Menu Close

Indonesia lamban menerapkan kesepakatan ASEAN tentang asap

Di 2014, Indonesia meratifikasi kesepakatan ASEAN untuk mengatasi asap lintas batas di wilayah Asia Tenggara. Namun hingga sekarang, Indonesia belum mengeluarkan aturan perundang-undangan di tingkat nasional dan daerah. Reuters/Antara News Agency

Di bulan Mei, saya dan tim riset saya mengunjungi Palangka Raya, Kalimantan Tengah, salah satu pusat kebakaran lahan dan hutan di Indonesia.

Kami ingin tahu bagaimana pemerintah daerah memandang sebuah kesepakatan antara negara-negara ASEAN mengenai pencemaran asap yang Indonesia ratifikasi dua tahun lalu.

Kami terkejut mendengar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah Humala Pontas mengaku tak tahu banyak tentang kesepakatan tersebut. Ia bertanya:

Apa yang terkandung dalam perjanjian tersebut? Bagian mana dari masalah asap yang diatur perjanjian tersebut? Apa ada pasal-pasal yang mengatur soal pembiayaan dan sarana lain?

Di daerah ini, seperti di wilayah-wilayah lain di Kalimantan, Sumatra, dan Papua, metode tebang-dan-bakar masih umum digunakan untuk membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Minyak sawit adalah ekspor terbesar Indonesia.

Tebang-dan-bakar adalah cara yang paling cepat dan murah untuk menyiapkan lahan untuk ditanami. Namun, cara ini menghasilkan asap yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Emisi dari perubahan peruntukan hutan di Indonesia menyumbang pada pemanasan global.

Asap dari pembakaran tak hanya berdampak pada wilayah pembukaan lahan. Asapnya terbawa angin ke negara-negara tetangga.

Merespons krisis asap

Di 2002, negara-negara anggota ASEAN menyepakati ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution atau Persetujuan Polusi Asap Lintas Batas ASEAN. Kesepakatan ini respons terhadap krisis asap ketika kebakaran hutan besar-besaran antara 1997 dan 1998 menghasilkan kabut asap yang menyelimuti negara-negara tetangga.

Pada saat itu, api membakar sekitar 45.000 kilometer persegi hutan-hutan di Kalimantan dan Sumatra. Angin membawa asap ke negara-negara sekitar, mencemari Brunei, Malaysia, Singapura, bahkan Thailand.

Krisis asap itu terjadi di tengah krisis ekonomi parah di Asia. Negara-negara Asia Tenggara kesulitan mengatasi bencana pada saat itu.

Di 1998, Menteri Lingkungan Hidup Singapura Yeo Cheow Thong, menyatakan:

Terulang kembalinya bencana ini akan betul-betul memperparah situasi ekonomi yang sudah buruk.

Kebakaran lahan dan hutan di Indonesia merupakan faktor utama negara-negara ASEAN membentuk kesepakatan mengenai asap. Pada pertemuan tingkat menteri di Bandar Seri Begawan, Brunei, pada April 1998, anggota-anggota ASEAN menyalahkan Indonesia atas kegiatan pembukaan lahan di sini.

Maka, kebakaran 1997-1998 mendorong negara-negara ASEAN untuk mencoba mengatasi dampak krisis asap terhadap ekonomi dan kesehatan secara bersama-bersama.

Implementasi lamban

Butuh 11 tahun sesudah kesepakatan tersebut berlaku untuk Indonesia meratifikasi perjanjian ini di 2014. Namun sudah dua tahun berselang, Indonesia masih belum mengeluarkan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional dan daerah.

Pasal 11 dari kesepakatan asap mewajibkan negara-negara penandatangan untuk:

memastikan adanya usaha-usaha di tingkat legislatif, administratif, dan pendanaan untuk memobilisasi peralatan, material, sumber daya manusia, dan dana yang dibutuhkan untuk merespons dan mengurangi dampak kebakaran lahan dan/atau hutan dan pencemaran asap yang terjadi akibat kebakaran.

Dalam sebuah wawancara tertutup dengan staf ahli di Sekretariat Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang meminta identitasnya disembunyikan, ia, mengakui bahwa DPR masih menganggap tambahan aturan baru di tingkat nasional dan lokal tidak diperlukan.


Baca juga: Bagaimana Indonesia bisa melawan pencemaran plastik


Anggota-anggota DPR menganggap bahwa Undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2014 dan Undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2009, sudah cukup, katanya.

Aturan-aturan ini memang memiliki semangat yang sama dengan kebijakan ASEAN tentang nol-pembakaran. Kesepakatan Asap ASEAN memiliki pasal yang mendorong para negara penandatangan mencegah pembukaan lahan dengan menggunakan api. Undang-undang negara Indonesia yang disebutkan di atas juga melarang pembukaan lahan dengan pembakaran.

Namun, tak ada satu pun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengandung referensi khusus mengenai asap atau polusi yang dihasilkan kegiatan tebang-dan-bakar.

Bahkan, Indonesia tidak memasukkan penyebaran asap dari kebakaran hutan sebagai bencana, terutama jika disengaja oleh manusia. Dengan tidak masuknya asap sebagai bencana maka lembaga-lembaga penanggulangan bencana nasional dan daerah tidak dapat merespons dengan tepat.

Untuk implementasi kesepakatan tentang asap, Indonesia dapat, sebagai contoh, memperluas kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan badan penanggulangan bencana tingkat provinsi untuk melaksanakan kegiatan pencegahan dan upaya mitigasi atau pengurangan dampak krisis asap lintas batas.

Saat ini mandat mereka terbatas pada kesiapan keadaan darurat. Dana lokal untuk bencana hanya dapat digunakan ketika status asap mencapai “siaga darurat”.

Hasilnya, badan nasional dan lokal tidak dapat melakukan pencegahan atau upaya mitigasi. Lembaga-lembaga ini hanya dapat mulai bekerja ketika sudah ada api dan asap.

Antarlembaga pemerintah tak selaras

Di dalam tubuh pemerintah, persoalan mengenai komitmen dan koordinasi antarlembaga di pusat dan daerah terus terjadi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan—lembaga negara yang bertanggung jawab untuk menangani ancaman terhadap lingkungan—tampak tak tertarik untuk menegakkan kesepakatan ASEAN tentang asap. Lembaga ini lebih fokus pada kegiatan berbasis “proyek”, seperti mendistribusikan pompa air untuk memadamkam api ke masyarakat.

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia faktor utama negara-negara ASEAN membuat kesepakatan asap. Reuters/Antara News Agency

Kementerian Luar Negeri-lah yang bertanggung jawab atas kesepakatan-kesepakatan internasional yang secara aktif mendukung ratifikasi Indonesia terhadap kesepakatan asap.

Karena adanya kontradiksi antara kedua kementerian ini, pemerintah daerah masih tidak mengetahui mengenai kesepakatan ini meski sudah dua tahun diratifikasi.

Apa yang dipertaruhkan

Jika Indonesia tetap tidak menaati kesepakatan asap, komunitas regional ASEAN akan terus menyalahkan Indonesia untuk persoalan asap di Asia Tenggara. Sebelumnya, Indonesia menyebabkan pembentukan Pusat Koordinasi ASEAN untuk Asap terlambat karena kelambanan Indonesia meratifikasi kesepakatan asap.

ASEAN memiliki target bebas-asap di 2020 tapi bisa jadi target ini tak tercapai jika Indonesia tidak mengejar ketertinggalan. Untuk dampak jangka panjang, Indonesia bisa kehilangan posisinya sebagai “pemimpin alamiah” ASEAN sebagai salah satu pendiri dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Agar Indonesia dapat menaati kesepakatan tersebut, penting untuk memiliki pendekatan yang sama antara lembaga-lembaga negara.

Pemerintah daerah di seluruh Indonesia harus diberikan informasi mengenai kebijakan ini. Hanya dengan cara ini kita dapat memastikan kebijakan diterapkan secara selaras dan efektif di tingkat lokal dan nasional.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now