Sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam, Indonesia semestinya bisa menjadi raksasa ekonomi syariah dunia. Dari aspek perilaku dan keagamaan, ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang sesuai profil masyarakat Indonesia.
Sayangnya, realisasinya hingga kini tergolong kecil. Sepanjang 2019-2022, Indeks Literasi Keuangan Syariah di Indonesia hanya tumbuh 8,93% menjadi 9,14%. Sedangkan rasio inklusi keuangan syariah pada periode yang sama hanya naik dari 9,10% di tahun 2019 menjadi 12,12% di tahun 2022.
Dari segi perilaku, sejak awal tahun hingga 23 Februari, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 7.183 pengaduan terkait teknologi keuangan (fintech) atau pinjol melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK), sementara total pengaduan yang diterima sepanjang 2023 hingga tanggal tersebut mencapai 27.283 kasus.
Selain itu, pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) mencatat sekitar 2.76 juta penduduk Indonesia terindikasi terlibat dalam judi online selama periode 2017–2022. Sekitar 2.19 juta di antaranya berpenghasilan rendah dan melakukan transaksi di bawah Rp100 ribu.
Ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip syariah ke dalam keseharian masyarakat. Padahal, selain sebagai instrumen keuangan, literasi ekonomi syariah juga bisa menjadi penangkal perilaku keuangan menyimpang—seperti judi daring dan pinjaman online (pinjol)—karena berakar pada prinsip-prinsip keadilan, tumbuh yang sepadan, bermoral, dan beradab.
Ekonomi syariah mengurangi dorongan meminjam dan judi
Salah satu perbedaan mendasar ekonomi syariah dari produk keuangan konvensional adalah pengenaan bunga pada semua produk, yang kerap digolongkan dalam perilaku riba.
Pinjaman dengan bunga menjadikan pihak yang membutuhkan dana menjadi harus mencari dana lebih banyak lagi untuk membayar pinjaman dan bunga tersebut tanpa mempertimbangkan usaha seperti apa yang dilakukan oleh peminjam.
Sementara dalam lembaga keuangan syariah, terdapat beberapa larangan seperti riba (tambahan bunga), gharar (transaksi yang merugikan salah satu pihak), dan maysir (judi).
Di balik larangan tersebut terdapat makna ekonomi, yang menciptakan keadilan bagi pemilik dana dan orang yang membutuhkan dana, mengurangi dispute antara pihak yang bertransaksi karena spesifikasi dan syarat yang dilakukan jelas, dan adanya keuntungan bagi semua pihak.
Dengan adanya larangan tersebut, maka transaksi keuangan syariah didasarkan pada berbagai akad yang sesuai, di antaranya murabahah (jual beli), mudharabah (bagi hasil), dan ijarah (sewa).
Artinya, pinjaman yang diberikan akan sesuai dengan kebutuhan peminjam. Sehingga, terdapat keadilan dan kemitraan bagi semua pihak yang terlibat dalam transaksi keuangan tersebut tanpa ada pihak yang dirugikan. Ini mengurangi risiko untuk melakukan gali lubang tutup lubang dalam perilaku keuangan karena tidak ada tekanan penambahan beban bunga.
Tak hanya itu, prinsip operasional dalam keuangan syariah juga menghindarkan dari transaksi keuangan yang bersifat spekulasi tinggi seperti judi karena mengharamkan transaksi dengan unsur maysir (spekulasi atau perjudian). Judi online seringkali menjanjikan imbal hasil yang sangat tinggi dan bahkan memberikan kesempatan pengguna untuk merasakan kemenangan agar pengguna bersedia untuk mencoba dan terus berjudi.
Dengan literasi keuangan syariah, individu dapat lebih memahami bahaya spekulasi dan tergiring untuk memilih instrumen keuangan yang lebih aman dan sesuai syariah, sehingga mereka dapat terhindar dari godaan berjudi yang menjanjikan keuntungan cepat tetapi penuh risiko tinggi.
Anak muda perlu melek ekonomi syariah
Generasi muda, bahkan usia pendidikan sekolah dasar, merupakan kelompok yang paling rentan terhadap perilaku keuangan yang tidak bertanggung jawab . Tanpa pengetahuan yang cukup tentang keuangan, mereka sering kali tergoda oleh kemudahan akses yang ditawarkan oleh judi online dan pinjol ilegal
Salah satu metode edukasi keuangan yang bisa diterapkan adalah pembelajaran berbasis permainan, yakni mengajarkan konsep-konsep keuangan syariah melalui kegiatan yang menyenangkan namun edukatif. Contohnya, dalam kegiatan literasi keuangan syariah yang kami lakukan Juli 2024 kemarin, kami melakukan beberapa aktivitas seperti pemberian materi, games, dan diskusi interaktif.
Dengan cara ini, anak muda tidak hanya mendapatkan pengetahuan tetapi juga memahami pentingnya menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, dengan adanya edukasi dini, para murid sudah memiliki dasar pengetahuan yang baik mengenai pinjol dan judol. Mereka sadar kedua hal ini melanggar asas keagamaan. Kesadaran ini kemudian diperkuat dengan pemahaman bahwa sistem keuangan syariah akan menutup akses mereka untuk melakukan pinjol dan judol.
Jangan terpaku momen keagamaan
OJK telah menetapkan peningkatan literasi keuangan syariah sebagai salah program utama peta jalan pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan, edukasi, dan perlindungan konsumen 2023-2027. Sayangnya, promosi mengenai keuangan syariah kerap dilakukan pada momen tertentu saja seperti saat bulan Ramadan.
Akibatnya, muncul stigma bahwa produk keuangan syariah hanya untuk kelompok agama tertentu. Ini menjadi hambatan dalam penyebaran literasi keuangan syariah. Padahal, keuangan syariah tidak eksklusif bagi penganut agama Islam saja. Banyak penganut agama lain yang juga memanfaatkan jasa keuangan syariah, seperti menabung di bank syariah atau berinvestasi di instrumen keuangan syariah.
Ini menegaskan perlunya kolaborasi antara pemerintah, institusi keuangan, dan lembaga pendidikan dalam menyelenggarakan program-program literasi keuangan syariah yang lebih inklusif.
Penyediaan materi edukasi yang mudah dipahami dan akses yang lebih luas melalui berbagai platform, termasuk media digital, dapat menjadi salah satu solusi. Selain itu, pelibatan tokoh agama dan influencer yang memiliki pengaruh besar di kalangan anak muda juga dapat membantu memperluas jangkauan edukasi literasi keuangan syariah.
Sebagai penutup, Indonesia memiliki potensi besar dan sudah seharusnya menjadi raksasa ekonomi syariah dunia. Namun realisasinya masih terhambat oleh rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah di kalangan masyarakat. Literasi keuangan syariah tidak hanya relevan dalam konteks ekonomi dan bisnis Islam semata, tetapi juga memberi pengaruh baik ke persoalan perilaku yang menyertainya. Nilai luhur keagamaan yang terkandung bisa jadi penangkal berbagai perilaku menyimpang seperti judi daring dan pinjaman online ilegal.