Menu Close
SHUTTERSTOCK

Mengapa meratakan kurva penularan COVID-19 sangat penting, matematikawan menjelaskannya

Kini orang-orang yang bepergian ke Australia harus melakukan isolasi diri selama 14 hari. Hal ini merupakan salah satu serangkaian tindakan yang diumumkan oleh Perdana Mentri Scott Morrison pada akhir pekan lalu sebagai usaha untuk memperlambat penyebaran coronavirus (penyebab COVID-19) dan guna mengurangi tekanan kebutuhan akan rumah sakit.

Konsep umum untuk memperlambat penyebaran virus ini disebut “flatten the curve” atau perataan kurva oleh para epidemiolog, para ahli yang mempelajari seberapa sering penyakit terjadi pada populasi berbeda dan alasannya penyakit terjadi. Istilah ini telah menyebar luas di media sosial karena publik didorong untuk mempraktikkan “social distancing” atau menjaga jarak sosial (jarak 1-2 meter antarindividu di satu lokasi).

Tapi bagaimana cara menjaga jarak sosial membantu meratakan kurva? Kami dapat menjelaskannya dengan merujuk pada apa yang disebut “pertumbuhan eksponensial” oleh matematikawan.

Pertumbuhan eksponensial

Pada tahap awal epidemi, ketika sebagian besar orang rentan terhadap infeksi, ahli matematika dapat memodelkan penyebaran suatu penyakit dari orang ke orang lainnya sebagai proses percabangan acak.

Diagram ini menunjukkan jumlah kasus, waktu terjadi, dalam proses percabangan dengan pertumbuhan eksponensial. Author Provided.

Jika satu orang yang terinfeksi menulari rata-rata dua orang lainnya, jumlahnya orang yang terinfeksi akan menjadi dua kali lipat tiap prosesnya. Pelipatgandaan ini biasa dikenal sebagai pertumbuhan eksponensial.

Tentu saja, seorang yang terinfeksi tidak pasti akan menulari orang lain. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemungkinan penularan penyakit. Pada masa pandemi, laju pertumbuhan penyakit bergantung pada jumlah rata-rata orang yang dapat menginfeksi orang lain dan waktu yang dibutuhkan orang-orang tersebut untuk tertular.


Read more: Coronavirus and COVID-19: your questions answered by virus experts


Penelitan menyatakan jumlah kasus COVID-19 yang terkonfirmasi terus mengalami peningkatan eksponensial secara global dengan angka penggandaan tiap enam hari.

Model pertumbuhan eksponensial sangat menggambarkan realitas ketika dimulai dengan sejumlah kecil orang yang terinfeksi dalam sebuah populasi besar, seperti ketika kasus virus yang pertama kali muncul di Wuhan atau ketika virus ini muncul di Italia dan Iran.

Tapi ini bukanlah sebuah model yang baik ketika sudah banyak orang yang telah terinfeksi. Ini karena kemungkinan seorang yang terinfeksi melakukan kontak dengan orang yang rentan tertular menurun, karena ada lebih sedikit orang yang rentan di sekitarnya dan juga semakin banyaknya orang yang pulih dan telah mengembangkan sistem kekebalan tubuh yang mereka punyai.

Akhirnya, kemungkinan orang yang terinfeksi dan melakukan kontak dengan orang yang rentan menjadi rendah dan membuat laju infeksi menurun dan mengarah pada lebih sedikitnya kasus baru yang bahkan dapat berujung pada berakhirnya penyebaran virus.

Meratakan kurva

Otoritas kesehatan di seluruh dunia tidak dapat sepenuhnya mencegah penyebaran COVID-19. Jika kasus berlipat ganda tiap enam hari, maka rumah sakit, juga unit perawatan intensif (ICU) pada umumnya, akan cepat kewalahan dan membuat pasien tidak mendapatkan perawatan yang dibutuhkan.

Kendati demikian, laju pertumbuhan penyakit ini dapat diperlambat dengan mengurangi jumlah kasus rata-rata yang muncul karena tertular oleh satu kasus.

Dengan melakukan hal itu, jumlah orang yang terinfeksi mungkin akan sama, dan epidemi akan berlangsung lebih lama, tapi jumlah kasus yang parah akan menyebar. Ini berarti jika Anda memplot grafik jumlah kasus dari waktu ke waktu, pelonjakan dan penurunan kurva lebih lama terjadi tapi puncak kurva ini lebih rendah. Dengan “meratakan kurva” seperti ini, unit perawatan intensif akan lebih kecil kemungkinannya untuk kehabisan kapasitas.

Meratakan kurva adalah cara lain untuk mengatakan memperlambat penyebaran. Epidemi ini diperpanjang, tapi kita mengurangi jumlah kasus parah, menyebabkan lebih sedikit beban pada sistem kesehatan masyarakat. The Conversation/CC BY ND

Karena saat ini tidak ada vaksin atau obat khusus untuk menangani COVID-19, satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyebaran virus adalah menjaga kebersihan agar tetap baik, mengisolasi orang-orang yang dicurigai terinfeksi, dan dengan melakukan langkah-langkah menjaga jarak sosial seperti membatalkan acara-acara besar dan menutup kegiatan sekolah.

Menghindari “penular super”

Situasi ini tentu saja tidak semudah proses percabangan sederhana. Beberapa orang dapat berinteraksi lebih banyak daripada yang lainnya dan mungkin melakukan kontak pula dengan berbagai kelompok (klaster) yang berbeda.


Read more: There's no evidence the new coronavirus spreads through the air – but it's still possible


Matematikawan memodelkan hubungan-hubungan ini sebagai sebuah jaringan sosial, seperti contoh yang ditampilkan pada gambar di bawah. Orang yang terinfeksi direpresentasikan dengan simpul merah dan orang yang rentan tertular dengan simpul biru. Simpul besar yang berada di tengah diagram merupakan seorang penular ke banyak orang atau “super spreader”, seseorang yang melakukan kontak dengan banyak orang sehingga memiliki potensi yang lebih besar untuk menyebarkan penyakit.

Grafik ini menunjukkan bagaimana epidemi dapat menyebar ke seluruh jaringan seiring waktu. Titik biru adalah individu yang rentan, sedangkan titik merah adalah orang yang terinfeksi. Dua titik dihubungkan oleh garis jika mereka saling berhubungan, dan semakin banyak kontak yang dimiliki seseorang, semakin besar titik mereka di jaringan ini. Author provided

Langkah-langkah intervensi membantu menghilangkan simpul dan memutus hubungan antarkedua kelompok tersebut.

Pada diagram di atas, simpul tengah yang sangat terhubung dengan simpul-simpul lainnya menjadi titik terbaik yang dihilangkan untuk menghindari koneksi berbagai kelompok. Itulah mengapa menghindari pertemuan publik yang besar selama wabah COVID-19 merupakan ide yang baik.

Simulasi matematis mengenai jaga jarak sosial telah menunjukkan bagaimana memecah jaringan secara terpisah membantu meratakan kurva infeksi penyakit.

Bagaimana matematika berperan penting

Berapa banyak jarak sosial yang diperlukan untuk cukup meratakan kurva hingga menghindari kewalahan terjadi di rumah sakit? Apakah cukup dengan mengisolasi orang yang telah memiliki kontak dengan mereka yeng memiliki kasus positif? Apakah kita perlu penutupan acara-acara sosial, sekolah, dan tempat kerja secara luas?

Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan pemodelan matematika.

Kita masih dalam tahap awal wabah COVID-19 dan ada ketidakpastian besar tentang karakterisitik virus ini. Untuk memprediksi pertumbuhan COVID-19 secara akurat, dinamika penyebaran virus yang mendasarinya perlu ditentukan terlebih dulu.

Beberapa faktor yang mendorong penyebaran virus di antaranya:

  • Berapa banyak rata-rata orang yang terinfeksi disebabkan oleh satu orang? (“Angka reproduksi”, menurut WHO, saat ini di antara 1,4-2,5 orang.
  • Berapa lama sampai gejala timbul pada seseorang? (“masa inkubasi” yang diperkirakan 5,1 hari).
  • Berapa proporsi penularan yang terjadi jika seseorang belum menunjukkan gejala, apakah ada?

Karena data tersebut dikumpulkan dan diintegrasikan ke dalam model selama beberapa bulan mendatang, kami tentu akan memperlihatkan dengan lebih baik prediksi yang akurat dari jalur pertumbuhan COVID-19.

Sampai saat itu tiba, lebih baik berbuat salah karena kehati-hatian dan mengambil tindakan cepat untuk memperlambat penularan, daripada mengambil risiko dengan tidak melakukan dan membuat lonjakan kasus yang besar sehingga membuat sistem kesehatan kita mengalami ancaman yang serius.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now