Menu Close
Achmad Ibrahim/AP

Indonesia mencatat peningkatan tertinggi dalam kasus COVID –– dan jumlahnya mungkin akan naik lagi sebelum turun

Indonesia saat ini menghadapi lonjakan infeksi dan kematian COVID-19 yang masif. Para ahli (termasuk saya), sayangnya, telah memprediksinya.

Negara ini mencatat peningkatan satu hari terbesar dalam kasus baru pada 13 Juli, dengan lebih dari 47.000 infeksi dan tiga hari kemudian melonjak sampai 56 ribu kasus.



Dan ini mungkin banyak kasus yang belum tercatat karena terlalu sedikit orang yang dites.

Tingkat kepositifan — persentase orang yang melakukan tes COVID yang memberikan hasil positif — saat ini berada pada 26%, menurut Our World In Data, yang menunjukkan Indonesia hampir pasti kehilangan lebih banyak kasus. Penelitian lokal menunjukkan 44% penduduk Jakarta telah memiliki antibodi untuk melawan virus. Hanya 8% yang benar-benar merupakan kasus yang dikonfirmasi.

Salah satu alasan rendahnya tingkat pengetesan adalah kurangnya akses ke tes COVID. Tes gratis hanya tersedia di fasilitas perawatan kesehatan untuk orang dengan gejala atau yang telah melakukan kontak dengan kasus yang dikonfirmasi. Harga yang dikenakan laboratorium swasta untuk tes COVID bisa jadi terlalu mahal.

Apa yang salah?

Pemerintah pusat telah menolak kebijkan karantina wilayah (lockdown), meski sistem rumah sakit mencapai titik krisis, dan malah memprioritaskan menjaga perekonomian tetap terbuka.

Selama 16 bulan terakhir, otoritas kesehatan telah berjuang untuk menerapkan sistem pelacakan kontak. Orang-orang yang mungkin pernah kontak dengan virus diminta untuk mengisolasi diri untuk menghentikan penyebaran virus.

Pemerintah telah meremehkan pandemi sejak awal, baik meremehkan risiko dalam perencanaan pandemi, dan mengecilkan bahaya dalam komunikasi publiknya. Transparansi dan komunikasi publik tentang penyakit ini buruk.

Kekurangan ini telah menempatkan Indonesia pada posisi yang sangat rentan. Pulau Jawa dan Bali khususnya mengalami jumlah kasus baru dan kematian yang memecahkan rekor.

Varian Delta yang menyebar lebih cepat memainkan peran penting. Analisis genom menunjukkan Delta telah menggantikan varian SARS-CoV-2 lainnya yang pertama kali menyebar di Indonesia.


Read more: Why is Delta such a worry? It's more infectious, probably causes more severe disease, and challenges our vaccines


Apa yang telah dilakukan pemerintah sejauh ini?

Pada 1 Juli, pemerintah mengumumkan semi-lockdown untuk Jawa dan Bali. Berdasarkan pembatasan ini, semua karyawan di industri yang tidak penting harus bekerja dari rumah, sementara 50% karyawan di industri penting, termasuk keuangan, dapat bekerja di kantor.

Sektor-sektor penting, seperti fasilitas kesehatan dan gerai makanan, dapat beroperasi dengan kapasitas total di lokasi. Pusat perbelanjaan harus tutup, dan toko kelontong dan supermarket dapat beroperasi hingga jam 8 malam setiap hari dengan kapasitas 50%. Gerai makanan hanya dapat menawarkan layanan beli bungkus atau pesan antar.

Angkutan umum dapat beroperasi pada kapasitas 70%. Pelancong yang naik bus, kereta api jarak jauh dan pesawat udara harus menunjukkan kartu vaksin yang menyatakan setidaknya satu dosis dari vaksin COVID.

Menggunakan masker wajah wajib di tempat umum.

Pihak berwenang telah menginstruksikan pasukan keamanan untuk menegakkan protokol ini.

Pada 7 Juli, pembatasan ini diperluas secara nasional. Pada 20 Juli, pemerintah memperpanjang kebijakan pembatasan hingga 25 Juli.

Sebagian besar strategi saat ini berfokus pada vaksinasi COVID. Pada akhir Juni, negara ini memberikan satu juta dosis vaksin sehari, dan telah mempertahankan tingkat yang sama sejak saat itu.

Namun Indonesia saat ini tidak memiliki sistem pengetesan, pelacakan kontak, dan isolasi yang kuat, yang seharusnya menjadi strategi utama dalam menangani pandemi; tujuan pembatasan seharusnya untuk melengkapi dan memperkuat strategi ini.

Kapan kasus COVID akan mencapai puncak?

Berdasarkan perhitungan saya, jika pembatasan dan kewajiban pakai masker dipatuhi oleh masyarakat, saya perkirakan kasus COVID di Indonesia dapat mencapai puncaknya pada akhir Juli atau awal Agustus, dengan jumlah kasus baru meningkat menjadi 200.000 sehari.

Tapi jika pembatasan tidak efektif, kita bisa melihat kasus hingga 400.000 kasus harian baru di puncak.

Saya mendasarkan proyeksi ini pada beberapa faktor. Saya mulai dengan asumsi bahwa kasus yang dilaporkan adalah jumlah yang sangat kecil. Kemudian saya menggunakan perkiraan tingkat penyebaran COVID dengan asumsi tertentu, termasuk apakah pembatasan dipatuhi atau tidak.

Saya juga menggunakan jumlah kematian yang dilaporkan dan menghitung mundur untuk memperkirakan berapa banyak kasus yang mungkin menyebabkan kematian sebanyak itu.

Sebagai contoh, minggu lalu Indonesia mencatat sekitar 1.000 kematian per hari. Kematian yang tercatat ini datang dari infeksi beberapa waktu lalu. Jadi, mari kita lihat kasus harian baru dari empat minggu lalu — jumlahnya sekitar 15.000 per hari. Tapi jika kita mengasumsikan tingkat kematian kasus sekitar 2%, itu berarti 1.000 kematian dapat diterjemahkan menjadi 50.000 kasus. Karena kematian yang dilaporkan kemungkinan juga terlalu sedikit, angka itu bisa lebih dari 100.000 kasus. Jadi jumlah kasus sebenarnya bisa tiga sampai enam kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan. Dan itu sebulan yang lalu.

Saya juga memperkirakan jumlah kematian setiap hari akan mencapai puncaknya pada akhir Juli atau awal Agustus, dengan 1.000 hingga 2.300 kematian per hari. Jumlah orang di rumah sakit dan ICU masing-masing bisa mencapai 93.000 dan 20.000 per hari.

Tantangan apa yang harus diatasi?

Pemerintah Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam mengendalikan krisis COVID.

Beberapa wilayah di Indonesia yang padat penduduknya, termasuk episentrum COVID di Jawa, Bali dan Madura, membuat penyebaran virus lebih mudah. Oleh karena itu, keberhasilan pengendalian pandemi di Indonesia akan bergantung pada bagaimana pemerintah menangani situasi di pulau-pulau tersebut.

Rumah sakit semakin menjadi kewalahan dengan beberapa kehabisan oksigen.

Tantangan lain termasuk disparitas regional dalam tingkat vaksinasi COVID, penyebaran informasi COVID palsu, keraguan vaksin, kurangnya akses penduduk ke air bersih, cakupan imunisasi yang rendah di antara anak-anak, dan status sosial ekonomi sebagian besar penduduk miskin. Ini mempersulit pemerintah untuk menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang lebih ketat untuk menahan virus, seperti yang telah kita lihat di negara-negara yang lebih beruntung secara sosial ekonomi.

Peran Australia

Sebagai negara dengan PDB tinggi yang telah berhasil menekan COVID, Australia memiliki kewajiban untuk membantu melindungi Indonesia dan kawasan ini dengan memberikan bantuan internasional.

Minggu lalu Australia mengumumkan paket dukungan, dengan 2,5 juta vaksin AstraZeneca, bersama dengan pasokan oksigen, alat tes cepat, dan ventilator.

Kerja sama bilateral dan regional sangat penting selama krisis COVID; tidak ada negara yang bisa aman sampai semua negara aman.


Read more: 3 ways to vaccinate the world and make sure everyone benefits, rich and poor


This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now