tag:theconversation.com,2011:/institutions/universidad-de-sevilla-3480/articlesUniversidad de Sevilla2024-03-18T18:30:05Ztag:theconversation.com,2011:article/2184342024-03-18T18:30:05Z2024-03-18T18:30:05ZDampak penyebaran teror: bagaimana ketakutan mengubah pikiran kita<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/561254/original/file-20231027-22-97tdqw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=44%2C26%2C2950%2C1967&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/palestinians-evacuate-wounded-after-israeli-airstrike-2374214011">Anas-Mohammed/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Pada Mei 1097, tentara salib melemparkan kepala-kepala tahanan yang dipenggal ke atas tembok Nicaea, Turki. Tujuan dari aksi ini adalah untuk meneror para pembela dan menaklukkan kota. Dan tampaknya berhasil, karena pada 19 Juni di tahun yang sama mereka berhasil merebut kota tersebut. </p>
<p>Penyebaran teror untuk keuntungan taktis atau strategis oleh suatu negara, kelompok politik, militer, dan agama telah terjadi secara konstan sepanjang sejarah manusia. Dunia abad ke-21 tidak dihuni oleh manusia yang lebih baik, hanya manusia yang lebih canggih.</p>
<p>Melanjutkan sejarah di Nicaea, hanya mereka yang tinggal di sepanjang tembok kota yang terkejut saat melihat kepala manusia dilempar ke udara. Penduduk kota-kota dekat Nicaea tidak menerima berita tentang peristiwa pengepungan yang mengerikan itu hingga berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian. Dan tentu saja, mereka hanya mendengar cerita tentang apa yang telah terjadi, tanpa gambar atau video yang bisa menggambarkan secara tepat apa yang terjadi selama pengepungan. Kekuatan untuk menyebarkan teror pada abad ke-11 sangat terbatas.</p>
<p>Di dunia saat ini, berkembangnya teknologi komunikasi memungkinkan kita semua untuk mengetahui informasi secara <em>real-time</em> dan hampir tidak mungkin dihindari. Seperti yang terjadi saat ini, penyebaran dengan gambar-gambar dan video pembantaian di Palestina, atau serangan-serangan teroris yang mengerikan dalam beberapa dekade terakhir, atau konflik-konflik yang akan terjadi ke depannya.</p>
<p>Lebih buruk lagi, perusahaan media harus bersaing di pasar yang ketat untuk mendapatkan audiens dan klik, dan mereka tahu bahwa rasa takut dan sensasionalisme adalah cara ampuh untuk menarik perhatian audiens.</p>
<h2>Gambar yang dapat menyebabkan tubuh kita mengeluarkan banyak kortisol</h2>
<p>Baru-baru ini, konsekuensi psikologis dari fenomena seperti “terpapar berita secara terus menerus” (<a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23020743/"><em>berita yang berlebihan</em></a> atau “<a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0263276415619220">menyaksikan kejadian traumatis</a>” telah mulai diteliti.</p>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/2167702619858300">Menyaksikan situasi ekstrem</a>, seperti pembunuhan seseorang, meskipun hanya melalui layar ponsel, akan mengaktifkan cabang simpatik dari sistem saraf otonom. Tubuh kita merespons dengan mengeluarkan serangkaian hormon seperti adrenalin, noradrenalin, dan kortisol-hormon stres yang terkenal-ke dalam aliran darah. Hormon-hormon ini melintasi darah dan masuk ke dalam otak kita. </p>
<p>Dengan beredarnya hormon-hormon tersebut di arteri kita, fisiologi kita berubah: detak jantung dan tekanan darah kita meningkat untuk melawan atau melarikan diri dari rangsangan yang mengancam atau situasi kehilangan. Ini adalah perubahan adaptif jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang dan kronis, seperti yang telah diketahui selama beberapa dekade, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1074742711000517?casa_token=5-q-dRG0f1wAAAAA:0At9mnlLk3N2NIc45qFM3zvn-J6mlaawgoyUBsYjqz1Fj9-assL69HzULDlk4X9xWq3C7vugXA">hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius</a>.</p>
<p>Dan apa efek dari paparan terus-menerus terhadap rangsangan yang mengancam pada otak kita, dan apakah kita berisiko mengalami perubahan cara berpikir?</p>
<h2>Memori yang buruk dan kurangnya kontrol</h2>
<p>Kita telah mengetahui selama beberapa tahun bahwa, baik pada manusia maupun hewan, stres yang terus menerus menghasilkan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27862513/">perubahan sistemik di otak kita</a>. Di bawah stres akut, ingatan yang bergantung pada hipokampus terhambat dan kontrol yang diberikan oleh korteks prefrontal juga dibatalkan. Pada saat yang sama, emosi kita mengutamakan pemicuan kebiasaan dan rutinitas melalui wilayah yang disebut dorsal striatum, yang diatur oleh amigdala alias pusat rasa takut.</p>
<p>Perubahan ini masuk akal karena pada prinsipnya, perubahan ini dimaksudkan untuk membantu kita mengatasi situasi stres tertentu dalam jangka pendek. Ketika dihadapkan pada ancaman, kebutuhan yang mendesak adalah bereaksi dengan cepat dan tidak membutuhkan waktu bagi memori untuk mengingat kembali situasi terkait untuk menganalisis faktor-faktor kontekstual. Namun, jika diabadikan, hal ini dapat menyebabkan konsekuensi kognitif yang serius dalam jangka menengah dan panjang.</p>
<p>Intinya, apa yang terjadi dengan stres kronis adalah bahwa hal itu menghalangi berfungsinya memori dan pembelajaran kita, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27862513/">yang pada dasarnya mempengaruhi</a> kekhususan, fleksibilitas, dan rekonsolidasi memori.</p>
<p><strong>1. Kekhususan</strong> Informasi yang diproses dalam situasi yang penuh tekanan lebih abstrak dan kurang kontekstual. Perhatian dipersempit untuk memprioritaskan bagian-bagian penting dari peristiwa yang membuat stres dan hanya memproses informasi yang penting.</p>
<p><strong>2. Fleksibilitas</strong> Stres secara virtual menghilangkan kemampuan untuk mengintegrasikan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Stres juga membatasi penggunaan skema sebelumnya untuk memproses rangsangan yang kita terima melalui indera kita dengan lebih baik. Hal ini mencegah kita untuk mentransfer informasi yang telah diperoleh sebelumnya ke konteks terkini. Katakanlah, di bawah tekanan, kita tidak dapat memanfaatkan akumulasi pengalaman secara efektif.</p>
<p><strong>3. Rekonsolidasi</strong> Memori kita tidak kaku, tetapi membantu kita beradaptasi dengan kondisi kontekstual yang baru dan memfasilitasi pembelajaran. Proses memperbarui dan menstabilkan kembali ingatan kita disebut rekonsolidasi. Namun, stres menghambat pembaruan, dan dengan demikian rekonstruksi jejak ingatan kita dengan mengintegrasikan informasi baru.</p>
<p>Jika perubahan sistemik dalam proses psikologis kita ini diabadikan di sebagian besar populasi - dan paparan yang terus menerus terhadap adegan kekerasan membantu - <a href="https://www.nature.com/articles/npjscilearn201611">pengambilan keputusan politik dan sosial yang rasional oleh warga negara dan para pemimpin mereka akan terhambat</a>. </p>
<p>Dan kebangkitan populisme, polarisasi, peningkatan konflik kekerasan dan, akibatnya, krisis demokrasi liberal dapat diperburuk oleh ketidakmampuan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang menghadang kita secara rasional dan dalam jangka panjang.</p>
<p>Karena ketika kepala kita pusing, mustahil untuk membuat keputusan yang logis. Mungkin itu sebabnya mereka dilemparkan kepada kita.</p>
<hr>
<p><em>Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Spanyol</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/218434/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Francisco Javier Saavedra Macías tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Setiap kali ada peristiwa kekerasan, kita disajikan gambar-gambar yang mengerikan. Apa dampaknya terhadap pikiran kita?Francisco Javier Saavedra Macías, Profesor Titular departamento de Psicología Experimental, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2217612024-03-07T11:43:16Z2024-03-07T11:43:16ZLos cinco reinos (de los seres vivos) ya no son cinco<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/578045/original/file-20240226-26-o7rgp3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=6%2C6%2C4617%2C3071&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/ant-weaver-cross-fern-171575231">James Ac / Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Probablemente aprendiera en el colegio que los seres vivos se clasifican en cinco reinos: animal, vegetal, fungi, protista y monera. Sin embargo, esta división, todavía popular a día de hoy, es una concepción muy simplificada en vista de lo que conocemos en la actualidad.</p>
<p>La diversidad de especies en el planeta Tierra es extremadamente rica. De hecho, ni siquiera sabemos cuántas especies hay en nuestro planeta, ya que sólo <a href="https://www.catalogueoflife.org/">se han descrito aproximadamente 2 millones</a>, lo que supone probablemente un pequeño porcentaje de la diversidad total. </p>
<p>Con el objetivo de comprender mejor la biodiversidad de la Tierra, los científicos hemos agrupado las especies de manera jerárquica en diferentes categorías taxonómicas siguiendo criterios evolutivos. Las categorías taxonómicas superiores como el dominio o el reino agrupan a otras inferiores como el filo, la división, la clase, el orden, la familia o el género. </p>
<h2>Animal, vegetal, protista y monera</h2>
<p>A lo largo de la historia se han agrupado a las especies en un número variable de reinos. </p>
<p>La primera división data del siglo IV a. e. c. y comprendió dos grandes grupos de seres vivos: vegetal y animal. En esta clasificación, <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Biolog%C3%ADa_de_Arist%C3%B3teles">Aristóteles</a> y Teofrasto dividieron los seres vivos en aquellos que tienen únicamente capacidad de reproducción, crecimiento y nutrición (vegetal) y los que, además de estas características, poseen la capacidad de movimiento y de recibir estímulos y reaccionar ante ellos (animal).</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/578046/original/file-20240226-24-ihf4yu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/578046/original/file-20240226-24-ihf4yu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/578046/original/file-20240226-24-ihf4yu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=932&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/578046/original/file-20240226-24-ihf4yu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=932&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/578046/original/file-20240226-24-ihf4yu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=932&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/578046/original/file-20240226-24-ihf4yu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1172&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/578046/original/file-20240226-24-ihf4yu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1172&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/578046/original/file-20240226-24-ihf4yu.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1172&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Árbol de la vida según Haeckel (1866).</span>
<span class="attribution"><span class="source">Ernst Haeckel</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Durante el siglo XIX se comprendió que había muchos organismos con características intermedias entre el reino animal y el vegetal, y se propusieron alternativas que admitían tres o cuatro reinos, destacando el sistema de tres reinos de <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Ernst_Haeckel">Ernst Haeckel</a>. Este propuso el reino protista para agrupar a aquellos organismos unicelulares o pluricelulares con características intermedias entre animales y vegetales.</p>
<p>Ya en el siglo XX varios autores fueron conscientes de que entre los organismos unicelulares había seres vivos radicalmente diferentes. Concretamente se observó que algunos organismos unicelulares tienen núcleo mientras que otros carecen de él, afianzando de esta manera la idea de cuatro reinos: planta, animal, protista y monera. Este último reino incluía a las bacterias, que son organismos unicelulares sin núcleo.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/578047/original/file-20240226-27-g26oah.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/578047/original/file-20240226-27-g26oah.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/578047/original/file-20240226-27-g26oah.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/578047/original/file-20240226-27-g26oah.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/578047/original/file-20240226-27-g26oah.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=450&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/578047/original/file-20240226-27-g26oah.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/578047/original/file-20240226-27-g26oah.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/578047/original/file-20240226-27-g26oah.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=566&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Diversos tipos de bacterias.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Bacteria_collage.jpg">148LENIN / Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Los cinco reinos</h2>
<p>Durante la segunda mitad del siglo XX surge de la mano de <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Robert_Whittaker">Robert Whittaker</a> la clasificación de cinco reinos, que ha sido muy popular prácticamente hasta nuestros días y que fue adoptada por científicos tan relevantes como <a href="https://mujeresconciencia.com/2014/07/16/lynn-margulis-la-vida-desde-la-cooperacion-microbiana/">Lynn Margulis</a>. </p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/578048/original/file-20240226-31-c5tlni.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/578048/original/file-20240226-31-c5tlni.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/578048/original/file-20240226-31-c5tlni.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=836&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/578048/original/file-20240226-31-c5tlni.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=836&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/578048/original/file-20240226-31-c5tlni.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=836&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/578048/original/file-20240226-31-c5tlni.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1051&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/578048/original/file-20240226-31-c5tlni.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1051&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/578048/original/file-20240226-31-c5tlni.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1051&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Los cinco reinos.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Phylogenetic_tree_of_life.png">JWSchmidt / Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>En esta clasificación se siguen criterios muy prácticos: </p>
<ul>
<li><p>reino planta para los organismos pluricelulares autótrofos (fotosíntesis);</p></li>
<li><p>reino animal para los organismos pluricelulares heterótrofos;</p></li>
<li><p>reino fungi (hongos) para los organismos pluricelulares saprófitos (descomponedores);</p></li>
<li><p>reino protista para los organismos unicelulares nucleados;</p></li>
<li><p>reino monera para los organismos unicelulares anucleados. </p></li>
</ul>
<p>Aunque casi desde su publicación se sospechó que dicha clasificación es polifilética o no natural (reinos con más de un origen), ha sido usada casi hasta nuestros días debido a su carácter práctico.</p>
<p>Sirva como pequeño inciso anecdótico que mientras tenían lugar las discusiones académicas sobre la clasificación de los seres vivos, en el bachillerato de la España franquista de los años 60 se clasificaba la biodiversidad en cuatro grupos jerárquicos: planta, animal, hombre y ángel.</p>
<p>A finales del siglo XX, gracias a la revolución que supusieron las filogenias moleculares, se llevaron a cabo reorganizaciones adicionales. </p>
<p>En primer lugar, se pudo apreciar que el tradicional reino monera está formado por organismos unicelulares anucleados de naturaleza radicalmente distinta. Esto desembocó en un <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Sistema_de_tres_dominios">sistema de tres dominios</a> y <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Reino_(biolog%C3%ADa)">seis reinos</a>. </p>
<p>Los procariotas (unicelulares anucleados) se dividieron en dos dominios: bacteria y arquea, cada uno con un único reino. Los eucariotas conformaban un dominio con cuatro reinos: planta, animal, hongo y protista, cuyas fronteras sufrieron también algunos ajustes con el objetivo de alcanzar la monofilia (origen evolutivo único) de los reinos.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Leer más:
<a href="https://theconversation.com/hay-vida-en-casi-todos-los-rincones-del-planeta-127481">Hay vida en (casi) todos los rincones del planeta</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Los seis supergrupos de los eucariotas</h2>
<p>A comienzos del siglo XXI, el avance de las filogenias moleculares propició que <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Cavalier-Smith%27s_system_of_classification#">Thomas Cavalier-Smith</a> clasificara los eucariotas en seis supergrupos asimilables a reinos: </p>
<ul>
<li><p>Archaeplastida: plantas. </p></li>
<li><p>Opisthokonta: animales y hongos verdaderos. </p></li>
<li><p>Amoebozoa: grupo de organismos ameboides antes incluidos en hongos. </p></li>
<li><p>Excavata: antiguos protistas que se caracterizan por un surco ventral de alimentación, utilizado para capturar e ingerir pequeñas partículas. </p></li>
<li><p>Chromalveolata: grupo heterogéneo que incluía desde las (en ocasiones) gigantes algas pardas hasta los antiguos protistas fotosintéticos originados mediante la endosimbiosis secundaria con un alga roja y ciertos organismos unicelulares heterótrofos.</p></li>
<li><p>Rhizaria: antiguos protista que constituyen un linaje sin ninguna característica que los defina. </p></li>
</ul>
<p>Esta clasificación en seis supergrupos ha tenido una amplia aceptación entre los científicos a lo largo de los últimos 20 años. El supergrupo Opisthokonta incluye linajes aparentemente tan distintos como los animales y los hongos verdaderos, aunque algunos investigadores sugirieron la conveniencia de agruparlos en supergrupos diferentes. </p>
<p>Si se está preguntado si los humanos estamos más estrechamente emparentados con los hongos de lo que estos lo están con las plantas, la propuesta de Cavalier-Smith y los resultados de recientes estudios evolutivos basados en la <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1055790314002796">comparación de extensos fragmentos del genoma</a>, aconsejan responder que sí. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Leer más:
<a href="https://theconversation.com/los-hongos-tambien-sudan-207513">Los hongos también sudan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>El panorama se complica</h2>
<p>En la actualidad, tras el descubrimiento de numerosos organismos <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-019-1398-6">no conocidos hasta hace poco</a> y el uso de estudios filogenómicos para establecer las relaciones de parentesco entre los eucariotas, el esquema de Cavalier-Smith ha sufrido un vuelco considerable. </p>
<p>En la figura que sigue a este párrafo, presentamos el árbol filogenético de los eucariotas teniendo en cuenta los últimos estudios publicados. Dicho árbol divide los seres vivos con células nucleadas en <a href="https://www.cell.com/trends/ecology-evolution/fulltext/S0169-5347(19)30257-5">12 supergrupos</a> (aunque otros investigadores han sugerido recientemente <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-022-05511-5">14 supergrupos</a>).</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/578280/original/file-20240227-18-4av33s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/578280/original/file-20240227-18-4av33s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/578280/original/file-20240227-18-4av33s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=333&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/578280/original/file-20240227-18-4av33s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=333&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/578280/original/file-20240227-18-4av33s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=333&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/578280/original/file-20240227-18-4av33s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=418&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/578280/original/file-20240227-18-4av33s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=418&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/578280/original/file-20240227-18-4av33s.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=418&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">División de los eucariotas en 12 supergrupos.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Marcial Escudero y Modesto Luceño</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Aunque somos conscientes de que aún se requieren nuevas investigaciones para extraer conclusiones más definitivas, ya puede deducirse que el escenario de clasificación de los eucariotas en grandes grupos es bastante más complejo de lo que se había supuesto. </p>
<p>Para finalizar, no podemos olvidarnos de los virus, cuya condición de seres vivos es controvertida, pero que podrían constituir un cuarto dominio, junto con las bacterias, las arqueas y los eucariotas.</p>
<p>Comprender mejor la biodiversidad que nos rodea es de capital importancia si queremos proteger todos los linajes del árbol de la vida frente a amenazas actuales como el cambio climático o la sexta extinción masiva en la que estamos lamentablemente inmersos. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Leer más:
<a href="https://theconversation.com/es-el-coronavirus-un-ser-vivo-198189">¿Es el coronavirus un ser vivo?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/221761/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Las personas firmantes no son asalariadas, ni consultoras, ni poseen acciones, ni reciben financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y han declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado anteriormente.</span></em></p>A lo largo de la historia, los estudiosos han agrupado a las especies en un número de reinos que ha ido variando desde solo dos hasta seis e incluso 21 en las clasificaciones más modernas.Marcial Escudero, Profesor Titular del Departamento de Biología Vegetal y Ecología, Universidad de SevillaModesto Luceño Garcés, Profesor (catedrático) de Botánica, Universidad Pablo de OlavideLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2213472024-02-01T17:57:12Z2024-02-01T17:57:12ZLas bronquiolitis ya notan su primer invierno con la ‘vacuna’ contra el VRS<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/572788/original/file-20240201-17-5444lv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C5574%2C3421&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/toddler-boy-using-nebulizer-cure-asthma-1328921765">GOLFX / Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>El virus respiratorio sincitial (VRS) se descubrió en 1956 y un año después se asoció como principal responsable de la bronquiolitis. Globalmente, es la segunda causa de muerte en el mundo en niños menores de un año, después de la malaria –la inmensa mayoría tiene lugar en países de ingresos medios y bajos–. En España se hace vigilancia activa de las infecciones, pero este año ha entrado en juego una “vacuna” que promete cambiar la epidemiología del virus en nuestro país.</p>
<p>El VRS es la principal causa de infecciones en las vías respiratorias inferiores en la población infantil menor de un año, incluyendo bronquiolitis y neumonía. También importante en los adultos mayores de 65 años y en personas con condiciones de riesgo.</p>
<p>Se sabe que entre el 60 y el 70 % de los casos de bronquiolitis se deben a este virus, aunque existen otros que también pueden producir bronquiolitis (rhinovirus, metapneumovirus, adenovirus, bocavirus…).</p>
<p>La mayoría de los lactantes con infección por VRS solo tendrá síntomas leves y una enfermedad parecida al resfriado que se resuelve rápido. Algunas veces, después de tres o cuatro días con mocos y tos, puede ocasionar dificultad para respirar y <em>pitos</em> en el pecho, febrícula o fiebre, pérdida de apetito, vómitos con mucosidad y dificultad para comer. </p>
<p>El 50 % de los recién nacidos con un cuadro grave son menores de 3 meses. En su mayoría son previamente sanos, por lo que resulta imprevisible qué neonatos evolucionarán a casos graves.</p>
<p>Las personas mayores también se ven afectadas por esta infección. Tienen mayor riesgo de gravedad debido a la <a href="https://www.segg.es/actualidad-segg/2021/06/10/respuesta-inmune-e-inflamatoria-en-el-envejecimiento">inmunosenescencia</a> (envejecimiento del sistema inmunitario) y a otras enfermedades. Además, puede empeorar otras patologías, como la enfermedad pulmonar obstructiva crónica (EPOC), asma, o insuficiencia cardíaca. También provocar complicaciones graves, como neumonía, hospitalización e incluso la muerte. </p>
<p>A nivel mundial se estiman alrededor de 787 000 hospitalizaciones y 47 000 muertes anuales relacionadas con el VRS <a href="https://www.cdc.gov/rsv/research/index.html">sólo en los países de altos ingresos</a>.</p>
<p>Además, hay que destacar que la infección por VRS se ha relacionado con sibilancias recurrentes, asma bronquial y otras secuelas a largo plazo.</p>
<h2>¿Por qué es diferente este año?</h2>
<p>Como en muchas infecciones por virus, el tratamiento es únicamente sintomático. Es decir, dirigido a disminuir los síntomas (manejo de secreciones, oxigenoterapia, hidratación y nutrición adecuadas, etc).</p>
<p>No sirven los antibióticos, los jarabes para la tos ni los mucolíticos. En los casos graves, <a href="https://publications.aap.org/pediatrics/article/134/5/e1474/75848/Clinical-Practice-Guideline-The-Diagnosis">se recurre a terapia de soporte</a>.</p>
<p>Hasta ahora, las medidas para prevenir esta infección se centraban en las disponibles para cualquier otro virus respiratorio, como el lavado de manos frecuente y uso de pañuelos de papel desechables. También evitar que los adultos con infecciones respiratorias se acerquen al niño, evitar el humo del tabaco y los ambientes muy concurridos.</p>
<p>Tras muchos años de investigación contamos, por primera vez, con medidas con un impacto directo en la incidencia de esta enfermedad.</p>
<p>Mientras que durante la temporada 2022/23 se popularizó el término “tripledemia” –en referencia a la circulación simultánea de VRS, gripe y covid-19–, en esta hemos conseguido una reducción del 83 % de las hospitalizaciones por VRS en neonatología, y del 50 % por otras infecciones respiratorias (infecciones neumocócicas, otitis media, etc).</p>
<p>Esto es debido a la popularmente llamada “vacuna del VRS” para niños. En realidad no es una vacuna, sino un “anticuerpo monoclonal” que se llama nirsevimab (Beyfortus). Este tipo de terapias se conocen como inmunización pasiva. Proporcionan protección más rápida, puesto que se administra directamente el anticuerpo contra el patógeno al bebé, sin tener que esperar a que él mismo lo genere en respuesta a una vacuna.</p>
<p>El nirsevimab fue aprobado por el organismo europeo responsable de la regulación de este tipo de medicamentos, la Agencia Auropea del Medicamento (EMA), el 4 de noviembre de 2022.</p>
<p>Su aprobación se deriva de los resultados de eficacia y seguridad de dos ensayos clínicos: <a href="https://www.thelancet.com/journals/lanchi/article/PIIS2352-4642(22)00321-2/fulltext">Fase IIb</a> y <a href="https://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMc2214773?url_ver=Z39.88-2003&rfr_id=ori:rid:crossref.org&rfr_dat=cr_pub%20%200pubmed">Fase III</a> (MELODY) para la prevención en lactantes a término y prematuros que se exponen a su primera temporada del VRS.</p>
<p>Los estudios mostraron que una sola dosis mantiene niveles protectores adecuados. Así, reduce un 76 % los cuadros que precisan atención médica y hospitalización, y un 78 % las infecciones, en los 150 días siguientes a su administración.</p>
<p>En nuestro país está indicado para la prevención de la enfermedad de las vías respiratorias inferiores producida por el VRS en neonatos y lactantes durante su primera temporada del VRS. Hasta el momento, no está aprobado para adultos.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/570314/original/file-20240119-27-fiqhzq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/570314/original/file-20240119-27-fiqhzq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=327&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/570314/original/file-20240119-27-fiqhzq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=327&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/570314/original/file-20240119-27-fiqhzq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=327&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/570314/original/file-20240119-27-fiqhzq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=411&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/570314/original/file-20240119-27-fiqhzq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=411&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/570314/original/file-20240119-27-fiqhzq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=411&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption"></span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://vacunasaep.org/profesionales/noticias/vrs-nirsevimab-2023-24-aspectos-practicos-resumen-profesionales">Asociación Española de Pediatría. Comité Asesor de Vacunas.</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>¿Qué resultados hemos visto tras su implantación?</h2>
<p>Nirsevimab comenzó a administrarse a finales de septiembre de 2023 y la adherencia general ha sido muy favorable. En esas fechas, en la mayoría de Comunidades Autónomas españolas (siguiendo las pautas del Ministerio de Sanidad) se llevaron a cabo campañas muy potentes y un calendario de inmunización muy ambicioso, que fue muy bien recibido por los padres de niños que cumplían criterios para recibir el fármaco. España es prácticamente pionera a nivel internacional y, en vista de los resultados, debe ser motivo de orgullo.</p>
<p>La cobertura está siendo alta esta campaña 2023-24. <a href="https://www.andavac.es/coberturas-vacunales/">En Andalucía</a> supera el 90 % en todos los grupos de edad. En <a href="https://www.nirsegal.es/">Galicia</a> supera el 85 %.</p>
<p>Esta amplia cobertura ha conllevado una disminución clara de las tasas de hospitalización acumuladas en lactantes que recibieron nirsevimab comparado con estaciones anteriores y con los lactantes que no reciben el fármaco. El descenso ha sido de hasta el 73 % en la semana 48, la de mayor tasa de hospitalización, en comparación con la media de la misma semana de las tres temporadas anteriores en época precovid en menores de 6 meses (96 casos por 100 000 habitantes vs. 339 casos por 100 000 habitantes), y del 80 % (108 casos por 100 000 habitantes vs. 515 casos por 100 000 habitantes) en menores de 2 meses.</p>
<p>Una ventaja de esta molécula es que tiene una vida media (duración de su efecto) mayor que otras anteriormente utilizadas. Esto ha permitido que, con una única administración, dure su eficacia toda la temporada epidémica de VRS en los lactantes inmunizados.</p>
<p>Los resultados observados este año con motivo de la introducción de un nuevo medicamento para la prevención de casos graves de infección por VRS han sido muy positivos. Han supuesto una caída brusca y significativa de la hospitalización y de la mortalidad, que este virus puede ocasionar en los niños más pequeños.</p>
<p>Es por ello necesario monitorizar los resultados que ofrece en siguientes ondas epidémicas, sin dejar de invertir en ciencia para ofrecer alternativas para este y otros grupos de población vulnerables en caso de disminución de la efectividad.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/221347/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Las personas firmantes no son asalariadas, ni consultoras, ni poseen acciones, ni reciben financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y han declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado anteriormente.</span></em></p>El virus respiratorio sincitial es responsable de cuadros graves en niños menores de tres meses. Este año, la introducción de un anticuerpo monoclonal ha cambiado las tornas.Antonio Gutiérrez Pizarraya, Epidemiólogo. Evaluación de Tecnologías Sanitarias. Hospital Virgen Macarena. Junta de Andalucía., Universidad de SevillaElena Salamanca Rivera, Médico. MD, PhD. Servicio Enfermedades Infecciosas. Hospital Virgen Macarena. Junta de Andalucía., Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2224092024-01-31T09:38:36Z2024-01-31T09:38:36ZCanibalismo: a complexa relação da humanidade com a carne humana ao longo da história<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/572387/original/file-20240109-23-gtzp29.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=172%2C273%2C4512%2C3571&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Gravura mostrando uma cena de canibalismo na África Central (1870).</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://theconversation.com/asset_images/568471/edit?content_id=220743">Morphart Creation/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>O recém-lançado filme <a href="https://www.youtube.com/watch?v=Hb3GAhD1ev0">A Sociedade da Neve</a>, do diretor espanhol J.A. Bayona, sobre <a href="https://sociedaddelanieve.com/fotos-reales-de-la-tragedia-de-los-andes/">o lendário acidente de avião de uma equipe uruguaia de rúgbi nos Andes, em 1972</a> tem sido um sucesso estrondoso nos cinemas e plataformas de streaming em todo o mundo. E um aspeto muito marcante desta história é a questão do canibalismo praticado pelos sobreviventes para conseguirem se manter por mais de dois meses numa montanha inóspita, cercados de neve, pedra e frio, a mais de 5 mil metros de altitude. </p>
<p>Sabe-se que, após o resgate, os jovens inicialmente esconderam da imprensa e familiares que tinham praticado canibalismo para sobreviver. Quando o fato foi descoberto, pouco tempo depois, eles foram julgados e censurados pela opinião pública e pelos meios de comunicação. E foram chamados, pejorativamente, de “canibais”.</p>
<h2>Mas o que é canibalismo?</h2>
<p>O canibalismo é definido como o ato ou a prática de comer membros da própria espécie. Refere-se geralmente a humanos que comem outros humanos. O caso mais antigo de canibalismo foi atribuído aos Neandertais, e há mais de 100.000 anos <a href="https://culturacientifica.com/2016/07/11/canibalismo-neandertal/">a gruta francesa de Moula-Guercy foi testemunha</a> desse fato. </p>
<p>O canibalismo é uma prática documentada na África Ocidental e Central, na Melanésia, na Nova Guiné, em algumas ilhas da Polinésia e em tribos da Sumatra. Também era comum nas sociedades pré-estatais. </p>
<p>Na história contemporânea, alguns casos individuais foram atribuídos a indivíduos instáveis ou criminosos e a situações difíceis, como a <a href="https://www.bbc.com/mundo/noticias-internacional-60369008">crise alimentar na Ucrânia</a>, na década de 1930, e na Segunda Guerra Mundial, <a href="https://www.muyinteresante.es/historia/36330.html">durante o cerco de Leninegrado</a> e em <a href="https://www.bbc.com/mundo/noticias/2016/04/160331_nazi_canibalismo_horrores_victimas_britanicas_reino_unido_bm">Bergen-Belsen</a>, de acordo com os oficiais britânicos que libertaram o campo de concentração.</p>
<p>Mas a sua atualidade é controversa. O que é geralmente aceito é que as acusações de canibalismo têm sido historicamente mais comuns do que a própria prática, como refere Alberto Cardín em <a href="https://www.anagrama-ed.es/libro/argumentos/dialectica-y-canibalismo/9788433913791/A_149"><em>Dialéctica y canibalismo</em></a>. O canibal foi quase sempre “o outro” no imaginário colonial. </p>
<p>O termo canibal <a href="https://canal.ugr.es/prensa-y-comunicacion/medios-digitales/ideal-digital/los-canibales-de-colon/">é um legado de Cristóvão Colombo</a>. É a deformação de “Carib”, um povo originário das Índias Ocidentais e que Colombo acreditava ser súdito do <a href="https://www.biografiasyvidas.com/biografia/k/kubilai.htm">Grande Khan da China (<em>kannibals</em>)</a>. Colombo, preparado para se encontrar com o Grande Khan, tinha consigo intérpretes de árabe e hebraico e, ao ouvir dos nativos <a href="https://noticiasdelaciencia.com/archive/36149/cristobal-colon-realmente-vio-canibales-en-el-caribe">a palavra “caniba” (ou “canima”)</a>, pensou que estes poderiam ser os homens com cabeça de cão (<em>cane-bal</em>) descritos pelo explorador John Mandeville.</p>
<h2>Povos canibais</h2>
<p>No transcorrer da história, os judeus já foram acusados de <a href="https://mobiroderic.uv.es/bitstream/handle/10550/46227/73-74.pdf?sequence=1&isAllowed=y">comer crianças cristãs</a>, assim como os ciganos. Na antiguidade, os gregos relataram casos de antropofagia entre povos não-helênicos, os “bárbaros”. E os espanhóis e portugueses fizeram o mesmo em relação à práticas antropofágicas registradas no Império Asteca, no México, durante as chamadas <a href="https://arqueologiamexicana.mx/mexico-antiguo/el-sacrificio-y-las-guerras-floridas">guerras floridas</a> e entre os índios Tupinambás do Brasil, nas primeiras décadas do período colonial.</p>
<p>Neste sentido, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/The_Man-Eating_Myth">William Arens</a> salientou que, para além dos casos de canibalismo praticado por necessidade, a prática é um mito e que a descrição de um grupo humano como canibal é apenas uma reivindicação retórica e ideológica para estabelecer uma superioridade moral sobre esse grupo. </p>
<p>Na mesma linha, <a href="https://hyperbole.es/2016/08/los-canibales-de-michel-de-montaigne-rouen-1562/">Michel de Montaigne</a> assinalava que na Europa, no século XVI, qualquer pessoa ou coisa com hábitos diferentes aos tradicionais era chamada de bárbaro (ou canibal). Ele considerava as guerras religiosas no seu país natal, a França, e a prática de tortura praticada pela própria Igreja mais bárbaros do que, por exemplo, a prática <a href="https://zaguan.unizar.es/record/88820?ln=en">dos Tupinambás de ingerir o corpo de um defunto</a>.</p>
<p>No entanto, a amplitude dos casos registados mostra que o canibalismo não é uma invenção. A definição mais recente de canibalismo de <a href="https://www.langaa-rpcig.net/eating-and-being-eaten/">F. B. Nyamnjoh</a> refere-se ao consumo de seres humanos de forma material, metafórica, simbólica ou fantasiosa. Com efeito, a difusão da Internet contribuiu para multiplicar as fantasias canibais e sexualizadas de milhares de pessoas que sonham, nos fóruns, em devorar ou ser devoradas por membros do seu gênero sexual preferido. </p>
<h2>Assassinos e canções dos Rolling Stones</h2>
<p>Há casos extremos, como o do assassino em série <a href="https://www.youtube.com/watch?v=wUNut2dGhxM">Fritz Haarmann (“O Carniceiro de Hanôver”)</a>) ou <a href="https://www.dailymail.co.uk/news/article-11981759/German-house-horrors-cannibal-killed-ate-volunteer-victim-famous-case-burns-down.html">Armin Meiwes</a>, um técnico informático de Rotenburg (Alemanha) que, em 2001, solicitou através da Internet a “um jovem rapaz, entre os 18 e os 25 anos” que o comesse (o pedido foi bem sucedido, pois Jürgen B. concordou e foi de fato morto e comido por Meiwes). </p>
<p>Um dos casos mais chocantes foi o do estudante japonês de literatura inglesa <a href="https://www.infobae.com/historias/2023/11/17/el-canibal-millonario-que-violo-y-devoro-a-su-companera-de-la-universidad-la-veia-como-un-sabroso-bowl-de-carne/">Issei Sagawa</a>, que comeu um estudante alemão da Sorbonne em Paris, em 1981, descrevendo o ato em pormenores. A forma como revelou este fato tornou-o um herói nacional no Japão e escreveu vários best sellers. Até os Rolling Stones lhe dedicaram uma canção em 1986: <a href="https://www.youtube.com/watch?v=TCFMcwA7no0"><em>Too much blood</em>.</a></p>
<p>O canibalismo não nos é estranho. O ato católico da Eucaristia e a comemoração da <em>Última Ceia</em> remetem para a ideia de ingerir um <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/T%C3%B3tem">totem</a>, um símbolo sagrado de um grupo, clã ou linhagem, para absorver o seu poder distintivo. Por detrás do dogma da transubstanciação católica está expressa a ideia de adquirir a divindade (imortalidade, perdão dos pecados…) por absorção através da ingestão do corpo de Cristo. Este “canibalismo ritual” partilha muitas das características do conceito. </p>
<p>Noutras culturas da Ásia e da Austrália, por exemplo, acredita-se que comer o pênis de um tigre proporciona maior virilidade. Os indígenas <a href="https://books.google.es/books/about/La_producci%C3%B3n_de_los_grandes_hombres.html?id=yYyxAAAACAAJ&redir_esc=y">baruya</a>, de Papua Nova Guiné, acreditam que comer o inimigo (exocanibalismo) perpetuará a alma do comensal. Assim como os fore, também da Nova Guiné, buscam a eternidade ingerindo uma parte de uma pessoa falecida (endocanibalismo). Em suma: o corpo do outro é um <a href="https://www.langaa-rpcig.net/eating-and-being-eaten/">alimento para o corpo, a mente e a alma</a>.</p>
<p>A questão que se coloca é, por um lado, quem tem o direito de julgar e avaliar os aspectos contraditórios dos povos do passado. E, por outro lado, porque é que se tornou habitual pensar que o que o canibalismo é um costume extraordinário.</p>
<p>Um exemplo deste último caso está na obra do antropólogo francês <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Pierre_Clastres">Pierre Clastres</a>, que fala da normalidade de fenômenos como a guerra e o canibalismo entre os indígenas <a href="https://dobes.mpi.nl/projects/ache/people/?lang=es">guayaki</a> como se fossem típicos de povos exóticos, quando em muitos casos estes povos foram as vítimas.</p>
<p>Já os Andamaneses da Baía de Bengala ganharam no Ocidente a reputação de canibais belicosos, como descreve Radcliffe-Brown em <a href="https://www.britannica.com/topic/The-Andaman-Islanders"><em>The Andaman Islanders</em></a> (1922), pois faziam em pedaços as suas vítimas de guerra e costumavam pendurar os ossos dos seus antepassados. </p>
<p>De fato, foram escritos vários romances em que, invariavelmente, o enredo envolvia um naufrágio causado pelos recifes de coral ao largo da costa de Andaman, episódios de canibalismo e a história do único sobrevivente.</p>
<h2>Perversões individuais</h2>
<p>O canibalismo seria um fenômeno mais típico, não de povos exóticos, mas uma consequência de perversões individuais, situações catastróficas e peculiares. </p>
<p>Nos anos 90, jornalistas ocidentais escreveram sobre <a href="https://www.swissinfo.ch/spa/liberia-d-humanos_militar-liberiano-condenado-en-suiza-por-atrocidades-durante-la-guerra-civil/46716940">o canibalismo no contexto da guerra civil da Libéria (1989-1997)</a>. O historiador <a href="https://academic.oup.com/afraf/article-abstract/94/375/165/96220?login=false">Stephen Ellis</a> sugeriu que as causas não eram apenas políticas, mas podiam ser explicadas em termos religiosos ou espirituais característicos dos rituais das sociedades secretas.</p>
<p>Em suma, as descrições contemporâneas do canibalismo, que parecem ecoar os estudos arqueológicos, mostram que, de uma forma ou de outra, como assinalou <a href="https://cup.columbia.edu/book/we-are-all-cannibals/9780231170680">Claude Lévi-Strauss</a>, “somos todos canibais”.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/222409/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>David Lagunas não presta consultoria, trabalha, possui ações ou recebe financiamento de qualquer empresa ou organização que poderia se beneficiar com a publicação deste artigo e não revelou nenhum vínculo relevante além de seu cargo acadêmico.</span></em></p>O canibalismo é um fenômeno mais complexo do que se pensa. O sucesso do filme “A Sociedade da Neve” recoloca o assunto em debate: comer outro ser humano é uma prática restrita a situações extremas e a rituais de culturas consideradas exóticas, ou vai mais além?David Lagunas, Profesor de Antropología, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2211782024-01-28T16:07:29Z2024-01-28T16:07:29ZTous cannibales ? Une brève histoire de l’anthropophagie<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/569344/original/file-20240109-23-gtzp29.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=172%2C273%2C4512%2C3571&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Gravure représentant une scène de cannibalisme en Afrique centrale (1870).</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://theconversation.com/asset_images/568471/edit?content_id=220743">Morphart Creation/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dans le <a href="https://www.youtube.com/watch?v=Hb3GAhD1ev0"><em>Le Cercle des neiges</em></a>, sorti récemment sur Netflix, J.A. Bayona relate <a href="https://sociedaddelanieve.com/fotos-reales-de-la-tragedia-de-los-andes/">l’accident d’avion de l’équipe de rugby uruguayenne dans les Andes en 1972</a>. Il y est question de cannibalisme : pour survivre, les rescapés ont décidé de manger leurs camarades décédés. Après leur sauvetage, les survivants ont d’abord dissimulé le fait qu’ils avaient pratiqué le cannibalisme, par peur des réactions. Plus tard, les médias les ont dénoncés, censurés et réprouvés en les qualifiant de « cannibales ».</p>
<p>Le cannibalisme est défini comme l’acte ou la pratique consistant à manger des individus de sa propre espèce. Il s’agit généralement d’humains qui mangent d’autres humains. Le premier cas de cannibalisme a été attribué aux Néandertaliens, et il y a plus de 100 000 ans, comme en témoigne la <a href="https://www.pourlascience.fr/sd/prehistoire/des-neandertaliens-cannibales-dans-la-vallee-du-rhone-16362.php">grotte française de Moula-Guercy</a>.</p>
<p>Cette pratique est attestée en Afrique occidentale et centrale, en Mélanésie, en Nouvelle-Guinée, dans certaines îles polynésiennes et dans des tribus de Sumatra. Cette pratique était assez courante dans les sociétés préétatiques. Dans l’histoire contemporaine, des cas individuels ont été attribués à des individus instables ou criminels ou associés à des situations difficiles telles que la <a href="https://www.cairn.info/revue-vingtieme-si%C3%A8cle-revue-d-histoire-2014-1-page-77.htm">crise alimentaire en Ukraine</a> dans les années 1930, et pendant la Seconde Guerre mondiale, <a href="https://www.france24.com/fr/europe/20210907-le-si%C3%A8ge-de-leningrad-un-des-%C3%A9pisodes-les-plus-meurtriers-de-la-seconde-guerre-mondiale">pendant le siège de Leningrad</a> et à <a href="https://www.ouest-france.fr/pays-de-la-loire/les-trois-ans-denfer-du-rescape-de-la-shoah-1764945">Bergen-Belsen</a>, selon les responsables britanniques qui ont libéré le camp de concentration.</p>
<p>Mais la pertinence de ces faits est controversée. Ce qui est généralement admis, c’est que les accusations de cannibalisme ont été historiquement plus fréquentes que la pratique elle-même, comme le mentionne Alberto Cardín dans <a href="https://www.anagrama-ed.es/libro/argumentos/dialectica-y-canibalismo/9788433913791/A_149"><em>Dialéctica y canibalismo</em></a>. Le cannibale a presque toujours été « l’autre » dans l’imaginaire colonial.</p>
<p>Le terme cannibale <a href="https://canal.ugr.es/prensa-y-comunicacion/medios-digitales/ideal-digital/los-canibales-de-colon/">est un héritage de Christophe Colomb</a>. Il s’agit de la déformation de « Carib », un peuple originaire des Antilles que Christophe Colomb croyait sujet du <a href="https://www.biografiasyvidas.com/biografia/k/kubilai.htm">Grand Khan de Chine (<em>kannibals</em>)</a>. Colomb, préparé à rencontrer le Grand Khan, était accompagné d’interprètes arabes et hébreux, et en entendant de la bouche des indigènes le <a href="https://noticiasdelaciencia.com/archive/36149/cristobal-colon-realmente-vio-canibales-en-el-caribe">mot <em>caniba</em></a> (ou « canima ») pensa qu’il pouvait s’agir des hommes à tête de chien (<em>cane-bal</em>) <a href="https://books.google.es/books?id=Dq1vEAAAQBAJ">décrits par l’explorateur John Mandeville</a>.</p>
<h2>Les peuples cannibales</h2>
<p>Les Juifs ont été historiquement accusés de <a href="https://fr.wikipedia.org/wiki/Accusation_antis%C3%A9mite_de_meurtre_rituel">manger des enfants chrétiens</a>, tout comme les Tsiganes. Dans l’Antiquité, les Grecs ont rapporté des cas d’anthropophagie chez des peuples non helléniques, les barbares. Les Espagnols ont fait de même en ce qui concerne le cannibalisme aztèque, bien que l’anthropophagie ait été signalée pendant les soi-disant <a href="https://www.lahuttedesclasses.net/2023/03/la-guerre-fleurie-une-fake-news.html">guerres fleuries</a> de l’Empire aztèque, étant considérée comme une manifestation massive de cannibalisme.</p>
<p>En ce sens, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/The_Man-Eating_Myth">William Arens</a> a souligné qu’au-delà des cas de cannibalisme avérés dans des situations de détresse, le cannibalisme est un mythe et que la description d’un groupe humain comme cannibale n’est qu’une revendication rhétorique et idéologique visant à établir une supériorité morale sur ce groupe.</p>
<p>Dans le même ordre d’idées, <a href="https://hyperbole.es/2016/08/los-canibales-de-michel-de-montaigne-rouen-1562/">Michel de Montaigne</a> soulignait au XVI<sup>e</sup> siècle que toute personne ou toute chose à laquelle on n’est pas habitué était appelée barbare (ou cannibale) et considérait les guerres de religion en France et la torture de corps vivants ou leur jet aux chiens plus barbares que l’ingestion <a href="https://zaguan.unizar.es/record/88820">par les Tupinamba du corps d’une personne décédée</a>.</p>
<p>Cependant, l’étendue des cas recensés montre que le cannibalisme n’est pas une invention. La définition la plus récente du cannibalisme par <a href="https://www.langaa-rpcig.net/eating-and-being-eaten/">F.B. Nyamnjoh</a> fait référence à la consommation d’êtres humains sous forme matérielle, métaphorique, symbolique ou fantasmatique. En effet, la communication sur le web a contribué à multiplier les fantasmes cannibales et sexualisés de milliers de personnes qui rêvent sur des forums de dévorer ou d’être dévorées par des membres du sexe qu’elles préfèrent.</p>
<h2>Une certaine fascination</h2>
<p>Il existe des cas extrêmes comme le tueur en série <a href="https://www.youtube.com/watch?v=wUNut2dGhxM">Fritz Haarmann</a> (« Le boucher de Hanovre ») ou <a href="https://www.dailymail.co.uk/news/article-11981759/German-house-horrors-cannibal-killed-ate-volunteer-victim-famous-case-burns-down.html">Armin Meiwes</a>, un technicien informatique de Rotenburg (Allemagne) qui, en 2001, a sollicité sur Internet « un jeune garçon âgé de 18 à 25 ans » pour qu’il le mange (la demande a été acceptée, puisque Jürgen B. s’est exécuté et a été tué et mangé par Meiwes).</p>
<p>L’un des cas les plus choquants est celui de l’étudiant japonais en littérature anglaise <a href="https://www.lemonde.fr/disparitions/article/2022/12/03/issei-sagawa-le-japonais-cannibale-est-mort_6152834_3382.html">Issei Sagawa</a>, qui a mangé un étudiant allemand de la Sorbonne à Paris en 1981, en décrivant l’acte en détail. La façon dont il a révélé ce fait a fait de lui un héros national au Japon et il a écrit plusieurs best-sellers. Même les Rolling Stones lui ont dédié une chanson en 1986 : <em>Too much blood</em>.</p>
<p>Le cannibalisme ne nous est pas étranger. L’acte catholique de l’eucharistie et la commémoration de la <em>Cène</em> renvoient à l’idée d’ingérer un <a href="https://www.cairn.info/anorexie-et-inedie-une-meme-passion-du-rien--9782749203119-page-135.htm">totem</a>, symbole sacré d’un groupe, d’un clan ou d’une lignée, afin d’en absorber le pouvoir distinctif. Derrière le dogme de la transsubstantiation catholique s’exprime l’idée d’acquérir la divinité (immortalité, pardon des péchés…) par absorption en mangeant le corps du Christ. Ce « cannibalisme rituel » partage de nombreuses caractéristiques du concept.</p>
<p>Dans d’autres cultures d’Asie et d’Australie, par exemple, on croit que manger le pénis d’un tigre procure une plus grande virilité, et que manger l’ennemi (exocannibalisme) chez les <a href="https://www.letemps.ch/societe/lanthropologue-cannibales-mariage">baruya</a> ou qu’ingérer une partie d’une personne décédée (endocannibalisme) chez les fore perpétuera son âme. Le corps d’autrui est une <a href="https://www.langaa-rpcig.net/eating-and-being-eaten/">nourriture pour le corps, l’esprit et l’âme</a>.</p>
<p>La question qui se pose est, d’une part, de savoir qui a le droit de juger et d’évaluer les aspects contradictoires des peuples du passé et, d’autre part, pourquoi il est devenu habituel de penser que ce qui n’est qu’extraordinaire (le cannibalisme) est une coutume.</p>
<p>Pierre Clastres, par exemple, parle de la normalité de phénomènes tels que la guerre et le cannibalisme chez les Indiens <a href="https://www.persee.fr/doc/hom_0439-4216_1964_num_4_2_366647">guayaki</a> comme s’ils étaient typiques des peuples « exotiques », alors que, dans de nombreux cas, ces peuples en ont été les victimes. Les Andamanais du golfe du Bengale ont eu la réputation, en Occident, d’être des cannibales belliqueux, comme le décrit Radcliffe-Brown dans <a href="https://www.britannica.com/topic/The-Andaman-Islanders"><em>The Andaman Islanders</em></a> (1922), car ils déchiquetaient leurs victimes de guerre et avaient l’habitude de suspendre les os de leurs ancêtres. Cette idée est issue de plusieurs romans dont l’intrigue impliquait invariablement un naufrage causé par les récifs coralliens de la côte d’Andaman, suivis d’épisodes de cannibalisme et de l’histoire de l’unique survivant.</p>
<p>Le cannibalisme serait un phénomène plus typique, non pas de peuples « exotiques », mais une conséquence de perversions individuelles, de situations catastrophiques et particulières. Dans les années 1990, des journalistes occidentaux ont écrit sur le <a href="https://www.swissinfo.ch/spa/liberia-d-humanos_militar-liberiano-condenado-en-suiza-por-atrocidades-durante-la-guerra-civil/46716940">cannibalisme dans le contexte de la guerre civile au Libéria (1989-1997)</a>. L’historien <a href="https://academic.oup.com/afraf/article-abstract/94/375/165/96220">Stephen Ellis</a> a suggéré que les causes n’étaient pas seulement politiques, mais qu’elles pouvaient être expliquées par des termes religieux ou spirituels caractéristiques des rituels des sociétés secrètes.</p>
<p>En somme, les descriptions contemporaines du cannibalisme, qui semblent faire écho aux études archéologiques, montrent que, d’une manière ou d’une autre, comme l’a souligné <a href="https://cup.columbia.edu/book/we-are-all-cannibals/9780231170680">Claude Lévi-Strauss</a>, « nous sommes tous cannibales ».</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/221178/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>David Lagunas no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>Le cannibalisme est un phénomène plus complexe qu’il n’y paraît. Est-il uniquement lié à des situations extrêmes à à des rituels culturels ?David Lagunas, Profesor de Antropología, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2151162024-01-11T18:34:36Z2024-01-11T18:34:36ZLa alargada sombra de la gran recesión en las relaciones laborales del sur de Europa<p>Entre 2008 y 2014, durante la gran recesión, <a href="https://www.europarl.europa.eu/elections-2014/es/top-stories/troika-inquiry">la presión de la <em>troika</em></a> (Comisión Europea, Banco Central Europeo y Fondo Monetario Internacional) sobre los gobiernos de los países del sur de Europa <a href="https://go.gale.com/ps/i.do?p=IFME&u=googlescholar&id=GALE%7CA442536121&v=2.1&it=r&sid=IFME&asid=393dd161">provocó un enorme desgaste en sus mercados laborales</a>. Más duro y prolongado en Grecia, seguido de Portugal y, finalmente, en España e Italia con una relativa menor intensidad. </p>
<h2>Estado y protección laboral</h2>
<p>España, Portugal, Italia y Grecia, todos al sur de Europa, tienen un modelo económico y sistemas de relaciones laborales <a href="https://academic.oup.com/book/36198">similares entre sí</a>.</p>
<p>En ellos, el Estado ha cumplido tradicionalmente un papel protector del trabajo frente al capital. Primero, garantizando el principio de trato más favorable para el trabajador en el conjunto de normas. Segundo, favoreciendo la intermediación de sindicatos representativos. Y, por último, asegurando la persistencia de las condiciones de los contratos colectivos una vez expirados su plazo de vigencia.</p>
<p>Los sistemas de negociación colectiva de estos países han contado con una alta tasa de cobertura de la negociación colectiva, entre el 70 % y 80 % de los asalariados.</p>
<p>Por el contrario, y en parte por esa extensa cobertura de la negociación colectiva que fomenta el <a href="https://economy.blogs.ie.edu/archives/2007/01/que_es_un_free/"><em>problema del polizón</em></a> (por el que unos se benefician del esfuerzo de otros), la afiliación sindical ha sido históricamente baja. </p>
<h2>La caída griega</h2>
<p>Grecia –con la situación económica más acuciante de Europa– mudó sus instituciones laborales a favor de una profunda desregulación e individualización de las relaciones laborales y una marcada <a href="https://www.fidh.org/es/region/europa-y-asia-central/grecia/16679-grecia-informe-revela-violaciones-a-los-derechos-humanos-derivadas-de-la">pérdida de derechos sociales</a>. </p>
<p>Las reformas laborales implementadas entre 2010 y 2012 bajo la presión de la <em>troika</em> permitieron romper con el marco institucional previo. Los convenios de empresa pasaron a prevalecer sobre los convenios sectoriales lo que empeoró las condiciones de trabajo. Las condiciones recogidas en los convenios colectivos cesarían una vez finalizado el periodo de vigencia y no se prorrogarían. Esto constituyó un ataque directo contra la negociación colectiva sectorial, e indirectamente contra los sindicatos. </p>
<p>Las reformas promovieron el cambio hacia un sistema individualizado de relaciones laborales. Las empresas ganaron poder para fijar (y variar a conveniencia) las relaciones de trabajo. Todo esto se justificó en que, así, las empresas ganaban flexibilidad, eso las haría más competitivas y ayudaría a generar más empleo, uno de los problemas graves y crónicos de los mercados de trabajo de estos países. </p>
<h2>Patronales y negociación colectiva</h2>
<p>El tamaño y fortaleza de las patronales se basan en su participación en los procesos de negociación colectiva sectorial, su poder de negociación para acotar y contener las exigencias sindicales, y en su capacidad de influir en las políticas económicas y laborales a través del diálogo y la concertación. </p>
<p>Las reformas laborales aprobadas durante la crisis en la eurozona hicieron que, para 2013, se viera reducido el número de afiliados a las patronales de los países del sur de Europa. <a href="https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/0143831X211024717">Recientes investigaciones</a> muestran dos cuestiones fundamentales: </p>
<ol>
<li><p>La importancia de la negociación colectiva sectorial para la afiliación de las empresas a estas organizaciones. Esto relaciona directamente la afiliación con la negociación colectiva. En Grecia, donde la negociación colectiva ha colapsado, la afiliación de las empresas a estas organizaciones <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/the-economic-and-labour-relations-review/article/employer-associations-in-light-of-the-great-recession-and-radical-labour-market-deregulation-in-southern-europe-an-analysis-from-the-perspective-of-company-membership/9E5BA0DAD095E61671C06CC433C289C6">se ha desplomado y permanece en tasas muy reducidas</a>.</p></li>
<li><p>La mayor afiliación y la relevancia dentro de las organizaciones empresariales de las grandes empresas y de las empresas de sectores productivos con alta tasa de cobertura de la negociación colectiva en sus trabajadores. Este factor se relaciona con el uso que hacen las empresas más grandes, dinámicas y digitalizadas de los convenios colectivos sectoriales. Estos convenios sectoriales impiden la competencia por salarios de otras empresas más pequeñas y menos digitalizadas. </p></li>
</ol>
<h2>Malestar y movilización política</h2>
<p>Del malestar ciudadano producido por la precarización del trabajo surgieron <a href="https://fundacionbetiko.org/wp-content/uploads/2018/10/nuevos-movimientos-sociales_02_della_porta.pdf">movimientos sociales de protesta</a> <a href="https://plataforma2030.org/en/previous-journals/hemeroteca-rts?task=callelement&format=raw&item_id=255&element=687007ab-adc6-4fb9-86bc-11191e462a2b&method=download&args%5B0%5D=0">en España</a>, Portugal y Grecia. </p>
<p>Electoralmente hablando, estos movimientos provocaron el surgimiento de <a href="https://www.bbc.com/mundo/noticias/2014/11/141104_espana_podemos_partido_origen_nc">nuevos partidos de izquierda</a>. En Grecia, Syriza <a href="https://www.realinstitutoelcano.org/archive/opinion/syriza-abre-una-estrecha-ventana-de-oportunidad-en-grecia/">llegó a gobernar entre 2015 y 2019</a>. </p>
<p>Los sindicatos se opusieron firmemente a las políticas y reformas que <a href="https://dialnet.unirioja.es/descarga/articulo/5919319.pdf">desregulaban y flexibilizaban el mercado laboral</a>, precarizándolo.</p>
<h2>Después de la crisis</h2>
<p>Pese a la pérdida de derechos laborales producidos por las reformas para paliar los efectos de la crisis de 2008, en prácticamente todos los países del sur de Europa se mantiene la presencia del Estado en la regulación de las relaciones laborales. </p>
<p>Solo en Grecia se produjo una alteración significativa del marco institucional de las relaciones laborales: cayeron las afiliaciones sindicales y la negociación colectiva perdió cobertura. Sin embargo, ni el crecimiento económico ni la productividad del trabajo se vieron favorecidos. </p>
<p>Ante la precarización del mercado laboral de las últimas décadas, ha quedado demostrada la importancia de la representación sindical y de la negociación tripartita (Gobierno, patronales y sindicatos) de las cuestiones laborales. </p>
<p>La cobertura que consiguen los trabajadores a través de la negociación colectiva es una muestra de la importancia que siguen manteniendo los sindicatos. De ahí la importancia de preservarlos. A este respecto, queda pendiente la afiliación de trabajadores jóvenes, dada la precarización del trabajo y el envejecimiento de los afiliados sindicales.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215116/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Marcial Sánchez-Mosquera recibe fondos de Proyecto Ref.: RTI2018-099188-A-I00 finaciado por MCIN/ AEI /10.13039/501100011033/ y FEDER Una manera de hacer Europa. </span></em></p>Con las reformas laborales adoptadas por los países del sur de Europa durante la gran recesión se alteraron las relaciones de poder en la negociación colectiva.Marcial Sánchez-Mosquera, Profesor de Historia e Instituciones Económicas, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2207432024-01-10T20:43:12Z2024-01-10T20:43:12ZLa compleja relación humana con el canibalismo a lo largo de la historia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/568471/original/file-20240109-23-gtzp29.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=172%2C273%2C4512%2C3571&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Grabado que muestra una escena de canibalismo en África Central (1870).</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://theconversation.com/asset_images/568471/edit?content_id=220743">Morphart Creation/shutterstock</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.youtube.com/watch?v=Hb3GAhD1ev0"><em>La sociedad de la nieve</em></a> es una película del director español J.A. Bayona sobre <a href="https://sociedaddelanieve.com/fotos-reales-de-la-tragedia-de-los-andes/">el accidente de avión de un equipo de rugby uruguayo en los Andes en 1972</a> que se ha estrenado hace unas semanas. Un aspecto importante de esta historia que ha cobrado protagonismo en estos días es la cuestión del canibalismo que la película aborda. El hecho histórico es que, tras el rescate, los supervivientes ocultaron en un primer momento que habían practicado canibalismo por temor. Después, fueron expuestos, censurados y recriminados por los medios como “caníbales”.</p>
<p>El canibalismo se define como el acto o la práctica de comer miembros de la propia especie. Usualmente se refiere a los humanos que comen otros humanos. El primer caso de canibalismo ha sido atribuido a los neandertales, y hace más de 100 000 años <a href="https://culturacientifica.com/2016/07/11/canibalismo-neandertal/">la cueva francesa de Moula-Guercy fue testigo</a> de ello. </p>
<p>Se trata de una práctica documentada en África Occidental y Central, Melanesia, Nueva Guinea, en algunas islas de la Polinesia y en tribus de Sumatra. La práctica fue bastante común en las sociedades preestatales. En la historia contemporánea, los casos individuales se han atribuido a personas inestables o criminales y a situaciones de penuria como la <a href="https://www.bbc.com/mundo/noticias-internacional-60369008">crisis alimentaria en Ucrania</a>, en los años 30 del siglo pasado, y en la Segunda Guerra Mundial, <a href="https://www.muyinteresante.es/historia/36330.html">durante el sitio de Leningrado</a> y en <a href="https://www.bbc.com/mundo/noticias/2016/04/160331_nazi_canibalismo_horrores_victimas_britanicas_reino_unido_bm">Bergen-Belsen</a>, de acuerdo a los oficiales británicos que liberaron el campo de concentración.</p>
<p>Pero el alcance de su relevancia en el momento actual es controvertido. Lo que resulta generalmente aceptado es que las acusaciones de canibalismo han sido históricamente más comunes que la propia práctica en sí, tal como menciona Alberto Cardín en <a href="https://www.anagrama-ed.es/libro/argumentos/dialectica-y-canibalismo/9788433913791/A_149"><em>Dialéctica y canibalismo</em></a>. El caníbal casi siempre ha sido “el otro” en el imaginario colonial. </p>
<p>El término caníbal <a href="https://canal.ugr.es/prensa-y-comunicacion/medios-digitales/ideal-digital/los-canibales-de-colon/">es un legado de Cristobal Colón</a>. Es la deformación de “Caribe”, pueblo originario de las Antillas y que Colón creyó que eran súbditos del <a href="https://www.biografiasyvidas.com/biografia/k/kubilai.htm">Gran Khan de China (<em>kannibals</em>)</a>. Colón, preparado para encontrarse con el Gran Khan, llevaba consigo intérpretes arábigos y hebreos, y al escuchar de los nativos <a href="https://noticiasdelaciencia.com/archive/36149/cristobal-colon-realmente-vio-canibales-en-el-caribe">la palabra “caniba” (o “canima”)</a> pensó que estos podían ser <a href="https://books.google.es/books?id=Dq1vEAAAQBAJ&pg=PT195&lpg=PT195&dq=Mandeville+cane+bal&source=bl&ots=UJWFzoXBj0&sig=ACfU3U0AlXAME5q-guFmsZ2yJptdmHAuKw&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjH54mTpc6DAxX8VqQEHXB7BiYQ6AF6BAgYEAM#v=onepage&q=Mandeville%20cane%20bal&f=false">los hombres con cabeza de perro (<em>cane-bal</em>) descritos por el explorador John Mandeville</a>. </p>
<h2>Pueblos caníbales</h2>
<p>Los judíos han sido acusados históricamente de <a href="https://mobiroderic.uv.es/bitstream/handle/10550/46227/73-74.pdf?sequence=1&isAllowed=y">comer niños cristianos</a>, al igual que los gitanos. En la antigüedad, los griegos reportaban casos de antropofagia entre los pueblos no helénicos, los bárbaros. Y los españoles hacían lo propio en relación con el canibalismo azteca, aunque la antropofagia fue reportada durante las llamadas <a href="https://arqueologiamexicana.mx/mexico-antiguo/el-sacrificio-y-las-guerras-floridas">guerras floridas</a> del Imperio azteca, siendo considerada una manifestación masiva de canibalismo.</p>
<p>En este sentido, <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/The_Man-Eating_Myth">William Arens</a> señalaba que, más allá de los casos de canibalismo de penuria, el canibalismo es un mito y que la descripción de un grupo humano como caníbal solo se trata de una afirmación retórica e ideológica para establecer la superioridad moral sobre este grupo. </p>
<p>En una línea similar, <a href="https://hyperbole.es/2016/08/los-canibales-de-michel-de-montaigne-rouen-1562/">Michel de Montaigne</a> señalaba en el siglo XVI que se denominaba bárbaro (o caníbal) a todo aquel o aquello a lo que no se está acostumbrado y consideraba más bárbaro las guerras de religión en Francia y la tortura de los cuerpos vivos o que fueran echados a los perros que la ingestión <a href="https://zaguan.unizar.es/record/88820?ln=en">por parte de los Tupinamba del cuerpo de un difunto</a>.</p>
<p>No obstante, la amplitud de los casos registrados muestra que el canibalismo no es una invención. La más reciente definición del canibalismo por <a href="https://www.langaa-rpcig.net/eating-and-being-eaten/">F. B. Nyamnjoh</a> se refiere al consumo de humanos en forma material, metafórica, simbólica o fantasiosa. De hecho, la extensión de internet ha contribuido a multiplicar las fantasías canibalísticas y sexualizadas de miles de personas que sueñan en los foros con devorar o ser devorados por miembros de su género sexual preferido. </p>
<h2>Asesinos y canciones de los Rolling Stones</h2>
<p>Cabe mencionar los casos extremos como el asesino en serie <a href="https://www.youtube.com/watch?v=wUNut2dGhxM">Fritz Haarmann (“el carnicero de Hannover”</a>) o el de <a href="https://www.dailymail.co.uk/news/article-11981759/German-house-horrors-cannibal-killed-ate-volunteer-victim-famous-case-burns-down.html">Armin Meiwes</a>, un técnico de computadoras de Rotenburg (Alemania) que en 2001 solicitó por internet a “un chico joven, de entre 18 a 25 años” para comérselo (la demanda surtió efecto, pues Jürgen B. accedió a ello y fue asesinado y devorado por Meiwes). </p>
<p>Uno de los casos más sorprendentes fue el del estudiante japonés de literatura inglesa <a href="https://www.infobae.com/historias/2023/11/17/el-canibal-millonario-que-violo-y-devoro-a-su-companera-de-la-universidad-la-veia-como-un-sabroso-bowl-de-carne/">Issei Sagawa</a>, quien se comió a una estudiante alemana de la Sorbona en París en 1981, describiendo el acto con todo lujo de detalles. La forma en que reveló este hecho lo convirtió en un héroe nacional en Japón y ha escrito varios <em>best sellers</em>. Incluso los Rolling Stones le dedicaron una canción en 1986: <em>Too much blood</em>.</p>
<p>El canibalismo no es ajeno a nosotros. El acto de la Eucaristía católico y la conmemoración de <em>La última cena</em> remiten a la idea de ingerir un <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/T%C3%B3tem">tótem</a>, símbolo sagrado de un grupo, clan o linaje, para absorber su poder distintivo. Tras el dogma de la transustanciación católica se expresa la idea de adquirir la divinidad (inmortalidad, perdón de los pecados…) por absorción comiendo el cuerpo de Cristo. Este “canibalismo ritual” comparte muchas de las características del concepto. </p>
<p>En otras culturas en Asia y Australia, por ejemplo, existe la creencia de que comer el pene de un tigre proporciona mayor virilidad, y que comerse al enemigo (exocanibalismo) entre los <a href="https://books.google.es/books/about/La_producci%C3%B3n_de_los_grandes_hombres.html?id=yYyxAAAACAAJ&redir_esc=y">baruya</a> o que ingerir una parte de un difunto (endocanibalismo) entre los fore perpetuará su alma. El cuerpo de otro resulta un <a href="https://www.langaa-rpcig.net/eating-and-being-eaten/">alimento para el cuerpo, la mente y el alma</a>.</p>
<p>La cuestión que surge es, por un lado, quién tiene el derecho a juzgar y evaluar los aspectos conflictivos de los pueblos del pasado; y, por otro, por qué se ha hecho característica habitual pensar que aquello que es solo extraordinario (canibalismo) es una costumbre.</p>
<p>Un ejemplo de esto último es Pierre Clastres, quien habla de la normalidad de fenómenos como la guerra y el canibalismo entre los indios <a href="https://dobes.mpi.nl/projects/ache/people/?lang=es">guayaki</a> como si fueran propios de pueblos exóticos, cuando en muchos casos estos pueblos han sido las víctimas. A los andamaneses del Golfo de Bengala se les otorgó en Occidente una fama de caníbales por belicosidad, tal como describe Radcliffe-Brown en <a href="https://www.britannica.com/topic/The-Andaman-Islanders"><em>The Andaman Islanders</em></a> (1922), ya que despedazaban a sus víctimas de guerra y acostumbraban a colgar los huesos de sus antepasados. De hecho, se escribieron diversas novelas donde, invariablemente, el argumento era un naufragio provocado por los arrecifes coralinos de la costa andamanesa, episodios de canibalismo y el relato del único superviviente.</p>
<h2>Perversiones individuales</h2>
<p>El canibalismo sería un fenómeno más propio, no de pueblos exóticos, sino una consecuencia de perversiones individuales, situaciones catastróficas y peculiares. En los años 90 los periodistas occidentales escribieron sobre el <a href="https://www.swissinfo.ch/spa/liberia-d-humanos_militar-liberiano-condenado-en-suiza-por-atrocidades-durante-la-guerra-civil/46716940">canibalismo en el contexto de la guerra civil de Liberia (1989-1997)</a>. El historiador <a href="https://academic.oup.com/afraf/article-abstract/94/375/165/96220?login=false">Stephen Ellis</a> sugería que las causas no eran solo políticas, sino que podían explicarse en términos religiosos o espirituales propios de los rituales de sociedades secretas.</p>
<p>En suma, las descripciones contemporáneas del canibalismo, que parecen hacerse eco de los estudios arqueológicos, muestran que, de una forma u otra, como señalaba <a href="https://cup.columbia.edu/book/we-are-all-cannibals/9780231170680">Claude Lévi-Strauss</a>, “todos somos caníbales”.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/220743/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>David Lagunas no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>El canibalismo es un fenómeno más complejo de lo que podemos creer. La película “La sociedad de la nieve” ha puesto sobre la mesa un análisis histórico del fenómeno desde los neandertales hasta casos contemporáneos. ¿Se ha dado solo en situaciones extremas y en rituales culturales o va más allá?David Lagunas, Profesor de Antropología, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2152082023-12-26T20:40:47Z2023-12-26T20:40:47ZSopas, vino y socialismo real: Neruda y Miguel Ángel Asturias en el Bloque del Este<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/561137/original/file-20231122-29-xfukh.png?ixlib=rb-1.1.0&rect=6%2C0%2C1491%2C750&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pablo Neruda (en un viaje a la Unión Soviética en 1950) y Miguel Ángel Asturias (en una visita a la UNESCO en 1968) fueron defensores del Bloque del Este y escribieron obras situadas en Rumania y Hungría.</span> <span class="attribution"><span class="source">Archivo Histórico del Ministerio de Relaciones Exteriores de Chile/Dominique Roger</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Durante más de cuatro décadas, las vidas de miles de millones de personas estuvieron condicionadas por el enfrentamiento geopolítico denominado Guerra Fría. Conocido principalmente como un conflicto entre las dos superpotencias hegemónicas del momento, Estados Unidos y la Unión Soviética, los estudios especializados en este período han ensanchado paulatinamente la visión sobre este choque. </p>
<p>Así, se ha puesto el foco en otros actores colaterales –entre ellos, América Latina– y, al lado de las manifiestas implicaciones políticas, militares o económicas, se han evidenciado nuevas aristas, entre ellas el papel fundamental desempeñado por la cultura. </p>
<p>A este respecto, se ha atendido a las imbricaciones entre distintas expresiones culturales o artísticas y la ideología y la política, al rol de los intelectuales como agentes del <a href="https://www.youtube.com/watch?v=_58v19OtIIg">poder blando</a>, al uso de fundaciones culturales o publicaciones como pantalla para asistir a los intereses de uno u otro bando o, por apuntar sólo un ejemplo más, <a href="https://periodicos.fclar.unesp.br/letras/article/view/11718/7957">a las geopolíticas de la traducción</a>. </p>
<p>En el caso de la literatura latinoamericana, varios de los escritores más reconocidos se convirtieron prontamente en grandes aliados del campo socialista y ayudaron a defender sus intereses. </p>
<p>Entre ellos se hallan nombres como los del chileno Pablo Neruda, el guatemalteco Miguel Ángel Asturias o el brasileño Jorge Amado. <a href="https://ariadnaediciones.cl/images/pdf/La.trinchera.letrada.pdf">Todos fueron reconocidos con el premio Stalin o Lenin de la Paz</a>, otorgado por la Unión Soviética, y sus obras fueron traducidas y difundidas más allá del telón de acero. Su gratitud y compromiso se materializaron de formas diversas. Dos de las más singulares las constituyeron la publicación en Rumania y en Hungría de sendos volúmenes que enaltecían las bondades de ambos países. </p>
<h2>La utopía rumana</h2>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/555132/original/file-20231022-27-e68yvs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Portada de _Rumania. Su nueva imagen_." src="https://images.theconversation.com/files/555132/original/file-20231022-27-e68yvs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/555132/original/file-20231022-27-e68yvs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/555132/original/file-20231022-27-e68yvs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/555132/original/file-20231022-27-e68yvs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=825&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/555132/original/file-20231022-27-e68yvs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/555132/original/file-20231022-27-e68yvs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/555132/original/file-20231022-27-e68yvs.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1037&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Portada de <em>Rumania. Su nueva imagen</em>.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://libros.uv.mx/index.php/UV/catalog/book/CF022">Universidad Veracruzana</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>El libro escrito por Asturias <a href="https://libros.uv.mx/index.php/UV/catalog/book/CF022"><em>Rumania. Su nueva imagen</em></a> fue publicado en México por la Editorial Veracruzana en 1964. Está encabezado por estas palabras: “RUMANIA, GRACIAS […] por la lección viva de lo que puede un pueblo”. O sea, por las pruebas de la superioridad del régimen socialista para el desarrollo económico y social de un país que vivía desde 1948 de acuerdo al modelo comunista soviético.</p>
<p>La admiración es tal, y el asombro tan avasallador, que Asturias hace suyas las palabras del escritor maravillado frente a la grandeza del nuevo continente, al titular así uno de los capítulos del libro: “Cosas de encantamiento”. La posición en la que se ubica el escritor es, por lo tanto, la del cronista (pacífico esta vez), que, <a href="https://www.cervantesvirtual.com/obra-visor/historia-verdadera-de-la-conquista-de-la-nueva-espana-tomo-i--0/html/">como el conquistador español Bernal Díaz del Castillo al ver por primera vez Tenochtitlán</a>, casi no puede creer a sus ojos al contemplar los inimaginables portentos que ve. </p>
<p>En la Rumania mirada a través de estas lentes de admiración y asombro prácticamente no hay defectos. Ha desaparecido la desigualdad, las mujeres trabajan a la par que los hombres como directoras, ingenieras, médicas, todos los jóvenes estudian y sobre todo –y eso es lo más impresionante– todo el mundo lee, va al teatro y tiene conocimientos profundos de pintura y música. </p>
<p>Una recepción informal organizada en la casa de un ingeniero de la fábrica de caucho sintético de Onesti se transforma en una polémica apasionada sobre el arte mural y la pintura moderna. Los obreros de la fábrica de tractores de Brasov debaten, ante la mirada perpleja del extranjero, sobre el grado de verosimilitud de cierta película soviética. La bibliotecaria de la misma fábrica le informa de que los libros más solicitados son los de poesía. Las barredoras nocturnas le piden al autor rumano <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Zaharia_Stancu">Zaharia Stancu</a> que les aclare algunas dudas acerca de los personajes de su novela <em>Los descalzos</em>. Un vecino de compartimento de tren que se presenta como zootécnico en la granja estatal de su pueblo escribe en sus ratos libres versos merecedores de aparecer en la más prestigiosa revista literaria del país. </p>
<p>Ante tantos prodigios, la reacción más normal es la de incredulidad: “Había tal sencillez en su voz, tal limpieza en su espíritu –dice el cronista acerca del joven zootécnico poeta–, que me pareció un ser de otro planeta”. El libro pertenece claramente al género de la utopía: es un país, un planeta inventado. </p>
<p><em>Rumania. Su nueva imagen</em> se tradujo al francés y fue publicado por Albin Michel en 1969 con el título <a href="https://www.iberlibro.com/buscar-libro/titulo/roumanie-d%27aujourd%27hui/autor/miguel-angel-asturias/"><em>La Roumanie d’aujourd’hui</em></a>. En cambio, en Rumania solo aparecieron un par de fragmentos traducidos en la prensa cultural. A lo mejor, incluso para los anfitriones rumanos, a los cuales estaba dedicado este libro de agradecimiento y alabanzas, las descripciones de estos portentos socialistas resultaron también demasiado inverosímiles. </p>
<h2>Más allá del <em>goulash</em></h2>
<p>Asturias era amigo de Pablo Neruda desde hacía más de dos décadas. Ambos fueron invitados en 1965 por el gobierno socialista húngaro, que pretendía limpiar la imagen internacional del país, marcada todavía por la invasión soviética de 1956. </p>
<p>Los dos escritores –futuros premios Nobel– aprovecharon la estancia para disfrutar, acompañados de sus parejas, de la hospitalidad húngara y sobre todo de su gastronomía. Probaron los mejores restaurantes de Budapest y gozaron de sus platos típicos más fuertes sin miedo a los excesos del colesterol. Ellas, en cambio, estaban más interesadas por comprar en las pocas tiendas de lujo de la capital. <a href="https://essentials.ebsco.com/search/eds/details/hungr%C3%ADa-doble-es-tu-rostro-como-una-medalla-visitas-amigos-y-escritos-h%C3%BAngaros-de-pablo-neruda?query=revista%20apuntes%20universitarios&ff%5B0%5D=SubjectEDS%3Aespana&ff%5B1%5D=Journal%3Ahistoria%20y%20comunicacion%20social&ff%5B2%5D=SubjectEDS%3Anineteenth%20century&ff%5B3%5D=Journal%3Ael%20profesional%20de%20la%20informacion&ff%5B4%5D=SubjectEDS%3Aamerica%20latina&ff%5B5%5D=SubjectEDS%3Aintellectuals&ff%5B6%5D=Publisher%3Aannual%20reviews%20inc.&ff%5B7%5D=SubjectEDS%3Anacionalismo&sort=date_asc&db=edb&an=154874719">De ahí surgió la idea de escribir un libro a cuatro manos sobre las maravillas de la cocina húngara</a>. El gobierno pagaría la edición para difundir la idea de que en Hungría se comía mucho y bien, y las esposas de Asturias y Neruda podrían hacer sus compras con el dinero de los derechos de autor.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/559944/original/file-20231116-28-r8g2ee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Portada de la reedición de _Comiendo en Hungría_ por Capitán Swing." src="https://images.theconversation.com/files/559944/original/file-20231116-28-r8g2ee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/559944/original/file-20231116-28-r8g2ee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=961&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/559944/original/file-20231116-28-r8g2ee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=961&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/559944/original/file-20231116-28-r8g2ee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=961&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/559944/original/file-20231116-28-r8g2ee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1208&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/559944/original/file-20231116-28-r8g2ee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1208&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/559944/original/file-20231116-28-r8g2ee.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1208&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Portada de la reedición de <em>Comiendo en Hungría</em> por Capitán Swing.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://capitanswing.com/libros/comiendo-en-hungria/">Capitán Swing</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>El resultado se publicó cuatro años después, en 1969, en cooperación con la editorial española Lumen, y se tituló <a href="https://www.iberlibro.com/servlet/BookDetailsPL?bi=30552397078&cm_sp=SEARCHREC-_-WIDGET-L-_-BDP-R&searchurl=an%3Dasturias%2Bmiguel%2Bangel%2Bneruda%2Bpablo%26sortby%3D17%26tn%3Dcomiendo%2Ben%2Bhungria"><em>Comiendo en Hungría</em></a>. Se trata de uno de los libros más curiosos y menos conocidos de la época del <em>boom</em>. Una obra con un diseño único (eso sí, relativamente caro para la época: 550 pesetas) y un toque pop lleno de ilustraciones de artistas húngaros, en la que Neruda y Asturias escriben poemas y textos en prosa ensalzando, con entusiasmo y espíritu lúdico, tanto el <em>goulash</em> como el vino de Tokay o las sopas típicas de Hungría. “Un canto no sólo a la gastronomía húngara, sino a la vida”, decía la publicidad en la prensa (como se podía leer en <em>La Vanguardia</em> del 8 de octubre de 1970).</p>
<p><em>Comiendo en Hungría</em> es una desenfadada exaltación de la buena comida y del placer de los “poetas gordos”, como se llamaron a sí mismos los autores. Eso sí, lo que no contaron en el libro es que los dos tuvieron que ir al hospital después del último festín, uno por lo que había comido y el otro por lo que había bebido.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215208/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Emilio J. Gallardo Saborido recibe fondos de:
Esta publicación es parte del proyecto de I+D+i Escritores latinoamericanos en los países socialistas europeos durante la Guerra Fría (PID2020-113994GB-I00), financiado por MCIN/ AEI/10.13039/501100011033/. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Ilinca Ilian y Pablo Sánchez no reciben salarios, ni ejercen labores de consultoría, ni poseen acciones, ni reciben financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y han declarado carecer de vínculos relevantes más allá del puesto académico citado.</span></em></p>Miguel Ángel Asturias y Pablo Neruda apoyaron el socialismo europeo ideológica y literariamente.Emilio J. Gallardo Saborido, Científico titular. Escuela de Estudios Hispano-Americanos/Instituto de Historia, CSIC., Consejo Superior de Investigaciones Científicas (CSIC)Ilinca Ilian, Profesora de literatura latinoamericana, Universidad de Oeste de TimisoaraPablo Sánchez, Profesor titular de literatura española e hispanoamericana, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2178302023-11-28T20:35:42Z2023-11-28T20:35:42ZCambio climático: al borde del precipicio<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/559885/original/file-20231116-17-hrh5a3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C167%2C7000%2C4705&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/concept-destruction-world-earth-furnished-by-131082869">Alphaspirit.it / Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Los humanos somos la única especie que ha desarrollado un conocimiento científico basado en su inteligencia, que utiliza tanto para bien como para mal. Una muestra de esa dicotomía es que, <a href="https://theconversation.com/se-puede-hacer-hay-que-hacerlo-el-ipcc-presenta-su-informe-definitivo-sobre-el-cambio-climatico-202194">advertidos por la comunidad científica</a>, sabiendo que somos la única especie de las cerca de dos millones identificadas en la Tierra capaz de autoextinguirse y <a href="https://www.unenvironment.org/es/noticias-y-reportajes/comunicado-de-prensa/la-naturaleza-esta-en-un-declive-peligroso-y-sin">extinguir a otro millón de especies</a>, seguimos corriendo por el borde escarpado del precipicio que estamos construyendo desde hace tan solo algo más de un siglo con el comienzo de la Revolución Industrial. </p>
<p>La necesidad de crecimiento económico continuo de esta nueva era del <a href="https://es.unesco.org/courier/octubre-diciembre-2011/bienvenidos-al-antropoceno">Antropoceno</a> lleva a la sobreexplotación de los recursos limitados de la Tierra, acompañada de una enorme agresión y contaminación del medio ambiente por tierra, mar y aire. Y la naturaleza nos está diciendo que “hasta aquí hemos llegado”.</p>
<h2>Los más ricos, los que más contaminan</h2>
<p>La lógica de este sistema económico-político global requiere dominar y apropiarse de la naturaleza, pero eso, además de injusto para la gran mayoría de habitantes, es imposible por la sencilla razón de que somos una parte ruidosa pero insignificante de esa naturaleza. Estamos sometidos a sus leyes generales, que son las que permiten que nuestro planeta lleve funcionando 4 500 millones de años.</p>
<p>Por ejemplo, la segunda ley de la termodinámica o ley de la entropía nos dice que todo proceso de transformación de la energía degrada una parte importante de la misma generando desechos de baja calidad energética o alta entropía. Y eso, cuando además hablamos de una producción anual de <a href="https://www.un.org/es/actnow/facts-and-figures">11 200 millones de toneladas de residuos sólidos</a> y <a href="https://news.un.org/en/story/2019/01/1031242">50 000 millones de toneladas de residuos electrónicos</a>, tiene un insoportablemente alto coste ambiental, económico y social.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Leer más:
<a href="https://theconversation.com/como-afrontar-la-nueva-realidad-en-el-planeta-tierra-141006">Cómo afrontar la nueva realidad en el planeta Tierra</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><a href="https://www.science.org/doi/10.1126/sciadv.adh2458">Muchos límites planetarios seguros ya se han sobrepasado</a>, pero las grandes corporaciones globales y sus aliados políticos llevan 50 años relativizando la situación y amparándose en la posibilidad de nuevas tecnologías que solucionen el problema. Ni siquiera cumplen con los acuerdos que se firman en las cumbres, reuniones o convenciones marco de la ONU sobre el cambio climático.</p>
<p>La razón de su desidia ante la evidencia científica y la realidad cotidiana de costes millonarios en vidas e infraestructuras (313 000 millones de dólares en 2022, según el <a href="https://i.unu.edu/media/ehs.unu.edu/attachment/26864/PressRelease_Spanish_Website.pdf"><em>Informe de Riesgos de Desastres Interconectados 2023</em> de la Universidad de las Naciones Unidas)</a> que se están produciendo es sencilla: mantienen un sistema que les hace ser cada día más ricos. </p>
<p>No obstante, los datos, en este caso del <a href="https://www.credit-suisse.com/about-us/en/reports-research/global-wealth-report.html"><em>Informe sobre Riqueza Mundial</em> del Banco Credit Suisse</a>, cuestionan esa lógica desde el punto de vista social. De toda la población adulta mundial, un 1 % de millonarios controla cerca del 50 % de la riqueza del mundo mientras que más del 50 % de esa población, con menos de 10 000 dólares, solo tiene el 1 % de la riqueza mundial. </p>
<p><a href="https://www.un.org/es/actnow/facts-and-figures#:%7E:text=Becca%20McChaffie%2FUnsplash.-,Residuos,de%20gases%20de%20efecto%20invernadero.">Según la ONU</a>, “el 1 % más rico de la población mundial emite más gases de efecto invernadero que el 50 % más pobre”. Pero los que más contaminan no están dispuestos a pagar la factura.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Leer más:
<a href="https://theconversation.com/claves-para-enfrentar-el-cambio-climatico-reducir-la-desigualdad-y-decrecer-212723">Claves para enfrentar el cambio climático: Reducir la desigualdad y decrecer</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Hemos cruzado los límites seguros y justos</h2>
<p>En un <a href="https://academic.oup.com/bioscience/article/70/1/8/5610806">artículo publicado</a> a principios de 2020 en la revista científica <em>BioScience</em>, 11 258 científicos de 153 países afirmaban que la crisis climática ha llegado, se está acelerando y es más grave de lo previsto, amenazando los ecosistemas naturales y el destino de la humanidad. </p>
<p>Son especialmente preocupantes las retroalimentaciones de refuerzo (atmosféricas, marinas y terrestres) irreversibles de los puntos de inflexión climáticos y de la naturaleza que podrían provocar una catastrófica “Tierra invernadero” mucho más allá del control de los humanos. </p>
<p><a href="https://academic.oup.com/bioscience/advance-article/doi/10.1093/biosci/biad080/7319571">El informe sobre el estado del clima 2023</a> de los mismos autores, ahora con más de 15 000 científicos firmantes, revela nuevos récords históricos y patrones profundamente preocupantes y avances mínimos en las respuestas.</p>
<p>En mayo de 2023, un trabajo realizado por 51 científicos de todo el mundo y <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-023-06083-8">publicado en <em>Nature</em></a> cuantificaba los límites seguros y justos del sistema Tierra para el clima, la biosfera, el agua dulce, los nutrientes y la contaminación a escalas global y subglobal. Siete de los ocho límites seguros y justos a escala global cuantificados ya se han cruzado.</p>
<p><a href="https://i.unu.edu/media/ehs.unu.edu/attachment/26864/PressRelease_Spanish_Website.pdf">El citado <em>Informe de Riesgos de Desastres Interconectados 2023</em></a> advierte de seis puntos de inflexión que pueden tener impactos irreversibles y catastróficos para las personas y el planeta: las extinciones aceleradas, el agotamiento del agua subterránea, el deshielo de glaciares de montaña, la contaminación atmosférica, el calor insoportable y un futuro no asegurable.</p>
<p><a href="https://www.nature.com/articles/s41558-023-01848-5">Un estudio</a> dirigido por investigadores del Imperial College de Londres, publicado hace unos días en <em>Nature Climate Change</em>, concluye que la ventana para evitar un calentamiento de 1,5 °C se cerrará antes de 2030 si no se reducen las emisiones. </p>
<p><a href="https://www.imperial.ac.uk/news/248913/window-avoid-15c-warming-will-close/">Según el autor principal del estudio</a>, el investigador Robin Lamboll, “cada fracción de grado de calentamiento hará la vida más difícil para las personas y los ecosistemas. Este estudio es una advertencia más de la comunidad científica. Ahora corresponde a los gobiernos actuar”.</p>
<h2>Estamos a tiempo, pero hay poco margen</h2>
<p>En marzo de 2023, los 195 Estados miembros del Panel Intergubernamental del Cambio Climático (IPCC) presentaron <a href="https://www.ipcc.ch/report/ar6/syr/downloads/press/IPCC_AR6_SYR_PressRelease_es.pdf">el informe de síntesis</a> del Sexto Informe de Evaluación. En él afirman que existe suficiente capital en el mundo para disminuir rápidamente las emisiones de gases de efecto invernadero, que estas ya se deberían haber reducido y que será necesario recortarlas casi a la mitad de aquí a 2030. </p>
<p>Son necesarios cambios en el sector alimentario, el eléctrico, el transporte, la industria, los edificios y el uso de la tierra, que al mismo tiempo pueden ayudar a las personas a llevar un estilo de vida con bajas emisiones de carbono. Esto también promoverá la mejora de la salud y el bienestar.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Leer más:
<a href="https://theconversation.com/se-puede-hacer-hay-que-hacerlo-el-ipcc-presenta-su-informe-definitivo-sobre-el-cambio-climatico-202194">"Se puede hacer. Hay que hacerlo": el IPCC presenta su informe definitivo sobre el cambio climático</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>En <a href="https://academic.oup.com/bioscience/advance-article/doi/10.1093/biosci/biad080/7319571">el informe 2023</a> de los 15 000 científicos se señala, entre otras medidas, que debemos cambiar nuestra economía hacia un sistema que respalde la satisfacción de las necesidades básicas de todas las personas en lugar del consumo excesivo por parte de los más ricos.</p>
<p>El profesor de la London School of Economics y de la Universidad Autónoma de Barcelona Jason Hickel analiza en el libro <a href="https://capitanswing.com/libros/menos-es-mas/"><em>Menos es más</em></a> cómo el decrecimiento salvará el mundo: </p>
<blockquote>
<p>Necesitamos que los países de ingreso alto reduzcan el consumo excesivo de energía y materiales, una rápida transición a las energías renovables y pasar a una economía poscapitalista que ponga el foco en el bienestar humano y la estabilidad ecológica, en lugar del crecimiento perpetuo. </p>
</blockquote>
<p>Acaparando menos, podemos llegar a ser más.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/217830/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Saturio Ramos no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>Los últimos informes y estudios publicados este 2023 revelan nuevos récords históricos y avances mínimos en las respuestas. También alertan de que la ventana para evitar un calentamiento de 1,5 °C se cerrará antes de 2030 si no se reducen las emisiones.Saturio Ramos, Catedrático de Física, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2130392023-11-09T21:40:25Z2023-11-09T21:40:25ZDragones (y dragonas) para todos los gustos<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/555641/original/file-20231024-29-y1e3u3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=5%2C5%2C1857%2C1192&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Fotograma de la primera temporada de _La casa del dragón_.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.filmaffinity.com/es/filmimages.php?movie_id=388341">FilmAffinity</a></span></figcaption></figure><p>No es difícil ponerle música a un artículo como éste. Dada la naturaleza híbrida de los dragones, empezaría con el espléndido último disco de Cécile McLorin Salvant, cantado en francés, inglés, occitano y haitiano, y que lleva por título <a href="https://cecilemclorinsalvant.lnk.to/melusine"><em>Mélusine</em></a>. </p>
<p>Es el nombre de un hada famosa transformada por encantamiento en mujer-serpiente. La historia de <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Melusina">Melusina de Lusignan</a> puede encontrarse en el relato de Jean d'Arras (s. XV), en la novela <em>El unicornio</em> de Mujica Lainez, o resumida en este espléndido vídeo de <a href="https://amandabonaiuto.biz/">Amanda Bonaiuto</a> para la canción “D'un feu secret”: </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/FxvhZRtyHV0?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>La figura de Melusina, condenada a transitar las épocas como <a href="https://theconversation.com/quien-teme-al-amor-entre-dos-mujeres-orlando-de-virginia-woolf-209304">el Orlando de Virginia Woolf</a>, reúne muchas facetas dragontinas: una naturaleza a medias monstruosa y humana, y un carácter asimismo ambivalente, pues su ferocidad puede aplicarse a la amenaza y la destrucción, pero también a la protección y a la guarda (de un tesoro, de un territorio, de la pureza de una doncella). </p>
<p>Y si afirmamos que la mujer-serpiente de Lusignan es en toda regla una dragona es porque nos atenemos a la etimología: el griego <em>drakon</em> significa antes que nada ‘serpiente’.</p>
<p>Pero es que, además, fundidas en una sola criatura la mujer y la bestia, Melusina representa al dragón en su máxima expresión, pues el monstruo se define tanto por oposición al héroe matador como por su ambigua asociación con la princesa, desde la Andrómeda liberada por Perseo hasta esas nuevas heroínas del celuloide, las Daenerys y Rhaenyra que no precisan de salvadores y que montan ellas mismas los dragones de la casa Targaryen.</p>
<h2>Todos los monstruos, el monstruo</h2>
<p>El monstruo es un ser triste y poderoso a medio camino entre las bestias, los hombres y los dioses. De todos los monstruos <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-031-15489-8_4">quizá sea el dragón el más redundante</a>: se multiplica en todas las latitudes y cada época tiene los suyos. Es multiforme y habita todos los ecosistemas y elementos –tierra, aire, fuego y agua–. </p>
<p>En su <a href="https://www.siruela.com/catalogo.php?id_libro=78"><em>Diccionario de símbolos</em></a>, el poeta y erudito Juan Eduardo Cirlot distingue en esta figura simbólica universal “una suerte de confabulación de elementos distintos tomados de animales especialmente agresivos y peligrosos”. Pero en cualquier punto del planeta identificaríamos su reconocible figura.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/552363/original/file-20231005-25-15xog8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Dibujo de una serpiente-dragón enrollada sobre sí misma y rodeando a un oso." src="https://images.theconversation.com/files/552363/original/file-20231005-25-15xog8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/552363/original/file-20231005-25-15xog8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=854&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/552363/original/file-20231005-25-15xog8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=854&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/552363/original/file-20231005-25-15xog8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=854&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/552363/original/file-20231005-25-15xog8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1073&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/552363/original/file-20231005-25-15xog8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1073&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/552363/original/file-20231005-25-15xog8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1073&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">‘Draco and Ursa Minor’, lámina 1 de <em>Urania’s Mirror</em>, juego de cartas celestes acompañadas de <em>A familiar treatise on astronomy</em> por Jehoshaphat Aspin. Londres. Grabado de Sidney Hall restaurado por Adam Cuerden.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://es.m.wikipedia.org/wiki/Archivo:Sidney_Hall_-_Urania's_Mirror_-_Draco_and_Ursa_Minor.jpg">Library of Congress</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Los antiguos lo describen a menudo como un ser gigantesco que se confunde con ríos y corrientes. Para mayor gloria de la especie, designa a toda una constelación: “como la corriente de un río, se revuelve el Dragón, monstruo prodigioso, varias veces retorcido, inconmensurable. (…) En la cabeza del Dragón brilla, en más de un punto, más de una estrella: dos en las sienes, dos en los ojos”, escribe el poeta <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Arato">Arato</a> en sus <em>Fenómenos</em>. </p>
<p>Vienen luego esas criaturas fantásticas con nombre propio y rasgos singulares: <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Lad%C3%B3n">Ladón</a> que vigila el jardín de las Hespérides; la oriental <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Tiamat">Tiamat</a>; <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Pit%C3%B3n_(mitolog%C3%ADa)">Pitón</a>, vencida por Apolo; la Hidra de Lerna, derrotada por Heracles, y el nórdico <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Fafner">Fafnir</a>, destruido a manos del héroe Sigurd…</p>
<p>Como su morfología y su hábitat se multiplican por todo el orbe desde tiempo inmemorial, es difícil dibujar unos rasgos precisos y únicos, trazar su genealogía y la evolución de su figura. A menudo el griego <em>drakon</em> aparecía como sinónimo de <em>ophis</em> (que dará “ofidio”), como ocurre en latín con <em>draco</em> y <em>serpens</em>. Pero sobre esas palabras antiguas, de las que nacerá nuestro “dragón”, acaban por imponerse matices sobrenaturales, el significado de serpiente enorme, peligrosa, exótica. </p>
<p>En el maravilloso <a href="https://www.museosdeandalucia.es/web/conjuntoarqueologicodeitalica/-/mosaico-de-neptuno">mosaico de Neptuno</a> en Itálica encontramos, por ejemplo, entre otras monstruosas criaturas marinas y sobre la figura del dios, un dragón sin alas y crestado, con garras, cola de pez y fauces lobunas.</p>
<p>Los <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Bestiario#:%7E:text=Un%20bestiario%20mitol%C3%B3gico%20es%20una,la%20iconograf%C3%ADa%20de%20diferentes%20civilizaciones.">bestiarios</a> medievales, aun abundando en esta confusión de serpientes con o sin alas, criaturas con y sin cresta, que viven entre llamas o en el fondo del océano, consagrarán la figura del reptil alado que recuerda a una criatura antediluviana y se asocia ante todo con el fuego: ese monstruo que viajará desde los lienzos de Rafael o Carpaccio hasta los escenarios en los que la Bestia persigue a Tamino <a href="https://www.youtube.com/watch?v=61eIRl8BQFY&list=RDuRjPatWn5Yo&index=7">en el arranque de <em>La flauta mágica</em></a> y hasta los cuentos que contamos a nuestros hijos.</p>
<p>Según el helenista <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Carlos_Garc%C3%ADa_Gual">Carlos García Gual</a>, “los dragones nórdicos parecen los más tenebrosos y los de mejor calidad”. En ellos se inspiran los Rhaegal, Drogon y Viserion inventados por George R. R. Martin para su <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Canci%C3%B3n_de_hielo_y_fuego"><em>Canción de Fuego y Hielo</em></a>, que acabaron desempeñando un papel crucial al final de <em>Juego de Tronos</em>. ¡Si hasta vimos un dragón zombie!</p>
<h2><em>Hic sunt dracones</em></h2>
<p>Pero ¿cómo situar en el mapa a una criatura fantástica? El <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Globo_de_Hunt-Lenox">globo terráqueo Hunt-Lenox</a>, que data de 1510 y es uno de los más antiguos que se conocen, contiene en el hemisferio sur esa inscripción: HC SVNT DRACONES. Algo así como “¡Ojo, aquí hay dragones!”, equivalente de esos monstruos dibujados en alta mar y en los márgenes del mundo conocido. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/555639/original/file-20231024-29-mtpvg5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="En un mapa creado a partir del globo de Hunt-Lenox, por B. F. De Costa, se puede leer 'HC SVNT DRACONES' en la península de Indochina." src="https://images.theconversation.com/files/555639/original/file-20231024-29-mtpvg5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/555639/original/file-20231024-29-mtpvg5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=368&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/555639/original/file-20231024-29-mtpvg5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=368&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/555639/original/file-20231024-29-mtpvg5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=368&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/555639/original/file-20231024-29-mtpvg5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=463&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/555639/original/file-20231024-29-mtpvg5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=463&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/555639/original/file-20231024-29-mtpvg5.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=463&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">En un mapa creado a partir del globo de Hunt-Lenox, por B. F. De Costa, se puede leer ‘HC SVNT DRACONES’ en la península de Indochina.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Lennox_Globe,_by_B.F._Da_Costa.png">Kattigara/Wikimedia Commons</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>¿Es posible estudiarlos? En pleno siglo XVI un naturalista tan importante como <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Conrad_Gessner">Conrad Gessner</a> le dedica al dragón <a href="https://archive.org/details/historyoffourfoo00tops/page/700/mode/2up">unas páginas de su <em>Historia de los animales</em></a>. </p>
<p>Entre los pioneros de la paleontología, el eminente geólogo Charles Gould (1834-93) era de los que confiaban en dar con la criatura real tras el monstruo. Establecido en Tasmania, ciertas descripciones del dragón de la leyenda le recuerdan al singularísimo <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Chlamydosaurus_kingii">clamidosaurio</a>.</p>
<p>Y <a href="https://press.princeton.edu/books/paperback/9780691211183/flying-snakes-and-griffin-claws">hoy día la historiadora Adrienne Mayor</a> investiga la actividad de los “primeros cazadores de fósiles” y de los antiguos que a menudo confundían los restos de dinosaurios y criaturas extinguidas con los de gigantes, grifos y dragones. </p>
<p>Artistas como el fotógrafo <a href="https://www.rtve.es/play/videos/la-mitad-invisible/mitad-invisible-fauna-joan-fontcuberta/3719817/">Joan Fontcuberta</a> o el ilustrador <a href="https://i.etsystatic.com/12502024/r/il/164581/3643362267/il_1140xN.3643362267_f9rm.jpg">Camille Renversade</a> siguen explorando ese terreno mítico, haciendo de la <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/Criptozoolog%C3%ADa">criptozoología</a> (el estudio de los animales apócrifos y fantásticos) materia artística. </p>
<h2>Actualidad del dragón</h2>
<p>“El tiempo ha desgastado notablemente el prestigio de los dragones. En el mejor de los casos el Dragón Occidental es aterrador, y en el peor, ridículo”. Son palabras de Jorge Luis Borges y Margarita Guerrero en <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/El_libro_de_los_seres_imaginarios"><em>El libro de los seres imaginarios</em></a>. ¿Está el dragón de capa caída? </p>
<p>El ilustrador <a href="https://georgewadamson.com/biography.html">George W. Adamson</a> publicó en la revista satírica <em>Punch</em> a comienzos de los años sesenta una divertida versión de un lienzo de Uccello: en <a href="https://georgewadamson.com/uccello.html"><em>St George and the Dragon… five minutes later</em></a> vemos al héroe aniquilador y a la princesa del cuadro original cinco minutos después de la acción, ¡ocultando el cadáver de la criatura bajo la alfombra! </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/555638/original/file-20231024-29-f3arkw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="A la derecha, una pintura en la que un hombre a caballo mata a un dragón ante la mirada de una mujer. A la derecha, en el mismo lienzo, el hombre y la mujer intentan esconder el cadáver del dragón debajo de una alfombra." src="https://images.theconversation.com/files/555638/original/file-20231024-29-f3arkw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/555638/original/file-20231024-29-f3arkw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/555638/original/file-20231024-29-f3arkw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/555638/original/file-20231024-29-f3arkw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/555638/original/file-20231024-29-f3arkw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/555638/original/file-20231024-29-f3arkw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/555638/original/file-20231024-29-f3arkw.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">A la derecha, el lienzo <em>San Jorge y el dragón</em>, de Paolo Uccello (National Gallery). A la derecha, <em>San Jorge y el dragón… cinco minutos después</em>, ilustración de George W. Adamson sobre el original de Uccello (<em>Punch</em>, 1961).</span>
<span class="attribution"><span class="source">National Gallery / Punch</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Y con todo, gracias al mundo creado por Martin (tan deudor de aquel Tolkien que confesara: “He anhelado a los dragones con profundo deseo”), ciertos dragones recuperan hoy su posición central. Con el rodaje de <em>La casa del dragón</em>, precuela de la saga <em>Juego de Tronos</em>, asistimos a un nuevo apogeo de la fabulosa especie. La web de HBO incluye un <a href="https://www.hbo.com/house-of-the-dragon/dragon-index">índice de dragones</a>.</p>
<p>¿Será capaz aún de espantarnos este monstruo que figuró el Mal mismo, la Tentación y el Terror?</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213039/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alberto Marina Castillo no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>Los dragones son criaturas fantásticas que han apasionado a los seres humanos desde la Antigüedad.Alberto Marina Castillo, Profesor de Filología Latina, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2167702023-11-09T07:53:29Z2023-11-09T07:53:29Z‘News overload’: how a constant stream of violent images affects your brain<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/556840/original/file-20231027-22-97tdqw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=44%2C26%2C2950%2C1967&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/palestinians-evacuate-wounded-after-israeli-airstrike-2374214011">Anas-Mohammed/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>In May 1097, during the siege of Nicaea, crusaders catapulted the severed heads of prisoners over the walls surrounding the city, with the aim of terrorising their enemy. The strategy worked. On June 19 of the year the crusaders captured the city. </p>
<p>However, only those who lived near the city walls would have felt the utter horror of seeing human heads flung through the air: the inhabitants of nearby cities would not have received the news of these awful events until weeks or even months later. Even then, they would only have heard accounts of the events, without images or videos to reproduce exactly what happened. Eleventh century technology meant that weaponised mass terror had its limitations.</p>
<p>Throughout human history, nations – as well as political, religious and military groups – have used terror to gain tactical or strategic advantages. Inhabitants of the 21st century are more sophisticated but ultimately no better than their historical counterparts. </p>
<p>In today’s world, omnipresent communication technology means the spread of horrific images is all but impossible to escape. We experience this now, for example, with images from Israel and Gaza, and other wars and attacks in recent years.</p>
<h2>Images that release cortisol</h2>
<p>Recently, research has been conducted into the psychological consequences of the phenomena known as <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23020743/">“news information overload”</a> and <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0263276415619220">“generalised trauma event witnessing”</a>.</p>
<p>Even when viewed through a phone screen, <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/2167702619858300">experiencing an extremely violent situation</a> activates the sympathetic branch of our nervous systems, which governs our “fight or flight” response. Our bodies react to these images by secreting hormones into the bloodstream including adrenaline, noradrenaline and cortisol, commonly known as the stress hormone. These hormones quickly cross the blood-brain barrier and penetrate our central nervous systems. </p>
<p>With these chemicals in our veins, our bodies change: heart rate and blood pressure increase to help us fight or flee the threatening stimulus and avoid injury or death. These are adaptive, short-term changes. If they become chronic, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1074742711000517?casa_token=5-q-dRG0f1wAAAAA:0At9mnlLk3N2NIc45qFM3zvn-J6mlaawgoyUBsYjqz1Fj9-assL69HzULDlk4X9xWq3C7vugXA">they can cause serious health problems in the long run</a>, as has been common knowledge for decades. </p>
<p>So what does this constant exposure to threatening stimulus do to our brains? Is there a risk that it might affect our reasoning? </p>
<h2>Poor memory and a loss of control</h2>
<p>We have known for only a few years that, in both humans and animals, continued stress produces <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27862513/">systemic changes in our brains</a>. In acutely stressful situations the hippocampus’ role in memory becomes inhibited, and the prefrontal cortex ceases to exercise control. At the same time, our nervous systems prioritise habits and routines through a region called the <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6657020/">dorsal striatum</a>, which is regulated by the amygdala, also known as the brain’s fear centre.</p>
<p>These changes are, in principle, intended to help us cope with specific stressful situations in the short term. When we face a threat the priority is to react quickly, not taking time to remember similar events and analyse contextual factors. But if this goes on for a long time, it can have serious consequences for our cognition in the medium and long term.</p>
<p>This is essentially because <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27862513/">chronic stress causes problems for our learning and memory</a>, affecting three areas which are worth exploring in more detail: precision, flexibility and reconsolidation. </p>
<p><strong>1. Precision.</strong> The information that we process in stressful situations is more abstract and poorly contexualised. Attention is narrowed to focus only on the essential details of the stressful event.</p>
<p><strong>2. Flexibility</strong> Stress practically eliminates our ability to integrate new information into existing frameworks. It also limits the way we can use these frameworks to appropriately process the stimuli that we are sensing. This makes it hard to transfer and apply previously acquired information to the immediate context. We might say that pressure and stress prevent us from making full use of experience.</p>
<p><strong>3. Reconsolidation</strong> Our memories are usually not rigid, but rather they help us adapt to new conditions and learn about them. The process of updating and reestablishing our memories is known as “reconsolidation”. Stress makes this process harder, and this in turn inhibits the reconstruction of memories that can help us to incorporate new information.</p>
<p>When these systemic changes to our psychological processes occur among a large part of society <a href="https://www.nature.com/articles/npjscilearn201611">it can affect our ability to make rational political and social decisions, both among the population at large and among our leaders</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/216770/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Francisco Javier Saavedra Macías no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>We’re experiencing an influx of pictures from conflicts in Ukraine and Gaza – and that takes a physical toll on our bodies.Francisco Javier Saavedra Macías, Profesor Titular departamento de Psicología Experimental, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2142322023-11-08T18:18:55Z2023-11-08T18:18:55ZCompetir no da mejores resultados: ¿se está financiando bien la ciencia?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/556612/original/file-20231030-17-auroow.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=7%2C0%2C5168%2C3437&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/research-laboratory-background-fluid-pipette-drop-2356776615">Pawel Michalowski / Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>La financiación de la investigación por proyecto no tiene ningún impacto diferencial, en comparación con la financiación institucional tradicional, en cuanto a la producción de artículos académicos altamente citados, ni tampoco un efecto claro sobre la cantidad de publicaciones. </p>
<p>Es la conclusión a la que ha llegado <a href="https://academic.oup.com/rev/advance-article/doi/10.1093/reseval/rvad023/7259632">un estudio liderado por la Universidad de Sevilla</a>. El análisis se basa en datos de 10 países y 148 universidades europeas con un claro enfoque en la investigación entre 2011 y 2019. Hemos considerado la financiación institucional y por proyecto tanto a nivel nacional como a nivel de universidades y analizado su efecto sobre la cantidad y la calidad de las publicaciones. </p>
<p>En ninguno de los niveles aparece un efecto diferenciador entre los dos tipos de financiación. </p>
<h2>Fuerte aumento de la financiación por proyecto</h2>
<p>Los resultados contrastan con el fuerte aumento de la financiación de la investigación por proyecto desde los años 1980 en la gran mayoría de los países europeos. </p>
<p>La principal justificación de esta evolución se fundamenta en el supuesto, por parte de los ministerios y agencias de financiación, de que la financiación de la investigación por proyectos <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00213624.2001.11506393">supone una mejora del rendimiento académico debido a su naturaleza fundamentalmente competitiva</a>. </p>
<p>Bajo esta modalidad, se financia a un grupo o un individuo para llevar a cabo una actividad de investigación definida generalmente sobre la base de una propuesta que describe las actividades a realizar. </p>
<p>La selección de estas propuestas se sustenta en un proceso competitivo en el cual las agencias públicas deciden financiar en función de una evaluación de calidad y apoyándose en un <a href="https://www.oecd-ilibrary.org/industry-and-services/oecd-science-technology-and-industry-outlook-2002_sti_outlook-2002-en">conjunto de criterios acordados</a>. </p>
<p>En cambio, la financiación institucional se define como la financiación de instituciones sin selección directa de proyectos que deben llevarse a cabo. Bajo este modelo, la institución receptora (y no la organización que financia) tiene discreción sobre los <a href="https://www.oecd-ilibrary.org/science-and-technology/modes-of-public-funding-of-research-and-development_5k98ssns1gzs-en">proyectos que deben llevarse a cabo</a>.</p>
<h2>Los argumentos en pro y contra la competición</h2>
<p>La financiación por proyecto se defiende en base a tres argumentos fundamentales:</p>
<ul>
<li><p>mejora el rendimiento académico; </p></li>
<li><p>debería llevar a la selección de los mejores investigadores a través de una evaluación estandarizada de proyectos; </p></li>
<li><p>incentiva temas específicos de investigación de interés para las organizaciones financiadoras
públicas o privadas y aumenta el impacto socioeconómico de la investigación. </p></li>
</ul>
<p>Las llamadas a concurso incentivarían a los investigadores para proponer proyectos de alta calidad ya que mejorarían su reputación. </p>
<p>Otro argumento señala que la financiación por proyecto llevaría a investigaciones de más corto plazo, más aplicadas y menos arriesgadas que la financiación institucional, que fomentaría <a href="https://www.oecd-ilibrary.org/science-and-technology/oecd-science-technology-and-innovation-outlook-2018/new-trends-in-public-research-funding_sti_in_outlook-2018-13-en">una ciencia más exploratoria</a>.</p>
<p>Una explicación para aumentar la proporción de financiación por proyecto es que, mientras que la investigación exploratoria podría ser percibida por los comités de evaluación como con menos probabilidades de producir resultados tangibles, los proyectos más aplicados ofrecerían más garantías y, por lo tanto, serían más convincentes a la hora de decidir si proporcionar o no financiación para la investigación.</p>
<h2>El análisis produce resultados ambiguos</h2>
<p>En contraste con el aumento de la financiación por proyecto a lo largo de las últimas décadas, la evidencia empírica disponible sobre el efecto de esta modalidad en el rendimiento de la investigación ha sido hasta ahora inconcluyente. </p>
<p>Mientras que algunos estudios encuentran un impacto positivo de la financiación de proyectos en la <a href="https://www.jstor.org/stable/40603192%20;%20https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0048733318301860">producción de investigación</a>, otros no hallan una conexión directa entre <a href="https://academic.oup.com/spp/article/36/6/419/1663378">este tipo de incentivos financieros y la producción científica</a>.</p>
<p><a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1751157717302882">Un estudio más reciente</a> resalta una relación negativa entre la financiación de proyectos y el rendimiento científico. </p>
<p>Además, la mayoría de estos estudios citados se enfocan en un solo nivel (nacional o universitario) y utilizan indicadores diferentes para medir el rendimiento académico (suelen medir o bien la cantidad o bien el número de citas). </p>
<h2>Nuestros resultados</h2>
<p><a href="https://academic.oup.com/rev/advance-article/doi/10.1093/reseval/rvad023/7259632">El estudio realizado en la Universidad de Sevilla</a> integra las diferentes perspectivas para proponer un análisis multinivel (nacional y universitario) y analiza tanto la cantidad de publicaciones como los artículos más citados como medidas de la producción académica. </p>
<p>Los resultados confirman que la única variable que tiene un impacto positivo tanto sobre la cantidad como la calidad de las publicaciones es el importe de los presupuestos dedicados a la investigación. </p>
<p>En cambio, ni la modalidad de financiación por proyecto ni la modalidad institucional impactan sobre el rendimiento académico. </p>
<p>Los datos analizados entre 2011 y 2019 también ilustran que durante esta década y en contraste con los 30 años anteriores, las proporciones de financiación institucional y por proyecto de la investigación se han estabilizado en la mayoría de los países europeos. </p>
<p>Después de décadas de aumento, es posible que los niveles de financiamiento de proyectos y financiamiento institucional hayan alcanzado un equilibrio relativamente estable en el que el financiamiento institucional proporciona niveles aceptables de estabilidad dentro de los sistemas nacionales, mientras que el financiamiento de proyectos brinda la flexibilidad necesaria. </p>
<p>Mientras la financiación institucional permite la realización de investigaciones de largo plazo, la modalidad por proyecto permite a su vez a los Estados orientar la investigación hacía prioridades nacionales. </p>
<p>Ambos mecanismos son necesarios, pero ninguno garantiza la mejora de la ciencia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/214232/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Thomas Zacharewicz desarrolla su labor investigadora en economía del conocimiento en la Universidad de Sevilla gracias a los fondos Unión Europea Next Generation EU articulados a través de la convocatoria María Zambrano (Real Decreto 289/2021, de 20 de abril).</span></em></p>¿En qué medida los mecanismos de financiación competitiva de la investigación tienen un impacto en la cantidad y calidad de los artículos académicos publicados por la universidades?Thomas Zacharewicz, Investigador María Zambrano en Economía del conocimiento, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2169572023-11-06T22:20:33Z2023-11-06T22:20:33Z¿Estamos ante un genocidio o un intento de limpieza étnica en Gaza?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/557907/original/file-20231106-15-55x2vh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=395%2C35%2C5586%2C3943&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/tel-aviv-israel-2023-october-8-2372300801">Rokas Tenys/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>El pasado 13 de octubre el Ministerio de Inteligencia israelí <a href="https://abcnews.go.com/International/wireStory/israeli-ministry-concept-paper-proposes-transferring-gaza-civilians-104487924">propuso un plan</a> de “transfer” o expulsión forzosa de los 2,3 millones de palestinos/as de Gaza, es decir, <a href="https://www.europapress.es/internacional/noticia-relatora-onu-territorios-palestinos-da-alerta-nueva-limpieza-etnica-masa-gaza-20231014163735.html">la limpieza étnica</a> de toda la población palestina de dicho territorio, como ya lo calificó también la relatora especial de Naciones Unidas sobre los Territorios Palestinos Ocupados, Francesca Albanese. </p>
<p>Aunque se trata de un documento no vinculante, y debería contar con el beneplácito de Egipto (potencia aliada de Israel), los palestinos ya vivieron una limpieza étnica en torno a 1948. Entonces fueron expulsadas <a href="https://unrwa.es/actualidad/sala-de-prensa/75-aniversario-de-la-nakba-se-cumplen-75-anos-de-la-expulsion-de-palestinos-y-palestinas-de-sus-hogares-aun-sin-solucion-justa-ni-definitiva-a-su-situacion/">más de 700 000 personas</a>, que constituían más de la población autóctona o nativa de lo que hoy es Israel. Se destruyeron entre 530 (según <a href="https://www.palestine-studies.org/en/node/1649445">los cálculos del historiador palestino Salman Abu-Sitta</a>) y 613 localidades palestinas (<a href="https://gilgamesh-publishing.co.uk/nakba---the-struggle-to-decolonize-israel.html">son las cifras de las últimas investigaciones realizadas por el israelí Eitan Bronstein</a>). Y tuvieron lugar numerosas masacres como la de Deir Yassim, Tantura, Lydda o Ramlah.</p>
<p>El incremento de la violencia contra la población civil palestina en Cisjordania por parte soldados y colonos armados, <a href="https://news.un.org/en/story/2023/11/1143087#:%7E:text=Israeli%20settler%20violence%20has%20increased,of%20Humanitarian%20Affairs%20(OHCA)">tal como está advirtiendo la ONU</a>, lleva a algunos especialistas como, por ejemplo, el catedrático de la UCM <a href="https://twitter.com/laSextaTV/status/1720452081541112221">Ignacio Álvarez-Ossorio</a>, a advertir de que “se está aprovechando que el foco mediático está en Gaza para emprender operaciones de limpieza étnica en Cisjordania”.</p>
<p>Sin embargo, en Gaza, más allá de que se acabe consumando o no el citado plan de limpieza (eufemísticamente denominado “transfer”), algo que el propio primer ministro israelí Benjamin Netanyahu no ha descartado, lo que parece claro y constatado es la ejecución de un genocidio. Así es como <a href="https://jewishcurrents.org/a-textbook-case-of-genocide">lo describió el experto israelí Raz Segal</a>. Craig Mokhiber, alto Comisionado de la ONU en Nueva York, lo definió como <a href="https://www.theguardian.com/world/2023/oct/31/un-official-resigns-israel-hamas-war-palestine-new-york">“un genocidio de manual”</a> antes de dimitir como protesta por la inacción y completa complicidad, según decía, de los “EE. UU, Reino Unido y buena parte de Europa”.</p>
<p>En Israel, el ICAHD (acrónimo inglés del Comité Israelí Contra la Destrucción de Casas)<a href="https://icahd.org/2023/11/02/icahd-calls-for-an-end-to-israeli-genocide-against-the-palestinian-people/"> también ha realizado una llamada</a> al final del “genocidio israelí contra el pueblo palestino”.</p>
<h2>La asimetría en el número de muertos</h2>
<p>Sea como fuere, hay dos elementos fundamentales para discernir entre conceptos y dilucidar cuál es el más ajustado a la realidad. En primer lugar, los hechos sobre el terreno, en especial la violencia directa. En segundo, su correlación con el discurso del gobierno israelí y de sus autoridades militares. </p>
<p>Respecto a la primera cuestión cabe una comparación de cifras: <a href="https://apnews.com/article/israel-hamas-war-live-updates-11-05-2023-08a560320c5f1493fb2abc741e345e95">1 400 víctimas israelíes</a> (la mitad de ellas el 7 de octubre) mientras que en Gaza el <a href="https://english.wafa.ps/Pages/Details/139006">número de víctimas palestinas se eleva a más de 9 883</a>. Los bombardeos israelíes son diarios y constantes a lo largo de la franja de Gaza, incluido el sur, a donde las autoridades israelíes <a href="https://www.reuters.com/world/middle-east/why-is-israel-attacking-south-gaza-after-telling-people-go-there-2023-10-25/">instaron</a> a desplazarse a la población del norte. </p>
<p>Los israelíes <a href="https://www.aljazeera.com/news/2023/11/4/israeli-strikes-target-schools-hospitals-mosques-on-gaza">han atacado</a> la mayor parte de los hospitales y escuelas, incluidas las de la ONU y su agencia para los refugiados UNRWA, <a href="https://www.europapress.es/internacional/noticia-nuevo-bombardeo-israeli-escuela-unrwa-deja-decenas-muertos-ciudad-gaza-20231103213027.html">provocando matanzas de decenas de civiles</a>. Además, la virulencia de los bombardeos indiscriminados se ha cebado con campos de refugiados, en especial el de Yabalia, donde se cometió una masacre con al menos 400 víctimas.</p>
<p>El bombardeo masivo y constante de zonas residenciales (ya se han destruido la mitad de las viviendas de la franja de Gaza), de hospitales, escuelas y campos de refugiados refleja una clara intención de dañar y aterrorizar a la población civil. Así lo reflejan no solo los hechos, sino también la retórica bélica de las autoridades israelíes.</p>
<h2>¿Qué dice la ONU sobre el genocidio?</h2>
<p>La <a href="https://www.ohchr.org/es/instruments-mechanisms/instruments/convention-prevention-and-punishment-crime-genocide">Convención para la Prevención y la Persecución del Crimen de Genocidio</a>, aprobada por la Asamblea General de la ONU en 1948 y puesta en marcha en 1951, establece que un genocidio se puede cometer “mediante actos con la intención de destruir, en su totalidad o en parte, a un grupo nacional, étnico, racial o religioso, como tal: a) Matanza de miembros del grupo;
b) Lesión grave a la integridad física o mental de los miembros del grupo; c) Sometimiento intencional del grupo a condiciones de existencia que hayan de acarrear su destrucción física, total o parcial; d) Medidas destinadas a impedir los nacimientos en el seno del grupo”.</p>
<p>Como denuncia el especialista israelí Raz Segal, al menos tres de estos actos se están cometiendo con intencionalidad, como demuestran las declaraciones de algunos miembros del gobierno y del ejército. Así, el ministro de Defensa israelí, Yoav Gallant, <a href="https://www.timesofisrael.com/liveblog_entry/defense-minister-announces-complete-siege-of-gaza-no-power-food-or-fuel/">lo declaró en términos inequívocos el 9 de octubre</a>: “Estamos imponiendo un asedio completo a Gaza. Sin electricidad, sin comida, sin agua, sin combustible. Todo está cerrado. Estamos luchando contra los animales humanos y actuaremos en consecuencia”. A casi un mes del corte de esos elementos vitales para la supervivencia, el bloqueo continúa y hace ya días que la franja está en una “<a href="https://dppa.un.org/en/israel-palestine-crisis-has-reached-unprecedented-level-of-dehumanisation-independent-rights-expert">crisis humanitaria sin precedentes</a>”, como han denunciado numerosas organizaciones internacionales, incluida la ONU. </p>
<p>El 9 de octubre, el primer ministro de Israel, Benjamin Netanyahu, se refirió a que iban a “reducirles (a Hamás) a escombros” e instaba a la población de Gaza a huir a la vez que se les prohíbe la salida: <a href="https://www.middleeastmonitor.com/20231008-netanyahu-vows-to-turn-gaza-into-rubble/">“Huid de ahí, vamos a actuar con toda nuestra fuerza en todas partes”</a>. Posteriormente, ha realizado arengas y un par de discursos con tintes fundamentalistas citando la Biblia y pasajes violentos, <a href="https://www.motherjones.com/politics/2023/11/benjamin-netanyahu-amalek-israel-palestine-gaza-saul-samuel-old-testament/">haciendo especial referencia</a> a Amalek, <a href="https://www.motherjones.com/politics/2023/11/benjamin-netanyahu-amalek-israel-palestine-gaza-saul-samuel-old-testament/">un pueblo mítico que habría sido enemigo en la antigüedad</a>.</p>
<h2>Legitimación del ataque a civiles</h2>
<p>Cabe señalar la llamada explícita a una “nueva <em>nakba</em>” (“catástrofe”, en árabe) para los palestinos por parte de Ariel Kallner, parlamentario israelí: “<a href="https://www.nbcnews.com/news/investigations/palestinians-fear-leave-northern-gaza-may-never-able-return-rcna120950">Ahora mismo, una meta: ¡<em>Nakba</em>! Una Nakba que eclipsará la del 48</a>”. El propio presidente de Israel, Isaac Herzog, acusó a toda la nación (palestina) de ser responsable del ataque de Hamás el 7 de octubre, legitimando así el ataque contra civiles.</p>
<p>Por último, sirvan de ejemplo de similar retórica belicista contra toda la población palestina <a href="https://www.anews.com.tr/world/2023/10/17/israeli-ministers-inhumane-comment-after-hospital-massacre-only-one-thing-should-enter-gaza-tons-of-explosives">las declaraciones del ministro de Defensa</a>, el ultraderechista Ben Gvir. Tras el llamamiento de las organizaciones de acción humanitaria ante la grave crisis vital, el ministro israelí declaró: “La única cosa que necesita entrar en Gaza son cientos de toneladas de explosivos de las fuerzas aéreas. Nada de ayuda humanitaria”. O las del <a href="https://www.theguardian.com/world/2023/oct/10/right-now-it-is-one-day-at-a-time-life-on-israels-frontline-with-gaza">portavoz del ejército israelí, Daniel Hagari</a>, sobre los bombardeos en Gaza: “El énfasis está en la destrucción, no en la precisón”.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/216957/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Antonio Basallote Marín no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>El incremento de la violencia contra la población civil en Gaza, el número de muertos y el lenguaje belicista de las autoridades israelíes evidencian un intento de acabar con gran parte de la población palestina.Antonio Basallote Marín, Profesor de Estudios Árabes e Islámicos, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2159022023-10-30T21:29:39Z2023-10-30T21:29:39ZCómo el miedo cambia nuestra mente: impacto de la difusión del terror<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/556274/original/file-20231027-22-97tdqw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=44%2C26%2C2950%2C1967&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/palestinians-evacuate-wounded-after-israeli-airstrike-2374214011">Anas-Mohammed/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>En mayo del año 1097, los cruzados catapultaron cabezas decapitadas de prisioneros por encima de las murallas de Nicea. El objetivo de la acción fue aterrorizar a los defensores y lograr la conquista de la ciudad. Y seguramente les funcionó, porque el 19 de junio de ese mismo año la tomaron. </p>
<p>La difusión del terror para conseguir ventajas tácticas o estratégicas por parte de estados, grupos políticos, militares y religiosos ha sido una constante durante toda la historia de la humanidad. Y nuestro mundo del siglo XXI no está habitado por mejores seres humanos, solo más sofisticados.</p>
<p>Siguiendo con el ejemplo histórico, únicamente los que vivían junto a las murallas sintieron el estupor de ver cabezas humanas lanzadas al aire. Los habitantes de ciudades cercanas a Nicea no recibieron la noticia de los terribles hechos del asedio hasta semanas o incluso meses después. Y desde luego, solo escucharon narraciones más o menos detalladas de lo acontecido, sin imágenes ni vídeos que reprodujeran exactamente lo sucedido en el asedio. El poder de difusión del terror en el siglo XI era limitado. </p>
<p>En el mundo actual, las ubicuas tecnologías de la comunicación permiten que nos “catapulten cabezas” a todos en tiempo real y con un poder de difusión del cual es casi imposible escapar. Como ocurre hoy con las imágenes de las masacres en Israel y Palestina, o como pasó con los terribles atentados terroristas de las últimas décadas, o como acontecerá, desgraciadamente, con los conflictos que vengan. </p>
<p>Para colmo, las empresas de la comunicación deben competir en un mercado feroz por las audiencias y los clics, y saben que el miedo y el sensacionalismo constituyen un buen reclamo para atrapar nuestra atención.</p>
<h2>Imágenes que pueden hacer que nuestro cuerpo secrete mucho cortisol</h2>
<p>Recientemente se han empezado a estudiar las consecuencias psicológicas de fenómenos como la “exposición continuada a noticias” (<a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23020743/"><em>news information overload</em></a>, en inglés) o la “contemplación generalizada de eventos traumáticos” (<a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0263276415619220"><em>generalized trauma event witnessing</em></a>).</p>
<p><a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/2167702619858300">Experimentar una situación extrema</a>, como puede ser el asesinato de una persona, aunque sea solo por la pantalla del móvil, activa la rama simpática del sistema nervioso autónomo. Nuestro organismo responde segregando al torrente sanguíneo una serie de hormonas como la adrenalina, la noradrenalina y el cortisol –la conocida hormona del estrés–. Estas hormonas atraviesan la barrera hematoencefálica y penetran en nuestro cerebro. </p>
<p>Con ellas circulando por las arterias nuestra fisiología cambia: aumentan nuestras pulsaciones y sube la tensión sanguínea para poder luchar o huir de los estímulos amenazantes o las situaciones de pérdida. Se trata de cambios adaptativos a corto plazo. Pero a largo plazo y de forma crónica, como es bien sabido desde hace décadas, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1074742711000517?casa_token=5-q-dRG0f1wAAAAA:0At9mnlLk3N2NIc45qFM3zvn-J6mlaawgoyUBsYjqz1Fj9-assL69HzULDlk4X9xWq3C7vugXA">pueden provocar graves problemas de salud</a>.</p>
<p>¿Y cuál es el efecto de esta exposición constante a estímulos amenazantes en nuestro cerebro? ¿Corremos el riesgo de que nuestra manera de pensar se transforme?</p>
<h2>Mala memoria y falta de control</h2>
<p>Desde hace solo algunos años tenemos constancia de que, tanto en humanos como en animales, el estrés continuado produce <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27862513/">cambios sistémicos en nuestro cerebro</a>. Bajo situaciones de estrés agudo se inhiben las memorias dependientes del hipocampo y también se cancela el control ejercido por el córtex prefrontal. Al mismo tiempo, nuestras emociones privilegian el desencadenamiento de hábitos y rutinas a través de una región llamada estriado dorsal, regulada por la amígdala, el centro del miedo.</p>
<p>Estos cambios tienen sentido porque están, en principio, destinados a ayudarnos a afrontar situaciones estresantes concretas a corto plazo. Cuando nos enfrentamos a una amenaza, lo urgente es reaccionar rápido y no que la memoria se tome un tiempo en recordar situaciones relacionadas para analizar los factores contextuales. Pero si se perpetúan, puede conllevar graves consecuencias cognitivas a medio y largo plazo.</p>
<p>¿Por qué? <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27862513/">En esencia, lo que ocurre con el estrés crónico es que dificulta el funcionamiento adecuado de nuestra memoria y aprendizaje, afectando esencialmente a</a> la especificidad de la memoria, la flexibilidad y la reconsolidación.</p>
<p><strong>1. Especificidad.</strong> La información procesada en situaciones de estrés es más abstracta y está mal contextualizada. Se estrecha la atención con el fin de priorizar las partes esenciales del evento estresante y procesar solamente la información esencial.</p>
<p><strong>2. Flexibilidad.</strong> Con el estrés prácticamente se anula la capacidad de integrar información novedosa en esquemas previamente establecidos. También se limita la utilización de esquemas previos para procesar de forma más adecuada estímulos que estamos recibiendo por nuestros sentidos. Eso nos impide transferir información previamente adquirida a contextos recientes. Digamos que, bajo tensión, no podemos aprovecharnos con la misma eficacia de la experiencia acumulada.</p>
<p><strong>3. Reconsolidación</strong> Nuestra memoria no es rígida, sino que nos ayuda a adaptarnos a nuevas condiciones contextuales y facilita el aprendizaje. El proceso de actualización y reestabilización de nuestra memoria se denomina reconsolidación. Pero el estrés dificulta la actualización, y, por lo tanto, la reconstrucción de nuestras huellas de memoria mediante la integración de nueva información. </p>
<p>Si estos cambios sistémicos en nuestros procesos psicológicos se perpetúan en gran parte de la población –y la exposición continuada a escenas violentas ayuda a ello–, <a href="https://www.nature.com/articles/npjscilearn201611">la toma racional de decisiones políticas y sociales por parte de la ciudadanía y sus dirigentes se verá dificultada</a>. </p>
<p>Y el auge de los populismos, la polarización, el aumento de los conflictos violentos y, en consecuencia, la crisis de las democracias liberales puede agudizarse debido a esta incapacidad para afrontar a largo plazo y racionalmente los retos que nos acucian.</p>
<p>Porque mientras que nos caen cabezas, es imposible tomar decisiones lógicas. Quizás por eso nos las arrojan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215902/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Francisco Javier Saavedra Macías no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>Cada vez que un acontecimiento violento estalla en algún rincón del mundo, sufrimos una inundación de imágenes terribles. Así, últimamente hemos asistido a la retransmisión casi en directo del terror de los conflictos de Ucrania y Gaza. ¿Qué impacto tiene en nuestras mentes?Francisco Javier Saavedra Macías, Profesor Titular departamento de Psicología Experimental, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2059392023-10-24T17:53:28Z2023-10-24T17:53:28ZCovid persistente: cuando los síntomas se prolongan durante semanas, meses o años<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/551680/original/file-20231003-19-qhwme9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=6%2C0%2C4086%2C3264&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/young-woman-long-covid-syndrome-painful-2069308112">Starocean / Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Varios años después del inicio de la pandemia por covid-19 sabemos que, aunque la mayoría de las personas afectadas por el virus se recuperan por completo en varias semanas, entre un 10 y un 15 % tienen síntomas que se prolongan durante semanas o incluso meses después de la recuperación, <a href="https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/coronavirus-disease-(covid-19)-post-covid-19-condition.">según estimaciones de la Organización Mundial de la Salud</a>. Es lo que se conoce como “covid persistente”, en el que los síntomas aparecen dentro de los tres meses desde el inicio de la infección <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35207429/">y se mantienen al menos dos meses</a> más. Incluso se observa un aumento de la permanencia de síntomas durante años, generando así problemas crónicos de salud.</p>
<h2>¿Qué puede alertar de la persistencia de síntomas físicos?</h2>
<p>En algunos casos, las personas manifiestan una peor salud física percibida en contraste con la población general sana <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35455789/">hasta tres meses después de la infección por coronavirus</a>, no haberse recuperado por completo de los síntomas <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34252157/">hasta ocho meses después</a> o mantener de forma permanente algún síntoma que <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10072-021-05786-y">antes de la enfermedad no presentaban</a>. </p>
<p>También resulta llamativa la presencia de algunos síntomas, como el cansancio. <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/jocn.16153">En un estudio realizado en Turquía</a>, los participantes destacaron que nunca habían experimentado antes una sensación de cansancio como esa. No era debido a falta de descanso, y no estaba relacionado con el trabajo físico. Era un sentimiento extraño que los limitaba para el desempeño de las actividades de la vida diaria.</p>
<h2>¿Por qué nos afecta mentalmente el covid persistente?</h2>
<p>La infección por covid-19 ha generado una situación de incertidumbre, ira, frustración, miedo al contagio o la muerte, o la desesperanza por síntomas que no desaparecen. </p>
<p>Además, se ha llegado a calcular que el riesgo de desarrollar trastornos mentales es dos veces mayor en personas <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35379224/">que continúan con síntomas persistentes</a> después de la infección. De hecho, un estudio <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/jocn.16352">realizado en España</a> reportó que los pacientes experimentaron un deterioro de su estado psicológico y función cognitiva, con una leve mejoría a los entre seis y siete meses de seguimiento, excepto la ansiedad y la depresión, que aumentaron.</p>
<p>Por último, cabe destacar la vinculación entre las consecuencias físicas, mentales y sociales. <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35307048/">Algunas personas</a> han referido cómo el deterioro físico o un cambio prolongado en el gusto y el olfato les impedía disfrutar de la comida, lo que limitaba sus actividades sociales, como salir a comer con amigos o familiares, lo que puede derivar en afectaciones emocionales. </p>
<p>En otros casos, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/jocn.16153">las actividades sociales se vieron limitadas</a> por una mayor dependencia para las actividades de la vida diaria, debido a síntomas persistentes como la fatiga crónica. </p>
<p>Por estas mismas razones, algunas personas experimentaron dificultades para volver al trabajo. Mientras que algunas regresaron gradualmente, otras estaban de baja por enfermedad a largo plazo, lo que tuvo <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34939506/">repercusiones sociales y mentales negativas</a>.</p>
<h2>Algunas experiencias con el sistema de salud</h2>
<p>En general, muchas personas afectadas por esta condición de covid persistente han encontrado difícil el acceso a los servicios de salud y notaron una variación en la calidad de la relación terapéutica. </p>
<p>Reportan respuestas tardías, inexistentes o inadecuadas debido a la presión que han sufrido los servicios de salud. Muchos jóvenes sin patologías previas no fueron atendidos rápidamente, ya que se consideraba que la covid-19 y sus síntomas <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/hex.13518">no eran tan frecuentes ni tan graves</a> en pacientes con este perfil. </p>
<p>Ante esta situación, los pacientes recurrieron a internet como elemento de apoyo para resolver muchas de sus dudas sobre su salud, compartir experiencias o síntomas similares con otros internautas, así como probar dietas, suplementos y medicamentos recomendados por otras personas en la misma situación <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35557480/">sin respaldo científico ni prescripción médica</a>. </p>
<p>Otro aspecto de gravedad ha sido la falta de credibilidad percibida respecto de los síntomas. </p>
<p>Por ello, y por temor a una reacción negativa, muchas personas optaban por <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33749957/">ofrecer información limitada</a> sobre sus síntomas al personal de salud. Todo esto generaba complicaciones y eventos críticos, y malestar físico y emocional por tener que organizar su propio plan de recuperación y por el pronóstico incierto. En resumen, los pacientes se sintieron privados de sus derechos, sobrecargados de tener que soportar y manejar los síntomas de un covid persistente, además de vivir con incertidumbre y miedo de si era posible una recuperación total.</p>
<p>Con todo este panorama, los organismos internacionales hacen un llamado a los países a aumentar sus esfuerzos para recopilar sistemáticamente datos posteriores a la covid-19 y <a href="https://iris.paho.org/handle/10665.2/55858">priorizar el desarrollo terapéutico y de rehabilitación para las personas con covid persistente</a>. Los gestores y responsables políticos podrían planificar e implementar estrategias y programas para atender las necesidades de las personas en su situación, garantizando el fortalecimiento de la salud y la calidad de vida.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/205939/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Las personas firmantes no son asalariadas, ni consultoras, ni poseen acciones, ni reciben financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y han declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado anteriormente.</span></em></p>Aunque la mayoría de personas afectadas por la covid-19 se recupera por completo, algunas pueden experimentar secuelas durante semanas, meses o años.Bárbara Badanta Romero, PDI. Departamento de Enfermería, Universidad de SevillaMaría Rocío Meseguer Fernández, Enfermera, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2139112023-10-09T18:20:17Z2023-10-09T18:20:17ZNo me llames enfermo mental, llámame loco<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/552478/original/file-20231006-21-tjh98j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=336%2C50%2C5271%2C3682&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/boy-teenager-despair-654885304">snob/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Si tuviera que recibir una etiqueta que le designara, ¿cuál elegiría, “loco” o “enfermo mental”? La respuesta a la pregunta dependerá del escenario social y de las sutilezas contextuales del lenguaje. </p>
<p>Piense, por ejemplo, en la frase “Javier está loco por su trabajo”. Ahora considere una alternativa: “Javier está enfermo mental por su trabajo”. La primera frase es más polisémica que la segunda. </p>
<p>No cabe duda: la riqueza humanística, los matices, la amplitud semántica de la palabra “locura” supera con creces a la gris y unívoca “enfermedad mental”. Y lo mismo podemos decir del término “trastorno psicológico”. </p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/552475/original/file-20231006-21-t8830x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=86%2C1628%2C2963%2C2277&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/552475/original/file-20231006-21-t8830x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=86%2C1628%2C2963%2C2277&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/552475/original/file-20231006-21-t8830x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/552475/original/file-20231006-21-t8830x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/552475/original/file-20231006-21-t8830x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/552475/original/file-20231006-21-t8830x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/552475/original/file-20231006-21-t8830x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/552475/original/file-20231006-21-t8830x.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Orgullo loco, 2019.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/fotosdecamisetas/47987327718/in/album-72157708891003381/">Flickr</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/">CC BY-NC</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>De hecho, existe un movimiento llamado “orgullo loco” formado por usuarios y “supervivientes” de los servicios de salud mental que, luchando contra prejuicios y estereotipos, reivindica la inclusión social y la igualdad de derechos para las personas neurodivergentes a través de una nueva y positiva identidad “loca”.</p>
<h2>El fenómeno del estigma</h2>
<p>El lenguaje es mucho más que una simple herramienta para transmitir información. Con él construimos significados y establecemos jerarquías sociales. Con el lenguaje hacemos cosas. </p>
<p>En este marco, <a href="https://www.researchgate.net/publication/338423912_Assessing_the_factorial_structure_of_the_mental_illness_public_stigma_in_Spain">el estigma público en salud mental</a> implica asignar etiquetas basadas en diferencias sociales más o menos visibles y la existencia de burdas generalizaciones que son falsas o pasan por alto matices esenciales. </p>
<p>Estas generalizaciones dan lugar a prejuicios que, finalmente, se convierten en conductas discriminatorias. Por ejemplo, el estereotipo “las personas con enfermedad mental son peligrosas” aplicada a una persona etiquetada como “enfermo mental” causaría, probablemente, nuestra conducta de evitación. Peor aún, puede que sintamos miedo y la agredamos. </p>
<p>Uno de los mayores peligros del estigma público es el <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2694098/">autoestigma</a>. Es decir, la interiorización de estos estereotipos negativos por las propias personas afectadas. El estigma público existente en la sociedad y –especialmente, su aceptación por los propios afectados– está relacionado con un descenso de la autoestima, el bienestar psicológico y la calidad de vida. </p>
<h2>Recuperarse como un ciudadano más</h2>
<p><a href="https://www.scielo.br/j/hcsm/a/XZMVyzkhYcGLcqQpb9nVRRP/?lang=es#">El modelo de recuperación en salud mental</a> enfatiza la necesidad de construir una identidad que permita interactuar en la sociedad como un ciudadano más. Crear una vida llena de significado más allá de la simple remisión de los síntomas. </p>
<p>En este sentido, las personas diagnosticadas con trastornos psicológicos, especialmente los graves, deben de tomar una serie de decisiones de carácter lingüístico y narrativo. Por ejemplo, ¿quieren aceptar los conceptos clínicos con los cuales se designan sus experiencias? ¿Cómo explicar en sus narrativas de vida sus diagnósticos, sus experiencias de enfermedad? ¿Qué causas aducir para hacer comprender a los otros los cambios acontecidos en sus vidas? ¿A quién y cómo revelan –o no– su diagnóstico y sus experiencias de enfermedad? </p>
<p>Es evidente que el estigma público dificulta la elaboración de la identidad y la consideración de ciudadanos de pleno derecho de las personas diagnosticadas con trastornos mentales. Por desgracia, este es todavía significativo en la sociedad, incluso entre <a href="https://idus.us.es/handle/11441/133333">estudiantes y profesionales</a> de disciplinas sociales y sanitarias. </p>
<h2>¿Existe otra forma de comprender qué me pasa?</h2>
<p>La lucha contra el estigma se ha convertido en una estrategia esencial para favorecer la recuperación. Desde finales del siglo pasado se han venido implementado ambiciosas campañas educativas, muchas basadas en <a href="https://ajp.psychiatryonline.org/doi/full/10.1176/appi.ajp.2010.09121743">explicaciones biológicas de los trastornos mentales</a>. </p>
<p>Si convencemos a la población de que la esquizofrenia es semejante a la diabetes, es decir, producto de una alteración bioquímica, eliminaríamos las creencias falsas y las actitudes prejuiciosas que obstaculizan la integración de estas personas, ¿verdad?</p>
<p>Pues no es tan sencillo. De hecho, la evidencia empírica nos ha demostrado lo contrario: que las explicaciones genéticas y biológicas parecen tener efectos negativos sobre el estigma. </p>
<p>Los <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30426319/">estudios</a> muestran que las explicaciones biogenéticas reducen la culpabilización de los enfermos, pero también aumentan la distancia social, la percepción de peligrosidad y el pesimismo sobre la recuperación.</p>
<p>A la hora de explicar los trastornos mentales, dos modelos relacionados entre sí han sido dominantes. </p>
<p>El primero habla de un fallo en el cerebro o en los genes <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4421898/">(modelo biogenético)</a>. El segundo es <a href="https://www.nature.com/articles/s41380-023-01949-9">el modelo de déficit cognitivo</a>, más propio de la psicología. Y lo achaca a un error en el pensamiento. </p>
<p>Sin embargo, basándome en mis experiencias como cuidador, he llegado a la conclusión de que la única manera de reducir el estigma es interpretar las experiencias de estas personas <a href="https://editorial.us.es/es/detalle-libro/720464/de-repente-la-maldita-lucidez">desde una perspectiva existencial, sociocultural y política</a>. </p>
<p>Las experiencias “psicopatológicas”, por ejemplo, las llamadas alucinaciones o delirios, deben comprenderse desde el marco de las categorías de la condición humana (libertad-vínculo, conciencia de la mortalidad, culpa-responsabilidad, etc.). La lucha de estas personas es una lucha por entender la existencia. Por mantener la esperanza y encontrar un lugar en el mundo. Una lucha que compartimos todos y todas. </p>
<p>Lamentablemente, esta perspectiva humanista y existencial se encuentra ausente en nuestras facultades de psicología, medicina, enfermería, etc.</p>
<h2>Orgullo loco</h2>
<figure class="align-left zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/552477/original/file-20231006-30-4bz9ly.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/552477/original/file-20231006-30-4bz9ly.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/552477/original/file-20231006-30-4bz9ly.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/552477/original/file-20231006-30-4bz9ly.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/552477/original/file-20231006-30-4bz9ly.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=848&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/552477/original/file-20231006-30-4bz9ly.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/552477/original/file-20231006-30-4bz9ly.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/552477/original/file-20231006-30-4bz9ly.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1066&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Cartel en las reivindicaciones del ‘orgullo loco’</span>
<span class="attribution"><a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/">CC BY-NC</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Los movimientos en primera persona han reaccionado ante el carácter esencialista y paternalista de las explicaciones biológicas. El movimiento del <a href="https://orgullolocomadrid.wordpress.com/2023/01/11/orgullo-loco-madrid-presentamos-nuestra-primera-escuelita-loca/">“orgullo loco”</a> reivindica el valor moral de sus experiencias, frente a su medicalización. Son los propios afectados los que han acudido a la clásica “locura” para liberarse de los barrotes del término “enfermedad mental”. </p>
<p>Aunque siempre encontraremos condicionamientos biológicos para las enfermedades mentales, la recuperación jamás será una cuestión exclusivamente psicológica, psiquiátrica o médica: siempre habrá una dimensión lingüística y social (y, de paso, política).</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213911/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Francisco Javier Saavedra Macías no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>Existen dilemas lingüísticos en la lucha contra el estigma en salud mental. ¿Es loco un término peyorativo?Francisco Javier Saavedra Macías, Profesor Titular departamento de Psicología Experimental, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2147652023-10-02T21:35:01Z2023-10-02T21:35:01ZPremio Nobel para la “molécula de la vida” que ha puesto contra las cuerdas a la covid-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/551545/original/file-20231002-26-cv1fu5.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=187%2C59%2C4805%2C2732&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-illustration/rna-coronavirus-microscopic-view-infectious-sarscov2-1825769687">CROCOTHERY/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Se ha conocido hace escasas horas que el Instituto Karolinska de Estocolmo (Suecia) <a href="https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2023/press-release/">otorgaba el premio Nobel de Fisiología o Medicina</a> en esta edición de 2023 a la bioquímica húngara <a href="https://theconversation.com/katalin-kariko-y-como-la-perseverancia-rinde-frutos-en-ciencia-168977">Katalin Karikó</a> y el inmunólogo estadounidense Drew Weissman por la vacuna contra la covid basada en <a href="https://theconversation.com/estas-son-las-vacunas-de-arnm-que-nos-protegeran-frente-a-diferentes-enfermedades-mortales-187108">ARN mensajero</a>.</p>
<p>Sin lugar a dudas, el desarrollo fulgurante de esta estrategia de vacunación merece el galardón, y ha supuesto un hito en la historia de la medicina reciente. Apenas 40 días después de que se tuviera toda la información genética del SARS-CoV-2 aislado en Wuhan, la compañía Moderna ya disponía del prototipo de la vacuna de ARN para la covid-19. Este paso de gigante fue posible gracias al trabajo desarrollado durante décadas por los dos científicos ganadores del Nobel este año.</p>
<h2>¿En qué se distingue esta vacuna frente a vacunas previas?</h2>
<p>La diferencia fundamental es la sustancia que se inocula. En todas las vacunas anteriores, básicamente se introducía el agente infeccioso completo (alterado o inactivado) o porciones proteicas del mismo. En la vacuna para la covid-19 se ha inoculado material genético (en concreto ARN mensajero) del virus SARS-CoV-2 con algunas modificaciones.</p>
<p>Karikó y Weissman han trabajado durante décadas para que esto sea posible. Porque esta molécula de ARN tenía dos grandes problemas para ser utilizada en la terapia de vacunas: es de una extrema inestabilidad (se descompone casi con tan solo mirarla) y al ponerla en contacto con las células humanas producía graves reacciones inflamatorias, ya que el sistema inmunitario reacciona frente al ARN de un modo muy fuerte.</p>
<p>Justamente salvar estos dos problemas ha sido una de las grandes contribuciones de los dos investigadores:</p>
<ul>
<li><p>Por una parte se han realizado modificaciones en los dos extremos de la molécula para que esta sea más estable.</p></li>
<li><p>Por otra parte se le ha cambiado una de las cuatro “letras de la vida”, que en el caso del ARN son “A”, “G”, “C” y “U”. Como esta última es la que produce una hiperactivación del sistema inmunitario, modificarla solventa perfectamente el problema, reduciendo la inflamación.</p></li>
</ul>
<p>Otro gran hallazgo de Karikó y Weissmann fue el envoltorio que crearon para que las moléculas de ARN pudieran entrar en nuestras células. Años de desarrollo han permitido que estas “burbujas de grasas” (nanopartículas lipídicas) se fusionen con la membrana de nuestras células y se pueda introducir la molécula de ARN.</p>
<h2>¿Como es el proceso de vacunación?</h2>
<p>El funcionamiento de la vacunación es un hito en el conocimiento: por primera vez se consigue que nuestras células “fabriquen” las proteínas del virus, en vez de inocular el virus completo o alguna de sus proteínas. Este proceso hace que se active nuestro sistema inmunitario de un modo más potente, porque no solo pone en marcha nuestras defensas especializadas, sino que también las de primera línea reaccionan frente al RNA. Este es uno de los motivos por el que estas vacunas resultan más reactivas. </p>
<p>Además, el hecho de que se inyecte material genético –que no modifica ni puede modificar nuestros propios genes, porque a diferencia del ADN no se integra en el núcleo celular– hace que precisemos menos cantidad de la molécula que en otras vacunaciones.</p>
<p>El proceso completo está esquematizado y se entiende muy bien en este vídeo que he realizado para un curso de vacunación (que aún no está impartiéndose), que nos aclara perfectamente cualquier duda.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/p78DMrR68M4?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<h2>La molécula de la vida</h2>
<p>El <a href="https://es.wikipedia.org/wiki/%C3%81cido_ribonucleico">ARN</a> se considera como la molécula más antigua que existe con capacidad para <a href="https://theconversation.com/el-arn-esta-de-moda-desde-hace-3-800-millones-de-anos-151520">generar “vida” a partir de un caldo o sopa ancestral</a>, y que por acción de las situaciones ambientales térmicas y las radiaciones conseguiría eventualmente “autorreproducirse”. Qué casualidad que justamente dediqué mi trabajo final de la asignatura de Biofísica en la Licenciatura de Biología a hacer una simulación programada de cómo estas moléculas se podrían reproducir en aquellas situaciones primitivas.</p>
<p>Hay varios subtipos de molécula de ARN: </p>
<ol>
<li><p>La destinada a la fabricación de las proteínas, que construye unas potentes máquinas de síntesis llamadas “ribosomas”.</p></li>
<li><p>La destinada a añadir un nuevo eslabón de cada proteína, que se denomina ARN de transferencia.</p></li>
<li><p>La destinada a la mensajería, que pasa la información del núcleo para fabricar las proteínas. Es justamente la que se ha utilizado en estas vacunas.</p></li>
</ol>
<p>A diferencia de la otra molécula genética (ADN), el ARN es de cadena simple y únicamente tiene la información final, imprescindible para fabricar las proteínas. El ADN, además de ser de cadena doble, contiene no solo la información anterior, sino mucha otra que es necesaria para la célula y para su función, pero que se puede obviar en el proceso de sintetizar proteínas. </p>
<p>Conviene recordar que estas dos moléculas genéticas, ADN y ARN, se componen a su vez de cuatro moléculas básicas que, puestas consecutivas como una cadena con cuatro tipos de eslabones (AAUGCUGUUCUAUAGAUAGCCCGUA), construyen todo el código de nuestra vida. En un complejísimo código <a href="https://theconversation.com/el-codigo-del-genoma-humano-por-fin-esta-completo-180511">cuya secuencia completa ha sido publicada</a> muy recientemente. Así que de nuevo, sí, son las moléculas más básicas de la vida.</p>
<h2>Una técnica que promete mucha más “vida” para el futuro</h2>
<p>La terapia con ARN no ha comenzado con estas vacunas, disponibles gracias a Karikó y Weissman y que han salvado millones de vidas. Esa molécula se ha utilizado para otras finalidades y con otras preparaciones previas. El gran logro aquí ha sido el empaquetar estas moléculas tan grandes. Así, se han utilizado desde hace ya algunos años tanto los RNA de interferencia como los llamados “nucleótidos antisentido”, que bloquean la maquinaria celular en diversas enfermedades. Pero nunca producían la síntesis de nuevas proteínas. </p>
<p>Una de las vacunas españolas en desarrollo, <a href="https://theconversation.com/luis-enjuanes-vamos-a-por-una-vacuna-intranasal-y-de-una-sola-dosis-muy-potente-157616">la de Luis Enjuanes e Isabel Sola</a>, constituye una mejora sobre este diseño de las de BioNtech y Moderna. Por dos razones: contiene el material genético del virus completo (y no solo el fragmento de la proteína espiga), y además se podrá autocopiar en nuestras células de modo controlado. Su administración sería diferente de las actuales, <a href="https://theconversation.com/la-vacunacion-intranasal-podria-acabar-con-la-pandemia-189617">por vía intranasal</a>.</p>
<p>Con los cambios introducidos gracias al trabajo de los premiados, al menos la compañía <a href="https://www.modernatx.com/research/product-pipeline">Moderna está desarrollando desde hace años decenas de productos</a> que incluyen vacunas para muchos otros agentes infecciosos –incluido el VIH, que hasta ahora se ha resistido–, tratamientos para otras enfermedades inmunitarias y terapias antitumorales. El desarrollo de Karikó y Weissman sin duda ha supuesto un antes y un después en la medicina personalizada. Porque, además, el ARN se puede modificar en muy pocos días en el laboratorio, y escalarse la nueva molécula a producción industrial con celeridad. Esto permitirá que las vacunas estén actualizadas para las variantes circulantes más frecuentes. </p>
<p>Y queda aún un reto importante para esta estrategia vacunal: conseguir preparaciones más estables que no necesiten refrigerarse a muchos grados bajo cero, pues esto dificulta enormemente su distribución masiva y la conservación en países en vías de desarrollo.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/214765/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alfredo Corell Almuzara no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>Justos merecedores del galardón, Katalin Kariló y Drew Weissman lograron con la vacuna de ARNm que las células de nuestro cuerpo fabriquen proteínas del SARS-CoV-2 para activar el sistema inmunitario. Un formidable avance que ha salvado millones de vidas,Alfredo Corell Almuzara, Catedrático de inmunología, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2116972023-09-21T17:28:36Z2023-09-21T17:28:36ZQué es la cirugía en paciente despierto y qué revela sobre el funcionamiento de nuestro cerebro<p>A ED, un mecánico francés de 35 años, le detectaron un tumor en su lóbulo frontal derecho. Se trata de una región crítica para el control de los movimientos del lado izquierdo del cuerpo, pero también está asociada a procesos cognitivos como las funciones ejecutivas o el procesamiento emocional. La solución era extirpar el tumor mediante cirugía. </p>
<p>En una consulta previa le preguntaron al paciente cómo le gustaría que fuera su vida después de la intervención. “Quiero continuar hablándole a mi pareja en español –ella es española– y relacionarme con mi familia como lo hago ahora. También me encantaría poder seguir trabajando de mecánico de motos en Fórmula 1”, respondió cogiendo la mano de su pareja. </p>
<p>El neurocirujano anotó la respuesta y planificó la operación con el equipo médico para preservar lo que ED consideraba una parte fundamental de su vida. Lo intentarían mediante la llamada cirugía en paciente despierto.</p>
<h2>Identificando las zonas críticas</h2>
<p>Como su nombre indica, la persona intervenida con esta técnica es despertada en el transcurso del procedimiento quirúrgico. Es posible porque el cerebro no tiene nociceptores (receptores especializados en la detección del dolor) y, por lo tanto, no “duele”. Solo es necesario anestesiar los huesos, músculos, piel y tejido que lo rodea.</p>
<p>Un equipo multidisciplinar –neurocirujano/a, neuropsicólogo/a, anestesiólogo/a, neuroradiólogo/a, profesional de enfermería…– trabaja al unísono. El paciente responde a las preguntas del neuropsicólogo, que utiliza una serie de test validados para comprobar cómo le está afectando la intervención. Por ejemplo: “¿Puede nombrar el objeto que le muestro en la lámina?” “¿Puede decirme qué emoción representa la mirada que se encuentra aquí representada?” “¿Puede mover los dedos de su mano izquierda?”…</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/a3kXCC3h1dw?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Un paciente toca la guitarra mientras es sometido a una intervención para extraerle un tumor.</span></figcaption>
</figure>
<p>Durante esta evaluación, el neurocirujano <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-54879-7_21">va mapeando e identificando mediante estimulación eléctrica</a> las estructuras y vías de comunicación (axones) de la corteza y las estructuras subcorticales (situadas por debajo de la corteza).</p>
<p>Porque importa extirpar el tumor cerebral, claro, pero también que luego el paciente continúe hablando y emocionándose al ver un familiar o al contemplar una puesta de sol, que vuelva a trabajar en lo que le gusta, que siga recordando… Se trata de intervenir respetando al máximo esas áreas críticas, así como las principales conexiones cerebrales. La óptima colaboración entre neurocirujano y neuropsicólogo, <a href="https://www.frontiersin.org/journals/oncology/articles/10.3389/fonc.2017.00176/full">como demuestran los estudios al respecto</a>, resulta esencial en este empeño.</p>
<h2>Neuromitos desbancados</h2>
<p>Actualmente se espera que cada vez haya más equipos especializados en cirugía de paciente despierto que evalúen no sólo procesos como la atención, la flexibilidad cognitiva, la lectura, la escritura, el habla, la cognición espacial o el movimiento, sino también las emociones complejas. </p>
<p>En este sentido, son interesantes los avances que se están realizando en el campo de la <a href="https://theconversation.com/ponerse-en-la-piel-de-los-demas-se-puede-entrenar-209337">cognición social</a>, concepto que engloba la capacidad para comprender y atribuir estados mentales –creencias, deseos, intenciones, emociones…– tanto en nosotros mismos como en los demás. </p>
<p>En combinación con datos aportados por estudios de lesiones cerebrales y neuroimagen, la estimulación cerebral efectuada durante este tipo de intervenciones ha permitido hacer <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28416459/">importantes hallazgos</a> sobre el funcionamiento de nuestro cerebro. Gracias a ellos, hoy sabemos que algunos paradigmas asentados en neurociencia están obsoletos:</p>
<ol>
<li><p>No existe un hemisferio cerebral <a href="https://theconversation.com/ni-la-creatividad-esta-a-la-derecha-ni-la-logica-a-la-izquierda-el-neuromito-de-los-hemisferios-cerebrales-203598">vinculado exclusivamente al lenguaje, al procesamiento visoespacial o a las emociones</a>, sino que todo el cerebro se compone de regiones necesarias para ese procesamiento cognitivo y emocional, aspecto muy relacionado con la <a href="https://theconversation.com/neuroplasticidad-el-extraordinario-poder-de-nuestro-cerebro-para-transformarse-y-repararse-197731">neuroplasticidad</a>. Ninguno de los dos hemisferios tiene, pues, preponderancia absoluta sobre el otro; ambos operan como una unidad. Sin embargo, es importante destacar que la actividad cerebral no presenta simetría (como se observado en <a href="https://www.researchgate.net/publication/282659402_Asymmetry_of_the_Brain_Development_and_Implications/figures?lo=1">estudios de resonancia magnética</a>) y que puede variar considerablemente de una persona a otra. </p></li>
<li><p>En cirugía de paciente despierto, el procesamiento cognitivo, las emociones y la conducta de la persona intervenida dependen no sólo de la estimulación de la sustancia gris (cuerpo de las neuronas) sino también de que se preserven las fibras nerviosas que conforman la llamada sustancia blanca. Éstas forman <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32078778/">una red distribuida</a> por todo el cerebro que actúa como si fuera un entramado de cables, conectando unas estructuras con otras. Nuestro comportamiento depende que se active apropiadamente este complejo mapa neural, que no es otra cosa que nuestro <a href="https://www.consejomexicanodeneurociencias.org/post/human-connectome-project-el-mapa-m%C3%A1s-extenso-de-las-conexiones-del-cerebro-humano">conectoma</a>. Por ello es fundamental que se localicen y se respeten durante la operación las vías de conexiones básicas para los procesos cognitivos complejos: el fascículo infero-fronto-occipital, el fascículo arcuato…</p></li>
</ol>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/9NvAhvSPvjw?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Y volviendo al caso de ED, la cirugía eliminó el 90 % del tumor, incluyendo sus áreas más agresivas, mientras se preservaron la función motora, el lenguaje, la función ejecutiva y la cognición social del paciente. ED continuó disfrutando de su pareja y familia, comunicándose en los dos idiomas que sabía y disfrutando del trabajo que había soñado durante toda su vida.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/211697/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Isabel María Martín Monzón no recibe salario, ni ejerce labores de consultoría, ni posee acciones, ni recibe financiación de ninguna compañía u organización que pueda obtener beneficio de este artículo, y ha declarado carecer de vínculos relevantes más allá del cargo académico citado.</span></em></p>Gracias a esta técnica de cirugía cerebral, el paciente puede interactuar y responder preguntas en el transcurso de la operación. El objetivo es minimizar los daños en zonas críticas del cerebro, pero también sirve como herramienta de investigación neurocientífica.Isabel María Martín Monzón, Profesora Titular Área de Psicobiología. Facultad de Psicología. Universidad de Sevilla, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2134092023-09-20T20:10:01Z2023-09-20T20:10:01ZVuelta a las aulas: ¿Cómo prevenir el estrés escolar?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/549092/original/file-20230919-23-5k3678.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=385%2C77%2C6886%2C4495&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/girl-sitting-confusedly-her-hands-on-2045174648">MZStock/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Cuando terminan las vacaciones y llega el momento de volver a la rutina escuchamos hablar de la “depresión postvacacional” y abundan los consejos para la cuesta de septiembre. En cambio, se habla menos de cómo prevenir el estrés escolar. </p>
<p>El estrés de los estudiantes preocupa desde hace tiempo y su aumento en la última década junto con los datos que alertan de las crecientes dificultades de salud mental, especialmente en la adolescencia, lo han convertido en un <a href="https://theconversation.com/proteger-la-salud-mental-en-la-infancia-es-urgente-que-papel-tienen-los-colegios-167951">tema central</a> .</p>
<h2>¿Sentir estrés es normal?</h2>
<p>Es importante empezar por aclarar que sentir estrés es completamente normal. Se trata de una respuesta de activación, que busca prepararnos para hacer frente a situaciones que consideramos relevantes y en las que dudamos si podremos responder de manera exitosa. </p>
<p>Imaginemos que nos enfrentamos a un examen en unos días o debemos realizar una presentación sobre un tema que nos parece complicado. En estas situaciones el estrés puede movilizarnos, servir de llamada de atención para dedicar recursos a planificar el estudio o buscar la ayuda que podemos necesitar. Si, en lugar de eso, nos preocupamos enormemente cada vez que notamos algo de estrés, se generaría una fuente de estrés adicional. En definitiva, nos irá mejor si entendemos que el estrés es una vivencia frecuente y no es algo necesariamente negativo. </p>
<p>También conviene tener en cuenta que lo que estresa a una persona puede no ser estresante para otra, porque el estrés tiene que ver con cómo interpretamos las situaciones y cómo valoramos los recursos con que contamos para enfrentarnos a ellas. Por ejemplo, no es de extrañar que quienes no tienen experiencia hablando en público puedan sentirse estresados ante la necesidad de hacerlo, mientras que quienes lo hacen habitualmente y se consideran buenos oradores no.</p>
<h2>El estrés en la escuela</h2>
<p>Aclaradas estas cuestiones, sabemos que el contexto escolar es fuente de estrés para muchos estudiantes. En España, por ejemplo, se han observado <a href="https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2020.03.007">niveles crecientes de estrés escolar</a>, <a href="https://doi.org/10.12795/F1ease2021">especialmente hacia finales de la educación secundaria y entre las chicas</a>. Aunque España destaca por sus niveles de estrés escolar, <a href="https://apps.who.int/iris/handle/10665/332104">la tendencia creciente en indicadores relacionados con el estrés y las marcadas diferencias de género se han encontrado en diversos países</a>.</p>
<p>Además, en línea con la <a href="https://theconversation.com/la-otra-pandemia-secuelas-de-la-covid-19-en-la-salud-mental-de-los-menores-178571">preocupación de que la pandemia de COVID-19 haya acentuado las dificultades de salud mental</a>, el retorno a las clases tras la pandemia <a href="https://grupo.us.es/proyectoease/wp-content/uploads/2022/02/INFOGRAFIA_COVID-1.jpg">parece haber incrementado los niveles de estrés escolar</a>. De ahí que, con la vuelta a las aulas, en este artículo queramos dar algunas claves para ayudar a prevenir el estrés escolar, un tema que investigamos en el <a href="http://grupo.us.es/proyectoease/">proyecto EASE</a>.</p>
<h2>1. Aprender a interpretar en positivo</h2>
<p>Ante una situación que nos produce estrés, podemos considerar si estamos interpretando la situación de manera excesivamente negativa. Por ejemplo: ¿estoy pensando que seguro que suspendo y que si lo hago será el fin del mundo?</p>
<p>Pararnos a analizar la situación desde un prisma más positivo puede ser una estrategia útil para reducir el estrés. Por ejemplo: si estudio no tiene por qué irme mal; hacer el examen me ayudará a ver qué sé y qué no; incluso si no me va bien, podré recuperarlo más adelante…</p>
<h2>2. Buscar ayuda</h2>
<p>No debemos dudar en buscar ayuda. La respuesta de estrés depende también de cómo valoramos los recursos con que podemos contar, por lo que el estrés que nos producen ciertas situaciones puede reducirse si buscamos la ayuda de otras personas, que pueden darnos un consejo, ayudarnos a organizar el trabajo para llegar a tiempo, transmitirnos su confianza en nuestras habilidades, etc.</p>
<h2>3. Las emociones son importantes</h2>
<p>Una de las estrategias para afrontar el estrés que suele tener resultados más negativos es la supresión emocional, es decir, cuando nos empeñamos en tragarnos y esconder nuestras emociones. Por tanto, no debemos tener miedo a expresar nuestras emociones, ni en el aula, ni fuera de ella.</p>
<h2>4. El papel del profesorado y de las familias</h2>
<p>Las metas que enfatizamos en el aula (¿se respira un ambiente en que lo fundamental es aprender o sólo se insiste en la necesidad de buenos resultados académicos?) o el clima que se genera ante los errores (¿se ven como parte fundamental del aprendizaje o como algo a evitar a toda costa?) son importantes para el estrés escolar. </p>
<p><a href="https://doi.org/10.1016/j.jsp.2023.05.005">En un trabajo de investigación reciente</a> encontramos que el estrés escolar es mayor en aquellas aulas donde se insiste en no cometer errores, así como en aquellas donde se enfatiza únicamente lo importante que es tener buenas notas, sin que esto vaya acompañado de la importancia de aprender para mejorar y saber más o el apoyo del profesorado para lograrlo. </p>
<p>Además, contar con el apoyo de nuestras familias, poder hablar con ellas de las cosas que nos preocupan y contar con su confianza y ayuda para afrontar las cuestiones escolares que nos estresan, es otro elemento de suma importancia para reducir el estrés.</p>
<h2>5. El papel de los profesionales</h2>
<p>Finalmente, aunque es habitual que en ciertas ocasiones sintamos estrés, si nos encontramos mal porque no sabemos cómo gestionarlo o nuestros niveles de estrés están dificultando nuestro día a día, no tenemos por qué continuar así. ¡Es importante pedir ayudar psicológica de profesionales cuando la necesitamos!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/213409/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Irene García Moya es la investigadora principal del proyecto EASE "El estrés en el alumnado de secundaria en España. Un estudio mixto orientado al desarrollo de claves de actuación en el contexto familiar y escolar", proyecto PID2019-105463RA-I00 financiado por MCIN/AEI/ 10.13039/501100011033</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Antonia M. Jiménez Iglesias es miembro del equipo de investigación del proyecto EASE "El estrés en el alumnado de secundaria en España. Un estudio mixto orientado al desarrollo de claves de actuación en el contexto familiar y escolar", proyecto PID2019-105463RA-I00 financiado por MCIN/AEI/ 10.13039/501100011033</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Carmen Paniagua es miembro del proyecto EASE "El estrés en el alumnado de secundaria en España. Un estudio mixto orientado al desarrollo de claves de actuación en el contexto familiar y escolar", proyecto PID2019-105463RA-I00 financiado por MCIN/AEI/ 10.13039/501100011033. Además, Carmen Paniagua recibe financiación del Fondo Social Europeo (FCE) y la Junta de Andalucía (Convocatoria 2019; PAIDI 2020) por el Contrato posdoctoral de personal investigador doctor enmarcado en el Programa de ayudas a la captación, incorporación y movilidad de capital humano en I+D+I.</span></em></p>El estrés de los estudiantes (y en especial en España) está aumentando. Ofrecemos algunas claves para reducir el estrés escolar, basadas en la investigación actual sobre este tema.Irene García Moya, Profesora Titular del Departamento de Psicología Evolutiva y de la Educación, Universidad de SevillaAntonia María Jiménez Iglesias, Profesora Titular de Universidad, Departamento de Psicología Evolutiva y de la Educación, Universidad de Sevilla, Universidad de SevillaCarmen Paniagua, Departamento de Psicología Evolutiva y de la Educación. Universidad de Sevilla., Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2105202023-09-18T20:32:26Z2023-09-18T20:32:26ZEl gran poder de las ‘influencers’ conlleva una gran responsabilidad<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/543308/original/file-20230817-42861-84peqv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/es/image-photo/female-vlogger-holding-sports-shoes-hands-1190444050">Jacob Lund / Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>“Yo no tengo redes sociales” suelo decir con orgullo después de tres años sin Instagram, Twitter y TikTok. </p>
<p>Hace un tiempo vi el documental <a href="https://www.thesocialdilemma.com/"><em>El dilema de las redes</em></a>, que explora cómo las redes sociales y los buscadores de web controlan los datos de sus usuarios a través de algoritmos para moldear la forma en que vemos el mundo, pensamos y, finalmente, actuamos. Tras ello, me di cuenta de que gran parte de mi vida estaba condicionada por las Kardashian y sus colaboradores, y quise salir de ahí. </p>
<p>Sin embargo, no es tan fácil escapar de las estructuras que utilizan las <em>influencers</em>. </p>
<p>Las <em>influencers</em> son personajes del mundo digital con una gran capacidad para divulgar información y modular valores y comportamientos. Las decisiones de sus seguidores a la hora de comprar, mirar, valorar o actuar se derivan de sus actitudes. Nos suscribimos al contenido que crean y empezamos a construir una relación íntima, creando una comunidad virtual con ellas.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/tBnNuJSs6P0?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Hablamos en género femenino porque la mayoría de quienes monetizan su contenido en las redes sociales, <em>influencers</em>, son mujeres. Y sus seguidoras <a href="https://collabstr.com/2023-influencer-marketing-report#:%7E:text=Gender%20Breakdown%20of%20Influencers%20by%20Platform,-When%20breaking%20down&text=The%20platform%20with%20the%20largest,24%25%20of%20influencers%20are%20male.">también</a>. De hecho, un <a href="https://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/STUD/2023/743341/IPOL_STU(2023)743341_EN.pdf">informe</a> reciente pone de manifiesto que las mujeres y las niñas son el público objetivo de los algoritmos, y quienes sufren daños desproporcionados en la salud mental por ellos.</p>
<h2>Necesitamos sentirnos importantes</h2>
<p>La psicología comunitaria puede ayudarnos entender este fenómeno desde el concepto del <a href="https://carsey.unh.edu/sites/default/files/media/2020/07/christine-robinson-nh-listens-fellows-cv.pdf"><em>mattering</em></a>. El <em>mattering</em> es un término ingles que podemos traducir como “importar”. El concepto de <em>importar</em> nos enfrenta a la necesidad que tenemos los seres humanos de sentirnos importantes. Nos sentimos así porque los demás nos tienen en cuenta y porque esperan que nosotros les tengamos en cuenta a ellos. </p>
<p>Toda persona necesita sentirse importante en su vida personal y en su esfera social. Queremos tener ese efecto en nuestro lugar de trabajo, en nuestras relaciones personales, en nuestras comunidades. La falta de esta sensación conduce a sentimientos de aislamiento y desprecio. Así, la búsqueda de valor se puede convertir en una actitud compulsiva que acaba por hacernos querer ser reconocidos y tener influencia más allá de lo que es bueno para nosotros. </p>
<p>El exceso de <em>mattering</em>, de sentirse importante, fomenta actitudes narcisistas y elitistas, y una búsqueda adictiva de reconocimiento. Si trasladamos esta lógica a la realidad de los <em>influencers</em>, podríamos decir que necesitan más valor para ser más reconocidos. Y quienes conformamos las comunidades de seguidores necesitamos compulsivamente seguir sus recomendaciones para evitar sentirnos aislados. </p>
<h2>El papel de las redes sociales en nuestro bienestar</h2>
<p>El contenido de las <em>influencers</em> tiende a proyectar una vida <a href="https://www.cogitatiopress.com/mediaandcommunication/article/view/4717">idílica</a>, en donde se muestra el uso de productos de <a href="https://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/STUD/2022/703350/IPOL_STU(2022)703350_EN.pdf">belleza</a>, la práctica de vida saludable, <a href="https://www.vox.com/23690126/mothers-parenting-momfluenced-sara-petersen-tiktok-instagram">una maternidad estilosa</a> y vídeos de cómo prepararse antes de salir de casa. Un ejemplo de esto serían los vídeos de TikTok <a href="https://www.cbsnews.com/news/tiktok-influencer-get-ready-with-me-viral-trend/">#GRWM</a> (<em>get ready with me</em>, “arréglate conmigo”). </p>
<p>Lo que es importante para las <em>influencers</em> lo acabará siendo para su comunidad, porque se alimentan mutuamente. Su <a href="https://www.theatlantic.com/newsletters/archive/2023/04/social-media-influencers-american-economy/673762/">modelo de negocio</a>, según el cual las marcas y empresas dependen de sus prescripciones para comercializar productos, es otra forma de implementar sistemas y valores capitalistas dentro de un entorno que durante generaciones ha apartado a las mujeres. </p>
<p>Recientemente, las redes sociales y sus <em>influencers</em> han sido considerados “<a href="https://www.ijhpm.com/article_4248_046948c52634982ccab7cd41f2ac8a14.pdf">determinantes comerciales</a> de la salud”. Este concepto engloba aquellas actividades nacidas del sector privado –es decir, que prioriza las ganancias económicas– que pueden influir en nuestro bienestar. </p>
<p>En 2021, Frances Haugen, <a href="https://theconversation.com/facebook-whistleblower-frances-haugen-testified-that-the-companys-algorithms-are-dangerous-heres-how-they-can-manipulate-you-169420">la exempleada de Facebook que se convirtió en denunciante de la red social</a>, prestó declaración <a href="https://www.youtube.com/live/w0oTBUtdPV8?feature=share">ante el Senado de Estados Unidos</a>. Durante su testimonio divulgó informes internos sobre el uso ético de los datos y los algoritmos que utilizaban en Facebook, <a href="https://theconversation.com/facebook-sabe-que-instagram-esta-danando-la-mente-de-los-adolescentes-y-decide-callar-168550">resaltando cómo éstos afectaban, especialmente, a las niñas adolescentes</a>. Estas últimas son las más vulnerables porque están encerradas en un bucle fatal: las redes donde reciben apoyo y valor son las mismas que las atrapan con presiones y expectativas que nunca se harán realidad. </p>
<p>Los esfuerzos políticos que urgen a la transparencia y regulación emergen lentamente. Mientras tanto, los <em>influencers</em> y sus empresas han logrado un control casi absoluto de las esferas digitales. </p>
<p>En <a href="https://www.euronews.com/next/2023/06/05/france-has-approved-a-law-that-targets-influencers-what-does-it-mean-for-social-media-star">Francia</a> se ha aprobado una ley para regular los servicios y productos de los <em>influencers</em>, garantizando que sean transparentes sobre sus colaboraciones y productos remunerados. Otros <a href="https://www.europe-consommateurs.eu/en/shopping-internet/influencers.html">estados miembros</a> de la Unión Europea tienen leyes comerciales similares a esta y recientemente la Comisión Europea ha aprobado la
<a href="https://www.europarl.europa.eu/news/es/headlines/society/20211209STO19124/la-ley-de-mercados-digitales-y-la-ley-de-servicios-digitales-explicadas">Ley de Mercados Digitales y la Ley de Servicios digitales</a>, con el objetivo de mejorar la regulación del espacio digital que actualmente dominan las compañías privadas.</p>
<p>El éxito en promover a tiempo estas regulaciones puede tener un efecto muy importante para el bienestar colectivo. El fracaso nos condenará a seguir replicando los problemas sociales en el mundo virtual. </p>
<h2>Redefiniendo nuestras relaciones digitales para conseguir cambios</h2>
<p>Aunque estas regulaciones exigen la transparencia de los <em>influencers</em>, falta profundizar en su discurso y el papel que interpretan. Por un lado, los usuarios deben entender mejor los algoritmos desde una edad temprana, a la vez que las redes deben tener una regulación ética que evalúe sus relaciones con las marcas y los <em>influencers</em> y que se base fundamentalmente en la protección de los derechos de los usuarios.</p>
<p>Las redes sociales nos permiten mantenernos conectados, compartir información y contar nuestras historias, dándonos un sentimiento de pertenencia. Esto es muy importante para el bienestar de las nuevas generaciones. Pero también son herramientas que pueden empujarnos al abismo de la irrelevancia y a sentirnos incapaces de cumplir con ideas idílicas. </p>
<p>Nuestras interacciones con las <em>influencers</em> deben cambiar. Las redes sociales tienen que convertirse en una fuente de oportunidades para las mujeres y niñas, y las <em>influencers</em> pueden ayudarnos a ampliar conocimientos, desarrollar un pensamiento crítico y expandir nuestros múltiples roles como mujeres. En resumen, nos pueden ayudar a entrar en las esferas sociales y económicas como actores políticos, no simplemente como miembros pasivos. </p>
<p><div data-react-class="InstagramEmbed" data-react-props="{"url":"https://www.instagram.com/reel/CteIelUKlZl/?utm_source=ig_web_copy_link\u0026igshid=MzRlODBiNWFlZA==","accessToken":"127105130696839|b4b75090c9688d81dfd245afe6052f20"}"></div></p>
<p>Algunos ejemplos los podemos encontrar en los <a href="https://theconversation.com/el-fenomeno-de-los-tiktokers-inmigrantes-nuevas-formas-de-influencia-desde-los-margenes-185839">jóvenes inmigrantes</a> que utilizan las redes para promover la lucha de los derechos humanos. También en las <a href="https://lafraguaprojects.org/maritha-marques-la-sociedad-de-hoy-en-dia-tiene-que-estar-preparada-para-todo-tipo-de-personas/">chicas de etnia gitana</a> que utilizan las redes para dialogar intencionalmente sobre la violación de derechos. O en <a href="https://theconversation.com/iranian-protesters-turn-to-tiktok-to-get-their-message-past-government-censors-192321">las jóvenes de Irán</a> que utilizan algoritmos para romper barreras políticas. </p>
<p>En vez de seguir contribuyendo al narcisismo y expansión económica de las <em>influencers</em> y las compañías que las respaldan, tenemos que desarrollar urgentemente regulaciones y marcos de referencia que hagan de las redes sociales un espacio global donde promover valores democráticos y bienestar colectivo.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/210520/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Daniela Miranda recibe fondos de la Junta de Andalucia para su contrato de acceso de investigador doctor (PAIDI Investigador Principal Joven) ProyExcel_00732.</span></em></p>Las influencers son personas con cierta ansia de reconocimiento que tienen cada vez más capacidad de influir en la salud y el bienestar colectivo.Daniela E. Miranda, Postdoctoral Researcher, Universidad de SevillaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.