tag:theconversation.com,2011:/nz/topics/covid-83742/articlesCOVID – The Conversation2023-12-05T01:58:12Ztag:theconversation.com,2011:article/2189322023-12-05T01:58:12Z2023-12-05T01:58:12ZSeberapa khawatir kita terhadap wabah pneumonia di Cina?<p>Laporan peningkatan <a href="https://www.nytimes.com/2023/11/23/world/asia/who-china-children-respiratory-illness.html">penyakit mirip pneumonia (radang paru-paru)</a> yang terutama menyerang anak-anak di Cina bagian utara telah menarik perhatian kita. Terakhir kali kita mendengar tentang wabah pernapasan misterius yang menyebabkan penumpukan pasien di rumah sakit adalah saat awal pandemi COVID-19 pada awal 2020, jadi tidak mengherankan jika hal ini menimbulkan kekhawatiran.</p>
<p>Pada 22 November, <a href="https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2023-DON494">Organisasi Kesehatan Dunia</a> alias WHO meminta informasi dari Cina tentang lonjakan ini. Otoritas kesehatan Cina mengatakan wabah ini disebabkan oleh sejumlah patogen pernapasan.</p>
<p>Patogen apa yang mungkin menyebabkan peningkatan penyakit pernapasan ini? Dan apakah kita perlu khawatir bahwa ada potensi pandemi? Mari kita lihat.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1727366255743471951"}"></div></p>
<h2><em>Mycoplasma</em></h2>
<p>Salah satunya adalah bakteri, <em><a href="https://www.cdc.gov/pneumonia/atipikal/mycoplasma/about/signs-symptoms.html">Mycoplasma</a></em>, yang telah menyebabkan wabah penyakit pernapasan di Cina <a href="https://flutrackers.com/forum/forum/china-other-health-threats/china-pneumonia-respiratory-and-influenza-like-illnesses-ili/978160-china-hospital-pediatric-mycoplasma-pneumonia-infections-up-from-june-in-children-over-4-years-old-guangzhou-guangdong-province-august-17-2023">sejak Juni ini tahun</a>.</p>
<p><em>Mycoplasma</em> biasanya dapat diobati <a href="https://www.webmd.com/a-to-z-guides/mycoplasma-infections">dengan antibiotik</a> sehingga jarang ada pasien yang sampai perlu rawat inap. Ini juga bisa disebut fenomena “pneumonia berjalan”, yaitu ketika rontgen dada terlihat jauh lebih buruk daripada yang terlihat pada pasien.</p>
<p>Namun di Taiwan, laporan menunjukkan adanya <a href="https://www.taipeitimes.com/News/taiwan/archives/2023/11/24/2003809643">resistensi antibiotik tingkat tinggi</a> terhadap <em>Mycoplasma</em>, yang mungkin menjelaskan alasannya menyebabkan lebih banyak rawat inap di rumah sakit.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-do-bacteria-actually-become-resistant-to-antibiotics-213451">How do bacteria actually become resistant to antibiotics?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Influenza</h2>
<p>Tingkat penularan influenza turun <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/jmv.26964">menjadi sangat rendah</a> selama dua tahun pertama pandemi COVID-19 karena adanya pola hidup penggunaan masker, pembatasan fisik dan jarak sosial serta tindakan lainnya. Namun begitu keadaan mulai kembali “normal”, infeksi flu cenderung <a href="https://app.powerbi.com/view?r=eyJrIjoiZTkyODcyOTEtZjA5YS00ZmI0LWFkZGUtODIxNGI5OTE3YjM0IiwidCI6ImY2MTBjMGI3LWJkMjQtNGIzOS04MTBiLTNkYzI4MGFmY%20ju5MCIsImMiOjh9">bangkit kembali</a>.</p>
<p>Influenza <a href="https://www.cdc.gov/flu/professionals/acip/background-epidemiology.htm">paling parah</a> menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun dan orang lanjut usia, sehingga mungkin <a href="https://www.ajmc.com/view/severe-influenza-incidence-strikes-us-children-and-adolescents-in-2022-23-season">menyebabkan rawat inap</a> di kalangan anak-anak.</p>
<h2>RSV dan adenovirus</h2>
<p>Virus pernapasan syncytial (RSV) juga bisa berdampak parah pada anak-anak. Seperti influenza, penyakit ini menghilang dalam dua tahun pertama pandemi. Namun sekarang <a href="https://theconversation.com/rsv-is-everywhere-right-now-what-parents-need-to-know-about-respiratory-syncytial-virus-208855">kembali menyebar luas</a>.</p>
<p>Adenovirus, yang dapat menyebabkan berbagai sindrom termasuk <a href="https://www.cdc.gov/adenovirus/symptoms.html">gastroenteritis dan penyakit mirip flu</a>, juga dilaporkan berkontribusi terhadap wabah yang saat ini terjadi di Cina. Ada laporan anak-anak <a href="https://china.huanqiu.com/article/4FLM9f1p2JC">muntah</a> dan gambar anak-anak <a href="https://twitter.com/shanghaidaily/status/1727596965473747020">menerima cairan IV</a>, mungkin untuk dehidrasi akibat gastroenteritis.</p>
<h2>Peran COVID-19</h2>
<p>SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, juga dapat menyebabkan pneumonia, tetapi <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/apa.15270">lebih jarang terjadi pada anak-anak</a>. Pada awal pandemi ini, kita mengetahui bahwa SARS-CoV-2 dapat menunjukkan pneumonia pada pemindaian dada pada anak-anak yang tidak menunjukkan gejala, sehingga COVID-19 juga dapat bisa disebut “<a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30154-9/fulltext">pneumonia berjalan</a>” pada anak-anak.</p>
<p>SARS-CoV-2 menyebabkan <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/2800816">lebih banyak kematian pada anak-anak</a> dibandingkan influenza, sehingga kemungkinan besar berkontribusi terhadap kepadatan yang terlihat di rumah sakit.</p>
<p>Beberapa penelitian menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menyebabkan <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-023-06651-y">disfungsi kekebalan</a> setelah infeksi. Ini menjelaskan mengapa terjadi peningkatan infeksi lain yang tidak terduga, termasuk <a href="https://www.thelancet.com/journals/lanchi/article/PIIS2352-4642(22)00374-1/fulltext">infeksi streptokokus</a> dan <em>Mycoplasma</em>, sejak pandemi.</p>
<h2>Koinfeksi</h2>
<p>Orang dapat terinfeksi SARS-CoV-2 dan <a href="https://www.thelancet.com/journals/landig/article/PIIS2589-7500(21)00077-7/fulltext#%20">bakteri atau virus lainnya</a> pada saat yang sama (ko-infeksi), yang mungkin juga menjelaskan betapa parahnya epidemi yang terjadi saat ini. Sebuah penelitian menunjukkan koinfeksi dengan SARS-CoV-2 dan <em>Mycoplasma</em> <a href="https://www.cureus.com/articles/93180-the-severity-of-the-co-infection-of-mycoplasma-pneumoniae-in-covid-19-patients#!/">sangat umum</a> dan mengakibatkan komplikasi yang lebih serius.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/rsv-is-a-common-winter-illness-in-children-why-did-it-see-a-summer-surge-in-australia-this-year-156492">RSV is a common winter illness in children. Why did it see a summer surge in Australia this year?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mungkinkah ini pandemi baru?</h2>
<p>Gambar di bawah menunjukkan laporan wabah penyakit mirip influenza dan pneumonia yang tidak dijelaskan secara spesifik, serta penyebab yang diketahui yaitu influenza A dan B, SARS-CoV-2, RSV, pertusis (batuk rejan), adenovirus, dan <em>Mycoplasma</em>. Hal ini menegaskan adanya peningkatan penyakit pernafasan pada tahun ini di Cina dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu.</p>
<p><iframe id="3K7ol" class="tc-infographic-datawrapper" src="https://datawrapper.dwcdn.net/3K7ol/1/" height="400px" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<p>Sebaliknya, perbandingan yang sama untuk dunia menunjukkan adanya penurunan pada tahun ini dibandingkan tahun lalu, yang menunjukkan bahwa Cina memang mengalami lebih banyak penyakit pernapasan daripada yang diperkirakan.</p>
<p><iframe id="OeQW1" class="tc-infographic-datawrapper" src="https://datawrapper.dwcdn.net/OeQW1/1/" height="400px" width="100%" style="border: none" frameborder="0"></iframe></p>
<p>Jika penyebab lonjakan ini tidak diketahui, hal ini akan menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar. Namun beberapa di antaranya telah teridentifikasi, sehingga memberi kita keyakinan bahwa kita tidak sedang menghadapi virus baru.</p>
<p>Virus yang paling kita khawatirkan dan berpotensi menjadi pandemi adalah virus flu burung, yang dapat bermutasi menjadi mudah menular pada manusia. Cina telah menjadi episentrum flu burung <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0174980">pada masa lalu</a>, meskipun penyebaran H5N1 <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-023-06631-2">telah bergeser</a> ke benua Amerika, Eropa, dan Afrika.</p>
<p>Namun, tahun ini Cina telah melaporkan beberapa kasus pada manusia yang disebabkan oleh berbagai jenis flu burung, termasuk <a href="https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2023-DON456#:%7E:text%20=Pada%2027%20Maret%202023%2C%20the,%20telah%20dilaporkan%20dari%20Tiongkok.">H3N8</a>, <a href="https://bnonews.com/index.php/2023/07/chinese-woman-sffered%20-dari-h5n1-bird-flu-and-covid-19-at-the-same-time/">H5N1</a>, <a href="https://www.info.gov.hk/gia/general/202308/23/P2023082300439%20.htm">H5N6</a> dan <a href="https://www.chp.gov.hk/files/pdf/2023_avian_influenza_report_vol19_wk46.pdf">H9N2</a>. Dengan wabah yang besar dan terus menerus <a href="https://www.who.int/news/item/12-07-2023-ongoing-avian-influenza-outbreaks-in-animals-pose-risk-to-humans">pada burung dan mamalia</a>, ada kemungkinan lebih besar terjadinya mutasi dan pencampuran materi genetik influenza burung dan manusia, yang dapat menyebabkan virus pandemi influenza baru.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/alert-but-not-alarmed-what-to-make-of-new-h1n1-swine-flu-with-pandemic-potential-found-in-china-141872">Alert but not alarmed: what to make of new H1N1 swine flu with 'pandemic potential' found in China</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ancaman virus baru <a href="https://www.nature.com/articles/s41579-021-00639-z">semakin meningkat</a>, dan potensi pandemi paling besar terjadi pada virus yang menyebar melalui jalur pernapasan dan cukup parah untuk menyebabkan penyakit radang paru-paru. Tidak ada indikasi bahwa situasi saat ini di Cina merupakan pandemi baru, namun kita harus selalu mengidentifikasi dan memperhatikan kelompok pneumonia yang tidak terdiagnosis. </p>
<p><a href="https://www.epiwatch.org/">Sistem peringatan dini</a> memberi kita peluang terbaik untuk mencegah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264410X23006308?via%%203Dihub">pandemi berikutnya</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/218932/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>C Raina MacIntyre receives funding from NHMRC and MRFF. She is currently receiving funding from Sanofi for research on influenza and pertussis. She is on the WHO COVID-19 Vaccine Composition Technical Advisory Group and the WHO SAGE Monkeypox and Smallpox ad hoc working group. She leads EPIWATCH early warning system.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Ashley Quigley works as the Epidemiological Team Lead on EPIWATCH® at The Kirby Institute, UNSW.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Haley Stone works as a Research Officer on EPIWATCH® at The Kirby Institute, UNSW.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Rebecca Dawson is a Research Associate with EPIWATCH® at the Kirby Institute, UNSW.</span></em></p>Ada sejumlah patogen yang dilaporkan menyebabkan berjangkitnya penyakit pernapasan di Cina.C Raina MacIntyre, Professor of Global Biosecurity, NHMRC Principal Research Fellow, Head, Biosecurity Program, Kirby Institute, UNSW SydneyAshley Quigley, Senior Research Associate, Global Biosecurity, UNSW SydneyHaley Stone, PhD Candidate, Biosecurity Program, Kirby Institute, UNSW SydneyRebecca Dawson, Research Associate, The Kirby Institute, UNSW SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2151572023-10-06T07:01:40Z2023-10-06T07:01:40ZHadiah Nobel bidang kedokteran diberikan kepada pionir mRNA – bagaimana penemuan mereka berperan penting dalam pengembangan vaksin COVID<p>Miliaran orang di seluruh dunia telah menerima vaksin COVID-19 Pfizer atau Moderna. Pesatnya pengembangan vaksin-vaksin ini mengubah arah pandemi, memberikan perlindungan untuk melawan virus SARS-CoV-2.</p>
<p>Namun vaksin ini tidak akan mungkin terwujud jika bukan karena karya perintis <a href="https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2023/press-release/">dari pemenang hadiah Nobel tahun ini</a> di bidang fisiologi atau kedokteran beberapa dekade sebelumnya.</p>
<p>Dr Katalin Karikó dan Dr Drew Weissman, peneliti dari University of Pennsylvania, telah diberikan penghargaan bergengsi atas penemuan mereka dalam biologi mRNA. Pasangan ini adalah orang pertama yang menemukan cara memodifikasi mRNA yang memungkinkannya berhasil dikirim ke sel dan direplikasi oleh sel tersebut.</p>
<p>Penemuan mereka tidak hanya merupakan bagian integral dari pengembangan vaksin COVID-19, tapi juga dapat mengarah pada pengembangan banyak terapi lain–seperti vaksin untuk kanker.</p>
<h2>Pekerjaan seumur hidup</h2>
<p>Karikó adalah seorang ahli biokimia Hongaria dan Weissman seorang ilmuwan dokter Amerika. Keduanya mulai bekerja sama pada 1985 ketika Karikó menjadi peneliti pascadoktoral di Universitas Pennsylvania, tempat Weissman sudah bekerja sebagai ahli imunologi. Mereka mempunyai ketertarikan yang sama mengenai bagaimana mRNA dapat digunakan untuk membuat terapi baru.</p>
<p><em>Messenger RNA</em> (lebih dikenal sebagai mRNA) adalah molekul penting bagi kehidupan. Molekul ini dibuat di dalam tubuh dari DNA kita sendiri dalam proses yang disebut translasi. DNA adalah buku pegangan instruksi khusus yang dikodekan untuk pembuatan protein, bahan penyusun materi dalam tubuh.</p>
<p>MRNA kita menyalin dan membawa instruksi genetik ini dari DNA ke sel kita. Sel-sel kemudian membuat protein apa pun yang diperintahkan, seperti hemoglobin yang membantu sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh.</p>
<p>Karikó dan Weissman saat itu berpikir bahwa jika proses ini dapat dikendalikan, mRNA dapat digunakan untuk menginstruksikan sel agar membuat obatnya sendiri. Namun, pada saat mereka mulai bekerja sama, upaya peneliti lain untuk melakukan hal ini tidak berhasil.</p>
<p>Para peneliti kala itu menghadapi dua tantangan besar saat mereka memulai pekerjaan mereka. Yang pertama adalah mampu mencegah inang meningkatkan respons imun terhadap mRNA yang dimodifikasi. Yang kedua adalah mampu mengirimkan mRNA ke inang dengan aman tanpa menurunkannya.</p>
<p>Untuk memahami bagaimana mereka mengatasi hambatan pertama, penting untuk memahami struktur mRNA. Biasanya, molekul mRNA mengandung empat jenis molekul kecil yang dikenal sebagai basa (nukleosida): A (adenin), U (uridin), G (guanin), dan C (sitosin). Urutan berbeda dari basa ini dapat dirangkai untuk menghasilkan dasar molekul mRNA.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A digital illustration of a strand of mRNA." src="https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/551466/original/file-20231002-19-lxrhms.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Messenger RNA menyalin dan membawa instruksi genetik dari DNA kita.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/molecular-model-messenger-ribonucleic-acid-mrna-2205462601">Kateryna Kon/ Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Dalam percobaan awal, Karikó dan Weismann menemukan bahwa penyuntikan molekul mRNA normal ke tikus menyebabkan respons imun. Ini berarti sistem kekebalan tubuh tikus melihat mRNA baru sebagai patogen yang menyerang dan sel-sel kekebalan akan menghancurkannya, bukannya mereplikasinya.</p>
<p>Jadi <a href="https://www.nature.com/articles/s41577-021-00608-w">para peneliti memodifikasi</a> nukleosida U untuk membuat pseudouridine, senyawa kimia yang menstabilkan struktur RNA. Ketika mereka mengulangi percobaan dengan mRNA yang dimodifikasi, tubuh tikus tersebut ternyata menunjukkan <a href="https://www.cell.com/immunity/fulltext/S1074-7613(05)00211-6?_returnURL=https%3A%2F%20%2Flinkinghub.elsevier.com%2Fretrieve%2Fpii%2FS1074761305002116%3Fshowall%3Dbenar">tidak ada respons imun</a>.</p>
<p>Namun, Karikó dan Weismann masih menghadapi tantangan kedua untuk dapat menghadirkan mRNA yang dipesan lebih dahulu tanpa menurunkan kualitasnya.</p>
<p>Mereka memutuskan untuk menggunakan lipid (nanopartikel) untuk mengirimkannya. Senyawa kimia lemak ini merupakan bagian penting dari membran sel, mengontrol apa yang masuk dan keluar sel. </p>
<p>Lipid yang dibuat secara khusus memungkinkan molekul mRNA <a href="https://www.cell.com/molecular-therapy-family/molecular-therapy/fulltext/S1525-0016(16)32681-8?_returnURL=https%3A%20%2F%2Flinkinghub.elsevier.com%2Fretrieve%2Fpii%2FS1525001616326818%3Fshowall%3Dtrue">dikirimkan</a> tanpa terdegradasi atau dipecah oleh sistem kekebalan.</p>
<p>Penelitian Karikó dan Weissman telah berhasil menghilangkan hambatan yang sebelumnya menghalangi penggunaan mRNA secara klinis. mRNA Mampu menginstruksikan tubuh untuk mereplikasi hampir semua protein yang tidak berbahaya berpotensi mengobati berbagai penyakit dan bahkan melindungi dari infeksi virus.</p>
<h2>Vaksin COVID</h2>
<p>Saat penelitian mereka pertama kali dipublikasikan, penelitian tersebut tidak menarik <a href="https://www.nytimes.com/2023/10/02/health/nobel-prize-medicine.html#:%7E:text=Katalin%20Karik%C3%B3%20and%20Drew%20Weissman%2C%20who%20together%20identified%20a%20chemical,Physiology%20or%20Medicine%20on%20Monday">banyak perhatian</a>. Namun pada 2011, dua perusahaan bioteknologi – Moderna dan BioNTech – memperhatikan dan memulai penelitian terhadap obat-obatan mRNA.</p>
<p>Itu tidak mengherankan. Metode produksi vaksin tradisional memakan waktu, mahal, dan tidak berhasil untuk semua vaksin. Namun penelitian Karikó dan Weissman menunjukkan bahwa mRNA sintetik dapat dibuat dalam skala besar.</p>
<p>Para peneliti telah berupaya mengembangkan vaksin mRNA sebelum pandemi, seperti <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-022-03590-y#:%7E:text=There%20is%20%20some%20research%20suggesting,imun%20responses%20in%20guinea%20pigs.">vaksin untuk Ebola</a> yang tidak menerima banyak minat komersial. Namun pada 2020, ketika COVID-19 mulai menyebar ke seluruh dunia, vaksin dibutuhkan dengan cepat untuk memberikan perlindungan.</p>
<p>Dengan menggunakan karya dasar Karikó dan Weissman, para ilmuwan mengembangkan rangkaian mRNA khusus yang meniru protein <em>spike</em> (yang memungkinkan virus memasuki sel kita). Hal ini menghasilkan partikel COVID yang tidak berbahaya yang kemudian direplikasi oleh sel-sel kita, sehingga memungkinkan tubuh kita melindungi kita dari infeksi COVID yang parah ketika bertemu dengan virus yang sebenarnya.</p>
<p>Penemuan Karikó dan Weissman beberapa tahun sebelumnya sangat penting dalam memungkinkan pembuatan vaksin mRNA COVID-19. Namun ini bukanlah satu-satunya cara penerapan karya mereka.</p>
<p>Para peneliti sekarang berharap untuk mengembangkan vaksin mRNA untuk penyakit seperti HIV dan virus Zika. Penelitian juga menunjukkan bahwa vaksin mRNA mungkin berguna dalam mengobati <a href="https://theconversation.com/pancreatic-cancer-a-personalised-mrna-vaccine-may-boost-effects-of-treatment-205606">jenis kanker tertentu</a> .</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/215157/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alice Godden tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Hadiah bergengsi dianugerahkan kepada Dr Katalin Karikó dan Dr Drew Weissman dari University of Pennsylvania.Alice Godden, Senior research associate, School of Biological Sciences, University of East AngliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1976892023-05-11T06:23:15Z2023-05-11T06:23:15ZRiset: Takut “hukuman” administratif, salah satu pendorong terbesar kelompok rentan ikut vaksinasi COVID<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/504852/original/file-20230117-14-9beoeb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Petugas kesehatan menyiapkan vaksin COVID-19 di Balai Kota Yogyakarta, 15 Desember 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1671077115&getcod=dom">ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc</a></span></figcaption></figure><p>Saat diperkenalkan pada <a href="http://p2p.kemkes.go.id/program-vaksinasi-covid-19-mulai-dilakukan-presiden-orang-pertama-penerima-suntikan-vaksin-covid-19/">Januari 2021</a>, vaksinasi COVID-19 menuai banyak pro dan kontra di masyarakat Indonesia. </p>
<p>Faktanya, mayoritas penduduk bersedia divaksin. Pada 2023 ini, <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">lebih dari 74% atau 174 juta</a> masyarakat Indonesia – hingga 10 Mei 2023 – yang menjadi sasaran vaksinasi telah menerima dua dosis vaksin COVID-19.</p>
<p>Di balik keberhasilan tersebut, masih terdapat pertanyaan mengenai akses dan penerimaan vaksinasi COVID-19 bagi kelompok rentan. Setelah dua tahun pelaksanaan <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">program vaksinasi COVID-19 di Indonesia</a>, bagaimana pandangan masyarakat rentan terhadap vaksinasi COVID-19?</p>
<p>Kementerian Kesehatan telah mengidentifikasi <a href="https://covid19.go.id/p/regulasi/surat-edaran-nomor-hk0202iii152422021">kelompok rentan target penerima vaksin COVID-19</a>, yaitu penyandang disabilitas, masyarakat adat, penghuni lembaga pemasyarakatan, pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS), pekerja migran Indonesia bermasalah (PMIB), dan masyarakat yang belum memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan). </p>
<p>Riset kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, dan Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), yang laporannya sedang kami tulis, menunjukkan bahwa keputusan vaksinasi COVID-19 bagi kelompok rentan sangat bergantung pada dorongan keluarga dan pendamping, serta untuk menghindari sanksi administratif, seperti dihentikannya bantuan sosial (bansos) dan larangan bepergian. </p>
<h2>Ikut vaksinasi untuk hindari “hukuman” administratif</h2>
<p>Riset kualitatif kami fokus pada persepsi, penerimaan, kekhawatiran, dan aksesibilitas kelompok rentan (lansia dan penyandang disabilitas) terhadap vaksin COVID-19 di delapan kabupaten di empat provinsi di Indonesia: Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. </p>
<p>Riset dilaksanakan dengan melakukan enam Diskusi Kelompok Terpimpin (<em>focus group discussion</em>) di masing-masing kabupaten, dengan kelompok laki-laki dan perempuan secara terpisah untuk setiap kategori, yaitu kelompok lansia, kelompok penyandang disabilitas, serta kelompok masyarakat umum. </p>
<p>Di dalam kelompok masyarakat umum, terdapat pula anggota kelompok rentan lain, misalnya orang dengan HIV (ODHIV). Selain itu, wawancara mendalam dengan perwakilan pemerintah kabupaten dan puskesmas atau vaksinator juga dilakukan untuk mempelajari strategi komunikasi yang dilakukan di kabupaten tersebut.</p>
<p>Hampir semua informan penelitian kami, yang berjumlah total 304 orang, telah menerima vaksinasi dosis lengkap, yaitu dua kali suntik.</p>
<p>Namun demikian, capaian tersebut lebih didorong kekhawatiran atas konsekuensi yang akan mereka terima jika tidak melakukan vaksinasi. Jika tidak ikut vaksin, mereka khawatir tidak mendapatkan bantuan sosial, menghadapi penundaan pelayanan administrasi, dan dilarang bepergian dengan transportasi publik tertentu. </p>
<p>Kekhawatiran mengenai konsekuensi administratif sangat menonjol di kelompok responden laki-laki dibandingkan dengan kelompok responden perempuan, karena perannya sebagai kepala keluarga. Konsekuensi administratif tersebut, ditambah dengan pengaruh keluarga, teman sebaya, dokter, tokoh masyarakat dan tokoh agama menjadi faktor pemaksa (<em>enforcing</em>) yang berhasil meningkatkan cakupan vaksinasi.</p>
<p>Pemahaman akan vaksinasi dan manfaat vaksinasi masih rendah di semua kelompok responden, baik responden perempuan maupun laki-laki. Padahal, persepsi masyarakat mengenai kerentanan, tingkat keparahan, kematian akibat COVID-19, dan pengetahuan mengenai manfaat vaksin menjadi faktor pendorong (<em>predisposing</em>) penerimaan vaksinasi. </p>
<p>Informan dari kategori masyarakat umum menyatakan kekhawatiran atas risiko keparahan dan kematian akibat COVID-19, sehingga merasa perlu mendapatkan vaksin COVID-19. Namun, informan laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya kecenderungan simpang siurnya informasi yang mereka percaya mengenai COVID-19 dan vaksinasi. </p>
<p>Pada kelompok informan lansia dan penyandang disabilitas, meski kekhawatiran terhadap <a href="https://www.balaibaturaja.litbang.kemkes.go.id/read-kejadian-ikutan-paska-imunisasi-kipi-pada-vaksinasi-covid19">Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)</a> masih cukup besar, konsekuensi administratif dan bantuan sosial yang mungkin mereka dapatkan jika tidak melakukan vaksinasi COVID-19 mendorong mereka ikut vaksinasi. </p>
<p>Cakupan vaksinasi COVID-19 tidak terlepas dari kesiapan daerah dengan menyediakan lokasi vaksinasi yang dekat dengan tempat tinggal dan program vaksinasi massal. Hal ini menjadi faktor pemungkin (<em>enabling</em>) yang mempermudah akses masyarakat terhadap vaksinasi COVID-19.</p>
<h2>Data yang tak tampak</h2>
<p>Walau cakupan vaksinasi COVID dosis dua nasional mencapai lebih dari 70%, hingga saat ini, laporan data penerima vaksin tidak memperlihatkan cakupan vaksinasi untuk kelompok rentan tersebut. Pemerintah pun <a href="https://puskapa.org/publikasi/1159/">belum mengidentifikasi langkah operasional</a> untuk menjangkau dan memastikan agar kelompok rentan tersebut menerima vaksinasi COVID-19. </p>
<p>Ketidaktransparanan data mengenai penerimaan vaksin COVID-19 bagi kelompok rentan ini memunculkan pertanyaan apakah kelompok rentan, terutama yang tinggal di daerah terpencil dan terjauh dapat mengakses informasi dan mendapatkan vaksin COVID-19? Bagaimana sebetulnya sikap mereka terhadap vaksin? </p>
<p>Apakah keraguan mengenai KIPI, terutama bagi kelompok lansia dan penyandang disabilitas yang banyak menjadi diskusi pada awal pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 ini telah teratasi? Perlu lebih banyak studi untuk menjawab pertanyaan tersebut.</p>
<h2>Keberhasilan vaksinasi berpotensi jangka panjang?</h2>
<p>Pedoman Komunikasi Risiko untuk Penanggulangan Krisis Kesehatan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan pada Mei 2021 menyampaikan <a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/21053100001/Pedoman-Komunikasi-Risiko-untuk-Penanggulangan-Krisis-Kesehatan.html">tiga cara dalam mengintervensi perubahan perilaku</a>, yaitu 3E – <em>Education</em> (edukasi dan promosi kesehatan), <em>Engineering</em> (rekayasa), dan <em>Enforcement</em> (penegakan hukum). </p>
<p>Dalam situasi kritis, rekayasa dan penegakan hukum memainkan peranan penting untuk dapat segera mengendalikan situasi. Namun, untuk perubahan perilaku jangka panjang, edukasi dan promosi kesehatan yang berkelanjutan dan dapat diakses oleh kelompok rentan sangat diperlukan.</p>
<p>Kesulitan akses informasi yang diperlukan membuat kelompok penyandang disabilitas sensori, seperti teman tuli dan netra, sangat bergantung pada penerjemahan informasi yang diberikan oleh keluarga atau pendampingnya. </p>
<p>Tatanan Bahasa Indonesia yang digunakan teman tuli berbeda dengan tatanan Bahasa Indonesia yang sehari-hari digunakan masyarakat umum, sehingga informasi tertulis yang tersedia seringkali membingungkan. </p>
<p>Contoh lain adalah bagaimana materi dalam format gambar yang sering dibagikan melalui media sosial tidak dapat dibaca oleh aplikasi pembaca layar yang digunakan teman netra. </p>
<p>Penelitian ini menemukan bahwa strategi komunikasi risiko dan perubahan perilaku yang didorong oleh <em>enforcement</em> memang berhasil membantu pemerintah dalam mencapai target programnya. </p>
<p>Namun, upaya tersebut tidak cukup untuk membantu mencapai tujuan komunikasi risiko dalam mendorong <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789241550208">pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan</a> (<em>informed decision</em>) untuk perubahan perilaku kesehatan jangka panjang. </p>
<p>Hal ini berpotensi menghentikan penerimaan vaksinasi COVID-19 atau mendorong keengganan masyarakat untuk melakukan vaksinasi <em>booster</em>. Saat ini, baru 37,9% target sasaran vaksinasi yang sudah melakukan <em>booster</em> pertama (dosis ketiga) dan <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">hanya 1,7% yang melakukan <em>booster</em> kedua (dosis keempat)</a>. Lebih jauh, strategi ini tidak cukup dalam meningkatkan kesadaran dan ketahanan kesehatan masyarakat untuk menghadapi krisis kesehatan di masa depan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197689/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Citra Lestari pernah bekerja sebagai konsultan Australia-Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) yang membiayai penelitian ini.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Dwidjo Susilo menerima dana dari AIHSP berupa honor sebagai peneliti dalam tulisan ini. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Shita menerima dana dari AIHSP untuk melakukan penelitian ini.</span></em></p>Cakupan vaksinasi COVID-19 tidak terlepas dari kesiapan daerah dengan menyediakan lokasi vaksinasi yang dekat dengan tempat tinggal dan program vaksinasi massal.Citra Indah Lestari, PhD Candidate - Asia Institute, The University of MelbourneDwidjo Susilo, Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK KMK, Universitas Gadjah Mada Shita Dewi, Peneliti, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2052022023-05-09T05:22:04Z2023-05-09T05:22:04ZCOVID secara resmi tidak lagi darurat kesehatan global– begini artinya dan pelajaran penting dari pandemi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/524885/original/file-20230508-19-1qhq02.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Begitu peraturan memakai masker dilonggarkan, kita cenderung melepasnya. </span> <span class="attribution"><span class="source">Prostock-studio/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Para ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) <a href="https://www.nytimes.com/2023/05/05/health/covid-who-emergency-end.html">telah secara resmi menyatakan</a> bahwa COVID-19 <a href="https://www.who.int/news/item/05-05-2023-statement-on-the-fifteenth-meeting-of-the-international-health-regulations-(2005)-emergency-committee-regarding-the-coronavirus-disease-(covid-19)-pandemic">tidak lagi merupakan</a> darurat kesehatan masyarakat global (Pheic). Ini bertepatan dengan <a href="https://www.who.int/publications/i/item/WHO-WHE-SPP-2023.1">strategi baru WHO</a> untuk beralih dari tanggap darurat ke manajemen penyakit COVID jangka panjang yang berkelanjutan.</p>
<p>Keputusan ini mungkin secara praktis tidak mengubah banyak hal. COVID akan tetap memiliki status pandemi, dan negara akan terus memiliki kewenangannya sendiri untuk menentukan apakah akan memperlakukan COVID sebagai keadaan darurat di wilayah mereka (beberapa negara, <a href="https://www.npr.org/2023/%2004/11/1169191865/biden-ends-covid-national-emergency">termasuk Amerika Serikat</a>, telah menyatakan berakhirnya darurat nasional).</p>
<p>Namun, bagi komunitas kesehatan masyarakat global, ini adalah peristiwa yang sangat penting, menggambarkan akhir periode tanggap darurat yang dimulai pada <a href="https://www.who.int/publications/m/item/covid-19-public-health-emergency-of-international-concern-(pheic)-global-research-and-innovation-forum">30 Januari 2020</a>.</p>
<p>Bagi sebagian besar masyarakat umum, perubahan status kedaruratan ini mungkin berlalu begitu saja tanpa disadari. Sejak beberapa waktu, banyak orang sudah tak lagi memandang COVID sebagai keadaan darurat. Di Inggris misalnya, COVID tidak lagi muncul sebagai isu-isu utama yang dikhawatirkan masyarakat dalam <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/wellbeing/bulletins/publicopinionsandsocialtrendsgreatbritain/19aprilto1may2023">survei opini publik</a> yang rutin dilaksanakan Kantor Statistik Nasional. Bahkan setahun yang lalu, <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/wellbeing/bulletins/publicopinionsandsocialtrendsgreatbritain/30marchto24april2022">hanya dua dari lima orang Inggris</a> sangat atau agak khawatir tentang COVID, menurut survei tersebut.</p>
<p>Bersama dengan ilmuwan perilaku lainnya, saya mengikuti <a href="https://www.swansea.ac.uk/research/research-highlights/health-innovation/public-during-pandemic/">pengalaman publik tentang pandemi</a> selama tiga tahun terakhir. Hasilnya belum ditinjau oleh rekan sejawat tapi pada musim panas 2022, banyak partisipan dalam <a href="https://psyarxiv.com/d6jcv">penelitian kami</a> menggambarkan pandemi sebagai “suatu kenangan jauh” atau seperti “tidak pernah terjadi”.</p>
<p>Saat kita melangkah ke fase berikutnya, saatnya untuk mempertimbangkan apa yang telah kita pelajari tentang perilaku manusia selama pandemi, dan apa yang terjadi selanjutnya.</p>
<h2>Kebiasaan lama sulit hilang</h2>
<p>Pada hari-hari awal pandemi, banyak ilmuwan perilaku, termasuk saya sendiri, bertanya-tanya apakah beberapa kebiasaan pandemi kita <a href="https://theconversation.com/two-years-into-the-pandemic-which-of-our-newly-formed-habits-are-here-to-stay-178204">tetap diteruskan</a>. Akankah <a href="https://www.itv.com/news/wales/2021-04-02/masks-to-stay-soldiering-on-through-the-common-cold-will-stop-and-the-nature-of-work-has-change-forever-expert-says">masker wajah</a> menjadi suatu barang utama di lemari pakaian sehari-hari? Akankah orang berhenti memaksakan diri untuk bekerja ketika tidak sehat?</p>
<p>Ternyata bagi kebanyakan orang, pandemi tidak secara permanen mengubah perilaku dan kebiasaan kita atau menciptakan “<a href="https://psyarxiv.com/d6jcv">normal baru</a>”. Melihat kembali ke Inggris, penggunaan masker secara konsisten menurun, dengan <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/wellbeing/datasets/publicopinionsandsocialtrendsgreatbritaincoronaviruscovid19andotherillnesses">angka dari bulan lalu</a> menunjukkan bahwa kurang dari satu dari enam orang dewasa yang memakai masker wajah baru-baru ini. Penggunaan reguler atau sehari-hari kemungkinan jauh lebih jarang.</p>
<p>Jarak sosial (<em>social distancing</em>) telah lama hilang, kecuali sebagian kecil masyarakat, khususnya mereka yang paling rentan terhadap COVID.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/long-social-distancing-how-young-adults-habits-have-changed-since-covid-183837">Long social distancing: how young adults' habits have changed since COVID</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pandemi COVID telah mengajari kita bagaimana perilaku adaptif, khususnya seberapa banyak orang bersedia mengubah perilaku mereka untuk menjaga diri mereka sendiri dan orang lain tetap aman. Kebanyakan orang <a href="https://academic.oup.com/abm/article/56/8/781/6618645?login=false">mengikuti aturan</a> selama <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0258781">puncak pandemi</a>, betapapun sulitnya. COVID telah mengingatkan kita <a href="https://www.cambridge.org/core/services/aop-cambridge-core/content/view/759BE02FFE73E5C05EA429A3E1547D78/S2056467821000050a.pdf/resilience_in_the_age_of_covid19.pdf">betapa tangguhnya kita sebagai manusia</a>.</p>
<p>Adaptasi pandemi ini, dan fakta bahwa perilaku pra-pandemi kita bangkit kembali begitu cepat, menunjukkan betapa pentingnya isyarat sosial dan norma sosial terhadap perilaku manusia. Mengenakan masker atau menjaga jarak dari orang lain adalah kebiasaan – <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S002210311100254X">dipicu secara otomatis</a> sebagai respons terhadap isyarat kontekstual, seperti melihat tanda dengan gambar orang-orang yang menjaga jarak secara sosial.</p>
<p>Norma sosial – apa yang kita pikir orang lain lakukan – adalah kunci <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0277360">penyerapan vaksin</a> dan penyerapan <a href="https://www.nature.com/articles/s41562-020-0884-z">tindakan pencegahan secara umum</a>. Ketika isyarat kontekstual ini menghilang dan norma sosial mulai berubah, dan ketika cakupan vaksin meningkat dan risiko mayoritas menurun, perilaku kita berubah.</p>
<p>Pandemi juga telah menunjukkan betapa pentingnya hubungan sosial dan kontak sosial, terutama kontak fisik. Bagaimana COVID tidak akan bisa selamanya mencegah interaksi sosial adalah sesuatu <a href="https://theconversation.com/handshakes-and-hugs-are-good-for-you-its-vital-they-make-a-comeback-after-the-pandemic-158174">telah kita perdebatkan sebelumnya</a>. </p>
<p>Menurut teori keamanan sosial, yang melihat stres dan kesejahteraan sebagai produk dari faktor biologis, psikologis, dan sosial, COVID <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352250X2200001X">menimbulkan ancaman</a> ke “ tatanan sosial yang membuat manusia tangguh dan membuat kita tetap hidup dan sehat”.</p>
<p>Tidak mengherankan jika kepuasan hidup dan kebahagiaan adalah <a href="https://bmjopen.bmj.com/content/10/7/e039334">terendah selama <em>lockdown</em></a>, dan terpulihkan saat orang mulai <a href="https://www.covidsocialstudy.org/_files/ugd/064c8b_c525505ffa6b432f96dc41d6b6a985ea.pdf">bergaul lagi secara sosial</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A group of young adults having drinks and socialising." src="https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=380&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/524614/original/file-20230505-17-mxd10j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=478&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Pandemi menyoroti pentingnya hubungan sosial.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/millennial-trendy-people-having-fun-moment-2136581301">View Apart/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Keadaan darurat belum berakhir untuk semua orang</h2>
<p>Saat kita menandai akhir dari fase darurat, penting untuk mengingat <a href="https://covid19.who.int/">hampir tujuh juta jiwa hilang atau meninggal</a> karena COVID sejak 2020.</p>
<p>Dan tentu saja, kita harus mempertimbangkan bahwa bagi sebagian orang, terutama mereka yang rentan secara klinis, keadaan darurat belum berakhir, dan mungkin tidak akan pernah berakhir.</p>
<p>Meski bukan lagi darurat kesehatan kesehatan masyarakat global, <a href="https://www.who.int/publications/i/item/WHO-WHE-SPP-2023.1">seperti yang diingatkan oleh WHO</a>, COVID masih bertanggung jawab atas jutaan infeksi dan ribuan kematian setiap minggu di seluruh dunia. Juga, berkat COVID yang panjang (<em>long COVID</em>), ratusan juta orang membutuhkan perawatan jangka panjang.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-pandemic-three-years-on-and-nobody-wants-to-talk-about-it-heres-why-we-should-201899">COVID pandemic: three years on and nobody wants to talk about it – here's why we should</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ke depan, kita perlu beralih dari mengandalkan resiliensi individu menjadi membangun resiliensi di institusi kita. Kita semua dapat mengambil tindakan untuk terus melindungi diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita dari COVID dan virus pernapasan lainnya (seperti <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(23%20)00021-1/fulltext">mencuci tangan</a> dan tetap memperbarui dengan vaksinasi). Namun, tanggung jawab untuk mencegah keadaan darurat kesehatan masyarakat tidak boleh diletakkan <a href="https://blogs.bmj.com/bmj/2020/03/17/uks-coronavirus-policy-places-too-much-responsibility-in-the-hands-of-the-public/">hanya di tangan publik</a>.</p>
<p>Pemerintah, pemberi kerja, dan otoritas kesehatan dapat mengambil tindakan di masa kini untuk <a href="https://www.theguardian.com/books/2022/may/11/preventable-by-devi-sridhar-review-a-resolutely-global-view-of-covid">melindungi dari</a> <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34872923/">darurat kesehatan masyarakat</a> masa depan. </p>
<p>Secara sistematis <a href="https://joint-research-centre.ec.europa.eu/jrc-news/misinformation-covid-19-what-did-we-learn-2023-02-21_en">menangani misinformasi</a>, <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240021280">meningkatkan ventilasi </a> di <a href="https://www.bmj.com/content/376/bmj.o327">sekolah</a>, tempat kerja, dan ruang dalam ruangan publik lainnya, dan melakukan perbaikan jangka panjang untuk cuti sakit berbayar adalah cara yang baik untuk mulai membangun lebih banyak <a href="https://unsdg.un.org/resources/executive-summary-un-common-guidance-helping-build-%20tangguh-masyarakat">masyarakat yang tangguh</a> dalam persiapan untuk pandemi berikutnya. </p>
<p>Semoga ini adalah sesuatu yang tidak akan pernah kita lihat seumur hidup kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/205202/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Simon Nicholas Williams has received funding from Senedd Cymru, Public Health Wales and the Wales Covid Evidence Centre for research on COVID-19. However, this article reflects the views of the author only and no funding bodies were involved in the writing or content of this article.</span></em></p>Pandemi COVID telah mengajari kita bagaimana perilaku adaptif, khususnya seberapa banyak orang bersedia mengubah perilaku mereka untuk menjaga diri mereka sendiri dan orang lain tetap aman.Simon Nicholas Williams, Lecturer in Psychology, Swansea UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2019582023-03-16T07:36:49Z2023-03-16T07:36:49ZCOVID, flu burung, mpox – ahli virus jelaskan mengapa wabah akibat virus terus bermunculan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/515723/original/file-20230316-24-hu3ken.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Kateryna Kon/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Dari <a href="https://theconversation.com/european-outbreak-of-monkeypox-what-you-need-to-know-183298">wabah mpox</a> yang meluas (sebelumnya disebut <em>monkeypox</em>, cacar monyet) pada 2022, lalu situasi flu burung yang berkembang saat ini, sampai <a href="https://www.afro.who.int/countries/equatorial-guinea/news/equatorial-guinea-confirms-first-ever-marburg-virus-disease-outbreak">kasus virus Marburg</a> baru-baru ini di Guinea Khatulistiwa, Afrika Tengah, kita mendapati bahwa COVID tidak mendominasi berita utama seperti sebelumnya. Sebaliknya, kita kerap mendengar wabah virus baru atau yang muncul kembali.</p>
<p>Apakah insiden wabah virus meningkat? Atau, apakah kemampuan kita mendeteksi wabah menjadi lebih baik berkat pesatnya inovasi teknologi selama pandemi COVID? Jawabannya mungkin sedikit dari keduanya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/three-years-on-the-covid-pandemic-may-never-end-but-the-public-health-impact-is-becoming-more-manageable-198013">Three years on, the COVID pandemic may never end – but the public health impact is becoming more manageable</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ada sekitar 1,67 juta virus yang belum diidentifikasi yang saat ini menginfeksi mamalia dan burung. Dari jumlah tersebut, kira-kira <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8204831/">827 ribu di antaranya</a> berpotensi menginfeksi manusia.</p>
<p>Untuk memahami bagaimana virus muncul, kita perlu kembali ke awal kehidupan di Bumi. Ada beberapa teori tentang bagaimana virus pertama muncul, tapi semuanya setuju bahwa virus telah ada selama miliaran tahun. Mereka berevolusi bersama makhluk hidup. Ketika ada gangguan pada evolusi bersama yang stabil ini, masalah mungkin akan muncul.</p>
<p>Pendorong utama munculnya virus pada populasi manusia adalah manusia dan tindakannya. Sejak pertanian menjadi praktik umum lebih dari 10.000 tahun yang lalu, manusia berhubungan lebih dekat dengan hewan. Perubahan ini meningkatkan kesempatan virus yang secara alami menginfeksi hewan-hewan ini untuk “melompat” ke manusia. </p>
<p>Peristiwa di atas disebut zoonosis. Ada sekitar <a href="https://journals.plos.org/plosntds/article?id=10.1371/journal.pntd.0003257">75% penyakit menular yang baru muncul</a> disebabkan oleh peristiwa zoonosis.</p>
<p>Seiring kemajuan peradaban dan teknologi manusia, <a href="https://www.sciencedaily.com/releases/2019/06/190624111612.htm">penghancuran habitat hewan</a> memaksa mereka hijrah ke daerah baru untuk mencari sumber makanan. Spesies-spesies berbeda yang biasanya tidak berhubungan kini terpaksa berbagi ruang. </p>
<p>Tambahkanlah manusia ke dalam fenomena ini dan kamu memiliki resep sempurna untuk munculnya virus baru.</p>
<p>Urbanisasi menyebabkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7110580/">kepadatan populasi yang tinggi</a>, menciptakan lingkungan yang ideal untuk penyebaran virus. Pesatnya pembangunan kota-kota sering tak dibarengi infrastruktur yang memadai seperti sanitasi dan perawatan kesehatan, sehingga yang semakin meningkatkan kemungkinan wabah virus.</p>
<p>Perubahan iklim juga berkontribusi pada <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7305058/">penyebaran virus</a>. Misalnya, arbovirus (yang disebarkan oleh arthropoda seperti nyamuk) menyebar daerah baru karena semakin banyak negara yang menjadi tempat ideal nyamuk bertahan hidup–akibat iklim yang menghangat. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Ayam." src="https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/514924/original/file-20230313-22-icqgqm.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Virus dapat melompat dari hewan ke manusia.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/close-hen-chicken-farm-organics-organic-2169452695">Wassana Panapute/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kita (para ilmuwan virus) sudah mengetahui faktor-faktor ini sejak lama. Munculnya SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID) tidak mengejutkan ahli virologi atau epidemiolog mana pun. Ini hanya masalah kapan – bukan jika – pandemi akan terjadi. Hal yang tidak terduga adalah skala pandemi COVID, dan sulitnya membatasi penyebaran virus secara efektif.</p>
<p>Kita juga tidak dapat memprediksi dampak misinformasi terhadap bidang kesehatan masyarakat lainnya. Sentimen anti-vaksinasi khususnya telah menjadi lebih umum di media sosial selama beberapa tahun terakhir. Kita pun kita melihat peningkatan level <a href="https://theconversation.com/we-measured-vaccine-confidence-pre-pandemic-and-in-2022-its-declined-considerably-193580">keraguan terhadap vaksin</a>.</p>
<p>Ada juga gangguan pada program imunisasi anak rutin. Ini meningkatkan risiko wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin <a href="https://www.who.int/news/item/27-04-2022-unicef-and-who-warn-of--perfect-storm--of-conditions-for-measles-outbreaks--affecting-children">seperti campak</a>.</p>
<h2>Pelajaran dalam surveilans</h2>
<p>Selama pandemi COVID, sains bergerak dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Berbagai metode untuk mendeteksi terus berkembang, sehingga pemantauan wabah dan evolusi virus kian membaik. </p>
<p>Sekarang, banyak ilmuwan yang terlibat dalam pelacakan SARS-CoV-2 juga mengalihkan perhatian mereka untuk memantau virus lain.</p>
<p>Misalnya, <a href="https://theconversation.com/wastewater-monitoring-took-off-during-the-covid-19-pandemic-and-heres-how-it-could-help-head-off-%20future-outbreaks-180775">pemantauan air limbah</a> telah digunakan secara ekstensif untuk mendeteksi SARS-CoV-2 selama pandemi. Metode pemantauan tersebut juga dapat membantu melacak virus lain yang mengancam kesehatan manusia.</p>
<p>Ketika seseorang terinfeksi satu virus, beberapa materi genetik dari virus tersebut biasanya terbuang ke toilet. Air limbah mampu untuk menunjukkan jika jumlah infeksi di suatu daerah meningkat, bahkan sebelum jumlah kasus mulai meningkat di rumah sakit.</p>
<p>Upaya mengadaptasi teknologi ini untuk mencari virus lain seperti influenza, campak, atau bahkan polio dapat memberi kita data berharga tentang waktu wabah virus. Ini sudah terjadi sampai taraf tertentu – <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(22)01804-9/fulltext">virus polio</a> terdeteksi di air limbah di London selama 2022, misalnya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/we-measured-vaccine-confidence-pre-pandemic-and-in-2022-its-declined-considerably-193580">We measured vaccine confidence pre-pandemic and in 2022 – it's declined considerably</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Peningkatan pengawasan virus ini secara alami akan menghasilkan lebih banyak wabah virus yang dilaporkan. Sementara beberapa orang mungkin menganggap ini sebagai ketakutan, informasi seperti ini bisa menjadi kunci untuk mengatasi pandemi pada masa depan. Jika wabah terjadi di daerah yang tidak memiliki sistem pengawasan virus yang memadai, infeksi kemungkinan besar akan menyebar terlalu jauh sehingga tidak mudah dibendung.</p>
<p>Meskipun demikian, pengawasan hanyalah salah satu bagian dari kesiapsiagaan menghadapi pandemi. Pemerintah dan lembaga kesehatan dan sains di seluruh dunia perlu memiliki protokol pandemi dan kemunculan virus di suatu tempat (serta secara teratur memperbaruinya). Harapannya, kita tidak tergesa-gesa memahami situasi yang mungkin sudah terlambat.</p>
<p>COVID tidak mungkin menjadi pandemi terakhir yang akan disaksikan oleh banyak orang yang hidup hari ini. Semoga lain kali kita lebih siap.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/201958/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lindsay Broadbent has previously received funding from The Wellcome Trust.</span></em></p>Jika wabah terjadi di daerah yang tidak memiliki sistem pengawasan virus yang memadai, infeksi kemungkinan besar akan menyebar terlalu jauh sehingga tidak mudah dibendung.Lindsay Broadbent, Lecturer in Virology, University of SurreyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1983062023-01-26T06:49:29Z2023-01-26T06:49:29ZPelajaran mahal dari COVID: mengapa eliminasi harus menjadi strategi global standar untuk pandemi masa depan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/506319/original/file-20230125-24-yooqay.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Getty Images</span></span></figcaption></figure><p>Bayangkan sekarang tahun 2030. Para dokter di sebuah rumah sakit daerah di negara X mencatat adanya peningkatan jumlah individu dengan penyakit pernapasan parah. Pengurutan cepat seluruh genom mengidentifikasi agen penyebab penyakit sebagai coronavirus baru.</p>
<p>Investigasi epidemiologis menunjukkan bahwa virus ini sangat menular, dengan sebagian besar kasus awal memerlukan rawat inap. Episode tersebut memiliki kemiripan yang mencolok dengan wabah COVID <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30211-7">yang pertama kali terdeteksi pada Desember 2019</a>.</p>
<p>Otoritas kesehatan regional dan nasional diberitahu dengan cepat. Penanggungjawab kontak nasional untuk Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) 2024 (revisi besar untuk <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789241580496">IHR 2005 saat ini</a>) mengirimkan sebuah laporan ke Organisasi Kesehatan Dunia (<a href="https://www.who.int/">WHO</a>). Setelah pertukaran informasi dan penilaian risiko yang intens, WHO mengumumkan darurat kesehatan masyarakat internasional.</p>
<p>Wabah ini dihadapi dengan suatu strategi respons “eliminasi”. Penunjukan ini memulai prosedur yang dilatih dengan baik, termasuk memobilisasi keahlian dan persediaan sumber daya.</p>
<p>Respons eliminasi menghasilkan tindakan karantina lokal di pusat wabah dan sekitarnya serta pembatasan ketat perjalanan melintasi radius luas di dalam negara X dan di perbatasannya. Respons ini juga mendorong pengawasan lokal dan internasional yang intensif. Jumlah kasus meningkat dengan cepat tapi stabil setelah tiga minggu, dan kemudian turun hingga tidak ada kasus baru yang terdeteksi di masyarakat.</p>
<p>Setelah delapan minggu upaya intensif, wabah berakhir – mirip dengan pengalaman Selandia Baru, yang menghentikan wabah COVID awalnya dalam delapan minggu menggunakan <a href="https://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMc2025203">strategi eliminasi</a>. Wabah telah menyebar secara regional di negara X, tapi tidak secara internasional.</p>
<p>Inilah usul kami mengenai bagaimana dunia seharusnya merespons ancaman pandemi masa depan seperti dimuat di <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(22)02489-8"><em>The Lancet</em></a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/chinas-covid-cases-may-have-hit-900-million-whats-headed-our-way-197896">China's COVID cases may have hit 900 million. What's headed our way?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Respons pandemi yang ditingkatkan untuk dihilangkan di sumbernya</h2>
<p>Proses WHO saat ini memutuskan untuk mendeklarasikan darurat kesehatan masyarakat sebagai perhatian internasional (di bawah Peraturan Kesehatan Internasional 2005) telah <a href="https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-%203099(20)30401-1/teks%20lengkap">mengundang kritik</a> karena terlalu lambat.</p>
<p>Peningkatan kerangka respons yang kami usulkan akan manaikkan penilaian risiko yang ada dengan secara rutin meminta WHO untuk menetapkan strategi respons tingkat tinggi untuk mengelola risiko ini. </p>
<p>Untuk potensi pandemi, kami menganggap strategi ini harus berupa eliminasi daripada strategi supresi (penekanan) atau mitigasi, yang telah menjadi opsi strategi rutin (<em>default option</em>) yang biasa dilakukan pada masa lalu. Secara sederhana, “jika ragu, hilangkan”.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/we-suppressed-our-scientific-imagination-four-experts-examine-the-big-successes-and-failures-of-the-covid-response-so-far-178705">'We suppressed our scientific imagination': four experts examine the big successes and failures of the COVID response so far</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Gagasan menghilangkan (eliminasi) penyakit menular baru yang muncul pada tahap sedini mungkin secara intuitif menarik dan bukan hal baru. Ini telah diusulkan untuk menghilangkan <a href="https://www.nature.com/articles/nature04017">wabah pandemi influenza baru</a>.</p>
<p>Pendekatan ini berhasil <a href="https://doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30129-8">menghilangkan dan kemudian memberantas</a> pandemi SARS pada 2003 (disebabkan oleh SARS-CoV). Itu juga terbukti berhasil di Cina selama <a href="https://www.who.int/publications/i/item/report-of-the-who-china-joint-mission-on-coronavirus-disease-2019-(covid-19)">penahanan awal COVID</a> di Wuhan.</p>
<p>Kami telah menjelaskan konsep ini <a href="https://www.bmj.com/content/371/bmj.m4907">sebelumnya</a>. Apakah pendekatan ini dapat menghilangkan dan akhirnya memberantas COVID, jika dilakukan lebih awal dan terkoordinasi secara global, tetap menjadi topik spekulasi.</p>
<h2>Strategi eliminasi juga memperlambat penyebaran infeksi</h2>
<p>Ada alasan kedua bagi WHO untuk menetapkan tujuan strategis yang eksplisit untuk menghilangkan penyakit pandemik dengan tingkat keparahan yang cukup, yaitu memperlambat atau mengganggu penyebaran global penyakit menular baru. Tindakan ini mengulur waktu untuk mengembangkan intervensi, membangun pengetahuan ilmiah yang terakumulasi dengan cepat.</p>
<p>Beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik mengadopsi strategi eliminasi dan penekanan yang kuat. Pendekatan ini sebagian besar mencegah penyebaran COVID yang meluas selama satu hingga dua tahun pertama pandemi, menjaga <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(22)01585-9">angka kematian tetap rendah</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="This world map shows that cumulative numbers of deaths in countries." src="https://images.theconversation.com/files/505011/original/file-20230117-11910-vgmyqo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/505011/original/file-20230117-11910-vgmyqo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=424&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/505011/original/file-20230117-11910-vgmyqo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=424&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/505011/original/file-20230117-11910-vgmyqo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=424&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/505011/original/file-20230117-11910-vgmyqo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/505011/original/file-20230117-11910-vgmyqo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/505011/original/file-20230117-11910-vgmyqo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=532&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Selandia Baru, Australia, dan Singapura memiliki jumlah kumulatif kematian yang lebih rendah daripada negara lain.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://ourworldindata.org/excess-mortality-covid">Our World in Data</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/">CC BY-ND</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ini memberikan waktu untuk pengembangan dan peluncuran vaksin dan untuk yurisdiksi untuk mempersiapkan sistem kesehatan mereka untuk mengelola sejumlah besar orang yang terinfeksi. Contoh penting adalah Selandia Baru, Australia, dan Singapura. Mereka mampu menjaga <a href="https://ourworldindata.org/coronavirus">kematian kumulatif tetap rendah</a> menurut standar internasional.</p>
<p>Jika eliminasi pada akhirnya tidak berhasil atau tidak dapat dibenarkan, transisi terorganisasi ke strategi lain (penekanan atau mitigasi) harus dipertimbangkan. Proses untuk mengelola transisi ini dapat <a href="https://doi.org/10.1016/S2214-109X(21)00494-0">berdasarkan pengalaman</a> dari pandemi saat ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/how-should-new-zealand-manage-covid-from-now-limit-all-infections-or-focus-on-preventing-severe-disease-189461">How should New Zealand manage COVID from now – limit all infections or focus on preventing severe disease?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Eliminasi masuk akal untuk potensi pandemi lainnya</h2>
<p>Darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional yang baru-baru ini diumumkan adalah <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2794922#:%7E:text=7:%7E:text=7">mpox</a> (sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet). Di bawah perubahan yang kami usulkan pada Peraturan Kesehatan Internasional, WHO akan diminta untuk menetapkan strategi tanggapan terhadap penyakit ini.</p>
<p>Penghapusan (eliminasi) sekali lagi masuk akal sebagai pendekatan rutin (<em>default approach</em>). Itulah yang telah dilakukan secara efektif oleh negara-negara di seluruh dunia. Dan pendekatan ini tampaknya <a href="https://ourworldindata.org/monkeypox">berhasil</a>.</p>
<p>Kedaruratan kesehatan masyarakat lain yang menjadi perhatian internasional saat ini adalah <a href="https://doi.org/10.1016/S2666-5247(22)00253-1">poliomyelitis (polio)</a>. Tidak seperti COVID dan mpox, penyakit ini sudah menjadi sasaran <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240031937">pemberantasan global</a>.</p>
<p>Manfaat lebih lanjut dari strategi eliminasi adalah mendukung penguatan infrastruktur sistem kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. </p>
<p>Peningkatan kapasitas ini telah berkontribusi pada penghapusan wabah Ebola berkala di Afrika, yang telah ditetapkan sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional pada <a href="https://www.who.int/emergencies/situations/ebola-outbreak%20-2014-2016-West-Africa">2014-2016</a> dan <a href="https://www.who.int/emergencies/situations/Ebola-2019-drc-">2019-2020</a>. Itu juga dapat mendukung penghapusan mpox, <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0010141">sebuah ancaman yang meningkat di Afrika</a>.</p>
<p>Peningkatan Peraturan Kesehatan Internasional dapat merangsang investasi global yang sangat besar dalam <a href="https://doi.org/10.1016/S0140-6736(23)00015-6">infrastruktur untuk menghentikan epidemi pada sumbernya</a> dan meningkatkan <a href="https://doi.org/10.3201%2Feid1207.051497">kapasitas pengawasan</a>. Kapasitas ini sangat penting mengingat berbagai <a href="https://doi.org/10.1111/1753-6405.12991">skenario pandemi pada masa depan</a>, termasuk ancaman dari <a href="https://sciencepolicyreview.org/%20wp-content/uploads/securepdfs/2022/08/MITSPR-v3-191618003014.pdf">senjata biologi berkat kemajuan dalam biologi sintetik</a>.</p>
<p>Mari kita berharap ketika dunia selanjutnya dihadapkan pada percikan penyakit menular baru yang muncul dengan potensi pandemi, WHO dengan cepat mengumumkan darurat kesehatan masyarakat internasional dan menetapkan strategi eliminasi. Dan komunitas internasional bereaksi keras untuk memadamkan percikan sebelum menjadi neraka.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/198306/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Michael Baker's employer, the University of Otago, receives funding for his research on Covid-19 and other infectious diseases from the Health Research Council of New Zealand and the New Zealand Ministry of Health.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>David Durrheim, Li Yang HSU, dan Nick Wilson tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kita berharap WHO dengan cepat mengumumkan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional dan menetapkan strategi eliminasi untuk penyakit baru yang potensial cepat menyebar.Michael Baker, Professor of Public Health, University of OtagoDavid Durrheim, Professor of Public Health Medicine, University of NewcastleLi Yang HSU, Vice Dean of Global Health, National University of SingaporeNick Wilson, Professor of Public Health, University of OtagoLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1979962023-01-19T04:12:50Z2023-01-19T04:12:50ZFAQ terkait COVID-19 subvarian XBB.1.5: Apa itu? Di mana banyak ditemukan? Apa bedanya dengan Omicron? Apakah sebabkan sakit serius? Bagaimana lindungi diri? Kenapa dinamai ‘Kraken’?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/505085/original/file-20230118-16-xv3dio.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">XBB.1.5 menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan kemungkinan akan menjadi subvarian COVID-19 dominan berikutnya.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><iframe style="width: 100%; height: 100px; border: none; position: relative; z-index: 1;" allowtransparency="" allow="clipboard-read; clipboard-write" src="https://narrations.ad-auris.com/widget/the-conversation-canada/faq-on-covid-19-subvariant-xbb-1-5--what-is-it-where-is-it-prevalent-how-does-it-differ-from-omicron-does-it-cause-serious-illness-how-can-i-protect-myself-why-is-it-nicknamed--kraken-" width="100%" height="400"></iframe>
<p>Meski ada banyak upaya kesehatan masyarakat intensif untuk menghentikan pandemi COVID-19, munculnya subvarian XBB.1.5 SARS-CoV-2 yang sangat mudah menular, sangat kebal obat, dan sangat kebal terhadap sistem kekebalan tubuh membuat komunitas global cemas. </p>
<p>Berikut ini hal-hal yang disering ditanyakan (<em>frequently asked question</em>, FAQ) terkait XBB.1.5.</p>
<h2>Apa itu XBB.1.5?</h2>
<p>Dalam konvensi penamaan untuk silsilah SARS-CoV-2, <a href="https://virological.org/t/pango-lineage-nomenclature-provisional-rules-for-%20naming-recombinant-lineages/657">awalan “X” menunjukkan silsilah yang muncul melalui rekombinasi (penggabungan) genetik</a> antara dua atau lebih subvarian.</p>
<p>Silsilah XBB muncul setelah <a href="https://www.who.int/news/item/27-10-2022-tag-ve-statement-on-omicron-sublineages-bq.1-and-xbb">koinfeksi (infeksi bersamaan) alamiah inang manusia dengan dua subvarian Omicron, yaitu BA.2.10.1 dan BA.2.75</a>. Itu <a href="https://doi.org/10.1007/s12291-022-01109-w">pertama kali diidentifikasi oleh otoritas kesehatan masyarakat di India</a> pada musim panas 2022. XBB.1.5 adalah keturunan langsung, atau lebih tepatnya, “cucu kelima” dari subvarian XBB asli.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Diagram of the genetic lineage of a COVID-19 subvariant" src="https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=355&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/504369/original/file-20230113-24-li24wl.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=446&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Silsilah genetik dari subvarian COVID-19 XBB.1.5.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Sameer Elsayed)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Apa perbedaan XBB.1.5 dengan Omicron?</h2>
<p>XBB.1.5 adalah salah satu dari banyak subvarian Omicron yang diwaspadai, yang muncul di kancah pandemi global sejak awal <a href="https://www.who.int/news-room/feature-stories%20/detail/satu%20tahun-sejak-kemunculan-of-omicron">gelombang Omicron pertama pada November 2021</a>. Berbeda dengan turunan lain dari varian Omicron asli (dikenal sebagai B.1.1.529), XBB.1.5 adalah subvarian mosaik yang <a href="https://doi.org/10.1007/s12291%20-022-01109-w">akarnya bisa ditelusuri ke dua garis keturunan subvarian Omicron</a>.</p>
<p>Di antara subvarian Omicron SARS-CoV-2 hingga kini, XBB.1.5 bisa dibilang paling kaya secara genetik dan <a href="https://www.scientificamerican.com/article/why-covids-xbb-1-5-kraken-variant-is-so-contagious/">paling menular</a>.</p>
<h2>Di mana XBB.1.5 banyak menyebar?</h2>
<p><a href="https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/11jan2023_xbb15_rapid_risk_assessment.pdf">Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>, XBB.1.5 beredar di setidaknya 38 negara, dengan prevalensi tertinggi di Amerika Serikat, yang <a href="https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#variant-proportions">menyumbang sekitar 43% kasus COVID-19 secara nasional</a>. Di AS, terdapat variasi geografis yang luas dalam proporsi kasus yang disebabkan oleh XBB.1.5, mulai dari <a href="https://www.beckershospitalreview.com/public%20-health/xbb-1-5-prevalence-by-region.html">7% di Midwest hingga lebih dari 70% di New England</a>.</p>
<p>XBB.1.5 juga telah dilaporkan secara resmi oleh lembaga pemerintah di <a href="https://www.health.nsw.gov.au/Infectious/covid-19/Documents/weekly-covid-overview-20230107.pdf">Australia</a>, <a href="https://www.publichealthontario.ca/-/media/documents/ncov/epi/covid-19-sars-cov2-whole-genome-sequencing-epi-summary.pdf">Kanada</a>, <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/news-events/update-sars-cov-2-variants-ecdc-assessment-xbb15-sub-lineage">Uni Eropa</a>, <a href="https://www3.nhk.or.jp/nhkworld/en/news/20230112_36/">Jepang</a>, <a href="https://www.kuna.net.kw/ArticleDetails.aspx?id=3077268&Language=en">Kuwait</a>, <a href="https://tass.com/world/1561313">Rusia</a>, <a href="https://cov-spectrum.org/explore/Singapore/AllSamples/Past6M/variants?nextcladePangoLineage=xbb.1.5*&">Singapura</a>, <a href="https://www.nicd.ac.za/covid-19-update-xbb-1-5-variant/">Afrika Selatan</a>, dan <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system%20/uploads/attachment_data/file/1128554/variant-technical-briefing-49-11-january-2023.pdf">Inggris Raya</a>. <a href="https://outbreak.info/situation-reports?xmin=2022-07-13&xmax=2023-01-13&loc&pango=XBB.1&selected">Data pengawasan <em>real-time</em></a> mengungkapkan bahwa XBB.1.5 menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan kemungkinan akan menjadi subvarian dominan berikutnya.</p>
<p>XBB.1.5 juga telah dideteksi dalam sistem air limbah kota di <a href="https://health.hawaii.gov/coronavirusdisease2019/files/2023/01/Wastewater-Report-01-03-23.pdf">Amerika Serikat</a>, <a href="https://thl.fi/en/web/thlfi-en/-/monitoring-wastewater-for-coronavirus-xbb-sublineage-of-omicron-variant-found-in-wastewater-follow-up-results%20-coming-in-january?redirect=%2Ffi%2Fajankohtaista%2Ftiedotteet-ja-uutiset%2Fkaikki-uutiset">Eropa</a> dan tempat lainnya.</p>
<h2>Seberapa besar kemungkinan XBB.1.5 menyebabkan penyakit serius?</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="Illustration of five coronaviruses of different colours in a line" src="https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=217&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=217&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=217&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=272&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=272&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/504766/original/file-20230116-12-o1ah4n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=272&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Silsilah XBB muncul setelah infeksi bersamaan secara alamiah inang manusia dengan dua subvarian Omicron, yaitu BA.2.10.1 dan BA.2.75.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Data tentang kemampuan XBB.1.5 untuk menyebabkan penyakit serius masih terbatas. Namun, menurut <a href="https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/11jan2023_xbb15_rapid_risk_assessment.pdf">Organisasi Kesehatan Dunia</a> (WHO), XBB.1.5 tidak memiliki mutasi spesifik yang membuatnya lebih berbahaya daripada subvarian nenek moyangnya.</p>
<p>Meskipun demikian, XBB.1.5 dianggap sama-sama mampu menyebabkan penyakit serius pada lansia dan orang dengan gangguan kekebalan dibandingkan dengan subvarian Omicron yang menjadi perhatian sebelumnya.</p>
<h2>Apakah vaksin mRNA saat ini efektif melawan XBB.1.5?</h2>
<p>XBB.1.5 dan XBB.1 adalah subvarian Omicron dengan <a href="https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/11jan2023_xbb15_rapid_risk_assessment.pdf">kemampuan menghindari kekebalan tubuh terbesar</a>. Oleh karena itu, salah satu isu paling kontroversial seputar XBB.1.5 berkaitan dengan tingkat perlindungan yang diberikan oleh vaksin mRNA yang tersedia saat ini, termasuk formulasi penguat (<em>booster</em>) bivalen terbaru.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1038/s41591-022-02162-x">Para peneliti dari University of Texas</a> menunjukkan bahwa vaksin penguat mRNA generasi pertama dan bivalen yang mengandung BA.5 menghasilkan respons antibodi penawar yang lemah terhadap XBB. 1.5. Sebuah laporan (belum ditinjau oleh rekan sejawat) dari para peneliti di <a href="https://doi.org/10.1101/2022.12.17.22283625">Cleveland Clinic</a> menemukan bahwa vaksin bivalen hanya menunjukkan keefektifan rendah (30%) pada orang non-lansia yang sehat ketika varian-varian dalam vaksin itu cocok dengan yang beredar di masyarakat.</p>
<p>Selain itu, beberapa ahli percaya pemberian penguat (<em>booster</em>) bivalen untuk pencegahan penyakit COVID-19 pada individu muda yang sehat <a href="http://doi.org/10.1056/NEJMp2215780">tidak dibenarkan secara medis</a> atau <a href="https://doi.org/10.1136/jme-2022-108449">tak hemat biaya</a>.</p>
<p>Sebaliknya, <a href="http://doi.org/10.1056/NEJMc2214293">pakar kesehatan masyarakat dari Atlanta, Georgia dan Stanford, California</a> melaporkan bahwa meski aktivitas antibodi penawar dari vaksin penguat bivalen terhadap XBB.1.5 adalah 12 hingga 26 kali lebih kecil dari aktivitas antibodi terhadap virus SARS-CoV-2 tipe liar (asli), vaksin bivalen masih berkinerja lebih baik daripada vaksin monovalen terhadap XBB.1.5.</p>
<p>Namun, <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2022.12.018">peneliti dari Universitas Columbia</a> di New York menemukan bahwa tingkat antibodi penawar setelah penguatan bivalen adalah 155 kali lipat lebih rendah terhadap XBB.1.5 dibandingkan ke level terhadap virus tipe liar setelah penguatan monovalen.</p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa baik vaksin penguat monovalen maupun bivalen tidak dapat diandalkan untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap XBB.1.5.</p>
<h2>Bagaimana cara melindungi diri Anda dari XBB.1.5?</h2>
<figure class="align-center ">
<img alt="A blue sign reading 'wearing a mask is recommended,' in French and English" src="https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=427&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/504744/original/file-20230116-18-xo2zgu.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=536&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kewaspadaan pengendalian infeksi standar termasuk masker dalam ruangan, jarak sosial, dan sering mencuci tangan adalah tindakan efektif mencegah XBB.1.5 dan subvarian lain yang diwaspadai.</span>
<span class="attribution"><span class="source">THE CANADIAN PRESS/Graham Hughes</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Evolusi cepat SARS-CoV-2 terus menimbulkan tantangan bagi pengelolaan penyakit COVID-19 menggunakan agen pencegahan dan terapeutik yang tersedia. Sebagai catatan, semua antibodi monoklonal yang tersedia saat ini menargetkan protein S SARS-CoV-2 <a href="https://doi.org/10.1016/j.cell.2022.12.018">dianggap tidak efektif melawan XBB.1.5</a>.</p>
<p>Obat antivirus seperti remdesivir dan Paxlovid dapat dipertimbangkan untuk pengobatan pasien terinfeksi yang memenuhi syarat yang berisiko tinggi berkembang menjadi penyakit parah.</p>
<p>Kewaspadaan pengendalian infeksi standar termasuk masker dalam ruangan, jarak sosial, dan sering mencuci tangan adalah tindakan efektif yang dapat digunakan untuk perlindungan pribadi dan populasi terhadap XBB.1.5 dan subvarian lain yang diwaspadai.</p>
<p>Meski penguat (<em>booster</em>) bivalen dapat dipertimbangkan untuk lansia, gangguan sistem imun, dan individu yang menghindari risiko lainnya, keefektifannya dalam mencegah penyakit COVID-19 akibat XBB.1.5 masih belum pasti.</p>
<h2>Mengapa XBB.1.5 dijuluki ‘Kraken’?</h2>
<p><a href="https://www.mountainviewtoday.ca/amp/lifestyle-news/kraken-subvariant-name-beats-alphabet-soup-moniker-for-xbb15-biologist%20-6351664">Beberapa ilmuwan telah membuat nama panggilan yang diakui secara tidak resmi untuk XBB.1.5</a> dan subvarian SARS-CoV-2 lainnya yang diwaspadai, dengan alasan bahwa mereka lebih mudah diingat daripada penunjukan alfanumerik generik.</p>
<p><a href="https://news.uoguelph.ca/2023/01/biologist-makes-headlines-on-new-covid-subvariant/">Label ‘Kraken’ untuk XBB.1.5 saat ini sedang digemari</a> di situs media sosial dan outlet berita, dan julukan ‘Gryphon’ dan ‘Hippogryph’ telah digunakan untuk menunjukkan masing-masing subvarian leluhur XBB dan XBB.1. <a href="https://www.merriam-webster.com/dictionary/kraken">Kraken</a> mengacu pada monster laut atau cumi-cumi raksasa dari mitologi Skandinavia, Gryphon (atau <a href="https://www.merriam-webster.com/%20kamus/griffin">Griffin</a>) mengacu pada makhluk legendaris yang merupakan hibrida dari seekor elang dan singa, sedangkan Hippogryph (atau <a href="https://www.merriam-webster.com/dictionary/hippogriff">Hippogriff</a>) adalah hewan fiktif hibrida dari seekor Gryphon dan kuda.</p>
<p>Terlepas dari kegunaan potensial mereka sebagai alat bantu ingatan, penggunaan nama panggilan atau akronim dalam diskusi ilmiah formal harus dihindari.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197996/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sameer Elsayed tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>XBB.1.5 dianggap sama-sama mampu menyebabkan penyakit serius pada lansia dan orang dengan gangguan kekebalan dibandingkan dengan subvarian Omicron yang menjadi perhatian sebelumnya.Sameer Elsayed, Professor of Medicine, Pathology & Laboratory Medicine, and Epidemiology & Biostatistics, Western UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1959182023-01-11T04:00:57Z2023-01-11T04:00:57ZCOVID-19 makin terkendali, bagaimana peran teknologi genomik dalam pencarian nenek moyang SARS-CoV-2?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/503787/original/file-20230110-20-rtjv9t.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ilustrasi yang menunjukkan rekombinasi dua virus.</span> <span class="attribution"><span class="source">iStock</span></span></figcaption></figure><p>Di tengah kecenderungan umum kasus COVID-19 yang <a href="https://coronavirus.jhu.edu/map.html">terus menurun dan terkendali di banyak negara</a>, kecuali <a href="https://www.bbc.com/indonesia/dunia-64129168">di Cina</a>, para ilmuwan masih terus mencari asal-usul penyebab COVID-19, virus <em>severe acute respiratory syndrome coronavirus-2</em> (SARS-CoV-2). </p>
<p>Para peneliti telah, sedang, dan akan terus mengurutkan genom SARS-CoV-2 dari berbagai varian di seluruh dunia. Peta urutan genom lengkap SARS-CoV-2 sangat penting karena berkaitan dengan <a href="https://rjptonline.org/AbstractView.aspx?PID=2021-14-10-85">pembuatan terapi</a> (obat dan antibodi), <a href="https://jppres.com/jppres/b-cell-epitope-of-sars-cov-2-and-covid-19-vaccine-candidate/">desain vaksin</a>, dan pemeriksaan <a href="https://www.teknolabjournal.com/index.php/Jtl/article/view/297">status kekerabatannya dengan virus lain pada golongan famili <em>Coronaviridae</em></a>. Bagaimana virus bermutasi dan berevolusinya juga bisa dideteksi dari peta genom tersebut.</p>
<p>Data pertama genom lengkap virus ini, yang menjadi <a href="https://microbiologyjournal.org/distribution-of-covid-19-and-phylogenetic-tree-construction-of-sars-cov-2-in-indonesia/">virus referensi (Wuhan-Hu-1)</a>, bisa diakses di pangkalan data <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/genbank/">GenBank, National Center for Biotechnology Information (NCBI)</a> sejak 2020 dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/NC_045512.2">kode nomor akses NC_045512.2</a>.</p>
<p>Virus yang termasuk golongan <a href="https://www.nature.com/articles/s41564-020-0695-z">genus <em>Betacoronavirus</em></a> ini didapatkan dari pusat awal virus yang diduga tersebar di pasar makanan laut Huanan, Wuhan, Cina.</p>
<p>Sampai 9 Januari 2022, pangkalan data urutan genom lengkap SARS-CoV-2 di <a href="https://gisaid.org">GISAID (Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data) EpiCoV</a> telah menyimpan lebih dari 14,5 juta urutan genom lengkap isolat virus (virus yang diperoleh dari lapangan) SARS-CoV-2 yang bersirkulasi di berbagai belahan dunia sejak awal pandemi COVID-19.</p>
<p>Selain itu, <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/vms3.394">analisis berbasis biologi molekuler dan bioinformatika terkini</a> mengungkapkan bahwa koronavirus yang berasal dari kelelawar dan SARS-CoV-2 memiliki nenek moyang yang sama. Namun terjadinya penggabungan genetik yang masif di dalamnya telah menyebabkan gambar petanya menjadi tidak jelas.</p>
<h2>Kemajuan teknologi pengurutan genom lengkap</h2>
<p>Tidak diragukan lagi bahwa teknologi genomik telah <a href="https://www.mdpi.com/2073-4425/13/8/1330">memainkan peran penting dalam perjuangan global melawan COVID-19</a>. </p>
<p>Pengurutan genom lengkap secara cepat telah membantu <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-63761-3_47">melacak penyebaran SARS-CoV-2</a> dan mengidentifikasi mutasi baru virus atau varian virus. </p>
<p>Dari sisi teknologi genomik, <a href="https://bmcgenomics.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12864-021-08139-3"><em>next generation sequencing</em> (NGS) yang saat ini berkembang pesat</a> tidak tersedia pada satu dekade yang lalu. </p>
<p>Oleh karena itu, urutan genom lengkap dari SARS-CoV-2 lebih cepat terpetakan saat ini. Dibanding teknologi sebelumnya, teknologi NGS menyediakan cara yang efektif dan tidak bias untuk <a href="https://bmcmedgenomics.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12920-021-00990-3">mengidentifikasi jenis koronavirus baru</a> dan patogen lain tanpa pengetahuan cukup sebelumnya tentang organisme tersebut. </p>
<p>SARS-CoV-2 <a href="https://bnrc.springeropen.com/articles/10.1186/s42269-021-00657-0">adalah virus ketujuh</a> dari golongan koronavirus yang menyerang manusia setelah 229E, NL63, OC43, HKU1, <a href="https://www.who.int/health-topics/middle-east-respiratory-syndrome-coronavirus-mers">MERS-CoV</a>, dan <a href="https://www.businessinsider.com/deadly-sars-virus-history-2003-in-photos-2020-2">SARS-CoV</a>. </p>
<p>Virus SARS-CoV-2 memiliki RNA (asam ribonukleat) dengan untai positif dan besar genom yang hampir mencapai 30.000 pasang basa. Hal ini berarti bahwa terdapat kombinasi huruf A (adenin), T (timin), G (guanin), dan C (sitosin) yang berjajar hingga sekitar 30.000 buah huruf. A, T, G, dan C adalah empat basa nitrogen yang <a href="https://microbiologyjournal.org/genetic-variant-of-sars-cov-2-isolates-in-indonesia-spike-glycoprotein-gene/">menyusun urutan genom lengkap dari virus SARS-CoV-2</a>. Sedangkan virus referensi ini (Wuhan-Hu-1) memiliki ukuran sebesar 29.903 pasang basa.</p>
<p>Virus <a href="https://www.nature.com/articles/s41564-020-0695-z">SARS-CoV-2</a> tersusun atas empat gen penyandi protein struktural, yaitu <a href="https://microbiologyjournal.org/construction-of-epitope-based-peptide-vaccine-against-sars-cov-2-immunoinformatics-study/"><em>spike glycoprotein</em> (S)</a>, <em>envelope protein</em> (E), <em>matrix protein</em> (M), dan <em>nucleocapsid phosphoprotein</em> (N). Selain itu ada juga gen penyandi protein non-struktural lain, misalnya pp1ab, pp1a, 3a, 3b, p6, 7a, 7b, 8b, 9b, dan orf14. </p>
<p>Di tengah kekhawatiran penyebaran cepat <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s12273-022-0952-6">varian baru dari SARS-CoV-2</a>, seperti Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (P1, Brazil), Delta (B.1.617.2), dan Omicron (B.1.1.529), kita perlu lebih banyak <a href="https://peerj.com/articles/13522/">data genom lengkap yang diurutkan untuk mendeteksi mutasi</a> dengan cepat dan mencegah penyebaran varian baru. </p>
<p>Pandemi COVID-19 dapat berakhir, tapi kita harus tahu bahwa koronavirus tidak mungkin menjadi pandemi terakhir dalam kehidupan ini. </p>
<p>Galur virus baru yang lebih berbahaya dapat saja muncul pada era pasca COVID-19.</p>
<p>Situasi ini menjadi semakin mencemaskan, karena menurut riset Cecilia Sanchez dan koleganya dari <a href="http://www.ecohealthalliance.org">EcoHealth Alliance New York</a> yang terbit di <em><a href="https://www.nature.com/articles/s41467-022-31860-w">Nature Communications</a></em>, ada 66.280 orang yang terinfeksi dengan koronavirus dari kelelawar (menyebabkan gejala mirip SARS) setiap tahunnya di Asia Tenggara.</p>
<p>Sejauh ini, walau kemampuan sebuah virus dalam melewati batas untuk menginfeksi spesies lain berlangsung secara sangat ekstensif, jumlah koronavirus yang menyebabkan epidemi dan pandemik masih sangat terbatas. </p>
<p>Beruntung, <a href="https://www.mdpi.com/1467-3045/43/2/61">teknologi NGS</a> dapat memberikan bukti penting kepada pemegang kebijakan berkaitan dengan kesehatan masyarakat, pengembang <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/v3/IJP/article/view/1497">vaksin</a> dan <a href="http://phcogj.com/article/1740">obat</a>, dan peneliti. Teknologi ini memungkinkan laboratorium untuk melacak rute penularan virus secara global, deteksi mutasi dengan cepat untuk mencegah penyebaran varian virus baru. </p>
<h2>Nenek moyang SARS-CoV-2 sejauh ini</h2>
<p>Saat ini, banyak virus memiliki kekerabatan yang erat dengan SARS-CoV-2 telah diambil, berasal dari tenggiling dan kelelawar. Seluruh urutan lengkap genom virus-virus ini dibandingkan untuk mencapai kesimpulan yang akurat. </p>
<p>Setidaknya terdapat beberapa isolat koronavirus yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan SARS-CoV-2. Isolat virus <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-021-02596-2">BANAL-52 dari Laos</a> dan diisolasi dari kelelawar memiliki nilai kekerabatan yang tinggi, yaitu<a href="https://www.nature.com/articles/s41586-022-04532-4"> 96,8%</a>. </p>
<p>Selain itu, isolat virus <a href="https://www.mdpi.com/2073-4425/11/7/761">RaTG13 memiliki nilai kekerabatan 96,1%</a>. Virus ini ditemukan di Yunnan, Cina. Sedangkan isolat virus yang berasal dari <a href="https://doi.org/10.1016/j.cub.2020.03.022">tenggiling mempunyai nilai kekerabatan sekitar 91%</a>. Adanya nilai kekerabatan yang tinggi ini dimungkinkan akibat dari evolusi yang telah terjadi dari nenek moyang yang sama. Di sisi lain, penelitian genomik terkait isolat virus asal tenggiling ini mendapat sorotan dari <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2020.05.07.077016v1">peneliti lain</a> terkait kualitas hasil urutan genomnya.</p>
<p>Namun, hal tersebut tidak membuat terungkapnya dengan mudah dan pasti siapa nenek moyang dan bagaimana asal virus SARS-CoV-2. Rekombinasi (penggabungan genetik) telah <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-022-03611-w">mengaburkan darimana nenek moyang SARS-CoV-2</a>. Muncul dugaan bahwa mungkin rekombinasi virus terjadi hanya dalam waktu beberapa tahun, tidak mencapai beberapa dekade. </p>
<p>Pencarian nenek moyang SARS-CoV-2 akan menjadi semakin kompleks karena, karena sebuah riset <em>pre-print</em> di <a href="https://www.biorxiv.org">Bioarxiv</a> dari <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2022.11.23.517609v1">Jing Wang dan kawan-kawan dari Universitas Sun-Yat Sen, Cina</a> menyatakan bahwa telah ditemukan koronavirus rekombinan baru <em>SARS-like</em> berkerabat sangat dekat dengan SARS-COV-2 dan SARS-CoV. Hanya ada perbedaan lima asam amino pada urutan basa nitrogen <a href="https://www.mdpi.com/1422-0067/23/4/2188/htm">potongan gen <em>receptor-binding domain</em></a> dengan urutan basa nitrogen awal dari SARS-CoV-2 (Wuhan-Hu-1) sebagai virus referensi. </p>
<p>Proses rekombinasi yang sangat ekstensif ini akan meningkatkan kompleksitas perunutan urutan basa nitrogen dan asam amino dari nenek moyang virus penyebab COVID-19 ini. </p>
<p>Penelitian epidemiologi molekuler berperan penting dalam mengurai kerumitan ini. Seperti yang sudah kita ketahui, <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-021-01471-x">daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara merupakan <em>hotspot</em> untuk penyebaran virus-virus zoonosis</a> yang dibawa oleh kelelawar. </p>
<p>Karena itu, <a href="https://www.antaranews.com/berita/2669133/pakar-sebut-epidemiologi-molekular-semakin-diperlukan-masyarakat">kebijakan pemerintah di kawasan tersebut</a> seharusnya mendukung riset berbasis epidemiologi molekuler yang lebih baik. Ini penting sebagai sistem peringatan dini terhadap kemungkinan munculnya patogen-patogen baru yang sebelumnya sudah atau belum pernah ditemukan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195918/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Arif Nur Muhammad Ansori meraih Beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Batch III dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Republik Indonesia untuk menempuh Pendidikan Jenjang Doktor bidang Sains Veteriner di Universitas Airlangga, Surabaya.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Arli Aditya Parikesit tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ilustrasi yang menunjukkan rekombinasi dua virus.Arif Nur Muhammad Ansori, Peneliti, Universitas AirlanggaArli Aditya Parikesit, Vice Rector of Research and Innovation, Indonesia International Institute for Life SciencesLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1971362023-01-09T07:27:55Z2023-01-09T07:27:55ZCOVID: apa yang kita ketahui tentang varian baru omicron BF.7<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/503582/original/file-20230109-24-tns99s.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Kateryna Kon/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Sejak varian COVID omicron muncul pada akhir 2021, ia telah berkembang pesat menjadi beberapa <a href="https://twitter.com/dfocosi/status/1588528270542508034">subvarian</a>. Satu subvarian, BF.7, baru-baru ini diidentifikasi sebagai varian utama yang menyebar <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">di Beijing</a>, dan berkontribusi terhadap lonjakan infeksi COVID yang lebih luas di Cina.</p>
<p>Namun, seperti apa varian baru ini, dan haruskah kita khawatir? Meski <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">laporan dari Cina</a> tentang karakteristik varian ini sedang menjadi perhatian, tampaknya varian ini tidak tumbuh terlalu banyak di tempat lain di dunia. Inilah yang kita ketahui.</p>
<p>BF.7, kependekan dari BA.5.2.1.7, adalah turunan dari varian omicron BA.5.</p>
<p>Laporan dari Cina menunjukkan BF.7 memiliki <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">kemampuan infeksi terkuat</a> dari subvarian omicron di negara tersebut, lebih cepat menular daripada varian lain. BF.7 memiliki masa inkubasi yang lebih pendek, dan dengan kapasitas yang lebih besar untuk menginfeksi orang yang pernah terinfeksi COVID sebelumnya, atau telah divaksinasi, atau keduanya.</p>
<p>Singkatnya, BF.7 diyakini memiliki R0, atau nomor reproduksi dasar, <a href="https://www.chinadaily.com.cn/a/202211/29/WS63855959a31057c47eba1912.html">dari 10 hingga 18,6</a> . Artinya, satu orang yang terinfeksi akan menularkan virus ke rata-rata 10 hingga 18,6 orang lainnya. Penelitian telah menunjukkan omicron memiliki <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8992231/">rata-rata R0 5,08</a>.</p>
<p>Tingkat penularan BF.7 yang tinggi, berasal dari risiko penyebaran tersembunyi karena <a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">banyaknya pengidap yang asimtomatik alias tanpa gejala</a>. Ini juga menyebabkan Cina kewalahan mengendalikan epidemi Covid-19.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/china-could-face-a-catastrophic-covid-surge-as-it-lifts-restrictions-heres-how-it-might-play-out-195525">China could face a catastrophic COVID surge as it lifts restrictions – here’s how it might play out</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p><a href="https://www.globaltimes.cn/page/202211/1280588.shtml">Gejala</a> infeksi BF.7 mirip dengan subvarian omicron lainnya, terutama gejala pernapasan atas. Pasien mungkin mengalami demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek dan kelelahan, di antara gejala lainnya. Sebagian kecil orang juga dapat mengalami gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare.</p>
<p>BF.7 mungkin menyebabkan penyakit yang lebih serius pada orang dengan sistem kekebalan yang lebih lemah.</p>
<h2>Mutasi BF.7</h2>
<p>Seiring berkembangnya omicron, kita telah melihat munculnya subvarian baru yang lebih mampu <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35731894/">melepaskan diri dari kekebalan</a> berkat vaksinasi atau infeksi sebelumnya. BF.7 tidak berbeda dari subvarian sebelumnya.</p>
<p>BF.7 membawa suatu mutasi spesifik, <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/1115070/Technical-Briefing-46-7October2022.pdf">R346T</a>, dalam protein S SARS-CoV-2 (protein di permukaan virus yang memungkinkannya menempel dan menginfeksi sel kita). Mutasi ini, yang juga kita lihat di “induk” BF.7 <a href="https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099(22)00693-4/fulltext">varian BA.5</a>, telah dikaitkan dengan peningkatan kapasitas virus untuk melepaskan diri dari antibodi penawar yang dihasilkan oleh vaksin atau infeksi sebelumnya.</p>
<p>Sebuah <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36476380/">penelitian terbaru</a> meneliti netralisasi BF.7 dalam serum (komponen darah yang seharusnya mengandung antibodi) dari petugas kesehatan yang divaksinasi tiga kali, juga pasien yang terinfeksi selama gelombang pandemi BA.1 dan BA.5 omicron. BF.7 resisten terhadap netralisasi, sebagian didorong oleh mutasi R346T.</p>
<h2>BF.7 di seluruh dunia</h2>
<p>BF.7 telah terdeteksi di beberapa negara lain di seluruh dunia termasuk <a href="https://www.cnbctv18.com/india/omicron-sub-variant-bf7-detected-in-india-all-you-need-%20to-know-14955801.htm">India</a>, <a href="https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#variant-proportions">Amerika Serikat</a>, Inggris Raya, dan <a href="https://www.mirror.co.uk/news/health/new-covid-variant-bf7-symptoms-28062861">beberapa negara Eropa</a> seperti Belgia, Jerman, Prancis, dan <a href="https://www.coronaheadsup.com/news/bf-7%20-sekarang-varian-paling-umum-di-denmark/">Denmark</a>.</p>
<p>Terlepas dari karakteristik penghindaran kekebalan BF.7, dan tanda-tanda mengkhawatirkan tentang pertumbuhannya di Cina, varian tersebut tampaknya tetap stabil di tempat lain. Misalnya, di AS diperkirakan mencapai <a href="https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#variant-proportions">5,7% infeksi</a> hingga 10 Desember, turun dari 6,6% minggu sebelumnya.</p>
<p>Sementara Badan Keamanan Kesehatan Inggris, dalam <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/%20system/uploads/attachment_data/file/1115070/Technical-Briefing-46-7October2022.pdf">suatu <em>briefing</em> teknis</a> yang diterbitkan pada Oktober lalu, mengidentifikasi BF.7 sebagai salah satu varian yang paling mengkhawatirkan dalam hal data pertumbuhan dan netralisasi (karena menyumbang lebih dari 7% kasus pada saat itu). Sementara <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/1120304/technical-briefing-48-25-november-2022-final.pdf"><em>briefing</em> terbaru</a> mengatakan derajat kegawatan BF.7 menurun karena berkurangnya insiden dan tingkat pertumbuhan yang rendah di Inggris.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/xbb-and-bq-1-what-we-know-about-these-two-omicron-cousins-193591">XBB and BQ.1: what we know about these two omicron 'cousins'</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kita tidak tahu persis mengapa situasinya terlihat berbeda di Cina. R0 BF.7 yang tinggi mungkin sebagian disebabkan oleh <a href="https://theconversation.com/china-could-face-a-catastrophic-covid-surge-as-it-lifts-restrictions-heres%20-how-it-might-play-out-195525">tingkat kekebalan yang rendah</a> pada populasi Cina dari infeksi sebelumnya, dan kemungkinan vaksinasi juga. </p>
<p>Kita seharusnya, tentu saja, berhati-hati tentang data dari Cina karena ini didasarkan pada laporan, bukan bukti yang ditinjau oleh rekan sejawat.</p>
<h2>Virus yang berkembang</h2>
<p>Sejak munculnya SARS-CoV-2 tiga tahun lalu, virus ini <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960982220308472">terus berevolusi</a>, memperoleh mutasi genetik lebih cepat dari yang diperkirakan.</p>
<p>Kemunculan BF.7 dan varian baru lainnya sedang menjadi perhatian. Tapi vaksinasi masih merupakan senjata terbaik yang kita miliki untuk melawan COVID. Persetujuan regulator obat Inggris baru-baru ini untuk <a href="https://www.gov.uk/government/news/first-bivalent-covid-19-booster-vaccine-approved-by-uk-medicines-regulator">penguat (<em>booster</em>) bivalen</a>, yang menargetkan omicron bersama dengan strain asli SARS-CoV-2, sangat menjanjikan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197136/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Manal Mohammed tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sejak munculnya SARS-CoV-2 tiga tahun lalu, virus ini terus berevolusi memperoleh mutasi genetik lebih cepat dari yang diperkirakan.Manal Mohammed, Senior Lecturer, Medical Microbiology, University of WestminsterLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1972782023-01-05T04:18:52Z2023-01-05T04:18:52ZPPKM dicabut dan ancaman sub-varian BF.7: apa yang perlu masyarakat ketahui?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/503172/original/file-20230105-26-69ncak.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/0b2CUoTEIqXZkm2w9zVNpz?utm_source=generator&theme=0" width="100%" height="152" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
<p>Presiden Joko Widodo <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20221230/0042128/ppkm-di-indonesia-resmi-dicabut/">resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 30 Desember 2022</a> terkait pengendalian COVID-19. Kebijakan ini diambil karena Indonesia dianggap sudah cukup baik dalam menangani pandemi COVID-19. </p>
<p>Berdasarkan <a href="https://covid19.go.id/artikel/2022/12/27/percepatan-penanganan-covid-19-di-indonesia-update-27-desember-2022">data pada 27 Desember 2022</a>, kasus COVID-19 harian mencapai 1,7 per 1.000.000 penduduk dan angka kematian di angka 2,39 persen.</p>
<p>Situasi ini bukan berarti masyarakat bisa mengabaikan protokol kesehatan karena adanya ancaman <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/12/21/080000765/mengenal-omicron-bf.7-yang-picu-lonjakan-di-china-apa-gejalanya-?page=all">sub-varian omicron BF.7</a>. Sub-varian baru ini membuat kasus positif COVID-19 di beberapa negara meningkat. </p>
<p><a href="https://fokus.tempo.co/read/1674659/kekhawatiran-pencabutan-ppkm-di-tengah-ancaman-subvarian-bf-7">Sebagai contoh di Cina</a>, sub-varian ini diprediksi akan menginfeksi 60 persen penduduk di sana. Munculnya <a href="https://theconversation.com/covid-what-we-know-about-new-omicron-variant-bf-7-196323">sub-varian BF.7</a> ini membuat beberapa negara seperti Inggris dan Prancis mewajibkan pengunjung dari Cina untuk menunjukkan hasil tes COVID-19 negatif dua hari sebelum keberangkatan.</p>
<p>Seberapa besar ancaman sub-varian BF.7 khususnya untuk masyarakat Indonesia?</p>
<p>Dalam SuarAkademia kali ini, kami berbincang dengan Teguh Haryo Sasongko, Peneliti The Cochrane Collaboration; Associate Professor, School of Medicine dan Institute of Research, Development, and Innovations, International Medical University (IMU) Malaysia.</p>
<p>Teguh mengatakan sub-varian baru ini belakangan memang membuat beberapa negara seperti Jepang, Rusia, dan Cina mengalami kenaikan pada kasus COVID-19. Meski gejala penyakit yang ditimbulkan sama dengan sub-varian omicron yang sudah ada sebelumnya, BF.7 ini dua kali lebih cepat menular dibanding sub-varian yang lain. </p>
<p>Menurut Teguh, masyarakat tidak perlu panik meski harus tetap waspada. Meski penularan BF.7 ini dua kali lebih cepat, ketahanan masyarakat sudah cukup baik karena cakupan vaksinasi di Indonesia sudah cukup tinggi. Ia menambahkan pentingnya kita untuk tetap menjaga kesehatan, dan tidak terlena dengan dicabutnya PPKM agar lonjakan kasus COVID-19 tidak terulang kembali. </p>
<p>Simak lengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197278/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Presiden Joko Widodo resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 30 Desember 2022 terkait pengendalian COVID-19. Kebijakan ini diambil karena Indonesia dianggap sudah…Muammar Syarif, Podcast ProducerLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1961412022-12-08T03:00:34Z2022-12-08T03:00:34ZTwitter mencabut larangan misinformasi COVID: ini risiko besar bagi kesehatan masyarakat<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/499487/original/file-20221207-22-8jjsi8.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pembatasan misinformasi COVID-19 di Twitter telah dinonaktifkan. </span> <span class="attribution"><span class="source">Foto AP/Jeff Chiu</span></span></figcaption></figure><p>Para peneliti dan pakar kesehatan masyarakat sangat prihatin tentang kemungkinan dampak dari keputusan Twitter untuk tidak lagi menegakkan <a href="https://www.washingtonpost.com/technology/2022/11/29/twitter-covid-misinformation-policy/">kebijakan misinformasi COVID-19</a>. Kebijakan itu diunggah secara diam-diam di halaman aturan situs, dan terdaftar efektif per 23 November 2022. </p>
<p>Misinformasi kesehatan bukanlah hal baru. Kasus klasiknya adalah misinformasi yang sempat dinyatakan benar tapi sekarang tidak terbukti. Misalnya <a href="https://www.nature.com/articles/d41586-020-02989-9">hubungan antara autisme dan vaksin MMR</a> berdasarkan studi yang tidak kredibel terbitan 1998. </p>
<p>Informasi yang salah tersebut berdampak parah bagi kesehatan masyarakat. Misalnya, negara-negara dengan gerakan anti-vaksin yang cukup kuat ke vaksin difteri-tetanus-pertusis (DTP) <a href="https://doi.org/10.1016/s0140-6736(97)04334-1">menghadapi insiden pertusis yang lebih tinggi</a> pada akhir abad ke-20.</p>
<p>Sebagai <a href="https://scholar.google.com/citations?user=JpFHYKcAAAAJ&hl=en">peneliti yang mempelajari media sosial</a>, saya percaya bahwa mengurangi moderasi konten adalah langkah signifikan ke arah yang salah. Apalagi, pertempuran yang dihadapi platform media sosial dalam memerangi misinformasi dan disinformasi semakin intens. Dalam misinformasi medis, pertaruhannya lebih tinggi.</p>
<h2>Misinformasi di media sosial</h2>
<p>Ada tiga perbedaan utama antara bentuk misinformasi sebelumnya dan misinformasi yang tersebar di media sosial.</p>
<p><strong>Pertama,</strong> media sosial memungkinkan misinformasi <a href="https://doi.org/10.1038/s41598-020-73510-5">menyebar dalam skala, kecepatan, dan cakupan yang jauh lebih besar</a>.</p>
<p><strong>Kedua,</strong> konten yang sensasional dan memicu emosi <a href="https://doi.org/10.1038/s41598-021-01813-2">lebih cenderung menjadi viral di media sosial</a>, sehingga kebohongan lebih mudah menyebar daripada kebenaran.</p>
<p><strong>Ketiga,</strong> platform digital seperti Twitter <a href="https://doi.org/10.1145/3449152">memainkan peran <em>gatekeeping</em> (menjaga gawang)</a> dalam cara mereka menggabungkan, menyusun, dan memperkuat konten. Ini berarti informasi yang salah tentang topik yang memicu emosi, seperti vaksin, dapat dengan mudah menarik perhatian.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/gE9dFM4Bs0k?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Cara menemukan informasi yang salah secara online.</span></figcaption>
</figure>
<p>Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut penyebaran misinformasi selama pandemi sebagai <a href="https://www.who.int/health-topics/infodemic#tab=tab_1">infodemik</a>. Ada banyak bukti bahwa misinformasi terkait COVID-19 di media sosial <a href="https://doi.org/10.2196/37367">mengurangi penggunaan vaksin</a>. Pakar kesehatan masyarakat telah memperingatkan bahwa misinformasi di media sosial <a href="https://doi.org/10.2196/30642">sangat menghambat kemajuan</a> menuju kekebalan kawanan (<em>herd immunity</em>), melemahkan kemampuan masyarakat untuk menangani varian baru COVID-19.</p>
<p>Misinformasi di media sosial <a href="http://dx.doi.org/10.1136/bmjgh-2020-004206">memicu keraguan publik</a> tentang keamanan vaksin. Studi menunjukkan bahwa keragu-raguan vaksin COVID-19 didorong oleh <a href="https://doi.org/10.3390/vaccines9060593">kesalahpahaman tentang kekebalan kawanan dan kepercayaan pada teori konspirasi</a>.</p>
<h2>Memerangi misinformasi</h2>
<p>Kebijakan dan sikap moderasi konten platform media sosial terhadap informasi yang salah sangat penting untuk memerangi misinformasi. Ketiadaan kebijakan moderasi konten yang kuat di Twitter cenderung membuat algoritme kurasi dan rekomendasi konten yang meningkatkan penyebaran misinformasi dengan <a href="https://doi.org/10.1145/3449152">meningkatkan efek ruang gema</a>. Misalnya, algoritme mempertajam perbedaan paparan konten. Bias algoritme dalam sistem rekomendasi <a href="https://doi.org/10.1177/1461444818801010">juga dapat semakin menonjolkan disparitas layanan kesehatan global</a> dan disparitas rasial dalam penyerapan vaksin.</p>
<p>Ada bukti bahwa beberapa platform yang kurang diatur seperti Gab, media sosial AS yang basis penggunannya adalah warga sayap kanan, <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-020-73510-5/tables/2">memperkuat dampak paparan informasi dari sumber yang tidak dapat diandalkan</a> dan meningkatkan misinformasi COVID-19. </p>
<p>Ada juga bukti bahwa ekosistem misinformasi dapat memikat pengguna platform media sosial yang berinvestasi dalam moderasi konten <a href="https://doi.org/10.1038/d41586-020-01452-z">untuk menerima misinformasi</a> dari platform yang lebih sedikit melakukan moderasi.</p>
<p>Bahayanya bukan cuma wacana anti-vaksin yang lebih besar di Twitter. Pidato-pidato “beracun” dapat menyebar ke platform online lain yang mungkin berinvestasi dalam memerangi misinformasi medis.</p>
<p>Pemantau vaksin COVID-19 Kaiser Family Foundation mengungkapkan bahwa kepercayaan publik terhadap informasi COVID-19 dari sumber resmi seperti pemerintah <a href="https://www.kff.org/coronavirus-covid-19/dashboard/kff-%20covid-19-vaccine-monitor-dashboard/#(mis)information">telah turun secara signifikan</a>, dengan konsekuensi serius bagi kesehatan masyarakat. Misalnya, kepercayaan pemilih Partai Republik AS terhadap Badan Pengawasan Obat-Obatan dan Makanan AS (FDA) menurun dari 62% menjadi 43% selama Desember 2020 - Oktober 2022.</p>
<p>Pada 2021, <a href="https://www.hhs.gov/sites/default/files/surgeon-general-misinformation-advisory.pdf">seorang penasihat Surgeon General (Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat) AS</a> mengidentifikasi bahwa kebijakan moderasi konten platform media sosial perlu:</p>
<ul>
<li>memperhatikan desain algoritma rekomendasi.</li>
<li>memprioritaskan deteksi dini misinformasi.</li>
<li>memperkuat informasi dari sumber informasi kesehatan online yang kredibel.</li>
</ul>
<p>Prioritas ini memerlukan <a href="https://nam.edu/identifying-credible-sources-of-health-information-in-social-media-principles-and-attributes/">kemitraan antara organisasi layanan kesehatan dan platform media sosial</a> untuk mengembangkan pedoman praktik terbaik untuk mengatasi misinformasi kesehatan. Pengembangan dan penegakan kebijakan moderasi konten yang efektif membutuhkan perencanaan dan sumber daya.</p>
<p>Berdasarkan apa yang diketahui para peneliti tentang misinformasi COVID-19 di Twitter, saya percaya bahwa pengumuman bahwa perusahaan ini tidak akan lagi melarang misinformasi terkait COVID-19 adalah menyusahkan, lebih buruk dari yang saya katakan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196141/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anjana Susarla tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kebijakan dan sikap moderasi konten platform media sosial terhadap informasi yang salah (misinformasi) sangat penting untuk memerangi misinformasi.Anjana Susarla, Professor of Information Systems, Michigan State UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1955582022-12-02T03:59:50Z2022-12-02T03:59:50ZRiset: LGBTIQ+ Indonesia menghadapi kesulitan mengakses layanan kesehatan selama pandemi COVID-19<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/498455/original/file-20221201-6286-fuusx4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksin COVID seharusnya tersedia untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, seksualitas, dan kelas. </span> <span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/Agha Yuninda/wsj/aww</span></span></figcaption></figure><p>Para individu lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer (LGBTIQ+) di Indonesia terpengaruh diskriminasi dan intoleransi berlapis selama pandemi COVID-19.</p>
<p>Penderitaan mereka bertambah karena kesulitan mendapatkan KTP, kehilangan pekerjaan atau berpenghasilan lebih rendah dari sebelum krisis. Mereka juga menghadapi kesulitan mendapatkan hak perawatan kesehatan yang sama yang dinikmati oleh penduduk lainnya.</p>
<p>Penelitian kualitatif saya, yang dilakukan pada awal tahun 2022 dan baru-baru ini <a href="https://www.wfd.org/sites/default/files/2022-11/the_impact_on_covid-19_on_lgbt_individuals_in_indonesia_nigeria_and_sri_lanaka_0.pdf">dipublikasikan</a>, menunjukkan bahwa orang-orang LGBT+ di Indonesia pernah mengalami hambatan signifikan untuk mengakses layanan kesehatan, obat-obatan, dan vaksin COVID-19 selama pandemi.</p>
<p>Studi saya melibatkan empat sesi <a href="http://qualquant.org/wp-content/uploads/cda/Borgatti%201994%20Cultural%20Domain%20Analysis.pdf">analisis domain budaya (CDA)</a> dengan pakar kesehatan Indonesia dan aktivis LGBT+. CDA adalah metode berdasarkan eksplorasi bagaimana orang memikirkan daftar hal-hal yang terkait satu sama lain (seperti tantangan dan fasilitator yang mempengaruhi akses layanan kesehatan). Selain itu, saya memfasilitasi diskusi kelompok fokus (FGD) dengan peserta yang sama dan tambahan partisipan lainnya.</p>
<h2>Akses ke layanan kesehatan</h2>
<p>Penelitian saya tersebut menemukan bagaimana pandemi telah menyebabkan ruang perawatan kesehatan yang aman yang menargetkan individu LGBT+ menghentikan sementara layanan mereka atau menghilang sepenuhnya. </p>
<p>Selain itu, pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah Indonesia membatasi mobilitas warga negara, yang mempersulit minoritas gender dan seksual untuk mengakses layanan kesehatan di tengah pembatasan mobilitas.</p>
<p>Klinik kesehatan masyarakat yang dikenal sebagai Puskesmas kewalahan dengan jumlah pasien, yang mengganggu layanan infeksi menular seksual (IMS). Beberapa klinik ini, yang menawarkan pemeriksaan IMS gratis sebelum COVID, berhenti melakukannya dan meminta pasien untuk menemui dokter hanya jika mereka menunjukkan gejala.</p>
<p>Selama diskusi kelompok terarah, seorang peserta menjelaskan bagaimana Puskesmas yang sebelumnya menawarkan tes HIV cepat, dan penyediaan kondom dan pelumas tidak dapat lagi diberikan di “hotspot”, tempat laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) biasa bertemu langsung. Seperti yang dijelaskan oleh seorang aktivis, “orang tidak diizinkan untuk berkumpul, dan itu sulit untuk pemeriksaan HIV dan mendorong orang untuk melakukan pemeriksaan penyakit infeksi menular seksual. Semuanya telah online, dan staf kami telah menggunakan aplikasi gay sekarang untuk menjangkau klien kami.”</p>
<p>Di tengah krisis ini, kita juga harus merefleksikan implikasi kelas dari mengakses layanan kesehatan, karena individu LGBT+ dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih rendah paling terpengaruh oleh tidak adanya layanan penjangkauan langsung.</p>
<p>Sistem kesehatan nasional berbasis keluarga di Indonesia juga berdampak pada akses masyarakat LGBT+ terhadap layanan kesehatan. Seperti yang dikatakan seorang ahli kesehatan, “ada penjaga gerbang seperti orang tua, karena skema asuransi kesehatan nasional berbasis keluarga, jadi kartu asuransi Anda terkait dengan keluarga Anda, dan anak muda queer harus melalui orang tua mereka untuk mengakses layanan kesehatan, yang menimbulkan masalah ketika menjelaskan mengapa mereka ingin ke dokter”.</p>
<h2>Akses ke obat-obatan dan vaksin COVID-19</h2>
<p>Akses ke obat-obatan merupakan tantangan bagi banyak orang LGBT+. Aktivis di Bali, Jakarta, dan Yogyakarta menggambarkan bagaimana beberapa orang yang hidup dengan HIV tidak dapat mengakses rejimen obat antiretroviral mereka karena kekurangan. Ini berarti mereka diberi terapi kombinasi lain yang berbeda dari yang mereka gunakan sebelum pandemi.</p>
<p>Seperti yang dikatakan seorang aktivis, “orang-orang harus mengubah jenis pengobatan mereka menjadi sesuatu yang baru, dan mereka berubah dari merasa baik-baik saja menjadi mengalami efek samping”.</p>
<p>Orang LGBT+ telah memenuhi syarat untuk menerima vaksin COVID, tapi diskriminasi, masalah aksesibilitas (seperti masalah transportasi ke pusat vaksinasi) dan misinformasi telah muncul sebagai tantangan.</p>
<p>Di Indonesia, kelompok LGBT+ juga mengalami kesulitan akses vaksin karena kendala transportasi dan karena tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Hal ini menyebabkan beberapa badan amal mendukung perempuan transgender dan tunawisma untuk mendapatkannya.</p>
<p>Misalnya, badan amal Kebaya di Yogyakarta mendukung waria untuk mencapai pusat vaksinasi dengan membayar transportasi. Tidak bisa mendapatkan vaksin berarti mengurangi mobilitas minoritas seksual dan gender. Seperti yang dijelaskan oleh seorang aktivis Indonesia, “Kalau tidak punya vaksin, tidak bisa ke mana-mana, tidak bisa masuk ke gedung pemerintahan; kita punya aplikasi, dan sebuah tantangan lagi kalau tidak punya <em>smartphone</em>”.</p>
<h2>Hentikan diskriminasi</h2>
<p>Di Indonesia, pandemi COVID-19 secara tidak proporsional berdampak pada individu LGBT+, khususnya mereka yang hidup dengan HIV, pekerja seks, individu transgender, dan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.</p>
<p>Hal ini terutama dirasakan dalam kaitannya dengan layanan kesehatan, yang sulit diakses oleh mereka yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah.</p>
<p>Indonesia memiliki kewajiban hak asasi manusia (HAM) internasional yang berlaku sama bagi kelompok LGBT+ dan memberikan panduan untuk melindungi dan memenuhi hak-hak tersebut bagi semua warga negara. Indonesia meratifikasi <a href="https://tbinternet.ohchr.org/_layouts/15/TreatyBodyExternal/Treaty.aspx?CountryID=%2080&Lang=EN">Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik pada 2005 dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya pada 2006</a>, dan merupakan negara pihak Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW).</p>
<p>Meski meratifikasi konvensi semacam itu, <a href="https://theconversation.com/onslaughts-against-gays-and-lesbians-challenge-indonesias-lgbt-rights-movement-54639">sejak 2016</a>, kepanikan moral telah menggambarkan orang-orang LGBT+ di Indonesia sebagai mengancam prinsip-prinsip moral bangsa.</p>
<p>Sikap diskriminatif dan sulitnya memperoleh KTP membuat sulitnya mendapatkan perawatan. Hal ini menunjukkan perlunya segera menerapkan pendekatan berbasis HAM untuk lebih memahami kebutuhan populasi LGBT+ dan melindungi hak-hak mereka sebagai manusia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/195558/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Diego Garcia Rodriguez menerima dana dari Wesminster Foundation for Democracy untuk riset ini.</span></em></p>Pandemi COVID-19 secara tidak proporsional berdampak pada individu LGBT+, khususnya mereka yang hidup dengan HIV, pekerja seks, individu transgender, dan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.Diego Garcia Rodriguez, Lecturer in Global Health, Brighton and Sussex Medical SchoolLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1833752022-11-15T04:55:16Z2022-11-15T04:55:16ZG20 Sektor Kesehatan: 4 strategi memperkuat respons warga untuk melawan pandemi masa depan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/495275/original/file-20221115-17-4lej43.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Presiden Joko Widodo (tengah) membuka secara resmi KTT G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, 15 November 2022. Keputusan pemimpin anggota G20 mempengaruhi sistem kesehatan global.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1668480306&getcod=dom">ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Aditya Pradana Putra/wsj</a></span></figcaption></figure><p>Salah satu agenda utama Sektor Kesehatan Presidensi G20 Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi pemimpin negara G20 di Bali, 15-16 November 2022, adalah <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211217/3139002/memperkuat-arsitektur-kesehatan-global-agenda-utama-sektor-kesehatan-presidensi-g20/">memperkuat arsitektur kesehatan global</a>. </p>
<p>Agenda tersebut mencakup (1) membangun ketahanan sistem kesehatan global, (2) menyelaraskan protokol kesehatan global dan (3) membangun pusat manufaktur dan pengetahuan untuk pencegahan, kesiap-siagaan dan respons terhadap pandemi. </p>
<p>Hampir tiga tahun pandemi COVID-19 memberi pelajaran penting untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat saat ini dan ke depan melalui sistem kesehatan yang jauh lebih kuat. Sebab, saat sistem kesehatan roboh akibat badai pandemi, maka kesehatan penduduk makin buruk dan kematian makin tinggi. </p>
<p>Bentuk arsitektur kesehatan masyarakat yang kuat akan terbentuk jika ada kebijakan untuk memaksimalkan fungsi “koridor” yang menghubungkan sektor keuangan, pejabat kesehatan, dan aktor-aktor masyarakat, termasuk relawan. Fungsi “koridor” kemungkinan besar dapat mendorong ketepatan waktu dan efektivitas tanggapan warga terhadap krisis kesehatan nasional dan global.</p>
<p>Dalam kasus pemulihan pasien dengan penyakit kronis, riset <a href="https://openresearch-repository.anu.edu.au/handle/1885/212365">saya di Yogyakarta menunjukkan</a> optimalisasi fungsi “koridor” berkontribusi pada penyembuhan. Hubungan seperti ini dapat memperkuat bangunan sistem pelayanan kesehatan nasional yang terbukti hampir kolaps saat pandemi.</p>
<h2>Koridor dalam layanan kesehatan</h2>
<p>Konsep modern arsitektur meyakini bentuk mengikuti fungsi. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, bangunan sistem kesehatan masyarakat dengan arsitektur tangguh harus mengoptimalkan fungsi “koridor”, lorong atau tempat terbuka yang menghubungkan ruang satu dengan yang lain.</p>
<p>Jika menyusuri koridor rumah sakit umum, kita sering temui keluarga pasien, sanak saudara atau tetangga yang siap menawarkan tawa sumringah pengobat sakit dan sepi. Di ruang atau sudut koridor rumah sakit inilah sering kita temui kekuatan emosi yang sangat dekat, ramah, dan bersahabat. Kekuatan emosi dan kepedulian tinggi yang jarang dirasakan meski di bangsal mewah. </p>
<p>“Koridor” adalah metafora pertemuan semangat kepedulian warga (<em>caring</em>) dengan profesionalisme tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Kolaborasi antara kekuatan emosional dan penyembuhan fisik (<em>curing</em>) ini dibutuhkan agar mobilisasi sumber daya dan kondisi kesehatan warga terfasilitasi dengan baik dan efisien. </p>
<p><a href="https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/IJOPM-08-2021-0555/full/html">Riset di Yogyakarta menunjukkan</a> pandemi memberi pelajaran pentingnya bentuk organisasi yang solid di tingkat lokal untuk menjangkau warga yang tidak terlayani. Organisasi lokal ini berfungsi mengumpulkan kekuatan sosial-spiritual untuk bertahan serta bangkit dari krisis kesehatan. </p>
<p>Dari <a href="https://www.antaranews.com/berita/3235401/menkes-sebut-pandemic-fund-capaian-tersukses-g20-bidang-kesehatan">Pendanaan Pandemi</a> yang baru-baru ini terbentuk, perlu ada yang dialokasikan untuk memaksimalkan fungsi “koridor” tersebut.</p>
<h2>Empat strategi lokal</h2>
<p>Pandemi COVID 19 membuktikan adanya ketergantungan antarnegara dan antarmanusia. Karena penyebaran penyakit menular tidak mengenal perbatasan antarnegara, perlu adanya transformasi kesehatan global yang mengharuskan tiap-tiap negara mempersiapkan fondasi kuat untuk pembangunan berkelanjutan. </p>
<p>Sejumlah ahli telah mengajukan usulan untuk <a href="https://journals.plos.org/plosmedicine/article?id=10.1371/journal.pmed.1003564">memperkuat arsitektur kesehatan global pasca pandemi COVID-19.</a> yakni berinvestasi yang lebih baik untuk menghadapi pandemi mendatang, mengurangi kekerasan struktural dan ketimpangan sosial, membangun pelayanan kesehatan universal, serta menaikkan daya lenting sistem pelayanan kesehatan dan menumbuhkan tanggung jawab sosial. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, untuk memperkuat sistem kesehatan global lebih inklusif, berkeadilan, dan responsif terhadap krisis, setidaknya ada empat strategi nasional yang berorientasi lokal melalui optimalisasi fungsi “koridor”. </p>
<p><strong>Pertama</strong>, pemerintah perlu mempererat kerja sama dengan tokoh masyarakat seperti pemuka agama untuk menjalankan komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat sebagai <a href="https://www.who.int/publications/i/item/critical-preparedness-readiness-and-response-actions-for-covid-19">salah satu area prioritas penanganan pandemi</a>. </p>
<p>Kita perlu melibatkan mereka untuk mengedukasi masyarakat <a href="https://perpustakaan.bnpb.go.id/bulian/index.php?p=show_detail&id=1999">dalam pencegahan, surveilans, dan pengendalian penyakit</a>. Pendekatan terhadap tokoh masyarakat dapat disesuaikan dengan kearifan lokal.</p>
<p>Tokoh masyarakat, khususnya perempuan, adalah <a href="https://www.newmandala.org/wp-content/uploads/2021/07/SEARBO_Meckelburg_Policy-brief-paper.pdf">aktor vital dalam merespons krisis kesehatan</a>. Ketahanan dan kepemimpinan perempuan dalam mitigasi COVID-19 telah banyak teruji, tapi tak pernah benar-benar dihargai.</p>
<p>Di Yogyakarta, perempuan melakukan aksi ‘greteh’ (cerewet) yang disalurkan melalui WhatsApp Group warga. Para tokoh perempuan di sebuah dusun di Bantul membagi media edukasi pencegahan penyakit secara online <a href="https://sonjo.id/en/sonjo-migunani-en/the-power-of-greteh-the-role-of-pkk-in-enforcing-health-protocols/">di WhatsApp untuk mengingatkan warga menjaga protokol kesehatan 5M tanpa lelah</a></p>
<p>Ketika ketersediaan tempat tidur di rumah sakit habis, para perempuan bersama kader kesehatan, satuan tugas dan pemuda bahu-membahu <a href="https://bantulkab.go.id/berita/detail/4674/whatsapp-group-membantu-pengawasan-pasien-covid-di-shelter-sumbermulyo.html">membuat <em>shelter</em> dan menampung warga yang terkena COVID-19</a>. Mereka memasak makanan, mengecek saturasi, bahkan memasang dan melepas selang oksigen para pasien COVID. </p>
<p>Para perempuan ini menemani ‘pasien shelter’ dengan <a href="https://wahyudiahadi.com/book/melawan-covid-dari-desa/">semangat dan mengajak tetangga atau keluarga pasien untuk juga menjenguk</a>. Mereka mempelajari dan mempraktikan peran-peran pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi dengan cara otodidak, naluriah, dan menyerupai kegiatan klinis (<em>quasi-clinic</em>). </p>
<p><strong>Kedua</strong>, pemerintah harus terbuka dalam membuat koneksi berkelanjutan dengan kelompok non-formal untuk mengisi kekosongan ruang atau menjembatani gap antara kebutuhan warga dan sistem kesehatan yang sedang rapuh.</p>
<p><a href="https://sonjo.id/">Sambatan Jogja (SONJO)</a> merupakan salah satu gerakan sosial warga Yogyakarta selama pandemi yang menunjukkan bahwa inisiatif kepemimpinan di masyarakat mampu menjembatani jejaring kerja sosial kesehatan yang efisien. </p>
<p>Jaringan organisasi kerelawanan yang dipadukan dengan kepemimpinan di lapangan seperti peran lurah (termasuk istri lurah) dan pimpinan Puskesmas maupun rumah sakit rujukan merupakan koneksi yang klop. Kolaborasi ini memungkinkan ide-ide atau pemecahan masalah langsung dieksekusi di lapangan. </p>
<p>Tanpa adanya kepemimpinan kuat di lapangan, banyak ide atau permasalahan akan berhenti di tataran wacana karena tidak ada eksekutor. Upaya kerja ‘informal’ ini bersifat sangat dinamis sehingga akan sulit dilakukan dalam suasana birokrasi yang kaku dan berlapis-lapis untuk mengambil keputusan. </p>
<p>Kepemimpinan dalam gerakan SONJO telah melabrak sekat-sekat birokrasi. Mereka menggunakan jaringan pertemanan baru yang terafiliasi dalam institusi kesehatan, korporasi, universitas, organisasi profesi, pamong praja, pesantren, maupun individu (<em>penta helix</em>) yang memiliki simpati sosial untuk memenuhi kebutuhan warga akan pelayanan kesehatan. Mereka memasok kebutuhan akan tabung oksigen, transportasi ambulan, plasma konvalesen, dan bahkan peti mati.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, kita perlu mengaktifkan kembali peran aktor-aktor kesehatan seperti kader kesehatan, kader posyandu, atau satuan tugas di tingkat kelurahan dan desa. Kita perlu juga memperkuat peran relawan dari unsur organisasi kemasyarakatan, karang taruna, ibu-ibu PKK, dasawisma, pramuka, dan Palang Merah Remaja dalam konteks memonitor status kesehatan dasar masyarakat dan memantau kesehatan lingkungan. </p>
<p>Ketika puncak tertinggi pandemi COVID-19 varian Delta menyerang pada pertengahan 2021, fasilitas kesehatan yang kelebihan beban sangat terbantu dengan adanya <a href="https://www.liputan6.com/regional/read/4634842/kisah-karmini-ibu-rumah-tangga-asal-bantul-yang-jadi-sopir-ambulans-pasien-covid-19">para relawan ambulans untuk mengangkut pasien</a>. </p>
<p>Modal sosial ini dapat kita manfaatkan sekarang dan pasca-pandemi untuk menjaga akses masyarakat pada pelayanan kesehatan esensial tertentu. Misalnya kontrol kesehatan rutin, imunisasi dan kepedulian terhadap warga yang rentan seperti lansia, difabel, maupun <a href="https://theconversation.com/merawat-pasien-kanker-stadium-lanjut-di-rumah-lebih-baik-daripada-di-rumah-sakit-123771">perawatan paliatif (perawatan untuk mengurangi rasa sakit bagi pasien yang tidak bisa disembuhkan penyakitnya)</a>. Insentif dapat diberikan kepada kader dan relawan yang aktif baik berupa insentif finansial maupun non-finansial. </p>
<p><strong>Keempat</strong>, tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, promotor kesehatan yang berafiliasi dengan institusi apapun harus terjun untuk meningkatkan literasi masyarakat. </p>
<p>Dalam setiap krisis kesehatan, informasi tidak akurat hingga hoaks selalu ada dan mudah menyebar. Literasi dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam menyaring informasi dan menentukan perilaku dan respons mereka selanjutnya. </p>
<p>Para kader kesehatan dan tokoh masyarakat dapat ditingkatkan kapasitasnya sehingga mampu menyadarkan masyarakat terkait pentingnya pengetahuan dan informasi kesehatan. Misalnya, ketika kasus pandemi sedang tinggi-tingginya, kelompok perempuan di Bantul mengubah lirik lagu lokal populer “Mendung Tanpo Udan”, dari musisi Ndarboy Genk dengan muatan promosi kesehatan yang sederhana dan mudah dipahami warga. </p>
<p>Pada akhirnya, konektivitas kekuatan masyarakat dengan petugas kesehatan sangat penting untuk mendorong mobilitas sumber daya sosial budaya selama pandemi.</p>
<p>Memperkuat fungsi “koridor” berarti membangun fondasi lokal yang kuat yang akan mampu menopang sistem kesehatan nasional dan memperkuat arsitektur kesehatan global.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/183375/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Modal sosial ini dapat dimanfaatkan sekarang dan pasca-pandemi untuk menjaga akses masyarakat pada pelayanan kesehatan esensial tertentu.Erlin Erlina, Lecturer Dept. Health Behaviour, Environment and Social Medicine, Universitas Gadjah Mada Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan , Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1941792022-11-10T03:05:21Z2022-11-10T03:05:21ZOmicron BQ.1 dan BQ.1.1 – ahli menjawab tiga pertanyaan kunci tentang varian COVID baru ini<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/494373/original/file-20221109-23-3npwpv.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Kateryna Kon/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Dua subvarian omicron baru, BQ.1 dan BQ.1.1, dengan cepat mendapatkan daya tarik di Amerika Serikat dan secara kolektif menyumbang <a href="https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#variant-proportions">27% infeksi</a> per 29 Oktober. Keduanya adalah keturunan BA.5, varian omicron yang telah mendominasi di seluruh dunia selama beberapa bulan.</p>
<p>Meski varian ini termasuk infeksi yang paling umum di AS saat ini, BQ.1 dan BQ.1.1 juga telah diidentifikasi di <a href="https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system%20/uploads/attachment_data/file/1109820/Technical-Briefing-46.pdf">Inggris Raya</a> dan beberapa <a href="https://twitter.com/MoritzGerstung/status/1577667129100337152">negara di Eropa</a>. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) telah mengklasifikasikan BQ.1 sebagai <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/covid-19/variants-concern">varian yang harus diwaspadai</a>.</p>
<p>Berdasarkan perkiraan pemodelan, <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/publications-data/spread-sars-cov-2-omicron-variant-sub-lineage-bq1-eueea">ECDC memprediksi</a> bahwa pada pertengahan November hingga awal Desember 2022, lebih dari 50% infeksi COVID akan disebabkan oleh BQ.1 dan BQ.1.1. Pada awal 2023, mereka diperkirakan akan menyumbang lebih dari 80% kasus.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1584281761772511232"}"></div></p>
<p>Ketika kita mendengar tentang varian COVID baru, tiga pertanyaan utama muncul di benak kita: apakah lebih menular dibandingkan dengan varian sebelumnya? Bisakah itu menyebabkan penyakit yang lebih parah? Dan bisakah itu lolos dari respons kekebalan kita? Mari kita lihat apa yang kita ketahui sejauh ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-vaccines-an-annual-booster-like-the-flu-shot-could-be-the-way-forward-191301">COVID vaccines: an annual booster like the flu shot could be the way forward</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>1. Apakah varian ini lebih menular?</h2>
<p>Penularan mengacu pada kapasitas patogen untuk dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Karakteristik ini ditentukan <a href="https://www.nature.com/articles/s41579-021-00535-6#:%7E:text=Transmissibility%20is%20determined%20by%20the%20infectivity%20of%20the,environmental%20stress%20exerted%20on%20the%20pathogen%20during%20transmission.">oleh banyak faktor</a> berkaitan dengan patogen, inangnya, dan lingkungan.</p>
<p>Pada tahap ini, kita memiliki data terbatas tentang seberapa menular kedua varian baru ini. Tapi BQ.1.1 tampaknya sangat menular, dengan <a href="https://twitter.com/CorneliusRoemer/status/1576716682512388096">laporan media sosial</a> menghitung hanya butuh 19 hari untuk tumbuh delapan kali lipat dari lima urutan kode genetik menjadi 200 urutan.</p>
<p>Meski BQ.1 dan BQ.1.1 saat ini terdiri dari sebagian kecil dari semua kasus COVID secara global, di beberapa negara proporsi kasus meningkat pada tingkat yang menunjukkan varian itu lebih menular daripada varian lain yang beredar.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-vaccines-an-annual-booster-like-the-flu-shot-could-be-the-way-forward-191301">COVID vaccines: an annual booster like the flu shot could be the way forward</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>2. Bisakah mereka lolos dari sistem kekebalan kita?</h2>
<p>ECDC menunjukkan peningkatan yang diamati dalam tingkat pertumbuhan BQ.1 mungkin didorong terutama oleh <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/publications-data/spread-sars-cov-2-omicron-variant-sub-lineage-bq1-eueea">lolosnya virus dari respons imunitas tubuh (<em>immune escape</em>)</a>. Ini mengacu pada kapasitas virus untuk menghindari respons imun kita dari infeksi atau vaksinasi sebelumnya.</p>
<p>BQ.1 dan BQ.1.1 mengandung mutasi pada protein S, protein pada permukaan SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID-19) yang memungkinkannya menempel dan menginfeksi sel kita. <a href="https://arstechnica.com/science/2022/10/ba-5-is-finally-fading-sublineages-bq-1-and-bq-1-1-rise-from-variant-stew/">Mutasi varian ini termasuk</a> K444T, N460K, L452R dan F486V. BQ.1.1 berisi mutasi tambahan, R346T, yang juga ditemukan di <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-022-04980-y">varian BA.5</a>.</p>
<p>Mutasi-mutasi tersebut dapat dikaitkan dengan kemampuan virus untuk <a href="https://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099(22)00642-9/fulltext">lolos dari respons imunitas tubuh</a> dan <a href="https://www.cell.com/action/showPdf?pii=S1931-3128%2821%2900082-2">menghindari antibodi</a></p>
<figure class="align-center ">
<img alt="A young woman wearing a mask." src="https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/491350/original/file-20221024-21-g1xh5d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Varian baru ini dapat mengancam dominasi BA.5.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/woman-wearing-medical-protective-mask-outdoors-1666586704">goffkein.pro/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Satu <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2022.09.15.507787v3">studi</a> menunjukkan bahwa kemungkinan kekebalan yang disebabkan oleh infeksi dari subgaris keturunan omicron sebelumnya dan vaksinasi belum cukup mampu melindungi tubuh dari infeksi BQ.1.1 ini. Namun, penelitian ini masih bersifat pra-cetak (<em>preprint</em>), artinya belum ditinjau oleh rekan sejawat.</p>
<p>Meski <a href="https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/science/science-briefs/vaccine-induced-immunity.html">vaksin COVID</a> serta infeksi varian sebelumnya memberikan perlindungan yang baik terhadap penyakit parah, mereka tetap tidak memberikan perlindungan penuh dari infeksi ulang. Mereka memang dapat mengurangi resiko penularan COVID, tapi bukan mencegah sepenuhnya.</p>
<p>Varian-varian baru ini juga tampaknya memiliki kapasitas tertinggi untuk menghindari kekebalan. Ada yang mengatakan, vaksin COVID akan terus menawarkan perlindungan yang kuat dari penyakit parah, bahkan kematian.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/another-new-covid-variant-is-spreading-heres-what-we-know-about-omicron-ba-4-6-189939">Another new COVID variant is spreading – here's what we know about omicron BA.4.6</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>3. Bisakah mereka menyebabkan penyakit yang lebih parah?</h2>
<p>Kita masih belum tahu banyak tentang tingkat keparahan penyakit yang disebabkan dengan BQ.1 atau BQ.1.1. Tapi berdasarkan data terbatas yang tersedia, beritanya bagus di depan ini. <a href="https://www.ecdc.europa.eu/en/publications-data/spread-sars-cov-2-omicron-variant-sub-lineage-bq1-eueea">Tidak ada bukti</a> bahwa BQ.1 terkait dengan penyakit yang lebih parah dari BA.4 dan BA.5.</p>
<p>Namun yang mengkhawatirkan, <a href="https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2022.09.15.507787v3">studi <em>preprint</em> baru-baru ini</a> menunjukkan bahwa BQ.1.1 dapat resisten terhadap Evusheld, sebuah terapi antibodi yang dirancang untuk melindungi orang yang mengalami gangguan kekebalan dan tidak merespons vaksin COVID dengan baik.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/another-new-covid-variant-is-spreading-heres-what-we-know-about-omicron-ba-4-6-189939">Another new COVID variant is spreading – here's what we know about omicron BA.4.6</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Pandemi belum berakhir</h2>
<p>Di luar AS dan Eropa, BQ.1 dan BQ.1.1 juga telah diidentifikasi di negara lain di seluruh dunia, termasuk <a href="https://www.health.govt.nz/news-media/news-items/%20omicron-subvariant-bq11-detected-new-zealand">Selandia Baru</a>, <a href="https://www.thaipbsworld.com/first-case-of-drug-resistant-omicron-bq-1-sub-variant-found-in%20-thailand/">Thailand</a>, <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/11/05/11573661/menkes-kenaikan-kasus-covid-19-didorong-varian-baru-xbb-hingga-bq1">Indonesia</a>, <a href="https://www.channelnewsasia.com/singapore/singapore-bq1-bq11-omicron-covid-19-subvariants-detected-imported-moh-3025856">Singapura</a> dan <a href="https://toronto.citynews.ca/2022/10/04/omicron-subvariant-covid-fall/">Kanada</a>, tempat mereka terdeteksi <a href="https://regina.ctvnews.ca/new-omicron-variants-detected-in-regina-wastewater-u-of-r-1.6093817">dalam air limbah</a>. Sampel limbah sering memberi kita <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8421077/">indikasi yang baik</a> tentang kemungkinan lonjakan COVID.</p>
<p>Munculnya varian COVID baru yang terus berlanjut menunjukkan bahwa virus tersebut masih sangat eksis di sekitar kita, bahkan berkembang pesat. Saat negara-negara di belahan bumi utara memasuki musim dingin, kita perlu mengawasi potensi munculnya varian baru lainnya, dan dengan cermat mengamati bagaimana mereka berperilaku.</p>
<p>Kita juga membutuhkan penelitian yang bisa menguji seberapa baik <a href="https://theconversation.com/covid-vaccine-how-the-new-bivalent-booster-will-target-omicron-188840">vaksin bivalen</a> baru – yang menargetkan omicron bersama strain asli SARS-CoV-2 – dapat bekerja melawan BQ.1 dan BQ.1.1.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194179/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Manal Mohammed tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tidak ada bukti bahwa BQ.1 terkait dengan penyakit yang lebih parah dari BA.4 dan BA.5.Manal Mohammed, Senior Lecturer, Medical Microbiology, University of WestminsterLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1885932022-10-06T02:32:27Z2022-10-06T02:32:27ZPakar Menjawab: WHO sebut akhir pandemi di depan mata, apa yang harus disiapkan Indonesia?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/488240/original/file-20221005-21-a1dcd9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Sejumlah penumpang mengenakan alat pelindung diri (APD) di dalam pesawat rute Samarinda-Jakarta saat terbang di atas kawasan perairan Laut Jawa, 2 Oktober 2022. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://branda.antaranews.com/data/content_photo_wire.php?pubid=1664712909&getcod=dom">ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.</a></span></figcaption></figure><p>Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus baru-baru ini menyatakan bahwa <a href="https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/who-chief-says-end-sight-covid-19-pandemic-2022-09-14/">akhir pandemi COVID-19 “di depan mata”</a>. Hal ini ditandai, antara lain, jumlah kematian karena COVID-19 secara global pada awal September lalu mencapai angka terendah sejak Maret 2020. </p>
<p>Sejauh ini, lebih dari enam juta orang di seluruh dunia telah meninggal akibat infeksi virus corona. </p>
<p>Walau <a href="https://www.reuters.com/world/us/biden-said-pandemic-is-over-is-it-2022-09-19/">Presiden Amerika Serikat Joe Biden</a> menyatakan pandemi COVID di negaranya telah selesai, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan sampai kini masih menjalankan kebijakan darurat kesehatan publik. </p>
<p>Di Indonesia, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220921101232-20-850628/as-umumkan-pandemi-berakhir-kemenkes-masih-tunggu-arahan-who">Kementerian Kesehatan masih</a> menunggu pedoman dari WHO untuk mengubah “pandemi” jadi “endemi” dan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/09/22/05300061/sikap-jokowi-menyongsong-pandemi-covid-19-yang-diprediksi-segera-berakhir">berhati-hati mengambil kebijakan</a>. Kasus harian COVID-19 di Indonesia <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">sejak awal September</a> telah turun dibanding bulan sebelumnya. <a href="https://setkab.go.id/presiden-jokowi-minta-menkes-konsultasi-ke-who-terkait-status-pandemi/">Presiden Joko Widodo</a> telah meminta Menteri Kesehatan untuk berkonsultasi ke WHO terkait status pandemi. </p>
<p>Pertanyaannya: bagaimana sebaiknya rencana Indonesia dalam jangka menengah dan panjang untuk hidup berdampingan dengan atau menghadapi COVID? Sebab, kalau misalnya pandemi dinyatakan berakhir, virus corona akan tetap hidup di masyarakat seperti virus influenza dan virus lainnya. Kita perlu waktu lebih lama untuk memusnahkan virus ini di masyarakat. </p>
<p>Untuk menjawab pertanyaan ini, kami bertanya kepada Teguh Haryo Sasongko, peneliti kesehatan dari International Medical University (Malaysia) dan penulis The Cochrane Collaboration.</p>
<h2>Vaksinasi rutin akan menjadi kebutuhan</h2>
<p>Teguh Haryo Sasongko mengatakan vaksinasi merupakan salah satu alat yang ampuh untuk melawan virus penyebab COVID-19. </p>
<p>Masalahnya, kata dia, vaksin generasi pertama yang saat ini digunakan belum kita ketahui tentang berapa lama daya lindungnya. “Apakah vaksin saat saat bisa melindungi dari semua jenis varian dan subvarian,” katanya. Kini kebijakan vaksin penguat (<em>booster</em>) juga dilakukan di Indonesia. </p>
<p>Karena itu, menurut Teguh, dalam beberapa tahun ke depan, dunia tidak bisa melepaskan diri dari vaksinasi massal secara rutin, terutama di kalangan kelompok berisiko tinggi. Seberapa besar populasi yang harus divaksin, itu masih pertanyaan. Kita bisa belajar dari vaksin influenza yang setiap tahun berubah, tergantung dari varian yang muncul tahun itu. “Vaksin bisa berubah sesuai dengan varian yang muncul dan teknologi itu juga sudah ada,” ujarnya. </p>
<p>Apalagi dengan <a href="https://theconversation.com/vaksin-covid-yang-lebih-baik-sedang-dalam-proses-apa-yang-mereka-lakukan-dan-teknologi-apa-yang-mungkin-kita-lihat-nanti-189970">vaksin mRNA</a> seperti Pfizer dan Moderna, lebih mudah mengubah vaksin untuk virus corona. Kemunculan varian baru telah menyebabkan efektifitas vaksin menurun. Maka ada tuntutan untuk menyempurnakan vaksin yang ada, supaya bisa menanggulangi masalah tersebut dengan vaksin baru. </p>
<p>“Teknologi itu sudah ada. Pemerintah bersiap-siap untuk vaksin rutin, jangka waktunya kapan, itu belum tahu,” kata Teguh. </p>
<h2>Tidak bisa lagi kebijakan “buka-tutup”</h2>
<p>Melihat pola penyebaran COVID akhir-akhir ini, kebijakan “buka-tutup” pembatasan mobilitas masyarakat bukan lagi pilihan. Namun, strategi kontrol yang mendasar seperti cuci tangan dan pakai masker, itu tetap perlu dilakukan. Memakai masker sangat penting untuk proteksi diri dan orang lain dan tidak banyak menghalangi aktivitas sehingga tetap perlu dilakukan. </p>
<p>Menurut Teguh, pemerintah perlu meninggalkan pembatasan mobilitas saat pandemi menanjak dan perlu fokus pada kebijakan jangka menengah dan panjang. Ada beberapa strategi yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah Indonesia baik terkait dengan vaksin maupun prioritas anggaran. </p>
<p><em>Pertama</em>, meningkatkan kapasitas respons dalam vaksinasi. Kata kuncinya adalah bagaimana Indonesia punya kemandirian dalam memproduksi vaksinasi yang bagus. Dalam konteks ini, pengembangan <a href="https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/654/Kick-Off-Uji-Klinik-Fase-3-Vaksin-Merah-Putih-.html">vaksin Merah Putih</a> perlu dipercepat agar Indonesia bisa mandiri.</p>
<p><em>Kedua</em>, walau Indonesia belum bisa memproduksi vaksin bermerek dalam negeri, ada merek vaksin luar negeri yang bisa diproduksi di dalam negeri. Indonesia bisa jadi <em>hub</em> (pusat produksi) untuk vaksin-vaksin itu untuk kawasan Asia Tenggara. Hal ini untuk menekan ongkos dan memudahkan akses bagi masyarakat luas.</p>
<p><em>Ketiga</em>, Indonesia perlu turut segera mengadopsi vaksin teknologi terbaru <a href="https://theconversation.com/what-is-mrna-the-messenger-molecule-thats-been-in-every-living-cell-for-billions-of-years-is-the-key-ingredient-in-some-covid-19-vaccines-158511">berbasis mRNA</a> yang terbukti memiliki efektivitas sangat tinggi. </p>
<p>Vaksin Merah Putih saat ini <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/01/26/benih-vaksin-merah-putih-telah-memenuhi-standar-industri">berbasis protein rekombinan</a>. Langkah ini penting mengurangi ketergantungan terhadap vaksin luar negeri. Setidaknya, Indonesia memiliki kontrak dengan produksi vaksin mRNA yang memungkinkan transfer teknologinya ke peneliti dan produsen vaksin Indonesia.</p>
<p>Sementara itu, terkait anggaran, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran kesehatan yang lebih banyak untuk pelayanan dan penelitian kesehatan, terutama dalam konteks pengendalian pandemi. Anggaran lainnya bisa diprioritaskan untuk mengembangkan vaksin, termasuk pengadaan alat dan peningkatan kapasitas peneliti vaksin di Indonesia. </p>
<p>Hal yang tak kalah penting adalah anggaran untuk memperkuat surveilans genomik virus corona di Indonesia. Langkah ini sangat penting agar otoritas kesehatan memiliki data-data terbaru tentang varian-varian virus baru yang muncul di masyarakat sehingga bisa diketahui varian yang dominan. “Jika anggaran mencukupi, pemerintah kemudian bisa membuat alat pendeteksi cepat untuk menapis kasus-kasus yang ada di masyarakat secara cepat sehingga bisa ditangani segera,” kata Teguh.</p>
<p>Pada akhirnya, kebijakan-kebijakan yang adaptif terhadap perubahan perlu diambil pemerintah agar masyarakat tetap sehat, aman dan kehidupan bisa terus berjalan secara produktif.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188593/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Pemerintah perlu meninggalkan pembatasan mobilitas saat pandemi menanjak dan perlu fokus pada kebijakan jangka menengah dan panjang.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1899762022-09-15T03:25:18Z2022-09-15T03:25:18ZGangguan jantung, masalah baru setelah sembuh dari COVID-19, mengapa dan bagaimana terjadi?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/484517/original/file-20220914-549-6nr6ho.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksinasi COVID-19 bisa menurunkan risiko kesakitan saat terinfeksi virus.
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1660799710">ANTARA FOTO/Ardiansyah/nym</a></span></figcaption></figure><p>Jumlah orang Indonesia yang sembuh dari infeksi COVID-19 hingga <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">13 September 2022 mencapai sekitar 6,2 juta orang atau 97% dari total yang terkonfirmasi terinfeksi</a>. </p>
<p>Jumlah ini akan terus bertambah karena, walau kasus harian COVID kini menurun, kasus yang aktif masih sekitar 32 ribu atau 0,5%.</p>
<p>Salah satu masalah serius pada sebagian orang yang sembuh adalah mereka masih terus merasakan gejala sakit setelah berbulan-bulan sembuh dari infeksi. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. </p>
<p>Jumlah kasus seperti ini besar. Sebuah <a href="https://pesquisa.bvsalud.org/global-literature-on-novel-coronavirus-2019-ncov/resource/pt/covidwho-1929535">riset di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta pada 2022</a> menyatakan 66,5% dari 385 penyintas COVID di Indonesia masih merasakan gejala meski sudah dinyatakan negatif menurut tes laboratorium. </p>
<p>Satu riset yang terbit di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34308300/">The Lancet</a> menguatkan bahwa lebih dari 91% dari 3.762 penyintas masih merasakan gejala COVID selama 7 bulan lamanya. </p>
<p>Gejala sisa yang menetap hingga <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34192289/">lebih dari 3-4 bulan</a> setelah terinfeksi ini dikenal sebagai gejala “<em>Long COVID,” “Chronic COVID Syndrome,” “Long-Haul COVID,” “Post-Acute Sequelae of SARS-CoV-2 infection”,</em> dan “<em>Post-Acute COVID-19 Syndrome</em> (PACS)”. </p>
<h2>Risiko masalah jantung naik</h2>
<p>Gejala COVID berlarut-larut itu ternyata juga meningkatkan risiko masalah jantung dan pembuluh darah. </p>
<p>Sebuah studi yang terbit di <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-022-01689-3">Nature Medicine</a> dengan sampel lebih dari 150.000 orang yang pernah terinfeksi COVID menyebutkan setelah satu tahun pulih dari infeksi, para penyintas memiliki peningkatan risiko berbagai masalah jantung dan pembuluh darah. </p>
<p>Masalah itu, di antaranya, gangguan irama jantung, radang otot jantung (miokarditis), radang selaput jantung (perikarditis), gangguan pembekuan darah, stroke, <a href="https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/infark-miokard-akut">infark miokard (serangan jantung)</a>, dan gagal jantung. </p>
<p>Informasi yang cukup mencengangkan adalah peningkatkan risiko ini terlihat jelas bahkan pada penyintas yang tidak dirawat di rumah sakit karena hanya bergejala ringan. </p>
<h2>Gangguan pada jantung</h2>
<p>Ada banyak dugaan bagaimana COVID dapat menyebabkan gangguan pada jantung. </p>
<p><a href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/how-does-covid-19-affect-the-heart#A-variety-of-heart-issues">Richard C. Becker</a>, kepala dokter di Heart, Lung and Vascular Institute University of Cincinnati Amerika Serikat mengatakan komunitas medis di sana tahu betul bahwa infeksi SARS-CoV-2 selama fase awal dapat menyebabkan radang otot jantung; radang selaput jantung; dan serangan jantung. </p>
<p>Masalah ini terjadi akibat adanya respons imun berlebihan saat infeksi (badai sitokin), rendahnya kadar oksigen dalam darah, terbentuknya bekuan darah di pembuluh koroner, atau kegagalan jantung dalam menjalankan fungsinya. </p>
<p>Dengan demikian, menurut Becker, gangguan jantung ini muncul sebagai efek tidak langsung dari radang yang terjadi di seluruh tubuh akibat virus COVID.</p>
<p><a href="https://virologyj.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12985-022-01833-y">Analisis lain</a> mengungkapkan bahwa kerusakan jantung adalah efek langsung dari masuknya virus ke jantung.</p>
<p>Virus SARS-CoV-2 hanya bisa masuk ke tubuh atau menginfeksi organ jika dalam organ tersebut terdapat reseptor ACE-2. Ibaratnya, virus SARS-CoV-2 adalah tamu, maka untuk masuk ke dalam rumah, ia tidak bisa masuk jika tidak ada among tamunya, yaitu orang yang akan menyambut dan mempersilakan tamunya masuk ke rumah. Nah, “among tamu” ini adalah reseptor ACE-2. </p>
<p>Tempat virus melekat ini ditemukan pada berbagai organ di dalam tubuh, salah satunya di jantung. </p>
<p>Reseptor ACE-2 ditemukan di jantung, endotelium, kardiomiosit, dan <a href="https://www.ahajournals.org/action/showCitFormats?doi=10.1161%2FCIR.0000000000001064">jaringan <em>adiposa epicardial</em> (selaput jantung)</a>. Temuan virus dalam sel endotel jantung menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat menyebabkan kerusakan langsung pada struktur jantung sehingga dapat menyebabkan kerusakan fungsi jantung. </p>
<p>Dugaan ini semakin diperkuat dengan analisis <em>post-mortem</em> pada 17 pasien yang meninggal karena infeksi COVID. <a href="https://ccforum.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13054-020-03218-5">Materi genetik (RNA virus SARS-CoV-2)</a> ditemukan di jantung 82% pasien yang meninggal tersebut.</p>
<h2>Waspadai nyeri dada</h2>
<p>Keluhan nyeri dada yang menetap setelah sembuh dari COVID-19 bisa jadi merupakan tanda gangguan pada jantung.</p>
<p>Keluhan tidak nyaman di dada adalah salah satu gejala sisa yang banyak dialami oleh para penyintas COVID. Keluhan ini dapat berupa nyeri tajam di area dada, sensasi <em>burning</em> (terbakar) pada area dada, maupun sensasi dada tertekan seperti ditimpa batu besar.</p>
<p>Dalam studi survei online internasional yang dilakukan pada 2021 dengan responden 3.762 penyintas, gejala nyeri dada <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34308300/">ditemukan pada sekitar 53%</a> dari 86% penyintas selama 7 bulan dari infeksi. </p>
<p>Angka yang lebih kecil namun lebih umum dijumpai dalam penelitian menyebutkan bahwa nyeri dada dialami oleh sekitar 22% penyintas yang mengalami <em>long COVID</em>. Jika disederhanakan, ada 1 dari 5 orang yang mengalami rasa nyeri atau tidak nyaman <a href="https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2768351">pada dada setelah sembuh dari COVID</a>. </p>
<p>Di luar layanan kesehatan, keluhan nyeri dada bisa diketahui dari tren pencarian kata kunci di Google Trends. </p>
<p>Sebuah ringkasan penelitian <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7525246/">di American Heart Journal</a> menyebutkan bahwa meningkatnya pencarian informasi dengan kata kunci “<em>chest pain</em>” atau nyeri dada di meta-data Google Trends sangat berkorelasi dengan jumlah kasus COVID-19 di Amerika Serikat. </p>
<p>Lonjakan ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa selama pandemi, ada banyak masyarakat yang merasakan nyeri dada. Mereka berupaya mencari solusi nyeri dadanya di internet yang nasibnya sampai sekarang tidak diketahui pasti. </p>
<h2>Radang selaput jantung</h2>
<p>Infeksi COVID dapat mengaktifkan respons imun tubuh. Respons imun ini akan berusaha mengenali virus dan membersihkannya dari tubuh. </p>
<p>Namun, pada sebagian orang, sistem imun merespons secara berlebihan sehingga malah memicu kerusakan organ tubuh sendiri meski virus sudah hilang dari tubuh. Fenomena ini dikenal dengan badai sitokin. </p>
<p>Banyak pasien yang kritis dan berakhir meninggal bukan karena serangan virusnya, namun karena respons imun tubuh yang berlebihan selama terinfeksi. Respons imun berlebihan ini menyebabkan peradangan pada organ, termasuk pada jantung. </p>
<p>Salah satu jenis peradangan yang paling sering dijumpai pada jantung saat dan setelah seseorang terinfeksi COVID adalah radang selaput jantung. </p>
<p>Peradangan ini dapat diketahui dari berbagai macam pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik, darah, aktivitas listrik jantung, <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamacardiology/fullarticle/2768916">struktur dan fungsi jantung</a>.</p>
<h2>Lalu bagaimana?</h2>
<p>Dampak <em>long COVID</em> bagi jantung saat ini sudah menjadi perhatian serius di berbagai negara. Para tenaga kesehatan pun semakin dilatih untuk mengenali gangguan jantung setelah terinfeksi COVID, termasuk radang selaput jantung.</p>
<p>Kebijakan klaim BPJS Kesehatan perlu mengakomodasi masalah ini untuk para penyintas yang mengalami <em>long COVID</em>. Ini penting agar para dokter dan tenaga kesehatan dapat melakukan pemeriksaan lebih lengkap (melalui echocardiography atau MRI) untuk menegakkan diagnosis dan mengobati secepat mungkin. </p>
<p><em>Long COVID</em> dan berbagai efek peradangan terhadap jantung, termasuk radang selaput jantung, perlu menjadi salah satu perhatian bagi para dokter ketika menemui pasien penyintas COVID dengan gejala nyeri dada kronis. </p>
<p>Bagi orang yang telah sembuh dari infeksi COVID-19 menurut tes lab, tapi mengalami nyeri dada terus menerus, segeralah berkonsultasi dengan dokter. Berobatlah selagi bisa!</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/189976/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rosita Handayani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Bagi orang yang telah sembuh dari infeksi COVID-19 menurut tes lab, tapi mengalami nyeri dada terus menerus, segeralah berkonsultasi dengan dokter. Berobatlah selagi bisa!Rosita Handayani, Lecturer in Pharmaceutical Sciences, Universitas AirlanggaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1899702022-09-08T02:49:26Z2022-09-08T02:49:26ZVaksin COVID yang lebih baik sedang dalam proses. Apa yang mereka lakukan? Dan teknologi apa yang mungkin kita lihat nanti?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/482933/original/file-20220906-25-omytfy.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Unsplash/CDC</span></span></figcaption></figure><p>Regulator di <a href="https://www.tga.gov.au/news/media-releases/tga-provisionally-approves-moderna-bivalent-covid-19-vaccine-use-booster-dose-adults">Australia</a> dan <a href="https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/coronavirus-covid-19-update-fda-authorizes-moderna-pfizer-biontech-bivalent-covid-19-vaccines-use">Amerika Serikat</a> minggu lalu menyetujui <em>booster</em> atau vaksin dosis penguat khusus Omicron, menyusul <a href="https://www.bbc.com/news/health-62548336">Inggris</a> yang menyepakatinya pada pertengahan Agustus.</p>
<p>Di Australia, <em>booster</em> Moderna Omicron untuk sementara telah disetujui untuk digunakan pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas. Persediaan vaksin ini diharapkan tiba dalam <a href="https://www.tga.gov.au/news/media-releases/tga-provisionally-approves-moderna-bivalent-covid-19-vaccine-use-booster-%20dosis-dewasa">minggu-minggu mendatang</a>, namun Kelompok Penasihat Teknis Australia untuk Imunisasi (ATAGI) belum memberi tahu pemerintah tentang bagaimana vaksin akan digunakan.</p>
<p>Jadi apa yang baru tentang <em>booster</em> Omicron? Dan kemajuan teknologi vaksin seperti apa yang akan kita lihat selanjutnya?</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/covid-vaccine-how-the-new-bivalent-booster-will-target-omicron-188840">COVID vaccine: how the new 'bivalent' booster will target omicron</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Mengapa kita membutuhkan vaksin baru?</h2>
<p>Vaksin COVID saat ini akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu pencapaian terbesar ilmu kedokteran. Dikembangkan dengan kecepatan tinggi – tanpa mengabaikan langkah-langkah biasa untuk memastikan keamanan dan kemanjuran – vaksin ini secara signifikan menurunkan risiko penyakit parah dan kematian.</p>
<p>Tapi mereka kurang efektif dalam mengurangi infeksi. <em>Booster</em> yang disuntikkan berkali-kali diperlukan untuk melindungi dari sub-varian baru. Ini karena protein <em>spike</em>, yang menjadi target vaksin, telah berubah. Dan seiring waktu, perlindungan kita berkurang karena kekebalan yang menurun.</p>
<h2>Apa saja vaksin spesifik Omicron?</h2>
<p>Sebagian besar produsen vaksin COVID yang disetujui mulai membuat <em>booster</em> yang menargetkan varian sebelumnya, sejauh tahap Alpha. Tapi sampai Omicron, vaksin penguat khusus varian ini tidak menawarkan keuntungan signifikan dibandingkan vaksin yang menargetkan strain asli, atau Wuhan.</p>
<p><em>Booster</em> Omicron yang baru menggabungkan dua target berbeda dalam satu vaksin, yang dikenal sebagai vaksin bivalen. Ini memberikan perlindungan silang yang lebih luas – terhadap varian yang beredar saat ini tapi mungkin juga terhadap varian pada masa mendatang.</p>
<p><em>Booster</em> pertama ini, diproduksi oleh Moderna, menargetkan sub-varian BA.1 Omicron, selain strain asli atau Wuhan. <em>Booster</em> ini juga memberikan perlindungan terhadap BA.4 dan BA.5. Vaksin ini telah disetujui di <a href="https://www.bbc.com/news/health-62548336">Inggris Raya</a>, <a href="https://www.tga.gov.au/news/media-releases/tga%20-provisionally-approves-moderna-bivalent-covid-19-vaccine-use-booster-dose-adults">Australia</a> dan <a href="https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/coronavirus-covid-%2019-update-fda-authorizes-moderna-pfizer-biontech-bivalent-covid-19-vaccines-use">AS</a>.</p>
<p>AS juga telah menyetujui penguat bivalen Pfizer, yang <a href="https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/coronavirus-covid-19-update-fda-authorizes-moderna-pfizer-biontech%20-bivalent-covid-19-vaccines-use">menargetkan</a> <em>spike</em> BA.4/BA.5 serta strain aslinya.</p>
<h2>Teknologi vaksin apa yang mungkin kita lihat selanjutnya?</h2>
<p>Para ilmuwan sedang bekerja untuk mengembangkan vaksin COVID yang:</p>
<ul>
<li><p>menawarkan perlindungan yang lebih tahan lama</p></li>
<li><p>melindungi dari varian dan sub-varian baru</p></li>
<li><p>memberikan tingkat perlindungan yang sama dari dosis tunggal</p></li>
<li><p>tidak memerlukan pembekuan atau pendinginan, dan yang memiliki umur simpan yang lama</p></li>
<li><p>memberikan respons yang kuat dari dosis bahan aktif yang lebih rendah.</p></li>
</ul>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/nose-sprays-needle-free-patches-durable-immunity-towards-the-next-generation-of-covid-vaccines-170861">Nose sprays, needle-free patches, durable immunity: towards the next generation of COVID vaccines</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Lebih dari <a href="https://www.who.int/publications/m/item/draft-landscape-of-covid-19-candidate-vaccines">120 vaksin COVID potensial</a> sedang dalam uji klinis. Berikut adalah beberapa perbaikan yang sedang mereka kerjakan.</p>
<p><strong>Perlindungan yang lebih kuat terhadap varian baru</strong></p>
<p>Sebagian besar vaksin yang disetujui sejauh ini menargetkan seluruh protein <em>spike</em>. Tapi banyak vaksin yang sedang dikembangkan secara khusus menargetkan bagian protein <em>spike</em> yang mengikat reseptor yang sesuai pada sel kita. Ini cenderung tidak berubah daripada bagian lain dari protein <em>spike</em>, memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap varian baru.</p>
<p>Kandidat vaksin yang menggunakan pendekatan ini termasuk <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html?">Icosavax</a> dan satu dari <a href="https://www.nature.com/articles/s41541-021-00393-6/tables/2">Serum Institute of India</a>.</p>
<p><strong>Penyimpanan lebih mudah</strong></p>
<p>Vaksin berbasis DNA mirip dengan vaksin mRNA (Pfizer dan Moderna) tapi lebih stabil terhadap suhu, membuatnya lebih mudah untuk diangkut dan disimpan. Salah satu vaksin tersebut, dibuat oleh produsen <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html?">Zydus</a>, telah menerima otorisasi penggunaan darurat di India dan disuntikkan ke kulit. Lainnya, oleh <a href="https://www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html?">Inovio</a>, sedang menjalani uji coba fase tiga.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1433834299715883008"}"></div></p>
<p><strong>Respon imun yang lebih baik dari dosis yang lebih rendah</strong></p>
<p>Dengan vaksin COVID saat ini, tubuh diberikan instruksi untuk membuat protein lonjakan, atau mengirim protein lonjakan itu sendiri. Vaksin tidak dapat mereplikasi atau memperbanyak diri. Vaksin yang dapat bereplikasi memiliki potensi untuk menghasilkan respons imun yang lebih kuat atau respons yang cukup kuat dari dosis yang lebih rendah.</p>
<p><strong>Vaksin anti-varian</strong></p>
<p>Akhirnya, banyak vaksin yang sedang dikembangkan memiliki target ambisius untuk melindungi dari semua virus corona atau vaksin yang pada dasarnya tahan terhadap varian-variannya. Meski sejauh ini belum tercapai untuk keluarga virus yang serupa, ada banyak kandidat yang menjanjikan.</p>
<p>Banyak yang mengandalkan penggabungan antigen dari berbagai bagian virus atau bahkan beberapa virus corona. Lainnya menggabungkan beberapa domain pengikat reseptor (berpotensi memungkinkan vaksin untuk memberikan respon imun yang lebih luas terhadap berbagai varian) dengan teknologi inovatif lainnya.</p>
<p>Salah satu cara untuk memberikan vaksin adalah melalui <a href="https://www.theage.com.au/national/nasal-vaccines-could-snuff-out-covid-but-the-hurdles-are-not-to-%20be-sneezed-at-20220818-p5bars.html">hidung</a>, yang dikenal sebagai vaksinasi intranasal. Alih-alih menyuntikkan, Anda menghirupnya.</p>
<p>Memberikan vaksin melalui rute yang sama dengan masuknya virus memiliki <a href="https://www.science.org/doi/10.1126/sciimmunol.add9947">potensi</a> untuk menghasilkan respons yang lebih mampu untuk menghentikan virus masuk di tempat asal.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1561292777970958336"}"></div></p>
<p>Salah satu keterbatasan utama vaksin hidung adalah mendapatkan respons imun yang cukup kuat agar efektif. Namun ada banyak kandidat yang berprospek, termasuk yang sedang saya kerjakan.</p>
<p>Vaksin yang diberikan melalui kulit juga merupakan area yang menjanjikan. Selain vaksin DNA yang disuntikkan ke dalam kulit, vaksin lain sedang dikembangkan menggunakan vaksin yang dilapisi pada tambalan, yang pada dasarnya terbuat dari jarum mikroskopis. Ini lebih mudah untuk dikelola.</p>
<p>Ini mungkin juga memiliki beberapa keuntungan dalam hal respons imun dan kemampuannya untuk disimpan pada suhu kamar. Salah satu vaksin yang terlihat menjanjikan telah dikembangkan oleh kelompok yang berasal dari <a href="https://www.uq.edu.au/news/article/2022/07/covid-vaccine-patch-fights-variants-better-needles">University of Queensland</a>.</p>
<p>Terakhir, <a href="https://cosmosmagazine.com/health/covid/next-gen-covid-19-vaccines/">vaksin oral</a> yang Anda minum juga sedang dikembangkan. Meskipun berpotensi menjadi metode administrasi yang paling nyaman, metode ini juga merupakan salah satu tantangan besar dalam hal mendapatkan respons yang cukup kuat untuk efek yang diperlukan.</p>
<p>Sementara hingga lima vaksin dalam pengembangan sedang menjajaki cara pemberian ini, termasuk satu yang saya terlibat di dalamnya, mereka berada dalam fase uji klinis yang relatif awal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/a-covid-19-vaccine-may-come-without-a-needle-the-latest-vaccine-to-protect-without-jabbing-146564">A COVID-19 vaccine may come without a needle, the latest vaccine to protect without jabbing</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/189970/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Paul Griffin is affiliated with The University of Queensland, Nucleus network and Mater research where he has been the principal investigator on 8 COVID-19 vaccine studies and also serves on the advisory boards of AstraZeneca, MSD, Pfizer (covid therapy) and GSK and has received speaker honoraria from AstraZeneca, Seqirus, Novartis and Gilead.</span></em></p>Banyak vaksin yang sedang dikembangkan memiliki target ambisius untuk melindungi dari semua virus corona atau vaksin yang pada dasarnya tahan terhadap varian.Paul Griffin, Associate Professor, Infectious Diseases and Microbiology, The University of QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1885262022-08-12T02:24:04Z2022-08-12T02:24:04ZPakar Menjawab: mengapa kasus COVID-19 di Indonesia naik-turun, bagaimana prediksi penularan ke depan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/478668/original/file-20220811-26-y8fi5a.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 booster kedua kepada dokter (kiri) di RS Mata Cicendo, Bandung, Jawa Barat, 2 Agustus 2022.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1659429918">ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj</a></span></figcaption></figure><p>Kasus harian COVID-19 di Indonesia naik-turun bak <em>roller coaster</em> seiring dengan naiknya mobilitas penduduk saat liburan panjang, mutasi virus, dan longgarnya implementasi protokol kesehatan, terutama pemakaian masker di ruang publik.</p>
<p>Setelah mencapai angka kasus harian di bawah 200 kasus pada pertengahan 23 Mei lalu, hanya dalam hitungan beberapa pekan kini kasus telah mencapai lebih dari 6.000 kasus pada <a href="https://news.detik.com/berita/d-6225224/data-lengkap-sebaran-6276-kasus-corona-ri-9-agustus">9 Agustus</a>. Angka ini kemungkinan akan terus menanjak.</p>
<p>Dalam dua tahun terakhir, kasus COVID-19 mencapai puncaknya <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">pada 15 Juli 2021 dengan 56 ribu kasus</a> dan 16 Februari 2022 dengan 64 ribu kasus sehari. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=294&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=294&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=294&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=370&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=370&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/478658/original/file-20220811-19-afloh.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=370&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Kasus harian COVID-19 di Indonesia sejak Maret 2021 hingga saat ini.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">COVID19.GO.ID</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://www.kemkes.go.id/article/view/22072800004/vaksinasi-covid-19-booster-ke-2-bagi-sdm-kesehatan-diberikan-besok-jumat-29-7-.html">Mulai akhir Juli lalu</a>, Kementerian Kesehatan memperkuat pertahanan tenaga kesehatan melalui vaksin COVID-19 <em>booster</em> kedua atau dosis keempat, yang menyasar 1,9 juta tenaga kesehatan. </p>
<p>Pertanyaannya, mengapa kasus naik turun ini berulang dan bagaimana dampak kenaikan itu terhadap risiko kesakitan dan kematian pada orang-orang positif COVID-19? Bagaimana pula prediksi model penularan virus ini dan antisipasinya?</p>
<p>Secara umum, penyebaran penyakit menular disebabkan oleh interaksi <a href="https://perpus.unigo.ac.id/index.php?p=show_detail&id=3061&keywords=">segitiga epidemiologi</a> yang cukup dikenal dalam studi kesehatan masyarakat: agen (virus), inang, dan lingkungan. Untuk menjelaskan ketiga faktor itu dalam konteks naik turun kasus COVID-19, kami bertanya kepada Teguh Haryo Sasongko, peneliti kesehatan dari International Medical University (Malaysia) dan penulis The Cochrane Collaboration. </p>
<h2>Kasus naik setelah libur panjang: interaksi tiga variabel</h2>
<p><strong>Faktor lingkungan</strong> merupakan salah satu faktor yang signifikan dalam mendorong penyebaran COVID-19. Lingkungan dalam konteks ini merupakan lingkungan sosial yang mempengaruhi manusia dan memungkinkan virus menyebar dari satu inang (orang) ke inang lainnya. </p>
<p>Virus penyebab COVID-19 menyebar melalui tetesan cairan (<em>droplet</em>) mulut dan hidung, lalu masuk ke saluran pernapasan. Kebijakan pembatasan atau pelonggaran gerakan penduduk, termasuk implementasi protokol kesehatan, merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran virus di masyarakat.</p>
<p>Teguh Haryo Sasongko menunjukkan kasus puncak pada Juli 2021 dan Februari 2022 adalah sekitar dua bulan setelah liburan panjang Idul Fitri pada 2021 (Mei) dan liburan panjang akhir tahun 2022 (Desember 2021). “Pergerakan orang dalam jumlah jutaan dan serentak karena merayakan Idul Fitri dan liburan panjang itu jelas satu faktor lingkungan yang menyumbangkan kenaikan kasus,” kata dia. </p>
<p>Ketika orang-orang bertemu, mereka berbicara satu sama lain, makan bersama, atau berkumpul, dan membuat risiko penularan virus tinggi.</p>
<p>Kebijakan <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/04/113300123/5-alasan-pemerintah-terbitkan-larangan-mudik-lebaran-mei-2021?page=all">pembatasan mobilitas</a> pada saat itu tidak efektif. Kenyataannya, orang tetap mudik. </p>
<p>Hal serupa terjadi pada Mei 2022 lalu, saat liburan Idul Fitri. Saat itu pemerintah <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61250012">mempersilakan penduduk mudik, lepas masker di luar ruangan</a> dan dua bulan berikutnya kasus juga mulai naik. Pada <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">3 Mei 2022</a>, ada 395 kasus, lalu naik jadi 1000 kasus pada 25 Juni 2022 dan terus menanjak. </p>
<p>Variabel berikutnya adalah <strong>kemampuan virus menyebar</strong>. Level penyebaran virus merupakan hasil mutasi virus untuk terus bertahan hidup. </p>
<p>Dalam kasus Juli 2021, kasus begitu tinggi karena <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/12/28/09235191/kaleidoskop-2021-varian-delta-yang-menggila-pelajaran-penting-di-bulan-juli?page=all">varian Delta</a>, yang juga menyebabkan kasus tinggi <a href="https://theconversation.com/after-indias-brutal-coronavirus-wave-two-thirds-of-population-has-been-exposed-to-sars-cov2-165050">di India saat itu</a>. Kala itu ledakan kasus di negeri ini dimulai dari <a href="https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/15/133100223/varian-delta-yang-menyebar-di-kudus-disebut-super-strain-ini-penjelasan?page=all">Kudus di Jawa Tengah setelah Idul Fitri</a> dan kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. </p>
<p>Teguh berkata dalam kenaikan kasus Februari 2022, “varian Omicron merupakan jenis virus yang lebih menular tapi dengan daya mematikan yang lebih rendah dibanding Delta”. Kali ini, yang menjadi “tertuduh” menaikkan virus sejak Juni 2022 adalah <a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/06/27/10545391/kemenkes-388-kasus-covid-19-akibat-omicron-ba4-dan-ba5-di-indonesia">sub-varian Omicron BA.4 dan BA.5</a>. </p>
<p>Menurut Teguh, ada perbedaan besar dalam hal kesakitan dan kematian antara ledakan kasus pada Juli 2021 dan Februari 2022. Pada Juli 2021, angka kesakitan tinggi sehingga rumah sakit kewalahan. Angka kematian juga tinggi. Hal ini terjadi karena saat itu level vaksinasi dosis pertama <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">di bawah 20% dan dosis kedua di bawah 10%</a>. </p>
<p>“Saat itu (Juli 2021) kita ingat tiap hari ada kawan kita yang meninggal dan kamar rumah sakit sulit diperoleh,” katanya. “Pada Februari 2022, kematian relatif kecil dan rumah sakit relatif tidak kewalahan.” </p>
<p>Vaksinasi massal menaikkan kekebalan penduduk, dengan demikian mengurangi risiko kesakitan dan kematian pada kelompok berisiko terinfeksi seperti yang sebelumnya sudah punya penyakit (komorbid).</p>
<p>Pada Februari 2022, vaksinasi dosis pertama <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">sekitar 90%</a> dan dosis kedua di atas 60%. Ini yang menjelaskan bahwa walau kasusnya mencapai puncak, angka kesakitan dan kematian rendah. Walau kasus harian pada Februari 2022 lebih tinggi dibanding Juli 2021, rumah sakit relatif mampu menangani pasien COVID-19 yang parah. “Jumlah kematian itu tidak mengikuti jumlah kasus yang membesar,” kata Teguh.</p>
<p>Faktor cakupan vaksinasi berkontribusi besar dalam mengurangi kesakitan dan kematian. “Cukup jelas bahwa vaksinasi memiliki pengaruh besar mengurangi angka kesakitan dan kematian. Itu tidak ada yang membantah,” kata Teguh.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=300&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/478659/original/file-20220811-24-pgpgkc.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=377&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kasus kematian pada Juli 2021 jauh lebih tinggi dibanding Februari-Maret 2022.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">COVID19.GO.ID</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Faktor terakhir adalah <strong>faktor inang (manusia yang terinfeksi)</strong>. Faktor ini berkaitan dengan daya tahan tubuh terhadap serangan virus dan menularkannya ke orang lain. Memakai masker menjadi salah satu cara mencegah penularan. </p>
<p>Vaksinasi dan infeksi, bahkan re-infeksi, telah menciptakan antibodi sehingga tubuh lebih kebal terhadap infeksi virus serupa. Dengan merujuk pada teori evolusi virus, Teguh mengatakan virus penyebab COVID-19 telah bermutasi beberapa kali dengan level kemampuan menyebar yang berbeda. Jika virus bermutasi, dia akan mencari bentuk yang aman supaya dia tetap bisa bertahan. Virus bisa bertahan dan cepat menyebar, tanpa membuat inangnya mati. </p>
<p>“Virus itu jadi hidup berdampingan dengan inang. Bisa menyebar, inangnya mengalami seperti terkena flu biasa. Itu akan terus seperti itu. Virus menyebar tapi tidak membunuh inangnya,” ujarnya. Pada saat yang sama, kekebalan tubuh bertahan juga meningkat akibat vaksinasi dan infeksi sebelumnya.</p>
<p>Teguh mencontohkah perbedaan perilaku varian Delta dan Omicron saat masuk dalam tubuh manusia. Varian Delta masuk ke paru-paru sehingga menyebabkan peradangan di paru-paru. Sementara Omicron hanya masuk sampai saluran pernapasan atas, tidak masuk ke paru-paru. “Varian Omicorn BA.4 dan BA.5 juga mengikuti pola Omicron,” ujarnya.</p>
<h2>Prediksi model penularan dan vaksinasi</h2>
<p>Dalam skenario yang masuk akal, menurut Teguh, virus COVID ini nanti kemungkinan besar akan terus hidup seperti virus influenza. Maksudnya, virus akan tetap hidup dengan daya tular tinggi tapi manusia tetap bisa beraktivitas karena virusnya tidak begitu mematikan. “Virus dan manusia bisa hidup berdampingan,” ujarnya. </p>
<p>Dengan demikian, vaksinasi rutin akan tetap dibutuhkan dalam beberapa tahun ke depan. “Seberapa besar populasi yang harus divaksin, itu masih pertanyaan,” ujarnya. </p>
<p>Sementara itu, daya lindung vaksin juga terus menurun seiring dengan waktu dan munculnya varian baru. Untuk soal ini, kita bisa belajar dari vaksin influenza. “Vaksin influenza setiap tahun berubah, tergantung dari varian yang muncul tahun itu. Vaksin COVID juga bisa berubah sesuai dengan varian yang muncul dan teknologinya juga sudah ada,” ujarnya. </p>
<p>Jadi, pemerintah perlu bersiap-siap untuk vaksin rutin COVID untuk mempertahankan kekebalan di masyarakat. Sampai kapan vaksin <em>booster</em> perlu dilakukan rutin dan setiap berapa bulan? Itu yang belum diketahui.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/188526/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Faktor cakupan vaksinasi berkontribusi besar dalam mengurangi kesakitan dan kematian.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1810652022-07-20T04:26:56Z2022-07-20T04:26:56ZKasus varian Omicron BA.4 dan BA.5 makin meningkat: mengapa selalu berulang naik-turun kasus COVID?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/474834/original/file-20220719-16-g0p5wi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan baru mulai 17 Juli 2022 bahwa penumpang pesawat domestik wajib vaksinasi tahap ke tiga atau booster COVID-19. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1657884317">ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.</a></span></figcaption></figure><p>Tren penurunan kasus COVID-19 varian Omicron yang menerjang Indonesia <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">sejak pertengahan Desember 2021 ternyata tak berlangsung lama</a>. Kini, subvarian dari Omicron, <a href="https://theconversation.com/mengapa-ada-begitu-banyak-sub-varian-omicron-baru-seperti-ba-4-dan-ba-5-apakah-saya-akan-terinfeksi-ulang-apakah-virus-bermutasi-lebih-cepat-185029">BA.4 dan BA.5</a>, menjadi ancaman baru di negeri ini. </p>
<p>Kurang dari dua bulan, kasus COVID-19 melonjak <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/07/06/kasus-covid-19-meningkat-10-lipat-dalam-dua-bulan">jadi 10 kali lipat</a> dan <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">cenderung terus meningkat</a>. Kebijakan “boleh tidak pakai masker di luar ruang” yang <a href="https://www.liputan6.com/news/read/4964641/jokowi-umumkan-masyarakat-boleh-lepas-masker-ini-pernyataan-lengkapnya">mulai pada Mei lalu</a> kini berubah: penduduk <a href="https://nasional.sindonews.com/read/814647/15/wapres-masker-wajib-kembali-dipakai-di-luar-ruangan-1656670069">diminta lagi memakai</a> masker untuk menghadang penularan penularan COVID-19. </p>
<p>Mengapa naik-turun kasus COVID-19 selalu berulang? </p>
<p>Salah satu narasi yang sering muncul – walau hanya ditunjang dengan data ilmiah seadanya – adalah kemunculan varian-varian baru yang selalu dikaitkan dengan laju penularan, tingkat keparahan, dan efektivitas sistem imun baik karena infeksi alamiah atau vaksinasi.</p>
<p>Padahal, teori klasik tentang penularan penyakit infeksi selalu menggunakan model <a href="https://www.cdc.gov/csels/dsepd/ss1978/lesson1/section8.html">segitiga epidemiologi</a>: interaksi antara kuman, inang, dan lingkungan. Hampir seluruh analisis data epidemiologi, studi laboratorium, serta pengalaman klinis menghadapi penyakit infeksi selalu mengkaji dari tiga sudut pandang ini.</p>
<h2>Pemodelan penyakit infeksi: tak ada faktor tunggal</h2>
<p>Tak ada faktor tunggal dan dominan sebagai penyebab kurva pandemi melonjak lagi. Artinya, interaksi tiga variabel itulah yang menyebabkan dinamika naik atau turunnya kasus COVID-19. </p>
<p>Di tingkat laboratorium, tiga variabel di atas dikontrol dengan ketat untuk menghasilkan data penelitian yang valid. Eksperimen untuk menumbuhkan SARS-CoV-2 pada cawan petri – wadah untuk membiakkan sel – memerlukan sel inang dan media pertumbuhan yang spesifik. </p>
<p>Sel inang utamanya adalah sel manusia dengan kriteria tertentu seperti sel saluran pernafasan atau sel lainnya yang dimodifikasi sehingga memiliki reseptor ACE-2, <a href="https://theconversation.com/what-is-the-ace2-receptor-how-is-it-connected-to-coronavirus-and-why-might-it-be-key-to-treating-covid-19-the-experts-explain-136928">protein yang menjadi jalan masuk virus COVID-19</a>. </p>
<p>Kriteria lingkungan terwakili oleh media pertumbuhan yang juga spesifik. Sebagai contoh, media pertumbuhan untuk sel saluran pernafasan memerlukan tambahan asam retinoat dan hormon-hormon pertumbuhan. Sedangkan untuk sel hepar (hati) memerlukan asupan glukosa yang lebih tinggi atau tambahan hormon insulin. </p>
<p>Tanpa adanya reseptor ACE-2 atau penggunaan media pertumbuhan suboptimal, apapun varian SARS-CoV-2 yang akan diujicobakan tidak akan mampu menginfeksi sel inang dengan sempurna.</p>
<p>Kemudian pada tingkat klinis atau pengamatan pada pasien secara langsung, SARS-CoV-2 dan variannya tetap sebagai kuman penyebab, kondisi biologis tubuh pasien bertindak sebagai inang, dan determinan sosioekonomis sebagai faktor lingkungan. </p>
<p>Dalam spektrum klinis, kecenderungan seseorang mengalami COVID-19 gejala ringan ataupun berat <a href="https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp2119682">bisa jadi ditentukan oleh jenis varian yang menginfeksinya</a>. Masih perlu penelitian lanjutan untuk menyimpulkan hubungan antara varian dan tingkat keparahan pada pasien COVID-19. </p>
<p>Pasien dengan status imunitas menurun seperti <a href="https://www.cancer.gov/about-cancer/coronavirus/coronavirus-cancer-patient-information">pada pasien dengan kanker</a>, <a href="https://www.hiv.gov/hiv-basics/staying-in-hiv-care/other-related-health-issues/coronavirus-covid-19">HIV/AIDS</a>, juga orang tua; atau pasien dengan status imun reaktif semisal obesitas dan kencing manis rentan mengalami lebih sakit akibat penyakit infeksi. </p>
<p>Data-data epidemiologis juga <a href="https://www.who.int/westernpacific/emergencies/covid-19/information/high-risk-groups">mencatat pasien dengan berbagai penyakit penyerta </a> sebelumnya tersebut memiliki persentase yang tinggi untuk memerlukan ruang perawatan intensif, bahkan berujung pada kematian akibat pandemi kali ini. </p>
<p>Sedangkan determinan sosial jelas berimplikasi pada laju penularan dan tingkat kematian. Laju penularan akan meningkat seiring dengan mobilitas penduduk yang kembali normal. Apalagi jika penerapan protokol kesehatan seperti penggunaan masker serta aktivitas telusur kontak tidak diimplementasikan secara sungguh-sungguh. </p>
<p>Penularan masif di masyarakat cenderung terjadi saat perubahan perilaku masyarakat atau momen-momen tertentu semisal aktivitas sosial budaya dan ritual keagamaan. Sebagai contoh, varian Alfa merebak ketika musim dingin tahun 2020, saat penduduk di dunia belahan Utara menghabiskan banyak waktunya bersama-sama di ruangan tertutup. Sedangkan, penularan masif COVID-19 di India – salah satunya adalah akibat festival keagaamaan — menghasilkan varian Delta. </p>
<p>Mitigasi yang dilakukan pemerintah serta didukung dengan kohesi sosial yang tinggi, baik vertikal (masyarakat-pemerintah) maupun horizontal (antar masyarakat), adalah salah satu kunci sukses negara-negara lain seperti <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0263376">Selandia Baru</a> dan <a href="https://www.japantimes.co.jp/news/2022/02/14/national/social-issues/japan-covid19-social-norms/">Jepang</a> dalam menangani pandemi COVID-19. </p>
<h2>Berpikir komprehensif</h2>
<p>Narasi tingginya laju penularan akibat varian Omicron dan turunannya bisa kita bandingkan dengan penyakit lain. Kumpulan mutasi yang terdapat pada Omicron diperkirakan mampu meningkatkan replikasi virus pada saluran napas atas (dari hidung hingga tenggorokan). </p>
<p>Mutasi-mutasi ini juga mengubah susunan protein <em>spike</em> sehingga antibodi yang terbentuk pasca infeksi alamiah dan vaksinasi tidak mampu mengenalinya lagi. </p>
<p><a href="https://www.kompas.id/baca/ilmiah-populer/2022/02/13/omicron-bukan-varian-pamungkas-dalam-pandemi">Data Kompas</a>, yang mengutip kajian epidemiologis dari berbagai sumber, menunjukan bahwa laju infeksi gelombang Omicron lebih cepat jika dibanding Delta. Namun, data tersebut tidak spesifik menyebutkan bahwa laju penularan yang tinggi semata-mata diakibatkan karena mutasi kuman. </p>
<p>Masih jelas teringat kasak-kusuk tentang <a href="https://tirto.id/cdc-sebut-penularan-virus-corona-varian-delta-sama-dengan-cacar-air-gido">klaim penularan Delta</a> yang dikatakan mirip dengan penyakit cacar (satu pasien cacar mampu menularkan enam hingga sepuluh orang lainnya). </p>
<p>Sedangkan Omicron, khususnya BA.4/BA.5 dikatakan memiliki laju infeksi yang mirip dengan penyakit yang paling menular, yakni <a href="https://theconversation.com/australia-is-heading-for-its-third-omicron-wave-heres-what-to-expect-from-ba-4-and-ba-5-185598">campak</a> (rata-rata 15 orang dapat tertular oleh satu pasien campak).</p>
<p>Padahal, <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0239800">konsensus para ahli pada awal pandemi COVID-19 menyimpulkan</a> bahwa angka penularan virus orisinal adalah dua hingga enam kasus baru yang berasal dari satu pasien positif. </p>
<p>Berdasarkan dua buku babon virologi, <a href="https://www.amazon.com/Fields-Virology-Knipe-2-Set/dp/1451105630"><em>Fields Virology</em></a> dan <a href="https://www.wiley.com/en-us/Principles+of+Virology%2C+Multi+Volume%2C+5th+Edition-p-9781683673583"><em>Principles of Virology</em></a>, sangat jarang (bahkan mungkin tidak ada) karakteristik virus yang berasal dari satu “spesies” memiliki rentang angka penularan yang sedemikian lebar, antara 2 hingga 15. </p>
<p>Bisa jadi SARS-CoV-2 adalah virus pertama dengan karakteristik demikian. Namun, tanpa adanya bukti-bukti ilmiah yang cukup, skeptisisme harus terus dirawat.</p>
<p>Narasi lain tentang Omicron serta BA.4/BA.5 dikatakan memiliki tingkat keparahan minimal karena kurang optimal dalam menginfeksi sel paru-paru dan cenderung terkonsentrasi di saluran nafas atas. Tetapi, menurut saya, rendahnya angka kematian lebih karena masyarakat telah memiliki sistem imun yang dimotori oleh sel B dan Sel T setelah vaksinasi. </p>
<p>Sel B dan Sel T memiliki presisi yang tinggi terhadap bagian-bagian SARS-CoV-2 secara utuh, <a href="https://www.cell.com/cell/pdf/S0092-8674(22)00073-3.pdf">apapun variannya</a>. Sehingga, efektivitas vaksinasi untuk mengurangi angka kematian COVID-19 tidak berkurang secara drastis meski muncul varian-varian baru, termasuk Omicron dan BA.4/BA.5.</p>
<h2>Efektivitas mitigasi</h2>
<p>Mereduksi segala fenomena yang terjadi semata-mata karena kemampuan varian baru dan rincian mutasi-mutasi yang terjadi, membuat fokus terhadap aspek inang dan lingkungan dipandang sebelah mata. </p>
<p>Dampaknya, mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat cenderung dilaksanakan setengah hati. Tidak terlihat konsistensi dalam pelaksanaan protokol kesehatan, seminimal-minimalnya penggunaan masker. </p>
<p>Fokus vaksinasi dan implementasi pencegahan infeksi pada pasien dengan komorbid atau populasi lansia jarang menjadi prioritas. Upaya untuk membangun solidaritas sosial – poin yang sangat krusial pada situasi krisis — sayangnya dilakukan secara sporadis berdasarkan inisiatif orang per orang. </p>
<p>Karena itu, mengembalikan pemodelan penyakit infeksi berdasarkan segitiga epidemologi yang berpusat pada tiga aspek yakni kuman, inang, dan lingkungan dapat memperkuat strategi mitigasi penularan COVID-19 dari varian baru.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/181065/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gede Ngurah Rsi Suwardana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Mereduksi segala fenomena yang terjadi semata-mata karena kemampuan varian baru dan rincian mutasi-mutasi yang terjadi, membuat fokus terhadap aspek inang dan lingkungan dipandang sebelah mata.Gede Ngurah Rsi Suwardana, Doctoral Student at Division of Infectious Disease Control, Graduate School of Medicine, Kobe UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1851352022-07-18T05:42:48Z2022-07-18T05:42:48ZKasus COVID kembali naik karena subvarian Omicron, riset tunjukkan sampel tes PCR bisa dari air liur<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/474212/original/file-20220715-21-7bu6m3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=128%2C0%2C683%2C454&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Siswa di sekolah dasar Jakarta Utara mengambil sampel untuk tes PCR dari air liur. </span> <span class="attribution"><span class="source">Author provided</span></span></figcaption></figure><p>Tren penurunan kasus COVID-19 di Indonesia <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">sejak Maret lalu – setelah mencapai puncak pada pertengahan Februari – ternyata tak berlangsung lama</a>. Kini, subvarian dari Omicron, <a href="https://theconversation.com/mengapa-ada-begitu-banyak-sub-varian-omicron-baru-seperti-ba-4-dan-ba-5-apakah-saya-akan-terinfeksi-ulang-apakah-virus-bermutasi-lebih-cepat-185029">BA.4 dan BA.5</a>, menjadi <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/covid-19-naik-lagi-menkes-prediksi-omicron-ba4-ba5-bisa-infeksi-20000-orang">ancaman baru</a> di negeri ini. </p>
<p>Kurang dari dua bulan terakhir, kasus COVID melonjak <a href="https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/07/06/kasus-covid-19-meningkat-10-lipat-dalam-dua-bulan">berlipat-lipat</a> dari sekitar 360 kasus pada 1 Juni <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">ke 4.500 kasus per 17 Juli</a>. Di tengah lonjakan kasus itu, penerapan protokol kesehatan semakin penting guna menjaga keamanan diri dan orang di sekitar. Salah satu cara untuk mengontrol penyebaran infeksi COVID-19 adalah dengan pemeriksaan SARS-CoV-2 secara situasional.</p>
<p>Standar baku pemeriksaan COVID-19 yang paling banyak digunakan adalah <a href="https://theconversation.com/mengapa-tes-cepat-rdt-coronavirus-bisa-negatif-palsu-sedangkan-tes-pcr-butuh-3-hari-ini-cara-kerja-cerdas-2-alat-deteksi-covid-19-134402?notice=Article+has+been+updated.">tes PCR</a> dengan menggunakan spesimen yang diambil dari usap rongga hidung dan mulut (swab NPOP). Namun, proses pengambilan spesimen swab ini seringkali menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat menimbulkan trauma.</p>
<p>Sebagai alternatif, <a href="https://doi.org/10.3389/fcimb.2021.691538">riset terbaru kami menunjukkan</a> bahwa sampel untuk pemeriksaan tes PCR dapat diambil dengan mengumpulkan air liur atau saliva secara mandiri. Selain proses yang lebih mudah dan nyaman untuk orang dewasa, metode tersebut lebih ramah untuk anak-anak, setidaknya bagi siswa SD di Jakarta Utara yang telah merasakan penerapan dari riset ini. </p>
<p>Selain itu, ada beberapa kelebihan pengambilan sampel air liur dibanding dari rongga hidung dan mulut.</p>
<h2>Uji coba di SD</h2>
<p>Pemerintah sudah mengizinkan para karyawan untuk <a href="https://news.detik.com/berita/d-6098065/anies-terbitkan-kepgub-ppkm-level-1-wfo-non-esensial-bisa-100">bekerja di kantor</a> dan menerapkan <a href="https://www.inews.id/news/megapolitan/disdik-jakarta-ptm-digelar-lagi-12-mei-2022">sistem pembelajaran tatap muka (PTM)</a> untuk sektor pendidikan. </p>
<p>Kebijakan tersebut menimbulkan risiko pembentukan klaster COVID-19 di kantor dan sekolah. Salah satu solusinya adalah melakukan pemeriksaan rutin via laboratorium dengan spesimen saliva yang dikumpulkan secara mandiri.</p>
<p>Hal tersebut sudah kami implementasikan di beberapa sekolah dasar di Jakarta Utara setelah kurang lebih lima bulan sejak dimulainya PTM terbatas akhir Agustus 2021. Kami meminta para siswa untuk mengumpulkan saliva secara mandiri dalam tabung yang disediakan. Kemudian, spesimen dikirimkan ke laboratorium dan diperiksa menggunakan PCR.</p>
<p>Kami berhasil mengumpulkan 588 spesimen saliva pada Desember 2021. Dari sampel itu, ditemukan satu kasus positif infeksi SARS-CoV-2 artinya memiliki 0.2% <em>positivity rate</em>. Sampel berikutnya kami ambil di salah satu sekolah pada pertengahan Februari 2022. Tim kami menemukan tiga kasus dari 77 spesimen yang dikumpulkan (4% <em>positivity rate</em>) dan sampel pada awal Maret 2022 ditemukan dua kasus dari 98 spesimen (2% <em>positivity rate</em>).</p>
<p>Selama pengumpulan spesimen, siswa-siswa SD menyatakan tidak mengalami kesulitan maupun ketidaknyamanan. Ketika ditemukan kasus positif, para tenaga pendidik diminta segera melacak keluarga dan suspek kontak erat. </p>
<p>Hal tersebut sebagai pencegahan terbentuknya klaster COVID-19. Pemeriksaan rutin dengan spesimen saliva yang kami lakukan juga mendapatkan umpan balik yang sangat baik dari para tenaga pendidik maupun orang tua siswa.</p>
<h2>Kelebihan spesimen saliva dibanding swab rongga hidung</h2>
<p>Pengambilan spesimen pemeriksaan COVID-19 berbasis PCR umumnya memerlukan tenaga kesehatan profesional untuk memasukkan batang swab ke dalam saluran pernapasan. Selain rasa tidak nyaman, kegiatan pengambilan spesimen tersebut juga meningkatkan risiko penularan kepada tenaga kesehatan. </p>
<p>Oleh sebab itu, spesimen saliva yang dapat dikumpulkan secara mandiri menjadi alternatif yang lebih nyaman dan mengurangi risiko transmisi.</p>
<p>Riset kami berhasil membuktikan bahwa saliva yang diproses dengan metode <em>direct PCR</em>, dikerjakan langsung menggunakan spesimen, berjalan lebih cepat karena diproses tanpa melalui tahap ekstraksi materi genetik virus. </p>
<p>Berdasarkan <a href="https://doi.org/10.3389/fcimb.2021.691538">penelitian kami</a>, pemeriksaan COVID-19 berbasis PCR dengan spesimen saliva memiliki persentase kesesuaian hasil sebesar 97% dibandingkan swab rongga hidung dan mulut. </p>
<p>Secara klinis, <a href="https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/coronavirus-covid-19-update-fda-authorizes-first-diagnostic-test-using-home-collection-saliva">Badan Obat-obatan dan Makanan (FDA) Amerika Serikat</a> menyetujui penggunaan spesimen saliva sebagai alternatif. </p>
<p>Dengan demikian, selain untuk pemeriksaan rutin dan kebutuhan para pelaku perjalanan jarak jauh, metode tersebut juga dapat diaplikasikan di rumah sakit.</p>
<h2>Kelebihan untuk laboratorium</h2>
<p>Selain memberikan kemudahan untuk para pasien dan tenaga kesehatan, saliva yang diproses menggunakan metode <em>direct PCR</em> dapat menghemat biaya dan waktu sesuai dengan pengembangan yang dilakukan oleh tim kami. </p>
<p>Cukup dengan memanaskan saliva pada suhu 95°C selama 10 menit sebagai proses inaktivasi virus, spesimen siap <a href="https://doi.org/10.3389/fcimb.2021.691538">diproses pada tahapan PCR</a>. Dengan demikian, pemeriksaan dapat diselesaikan dalam rentang waktu 1-2 jam saja. </p>
<p>Selain itu, diperkirakan metode tersebut dapat menghemat sepertiga dari keseluruhan biaya pemeriksaan dikarenakan tidak memerlukan reagen ekstraksi untuk mendapatkan materi genetik virus.</p>
<h2>Kelebihan di layanan kesehatan</h2>
<p>Sebagian besar laboratorium pemeriksaan COVID-19 yang terafiliasi dengan Kementerian Kesehatan terpusat di kota besar. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengirimkan spesimen dari daerah pelosok ke pusat kota untuk diproses. </p>
<p>Spesimen saliva cukup stabil hingga lima hari dalam kondisi suhu ruang untuk pemeriksaan SARS-CoV-2. Namun, spesimen swab rongga hidung dan mulut yang disimpan dalam alat khusus, <em>viral transport medium</em> (VTM), harus selalu dijaga dalam suhu rendah, sehingga proses <a href="https://doi.org/10.3389/fcimb.2021.691538">transportasi spesimen harus sangat diperhatikan</a>.</p>
<p>Dengan demikian, spesimen saliva dapat dibawa dari seluruh daerah Indonesia ke kota-kota besar tanpa kebutuhan suhu tertentu. Hal ini bisa menunjang pemerataan kapasitas pemeriksaan COVID-19 yang selama ini timpang antara kota besar dan kota kecil, Jawa dan luar Jawa.</p>
<p>Sebagai penutup, riset ini menunjukkan bahwa saliva dapat digunakan untuk pemeriksaan COVID-19 berbasis PCR karena pengumpulan spesimen ini telah terbukti mudah untuk dilakukan, meminimalkan rasa tidak nyaman, baik pada orang dewasa, anak-anak maupun pasien dengan penyakit saluran pernapasan atas. </p>
<p>Kami berharap pemeriksaan rutin dengan metode PCR saliva dapat diterapkan secara merata di seluruh wilayah Indonesia untuk mengontrol lonjakan kasus positif yang terjadi dalam dua bulan terakhir.</p>
<hr>
<p><em>Sheila Jonnatan, sarjana bioteknologi dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya; Tria A. Widowati, sarjana biologi dari Universitas Indonesia; dan Helen Kristin, sarjana biologi dari Universitas Sebelas Maret; terlibat dalam penelitian ini dan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185135/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Maria Mardalena Martini Kaisar mendapatkan pendanaan dari DITJEN DIKTIRISTEK serta mendapatkan dukungan material dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UNIKA Atma Jaya, PT. Nalagenetik Riset Indonesia, PT.Genecraft Labs Indonesia, PT.ORCA Bioteknologi Nusantara, PT. Pyridam Farma dalam pelaksanaan program implementasi penelitian ini dan pengabdian masyarakat.</span></em></p>Metode ini dapat menghemat sepertiga dari keseluruhan biaya pemeriksaan dikarenakan tidak memerlukan reagen ekstraksi untuk mendapatkan materi genetik virus.Maria Mardalena Martini Kaisar, Reseacher and Lecturer, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1840542022-06-07T03:50:01Z2022-06-07T03:50:01ZRiset: COVID bergejala parah berdampak kognitif yang setara dengan 20 tahun penuaan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/467163/original/file-20220606-14-euy44c.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tua</span> <span class="attribution"><span class="source">Hyejin Kang</span></span></figcaption></figure><p>COVID-19 yang parah mengakibatkan gangguan kognitif yang serupa dengan yang dialami antara usia 50 dan 70 tahun dan setara dengan kehilangan sepuluh poin IQ, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/%20S258953702200147X">penelitian kami terbaru menunjukkan</a>. Efeknya masih dapat dideteksi lebih dari enam bulan setelah penyakit akut, dan pemulihan, paling banter, bertahap.</p>
<p>Ada semakin banyak bukti bahwa COVID dapat menyebabkan masalah kesehatan kognitif dan mental yang bertahan lama. Pasien yang pulih melaporkan gejala termasuk kelelahan, “kabut otak (<em>brain fog</em>)”, masalah mengingat kata-kata, gangguan tidur, kecemasan, dan bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD) beberapa bulan setelah infeksi.</p>
<p>Di Inggris, <a href="https://doi.org/10.1101/2021.06.28.21259452">sebuah penelitian menemukan</a> bahwa sekitar satu dari tujuh orang yang disurvei melaporkan memiliki gejala yang mencakup kesulitan kognitif 12 minggu setelah tes COVID positif. <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-022-04569-5">Satu studi pencitraan otak baru-baru ini</a> mendapati bahwa COVID ringan dapat menyebabkan otak menyusut. Hanya 15 dari 401 orang dalam penelitian ini yang dirawat di rumah sakit.</p>
<p>Temuan insidental dari proyek sains warga yang besar (<a href="https://www.imperial.ac.uk/news/194706/imperial-researchers-partner-with-bbc-test/">Tes Kecerdasan Inggris Raya</a>) juga menunjukkan bahwa kasus ringan dapat menyebabkan gejala kognitif yang persisten. </p>
<p>Namun, masalah kognitif tampaknya meningkat seiring tingkat keparahan penyakit. Memang, telah ditunjukkan secara independen bahwa antara sepertiga hingga tiga perempat pasien rawat inap melaporkan menderita gejala kognitif tiga sampai enam bulan kemudian.</p>
<p>Besarnya masalah ini, dan mekanisme yang menyebabkannya masih belum jelas. Bahkan sebelum pandemi, diketahui bahwa sepertiga dari orang yang memiliki episode penyakit yang memerlukan ICU menunjukkan defisit kognitif objektif enam bulan setelah masuk.</p>
<p>Gejala ini dianggap sebagai akibat dari respons peradangan yang terkait dengan penyakit kritis. Defisit kognitif yang terlihat pada COVID merupakan fenomena serupa. Apalagi ada bukti bahwa SARS-CoV-2, virus penyebab COVID, dapat menginfeksi sel-sel otak. Kita tidak bisa mengecualikan infeksi virus langsung di otak.</p>
<p>Faktor lain, seperti hipoksia (kadar oksigen rendah dalam darah), mungkin juga berperan. Tidak jelas apakah masalah kesehatan psikologis yang terjadi setelah COVID adalah bagian dari masalah yang sama dengan defisit kognitif objektif, atau mewakili fenomena yang berbeda.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Brain scan" src="https://images.theconversation.com/files/461077/original/file-20220503-20-kh9hdw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/461077/original/file-20220503-20-kh9hdw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/461077/original/file-20220503-20-kh9hdw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/461077/original/file-20220503-20-kh9hdw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/461077/original/file-20220503-20-kh9hdw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/461077/original/file-20220503-20-kh9hdw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/461077/original/file-20220503-20-kh9hdw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa orang yang menderita COVID telah mengurangi volume otak.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/mri-magnetic-resonance-image-head-brain-588977774">DedMityay/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Empat puluh enam pasien</h2>
<p>Kami menganalisis data dari 46 mantan pasien COVID. Tujuannya untuk mengkarakterisasi jenis dan besarnya defisit kognitif ini, dan lebih memahami hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit pada fase akut dan masalah kesehatan psikologis pada titik waktu selanjutnya. Seluruh pasien tersebut dirawat di rumah sakit, di bangsal atau ICU, untuk COVID di Rumah Sakit Addenbrooke di Cambridge, Inggris.</p>
<p>Para peserta menjalani tes kognitif terkomputerisasi terperinci – menggunakan platform Cognitron – selama rata-rata enam bulan setelah penyakit akut mereka. Platform penilaian ini dirancang untuk secara tepat mengukur berbagai aspek kemampuan mental seperti memori, perhatian, dan penalaran dan telah digunakan dalam <a href="https://www.imperial.ac.uk/news/194706/imperial-researchers-partner-with-bbc-test/">studi sains warga</a> yang disebutkan di atas.</p>
<p>Kami juga mengukur tingkat kecemasan, depresi, dan PTSD. Data dari peserta penelitian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sesuai – orang-orang dengan jenis kelamin yang sama, usia, dan faktor demografis lainnya, tapi tidak dirawat di rumah sakit karena COVID.</p>
<p>Para penyintas COVID bereaksi kurang akurat dan lebih lambat dibandingkan kelompok kontrol. Defisit berkurang secara perlahan tapi masih dapat dideteksi hingga sepuluh bulan setelah masuk ke rumah sakit. Efeknya diskalakan dengan tingkat keparahan penyakit akut dan penanda peradangan. Efek-efek ini sangat kuat bagi mereka yang menggunakan ventilator. Namun, efeknya tetap terasa bagi penyintas yang tidak membutuhkannya.</p>
<p>Dengan membandingkan pasien dengan 66.008 anggota masyarakat, kami dapat memperkirakan bahwa besarnya kehilangan kognitif rata-rata setara dengan yang dialami dengan 20 tahun penunaan, antara usia 50 dan 70 tahun. Waktu penuaan tersebut setara dengan kehilangan sepuluh poin IQ.</p>
<p>Para penyintas mendapat nilai yang sangat buruk pada tugas-tugas seperti “penalaran analogis verbal” (menyelesaikan analogi seperti tali adalah untuk sepatu, kancing adalah untuk…). Mereka juga menunjukkan kecepatan pemrosesan yang lebih lambat. Ini sejalan dengan pengamatan pasca-COVID sebelumnya tentang penurunan konsumsi glukosa otak di area otak utama yang bertanggung jawab atas perhatian, pemecahan masalah yang kompleks, dan memori kerja.</p>
<p>Sementara, gejala kesehatan mental yang buruk yang dialami para penyintas COVID – depresi, kecemasan, stres pasca-trauma, motivasi rendah, kelelahan, suasana hati yang buruk, dan gangguan tidur – tidak terkait dengan defisit kognitif objektif. Karena ini berasal dari mekanisme yang berbeda.</p>
<h2>Apa penyebabnya?</h2>
<p>Infeksi virus langsung mungkin terjadi, tapi tidak mungkin menjadi penyebab utama. Defisit kognitif kemungkinan besar terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk oksigen yang tidak memadai atau suplai darah ke otak, penyumbatan pembuluh darah besar atau kecil karena pembekuan, dan perdarahan mikroskopis.</p>
<p>Namun, bukti yang muncul menunjukkan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh respons inflamasi tubuh dan sistem kekebalan tubuh menjadi mekanisme penyebab yang paling mungkin terjadi. Bukti dari dokter garis depan mendukung kesimpulan ini adalah: beberapa masalah neurologis menjadi kurang umum sejak meluasnya penggunaan kortikosteroid dan obat lain yang menekan respons inflamasi.</p>
<p>Terlepas dari mekanismenya, temuan kami memiliki implikasi kesehatan masyarakat yang mendasar. Sekitar <a href="https://www.icnarc.org/our-audit/audits/cmp/reports">40.000 orang</a> telah melalui perawatan intensif dengan COVID di Inggris saja, dan lebih banyak lagi akan dirawat di rumah sakit. </p>
<p>Banyak orang lain mungkin tidak menerima perawatan di rumah sakit meski sakit parah karena tekanan pada perawatan kesehatan selama gelombang puncak pandemi. Ini berarti bahwa ada banyak orang di luar sana yang masih mengalami masalah kognisi berbulan-bulan setelah terinfeksi. Kita sangat perlu melihat apa yang dapat dilakukan untuk membantu orang-orang ini. Studi sekarang sedang dilakukan untuk mengatasi masalah ini.</p>
<p>Namun, ada sesuatu aspek positif dari keadaan yang buruk ini. Jika, seperti yang kami duga, gambaran yang kita lihat pada COVID memang mereplikasi masalah yang lebih luas yang terlihat pada jenis penyakit parah lainnya, ini memberikan kesempatan untuk memahami mekanisme penyebabnya sekaligus mengeksplorasi opsi-opsi perawatannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/184054/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adam Hampshire develops cognitive assessment software for external academic groups. He is funded by the National Institute of Health Research, the Biomedical Research Centre at Imperial College London, and UK Dementia Research Institute Care Research and Technology Centre.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>David Menon receives funding from UKRI, Addenbrooke's Charitable Trust, Brain Research Trust, National Institutes of Health (USA), National Institute for Health Research (UK)</span></em></p>Orang yang selamat dari COVID kurang akurat dan lebih lambat bereaksi daripada kelompok kontrol yang sesuai.Adam Hampshire, Professor in Restorative Neurosciences, Imperial College LondonDavid Menon, Professor, Head of Division of Anaesthesia, University of CambridgeLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1839882022-05-30T03:59:50Z2022-05-30T03:59:50ZBelum kena COVID? Bisa jadi Anda hanya sedang beruntung<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/465662/original/file-20220527-15-ae1e7y.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">I Wei Huang/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Kita semua tahu ada orang-orang beruntung yang, entah bagaimana, berhasil menghindari penularan COVID-19. Mungkin Anda salah satunya. </p>
<p>Apakah ini kekuatan super seperti Marvel? Apakah ada alasan ilmiah mengapa seseorang mungkin resisten untuk terinfeksi, padahal virus itu tampaknya ada di mana-mana? Atau apakah itu hanya keberuntungan?</p>
<p>Lebih dari <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/healthandsocialcare/conditionsanddiseases/articles/coronaviruscovid19latestinsights/infections#infections">60% orang</a> di Inggris Raya telah dites positif COVID setidaknya sekali. Namun, jumlah orang yang benar-benar terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, diperkirakan lebih tinggi. Tingkat yang dihitung dari <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/2787098">infeksi tanpa gejala</a> bervariasi tergantung pada penelitian, meski sebagian besar setuju bahwa ini cukup umum.</p>
<p>Namun, bahkan dengan mempertimbangkan adanya orang yang pernah terkena COVID tapi tidak menyadarinya, kemungkinan masih ada sekelompok orang yang tidak pernah. </p>
<p>Alasan mengapa beberapa orang tampak kebal terhadap COVID adalah satu pertanyaan yang terus ada selama pandemi. Seperti banyak hal dalam sains, (belum) ada satu jawaban sederhana.</p>
<p>Kita bisa mengabaikan teori kekuatan super seperti Marvel. </p>
<p>Namun, sains dan keberuntungan sepertinya memiliki peran untuk dimainkan.</p>
<p>Penjelasan paling sederhana adalah bahwa orang-orang ini tidak pernah bersentuhan dengan virus.</p>
<p>Ini tentu bisa menjadi kasus bagi orang-orang yang telah terlindungi selama pandemi. Orang-orang yang <a href="https://www.bmj.com/content/369/bmj.m1985">berisiko jauh lebih besar</a> penyakit parah, seperti mereka yang memiliki kondisi jantung atau paru-paru kronis, telah mengalami beberapa tahun yang sulit.</p>
<p>Banyak dari mereka terus mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari potensi paparan virus. Bahkan, meski sudah dilengkapi langkah-langkah keamanan tambahan, banyak dari orang-orang ini telah berakhir dengan COVID.</p>
<p>Karena tingginya tingkat penularan komunitas, terutama dengan varian omicron yang sangat menular, sangat tidak mungkin seseorang yang pergi bekerja atau sekolah, bersosialisasi, dan berbelanja tidak berada di dekat seseorang yang terinfeksi virus. Namun, ada orang yang amat rentan terpapar, seperti pekerja rumah sakit atau anggota keluarga dari orang yang memiliki COVID, yang entah bagaimana berhasil menghindari tes positif.</p>
<p>Kita tahu dari beberapa penelitian, vaksin tidak hanya mengurangi risiko penyakit parah, tapi juga dapat mengurangi kemungkinan penularan SARS-CoV-2 di rumah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8262621/">hingga sekitar setengahnya</a>. Jadi tentu saja vaksinasi dapat membantu beberapa kontak dekat agar tidak terinfeksi. </p>
<p>Namun, penting untuk dicatat bahwa penelitian ini dilakukan sebelum munculnya varian omicron. Data yang kami miliki tentang pengaruh vaksinasi terhadap penularan omicron masih terbatas.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/four-strange-covid-symptoms-you-might-not-have-heard-about-181217">Four strange COVID symptoms you might not have heard about</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Beberapa teori</h2>
<p>Satu teori tentang mengapa orang-orang tertentu menghindari infeksi adalah bahwa, meski mereka terpapar virus, virus itu gagal membentuk infeksi – bahkan setelah masuk ke saluran pernapasan. Ini mungkin karena kurangnya <a href="https://www.nature.com/articles/s41588-021-01006-7">reseptor yang dibutuhkan</a> untuk SARS-CoV-2 untuk mendapatkan akses ke sel.</p>
<p>Setelah seseorang terinfeksi, para peneliti telah mengidentifikasi bahwa perbedaan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1931312820302365?via%3Dihub">respon imun</a> terhadap SARS-CoV-2 berperan menentukan <a href="https://www.nature.com/articles/s41586-020-2588-y">keparahan gejala</a>. Ada kemungkinan bahwa respons imun yang cepat dan kuat dapat mencegah virus bereplikasi ke tingkat apa pun pada tingkat pertama.</p>
<p>Kemanjuran respons imun kita terhadap infeksi sebagian besar ditentukan oleh usia dan <a href="https://genomemedicine.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13073-018-0568-8">genetik kita</a>. Konon, gaya hidup sehat tertentu membantu. Misalnya, kita tahu bahwa <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16497887/">kekurangan vitamin D</a> dapat meningkatkan risiko infeksi tertentu. Tidak <a href="https://www.nature.com/articles/s42003-021-02825-4">cukup tidur</a> juga dapat berdampak buruk pada kemampuan tubuh kita untuk melawan patogen yang menyerang.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="An illustration of SARS-CoV-2, the coronavirus that causes COVID-19." src="https://images.theconversation.com/files/463953/original/file-20220518-19-cupowl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/463953/original/file-20220518-19-cupowl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/463953/original/file-20220518-19-cupowl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/463953/original/file-20220518-19-cupowl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=338&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/463953/original/file-20220518-19-cupowl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/463953/original/file-20220518-19-cupowl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/463953/original/file-20220518-19-cupowl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=424&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Virus SARS-CoV-2 perlu menempel pada reseptor untuk mendapatkan akses ke sel kita.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/sarscov2-viruses-binding-ace2-receptors-on-1687909009">Kateryna Kon/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Para ilmuwan yang mempelajari <a href="https://www.covidhge.com/">penyebab yang mendasari</a> COVID parah telah mengidentifikasi penyebab genetik pada hampir <a href="https://covid19.nih.gov/news-and-stories/decoding-genetics-behind-covid19-infection">20% kasus kritis</a>. Sama seperti genetika yang bisa menjadi salah satu faktor penentu keparahan penyakit, susunan genetik kita juga mungkin memegang kunci ketahanan terhadap infeksi SARS-CoV-2.</p>
<p>Saya meneliti infeksi SARS-CoV-2 pada sel hidung yang berasal dari manusia. Kami menumbuhkan sel-sel ini di piring plastik yang ditambahkan tambahkan virus. Kami lalu menyelidiki bagaimana sel merespons. </p>
<p>Selama penelitian, kami menemukan satu donor yang selnya <a href="https://journals.plos.org/plosone/article/comments?id=10.1371/journal.pone.0266412">tidak dapat terinfeksi</a> dengan SARS-CoV-2.</p>
<p>Kami juga menemukan beberapa mutasi genetik yang sangat menarik, termasuk beberapa yang terlibat dengan respons imun tubuh terhadap infeksi, yang dapat menjelaskan alasannya. Mutasi yang kami identifikasi pada gen yang terlibat dengan penginderaan keberadaan virus sebelumnya telah terbukti memberikan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4001117/">ketahanan terhadap HIV</a> infeksi. </p>
<p>Kendati begitu, penelitian kami dilakukan pada sejumlah kecil donor. Kami masih hanya meneliti permukaan penelitian tentang kerentanan atau ketahanan genetik terhadap infeksi.</p>
<p>Ada juga kemungkinan bahwa infeksi sebelumnya dengan jenis virus corona lain menyebabkan <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-021-27674-x">kekebalan reaktif silang</a>. Di sinilah sistem imun kita mengenali SARS-CoV-2 sebagai virus yang mirip dengan virus yang menyerang baru-baru ini – sehingga memunculkan respons kekebalan. Diketahui, ada <a href="https://theconversation.com/coronaviruses-a-brief-history-135506">tujuh virus corona</a> yang menginfeksi manusia: empat menyebabkan flu biasa, dan masing-masing menyebabkan SARS (sindrom pernapasan akut parah, <em>severe acute respiratory syndrome</em>), MERS (Sindrom pernapasan Timur Tengah, <em>Middle East respiratory syndrome</em>) dan COVID.</p>
<p>Berapa lama kekebalan ini dapat bertahan adalah pertanyaan lain. Sebab, virus corona musiman yang beredar sebelum tahun 2020 dapat <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-020-1083-1">menginfeksi ulang</a> orang yang sama setelah 12 bulan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/the-common-cold-might-protect-you-from-coronavirus-heres-how-158461">The common cold might protect you from coronavirus – here's how</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Jika Anda berhasil menghindari COVID hingga saat ini, mungkin Anda memang memiliki kekebalan alami terhadap infeksi SARS-CoV-2, atau mungkin Anda hanya beruntung. Bagaimanapun juga, masuk akal untuk terus mengambil tindakan pencegahan terhadap virus ini yang masih sedikit kita ketahui.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/183988/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lindsay Broadbent receives funding from The Wellcome Trust.</span></em></p>Satu teori tentang mengapa orang-orang tertentu menghindari infeksi adalah bahwa, meski mereka terpapar virus, virus itu gagal membentuk infeksi bahkan setelah masuk ke saluran udara.Lindsay Broadbent, Research Fellow, School of Medicine, Dentistry and Biomedical Sciences, Queen's University BelfastLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1833832022-05-24T07:38:34Z2022-05-24T07:38:34ZPakar Menjawab: apakah kebijakan bebas masker di luar ruangan tepat saat ini?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/464948/original/file-20220524-20-z7mwhq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pekerja yang mengenakan masker melintas di kawasan Sudirman, Jakarta, 17 Mei 2022. Pakai masker tetap wajib di area padat orang.</span> <span class="attribution"><span class="source"> ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa</span></span></figcaption></figure><p>Dua pekan setelah liburan panjang Idul Fitri, Presiden Joko Widodo pekan lalu <a href="https://news.detik.com/berita/d-6081856/pernyataan-lengkap-jokowi-bolehkan-lepas-masker-di-outdoor.">mengumumkan bahwa</a> masyarakat boleh tidak menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan yang tidak padat orang. </p>
<p>Namun, masker tetap wajib dipakai <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20220517171322-4-339601/jokowi-izinkan-warga-lepas-masker-ini-penjelasan-lengkapnya">di ruang tertutup dan transportasi publik.</a> Kelompok rentan seperti orang lanjut usia, punya komorbid, dan juga yang punya gejala batuk dan pilek tetap tetap harus pakai masker untuk mencegah tertular atau menularkan virus penyebab COVID-19. </p>
<p>Sejak 1 Mei, kasus baru COVID-19 di Indonesia berada di <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">bawah 500 kasus per hari</a> dan <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/belum-endemi-wamenkes-pandemi-covid-19-di-indonesia-masuk-status-terkendali">relatif terkendali</a>. Kematian tetap terjadi setiap hari. Sementara itu, <a href="https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines">vaksinasi COVID-19 telah mencapai 96% untuk vaksinasi dosis pertama</a>, 80% dosis kedua, dan dosis ketiga 21%.</p>
<p>Dua alasan ini tampaknya yang menjadi pertimbangan utama pemerintah, selain <a href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/penelitian-dan-pengembangan-kesehatan/20220318/3139545/hasil-sero-survey-866-penduduk-indonesia-memiliki-antibodi-terhadap-covid-19/">86% penduduk</a> telah memiliki antobodi terhadap COVID-19. </p>
<p>Kebijakan serupa <a href="https://www.nytimes.com/2022/04/20/business/dealbook/mask-mandates-airlines.html">diambil beberapa negara seperti Amerika Serikat</a>, <a href="https://www.merdeka.com/dunia/daftar-negara-di-dunia-yang-telah-cabut-aturan-pakai-masker-hot-issue.html">Inggris, Denmark, Uni Emirat Arab, dan lainnya</a>.</p>
<p>Dalam konteks Indonesia, apakah tepat kebijakan “lepas masker” saat ini? Apakah kebijakan ini tidak meningkatkan risiko penularan virus di kalangan kelompok rentan dan <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61492426">gelombang baru</a> seperti kasus delta 2021 dan omicron beberapa bulan lalu?</p>
<p>Kami bertanya kepada ahli kesehatan masyarakat terkait kebijakan baru tersebut. Ada dua pendapat: satu menyatakan kebijakan bebas masker di luar ruangan tanpa padat orang itu kebijakan yang tepat. Namun, pemerintah harus meningkatkan edukasi ke masyarakat ihwal implementasi kebijakan tersebut dan memantau pelaksanaan kebijakan ini dengan ketat. </p>
<p>Sedangkan pakar lainnya menilai kebijakan ini tergesa-gesa dan sangat berisiko meningkatkan kasus. Sebab, pandemi belum berakhir dan masih banyak orang yang belum divaksin. </p>
<h2>Langkah tepat tapi harus tetap dipantau</h2>
<p>Direktur Pusat Kajian Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Hasanuddin Irwandy mengatakan kebijakan bebas masker di luar ruang tanpa padat orang merupakan langkah yang tepat di tengah upaya untuk mempersiapkan masyarakat kita memasuki masa transisi dari pandemi ke endemi. </p>
<p>Namun, agar tidak menjadi pisau bermata dua, kata dia, maka pemerintah perlu memperhatikan dengan serius implementasinya di masyarakat. “Banyak kebijakan yang baik, namun selalu gagal dalam proses implementasi,” kata Irwandy. Implementasi adalah upaya untuk menerjemahkan kebijakan publik ke dalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan kebijakan. </p>
<p>Salah satu tahapan yang penting dalam proses implementasi adalah <a href="https://www.cdc.gov/policy/polaris/policyprocess/implementation/index.html">edukasi masyarakat </a> yang menjadi sasaran dari kebijakan tersebut. </p>
<p>Pemerintah perlu dengan jelas mengkomunikasikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat tentang kapan dan di mana masker dapat dilepas, lokasi mana yang masuk kategori tempat terbuka, hingga kriteria siapa-siapa yang tetap harus menggunakan masker walau berada di tempat terbuka.</p>
<p>Tahapan selanjutnya adalah penegakan. Ini penting agar pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini nantinya akan benar-benar dilaksanakan di masyarakat. “Tidak hanya di atas kertas,” ujarnya. </p>
<p>Terakhir adalah strategi monitoring dan evaluasi untuk memantau efektifitas dari kebijakan ini. Hal ini penting mengingat pertumbuhan kasus COVID-19 sangat dinamis sehingga nantinya apakah kebijakan masker ini akan semakin dilonggarkan atau justru diperketat. “Kita harapkan benar-benar lahir dari hasil evaluasi kebijakan sebelumnya, ” kata Irwandy.</p>
<p>Irwandy melihat semakin terkendalinya pandemi membuat pemerintah mengizinkan masyarakat untuk tidak menggunakan masker lagi saat melakukan kegiatan di luar ruangan yang tidak padat orang. Memang kasus COVID-19 saat ini di Indonesia telah <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">menurun</a>. Walau sempat terjadi penambahan kasus pasca Idul Fitri, tapi peningkatan tersebut dianggap masih terkendali. Tren angka kesakitan dan kematian beberapa hari setelahnya ditemukan kembali menurun. </p>
<h2>Pemerintah tak perlu tergesa-gesa melepas masker</h2>
<p>Sebaliknya, peneliti biostatistik dan surveilans penyakit Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), Iqbal Elyazar, menyatakan kebijakan pemerintah membebaskan masker di luar ruangan saat ini sebagai kebijakan yang tidak tepat. Sebab, kata dia, saat ini status pandemi belum berakhir. “Kematian masih terjadi setiap hari dan penularan masih tinggi,” kata Iqbal.</p>
<p>Dia merujuk sejumlah kasus COVID-19 yang masih tinggi di sejumlah negara seperti <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/">Australia dan Asia Timur</a>. Ini menandakan bahwa pandemi secara global belum berakhir dan penularan masih tinggi. Lalu lintas orang antarnegara kini juga meningkat dan virus mampu bermutasi terus menerus. “Pemerintah tidak perlu tergesa-gesa melepas masker,” ujarnya.</p>
<p>Di Indonesia, dalam lima bulan terakhir, angka kematian per hari berfluktuasi dari angka terkecil dalam hitungan jari hingga angka terbesar di atas 400 kematian. Ini berarti masih banyak orang terinfeksi COVID-19 yang berakhir kematian. </p>
<p>Menurut Iqbal, walau setelah liburan panjang Idul Fitri kasus COVID-19 relatif rendah, bukan berarti kebijakan pelonggaran bisa dilakukan. Karena pada saat yang sama, pelacakan dan pengetesan COVID turun drastis. “<em>Tracing</em> bahkan tidak berjalan lagi,” ujarnya. Anjloknya angka pelacakan ini <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220314182059-20-771096/luhut-akui-tracing-kasus-covid-turun-perintahkan-pemda-yang-perkuat">bahkan terjadi sejak Maret</a>. </p>
<p>Selain itu, perilaku masyarakat menggunakan masker di luar ruangan sudah terbentuk dengan baik. Walau pemerintah membolehkan penduduk tidak pakai masker, banyak orang tetap memakainya di luar ruangan. Ini menandakan bahwa bagi masyarakat mengenakan masker merupakan alat proteksi yang paling mudah, murah, dan mudah diterima. “Masker ini tidak hanya melindungi dari penularan COVID, tapi juga penyakit pernafasan lainnya,” ujar Iqbal. “Memakai masker juga tidak ada ruginya.”</p>
<p>Memakai masker tetap penting karena tidak semua orang telah divaksin. Kalaupun sudah divaksin, durasi proteksi vaksin juga masih belum diketahui secara pasti karena vaksin Covid-19 masih baru. Vaksinasi merupakan alat untuk memproteksi seseorang dari level parah dan risiko meninggal. “Dalam konteks ini, saat masih banyak orang tidak divaksin, masker tetap merupakan alat intervensi paling efektif dan murah untuk mencegah penularan virus,” kata Iqbal. </p>
<p>Dengan demikian, meski pemerintah membolehkan tidak pakai masker di luar ruangan, lebih baik Anda tetap memakainya untuk memproteksi diri dari risiko penularan COVID.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/183383/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Walaupun pemerintah telah membolehkan tidak pakai masker, lebih baik Anda tetap pakai masker di luar ruangan untuk memproteksi diri dari risiko penularan COVID.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1830292022-05-13T04:16:46Z2022-05-13T04:16:46ZPenerbangan dibuka lagi, seberapa besar risikonya menyebarkan COVID?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/462942/original/file-20220513-22-mha5ii.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Calon jemaah umrah menunggu jadwal keberangkatannya di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, 5 Mei 2022 untuk terbang ke Arab Saudi.</span> <span class="attribution"><span class="source">ANTARA FOTO/Fauzan/nz</span></span></figcaption></figure><p>Sejumlah negara di Asia Tenggara, <a href="https://world.kbs.co.kr/service/contents_view.htm?lang=i&menu_cate=issues&id=&board_seq=420975">Asia Timur</a>, Asia Barat, <a href="https://travel.kompas.com/read/2022/02/02/210600327/sejumlah-negara-sudah-hapus-syarat-tes-covid-19-bagi-para-pelancong?page=all">Eropa</a>, dan Australia makin melonggarkan pembatasan untuk orang-orang yang masuk ke negara tersebut. </p>
<p>Misalnya, <a href="https://travel.kompas.com/read/2022/04/28/085516927/mulai-1-mei-wisata-ke-malaysia-tidak-perlu-tes-covid-19?page=all">Malaysia</a>, <a href="https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220422190543-106-788563/singapura-cabut-wajib-pcr-bagi-pengunjung-tuntas-vaksin">Singapura,</a> dan <a href="https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/07/193000365/arab-saudi-tidak-wajibkan-karantina-dan-pcr-umrah-dan-haji-bagaimana-?page=all">Arab Saudi</a>, tidak lagi mewajibkan para penumpang pesawat yang yang akan masuk negara tersebut untuk tes PCR dengan hasil negatif pra-keberangkatan. Aturan itu berlaku sepanjang penumpangnya sudah vaksin COVID-19 dua dosis atau <em>booster</em>. </p>
<p>Sedangkan Indonesia, <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1578523/penumpang-internasional-tiba-di-indonesia-kini-tak-perlu-tes-pcr/full&view=ok">kebijakan per April lalu</a> hingga kini, masih mewajibkan warganya maupun warga negara asing yang masuk ke negara ini untuk mengantongi tes PCR negatif 2 x24 jam dari negara keberangkatan. </p>
<p>Secara umum, selain tekanan ekonomi, pelonggaran itu didasarkan pada cakupan vaksinasi yang telah melebihi 70% penduduk. Selain itu, kasus-kasus COVID-19 yang masih tinggi seperti di <a href="https://www.worldometers.info/coronavirus/#countries">Korea Selatan, Jepang, Taiwan dan Australia</a>, mayoritas gejalanya ringan dan sistem kesehatan bisa mengatasinya. </p>
<p>Lalu bagaimana risiko penularan COVID-19 antarnegara yang disebarkan penumpang pesawat saat sistem kesehatan setiap negara berbeda kapasitasnya? </p>
<p>Dalam episode podcast SuarAkademia kali ini, kami berbincang dengan ahli Kedokteran Penerbangan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Trevino Pakasi. Dia menganggap kebijakan pelonggaran sebagai tahap “uji-coba” karena pandemi COVID-19 ini sangat kompleks. Misalnya, durasi kemanjuran vaksinasi – walau cakupannya di sejumlah negara sudah tinggi – masih dalam proses riset dan virus terus bermutasi. </p>
<p>Simak diskusi lengkapnya di SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/183029/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Indonesia, sampai April lalu, masih mewajibkan orang-orang yang masuk ke negara ini, baik warga negara asing maupun Indonesia, untuk tes PCR negatif 2 x24 jam dari negara keberangkatan.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1826672022-05-11T06:43:47Z2022-05-11T06:43:47ZKasus hepatitis akut meningkat di kalangan anak-anak di Inggris – dapatkah COVID jadi penyebab?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/462372/original/file-20220511-2672-5kpvog.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Beenicebeelove/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Ada peningkatan tajam dalam kasus hepatitis akut di antara anak-anak di bawah sepuluh tahun di Inggris selama beberapa bulan terakhir. <a href="https://www.gov.uk/government/news/increase-in-hepatitis-liver-inflammation-cases-in-children-under-investigation">Badan Keamanan Kesehatan Inggris</a> menerima laporan 74 kasus sejak Januari 2022. Sebanyak 49 kasus di antaranya di Inggris, 13 di Skotlandia dan 12 sisanya tersebar antara Wales dan Irlandia Utara.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1513891413561425920"}"></div></p>
<p><a href="https://www.statnews.com/2022/04/14/u-s-u-k-investigating-unusual-cases-of-hepatitis-in-young-children/">Kasus terisolasi</a> lainnya dari hepatitis akut parah pada anak-anak telah diidentifikasi di AS, Spanyol, dan Irlandia.</p>
<p>Hepatitis parah pada anak-anak sangat jarang. Kita belum tahu apa yang menyebabkan <a href="https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/acute-hepatitis-of-unknown-aetiology---the-united-kingdom-of-great-britain-and-northern-ireland">kenaikan kasus</a> yang sangat tidak biasa ini. Teori utamanya adalah semacam infeksi virus, bahkan mungkin SARS-CoV-2, virus corona yang menyebabkan COVID-19.</p>
<p>Tapi seberapa besar kemungkinan kasus hepatitis ini terkait dengan COVID? Atau adakah penyebab yang lebih mungkin ditemukan di tempat lain?</p>
<p>Pertama mari kita uraikan apa itu hepatitis dan bagaimana itu terkait dengan infeksi virus.</p>
<p>Hepatitis adalah istilah medis untuk <a href="https://www.nhs.uk/conditions/hepatitis/">peradangan hati</a>. Peradangan adalah respons kekebalan umum terhadap infeksi atau cedera – tanda bahwa tubuh sedang berusaha melawan penyakit potensial. Gejala pada anak-anak biasanya mencakup beberapa (tapi tidak semua) berikut ini: urin berwarna gelap, tinja berwarna abu-abu, kulit dan mata menguning (disebut penyakit kuning), dan suhu tinggi.</p>
<p>Dengan pengobatan medis yang tepat, kondisi ini biasanya dapat diobati. Namun, beberapa pasien mungkin memerlukan transplantasi hati. Organisasi Kesehatan Dunia telah melaporkan bahwa <a href="https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/acute-hepatitis-of-unknown-aetiology---the-united-%20kingdom-of-great-britain-and-irlandia%20utara">enam dari anak-anak</a> yang terkena dampak di Inggris telah menjalani transplantasi sejauh ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/with-all-the-focus-on-coronavirus-lets-not-forget-the-other-respiratory-viruses-141633">With all the focus on coronavirus, let's not forget the other respiratory viruses</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Penyebabnya bisa bervariasi. Pada anak-anak, hepatitis biasanya dikaitkan dengan infeksi virus paling umum: hepatitis A, B, C, D dan E. Virus lain seperti adenovirus dapat menyebabkan hepatitis, tapi ini jarang terjadi.</p>
<p>Hal yang tidak biasa dari kasus-kasus ini pada anak-anak adalah: tidak satu pun dari lima virus hepatitis yang terdeteksi pada pasien mana pun. Ini mengesampingkan penyebab paling umum dari gejala-gejala ini, membuat otoritas kesehatan masyarakat mencari jawaban.</p>
<h2>Adenovirus dan hepatitis</h2>
<p>Adenovirus adalah infeksi virus yang sangat umum pada manusia, terutama anak-anak. Hampir setiap anak memiliki setidaknya satu infeksi adenovirus <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2319417021001098">sebelum usia sepuluh tahun</a>.</p>
<p>Biasanya, virus ini menyebabkan infeksi pada paru-paru dan saluran udara, mengakibatkan gejala flu biasa dan terkadang pneumonia. Dalam beberapa kasus, sebagian besar pada anak-anak berusia lima tahun ke atas, adenovirus dapat menyebabkan apa yang kadang-kadang disebut sebagai “demam kolam atau <em>pool fever</em>” – mengakibatkan sakit tenggorokan, demam, dan radang mata.</p>
<p>Pada pasien <em>immunocompromised</em> (sistem kekebalan yang tidak sedang berfungsi dengan baik, seperti mereka yang menjalani transplantasi organ atau perawatan kanker), adenovirus dapat <a href="https://journals.lww.com/ajsp/Abstract/2017%20/06000/Adenovirus_Hepatitis__Clinicopathologic_Analysis.11.aspx">menyebabkan hepatitis.</a></p>
<p>Tapi untuk melihatnya pada skala ini sangat jarang, terutama pada anak-anak yang tampaknya tidak mengalami gangguan kekebalan. Jika adenovirus adalah penyebab kasus-kasus ini, itu bisa berarti varian baru adenovirus yang lebih mudah menyebabkan hepatitis telah muncul.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="An illustration of the hepatitis virus surrounding the liver." src="https://images.theconversation.com/files/458405/original/file-20220418-22-d2a6k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/458405/original/file-20220418-22-d2a6k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=386&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/458405/original/file-20220418-22-d2a6k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=386&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/458405/original/file-20220418-22-d2a6k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=386&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/458405/original/file-20220418-22-d2a6k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=485&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/458405/original/file-20220418-22-d2a6k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=485&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/458405/original/file-20220418-22-d2a6k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=485&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Hepatitis refers to inflammation of the liver.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-illustration/hepatitis-virus-human-liver-3d-illustration-1667884225">Explode/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Penyebab potensial lainnya</h2>
<p>Adenovirus tampaknya menjadi penjelasan yang <a href="https://www.eurosurveillance.org/content/10.2807/1560-7917.ES.2022.27.15.2200318#r9">paling mungkin</a>, karena merupakan infeksi umum pada anak-anak dan dapat menyebabkan hepatitis. Tapi ada beberapa skenario alternatif yang harus dieksplorasi.</p>
<p>Misalnya hepatitis autoimun, saat tubuh sendiri menyerang hati (berlawanan dengan virus atau patogen lain yang menyerangnya), berpotensi menyebabkan kasus seperti itu. </p>
<p>Namun ini adalah kondisi langka yang mempengaruhi sekitar <a href="https://britishlivertrust.org.uk/information-and-support/living-with-a-liver-condition/liver-conditions/autoimmune-hepatitis/">10.000 orang</a> di Inggris. Kondisi tersebut biasanya ditemukan pada perempuan berusia sekitar 45 tahun. Karena itulah, hepatitis autoimun sangat tidak mungkin menjadi penyebab sekelompok kasus pada anak-anak.</p>
<p>Ada pula dugaan bahwa COVID mungkin berada di balik kasus hepatitis ini, karena SARS-CoV-2 <a href="https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/acute-hepatitis-of-unknown-aetiology---the-united-kingdom-of-great-britain-and-northern-ireland">telah terdeteksi</a> di beberapa anak. Kasus hepatitis yang terisolasi telah dilaporkan pada pasien COVID. Namun angkanya bahkan lebih jarang daripada hepatitis autoimun, dan sebagian besar telah diamati pada orang dewasa dengan <a href="https://www.nature.com/articles/s41591-020-0968%20-3">COVID yang parah</a>.</p>
<p>Tidak ada anak yang didiagnosis dengan hepatitis di Inggris telah menerima <a href="https://www.gov.uk/government/news/increase-in-hepatitis-liver-inflammation-cases-in-children-under-investigation">vaksinasi COVID</a>. Jadi, tidak ada dasar untuk percaya bahwa vaksin COVID ada hubungannya dengan lonjakan ini.</p>
<p>Kemungkinan lainnya adalah gejala baru akibat interaksi antara virus (mungkin adenovirus dan coronavirus sama-sama menginfeksi anak yang sama, misalnya). Atau, itu bisa disebabkan oleh virus yang sama sekali berbeda yang belum terdeteksi.</p>
<h2>Bagaimana langkah selanjutnya?</h2>
<p><a href="https://www.gov.uk/government/news/increase-in-hepatitis-liver-inflammation-cases-in-children-under-investigation">Badan Keamanan Kesehatan Inggris</a> menyarankan orang tua dan pengasuh untuk mewaspadai tanda-tanda hepatitis pada anak-anak.</p>
<p>Sementara ini, adenovirus tampaknya menjadi penyebab yang paling mungkin. Perly penyelidikan lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hal ini, sekaligus mengesampingkan kemungkinan lainnya seperti virus baru. Bahkan mungkin ternyata penyebabnya tidak umum di antara semua kasus.</p>
<p>Ketika pandemi COVID berlanjut, kita harus secara rutin mempertimbangkan virus corona sebagai kemungkinan penyebab skenario perawatan kesehatan yang tidak biasa. Pada saat yang sama, kita tidak boleh berasumsi bahwa seluruh kejadian selalu terkait virus tersebut. Pemikiran seperti itu berisiko membutakan kita terhadap apa yang sebenarnya terjadi.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/we-have-a-good-chance-of-curing-the-common-cold-in-next-ten-years-a-scientist-explains-96478">We have a good chance of curing the common cold in next ten years – a scientist explains</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Jika adenovirus ditemukan sebagai penyebab utama, apa yang dapat kita lakukan untuk melindunginya, dan pada gilirannya meminimalkan risiko komplikasi serius? Adenovirus <a href="https://academic.oup.com/jid/article/194/7/877/862744">menyebar</a> melalui udara dan melalui sentuhan. Tindakan pencegahan utama adalah mencuci tangan yang benar - oleh anak-anak dan orang dewasa - bersama dengan kebersihan pernapasan yang baik, seperti batuk ke siku Anda.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/182667/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Conor Meehan tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tindakan pencegahan utama adalah mencuci tangan yang benar - oleh anak-anak dan orang dewasa - bersama dengan kebersihan pernapasan yang baik, seperti batuk ke siku Anda.Conor Meehan, Senior Lecturer in Microbiology, Nottingham Trent UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.