tag:theconversation.com,2011:/nz/topics/dana-desa-51307/articlesDana Desa – The Conversation2022-07-21T02:03:08Ztag:theconversation.com,2011:article/1870722022-07-21T02:03:08Z2022-07-21T02:03:08ZDesa bisa jadi ujung tombak energi bersih Indonesia dan menggenjot akses energi daerah terpencil<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/474231/original/file-20220715-22-9p7aql.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) di Dusun Bondan, Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah.</span> <span class="attribution"><span class="source">(Sumber: Hafidz Mubarak/Antara)</span></span></figcaption></figure><p>Demi mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, pemerintah Indonesia merencanakan energi terbarukan yang ramah lingkungan bisa berkontribusi terhadap <a href="https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-rencana-umum-energi-nasional-ruen.pdf">25% penggunaan energi nasional</a> pada 2025. </p>
<p>Sayangnya, tiga tahun menjelang waktu yang ditentukan, pencapaian penggunaan energi bersih <a href="https://www.cnbcindonesia.com/news/20220701174802-4-352304/capaian-bauran-energi-hijau-juni-2022-baru-128">masih jauh dari target, hanya 12,8%.</a> Bahkan, sebanyak <a href="https://jurnal.idu.ac.id/index.php/JPBH/article/view/562/JPBHV9N2A2">142 proyek energi terbarukan senilai Rp 1,17 triliun</a> justru ditemukan mangkrak dan hanya berjalan sesaat.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/474230/original/file-20220715-26-wsosu4.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/474230/original/file-20220715-26-wsosu4.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/474230/original/file-20220715-26-wsosu4.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/474230/original/file-20220715-26-wsosu4.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=316&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/474230/original/file-20220715-26-wsosu4.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=397&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/474230/original/file-20220715-26-wsosu4.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=397&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/474230/original/file-20220715-26-wsosu4.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=397&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kesenjangan target dan pencapaian energi terbarukan Indonesia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Sumber: BPS, ESDM)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Pemerintah semestinya meninjau kembali pelaksanaan kebijakan pengembangan energi bersih. Hal ini penting agar pencapaian target tersebut tak hanya di atas kertas, tapi juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Saat ini <a href="https://dataindonesia.id/ragam/detail/masih-banyak-desa-tanpa-listrik-di-papua-pada-2021">masih terdapat 19.565 desa</a> di Indonesia yang belum memiliki akses aliran listrik. Kebutuhan mereka sepatutnya dipenuhi dengan sarana yang lebih baik – mengedepankan sumber energi yang bersih dan berkelanjutan.</p>
<p><a href="https://drive.google.com/file/d/15TMfc4m0R_NdDl7haQDVynW7MEpHSHhY/view">Studi yang saya lakukan</a> bersama tim (dipaparkan di Konferensi Nasional Energi Baru Terbarukan Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2022, belum dipublikasi) di Desa Muara Enggelam, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, membuktikan bahwa pengembangan energi bersih yang direncanakan bersama masyarakat dapat efektif menjamin keberhasilan proyek, sekaligus menjaga keberlanjutannya. </p>
<p>Model pengembangan energi bersih berbasis desa ini dapat diperbanyak di berbagai wilayah di Indonesia untuk mencapai dua target: peningkatan kapasitas energi bersih nasional dan meningkatkan akses masyarakat terhadap energi.</p>
<h2>Memanfaatkan otoritas desa</h2>
<p>Dalam perencanaan pengembangan energi bersih berbasis warga ataupun komunitas, pemerintah desa dapat menjadi pangkalnya. Pemerintah desa bisa melibatkan peran warga sebagai pengelola yang bernaung dalam satu badan hukum tertentu.</p>
<p>Contoh yang saya analisis adalah <a href="https://kaltimkece.id/warta/ekonomi/kisah-dua-bumdes-paling-bersinar-di-kukar-punya-omzet-miliaran-rupiah-kini-jadi-tempat-studi-banding">pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Komunal Desa Muara Enggelam</a> yang dikelola oleh masyarakat desa yang tergabung dalam badan usaha milik desa (BUMDes) Bersinar Desaku. </p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/ZUGONxOP1RQ?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Video seputar Desa Muara Enggelam, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.</span></figcaption>
</figure>
<p>Meski PLTS merupakan bantuan dari pemerintah, pengelolaan oleh warga memastikan fasilitas tersebut bisa terus menerangi rumah warga. Iuran bulanan juga memperkuat arus kas perusahaan untuk mengelola unit usaha lainnya seperti air bersih, pasar, pengolahan kayu, hingga televisi kabel.</p>
<p>Kajian saya bersama tim menganalisis keberhasilan tersebut berhulu dari komitmen bersama para warga, pemerintah desa, kecamatan, hingga kabupaten. Komitmen ini memastikan kelancaran dalam proses perencanaan, pembangunan, hingga pemantauan proyek. Itikad tersebut kemudian diperkuat dengan kebijakan yang memadai, infrastruktur, serta ketersediaan badan hukum warga sebagai wadah pengelolaan bersama.</p>
<p>Contoh sukses lainnya adalah <a href="https://www.mongabay.co.id/2020/01/18/asa-kamanggih-menuju-desa-mandiri-energi-dan-mandiri-pangan-seperti-apa/">Koperasi Masyarakat Desa Kemanggih</a>, badan usaha yang mengelola pembangkit listrik tenaga mikrohidro dan jaringan biogas bersama di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Berbasis iuran dari warga sebesar Rp 20 ribu per bulan, koperasi ini bisa mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) secara berkelanjutan, bahkan menjual kelebihan setrumnya ke PT PLN. Listrik pun menjadi penggerak warga yang sebagian besar bekerja sebagai petani dan peternak.</p>
<h2>Kerja sama antarlembaga</h2>
<p>Selain komitmen, faktor kolaborasi juga merupakan strategi kunci yang harus dibangun antara masyarakat desa dan pemangku kepentingan untuk pengembangan EBT berbasis komunitas di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Kerja bersama ini melibatkan:</p>
<p>1) Pemerintah Pusat melalui bantuan infrastruktur. Misalnya, <a href="https://solo.tribunnews.com/2022/03/14/kisah-awal-mula-desa-urutsewu-boyolali-jadi-desa-mandiri-energi-gegara-terganggu-bau-kotoran-sapi">Balai Pengkajian Teknologi Pertanian</a> memberikan bantuan alat pengolahan biogas untuk Desa Urutsewu di Kebumen, Jawa Tengah, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan bantuan pembangunan infrastruktur PLTS di Desa Muara Enggelam.</p>
<p>2) Pemerintah Daerah melalui upaya perencanaan pembangunan. Misalnya Dinas ESDM dalam pembangunan PLTS Komunal di beberapa desa terisolasi di Kutai Kartanegara</p>
<p>3) BUMN: PT PLN membeli energi terbarukan desa, memberikan listrik PLTMH gratis, operator profesional PLTMH, dan memberikan <a href="https://www.mongabay.co.id/2020/01/18/asa-kamanggih-menuju-desa-mandiri-energi-dan-mandiri-pangan-seperti-apa/">PLTMH tambahan di Desa Kamanggih</a>. Ada juga ada <a href="https://global-news.co.id/2016/02/pltmh-andungbiru-milik-warga-bayar-listrik-dengan-ayam-bebek-telur-dan-hasil-bumi/">PT PGN (anak usaha PT Pertamina)</a> yang memberikan bantuan infrastruktur <a href="https://global-news.co.id/2016/02/pltmh-andungbiru-milik-warga-bayar-listrik-dengan-ayam-bebek-telur-dan-hasil-bumi/">PLTMH baru di Desa Andungbiru di Probolinggo, Jawa Timur.</a></p>
<p>4) Swasta atau lembaga Donor: Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) mengadakan penelitian kelayakan pemanfaatan PTMH dan membantu desa menyusun proposal pendanaan PLTMH kepada HIVOS, dan memberikan bantuan PLTS. HIVOS, merupakan lembaga donor internasional yang memberikan bantuan infrastruktur dalam membangun PLTMH utama di Desa Kamanggih, dan ada juga Millenium Challenge Account Indonesia (lembaga donor asal Amerika Serikat) yang menghibahkan PLTS Komunal di Desa Rawasari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.</p>
<p>5) Perguruan tinggi: Peran Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas Brawijaya, Malang, yang digandeng PT PGN membantu melakukan survei dan uji kelayakan pengembangan PLTMH. Universitas Gadjah Mada juga membantu mengkaji kelayakan dan potensi ekonomi pengembangan PLTS Komunal.</p>
<h2>Tantangan kebijakan</h2>
<p>Pengelolaan energi terbarukan berbasis partisipasi masyarakat memerlukan dukungan regulasi. Sejauh ini, skema pendanaan dan pembangunan infrastruktur EBT termuat dalam <a href="https://jdih.esdm.go.id/peraturan/Permen%20ESDM%20No.%2039%20Thn%202017.pdf">Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2017</a> tentang Pelaksanaan Kegiatan Fisik Pemanfaatan EBT Serta Konservasi Energi. </p>
<p>Pengembangan energi terbarukan sebenarnya sempat masuk dalam prioritas <a href="https://sdgsdesa.kemendesa.go.id/wp-content/uploads/2020/12/Peraturan-Menteri-Desa-Pembangunan-Daerah-Tertinggal-dan-Transmigrasi-Nomor-13-Tahun-2020-tentang-Prioritas-Penggunaan-Dana-Desa-2021-Salinan.pdf">alokasi Dana Desa tahun 2021</a>. Namun, pada <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/199693/permendesa-pdtt-no-7-tahun-2021">prioritas tahun 2022</a>, alokasi ini justru dihapus.</p>
<p>Oleh karena itu, agar pengembangan energi bersih di tingkat desa lebih konsisten, pemerintah dapat mengatur kebijakan pengelolaannya, khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Pengaturan ini dapat dimasukkan dalam <a href="https://katadata.co.id/happyfajrian/ekonomi-hijau/62a8535199607/usai-dibahas-rapat-paripurna-dpr-ruu-ebt-tunggu-persetujuan-jokowi">Rancangan Undang-undang tentang Energi Baru Terbarukan</a> yang tengah dirumuskan DPR. Hal-hal yang dapat diatur adalah:</p>
<p>1) Pemerintah pusat <a href="https://drive.google.com/file/d/15TMfc4m0R_NdDl7haQDVynW7MEpHSHhY/view">sebagai pembuat kebijakan</a> dapat memprioritaskan pembangunan infrastruktur EBT di daerah 3T, menjadi fasilitator dengan memberikan pelatihan teknis dan manajerial secara berkala pasca pembangunan infrastruktur EBT. Hal ini pernah dilakukan pada pengelola PLTS Komunal Desa Muara Enggelam.</p>
<p>2) Pemerintah daerah menjadi salah satu penggagas aktif dengan <a href="https://drive.google.com/file/d/15TMfc4m0R_NdDl7haQDVynW7MEpHSHhY/view">mengkoordinasi berbagai pemangku kepentingan</a>, seperti perguruan tinggi setempat untuk melakukan kajian potensi EBT, mengajukan proposal pendanaan kepada pemerintah pusat, swasta, lembaga donor, dan menyusun rencana pengelolaan jangka panjang dan melakukan evaluasi pengelolaan EBT secara berkala.</p>
<p>3) Pemerintah desa harus membentuk <a href="http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/731">kelompok usaha masyarakat desa</a> dalam bentuk BUMDes, koperasi, badan usaha lainnya dan menjadikan EBT sebagai unit usaha agar pengelolaannya berkelanjutan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187072/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Adhityo Nugraha Barsei tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pengembangan energi bersih yang direncanakan bersama masyarakat dapat efektif menjamin keberhasilan proyek, sekaligus menjaga keberlanjutannya.Adhityo Nugraha Barsei, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1620992021-08-27T06:04:33Z2021-08-27T06:04:33ZMemperbaiki sistem administrasi kependudukan di Indonesia harus mulai dari desa<p><em>Tulisan ini merupakan bagian ketiga dari serial empat artikel tentang pencatatan sipil dan pengelolaan data penduduk di Indonesia yang berjudul “Data yang Mencatat dan Melindungi Semua”</em></p>
<p><a href="https://puskapa.org/publikasi/1145/">Masih ada sekitar 10,7 juta penduduk</a> atau sekitar hampir 4% dari jumlah total penduduk Indonesia belum tercatat dalam sistem administrasi kependudukan dan belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang merupakan kunci pada berbagai dokumen identitas hukum. </p>
<p>Meski jumlahnya relatif kecil, hal ini berakibat fatal karena individu-individu yang tidak tercatat tersebut akhirnya tidak bisa mengakses layanan dan bantuan dari pemerintah. Mereka tidak bisa mengakses layanan kesehatan yang disediakan pemerintah hingga tidak bisa mendapat bantuan sosial dari pemerintah kala pandemi karena keberadaan mereka tidak diakui. </p>
<p>Penelitian kami dari Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) menjelaskan bahwa penyebab masalah ini bersifat struktural berupa <a href="https://theconversation.com/riset-ungkap-faktor-ekonomi-sosial-dan-tata-kelola-sistem-hambat-warga-untuk-dapatkan-dokumen-kependudukan-dan-tawarkan-solusi-158627">faktor ekonomi, sosial, dan ditambah kurang meratanya kesiapan tata kelola pemerintah</a> yang menghambat warga untuk dapatkan dokumen kependudukan.</p>
<p>Pemerintah sudah mulai mengatasi tantangan ini, dan melalui kerja kami, kami melihat potensi besar desa sebagai pondasi utama dalam menyelesaikan beberapa masalah mendasar. Sebagai unit pemerintahan terkecil dan terdekat dengan masyarakat, desa punya posisi paling strategis untuk membantu warganya memperoleh hak identitasnya, dan mendukung pemerintah untuk memperkuat layanan pencatatan sipil yang juga menghasilkan dan mengelola data administrasi kependudukan. </p>
<p>Artikel ini akan menjelaskan bagaimana mewujudkan identitas hukum universal bisa dimulai dari desa.</p>
<h2>Inovasi desa</h2>
<p><a href="https://puskapa.org/publikasi/1044/">Penelitian kami menemukan beberapa desa di Aceh Barat dan Pekalongan di Jawa Tengah</a> mulai berinovasi membantu memberikan layanan kepada masyarakat untuk mengurus dokumen kependudukan. </p>
<p><a href="https://kompak.or.id/id/article/memperluas-jangkauan-layanan-adminduk-di-aceh">Salah satu desa di Aceh Barat, Gampong Peribu,</a> menggunakan anggaran belanja desa untuk menyediakan layanan administrasi penduduk. </p>
<p>Anggaran tersebut digunakan salah satunya untuk mengangkat, melatih dan membiayai petugas khusus di desa untuk menemukan warga yang belum memiliki dokumen identitas hukum, mendata kebutuhan mereka, membantu proses registrasi, dan menghubungkan kebutuhan ini dengan layanan administrasi kependudukan di Kabupaten/Kota. Anggaran juga digunakan untuk melengkapi kantor desa dengan komputer dan <em>printer</em>. </p>
<p>Fasilitas tersebut bertujuan agar warga tidak perlu bersusah payah ke kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) yang jaraknya mencapai 45 kilometer dari desa tersebut karena terletak di Ibu Kota Kabupaten Aceh Barat. </p>
<p>Dengan anggaran di atas, petugas khusus juga bisa mendatangi warga di tempat tinggalnya.</p>
<p>Walau Disdukcapil telah menggratiskan biaya pengurusan semua jenis dokumen kependudukan, namun penduduk yang ingin mengurus dokumen kependudukan tetap harus mengeluarkan biaya untuk transportasi, konsumsi, dan biaya-biaya lainnya pada saat ke kantor Disdukcapil.</p>
<p>Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2016 <a href="https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/dasar/view?kd=1558&th=2016">menunjukkan</a> bahwa lebih dari sepertiga responden (34%) belum memiliki akta kelahiran karena terkendala masalah biaya termasuk <a href="https://puskapa.org/en/publication/782/">biaya untuk transportasi, fotokopi, dan materai</a>.</p>
<p>Jarak yang jauh, minimnya transportasi umum, dan buruknya kondisi jalan semakin menyulitkan masyarakat untuk datang ke kantor Disdukcapil yang biasanya berada jauh di kota dan kabupaten. </p>
<p>Status sebagian warga yang bekerja sebagai petani atau buruh harian juga menghambat karena artinya mereka tidak bisa mendapatkan upah jika harus ke kantor Disdukcapil untuk mengurus dokumen kependudukan.</p>
<p>Ini kemudian mengapa menyediakan layanan ini lebih dekat kepada masyarakat melalui pemerintah desa adalah salah satu solusi.</p>
<p>Melihat keberhasilan pendekatan tersebut, Bupati Aceh Barat mengeluarkan <a href="https://disdukcapil.acehbaratkab.go.id/media/newdisdukcapil.acehbaratkab.go.id/2021.08/Perbub_26_Tahun_2017_Pedoman_Aklamasi_Dansa.pdf">Peraturan Bupati Aceh Barat Nomor 26 Tahun 2017 </a> agar pemerintah desa mengalokasikan biaya Rp75.000 per dokumen. Ini untuk biaya jasa transportasi petugas khusus untuk jemput bola warga yang hendak mengurus akta kelahiran dan akta kematian di desa-desa di Aceh Barat. </p>
<p>Selain mendekatkan layanan kepada warga, kehadiran petugas khusus di desa juga membantu memberikan pemahaman soal pentingnya dokumen kependudukan bagi warga dan memastikan warga mengetahui cara dan persyaratan untuk mengurus dokumen kependudukan. </p>
<p>Fasilitasi serupa di tingkat desa juga terjadi di Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Pekalongan. </p>
<p>Melalui <a href="https://jdih.pekalongankab.go.id/assets/peraturan/PB2021-7.pdf">Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2021 </a>, pemerintah desa setempat dapat menggunakan anggaran desa untuk mengangkat satu orang petugas khusus di desa yang bertugas memberikan fasilitas dokumen kependudukan bagi warga yang membutuhkan. </p>
<p>Pemerintah desa di Kabupaten Pekalongan juga menyediakan <a href="https://dindukcapil.pekalongankab.go.id/index.php/berita/67-berita-lokal">layanan secara daring</a>. </p>
<p>Namun untuk untuk beberapa desa yang belum terjangkau akses internet, petugas khusus di desa hadir untuk memberikan layanan secara manual. Mereka mengantar berkas permohonan dokumen kependudukan secara manual ke kantor Dinas Kependudukan Kabupaten Pekalongan.</p>
<h2>Dasar kebijakan sudah ada, tapi belum cukup</h2>
<p>Inisiatif di desa-desa di atas bukan tanpa dasar. </p>
<p><a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38582/uu-no-6-tahun-2014">Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014</a> tentang Desa menetapkan bahwa desa harus memberikan layanan pelayanan administrasi untuk memenuhi standar pelayanan minimum di desa. </p>
<p>Sementara itu, Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2019 tentang<a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/121658/perpres-no-62-tahun-2019"> Strategi Nasional Percepatan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati</a> telah mendorong pendekatan layanan administrasi kependudukan ke desa dan kelurahan melalui pelayanan yang cepat, terpadu, dan murah, dan keterhubungan pengelolaan dan pemanfaatan data penduduk.</p>
<p>Pengalokasian anggaran khusus untuk layanan administrasi kependudukan di desa sudah diatur dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/139714/permendagri-no-20-tahun-2018">Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa</a>.</p>
<p>Sementara itu <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/151181/permendes-pdtt-no-13-tahun-2020">Peraturan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2020</a> juga telah menetapkan prioritas penggunaan dana desa untuk pemutakhiran data kependudukan di desa. </p>
<p>Dasar-dasar hukum di atas adalah bekal yang cukup, namun pemerintah perlu menerjemahkannya dalam praktik dan memperkuat dengan peraturan-peraturan di tingkat daerah.</p>
<p>Misalnya dengan aturan yang dikeluarkan oleh bupati untuk mengatur tentang alokasi anggaran desa dan memberi kewenangan kepada desa. </p>
<p>Dengan adanya peraturan di tingkat daerah yang mengatur teknis maupun kewenangan desa yang lebih spesifik, maka akan lebih mudah bagi pemerintah desa untuk menjalankan layanan administrasi kependudukan di tingkat desa.</p>
<h2>Perkuat dukungan pada desa</h2>
<p>Meskipun sudah ada beberapa desa yang memberikan layanan administrasi kependudukan kepada warga, masih ada beberapa kendala yang hadir.</p>
<p><a href="https://puskapa.org/publikasi/1044/">Studi PUSKAPA</a> yang dilakukan pada 2019 menemukan bahwa sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung layanan masih menjadi hambatan untuk menjangkau seluruh penduduk terutama penduduk di perdesaan. </p>
<p>Sebagai contoh, kebijakan pelayanan administrasi kependudukan secara daring masih terkendala untuk diterapkan di desa-desa yang akses jaringannya belum baik. </p>
<p>Pelayanan keliling oleh Disdukcapil yang seharusnya menjawab permasalahan jarak, waktu, dan biaya belum dilakukan secara lebih rutin. </p>
<p>Untuk daerah-daerah yang memiliki hambatan, pemerintah melalui Disdukcapil perlu menambah anggaran untuk bisa menjangkau masyarakat dan memaksimalkan peran dari pemerintah desa.</p>
<p>Selain itu, desa juga perlu mengoptimalkan peran dari program-program desa seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) untuk menghubungkan dengan warga yang membutuhkan layanan pencatatan sipil untuk menerbitkan dokumen sekaligus melengkapi data penduduk. </p>
<p>Kelompok masyarakat seperti Karang Taruna dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), atau lembaga kemasyarakatan lainnya, dapat turut membantu pemerintah desa menjangkau warga yang belum berdokumen untuk kemudian mengurusnya. </p>
<p>Jika kita tidak mengoptimalkan peran dan kewenangan desa dengan baik untuk memperkuat layanan administrasi kependudukan, maka akan selalu ada warga yang tertinggal dan terlambat diakui negara. </p>
<p><em>Studi-studi dan program yang berkaitan dengan artikel ini terselenggara atas kerja sama PUSKAPA dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan dukungan Pemerintah Australia lewat program KOMPAK (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan). Sebelumnya, studi terkait juga didukung oleh AIPJ (Kemitraan Indonesia-Australia untuk Keadilan)</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/162099/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rahmadi Usman terafiliasi dengan PUSKAPA. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Marsha Habib terafiliasi dengan PUSKAPA.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Santi Kusumaningrum dan Widi Sari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Artikel ini akan menjelaskan bagaimana perubahan untuk mewujudkan layanan administrasi kependudukan yang lebih baik bisa dimulai dari desa.Rahmadi Usman, Lead for Legal Identity and CRVS, PUSKAPAMarsha Habib, Communication and Relations Manager, PUSKAPASanti Kusumaningrum, Director, PUSKAPAWidi Sari, Lead for Research, Monitoring and Evaluation, PUSKAPALicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1284642019-12-16T05:39:50Z2019-12-16T05:39:50ZDana Desa bisa digunakan untuk proyek perubahan iklim. Ini caranya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/306814/original/file-20191213-85391-pg9t98.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=12%2C19%2C4179%2C2746&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemerintah Indonesia sudah memasukkan program perubahan iklim ke dalam Dana Desa. Harapannya, bisa menurunkan emisi dan angka kemiskinan. </span> <span class="attribution"><span class="source">j.wootthisak/shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Tahun 2015, Indonesia <a href="https://www.theguardian.com/environment/2015/sep/21/indonesia-promises-to-cut-carbon-emissions-by-29-by-2030">berkomitmen</a> untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29%, atau setara dengan <a href="http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/dokumen/Indonesia-2nd_BUR_web.pdf">832.01 juta ton CO2</a>) hingga tahun 2030, dibandingkan jika negara tidak melakukan tindakan apa-apa. </p>
<p>Lebih lanjut, Indonesia siap menargetkan penurunan hingga 41% apabila ada bantuan internasional. Berdasarkan <a href="http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/dokumen/Indonesia-2nd_BUR_web.pdf">laporan</a> terbaru dari pemerintah, mereka membutuhkan 247 miliar dollar AS atau Rp3,5 triliun untuk mencapai target tersebut.</p>
<p>Untuk mencapai target penurununan emisi tersebut, selain soal uang, pemerintah RI juga membutuhkan dukungan dan partisipasi publik.</p>
<p>Salah satunya adalah pemberian insentif kepada pemerintahan desa dalam bentuk Dana Desa untuk mencapai keterlibatan aktif desa dalam program penurunan emisi.</p>
<p>Sejak tahun 2015, Dana Desa ini sudah disalurkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. </p>
<p>Dalam perkembangannya, <a href="http://www.djpbn.kemenkeu.go.id/kppn/metro/id/data-publikasi/informasi-umum/dana-desa.html">Dana Desa</a> mengalami peningkatan, dari Rp122 juta (8,896 dollar AS) di tahun 2015 menjadi Rp1,5 miliar (107,492.3 dollar AS) di tahun 2019, untuk setiap desa. </p>
<p>Sayangnya, sebagian besar desa di Indonesia masih menggunakan dana tersebut untuk membangun infrastruktur, sarana kesehatan, serta fasilitas penunjang pendidikan.</p>
<p>Kami melakukan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1389934118302909?via%3Dihub">penelitian</a> terhadap 38 desa di Provinsi Sulawesi Tenggara dan menemukan bahwa 30 desa di tahun 2017 lebih memilih proyek infrastruktur.</p>
<p>Semua desa memilih untuk menggunakan dana tersebut untuk proyek infrastruktur di tahun 2015. </p>
<p>Alasan utamanya adalah ketidakpahaman mereka tentang perubahan iklim. Para penduduk desa lebih meyakini bahwa membangun jembatan akan lebih memberikan keuntungan
ekonomi daripada menyelamatkan lingkungan. </p>
<p>Tetapi, mereka juga harus tahu bahwa desa pun bisa mendapatkan keuntungan dari proyek-proyek pro lingkungan.</p>
<h2>Tantangan utama</h2>
<p>Bagi masyarakat desa, isu lingkungan bukanlah prioritas jika dibandingkan dengan masalah pendidikan dan kesehatan. Komunitas lokal juga belum paham tentang cara menggunakan Dana Desa, sehingga infrastruktur menjadi pilihan utama. </p>
<p>Hal ini semakin diperparah dengan absennya bantuan teknis bagi desa-desa. </p>
<p>Dari 38 desa yang kami pelajari, hanya 42% yang mendapatkan bantuan teknis dalam menyiapkan dan menjalankan kegiatan yang disponsori oleh Dana Desa, sementara desa lain, 58%, tidak mendapatkan bantuan serupa. </p>
<p>Kami merekomendasikan agar pemerintah bisa mendukung penyediaan bantuan teknis, yaitu penyuluh, bagi setiap desa untuk peningkatan kesadaran akan dampak krisis iklim, serta cara melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. </p>
<p>Para penyuluh tersebut merupakan orang-orang yang bisa memberikan informasi kepada penduduk desa, terutama pilihan kegiatan apa saja yang mereka bisa pilih dan bisa ditujukan sebagai bentuk adaptasi atau mitigasi dari dampak krisis iklim. </p>
<p>Mereka harus bisa menjelaskan apa saja dampak iklim yang berubah terhadap kehidupan mereka dan bagaimana mereka bisa bertahan.</p>
<p>Misalnya, mereka dapat menginformasikan kepada petani tentang risiko gagal panen dan menyiapkan petani tentang diversifikasi tanaman. </p>
<h2>Peraturan baru</h2>
<p>Sebagai upaya untuk lebih melibatkan masyarakat dalam perlindungan lingkungan hidup, maka pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan peraturan menteri yang membuka kesempatan agar dana desa bisa digunakan untuk program <a href="http://jdih.kemendesa.go.id/assets/documents/1540785265_peraturan_menteri_desa_pembangunan_daerah_tertinggal_dan_transmigrasi_nomor_16_tahun_2018.pdf">mitigasi iklim dan perlindungan lingkungan</a> tahun 2018. </p>
<p>Dengan peraturan tersebut, pemerintah desa dapat mengalokasikan penggunaan Dana Desa dalam variasi kegiatan seperti: pemberantasan pembalakan liar, inovasi sumber energi terbarukan, pembangunan sarana irigasi dan sistem drainase, pengembangan bibit tanaman adaptif, akses informasi mengenai iklim, hingga konservasi sumber air.</p>
<p>Program-program tersebut, selain akan membantu target pemerintah RI untuk mengurangi emisi, juga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat desa. </p>
<p>Sayangnya, kurangnya penyebaran informasi dan promosi yang sesuai di desa-desa
membuat visi dari peraturan tersebut masih belum maksimal. </p>
<h2>Potensi di masa depan</h2>
<p>Peraturan menteri yang bisa menyediakan porsi dana dari Dana Desa khusus untuk aksi iklim, yang ddiharapkan bisa membantu percepatan program untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. </p>
<p>Sebelumnya, dari tahun 2008 hingga 2012, pemerintah sudah mengeluarkan skema untuk <a href="http://www.pnpm-mandiri.org/PNPMLMP.html">mendanai program-program pro lingkungan</a> melalui platform PNPM (Program Nasional Pendanaan Mandiri). PNPM ini dapat kita sebut pula sebagai cikal bakal program Dana Desa. </p>
<p>Dana dari PNPM disalurkan bersama-sama dengan bantuan teknis menyeluruh di <a href="http://documents.worldbank.org/curated/en/874891467995435494/pdf/101951-INDONESIAN-WP-PUBLIC-Box394819B.pdf">delapan provinsi percontohan</a>, termasuk Provinsi Sulawesi Tenggara.</p>
<p>Kita bisa mengambil contoh dari <a href="https://www.pasuruankab.go.id/berita-4373-melihat-dari-dekat-geliat-warga-desa-balunganyar-lekok-setelah-ditetapkan-menjadi-desa-mandiri-energi.html">Desa Bulunganyar, Pasuruan</a>, Jawa Timur, yang berhasil mengurangi pengeluaran rumah tangga melalui program perlindungan lingkungan. </p>
<p>Pemerintah Desa Bulunganyar menggunakan Dana Desa untuk membangun sarana instalasi biogas yang akan menghasilkan gas yang digunakan untuk memasak. Satu instalasi biogas, yang berharga sekitar Rp22 juta, dapat menyalurkan gas ke lima rumah.</p>
<p>Masyarakat desa pun tidak lagi perlu membeli tabung gas untuk memasak dan hanya perlu membayar Rp7,500 sebagai biaya perawatan. Polusi sungai pun menurun karena kotoran hewan yang biasa dibuang ke sana sekarang menjadi sumber biogas.</p>
<p>Pemerintah sepantasnya menyiapkan anggaran untuk menyediakan bantuan teknis lapangan ke tiap desa. Tujuannya? Tentu agar cerita sukses Desa Bulunganyar bisa terulang di desa-desa lain di penjuru Indonesia. </p>
<p>Sebagai masyarakat biasa, kita pun bisa mulai berharap akan lahirnya berbagai inovasi lain yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat desa serta menjadi solusi bagi masalah perubahan iklim. </p>
<p><em>Stefanus Agustino Sitor menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p>
<hr>
<p><em>Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di <a href="https://theconversation.com/id/newsletters/sepekan-lingkungan-66">sini</a></em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/128464/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Penelitian ini dilakukan oleh Yayasan Inobu sebagai bagian dari proyek Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang didanai oleh Australian Center for International Agricultural Research.
</span></em></p>Pemerintah Indonesia telah mendistribusikan dana bagi pengembangan desa. Tahun 2019, uang tersebut bisa digunakan untuk program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.Silvia Irawan, Executive Director, Yayasan InobuLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1162822019-07-29T08:05:27Z2019-07-29T08:05:27ZHasil riset: Jokowi perlu ubah prioritas Dana Desa ke SDM dan sektor informal pedesaan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/285995/original/file-20190729-43145-ufwt29.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C1000%2C559&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Pemerintah di bawah Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah mulai memperhatikan potensi ekonomi desa melalui pelaksanaan program Dana Desa. </span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Survei terkini dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengindikasikan potensi ekonomi desa yang besar. </p>
<p>Pemerintah di bawah Presiden Joko “Jokowi” Widodo sudah mulai memperhatikan potensi ekonomi desa melalui pelaksanaan program Dana Desa. </p>
<p>Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan langsung ke desa terus meningkat yakni <a href="https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/akumulasi-penyaluran-dana-desa-hingga-tahun-2018-tahap-2-mencapai-rp149-31-triliun/">Rp20,67 triliun pada 2015, Rp46,98 triliun pada 2016, serta masing-masing Rp 60 triliun pada 2017 dan 2018</a>. Untuk periode 2019 sampai 2024, pemerintah akan meningkatkan alokasi Dana Desa menjadi <a href="https://nasional.kompas.com/read/2019/02/26/17333511/total-dana-desa-2019-2024-rp-400-triliun?page=all">Rp 400 triliun.</a></p>
<p>Selama ini, <a href="https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/akumulasi-penyaluran-dana-desa-hingga-tahun-2018-tahap-2-mencapai-rp149-31-triliun/">mayoritas Dana Desa diperuntukkan untuk</a> pembangunan fasilitas fisik dan infrastruktur di desa. Misalnya untuk pembangunan jalan, jembatan, dan saluran air.</p>
<p>Data terkini dari BPS menunjukkan setidaknya ada dua hal yang perlu menjadi prioritas dalam pengucuran Dana Desa, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur sektor informal di desa yang tampaknya belum diperhatikan dalam kebijakan pemerintah saat ini. </p>
<p>Berikut ini adalah paparan mengapa dua hal tersebut perlu diperhatikan sebagai fokus utama dalam alokasi Dana Desa.</p>
<h2>Peluang desa untuk menyerap tenaga kerja</h2>
<p>Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang diadakan BPS pada Februari 2019 menunjukkan bahwa <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/05/31/4a6b3b44a64b3250c10f2d36/keadaan-pekerja-di-indonesia-februari-2019.html">mayoritas penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan</a>. Lapangan kerja tersebut terkonsentrasi di desa. </p>
<p>Pada 2018, tiga sektor tersebut menyumbang <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/07/04/daac1ba18cae1e90706ee58a/statistik-indonesia-2019.html">12,81 % dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia </a> atau senilai Rp 1.900 triliun. </p>
<p>Desa sebenarnya mampu memberikan peluang besar untuk menyerap tenaga kerja. </p>
<p>Berdasarkan <a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/06/14/2647df94a2a708b1976d4383/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2019.html">data BPS pada Februari 2019</a>, rasio jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah populasi di desa lebih besar (69,49) dibanding di kota (63,02). </p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa wilayah perdesaan lebih mampu dalam menyerap tenaga kerja atau menciptakan pekerjaan, terlepas pekerjaan tersebut layak atau tidak. </p>
<p>Selain itu, jumlah pengangguran di desa juga lebih kecil dari kota. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/06/14/2647df94a2a708b1976d4383/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2019.html">Survei BPS</a> tentang nilai Tingkat Pengangguran Terbuka di desa menunjukkan angka 3,45% dari total jumlah penduduk. Angka tersebut lebih kecil dibanding di kota yang mencapai 6,30%.</p>
<p>Hal ini bisa terjadi karena usaha pertanian di desa yang beraneka ragam, mulai dari pengolahan hasil pertanian hingga pengolahan produk lanjutan. Semua tahap proses itu membutuhkan banyak tenaga kerja.</p>
<p>Guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia di desa, Dana Desa bisa digunakan untuk membekali masyarakat desa tentang optimalisasi pertanian dan usaha strategis desa melalui pelatihan berkelanjutan dan dan intensif. </p>
<p>Akan lebih baik lagi jika pembekalan ini juga diimbangi dengan penyediaan fasilitas pendukung untuk meningkatkan produksi usaha masyarakat tersebut.</p>
<h2>Peluang dari sektor informal</h2>
<p>Mayoritas penduduk di Indonesia bekerja di sektor informal. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/06/14/2647df94a2a708b1976d4383/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2019.html">Hasil Survei SAKERNAS</a> menunjukkan sebanyak 57,27% penduduk Indonesia atau 74 juta orang bekerja di sektor informal. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/06/14/2647df94a2a708b1976d4383/indikator-pasar-tenaga-kerja-indonesia-februari-2019.html">Data terakhir</a> menunjukkan hampir 60% dari orang yang bekerja di sektor informal tinggal di desa. </p>
<p>Meskipun demikian, upah pekerja di bidang sektor informal desa belum diperhatikan.</p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2019/05/31/4a6b3b44a64b3250c10f2d36/keadaan-pekerja-di-indonesia-februari-2019.html">Rata-rata upah pekerja</a> di desa hanya mencapai Rp 1,93 juta per bulan pada Februari 2019. Sedangkan rata-rata upah pekerja di kota mencapai Rp 2,88 juta. </p>
<p>Kajian dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) <a href="https://www.bappenas.go.id/files/3513/5027/3734/kajian-peran-sektor-informal2010090310304327490__20110518101103__3050__0.pdf">menunjukkan </a> perlunya peningkatan upah di sektor informal desa untuk mencegah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang masif demi mencari pekerjaan. </p>
<p><a href="https://www.bps.go.id/publication/2016/11/30/63daa471092bb2cb7c1fada6/profil-penduduk-indonesia-hasil-supas-2015.html">Survei Penduduk BPS tahun 2015</a> menunjukkan provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah migrasi masuk terbesar kedua setelah Jawa Barat karena banyak lulusan sekolah dari daerah lain yang pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.</p>
<p>Untuk memastikan sektor informal desa tetap berkembang, pemerintah bisa mengalokasikan Dana Desa untuk mendukung usaha informal seperti membantu pengadaan mesin penggiling padi dan mesin untuk industri kue. </p>
<h2>Peran Dana Desa</h2>
<p>Jumlah Dana Desa yang besar perlu digunakan secara optimal untuk mendorong perekonomian di desa. </p>
<p>Dari data-data yang disebutkan di atas, sektor informal dan pengembangan sumber daya manusia perlu menjadi sasaran utama dalam pemanfaatan dana desa.</p>
<p>Melalui usaha-usaha di sektor informal yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, diharapkan efek peningkatan pendapatan akan lebih terasa. </p>
<p>Selain itu, penggunaan dana desa bisa juga lebih difokuskan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia pada usaha yang menjadi unggulan di daerah tersebut.</p>
<p>Selain penggunaan yang optimal, pemerintah juga perlu meningkatkan kemampuan aparat desa dalam mengelola Dana Desa. </p>
<p>Kesadaran penuh dari pihak-pihak yang terkait langsung dalam penyaluran dana kepada masyarakat sangat diperlukan. </p>
<p>Pemerintah pusat melalui pemerintah daerah juga perlu mengawasi penggunaannya secara optimal dan tepat guna sehingga benar-benar mendorong perekonomian di desa. Untuk itu, <a href="https://www.kemenkeu.go.id/media/11911/media-keuangan-maret-2019-rev.pdf">sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah menjadi salah satu unsur penting dalam keberhasilan pemanfaatan Dana Desa</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/116282/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Annisa Nurul Ummah tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sektor informal di desa adalah dua hal yang harus diperhatikan dalam alokasi Dana Desa.Annisa Nurul Ummah, Staf Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, Badan Pusat StatistikLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/931372018-03-20T10:58:53Z2018-03-20T10:58:53ZRp187 triliun ke desa: semangat baru dan praktik lama dari UU Desa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/210763/original/file-20180316-104673-gk0os1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C1%2C1000%2C664&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">UU Desa diharapkan membuka peluang lebih luas bagi desa dan warganya untuk membayangkan masa depannya sekaligus mewujudkannya sesuai dengan kebutuhan, keragaman, dan keunikannya masing-masing</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p>Sejak 2015 hingga akhir tahun lalu, pemerintah pusat mengucurkan dana <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3606172/pemerintah-kucurkan-dana-desa-sejak-2015-apa-saja-hasilnya">sekitar Rp127 triliun </a>untuk sekitar 70 ribu desa di Indonesia. Ditambah Dana Desa tahun ini Rp60 triliun, total Dana Desa akan menjadi sekitar Rp187 triliun sampai akhir tahun ini yang disalur untuk membangun desa-desa, baik desa yang sudah maju maupun yang masih tertinggal. </p>
<p>Secara konseptual Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menggunakan perspektif baru yang menjanjikan, tapi pemerintah perlu meningkatkan kapasitas pengguna anggaran, perangkat desa, dan stafnya di tingkat desa. </p>
<p>Perlu juga dievaluasi keefektifan penggunaan dana ratusan triliun itu, termasuk adanya kasus-kasus tindak pidana korupsi yang masih menyisakan masalah. Pengawasan terhadap Dana Desa perlu ditingkatkan.</p>
<p><a href="http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_6.pdf">Undang-Undang Desa </a> lahir dari semangat mulia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga desa yang selama puluhan tahun terpinggirkan. </p>
<p><a href="https://www.antaranews.com/berita/410137/uu-desa-disahkan-kades-harus-belajar-pembukuan">Sebelum disahkan UU Desa</a>, desa ditempatkan sebagai objek dari pembangunan. Konskuensinya, desa hanya menerima apa pun intervensi dari pemerintah pusat atau pemerintah kabupaten dan kota. Ironisnya, hal ini terjadi setelah otonomi daerah. Posisi ini membuat entitas desa hanya memiliki sedikit peluang menggugat meski kebijakan yang ada memberi dampak negatif bagi kehidupan warga desa. </p>
<p>Karena itu banyak lahir kebijakan di masa lalu yang membuat warga desa bisa mudah kehilangan ragam kultur daerahnya dan juga hak atas tanah atau aset penghidupan produktif lainnya atas nama pembangunan.</p>
<p>Rezim setelah disahkannya UU Desa berupaya menggabungkan fungsi desa sebagai satuan masyarakat yang memiliki pemerintahannya sendiri (<em>self-governing community</em>) dan sekaligus sebagai pemerintahan lokal (<em>local self-government</em>). </p>
<p>Yang terbaru dari UU Desa adalah adanya upaya pemberian pengakuan terhadap desa untuk menjalankan hak asal usulnya yang meliputi revitalisasi adat-istiadat, tanah ulayat, dan kearifan lokal (asas rekognisi). Selain itu, UU Desa juga menjamin pemberian kewenangan yang bersifat lokal sehingga sebuah pemerintahan desa bisa menentukan kebijakannya sendiri (asas subsidiaritas).</p>
<p>Dari kedua hal di atas, UU Desa sebenarnya membuka peluang lebih luas bagi desa dan warganya untuk mewujudkannya masa depan mereka sesuai dengan kebutuhan, keragaman, dan keunikannya masing-masing. Apalagi undang-undang ini mengamanatkan pemerintah pusat untuk menyalurkan Dana Desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai bagian dari hak pemerintah desa. </p>
<p>Jumlah Dana Desa semakin besar. Pada <a href="http://krjogja.com/web/news/read/40053/APBN_2017_Pemerintah_Gelontori_Dana_Desa_Rp_60_Triliun">2017</a>, transfer Dana Desa mencapai Rp60 triliun atau rata-rata Rp800 juta per desa. Jumlah ini meningkat dibandingkan alokasi 2015 yang berkisar Rp20,7 triliun rupiah atau sekitar Rp280 juta per desa. </p>
<h2>Pelaksanaan setengah jalan</h2>
<p>Sampai sekarang belum ada kajian yang cukup memadai untuk melihat dampak dari UU Desa baik untuk peningkatan kesejahteraan warga desa maupun untuk penanggulangan kemiskinan. Ini bisa jadi karena usia undang-undang masih baru implementasinya, sementara indikator hasilnya hanya bisa dilihat jangka panjang. </p>
<p>Data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dapat memberi sedikit gambaran mengenai implementasi UU Desa sampai saat inu ini. Hingga 2016, <a href="http://bisnis.liputan6.com/read/3063588/pembangunan-infrastruktur-dari-dana-desa-cetak-sejarah">pembelanjaan Dana Desa</a> telah menghasilkan pembangunan 60.000 kilometer jalan desa, 1800 unit pasar desa, dan 11.000 gedung yang digunakan untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Dari angka tersebut, pembangunan infrastruktur memang masih mendominasi.</p>
<p>Selain itu, cerita baik juga hadir dari pengembangan Badan Usaha Milik Desa. Teridentifikasinya 40 Badan Usaha Milik Desa yang telah memiliki omset di atas Rp300 juta patut diapresiasi. </p>
<p>Lewat <a href="http://www.jurnas.com/artikel/28317/Refleksi-Tiga-Tahun-UU-Desa-Pemerintah-Diminta-Penuhi-11-Poin-Ini/">refleksi tiga tahun UU Desa</a>, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengukuhkan Badan Usaha Milik Desa <a href="http://jogja.tribunnews.com/2013/09/24/hebat-badan-usaha-milik-desa-tirtonirmolo-beromzet-miliaran-rupiah">Tirtonirmolo Bantul di Yogyakarta</a> dengan omset Rp8,7 miliar dari usaha pinjam pinjam dan <a href="https://regional.kompas.com/read/2016/09/27/06320091/contohlah.desa.ponggok.setahun.hasilkan.rp.6.5.miliar">Badan Usaha Milik Desa Ponggok </a>di Klaten, Jawa Tengah dengan Rp5,1 miliar dari pengembangan wisata sebagai dua Badan Usaha Milik Desa paling sukses. </p>
<h2>Bukan tanpa tantangan</h2>
<p>Implementasi UU Desa juga bukan tanpa tantangan. Sebut saja kasus korupsi yang melanda pemerintahan desa. Pernyataan pers dari lembaga pengawas tindak pidana korupsi <a href="http://www.beritasatu.com/hukum/477000-icw-kades-jadi-aktor-utama-penyalahgunaan-dana-desa.html">Indonesia Corruption Watch</a> pada 2017 mengungkapkan sedikitnya ada 110 kasus korupsi terkait pembelanjaan Dana Desa sepanjang 2016 sampai Agustus 2017. </p>
<p>Kasus-kasus tersebut melibatkan setidaknya 139 pelaku dengan kerugian negara ditaksir meningkat dari Rp10,4 miliar pada 2016 menjadi Rp30 miliar pada 2017 atau naik hampir tiga kali lipat. </p>
<p><a href="https://nasional.kompas.com/read/2018/02/20/14223331/dana-desa-paling-banyak-dikorupsi-polisi-minta-masyarakat-aktif-awasi">Modus korupsinya</a> pun beragam, mulai dari tindak penggelapan, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, peningkatan batas anggaran, laporan fiktif, pemotongan anggaran hingga suap. </p>
<p>Namun, perlu dipahami bahwa praktik korupsi merupakan masalah akut yang sudah melanda negeri ini bahkan sebelum lahirnya UU Desa. <a href="http://smeru.or.id/en/content/merancang-skenario-pengawasan-desa-di-era-uu-desa">Akuntabilitas sosial</a>, yakni pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, perlu bekerja untuk mengatasi permasalahan ini.</p>
<p>Selain banyaknya praktik korupsi, tantangan lainnya dalam pelaksanaan UU Desa terkait dengan kesiapan unsur-unsur pemerintah desa dan <a href="http://smeru.or.id/en/content/role-kecamatan-village-law-implementation">pemerintahan di atasnya</a>. Saat ini keterlibatan masyarakat dan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam proses pembangunan masih terbatas. Di samping itu, peran <a href="http://smeru.or.id/en/content/reforming-bpd-strengthen-villages">Badan Permusyaratan Desa</a> juga belum optimal. Belum lagi keberadaan pendamping desa yang masih dihujani kritik. </p>
<p>Selain itu, pemerintah pusat harus menjaga jangan sampai kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan melanggar hakikat UU Desa itu sendiri sebagai subjek utama dalam pembangunan. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah pusat diharapkan tidak hanya sebatas instruksi dan pelengkap administrasi tapi perlu mendorong sebesar-besarnya kemandirian dan keberdayaan desa.</p>
<p>Dengan pelaksanaan UU Desa yang optimal, maka anggapan desa-desa akan maju bila Indonesia maju tidak lagi relevan, karena seharusnya Indonesia akan maju bila desa-desanya telah maju.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/93137/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Sejak 2015 hingga tulisan ini diterbitkan, Rendy A. Diningrat terlibat pada studi longitudinal implementasi UU Desa (Sentinel Villages). Studi ini diselenggarakan atas kerjasama The SMERU Research Institute dengan Local Solutions to Poverty (LSP) Bank Dunia.</span></em></p>UU Desa menjanjikan perubahan besar di pedesaan tapi masih menghadapi banyak masalah dalam pelaksanaannya.Rendy A. Diningrat, Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.