Menu Close

Ketamakan hingga terjerat influencers, penipuan investasi Indonesia capai Rp 110 triliun. Bagaimana cara cegah investasi bodong?

Investasi bodong
Investasi bodong berbasis digital di Indonesia makin marak, tapi regulasinya masih minim. Tima Miroshnichenko/pexels, CC BY-SA

Sudah banyak dan sering diketahui bahwa penipuan investasi memiliki tiga ciri: tidak memiliki izin, memiliki skema piramid ala multi-level marketing (MLM) alias Skema Ponzi, dan menawarkan keuntungan yang fantastis dengan iming iming risiko yang kecil.

Meski demikian, jumlah korban penipuan investasi di Indonesia tetap naik secara fantastis. Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) mencatat kerugian lebih dari Rp 110 triliun pada 2022 akibat penipuan investasi, delapan kali lebih tinggi dibandingkan pada 2018 yang hanya Rp 14 triliun.

Indonesia masih minim regulasi untuk mengatur model model investasi baru yang bermunculan di lanskap digital, terutama untuk grup-grup investasi berbayar dari para influencers. Ini membuat masyarakat yang mudah terkesima flexing (pamer kekayaan) seleb media sosial tak terlindungi, misalnya dalam kasus Binomo yang melibatkan pesohor Instragram asal Medan, Indra Kenz.

Dengan 62% pengguna internet aktif dan tingkat pertumbuhan pengguna tertinggi di ASEAN, tapi memiliki tingkat literasi digital yang relatif rendah, masyarakat makin rawan terjerat investasi bodong. Apalagi kondisi ekonomi yang diprediksi sulit tahun ini bisa saja membuat orang secara tak rasional mengejar pinjaman online (pinjol) dan investasi yang mengiming-imingi imbal hasil tinggi.

Apa sebetulnya yang menyebabkan kasus penipuan investasi di Indonesia begitu tinggi? Bagaimana Indonesia bisa mengatasinya?

Mengapa masyarakat kerap dikibuli investasi bodong

Ada dua faktor yang perlu jadi perhatian ketika bicara mengenai tingginya kasus investasi bodong.

Pertama, rendahnya tingkat literasi keuangan kerap dianggap sebagai biang keladi maraknya penipuan investasi. Tingkat literasi finansial Indonesia, berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2022, berada di kisaran 50%. Ini berada di bawah rata-rata dunia yakni 58%, berdasarkan perhitungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Namun, perlu diingat bahwa korban investasi bodong bersifat lintas sosio-demografi. Penipuan robot trading (investasi saham otomatis berdasarkan algoritme piranti lunak) dan pinjol ilegal tak pandang bulu terhadap tingkat pendidikan korban. Ini pun terlihat dari kasus penipuan Binomo, grup-grup privat saham yang merekomendasikan investasi untuk anggota, aset kripto, dan non-fungible token (NFT) yang juga menyerang kelompok dengan literasi keuangan yang tinggi.

Bahkan sebuah studi dari Universitas Minnesota menunjukan bahwa korban penipuan investasi adalah orang-orang yang kerap melakukan investasi saham.

Perilaku tamak (greed) juga kerap jadi latar mengapa banyak korban berjatuhan akibat penipuan investasi. Perilaku tamak adalah akar dari irasionalitas keputusan keuangan. Buku “Animal Spirits” yang ditulis oleh dua pemenang Nobel, George Akerlof dan Robert Shiller, membahas bagaimana hasrat ingin kaya dapat membuat seseorang menjadi lebih rentan terhadap penipuan investasi. Hasrat ingin kaya tersebut mengaburkan pemikiran logis kita, dan juga membuat kita untuk mengabaikan ciri ciri investasi bodong.

Namun, sekadar menyalahkan perilaku tamak bisa jadi terlalu menyederhanakan masalah. Di Indonesia, kekerabatan yang kental dan konservatisme keuangan yang juga mempengaruhi subjektivitas terhadap keputusan investasi. Sebuah studi juga telah membuktikan bahwa investasi orang Indonesia dipengaruhi oleh lingkungan sosial mereka yang konservatif terhadap investasi.

Artinya, tekanan keluarga dan norma subjektif seharusnya memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk perilaku investasi seseorang. Bila seseorang merasa tekanan dari keluarga untuk berinvestasi secara konservatif, mereka kemungkinan lebih cenderung untuk menghindari risiko dan memilih investasi yang lebih aman sehingga terhindar dari investasi bodong.

Langkah atasi investasi bodong

Beberapa negara mencoba mengatasi permasalahan literasi keuangan dan perilaku tamak tersebut melalui kebijakan publik. Misalnya saja, pemerintah Bangladesh melarang perdagangan kripto karena dianggap sangat berisiko sehingga tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Bangladesh yang memiliki literasi keuangan yang rendah. Di Korea Selatan, pinjol dibatasi oleh tingkat bunga tahunan yang jika dilanggar maka dicap ilegal yang bakal dengan sigap diberantas pemerintah.

Sementara, Amerika Serikat memiliki regulasi agar setiap grup-grup saham berbayar – temasuk di media sosial seperti Facebook dan Telegram – harus terdaftar dan terikat peraturan bursa efek. Aturan yang berlaku juga membuat tak sembarang orang bisa menjadi penasihat keuangan.

Indonesia juga harus berpikir matang soal hal ini. Menghapus penipuan investasi tidak bisa dilakukan dalam satu malam. Pemerintah Indonesia bisa mulai dengan langkah-langkah kecil.

Contohnya, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk memberikan label peringatan risiko layaknya label peringatan rokok. Instrumen investasi dikelas-kelaskan lalu diberi empat label: “hampir tidak ada risiko” untuk instrumen Surat Berharga Negara, “kecil” untuk emas dan reksadana, “menengah” untuk saham, dan “tinggi” untuk derivatif dan aset kripto. Institusi keuangan wajib memberi label di brosur pemasaran mereka, dan wajib memberitahukan tingkat risiko kepada calon nasabah.

Pemerintah juga harus mulai mengganti cara kampanye literasi keuangannya, dari perspektif profit menjadi mengedepankan edukasi risiko. Misalnya saja kampanye: “Know the risk, reap the reward” (ketahui risikonya, raup hasilnya), “High risk, high return, are you ready?” (tinggi risiko tinggi hasil, apakah Anda siap?), “Jangan mudah percaya omongan orang: dapatkan nasihat profesional sebelum berinvestasi” atau “semua janji profit tinggi setinggi risikonya”. Kampanye ini harus berulang dan masif, seperti yang dilakukan pada 1997 lewat kampanye “Menabung Emas”.

Untuk jangka panjang, literasi keuangan harus dimasukkan ke dalam kurikulum formal, mulai dari sekolah dasar. Dalam kurikulum, konsep literasi keuangan tidak hanya tentang pemahaman investasi tapi perlu ditekankan pada perspektif risiko.

Penting juga bagi pemerintah untuk meregulasi grup privat investasi, termasuk mewajibkan mereka untuk transparan mengenai konflik kepentingan. Misalnya saja, influencers atau grup privat investasi harus mengungkapkan bahwa mereka telah memiliki investasi pada harga yang lebih murah, dan telah diberikan insentif dan kompensasi untuk merekomendasikan suatu investasi.

Dari perspektif hukum, pemerintah memerlukan payung hukum yang lebih tegas dan detil. Untuk sekarang ini, Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal hanya mengatur penasehat investasi dalam ruang lingkup kecil. Padahal, dengan perkembangan teknologi, ruang lingkup penasehat investasi menjadi lebih besar. Para influencers atau grup privat saham yang mengajak, mengekspresikan pendapat, atau merekomendasikan suatu investasi seharusnya sudah perlu dimasukkan dalam ruang lingkup penasehat investasi.

Semua ajakan promosi atau rekomendasi saham yang sifatnya berbayar, baik secara langsung atau tidak langsung, sudah saatnya diregulasi. Misalnya saja, semua grup privat saham harus terdaftar di OJK. Pemerintah juga harus menerapkan sistem perizinan dan registrasi yang ketat agar hanya profesional yang terkualifikasi yang boleh mendirikan grup privat investasi ataupun promosi investasi. Mereka yang tidak memiliki izin akan dianggap ilegal.

Singkatnya, untuk secara efektif mengatasi peningkatan ancaman investasi bodong di Indonesia, pemerintah masih tetap harus mengambil pendekatan multi-aspek yang menggabungkan pendidikan keuangan, regulasi yang kuat, pemantauan yang cermat, dan penegakan hukum yang kuat. Tanpa langkah-langkah ini, 2023 bisa menjadi tahun penipuan keuangan lainnya atau bahkan lebih buruk.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now