Menu Close
shutterstock.

In Conversation With: Julia Suryakusuma bicara tantangan kesetaraan gender di Indonesia

Tak jarang agama terlihat seakan berseberangan dengan nilai-nilai kesetaraan gender. Namun menurut feminis, aktivis, dan penulis buku State Ibuism Julia Suryakusuma, nilai-nilai agama pada dasarnya tidak mempromosikan ketimpangan gender. Ia menjelaskan, sebenarnya agama Islam, yang dianut mayoritas penduduk Indonesia, memiliki nilai-nilai kesetaraan gender.

Hanya nilai-nilai yang menganggap perempuan subordinat dan harus diatur yang diadopsi oleh masyarakat yang menjadikannya seolah-olah Islam mempromosikan ketimpangan gender.

“Sebetulnya yang menjadi masalah itu bukan Islam, tapi muslim,” kata Julia.

Pada Jumat, 25 Januari 2019, The Conversation Indonesia berkunjung ke rumah Julia Suryakusuma, seorang feminis, aktivis, dan penulis untuk berbincang mengenai kesetaraan gender.

Julia Suryakusuma berbicara mengenai tantangan kesetaraan gender.

Dalam Global Gender Gap Report yang mengukur partisipasi perempuan dalam ekonomi pencapaian pendidikan, kesehatan dan keselamatan, dan pemberdayaan politik, Indonesia berada pada peringkat ke-85 dari 149 negara. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia berada di posisi ke-6, di bawah Filipina, Thailand. dan Vietnam.

Nilai-nilai patriarki yang mengakar di Indonesia mengakibatkan berbagai kondisi yang membuat perempuan berada pada posisi rentan. Praktik pernikahan dini di Indonesia juga masih banyak terjadi. Belum lagi kasus kekerasan seksual yang tak jarang berakhir dengan mediasi. Salah-salah, malah korban yang justru berakhir di balik jeruji.

Menurut Julia saat ini terjadi yang ia sebut “Islamic revival”, yang merujuk pada menguatnya nilai-nilai konservatif di masyarakat. Kelompok konservatif ini, baik yang berada dalam parlemen maupun masyarakat luas, menolak rancangan legislasi yang bertujuan melindungi korban kekerasan seksual, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Walau demikian, Julia mengatakan, tetap ada yang bisa dibanggakan dari Indonesia jika berbicara mengenai peningkatan kesetaraan gender. Ia menyebut adanya sembilan menteri perempuan dalam kabinet Presiden Joko Widodo merupakan perkembangan yang baik.

Dari sisi hukum, Indonesia sebenarnya telah lama meratifikasi CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women). Ada pula UU No. 1 Tahun 2017 tentang Kesetaraan Gender.

Namun, menurut Julia, pelaksanaan hukum ini masih menjadi tantangan, baik yang datang dari pemerintahan dan aparat penegak hukum maupun dari masyarakat itu sendiri. Bagi Julia, nilai yang sudah melekat di masyarakat ini menjadi tantangan yang terberat.

Di samping aspek hukum dan nilai masyarakat, ada tantangan lainnya yang juga saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain, yaitu kemiskinan dan pendidikan. “Kemiskinan juga merupakan satu faktor untuk ketidaksetaraan,” ujar Julia.

Berbicara banyak soal nilai masyarakat, menurut Julia, konstruksi sosial yang terjadi atas perempuan ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Orde Baru, yang ia sebut sebagai “Ibuisme Negara”. Apa itu Ibuisme Negara dan bagaimana relevansinya dengan sekarang ini? Saksikan video di bawah ini untuk mengikuti lebih lanjut perbincangan The Conversation Indonesia dengan Julia.

Julia Suryakusuma berbicara mengenai Ibuisme Negara.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now