutama melalui jaringan personal via media sosial, yang kemudian <a href="https://theconversation.com/fake-news-why-people-believe-it-and-what-can-be-done-to-counter-it-70013">mengamplifikasi sebuah kebohongan menjadi informasi terpercaya</a>. Padahal sangat sulit untuk mengkoreksi kesalahan yang sudah menjadi pengetahuan publik. </p>
<p>Penelitian <a href="http://za2uf4ps7f.search.serialssolutions.com/?sid=google&auinit=E&aulast=Thorson&atitle=Belief+echoes:+The+persistent+effects+of+corrected+misinformation&id=doi:10.1080/10584609.2015.1102187&title=Political+communication&volume=33&issue=3&date=2016&spage=460&issn=1058-4609">Emily Thorson (2016) dari Syracuse University menunjukkan</a> bahwa informasi palsu yang sudah dikonsumi kemudian dipercayai, hampir tidak mungkin untuk dikoreksi. Bahkan ketika diberikan fakta empiris untuk mengoreksi data dan pemahaman yang salah sebelumnya. Dalam perspektif ini, maka mencegah persebaran informasi palsu akan jauh lebih efektif ketimbang kemudian mengkoreksi pemahaman yang salah.</p>
<p>Dengan demikian, kebebasan berpendapat bukan hak absolut karena bisa menjadi ideologi tiran. Ada aspek etis, legal, dan praktis yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan publik termasuk pembatasan media sosial. Kebebasan berekspresi menjadi hak asasi ketika menjadi ruang untuk mengekspresikan pemikiran atau kritik, namun tidak untuk menyebarkan kebohongan, apalagi menjadi saluran kebencian dan provokasi yang potensial menyulut kerusuhan sosial yang lebih besar.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117830/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Whisnu Triwibowo tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ketika pemerintah memutuskan untuk membatasi akses terhadap media sosial demi menjaga hak untuk hidup tanpa ketakutan, tidak bisa disimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM.Whisnu Triwibowo, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1176022019-05-24T02:38:41Z2019-05-24T02:38:41ZAksi demo 22 Mei: Pembatasan akses media sosial lukai hak rakyat untuk berekspresi dan mendapat informasi<p>Protes di Jakarta oleh para pendukung Prabowo Subianto yang tidak puas dengan hasil Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyatakan kemenangan petahana Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam pemilihan presiden (pilpres), mendorong pemerintah Indonesia untuk <a href="https://www.thejakartapost.com/life/2019%20/05/22/jakarta-riot-government-temporently-limits-access-to-social-media-messaging-apps.html?">sementara membatasi akses media sosial</a></p>
<p>Provokator di antara pengunjuk rasa mengubah aksi protes yang damai menjadi rusuh, <a href="https://tirto.id/anies-baswedan-aksi-22-mei-renggut-8-jiwa-total-korban-737-orang-dW9E">dengan ratusan orang terluka dan delapan orang tewas</a> </p>
<p>Pemerintah mengatakan mereka membatasi akses media sosial untuk mencegah penyebaran disinformasi.</p>
<p>Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) <a href="https://twitter.com/KontraS/status/1131425921909452800">mengkritik langkah pemerintah</a>, dengan alasan bahwa membatasi akses ke informasi tidak meredakan masalah. Di Twitter, beberapa menyatakan dukungan untuk langkah ini dan yang lainnya protes. Beberapa orang mulai memasang perangkat lunak Virtual Private Network (VPN) untuk melewati batasan.</p>
<p>Meluasnya penggunaan media sosial membawa tantangan dengan semakin santernya distribusi berita palsu dan semakin memperparah perpecahan antar pendukung Prabowo dan Jokowi. Tapi, saya berpendapat bahwa pelarangan media sosial, pada saat beberapa warga negara perlu menggunakannya untuk mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap hasil pilpres atau dukungan terhadap pemenang, melukai hak warga negara untuk kebebasan berekspresi.</p>
<p>Tidak hanya itu, pembatasan media sosial dapat membatasi jangkauan informasi terverifikasi yang dihasilkan para jurnalis pada masyarakat umum, dan berpotensi mencederai kebebasan pers dalam proses tersebut.</p>
<p>Untuk memerangi disinformasi, organisasi media dan komunitas harus diberdayakan untuk menghasilkan informasi yang kredibel dan mendistribusikannya kepada publik. Organisasi media juga harus menanggapi bagaimana teknologi baru telah mengubah lanskap informasi dan menyesuaikan peran mereka tidak hanya untuk melaporkan peristiwa tetapi untuk memverifikasi informasi yang beredar di media sosial.</p>
<h2>Tentang larangan pemerintah</h2>
<p>Pemerintah dan perusahaan media sosial di seluruh dunia sedang bergulat mencari langkah yang tepat untuk menangani penyebaran disinformasi di platform media sosial. Banyak negara yang <a href="https://repository.arizona.edu/handle/10150/630182">memilih untuk menutup jalur media sosial</a>. Bulan lalu, <a href="https://theconversation.com/sri-lanka-attacks-governments-social-media-ban-may-hide-the-uthuth-about-what-is-happening-%20115820">Sri Lanka melarang sementara media sosial</a> setelah pengeboman pada hari Minggu Paskah.</p>
<p>Dengan membatasi akses ke media sosial untuk mencegah penyebaran kebohongan, pemerintah Indonesia tampaknya mendukung pendekatan dari atas ke bawah, di mana pemerintah mengevaluasi, menyaring, dan mendistribusikan informasi untuk publik.</p>
<p>Pendekatan ini mengingatkan kita pada pendekatan kontra-propaganda yang disebut
“<em>benevolent technocracy</em>” atau <a href="https://www.coursehero.com/file/p2k4oiif/Lippman-and-Lasswell-%20adalah-dalam-mendukung-dari-teknokrasi-untuk-mengendalikan%20/">“teknokrasi yang baik hati”</a> oleh ilmuwan politik Harold Lasswell dan kolumnis New York Times, Walter Lippman. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa masyarakat rentan terhadap propaganda dan terlalu mudah tertipu untuk mengenalinya.</p>
<p>Ini berbeda dengan pendekatan yang didukung oleh pendidik publik <a href="https://www2.southeastern.edu/Academics/Faculty/jbell/dewey%20public%20and%20problems.pdf">John Dewey</a>, yang percaya bahwa orang dapat belajar untuk membela diri dari propaganda jika mereka diajari melakukannya.</p>
<p>Pendekatan kedua, bagi saya, lebih membebaskan dan memberdayakan publik daripada yang pertama. Terutama karena penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa <a href="https://theconversation.com/shutting-down-social-media-does-not-reduce-violence-but-rather-fuels-it-115960">penutupan media sosial tidak mengurangi kekerasan.</a></p>
<p>Pendekatan Dewey dapat diterjemahkan ke dalam aktivitas literasi media atau upaya mereformasi media untuk mengedukasi publik dan mendorong perdebatan publik yang sehat, alih-alih sekadar “papan informasi buletin”.</p>
<h2>Dampak dari larangan</h2>
<p>Terbatasnya akses ke media sosial menghambat kemampuan publik untuk mengakses informasi dan pada saat yang sama untuk berbagi informasi dengan jejaring sosialnya. Selama situasi yang melibatkan demonstrasi atau kerusuhan, masyarakat membutuhkan akses untuk dapat bertukar dan memperbarui informasi.</p>
<p>Dalam hal pemilihan umum (pemilu) di Indonesia, beberapa warga perlu mengungkapkan perasaan mereka tentang proses pemungutan suara yang mereka rasa tidak adil.</p>
<p>Keterbatasan media sosial juga dapat membatasi kemampuan pers untuk mendengarkan dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, sudut, dan perspektif. Membatasi informasi juga berarti membatasi kapasitas pers untuk memeriksa informasi dan menemukan “kebenaran”.</p>
<p>Pemblokiran media sosial dapat berdampak pada level individu dan negara. Memblokir media sosial dapat memengaruhi orang untuk melakukan sensor diri karena mereka tahu bahwa mereka sedang diawasi. Di Turki, banyak orang memahami bahwa pembatasan media sosial <a href="https://www.bbc.com/news/world-europe-32204177">adalah bentuk ancaman pemerintah terhadap suara oposisi</a>.</p>
<p>Di tingkat nasional, penutupan media sosial dapat membungkam publik. Pada tahun 2017, pemerintah junta milier berhasil menghentikan protes dengan memblokir posting media sosial terkait dengan ekspresi politik yang dikirim oleh <a href="https://asia.nikkei.com/Politics/Thai-junta-clamps-down-on-social-media-ahead-of-promised-election">cendekiawan dan aktivis anti-junta</a>.</p>
<h2>Peran baru media</h2>
<p>Teknologi komunikasi terkini telah mengantar kita ke era baru di mana propaganda dan disinformasi dengan cepat menyebar di media sosial. Organisasi berita harus menanggapi perubahan ini. Tidak cukup bagi jurnalis untuk mengumpulkan informasi atau meliput peristiwa. Kini, perusahaan media memiliki peran baru sekarang dalam memverifikasi informasi di media sosial.</p>
<p>Ada keyakinan kuat bahwa jurnalis yang baik adalah orang yang dapat mengungkap fakta dalam pelaporan investigasi yang rumit, dan kualitasnya tergantung pada seberapa signifikan dampak berita tersebut. Ini pekerjaan penting, dan organisasi media harus terus melakukan ini.</p>
<p>Namun, di era disinformasi ini, orang juga membutuhkan jurnalis yang terlatih untuk memverifikasi informasi untuk publik. </p>
<h2>Distribusi informasi kredibel yang persisten</h2>
<p>Cara lain untuk memerangi disinformasi adalah dengan terus mempublikasikan informasi yang kredibel sampai publik mendapatkan gambaran keseluruhan. Publik harus terus diberi informasi dan diperbarui. Pendekatan ini membutuhkan tindakan kolaboratif antara organisasi media massa, komunitas, dan individu.</p>
<p>Metode ini terinspirasi oleh studi tentang <a href="https://www.oxfordscholarship.com/view/10.1093/oso/9780190923624.001.0001/oso-9780190923624">propaganda jaringan selama pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2016</a>.</p>
<p>Penelitian ini menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan antara jaringan media yang menyebarkan disinformasi dan jaringan media yang kredibel.</p>
<p>Jaringan disinformasi lebih luas dan dipengaruhi oleh situs web berita palsu, sementara jaringan lain yang terdiri dari platform media yang kredibel kurang intensif dalam mendistribusikan informasi yang dapat dipercaya.</p>
<p>Jaringan disinformasi semacam itu dapat menjadi lebih luas karena mereka lebih gigih dalam memproduksi dan menyebarluaskan informasi, dibandingkan dengan media massa yang kredibel yang memiliki rentang perhatian yang lebih pendek pada isu-isu yang berkembang di masyarakat.</p>
<h2>Ruang publik baru</h2>
<p>Media sosial, seperti saluran komunikasi lainnya, hanyalah satu dari alat komunikasi. Pengguna media sosial yang menentukan apakah media sosial itu buruk atau baik.</p>
<p>Media sosial memungkinkan orang melakukan percakapan pribadi dengan teman, keluarga, dan kenalan. Tapi, tidak hanya itu, media sosial telah muncul sebagai ruang publik baru, tempat untuk mengekspresikan pendapat, dukungan politik, dan membentuk gerakan sosial-politik.</p>
<p>Penelitian telah menunjukkan pelarangan media sosial melukai <a href="https://globalnetworkinitiative.org/wp-content/uploads/2018/06/Disconnected-Report-Network-Disruptions.pdf">hak asasi manusia</a> dan berdampak pada <a href="https://netblocks.org/proyek/biaya">ekonomi</a>. </p>
<p>Yang dibutuhkan Indonesia lebih banyak adalah informasi terverifikasi yang kredibel dari jurnalis yang tersebar luas ke publik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117602/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ika Karlina Idris tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kerusuhan pasca pemilihan di Jakarta, mendorong Indonesia untuk membatasi akses media sosial. Tetapi ini bisa menghambat informasi terverifikasi dari media yang kredibel untuk menjangkau publik.Ika Karlina Idris, Dosen Paramadina Graduate School of Communication , Paramadina University Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1175912019-05-23T02:07:06Z2019-05-23T02:07:06ZMenjabarkan proses hukum gugatan pilpres 2019 Prabowo ke MK yang mungkin berakhir sia-sia<p>Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan petahana Joko “Jokowi” Widodo <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48329211">terpilih kembali</a> menjadi presiden untuk periode 2019 -2024, lawannya Prabowo Subianto langsung mengumumkan rencananya untuk <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190521115051-32-396813/prabowo-gugat-hasil-pilpres-2019-ke-mahkamah-konstitusi">menggugat</a>keputusan KPU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). </p>
<p>Langkah hukum yang diambil Prabowo sama seperti yang dilakukannya pada pemilihan presiden 2014. Meski, akhirnya MK <a href="https://nasional.kompas.com/read/2014/08/22/11025921/Ini.Penjabaran.Lengkap.Putusan.MK.Tolak.Gugatan.Prabowo-Hatta?page=all">menolak </a> seluruhnya permohonan yang diajukan karena tidak adanya bukti yang cukup. </p>
<p>Tulisan ini akan menjabarkan proses hukum yang harus dilalui Prabowo dan kemungkinan bahwa tuntutannya kali ini juga akan berakhir sia-sia.</p>
<h2>Wewenang MK</h2>
<p>MK adalah salah satu pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia dengan empat wewenang. <a href="http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945">Kewenangan tersebut mencakup</a>: </p>
<ol>
<li><p>Menguji kesesuaian suatu undang-undang dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.</p></li>
<li><p>Memutus sengketa kewenangan lembaga negara.</p></li>
<li><p>Memutus pembubaran partai politik.</p></li>
<li><p>Memutus sengketa hasil pemilihan umum (pemilu).</p></li>
</ol>
<p>Bila dikaitkan dengan kasus Prabowo, maka permohonan Prabowo masuk ke dalam kewenangan MK yang terakhir. </p>
<p>Dalam tuntutannya kali ini, Prabowo ingin MK membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU dan mengumumkan Prabowo sebagai pemenang sesuai dengan hasil penghitungan suara yang dilakukan kubunya.</p>
<h2>Kronologis hukum</h2>
<p><a href="https://mkri.id/index.php?page=web.Perkara2&menu=4">Secara kronologis</a>, pemeriksaan kasus Prabowo akan diawali dengan pengajuan permohonan ke bagian <a href="https://mkri.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=5&menu=2#">kepaniteraan</a> MK yang menjalankan fungsi administratif peradilan.</p>
<p>Selanjutnya, bagian kepaniteraan memeriksa kelengkapan syarat-syarat. Syarat-syarat tersebut termasuk kelengkapan identitas pemohon, uraian bahwa kasusnya masuk ke dalam salah satu wewenang MK, serta tuntutan yang diminta kepada hakim. </p>
<p>Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, MK akan memberitahukan kepada Prabowo sebagai pemohon apakah berkasnya sudah lengkap atau belum. Bila belum lengkap, pemohon harus segera melengkapi dan memperbaiki permohonan dalam waktu kurang lebih satu hari. </p>
<p>Permohonan yang dinyatakan memenuhi persyaratan akan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Permohonan yang telah terdaftar akan dimuat pada laman MK dan salinannya disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dalam konteks ini adalah kubu Prabowo, kubu Jokowi, dan KPU.</p>
<p>Selanjutnya MK akan menetapkan dan memberitahukan hari sidang pertama kepada semua pihak dengan agenda “Pemeriksaan Pendahuluan”.</p>
<p>Dalam “Pemeriksaan Pendahuluan,” hakim mengkonfirmasi tuntutan pemohon dan memberikan nasihat terkait tuntutan yang diajukan. Setelah sidang tersebut, pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki tuntutannya dalam <a href="https://mkri.id/public/content/persidangan/risalah/risalah_sidang_6940_1.PHPU.PRES.XII.2014.6%20AGUSTUS%202014%20(BY%20INDAH).pdf">jangka waktu dua sampai tiga hari.</a></p>
<p>Setelah diperbaiki, maka dilakukan “Pemeriksaan Persidangan” untuk memeriksa substansi perkara untuk membuktikan kebenaran tuntutan yang diajukan. Dalam tahap ini, hakim akan mendengarkan penjelasan pemohon, penjelasan KPU, pemeriksaan alat bukti, hingga pemeriksaan ahli yang diundang. Proses ini membutuhkan setidaknya minimal dua kali sidang, satu untuk mendengarkan pihak pemohon dan satu lagi untuk pihak lain yang terkait. </p>
<p>Alat bukti yang diakui di hadapan persidangan adalah bukti tertulis; keterangan para pihak; keterangan saksi; keterangan ahli; keterangan pihak lain; alat bukti lain; dan petunjuk. </p>
<p>Secara mendetail, yang dimaksud dengan bukti tertulis disini adalah Keputusan KPU tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara; Keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden beserta lampirannya; Keputusan KPU tentang penetapan nomor urut pasangan calon presiden dan wakil presiden beserta lampirannya; berita acara; dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh penyelenggara pemilihan presiden. </p>
<p>Setelah melalui tahapan-tahapan di atas, maka MK harus memutus perkara ini dalam tenggang waktu paling lama 14 hari kerja semenjak permohonan dicatat dalam BRPK.</p>
<h2>Jadwal persidangan</h2>
<p>Dalam Pasal 475 <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt59ba5511ab93b/node/534/undang-undang-nomor-7-tahun-2017/">Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu</a>, kandidat yang tidak puas terhadap hasil pemilu dapat mengajukan gugatan ke MK paling lambat tiga hari setelah KPU mengumumkan hasil perolehan suara.</p>
<p>Maka batas akhir Prabowo mengajukan permohonan gugatan secara resmi adalah 24 Mei.</p>
<p>Lalu, 11 Juni adalah waktu pencatatan permohonan pemohon dalam BRPK dan pemberitahuan sidang pertama kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini. </p>
<p>Pada 14 Juni akan berlangsung “Pemeriksaan Pendahuluan” dan Prabowo diberi waktu hingga 17 Juni untuk memperbaiki permohonannya. Setelah itu, 17 hingga 21 Juni berlangsung “Pemeriksaan Persidangan”. </p>
<p>Akhirnya, 28 Juni 2019 menjadi hari puncak pengucapan putusan akhir.</p>
<h1>Opsi keputusan</h1>
<p>Ada tiga opsi putusan akhir yang dapat dikeluarkan oleh MK, yakni permohonan tidak dapat diterima, permohonan ditolak, dan permohonan dikabulkan. </p>
<p>Permohonan tidak dapat diterima ketika pemohon dan tuntutannya tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan. Hal ini termasuk salah tulis dalam identitas pemohon, pemohon bukanlah calon yang sah, ataupun telah lewatnya masa tenggang waktu 3 hari pengajuan tuntutan.</p>
<p>Permohonan ditolak ketika substansi permohonan tidak beralasan menurut hukum. Penolakan ini diterima Prabowo pada gugatannya tahun 2014 lalu. Ketika itu, MK memutuskan menolak gugatannya karena tidak terbukti adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2014. Kubu Prabowo dinilai <a href="http://wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11587.pdf">tidak dapat membuktikan</a> adanya penekanan oleh pejabat penguasa daerah, rekayasa penyelenggara, dan adanya politik uang.</p>
<p>Dan sebaliknya, permohonan dikabulkan ketika substansi gugatan terbukti beralasan menurut hukum. </p>
<p>Jika opsi terakhir yang diputuskan, maka MK akan membatalkan keputusan KPU dan menetapkan hasil penghitungan perolehan suara yang benar.</p>
<p>Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat menangani dugaan kecurangan, namun wewenangnya hanya dibatasi hingga tahap penghitungan suara. Jika KPU sudah menetapkan hasil perhitungan suara, maka pihak yang tidak puas dengan keputusan KPU harus <a href="https://www.liputan6.com/news/read/3968512/headline-potensi-sengketa-hasil-pilpres-2019-tak-ada-pilihan-selain-ke-mk">menempuh langkah hukum ke MK</a>.</p>
<p>Bila pada akhirnya MK kembali menolak permohonan pihak Prabowo, sama seperti tahun 2014, maka sudah tidak ada lagi celah bagi Prabowo membawa lagi sengketa ini ke jalur hukum. Hal ini mengingat konstitusi telah mengatur bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.</p>
<h2>Beda 2014 dengan 2019</h2>
<p>Secara substansi permohonan, <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20190522070550-4-74127/tolak-kemenangan-jokowi-prabowo-ajukan-gugatan-ke-mk">gugatan Prabowo tahun 2019</a> tidak akan jauh berbeda dengan gugatannya pada 2014. </p>
<p>Akan tetapi, peluang Prabowo untuk memenangkan perkaranya di MK jauh lebih kecil dibanding tahun 2014. </p>
<p>Untuk membuktikan adanya kecurangan dalam selisih hampir 16 juta suara dengan Jokowi, Prabowo harus menyiapkan bukti yang menunjukkan adanya setidaknya 100 kecurangan di <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/05/21/19060811/agar-gugatannya-di-mk-kuat-kubu-prabowo-harus-hadirkan-bukti-sebanyak-ini">100.000 hingga 200.000 </a> Tempat Pemungutan Suara (TPS). </p>
<p>Berbeda dengan tahun 2014 ketika Prabowo harus membawa bukti dari 57.000 TPS. </p>
<p>Permohonan kasus hanya akan diterima MK jika selisih suara yang dipersengketakan akan mengubah hasil akhir. Artinya, walaupun terbukti ada satu juta suara yang seharusnya milik Prabowo, permohonan akan tetap ditolak karena tidak mengubah hasil bahwa Jokowi lebih unggul. Oleh karenanya, rasanya nasib gugatan Prabowo tidak akan berubah kali ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117591/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Josua Satria Collins tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tulisan ini akan menjabarkan proses hukum yang harus dilalui Prabowo dalam gugatannya ke MK kali ini dan perbedaannya dengan gugatan yang diajukannya pada 2014.Josua Satria Collins, Researcher at Indonesia Judicial Monitoring Society (MaPPI), Faculty of Law University of Indonesia, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1171012019-05-17T03:10:55Z2019-05-17T03:10:55ZTim Hukum Nasional Wiranto adalah blunder politik bagi Jokowi<p>Dalam hitungan hari, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan <a href="https://www.msn.com/id-id/berita/pemilu/kpu-hasil-resmi-pemilu-2019-diumumkan-paling-lama-22-mei/ar-BBW1j0R">hasil resmi pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres)</a>. </p>
<p>Sampai saat ini sudah <a href="https://news.detik.com/berita/d-4551438/situng-kpu-84-jokowi-maruf-5620-prabowo-sandiaga-4380">84%</a> data suara yang masuk ke KPU; petahana Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengantongi suara 56,2%, sedangkan lawannya, Prabowo Subianto hanya memperoleh 43,8%.</p>
<p>Kemenangan Jokowi juga sudah diprediksi oleh <a href="https://www.cnnindonesia.com/pemilu2019/quickcount/pilpres/7">lima lembaga survei tepercaya</a>.</p>
<p>Tapi awal bulan ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengeluarkan keputusan yang kontroversial dengan membentuk <a href="https://www.suara.com/news/2019/05/06/184906/buru-tokoh-tokoh-penghasut-menkopolhukam-bentuk-tim-hukum-nasional">Tim Hukum Nasional </a>.</p>
<p>Tim ini dibentuk untuk menghentikan ujaran-ujaran kebencian maupun hasutan yang semakin marak pada pilpres dan pileg 17 April lalu. Tim yang beranggotakan ahli hukum ini akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran yang dianggap meresahkan dan menindak tegas siapapun yang melanggar hukum. </p>
<p>Pakar dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menentang langkah Wiranto dan mengganggapnya “<a href="https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/pr3bjv377/wiranto-bentuk-tim-hukum-nasional-pakar-berlebihan">berlebihan</a>” serta “<a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190510164424-20-393804/komnas-ham-menentang-langkah-wiranto-bentuk-tim-hukum">berpotensi memasung kebebasan berpendapat warga negara di alam demokrasi</a>”.</p>
<p>Dua tahun belakangan saya intens meneliti <a href="http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=157451&obyek_id=4">ujaran kebencian</a>, perjalanan intelektual tersebut membuat saya melihat langkah Wiranto berpotensi mencederai kebebasan berpendapat di ruang publik Indonesia yang akhirnya memberikan citra buruk pada Jokowi justru menjelang kemenangannya dan itu merupakan sebuah blunder politik yang tidak perlu. </p>
<h2>Blunder politik</h2>
<p>Langkah Wiranto mengingatkan kita pada era Orde Baru sebelum reformasi. Ketika itu, pemerintahan mantan presiden Suharto mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi. Sang mantan jenderal menjadikan militer sebagai alat kekuasaannya untuk memastikan situasi nasional selalu <a href="https://tirto.id/kopkamtib-dibentuk-demi-aman-dan-tertib-ala-orde-baru-cKHr">‘aman dan tertib’</a> bagi kepentingan politik pemerintah.</p>
<p>Keputusan Wiranto, yang merupakan <a href="https://foto.tempo.co/read/70678/kilas-balik-karier-wiranto-di-dunia-militer#foto-4">ajudan mantan presiden Suharto dan ditunjuk menjadi panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebelum Suharto lengser tahun 1998</a>, berpotensi membawa bangsa ini kembali ke era ketika kebebasan berpendapat dikekang. </p>
<p>Langkah ini justru merugikan Jokowi yang hampir dipastikan menang karena:</p>
<p><strong>Pertama</strong>, langkah ini akan melukai karir politik Jokowi yang sejauh ini dibangun dari kedekatannya dengan rakyat dan jauh dari kelompok militer.</p>
<p>Para pengamat politik melihat terpilihnya Jokowi pada 2014 sebagai Presiden Indonesia menandakan munculnya <a href="https://www.reuters.com/article/us-indonesia-election-jokowi-newsmaker/jokowi-the-new-face-of-indonesian-politics-idUSKBN0FR1MB20140722">wajah baru</a> pemimpin Indonesia yang bukan berasal dari tokoh militer maupun politik. </p>
<p>Namun, banyak orang mulai melihat adanya perubahan orientasi politik Jokowi dengan kehadiran beberapa purnawirawan jenderal di pemerintahan Jokowi. Selain Wiranto, ada <a href="https://www.viva.co.id/siapa/read/83-luhut-binsar-pandjaitan">Luhut Binsar Panjaitan</a> yang saat ini menjabat sebagat Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman.</p>
<p>Jokowi akan melukai citranya yang non militer dengan membiarkan tim ini berjalan.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, setelah gagal memenuhi janjinya untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM pada masa lalu, Jokowi dipastikan akan mendapat kecaman dari para pejuang reformasi dan HAM jika tetap membiarkan tim ini ada. </p>
<p>Dampak politis dari kegagalan Jokowi memenuhi janjinya untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM adalah munculnya gerakan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190404174723-32-383507/survei-pemilu-milenial-golput-diprediksi-di-atas-40-persen">golongan putih</a>. Kelompok ini memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilu dan pilpres kemarin karena <a href="https://news.detik.com/berita/d-4433464/bpn-soal-sebab-golput-pemilih-petahana-kecewa-dengan-jokowi">kecewa terhadap Jokowi</a>. </p>
<p>Bisa dibayangkan dampak politis yang terjadi ketika Jokowi membiarkan tim bentukan Wiranto tetap bekerja karena ini berarti mengkhianati semangat reformasi yang sudah terbangun selama lebih dari dua dekade untuk menyudahi rezim otoriter Orde Baru. </p>
<p>Langkah tersebut juga dapat menguntungkan kubu lawan Jokowi. Sandiaga Uno, calon wakil presiden Prabowo, berulang kali <a href="https://www.liputan6.com/news/read/3966243/sandiaga-tak-sepakat-dengan-pembentukan-tim-hukum-nasional">menyampaikan</a> bahwa keputusan pemerintah ini membatasi masyarakat dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah.</p>
<h2>Salah strategi</h2>
<p>Wiranto mengatakan tujuan pembentukan Tim Hukum Nasional adalah <a href="https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/pr3j23377/tim-hukum-nasional-usulan-wiranto-perlukah">untuk merespons ucapan, tindakan, dan pemikiran tokoh masyarakat yang ditengarai melanggar hukum</a>. </p>
<p>Tim ini dibentuk juga sebagai respons terhadap masifnya narasi pendukung Prabowo yang hendak mendelegitimasi kemenangan Jokowi dengan menuduh Jokowi <a href="https://www.voaindonesia.com/a/bpn-prabowo-sandi-laporkan-bukti-kecurangan-jokowi-maruf-dalam-pilpres-ke-bawaslu/4913428.html">melakukan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif</a>. </p>
<p>Pembentukan Tim Hukum Nasional yang digagas Wiranto adalah langkah yang tidak tepat karena rentan mencederai kebebasan berpendapat yang merupakan hak dasar warga negara demokratis. </p>
<p>Langkah represif yang dipilih justru akan membiakkan dendam dan kebencian. </p>
<p>Pemerintah perlu membuat pilihan penanganan yang tepat dapat memutus mata rantai kebencian yang terlanjur terbentuk akibat <a href="https://theconversation.com/cebong-versus-kampret-polarisasi-politik-pascapilpres-2019-semakin-tajam-115477">polarisasi politik yang tajam</a> antara pendukung Jokowi dan Prabowo. </p>
<h2>Netral atau tidak?</h2>
<p>Banyak pertanyaan tentang kenetralan tim bentukan Wiranto ini. </p>
<p>Perlu diingat, Wiranto adalah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/09/28/08284081/wiranto-hingga-puan-ini-15-menteri-yang-masuk-tim-kampanye-jokowi-maruf">salah satu bagian dari tim pemenangan Jokowi</a> sebagai presiden periode 2019-2024.</p>
<p>Oleh karena itu, sulit mengharapkan tim tersebut akan netral. Padahal sikap netral dan imparsial adalah pondasi penegakan hukum yang adil.</p>
<p>Ini tentu akan memunculkan sikap kebencian dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dan mungkin mendorong mereka untuk tidak percaya lagi pada legitimasi pemerintah.</p>
<p>Terlebih lagi, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/05/13/17185881/tim-hukum-nasional-kaji-aktivitas-13-tokoh-seluruhnya-pendukung-prabowo">tim hukum bentukan Wiranto lebih menyasar kepada pendukung Prabowo</a>, seperti Bachtiar Nasir, Amien Rais, dan Kivlan Zein. Padahal, Prabowo pun sering kali menjadi <a href="https://tirto.id/jokowi-prabowo-diserang-isu-kafir-pki-antek-asing-di-twitter-dniH">sasaran ujaran kebencian juga dari pendukung Jokowi</a>. </p>
<h2>Pikir ulang</h2>
<p>Jika pemerintah bertujuan melakukan rekonsiliasi masyarakat yang terbelah akibat sentimen pilpres 2019, maka pembentukan Tim Hukum Nasional adalah langkah yang harus dipikir ulang karena pilihan ini hanya menciptakan sentimen negatif terhadap pemerintah. </p>
<p>Jika kehidupan yang demokratis yang dituju, maka tak ada tempat bagi penguasa tunggal wacana publik. </p>
<p>Demokrasi pasti berisik karena demokrasi adalah pasar ide yang riuh bersahutan. </p>
<p>Pemerintah perlu berbesar hati untuk mengakomodasi suara-suara yang berbeda untuk memperkaya perspektif wacana publik. </p>
<p>Lagipula, komunikasi antara pemerintah dan rakyat selalu berada dalam proses negosiasi karena pemerintah dan rakyat berada pada kedudukan yang setara. </p>
<p>Selalu ada persaingan dan pertarungan dalam wacana publik, tetapi jika pertarungan dan persaingan itu berjalan secara sepadan, hal tersebut yang dapat menjadi katrol kualitas kehidupan demokrasi kita. </p>
<p>Warga negara menjadi terlatih menghadapi suara-suara yang berbeda sampai bertentangan dan mengambil keputusan politisnya secara bertanggung jawab dan penuh penghormatan kepada yang berbeda. </p>
<p>Di kemudian hari, polarisasi masyarakat secara ekstrem karena perbedaan pilihan politik tidak terulang lagi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117101/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ubaidillah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pembentukan Tim Hukum Nasional sebagai sebuah blunder politik yang dilakukan kubu Jokowi karena dapat memberikan citra buruk justru menjelang kemenangannya.Ubaidillah, Kandidat Peneliti, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1159322019-04-25T10:24:47Z2019-04-25T10:24:47ZSiapapun presidennya, Jokowi atau Prabowo, kebijakan politik luar negeri Indonesia tak akan berubah<p>Masyarakat Indonesia kini sedang menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengetahui hasil pemilihan presiden (pilpres) minggu lalu. Meskipun begitu, hasil hitung cepat dari <a href="https://www.cnnindonesia.com/pemilu2019/quickcount/pilpres">lima lembaga survei yang kredibel</a> menunjukkan keunggulan petahana Joko “Jokowi” Widodo. </p>
<p>Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara, kawasan regional yang terus mendapat tantangan dengan kasus-kasus seperti potensi konflik di Laut Cina Selatan dan krisis kemanusiaan di Rohingya, Myanmar. </p>
<p>Siapapun yang terpilih sebagai presiden Indonesia akan menentukan ke arah mana negara menjalin kerja sama diplomasi di kawasan regional dan internasional.</p>
<p>Dengan gaya kepemimpinan yang berbeda antara Jokowi, mantan pengusaha yang menjadi politikus, dan lawannya, Prabowo Subianto, mantan jenderal Tentara Nasional Indonesia, orang cenderung berpikir bahwa keduanya akan memiliki strategi kebijakan luar negeri yang berbeda. Padahal belum tentu seperti ini. </p>
<p>Prabowo memiliki target yang hampir sama dengan Jokowi untuk meningkatkan peran Indonesia di ranah internasional. Ambisi Prabowo tertulis dalam <a href="https://www5.jetro.go.jp/newsletter/jkt/2018/VISI%20MISI%20ADIL%20MAKMUR%20BERSAMA%20PRABOWO%20SANDI.pdf">visi misinya</a>.</p>
<p>Siapapun yang memenangkan pemilihan presiden ini, kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif tidak akan berubah. Entah di bawah Jokowi atau Prabowo, Indonesia tetap akan menjalankan kebijakan diplomasi luar negeri yang tidak berpihak pada siapapun siapapun dan tetap aktif dalam berkontribusi terhadap perdamaian dunia.</p>
<h2>Kebijakan sama</h2>
<p>Presiden Indonesia terikat mandat <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_protect/---protrav/---ilo_aids/documents/legaldocument/wcms_174556.pdf">konstitusi</a> dan juga <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2ahUKEwiQuI6I997hAhXSgeYKHbBqB6kQFjAAegQIABAC&url=http%3A%2F%2Fwww.track.unodc.org%2FLegalLibrary%2FLegalResources%2FIndonesia%2FLaws%2FAML%2520laws%2FIndonesia%2520Law%2520No.%252037%2520Concerning%2520Foreign%2520Relations%25201999.pdf&usg=AOvVaw0P83puPNcYGbakZ_i1i9RH">undang-undang</a> untuk menjalankan politik luar negeri bebas dan aktif. </p>
<p>Soekarno, presiden pertama Indonesia, memperkenalkan kebijakan tersebut setelah Indonesia merdeka pada 1945. Waktu itu, kekuatan dunia terbagi antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan Uni Soviet.</p>
<p>Dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1991, Amerika kemudian menjadi negara adidaya tunggal. </p>
<p>Namun, akhir-akhir ini telah muncul kekuatan-kekuatan baru seperti Brazil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Negara-negara baru ini menandakan terjadinya pemindahan poros kekuatan dari ‘Dunia Utara’ ke ‘Dunia Selatan’.</p>
<p>Jikalau presiden Indonesia yang baru memilih untuk meninggalkan prinsip kebijakan politik luar negeri Indonesia ini, ada kemungkinan keputusannya akan mengganggu sistem tatanan global yang sudah terbentuk.</p>
<h2>Kemungkinan perubahan</h2>
<p>Meskipun Indonesia memiliki prinsip kebijakan luar negeri yang sudah jelas, presiden tetap memiliki ruang untuk memodifikasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Dia dapat memilih slogan untuk merepresentasikan strategi yang menjadi fokus pemerintahannya.</p>
<p>Slogan ini mengindikasikan arah dan prioritas kebijakan luar negeri Indonesia</p>
<p>Kebijakan luar negeri Soekarno adalah “<a href="https://www.embassyofindonesia.org/index.php/foreign-policy/">mendayung di antara dua karang</a>”. Slogan ini mencerminkan komitmen Indonesia yang baru saja merdeka ketika itu untuk tidak akan mengambil keberpihakan terhadap Amerika maupun Uni Soviet. </p>
<p>Presiden keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menggunakan dua slogan untuk kebijakan luar negerinya selama dua periode pemerintahannya dari 2009 hingga 2014. Slogan pertama adalah “<a href="https://www.jstor.org/stable/42704602?seq=1#metadata_info_tab_contents">Mengarungi Samudra Bergelombang</a>” yang diteruskan dengan “<a href="https://nasional.kompas.com/read/2009/10/20/1308159">Seribu Kawan Tanpa Lawan</a>”.</p>
<p>Slogan tersebut menunjukkan kehati-hatian Indonesia dalam mengambil langkah di tengah-tengah kondisi global yang tidak menentu. Namun di sisi lain, slogan ini juga mendorong Indonesia untuk merangkul banyak teman yang mendukung bangsa ini dalam memajukan kepentingan nasionalnya. </p>
<p>Jokowi memperkenalkan slogan ‘Poros Maritim Dunia’ sejak 2014. Lewat slogan ini, Jokowi mencoba untuk mengedepankan kepentingan strategis Indonesia sebagai negara kepulauan.</p>
<h2>Antara Jokowi dan Prabowo</h2>
<p>Jokowi dan Prabowo memberikan kisi-kisi kebijakan politik luar negeri mereka dalam debat pilpres pada akhir bulan Maret kemarin.</p>
<p>Dalam debat, Jokowi menyampaikan pencapaian Indonesia sebagai mediator konflik di Afghanistan maupun konflik di Rohingya, Myanmar. Dari keberhasilan tersebut, ia menganggap Indonesia bisa memanfaatkan perannya sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia untuk dapat berperan lebih aktif lagi dalam kancah global. </p>
<p>Dalam visi dan misinya, Jokowi berkomitmen untuk mengedepankan strategi diplomasi yang total, yang meliputi diplomasi perdamaian, dan diplomasi kemanusiaan. Hal ini untuk memperkokoh kepentingan nasional dan kepemimpinan Indonesia di forum internasional. </p>
<p>Di sisi lain, Prabowo justru menunjukkan gaya politik luar negeri yang cenderung sama dengan kebijakan SBY “Seribu Kawan Tanpa Lawan”. Namun, saat debat, Prabowo menekankan pentingnya untuk membangun kekuatan militer Indonesia untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang.</p>
<p>Alasan Prabowo mengangkat pendekatan senjata ini mungkin dipengaruhi oleh pengalamannya di dunia militer. Prabowo pernah memimpin operasi militer di Timor Timur pada 1970-an.</p>
<h2>Melihat ke depan</h2>
<p>Selain sengketa Laut Cina Selatan dan penindasan etnis minoritas Rohingya, Indonesia juga perlu untuk memperhatikan potensi konflik di daerah <a href="https://www.usatoday.com/story/news/politics/2019/02/27/donald-trump-kim-jong-un-denuclearization/2936493002/">Semenanjung Korea</a>. Masalah terorisme dan kekerasan ekstremisme di kawasan Asia Tenggara juga perlu perhatian lebih.</p>
<p>Ketika presiden terpilih disumpah pada Oktober nanti, Indonesia masih akan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Persatuan Bangsa Bangsa (DK PBB). Presiden yang baru akan mendapat warisan mandat untuk merepresentasikan kawasan Asia-Pasifik di organ terkuasa di PBB.</p>
<p>Presiden yang baru juga akan memiliki kesempatan untuk memimpin debat di DK PBB waktu Indonesia memasuki tahun keduanya.</p>
<p>Saat ini, Indonesia juga sedang berusaha untuk masuk dalam Dewan Hak Asasi Manusia di PBB yang kita akan tahu hasilnya di sekitar September 2019. Indonesia sudah memulai kampanye untuk posisi ini <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/01/17/indonesia-vies-for-spot-on-un-human-rights-body.html">sejak awal tahun ini</a>.</p>
<p>Presiden baru juga tidak boleh meninggalkan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), kendaraan bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin di kawasan. Sebagai salah satu bapak pendiri ASEAN, Indonesia selalu dikenal sebagai ‘pemimpin alamiah’ dari organisasi tersebut.</p>
<p>Saat ini, Indonesia sedang <a href="https://foreignminister.gov.au/releases/Pages/2019/mp_mr_190320a.aspx">memimpin pembentukan kerja sama</a> untuk meningkatkan hubungan antara negara-negara di kawasan Samudera Hindia dan Pasifik. Jika kerja sama ini terbentuk, ASEAN akan menjadi ‘pusat’ di antara negara-negara di benua Afrika hingga benua Amerika.</p>
<p>Dengan begitu banyaknya agenda internasional yang sudah berjalan, presiden terpilih tampaknya akan memilih untuk meneruskan arah politik Indonesia yang telah ada saat ini. </p>
<p>Akan terlalu berisiko bagi Jokowi maupun Prabowo untuk mengubah arah kebijakan politik luar negara saat ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115932/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dio Herdiawan Tobing tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Siapapun yang memenangkan pemilihan presiden ini, kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif tidak akan berubah.Dio Herdiawan Tobing, Senior Fellow at the ASEAN Studies Center, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1154772019-04-19T01:37:33Z2019-04-19T01:37:33Z“Cebong” versus “Kampret”: Polarisasi politik pascapilpres 2019 semakin tajam<p>Pemilu 2019 sudah berakhir dan hasil hitung cepat dari <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190417140640-32-387202/hasil-quick-count-pilpres-2019-cek-di-sini">mayoritas lembaga survei</a> menunjukkan petahana Joko “Jokowi” Widodo dan pasangannya Ma'ruf Amin akan memimpin Indonesia periode 2019-2024. </p>
<p>Namun pesaing Jokowi, Prabowo Subianto, menolak hasil hitung cepat ini. <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20190417173606-8-67395/ini-pidato-klaim-kemenangan-prabowo">Prabowo mengklaim bahwa ia yang menang.</a>. </p>
<p>Pertarungan wacana kemenangan antara kedua kubu juga masif terjadi di ranah media sosial melalui tagar <em>#JokoWinElection</em> versus <em>#VictoryForPrabowo</em>. </p>
<p>Dari preseden di atas, saya berargumen bahwa polarisasi politik paska pemilu 2019 akan semakin tajam sebagai akibat akumulasi dari strategi kampanye yang dilakukan kedua kubu sejak pemilihan presiden (pilpres) pada tahun 2014. </p>
<h2>Semakin tajam</h2>
<p>Polarisasi politik antara pendukung Jokowi dan Prabowo akan semakin tajam karena pilpres 2019 merupakan kelanjutan pertarungan kedua kubu pada pilpres 2014 yang tampaknya belum selesai. </p>
<p>Pengamat politik Indonesia dari Australian National University Marcus Meitzner <a href="https://www.eastwestcenter.org/system/tdf/private/ps072.pdf?file=1&type=node&id=35018">(2017)</a> menggambarkan pemilihan presiden (pilpres) 2014 sebagai pertarungan antara dua kelompok politik di Indonesia. </p>
<p>Pendukung Jokowi mewakili kelompok yang disebut Meitzner sebagai kelompok teknokrat yang populis. Mereka merupakan varian dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0888325418791723">gerakan populisme modern</a> yang menggunakan persona individu untuk memobilisasi massa. </p>
<p>Sebelum berkarir di politik, Jokowi adalah seorang pengusaha mebel dari Solo, Jawa Tengah. Dia memulai karir politiknya ketika menang menjadi walikota Solo tahun 2005 dengan dukungan partai politik. Karirnya melesat dan dia dipilih menjadi gubernur DKI Jakarta tahun 2012 sebelum akhirnya mencalonkan diri sebagai presiden tahun 2014. </p>
<p>Kelompok ini merespons positif citra Jokowi sebagai politikus generasi baru yang merupakan produk reformasi dan bukan bagian dari patron elite masa lalu. Mereka mengapresiasi pendekatan politik Jokowi yang moderat dan inklusif yang bersandar pada reformasi. </p>
<p>Berseberangan dengan kubu Jokowi adalah kelompok ultra nasionalis yang populis. Mereka mewakili pendukung Prabowo yang suka dengan pendekatan jagoannya yang pro rakyat miskin, anti “<em>status quo</em>”, dan anti Barat. Mereka juga mendukung <a href="https://www.eastwestcenter.org/system/tdf/private/ps072.pdf?file=1&type=node&id=35018">tiga agenda utama</a> gerakan populis yang diadopsi Prabowo. </p>
<p><a href="https://search.proquest.com/docview/1685880040?pq-origsite=gscholar">Ketiga agenda itu adalah</a> mengganti sistem politik yang sudah rusak, menolak campur tangan pihak luar dalam perekonomian dan pengelolaan kekayaan alam, dan mengganti elite politik korup yang adalah antek asing. </p>
<p>Strategi ini terbukti efektif di beberapa negara. Keberhasilan metode bisa dilihat lewat keberhasilan <a href="https://www.theguardian.com/commentisfree/2006/may/15/chavezispopulistnotasocia"> Hugo Chavez di Venezuela</a>, <a href="https://www.washingtonpost.com/news/theworldpost/wp/2018/03/20/duterte/?noredirect=on&utm_term=.2cbad2bba21d">Rodrigo Duterte di Filipina</a> dan <a href="https://www.theatlantic.com/politics/archive/2018/02/trump-populism/552923/"> Donald Trump di Amerika Serikat</a></p>
<p>Munculnya kedua kubu yang berseberangan ini <a href="https://www.hrw.org/world-report/2017/country-chapters/dangerous-rise-of-populism">menciptakan fanatisme akut yang membelah masyarakat menjadi dua kubu</a> pada pilpres 2014.</p>
<h2>Lahirnya cebong dan kampret</h2>
<p>Jokowi memenangkan pilpres 2014 dengan <a href="https://kpu.go.id/koleksigambar/SK_KPU_535_2272014.pdf">margin tipis</a>. Perbedaan raihan suara antara Jokowi dan Prabowo pada 2014 merupakan yang paling tipis di antara pilpres sejak 1998, menandai ketatnya persaingan antara kedua kubu.</p>
<p><a href="https://edition.cnn.com/2014/07/21/world/asia/indonesia-election-result/">Keengganan Prabowo mengakui kekalahannya pada pilpres 2014</a> diduga menjadi pemicu keberlangsungan segregasi politik sepanjang masa pemerintahan Jokowi 2014-2019.</p>
<p>Tidak lama kemudian pendukung masing-masing kubu menemukan istilah untuk memanggil kubu lawannya. Muncullah panggilan cebong dan kampret. </p>
<p>Sebagian pendukung fanatik Prabowo menggunakan kata cebong untuk merujuk pada pendukung fanatik Jokowi. Istilah cebong muncul dari kata kecebong yang merupakan anak katak. Istilah ini berasal dari <a href="https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-42814349">kegemaran Jokowi memelihara kodok ketika menjadi Walikota Solo</a>. </p>
<p>Sedangkan pendukung fanatik Jokowi membalas dengan menggunakan kata kampret untuk merujuk pada pendukung fanatik Prabowo. Awalnya, kata itu muncul <a href="https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-47653910">sebagai ekspresi umpatan kekesalan yang digunakan pendukung Prabowo untuk mengomentari kebijakan Jokowi</a>.</p>
<h2>Rakyat di ujung tanduk</h2>
<p>Pertarungan yang belum selesai ini berlanjut pada pilpres 2019 dan semakin diperparah dengan beberapa faktor:</p>
<ol>
<li><p>Perselisihan antara kedua kelompok ini berlanjut pada tataran legislatif dan eksekutif. Partai-partai oposisi di parlemen yang dimotori oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang didirikan oleh Prabowo selalu mengkritik Kebijakan pemerintahan Jokowi .</p></li>
<li><p>Berbagai isu sosial, ekonomi dan politik yang muncul dalam ranah publik atau media sosial selalu terbagi menjadi dua kubu tanpa adanya dialog publik. </p></li>
</ol>
<p>Misalnya isu pembangunan jalan tol di Jawa menjadi isu partisan antara kedua kelompok. Perdebatan antara “<a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190203184011-32-366131/bpn-sebut-jangan-pakai-tol-jadi-blunder-kubu-jokowi-maruf">tol milik Jokowi</a>” dan “<a href="https://news.detik.com/berita/d-4424951/fadli-zon-warga-tak-makan-infrastruktur-nasi-dan-sembako-semakin-mahal">rakyat tidak makan infrastruktur</a>” tidak bisa dihindari tanpa ada diskusi substantif terkait isu yang lain seperti tarif dan penggunaan fasilitas jalan tersebut. </p>
<ol>
<li>Politik partisan juga merembet ke pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti di DKI Jakarta. Kemenangan Anies Baswedan sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 2017 diidentikkan dengan kemenangan kubu Prabowo. </li>
</ol>
<p>Para ahli berpendapat kemenangan Anies disebabkan penggunaan politik populis yang juga dipakai Prabowo. Pendekatan menggunakan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39644574">isu agama sebagai senjata</a> terbukti ampuh untuk meraih kemenangan. </p>
<p>Dengan ketiga kondisi di atas, maka polarisasi politik paska pilpres 2019 menjadi semakin tajam karena kontes politik melibatkan dua kandidat yang sama dengan kondisi publik yang sudah partisan. </p>
<p>Sikap Prabowo yang <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20190417173606-8-67395/ini-pidato-klaim-kemenangan-prabowo">mengklaim kemenangan pilpres 2019</a> akan semakin mempertajam perpecahan di kalangan publik sama seperti yang dilakukannya pada pilpres 2014.</p>
<h2>Strategi sama tapi polarisasi semakin tajam</h2>
<p>Belajar dari kemenangan Anies, Jokowi tampaknya mengadopsi pendekatan kelompok Prabowo yang menggunakan isu agama. Ini alasannya kenapa Jokowi kemudian memilih tokoh Islam konservatif Ma'ruf Amin sebagai wakil presidennya.</p>
<p>Meski kedua kelompok baik Jokowi dan Prabowo akhirnya sama-sama menggunakan isu Islam, hal ini tetap tidak meredakan polarisasi yang ada antara kedua kelompok. </p>
<p>Setelah Jokowi memilih Ma'ruf, pendukung Prabowo menuding Jokowi <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/3614745/investor-kaget-jokowi-pilih-maruf-amin-jadi-cawapres">mempolitisasi isu SARA (Suku, Agama, dan Ras) untuk kepentingan politiknya</a>. </p>
<p>Jika kelompok Prabowo sering sekali mengkapitalisasi isu agama melalui gerakan massif, seperti <a href="https://www.youtube.com/watch?v=BczMvehpW94">Gerakan 212</a> dan <a href="https://news.detik.com/berita/d-4451264/puisi-munajat-212-dan-doa-kesukaan-neno-warisman">Munajat 212</a>, maka Jokowi, sejauh ini, tampaknya enggan memobilisasi massa atas nama agama. </p>
<p>Tidak adanya gerakan tandingan massa dari Jokowi yang mengatasnamakan Islam membuat fanatisme kubu Prabowo semakin mengerucut dan mempertajam politik identitas. </p>
<h2>Apa yang bisa dilakukan</h2>
<p>Langkah yang ditempuh kubu Prabowo saat ini dengan mengklaim kemenangan pilpres tanpa didukung hasil pemilu, dapat mencederai proses demokrasi dan mempertajam perbedaan. </p>
<p>Lini masa sosial media memperlihatkan militansi dukungan terhadap Prabowo tetap yakin dirinya menang terus menguat. Hal ini akan menyebabkan bukan hanya polarisasi politik, tetapi bisa berujung kepada <a href="http://za2uf4ps7f.search.serialssolutions.com/?sid=google&auinit=J&aulast=Esteban&atitle=Polarization+and+conflict:+Theoretical+and+empirical+issues&id=doi:10.1177/0022343307087168&title=Journal+of+peace+research&volume=45&issue=2&date=2008&spage=131&issn=0022-3433">segregasi sosial dan perpecahan anak bangsa</a>. </p>
<p>Apabila terjadi segregasi sosial akan sangat mudah negara menjadi terpecah atas dasar perbedaan ideologi atau pilihan politik. </p>
<p>Kasus perpecahan bangsa setelah pemilihan umum (pemilu) pernah terjadi di <a href="https://www.nap.edu/read/18598/chapter/5#36">Kenya tahun 2007</a>. Persaingan antara dua kandidat calon presiden, berujung dengan 630.000 orang kehilangan tempat tinggal dan 1.133 terbunuh. </p>
<p>Untuk mencegah kasus seperti di Kenya, kita harus memperbaiki kondisi politik saat ini dengan menggunakan pendekatan dari atas ke bawah. </p>
<p>Hal ini bisa dilakukan melalui rekonsiliasi oleh kedua kandidat dan elite politik pendukungnya saat ini. </p>
<p>Salah satunya bisa dilakukan dengan menempatkan persatuan bangsa di atas kepentingan politik golongan. Pernyataan kekalahan dari pihak Prabowo dan elite pendukungnya bisa menjadi permulaan. Kemudian dilanjutkan dengan Jokowi melakukan pidato kemenangan. Kedua hal ini bisa menjadi tradisi baru dalam demokrasi untuk meredakan ketegangan di kalangan akar rumput. </p>
<p>Sikap kenegarawanan dari kedua kandidat untuk sama-sama mengakui hasil pemilihan tanpa menempuh proses hukum dapat menjadi angin segar untuk mengakhiri polarisasi politik yang terjadi sejak 2014.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115477/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Whisnu Triwibowo tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Polarisasi politik paska pemilu 2019 akan semakin menajam sebagai akibat akumulasi dari strategi kampanye yang dilakukan kedua kubu sejak pemilihan presiden (pilpres) pada tahun 2014.Whisnu Triwibowo, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1156382019-04-18T08:46:41Z2019-04-18T08:46:41ZJokowi menang dalam hitungan cepat, ini tantangan ekonomi untuk lima tahun ke depan<p>Kemarin, Rabu 17 April, <a href="https://theconversation.com/pemilu-legislatif-dan-pilpres-apa-yang-penting-dan-apa-yang-dipertaruhkan-115564">sekitar 192 juta pemilih Indonesia secara serentak mencoblos lima kartu suara</a> untuk memilih presiden dan wakil presiden, perwakilan daerah (DPD), dan anggota parlemen nasional (DPR) dan lokal (DPRD) yang akan menjabat lima tahun ke depan. </p>
<p>Hasil hitung cepat dari sejumlah lembaga survei kredibel menunjukkan bahwa <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190417183337-32-387372/hasil-quick-count-5-lembaga-di-atas-75-persen-jokowi-unggul">pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin lebih unggul dengan perolehan suara sekitar 55%. Lawannnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih sekitar 45%</a> suara. Kedua kubu telah bereaksi merespons peroleh suara tersebut. Hasil hitungan cepat ini menguatkan <a href="https://pilpres.tempo.co/read/1195396/perbandingan-survei-elektabilitas-jokowi-vs-prabowo">hasil survei dua pekan terakhir sebelum hari pemilihan</a>. </p>
<p>Sepanjang kampanye beberapa minggu terakhir, Jokowi menjanjikan banyak hal, di antaranya, <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4417067/menengok-kembali-janji-jokowi-bikin-pertumbuhan-ekonomi-ri-7">pertumbuhan ekonomi di atas 5%</a> seperti janji empat setengah tahun lalu, penguatan ekonomi digital, dan pengembangan ekonomi mikro yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.</p>
<p>Kami mengundang sejumlah analis ekonomi untuk memberikan pendapatnya terkait tantangan di bidang ekonomi digital dan pembangunan desa yang dihadapi Jokowi-Ma'ruf untuk periode kedua lima tahun ke depan.</p>
<hr>
<h2>Indonesia membutuhkan ekosistem ekonomi digital</h2>
<p><strong>Fithra Faisal Hastiadi, Peneliti dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia</strong></p>
<p>Dalam debat calon presiden pada 17 Februari, Jokowi membanggakan <a href="https://www.cnbcindonesia.com/fintech/20190217223731-37-56032/inilah-4-unicorn-kebanggaan-jokowi">empat <em>“unicorn”</em> asal Indonesia dan telah mempersiapkan 1.000 start up baru </a> yang dihubungkan dengan inkubator global. </p>
<p>Pertanyaannya besarnya: apa sebenarnya infrastruktur yang tepat untuk melahirkan <em>unicorn</em> (perusahaan rintisan yang nilai kapitalisasinya lebih dari US$1 miliar)? Apakah sebuah satelit multiguna merupakan infrastruktur yang memadai untuk menciptakan lebih banyak <em>unicorn</em> selanjutnya? Pertanyaan yang muncul pada sesi <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190218141258-32-370333/jebakan-unicorn-jokowi-jadi-strategi-permalukan-prabowo">debat tersebut Februari</a> membuat saya merenung dalam. Pikiran saya melayang sampai pada 2017 ketika saya bertemu para pelaku <em>start up</em> di <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Silicon_Valley">Silicon Valley Amerika Serikat.</a> </p>
<p>Apakah infrastruktur mereka sedemikian hebat sehingga bisa berkumpul dalam satu loyang emas di sekitar San Jose? Ternyata keberadaan para pemodal ventura, koneksi yang lekat dengan pemerintah dan keberadaan universitas top seperti Universitas Stanford dan Universitas California Berkeley yang menjadikan tempat ini bak sentuhan raja midas. Sehingga secara semantik sebenarnya kita bisa mendudukkan pertanyaan itu lebih kepada apakah ekosistem inovasi yang ada dapat mencipta banyak <em>unicorn</em> baru. </p>
<p>Banyak dari kita, bahkan para calon presiden sekali pun, yang masih terjebak pada istilah, jargon dan rupa, sangat superfisial. Kebanyakan dari kita lupa bahwa revolusi digital memerlukan sebuah ekosistem yang jelas dan mengakar, dengan pemerintah seharusnya berlaku sebagai “ecosystem enabler”.</p>
<p>Lantas, bagaimana sebenarnya keadaan ekosistem tersebut di Indonesia? Ada banyak yang bisa dijabarkan seperti misalnya <a href="https://theconversation.com/sains-terbuka-mengapa-penting-bagi-indonesia-yang-dana-risetnya-kecil-111069">cuitan CEO Bukalapak Ahmad Zaky mengenai rendahnya dana penelitian</a>, keluhan para peneliti yang lebih banyak tersita pada hal-hal yang administratif.</p>
<p>Yang jelas, pemerintah Indonesia perlu dorongan lebih besar untuk bisa lepas dari jebakan pertumbuhan ekonomi 5%. Secara rerata, Indonesia perlu tumbuh minimal 7%sampai 2030 nanti supaya bisa lepas dari jebakan pendapatan menengah (<em>middle income trap</em>). Dua hal yang perlu dipenuhi sebagai prasyarat adalah <a href="https://www.palgrave.com/gp/book/9783030165093">produktivitas dan inovasi</a>.</p>
<p>Ke depan, kita membutuhkan ekosistem yang memadai yakni ekosistem yang merupakan <a href="https://ieeexplore.ieee.org/document/8605463/">kolaborasi Quadruple Helix</a> yang terdiri dari pemerintah, swasta, universitas dan masyarakat.</p>
<p>Disrupsi digital merupakan salah satu tantangan terbesar yang bisa diberdayakan untuk sebuah lompatan kuantum guna membentuk kemakmuran berlipat di masa depan. Teknologi, infrastruktur hanya pemanis, warga adalah pusatnya. Mari kita merenung, teknologi digital masa depan dibuat untuk siapa?</p>
<hr>
<h2>Pengembangan ekonomi masyarakat butuh konsistensi</h2>
<p><strong>Ruhmaniyati dan Asep Kurniawan, Peneliti Ekonomi Perdesaan dan Pemberdayaan Masyarakat di SMERU Research Institute</strong></p>
<p>Dalam beberapa kesempatan kampanye, <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/3941140/jokowi-dana-desa-rp-257-triliun-sudah-mengalir-ke-74900-desa">Joko Widodo </a> membanggakan pencapaian program dana desa dalam mendukung pemerataan. Hingga kini, dana Rp257 triliun telah dialirkan ke puluhan ribu desa di Indonesia.</p>
<p>Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Jokowi-Ma'ruf harus terus menekan angka kemiskinan dan mewujudkan pemerataan bagi seluruh masyarakat. Namun, tantangan yang akan dihadapi adalah sulitnya menanggulangi kemiskinan di perdesaan. </p>
<p><a href="https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/16/130732026/bps-maret-2018-persentase-kemiskinan-indonesia-terendah-sejak-1999">Badan Pusat Statistik (BPS)</a> telah mencatat penurunan kemiskinan signifikan yang pada <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/07/16/1483/persentase-penduduk-miskin-maret-2018-turun-menjadi-9-82-persen.html">2018</a> bahkan mencapai satu digit. Namun, kesenjangan antara desa dan kota masih tinggi. Pada 2018, misalnya, tingkat kemiskinan di desa hampir dua kali lipat tingkat kemiskinan di kota. </p>
<p>Selain itu <a href="https://www.adb.org/publication/indonesia-enhancing-productivity-quality-jobs">riset Asian Development Bank terbaru</a> juga mencatat bahwa sebagian besar kemiskinan di desa direpresentasikan oleh pekerja di sektor pertanian yang produktivitasnya rendah. Jelas bahwa upaya penanggulangan kemiskinan di perdesaan harus secara khusus membenahi sektor pertanian. Terlebih lagi, <a href="https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/05/16/1312/persentase-tenaga-kerja-formal-menurut-daerah-tempat-tinggal-2015---2018.html">data BPS</a> menunjukkan bahwa hanya sekitar seperempat dari pekerja di perdesaan berada di sektor formal. Oleh karena itu, dalam mengembangkan ekonomi perdesaan, pemberdayaan ekonomi berbasis pertanian akan menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Jokowi untuk periode kedua.</p>
<p>Beberapa program pemberdayaan ekonomi bagi warga marginal telah dilakukan pemerintahan Jokowi selama 4,5 tahun. Di antaranya adalah <a href="https://www.kemsos.go.id/content/kube">Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Program Keluaraga Harapan (PKH)</a>, <a href="https://money.kompas.com/read/2015/10/28/203154426/Kementerian.Desa.Luncurkan.PKKPM">Peningkatan Kesejahteraan Keluarga melalui Pemberdayaan Masyarakat (PKKPM)</a>, <a href="https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181109155853-532-345300/sebaran-e-warung-tak-merata-hambat-bantuan-pangan-nontunai">e-Warong</a>, dan lain-lain. </p>
<p>Sayangnya, program-program tersebut pada umumnya tidak berjalan baik. <a href="http://smeru.or.id/sites/default/files/publication/pkkpm.pdf">Hasil monitoring Program PKKPM</a>, misalnya, menemukan bahwa akses terhadap jaringan pemasaran, kemampuan manajemen usaha dan pengembangan kualitas, serta pengemasan produk masih menjadi hambatan besar dalam pemberdayaan ekonomi. </p>
<p>Hambatan tersebut pada masa mendatang harus diatasi dengan memanfaatkan sumber daya dan kelembagaan yang ada, yaitu Dana Desa (DD) dan <a href="http://ksp.go.id/bangun-desa-melalui-bumdes/index.html">Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)</a>. Namun, prioritas penggunaan dana desa harus mulai digeser dari fokus <a href="http://smeru.or.id/id/content/laporan-studi-kasus-undang-undang-desa-menelusuri-manfaat-belanja-desa">pembangunan infrastruktur dasar</a> ke fokus pemberdayaan masyarakat, terutama <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4416915/2019-mendes-ingin-alokasi-dana-desa-lebih-banyak-untuk-bumdes">pengembangan BUMDes</a>. Sampai saat ini, belum banyak BUMDes yang memberikan kontribusi signifikan bagi desa. Bahkan Kementerian Desa mengakui bahwa <a href="https://kumparan.com/tugujogja/kemendes-pdtt-separuh-lebih-bumdes-di-indonesia-mati-suri-27431110790555989">lebih separuh dari BUMDes yang sudah terbentuk ternyata mati suri</a>. </p>
<p>Permasalahan dalam pemanfaatan Dana Desa terletak pada kualitas perencanaan di desa. <a href="http://smeru.or.id/id/content/memfungsikan-kembali-rpjm-desa">Studi SMERU</a> menunjukkan perencanaan di desa masih miskin ide. Salah satu cirinya adalah pembelanjaan yang tidak memperhitungkan dampaknya bagi kesejahteraan warga. Sebagai contoh adalah BUMDes yang hanya sekadar dibentuk dan tidak dibekali modal dan sumber daya cukup untuk berkembang.</p>
<p>Untuk memperbaiki kualitas perencanaan di desa, pemerintah perlu memperhatikan hal-hal berikut ini. <em>Pertama</em>, peningkatan kemampuan teknokrasi pemerintah desa, terutama kepala desa. Hal ini terkait kemampuan pemerintah desa merumuskan tujuan pembangunan dan menurunkannya menjadi rencana-rencana yang terukur, khususnya dalam memberdayakan ekonomi masyarakat desa. </p>
<p><em>Kedua</em>, peningkatan peran masyarakat desa, khususnya kelompok marginal, dalam perencanaan kegiatan pemberdayaan. Pelibatan masyarakat sangat penting agar jenis pemberdayaan yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan mereka dan hasilnya bisa dipastikan memberi manfaat bagi mereka. </p>
<p><em>Ketiga</em>, peningkatan peran pendamping dalam pemberdayaan desa. Para pendamping yang ditugaskan mengawal penggunaan dana desa harus dipastikan mampu mengajak masyarakat untuk mengidentifikasi segala potensi desa yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber atau sarana peningkatan ekonomi masyarakat.</p>
<p>Pelaksanaan Undang-Undang Desa tidak hanya mencakup transfer anggaran dari pemerintah pusat ke desa. Perlu ada usaha serius dalam mengoptimalkan dampak dari anggaran yang telah dialokasikan untuk pembangunan yang merata dan berkeadilan sebagaimana tercantum dalam <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/09/24/15521361/infografik-melihat-visi-misi-jokowi-maruf-dan-prabowo-sandiaga">Visi Misi Jokowi-Ma'ruf</a>. </p>
<p>Pengembangan ekonomi masyarakat desa perlu dijaga konsistensi dan berkelanjutannya karena percepatan pengurangan kemiskinan serta peningkatan pemerataan tidak akan mungkin terwujud secara instan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115638/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Disrupsi digital merupakan salah satu tantangan terbesar yang bisa diberdayakan untuk sebuah lompatan kuantum guna membentuk kemakmuran berlipat pada masa depan.Fithra Faisal Hastiadi, Lecturer at Faculty of Economics, Universitas IndonesiaAsep Kurniawan, Researcher, SMERU Research InstituteRuhmaniyati, Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1157092019-04-18T08:30:46Z2019-04-18T08:30:46ZHasil ‘quick count’ tunjukkan Jokowi unggul. Apa makna kemenangannya bagi kebebasan sipil dan HAM di Indonesia?<p>Hasil hitung cepat atau <em>quick count</em> pemilihan presiden Rabu 17 April berbagai lembaga survei independen mengisyaratkan Presiden Petahana Joko “Jokowi” Widodo akan mempertahankan jabatannya sebagai presiden untuk satu masa pemerintahan lagi. Kini, dirinya akan berdampingan dengan ulama Nahdatul Ulama Ma'ruf Amin sebagai wakilnya.</p>
<p>Hasil penghitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum diperkirakan keluar paling lama pada 22 Mei 2019. Berbagai lembaga survei seperti <a href="https://quickcount.tempo.co/">Indikator, Indobarometer, Charta Politika</a>, <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/04/17/breaking-jokowi-wins-second-term-csis-cyrus-quick-count.html">CSIS-Cyrus</a>, <a href="https://pemilu.kompas.com/hitunglangsung">Litbang Kompas</a> mengambil sampel dari sekitar 2.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hasil <em>quick count</em> mereka menunjukkan Jokowi-Ma'ruf memimpin perolehan suara di kisaran 54-56%, sementara Prabowo-Sandiaga 44-46%. </p>
<p>Kami meminta pakar politik dan hak asasi manusia untuk menganalisis apa makna kemenangan Jokowi, berdasarkan hasil hitung cepat awal ini, bagi kebebasan sipil dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. </p>
<hr>
<h2>Jokowi perlu membayar utang janji pemenuhan HAM</h2>
<p><strong>Asmin Fransiska, Dosen Hak Asasi Manusia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya</strong></p>
<p>Pada 2014, Jokowi memenangkan pemilihan presiden dengan menjanjikan akan menghormati, melindungi, serta memenuhi hak asasi manusia. Selama 4,5 tahun pemerintahan Jokowi gagal menepati janji ini. </p>
<p>Kegagalan ini harus menjadi beban “masa lalu” pemerintahannya kini. Kemenangan Jokowi untuk periode kedua harus ia gunakan untuk melunasi janji di periode sebelumnya. </p>
<p>Dalam <a href="https://documents-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G17/192/60/PDF/G1719260.pdf?OpenElement">Evaluasi PBB atas kinerja HAM pada 2017</a>, banyak catatan yang harus dibenahi, misalnya jaminan anti kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan, terutama di daerah terpencil dan jauh, Papua salah satunya hingga kasus-kasus penyiksaan dan perlindungan terhadap perempuan, anak, dan kelompok minoritas. </p>
<p>Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, perlindungan terhadap kelompok minoritas agama, etnis, ras serta kelompok minoritas seksual lemah. Selain itu <a href="http://id.safenetvoice.org/daftarkasus/">negara menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik</a> untuk menjerat kelompok minoritas, kelompok pegiat anti-korupsi, dan kelompok pelindung lingkungan hidup. </p>
<p>Dalam periode ini para aktivis HAM dan masyarakat sipil akan kembali menagih perlindungan HAM yang pada periode lalu gagal ditegakkan. </p>
<p>Sebagai langkah awal, Jokowi bersama wakil presidennya yang baru, Ma’ruf Amin, harus melakukan evaluasi atas kinerja Jaksa Agung yang selama empat tahun ini gagal membawa penjahat HAM sesuai dengan rekomendasi dari Komisi Nasional (Komnas) HAM. </p>
<p>Jokowi juga perlu memastikan amanat tuntutan Reformasi 1998 untuk mencabut Dwifungsi ABRI/TNI ditegakkan. Jika ia menunjuk mereka yang berafiliasi dengan militer dalam posisi sipil, terutama posisi strategis penegakan HAM, maka koridor sipil-militer akan menjadi sangat abu-abu dan berpotensi pada gagalnya pengungkapan kejahatan HAM di masa lalu. </p>
<p>Jokowi perlu mengimbangi prioritas pembangunan infrastruktur dengan perlindungan atas lingkungan hidup dan pemberantasan korupsi. Kedua hal tersebut bukan hanya tantangan, namun syarat sebuah pembangunan yang memiliki nilai penegakan HAM. Dalam perspektif HAM, terdapat indikator atas penilaian pembangunan yang ramah HAM, diantaranya pelestarian lingkungan hidup, absennya marjinalisasi masyarakat adat dan komunitas yang rentan, memastikan tersedianya akses atas kelangsungan hidup dan tingginya partisipasi publik dalam proses pembangunan sejak awal hingga akhir. </p>
<hr>
<h2>Konstelasi kekuasaan pendukung Jokowi dapat mengancam kebebasan sipil</h2>
<p><strong>Abdil Mughis Mudhoffir, Kandidat Doktor Ilmu Politik di University of Melbourne dan Dosen Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta</strong> </p>
<p>Menurut saya jaminan perlindungan terhadap kebebasan sipil pada periode kedua pemerintahan Jokowi tidak akan banyak berubah jika konstelasi kekuasaan yang mendukung pemerintahan Jokowi masih sama. Dan sepertinya begitu. </p>
<p>Kita bisa amati dari partai-partai “status quo” yang mendukungnya yang selamat dari <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/05/12/13420961/ambang-batas-parlemen-4-persen-caleg-jadi-penentu-kemenangan-parpol">ambang batas parlemen</a>. Jokowi maupun pemimpin Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDI-P) Megawati Sukarnoputri juga mungkin akan tetap dekat dengan pensiunan jenderal Luhut Binsar Panjaitan, yang memiliki kepentingan <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/02/27/luhut-admits-owning-6000-ha-coal-mine-in-east-kalimantan.html">bisnis pertambangan</a> dan energi, dan A.M. Hendropriyono, mantan kepala Badan Intelijen Nasional, organisasi yang diduga terlibat dalam pembunuhan pembela HAM Munir Said Thalib. </p>
<p>Keberadaan pensiunan jenderal yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM maupun yang terhubung dengan perusahaan tambang bermasalah di lingkaran kekuasaan Jokowi akan menghalangi upaya penyelesaian tidak hanya kasus kejahatan kemanusiaan masa lalu tetapi juga konflik agraria. Jumlah korban kekerasan dalam sengketa agraria baik karena kegiatan pertambangan, perkebunan maupun pembangunan infrastruktur sepertinya akan terus meningkat. </p>
<p>Represi negara maupun kekerasan sipil terhadap diskusi, pemutaran film dan pertemuan-pertemuan yang mengkritisi hubungan-hubungan bisnis orang-orang di sekeliling Jokowi maupun yang mengadvokasi kepentingan kelompok marginal akan berlanjut. </p>
<p>Sementara itu, upaya masyarakat sipil untuk mencegah kembalinya agenda dwi fungsi TNI nampaknya juga akan mengalami hambatan. Kasus <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/03/08/09055501/7-fakta-kasus-yang-menimpa-robertus-robet">Robertus Robet</a>, misalnya, kemungkinan akan dibiarkan tidak terselesaikan, tetapi berfungsi sebagai peringatan. </p>
<p>Dalam periode kedua ini, penggunaan politik identitas juga masih akan dominan mengingat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra tampaknya memperoleh suara yang signifikan dan akan tetap menjadi oposisi. Terlebih mereka juga telah memiliki kandidat yang kuat, seperti Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Sandiaga Uno atau petinggi PKS untuk pemilihan presiden 2024.</p>
<p>Kedua partai ini kemungkinan akan terus menggunakan narasi identitas keagamaan yang akan mereproduksi dan mempertajam polarisasi dalam masyarakat untuk memperkuat konsolidasi kekuatan mereka. Seperti sebelumnya, Jokowi juga akan merespons serangan narasi-narasi keagamaan dari oposisi dengan menggunakan narasi serupa, dan kelompok minoritas akan menjadi korban. </p>
<hr>
<h2>‘Terbaik dari yang terburuk’</h2>
<p><strong>Lailatul Fitriyah, Kandidat Doktor Ilmu Teologi, University of Notre Dame</strong></p>
<p>Kemenangan Jokowi-Ma’ruf tidak akan berarti apa-apa bagi banyak segmen kelompok minoritas, termasuk LGBTIQ, jika mereka tidak melakukan perbaikan mendasar dalam bentuk kebijakan yang melindungi hak asasi individu minoritas. </p>
<p>Periode pertama pemerintahan Jokowi telah banyak dikritik. Jokowi tidak mempedulikan penanganan kasus-kasus HAM berat dan perlindungan minoritas, meskipun pada kampanye presiden pertama ia mengetengahkan perlindungan HAM sebagai target utama kebijakan.</p>
<p>Di tengah buruknya rapor Jokowi dalam kerangka perlindungan HAM, terpilihnya Jokowi di periode kedua ini dapat dilihat sebagai hasil dari dua hal: <em>Pertama</em>, lawan politiknya memiliki catatan buruk HAM. <em>Kedua</em>, masyarakat masih sedikit lebih percaya Jokowi dibanding dengan Prabowo dalam isu-isu HAM. </p>
<p>Dengan kata lain, dalam konteks HAM, pemilih mencoblos Jokowi di atas prinsip ‘yang terbaik dari yang terburuk’. Jokowi terpilih karena ia tidak memiliki catatan pelanggar kejahatan HAM, itu saja.</p>
<p>Aspek lain dari era Jokowi 2.0 yang akan diawasi dengan seksama oleh para aktivis perlindungan HAM adalah rekan kerjanya, Ma’ruf Amin. </p>
<p>Popularitas Ma’ruf Amin tidak berasal dari komitmennya terhadap inklusifitas, melainkan dari basis pendukung tradisionalnya sebagai ulama Nahdlatul Ulama. Dalam jangka panjang, Ma’ruf Amin harus melayani seluruh segmen masyarakat Indonesia, terutama mereka yang berasal dari kelompok-kelompok marjinal. </p>
<p>Hal ini menuntut perubahan perspektif mendasar dalam diri Ma’ruf Amin. Sebelumnya, dalam posisinya sebagai ulama ia mengalienasi kelompok-kelompok minoritas (diantaranya, Syi’ah, Ahmadiyah, dan LGBTIQ). Sebagai wakil presiden yang baru, Ma’ruf Amin harus berperan sebagai pejabat publik dengan kewajiban melindungi hak seluruh rakyat Indonesia, tak peduli ras, etnisitas, seksualitas, maupun agama/non-agama mereka. </p>
<p>Bagi era pemerintahan Jokowi ke depan, mengorbankan minoritas demi mendulang dukungan publik tidak akan lagi bisa diterima. Dalam periode terakhir jabatannya, sudah seyogyanya Jokowi berjuang maksimal bagi kelompok-kelompok minoritas yang, walaupun mereka telah hidup dalam struktur kekerasan sistemik di era pemerintahan Jokowi sebelumnya, mereka masih mempercayai Joko Widodo untuk kembali bertanggung-jawab atas perlindungan hak-hak asasinya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115709/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Asmin Fransiska menerima beasiswa S2 dari Fulbright dan S3 dari The Catholic Academic Exchange Service (KAAD) - Germany.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Abdil Mughis Mudhoffir terafiliasi dengan Jurusan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Lailatul Fitriyah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kami meminta pakar politik dan hak asasi manusia untuk menganalisis apa makna kemenangan Jokowi, berdasarkan hasil hitung cepat awal ini, bagi kebebasan sipil dan perlindungan HAM di Indonesia.Asmin Fransiska, Lecturer in Human Rights, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Abdil Mughis Mudhoffir, PhD Candidate in politics at the Asia Institute, The University of MelbourneLailatul Fitriyah, Ph.D Student, World Religions and World Church Program, Department of Theology, University of Notre DameLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1146242019-04-16T10:34:53Z2019-04-16T10:34:53ZPemilih pemula dalam Pilpres 2019, bagaimana karakter mereka di tengah menguatnya konservatisme<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/269550/original/file-20190416-147514-12tuzds.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas tempat pemungutan suara mencoba kotak suara di Batang, Jawa Tengah, 27 Maret 2019.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU1NTQzOTIxNCwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTM1MDg1NzUyOCIsImsiOiJwaG90by8xMzUwODU3NTI4L21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sInpJTVhLcWcyQVhEbEI1b2ZIcTU5REgvaXl3YyJd%2Fshutterstock_1350857528.jpg&pi=41133566&m=1350857528&src=lHmJGTqiHRxs-_5yyxkNrg-4-56">Onyengradar/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dalam pemilihan umum Rabu besok (17 April), setidaknya <a href="https://news.detik.com/berita/d-4215354/ada-5-juta-pemilih-pemula-di-pemilu-2019">ada lima juta suara pemilih pemula</a> (usia 17 tahun, baru pertama kali memilih) yang akan diperebutkan oleh pasangan calon presiden dan wakilnya, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. </p>
<p>Jumlah tersebut sekitar 2,5% dari total pemilih yang <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181215171713-32-353929/kpu-jumlah-pemilih-tetap-pemilu-2019-capai-192-juta">mencapai 192 juta orang.</a> Meski porsiya kecil, suara mereka sangat mempengaruhi siapa calon presiden yang menang, apalagi di tengah selisih suara yang makin mengecil.</p>
<p>Survei mutakhir menunjukkan <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190412134939-32-385666/smrc-selisih-elektabilitas-jokowi-dan-prabowo-198-persen">selisih elektabilitas Jokowi dan Prabowo 19,8%</a>, sementara pemilih yang belum menentukan pilihan 6,3%. Ayunan suara dari pemilih pemula akan ikut menentukan siapa yang akan menjadi presiden terpilih. </p>
<p>Hasil <a href="https://journal.ugm.ac.id/jps/article/view/23524">riset awal saya</a> menunjukkan bahwa pemilih pemula memiliki preferensi memilih yang tidak tergantung pada nilai-nilai ideologis tapi lebih cenderung dipengaruhi oleh isu keseharian seperti isu kemacetan di kota besar, banjir, ketersediaan bahan pokok, dan layanan publik. Satu riset saya lagi <a href="https://journal.ugm.ac.id/jsp/article/view/24795">menunjukkan</a> mereka juga lebih banyak mengonsumsi media sosial sebagai deskripsi awal tentang preferensi perilaku memilihnya. </p>
<p>Kedua pola tersebut berkembang dari waktu ke waktu karena pada dasarnya pemilih pemula adaptif terhadap dinamika isu dan periode. Pada pemilu 2014, pemilih pemula dihadapkan pada narasi populisme dan oligarki. Sekarang pada 2019, mereka menghadapi narasi konservatisme identitas dan pluralisme kebangsaan. Apa pun narasinya, pemilih pemula memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan generasi yang lebih tua. </p>
<p>Beberapa pemilih muda di Indonesia memilih untuk menjadi relawan dalam gerakan politik dan memiliki identitas kelompok yang kuat. Ada juga yang apolitis dan apatis. </p>
<h2>Voluntarisme</h2>
<p>Banyak anak muda yang melibatkan diri dalam politik melalui voluntarisme politik. Ini dapat dilihat dalam keterlibatan mereka dalam gerakan relawan misalnya <a href="http://mediaindonesia.com/read/detail/200118-relawan-milenial-usung-kampanye-ceria-untuk-jokowi-amin">Relawan Jokowi</a> bagi pendukung Presiden petahana Joko Widodo,<a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Teman_Ahok">Teman Ahok</a> bagi pendukung mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, dan <a href="https://web.facebook.com/sahabatRK/?_rdc=1&_rdr">Sahabat Ridwan Kamil</a> bagi pendukung mantan Wali Kota Bandung. </p>
<p>Anak muda yang tidak menyukai <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/24795">hierarki</a> dan institusi kerap memilih untuk terlibat dalam gerakan relawan ketimbang partai politik. Mereka tidak terikat pada norma dan organisasi, tapi masih bisa untuk berjuang bersama dalam sebuah ikatan. Mereka <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/24795">lebih mengedepankan solidaritas berbasis isu</a> atau sebagian juga masih berbasis fanatisme figur. </p>
<h2>Kolegialitas</h2>
<p>Hal lain yang bisa dilihat dari karakter politik anak muda Indonesia adalah <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda/article/view/37954">kolegialitas</a>. Suara dan sikap mereka tidak mewakili suara per individu, tapi <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda/issue/view/3495">suara kelompok</a>. </p>
<p><a href="https://eprints.qut.edu.au/117670/2/Fiona_Suwana_Thesis.pdf">Sebuah riset terbaru menunjukkan</a> bahwa anak muda Indonesia berupaya membangun eksistensi dan representasi dengan membentuk kelompok-kelompok atau komunitas mereka sendiri, misalnya dalam bentuk kelompok bermusik atau komunitas olahraga. Hasil riset tersebut menunjukkan kalau eksistensi dan representasi tersebut digerakkan oleh penggunaan media digital. </p>
<p>Dalam melakukan hal itu mereka menunjukkan sifat mereka yang ingin independen dan netral tapi dalam skala kelompok. Mereka disatukan pada minat dan kesamaan.
Kolegialitas juga bermakna sebagai perlawanan kultural terhadap sistem sosial yang telah mapan. Anak muda Indonesia bisa bereksperimen dengan kolegialitas sebelum mencemplungkan diri dalam ajang politik terbuka. </p>
<p>Dalam urusan politik praktis, kolegialitas berbasis kelompok ini menjadi momen penting bagi para politikus maupun partai politik untuk bisa meraup dan merengkuh satu segmen anak muda tersebut. Kelompok band <a href="https://pilpres.tempo.co/read/1192722/slank-akan-gelar-konser-akbar-dukungan-untuk-jokowi">musik Slank</a>, yang mendukung Jokowi, dan para fans mereka adalah contoh bentuk kolegalitas ini. </p>
<p>Bagi para pemilih muda, mereka harus menyadari juga bahwa kolegialitas mereka rentan untuk diinflitrasi dan dibelokkan oleh kelompok masyarakat partisan dan loyalis figur tertentu guna menambah jumlah perolehan suara.</p>
<h2>Apolitis dan apatis</h2>
<p>Karakter yang paling sering dibicarakan dalam membahas politik anak muda adalah kecenderungan <a href="http://mediaindonesia.com/read/detail/192157-survei-alvara-milenial-cuek-terhadap-politik">apolitis dan apatis</a>. Kedua sikap tersebut selalu muncul dalam berbagai kajian maupun diskusi akademik yang membahas anak muda Indonesia terutama <a href="http://mediaindonesia.com/read/detail/192157-survei-alvara-milenial-cuek-terhadap-politik">mereka yang lahir pasca-1998</a>. </p>
<p>Temuan <a href="https://www.csis.or.id/uploaded_file/event/ada_apa_dengan_milenial____paparan_survei_nasional_csis_mengenai_orientasi_ekonomi__sosial_dan_politik_generasi_milenial_indonesia__notulen.pdf">riset Center for Strategic and International Studies</a> dan <a href="https://www.academia.edu/35915408/MEMAHAMI_MILENIAL_INDONESIA_by._Alvara_Research_Center">Alvara</a> mengemukakan bahwa gejala apolitis itu terjadi karena perbedaan faktor sosial ekonomi dan sosial politik, misalnya ketersediaan lapangan kerja dan aksesibilitas informasi. Keduanya berdampak pada pembentukan karakter apolitis yang lebih didorong faktor pragmatis; rezim berganti atau bertahan tidak mempengaruhi langsung kehidupan mereka. </p>
<p>Oleh karena itu, gejala apolitis ini bukan muncul karena maraknya persekusi dan intimidasi misalnya perundungan dan pengucilan di lingkungan sosial karena perbedaan politik, tapi pola apolitis sudah dibentuk lama sejak menjalani pendidikan di rumah.<a href="http://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/view/305/pdf%20Wiratri,%202018"> Keluarga memiliki andil besar dalam mempengaruhi perjalanan hidup seseorang</a> ketika nanti menentukan pilihan hidup karena anak dapat menjadi cerminan keberhasilan pendidikan orang tua secara sosial. Banyak keluarga Indonesia yang mendorong anak muda sekarang (17-35 tahun) untuk menjadi kelompok pekerja mapan. Penanaman nilai itu yang menjadi basis pandangan anak muda bahwa mengejar karir mapan secara ekonomis itu suatu keharusan daripada bertarung idealisme. </p>
<p>Bagaimana pun, suara politik anak muda Indonesia berpotensi untuk menjadi penyeimbang, bahkan menjadi penentu dalam pemilu presiden 2019 ini. Siapa pun yang menang, presiden terpilih harus mendengar suara mereka.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/114624/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Wasisto Raharjo Jati tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Gerakan voluntarisme politik kini menjadi tren berpolitik jalan tengah anak muda yang tidak biasa dengan hierarki dan institusi.Wasisto Raharjo Jati, Junior scientist in Indonesian Politics, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1155642019-04-16T09:44:48Z2019-04-16T09:44:48ZPemilu legislatif dan pilpres: Apa yang penting dan apa yang dipertaruhkan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/269511/original/file-20190416-147518-1g3vd27.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang pegawai kecamatan membawa kotak surat suara sehari sebelum disebarkan ke seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di Bogor, Jawa Barat. Indonesia akan menyelenggarakan pemilu presiden dan legislatif yang berlangsung esok hari. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.epa.eu/politics-photos/elections-photos/ballot-boxes-preparation-ahead-of-the-general-elections-in-indonesia-photos-55127259">EPA/ADI WEDA</a></span></figcaption></figure><p>Besok, Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, akan menggelar pemilihan umum (pemilu) kelima sejak jatuhnya rezim otoriter Soeharto pada 1998.</p>
<p>India mungkin menyelenggarakan <a href="https://theconversation.com/indias-elections-will-be-the-largest-in-world-history-114968">pemilu terbesar dan termahal di dunia</a> tapi tidak serumit di Indonesia.</p>
<p>Sebagai negara yang memiliki populasi keempat terbesar di dunia dan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia punya banyak hal yang dipertaruhkan dalam pemilu ini. Hasil pemilu besok akan menentukan stabilitas Indonesia sebagai negara yang demokratis dari sudut pandang ekonomi dan keamanan.</p>
<p>Inilah yang perlu kita ketahui tentang pemilu kali ini dan apa yang dipertaruhkan.</p>
<h2>Lima pencoblosan sekaligus</h2>
<p>Untuk pertama kalinya, Indonesia akan mengadakan pemilihan presiden (pilpres) dan legislatif secara bersamaan. Pemerintah mengklaim bahwa sistem simultan ini akan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2014/01/23/1954013/KPU.Pemilu.Serentak.Hemat.Anggaran">menghemat biaya</a>.</p>
<p>Jadi, begitu memasuki bilik suara, seorang pemilih harus berurusan dengan lima surat suara sekaligus, menjadikannya pemilu paling kompleks di dunia. </p>
<h2>Tentang angka-angka</h2>
<p>Jumlah pemilih terdaftar mencapai <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/04/08/21501411/jumlah-pemilih-pemilu-2019-bertambah-jadi-192866254">192,8 juta orang</a> dengan hampir <a href="https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/berebut-suara-pemilih-muda">50%</a> berusia di bawah 40 tahun.</p>
<p>Pada Rabu pagi, para pemilih yang berhak akan pergi ke <a href="https://beritagar.id/artikel/berita/pemilu-2019-digelar-di-810329-tps">810.329</a> bilik suara di seluruh negeri untuk memilih presiden dan wakil presiden dan <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/explainer-will-the-2019-elections-be-fair/">hampir 20.500 anggota Dewan Perwakilan Rakyat</a> (DPR) di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, serta 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Setidaknya <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/explainer-will-the-2019-election-be-fair/">300.000</a> calon maju untuk kursi legislatif.</p>
<p>Untuk kursi presiden, seorang pemilih harus memilih antara Jokowi “Jokowi” Widodo dan saingannya, Prabowo Subianto.</p>
<p>Ada beberapa kekhawatiran terkait pemilu besok.</p>
<p>Para pakar mempertanyakan <a href="https://thediplomat.com/2018/10/free-speech-and-democracy-under-threat-in-indonesia/">kualitas demokrasi Indonesia</a>, di tengah-tengah <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00074918.2018.1549918">penindasan yang meningkat</a>, <a href="https://www.eastasiaforum.org/2019/01/07/is-indonesian-democracy-up-to-the-%20-challenge%20/">meningkatnya konservatisme</a> yang ditambah dengan maraknya <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/15/world/asia/indonesia-election-islam.html">Islamisme</a> dan tren <a href="https://www.newmandala.org/an-anti-feminist-wave-in-indonesias-election/">anti-feminisme</a></p>
<p>Beberapa pihak juga khawatir <a href="https://www.nytimes.com/2019/04/11/opinion/joko-widodo-indonesia-military.html">pengaruh militer juga semakin meningkat</a>. Beberapa mungkin berpikir Indonesia mungkin berada <a href="http://www.newmandala.org/how-polarised-is-indonesia/">di ambang perang saudara</a>.</p>
<p>Tidak mengherankan, banyak orang yang percaya bahwa banyak yang dipertaruhkan dalam pemilu besok. Pada dasarnya, ini adalah pertempuran antara <a href="https://www.economist.com/asia/2018/05/10/indonesias-president-is-neither-a-grubby-politician-nor-a-%20diehard-reformer">pihak yang mewakili Indonesia moderat, inklusif</a> versus <a href="https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2019/03/20/indonesias-upcoming-elections-explained">populis nasionalis</a> yang <a href="https://www.theguardian.com/world/2019/apr/13/dont-teach-me-democracy-an-uneasy-audience-with-indonesias-prabowo">merangkul kelompok Islam garis keras dengan agenda non-liberal mereka</a>.</p>
<h2>Pertarungan lama Jokowi dan Prabowo</h2>
<p>Pemilihan presiden 2019 merupakan pertandingan ulang antara Jokowi, seorang warga sipil dan mantan penjual furnitur yang menjadi politikus, dan Prabowo, mantan jenderal dan mantan menantu mantan diktator Soeharto. Dalam pemilu presiden 2014 <a href="https://www.bbc.com/news/world-asia-28415536">Jokowi memenangkan pemilu dengan selisih kecil</a>.</p>
<p>Untuk dapat dipilih kedua kalinya, Jokowi menonjolkan pencapaian ekonomi di bawah pemerintahannya. Salah satunya adalah pencapaian Jokowi dalam pembangunan infrastruktur, sesuatu diabaikan oleh para pendahulunya.</p>
<p>Strategi lain Jokowi adalah membangun sekutu dengan Nadlatul Ulama (NU), organisasi Muslim terbesar di Indonesia dengan memilih Ma'ruf Amin, seorang tokoh senior di NU, sebagai pasangannya. Dengan menerapkan strategi ini, Jokowi membuang pendekatan yang digunakan pada 2014 ketika dia memperjuangkan nilai-nilai pluralisme.</p>
<p>Dengan memilih Ma'ruf, Jokowi berharap untuk tidak diserang dengan dalih agama seperti rekannya, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Ahok adalah mantan wakil Jokowi ketika ia menjadi gubernur Jakarta.</p>
<p>Ahok, yang beretnis Cina dan beragama Kristen, adalah korban dari <a href="https://www.reuters.com/article/us-indonesia-election-idUSKBN17K15Z">kampanye hitam</a> yang dijalankan oleh kaum konservatif untuk mencegahnya memenangkan pemilihan gubernur Jakarta 2017. Ahok tidak hanya gagal memenangkan pemilihan, tetapi ia juga kemudian dinyatakan bersalah atas tuduhan penistaan agama. Baru-baru ini, dia dibebaskan dari penjara.</p>
<p>Di sisi lain adalah Prabowo. Dia berpasangan dengan Sandiaga Uno, salah satu orang terkaya di Indonesia.</p>
<p>Pendukung Prabowo adalah mereka yang merindukan stabilitas di bawah pemerintahan Soeharto yang otoriter. Dibandingkan dengan Jokowi, Prabowo dipandang sebagai pemimpin yang lebih kuat karena pengalamannya di militer.</p>
<p>Pendukung Prabowo termasuk <a href="http://file.understandingconflict.org/file/2019/03/Report_55.pdf">kaum konservatif yang bergabung dengannya karena mereka membenci Jokowi</a>.</p>
<p>Selain <a href="https://www.newmandala.org/qa-sandiaga-uno-on-economic-policy/">menyerang kebijakan ekonomi Jokowi</a>, strategi lain dari para pendukung Prabowo adalah menciptakan citra bahwa Jokowi <a href="https://coconuts.co/jakarta/news/halal-grilled-pork-legal-lgbt-president-jokowi-urges-public-stop-sharing-fake-news-online/">anti dengan segala yang berhubungan dengan umat Islam</a>.</p>
<p>Sebagai balasannya, para pendukung Jokowi menyerang balik Prabowo dengan mengatakan bahwa ia bukan seorang Muslim yang baik. <a href="http://file.understandingconflict.org/file/2019/03/Report_55.pdf">Mereka mempertanyakan kesalehan Prabowo dengan menanyakan di mana dia melakukan salat Jum'at yang merupakan kewajiban bagi setiap laki-laki Muslim</a>. Mereka juga menuduh Prabowo
<a href="https://tirto.id/prabowo-isu-khilafah-dan-sejarah-gerakan-islam-politik-indonesia-dkT6">mendukung pembentukan negara Islam</a>. Prabowo menyangkal keras tuduhan itu selama debat presiden kemarin.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/jzLCMp30GEU?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<h2>Memprediksi hasilnya, siapa pun yang menang</h2>
<p>Pada dasarnya, jika Jokowi menang ini akan membuktikan bahwa kebijakan ekonominya disukai pemilih dan memberi isyarat kepada oposisi - atau lebih tepatnya, kandidat untuk pemilihan presiden 2024, bahwa merangkul pihak garis keras bukan strategi jitu untuk meraih suara mayoritas pemilih.</p>
<p>Tentu saja, ini tidak berarti bahwa para kandidat dapat mengabaikan peran Islam dalam politik - seperti yang dialami Ahok pada pemilihan gubernur Jakarta 2017. Tapi tentu saja, lebih menguntungkan untuk mengambil sikap yang lebih moderat untuk mendapatkan dukungan.</p>
<p>Jika Prabowo menang, ini akan menunjukkan bahwa politik identitas tetap kuat dan berada di sisi ekstrimis memang membuahkan hasil. Memang, ini tidak berarti bahwa Prabowo menyetujui taktik semacam itu. Namun, fakta bahwa mereka sering menggunakan serangan berbasis agama di sebagian besar kampanyenya, menyiratkan bahwa sayangnya, kemenangannya, dapat dipandang sebagai kemenangan politik identitas yang nantinya dapat digunakan lagi di pilpres mendatang. </p>
<p><em>Jamiah Solehati menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115564/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Yohanes Sulaiman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Inilah yang harus Anda ketahui tentang pemilu dan pilpres di Indonesia dan apa yang dipertaruhkan.Yohanes Sulaiman, Associate lecturer, Universitas Jendral Achmad YaniLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1155242019-04-16T07:44:02Z2019-04-16T07:44:02ZBagaimana pemilu Indonesia berbeda dari Australia<p>Saat orang Australia bersiap-siap untuk pemilihan umum mereka yang akan datang pada bulan Mei, orang Indonesia akan menuju ke kotak suara Rabu, 17 April 2019.</p>
<p><a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/04/08/21501411/jumlah-pemilih-pemilu-2019-bertambah-jadi-192866254">Lebih dari 190 juta orang</a> terdaftar untuk memilih dalam demokrasi terbesar di Asia Tenggara. Warga kedua negara akan memilih perwakilan mereka dalam pemilihan masing-masing, tapi mereka memiliki cara berbeda dalam pelaksanaannya. </p>
<h2>Pemilihan presiden langsung</h2>
<p>Pertama, tidak seperti di Australia yang mewajibkan warganya mengikuti pemilu, orang Indonesia dapat memilih untuk menggunakan hak pilih mereka atau untuk memutuskan untuk tidak memilih. Analis memperkirakan bahwa jumlah yang tidak memilih, yang disebut “golongan putih” (golput), di Indonesia <a href="https://en.tempo.co/read/1170259/golput-may-rise-potential-misuse-of-ballot-in-2019-election">akan meningkat</a> tahun ini. Sementara beberapa pemilih mungkin tidak muncul ke kotak suara karena apatis terhadap politik, beberapa <a href="https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/can-golput-save-indonesian-democracy/">golput</a> berpendapat bahwa ini adalah sikap politik yang dibenarkan karena tidak adanya calon yang dianggap baik. Orang-orang ini bisa jadi datang ke tempat pemungutan suara, tapi mencoblos semua kertas suara, untuk memastikan pilihan mereka (untuk tidak memilih) tercatat. </p>
<p>Parlemen Australia <a href="https://www.aph.gov.au/About_Parliament/Senate/Powers_practice_n_procedures/platparl/c03">secara <em>de facto</em> digambarkan sebagai sistem dua partai</a>. Pemilih Australia tidak dapat secara langsung memilih perdana menteri mereka. Sebaliknya, mereka memilih anggota parlemen mereka dari dua partai besar, beberapa partai kecil, atau anggota independen. Dalam kebanyakan kasus, anggota parlemen adalah anggota atau pendukung partai politik. Partai politik yang berhasil memenangkan lebih dari 75 kursi anggota parlemen akan membentuk pemerintahan, dan pemimpinnya akan ditunjuk sebagai perdana menteri.</p>
<p>Sementara, Indonesia melaksanakan pemilihan presiden langsung di bawah sistem multipartai. Meskipun pemilih Indonesia dapat memilih presiden mereka, pencalonan calon presiden ditentukan oleh partai politik yang memperoleh minimum 20% kursi di DPR.</p>
<p>Pada hari Rabu, pemilih Indonesia akan memilih kandidat untuk presiden dan legislator. Tahun ini, ada dua kandidat presiden dan 14 partai politik yang bertanding.</p>
<p>Presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo sekali lagi akan berhadapan dengan mantan jenderal Prabowo Subianto. Jokowi, kandidat dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDI-P), didukung oleh koalisi yang beranggotakan delapan partai lain. Prabowo dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) memiliki tiga partai lain di koalisinya.</p>
<p>Sistem pemilihan presiden langsung diperkenalkan di Inodnesia pada 2004. Indonesia telah melaksanakan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_1955">pemilihan umum sejak tahun 1955</a>. Namun, Indonesia sempat dekat dengan gaya kepemimpinan otoriter, baik di bawah Soekarno maupun Soeharto. Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, Indonesia mengalami demokratisasi.</p>
<p>Kandidat presiden harus <a href="https://australiaindonesiacentre.org/guide-to-the-2019-indonesian-elections-path-to-the-presid//">mengamankan lebih dari 50%</a> dari suara rakyat untuk memenangkan pemilihan. Jika tidak ada kandidat yang dapat memperoleh 50% dalam pemilihan, pemilihan putaran kedua akan diadakan untuk mencari suara mayoritas.</p>
<p>Presiden terpilih di Indonesia adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Karena pemerintah eksekutif tidak berasal dari kamar legislatif, presiden Indonesia bukan anggota parlemen. Presiden menggunakan kekuasannya untuk membentuk kabinet. Para menteri fokus menjalankan portofolio eksekutif dan bukan bagian dari fungsi legislatif.</p>
<h2>Kursi legislatif</h2>
<p><a href="https://pearson.com.au/products/DG-Fenna-Alan-et-al/Government-and-Politics-in-Australia/9781486000517?R=9781486000517">Sistem preferensi</a> pemilihan Dewan Perwakilan Australia memungkinkan hampir <a href="https://www.aec.gov.au/Enrolling_to_vote/Enrolment_stats/national/2019.htm">17 juta</a> pemilih memberikan peringkat suara mereka berdasarkan preferensi mereka. </p>
<p>Sementara di Indonesia, pemilihan umum presiden menggunakan sistem mayoritas sederhana, di mana warga hanya memberikan suara untuk satu opsi. Pemilih Indonesia menggunakan paku untuk memukul kertas suara, <a href="https://www.peo.gov.au/learning/fact-sheets/federal-elections.html">sementara pemilih Australia menandai pilihan mereka menggunakan pulpen</a>. </p>
<p>Australia melaksanakan pemungutan suara pemenang tunggal, artinya satu daerah pemilihan hanya diwakili oleh satu anggota dari satu partai politik atau independen. Di Indonesia, satu daerah pemilihan dapat diwakili oleh lebih dari satu anggota dari lebih dari satu partai politik.</p>
<p>Sementara Dewan Perwakilan Australia yang akan datang akan terdiri dari 151 anggota dan masing-masing akan mewakili distrik dengan satu anggota, DPR akan terdiri dari <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40678216">575 kursi</a> dari 80 daerah pemilihan. Dengan kata lain, setiap konstituensi Indonesia diwakili oleh lebih dari satu anggota, tergantung pada ukuran populasi.</p>
<h2>Memainkan kartu truf: politik identitas</h2>
<p>Seperti di negara manapun, ada isu-isu khusus yang membuat para pemilih menjadi sangat emosional, dan di sinilah para politikus biasanya mengeksploitasi taktik mereka untuk mengumpulkan suara.</p>
<p>Di Australia, perilaku pemilih banyak dibentuk oleh sejumlah masalah seperti manajemen ekonomi, pengangguran, hubungan industri, perpajakan, pendidikan, kesehatan, lingkungan, pemanasan global, pengungsi dan pencari suaka. </p>
<p>Masalah pengelolaan ekonomi dan kesehatan adalah <a href="https://australianelectionstudy.org/wp-content/uploads/Trends-in-Australian-Political-Opinion-1987-2016.pdf">masalah yang paling penting</a> di Pemilu Australia 2016.</p>
<p>Pemilih Australia juga mengkhawatirkan ketidakstabilan politik Australia. Sebelum 2010, orang Australia cenderung percaya bahwa mereka pada dasarnya memilih perdana menteri mereka dengan memilih partai politik pilihan mereka. Namun, setelah enam kali pergantian Perdana Menteri sejak 2010, perilaku pemilih Australia bergeser dan mengantisipasi pencabutan perdana menteri sebagai <a href="https://www.abc.net.au/news/2015-09-23/karvelas-%20this-is-just-the-westminster-system-in-action%20/%206797818">sesuatu yang mungkin dapat terjadi</a>.</p>
<p>Di Indonesia, perilaku memilih agak dipengaruhi oleh <a href="https://www.cambridge.org/core/books/voting-behavior-in-indonesia-since-democratization/sociological-and-demographic-factors/%208350495D0045C67601F4F5615DCFB895">tiga faktor</a>: agama, etnis dan semangat kedaerahan, dan kelas sosial.</p>
<p>Sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar, sebagian besar taktik dari kedua kubu calon presiden di Indonesia adalah membangun aliansi dengan kelompok-kelompok Islam dan mempromosikan simbol dan ritual Islam. </p>
<p>Pekan lalu, sekelompok ulama Islam terkenal menyatakan dukungan mereka kepada Prabowo Subianto. <a href="https://theconversation.com/a-preacher-says-starbucks-customers-will-go-to-the-hell-the-rise-of-indonesias-new-generation-of-preachers-95837">Ustad Abdul Somad</a>, misalnya, salah satu pengkhotbah Islam Indonesia yang paling terkenal dengan 8,8 juta pengikut di Instagram dan 1,2 juta pelanggan di Youtube, menyatakan dukungannya melalui wawancara 13 menit dengan Prabowo, yang disiarkan di televisi nasional.</p>
<p>Di pihak Jokowi, para ulama Islam lainnya seperti <a href="https://pilpres.tempo.co/read/1195433/bertemu-mbah-moen-dan-luthfi-bin-yahya-jokowi-diberi-sorban">Maimun Zubair dan Luthfi bin Yahya mempersembahkan sorban dan tasbih untuk Jokowi</a> sebagai tanda dukungan. Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar, telah secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Jokowi, karena calon wakil presidennya, Ma'ruf Amin, juga merupakan salah satu pengkhotbah Islam terkemuka dari NU.</p>
<p>Politik identitas sebagai kartu truf terakhir di Indonesia tidak bisa dihindari. Saat ini, jajak pendapat menunjukkan bahwa <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/04/13/prabowo-narrows-gap-but-jokowi-still-in-lead-final-polls%20.html">Jokowi memimpin</a>. Kita akan lihat bagaimana kelanjutannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115524/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hangga Fathana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Warga kedua negara akan memilih perwakilan mereka dalam pemilihan masing-masing, tapi mereka memiliki cara berbeda dalam pelaksanaannya.Hangga Fathana, Lecturer in International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII) YogyakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1154252019-04-14T06:17:20Z2019-04-14T06:17:20ZDebat pilpres pamungkas: baik Jokowi dan Prabowo terjebak teori dan retorika<p>Dalam debat pemilihan presiden (pilpres) putaran terakhir pada 13 April, kedua calon presiden dan wakilnya, petahana Joko “Jokowi” Widodo-Ma'ruf Amin dan lawannya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, akan kembali berlaga sebelum rakyat Indonesia menentukan pilihan mereka Rabu depan.</p>
<p>Dalam debat kali ini, kedua kubu membicarakan empat topik: ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, serta industri.</p>
<p>Kami menghubungi beberapa akademisi untuk memberikan analisis mengenai paparan visi misi serta jawaban dua calon presiden tersebut terkait empat topik di atas. Dari empat akademisi yang kami hubungi, kedua pasangan kandidat memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, namun yang jelas kualitas debat kali ini terlihat menurun. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan mereka yang tidak substantif dan jawaban-jawaban yang terkadang tidak relevan dengan pertanyaannya. </p>
<p>Berikut paparan mereka.</p>
<hr>
<h1>Meyakinkan konstituen masing-masing</h1>
<p><strong>Febrio Kacaribu, Kepala Kajian Makro, LPEM FEB, Universitas Indonesia</strong></p>
<p>Secara substantif, dalam hal platform dan ide kebijakan di bidang ekonomi, tidak ada perbedaan yang berarti antara Jokowi dan Prabowo. Keduanya ingin mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, melanjutkan pembangunan infrastruktur fisik, revitalisasi industri manufaktur, meningkatkan pemerataan pembangunan, dan memastikan pemanfaatan yang optimal dari pertumbuhan ekonomi digital. Selebihnya sebenarnya hanya retorika, demi enak didengar oleh konstituen masing-masing. Debat terakhir ini semakin menunjukkan kesamaan itu. </p>
<p>Dalam debat, saya melihat Prabowo cenderung menyerang dengan pernyataan-pernyataan yang agak sporadis dan sering tidak konsisten dengan data: <a href="https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-20190401124137.pdf">harga pangan</a> katanya mahal, <a href="https://www.bps.go.id/statictable/2009/06/29/901/inflasi-indonesia-menurut-kelompok-komoditi-2006-2019.html">listrik</a> katanya mahal, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00074918.2019.1592644">Badan Usaha Milik Negara (BUMN)</a> katanya merugi, <a href="http://www.smeru.or.id/id/content/laporan-tematik-studi-midline-tema-4-meningkatkan-status-kesehatan-dan-gizi-perempuan">kartu-kartu Jokowi</a> katanya tidak efektif, <a href="https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html#subjekViewTab3">pemerataan</a> katanya memburuk, dan sebagainya. Beberapa pernyataan Prabowo justru kontradiktif, seperti rasio pajak bisa ditingkatkan dengan menurunkan tarif pajak. Untuk <a href="http://www.doingbusiness.org/content/dam/doingBusiness/country/i/indonesia/IDN.pdf">Indonesia</a>, tarif pajak bukan masalah utamanya, melainkan kepatuhan pajak dan kepastiannya.</p>
<p>Jokowi cenderung defensif dan fokus pada kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan. Kata kunci yang sering disebut adalah infrastruktur dan pemerataan. Jokowi mengakui hal-hal yang <a href="https://www.lpem.org/macroeconomic-analysis-series-indonesia-economic-outlook-q1-2019/">belum berhasil</a> dilakukan seperti revitalisasi industri dan mengurangi defisit transaksi berjalan. Beliau juga berusaha menjelaskan tentang tahapan pembangunan yang dimulai dengan infrastruktur. </p>
<p><strong>Pemenang dalam sesi ini: Seri antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi</strong></p>
<p>Secara keseluruhan, menurut saya kedua belah pihak mencapai tujuan masing-masing dari debat terakhir ini, yaitu meyakinkan konstituen masing-masing. </p>
<hr>
<h2>Jokowi terlalu teoritis, Prabowo mengarah ke substansi</h2>
<p><strong>Fithra Faisal Hastiadi, Peneliti dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia</strong></p>
<p>Dalam debat kali ini saya melihat Jokowi-Ma'ruf terjebak dalam perdebatan teoritis mengenai konsep makro dan mikro ekonomi dan agak minim dari sisi substansi. Secara umum yang disampaikan pasangan petahana mengenai industri dan investasi cukup klise. Sebagai petahana, mereka belum menemukan jawaban konkrit atas permasalahan deindustrialisasi yang berujung pada tekornya neraca dagang selama Jokowi menjabat presiden selama empat setengah tahun terakhir. </p>
<p>Infrastruktur terkesan sebagai target akhir dan belum berfungsi sebagai target pengungkit industri. Buktinya, kontribusi sektor manufaktur terhadap <a href="https://katadata.co.id/berita/2017/08/03/bi-kontribusi-industri-manufaktur-pada-perekonomian-susut-8">produk domestik bruto (PDB) terus menukik</a> (sebagai perbandingan kontribusinya <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20190101/257/874531/kontribusi-manufaktur-terhadap-pdb-turun-ini-penjelasan-kemenperin">sekitar 29% pada 2001</a>, lalu <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/bps-pertumbuhan-industri-pengolahan-stagnan">20,99%</a> pada 2015, dan <a href="http://www.kemenperin.go.id/artikel/20425/Terus-Tumbuh,-Kontribusi-Manufaktur-Terhadap-PDB-Nasional-Capai-19,86">19,86% pada 2018</a>) dan pertumbuhannya (rata-rata 4,2%) selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/05/21/20-tahun-setelah-reformasi-ekonomi-indonesia-tumbuh-sekitar-5">rata-rata sekitar 5%</a>. </p>
<p>Sebaliknya Prabowo-Sandi, meski masih terlalu normatif, lebih mengarah kepada permasalahan yang lebih substantif yaitu masalah kapasitas institusi untuk mengundang investasi dengan membangun iklim investasi yang kondusif dan kepastian berusaha. Prabowo-Sandi juga tampak jelas ingin memprioritaskan investasi yang berorientasi industri dan ekspor, demi menopang perekonomian ke depan yang masuk dalam jebakan 5% selama Jokowi menjadi presiden.</p>
<p>Pasangan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi juga tampak ingin menggelorakan investasi melalui pajak. Jokowi-Ma'ruf secara teoritikal membahas konsep makro dan mikro ekonomi, sementara Prabowo-Sandi lebih kontekstual dengan membahas pemotongan pajak. </p>
<p>Secara empiris, <a href="https://www.aeaweb.org/articles?id=10.1257/aer.100.3.763">sebuah penelitian pada tahun 2010 telah mengungkapkan bahwa efek dari pemotongan pajak akan langsung berdampak terhadap konsumsi dan juga investasi (terutama investasi domestik)</a> sehingga dapat menggeliatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian akan tercipta perluasan lapangan kerja formal sehingga pada masa depan, dengan diikuti dengan perluasan basis pajak dan reformasi pajak, rasio pajak bisa meningkat sesuai target.</p>
<p><strong>Pemenang dari sesi ini: Prabowo-Sandi</strong></p>
<p>Pasangan ini jauh lebih taktis dan strategis ketimbang petahana yang seharusnya bisa lebih menguasai masalah.</p>
<hr>
<h2>Kualitas debat menurun</h2>
<p><strong>Martin Daniel Siyaranamual, Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran</strong></p>
<p>Setelah mengikuti jalannya debat pamungkas tadi malam, secara pribadi, saya melihat bahwa terjadi penurunan kualitas yang signifikan dibandingkan dengan debat-debat sebelumnya. </p>
<p>Kedua kubu tidak mampu untuk mengelaborasi keterkaitan empat pokok bahasan yang ada baik pada saat penyampaian visi-misi maupun pada saat kedua calon saling melemparkan pertanyaan dan tanggapan. </p>
<p>Seharusnya kedua calon bisa memaparkan ide yang lebih komprehensif bagaimana peningkatan rasio pajak, khususnya dari pajak penghasilan, tidak hanya baik dari sisi penerimaan negara, akan tetapi juga baik untuk mengurangi ketimpangan ekonomi. </p>
<p>Lebih lanjut, saya melihat bahwa kedua calon memiliki pandangan yang serupa bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kunci untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan. </p>
<p>Pandangan ini mendominasi kebijakan pertumbuhan ekonomi pada dekade 1970 dan 1980-an. Namun, pada dekade awal 1990-an, padangan ini mulai ditinggalkan. </p>
<p>Hasil <a href="http://documents.worldbank.org/curated/pt/336551468269114485/pdf/771120JRN0WBER0Box0377291B00PUBLIC0.pdf">penelitian Bank Dunia pada tahun 1996 </a> menyatakan bahwa struktur yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi jauh lebih penting ketimbang hanya pertumbuhan ekonomi semata. Selain itu, <a href="https://www.econstor.eu/bitstream/10419/53115/1/335129021.pdf">hasil penelitian lainnya</a> juga menyatakan dari bahwa pengurangan angka kemiskinan akan lebih sulit dilakukan ketika angka ketimpangan masih tinggi. </p>
<p>Jadi, seharusnya baik Jokowi maupun Prabowo tidak hanya memaparkan bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari melalui peningkatan investasi, proses industrialisasi, penggunaan teknologi, akan tetapi mereka juga seharusnya bisa menjelaskan program-program yang memastikan kue pertumbuhan ekonomi bisa terdistribusi dengan lebih baik. </p>
<p>Walaupun kualitas debat pamungkas ini di bawah harapan saya, akan tetapi untuk debat ini, penampilan Jokowi lebih baik dibanding Prabowo. </p>
<p><strong>Pemenang dalam sesi ini: Jokowi-Ma'ruf</strong></p>
<p>Alasan saya menyatakan hal ini karena pada sesi pertama, baik Prabowo dan Sandiaga praktis tidak memaparkan program kerja mereka. Jikalau ada program kerja yang disampaikan, program kerja tersebut adalah program kerja milik Sandiaga yang dirinya klaim berhasil diterapkan di DKI Jakarta ketika dirinya menjabat sebagai wakil gubernur. Akan tetapi menjadikan keberhasilan program di DKI Jakarta sebagai barometer untuk membawa program tersebut ke tingkat nasional bukanlah tindakan bijaksana karena ada perbedaan fundamental di banyak hal antara DKI Jakarta dan bukan DKI Jakarta.</p>
<hr>
<h2>Antara realita dan retorika</h2>
<p><strong>Trissia Wijaya, Peneliti kajian politik ekonomi, Kandidat doktor Murdoch University, Australia</strong></p>
<p>Secara garis besar, ada dua hal yang dapat kita simpulkan dalam debat final kali ini. </p>
<p>Pertama, adanya ketidakseimbangan tingkat pemahaman yang sangat kontras antara pasangan Jokowi-Ma'ruf dengan Prabowo-Sandi. Dari jawaban yang dikemukakan Prabowo dan Sandiaga, mereka terlihat tidak begitu menguasai materi mengenai stabilitas harga komoditas dan inflasi, perkembangan industri digital. </p>
<p>Kedua, saya melihat solusi yang ditawarkan oleh Jokowi lebih realistis, inovatif. Salah satu idenya tentang pembentukan perusahaan induk bagi BUMN menunjukkan Jokowi menguasai permasalahan secara substansial. </p>
<p>Sedangkan Prabowo-Sandi masih menggunakan pendekatan konvensional seperti yang digunakan dalam debat sebelumnya. Kali ini, Prabowo-Sandi tetap menekankan agenda nasionalisme, menegasikan argumen Jokowi-Ma'ruf dengan data yang belum terverifikasi tanpa adanya solusi yang konkrit. </p>
<p>“Langkah salah, ekonomi ‘bocor’, swasembada pangan, kewirausahaan” tidak lain adalah retorika yang telah digadangkan sebelumnya. Hal ini menurunkan kualitas pasangan tersebut dalam debat kali ini. </p>
<p>Sebenarnya, ketimbang mengungkit retorika lama, Prabowo bisa tampil lebih baik seandainya isu deindustrialisasi yang dilontarkan pada sesi pertama dibahas lebih detail. Misalnya mereka bisa saja mengusung diversifikasi industri di Indonesia dalam menghadapi deindustrialisasi, meningkatkan daya saing pertanian, dan sebagainya. </p>
<p><a href="https://www.nber.org/papers/w20935">Deindustrialisasi</a> merupakan salah satu fase penting sekaligus tantangan terbesar dalam tahap perkembangan ekonomi yang umumnya dialami oleh sebagian besar negara berkembang, termasuk India dewasa ini. </p>
<p>Dalam debat ini, peran infrastruktur dalam menciptakan pemerataan ekonomi juga belum secara detail dibahas. </p>
<p><strong>Pemenang dalam sesi ini: Jokowi–Ma'ruf</strong></p>
<p>Solusi yang ditawarkan Jokowi lebih realistis, sedangkan Prabowo terjebak pada pendekatan yang konvensional dan retorika politik usang.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/115425/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Martin Daniel Siyaranamual bekerja sebagai peneliti untuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Febrio Kacaribu bekerja sebagai Kepala Kajian Makro di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Fithra Faisal Hastiadi dan Trissia Wijaya tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kedua pasangan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, namun yang jelas kualitas debat kali ini terlihat menurun.Martin Daniel Siyaranamual, Lecturer, Universitas PadjadjaranFebrio Kacaribu, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi, Universitas IndonesiaFithra Faisal Hastiadi, Research and Community Engagement Manager at Faculty of Economics, Universitas IndonesiaTrissia Wijaya, PhD candidate, Murdoch UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1147812019-04-10T06:02:07Z2019-04-10T06:02:07ZCek Fakta: Apakah cakupan infrastruktur yang rendah berpengaruh pada tingginya biaya logistik di Indonesia?<p>Dalam debat pemilihan presiden (pilpres) yang diselenggarakan 30 Maret lalu, calon presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo, menyebutkan bahwa biaya logistik dan transportasi di Indonesia sangat tinggi dibanding Malaysia dan Singapura karena tingkat pembangunan infrastruktur di Indonesia masih rendah.</p>
<blockquote>
<p>Stok infrastruktur kita ini masih 37%, sangat jauh, sehingga biaya transportasi, biaya logistik kita menjadi sangat tinggi sekali. Dibandingkan Singapura dan Malaysia dua setengah kali lipat.</p>
</blockquote>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/ol3_MSZcz88?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p><em>The Conversation</em> menghubungi Aichiro Suryo Prabowo, peneliti kebijakan pembiayaan infrastruktur dari Universitas Indonesia untuk memeriksa kebenaran klaim Jokowi tersebut.</p>
<hr>
<h2>Analisis</h2>
<p>Dalam debat, Jokowi menyebutkan istilah “stok infrastruktur”. Istilah ini mengacu pada “<a href="https://www.bappenas.go.id/files/9215/1636/4484/Siaran_Pers_-_Membangun_Infrastruktur_Tidak_Hanya_Tugas_Pemerintah_Tetapi_Juga_Swasta_dan_BUMN.pdf">rasio stok infrastruktur terhadap jumlah produk domestik bruto (PDB)</a>”. Stok infrastruktur adalah nilai total investasi yang telah dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta dalam membangun fasilitas umum seperti jalan, jembatan, jalur kereta, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, jaringan komunikasi, dan jaringan air bersih dikurangi depresiasi nilainya. </p>
<p>Nilai rasio yang besar menunjukkan tingkat ketersediaan infrastruktur yang juga tinggi relatif terhadap ukuran ekonomi sebuah negara. Dan begitu pun sebaliknya. </p>
<p>Banyak <a href="https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/16640/817380WP0P14590Box0379844B00PUBLIC0.pdf?sequence=1&isAllowed=y">penelitian empiris</a> menunjukkan hubungan yang positif antara stok infrastruktur dan pertumbuhan suatu negara. Oleh karenanya, relevan untuk mempertimbangkan perhitungan ini dalam menentukan kebijakan pembangunan di level nasional. Besaran ideal yang dijadikan patokan global adalah <a href="https://www.mckinsey.com/%7E/media/McKinsey/Industries/Capital%20Projects%20and%20Infrastructure/Our%20Insights/Infrastructure%20productivity/MGI%20Infrastructure_Full%20report_Jan%202013.ashx">70%</a>. </p>
<p>Beberapa sumber data menyebutkan nilai stok infrastruktur Indonesia berada pada angka yang berbeda-beda, tergantung waktu dan asumsi perhitungannya. </p>
<p>Perkiraan Bank Indonesia dan Asian Development Bank (ADB) menunjukkan angka <a href="https://www.bi.go.id/id/institute/publikasi/prosiding/Documents/Structural%20Reform%20in%20Emerging%20Asia.pdf">sedikit di bawah 40%</a> pada tahun 2012. Bank Dunia memperkirakan nilainya mencapai <a href="https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/25970/112176-WP-P161200-PUBLIC-IEQJANENGFINALforweb.pdf?sequence=1&isAllowed=y">38%</a> juga untuk tahun 2012. Sedangkan lembaga penelitian internasional Lowy Institute menyajikan angka <a href="https://www.lowyinstitute.org/publications/indonesia-economy-between-growth-and-stability#_edn26">42%</a> pada tahun 2016. </p>
<p>Artinya, nilai stok infrastruktur yang disebutkan Jokowi tidak jauh berbeda dengan nilai yang diajukan sumber data-data yang ada.</p>
<p>Pembangunan infrastruktur umumnya diyakini dapat <a href="http://documents.worldbank.org/curated/en/617051540584814484/pdf/WP-PUBLIC-2015-WBG-Improving-Freight-Logistics.pdf">meningkatkan konektivitas serta mengatasi permasalahan logistik</a>, termasuk biaya logistik. Akan tetapi, ada faktor-faktor lain yang juga tak kalah penting, seperti perbaikan tata kelola institusi dan peningkatan kompetensi pelayanan. Dalam kasus Indonesia saat ini, tanpa uji empiris, sukar untuk membenarkan atau menyalahkan hubungan sebab-akibat yang disiratkan Jokowi bahwa di negara ini kecilnya stok infrastruktur telah membuat biaya logistik tinggi.</p>
<p>Biaya logistik mencakup biaya-biaya transportasi, pergudangan, dan pengelolaan persediaan. Di Indonesia, sayangnya, biaya logistik tersebut masih tergolong mahal. Menurut Bank Dunia, biaya logistik perusahaan manufaktur di Indonesia rata-rata memakan porsi <a href="http://documents.worldbank.org/curated/en/617051540584814484/pdf/WP-PUBLIC-2015-WBG-Improving-Freight-Logistics.pdf">18% dari total penjualannya</a>. Angka ini lebih tinggi daripada Malaysia (13%). </p>
<p>Penelitian ADB, dengan metode analisis yang berbeda, menyebutkan perbandingan biaya logistik terhadap PDB di Indonesia adalah <a href="https://www.adb.org/sites/default/files/publication/217196/ino-paper-15-2016.pdf">25%</a>. Ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. </p>
<p>Angka tersebut sama dengan penjelasan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia yang menyebutkan bahwa pada tahun 2014, rasio biaya logistik terhadap PDB di Indonesia adalah <a href="http://ppsdma.bpsdm.dephub.go.id/web/wp-content/uploads/2018/09/Indonesian-Logistics-Overview.pdf">25,7%</a>, atau hampir dua kali Malaysia (13%) dan lebih dari tiga kali Singapura (8,1%).</p>
<p>Hasil terkini <a href="https://lpi.worldbank.org/international/global/2018">Logistics Performance Index</a> (LPI) atau Indeks Kinerja Logistik mendukung temuan-temuan di atas. Pada tahun 2018, Indonesia berada di posisi 46 dari 160 negara. LPI mempertimbangkan indikator-indikator seperti pengelolaan bea cukai, infrastruktur transportasi, kualitas layanan logistik, kemampuan dalam melacak kiriman, serta ketepatan waktu. Meskipun telah mengalami peningkatan dari peringkat 63 pada tahun 2016, posisi Indonesia saat ini masih di bawah negara tetangga Malaysia (41) dan Singapura (7). </p>
<p>Singkat kata, penjelasan Jokowi mengenai lebih mahalnya biaya logistik di Indonesia daripada Malaysia dan Singapura sudah tepat.</p>
<h2>Kesimpulan</h2>
<p>Tanpa uji empiris, sukar untuk membenarkan atau menyalahkan hubungan sebab-akibat yang disiratkan Jokowi bahwa di Indonesia kecilnya stok infrastruktur telah membuat biaya logistik tinggi. </p>
<p>Namun, data yang ada menunjukkan bahwa pernyataan Jokowi tentang jumlah stok infrastruktur dan biaya logistik di Indonesia benar. - <strong>Aichiro Suryo Prabowo</strong></p>
<hr>
<h2>Penelaahan sejawat tertutup (<em>blind review</em>)</h2>
<p>Saya sependapat dengan kesimpulan penulis. </p>
<p>Secara makro, rasio antara stok infrastruktur dan PDB dapat digunakan untuk membandingkan biaya logistik Indonesia dengan negara lain. </p>
<p>Selain itu biaya logistik juga ditentukan oleh bagaimana jaringan infrastruktur tersebut (pelabuhan, bandara, jalan termasuk jalan rel, sistem penyimpanan, dan juga moda transportasi) dibangun dan dikelola secara optimum sehingga berkontribusi terhadap efisiensi biaya logistik. </p>
<p>Dalam hal ini peran manajemen dan teknologi menjadi sangat penting dalam melakukan optimalisasi jaringan infrastruktur agar menghasilkan biaya logistik yang efisien. </p>
<p>Selain itu faktor skala ekonomi juga menentukan biaya logistik karena hal ini akan berpengaruh terhadap harga satuan pelayanan jasa logistik. </p>
<p>Biaya premi asuransi juga berkontribusi terhadap biaya logistik terutama jika terdapat potensi risiko tinggi seperti masalah keamanan dan keselamatan dalam pengiriman barang. </p>
<p>Dan terakhir yang tidak kalah penting, biaya logistik juga ditentukan oleh faktor ekonomi biaya tinggi yang mungkin terjadi akibat berbagai <a href="https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/17/01/28/oke5aq415-pungli-penyebab-tingginya-biaya-logistik-di-dalam-negeri">pungutan tidak resmi</a> yang terjadi selama berlangsungnya proses pengiriman barang. Praktik pungutan liar ini sering terjadi di Indonesia. - <strong>Chairil Abdini</strong></p>
<p><em>The Conversation mengecek kebenaran klaim dan pernyataan calon presiden menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2019. Pernyataan mereka dianalisis oleh para ahli di bidangnya. Analisis kemudian diberikan ke ahli lainnya untuk ditelaah. Telaah dilakukan tanpa mengetahui siapa penulisnya (_blind review</em>)._</p>
<p><em>Reza Pahlevi ikut berkontribusi dalam penerbitan artikel ini</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/114781/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Chairil Abdini adalah Sekretaris Jenderal Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan staf ahli anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Aichiro Suryo Prabowo tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penjelasan Jokowi mengenai lebih mahalnya biaya logistik di Indonesia daripada Malaysia dan Singapura sudah tepat.Aichiro Suryo Prabowo, New Mandala Indonesia Correspondent Fellow and Lecturer, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1149852019-04-09T10:06:31Z2019-04-09T10:06:31ZBerutang tidak selalu buruk: memahami perdebatan utang Indonesia dengan akuntansi dasar<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/267947/original/file-20190407-115773-t7hvh1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=4%2C10%2C994%2C655&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Debat pemilihan presiden yang terakhir diperkirakan akan membahas tentang utang Indonesia. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Debat kelima dan terakhir pemilihan presiden (pilpres) 2019 yang akan diselenggarakan tanggal 13 April yang akan datang dijadwalkan akan membahas masalah perekonomian dan keuangan.</p>
<p>Kita bisa menduga bahwa kedua calon presiden, baik petahana Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan pesaingnya, Prabowo Subianto, akan membicarakan masalah utang negara pada debat tersebut. Seperti kita ketahui bersama, topik ini merupakan salah satu isu yang sering dibahas dari kedua kubu.</p>
<p>Kubu Prabowo selama ini <a href="https://en.tempo.co/read/921277/prabowo-state-debts-gradually-increase-rp1tn-per-day">mengritik pembengkakan utang negara</a> di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Pihak oposisi menganggap petahana tidak dapat mengelola sektor ekonomi dengan baik.</p>
<p>Namun pemerintahan Jokowi membela kebijakan-kebijakan yang telah dibuatnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani berargumen bahwa jumlah utang masih pada <a href="https://www.thejakartapost.com/news/2019/01/29/sri-mulyani-responds-to-criticism-about-government-debt.html">level yang diizinkan undang-undang</a>.</p>
<p>Sebagai dosen dan peneliti akuntansi dan keuangan, saya ingin menggunakan prinsip akuntansi dasar dan teori keuangan untuk menunjukkan bahwa utang, tidaklah seburuk yang kita duga. </p>
<h2>Perdebatan utang negara</h2>
<p>Selama sepuluh tahun terakhir utang Indonesia memang terus meningkat.</p>
<p>Namun, pada beberapa tahun terakhir, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) bertahan pada kisaran 30%. Sesuai dengan undang-undang yang berlaku, angka ini relatif <a href="https://setkab.go.id/en/indonesias-state-budget-still-at-safe-level-sri-mulyani/">aman</a>. <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17183/node/120/uu-no-17-tahun-2003-keuangan-negara">Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara</a> menyatakan bahwa Indonesia boleh meminjam selama tidak melebihi batas maksimal 60% dari PDB. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/267276/original/file-20190403-177181-1jagtvf.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/267276/original/file-20190403-177181-1jagtvf.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=417&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/267276/original/file-20190403-177181-1jagtvf.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=417&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/267276/original/file-20190403-177181-1jagtvf.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=417&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/267276/original/file-20190403-177181-1jagtvf.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=524&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/267276/original/file-20190403-177181-1jagtvf.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=524&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/267276/original/file-20190403-177181-1jagtvf.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=524&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Indonesia’s government debt and debt-to-GDP rates (1998-2018).</span>
<span class="attribution"><span class="source">databoks.katadata.co.id (translated)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Rasio utang terhadap PDB Indonesia pada tahun 2018 bahkan <a href="https://tradingeconomics.com/country-list/government-debt-to-gdp?continent=asia">lebih rendah</a> jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Thailand (41.8%), Malaysia (50.9%) dan Vietnam (61.5%).</p>
<p>Namun, kubu Prabowo telah berulang kali menyerang Jokowi karena telah dianggap membuat bangsa ini banyak berutang demi melaksanakan proyek infrastruktur. Mereka menilai keputusan Jokowi ini terlalu <a href="https://en.tempo.co/read/1173063/prabowo-camp-criticize-jokowis-rushed-development-programs"><em>terburu-buru</em></a>. Mereka menyatakan bahwa utang-utang ini akan <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4368487/sandiaga-setiap-anak-di-ri-tanggung-utang-rp-13-juta">membebani generasi masa depan</a>. </p>
<p>Namun menurut saya, janganlah kita juga <em>terburu-buru</em> menyimpulkan sesuatu yang kita tidak terlalu pahami.</p>
<h2>Memahami Utang</h2>
<p>Dalam akuntansi, berutang adalah suatu cara untuk menambah aset.</p>
<p>Aset yang dimiliki suatu perusahaan untuk menjalankan operasional mereka adalah sama dengan jumlah liabilitas dan ekuitas. Ekuitas adalah hak milik terhadap modal perusahaan.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/267251/original/file-20190403-177193-16zw1nv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/267251/original/file-20190403-177193-16zw1nv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=132&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/267251/original/file-20190403-177193-16zw1nv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=132&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/267251/original/file-20190403-177193-16zw1nv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=132&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/267251/original/file-20190403-177193-16zw1nv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=166&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/267251/original/file-20190403-177193-16zw1nv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=166&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/267251/original/file-20190403-177193-16zw1nv.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=166&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><span class="source">the author</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jika sebuah perusahaan ingin menambah asetnya, maka hal ini dapat diperoleh melalui penjualan modal perusahaan (ekuitas) atau meminjam dari kreditor (utang/liabilitas).</p>
<p>Bayangkan Anda membutuhkan uang kas untuk membeli sebuah kendaraan (sebuah aset) untuk kegiatan operasional. Anda akan dihadapi dengan dua pilihan:</p>
<p>Pilihan pertama: pergi ke bank dan pinjam uang. Ini tentu saja menciptakan utang.</p>
<p>Pilihan kedua: jika ini merupakan perusahaan kecil milik Anda pribadi, Anda bisa merogoh kocek Anda sendiri untuk membeli kendaraan tersebut. Atau, dalam konteks perseroan terbatas, perusahaan tersebut dapat menjual sahamnya.</p>
<p>Dari pilihan pertama, kita dapat mengetahui bahwa ada sisi lain dari utang demi mendapatkan aset lebih banyak.</p>
<h2>Teori <em>Pecking Order</em></h2>
<p>Pada tahun 1984, ahli Ekonomi Stewart Myers and Nicolas Majluf <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0304405X84900230?via%3Dihub">memperkenalkan teori <strong>Pecking Order</strong></a> untuk keuangan korporat. Teori ini menyarankan perusahaan untuk menggunakan dana internal untuk memeroleh asetnya.</p>
<p>Namun, dana internal ini jumlahnya terbatas. Perusahaan tidak memiliki pilihan kecuali untuk melakukan pendanaan eksternal. Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu entah dengan berutang atau menjual ekuitas perusahaan dalam bentuk saham.</p>
<p>Teori Pecking Order menyarankan perusahaan untuk berutang ketimbang menjual saham. Alasannya adalah sebagai berikut:</p>
<p>Pertama, berutang lebih menguntungkan karena akan mengurangi beban pajak perusahaan. Mengapa demikian?</p>
<p>Berutang akan menimbulkan beban bunga yang akan mengurangi laba bersih perusahaan. Sehingga, beban pajak juga akan berkurang.</p>
<p>Di sisi lain, menjual saham kepada masyarakat atau pemilik baru berarti memberikan kendali perusahaan ke pihak lain. </p>
<p>Selain itu penjualan saham juga menimbulkan biaya. Jika utang menimbulkan bunga, penjualan saham akan menuntut perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemilik saham yang lain. Dividen adalah porsi laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham.</p>
<h2>Dalam konteks Indonesia</h2>
<p>Teori Pecking Order menjelaskan sisi positif utang dari segi perusahaan. Tapi kita harus ingat bahwa Indonesia bukan sebuah perusahaan yang tujuan utamanya adalah memaksimalkan laba.</p>
<p>Tujuan utama pemerintah adalah melindungi, melayani, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. </p>
<p>Berutang dapat dibenarkan selama hasilnya dialokasikan pada sektor-sektor yang akan menguntungkan masyarakat, seperti infrakstruktur, kesehatan, dan pendidikan.</p>
<p>Misalnya, Indonesia perlu banyak sumber dana untuk membiayai <a href="https://theinsiderstories.com/indonesian-govt-prepares-us-for-infrastructure-projects-in-2019/">proyek-proyek infrastrukturnya</a>. </p>
<p>Rakyat Indonesia sangat membutuhkan pemerintah untuk memulai dan menyelesaikan proyek-proyek ini guna memastikan negaranya tumbuh dan berkembang secara merata.</p>
<p><a href="https://www.usnews.com/news/best-countries/articles/2018-10-23/america-takes-the-largest-share-in-the-global-debt-pie">Ekonomi terbersar dunia, yaitu Amerika Serikat, juga memiliki utang terbesar di dunia.</a>. </p>
<p>Maka dari itu, utang, tidaklah terlalu buruk.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/114985/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Stevanus Pangestu tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Berutang tidak seburuk yang kita kira jika sebuah negara menggunakan utang tersebut untuk mendorong pembangunan.Stevanus Pangestu, Faculty Member, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1075132019-04-05T07:04:11Z2019-04-05T07:04:11ZBerlomba-lomba mengejar pemilih muda: analisis strategi kampanye baru dalam pilpres 2019<p>Indonesia akan memilih calon presiden dan wakil presiden pada <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/02/28/08350381/ini-tahapan-dan-jadwal-lengkap-pemilu-2019">17 April</a>. Seperti juga tradisi yang berlaku di negara-negara demokratis lainnya, proses pemilihan pemimpin selalu dimulai dengan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45618212">ritual kampanye</a>. </p>
<p>Selama proses kampanye, kedua calon presiden, baik Joko “Jokowi” Widodo maupun Prabowo Subianto berlomba-lomba membangun citranya guna menarik hati para pemilih dengan menggunakan berbagai platform media yang berbeda. </p>
<p>Dari program kampanye yang dilakukan oleh kedua calon, tim Jokowi memunculkan napas baru dalam narasi dan pilihan media. Beberapa iklan kampanye Jokowi yang isinya menonjolkan keberhasilan program pemerintah dikemas dengan cara yang kreatif. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/ZXN6MaXLe2k?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Video kreatif kampanye Jokowi versi biskuit Khong Guan.</span></figcaption>
</figure>
<p>Menurut saya, hal ini menjadi fenomena baru dalam komunikasi politik. Pertama, penggunaan media alternatif dalam kampanye politik. Kedua, kecerdasan penyusunan narasi kampanye program yang berbeda dari muatan murni politik. Unsur hiburan menjadi lebih dominan. Kedua hal ini membawa demokrasi Indonesia pada sebuah kemajuan, sekaligus juga pada potensi kemunduran.</p>
<h2>Kampanye lewat media alternatif</h2>
<p>Jika pada pemilihan presiden (pilpres) 2014, pertarungan calon presiden secara dominan berada pada pada media-media konvensional (media cetak, radio dan televisi), maka pilpres 2019 membuka ruang pertarungan yang baru yang difasilitasi oleh kehadiran media alternatif.</p>
<p>Salah satunya adalah penggunaan media sosial. Media sosial dijadikan salah satu platform berkampanye karena seiring melonjaknya penggunaan akun media sosial di Indonesia. </p>
<p>Data terakhir jumlah pengguna media sosial di Indonesia naik 64% dari <a href="https://www.techinasia.com/indonesia-web-mobile-statistics-we-are-social">79 juta orang</a> tahun 2016 menjadi <a href="https://ecommerceiq.asia/indonesia-internet-market-overview/">130 juta orang</a> tahun 2017. </p>
<p>Selain media sosial, media alternatif yang digunakan adalah bioskop. <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/09/14/07310561/iklan-bendungan-jokowi-di-bioskop-kampanye-atau-bukan">Polemik</a> sempat meruak di antara kedua kubu. Kubu Prabowo menuduh Jokowi memasang tayangan keberhasilan pemerintahannya di bioskop sebagai sebuah kampanye politik <a href="https://www.antaranews.com/berita/748938/soal-iklan-politik-di-bioskop-ini-kata-menkominfo">meskipun pemerintah sudah membantahnya</a>. </p>
<p>Terlepas dari debat tersebut, Partai Solidaritas Indonesia, PSI, yang merupakan partai terbaru di Indonesia dan pendukung Jokowi, menayangkan iklan politik mereka di bioskop. </p>
<p>Bioskop dapat menjadi pilihan baru sebagai media kampanye seiring berkembangnya industri film Indonesia. Lebih dari <a href="https://entertainment.kompas.com/read/2018/02/28/162919310/jumlah-penonton-bioskop-indonesia-capai-427-juta-pada-2017">100 film Indonesia</a> diproduksi setiap tahunnya. Jumlah penonton pada tahun 2017 mencapai <a href="https://entertainment.kompas.com/read/2018/02/28/162919310/jumlah-penonton-bioskop-indonesia-capai-427-juta-pada-2017">42.7 juta</a> orang atau meningkat lebih dari tiga kali jumlah penonton pada tahun 2015. </p>
<h2>Menyasar milenial</h2>
<p>Penggunaan media-media baru ini berkaitan dengan target kampanye yang menyasar generasi milenial karena jumlah pemilih muda di pilpres mendatang diperkirakan akan tetap signifikan.</p>
<p>Pada pemilu 2014, pemilih muda, yang usianya berkisar antara 17 sampai 25 tahun, mencapai hampir <a href="https://essay.utwente.nl/65694/">30%</a> dari total jumlah pemilih. </p>
<p>Lembaga-lembaga survei pemilu telah memperkirakan bahwa jumlah pemilih muda akan berkisar antara 60 atau 70 juta pada tahun 2019, atau sekitar <a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/01/02/20130111/survei-smrc-menakar-arah-suara-generasi-milenial-pada-pilpres-2019">30% hingga 35%</a> dari total jumlah pemilih untuk pilpres mendatang. Jumlah tersebut termasuk <a href="https://nasional.sindonews.com/read/1266242/12/jumlah-pemilih-pemilu-2019-mencapai-1965-juta-orang-1513405202">7 juta pemilih pemula</a>.</p>
<p>Data terakhir menunjukkan <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/90-persen-anak-muda-di-indonesia-gunakan-internet-untuk-media-sosial.html">lebih dari 90%</a> remaja Indonesia menggunakan internet hanya untuk media sosial dan jejaring sosial.</p>
<p>Sedangkan terkait bioskop, tidak ada data mengenai banyaknya jumlah penonton bioskop yang muda di Indonesia. Namun ketertarikan penonton muda terhadap bioskop bisa dilihat dari daftar tayangan laris film-film Indonesia yang mayoritas didominasi oleh tayangan film remaja, seperti <a href="https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20180313164523-33-7117/tembus-62-juta-penonton-dilan-1990-film-terlaris-di-2018"><em>Dilan</em></a>. </p>
<h2>Pemilih dulu dan sekarang: dari audiens menjadi warganet</h2>
<p>Pemilihan media sebagai platform kampanye dikarenakan oleh adanya perubahan karakteristik dari target penontonnya. Para pemilih yang dulu hanyalah audiens sekarang berubah menjadi warganet.</p>
<p>Teknologi digital mengubah <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/pcd/article/download/41905/23267">karakteristik penonton dari yang semula pasif menjadi aktif.</a> </p>
<p>Audiens sekarang bisa dengan mudah langsung merespons pesan media. Mereka bisa memuji atau mengolok secara langsung materi yang disampaikan.</p>
<p>Karakteristik ini yang mendorong para calon presiden untuk mengemas pesan kampanye mereka dengan cara yang segar dan menghibur dan tidak kontroversial.</p>
<h2>Konten yang unik dan menarik</h2>
<p>Setelah mengenal karakteristik penonton yang dituju, barulah bisa ditentukan konten kampanye yang sesuai dengan.</p>
<p>Dari sisi kemampuan menyusun narasi kampanye, tim Jokowi selangkah lebih maju dibanding tim Prabowo.</p>
<p>Salah satu contohnya adalah kesuksesan iklan kampanye Jokowi yang mereplikasi iklan biskuit Khong Guan. Iklan ini mendapat sambutan positif dari masyarakat dan menjadi <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1130265/viral-video-keluarga-khong-guan-tim-jokowi-siapkan-iklan-lainnya/full&view=ok">viral</a> di kalangan kaum muda. </p>
<p>Wakil Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) Ipang Wahid mengatakan tim juga menyiapkan beberapa iklan dengan gaya senada. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/v0uw08lJS5k?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Video kreatif kampanye Jokowi versi curhat anak Papua.</span></figcaption>
</figure>
<p>Melalui iklan yang dibuatnya, Ipang berharap timnya dapat menyampaikan hal-hal yang berat dengan sederhana dan mudah dicerna. </p>
<h2>Dampaknya pada demokrasi</h2>
<p>Iklan kreatif adalah contoh dari ragam narasi unik yang dipakai oleh tim Jokowi. </p>
<p>Sesuai dengan sifat dan kekuatan bentuk media, iklan yang disebar melalui media sosial meraup banyak pujian dari para generasi muda karena gayanya yang segar dan menghibur. </p>
<p>Sesuai dengan karakteristik audiens di era media digital, bukan hanya tim kampanye resmi masing-masing calon presiden yang berkomentar dan menafsir, melainkan juga seluruh warganet. </p>
<p>Kebebasan tafsir tadi menambah heboh iklan kampanye tersebut bahkan dalam berbagai narasi yang tak pernah terbayangkan, seperti ungkapan kebencian dan olok-olok yang sama sekali tak menyentuh substansi program. </p>
<p>Inilah era tafsir politik yang terbuka sedemikian rupa. Nilai positifnya bagi demokrasi adalah setiap orang memiliki kebebasan tafsir tak terbayangkan untuk berpartisipasi dalam wacana politik. </p>
<p>Namun terdapat potensi negatif berupa semakin merosotnya pendidikan politik. </p>
<p>Dalam tradisi demokrasi, lembaga utama yang memiliki <a href="https://www.hukumonline.com/.../uu-no-2-tahun-2011-perubahan-">kewajiban menjalankan pendidikan politik adalah partai politik</a>. Terlepas dari kualitasnya, perundang-undangan kita memang memberi mandat kepada partai politik untuk memberi pendidikan politik kepada masyarakat, termasuk sistem pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.</p>
<p>Namun seiring dengan semakin populernya media alternatif, konstituen lebih banyak mendapatkan informasi dan nilai-nilai pendidikan politik melalui media yang tidak dapat dipertanggungjawabkan hasilnya karena setiap orang bebas memiliki tafsirnya sendiri. </p>
<p>Kemampuan media alternatif untuk memperluas segmen partisipasi politik menjadi masif karena beririsan dengan fungsi hiburan. Namun seiring dengan masuknya elemen hiburan tersebut, fungsi maksimal pelajaran politik sebagai indikator keberhasilan demokrasi berpotensi banal. </p>
<p>Di tengah begitu masifnya pesan-pesan politik yang harusnya menciptakan pembelajaran dan pendidikan, fungsi hiburan yang terlalu besar akan membuat pesan-pesan utama pendidikan politik menjadi terabaikan. Dengan kata lain apalah artinya begitu tinggi angka partisipasi yang saat ini ditunjukkan dengan viral tidaknya sebuah tagar, jika substansi pesan politiknya tidak dipahami sama sekali. Semoga bukan itu yang terjadi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/107513/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Muhamad Sulhan tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dari program kampanye yang dilakukan oleh kedua calon, tim Jokowi memunculkan napas baru dalam narasi dan pilihan media.Muhamad Sulhan, Head of Communication Department at the Faculty of Political and Social Sciences, Gadjah Mada University, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1131862019-04-03T01:28:58Z2019-04-03T01:28:58ZGolput atau jangan? Riset temukan cara efektif menggaet pemilih muda<p>Bagi petahana Joko “Jokowi” Widodo dan lawannya, Prabowo Subianto, suara pemilih muda sangatlah penting dalam ajang pemilihan presiden (pilpres) tanggal 17 April mendatang.</p>
<p>Jumlah pemilih muda mencapai 100 juta atau <a href="https://www.liputan6.com/news/read/3364781/demokrat-kejar-100-juta-pemilih-muda-pada-pemilu-2019">52%</a> dari jumlah pemilih tetap Pemilu 2019 sekitar 192 juta. </p>
<p>Karena jumlahnya yang signifikan, baik Jokowi dan Prabowo menggunakan berbagai macam <a href="https://theconversation.com/motor-besar-sneaker-dan-jaket-jins-jurus-pencitraan-jokowi-untuk-memenangkan-hati-pemilih-pemula-di-2019-94985">strategi</a> untuk menggaet suara generasi muda. </p>
<p><a href="https://doi.org/10.17576/JKMJC-2018-3404-21">Penelitian saya</a> menemukan setidaknya ada dua cara untuk menggaet para pemilih muda. Pertama, gunakan media sosial. Kedua, sebarkan tiga jenis informasi terkait program kerja, prestasi kerja, dan kepribadian kedua kandidat secara terus menerus dan simultan melalui media sosial. </p>
<h2>Memahami pemilih muda</h2>
<p>Kaum muda seringkali dikategorikan sebagai <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13676260802282984">kelompok usia yang terpisah dari politik</a> dan kondisi ini berkontribusi terhadap timbulnya rasa apatis hingga keterasingan terhadap politik. </p>
<p>Rasa apatis ini muncul di kalangan muda karena mereka yakin bahwa politikus sebenarnya tidak peduli dan mereka akan segera melupakan janji-janji yang mereka sampaikan pada saat kampanye. </p>
<p>Rasa apatisme terhadap politik ini muncul kuat di kalangan muda Indonesia. </p>
<p>Hasil penelitian yang dilakukan oleh <a href="https://www.csis.or.id/uploaded_file/event/ada_apa_dengan_milenial____paparan_survei_nasional_csis_mengenai_orientasi_ekonomi__sosial_dan_politik_generasi_milenial_indonesia__notulen.pdf"><em>Centre of Strategic and International Studies</em> (CSIS)</a> pada Agustus 2017 menunjukkan bahwa hanya 2.3% pemilih muda di Indonesia yang menunjukkan minat terhadap politik.</p>
<p>Menjelang pilpres dan pemilihan umum (pemilu) bulan April, banyak anak muda menyerukan ajakan untuk tidak memilih alias menjadi golput (golongan putih). Awal tahun lalu, sekelompok mahasiswa di Jakarta mendeklarasikan <a href="https://news.detik.com/berita/d-4385770/kecewa-pilpres-2019-sekelompok-mahasiswa-deklarasi-milenial-golput">Milenial Golput</a> karena mengaku kecewa dengan dua kubu di pilpres 2019. </p>
<p>Dari sejarahnya, gerakan <a href="https://tirto.id/bagaimana-golput-muncul-pertama-kali-dalam-sejarah-indonesia-cS9E">golput</a> memang dimotori oleh para pemuda dan mahasiswa yang kecewa dan memprotes terhadap penyelenggaraan Pemilu 1971.</p>
<h2>Gunakan media sosial</h2>
<p>Pemilih muda merupakan kelompok usia yang termasuk dalam kategori generasi milenial. Berdasarkan hasil penelitian <em>Pew Research Centre</em> Amerika, <a href="https://www.pewsocialtrends.org/essay/millennial-life-how-young-adulthood-today-compares-with-prior-generations/">generasi milenial</a> adalah mereka yang berusia antara 23 sampai 35 tahun. </p>
<p>Menurut data terkini, kelompok usia generasi milenial masuk dalam <a href="https://www.apjii.or.id/survei2017">pengguna internet terbesar di Indonesia</a>. Mereka mendominasi 66,2% penggunaan internet di Indonesia. </p>
<p>Selain pengguna berat media sosial, karakter generasi milenial adalah mereka lebih memilih telepon selular dibandingkan televisi dan mereka lebih suka melihat gambar ataupun video dan kurang suka membaca secara konvensional. </p>
<p>Karakter-karakter inilah yang mendorong mengapa media sosial lebih efektif digunakan untuk menggaet pemilih muda dibandingkan jenis media yang lain.</p>
<h2>Jenis informasi</h2>
<p>Penelitian yang saya lakukan pada tahun 2015 dan 2016 menemukan bahwa meskipun pemilih muda apatis secara politik, ada tiga jenis informasi dari kandidat yang mereka rasa penting. </p>
<p>Ketiga jenis informasi itu adalah informasi tentang program kerja calon, informasi tentang prestasi kerja, dan kepribadian calon.</p>
<p>Penelitian saya dilakukan dalam konteks Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 yang memilih Joko “Jokowi” Widodo-Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama sebagai pemenangnya. Dari 28 jenis informasi yang saya identifikasi, tiga jenis informasi yang saya sebut di atas yang dianggap paling penting bagi 385 responden mahasiswa dari 14 universitas di Jakarta.</p>
<p>Informasi tentang program kerja merupakan informasi paling penting yang harus diketahui oleh para pemilih muda karena melalui informasi ini mereka dapat mengetahui apa yang akan terjadi 5 tahun ke depan sebagai warga negara. </p>
<p>Sementara informasi tentang prestasi kerja mencakup informasi mengenai keberhasilan yang pernah diraih kandidat sebagai pejabat pemerintah atau prestasi di bidang lainnya yang dapat mendukung kinerja mereka nantinya. </p>
<p>Terakhir, informasi mengenai kepribadian calon presiden mencakup prinsip dan filosofi yang dipegang oleh mereka sekaligus cerita pribadi yang dapat memberikan gambaran mengenai karakter mereka dan apakah mereka adalah sosok yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya atau tidak.</p>
<p>Penyampaian tiga jenis informasi ini secara berkesinambungan dan simultan di berbagai jenis media sosial mampu menjadikan pemilih muda lebih mengenal atau akrab dengan calon pilihannya.</p>
<p>Selain itu, penggunaan gaya bahasa juga penting ketika memberikan informasi di atas. Gunakan gaya bahasa yang relevan dan akrab di telinga kaum muda sehingga informasi yang disampaikan dapat dimengerti dan dipahami.</p>
<h2>Pentingnya pemilih muda</h2>
<p>Penyampaian informasi positif seperti program kerja, prestasi kerja, dan kepribadian kandidat presiden secara terus-menerus dan berkala dapat membentuk kepercayaan pemilih muda. Rasa percaya inilah yang pada akhirnya dapat mendorong pemilih muda untuk berpartisipasi dalam pilpres 2019. </p>
<p>Pelaksanaan demokrasi di Indonesia berada dalam kondisi <a href="https://www.theindonesianinstitute.com/kampanye-pilpres-2019-dan-partisipasi-masyarakat">bahaya </a> jika banyak pemilih muda memilih menjadi golput dalam pilpres dan pemilu 2019. </p>
<p>Mari selamatkan demokrasi kita dengan menyusun pendekatan yang tepat untuk menggaet pemilih muda.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/113186/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Prida Ariani Ambar Astuti tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bagaimana melawan rasa apatisme politik yang kuat di kalangan muda Indonesia?Prida Ariani Ambar Astuti, Research Scholar at North-Eastern Hill University, Shillong, Meghalaya, India and Lecturer at the School of Communication, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1141922019-03-30T07:57:20Z2019-03-30T07:57:20ZCek Fakta: Apakah UMKM solusi untuk penciptaan lapangan pekerjaan?<p>Dalam debat calon wakil presiden yang diselenggarakan tanggal 17 Maret yang lalu, Sandiaga Uno, pasangan dari calon presiden Prabowo Subianto mengatakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat menjadi solusi dalam mengatasi pengangguran di Indonesia. </p>
<blockquote>
<p>Prabowo-Sandi melihat bahwa UMKM adalah solusi untuk penciptaan lapangan pekerjaan. UMKM jumlahnya adalah 99,9% dari unit usaha yang dimiliki bangsa ini dari total 55 juta unit usaha. Mereka (UMKM) belum mendapatkan keberpihakan dari segi kebijakan, padahal 97% lapangan pekerjaan diciptakan oleh sektor UMKM.</p>
</blockquote>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/iQgBEk4O97w?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p><em>The Conversation</em> menghubungi pengamat ekonomi Dandy Rafitrandi dari <em>Center for Strategic and International Studies</em> (CSIS) untuk memeriksa kebenaran klaim Sandiaga tersebut.</p>
<hr>
<h2>Analisis</h2>
<p>Data yang disampaikan Sandiaga sudah benar. Dalam data yang dirilis oleh <a href="http://www.depkop.go.id/uploads/laporan/1549946778_UMKM%202016-2017%20rev.pdf">Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia</a> ada 62.922.617 (99,99%) UMKM dan hanya ada 5.460 (0,01%) usaha besar di Indonesia. Data yang sama juga menunjukkan bahwa UMKM telah menghasilkan 116.673.416 (97,02%) tenaga kerja, sementara usaha besar menghasilkan 3.586.769 (2,98%) tenaga kerja.</p>
<p>Walau begitu, angka tersebut tidak lantas dapat dijadikan landasan argumen untuk menjadikan UMKM sebagai solusi dari ketenagakerjaan di Indonesia yang demikian kompleks.</p>
<p>Yang perlu dipahami adalah struktur perekonomian yang bertumpu pada banyaknya jumlah UMKM bukanlah satu hal yang baik. </p>
<p>Penelitian RAND, <em>think-tank</em> sektor kebijakan global dari Amerika Serikat, <a href="http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Commisioned%20Report%20-%20REFORMING%20POLICIES%20FOR%20SMALL%20AND%20MEDIUM-SIZED%20ENTERPRISES%20IN%20INDONESIA%20%20May%202015.pdf">menyimpulkan</a> bahwa meskipun UMKM di Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian namun jenis pekerjaan yang dihasilkan biasanya memiliki tingkat upah yang murah dan relatif kurang produktif. Pekerjaan UMKM juga identik dengan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga tidak bisa berkembang. </p>
<p>Hal ini menunjukkan keterbatasan UMKM untuk dapat “naik kelas” menjadi usaha yang lebih besar. </p>
<p>Padahal dari segi kualitas penyerapan tenaga kerja, unit usaha yang lebih besar memiliki dampak yang lebih besar dibanding usaha mikro dan kecil. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) <a href="https://se2016.bps.go.id/umkumb/index.php/navigation/umkumb">menunjukkan</a> perusahaan besar dapat menyerap pekerja 28 kali lebih besar per bidang usaha dibandingkan dengan yang kecil. Dengan kata lain, “mesin” pencipta lapangan pekerjaan masih dipegang oleh perusahaan besar. </p>
<p>Tidak hanya itu saja, sistem upah pada perusahaan besar juga lebih baik dari yang kecil. Data menunjukkan upah pekerja pada perusahaan besar juga sekitar 3 kali lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar cenderung lebih produktif, lebih besar menyerap tenaga kerja serta lebih mampu melakukan ekspor.</p>
<p>Dibandingkan dengan negara lain, <a href="http://www.enterprisesurveys.org/">data</a> dari Bank Dunia menunjukkan struktur ekonomi di Indonesia yang didukung oleh jumlah UMKM lebih besar dibandingkan unit usaha yang lain merupakan sebuah anomali. Hal ini bisa mendatangkan masalah karena kualitas tenaga kerja UMKM yang rendah. Selain itu perusahaan besar cenderung lebih produktif, lebih besar menyerap tenaga kerja serta lebih mampu melakukan ekspor.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/266520/original/file-20190329-70996-nkfxom.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/266520/original/file-20190329-70996-nkfxom.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/266520/original/file-20190329-70996-nkfxom.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/266520/original/file-20190329-70996-nkfxom.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=352&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/266520/original/file-20190329-70996-nkfxom.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/266520/original/file-20190329-70996-nkfxom.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/266520/original/file-20190329-70996-nkfxom.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=442&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Perbandingan antara jumlah unit usaha besar, menengah dan kecil di berbagai negara.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Sumber: World Bank Enterprise Survey 2015</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Untuk itu, pemerintah ke depan harus dapat memperbaiki masalah ini.</p>
<p>Fokus yang harus ditekankan pemerintah adalah bagaimana caranya meningkatkan iklim investasi yang mendukung tumbuhnya lapangan kerja yang berkualitas di sektor ketenagakerjaan. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan akses untuk layanan pelatihan dan pendampingan. </p>
<hr>
<h2>Kesimpulan</h2>
<p>Secara statistik, data yang diberikan Sandiaga benar. Tetapi terlalu prematur untuk menjadikan UMKM sebagai solusi dari ketenagakerjaan di Indonesia yang demikian kompleks. Data menunjukkan bahwa meski kontribusi tenaga kerja dari sektor UMKM besar, kualitas tenaga kerja yang dihasilkan masih buruk. Hal ini mencerminkan adanya masalah struktural dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila pemerintah juga fokus mengatasi permasalahan pada pasar tenaga kerja yang belum efisien dan kompetitif serta meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. - <strong>Dandi Rafitrandi</strong></p>
<hr>
<h2>Penelaahan sejawat tertutup (<em>blind review</em>)</h2>
<p>Ya, saya setuju dengan analisis di atas. Saya sudah melakukan pengecekan dan penelusuran data-data yang dicantumkan oleh sang analis. </p>
<p>Menandaskan bahwa capaian bagi pemberantasan pengangguran hanya dengan mengacu pada penyerapan kerja cukup bermasalah untuk menjadi acuan bagi kesuksesan upaya tersebut. </p>
<p>Perspektif yang disampaikan analis di atas sudah menekankan permasalahannya dari perspektif yang lebih ekonomi nasional (makro). Perspektif lain, khususnya dari perspektif kemasyarakatan, bisa mempertebal permasalahan tersebut.</p>
<p>Persoalan kerja layak perlu juga mendapat perhatian serius. Persis seperti yang baru-baru ini terjadi di <em>World Economic Forum</em>, saat direktur eksekutif Oxfam, Winnie Byanyima, “menampar” seorang mantan direktur keuangan Yahoo Ken Goldman. </p>
<p>Saat itu Goldman mengklaim kesuksesan industri di dunia secara umum untuk mendorong turunnya tingkat pengangguran, dan tingkat kemiskinan dunia.
Byanyima dengan <a href="https://blogs.oxfam.org/en/blogs/19-02-01-video-inequality-has-gone-viral-so-what-next">tepat membalikkan pandangan tersebut</a>. Byanyima mengatakan apa yang dianggap sukses oleh Goldman tersebut sebenarnya adalah hasil eksploitasi tenaga kerja. </p>
<p>Seruan ini seharusnya memberikan “tamparan” tidak hanya Goldman, melainkan kepada siapapun yang selalu menekankan turunnya angka pengangguran dengan menekankan tingginya partisipasi kerja sebagai capaian sukses di bidang ketenagakerjaan. </p>
<p>Di Indonesia, sebagaimana yang dikaji oleh Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK), beberapa kejadian yang menunjukkan kualitas kerja tidak layak masih juga ditemukan. Sekretaris jenderal SERBUK Khamid Istakhori memberikan contoh <a href="http://majalahsedane.org/eksploitasi-buruh-perempuan-melalui-perampasan-cuti-haid/">buruh perempuan kerap kali dirampas cuti haidnya</a> dengan cara-cara mulai memberi kompensasi (mengganti cuti dengan uang) sampai mempermalukan pekerja. Misalnya dengan meminta bukti bahwa sang buruh tersebut sedang haid dengan cara menempelkan kapas ke kemaluan dan menunjukkan darah di kapas tersebut kepada petugas keamanan.</p>
<p>Langkah awal sederhana yang saya usulkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengembangkan <a href="https://www.bps.go.id/publication/2018/09/28/5a2eae80bd3bb6b57d9eb726/indikator-pekerjaan-layak-di-indonesia-2017.html">indikator kerja layak Organisasi Perburuhan Internasional</a> (ILO), yang juga sudah diikuti oleh BPS dan Kementerian Tenaga Kerja menjadi suatu acuan. – <strong>Hizkia Yosias Polimpung</strong></p>
<p><em>The Conversation mengecek kebenaran klaim dan pernyataan calon presiden menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2019. Pernyataan mereka dianalisis oleh para ahli di bidangnya. Analisis kemudian diberikan ke ahli lainnya untuk ditelaah. Telaah dilakukan tanpa mengetahui siapa penulisnya (blind review).</em></p>
<p><em>Reza Pahlevi ikut berkontribusi dalam penerbitan artikel ini</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/114192/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan bahwa UMKM adalah solusi penciptaan lapangan kerja.Dandy Rafitrandi, Researcher at the Department of Economics, Centre for Strategic and International Studies, IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1144322019-03-28T05:46:39Z2019-03-28T05:46:39ZRiset tunjukkan pria mendominasi sistem politik di Indonesia dan ini merugikan politisi perempuan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/266255/original/file-20190328-139374-70y7a9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C4%2C1000%2C661&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sedikit sekali tempat buat perempuan di sistem politik Indonesia</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Negara kepulauan ini memiliki ratusan kelompok etnis, dan setengah dari populasinya adalah perempuan.</p>
<p>Namun <a href="https://doi.org/10.1016/j.wsif.2018.10.003">penelitian saya</a> yang baru diterbitkan di jurnal <em>Women’s Studies International Forum</em> menunjukkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia didominasi oleh politikus laki-laki yang mayoritas berasal dari pulau Jawa.</p>
<p>Penelitian saya menemukan bahwa sebagian besar kandidat yang terpilih selama pemilihan umum (Pemilu) tahun 2014 adalah pria Muslim yang berstatus menikah dan berusia antara 40 hingga 60-an tahun. Mereka sebagian besar tinggal di Jawa dan mengenyam pendidikan tinggi (universitas).</p>
<p>Kecenderungan ini telah membuat perempuan enggan memasuki politik karena sistem cenderung memprioritaskan laki-laki.</p>
<p>Salah satu akibat dari dominasi pria pada sistem politik di Indonesia adalah [<a href="https://theconversation.com/how-can-indonesia-increase-the-number-of-women-legislators-90446">rendahnya representasi</a>] politisi perempuan di DPR. Dalam pemilihan legislatif 2014, hanya 97 dari 2.467 kandidat perempuan yang menang, atau kurang dari 4%. Hasil ini menyeret persentase kursi perempuan di parlemen menjadi 17,03%, turun dari 18,03% pada pemilihan sebelumnya.</p>
<h2>Sistem parlemen yang tidak inklusif</h2>
<p>Penelitian saya menelisik karakteristik sekitar 6.000-an kandidat yang berlaga di Pemilu 2014. Hasil riset [<a href="https://cdn.theconversation.com/static_files/files/540/2014_candidates.pdf?1553658863">menunjukkan</a>] bahwa parlemen Indonesia gagal mewakili keanekaragaman di Indonesia.</p>
<p>Lebih dari 80% kursi dalam pemilihan legislatif 2014 jatuh ke tangan laki-laki. Di antara para wakil rakyat terpilih ini, 75% tinggal di Jawa, dan 90% di antaranya adalah lulusan universitas. Hanya kurang dari 2% adalah anggota parlemen berusia muda yakni di bawah 30 tahun.</p>
<p>Orang yang berusia antara 40 sampai 59 tahun terlalu banyak mendominasi kursi di DPR. Kelompok usia ini jumlahnya hanya 12,89% dari populasi nasional, tetapi hampir 39% anggota DPR berusia 40-59 tahun. Hal yang sama berlaku untuk kelompok usia 50-59 tahun, yang hanya mewakili 8,43% dari populasi nasional namun menguasai 30% kursi di DPR.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/266052/original/file-20190327-139380-190tirs.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/266052/original/file-20190327-139380-190tirs.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/266052/original/file-20190327-139380-190tirs.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=299&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/266052/original/file-20190327-139380-190tirs.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=299&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/266052/original/file-20190327-139380-190tirs.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=299&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/266052/original/file-20190327-139380-190tirs.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=376&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/266052/original/file-20190327-139380-190tirs.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=376&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/266052/original/file-20190327-139380-190tirs.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=376&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Calon perempuan terpilih dan tempat tinggal mereka.</span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pola yang tidak inklusif ini dimulai dari proses pencalonan anggota legislatif. Dalam pemilihan 2014, hanya 37% dari kandidat adalah perempuan, dan 27% dari mereka tinggal di luar Jawa. Hanya 5% dari mereka yang mewakili generasi muda antara 20 dan 29 tahun.</p>
<h2>Kerugian perempuan</h2>
<p>Rasio keterwakilan perempuan di parlemen nasional di Indonesia masih berada di bawah 20% meskipun ada kebijakan kuota gender 30%. Kebijakan yang diperkenalkan pada tahun 2004 mengharuskan partai politik untuk mencalonkan perempuan setidaknya 30% dari total kandidat.</p>
<p>Kecilnya jumlah kursi perempuan di DPR menunjukkan bahwa kebijakan kuota gender tidak efektif mendongkrak [<a href="https://theconversation.com/theres-no-silver-bullet-in-bringing-more-women-to%20-parlemen-di-asia-108879">tingkat keterpilihan perempuan</a>].</p>
<p>Beberapa elit partai yang saya wawancarai membela keputusan mereka yang mencalonkan lebih banyak pria daripada perempuan dengan mengatakan bahwa kandidat perempuan berkualitas tinggi saat ini semakin [<a href="https://www.insideindonesia.org/electoral-in-equity">sulit ditemukan</a>]. Mereka juga menyalahkan elektabilitas perempuan yang relatif rendah.</p>
<p>Preferensi ini terlihat ketika partai-partai cenderung menempatkan kandidat laki-laki di nomor urut teratas di kertas suara, sementara calon legislatif perempuan ditempatkan di nomor-nomor yang lebih rendah. Secara statistik, semakin rendah seorang kandidat ditempatkan di kertas suara, semakin kecil kemungkinannya untuk menang. Setiap satu nomor lebih rendah dari puncak daftar calon legislatif, peluang untuk menang [<a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S027753951830428X?via%3Dihub">merosot sebanyak 63,5%</a>].</p>
<p>Dari keseluruhan kandidat perempuan yang terpilih dalam pemilu 2014, 47% dicalonkan sebagai kandidat nomor satu. Dari kandidat laki-laki yang terpilih, 65% menempati nomor urut satu. Karena partai politik cenderung mencalonkan politikus laki-laki di posisi teratas, ini menciptakan kerugian yang signifikan bagi politikus perempuan.</p>
<p>Tren lain yang patut dicermati adalah sebagian besar kandidat perempuan terpilih memiliki hubungan dengan petahana. Hampir setengah dari mereka (45 dari 97) menikah atau memiliki hubungan darah dengan para pemimpin politik.</p>
<p>Hal ini mengindikasikan bahwa laki-laki masih mengendalikan politik dan banyak perempuan tidak bisa menang tanpa dukungan dari politisi laki-laki.</p>
<p>Hal ini tidak hanya merusak partisipasi perempuan dalam politik, tetapi juga dapat meneguhkan [<a href="http://www.puskapol.ui.ac.id/publikasi_puskapol/analisis-perolehan-suara-dalam-pemilu-2014-oligarki%20-politik-dibalik-keterpilihan-caleg-perempuan.html">oligarki politik</a>]. Oligarki politik adalah sistem politik di mana sejumlah kecil elit partai dan keluarganya mendominasi proses pengambilan keputusan di DPR. Karena mayoritas elit partai adalah laki-laki, hal ini dapat semakin merusak partisipasi perempuan dalam sistem politik negara.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/114432/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ella S. Prihatini tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sistem Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia didominasi oleh pria dan hal ini membuat perempuan enggan masuk ke politik.Ella S. Prihatini, Endeavour scholar and PhD candidate, The University of Western AustraliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1137202019-03-18T09:28:18Z2019-03-18T09:28:18ZDalam debat cawapres, baik Ma'ruf maupun Sandiaga gagal tawarkan program yang menjawab masalah<p>Debat ketiga pemilihan presiden (pilpres) pada 17 Maret 2019 menampilkan calon wakil presiden (cawapres) dari kedua kubu–Ma'ruf Amin dari kubu petahana Joko “Jokowi” Widodo dan Sandiaga Uno dari kubu Prabowo Subianto.</p>
<p>Dalam debat kali ini, kedua cawapres membicarakan masalah kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya. </p>
<p>Kami menghubungi beberapa akademisi untuk memberikan analisis mengenai paparan visi misi serta jawaban dua calon presiden tersebut terkait empat topik di atas. Dari empat akademisi yang kami hubungi, semua sepakat bahwa tidak ada pemenang dalam putaran debat kali ini. Kedua kandidat tidak menawarkan program-program yang relevan menjawab permasalahan masyarakat baik di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya.</p>
<p>Berikut paparan mereka. </p>
<hr>
<h2>Solusi kedua calon untuk ketenagakerjaan tidak visioner dan relevan</h2>
<p><strong>Hizkia Yosias Polimpung, Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta dan peneliti Koperasi Riset Purusha</strong></p>
<p>Secara umum, kedua kandidat belum memperlihatkan visi ketenagakerjaan yang cukup visioner. Baik Ma'ruf dan Sandiaga merespons topik-topik hangat seperti tenaga kerja di era revolusi industri 4.0, tenaga kerja asing, penyerapan tenaga kerja. Namun, mereka tidak menggariskan visi jangka panjang. </p>
<p>Keduanya juga tergesa-gesa melihat permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan yang dibahas tadi sebagai sesuatu yang seolah-olah terjadi begitu saja. Misalnya, keduanya melihat ketidakcocokan antara keterampilan milenial dengan kebutuhan dunia kerja sebagai akar permasalahan kelompok ini tercatat sebagai kelompok penganggur tertinggi. </p>
<p>Padahal, berdasarkan <a href="https://theconversation.com/indonesias-pisa-results-show-need-to-use-education-resources-more-efficiently-68176">sistem Penilaian Pelajar Internasional (PISA) dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)</a>, masalahnya terletak pada pendidikan Indonesia yang menderita persoalan sistemik serius karena gagal membekali peserta didik untuk merespons realitas kehidupan yang fluktuatif. </p>
<p>Alhasil, usulan-usulan keduanya di bidang ketenagakerjaan, tampak tidak menyelesaikan masalah.</p>
<p>Solusi memprioritaskan pemberian keterampilan teknis dan vokasional pun salah kaprah. Justru <a href="https://tirto.id/mengapa-pengangguran-terbanyak-justru-lulusan-smk-cJ6Y">lulusan Sekolah Menengah Kejuruan yang paling banyak menganggur</a>. </p>
<p>Selain itu, solusi yang ditawarkan juga tidak relevan dengan tren global. Laporan terbaru dari perusahaan konsultan manajemen global McKinsey & Company terkait e-commerce di Indonesia <a href="https://www.mckinsey.com/%7E/media/McKinsey/Featured%20Insights/Asia%20Pacific/The%20digital%20archipelago%20How%20online%20commerce%20is%20driving%20Indonesias%20economic%20development/The-digital-archipelago-Executive-summary.ashx">menunjukkan</a> bahwa kebutuhan tenaga kerja semakin mengarah ke keterampilan yang mengandalkan pengetahuan dan bukan keterampilan teknis dan praktis. </p>
<p>Laporan tersebut merekomendasikan pemberian keterampilan yang mengasah pemikiran di tingkat abstrak untuk menyelesaikan problem yang kompleks. Hal ini diperlukan agar Indonesia dapat mengambil kue investasi di wilayah regional yang mayoritas didominasi oleh aset tak terlihat seperti riset, merek, dan hak cipta. <a href="http://www.worldbank.org/en/publication/wdr2019">Laporan Bank Dunia terbaru</a> juga menekankan pemberian kemampuan sosial. Namun kedua hal tersebut tidak diangkat oleh kedua kandidat. </p>
<p>Dari pemaparan keduanya, cukup terasa nuansa keberpihakan pada industri. Mereka selalu berbicara tentang pengembangan tenaga kerja demi memenuhi kebutuhan perusahaan.</p>
<p><strong>Pemenang dalam sesi ini: tidak ada</strong></p>
<p>Tampak jelas bahwa Sandiaga terlihat lebih meyakinkan dan lebih konkret dalam mengusulkan program ketimbang Ma’ruf. Namun, tawaran program yang konkret tidak cukup apabila tidak relevan dengan konteks global saat ini dan tidak mendukung kemaslahatan rakyat banyak.</p>
<h2>Dua cawapres tidak menyentuh akar masalah pendidikan</h2>
<p><strong>Luhur Bima, Peneliti Senior SMERU Institute</strong></p>
<p>Dalam penyampaian visi dan misi calon wakil presiden, Ma’ruf Amin menyebutkan rencana mengembangkan <a href="http://indonesiapintar.kemdikbud.go.id">program beasiswa Kartu Indonesia Pintar</a> hingga tingkat perguruan tinggi. Saat ini beasiswa ini diberikan kepada siswa dari keluarga miskin untuk sekolah dasar hingga sekolah atas. Sementara itu, Sandiaga Uno menyampaikan kebijakan peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan kesejahteraan guru honorer dan perbaikan kurikulum yang berorientasi pada penguatan karakter.</p>
<p>Dua calon wakil presiden belum menyentuh akar masalah pendidikan di Indonesia, yaitu masih banyaknya anak Indonesia yang datang ke sekolah tanpa benar-benar belajar di sekolah. <a href="https://riseprogramme.org/publications/rise-working-paper-18026-indonesia-got-schooled-15-years-rising-enrolment-and-flat">Hasil analisis tim RISE Indonesia dengan data The Indonesian Family Life Survey (IFLS)</a> menunjukkan bahwa masih banyak lulusan sekolah menengah atas yang <a href="https://theconversation.com/darurat-mutu-pembelajaran-mengapa-wali-murid-jarang-protes-ke-sekolah-dan-pemerintah-110030">tidak mampu menjawab secara benar soal berhitung sedeharna</a> yang seharusnya sudah dikuasai oleh murid di tingkat sekolah dasar.</p>
<p>Terkait iklim riset di Indonesia, penjabaran Sandiaga tentang rencana penguatan riset lebih baik dibandingkan dengan apa yang diusulkan oleh Ma’ruf Amin. Rencana Ma’ruf untuk mengelola dana riset di bawah lembaga baru Badan Riset Nasional diragukan akan dapat meningkatkan kualitas riset Indonesia mengingat isu koordinasi dan ego kelembagaan masih menjadi permasalahan serius dalam birokrasi Indonesia. </p>
<p>Ide Sandiaga untuk mendorong kolaborasi riset antara pemerintah, akademisi, dan dunia usaha memiliki potensi positif terhadap penguatan riset di Indonesia. Namun, implementasinya harus diawasi dengan ketat untuk menjamin independensi kegiatan riset dari kepentingan perusahaan yang dapat merugikan masyarakat secara umum.</p>
<p><strong>Pemenang dalam sesi ini: tidak ada</strong></p>
<p>Kesimpulan dari debat cawapres terkait masalah pendidikan ini adalah Sandiaga mampu menjabarkan ide dan program yang dibawanya secara lebih baik daripada Ma’ruf. Namun, mereka tidak menyentuh masalah utama pendidikan di Indonesia yaitu rendahnya kualitas pendidikan dasar. Sebuah rumah besar dan mewah tanpa fondasi yang kokoh akan rentan untuk runtuh. Begitu juga dengan sistem pendidikan di Indonesia. Tanpa penguatan sistem pendidikan dasar, akan menjadi sia-sia untuk membahas masa depan riset Indonesia.</p>
<h2>Masalah kesehatan mendasar tidak disorot</h2>
<p><strong>Hardisman Dasman, Ahli Kesehatan Publik Universitas Andalas Padang</strong></p>
<p>Dua calon wakil presiden tidak memberikan gagasan yang kuat untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang mendasar saat ini seperti tingginya angka kematian ibu dan <a href="https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/penyakit-degeneratif/">penyakit kronis degeneratif</a>.</p>
<p>Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno tidak menyentuh sama sekali data <a href="https://theconversation.com/pengidap-penyakit-tak-menular-makin-banyak-6-cara-mudah-mencegahnya-104398">tentang penyakit kronis degeneratif yang termasuk sepuluh penyebab kematian utama di Indonesia</a>, dan angkanya cenderung meningkat pada laporan Riset Kesehatan Dasar 2018. </p>
<p>Ma’ruf hanya menyampaikan program pemerintah yang kini berjalan seperti <a href="http://pispk.kemkes.go.id/id/">PIS-PK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga)</a> dan <a href="http://promkes.kemkes.go.id/germas">Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)</a>, sedangkan Sandiaga menyebutkan program preventif melalui olah raga tiap hari. Aspek <a href="https://theconversation.com/riset-terbaru-kerugian-ekonomi-di-balik-konsumsi-rokok-di-indonesia-hampir-rp600-triliun-89089?utm_source=twitter&utm_medium=twitterbutton">perilaku merokok dan konsumsi tembakau yang terkait dengan penyakit degeneratif tidak</a> disentuh sama sekali. Padahal perilaku tidak sehat ini terkait dengan penyakit-penyakit berat yang menghabiskan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).</p>
<p>Dalam konteks JKN, Ma'ruf hanya menyebutkan akan melanjutkan program asuransi kesehatan sosial ini, tapi tidak menyentuh permasalahan yang dihadapi oleh sistem JKN dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai penyelengaraannya. Sandiaga juga lebih fokus pada JKN dan sedikit menyentuh aspek preventif dengan peningkatan aktifitas fisik melalui olah raga 22 menit tiap hari. Sandiaga akan fokus pada penyelesaian masalah yang terjadi pada penyelenggaraannya, seperti penyelesaian masalah defisit BPJS, keterlambatan pembayaran pada rumah sakit, dan masalah pembayaran tenaga medis. </p>
<p>Pada debat antar calon, Sandiaga menjelaskan langkah konkret: menghitung secara riil berapa pembiayaan yang tepat untuk JKN ini, dengan melibatkan ahli-ahli keuangan dan pembiayaan kesehatan. Namun tidak ada paparan dan penjelasan selanjutnya tentang bagaimana penerapannya. </p>
<p>Jika dengan analisis yang tepat didapatkan biaya per kapita setiap peserta, apakah iuran BPJS Kesehatan oleh masyarakat non-PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang tidak ditanggung negara akan ditingkatkan? Jika hal ini dilakukan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan, akan memberatkan masyarakat. Jika iuran peserta (masyarakat) tetap, artinya akan dibebankan kepada pemerintah. Sandiaga tidak menjelaskan bagaimana langkah dan pola yang akan dilakukannya bila terpilih untuk menutup defisit BPJS tersebut. </p>
<p>Dua calon sempat menyinggung masalah kesehatan ibu dan anak (KIA). Namun keduanya tidak memaparkan data-data yang terjadi, seperti tidak adaya sorotan terhadap AKI (angka kematian ibu) yang pada laporan Survei Nasional Antar Sensus <a href="https://theconversation.com/memaksa-laki-laki-mencegah-kematian-ibu-dan-bayi-baru-lahir-95412">terakhir masih 305 per 100 ribu kelahiran hidup</a>, anemia ibu hamil, serta <a href="https://theconversation.com/perkawinan-anak-dan-ketidaksetaraan-gender-memperbesar-risiko-kematian-ibu-92599">angka kematian bayi dan balita</a>.</p>
<p>Dua kandidat hanya menyebut masalah stunting. Sandiaga menyebutkan akan adanya bantuan susu bagi anak-anak yang telah disapih. Sebaliknya, Ma’ruf lebih baik dalam menjelaskan terkait masalah ini, bahwa masalah stunting adalah hal yang kompleks, terkait dengan 1000 hari kehidupan, sejak pembuahan di dalam kandungan. Ma’ruf memaparkan dengan baik akan arti penting preventif pada ibu hamil dengan memaksimalkan program yang ada saat ini, seperti PIS-PK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) dan Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat).</p>
<p><strong>Pemenang dalam sesi ini: tidak ada</strong></p>
<p>Secara keseluruhan program yang sampaikan oleh Ma'ruf lebih tepat untuk menyelesaikan masalah kesehatan dalam konteks pencegahan, tapi apa terobosannya dan apa yang akan dilakukan untuk perbaikan terhadap yang sudah ada saat ini belum jelas. Sedangkan program preventif Sandiaga tidak terlihat, hanya bersifat kegiatan atau imbauan. Sandiaga unggul dalam menyelesaikan masalah JKN. </p>
<h2>Minim kepedulian terhadap kelompok terpinggirkan</h2>
<p><strong>Ni Luh Putu Maitra Agastya, Peneliti perlindungan sosial di Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA) Universitas Indonesia.</strong></p>
<p>Berdasarkan paparan visi misi yang disampaikan kedua cawapres, isu sosial dan kebudayaan tidak menjadi prioritas. </p>
<p>Tidak ada pembahasan program sosial terkait perlindungan perempuan, anak, kelompok penyandang disabilitas, dan masyarakat adat. </p>
<p>Padahal, seharusnya program bantuan sosial menyasar para kelompok rentan yang selama ini terkendala mengakses bansos dan program lainnya. </p>
<p>Masalah tingginya intoleransi juga tidak dibahas dalam aspek sosial budaya. Penelitian terakhir dari SETARA Institute <a href="http://setara-institute.org/indeks-kota-toleran-tahun-2017/">menunjukkan</a> beberapa kota dan kabupaten yang masih menerapkan kebijakan yang tidak inklusif. Masalah ini hampir tidak dibahas sepanjang debat terkait sosial budaya. Ide untuk meningkatkan toleransi melalui pendidikan juga tidak dibahas secara konkret oleh kedua pihak. </p>
<p>Saat menjawab pertanyaan tentang infrastruktur budaya, tidak ada yang memberikan strategi yang konkret. Seharusnya kedua kandidat berbicara mengenai strategi yang menyasar akar permasalahan dari lemahnya infrastruktur budaya. Salah satu dari akar masalah tersebut <a href="https://e-ppid.kemdikbud.go.id/dokumen/permendikbud-12-2018-renstra.pdf">adalah</a> minat sastra yang rendah dan tidak berkembangnya kebudayaan daerah dalam pendidikan. </p>
<p><strong>Pemenang sesi ini: tidak ada pemenang</strong></p>
<p>Isu sosial budaya merupakan isu yang luas namun saling terkait dengan isu pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan. </p>
<p>Dalam debat ini, kedua calon belum mampu memberikan solusi bagaimana kelompok-kelompok rentan bisa mendapatkan akses untuk pelayanan publik baik dengan kartu-kartu atau program unggulan lain yang sudah ditawarkan. Belum ada prioritas untuk mengubah kebijakan dan kondisi yang secara struktural membatasi akses kelompok-kelompok rentan. Batasan tersebut bisa berupa norma sosial budaya yang menyebabkan kelompok rentan ini dipinggirkan secara sosial dan mendapat perlakuan diskriminatif dalam pelayanan publik.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/113720/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dari empat akademisi yang kami hubungi, semua sepakat tidak ada pemenang dalam putaran debat kali ini. Kedua kandidat tidak menawarkan program-program yang relevan menjawab permasalahan masyarakat.Hizkia Yosias Polimpung, Researcher, Purusha Research CooperativeHardisman Dasman, Associate Professor in Community Medicine and Healthcare Policy, Universitas AndalasLuhur Bima, Senior Researcher, SMERU Research InstituteNi Luh Putu Maitra Agastya, Technical Lead on Social Protection, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1125252019-03-05T06:04:51Z2019-03-05T06:04:51ZPolitik ketakutan: tribalisme dan celah biologis yang dieksploitasi oleh politikus<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/261398/original/file-20190228-106338-1welv68.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Nasionalis kulit putih bentrok dengan pengunjuk rasa pada 12 Agustus 2017, Charlottesville, Virginia AS. Demonstrasi itu berubah menjadi kekerasan yang mematikan.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="http://www.apimages.com/metadata/Index/Confederate-Monument-Protest/cb2c01c626884390be207fa9b7975ada/335/0"> Steve Helber/AP Photo</a></span></figcaption></figure><p>Ketakutan bisa dibilang sama tuanya dengan kehidupan. Rasa takut <a href="https://theconversation.com/the-science-of-fright-why-we-love-to-be-scared-85885">mendarah daging dalam organisme hidup</a> yang telah selamat dari kepunahan melalui miliaran tahun evolusi. Rasa takut mengakar jauh di dalam inti psikologis dan biologis kita. Dan rasa takut adalah salah satu perasaan kita yang paling intim. Bahaya dan perang sama tuanya dengan sejarah manusia, begitu juga politik dan agama.</p>
<p>Para demagog selalu menggunakan ketakutan untuk mengintimidasi bawahan atau musuh, dan mempengaruhi berbagai kelompok melalui para pemimpinnya. Ketakutan adalah alat yang sangat kuat yang dapat mengaburkan logika manusia dan mengubah perilaku mereka.</p>
<p>Saya <a href="https://www.starclab.org/members/arash-javanbakht">seorang psikiater dan ahli syaraf</a> dengan spesialisasi ketakutan dan trauma, dan saya memiliki beberapa pemikiran berbasis bukti tentang bagaimana ketakutan disalahgunakan dalam politik.</p>
<h2>Kita belajar dari anggota suku yang sama</h2>
<p>Seperti hewan lainnya, manusia belajar merasa takut dari <a href="https://www.nature.com/articles/nn1968">pengalaman</a>, misalnya, diserang oleh predator. Kita juga belajar melalui pengamatan, seperti menyaksikan predator menyerang manusia lain. Dan, kita belajar dengan instruksi, seperti diberi tahu ada pemangsa di dekat kita.</p>
<p>Belajar dari anggota spesies yang sama merupakan keuntungan evolusioner yang mencegah kita mengulangi pengalaman berbahaya manusia lain. Kita memiliki kecenderungan untuk mempercayai otoritas dan teman sesama suku kita, terutama mengenai bahaya. Hal tersebut adaptif: Orang tua dan orang lebih tua yang bijak memberi tahu kita untuk tidak makan tanaman khusus, atau tidak pergi ke suatu daerah di hutan, atau kita akan terluka. Dengan mempercayai mereka, kita tidak akan mati seperti kakek buyut yang mati memakan tanaman itu. Dengan cara ini kita mengumpulkan pengetahuan.</p>
<p><a href="https://www.scientificamerican.com/article/evolution-explains-why-politics-tribal/">Tribalisme telah menjadi bagian yang tak terpisahkan</a> dari sejarah manusia. Selalu ada persaingan antara kelompok-kelompok manusia, dari nasionalisme pada masa perang hingga kesetiaan yang kuat kepada tim sepak bola. Bukti dari <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/1745691617707317">neurosains kultural</a> menunjukkan bahwa otak kita bahkan merespons secara berbeda pada tingkat tidak sadar hanya dengan melihat wajah dari ras atau budaya lain.</p>
<p>Pada tingkat suku, orang lebih emosional dan akibatnya mereka kurang menggunakan logika mereka: Penggemar kedua tim berdoa agar tim mereka menang, berharap Tuhan akan memihak dalam permainan. Di sisi lain, <a href="https://www.psychologytoday.com/us/blog/how-risky-is-it-really/201012/fear-makes-us-tribal-and-stupid-case-in-point-rush-limbaugh">kita kembali kepada tribalisme ketika berada dalam ketakutan</a>. Ini adalah keuntungan evolusi yang mengarah pada kohesi kelompok dan membantu kita melawan suku-suku lain untuk bertahan hidup.</p>
<p>Tribalisme adalah celah biologis yang telah lama disalahgunakan oleh banyak politikus: memanfaatkan ketakutan dan naluri kesukuan kita. Beberapa contoh adalah Nazisme di Jerman, anti kulit hitam Ku Klux Klan di Amerika Serikat, perang agama dan Abad Kegelapan. Pola yang sering digunakan dari contoh-contoh tersebut adalah memberi manusia lain label yang berbeda dari kita, dan menyatakan bahwa mereka akan membahayakan kita atau sumber daya kita, dan mengubah kelompok lain menjadi sebuah konsep. Tidak harus ras atau kebangsaan, yang sering digunakan. Ini bisa berupa perbedaan nyata atau imajiner: liberal, konservatif, Timur Tengah, laki-laki kulit putih, kanan, kiri, Muslim, Yahudi, Kristen, Sikh. Daftar ini terus berlanjut.</p>
<p>Ketika membangun batas-batas kesukuan antara “kami” dan “mereka,” beberapa politikus telah berhasil dengan sangat baik menciptakan kelompok-kelompok virtual orang-orang yang tidak berkomunikasi dan membenci tanpa mengenal satu sama lain: Ini adalah hewan manusia yang sedang beraksi!</p>
<h2>Ketakutan tidak berbasis fakta</h2>
<p>Pada tahun pertama setelah kedatangan saya di Amerika Serikat, suatu malam saya memasuki tempat parkir umum untuk berputar balik. Orang-orang meninggalkan sebuah gedung dengan pakaian Yahudi Ortodoks; gedung tersebut merupakan kuil. Untuk sesaat, saya melihat perasaan yang halus dan aneh tapi akrab: ketakutan!</p>
<p>Saya mencoba melacak sumber ketakutan ini, dan sumbernya adalah ini: Saya berasal dari daerah mayoritas Muslim, dan saya tidak pernah bertemu dengan orang Yahudi dari kecil hingga beranjak dewasa. Suatu hari ketika saya masih kecil dan kami mengunjungi sebuah desa, seorang perempuan tua menceritakan kisah tentang bagaimana orang-orang Yahudi Ortodoks mencuri anak-anak Muslim dan meminum darah mereka!</p>
<p>Saya merasa malu. Saya berasal dari keluarga berpendidikan yang menghormati semua agama, kemudian menjadi dokter yang berpendidikan dan memiliki banyak teman Yahudi yang hebat, tapi anak kecil di dalam diri saya menganggap cerita bodoh tersebut sesuatu yang serius hanya karena anak itu tidak pernah bertemu seorang Yahudi.</p>
<p>Kecenderungan manusia ini adalah sasaran empuk bagi para politikus yang ingin mengeksploitasi rasa takut: Jika Anda tumbuh hanya di sekitar orang-orang yang mirip dengan Anda, hanya mendengarkan satu saluran media dan mendengar dari seorang figur yang lebih tua bahwa orang-orang yang berpandangan atau beda cara pikir dengan Anda berbahaya dan membenci Anda, merasa takut dan membenci orang-orang yang tak terlihat itu dapat dimengerti, namun tentunya cacat.</p>
<p>Para politikus, kadang-kadang dengan bantuan media, mencoba membuat kelompok-kelompok orang tetap terpisah-pisah, sehingga kelompok “liyan” tetap hanyalah sebuah “konsep” saja dalam benak kita. Karena jika kita menghabiskan waktu dengan orang yang berbeda dengan kita, berbicara dengan mereka dan makan bersama mereka, kita akan belajar bahwa mereka sama seperti kita: yaitu manusia dengan semua kekuatan dan kelemahan yang kita miliki. Ada yang kuat, ada yang lemah, ada yang lucu, ada yang bodoh, ada yang baik dan ada juga yang tidak terlalu baik.</p>
<h2>Rasa takut tidak logis dan kerap bodoh</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=356&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=356&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=356&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=448&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=448&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/253263/original/file-20190110-43544-1059i67.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=448&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sebagian orang takut pada ular, sebagian lagi kepada pada laba-laba, bahkan kucing dan anjing.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/spider-web-1132571987?src=1VkcpXiqrlz0y3i11NXUwg-3-90">Aris Suwanmalee/Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Sangat sering pasien saya yang memiliki fobia memulai terapi dengan mengatakan: “Saya tahu ini bodoh, tapi saya takut laba-laba.” Atau mungkin anjing atau kucing, atau yang lainnya. Dan saya selalu menjawab: “Itu tidak bodoh, tapi tidak masuk akal.” Otak manusia punya fungsi yang beda-beda, dan ketakutan sering kali menyalip logika. Ada beberapa alasan. Pertama: logika itu lambat; ketakutan itu cepat. Dalam situasi bahaya, kita harus cepat: Pertama lari atau bunuh, lalu baru berpikir. </p>
<p>Politikus dan media sangat sering menggunakan rasa takut untuk menghindari logika kita. Saya selalu mengatakan media-media Amerika Serikat adalah produsen pornografi bencana - mereka bekerja terlalu banyak untuk memicu emosi audiens mereka. Mereka seperti <em>reality show</em> politik, dan mengejutkan bagi siapa pun dari luar AS.</p>
<p>Ketika satu orang membunuh beberapa orang lain di kota dengan jumlah penduduk jutaan, yang tentu saja merupakan sebuah tragedi, liputan media besar dapat membuat orang-orang menganggap seluruh kota dikepung dan tidak aman. Jika seorang imigran ilegal yang tidak berdokumen membunuh seorang warga negara Amerika Serikat, beberapa politikus menggunakan ketakutan dengan harapan hanya sedikit orang yang akan bertanya: “Ini mengerikan, tapi berapa banyak orang yang dibunuh di negara ini oleh warga Amerika Serikat hanya dalam hari ini saja?” Atau: “Saya tahu beberapa pembunuhan terjadi setiap minggu di kota ini, <a href="https://theconversation.com/what-mass-shootings-do-to-those-not-shot-social-consequences-of-mass-gun-violence-106677">tapi mengapa saya begitu takut sekarang</a> karena ini dipamerkan oleh media? ”</p>
<p>Kita tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini, karena rasa takut telah melewati logika berpikir kita.</p>
<h2>Ketakutan dapat berubah menjadi kekerasan</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=443&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=443&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=443&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=557&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=557&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/253356/original/file-20190111-43514-1aejyi8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=557&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Batu nisan di Pemakaman Mount Carmel di Philadelphia 27 Februari 2017. Sebuah laporan tentang peningkatan vandalisme berkaitan dengan peningkatan bias anti-Semit sejak pemilu 2016.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="http://www.apimages.com/metadata/Index/Anti-Semitism-Report/18e12f63b62c43eb95c3afc0247fa326/1/0">Jaqueline Larma/AP Photo</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada alasan mengapa respons terhadap rasa takut disebut sebagai respons “lawan atau lari”. Respons itu telah membantu kita selamat dari para predator dan suku-suku lain yang ingin membunuh kita. Tapi sekali lagi, hal tersebut merupakan celah dalam sistem biologis kita yang disalahgunakan. Dengan menakut-nakuti kita, para demagog menghidupkan agresi kita terhadap “yang liyan,” baik dalam bentuk merusak kuil mereka atau melecehkan mereka di media sosial.</p>
<p>Ketika para demagog berhasil menguasai sirkuit ketakutan kita, kita sering mundur ke sifat kebinatangan kita yang tidak logis dan agresif, serta menjadi senjata bagi diri kita sendiri–senjata yang digunakan politikus untuk agenda mereka.</p>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Ariza Muthia</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/112525/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Arash Javanbakht tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ketakutan adalah bagian dari kelangsungan hidup manusia. Pihak tertentu yang ingin memanipulasi telah belajar bahwa sifat manusia ini dapat dieksploitasi.Arash Javanbakht, Assistant Professor of Psychiatry, Wayne State UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.