tag:theconversation.com,2011:/nz/topics/depresi-46594/articlesDepresi – The Conversation2023-09-25T04:27:35Ztag:theconversation.com,2011:article/2140722023-09-25T04:27:35Z2023-09-25T04:27:35ZDampak polusi udara bagi kesehatan mental kita: dari depresi hingga bunuh diri<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/549713/original/file-20230922-25-cgcgtk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">(Norbert Kundrak/Pexels)</span></span></figcaption></figure><p><em>Peringatan: artikel ini berisi muatan terkait bunuh diri.</em></p>
<p>Beberapa bulan belakangan ini polusi udara Jakarta memprihatinkan. Berdasarkan situs pemantau kualitas udara <a href="https://www.iqair.com/id/indonesia/jakarta">IQAir.com,</a> konsentrasi partikel debu atau <em>particulate matter</em> 2,5 (PM2,5) per 21 September masih di angka 68 mikrogram per meter kubik (µg/m³). Angka tersebut melampaui dua kali lipat standar PM2,5 harian versi <a href="https://www.who.int/publications/i/item/9789240034228">Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 25 µg/m3.</a></p>
<p>Akibatnya, bukan hal yang mengejutkan jika kondisi masyarakat di daerah berpolusi seperti Jakarta mengalami masalah pernapasan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, selama enam bulan terakhir kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Ibu Kota <a href="https://news.republika.co.id/berita/s03pka370/kemenkes-kasus-ispa-di-jabodetabek-meningkat-dalam-enam-bulan-terakhir">melebihi 100 ribu kasus per bulan.</a> Di Jabodetabek, kasus ISPA per Agustus <a href="https://www.detik.com/jabar/berita/d-6914035/ispa-di-jabodetabek-dan-karawang-terus-naik-tembus-200-ribu-kasus-per-bulan">melampaui 200 ribu kasus per bulan.</a> </p>
<p>Dampak polusi udara terhadap kondisi fisik kita mulai tampak dan mudah untuk diamati. Namun, polusi tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik semata, melainkan juga terhadap kesehatan mental kita. </p>
<h2>Depresi dan Bunuh Diri</h2>
<p>Semakin banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa polusi juga berdampak mendalam terhadap kesehatan mental manusia. Sayangnya, publik masih jarang memperbincangkan hal ini.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="warga terkena polusi udara" src="https://images.theconversation.com/files/549714/original/file-20230922-19-k2kzjq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/549714/original/file-20230922-19-k2kzjq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/549714/original/file-20230922-19-k2kzjq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/549714/original/file-20230922-19-k2kzjq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=392&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/549714/original/file-20230922-19-k2kzjq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=493&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/549714/original/file-20230922-19-k2kzjq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=493&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/549714/original/file-20230922-19-k2kzjq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=493&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Warga Beijing saat polusi udara menyekap kota tersebut pada 2013.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/stevenzhang1221/8427005642/in/photostream/">(Da Yang/Flickr)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ekonom kesehatan Universitas Yale, Xi Chen beserta rekannya, mempelajari dampak polusi terhadap kesehatan mental yang ada di Cina, negara yang kualitas udaranya sudah sangat buruk. </p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5654562/">Dalam penelitian yang terbit pada 2017 itu,</a> Chen menemukan tingkat polusi yang tinggi mengurangi kebahagiaan dan meningkatkan gejala depresi. Bahkan, sekalipun dalam tingkat yang ringan, polusi udara dalam jangka panjang tetap berdampak buruk bagi kesehatan mental kita.</p>
<p>Kita juga bisa melihat metaanalisis dari 39 penelitian terkait polusi udara dan depresi yang berjudul <em>Air pollution exposure and depression: A comprehensive updated systematic review and meta-analysis</em>, terbit pada 2022 <a href="https://doi.org/10.1016/j.envpol.2021.118245">di Jurnal Environmental Pollution.</a> </p>
<p>Hasil analisis tersebut memperlihatkan, peningkatan paparan PM2,5 baik dalam jangka panjang maupun pendek berhubungan dengan depresi. Artinya, paparan kita terhadap polusi pada akhirnya akan membuat kita mudah atau rentan dengan depresi. </p>
<p>Selain depresi, polusi udara berkaitan dengan beberapa masalah mental seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1389945720301763?casa_token=70_v_KElgi4AAAAA:N991zvz-uQ1qE5-Bqex71v4zAG3UbTbnyEixR1dV-2qesIyU5O9l_9iEzbSkBC0xRkkfm2FHJw">gangguan tidur</a>, <a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/19/22/14991">isolasi sosial</a>, <a href="https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2022.03.29.22273134v1">penurunan kognitif</a> khususnya anak-anak dan lansia. Ada juga gangguan kesehatan lainnya seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0048969718322940?casa_token=SZtEUebky5kAAAAA:iN_ysaMdBrJte87ooXESYO_g2eSsyUYyxiT1pchMboqhx7sE3mGemqlR7yuDUrj4s1X0oUnJZg">skizofrenia</a>, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5838624/">gangguan bipolar</a>,<a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1438463917302973?casa_token=Bn9zMoF0PngAAAAA:cWsVJSvqhGjbRxQLWCpF8eNQSAS7A2K50b5VIYEPnBlXOzYHEjvax0lnj57QZdcLbuVe5A5APw"> gangguan kecemasan</a>, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0160412019301254">gangguan pemusatan perhatian (<em>Attention deficit hyperactivity disorder</em>/ADHD)</a>, <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s40572-015-0073-9">autisme,</a> dan <a href="https://journals.plos.org/plosbiology/article?id=10.1371/journal.pbio.3000370">gangguan personalitas. </a></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bias-kota-dalam-solusi-mobil-listrik-mengatasi-polusi-udara-jakarta-212456">Bias kota dalam solusi mobil listrik mengatasi polusi udara Jakarta</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sejumlah riset pun menggali hubungan polusi udara dengan kenaikan kejadian bunuh diri. <a href="https://www.nber.org/papers/w30626">Contohnya analisis terbaru</a> terhadap data di Amerika Serikat (AS), yang diterbitkan oleh Biro Riset Ekonomi Nasional di Cambridge, Massachusetts, menemukan bahwa setiap peningkatan partikel polusi per mikrogram/m3 di kota-kota AS, kejadian bunuh diri naik hingga 0,5%.</p>
<p>Hubungan kedua hal ini mungkin sulit untuk dijelaskan. Namun, beberapa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0197018620300991#:%7E:text=The%20major%20source%20of%20air,Calderon%2DGarciduenas%2C%202009">penelitian </a> menjelaskan bahwa secara <a href="https://www.thelancet.com/journals/lanplh/article/PIIS2542-5196%2822%2900001-8/fulltext?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=wapp">biologis</a>, polusi dapat menyebabkan peradangan di otak, defisit serotonin, dan mengganggu jalur respons stres. Kondisi tersebut membuat perilaku depresi dan impulsif lebih mungkin terjadi. </p>
<p>Ada juga kemungkinan bahwa udara yang buruk dapat <a href="https://www.thelancet.com/journals/lanplh/article/PIIS2542-5196(22)00001-8/fulltext">menyebabkan kabut otak atau <em>brainfog</em></a>. Otak yang berkabut memengaruhi cara berpikir seseorang sehingga ide bunuh diri bisa menjadi lebih mudah untuk dilakukan.</p>
<p>Selain aspek biologis, beban psikologis pun dapat mencuat ketika udara sangat tercemar. </p>
<p>Bayangkan jika kamu adalah seorang ibu tunggal dengan anak yang mengalami ISPA akibat udara kotor. Kamu harus menemani si buah hati berobat rutin ke dokter. Sementara, kamu harus bekerja, tidak memiliki asuransi kesehatan, dan kebutuhan sehari-hari kian meningkat. Skenario ini berisiko membuat kamu tertekan sehingga mengalami situasi yang buruk. </p>
<h2>Apa yang harus kita lakukan?</h2>
<p>Kita telah memasuki masa krisis iklim yang mengerikan. Pemerintah sudah semestinya membuat regulasi yang lebih ketat terkait emisi dengan standar ketat. Mulai menerapkan di berbagai industri dan kendaraan motor. Menjalankan aturan dengan tegas, mulai dari inspeksi rutin dan denda bagi pelanggar.</p>
<p>Tanpa regulasi yang ketat, kondisi akan memburuk. Belum lagi jika pemerintah hanya membuat kebijakan tanpa berlandaskan data yang akurat. </p>
<p>Pemerintah dapat berembuk dengan para ilmuwan yang telah melakukan riset atau fokus terhadap isu ini. Sudah saatnya negara mengedepankan sains dalam merancang berbagai kebijakan, dan mengakui bahwa polusi udara dapat berdampak pada berbagai macam aspek kehidupan.</p>
<p>Hal mendasar ini mungkin bisa menjadi secercah harapan untuk menemukan langkah yang tepat. </p>
<p>Lalu, bagaimana dengan masyarakat?</p>
<p>Penulis asal Kanada, Naomi Klein, dalam bukunya yang berjudul <em><a href="https://www.goodreads.com/book/show/21913812-this-changes-everything">This Changes Everything: Capitalism vs. The Climate</a></em>, mengatakan kapitalisme pasar bebas dan upaya kita untuk terus mengejar pertumbuhan ekonomi pada akhirnya membawa kita pada kondisi yang buruk seperti ini.</p>
<p>Naomi mengatakan gerakan massa dalam menghadapi krisis iklim akan menjadi harapan. Dia berpendapat, perubahan sebenarnya hanya akan datang jika ada tekanan dari bawah, dari rakyat biasa yang menuntut dan memilih untuk bertindak. </p>
<p>Klein berpendapat bahwa masyarakat perlu menghadapi kenyataan ini dengan kepala tegak dan bekerja untuk menciptakan solusi yang berarti. Langkah ini juga termasuk menagih janji pemerintah yang kerap memberikan solusi omong kosong untuk rakyatnya. </p>
<p>Saat dampak polusi udara mulai tampak pada kondisi fisik, pemerintah masih belum memberikan respons yang solutif. Lantas apakah pemerintah harus menunggu dampak mental masyarakat kian nyata?</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/214072/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Wawan Kurniawan tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Berbagai riset membuktikan polusi dapat menyebabkan peradangan otak, defisit serotonin, dan mengganggu jalur respons stres. Ini membuat perilaku depresi dan impulsif lebih mungkin terjadi.Wawan Kurniawan, Peneliti di Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2067702023-06-13T01:18:25Z2023-06-13T01:18:25ZMengapa orang berselingkuh, dan bagaimana cara menghadapinya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/529297/original/file-20230531-27-nw1b5j.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ada banyak alasan seseorang berselingkuh.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://images.theconversation.com/files/208622/original/file-20180302-65536-1txjwom.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=668">Alex Iby/Unsplash</a></span></figcaption></figure><p>Perselingkuhan <a href="https://www.bbc.com/news/world-australia-43067310">Barnaby Joyce dengan stafnya, Vikki Campion</a>, dan kejatuhannya dari posisi Wakil Perdana Menteri Australia dan ketua Partai Nasional menjadi <a href="https://www.bbc.com/news/world-australia-43165427">berita utama</a> selama berminggu-minggu pada 2018. Hal ini tidaklah mengherankan. Dari politikus hingga aktor dan penghibur, kisah-kisah tentang orang-orang terkenal yang ketahuan berselingkuh dengan pasangannya sering menjadi berita utama.</p>
<p>Kita percaya bahwa satu pasangan romantis ada untuk memberikan kita cinta, kenyamanan, dan keamanan. Jadi, orang-orang dengan cepat membuat penilaian dan menyalahkan pelaku atas apa yang mereka lihat sebagai pelanggaran signifikan terhadap norma-norma hubungan dan pengkhianatan kepercayaan. Perselingkuhan menyoroti potensi kerapuhan hubungan terdekat dan terpenting kita.</p>
<p>Namun, terlepas dari kepercayaan umum bahwa perselingkuhan adalah hasil dari orang-orang yang tidak bermoral dan memiliki hasrat seksual yang berlebihan yang ingin mendapatkan kue dan memakannya juga, kenyataannya perselingkuhan jauh lebih beragam. Misalnya, perselingkuhan jarang sekali hanya tentang seks. Faktanya, jika menyangkut perselingkuhan yang murni karena seks, angka rata-rata kejadiannya dari <a href="https://www.routledge.com/Foundations-for-Couples-Therapy-Research-for-the-Real-World/Fitzgerald/p/book/9781138909632">berbagai penelitian</a> adalah hanya sekitar 20% dari semua pasangan. Namun, angka ini meningkat menjadi sekitar sepertiga dari pasangan ketika kita memasukkan perselingkuhan emosional.</p>
<p>Perselingkuhan pada umumnya merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam hubungan seseorang. Tanpa keterampilan yang diperlukan untuk menyembuhkan masalah, pasangan mungkin terlibat dalam perselingkuhan sebagai cara yang tidak tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka - apakah itu untuk keintiman, untuk merasa dihargai, untuk merasakan lebih banyak seks, dan sebagainya. </p>
<p>Jadi, pasangan yang berselingkuh memandang hubungan dengan orang yang lain sebagai cara yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut daripada hubungan yang sudah ada. </p>
<h2>Siapa pelakunya? Mengapa selingkuh?</h2>
<p>Penelitian tentang mengapa orang berselingkuh sangat banyak dan beragam. Beberapa menemukan bahwa <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/per.520/full">orang yang tidak memiliki</a> sifat-sifat seperti kesesuaian dan ketelitian lebih cenderung untuk bermain seks bebas, seperti halnya mereka yang memiliki sifat-sifat neurotik dan narsistik yang lebih tinggi. Penelitian lain menemukan bahwa perselingkuhan lebih mungkin terjadi di antara orang-orang yang memiliki <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00224540903536162">pandangan yang tidak terlalu ketat</a> tentang seks, seperti bahwa kita tidak perlu membatasi diri pada satu pasangan seksual.</p>
<p>Faktor penting lainnya berkaitan dengan komitmen seseorang terhadap pasangannya dan kepuasan hubungan. Mereka yang memiliki nilai rendah dalam hal ini tampaknya lebih mungkin untuk berselingkuh. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa salah satu <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352250X16300227">prediktor</a> terbesar untuk berselingkuh adalah pernah berselingkuh sebelumnya.</p>
<p>Sebuah survei terhadap <a href="https://www.relate.org.uk/policy-campaigns/publications/lets-talk-about-sex">5.000 orang di Inggris</a> menemukan kesamaan yang mencolok antara alasan perselingkuhan laki-laki dan perempuan, dan hasilnya hanya sedikit selingkuh yang memprioritaskan seks. Lima alasan teratas bagi perempuan berselingkuh terkait kurangnya keintiman emosional (84%), kurangnya komunikasi antara pasangan (75%), kelelahan (32%), sejarah buruk dengan seks atau pelecehan (26%), dan kurangnya ketertarikan pada seks dengan pasangan saat ini (23%).</p>
<p>Untuk laki-laki, alasannya adalah kurangnya komunikasi antara pasangan (68%), stres (63%), disfungsi seksual dengan pasangan saat ini (44%), kurangnya keintiman emosional (38%) dan kelelahan atau kelelahan kronis (31%). </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="perselingkuhan" src="https://images.theconversation.com/files/208624/original/file-20180302-65533-1vrh8e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/208624/original/file-20180302-65533-1vrh8e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=408&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/208624/original/file-20180302-65533-1vrh8e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=408&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/208624/original/file-20180302-65533-1vrh8e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=408&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/208624/original/file-20180302-65533-1vrh8e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=512&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/208624/original/file-20180302-65533-1vrh8e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=512&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/208624/original/file-20180302-65533-1vrh8e1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=512&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Baik laki-laki maupun perempuan berselingkuh.</span>
<span class="attribution"><span class="source">shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Jadi, jika kita mengalami kesulitan untuk benar-benar berkomunikasi dengan pasangan kita, atau mereka tidak membuat kita merasa dihargai, kita mungkin akan lebih mungkin untuk berselingkuh. Orang-orang perlu menginvestasikan waktu dan energi ke dalam hubungan mereka. Mengalami kelelahan kronis selama bertahun-tahun berarti kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang diperlukan untuk menjaga hubungan tetap kuat juga terganggu.</p>
<p>Sementara beberapa pasangan melaporkan alasan tambahan yang dapat mencakup keinginan yang lebih besar untuk berhubungan seks, sebagian besar berbicara tentang masalah yang berada di dalam pasangan atau di luar hubungan. Yang terakhir ini dapat berupa stresor yang menantang kemampuan pasangan untuk membuat hubungan tersebut berhasil. </p>
<p>Jika kamu mengalami kesulitan dalam hubungan, mencari bantuan dari seorang terapis mungkin dapat mengurangi faktor risiko yang dapat menyebabkan perselingkuhan.</p>
<h2>Keterbukaan dan terapi</h2>
<p>Beberapa orang memilih untuk merahasiakan perselingkuhan mereka karena mereka mungkin ingin perselingkuhan itu terus berlanjut, merasa sangat bersalah, atau merasa bahwa mereka sedang melindungi perasaan pasangan mereka. </p>
<p>Namun, rahasia hanya akan melanggengkan pengkhianatan. Jika seseorang serius untuk memperbaiki hubungan mereka yang ada, maka pengungkapan diperlukan, bersama dengan mencari bimbingan profesional untuk mendukung pasangan melalui masa-masa sulit menuju pemulihan.</p>
<p>Sebagian besar <a href="https://www.relate.org.uk/policy-campaigns/our-campaigns/way-we-are-now-2016">terapis hubungan menunjukkan</a> masalah seputar perselingkuhan dapat diperbaiki melalui terapi. Tapi mereka juga melaporkan bahwa <a href="http://psycnet.apa.org/record/1997-05658-009">perselingkuhan sebagai salah satu masalah yang paling sulit</a> untuk diatasi dalam hal membangun kembali sebuah hubungan.</p>
<figure class="align-right ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/208625/original/file-20180302-65547-11gp4n2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/208625/original/file-20180302-65547-11gp4n2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/208625/original/file-20180302-65547-11gp4n2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/208625/original/file-20180302-65547-11gp4n2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=900&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/208625/original/file-20180302-65547-11gp4n2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/208625/original/file-20180302-65547-11gp4n2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/208625/original/file-20180302-65547-11gp4n2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1131&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kedua pasangan dapat mengalami masalah kesehatan mental setelah perselingkuhan terungkap.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Jonas Weckschmied/Unsplash</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada berbagai pendekatan berbasis bukti untuk menangani perselingkuhan, tetapi sebagian besar mengakui bahwa tindakan tersebut dapat dialami sebagai bentuk trauma oleh orang yang dikhianati karena telah <a href="https://www.routledge.com/Foundations-for-Couples-Therapy-Research-for-the-Real-World/Fitzgerald/p/book/9781138909632">dilanggarnya asumsi dasar</a> tentang pasangan mereka. Hal ini termasuk kepercayaan dan keyakinan bahwa pasangannya ada untuk memberikan cinta dan rasa aman, bukan untuk menyakiti.</p>
<p>Namun, bukan hanya orang yang dikhianati yang dapat mengalami masalah kesehatan mental. <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1093/clipsy.bpi014/full">Penelitian</a> telah menemukan bahwa, ketika perselingkuhan terungkap, kedua pasangan dapat mengalami masalah kesehatan mental termasuk kecemasan, depresi, dan pikiran untuk bunuh diri. Bisa juga terjadi peningkatan kekerasan emosional dan fisik dalam pasangan.</p>
<p>Jadi, pasangan seharusnya mencari bantuan profesional untuk menangani akibat dari perselingkuhan, tidak hanya untuk memulihkan hubungan mereka, tetapi juga untuk kesehatan psikologis mereka sendiri.</p>
<p>Ada banyak pendekatan untuk konseling pasangan setelah perselingkuhan, tetapi secara umum, ini adalah tentang mengatasi masalah yang memicu dan melanggengkan perselingkuhan. Salah satu metode yang <a href="https://www.routledge.com/Foundations-for-Couples-Therapy-Research-for-the-Real-World/Fitzgerald/p/book/9781138909632">paling komprehensif</a> untuk membantu pasangan memperbaiki masalah ini adalah dengan menangani dampak awal dari perselingkuhan, mengembangkan pemahaman bersama mengenai konteks perselingkuhan, memaafkan, dan melanjutkan hidup.</p>
<h2>Merespons perselingkuhan: bertahan atau pergi</h2>
<p>Secara keseluruhan, terapi tampaknya berhasil untuk sekitar <a href="https://www.routledge.com/Foundations-for-Couples-Therapy-Research-for-the-Real-World/Fitzgerald/p/book/9781138909632">dua pertiga pasangan</a> yang pernah mengalami perselingkuhan. Jika pasangan memutuskan untuk tetap bersama, mereka harus mengidentifikasi area-area yang perlu diperbaiki dan berkomitmen untuk memperbaikinya. </p>
<p>Penting juga untuk membangun kembali kepercayaan. Terapis dapat membantu pasangan untuk mengakui area-area hubungan di mana kepercayaan telah dibangun kembali. Kemudian pasangan yang dikhianati dapat secara progresif dihadapkan pada situasi yang memberikan kepastian lebih lanjut bahwa mereka dapat memercayai pasangannya tanpa harus terus-menerus memeriksanya.</p>
<p>Namun, jika terapi berhasil untuk dua pertiga pasangan, maka sepertiga lainnya tidak mengalami perbaikan. Lalu bagaimana? Jika hubungan ditandai dengan banyak konflik yang tidak terselesaikan, permusuhan, dan kurangnya kepedulian satu sama lain, mungkin yang terbaik adalah mengakhirinya. Pada akhirnya, hubungan memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan keterikatan kita akan cinta, kenyamanan, dan keamanan. </p>
<p>Berada dalam sebuah hubungan yang tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dianggap bermasalah dan disfungsional menurut definisi siapa pun.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/208626/original/file-20180302-65533-1vev2e2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/208626/original/file-20180302-65533-1vev2e2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/208626/original/file-20180302-65533-1vev2e2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/208626/original/file-20180302-65533-1vev2e2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/208626/original/file-20180302-65533-1vev2e2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/208626/original/file-20180302-65533-1vev2e2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/208626/original/file-20180302-65533-1vev2e2.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dalam beberapa kasus, mungkin mengakhiri hubungan adalah keputusan yang tepat.</span>
<span class="attribution"><span class="source">shutterstock.com</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Namun, mengakhiri sebuah hubungan tidak pernah mudah karena <a href="https://www.elsevier.com/books/adult-attachment/gillath/978-0-12-420020-3">keterikatan yang kita kembangkan</a> dengan pasangan romantis kita. Meskipun dalam beberapa hubungan, kebutuhan keterikatan kita cenderung tidak terpenuhi, hal itu tidak menghentikan kita untuk percaya bahwa pasangan kita akan (suatu hari nanti) memenuhi kebutuhan kita. </p>
<p>Akhir sebuah hubungan yang akan datang membuat kita mengalami apa yang disebut sebagai “tekanan perpisahan”. Kita tidak hanya bersedih karena kehilangan hubungan (tidak peduli seberapa baik atau buruknya), tetapi kita juga bersedih karena tidak tahu apakah kita akan menemukan orang lain yang dapat memenuhi kebutuhan kita. </p>
<p>Periode kesedihan karena perpisahan berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa orang mungkin percaya bahwa ada baiknya merayakan berakhirnya hubungan yang beracun, tetapi mereka akan tetap mengalami kesedihan dalam satu atau lain bentuk. Jika pasangan memutuskan untuk mengakhiri hubungan dan masih dalam terapi, terapis dapat membantu mereka mengatasi keputusan mereka dengan cara yang meminimalkan perasaan sakit hati. </p>
<p>Jadi, perselingkuhan bukanlah tentang seks dan lebih banyak tentang masalah hati dan pencarian yang salah arah untuk memenuhi kebutuhan hubungan seseorang. Masalahnya adalah bahwa beberapa orang memilih untuk mencari kebutuhan hubungan mereka dalam pelukan orang lain daripada memperbaiki hubungan mereka yang sudah ada.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206770/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Gery Karantzas menerima dana dari Australian Research Council. </span></em></p>Perselingkuhan terjadi ketika seseorang melihat hubungan alternatif sebagai cara yang lebih baik daripada hubungan yang ada. Tapi, kenapa mereka selingkuh? Siapa yang biasanya selingkuh?Gery Karantzas, Professor in Social Psychology / Relationship Science, Deakin UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2067632023-06-02T09:05:46Z2023-06-02T09:05:46ZHikikomori: memahami orang-orang yang memilih untuk hidup dalam isolasi ekstrem<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/529252/original/file-20230531-19-ej5f9d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Hikikomori berarti menarik diri secara ekstem dari kehidupan bermasyarakat sehari-hari.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/depressed-young-man-sitting-his-bedroom-466344536">Momentum studio/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Hal yang wajar jika terkadang kita merasa ingin bersembunyi dari stres dan tekanan dunia luar. Faktanya, periode penarikan diri yang singkat dapat mengurangi respons stres akut dan dapat membantu kita mengatasi <a href="https://doi.org/10.1037/10105-011">penyakit dan kelelahan</a>. </p>
<p>Masa-masa pelipur lara dan isolasi juga dapat membantu fase-fase perkembangan yang penting - seperti mengeksplorasi <a href="https://search.proquest.com/docview/195929016?fromopenview=true&pq-origsite=gscholar">identitas diri selama masa remaja</a>. </p>
<p>Namun, beberapa orang tidak muncul kembali dari periode isolasi yang alami. Sebaliknya, mereka menunjukkan sikap menarik diri yang ekstrem dan terus-menerus yang berlangsung selama beberapa dekade, menyebabkan kesusahan pada diri mereka sendiri dan orang-orang yang merawat dan mendukung mereka. Di Jepang, pola perilaku ini sangat umum dan sekarang dikenal dengan istilah <em>hikikomori</em>. </p>
<p>Masalah penarikan diri dari pergaulan yang ekstrem pada anak muda Jepang pertama kali menjadi perhatian pada 1990-an. Ini adalah periode ketika Jepang mengalami “zaman es” ekonomi, yang mencegah banyak anak muda untuk <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00213624.2019.1594523?src=recsys">mencapai tujuan mereka</a>. </p>
<p>Banyak yang menanggapinya dengan bersembunyi untuk menyembunyikan rasa malu yang mereka rasakan. Bagi beberapa orang, mereka tidak muncul kembali. </p>
<p>Istilah hikikomori (berasal dari kata kerja <em>hiki</em> “menarik diri” dan <em>komori</em> “berada di dalam”) diciptakan pada 1998 oleh psikiater Jepang, Profesor Tamaki Saito. Saito memilih istilah ini untuk menggambarkan banyak anak muda yang ia lihat tidak sesuai dengan kriteria diagnosis kesehatan mental, tapi tetap berada dalam kondisi menarik diri yang ekstrem dan menyedihkan. </p>
<p><em>Hikikomori</em> saat ini dipandang sebagai fenomena kesehatan mental sosiokultural bukan sebagai penyakit mental yang berbeda. Mengingat setidaknya <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5775123/">1,2% dari populasi</a> (sekitar satu juta orang) terkena dampaknya, <em>hikikomori</em> adalah masalah sosial dan kesehatan yang signifikan. <em>Hikikomori</em> juga semakin banyak diidentifikasi di <a href="https://europepmc.org/article/med/30798886">negara lain</a>. Istilah ini sekarang digunakan di seluruh dunia untuk menggambarkan siapa saja yang memenuhi kriteria.</p>
<p>Ada beberapa <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/wps.20705">ciri utama</a> dari <em>hikikomori</em>. Hal ini termasuk orang yang terkena dampak terisolasi secara fisik di rumah mereka selama setidaknya enam bulan, terputus dari hubungan sosial yang berarti dengan tekanan yang signifikan dan gangguan fungsional - seperti menghindari tugas-tugas yang mengharuskan mereka berinteraksi dengan seseorang atau berurusan dengan kebutuhan dasar perawatan diri. </p>
<p>Di samping isolasi fisik, orang yang melakukan <em>hikikomori</em> menunjukkan keterpisahan psikologis yang ekstrem dari dunia sosial. Tempat-tempat interaksi sosial yang aktif diharapkan - seperti sekolah atau tempat kerja - menjadi tidak mungkin bagi orang tersebut. Mereka tetap terputus secara sosial dari orang-orang di sekitar mereka, baik ketika mereka berada di luar rumah atau tidak. </p>
<p>Meski beberapa orang <em>hikikomori</em>, yang disebut <em>soto-komori</em>, dapat melakukan beberapa kegiatan di luar, mereka jarang berinteraksi dengan orang lain. Beberapa orang mungkin menggunakan internet sebagai jendela dunia, tapi mereka sering tidak berinteraksi dengan orang lain. </p>
<h2>Kenapa melakukan <em>hikikomori</em>? Malu dan trauma</h2>
<p>Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman traumatis akan rasa malu dan kekalahan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6696793/">umumnya dilaporkan sebagai pemicu</a> di berbagai budaya - seperti gagal dalam ujian penting, atau tidak mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. </p>
<p>Ada kemungkinan bahwa sistem nilai budaya Jepang dapat membuat populasi ini lebih rentan karena tekanan untuk keseragaman kolektif dan ketakutan akan <a href="https://www.jstor.org/stable/25790914?seq=1">rasa malu sosial</a>. Orang-orang yang melakukan <em>hikikomori</em> menghindari trauma ulang dengan memilih untuk tidak mengikuti jalur “normal” yang ditetapkan oleh masyarakat. </p>
<p><a href="https://www.researchgate.net/publication/317109268_Les_Hikikomori_ou_les_disparus-vivants_qui_ne_voulaient_pas_mourir">Penelitian kami</a> pada populasi <em>hikikomori</em> di Prancis dan mereka yang berasal dari <a href="https://www.japantimes.co.jp/life/2019/06/01/lifestyle/prison-inside-japans-hikikomori-lack-relationships-not-physical-spaces/">populasi lain</a> menunjukkan bahwa meskipun banyak yang berharap masyarakat akan melupakan mereka, mereka tidak dapat dan tidak akan melupakan dunia yang mereka tinggalkan. </p>
<p>Sebaliknya, mereka <a href="https://www.nationalgeographic.com/photography/proof/2018/february/japan-hikikomori-isolation-society/">secara pasif mengamati</a> dunia melalui <em>game</em> online dan media sosial dalam suatu bentuk “kematian sosial”. Para ahli juga mulai mengeksplorasi kemungkinan hubungan <em>hikikomori</em> dengan autisme, depresi, kecemasan sosial, dan agorafobia (rasa takut berlebihan). </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Anak muda melakukan hikikomori" src="https://images.theconversation.com/files/365765/original/file-20201027-21-shto24.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/365765/original/file-20201027-21-shto24.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/365765/original/file-20201027-21-shto24.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/365765/original/file-20201027-21-shto24.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/365765/original/file-20201027-21-shto24.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/365765/original/file-20201027-21-shto24.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/365765/original/file-20201027-21-shto24.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Banyak orang yang melakukan hikikomori yang mengamati dunia dengan menggunakan internet.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/thoughtful-young-man-glasses-thinking-using-440916112">Dean Drobot / Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Seorang yang melakukan <em>hikikomori</em> tidak hanya kehilangan waktu bertahun-tahun dalam hidup mereka dalam keterasingan, kondisi ini juga berdampak pada keluarganya. </p>
<p>Biasanya, orang tua Jepang dari orang yang mengalami <em>hikikomori</em> mendedikasikan waktu bertahun-tahun untuk memastikan kebutuhan hidup dasar anak mereka terpenuhi. Ini berarti jarang ada pemicu alami yang mendorong mereka untuk mendapatkan bantuan. Layanan kesehatan mental serta layanan pendidikan dan perawatan sosial terlalu sering difokuskan untuk menanggapi masalah yang lebih dramatis atau yang terlihat. Hal ini membuat keluarga merasa terjebak dan terisolasi. </p>
<p>Seiring dengan meningkatnya pengakuan global terhadap <em>hikikomori</em>, prevalensi <a href="https://www.bbc.com/future/article/20190129-the-plight-of-japans-modern-hermits">kondisi ini akan meningkat</a>. Pada akhirnya, hal ini akan menyoroti kebutuhan akan pilihan pengobatan yang lebih baik. </p>
<p>Saat ini, pengobatan berfokus pada aktivitas fisik, membangun kembali kapasitas untuk <a href="https://www.bbc.co.uk/news/av/stories-46885707">interaksi sosial</a>, dan mengambil pendekatan bertahap untuk terlibat kembali dengan pekerjaan atau studi. Terapi yang melibatkan <a href="https://www.cell.com/action/showPdf?pii=S2405-8440%2819%2936670-8">seluruh keluarga</a> juga sedang diuji. </p>
<p>Pemulihan juga dapat melibatkan <a href="https://theconversation.com/hikikomori-artists-how-japans-extreme-recluses-find-creativity-and-self-discovery-in-isolation-155420">membantu orang yang melakukan _hikikomori</a>_ untuk menemukan cara mengekspresikan kemampuan dan bakat mereka dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Sebagai contoh, <a href="https://www.atsushi-watanabe.jp/english-1/">seniman Jepang Atsushi Watanabe</a> menggunakan seni dan aktivisme sosial untuk membantu pemulihannya dari <em>hikikomori</em>. </p>
<p>Sayangnya, karakteristik dari <em>hikikomori</em> membuat langkah mencari bantuan menjadi sangat tidak mungkin. Dan mungkin pilihan gaya hidup ini dapat dilihat sebagai sesuatu yang dapat diterima karena COVID-19 - terutama mengingat banyak dari kita yang sekarang bekerja dari rumah dan bersosialisasi menggunakan internet. Ketakutan akan infeksi, kehilangan pekerjaan, dan gangguan sosial karena aturan karantina wilayah juga dapat menambah risiko penarikan diri dan keterpisahan sosial yang terus-menerus bagi banyak orang. </p>
<p><a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/wps.20804">Pandangan kami</a> adalah bahwa kita perlu mewaspadai potensi peningkatan penarikan diri secara ekstrem dan terus-menerus selama pandemi. Banyak anak muda yang saat ini mungkin merasa putus asa dan mungkin tidak melihat prospek untuk memulai hidup baru, atau mungkin merasa tidak mampu mencapai tujuan mereka.</p>
<p>Mereka yang mungkin telah kehilangan pekerjaan sebagai akibat dari pandemi juga dapat menarik diri untuk menghindari rasa malu dan penderitaan lebih lanjut. </p>
<p>Peningkatan penarikan diri yang parah dan terus-menerus tidak akan diketahui kecuali jika kita memastikan bahwa setiap orang bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk tetap terhubung dengan masyarakat.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206763/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Hamish J. McLeod menerima dana dari Hikikomori from The Sasakawa Foundation. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Tadaaki Furuhashi menerima dana dari Grant-in-Aid for Scientific Research (KAKENHI) di Jepang. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Maki Rooksby tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pengalaman traumatis (biasanya berupa rasa malu atau kekalahan) membuat banyak orang di seluruh dunia memutuskan hubungan sosial dan menarik diri dari masyarakat. Inilah hikikomori.Maki Rooksby, Post-doctoral researcher, Institute of Neuroscience and Psychology, University of GlasgowHamish J. McLeod, Professor of Clinical Psychology, University of GlasgowTadaaki Furuhashi, Associate Professor of Psychiatry, Nagoya UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2057522023-05-16T07:47:09Z2023-05-16T07:47:09ZRiset: perkawinan anak di Indonesia meningkatkan depresi perempuan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/526416/original/file-20230516-19-tbwits.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Penundaan satu tahun dalam pernikahan mengurangi kemungkinan perempuan mengalami depresi.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.unicef.org/indonesia/child-protection/stories/saying-no-child-marriage-indonesia"> Rizka/2019-UNICEF</a></span></figcaption></figure><p>Sekitar 640 juta anak perempuan dan perempuan di dunia saat ini, <a href="https://data.unicef.org/resources/is-an-end-to-child-marriage-within-reach/%20?_gl=1*1vmowf5*_ga*MjQxMTAxNDQuMTY4NDEyMjQ3Nw..*_ga_9T3VXTE4D3*MTY4NDEyMjQ3Ni4xLjEuMTY4NDEyMjQ3Ni4wLjAuMA..">menurut data UNICEF</a>, diperkirakan menikah pada masa kanak-kanak. Prevalensinya sedikit menurun dengan 1 dari 5 perempuan muda berusia 20-24 tahun menikah saat masih anak-anak, dibandingkan 1 dari 4 sekitar 10 tahun lalu.</p>
<p>Namun, perkawinan anak terus menjadi praktik berbahaya di banyak negara berkembang dan sering dipandang sebagai kebutuhan untuk bertahan hidup. Di banyak komunitas, perkawinan anak dipandang sebagai cara untuk melindungi anak perempuan dan memastikan keamanan finansial mereka, sekaligus sejalan dengan peran dan harapan gender tradisional.</p>
<p>Indonesia memiliki tingkat perkawinan anak yang tinggi di kawasan Asia Pasifik, dan <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/1641/file/Achieving%20the%20SDGs%20for%%2020children%20in%20Indonesia:%20Emerging%20findings%20for%20reaching%20the%20targets.pdf">tertinggi kedelapan di dunia</a>. <a href="https://www.unicef.org/indonesia/child-protection/stories/saying-no-child-marriage-indonesia#:%7E:text=Indonesia%20has%20the%20highest%20number%20,the%20turn%2018%20years%20old.">Satu dari sembilan anak perempuan</a> di Indonesia menikah sebelum berusia 18 tahun.</p>
<p>Meskipun efek merugikan dari perkawinan anak pada <a href="https://www.allinschool.org/media/1956/file/Paper-OOSCI-Child-Marriage-Literacy-Education-2014-en.pdf">pendidikan anak perempuan</a>, karir peluang, <a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/530891498511398503/pdf/116829-WP-P151842-PUBLIC-EICM-Global-Conference-Edition-June-27.%20pdf">kesehatan dan keselamatan fisik terdokumentasikan dengan baik</a>, dampak mendalam yang ditimbulkannya terhadap kesehatan emosional dan mental wanita sering diabaikan.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13545701.2022.2079698">Riset kuantitatif saya di Indonesia menunjukkan</a> bahwa perkawinan anak memiliki dampak sangat negatif pada kesehatan mental perempuan.</p>
<h2>Tidak begitu bahagia selamanya untuk pengantin cilik Indonesia</h2>
<p>Pada 2019, pemerintah Indonesia merevisi <a href="https://www.economist.com/graphic-detail/2019/09/26/indonesia-has-banned-marriage-for-young-girls">Undang-Undang Perkawinan</a>, meningkatkan usia minimum bagi anak perempuan untuk menikah hingga 19 tahun – usia yang sama dengan anak laki-laki. Sebelumnya, dengan izin orang tua, anak perempuan diperbolehkan menikah sejak usia 16 tahun.</p>
<p>Tapi masih mungkin untuk menikahkan anak perempuan lebih awal dengan mendapatkan persetujuan dari pengadilan agama atau pejabat setempat, dalam hal ini tanpa batasan usia minimum untuk menikah.</p>
<p>Dengan menggunakan data dari lebih dari 5.000 perempuan Indonesia, saya menemukan bahwa menikah dini – terutama pada usia 18 tahun – menyebabkan tingkat depresi yang lebih tinggi. Saya menemukan bahwa penundaan satu tahun dalam pernikahan mengurangi kemungkinan perempuan mengalami depresi.</p>
<p>Penelitian saya juga menunjukkan bahwa mobilitas pasar kerja yang terbatas dan kesehatan fisik yang buruk merupakan faktor potensial yang mendasari hubungan ini.</p>
<p>Temuan ini menyiratkan bahwa ongkos akibat perkawinan anak diremehkan. Sebab, selain dampak buruk perkawinan anak terhadap kesejahteraan fisik, perkawinan anak juga dapat berdampak signifikan terhadap kesejahteraan emosional anak perempuan.</p>
<p>Hal ini menunjukkan bahwa jika kita mempertimbangkan biaya ekonomi yang besar dari gangguan mental di negara-negara berkembang, manfaat kesejahteraan dari penghentian praktik berbahaya ini di seluruh dunia akan jauh lebih besar daripada perkiraan sebelumnya <a href="https://www.economist.com/graphic-detail/2019/09/26/indonesia-has-banned-marriage-for-young-girls">yang sebesar US$22 miliar (sekitar Rp 325 triliun)</a>.</p>
<h2>Efek kesehatan mental</h2>
<p>Menikah pada usia muda dapat <a href="https://www.unicef.org/protection/child-marriage">menjadi pengalaman yang traumatis dan menegangkan bagi anak perempuan</a>. Mereka sering terpisah dari keluarga dan teman-temannya, dan terpaksa tinggal bersama suami dan keluarganya, sehingga meningkatkan risiko isolasi sosial.</p>
<p>Tanggung jawab pernikahan, seperti melahirkan anak dan mengasuh anak, dapat memberikan tekanan fisik dan emosional yang signifikan pada gadis muda yang masih dalam masa pertumbuhan. Penelitian internasional menunjukkan bahwa mereka juga lebih mungkin <a href="https://academic.oup.com/ije/article/46/2/662/2417355?login=false">menjadi korban kekerasan pasangan intim dan hubungan seksual yang dipaksakan</a>.</p>
<p>Menurut <a href="https://www.annualreviews.org/doi/full/10.1146/annurev.clinpsy.1.102803.143938">penelitian psikologi</a>, terus-menerus terpapar pengalaman buruk dan stres seperti itu dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, menyebabkan gangguan seperti depresi, kecemasan, dan serangan panik.</p>
<h2>Diskriminasi gender</h2>
<p>Temuan penelitian saya menjelaskan lebih lanjut tentang fenomena “<a href="https://www.nybooks.com/articles/1990/12/20/more-than-100-million-women-are-missing/">perempuan hilang</a>”. Ini mengacu pada rendahnya rasio perempuan terhadap laki-laki dalam populasi negara berkembang.</p>
<p>Perkawinan anak seringkali merupakan akibat dari ketidaksetaraan gender, yang secara tidak proporsional mempengaruhi perempuan dan memperparah masalah kesehatan mental seperti <a href="https://journals.plos.org/globalpublichealth/article?id=10.1371/journal.pgph.0000131%20#referensi">depresi dan stres berat</a>. Hal ini dapat menyebabkan konsekuensi yang merugikan, karena individu dengan gangguan jiwa lebih rentan untuk terlibat dalam perilaku berisiko, seperti menyakiti diri sendiri.</p>
<p>Ketika mempertimbangkan perkiraan “perempuan hilang”, Indonesia diidentifikasi sebagai salah satu negara Asia dengan <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1728-4457.2015.00046%20.x">jumlah perempuan hilang yang signifikan</a>, terhitung lebih dari satu juta pada 2010.</p>
<p>Karena perkawinan anak terkait dengan kesehatan mental yang buruk, temuan ini memberikan penjelasan yang mungkin atas tingginya angka kematian perempuan di Indonesia.</p>
<h2>Melindungi dari bahaya abadi dari pernikahan anak</h2>
<p>Dengan hampir 640 juta anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia menikah saat masih anak-anak, penelitian ini mengidentifikasi kelompok perempuan yang membutuhkan dukungan psikologis dan akses ke perawatan kesehatan mental.</p>
<p>Mengatasi masalah kesehatan mental para perempuan ini tidak hanya akan memastikan kesejahteraan mental mereka tapi juga anak-anak mereka, <a href="https://ajp.psychiatryonline.org/doi/full/10.1176%20/ajp.2006.163.6.1001">karena kesehatan mental yang buruk dapat diturunkan dari generasi ke generasi</a>.</p>
<p>Yang penting, temuan ini memberikan wawasan tentang undang-undang dan kebijakan yang ditargetkan untuk mengakhiri perkawinan anak. Secara khusus, hal ini mendukung alasan di balik kebijakan Indonesia baru-baru ini untuk menaikkan usia minimum bagi anak perempuan untuk menikah dari 16 menjadi 19 tahun – sebuah langkah penting menuju penghapusan perkawinan anak di Indonesia.</p>
<p>Langkah-langkah kebijakan tersebut akan mempromosikan kesetaraan gender, serta dampak yang lebih baik bagi perempuan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/205752/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Danusha Jayawardana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Karena perkawinan anak terkait dengan kesehatan mental yang buruk, temuan ini memberikan penjelasan yang mungkin atas tingginya angka kematian perempuan di Indonesia.Danusha Jayawardana, Research Fellow in Health Economics, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2031332023-04-10T01:48:51Z2023-04-10T01:48:51ZApakah berhenti onani bermanfaat? Seorang ahli merespons<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/518891/original/file-20230402-20-tkbxlg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Seorang laki-laki sedang fokus membangun otot adalah wujud visi dari orang-orang yang ikutserta dalam gerakan Nofap</span> </figcaption></figure><p><a href="https://docs.google.com/document/d/1GxUa7reG5-dM15BEmS4sILTwudDJSMg80_hAqNJbUuY/edit#"><em>Nofap</em></a> adalah gerakan online yang berkembang yang didedikasikan untuk menghentikan masturbasi/onani dan bahkan seks untuk waktu yang lama - biasanya sekitar 90 hari. Dimulai sebagai <em>spin-off</em> dari utas 2011 di <a href="https://www.reddit.com">Reddit</a>, <a href="https://nofap.com/">organisasi <em>NoFap</em></a> menggambarkan dirinya sendiri sebagai platform kesehatan seksual yang berbasis komunitas yang dirancang untuk membantu orang mengatasi kecanduan pornografi dan perilaku seksual kompulsif. </p>
<p>Namun, <a href="https://www.bbc.co.uk/bbcthree/article/fa4340d8-3f9e-4b4e-9730-d582cfb1c7e5">klaim tersebeut </a> lebih sekadar memulihkan kecanduan porno. <em>Nofap</em> menjadi inisiatif kesehatan dan gaya hidup utama. Para pendukung <em>Nofap</em> menggembar-gemborkan serangkaian perbaikan seksual, fisik dan mental - termasuk peningkatan kadar testosteron. Tetapi apakah ada bukti yang mendukung hal ini?</p>
<p>Ada banyak gerakan yang mirip dengan <em>Nofap</em>, seperti <a href="https://www.healthline.com/health/healthy-sex/semen-retention">retensi air mani</a>, dan semuanya tampaknya sebagian besar ditujukan dan dipraktikkan oleh pria heteroseksual dengan hanya sedikit perempuan dan orang-orang LGBTQIA+ yang berpartisipasi. Gerakan ini juga telah juga ditiru oleh kelompok-kelompok sayap kanan dan misoginis tertentu, seperti <a href="https://theconversation.com/designating-the-proud-boys-a-terrorist-organization-wont-stop-hate-fuelled-violence-154709"><em>Proud Boys</em></a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="manfaat berhenti onani menurut berbagai gerakan" src="https://images.theconversation.com/files/391189/original/file-20210323-15-d4u7c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/391189/original/file-20210323-15-d4u7c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/391189/original/file-20210323-15-d4u7c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/391189/original/file-20210323-15-d4u7c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=391&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/391189/original/file-20210323-15-d4u7c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/391189/original/file-20210323-15-d4u7c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/391189/original/file-20210323-15-d4u7c.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=491&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">NoFap table.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Daniel Kelly</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Testosteron pada pria memang memiliki efek dalam pada suasana hati, terbukti dapat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24047633/">memperbaiki depresi</a>, <a href="https://howtoliveyounger.com/the-connection-between-testosterone-and-motivation/">menciptakan kebahagiaan dan motivasi</a>. Hal ini jelas terkait dengan pertumbuhan otot dan kinerja fisik (<a href="https://theconversation.com/caster-semenya-how-much-testosterone-is-too-much-for-a-female-athlete-116391">itulah sebabnya mengapa testosteron merupakan zat tambahan yang dilarang di sebagian besar acara olahraga</a>). Dan banyak aspek fungsi seksual pria bergantung pada testosteron. Jadi mengapa kita tidak menghubungkan poin-poin antara <em>Nofap</em> dan testosteron? </p>
<h2>Bukti dari riset: manfaat berhenti onani masih belum jelas</h2>
<p>Nah, alasan utamanya adalah bukti. Dua penelitian terus bermunculan ketika berbicara mengenai manfaat pantang seksual sebagai cara untuk meningkatkan testosteron. Yang pertama, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11760788/">sepuluh pria diukur</a> kadar testosteronnya dua kali (baseline) sebelum masturbasi dan orgasme (beberapa tes lebih dapat diandalkan daripada hanya satu tes), dan kemudian dites kembali dengan jeda sepuluh menit setelahnya. </p>
<p>Ini diikuti dengan periode tiga minggu di mana mereka diinstruksikan untuk menahan diri dari “segala jenis aktivitas seksual”. Setelah periode tersebut, prosesnya diulangi. Testosteron dilaporkan lebih tinggi pada pengukuran awal setelah berpantang.</p>
<p>Terlepas dari kesimpulan penelitian, ukuran sampel penelitian ini sangat kecil. Dan peningkatan testosteron mungkin sebenarnya disebabkan oleh antisipasi gairah seksual pada percobaan kedua setelah berpantang. Terlebih lagi, kadar testosteron pada pengukuran awal pertama sebenarnya sama sebelum dan sesudah berpantang, dengan pengukuran kedua yang sedikit berbeda. Jadi tanpa lebih banyak data, tidak mungkin untuk benar-benar mengatakan bahwa melakukan pantang benar-benar meningkatkan testosteron.</p>
<p><a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12659241/">Studi kedua</a> melaporkan peningkatan kadar testosteron sebesar 45% setelah tujuh hari berpantang. Tetapi ini adalah puncak sementara yang kemudian kembali ke tingkat yang sama seperti sebelumnya, bahkan dengan pantang terus menerus. Perubahan sementara pada kadar testosteron seperti itu tidak mungkin memiliki efek jangka panjang pada kesehatan pria dan mungkin terutama berfungsi sebagai pengatur pembuatan sperma baru.</p>
<p>Di sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan berpantang tidak memiliki efek terhadap testosteron atau kadar testosteron justru lebih tinggi setelah masturbasi atau berhubungan seks. Dalam suatu pengukuran testosteron pada 34 pria muda yang sehat, ditemukan bahwa <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/135817/">kadar testosteron meningkat</a> setelah melakukan masturbasi. Tetapi efek jangka panjang tidak diperiksa. Sejauh ini, bukti yang mengaitkan masturbasi dengan perubahan kadar testosteron masih terbatas dan dengan kesimpulan yang beragam.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="tes hubungan berhenti onani dan testosteron" src="https://images.theconversation.com/files/391898/original/file-20210326-15-qmlso0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=9%2C37%2C3153%2C1911&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/391898/original/file-20210326-15-qmlso0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=370&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/391898/original/file-20210326-15-qmlso0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=370&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/391898/original/file-20210326-15-qmlso0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=370&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/391898/original/file-20210326-15-qmlso0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=465&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/391898/original/file-20210326-15-qmlso0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=465&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/391898/original/file-20210326-15-qmlso0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=465&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Masalah psikologis dapat menyebabkan penurunan testosteron.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/abnormal-low-testosterone-hormone-test-result-1137684032">Jarun Ontakrai / Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Melawan argumen tentang <em>Nofap</em> adalah bukti yang terdokumentasi dengan baik tentang manfaat aktivitas seksual, termasuk masturbasi, bagi kesehatan. Pelepasan endorfin selama orgasme mengarah pada perasaan positif. Masturbasi dapat membantu meringankan stres yang menumpuk dan membantu relaksasi, meningkatkan kualitas tidur, meningkatkan suasana hati, melepaskan ketegangan dan kram seksual, dan bahkan memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang keinginan dan kebutuhan seksual. Dan pada pria bahkan mungkin ada beberapa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S2050052116000780?via%3Dihub">kemungkinan memberikan perlindungan</a> terhadap kanker prostat dari ejakulasi yang teratur, meskipun hubungan ini belum sepenuhnya jelas.</p>
<h2>Dampak psikologis dari onani</h2>
<p>Faktanya, masturbasi tampaknya tidak memiliki efek negatif pada kesehatan seksual dan kesehatan secara umum, dan khususnya dalam kaitannya dengan kadar testosteron pada pria. Masalahnya mungkin terletak pada masturbasi yang berlebihan dan sikap terhadap perilaku memuaskan diri sendiri (<em>self-pleasure</em>).</p>
<p>Persepsi pribadi tentang masturbasi dapat menyebabkan efek psikologis yang berdampak pada kadar testosteron. Penumpukan kecemasan dan depresi dapat terjadi jika seseorang memiliki perasaan bersalah setelah melakukan masturbasi. Rasa bersalah ini dapat didasarkan pada perasaan tidak bermoral, seperti tidak setia kepada pasangan atau memiliki konflik agama. Sebuah studi yang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7145784/">menyelidiki motivasi</a> untuk tidak melakukan masturbasi menemukan bahwa alasannya sebagian besar disebabkan oleh sikap, khususnya persepsi bahwa masturbasi itu tidak sehat atau salah.</p>
<p>Stres akibat rasa bersalah, kecemasan, dan depresi yang berkepanjangan ini dapat <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6318487/">menyebabkan penurunan</a> dalam kadar testosteron dan dalam situasi ini, pantang dapat meredakan perasaan seperti itu dan kemudian secara teoritis dapat menyebabkan peningkatan testosteron. Maka mungkin argumennya seharusnya bukan tentang mengubah kecenderungan atau frekuensi masturbasi, tetapi lebih kepada meningkatkan pemahaman dan sikap terhadap perilaku seksual.</p>
<p>Meskipun demikian, tidak melakukan masturbasi dapat membantu orang dengan kecanduan pornografi yang merusak. Beristirahat sejenak dari pornografi, masturbasi, atau bahkan seks sama sekali untuk jangka waktu yang lama dapat membantu memutus siklus, atau memulai kembali dari kecanduan pornografi. Namun, di luar ini, manfaat kesehatan dari <em>Nofap</em> tidak berlandas data dan bukti yang menunjukkan bahwa pantang mengubah testosteron sama sekali tidak ada.</p>
<p>Jadi bagi siapa pun yang memulai periode “fapstinence” sebagai mode kesehatan, tidak ada salahnya mencoba dan bahkan mungkin ada peningkatan yang dirasakan dalam aspek-aspek tertentu dari kehidupan. Namun perlu diingat bahwa tidak ada alasan untuk percaya bahwa <em>Nofap</em> akan meningkatkan kadar testosteron kamu secara signifikan dan kamu mungkin kehilangan banyak manfaat dari masturbasi yang sehat.</p>
<hr>
<p><em>Demetrius Adyatma Pangestu dari Univeristas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/203133/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Daniel Kelly tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Gerakan online yang sedang berkembang seperti Nofap meyakini bahwa berhenti onani dapat membuat kita lebih bahagia dan meningkatkan kadar testosteron.Daniel Kelly, Senior Lecturer in Biochemistry, Sheffield Hallam UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2000072023-02-18T08:34:33Z2023-02-18T08:34:33ZADHD berkaitan erat dengan kecemasan dan depresi: riset terbaru<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/510296/original/file-20230215-14-isvwp0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Orang-orang dengan gangguan perkembangan neurologis lebih mungkin menderita masalah kesehatan mental. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/mental-health-disorder-concept-exhausted-depressed-1936385779">Black Salmon/ Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Orang-orang dengan autisme dan <em>attention deficit hyperactivity disorder</em> (ADHD) sering mengalami kecemasan dan depresi. Namun, ketika kondisi ini terjadi bersamaan – seperti yang sering terjadi – akan sulit untuk membedakan mana yang paling berkontribusi pada kesehatan mental yang buruk. <a href="https://doi.org/10.1038/s41598-022-26350-4">Studi terbaru</a> kami bertujuan untuk mencari tahu hal ini.</p>
<p>Kami menemukan bahwa orang dengan lebih banyak ciri kepribadian ADHD lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental yang umum, seperti depresi dan kecemasan, daripada mereka yang lebih banyak memiliki ciri-ciri autisme. Sejauh yang kami ketahui, ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa orang-orang dengan ADHD lebih cenderung memiliki kesehatan mental yang buruk daripada orang-orang dengan autisme. </p>
<p>Untuk melakukan penelitian ini, kami meminta lebih dari 500 orang dewasa di Inggris untuk mengisi kuesioner yang mengukur sifat-sifat <a href="https://doi.org/10.1007/s10803-010-1073-0">autisme</a> dan <a href="https://doi.org/10.1017/S0033291704002892">ADHD</a>. Kami juga meminta mereka untuk melengkapi kuesioner standar untuk <a href="https://doi.org/10.1046/j.1525-1497.2001.016009606.x">depresi</a> dan <a href="https://doi.org/10.1001/archinte.166.10.1092">kecemasan</a>.</p>
<p>Ini dikenal sebagai <em>“trait approach”</em> (“pendekatan sifat”) untuk autisme dan ADHD. Ini melibatkan analisis karakteristik individu orang daripada diagnosa mereka. Ini memungkinkan kami untuk secara tidak langsung memahami seberapa banyak kondisi yang berbeda tumpang tindih.</p>
<p>Kami kemudian menggunakan tes statistik untuk mengukur kekuatan hubungan antara sifat autisme dan masalah kesehatan mental, serta membandingkannya dengan hubungan antara sifat ADHD dan kesehatan mental yang buruk.</p>
<p>Hasil kami menunjukkan bahwa ADHD dan ciri-ciri kepribadian autisme dapat memprediksi tingkat keparahan kecemasan dan gejala depresi seseorang. Akan tetapi, yang baru ditemukan adalah bahwa orang lebih mungkin mengalami gejala ini jika mereka memiliki banyak sifat ADHD dibandingkan dengan mereka yang memiliki banyak sifat autisme. Kami menemukan bahwa hubungan antara ADHD dan kesehatan mental yang buruk sekitar tiga kali lebih kuat daripada hubungan antara kesehatan mental yang buruk dan autisme.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang perempuan muda yang sedih atau stres duduk di lantai lorong sambil memegang kepalanya." src="https://images.theconversation.com/files/505862/original/file-20230123-23-ny8kbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/505862/original/file-20230123-23-ny8kbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/505862/original/file-20230123-23-ny8kbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/505862/original/file-20230123-23-ny8kbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/505862/original/file-20230123-23-ny8kbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/505862/original/file-20230123-23-ny8kbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/505862/original/file-20230123-23-ny8kbk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kami percaya ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa ADHD lebih dapat memprediksi kesehatan mental yang buruk.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/upset-depressed-girl-holding-smartphone-sitting-1833171139">Ground Picture/ Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hasil ini direplikasi dalam simulasi terkomputerisasi dengan “tingkat reproduktivitas” 100%. Dengan kata lain, ciri-ciri ADHD hampir pasti lebih terkait dengan kesehatan mental yang buruk daripada ciri-ciri autisme pada populasi Inggris.</p>
<h2>Langkah-langkah selanjutnya</h2>
<p>Studi kami menyoroti hubungan yang jelas antara ADHD dan masalah kesehatan mental umum pada orang dewasa. Langkah selanjutnya adalah memeriksa faktor-faktor yang mungkin mendorong hubungan ini. Para ilmuwan mengetahui bahwa <a href="https://doi.org/10.1111/jcpp.13678">gen</a> yang terkait dengan ADHD juga terkait dengan kondisi kesehatan mental tertentu, termasuk depresi. Orang-orang dengan ADHD juga lebih mungkin mengalami <a href="https://doi.org/10.4088/jcp.v67n0403">peristiwa kehidupan yang penuh tekanan</a>, yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental.</p>
<p>Saat ini, penting untuk melihat bagaimana faktor kognitif lingkungan dan sosial (<a href="https://theconversation.com/the-science-of-mind-reading-our-new-test-reveals-how-well-we-understand-others-155241">seperti seberapa baik orang-orang saling memahami</a>) dapat mempengaruhi kesehatan mental dalam kelompok ini. Penelitian ini sangat penting untuk mengidentifikasi orang-orang yang paling berisiko mengalami kesehatan mental yang buruk. Mengetahui tanda-tanda apa yang harus diwaspadai dapat membuat dokter melakukan intervensi lebih awal sebelum orang menjadi sangat cemas atau depresi.</p>
<p>Namun, untuk lebih memahami hubungan antara ADHD dan kesehatan mental, dan pendekatan dukungan mana yang paling efektif untuk kelompok ini, lebih banyak dana perlu diinvestasikan dalam penelitian. Pendanaan untuk <a href="https://www.mqmentalhealth.org/wp-content/uploads/UKMentalHealthResearchFunding2014-2017digital.pdf">penelitian ADHD masih kurang</a> dibandingkan dengan kondisi lain, <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pone.0015112">seperti autisme</a>. Akan tetapi, mengingat hampir 30% orang dengan autisme <a href="https://doi.org/10.1016/S2215-0366(19)30289-5">juga menderita ADHD</a>, jelas bahwa pendanaan yang lebih besar untuk bidang penelitian ini dapat memiliki manfaat besar bagi banyak orang.</p>
<hr>
<p><em>Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em>—</p>
<p><em>If you are autistic or have ADHD and are struggling with your mental health, there are many <a href="https://www.autism.org.uk/">charities</a> and <a href="https://www.adhdfoundation.org.uk/">non-profit organisations</a> that may be able to help you.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200007/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Luca Hargitai menerima dana dari Economic and Social Research Council.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Lucy Anne Livingston menerima dana dari UKRI Medical Research Council dan The Waterloo Foundation.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Punit Shah menerima dana dari UKRI Medical Research Council dan Economic and Social Research Council.</span></em></p>Studi baru mengungkapkan bahwa ciri-ciri kepribadian ADHD terkait erat dengan masalah kesehatan mental yang umum, bahkan lebih dari autisme.Luca Hargitai, PhD Researcher, Psychology, University of BathLucy Anne Livingston, Lecturer in Psychology, King's College LondonPunit Shah, Associate Professor of Psychology, University of BathLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1976192023-01-13T07:41:33Z2023-01-13T07:41:33ZBagaimana orang tua bisa berperan penting dalam pencegahan dan pengobatan masalah kesehatan mental remaja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/504386/original/file-20230113-25-rju7ae.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Deteksi dini adalah kunci untuk mengobati depresi pada remaja. </span> <span class="attribution"><span class="source">Dragana991/iStock melalui Getty Images Plus</span></span></figcaption></figure><p>Lebih dari 44% remaja melaporkan <a href="https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/71/su/su7103a3.htm">perasaan sedih dan putus asa yang terus-menerus</a> pada paruh pertama tahun 2021. Angka ini berdasarkan laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Laporan awal tahun 2022, yang didasarkan pada survei online, juga menemukan bahwa hampir 20% remaja telah mempertimbangkan untuk bunuh diri secara serius, dan 9% mencoba bunuh diri.</p>
<p>Pandemi COVID-19 kemungkinan besar menjadi kontributor angka yang mengejutkan ini. Namun, tingkat penyakit mental remaja juga <a href="https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2019.04.033">meningkat selama dekade terakhir</a>.</p>
<p>Salah satu faktor penting yang kurang mendapat perhatian dalam mendukung kesehatan mental remaja adalah peran yang dapat dimainkan oleh orang tua.</p>
<p>Ini mengejutkan, karena penelitian telah dengan jelas menetapkan bahwa <a href="https://doi.org/10.1007%2Fs10567-015-0182-x">partisipasi seorang pengasuh</a> dalam perawatan kesehatan mental anak mereka terkait langsung dengan hasil yang sukses. Satu alasan utamanya adalah, orang tua umumnya berinteraksi dengan anak remaja mereka setiap hari sehingga bisa mencontohkan dan menumbuhkan keterampilan mengatasi masalah kesehatan mental.</p>
<p>Namun, bagi para profesional kesehatan mental, mengintegrasikan orang tua ke dalam perawatan remaja dapat menjadi tantangan ketika ada ketidaksesuaian antara perspektif, tujuan, dan harapan remaja dan orang tua. Selain itu,
aturan <a href="https://www.guttmacher.org/gpr/2000/08/minors-and-right-consent-health-care">persetujuan dan privasi</a> terkadang membatasi kemampuan konselor atau psikolog untuk mengungkapkan detail penting tentang kesehatan mental remaja kepada orang tua.</p>
<p>Sebagai peneliti <a href="https://www.solutionsnetwork.psu.edu/t32-grant/fellows">yang mempelajari trauma masa kecil</a> <a href="https://scholar.google.com/citations?user=wcuxj5gAAAAJ&hl=%20id">dan perkembangan remaja</a>, kami melihat orang tua dan pengasuh sebagai penghubung penting dalam mengatasi krisis kesehatan mental yang mendesak di kalangan remaja.</p>
<h2>Masa remaja bisa menjadi brutal</h2>
<p>Orang tua sering kali <a href="https://www.washingtonpost.com/parenting/2022/10/18/teen-years-dread-parenting/">takut akan masa remaja</a>, mengantisipasi perubahan suasana hati, perilaku pengambilan risiko, dan pertengkaran tanpa akhir. Beberapa di antaranya normal secara perkembangan: Remaja mengembangkan identitas mereka, menguji batasan, dan <a href="https://doi.org/10.1111/cdep.12278">menegaskan otonomi mereka</a>. Gabungan faktor-faktor ini dapat menyebabkan permusuhan dan <a href="https://doi.org/10.1111/cdep.12278">kualitas yang lebih rendah</a> hubungan orang tua-remaja.</p>
<p>Secara fisik, <a href="https://theconversation.com/school-start-times-and-screen-time-late-in-the-evening-exacerbate-sleep-deprivation-in-us-teenagers-%20179178">remaja kurang tidur</a>, sebagian karena <a href="https://doi.org/10.1542/peds.2014-1697">terlalu dini</a> <a href="https://www.cdc.gov/sleep/features/schools-%20start-too-early.html">waktu mulai sekolah</a> dan perubahan hormonal yang terkait dengan pubertas. Akibatnya, remaja bisa mudah tersinggung dan sensitif terhadap tekanan. Mereka juga belum mengembangkan <a href="https://doi.org/10.1177/0963721413480170">pengendalian diri untuk mengatur reaksi mereka</a>.</p>
<p>Penting untuk dicatat bahwa setengah dari semua penyakit mental muncul <a href="https://www.nami.org/about-mental-illness/mental-health-conditions">pada usia 14 dan 75% pada usia 24</a>, menjadikan masa remaja sebagai <a href="https://theconversation.com/anxiety-detection-and-treatment-in-early-childhood-can-lower-risk-for-long-term-mental-health-issues-an%20-expert-panel-now-recommends-screening-starting-at-age-8-192380">periode yang sangat sensitif untuk pencegahan</a> dan pengobatan masalah kesehatan mental.</p>
<h2>Tanda dan gejala masalah kesehatan mental</h2>
<p>Masalah kesehatan mental pada remaja terkadang dapat terjadi dalam bentuk yang tidak terduga. Depresi dan kecemasan dapat bermanifestasi sebagai lekas marah dan ketidakpatuhan, yang mungkin dianggap wajar oleh orang tua sebagai rasa tidak hormat dan kemalasan. Memahami apa yang ada di balik perilaku itu memang menantang. Remaja cukup tertutup, jadi mereka mungkin tidak mengungkapkan sejauh mana perjuangan mereka.</p>
<p>Pengalaman traumatis seperti <a href="https://www.mcleanhospital.org/essential/mental-health-impact-bullying-kids-and-teens"><em>bullying</em></a>, <a href="https://www.cdc.gov/violenceprevention%20/intimatepartnerviolence/teendatingviolence/fastfact.html">kekerasan dalam berpacaran</a>, dan <a href="https://www.nsvrc.org/sites/default/files/publications/2019-02/Teenagers_508.pdf">pelecehan dan penyerangan seksual</a> terlalu umum terjadi pada remaja. Ini dapat menyebabkan perubahan perilaku dan pengaruh secara drastis.</p>
<p>Meski kecemasan adalah suatu respons emosional yang normal pada usia berapa pun, sekitar sepertiga remaja <a href="https://www.nimh.nih.gov/health/statistics/any-anxiety-disorder#part_155096">memiliki beberapa jenis gangguan kecemasan</a>. Sekitar 10% di antaranya mengalami gangguan parah sebagai akibatnya. Remaja yang berjuang dengan kecemasan kronis mungkin mengalami pergolakan atau lekas marah, masalah tidur, kecenderungan perfeksionis, atau mungkin mencoba menghindari hal-hal yang membuat stres sama sekali.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/wr4N-SdekqY?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Membuat catatan harian, berolahraga secara teratur, dan menjaga rutinitas tidur adalah tiga cara bagi remaja untuk mengatasi stres.</span></figcaption>
</figure>
<p>Sekitar <a href="https://www.nimh.nih.gov/health/statistics/major-depression">17% remaja tengah berjuang melawan depresi</a>. Depresi umumnya melibatkan hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas sehari-hari, tapi lebih dari perasaan sedih. Bagi remaja, gejala depresi mungkin tampak seperti menarik diri dari keluarga atau aktivitas sosial, menutup diri selama percakapan atau konflik, lesu, sulit berkonsentrasi, putus asa tentang masa depan, atau perasaan negatif terhadap harga diri.</p>
<p>Depresi juga dapat dikaitkan dengan <a href="https://theconversation.com/why-do-teens-engage-in-self-harm-clinical-psychologists-explain-how-to-help-teens-reduce-%20their-emotional-disstress-181419">melukai diri sendiri</a> dan bunuh diri.</p>
<p>Dalam menentukan apakah seorang remaja mengalami penyakit mental, orang tua seharusnya mempertimbangkan bagaimana perilaku mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan rencana remaja mereka untuk masa depan. Mereka yang tertinggal di sekolah, merusak hubungan penting atau terlibat dalam perilaku berisiko tinggi kemungkinan besar akan mengalami masalah kesehatan mental - berbeda dengan tantangan remaja pada umumnya.</p>
<h2>Kurangnya perawatan kesehatan mental</h2>
<p>Meski kebutuhan akan perawatan kesehatan mental meningkat, Amerika Serikat <a href="https://www.aacap.org/AACAP/Press/Press_Releases/2018/Severe_Shortage_of_Child_and_Adolescent_Psychiatrist_Illustrated_in_AAACP_Workforce_maps.aspx">sangat kekurangan tenaga profesional</a> untuk memenuhi permintaan. Perusahaan asuransi menciptakan hambatan untuk mengakses perawatan kesehatan mental dengan membatasi jumlah <a href="https://www.gao.gov/assets/gao-22-104597.pdf">penyedia jasa konseling dalam jaringan asuransi</a> dan sesi yang disetujui. Akibatnya, banyak konselor memprioritaskan pasien yang akan <a href="https://www.theatlantic.com/health/archive/2016/06/the-struggle-of-seeking-therapy-while-poor/484970%20/">membayar sendiri</a>.</p>
<p>Orang tua dan remaja mungkin menunggu berbulan-bulan untuk membuat janji, dan kualitas serta keefektifan layanan yang mereka terima sangat bervariasi. Sementara itu, gejala dapat memburuk, membebani keluarga dan mengorbankan kesempatan sosial dan akademik remaja.</p>
<h2>Peran kuat yang dapat dimainkan orang tua</h2>
<p>Di sinilah peran orang tua, karena mereka dapat <a href="https://doi.org/10.1111/j.1467-9507.2007.00389.x">berfungsi sebagai panutan</a> untuk mengatasi masalah dan perkembangan emosi remaja.</p>
<p>Meski tidur yang nyenyak, olahraga yang konsisten, dan makanan berkualitas seringkali dapat menjadi garis pertahanan pertama dalam mencegah dan mengelola gejala masalah kesehatan mental, ada beberapa strategi perilaku untuk orang tua yang kesulitan mengasuh remaja. Contohnya cara orang tua asuh merawat anak-anak dengan riwayat trauma yang kompleks. Banyak dari <a href="https://www.cebc4cw.org/program/together-facing-the-challenge/detailed">strategi manajemen perilaku</a> yang diajarkan kepada orang tua asuh dapat berguna untuk pengaturan keluarga tradisional juga.</p>
<p>Ketika remaja bersikap tidak baik atau tidak sopan, orang tua mungkin tersinggung. Namun, orang tua yang menyadari dan mampu mengelola pemicunya sendiri dapat bereaksi dengan tenang terhadap perilaku yang menantang, menciptakan peluang untuk komunikasi yang efektif dengan anak remajanya.</p>
<p>Membangun dan menjaga hubungan orang tua-remaja, seperti menonton acara TV bersama atau kesempatan lain untuk berkumpul bersama, adalah kuncinya. Pengalaman ini <a href="https://doi.org/10.1016/j.pop.2014.05.004">menciptakan ruang dan peluang yang aman bagi remaja</a> untuk berkomunikasi tentang emosi atau situasi yang sulit. Orang tua yang membantu remaja dalam mengenali, membicarakan, dan menangani pikiran dan perasaan yang sulit membantu mereka memahami bagaimana pikiran dan perasaan mereka dapat mempengaruhi perilaku mereka.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/OVE_JmOK4hs?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Siapkan suatu kontrak perilaku dengan anak remaja Anda.</span></figcaption>
</figure>
<p>Orang tua juga dapat membantu anak remajanya mengelola emosi negatif dengan <a href="https://kidshealth.org/en/teens/self-esteem.html">memperkuat harga diri dan ketahanan mereka</a>, serta mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri (<a href="https://www.gramedia.com/best-seller/self-efficacy-efikasi-diri/"><em>self-efficacy</em></a>). Orang tua yang memberikan pujian kepada anak remaja mereka yang bekerja keras untuk mengatasi tantangan – bukan hanya berfokus pada hasil – dapat membantu remaja melihat nilai mereka di luar pencapaian mereka.</p>
<p>Pada saat yang sama, remaja membutuhkan batasan yang memungkinkan mereka membangun kemandirian, melatih kemandirian, dan mempraktikkan kompromi dalam situasi tertentu. Kontrak perilaku – yang menyatakan remaja dan orang tua mereka menyetujui persyaratan tertentu secara tertulis – dapat memberikan cara terstruktur untuk menetapkan harapan bersama.</p>
<p>Jika konsekuensi diperlukan, konsekuensi alami memungkinkan remaja <a href="https://sites.duke.edu/tftc/files/2020/06/March-2020-DB-TH-article.pdf">belajar tanpa campur tangan orang tua</a>. Misalnya, jika seorang remaja begadang semalaman sebelum pertandingan <em>softball</em> yang penting, mereka mungkin akan jadi pemain cadangan karena bermain buruk. </p>
<p>Orang tua dapat membantu remaja untuk menghubungkan frustrasi dan kekecewaan yang mereka alami dengan pilihan mereka mengenai tidur, sehingga dapat lebih membantu pengambilan keputusan mereka di masa depan. Langkah ini lebih baik daripada berdebat dengan orang tua tentang keputusan mereka, atau menerima konsekuensi yang dipaksakan oleh orang tua, seperti menghapus hak mereka atas <em>handphone</em>.</p>
<p>Ketika konsekuensi alami bukanlah pilihan, disiplin harus spesifik, pada waktu dan fokus pada hasil tertentu, seperti tidak mengizinkan aktivitas yang disukai sampai pekerjaan rumah dan tugas selesai.</p>
<p>Penting juga bagi orang tua <a href="https://www.psychologytoday.com/us/blog/promoting-empathy-your-teen/201707/how-avoid-power-struggles-your-teen">menghindari perebutan kekuasaan</a> dengan anak remaja mereka. Orang tua dapat mencontohkan komunikasi yang saling menghormati tanpa berusaha mengatur reaksi atau perspektif remaja. Remaja tidak mungkin mengakui kesalahannya - terutama di saat-saat panas. Jika masalah itu terjadi, maka upaya memaksakan reaksi tertentu (seperti permintaan maaf yang dipaksakan) jarang ada manfaatnya.</p>
<p>Orang tua dapat mendukung anak remaja mereka dengan baik dengan mempertahankan hubungan di samping menegakkan struktur dan disiplin. Sementara, perilaku menantang dapat menjadi <em>status quo</em> remaja, orang tua harus waspada terhadap tanda-tanda yang mungkin mencerminkan masalah kesehatan mental yang menyebar, karena deteksi dini dan pengobatan sangat penting.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197619/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Masalah kesehatan mental pada remaja terkadang dapat terjadi dalam bentuk yang tidak terduga.Toria Herd, Postdoctoral Researcher in Psychology, Penn StateSarah A. Font, Associate Professor of Sociology and Public Policy, Penn StateLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1975872023-01-11T02:31:21Z2023-01-11T02:31:21ZKenapa remaja melakukan self-harm? Psikolog klinis jelaskan cara membantu anak muda meredakan tekanan emosional<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/503888/original/file-20230110-17-us1sbn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Hampir 1 dari 5 remaja di seluruh dunia secara sengaja menlukai diri mereka setiap tahunnya.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.gettyimages.com/detail/photo/sadness-teenage-girls-sitting-in-tunnel-royalty-free-image/1309858578?adppopup=true">(xijian/E! via Getty Images)</a></span></figcaption></figure><p>Emosi adalah hal yang kompleks. Emosi membuat manusia jatuh cinta, menyatakan perang, dan ternyata juga, melakukan praktik melukai diri sendiri atau <em>self-harm</em>.</p>
<p>Sulit membayangkan suatu era di masa lampau ketika orang dewasa muda lebih tertekan dan stres ketimbang saat ini. Data terkini dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 40% siswa SMA di negara tersebut <a href="https://www.cdc.gov/media/releases/2022/p0331-youth-mental-health-covid-19.html">melaporkan mereka merasa senantiasa sedih atau putus harapan</a> selama setahun terakhir. Dalam survei yang sama, sekitar 20% melaporkan mereka <a href="https://www.washingtonpost.com/education/2022/03/31/student-mental-health-decline-cdc/">serius mempertimbangkan bunuh diri</a>. Di seluruh dunia, sekitar 17% anak muda berusia 12-18 tahun <a href="https://doi.org/10.1016/j.jaac.2018.06.018">sengaja menyakiti diri mereka</a> setiap tahunnya.</p>
<p>Berdasarkan berbagai sumber, anak muda tampaknya memang mengalami <a href="https://www.nytimes.com/2022/04/23/health/mental-health-crisis-teens.html">level tekanan dan stres emosional</a> yang belum pernah terjadi sebelumnya.</p>
<p>Manusia cenderung <a href="https://doi.org/10.1016/j.cognition.2021.104904">mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit</a>. Jika demikian, kenapa beberapa orang sengaja menyakiti diri sendiri? Dalam metaanalisis terbaru, suatu ringkasan riset-riset yang saya terbitkan bersama kolega-kolega di jurnal <em>Nature Human Behavior</em>, kami melaporkan bahwa orang-orang merasa lebih baik atau lega <a href="https://www.nature.com/articles/s41562-022-01340-8">sesaat setelah mereka melukai diri sendiri atau memikirkan tentang bunuh diri</a>.</p>
<p>Kami adalah <a href="https://scholar.google.com/citations?user=SeU_WBkAAAAJ&hl=en&authuser=1">seorang kandidat doktor</a> dalam bidang psikologi klinis di University of Washington, AS yang meneliti tentang kenapa anak muda melakukan <em>self-harm</em>, dan juga seorang <a href="https://scholar.google.com/citations?user=ifgFwvcAAAAJ">psikolog klinis</a> yang mempelajari penyalahgunaan obat di kalangan orang dewasa muda. Riset kami menunjukkan bahwa berkurangnya tekanan emosional menyusul tindakan <em>self-harm</em> dan pikiran bunuh diri, kemungkinan justru mempertahankan pemikiran dan perilaku semacam ini.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/ZFl3rlNz2mw?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Riset menunjukkan bahwa orang mengiris tangan mereka sebagai cara untuk mengelola emosi-emosi yang kuat.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Tantangan mempelajari <em>self-harm</em></h2>
<p>Dalam bukunya “<a href="https://www.worldcat.org/title/about-behaviorism/oclc/805018"><em>About Behaviorism</em></a>,” psikolog tersohor <a href="https://psychology.fas.harvard.edu/people/b-f-skinner">B.F. Skinner</a> memperkenalkan istilah dan teori “penguatan” (“<a href="https://psychology.fas.harvard.edu/people/b-f-skinner"><em>reinforcement</em></a>”) untuk menjelaskan mengapa perilaku tertentu lebih mungkin terjadi jika perilaku yang sama sebelumnya menghasilkan kejadian atau perasaan yang diinginkan. </p>
<p>Selama dua dekade ke belakang, <a href="https://doi.org/10.1037/0022-006X.72.5.885">beberapa teori mencetuskan hipotesis</a> bahwa perilaku melukai diri sendiri terjadi dengan konsep yang sama. Artinya, jika seseorang mengalami rasa lega dari penderitaan emosional setelah mereka menyakiti diri sendiri, mereka lebih mungkin untuk mengulangi perilaku tersebut di masa depan.</p>
<p>Perilaku melukai diri sendiri adalah hal yang sulit diteliti. Hingga satu dekade ke belakang, kebanyakan peneliti menanyakan orang-orang untuk merefkeksikan apa yang sedang mereka pikirkan atau rasakan ketika mereka melakukan tindakan <em>self-harm</em>. Namun, episode-episode tersebut bisa jadi terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun yang lalu.</p>
<p>Padahal, kita sebagai manusia luar biasa payah dalam melaporkan perilaku kita sendiri secara akurat, terutama ketika kita <a href="https://doi.org/10.1126/science.3563494">mencoba menjelaskan kenapa hal-hal terjadi</a>. Utamanya, sangat menantang bagi peneliti untuk mendapat kronologi peristiwa yang jelas, yang berarti sulit pula untuk memetakan perasaan seseorang seketika sebelum atau setelah mereka melukai diri sendiri.</p>
<p>Belum lama ini, peneliti telah mencoba mengisi celah tersebut dengan <a href="https://doi.org/10.1016/j.copsyc.2017.07.026">memanfaatkan maraknya penggunaan <em>smartphone</em></a>. Dalam studi-studi tersebut, para peneliti meminta partisipan untuk mengisi survei singkat tentang perasaan mereka beberapa kali dalam sehari melalui ponsel seiring menjalani kegiatan sehari-hari.</p>
<p>Metaanalisis kami <a href="https://www.nature.com/articles/s41562-022-01340-8">meninjau 38 studi berbasis survei semacam itu</a>, dengan data yang didapat dari peneliti di AS dan Eropa, melibatkan 1.644 partisipan. Dalam semua studi, partisipan menilai intensitas emosi mereka dan mengindikasikan apakah mereka memikirkan tentang tindakan <em>self-harm</em> dalam beberapa jam terakhir.</p>
<p>Kami menemukan bahwa partisipan melaporkan level tekanan dan stres yang lebih tinggi sesaat sebelum mereka melakukan <em>self-harm</em> atau memikirkan tentang bunuh diri, dan melaporkan level tekanan yang sangat berkurang sesaat setelahnya. </p>
<p>Artinya, rasa lega atau lepas dari emosi yang penuh tekanan dan stres berperan sebagai faktor penguat yang besar, dan kemungkinan meningkatkan probabilitas orang untuk senantiasa mengalami pemikiran dan perilaku <em>self-harm</em>. Ini juga menyiratkan bahwa pengobatan dan perawatan perlu fokus pada bagaimana membantu orang-orang mengganti tindakan <em>self-harm</em> dengan cara-cara alternatif untuk meredakan stres.</p>
<p>Mengingat sekitar 40% orang yang melakukan percobaan bunuh diri <a href="https://www.nytimes.com/2022/01/19/health/suicide-attempts-us.html">tidak mendapatkan bantuan kesehatan mental</a>, kami merasa penting membagikan strategi untuk membantu para individu yang rentan melakukan <em>self-harm</em> supaya bisa berbicara tentang emosi mereka, dan menawarkan mereka sumber daya untuk mencari tenaga bantuan profesional.</p>
<figure>
<iframe width="440" height="260" src="https://www.youtube.com/embed/D_z2rfL1BC0?wmode=transparent&start=0" frameborder="0" allowfullscreen=""></iframe>
<figcaption><span class="caption">Keluarga dan komunitas bisa memegang peran penting dalam mengurangi risiko bunuh diri.</span></figcaption>
</figure>
<h2>Strategi untuk membicarakan <em>self-harm</em></h2>
<p>Para remaja yang melakukan <em>self-harm</em> dan/atau memikirkan tentang bunuh diri <a href="https://doi.org/10.1111/sltb.12841">adalah kelompok yang beragam</a> – tentu saja setiap manusia itu unik. Namun, riset kami menemukan bahwa <em>self-harm</em> memegang peran besar untuk anak muda: membantu meregulasi emosi.</p>
<p>Bagi remaja yang mengalami pikiran dan perilaku <em>self-harm</em>, penting untuk <a href="https://doi.org/doi:10.1001/jamapsychiatry.2018.4358">mencari dan menemukan</a> orang dewasa dan/atau rekan sejawat yang mereka rasa bisa menjadi teman dekat. Survei CDC sebelumnya menunjukkan bahwa <a href="https://www.cdc.gov/media/releases/2022/p0331-youth-mental-health-covid-19.html">anak muda yang merasa terkoneksi dengan orang lain</a>, kemungkinannya jauh lebih rendah untuk memikirkan atau mencoba bunuh diri, ketimbang mereka yang tidak punya koneksi sosial. </p>
<p>Oleh karena itu, memastikan bahwa remaja merasa diperhatikan dan didukung, atau bahwa mereka merasa “diterima” di rumah maupun sekolah, bisa jadi satu cara untuk melindungi mereka dari tindakan <em>self-harm</em>.</p>
<p>Kami menemukan dalam pekerjaan klinis kami dengan anak muda yang melakukan <em>self-harm</em>, bahwa penting untuk menyeimbangkan antara memvalidasi emosi mereka – atau dengan kata lain, mengakui dan secara tepat memahami perasaan mereka – namun tidak merespons tindakan <em>self-harm</em> dengan cara-cara yang mungkin secara tidak sengaja justru membuatnya semakin parah. Misalnya, jika remaja merasa satu-satunya cara mereka mendapat dukungan atau validasi adalah dengan melakukan <em>self-harm</em>, penting untuk memastikan bahwa validasi juga diberikan ketika mereka tidak melakukan <em>self-harm</em>.</p>
<p><strong>Berikut adalah beberapa cara penting untuk memberikan validasi dan menunjukkan dukungan:</strong></p>
<ul>
<li><p>Perhatikan: Kita semua tahu bagaimana rasanya berbicara dengan seseorang yang tidak memperhatikan atau malah sibuk melihat ponsel mereka. Lakukan kontak mata dan tunjukkan kita tertarik dengan apa yang dirasakan seseorang.</p></li>
<li><p>Refleksikan kembali: Rangkum apa yang disampaikan orang tersebut untuk mendemonstrasikan bahwa kita memang mendengarkan dan meresapi informasi. Kita bisa mengatakan hal seperti, “Sebentar, aku ingin memastikan bahwa aku benar-benar memahami…” kemudian parafrasekan apa yang kita dengar.</p></li>
<li><p>Coba untuk baca pikiran mereka: Bayangkan kita ada di posisi orang itu atau tebak apa yang mereka mungkin rasakan, bahkan jika mereka belum mengatakannya secara gamblang. Kita bisa mengatakan semacam, “Aku membayangkan kamu pasti merasa seakan tidak ada orang yang bisa memahami penderitaanmu.” Jika remaja tersebut mengatakan bahwa kita salah, kita sebaiknya berhenti mencoba menebak dan bisa mencoba lagi nanti.</p></li>
<li><p>Berikan validasi berdasarkan kejadian sebelumnya: Tunjukkan bahwa kita memahami bagaimana perasaan mereka bisa masuk akal berdasarkan apa yang kita tahu tentang orang tersebut. Misalnya, kita bisa menanyakan, “Apakah ada saat-saat tertentu ketika kamu pernah mengalami hal serupa dengan saat ini?” Atau kita bisa mengatakan, “Iya sih, aku bisa memahami kenapa kamu bisa takut gagal dalam tes ini, mengingat kamu belajar dengan keras di ujian yang sebelumnya tapi hasilnya tidak sesuai harapan.”</p></li>
<li><p>Akui juga bagaimana perasaan-perasaan tersebut masuk akal di masa ini: Apakah orang lain dalam posisi yang persis sama mungkin merasakan hal yang sama? Misalnya, “Setiap orang yang melalui hal itu pasti takut.” Ini mengkomunikasikan ke lawan bicara bahwa sama sekali tak ada yang salah dengan pikiran atau perasaan mereka. Tentu, kita tak akan bisa memvalidasi segala hal; misalnya, kita sebaiknya tidak memvalidasi bahwa tindakan <em>self-harm</em> adalah respons efektif terhadap tekanan dan stres. Namun, kita bisa memberikan validasi bahwa <em>self-harm</em> bisa dipahami karena bisa memberikan kelegaan emosional sementara, meskipun ia menyebabkan banyak masalah secara jangka panjang.</p></li>
<li><p>Bersikaplah secara tulus: Tunjukkan bahwa kita otentik dan cobalah menunjukkan ke orang tersebut bahwa kita menghormati dan peduli tentang mereka. Perlakukan mereka seperti orang dengan derajat yang sama yang juga punya kapasitas untuk membantu mengatasi masalah mereka terkait <em>self-harm</em>.</p></li>
</ul>
<h2>Mengulurkan tangan</h2>
<p>Penting bagi orang untuk tahu bahwa bantuan selalu tersedia. Di AS, misalnya, ada <em>hotline</em> bunuh diri, yakni National Suicide Prevention Lifeline (800-273-8255), yang gratis bagi siapapun yang mengalami tekanan emosional. Ada juga <a href="https://nowmattersnow.org/">Now Matters Now</a> yang merupakan sumber daya gratis lainnya yang menawarkan strategi penanganan untuk mengelola pemikiran <em>self-harm</em> dan bunuh diri, diberikan oleh individu-individu yang pernah mengalaminya sendiri.</p>
<p>Riset terdahulu menunjukkan bahwa intervensi perilaku tertentu, seperti terapi perilaku kognitif (<a href="https://doi.org/10.7326/M19-0869"><em>cognitive behavioral therapy</em></a>) – suatu pendekatan yang fokus pada irisan antara pemikiran, emosi, dan perilaku – atau terapi perilaku dialektika (<a href="https://doi.org/10.1080/15374416.2019.1591281"><em>dialectical behavioral therapy</em></a>) – suatu paket pengobatan komprehensif yang mengajarkan kesadaran penuh (<em>mindfulness</em>), regulasi emosi, toleransi tekanan, dan kemampuan penanganan interpersonal – efektif untuk mengurangi pemikiran dan perilaku <em>self-harm</em>. Kedua pengobatan tersebut didesain untuk membekali individu dengan kemampuan untuk mengenali emosi mereka sekaligus mengubah perasaan mereka tanpa perlu melakukan <em>self-harm</em>.</p>
<hr>
<p><em>Jika kalian atau orang yang kalian kenal memiliki pikiran untuk bunuh diri, organisasi advokasi pencegahan bunuh diri Into The Light menyediakan panduan dan daftar beberapa hotline yang aktif di Indonesia. Cek <a href="https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-bunuh-diri-di-indonesia/">situs mereka</a> untuk pembaruan berkala.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/197587/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Kevin Kuehn menerima dana dari National Institute of Mental Health di AS.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Kevin King menerima dana dari National Institute on Drug Abuse dan National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism di AS.</span></em></p>Riset baru menunjukkan banyak anak muda melaporkan rasa lega sesaat setelah tindakan self-harm. Tapi ada cara-cara untuk membantu remaja menggantikan perilaku melukai dengan kebiasaan yang sehat.Kevin Kuehn, PhD Student in Clinical Psychology, University of WashingtonKevin King, Professor of Psychology, University of WashingtonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1968022022-12-20T03:03:58Z2022-12-20T03:03:58ZRiset: Sepak bola bisa jadi terapi efektif untuk meningkatkan kesehatan mental<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/501828/original/file-20221219-24-5oeq00.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock/1000 Words</span></span></figcaption></figure><p>Bermain sepak bola adalah suatu cara yang baik untuk mendapatkan kebugaran fisik. Namun <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09638237.2020.1793119?journalCode=ijmh20">riset baru kami</a> menunjukkan bahwa olahraga teratur juga dapat meningkatkan kesehatan mental, kepercayaan diri sosial, dan pencapaian tujuan hidup .</p>
<p>Saat kami mengeksplorasi dampak dari permainan yang indah itu pada orang-orang dengan tantangan kesehatan mental, banyak pemain yang kami ajak bicara mengatakan bahwa permainan mingguan mereka memperbaiki tingkat stres dan kecemasan. </p>
<p>Seseorang berkomentar:</p>
<blockquote>
<p>Saya pikir ketika adrenalin Anda terpompa, itu akan mengeluarkan segala jenis emosi negatif dan hal-hal yang Anda miliki, hampir seperti Anda mengeluarkan keringat.</p>
</blockquote>
<p>Yang lain mengatakan mereka pulang setelah pertandingan dengan perasaan “jauh lebih santai”, menambahkan: “Sepertinya menyenangkan jika dilakukan setiap hari.”</p>
<p>Manfaat lainnya termasuk hubungan sosial, yang sebelumnya sulit dinikmati oleh beberapa pemain yang kami ajak bicara. Tampaknya sepak bola berperan penting dalam memberikan minat yang sama bagi para pemain dan pelatih, dan ikatan selanjutnya. </p>
<p>Seorang pemain berkata: “Anda berbicara tentang apa yang terjadi di lapangan. Itulah pemecah kebekuan. Saya pikir di situlah orang mendapatkan kepercayaan diri mereka kemudian berbicara dengan orang baru.”</p>
<p>Elemen kuat lainnya adalah cara menjadi bagian dari tim, berbagi umpan dan semangat membantu menormalkan perasaan mereka. Ini memungkinkan mereka membangun koneksi satu sama lain sebagai individu dan sebagai anggota tim.</p>
<p>Para pemain yang kami ajak bicara sebagian besar adalah laki-laki muda, di mana persoalan kesehatan mentalnya menjadi masalah khusus. Bunuh diri, misalnya, telah menjadi penyebab utama kematian laki-laki berusia <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/healthandsocialcare/causesofdeath/articles/leadingcausesofdeathuk/2001to2018">di bawah 34 tahun di Inggris sejak 2001</a>.</p>
<p>Untuk penelitian kami, peserta bermain sepak bola sekitar 90-120 menit dalam sepekan. Sesi ini diadakan oleh empat klub profesional dan semi-profesional yang bermitra dengan <a href="https://www.timetochangewales.org.uk/en">program anti-stigma kesehatan mental</a>.</p>
<figure>
<iframe src="https://player.vimeo.com/video/202767900" width="500" height="281" frameborder="0" webkitallowfullscreen="" mozallowfullscreen="" allowfullscreen=""></iframe>
</figure>
<p>Kunci keberhasilannya adalah semangat dan komitmen para pelatih yang mampu menciptakan lingkungan yang positif dan inklusif bagi para pemain. Misalnya, program ini awalnya dirancang untuk menjadi “non-kompetitif”. Namun rencana ini berubah setelah pelatih menyadari bahwa program tersebut mungkin tidak menarik minat pemain, dengan catatan bahwa “orang dengan masalah kesehatan mental tidak berbeda… Saya tidak akan keluar tempat tidur untuk bermain sepak bola non-kompetitif”.</p>
<p>Para peserta mengakui dan menghargai dedikasi para pelatih, yang menjadi faktor pendorong bagi banyak dari mereka untuk berkomitmen pada program, dengan satu komentar bahwa “mereka di sini mencurahkan seluruh waktu luang mereka untuk kita semua nikmati. Mereka melakukan pekerjaan besar-besaran , dan kami sangat menghormati mereka.”</p>
<h2>Perawatan di lapangan</h2>
<p>Manfaat kesehatan mental yang dijelaskan oleh para pemain dalam penelitian kami mendukung penelitian sebelumnya di bidang ini. <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/wps.20420">Satu ulasan terbaru</a> menunjukkan bahwa aktivitas fisik meningkatkan gejala depresi, dengan hasil yang sebanding dengan penggunaan obat-obatan. Riset itu juga menunjukkan peningkatan kebugaran kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) dan kualitas hidup bagi mereka yang mengalami gangguan depresi mayor dan skizofrenia.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.3109/09638288.2014.972579">Intervensi berbasis olahraga</a> telah ditemukan secara luas sama efektifnya dengan psikoterapi untuk beberapa orang yang menderita kesulitan kesehatan mental.</p>
<p>Inisiatif masa depan seharusnya berusaha untuk mengembangkan komunikasi yang lebih terstruktur antara penyedia layanan kesehatan mental dan calon peserta. Yang terpenting, mereka juga harus menjangkau klub-klub mapan yang memiliki fasilitas dan personel untuk membantu.</p>
<p>Hasil riset kami menambah kekuatan argumen bahwa terapi berbasis olahraga seharusnya dilaksanakan secara luas, berbiaya murah, gampang diakses, dan efektif untuk meningkatkan kesehatan mental di komunitas kita.</p>
<p>Lagi pula, prevalensi gangguan kesehatan mental telah menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat, dengan sekitar seperempat populasi orang dewasa <a href="https://www.mind.org.uk/information-support%20/types-of-mental-health-problems/statistics-and-facts-about-mental-health/how-common-are-mental-health-problems/">saat ini mengalami gangguan kesehatan mental</a> dalam beberapa bentuk.</p>
<p>Saat ini, kesulitan seperti itu, yang meliputi kecemasan dan depresi, paling sering diobati dengan intervensi farmakologis atau psikologis. Namun pertimbangan serius harus diberikan oleh pembuat kebijakan untuk program berbasis olahraga, yang terus membuktikan dirinya sebagai alternatif yang efektif.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/196802/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Mark Llewellyn receives funding from a range of research funding bodies, including for this study from the Welsh Government. He is a Trustee for the Wales Council for Voluntary Action.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Alecia Cousins dan Philip Tyson tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Hasil riset kami menambah kekuatan argumen bahwa program berbasis olahraga seharusnya dilaksanakan secara luas sebagai mekanisme berbiaya rendah, mudah diakses.Mark Llewellyn, Professor of Health and Care Policy, University of South WalesAlecia Cousins, PhD Candidate in Psychology, Swansea UniversityPhilip Tyson, Senior Lecturer in Psychology, University of South WalesLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1932262022-10-26T06:45:55Z2022-10-26T06:45:55ZVegetarian lebih cenderung mengalami depresi daripada pemakan daging – ini kemungkinan alasannya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/491852/original/file-20221026-4292-7yclcl.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Buntovskikh Olga/Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Vegetarian mengalami sekitar dua kali lebih banyak episode depresi dibanding pemakan daging, menurut sebuah <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0165032722010643">studi baru</a>.</p>
<p>Penelitian ini, berdasarkan data survei dari Brasil, sejalan dengan <a href="https://www.psychologytoday.com/gb/blog/animals-and-us/201812/the-baffling-link-between-vegetarianism-and%20-depression">penelitian sebelumnya</a> yang menemukan tingkat depresi yang lebih tinggi di antara mereka yang tidak makan daging. Namun, studi baru menunjukkan bahwa hal ini tak berhubungan dengan asupan nutrisi.</p>
<p>Tampaknya mudah untuk melihat hubungan antara diet dan masalah kesehatan tertentu dan berasumsi bahwa yang pertama menyebabkan yang terakhir melalui beberapa bentuk kekurangan gizi.</p>
<p>Namun analisis baru, yang diterbitkan dalam Journal of Affective Disorders, memperhitungkan berbagai faktor gizi, termasuk asupan kalori total, asupan protein, asupan mikronutrien, dan tingkat pengolahan makanan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat depresi yang lebih tinggi di kalangan vegetarian tidak disebabkan oleh kandungan nutrisi dari makanan mereka.</p>
<p>Jadi apa yang bisa menjelaskan hubungan antara vegetarianisme dan depresi? Apakah ada mekanisme non-gizi yang membuat yang vegetarianisme menyebabkan depresi? Atau apakah hubungan itu sepenuhnya mengarah pada sesuatu yang lain?</p>
<p>Pertama, mungkin saja depresi menyebabkan orang lebih cenderung menjadi vegetarian daripada sebaliknya. <a href="https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/clinical-depression/symptoms/">Gejala depresi</a> dapat mencakup perenungan tentang pikiran negatif, serta perasaan bersalah.</p>
<p>Dengan asumsi bahwa orang yang depresi dan tidak depresi memiliki kemungkinan yang sama untuk menghadapi kenyataan yang mengecewakan tentang rumah jagal dan industri peternakan, ada kemungkinan bahwa orang yang depresi lebih cenderung merenungkan pemikiran itu, dan lebih mungkin merasa bersalah atas peran mereka dalam menciptakan permintaan daging.</p>
<p>Vegetarian yang depresi, dalam hal ini, belum tentu salah berpikir seperti ini. Sementara depresi terkadang ditandai dengan persepsi negatif yang tidak realistis, <a href="https://www.psychologytoday.com/gb/blog/hide-and-seek/201206/depressive-realism">ada bukti yang menunjukkan</a> bahwa orang dengan depresi sedang memiliki penilaian yang lebih realistis tentang hasil dari peristiwa yang tidak pasti dan persepsi yang lebih realistis tentang peran dan kemampuan mereka sendiri.</p>
<p>Dalam hal ini, memang ada <a href="https://www.bryantresearch.co.uk/insights/acceptability-of-animal-farming-practices">perlakuan kejam terhadap hewan dalam produksi daging</a>. Dan ini benar-benar disebabkan oleh permintaan konsumen akan daging murah.</p>
<p>Kedua, ada kemungkinan bahwa mengikuti diet vegetarian menyebabkan depresi karena alasan selain nutrisi. Bahkan jika tidak ada “nutrisi bahagia” yang kurang dalam pola makan vegetarian, bisa jadi meninggalkan daging menyebabkan depresi melalui cara lain.</p>
<p>Misalnya, menerapkan pola makan vegetarian dapat mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain dan keterlibatan dalam aktivitas sosial, dan terkadang dapat dikaitkan dengan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21361905%20/">godaan atau bentuk pengucilan sosial lainnya</a>.</p>
<p>Khususnya, studi baru ini didasarkan pada data survei yang dikumpulkan di Brasil, sebuah negara <a href="https://data.oecd.org/agroutput/meat-consumption.htm">yang terkenal dengan pola makan dagingnya</a>. Beberapa data survei menunjukkan <a href="https://www.nytimes.com/2020/12/26/world/americas/brazil-vegetarian.html">peningkatan tajam dalam vegetarianisme di Brasil dalam beberapa tahun terakhir</a>, naik dari 8% pada 2012 menjadi 16% pada 2018. Namun, riset baru-baru ini mensurvei lebih dari 14.000 orang Brasil dan hanya menemukan 82 vegetarian – hampir tidak lebih dari setengah persen.</p>
<p>Kita harus bertanya-tanya apakah hubungan yang sama antara vegetarianisme dan depresi akan diamati di India atau negara-negara lain yang vegetarianisme lebih merupakan norma sosial. Lebih penting lagi, dengan <a href="https://www.bryantresearch.co.uk/insights/uk-protein-transition-in-4-graphs">tingkat vegetarianisme meningkat di Inggris</a> dan negara maju lainnya, akankah kita melihat hubungan ini menghilang dari waktu ke waktu?</p>
<p>Akhirnya, ada kemungkinan bahwa baik vegetarianisme maupun depresi tidak menyebabkan yang lain, tapi keduanya terkait dengan beberapa faktor ketiga. Ini bisa berupa sejumlah karakteristik atau pengalaman yang terkait dengan vegetarianisme dan depresi.</p>
<p>Misalnya, <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0195666317305305">perempuan lebih mungkin daripada laki-laki untuk menjadi vegetarian</a>, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5532074/">dan mengalami depresi</a>. Namun, penelitian di Brasil memperhitungkan jenis kelamin, mengesampingkan variabel ketiga khusus ini.</p>
<h2>Tidak diuji</h2>
<p>Salah satu variabel yang tidak diuji, tapi secara masuk akal terkait dengan vegetarianisme dan depresi, adalah paparan gambar kekerasan dari industri daging. Mencegah kekejaman terhadap hewan adalah <a href="https://www.statista.com/statistics/1062072/reasons-for-becoming-vegetarian-or-vegan-in-great-britain/">alasan yang paling sering dikutip</a> yang diberikan vegetarian untuk menghindari daging.</p>
<p>Dokumenter seperti “<a href="https://watchdominion.org/">Dominion</a>” dan “<a href="http://www.nationearth.com/">Earthlings</a>” yang menggambarkan kekejaman dalam industri daging tidak dapat dengan mudah digambarkan sebagai film yang menyenangkan. Orang dapat dengan mudah membayangkan bahwa seseorang yang mengkonsumsi media semacam ini akan menjadi vegetarian dan, terutama ketika kebanyakan orang lain memilih untuk mengabaikan kekejaman ini, menjadi depresi.</p>
<p>Ada beberapa kemungkinan alasan untuk hubungan antara vegetarianisme dan depresi. Studi baru ini menunjukkan bahwa nutrisi vegetarian bukanlah penyebab depresi.</p>
<p>Sebaliknya, pengalaman sosial vegetarian dapat berkontribusi pada depresi, depresi dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan menjadi vegetarian, atau vegetarianisme dan depresi dapat disebabkan oleh variabel ketiga, seperti paparan citra industri daging yang kejam.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/193226/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Chris Bryant is the Director of Bryant Research, which provides research consulting services to various alternative protein companies and animal protection non-profits.</span></em></p>Studi baru ini menunjukkan bahwa nutrisi vegetarian bukanlah penyebab depresi.Chris Bryant, Honorary Research Associate, Department of Psychology, University of BathLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1917682022-10-11T08:10:46Z2022-10-11T08:10:46ZData Bicara: gangguan kesehatan jiwa di Indonesia naik dalam 30 tahun terakhir, perempuan dan usia produktif lebih tinggi<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/489101/original/file-20221011-12-5pytfd.jpeg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><p><em>Artikel ini untuk memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia 10 Oktober.</em></p>
<p>Jauh sebelum pandemi COVID-19, angka kasus gangguan kesehatan mental telah <a href="https://ourworldindata.org/mental-health">menunjukkan</a> tren peningkatan di level global maupun Indonesia. Pandemi telah membuat masalah kesehatan jiwa makin meningkat. Ini semestinya <a href="https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(21)02143-7/fulltext">menjadi pengingat bagi mayoritas negara</a> untuk memperkuat sistem kesehatan mental. </p>
<p>Gangguan kesehatan mental merupakan masalah yang kompleks dan bisa bermacam-macam bentuknya, seperti dijelaskan dalam <a href="https://icd.who.int/browse10/2019/en#/">klasifikasi penyakit internasional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)</a>. Dalam definisi itu, gangguan kesehatan mental mencakup banyak bentuk, termasuk depresi, kecemasan, bipolar, gangguan makan, dan skizofrenia. </p>
<p>Bunuh diri, seperti <a href="https://nasional.tempo.co/read/1643276/mahasiswa-ugm-terjatuh-dari-lantai-11-polisi-sebut-murni-bunuh-diri">kasus mahasiswa di Yogyakarta baru-baru ini</a>, merupakan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6165520/">masalah besar gangguan kesehatan mental</a> yang perlu menjadi perhatian dan dicegah oleh banyak pihak. Secara global, <a href="https://www.who.int/health-topics/mental-health#tab=tab_1">bunuh diri</a> adalah penyebab kematian keempat di antara orang berusia 15-29 tahun.
. </p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/11423414/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/11423414/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/11423414" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Riset terbaru dari <a href="https://www.healthdata.org/node/9230">Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington</a> terkait Global Burden of Disease (GBD) 2019 menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental tetap bertahan dalam 10 penyebab teratas beban penyakit di seluruh dunia. Tak ada bukti pengurangan secara global pada beban ini sejak 1990. </p>
<p>Dalam konteks Indonesia, riset ini menunjukkan tren peningkatan jumlah gangguan kesehatan mental dalam 30 tahun terakhir. </p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/11423194/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/11423194/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/11423194" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Selain naiknya jumlah kasus gangguan jiwa baik pada laki-laki maupun perempuan, temuan lainnya adalah gangguan kesehatan jiwa pada perempuan lebih tinggi dibanding pada laki-laki. Apa penyebabnya? </p>
<p>Menurut Ilham Akhsanu Ridho, dosen dan peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, perempuan di Indonesia rentan mengalami gangguan kesehatan mental karena mengalami beban ganda dalam keluarga dan tempat kerja. </p>
<p>Selain dituntut oleh sistem sosial untuk mengurus pekerjaan di ranah domestik, perempuan juga dituntut bekerja untuk meningkatkan pendapatan keluarga, apalagi di kalangan kelompok miskin. </p>
<p>Di sektor domestik, kerentanan sosial muncul saat perempuan mengurus rumah tangga, anak, perceraian (jika terjadi), konflik dengan pasangan, kekerasan dalam rumah tangga. “Akar-akarnya bisa dilacak pada budaya patriarki,” kata dia.</p>
<p>Secara umum, <a href="https://theconversation.com/stres-di-tengah-new-normal-covid-19-yang-penuh-ketidakpastian-ini-cara-deteksinya-137897">analisis lain juga menyatakan</a>
semakin tinggi beban pekerjaan rumah tangga, semakin tinggi juga kemungkinan perempuan mengalami stres.</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/11422828/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/11422828/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/11422828" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Temuan lainnya adalah makin tua seseorang, makin rentan pula mengalami gangguan kesehatan mental. WHO <a href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-of-older-adults#:%7E:text=Mental%20health%20has%20an%20impact,can%20negatively%20affect%20its%20outcome.">menyatakan</a> gangguan mental dan neurologis di antara orang dewasa yang lebih tua menyumbang 6,6% dari total kecacatan (DALYs) untuk kelompok usia ini. Sekitar 15% orang dewasa berusia 60 tahun ke atas menderita gangguan mental.</p>
<p>Lalu, berapa tahun masa hidup sehat yang hilang akibat gangguan kesehatan mental? Studi Global Burden of Disease (GBD) 2019, dengan perhitungan tingkat DALY (Disability-Adjusted Life Year) dari gangguan depresi menunjukkan makin tua kelompok usia, makin besar tahun hidup sehat yang hilang. Kelompok usia produktif, <a href="https://www.bps.go.id/istilah/index.html?Istilah_page=4">15-64 tahun</a>, merupakan kelompok yang paling banyak kehilangan tahun hidup sehat akibat gangguan depresi. </p>
<p>Misalnya, orang Indonesia kelompok umur usia 50-69 tahun kehilangan hidup sehat lebih banyak (sekitar 580 tahun per 100.000 orang) dibanding kelompok usia usia 5-14 tahun (sekitar 60 tahun per 100.000 orang) akibat gangguan depresi (lihat grafik di bawah).</p>
<p><a href="https://theconversation.com/riset-pada-2019-perempuan-indonesia-kehilangan-waktu-36-juta-tahun-untuk-hidup-sehat-159216">Disability-adjusted Life Years (DALY)</a> yang merupakan ukuran status kesehatan itu dinyatakan dalam metrik jumlah tahun yang hilang karena meninggal, sakit dan disabilitas. DALY dihitung dari gabungan jumlah waktu (dinyatakan dalam tahun) yang hilang akibat meninggal dini (Years of Life Lost, YLL) dan jumlah waktu ketika orang terpaksa hidup dengan disabilitas (Years Lived with Disability, YLD).</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/11424218/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:600px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/11424218/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/11424218" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Menurut Iqbal Elzayar, peneliti The Oxford University Clinical Research Unit in Indonesia (OUCRU ID), berdasarkan studi GBD 2019, faktor risiko yang berkontribusi terhadap gangguan mental depresi adalah pelecehan seksual masa kanak-kanak, perundungan, dan kekerasan dari pasangan. </p>
<p>“Pada kelompok 15-49 tahun, pelecehan seksual masa kanak-kanak dan <em>bullying</em> menjadi kontributor risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan risiko lainnya. Sedangkan pada kelompok 70+, kekerasan dari pasangan lebih mendominasi,” kata kolaborator GBD 2019 dari Indonesia itu. </p>
<p>Selain masalah sakitnya secara langsung, salah satu isu yang timbul dari gangguan kesehatan jiwa adalah dampaknya terhadap produktivitas masyarakat. </p>
<p>Menurut Rizqy Amelia Zein, dosen Psikologi Kepribadian dan Sosial Universitas Airlangga, jika ada satu anggota keluarga memiliki masalah gangguan kesehatan mental yang berat, maka beban perawatan di keluarga tersebut meningkat. “Sebab, anggota keluarga yang lain harus membantu dan menangani yang sakit. Jadi bukan hanya produktivitas yang sakit yang terganggu, yang tidak sakit juga terganggu produktivitasnya karena harus merawat yang sakit,” kata Amelia. </p>
<p>Karena itu, kata dia, isu-isu kesehatan mental menjadi perhatian serius di negara-negara maju, ketimbang di negara-negara berkembang. Sebab, kesehatan mental bisa berdampak atau mempengaruhi produktivitas masyarakat. </p>
<h2>Promosikan pentingnya kesehatan mental</h2>
<p>Untuk mencegah gangguan kesehatan mental, <a href="https://www.who.int/health-topics/mental-health#tab=tab_1">menurut WHO</a>, ada beberapa langkah yang harus dilakukan negara. Pertama, mempromosikan kesehatan mental untuk semua orang dan melindungi orang-orang berisiko seperti anak-anak, remaja, dan pekerja. Program pencegahan bunuh diri juga patut digalakkan. </p>
<p>Kedua, negara harus menyediakan layanan kesehatan yang mudah diakses dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam konteks ini, peningkatan anggaran untuk kesehatan mental menjadi keharusan. Tanpa adanya anggaran yang memadai, promosi, pencegahan, dan pengobatan atas masalah kesehatan mental sulit dilakukan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/191768/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Selain masalah sakitnya secara langsung, salah satu isu yang timbul dari gangguan kesehatan jiwa adalah dampaknya terhadap produktivitas masyarakat.Ahmad Nurhasim, Health+Science Editor, The ConversationLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1907562022-09-16T06:51:13Z2022-09-16T06:51:13ZSelain terlihat indah, tanaman dalam ruangan juga dapat meningkatkan kesehatan mental<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/484816/original/file-20220915-25735-8tkj1k.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Tanaman hias dapat menjadi penghubung yang penting dengan alam – terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses ke taman.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/people-housework-care-concept-happy-man-2177867965">Syda Productions/ Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Bagi sebagian dari kita yang tidak memiliki akses ke ruang terbuka hijau di luar rumah, tanaman hias merupakan cara penuh gaya yang terjangkau untuk memperbaiki alam. Selain terlihat indah, tanaman hias dalam ruangan juga memiliki beberapa manfaat lain, dan manfaat terbesarnya adalah <a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/19/12/7454">meningkatkan kesehatan mental</a>. Kabar baiknya, kamu tidak perlu menjadi pemilik tanaman hias untuk merasakan manfaatnya. </p>
<p><a href="https://www.ons.gov.uk/economy/environmentalaccounts/articles/oneineightbritishhouseholdshasnogarden/latest">Satu dari delapan</a> rumah tangga di Inggris tidak memiliki akses ke taman. <a href="https://www.ons.gov.uk/economy/environmentalaccounts/methodologies/accesstogardenspacesengland">Kaum muda</a> dan mereka yang berlatar belakang etnis minoritas adalah orang-orang yang paling tidak mungkin memiliki taman di rumah. </p>
<p>Minimnya akses ke alam dapat <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/19407963.2013.793520">berdampak pada kesehatan</a>, yang dikaitkan dengan gejala depresi dan kecemasan, serta kondisi kesehatan lainnya, termasuk asma, penyakit kardiovaskular, dan fungsi kekebalan tubuh yang buruk. Bagi banyak dari kita, tanaman hias menjadi penghubung penting dengan alam. </p>
<p>Meskipun belum ada penelitian yang secara kuat menjelaskan manfaat khusus tanaman hias bagi kesehatan mental, banyak penelitian telah menunjukkan besarnya manfaat ruang hijau dan berkebun untuk kesehatan mental. Misalnya, satu penelitian menemukan bahwa orang-orang yang berkebun setiap hari memiliki <a href="https://doi.org/10.1016/j.cities.2021.103118">kesejahteraan yang lebih baik dan tingkat stres yang lebih rendah</a> dibandingkan dengan mereka yang tidak berkebun setiap hari. </p>
<p>Berkebun juga <a href="https://doi.org/10.1016/j.pmedr.2016.11.007">mengurangi gejala depresi dan kecemasan</a> dan <a href="https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2020.103776">meningkatkan emosi positif</a> sama seperti bersepeda, berjalan kaki, dan menikmati makan di luar. Banyak dari manfaat ini kemungkinan juga berlaku untuk tanaman hias. </p>
<hr>
<p>Sebuah analis terbaru dari 42 penelitian menunjukkan bahwa hanya <a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/19/12/7454">berada di sekitar tanaman dalam ruangan</a> dapat meningkatkan kesehatan mental dan fisik. Eksperimen ini membandingkan para partisipan yang melakukan berbagai aktivitas di ruangan, baik dengan maupun tanpa tanaman. </p>
<p>Dengan tanaman, kinerja pada tugas-tugas kognitif yang memerlukan fokus menjadi lebih baik, ingatan meningkat, lebih tahan terhadap rasa sakit yang muncul ketika bergandengan dalam air dingin dengan suhu es, dan tingkat stres fisiologis menurun. Menariknya, penampilan estetika tanaman juga penting. Penelitian lain menunjukkan bahwa orang cenderung memiliki <a href="https://doi.org/10.1016/j.buildenv.2022.109151">reaksi yang lebih positif</a> terhadap tanaman hijau subur yang berbentuk bulat dan dedaunan yang lebat. </p>
<p>Namun, sebagian besar studi ini hanya berpusat pada keberadaan tanaman. Dari penelitian tentang manfaat berkebun, kita dapat berasumsi bahwa merawat tanaman hias akan memberi lebih banyak manfaat emosional, seperti<a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/01490400.2021.1897715"> kebanggaan personal dan hubungan sosial</a>, <a href="https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2021.104108">kepuasan</a>, <a href="https://www.mdpi.com/2075-4450/12/9/785">kekaguman</a>, <a href="https://doi.org/10.1016/j.ufug.2021.127448">ketahanan mental saat stres</a>, dan bahkan membantu dalam<a href="https://doi.org/10.1016/j.wss.2021.100061">pemulihan trauma masa lalu</a>. </p>
<h2>Baik untukmu</h2>
<p>Ada banyak alasan lain yang membuat tanaman hias bermanfaat bagi kamu.</p>
<p>Tanaman dapat <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0143624419899519?journalCode=bsea">menghilangkan polutan</a> seperti karbon dioksida, nitrogen dioksida (dari lalu lintas terdekat), partikel halus (dari debu), dan volatil senyawa organik (dari penyegar udara, masakan, dan pembersihan). Bagi orang-orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan, kualitas udara dalam ruangan sangatlah penting. </p>
<p>Konsentrasi karbon dioksida yang tinggi dapat <a href="https://ascelibrary.org/doi/full/10.1061/%28ASCE%29ME.1943-5479.0000993">menurunkan kinerja kognitif</a>, seperti konsentrasi dan ingatan, saat terpapar polutan dalam ruangan dalam waktu lama. Selain itu, paparan polutan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan <a href="https://www.who.int/teams/environment-climate-change-and-health/air-quality-and-health/health-impacts/types-of-pollutants">masalah kesehatan jangka panjang</a>, mulai dari iritasi mata atau tenggorokan ringan hingga masalah pernapasan dan kanker. </p>
<p>Namun, menghilangkan polutan secara signifikan membutuhkan tanaman dengan jumlah yang sangat banyak dalam <a href="https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0143624419899519?journalCode=bsea">ruangan yang sangat terang</a>. Hal ini mungkin tidak realistis bagi banyak orang. Jika kamu ingin mencobanya, kamu dapat memilih tanaman dengan daun yang luas, seperti pohon karet India (<em>Ficus elastic</em>) atau sirih gading (<em>Epipremnum aureum</em>).</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Seorang perempuan muda dengan sarung tangan berkebun menggunakan botol semprot untuk menyirami tanaman rumahnya." src="https://images.theconversation.com/files/475387/original/file-20220721-9527-gzxs2p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/475387/original/file-20220721-9527-gzxs2p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/475387/original/file-20220721-9527-gzxs2p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/475387/original/file-20220721-9527-gzxs2p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/475387/original/file-20220721-9527-gzxs2p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/475387/original/file-20220721-9527-gzxs2p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/475387/original/file-20220721-9527-gzxs2p.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Tanaman hias juga bermanfaat bagi aspek kesehatan lainnya.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/positive-woman-her-20s-watering-plants-1924729577">antoniodiaz/ Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Secara teori, tanaman juga dapat membantu <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11869-018-0618-9">meningkatkan kelembapan udara dalam ruangan</a>. Sebagian besar bangunan memiliki udara yang terlalu kering. Menjaga kelembapan <a href="https://www-ncbi-nlm-nih-gov.sheffield.idm.oclc.org/pmc/articles/PMC1474709/">secara optimal</a> dapat mencegah penyebaran virus, pertumbuhan jamur, dan kondisi mata, kulit, dan hidung yang kering. Meskipun juga bergantung pada kondisi lain dalam ruangan, seperti luas, cahaya, dan aliran udara, beberapa tanaman memiliki manfaat yang sangat baik untuk meningkatkan kelembapan udara, seperti <em>English ivy</em> (<em>Hedera helix</em>), sirih gading (<em>Epipremnum aureum</em>) dan lili perdamaian (<em>Spathiphyllum</em>).</p>
<h2>Terus belajar</h2>
<p>Kamu tidak memerlukan keahlian bertanam khusus untuk menikmati kesuksesan dengan tanaman hias. Berkebun merupakan proses belajar dari kesalahan, bahkan tukang kebun yang paling berpengalaman dapat membuat kesalahan. Tidak semua tanaman akan tumbuh subur di berbagai tempat, dan beberapa mungkin sulit untuk menghadapi kerumunan serangga, tidak dapat adaptasi dengan kondisi cahaya dan air, dan mati. Cobalah untuk tidak terpaku pada rintangan-rintangan ini. Kamu mungkin dapat kembali mencoba dengan spesies tanaman yang berbeda sambil terus mempelajari <a href="https://www.rhs.org.uk/plants/types/houseplants/houseplant-101">pengetahuan botani</a>. </p>
<p>Setiap tanaman memiliki kebutuhan yang berbeda, jadi carilah tanaman yang sesuai dengan kondisi tempat tinggalmu. Jika kamu menginginkan tanaman yang dapat tumbuh sumbur meski terabaikan, kamu dapat memilih tanaman-tanaman yang cocok untuk pemula, seperti tanaman laba-laba (<em>Chlorophytum comosum</em>), palem ruang tamu (<em>Chamaedorea elegans</em>), atau tanaman apapun yang berasal dari keluarga kaktus dan sukulen, termasuk kaktus zebra (<em>Haworthia</em>) atau tanaman giok (<em>Crassula ovata</em>).</p>
<p>Menanam tumbuhan herbal juga dapat menjadi langkah awal yang terjangkau dan berguna bagi pemula. Kamu juga dapat mencoba <a href="https://greg.app/">aplikasi-aplikasi</a> yang dapat memudahkan kamu dalam merawat tanaman, yang memberi saran, mengingatkan, dan menyediakan forum untuk bertanya. </p>
<p>Memiliki tanaman hias dapat memberi banyak manfaat bagi kesehatan, terutama kesehatan mental. Bertanam atau berkebun juga dapat menjadi hobi yang akan terus memberi kamu pelajaran baru, mendorong ekspresi diri – dengan memilih dan merawat tanaman –, dan memberi kepuasan yang nyata.</p>
<p><iframe src="https://action.bridged.media/?id=62ea545c2e78b514b03e9d8f&embed=true" width="100%" height="400px" style="border:none; overflow: hidden;"></p></iframe></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/190756/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Lauriane Suyin Chalmin-Pui bekerja untuk Royal Horticultural Society sebagai Rekan Kesejahteraan pascadoktoral. Lauriane tidak memiliki afiliasi dengan aplikasi Greg dan menyatakan tidak ada konflik kepentingan.</span></em></p>Pemilik tanaman hias akan senang mengetahui besarnya manfaat tanaman hias bagi kesehatan.Lauriane Suyin Chalmin-Pui, Wellbeing Postdoctoral Fellow with the Royal Horticultural Society, University of SheffieldLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1696582021-10-28T08:53:53Z2021-10-28T08:53:53ZRiset: usia 16-24 tahun adalah periode kritis untuk kesehatan mental remaja dan anak muda Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/429018/original/file-20211028-16-1q2rabf.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/rx31Ao60kcs">(Unsplash/Arif Riyanto)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Transisi dari remaja menuju ke dewasa – yaitu antara usia 16-24 tahun – merupakan masa di mana seseorang berhadapan dengan banyak tantangan dan pengalaman baru.</p>
<p>Selain mulai memiliki legalitas hukum dan tanggung jawab yang meningkat, remaja di periode ini juga masih mengalami perkembangan biologis, psikologis, dan emosional – bahkan hingga usia 20an.</p>
<p><a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/18/8/4046/htm">Riset yang kami lakukan</a> tahun lalu terhadap 393 remaja berusia 16-24 tahun memperkuat asumsi di atas. </p>
<p>Riset kami juga mendukung temuan Badan Kesehatan Dunia (<em>World Health Organization</em> (WHO)) yang mengatakan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1056499317300019?via%3Dihub">1 dari 4 remaja</a> di usia ini menderita gangguan kesehatan jiwa.</p>
<p>Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari aktifnya hormon reproduksi, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2500212/pdf/nihms56150.pdf">perkembangan otak</a> yang terus berlangsung, serta pembentukan identitas diri mereka. Hal ini tentu dapat disertai <a href="https://www.jaacap.org/article/S0890-8567(13)00331-6/pdf">ketidakstabilan emosi</a> atau pengambilan keputusan yang sering kali impulsif.</p>
<p>Sedangkan, penelitian kami menemukan bahwa banyak remaja Indonesia di periode transisi ini mengalami tantangan beradaptasi terhadap kehidupan mereka yang mulai berubah, kesulitan mengatur waktu dan keuangan pribadi, serta mengalami peningkatan rasa kesepian saat belajar dan merantau di kota yang jauh dari tempat tinggal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/patriotisme-moralisme-kapitalisme-tiga-ideologi-kuat-dalam-sistem-pendidikan-yang-mempengaruhi-kesehatan-mental-anak-muda-indonesia-165751">Patriotisme, moralisme, kapitalisme: tiga ideologi kuat dalam sistem pendidikan yang mempengaruhi kesehatan mental anak muda Indonesia</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Usia 16-24 tahun adalah periode kritis</h2>
<p>Riset di atas, yang dilakukan oleh tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia, mencoba untuk <a href="https://www.mdpi.com/1660-4601/18/8/4046/htm">memetakan keresahan mental remaja di periode transisi 16-24 tahun</a> dari seluruh Indonesia – terutama mahasiswa tahun pertama – melalui survey <em>online</em>.</p>
<p>Sebanyak 95,4% menyatakan bahwa mereka pernah mengalami gejala kecemasan (<em>anxiety</em>), dan 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini. </p>
<p>Selain itu, dari seluruh responden, sebanyak 96,4% menyatakan kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami.</p>
<p>Pada periode ini, misalnya, banyak remaja tiba-tiba harus menjelajahi lingkungan yang baru, lingkaran pertemanan yang semakin luas, tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat, hingga budaya yang bisa jadi sangat berbeda – disertai dengan berbagai masalah dan konflik yang <a href="https://theconversation.com/patriotisme-moralisme-kapitalisme-tiga-ideologi-kuat-dalam-sistem-pendidikan-yang-mempengaruhi-kesehatan-mental-anak-muda-indonesia-165751">kerap</a> <a href="https://theconversation.com/4-hambatan-capaian-akademik-mahasiswa-indonesia-timur-saat-kuliah-di-kota-besar-di-jawa-dan-sumatra-165172">muncul</a> dari berbagai perubahan ini.</p>
<p>Penyelesaian masalah yang paling sering mereka lakukan adalah bercerita pada teman (98,7%), menghindari masalah tersebut (94,1%), mencari informasi tentang cara mengatasi masalah dari internet (89,8%). </p>
<p>Namun, sebagian juga berakhir dengan menyakiti diri mereka sendiri (51,4%), atau bahkan menjadi putus asa serta ingin mengakhiri hidup (57,8%). </p>
<p>Berbagai masalah yang dalam masa transisi ini berisiko tinggi menjadi lebih buruk di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan optimal.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/429019/original/file-20211028-14-1yfpjvd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/429019/original/file-20211028-14-1yfpjvd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/429019/original/file-20211028-14-1yfpjvd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/429019/original/file-20211028-14-1yfpjvd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/429019/original/file-20211028-14-1yfpjvd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/429019/original/file-20211028-14-1yfpjvd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/429019/original/file-20211028-14-1yfpjvd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/429019/original/file-20211028-14-1yfpjvd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Banyak remaja dan anak muda di usia 16-24 tahun menghadapi tentangan kehidupan karena faktor biopsikologis, lingkungan yang baru, dan pembentukan identitas diri.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/RLdcScGQEJ4">(Unsplash/Alex Ivashenko)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Tidak banyak yang mencari bantuan</h2>
<p>Meskipun remaja periode transisi amat rentan mengalami masalah kesehatan jiwa, namun <a href="https://www.childtrends.org/wp-content/uploads/2013/04/Child_Trends-2013_01_01_AHH_MHAccessl.pdf">tidak banyak dari kelompok ini</a> yang mengakses layanan kesehatan jiwa.</p>
<p>Kurangnya layanan kesehatan mental di Indonesia – hanya sekitar <a href="https://theconversation.com/terapi-online-berpotensi-menurunkan-tingkat-depresi-90553">0,29 psikiater dan 0,18 psikolog</a> per 100.000 penduduk – juga membawa tantangan tersendiri.</p>
<p>Tapi, faktor lain yang juga menjadi penghambat, antara lain adalah layanan yang kurang sesuai dengan kebutuhan remaja di usia mereka.</p>
<p>Dalam studi yang kami lakukan, misalnya, para remaja mengatakan bahwa mereka mengharapkan layanan bantuan kesehatan mental yang menjamin kerahasiaan (99,2%), tidak menghakimi (98,5%), berkelanjutan untuk periode waktu tertentu (96%), serta dapat diakses online (84,5%).</p>
<p>Mereka juga merasa berbagai layanan yang ada diisi oleh tenaga profesional yang kurang ramah (99,2%) dan belum terbuka untuk mendengarkan segala permasalahan yang mereka alami (99%). </p>
<p>Stigma negatif tentang kesehatan jiwa yang berkembang di masyarakat, juga semakin menghambat remaja untuk mencari bantuan ke layanan kesehatan jiwa. </p>
<p>Beberapa remaja usia transisi, misalnya, mengatakan <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s00787-019-01469-4">takut menceritakan ke orang tua atau orang terdekat</a> bahwa mereka datang ke layanan kesehatan mental karena takut dianggap sebagai orang dengan gangguan jiwa berat atau “kurang iman”.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/banyak-anak-muda-klaim-mengidap-gangguan-mental-setelah-nonton-joker-bahaya-self-diagnosis-125061">Banyak anak muda klaim mengidap gangguan mental setelah nonton Joker: bahaya _self diagnosis_</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Selain itu, jawaban dari para responden kami juga mengindikasikan ada masalah kurangnya pengetahuan remaja usia transisi tentang masalah layanan kesehatan mental dan kemana mencari bantuan. </p>
<p>Padahal, pemahaman remaja di periode ini tentang kesehatan mental sangat penting agar mereka dapat <a href="https://www.jaacap.org/article/S0890-8567(13)00331-6/pdf">mengidentifikasi masalah sejak dini</a>, sehingga mendapatkan bantuan yang sesuai.</p>
<p>Meningkatnya ketahanan mental (<em>resilience</em>) seseorang pada periode ini akan berdampak positif tidak hanya terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan mereka, tapi juga keberhasilan mereka secara akademis, di lingkungan kerja, dan masyarakat.</p>
<h2>Apa yang perlu dilakukan?</h2>
<p>Oleh karena itu, perlu intervensi yang lebih baik untuk membantu para remaja di periode kritis ini agar dapat lebih mengenali masalah yang dihadapi, memahami cara mengatasi stres, serta membangun ketahanan mental.</p>
<p>Fasilitas kesehatan umum yang ada harus bisa memberikan perhatian dan dukungan lebih pada kesehatan remaja di usia transisi.</p>
<p>Utamanya, berbagai layanan ini harus bisa menjamin kerahasiaan, tidak menghakimi, dan terbuka mendengarkan masalah remaja di periode ini – apapun bentuknya.</p>
<p>Lembaga riset kesehatan mental anak muda <a href="https://www.orygen.org.au/About/Service-Development/Youth-Enhanced-Services-National-Programs/Primary-Health-Network-resources/Youth-mental-health-service-models-and-approaches/Youth-mental-health-service-models-and-approaches?ext=">Orygen di Australia</a>, misalnya, menawarkan beberapa aspek penting yang harus dipenuhi layanan kesehatan mental.</p>
<p>Di antaranya adalah layanan yang inklusif, terbuka untuk berbagai kelompok dan beragam jenis keresahan, dan juga aktif melakukan kegiatan promosi dan pencegahan.</p>
<p>Institusi pendidikan tinggi tempat sebagian besar remaja usia transisi berada, juga harus bisa memberikan <a href="http://ilmpi.org/artikel-kajian/artikel/layanan-kesehatan-mental-di-lingkungan-kampus-urgensi-dan-solusi/">layanan konsultasi maupun kampanye</a> pentingnya kesehatan mental pada para mahasiswa. </p>
<p>Kampus juga bisa semakin berperan dengan memasukkan muatan tentang kesehatan mental ke dalam kurikulum tiap program.</p>
<p>Di <a href="https://www.studentminds.org.uk/transitionintouniversity.html">Inggris, Kanada, dan Finlandia</a>, misalnya, terdapat sistem dukungan dan layanan kesehatan jiwa yang komprehensif bagi mahasiswa.</p>
<p>Ini melingkupi edukasi yang membekali mahasiswa baru tentang perubahan yang terjadi di usia transisi, adaptasi di perkuliahan, cara mengatasi stres dan masalah kesehatan jiwa, serta edukasi tentang pengenalan gejala gangguan jiwa dan cara mengakses layanan kesehatan jiwa.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169658/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Fransiska Kaligis menerima dana dari LPDP untuk menjalani studi S3.</span></em></p>Riset kami menemukan bahwa banyak remaja Indonesia berusia 16-24 tahun mengalami gejala gangguan mental akibat fase hidup yang penuh dengan tantangan dan perubahan.Fransiska Kaligis, Lecturer, Division of Child and Adolescent in Psychiatry, Faculty of Medicine, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1677702021-10-13T04:24:05Z2021-10-13T04:24:05ZKesepian meningkat saat pandemi COVID-19: kenali tanda bahaya dan cara cegah dampak buruknya<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/426116/original/file-20211013-25-1at9yve.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Banyak orang berharap kesepian selama pan demi ini akan segera berlalu.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/girl-in-white-shirt-standing-near-window-5427448/">Pexels cottonbro</a></span></figcaption></figure><p>Kebijakan pembatasan gerak masyarakat, mengurangi pertemuan banyak orang, karantina, dan mengisolasi diri di berbagai negara telah menurunkan risiko penularan COVID-19 dan <a href="https://covid19.who.int/">kematian</a>. </p>
<p>Namun, di sisi lain, upaya pembatasan jarak tersebut juga menimbulkan risiko menurunkan interaksi sosial dan menimbulkan efek psikologis bagi umat manusia yang merupakan makhluk sosial. Pembatasan berbulan-bulan itu juga menciptakan rasa kesepian bagi banyak orang.</p>
<p>Sejumlah riset menyatakan kesepian berkaitan dengan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7306546/">memburuknya</a> kondisi fisik, psikis, dan peningkatan risiko kematian. Intervensi untuk mencegah dan mengatasi kesepian menjadi penting agar kualitas hidup manusia dapat optimal selama masa pandemi COVID-19. </p>
<p>Kita perlu mengetahui tanda-tanda kesepian yang bisa melahirkan dampak bahaya dan perlu segera mencari pertolongan.</p>
<h2>Kesehatan mental</h2>
<p>Kesepian merupakan fenomena yang sudah ada sebelum pandemi dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7306546/">studi</a> telah menunjukkan potensi bahayanya terhadap manusia. Kita perlu memperhatikan tanda-tanda kesepian dan mulai mengatasinya sejak dini sebelum semakin berat kasusnya. </p>
<p>Pengalaman kesepian menjadi tidak terhindarkan setelah pandemi menghantam hampir semua negara dalam <a href="https://www.who.int/director-general/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---11-march-2020">satu setengah tahun terakhir</a>. Kesepian berbeda dengan kesendirian yang dilakukan secara sadar dan mampu menjaga keseimbangan antara interaksi sosial dan perilaku menyendiri. </p>
<p>Seseorang dapat mempersepsikan dirinya kesepian saat hanya seorang diri dan tidak diinginkan orang lain, seperti ditolak, berpisah, atau ditinggal oleh orang lain. </p>
<p>Selama pandemi, <a href="https://www.who.int/news/item/29-07-2021-new-advocacy-brief-highlights-serious-consequences-of-social-isolation-and-loneliness-on-the-health-of-older-people-calls-for-greater-political-priority-to-the-issue">Badan Kesehatan Dunia (WHO)</a> mendorong pemerintah untuk memperhatikan isu fenomena kesepian pada saat berbagai pembatasan diberlakukan. Isolasi sosial dan kesepian meningkatkan risiko masalah fisik dan psikologis. </p>
<p>Sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5359916/">riset di Jerman pada 2012, jauh sebelum pandemi, menunjukkan</a> sekitar 10,5% orang dewasa dengan rerata usia 54,9 tahun melaporkan mengalami kesepian. Kesepian yang mereka alami berkaitan dengan risiko mengalami depresi, ide bunuh diri, dan gangguan cemas. </p>
<p>Pada masa pandemi COVID-19, <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0239698">studi di Inggris</a> pada kelompok usia 18-87 tahun menemukan kelaziman kesepian mencapai 27% dari 1.964 orang yang sampel. Studi tersebut menunjukkan kelompok usia lebih muda, terpisah dari pasangan, depresi, kesulitan mengendalikan emosi, dan kualitas tidur yang buruk berdampak terhadap kesepian.</p>
<p>Sebuah <a href="https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210813160739-284-680076/survei-98-persen-orang-indonesia-kesepian-di-masa-pandemi.">survei di Indonesia</a> pada Mei dan Juni 2021 menemukan 98% dari 5.211 orang dari enam provinsi di Pulau Jawa merasa kesepian dalam sebulan terakhir sebelum survei.</p>
<p>Saat ini, belum ditemukan data yang konsisten terkait <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0239698">faktor risiko</a> terjadinya kesepian, seperti kelompok usia dan jenis kelamin tidak selalu berkaitan dengan kesepian pada temuan setiap studi.</p>
<p>Faktor risiko yang membuat seseorang rentan mengalami kesepian dapat berupa orang dengan masalah kejiwaan, gangguan fisik kronis, dan jarang berinteraksi sosial.
Bisa juga karena masalah ekonomi selama situasi pandemi seperti menurunnya penghasilan pegawai, meningkatnya angka pengangguran.</p>
<h2>Kenali tanda bahaya</h2>
<p>Kesepian tidak tergolong gangguan jiwa dan belum ada konsensus penggolongan gejala. Kesepian menjadi masalah besar ketika seseorang menurun kemampuannya melakukan aktivitas dan menjalin relasi sosial. </p>
<p>Karena itu Anda perlu mengenali beberapa <a href="https://www.huffpost.com/entry/signs-feeling-lonely-bigger-issue_l_6040eba9c5b617a7e4133463">tanda bahaya</a> orang yang mengalami kesepian. Berikut ini tanda-tanda bahayanya:</p>
<ol>
<li><p>Orang merasakan perubahan kapasitas aktivitas seperti mudah lelah atau kesulitan konsentrasi. Keinginan untuk merawat diri juga berubah, seperti terjadinya perubahan pola tidur dan pola makan.</p></li>
<li><p>Orang merasakan perubahan kapasitas menjalin relasi sosial dengan orang lain. Hal lain yang turut mengganggu adalah tetap merasa sendiri walau sedang bersama orang lain.</p></li>
<li><p>Mereka mulai mengatasi masalah emosi atau kesepian dengan koping yang kurang baik, seperti konsumsi makanan berlebih, penggunaan zat psikoaktif, atau konsumsi alkohol berlebih.</p></li>
<li><p>Timbul pikiran mereka mengenai kematian.</p></li>
</ol>
<p>Jika telah muncul tanda-tanda itu, maka seseorang perlu segera mencari jalan keluar untuk mengatasi mencegah keadaan makin buruk.</p>
<h2>Cara atasi kesepian</h2>
<p>Situasi krisis selama pandemi memberikan tantangan dalam mengatasi rasa kesepian. </p>
<p>Proses adaptasi dengan perubahan akibat pandemi belum tentu dapat mengatasi keterbatasan interaksi sosial. Proses perjalanan melewati masa kesepian bervariasi dan berbeda bagi setiap individu. Belum ada intervensi yang cocok bagi semua orang.</p>
<p>Membina relasi yang dekat dengan orang lain dapat menjadi salah satu faktor pelindung dari kesepian. Saat rasa kesepian menyergap perasaan dan pikiran Anda, ada beberapa langkah yang dapat membantu <a href="https://www.nhs.uk/every-mind-matters/coronavirus/coping-with-loneliness-during-coronavirus/">mengatasi kesepian</a>.</p>
<p><strong>1. Anda perlu membentuk pikiran yang positif mengenai pengalaman kesepian</strong></p>
<p>Seseorang perlu merefleksi diri mengenai pengalaman kesepian dan suasana perasaan sendiri. Sebaiknya kita mengingat bahwa kesepian merupakan proses yang wajar bagi manusia, terutama pada masa pandemi COVID dan proses ini akan berlalu. </p>
<p>Kita perlu terus mencoba berbagai upaya mengatasi kesepian karena setiap orang mengatasi dengan cara yang berbeda.</p>
<p><strong>2. Anda perlu berupaya untuk menjalin relasi sosial</strong></p>
<p>Kesepian merupakan tanda perlunya untuk menjangkau lingkaran sosial, termasuk teman lama dalam daftar kontak atau kelompok percakapan di aplikasi percakapan. Interaksi dimulai dengan mengucapkan salam secara rutin kemudian melanjutkan percakapan hingga interaksi sosial dapat dipertahankan. </p>
<p>Proses komunikasi yang telah berjalan membantu mengurangi kesepian.</p>
<p>Seiring perkembangan teknologi, interaksi sosial dapat dilakukan juga melalui pengiriman pesan melalui perangkat digital, panggilan suara, atau panggilan video. </p>
<p>Studi telah menunjukkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8083229/">manfaat komunikasi digital</a> pada situasi isolasi fisik atau pun sosial. Komunikasi dengan bantuan teknologi digital mempermudah komunikasi antarmanusia sehingga mampu mengurangi pengalaman kesepian. </p>
<p>Di sisi lain, penggunaan media sosial sebaiknya dibatasi ketika lebih banyak memicu perasaan tidak nyaman.</p>
<p>Seseorang dapat terlibat dalam komunitas atau aktivitas sosial di dunia nyata atau dunia maya untuk melakukan kegiatan bersama dan saling berbagi pengalaman pribadi atau perasaan yang sedang dialami. </p>
<p>Sebaiknya Anda menghindari upaya membandingkan diri sendiri dengan orang lain karena kita tidak mengetahui secara pasti pengalaman orang lain, terutama informasi dari media sosial.</p>
<p>Memelihara <a href="https://www.healthdirect.gov.au/7-ways-pets-improve-your-health">hewan peliharaan</a> seperti kucing atau anjing dapat memberikan kehangatan atau pengalaman menjalin relasi dengan orang lain sehingga mengurangi kesepian. Kita dapat mengajak hewan peliharaan untuk aktivitas bersama dan memberikan kesempatan untuk berkenalan dengan orang lain sebagai sesama pemilik hewan peliharaan. </p>
<p><strong>3. Pertahankan aktivitas rutin</strong></p>
<p>Seseorang perlu mempertahankan aktivitas yang <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7306546/">sehat dan rutin</a> termasuk memastikan kebutuhan primer seperti makan atau tidur telah terpenuhi dengan baik. Rutinitas harian sebaiknya dilakukan secara terstruktur meski lebih banyak aktivitas di rumah.</p>
<p>Anda perlu mengisi waktu dengan berbagai aktivitas menyenangkan agar dapat mengalihkan perhatian dari kesepian. Masa pandemi memungkinkan banyak waktu luang yang dapat digunakan untuk melakukan hobi atau kegiatan yang ingin dilakukan sebelumnya, serta mempelajari suatu keterampilan baru.</p>
<p>Kita dapat melakukan aktivitas yang menumbuhkan perasaan tenang, seperti berlatih relaksasi, meditasi, atau <em>mindfulness</em>.</p>
<p>Kita juga bisa melakukan kegiatan sukarela untuk membantu orang lain untuk menyibukkan diri. Membantu orang lain dapat meningkatkan kesejahteraan diri sendiri.</p>
<p><strong>4. Carilah bantuan dari tenaga profesional</strong></p>
<p>Individu memerlukan bantuan orang lain saat saat belum berhasil mengatasi kesepian dan perasaan tidak nyaman. Komunitas dukungan mitra bestari dapat membantu mendengar masalah, memberikan opini, hingga membantu menghubungkan dengan profesional kesehatan mental.</p>
<p>Profesional kesehatan mental telah terlatih untuk memberikan dukungan dan berusaha memahami permasalahan yang dialami seseorang. Kini intervensi profesional dapat diperantarai media digital melalui bantuan aplikasi atau tele-konsultasi yang meliputi pemberian informasi edukasi, perantara layanan konsultasi, pengkajian kesehatan mental, dan intervensi terapi.</p>
<p>Bila kondisi memburuk atau timbul pikiran bunuh diri, <a href="https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/layanan-konseling-online/">konsultasi dengan tenaga profesional kesehatan mental</a> merupakan pilihan yang perlu ditempuh.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/167770/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya/ Psikiater RS Atma Jaya</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Nicholas Hardi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Seseorang dapat memersepsikan dirinya kesepian saat hanya seorang diri dan tidak diinginkan orang lain, seperti ditolak, berpisah, atau ditinggal oleh orang lain.Eva Suryani, Psikiater/Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Nicholas Hardi, Peneliti dan Psikiater, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1637262021-10-12T09:52:50Z2021-10-12T09:52:50ZFaktor DNA juga mempengaruhi tingkat stres kita, bukan cuma akibat beban kerja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/425888/original/file-20211012-13-3pzoe3.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">DNA juga mempengaruhi daya tahan individu menghadapi tekanan sehari-hari. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/woman-sitting-in-front-of-macbook-313690/">Photo by energepic.com from Pexels</a></span></figcaption></figure><p>Di sebuah kelas, dosen memberikan tugas, praktikum, dan ujian yang sama untuk semua mahasiswa. Walau bebannya tidak berbeda dan kelihatannya standar pada kegiatan perkuliahan, rupanya level stres yang dialami para mahasiswa berbeda-beda. Apa penyebabnya?</p>
<p>Riset eksperimental <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5735991/">saya di Bandung menunjukkan</a> bahwa faktor genetik merupakan salah satu elemen yang mempengaruhi kemampuan seseorang mengelola stres saat menghadapi tekanan sehari-hari.</p>
<p>Dengan penelusuran varian genotipe dari DNA methyltransferase 3A (DNMT3A) atau enzim yang terlibat dalam proses <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/DNA_methylation">metilasi DNA</a> – varian gen yang mengatur respons terhadap rangsangan stres– pada 129 subjek sehat, riset ini menunjukkan ada hubungan DNA dan stres kehidupan sehari-hari.</p>
<p>Ke depannya, riset model skrining ini dapat dipakai untuk menganalisis dan membantu orang-orang yang memiliki masalah kesehatan mental yang dirasa berkepanjangan. Sampai sejauh ini, riset ini merupakan yang pertama dari topik korelasi antara variasi genotipe dan tekanan psikologis di Indonesia.</p>
<h2>Ini riset pendahuluan</h2>
<p>Riset <a href="https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Kesehatan-Jiwa.pdf">Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan</a> menunjukkan gangguan depresi, salah satu jenis gangguan jiwa, dapat dialami oleh semua kelompok usia. Pada rentang kelompok usia 14-24 tahun, menurut riset tersebut, gangguan depresi terjadi pada 6,2% dari populasi tersebut. Semakin tua, gangguan depresi meningkat, pada kelompok usia 75 tahun ke atas mencapai 8,9%, usia 65-75 sebesar 8%, dan usia 55-64 sebesar 6,5%. </p>
<p>Riset saya menjadi relevan karena tingginya angka gangguan jiwa di Indonesia. Riset pertama ini merupakan riset eksperimental dengan melibatkan 129 subjek sehat di Bandung pada 2017. Mereka berusia di atas 18 tahun, tanpa riwayat gangguan jiwa, tidak sedang dalam pengobatan antipsikotik atau antidepresan, dan tidak sedang menjalani terapi psikologis. </p>
<p>Peneliti mengambil sampel darah subjek dan menguji sampel tersebut dengan tes PCR untuk melihat pola gen. Dari data itu, peneliti mendapatkan informasi distribusi subjek dengan genotipe CC (normal) sebesar 13,95%, CT (heteromutan) 81,4%, dan TT (homomutan) 4,65%. Variasi genetik berpengaruh nyata terhadap kondisi stres kehidupan sehari-hari pada subjek sehat Indonesia. Karakteristik sebagian besar subjek dengan genotipe CT dan TT diklasifikasikan dalam kondisi stres.</p>
<p>Untuk mencari hubungan varian genetik DNMT3A dan stres kehidupan sehari-hari peneliti menggunakan <a href="https://www.tac.vic.gov.au/files-to-move/media/upload/k10_english.pdf">Skala Distress Psikologis Kessler (K10)</a>. Skala ini sudah dikenal sebagai kuesioner untuk menentukan tingkat stres kehidupan sehari-hari dan biasanya digunakan dalam survei kesehatan tujuan umum. Semua peserta mengisi kuesioner yang memuat 10 pertanyaan.</p>
<p>Frekuensi dalam kuesioner K10 digambarkan dalam 5 poin dengan tanggapan: 1) sangat sering, 2) sering, 3) kadang-kadang, 4) pernah, dan 5) tidak pernah terjadi. Tanggapan ini diberi skor 4-0 dan dijumlahkan untuk menghasilkan rentang skor 0-40. Skor di bawah 20 menunjukkan tidak stres, 20-24 sebagai stres ringan, 25-29 sebagai stres sedang, dan 30 sebagai stres berat.</p>
<p>Berdasarkan kuesioner ini diketahui bahwa sebagian besar subjek (74,4%) kondisinya stres (ringan, sedang, dan berat). Hasil riset ini berbeda dengan penelitian serupa di <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24967710/">Belanda</a> yang menunjukkan bahwa pembawa sifat serupa kurang terpengaruh oleh peristiwa stres sehari-hari.</p>
<p>Kejadian gangguan jiwa meningkat pada usia semakin tua berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, namun dalam penelitian ini subjek adalah usia 18 tahun dengan kejadian stres yang cukup tinggi (74%).</p>
<p>Respons terhadap rangsangan stres dapat dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan, <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24967710/">kecenderungan genetik</a>, dan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23744967/">mekanisme epigenetik</a>. Epigenetik adalah studi yang mempelajari perubahan karakter individu yang disebabkan adanya modifikasi selain perubahan genetik, misalnya modifikasi molekul asam nukleat, protein histon yang mengemas DNA, sehingga hal itu dapat memengaruhi jumlah protein yang dihasilkan. </p>
<p>Mekanisme epigenetik mengatur ekspresi beberapa gen yang terlibat di dalam <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15220929/">struktur dan fungsional perubahan di otak</a>.</p>
<p>Tingkat <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11735842/">reaktivitas emosional</a> terhadap stres kehidupan sehari-hari bergantung pada individu. Tingkat reaktivitas emosional yang lebih tinggi menunjukkan gejala <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12534438/">gangguan psikologis</a>. </p>
<p>Meski data riset ini berasal dari populasi yang masih sedikit, namun sudah terlihat bahwa kejadian variasi genetik cukup signifikan mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap stres. Dengan demikian, laporan kejadian gangguan jiwa di Indonesia yang cukup tinggi memang berbasis kejadian variasi genetik.</p>
<h2>Manfaat praktis</h2>
<p>Riset seperti ini bisa dipakai untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Maksudnya, jika secara genetik seseorang tahu bahwa dia memiliki daya tahan kejiwaan yang tidak begitu kuat, dia bisa mengukur beban pekerjaan yang masih mampu diselesaikan dalam waktu tertentu. </p>
<p>Jika merasa berat dengan sebuah tugas, dia bisa memecah tugas itu menjadi bagian yang lebih kecil-kecil atau lebih sedikit dan menambah waktu penyelesaian. </p>
<p>Saran dari hasil penelitian ini untuk riset yang akan datang adalah menambahkan pasien dengan gangguan psikologis sebagai pembanding dengan subjek sehat. Hal ini juga untuk mengkonfirmasi keterlibatan variasi gen DNMT3A dalam kerentanan stres kehidupan sehari-hari. </p>
<p>Pengetahuan variasi genetik secara individual dapat meningkatkan kesadaran seseorang terhadap pemicu yang dapat menambah stres. Tidak hanya beban pekerjaan, tapi juga pemicu lainnya seperti masalah keluarga. Dengan mengetahui kemampuan diri untuk menghadapi pemicu stres dalam kehidupan sehari-hari, maka hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup kita.</p>
<hr>
<p><em>Artikel ini terbit atas kerja sama The Conversation Indonesia dan <a href="https://risfarklin.unpad.ac.id/">Pusat Keunggulan Iptek Perguruan Tinggi Inovasi Pelayanan Kefarmasian Universitas Padjadjaran</a>.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/163726/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Melisa I. Barliana tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pasien dengan gangguan psikologis harus dimasukkan sebagai pembanding dengan subyek sehat dalam riset baru. Ini untuk mengkonfirmasi keterlibatan variasi DNMT3A dalam kerentanan stres sehari-hari.Melisa I. Barliana, Dosen Fakultas Farmasi, Universitas PadjadjaranLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1564982021-03-04T06:37:55Z2021-03-04T06:37:55ZSatu Tahun Pandemi: keberpihakan pada dunia usaha yang membawa petaka<p>Genap satu tahun berlalu sejak Indonesia mencatat kasus COVID-19 pertamanya pada tahun lalu.</p>
<p>Perjalanan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 kemarin seperti balapan di sirkuit yang menantang, penuh dengan tikungan tajam yang jika tidak diantisipasi dengan baik maka akan berakibat fatal.</p>
<p>Anda bisa mencari sirkuit bernama <a href="https://www.nuerburgring.de/en/fans-info/race-tracks/nordschleife.html">Nurburgring Nordschleife</a> yang memiliki julukan <a href="https://jabar.idntimes.com/automotive/car/yohanes-nugroho/4-sirkuit-paling-ditakuti-ternyata-sudah-memakan-banyak-korban-regional-jabar#:%7E:text=Sirkuit%20Nurburgring&text=Nama%20Nurburgring%20sendiri%20diambil%20dari,tikungan%2Dtikungan%20tajam%20berjumlah%20154.">neraka hijau</a> di Jerman karena ukurannya yang sangat panjang dan luas dikelilingi pepohonan dengan lintasan penuh tanjakan dan turunan serta tikungan-tikungan tajam. Mungkin inilah sirkuit yang sedang dilalui oleh ekonomi Indonesia saat ini. </p>
<p>Kebijakan pemerintah yang tidak tepat akan sama seperti mobil balap yang melaju terlalu kencang ke suatu tikungan tanpa perhitungan yang cermat, hasilnya tentu bisa saja mobil hancur menghantam pembatas sirkuit.</p>
<p>Pemerintah seperti kebingungan dalam menangani pandemi, terlalu berpihak pada dunia usaha ketika menyelesaikan krisis kesehatan seharusnya prioritas nomor satu.</p>
<p>Sepanjang tahun 2020, pembatasan sosial yang tidak efektif di Indonesia telah membuat perekonomian Indonesia terjatuh ke jurang resesi. Sampai sekarang pun, penanganan pandemi yang belum juga terkendali membuat ketidakpastian pemulihan ekonomi pun masih sangat tinggi.</p>
<h2>Kebijakan yang terlalu pro ekonomi</h2>
<p>Pada awal terjadinya pandemi, pemerintah tidak mendengarkan para peneliti dan lebih mementingkan ekonomi, walaupun banyak pengamat memberikan pendapat bahwa krisis kesehatan yang harus menjadi prioritas dan diselesaikan terlebih dahulu.</p>
<p>Ini terbukti ketika pada awal-awal pandemi, pemerintah masih sempat memberikan <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4173566/alasan-pemerintah-diskon-tiket-pesawat-ke-bali-sulut-dan-bintan#:%7E:text=Pemerintah%20memberikan%20diskon%20khusus%20untuk,yang%20berasal%20dari%20Wuhan%2C%20China.&text=Namun%2C%20besaran%20diskon%20yang%20diberikan,diserahkan%20ke%20masing%2Dmasing%20maskapai.">diskon tiket pesawat untuk mendorong pariwisata yang mulai terpuruk</a>, walaupun pada akhirnya dibatalkan. </p>
<p>Pemerintah pun tidak memberlakukan <a href="https://theconversation.com/search/result?sg=bc9e0a9b-4805-49ef-8609-6659f8eb0e8d&sp=1&sr=2&url=%2Fahli-sarankan-lockdown-parsial-untuk-indonesia-sebelum-terlambat-134751"><em>lockdown</em></a> dan hanya memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan kebijakan sejenis lainnya. <a href="https://theconversation.com/search/result?sg=359eecc4-0d73-4cbb-b7e0-f8195cc5ce35&sp=1&sr=9&url=%2Fbelum-saatnya-indonesia-melonggarkan-psbb-dari-perspektif-ekonomi-138822">Kritikan dari berbagai pihak</a> atas pelonggaran kebijakan PSBB pun tidak didengarkan oleh pemerintah.</p>
<p>Pemerintah pun lebih mementingkan ekonomi ketika memutuskan untuk tetap <a href="https://theconversation.com/search/result?sg=b51355bd-9474-484c-ac70-364dd900dbef&sp=1&sr=5&url=%2Fpeneliti-alasan-ekonomi-untuk-lanjutkan-pilkada-serentak-tidak-tepat-148656">melanjutkan pemilihan kepala daerah (pilkada)</a> karena alasan akan menggerakkan ekonomi.</p>
<p>Anggaran untuk bidang perlindungan sosial dan kesehatan di program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pun jika dibandingkan lebih rendah dibandingkan untuk dunia usaha yang <a href="https://republika.co.id/berita/qjo7bc370/pemerintah-ubah-komposisi-pen-untuk-akselerasi-penyerapan">mencapai hampir Rp 300 triliun</a>.</p>
<p>Ini terlihat dari anggaran untuk perlindungan sosial hanya mencapai <a href="https://republika.co.id/berita/qjo7bc370/pemerintah-ubah-komposisi-pen-untuk-akselerasi-penyerapan">Rp 243,33 triliun sedangkan anggaran untuk bidang kesehatan hanya mencapai Rp 97,26 triliun</a>.</p>
<p>Namun ironinya, kebijakan yang fokus pada ekonomi tidak berhasil menyelamatkan Indonesia. </p>
<p>Indonesia resmi terjerumus ke <a href="https://theconversation.com/search/result?sg=da4db6b4-ebfd-4091-bbb2-07c9b4145fb0&sp=1&sr=2&url=%2Fresesi-mengintai-indonesia-di-bulan-september-apa-penyulutnya-dan-akibatnya-143446">jurang resesi pada triwulan ketiga tahun lalu</a> setelah pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi pada triwulan kedua sebesar 5,3% dan setelahnya 3,49%. </p>
<p>Hal ini pertama kali terjadi sejak terakhir kali terjadi pada tahun 1998 ketika krisis moneter terjadi.</p>
<p>Buah kebijakan pemerintah yang terlalu terbagi antara kepentingan ekonomi dan kesehatan pun diprediksi bisa membawa Indonesia terjatuh ke lubang yang lebih dalam dari resesi, yaitu <a href="https://theconversation.com/search/result?sg=da4db6b4-ebfd-4091-bbb2-07c9b4145fb0&sp=1&sr=1&url=%2Fdepresi-mengancam-indonesia-akibat-pandemi-ahli-jelaskan-apa-yang-akan-terjadi-156101">depresi ekonomi</a>. Ini terjadi jika ekonomi Indonesia akan mengalami kemunduran selama setahun atau lebih.</p>
<h2>Penyaluran PEN yang lamban dan bermasalah</h2>
<p>Pemerintah mengumumkan program PEN pada bulan Juli tahun lalu, atau hampir lima bulan setelah kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan pada bulan Maret. Jumlahnya jika dilihat oleh orang awam cukup fantastis, yaitu <a href="https://bisnis.tempo.co/read/1385413/anggaran-pen-rp-695-t-airlangga-terealisasi-341-persen">Rp 695,2 triliun</a> </p>
<p>Namun jika dibandingkan dengan ekonomi Indonesia, jumlah stimulus ini relatif kecil karena tidak sampai 5% dari produk domestik bruto (PDB) atau keseluruhan ekonomi Indonesia yang mencapai <a href="https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/02/05/1811/ekonomi-indonesia-2020-turun-sebesar-2-07-persen--c-to-c-.html#:%7E:text=Perekonomian%20Indonesia%202020%20yang%20diukur,Juta%20atau%20US%243.911%2C7.">Rp 15.833,9 triliun pada tahun lalu</a>.</p>
<p>Jika dibandingkan dengan negara lain, seperti <a href="https://newssetup.kontan.co.id/news/diturunkan-bertahap-defisit-anggaran-ditargetkan-kembali-ke-3-dari-pdb-pada-2023?page=all">Amerika Serikat, Jerman, dan India, jumlahnya relatif kecil karena mereka mengganggarkan dana stimulus di atas 10% dari PDB</a>.</p>
<p>Terlepas dari jumlahnya yang tidak besar, program PEN membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia pada tahun lalu mencapai <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/defisit-apbn-2020-hanya-609-terhadap-pdb-ini-kata-indef#:%7E:text=Kementerian%20Keuangan%20(Kemenkeu)%20mencatat%20defisit,produk%20domestik%20bruto%20(PDB).">6,09% atau setara dengan Rp 956,3 triliun</a>. </p>
<p>Defisit ini pun ditambal dengan berbagai macam utang mulai dari surat utang negara sampai ke pinjaman luar negeri, yang kesemuanya <a href="https://theconversation.com/search/result?sg=5c7f7bc3-6002-461b-a342-517f27bb89cf&sp=1&sr=1&url=%2Futang-pemerintah-indonesia-untuk-penanganan-covid-19-akan-membebani-generasi-selanjutnya-138319"> akan ditanggung oleh kita semua dan generasi mendatang</a>.</p>
<p>Kebijakan Indonesia pun juga lebih memprioritaskan sektor dunia usaha ketimbang konsumen.</p>
<p>Untuk sektor dunia usaha, pemerintah memberikan <a href="https://republika.co.id/berita/qjo7bc370/pemerintah-ubah-komposisi-pen-untuk-akselerasi-penyerapan"> bantuan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mencapai Rp 114,81 triliun, permodalan untuk perusahaan sebanyak Rp 62,22 triliun, dan insentif usaha sebanyak Rp 120,6 triliun. Jika ketiga pos itu digabungkan saja telah mencapai hampir Rp 300 triliun</a>. </p>
<p>Tentu menjaga keberlangsungan dunia usaha sangat penting karena untuk meredam gelombang pemutusan tenaga kerja (PHK) yang bisa terjadi, namun melindungi konsumen dan daya beli mereka juga tak kalah penting. </p>
<p>Konsumsi rumah tangga menopang ekonomi Indonesia, dan sumbangan dari sektor ini mencapai hampir <a href="https://nasional.kontan.co.id/news/konsumsi-rumah-tangga-masih-jadi-penopang-terbesar-pdb-kuartal-i-2020">60% terhadap produk domestik bruto</a> atau keseluruhan kegiatan ekonomi Indonesia di tahun 2019.</p>
<p>Terlepas dari komposisinya yang lebih pro dunia usaha, program PEN sampai akhir tahun lalu tidak terlaksana dengan mulus, karena hanya bisa terserap sebanyak <a href="https://newssetup.kontan.co.id/news/realisasi-anggaran-pen-di-tahun-lalu-cuma-capai-834?page=all">Rp 578,9 triliun atau 83,4% dari anggaran total anggaran yang tersedia</a>.</p>
<p>Peningkatan signifikan dari penyerapan PEN pun hanya terjadi menuju ke akhir tahun, karena pada bulan <a href="https://ekonomi.bisnis.com/read/20201109/10/1315324/serapan-pen-kurang-dari-60-persen-pemerintah-punya-waktu-2-bulan-habiskan-rp319-t">November penyerapannya baru mencapai 60%</a>. Ini menandakan kurang adanya kepekaan terhadap krisis dari pemerintah. </p>
<p>Untuk tahun ini program PEN alokasinya sedikit lebih kecil dibandingkan tahun lalu, dengan anggaran yang mencapai <a href="https://www.liputan6.com/bisnis/read/4483650/sri-mulyani-pastikan-dana-pen-2021-bertambah-jadi-rp-688-triliun">Rp 688,33 triliun. Berita buruknya adalah anggaran untuk perlindungan sosial kini turun, hanya Rp 150 triliun dari sebelumnya Rp 243,33 triliun</a>. </p>
<p>Konsumsi masyarakat Indonesia merupakan kunci pertumbuhan ekonomi, dan saat ini konsumsi masyarakat masih lemah. Ini bisa dilihat dari <a href="https://kumparan.com/nabelasafira/daya-beli-masyarakat-kian-melemah-bagaimana-upaya-pemerintah-1uTGFRCzWWB">deflasi atau penurunan harga yang terjadi terus menerus pada tahun lalu</a>. </p>
<p>Tahun ini kita akan melihat apakah pemerintah akan mengulangi kesalahan yang sama, apakah Indonesia akan sampai ke garis akhir setelah melewati sirkuit COVID-19 yang menakutkan. Atau kita akan terhempas dan mengalami pemulihan yang lama serta menyakitkan di gedung pit yang bernama depresi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/156498/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Kebijakan pemerintah yang condong pro ekonomi telah membuat Indonesia terancam terperosok depresi.Yessar Rosendar, Business + Economy (Indonesian edition)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1407142020-11-26T04:16:45Z2020-11-26T04:16:45Z9 bulan pandemi: mengapa penting menemukan makna hidup di tengah penderitaan akibat COVID-19<p><em>Artikel ini merupakan bagian dari rangkaian tulisan ‘Sembilan Bulan Pandemi COVID-19 di Indonesia’.</em></p>
<hr>
<p>Pandemi COVID-19 di Indonesia telah melewati sembilan bulan dan belum akan berakhir dalam waktu dekat. </p>
<p>Sepanjang waktu ini, banyak orang - baik orang yang terinfeksi virus corona maupun mereka yang berisiko terinfeksi dan orang-orang yang terdampak dalam berbagai sektor kehidupan - mengalami <a href="https://kompas.id/baca/humaniora/kesehatan/2020/10/15/makin-lama-pandemi-kecemasan-dan-depresi-makin-meningkat/">depresi dan kecemasan</a>. </p>
<p>Seseorang yang dikonfirmasi positif terinfeksi COVID-19 awalnya mengalami berbagai perasaan negatif seperti tidak percaya, marah, menolak, bahkan mungkin depresi. </p>
<p>Sebuah <a href="https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200907191948-255-543751/studi-ungkap-depresi-naik-3-kali-lipat-dari-sebelum-covid-19">riset menunjukkan</a> depresi saat pandemi naik tiga kali lipat dibanding sebelum masa pandemi. <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11606-020-06156-8">Riset lainnya juga berkesimpulan</a> kecemasan dan depresi juga dialami oleh para penderita penyakit seperti jantung dan darah tinggi yang menunda ke rumah sakit karena keadaan pandemi COVID-19.</p>
<p>Walau tidak mudah, kita perlu menemukan makna hidup di tengah keadaan pandemi. Makna hidup ini akan mendorong kita tetap produktif walau ada banyak hambatan dan kesulitan. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/371455/original/file-20201126-17-1q6l3g9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/371455/original/file-20201126-17-1q6l3g9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/371455/original/file-20201126-17-1q6l3g9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/371455/original/file-20201126-17-1q6l3g9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/371455/original/file-20201126-17-1q6l3g9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/371455/original/file-20201126-17-1q6l3g9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/371455/original/file-20201126-17-1q6l3g9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Petugas memasak di dapur umum Taruna Tanggap Bencana (Tagana) Kota Yogyakarta di Umbulharjo, Yogyakarta, 2 Oktobe 2020. Mereka memasak dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan makanan pasien isolasi COVID-19 di rumah susun Bener Yogyakarta.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1601624142">ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/pras.</a></span>
</figcaption>
</figure>
<h2>Logoterapi, terapi makna hidup</h2>
<p>Salah satu teori psikologi yang kerap dipakai untuk terapi menemukan makna hidup di tengah penderitaan adalah <a href="https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4a7b05ea0424947f333e883c8b093742.pdf">logoterapi</a> (penyembuhan). Teori dari <a href="https://shopee.co.id/MAN%E2%80%99S-SEARCH-FOR-MEANING-Viktor-E.-Frankl-i.4873816.901389865">Viktor E Frankl</a> ini menyediakan panduan untuk menjalani hidup secara bermakna meski dalam penderitaan. </p>
<p>Viktor Frankl, psikiater berkebangsaan Austria, menemukan logoterapi tersebut saat ia berada di kamp <a href="https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/auschwitz">konsentrasi Nazi di Auschwitz</a> Polandia. Kamp konsentrasi seolah menjadi “laboratorium hidup” karena fasilitas sangat minim, manusia dalam keadaan kelaparan, dan sakit.</p>
<p>Salah satu kegiatan rutin para tahanan adalah kerja paksa seperti memasang rel kereta api bahkan mengubur mayat-mayat sesama tahanan. Frankl sebagai dokter psikiatri, selain ditugaskan di poliklinik juga menjalani kerja paksa seperti tahanan lainnya. </p>
<p>Berdasarkan pengalaman penderitaan tersebut, Frankl menyatakan meski dalam penderitaan dan tak dapat melihat indahnya dunia, masih tersisa sesuatu yang memberi makna pada eksistensi manusia: memikul penderitaan hidup dengan penuh keberanian dan harga diri. </p>
<p>Frankl, korban yang selamat dari penyiksaan itu, menyaksikan ada dua kecenderungan manusia dalam menghadapi situasi kamp konsentrasi. Kelompok pertama, mereka berperilaku serakah, beringas, mementingkan diri dan kehilangan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan sesama. Mereka putus asa dan bahkan bunuh diri saat menghadapi penderitaan. </p>
<p>Sebaliknya ada kelompok kedua yang berperilaku seperti orang kudus. Dalam puncak penderitaan, mereka masih dapat membagikan makanan, membantu sesama tahanan, merawat orang sakit, berbagi kue terakhir, menghibur mereka yang putus asa, dan mendoakan sesama tahanan yang menanti ajal.</p>
<p>Logoterapi dapat membantu seseorang melakukan hal yang bermakna, bahkan jika ia meninggal, ia akan pergi selamanya dengan perasaan berharga. </p>
<p>Hal serupa bisa terjadi pada masa isolasi pasien COVID-19 baik di rumah sakit maupun rumah. Mereka dalam kesendirian, tidak boleh menerima kunjungan, bahkan seandainya meninggal pun dalam kesendirian. Hal ini sangat mencekam dan menakutkan bagi orang yang tidak siap menghadapinya.</p>
<p>Dengan pendekatan logoterapi, walau sedang terinfeksi COVID dan terisolasi, tidak ada yang dapat merenggut kebebasan manusia untuk memaknai hidup. Pemaknaan hidup dapat bersumber dari spiritualitas, cinta, seni dan kreativitas. </p>
<p>Hal ini memungkinkan seseorang dapat menghargai kehidupannya dengan hal-hal positif yang akan membawanya pada kesadaran bahwa hidup begitu berharga dan inilah saatnya menghargai kehidupan. Ia akan mengisi hidupnya dengan hal yang berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. </p>
<p>Misalnya, Bima Arya, Wali Kota Bogor, yang terinfeksi virus corona pada awal-awal wabah Maret lalu dan menjalani isolasi selama 22 hari di rumah sakit. Selain mengupayakan kesembuhannya, ia juga menulis pengalamannya dalam bentuk buku <a href="https://www.beritasatu.com/whisnu-bagus-prasetyo/megapolitan/644855/positif-buku-perjuangan-bima-arya-lawan-covid19"><em>Positif!</em></a> yang dapat dibaca dan menambah wawasan masyarakat. </p>
<p>Pemaknaan serupa bisa dilakukan oleh <a href="https://theconversation.com/masyarakat-miskin-paling-terdampak-seiring-dengan-merebaknya-covid-19-di-negara-negara-miskin-134131">mereka</a> yang <a href="https://katadata.co.id/berita/2020/06/07/kadin-sebut-6-juta-pekerja-dirumahkan-dan-kena-phk-akibat-pandemi?utm_source=dable.">kehilangan pekerjaan</a> atau harus bekerja <a href="https://theconversation.com/dilema-wfh-selama-pandemi-bagi-suami-dan-istri-bagaimana-mengatasinya-138943.">dari rumah</a>, siswa yang harus <a href="https://edukasi.kompas.com/read/2020/04/14/170654471/anak-mulai-bosan-dan-menolak-belajar-di-rumah-orangtua-lakukan-ini/">belajar online</a>, maupun mereka yang kehilangan anggota <a href="https://theconversation.com/petugas-kesehatan-gugur-akibat-covid-19-pentingnya-data-terbuka-dokter-dan-perawat-yang-terinfeksi-virus-corona-137627">keluarga</a>, atau yang <a href="https://katadata.co.id/berita/2020/04/19/kadin-sektor-pariwisata-paling-terdampak-corona-ribuan-hotel-tutup">bisnisnya surut</a> akibat pandemi. </p>
<h2>Cara memaknai penderitaan</h2>
<p>Bagaimana cara menemukan hidup bermakna di tengah penderitaan?</p>
<p>Hal yang ditekankan dalam logoterapi adalah manusia memiliki hasrat untuk hidup bermakna dan manusia dapat menemukan makna hidup. Kedua hal itu memotivasi seseorang untuk mencapai kehidupan bermakna.</p>
<p>Prinsip pertama logoterapi adalah hidup tetap memiliki makna dalam setiap situasi bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Apabila makna hidup berhasil ditemukan, maka hidup menjadi berarti dan rasa bahagia menyertai.</p>
<p>Seseorang yang dapat menemukan makna hidup akan terhindar dari rasa putus asa dan berani menghadapi berbagai tantangan hidup. Misalnya sebuah riset menunjukkan ibu rumah tangga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga memaknai hidupnya dengan terus bertekun dalam tujuan hidup yaitu bertahan untuk membesarkan anaknya sebagai upaya memperoleh <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/gamajpp/article/view/32315">hidup bermakna</a>.</p>
<p>Prinsip kedua, setiap manusia memiliki kebebasan yang ‘tak terbatas’ untuk menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup tidak diberikan oleh siapapun. </p>
<p>Makna hidup dapat ditemukan sendiri oleh setiap orang yang bersumber pada nilai dan penghayatan seperti pekerjaan dan karya bakti yang selama ini telah dilakukan. Seseorang juga memiliki kreativitas dan kekhasannya untuk dapat memberikan diri kepada sesama. Dalam kreativitas dan kekhasannya, seseorang tak dapat digantikan orang lain.</p>
<p>Keyakinan terhadap harapan dan kebenaran memungkinkan manusia tidak putus asa dan terus mencari kebenaran. Penghayatan atas keindahan, iman, dan cinta kasih akan terwujud dalam tindakan nyata yang menjadikan hidup berharga bagi dirinya, keluarga, sesama, dan ciptaan lainnya. </p>
<p>Prinsip terakhir, ketika manusia tidak mungkin mengubah keadaan tragis, manusia dapat mengubah sikap terhadap keadaan itu. Manusia sering kali tidak dapat mengendalikan apa yang akan menimpanya, tetapi manusia dapat mengontrol dirinya dalam bersikap. </p>
<p>Misalnya, sebuah riset menyatakan keluarga dapat meraih hidup bermakna meski salah satu anggota keluarga mengalami <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/gamajpp/article/view/32315">gangguan jiwa</a>. Riset lainnya menunjukkan <a href="https://journal.untar.ac.id/index.php/jmishumsen/article/view/346">perempuan yang telah didiagnosis tertular HIV</a> juga dapat meraih hidup bermakna.</p>
<p>Mereka tabah menjalani hidup, tidak kehilangan harapan, dan kehormatan diri. Mereka mengalami penderitaan luar biasa, tapi kepribadian tetap utuh dan berupaya menghayati hidup secara bermakna sehingga manusia menuju puncak <a href="https://onesearch.id/Record/IOS1.INLISM00000000184874">eksistensi.</a> </p>
<h2>Meraih makna hidup</h2>
<p>Berbagai situasi penderitaan akibat COVID-19 tidak dapat dihindarkan. Namun tak dapat dipungkiri bahwa berbagai terobosan baru muncul sebagai buah dari sikap positif terhadap situasi pandemi. Meski tidak mudah dan bahkan memerlukan pengorbanan, telah tercipta berbagai realitas baru yang mengagumkan.</p>
<p>Misalnya, muncul kreativitas dalam karya dan pekerjaan. Dunia pendidikan, memakai media <a href="https://www.liputan6.com/news/read/4401332/mendikbud-sebut-pembelajaran-online-di-perguruan-tinggi-bisa-jadi-permanen">pembelajaran <em>online</em></a> yang menciptakan pendidikan yang menarik dan penuh kejutan. </p>
<p>Pekerja seni yang mampu <a href="https://mediaindonesia.com/read/detail/334282-terdampak-pandemi-pekerja-seni-bergeliat-di-ranah-virtual">mencipta karya virtual</a> dan menghibur secara virtual. Penyedia layanan barang dan jasa yang menyelesaikan transaksi dan pengiriman barang dalam genggaman <em>handphone</em>.</p>
<p>Ada juga harapan yang senantiasa terpelihara dengan berbagai perbuatan baik yang diupayakan oleh banyak orang. Para <a href="https://nasional.kompas.com/read/2020/07/14/21155271/menag-apresiasi-peran-tokoh-agama-pada-masa-pandemi-covid-19">pemuka agama yang menebar kesejukan dengan seruan ke umat untuk beribadah di rumah</a>, para ilmuwan yang terus berupaya menemukan obat dan juga para pemimpin masyarakat yang dengan tulus dan kerja keras mengupayakan keselamatan rakyatnya.</p>
<p>Lahir <a href="https://nasional.tempo.co/read/1346116/solidaritas-yang-tak-pupus-didera-covid-19">solidaritas antarmanusia</a> yang tumbuh di kalangan masyarakat dan diupayakan oleh banyak pihak termasuk petugas medis yang tak menyerah untuk menyelamatkan jiwa. Kita masing-masing berjuang dan bertekun pada tujuan hidup dan nilai luhur sehingga hidup lebih bermakna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bahkan bagi bangsa dan negara.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/140714/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anastasia Heni tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penderitaan akibat COVID-19 banyak dialami manusia, bagaimanakah memaknai hidup yang sedang dalam penderitaan? Pemikiran Viktor E Frankl dapat diterapkan.Anastasia Heni, Assistant Researcher, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1326002020-03-02T08:03:29Z2020-03-02T08:03:29ZMeme soal depresi dapat menjadi cara orang menghadapi penyakit mental<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/317521/original/file-20200227-24672-137paey.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Meme bisa membantu orang-orang dalam masalah kejiwaan mereka.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/smiling-bearded-african-man-working-home-562748560">SFIO CRACHO/ Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Meme di internet dapat digambarkan sebagai dengan guyonan internal yang kita bagikan dengan seluruh pengguna internet. Orang-orang dapat berbagi pengalaman, pendapat, dan perasaan dengan mudah melalui gambar yang memiliki teks lucu atau terkait. </p>
<p>Walaupun meme biasanya berkonteks riang, banyak situs dan forum media sosial semakin menjadi tuan rumah bagi komunitas yang berbagi meme “depresi” - meme tentang kematian, bunuh diri, isolasi, atau keputusasaan.</p>
<p>Meskipun beberapa orang mungkin menganggap meme ini mengganggu, <a href="http://www.nature.com/articles/s41598-020-57953-4">penelitian kami menemukan</a> bahwa orang dengan depresi sebenarnya lebih suka meme yang berhubungan dengan pengalaman kesehatan mental mereka. </p>
<p>Ini mungkin karena orang yang mengalami depresi sebenarnya <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18078531">menggunakan humor dengan cara yang berbeda</a> – sebagian karena orang dengan gangguan depresi memiliki cara mereka sendiri untuk mengendalikan emosi negatif.</p>
<p>Karena keberadaan meme depresi <a href="https://www.betterhelp.com/advice/depression/why-depression-memes-are-so-relatable/">kian menjadi umum</a>, tim kami ingin tahu bagaimana depresi mempengaruhi cara orang memandang meme ini. Kami awalnya mensurvei total 200 orang, antara usia 18 dan 56.</p>
<p>Setelah <a href="https://www.healio.com/psychiatry/journals/psycann/2002-9-32-9/%7Bb9ab8f2c-53ce-4f76-b88e-2d5a70822f69%7D/the-phq-9-a-new-depression-diagnostic-and-severity-measur">mereka mengisi kuesioner</a>, kami kemudian mengelompokkan partisipan berdasarkan tingkat keparahan gejala depresi yang dilaporkan, dengan fokus pada mereka yang memiliki depresi tinggi atau rendah. Sebanyak 43 orang memiliki gejala depresi yang signifikan.</p>
<p>Para partisipan ini kemudian mengikuti survei daring yang menunjukkan serangkaian meme di internet yang bermuatan konten depresi dan netral. Kami kemudian meminta mereka untuk menilai setiap meme pada skala satu-lima berdasarkan humor, keterkaitan, kemudahan berbagi, dan potensi peningkatan suasana hati. </p>
<p>Akhirnya, partisipan mengisi kuesioner lain untuk memeriksa bagaimana mereka dapat <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10862-015-9529-3">mengendalikan emosi mereka</a>.</p>
<p>Karena humor dapat digunakan sebagai cara mengatur emosi kita, kami ingin tahu apakah orang yang depresi, yang kesulitan mengatur emosi mereka, dapat merasa terkait dengan meme depresi. </p>
<p>Jelas tidak semua orang yang mengalami depresi menikmati atau terlibat dengan meme ini, tapi hal itu memungkinkan kami untuk menentukan sub-populasi orang yang mungkin.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/314745/original/file-20200211-146682-11yiwgk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/314745/original/file-20200211-146682-11yiwgk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=603&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/314745/original/file-20200211-146682-11yiwgk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=603&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/314745/original/file-20200211-146682-11yiwgk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=603&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/314745/original/file-20200211-146682-11yiwgk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=758&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/314745/original/file-20200211-146682-11yiwgk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=758&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/314745/original/file-20200211-146682-11yiwgk.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=758&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Sebuah contoh meme ‘netral’ yang partisipan lihat.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Umair Akram</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="http://www.nature.com/articles/s41598-020-57953-4">Kami menemukan</a> bahwa kelompok yang mengalami depresi menilai meme depresi lebih relevan dan lebih lucu dibandingkan dengan mereka yang berada dalam kelompok yang tidak mengalami depresi. </p>
<p>Lebih penting lagi, kelompok yang tertekan juga berpendapat bahwa meme ini dapat digunakan untuk memperbaiki suasana hati orang lain yang mengalami depresi, sedangkan kelompok yang tidak mengalami depresi tidak merasakannya.</p>
<p>Perbedaan cara kedua kelompok dalam memandang meme dipengaruhi oleh cara mereka mengendalikan emosi mereka – yang mendukung gagasan bahwa orang yang depresi memiliki selera humor yang berbeda, lebih “gelap” daripada mereka yang tidak. </p>
<p><a href="https://psycnet.apa.org/record/2002-14047-001">Kontrol emosional</a> adalah kemampuan seseorang untuk merespons pengalaman dengan serangkaian emosi yang dianggap dapat ditoleransi secara sosial tergantung pada situasinya. </p>
<p>Orang yang mampu mengendalikan emosinya akan lebih mudah mengurangi pikiran dan perasaan negatif ketika melihat hal-hal yang berkaitan dengan mengatasi depresi.</p>
<p>Kami juga menemukan bahwa orang-orang dengan depresi kesulitan untuk mengendalikan emosi mereka kemungkinan besar akan menikmati meme bermuatan konten depresi. </p>
<p>Orang yang depresi juga lebih mungkin untuk berbagi meme depresi dengan orang lain yang menghadapi kesulitan yang sama, dan percaya bahwa meme depresi dapat meningkatkan suasana hati orang lain yang juga depresi.</p>
<p>Mungkin meme depresi membantu orang yang depresi mengubah makna pikiran dan perasaan negatif, memungkinkan mereka untuk meringankan pengalaman buruk. </p>
<p>Lebih penting lagi, karena meme depresi dipandang oleh orang yang depresi sebagai hal yang lucu dan menyenangkan, temuan kami menunjukkan bahwa meme dapat meningkatkan emosi positif pada beberapa orang yang mengalami depresi – bahkan jika isinya tidak dianggap positif oleh sebagian besar orang.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/314738/original/file-20200211-146686-tge6h.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/314738/original/file-20200211-146686-tge6h.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/314738/original/file-20200211-146686-tge6h.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/314738/original/file-20200211-146686-tge6h.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=600&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/314738/original/file-20200211-146686-tge6h.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/314738/original/file-20200211-146686-tge6h.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/314738/original/file-20200211-146686-tge6h.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=754&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Contoh meme depresi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">Umair Akram</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Bagi orang yang mengalami depresi, humor gelap dan meme depresi mungkin merupakan bentuk <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0211618">penilaian ulang kognitif</a>. </p>
<p>Penilaian ulang kognitif adalah cara seseorang mengubah interpretasi mereka tentang peristiwa atau situasi tertentu yang telah terjadi pada mereka. Jika kebanyakan orang dapat mengubah cara mereka memandang sebuah pikiran atau kejadian negatif dengan memfokuskan pada hal-hal positif yang telah terjadi, <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0211618">orang yang depresi</a> justru membandingkan pikiran dan perasaan negatif mereka dengan sesuatu yang lebih buruk.</p>
<p>Jadi, meme dapat membantu seseorang dengan depresi melihat situasi mereka secara berbeda dan mengubah cara mereka memandang pikiran dan pengalaman negatif. </p>
<p>Namun, tidak semua orang yang depresi menggunakan humor gelap untuk membantu penilaian ulang kognitif – beberapa mungkin hanya memiliki selera humor yang berbeda dibandingkan yang lain. Orang yang depresi juga mungkin menyukai humor gelap karena lebih cocok dengan pikiran mereka.</p>
<p>Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami apakah meme depresi dapat digunakan untuk meningkatkan suasana hati orang yang mengalami depresi, kami menganggap bentuk interaksi daring ini sebagai cara positif bagi orang yang depresi untuk mempertahankan hubungan sosial dan memiliki akses ke sistem <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/02699931.2011.585069">dukungan sosial</a> </p>
<p>Depresi seringkali dapat membuat <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0010440X00901330">bersosialisasi menjadi sulit</a>, karena <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6176119/">gejala-gejala utamanya</a> dapat mencakup perasaan tidak berharga, memiliki sedikit minat pada hal-hal yang dulunya menyenangkan, mengalami kesulitan dalam menjelaskan perasaan mereka, atau takut mereka akan dipandang sebagai beban oleh orang lain. </p>
<p>Dengan meme, orang yang depresi dapat berbagi pengalaman mereka dengan cara yang sederhana – bahkan mungkin memungkinkan orang yang depresi untuk membentuk ikatan sosial yang suportif dan emosional dengan orang lain. Meme mungkin juga membantu mereka merasa tidak sendirian dalam pengalaman mereka dengan depresi.</p>
<p>Meme depresi telah mendapat <a href="https://www.redbrick.me/does-social-media-romanticise-mental-health-issues/">reputasi buruk</a> karena mempromosikan masalah kesehatan mental. </p>
<p>Namun, penelitian kami menunjukkan bahwa bagi mereka yang mengalami depresi, meme sebenarnya dapat memiliki efek sebaliknya. Meme ini dapat citra buruk depresi bagi mereka yang memilikinya, dan membantu mereka merasakan rasa kebersamaan.</p>
<p><em>Aisha Amelia Yasmin menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris</em>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/132600/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Umair Akram tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Meme yang menampilkan lelucon yang kelam atau menyedihkan mungkin tampak mengkhawatirkan - tetapi penelitian kami menunjukkan bahwa meme ini mungkin membantu orang dengan masalah kejiwaan.Umair Akram, Lecturer in Psychology, Sheffield Hallam UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1279182019-11-29T06:30:52Z2019-11-29T06:30:52ZDepresi: laki-laki jauh lebih berisiko ketimbang perempuan di daerah miskin<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/304091/original/file-20191127-112499-1g0fyfw.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/depression-teen-pain-suffering-tunnel-113875279">Shutterstock </a></span></figcaption></figure><p>Depresi adalah penyebab <a href="https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/depression">disabilitas utama di seluruh dunia</a>, dan jika tidak ditangani, dapat menyebabkan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10784468">penyalahgunaan narkotika</a>, <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28805400">kecemasan</a> dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24890068">bunuh diri</a>.</p>
<p><a>Gangguan depresi mayor</a> adalah bentuk tertentu dari depresi yang mempengaruhi banyak orang, berpotensi menyebabkan hilangnya rasa senang dalam aktivitas yang sebelumnya menyenangkan. Ini juga dapat menyebabkan perasaan tidak berharga, ketidakseimbangan seperti tidur berlebihan atau insomnia, dan memicu pikiran seseorang untuk bunuh diri. Ini adalah kondisi yang kami uji dalam <a href="http://dx.doi.org/10.1136/bmjopen-2018-027530">penelitian baru kami</a>, yang menunjukkan bahwa tinggal di daerah tertinggal dapat menyebabkan depresi, terutama pada laki-laki, tidak pada perempuan.</p>
<p>Sebelum menjelaskan tentang temuan ini, penting untuk memberikan latar belakang lebih lanjut tentang kondisi ini. Ada beberapa faktor tertentu yang dapat menempatkan Anda pada risiko depresi berat yang lebih tinggi. Didiagnosis dengan penyakit kronis, seperti diabetes atau kanker, dapat <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4356432/">meningkatkan risiko depresi berat</a>. Pengalaman traumatis, seperti <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0145213410002267?via%253Dihub">pelecehan fisik atau seksual</a>, atau dibesarkan dalam <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga_disfungsional">keluarga disfungsional</a> yang kerap terjadi <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1352328/">perselisihan dalam perkawinan</a>.</p>
<p>Semua ini, bagaimana pun, adalah faktor individu - atau keadaan pribadi - yang dapat mempengaruhi kesehatan mental Anda secara negatif. Dan sebagian besar penelitian tentang depresi memang berfokus pada faktor-faktor pribadi seperti itu. Tapi ada karakteristik di luar level individu - seperti atribut dalam komunitas tempat kita hidup - yang bisa juga memiliki efek mendalam pada kesejahteraan mental kita.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/people-with-depression-use-language-differently-heres-how-to-spot-it-90877">People with depression use language differently – here's how to spot it</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tinggal dalam komunitas tertinggal dapat menjadikan penduduk di daerah tersebut menilai kesehatan mereka <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1353829207000925">sebagai kurang optimal</a> dan mengalami <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2541648/">kematian dini</a>. Melalui penelitian ini, kami ingin mengetahui apakah tinggal di daerah tertinggal juga dapat mempengaruhi kesehatan mental laki-laki dan perempuan - bahkan setelah memperhitungkan keadaan pribadi. Yaitu, setelah Anda memperhitungkan status sosial ekonomi seseorang (dalam kasus ini, kelas pendidikan dan sosial), apakah lingkungan tempat tinggal seseorang masih mempengaruhi kesehatan mental mereka?</p>
<h2>Temuan-temuan</h2>
<p>Untuk menjawab pertanyaan ini, kami menggunakan data dari salah satu penelitian tertua di Inggris tentang kesehatan, penyakit kronis, dan cara orang menjalani kehidupan: <a href="http://www.srl.cam.ac.uk/epic/">EPIC-Norfolk</a>. Studi ini berdasarkan kuesioner rinci tentang kesehatan mental dan riwayat medis yang disebar ke lebih dari 20.000 orang.</p>
<p>Kode pos para responden dikaitkan dengan sensus untuk mengetahui apakah mereka tinggal di daerah tertinggal atau tidak. Lima tahun setelah tingkat kekurangan diukur, peserta mengisi kuesioner psikososial untuk menentukan apakah mereka menderita gangguan depresi mayor. Dengan teknik statistik, hubungan antara daerah tertinggal dan depresi ditinjau sambil memperhitungkan sejarah medis, pendidikan, kelas sosial, dan faktor penting lainnya.</p>
<p>Studi kami menunjukkan bahwa tinggal di daerah tertinggal memang mempengaruhi kesehatan mental - setidaknya pada laki-laki. Faktanya, kami menemukan bahwa laki-laki yang tinggal di daerah termiskin memiliki kemungkinan 51% lebih besar mengalami depresi daripada mereka yang tinggal di daerah yang lebih maju. Menariknya, hasil tidak signifikan terjadi pada perempuan. </p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/302208/original/file-20191118-66932-121otm6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/302208/original/file-20191118-66932-121otm6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/302208/original/file-20191118-66932-121otm6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/302208/original/file-20191118-66932-121otm6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=401&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/302208/original/file-20191118-66932-121otm6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/302208/original/file-20191118-66932-121otm6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/302208/original/file-20191118-66932-121otm6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kehilangan tujuan.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/sad-man-looking-out-window-150673370?src=2f5195d3-cc7b-4dba-baa4-ab33f02b0ec9-1-27&studio=1">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Studi kami tidak membahas mengapa ini terjadi - dan kini diperlukan penelitian lebih lanjut untuk hal itu. Meski demikian, ada kemungkinan bahwa banyak laki-laki di Inggris dan bagian dunia lainnya masih merasa memiliki <a href="https://theconversation.com/men-feel-stressed-if-their-female-partners-earn-more-than-40-of-household-income-new-research-126620">tanggung jawab utama</a> untuk menyediakan dan mendukung keluarga mereka.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/men-feel-stressed-if-their-female-partners-earn-more-than-40-of-household-income-new-research-126620">Men feel stressed if their female partners earn more than 40% of household income – new research</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sebuah <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3972260/">penelitian baru-baru ini</a> yang menyelidiki risiko depresi untuk laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa laki-laki lebih dipengaruhi oleh “kegagalan pada tugas instrumental utama, seperti prestasi kerja yang diharapkan dan kegagalan untuk menyediakan kebutuhan keluarga yang memadai”</p>
<p><a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3972260/">Penelitian menunjukkan</a> bahwa laki-laki tampaknya lebih sensitif terhadap penyebab stres tertentu di lingkungan mereka dibanding perempuan, seperti hal-hal terkait pekerjaan dan keuangan. Tingkat depresi perempuan, di sisi lain, lebih dipengaruhi oleh penyebab stres yang berasal dari hubungan dan jejaring sosial tempat mereka bergabung. Faktor-faktor seperti kehangatan orang tua dan kepuasan pernikahan yang rendah, misalnya, benar-benar dapat mempengaruhi kesehatan mental perempuan.</p>
<p>Banyak faktor yang mungkin ada di balik ini, tapi di Inggris, laki-laki tiga kali lebih mungkin <a href="https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/birthsdeathsandmarriages/deaths/bulletins/quarterlysuicidedeathregistrationsinengland/2001to2018registrationsand2019provisionaldata">mati karena bunuh diri ketimbang perempuan</a> dan akar penyebabnya harus diselidiki.</p>
<p>Sementara perempuan berisiko lebih rendah mengalami depresi daripada laki-laki di daerah tertinggal, penelitian lain menunjukkan bahwa perempuan <a href="https://theconversation.com/living-in-a-poor-area-increases-the-risk-of-anxiety-in-women-but-not-men-75795">lebih cenderung mengalami kecemasan</a>. Sekali lagi, penelitian lebih lanjut diperlukan terhadap efek lingkungan tempat tinggal pada kesehatan mental dari perspektif jenis kelamin.</p>
<p>Banyak orang di seluruh dunia hidup dalam kekurangan dan depresi adalah penyebab utama disabilitas pada skala global. Mengetahui bagaimana laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh kesulitan hidup dapat membantu memfokuskan perawatan kesehatan mental, dan ini merupakan langkah yang berharga.</p>
<p><em>Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/127918/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>This work (based on my PhD) was funded by the NIHR. I would like to dedicate this piece to my mother who is currently battling cancer for a second time. This is her favourite piece of research that came out of my PhD and wanted me to publish this work – because she believes that mental health is important for both men and women.</span></em></p>Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang tinggal di daerah paling miskin memiliki kemungkinan 51% lebih besar mengalami depresi daripada mereka yang tinggal di daerah yang tidak kekurangan.Olivia Remes, Postdoctoral researcher, University of CambridgeLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1207742019-07-27T09:14:43Z2019-07-27T09:14:43ZSecara biologis, manusia tidak berkembang untuk merasa bahagia. Jadi buat apa kita mengejar kebahagiaan?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/285290/original/file-20190723-110158-1imwyqo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=121%2C48%2C3934%2C2547&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/two-notes-stuck-on-message-cork-224142373?src=BSu4GmSjEddNK5bez6v0mg-5-51&studio=1">Marcos Mesa Sam Wordley/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Industri untuk menciptakan kebahagiaan dan pikiran positif adalah sebuah industri besar yang nilainya diperkirakan mencapai <a href="https://www.forbes.com/2009/10/14/positive-thinking-myths-lifestyle-health-happiness.html#60bdbfc518ed">US$11 miliar</a> (Rp153 triliun) per tahun. </p>
<p>Industri ini telah membantu menciptakan khayalan bahwa kebahagiaan adalah sebuah tujuan yang dapat dicapai. </p>
<p>Mengejar mimpi kebahagiaan adalah konsep ala Amerika Serikat yang diekspor ke seluruh dunia lewat budaya pop. Memang, hak “mengejar kebahagiaan” adalah salah satu “hak yang tidak dapat dicabut” di AS. </p>
<p>Sayangnya, harapan ini tidak sesuai dengan kenyataan kehidupan.</p>
<p>Saat kita berhasil memenuhi semua kebutuhan materi dan biologis pun, kebahagiaan yang lestari akan tetap menjadi tujuan yang sifatnya teori dan sulit dipahami.</p>
<p>Abdurrahman III, Khalifah Kordoba pada abad kesepuluh, mengalami hal ini. Dia salah satu orang paling berkuasa di masanya, memiliki prestasi bidang militer dan budaya, serta mendapatkan kesenangan duniawi dari dua harem. </p>
<p>Namun, menjelang akhir hayatnya, Abdurrahman III memutuskan untuk menghitung jumlah hari ia merasa bahagia. Ia menghitung hanya ada <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/the-british-journal-of-psychiatry/article/happy-days-psychiatry-in-history/DFE0D1D9758A8C54BB2E993EA1FF4194">14 hari</a>.</p>
<p>Kebahagiaan, menurut penyair Brasil, Vinicius de Moraes, adalah “bulu yang melayang di udara. Ia terbang cepat, tapi tidak lama.” </p>
<p>Kebahagiaan adalah rekaan manusia, gagasan abstrak yang tidak nyata ada dalam pengalaman hidup manusia yang sebenarnya. </p>
<p>Perasaan positif dan negatif memang ada di otak, tetapi kebahagiaan yang berkelanjutan itu tidak ada dasarnya dalam biologi. Menurut saya, ironisnya, fakta ini justru sesuatu yang membahagiakan.</p>
<h2>Alam dan evolusi</h2>
<p>Manusia tidak berkembang untuk bahagia, atau bahkan merasa puas. Sebaliknya, kita mengasah kemampuan terutama untuk bertahan hidup dan berkembang biak, seperti setiap makhluk lainnya di dunia. </p>
<p>Alam menghalangi munculnya rasa puas sebab rasa puas akan menurunkan kewaspadaan kita terhadap hal-hal yang mengancam keberlangsungan hidup.</p>
<p>Faktanya, evolusi telah mengutamakan perkembangan <em>lobus frontal</em> di otak kita (yang memberi kita kemampuan memutuskan dan menganalisis yang sangat baik) dibanding mengembangkan kemampuan alami untuk merasa bahagia. </p>
<p>Alam punya prioritas. </p>
<p>Area dan sirkuit otak tertentu memiliki fungsi neurologis dan intelektual. Tapi, kebahagiaan tidak bisa ditemukan di jaringan otak; kebahagiaan hanyalah rekaan tanpa dasar neurologis.</p>
<p>Bahkan para ahli dalam bidang ini berpendapat, ketidakmampuan alam menghilangkan depresi dalam proses evolusi adalah karena depresi memainkan <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S027858460600008X?via%3Dihub">peran penting</a> pada saat-saat sulit. </p>
<p>Padahal depresi merugikan dalam hal kelangsungan hidup dan reproduksi.</p>
<p>Individu yang depresi akan terbantu melepaskan diri dari situasi berisiko dan situasi yang jelas tidak menguntungkan. Pemikiran mendalam yang terjadi saat depresi juga membantu <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2734449/">memecahkan masalah</a> selama masa-masa sulit.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/284485/original/file-20190717-147307-mp1cym.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/284485/original/file-20190717-147307-mp1cym.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=701&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/284485/original/file-20190717-147307-mp1cym.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=701&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/284485/original/file-20190717-147307-mp1cym.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=701&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/284485/original/file-20190717-147307-mp1cym.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=881&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/284485/original/file-20190717-147307-mp1cym.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=881&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/284485/original/file-20190717-147307-mp1cym.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=881&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Di mana letak kebahagiaan?</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://en.wikipedia.org/wiki/Human_brain#/media/File:Cerebral_lobes.png">Gutenberg Encyclopedia</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span>
</figcaption>
</figure>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/terapi-online-berpotensi-menurunkan-tingkat-depresi-90553">Terapi online berpotensi menurunkan tingkat depresi</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<h2>Moralitas</h2>
<p>Industri global terkait kebahagiaan yang ada saat ini berakar dari hukum moralitas Kristen. Kita diberitahu bahwa ketidakbahagiaan yang kita alami disebabkan oleh kekurangan moral kita, misalnya, karena kita egois dan materialis. </p>
<p>Kita diminta meraih keseimbangan psikologis yang baik dengan cara menolak, melepas, dan menahan hasrat.</p>
<p>Padahal, cara-cara ini hanyalah mencari penawar; kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk menikmati hidup terus-menerus. </p>
<p>Melalui cara-cara ini, kita menghibur diri dengan mengatakan bahwa ketidakbahagiaan bukanlah kesalahan kita. Padahal ketidakbahagiaan bersumber dari rancangan biologis alami kita; ketidakbahagiaan ada dalam <em>blueprint</em> kita.</p>
<p>Mereka yang setuju bahwa jalan moral adalah jalan yang benar menuju kebahagiaan menolak jalan pintas meraih kebahagiaan lewat bantuan obat-obatan psikotropika. </p>
<p>George Bernard Shaw berkata: “Kita tidak memiliki hak untuk menikmati kebahagiaan bila kita tidak mampu menciptakan kebahagiaan; sama seperti kita tidak berhak menikmati kekayaan, kalau kita tidak mampu menghasilkan kekayaan”. </p>
<p>Kesejahteraan tampaknya perlu diupayakan; ini untuk membuktikan bahwa kesejahteraan bukanlah sesuatu yang alami.</p>
<p>Tokoh-tokoh dalam novel <em>Brave New World</em> karya Aldous Huxley hidup bahagia dengan bantuan “soma”, obat yang membuat mereka patuh tetapi damai. </p>
<p>Dalam novel tersebut, Huxley menyiratkan bahwa manusia yang bebas pasti tersiksa oleh emosi-emosi yang menyulitkan. Kalau pilihannya antara siksaan emosional atau damai dalam diam, saya rasa orang akan memilih yang kedua.</p>
<p>Tetapi “soma” tidak nyata; jadi masalahnya bukan karena mencapai kepuasan yang menenangkan lewat bahan kimia itu melanggar hukum, tapi karena cara itu tidak mungkin. </p>
<p>Bahan kimia mengubah keadaan pikiran (kadang-kadang bisa bermanfaat), tetapi karena kebahagiaan tidak bisa dikaitkan dengan pola fungsional otak tertentu, maka kebahagiaan tidak bisa dibuat secara kimiawi.</p>
<h2>Bahagia dan tidak bahagia</h2>
<p>Perasaan-perasaan kita itu campur aduk, tidak jernih, berantakan, kusut, dan terkadang bertentangan; persis seperti hidup kita. </p>
<p>Penelitian telah menunjukkan bahwa emosi positif dan negatif relatif bisa muncul berdampingan di dalam <a href="https://doi.org/10.1371/journal.pone.0068015">otak</a>. Model ini menunjukkan bahwa belahan otak sebelah kanan cenderung memproses emosi negatif, sedangkan yang kiri menangani emosi positif.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mau-sehat-dan-bahagia-pilih-pasangan-yang-seperti-ini-120086">Mau sehat dan bahagia? Pilih pasangan yang seperti ini</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Maka patut diingat, bahwa kita memang tidak mampu bisa bahagia terus-menerus. Sebaliknya, tubuh kita mengutamakan kemmmpuan untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Karena tugas yang sulit inilah kita ditakdirkan untuk terus berusaha dan berjuang, mencari kepuasan dan keamanan, melawan ancaman dan menghindari rasa sakit. </p>
<p>Emosi-emosi saling bersaing dan menghadirkan kenikmatan serta kesakitan secara berdampingan; ini model yang lebih cocok dengan kenyataan hidup kita. </p>
<p>Kebahagiaan semu yang coba dijual oleh industri tidak pas untuk kita. Bahkan, menganggap rasa sakit, seberapapun kecil atau besarnya, sebagai sesuatu yang abnormal atau penyakit, justru akan menumbuhkan perasaan lemah dan frustrasi.</p>
<p>“Tidak ada yang namanya kebahagiaan” mungkin terdengar negatif. Tapi, setidaknya kita tahu bahwa ketidakpuasan bukanlah karena kegagalan kita. </p>
<p>Jika kita kadang-kadang tidak bahagia, itu bukan kekurangan yang harus diatasi segera, seperti yang dianjurkan “guru-guru ilmu bahagia”. Ketidakpastian itulah yang menjadikan kita manusia.</p>
<p><em>Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.</em></p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/ingin-lebih-bahagia-coba-kenalilah-diri-anda-sendiri-111358">Ingin lebih bahagia? Coba kenalilah diri Anda sendiri</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/120774/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rafael Euba tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kebahagiaan adalah rekaan manusia, gagasan abstrak yang tidak nyata ada dalam pengalaman hidup manusia yang sebenarnya. Tapi, ini justru kabar yang membahagiakan.Rafael Euba, Consultant and Senior Lecturer in Old Age Psychiatry, King's College LondonLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1172052019-05-20T09:41:25Z2019-05-20T09:41:25ZSeperempat ibu depresi setelah melahirkan, tapi penanganannya belum optimal. Mengapa?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/275224/original/file-20190518-69169-puwvws.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Ibu hamil membutuhkan dukungan dari suami dan orang-orang di sekitarnya agar tidak depresi. </span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/lovely-muslim-indonesian-couple-walking-park-1392295505?src=rDpHdWk_RF-XskMwjV_tKg-1-50">Mila Supinskaya Glashchenko/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Tingginya angka depresi pada perempuan, baik saat hamil maupun setelah melahirkan, membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah dan keluarga agar dampaknya tak semakin buruk.</p>
<p>Akhir April lalu, misalnya, seorang ibu muda bersama bayinya berusia empat bulan <a href="http://jabar.tribunnews.com/2019/04/29/8-fakta-ibu-bunuh-diri-ajak-bayinya-di-jembatan-serayu-cilacap-alami-syndrome-baby-blues">bunuh diri dengan cara terjun ke Sungai Serayu yang deras di Cilacap Jawa Tengah</a>. </p>
<p>Sejumlah media menyebut sebelum bunuh diri, ibu tersebut mengalami gejala sindrom <em><a href="https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4530251/kisah-pilu-ibu-dan-bayinya-tewas-setelah-terjun-dari-jembatan-di-cilacap">baby blues</a></em>, yaitu perasaan sedih, cemas, dan mudah marah, yang terjadi dalam jangka pendek (hingga 10 hari setelah melahirkan). Tapi melihat rangkaian kasus tersebut, ibu ini mungkin memiliki gejala depresi setelah melahirkan, bukan sekadar <em>baby blues</em>.</p>
<h2>Beda <em>baby blues</em> dan depresi setelah melahirkan</h2>
<p><em>Postpartum blues</em> atau <em>baby blues syndrome</em> yang mulai disuarakan oleh banyak perempuan di media sosial dialami oleh <a href="https://americanpregnancy.org/first-year-of-life/baby-blues/">mayoritas (70%-80%) ibu melahirkan</a> baik di negara berkembang maupun negara maju. </p>
<p><em>Baby blues</em> disebabkan oleh perubahan hormonal dan sosial (seperti perubahan peran menjadi ibu) setelah melahirkan. Gejala-gejala <em>baby blues</em> yang dialami oleh ibu akan hilang dengan sendirinya, setelah ibu mampu menyesuaikan diri dengan peran barunya. Dengan demikian, <em>baby blues</em> tidak dikategorikan sebagai gangguan kesehatan mental selama masa perinatal. </p>
<p>Berbeda dengan <em>baby blues</em>, depresi bisa dialami oleh ibu pada masa kehamilan, setelah melahirkan maupun pada kedua fase tersebut. Depresi saat hamil juga menjadi salah satu <a href="https://pdfs.semanticscholar.org/5f1d/4110299a6342ab8d1c21130d0635f976d66f.pdf">prediktor depresi postpartum</a></p>
<p>Gejala depresi <em>postpartum</em> mirip <em>baby blues</em> dengan durasi, frekuensi, dan intensitas gejala yang lebih tinggi (parah) dan membutuhkan bantuan tenaga kesehatan untuk menanganinya. Gejala utamanya ditandai dengan adanya pikiran menyakiti diri sendiri/bayinya, keinginan bunuh diri, dan ketidakmampuan merawat bayi yang baru dilahirkan. </p>
<h2>Risiko perempuan lebih tinggi</h2>
<p>Perempuan memiliki <a href="https://www.who.int/mental_health/prevention/genderwomen/en/">risiko tiga kali lebih besar</a> untuk mengalami depresi daripada laki-laki, dan angka kejadiannya banyak ditemukan pada mereka yang masih di usia reproduktif (12-51 tahun).</p>
<p>Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), di negara berkembang, <a href="https://www.who.int/mental_health/prevention/suicide/mmh_jan08_meeting_report.pdf?ua=1">antara 10-50% ibu yang menjalani masa perinatal (saat hamil hingga setahun setelah melahirkan) mengalami depresi</a>. </p>
<p>Menurut sebuah <a href="https://www.scielosp.org/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0042-96862012000200014">tinjauan sistematis</a>, angka kejadian gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan pada ibu di negara berkembang tercatat memiliki <a href="https://www.rumusstatistik.com/2013/08/rata-rata-tertimbang-terbobot.html">rata-rata terbobot</a> 15,6% saat hamil dan 19,8% saat setelah melahirkan. Di Indonesia, tercatat sebanyak <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.2753/IMH0020-7411350105">22,4% ibu mengalami depresi</a> setelah melahirkan (depresi <em>postpartum</em>).</p>
<p>Sayangnya, meski angka kejadian depresi pada ibu selama masa perinatal di negara berkembang lebih tinggi daripada kejadian di negara maju yang prevalensinya berkisar antara <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15051562">7,4</a>-<a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3109/09540269609037816">13%</a>, sistem kesehatan mental perinatal belum tersedia di banyak negara berkembang. Selain itu, ada juga faktor budaya dan kapasitas paramedis yang menghambat penangangan masalah ini secara optimal. </p>
<h2>Kesehatan mental belum jadi prioritas</h2>
<p>Sistem kesehatan mental perinatal belum menjadi prioritas di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Program kesehatan yang diluncurkan oleh pemerintah lebih terfokus pada kematian ibu dan bayi. </p>
<p>Ini sebenarnya bisa dipahami karena pemerintah Indonesia masih menghadapi tantangan besar untuk menurunkan <a href="https://sains.kompas.com/read/2018/03/28/203300723/angka-kematian-ibu-dan-bayi-di-indonesia-tinggi-riset-ungkap-sebabnya">Angka Kematian Ibu (AKI) (305/100.000 kelahiran hidup)</a> dan Angka Kematian Bayi (AKB)<a href="https://beritagar.id/artikel/berita/rapor-merah-angka-kematian-bayi-di-indonesia">(24/1.000 kelahiran)</a> yang saat ini <a href="http://www.depkes.go.id/article/view/17021000003/keberhasilan-kb-dapat-turunkan-angka-kematian-ibu.html">masih cukup tinggi</a> di antara negara-negara di Asia Tenggara. </p>
<p>Namun berdasarkan banyak penelitian, gangguan kesehatan mental pada masa kehamilan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada masa hamil dan setelah melahirkan, seperti kejadian <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378378202000750">abortus spontan (keguguran)</a>, kelahiran dengan <a href="https://www.nature.com/articles/1601526">berat bayi lahir rendah</a> (kurang dari 2500 gram), dan <a href="https://www.nature.com/articles/1601526">persalinan prematur</a> (sebelum usia 37 minggu). </p>
<p>Sebuah studi <a href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/281703.php">jangka panjang</a> untuk mengetahui dampak faktor risiko terhadap suatu penyakit juga menemukan bahwa depresi pada masa perinatal berhubungan dengan kejadian <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamapsychiatry/article-abstract/482059"><em>stunting</em> dan gangguan gastrointestinal</a> (pencernaan) seperti diare pada bayi dan balita. </p>
<p>Sedangkan untuk jangka panjang, gangguan kesehatan mental pada ibu hamil diasosiasikan dengan buruknya <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0890856709607425">perkembangan kognisi, perilaku, dan emosi pada anak-anak yang dilahirkan</a>. </p>
<h2>Hambatan budaya dan paramedis</h2>
<p>Pada ibu hamil, stres dikaitkan dengan banyaknya tekanan sosial dan budaya di sekelilingnya. </p>
<p>Dengan berbagai peran yang dipegang oleh seorang ibu (anak dari orang tuanya, istri dari suaminya, ibu dari anak-anaknya dan bayi yang dikandungnya), ia menjadi sangat berisiko mengalami gangguan mental pada saat masa perinatal. Belum lagi, jika ia berkarir di luar wilayah domestik rumah tangga. </p>
<p>Masalah makin runyam karena keluhan stres pada ibu lekat dengan stigma dan stereotip; misalnya ibu dengan gejala depresi dianggap sebagai ibu yang gagal atau kurang bersyukur. </p>
<p>Selain itu, secara umum problem kesehatan mental di Indonesia juga berkaitan dengan adanya kesenjangan <a href="https://theconversation.com/penderita-gangguan-mental-makin-terpojok-oleh-relasi-kuasa-yang-timpang-92753">relasi kuasa</a> yang dialami penderita.</p>
<p>Dalam konteks ini, faktor sosial budaya menjadi salah satu hambatan untuk bisa mewujudkan masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan mental. <a href="http://theconversation.com/260-juta-orang-dan-kurang-dari-1000-psikiater-indonesia-kekurangan-pekerja-kesehatan-mental-105969">Indonesia kekurangan tenaga kesehatan mental yang memadai</a> (psikiater, psikolog dan perawat jiwa) dan belum banyak profesional kesehatan (bidan, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, atau dokter umum) yang menanyakan perihal perasaan atau kondisi psikologis pada ibu hamil dan ibu baru melahirkan. </p>
<p>Karena jumlah kunjungan pasien terlalu banyak, profesional kesehatan kekurangan waktu untuk melayani masing-masing ibu hamil dengan intensif. Selain itu, tenaga kesehatan mental tidak tersedia di semua Puskesmas sehingga layanan tersebut kurang terjangkau masyarakat. </p>
<h2>Pembenahan sistem begitu mendesak</h2>
<p>Upaya pertama untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan mental untuk para ibu di Indonesia adalah membekali bidan, dokter umum dan dokter spesialis obstetri dan ginekologi dengan literasi kesehatan mental dan pengetahuan mengenai dampak buruk depresi dan gangguan kecemasan pada ibu hamil. Mereka perlu tahu bagaimana mendeteksi gangguan kesehatan mental. </p>
<p>Ada beberapa instrumen untuk mendeteksi gangguan kesehatan mental, seperti <a href="http://perinatology.com/calculators/Edinburgh%20Depression%20Scale.htm">Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)</a>, <a href="https://www.svri.org/sites/default/files/attachments/2016-01-13/HADS.pdf">Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS)</a>, dan <a href="https://www.ismanet.org/doctoryourspirit/pdfs/Beck-Depression-Inventory-BDI.pdf">Beck Depressive Inventory (BDI)</a> yang bisa digunakan sebagai bentuk penapisan (skrining) awal. </p>
<p>Instrumen-instrumen ini tersedia dalam bahasa Indonesia sehingga seharusnya penggunaannya bisa lebih maksimal. Penapisan awal berguna untuk menentukan mana ibu yang membutuhkan konseling dari tenaga kesehatan terlatih dan mana ibu yang perlu dirujuk karena membutuhkan bantuan lebih lanjut dari psikolog dan psikiater. </p>
<p>Kebijakan yang mendesak adalah memperkuat layanan kesehatan mental di pusat pelayanan kesehatan primer (Puskesmas). <a href="http://www.cmaj.ca/content/178/8/997?utm_source=TrendMD&utm_medium=cpc&utm_campaign=CMAJ_TrendMD_0">Sebuah riset meta-analisis menemukan bahwa</a> melakukan skrining tanpa didukung dengan keberadaan sistem pelayanan dan manajemen yang tepat, tidak memiliki benefit terhadap pasien yang menderita depresi. </p>
<p>Di beberapa Puskesmas di wilayah Yogyakarta, <a href="https://theconversation.com/layanan-psikolog-di-puskesmas-yogyakarta-solusi-deteksi-gangguan-jiwa-di-level-bawah-96484">keberadaan psikolog klinis telah menjadi bagian dari pelayanan kesehatan</a>. Namun pelayanan psikologis ini belum terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. </p>
<p>Di beberapa Puskesmas di Yogyakarta, ibu hamil telah mendapatkan kesempatan bertemu dengan psikolog dalam sesi psikoedukasi. Sayangnya, hal ini hanya berlaku untuk satu kali selama masa hamil dan biasanya hanya dilakukan pada saat kunjungan pertama. Padahal, gangguan psikologis pada saat masa perinatal bisa dialami ibu kapan saja: trimester ke-1, 2, 3 atau bahkan 4 bulan setelah melahirkan.</p>
<p>Karena itu, membekali tenaga kesehatan pemberi layanan kebidanan dengan keterampilan skrining dan mengintegrasikan pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan layanan psikolog menjadi dua hal yang sangat penting untuk mengoptimalkan pengalaman ibu selama masa perinatal.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/117205/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Cesa Septiana Pratiwi bekerja di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta dan merupakan penerima beasiswa LPDP Kemenkeu RI di University of Leeds serta merupakan volunteer di group MotherHope Indonesia.</span></em></p>Sangat penting membekali bidan, dokter umum dan dokter spesialis obstetri dan ginekologi dengan literasi kesehatan mental untuk mendeteksi dan menanganinya ibu hamil yang depresi.Cesa Septiana Pratiwi, PhD Researcher, University of LeedsLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1146132019-04-02T06:35:07Z2019-04-02T06:35:07ZBahaya di balik ‘depresi tersenyum’, ini cara mengobati hati yang kacau balau<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/267006/original/file-20190402-177178-1l61u35.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Memakai “topeng” tidak membuat depresi berkurang. </span> <span class="attribution"><span class="source">Alyssa L. Miller/Flickr</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/">CC BY-SA</a></span></figcaption></figure><p>Istilah “<em>smiling depression</em>” atau “depresi tersenyum”-tampak bahagia di depan orang banyak ketika sebenarnya mengalami gejala depresi–menjadi semakin populer. Artikel tentang topik ini telah merangkak naik dalam literatur populer, dan tahun ini, jumlah pencarian Google untuk kondisi ini <a href="https://trends.google.co.id/trends/explore?q=smiling%20depression">telah meningkat secara dramatis</a>. Namun, beberapa orang mungkin mempertanyakan apakah ini sebenarnya kondisi patologis yang nyata.</p>
<p>Walau depresi tersenyum bukan istilah teknis yang digunakan para psikolog, istilah ini merujuk pada orang yang mungkin mengalami depresi dan berhasil menutupi gejalanya. Istilah teknis terdekat untuk kondisi ini adalah “<a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990566/">depresi atipikal</a>”. Bahkan, sebagian besar orang yang mengalami suasana hati yang kacau dan kehilangan kesenangan dalam beraktivitas <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990566/">berhasil menyembunyikan kondisi mereka</a> dengan cara ini. Dan orang-orang ini mungkin <a href="https://www.psychologytoday.com/gb/blog/the-guest-room/201411/smiling-depression">sangat rentan</a> untuk bunuh diri.</p>
<p>Mungkin sangat sulit untuk menemukan orang yang menderita depresi tersenyum. Mereka mungkin <em>terlihat</em> seperti mereka tidak punya alasan untuk bersedih–mereka punya pekerjaan, apartemen, dan mungkin bahkan anak-anak atau pasangan. Mereka tersenyum ketika Anda menyapa mereka dan dapat bercakap tentang hal yang menyenangkan. Singkatnya, mereka <a href="https://www.psychologytoday.com/gb/blog/the-guest-room/201411/smiling-depresi">mengenakan topeng</a> ke dunia luar sambil menjalani kehidupan yang tampaknya normal dan aktif.</p>
<p>Namun di dalam, mereka merasa putus asa, terkadang bahkan berpikiran untuk mengakhiri semuanya. Kekuatan yang harus mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat mereka sangat rentan untuk merencanakan bunuh diri. Ini berbeda dengan bentuk depresi lainnya, saat orang mungkin memiliki ide bunuh diri tapi <a href="https://www.psychologytoday.com/gb/blog/the-guest-room/201411/smiling-depression">tidak punya cukup energi</a> untuk bertindak berdasarkan niat mereka.</p>
<p>Meski orang-orang dengan depresi tersenyum menunjukkan “wajah bahagia” kepada pada dunia luar, mereka dapat mengalami <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990566/">perbaikan suasana hati mereka</a> sebagai akibat dari kejadian positif dalam kehidupan mereka. Misalnya, mendapatkan pesan teks dari seseorang yang mereka ingin dengar atau mendapat pujian di tempat kerja dapat membuat mereka merasa lebih baik selama beberapa saat sebelum kembali ke perasaan yang kacau.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/258749/original/file-20190213-181593-1qfimdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/258749/original/file-20190213-181593-1qfimdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/258749/original/file-20190213-181593-1qfimdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/258749/original/file-20190213-181593-1qfimdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=372&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/258749/original/file-20190213-181593-1qfimdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/258749/original/file-20190213-181593-1qfimdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/258749/original/file-20190213-181593-1qfimdn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=468&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Orang-orang dengan depresi tersenyum dapat merasa lebih baik dalam waktu yang singkat.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/multiracial-young-creative-people-modern-office-740208229?src=fSxF3jQrBX8ihdH4B05erg-1-31">4 PM production/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Gejala lain dari kondisi ini termasuk makan berlebihan, merasakan berat di bagian lengan dan kaki dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990566/">mudah tersinggung oleh kritik</a> atau penolakan. Orang dengan depresi tersenyum juga lebih cenderung merasa tertekan di malam hari dan merasa perlu tidur lebih lama dari biasanya. Namun, dengan bentuk-bentuk depresi lainnya, suasana hati Anda mungkin lebih buruk di pagi hari dan Anda mungkin merasakan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990566/">keinginan untuk tidur lebih sebentar</a> dari biasanya.</p>
<p>Depresi tersenyum tampaknya lebih umum terjadi pada orang dengan temperamen tertentu. Khususnya, hal ini dikaitkan pada keadaan lebih cenderung untuk mengantisipasi kegagalan, mengalami kesulitan mengatasi situasi yang memalukan dan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990566%20/">cenderung merenungkan</a> atau secara berlebihan memikirkan situasi negatif yang telah terjadi.</p>
<p>Majalah Women’s Health menangkap esensi dari depresi tersenyum ketika majalah ini meminta perempuan untuk mengunggah gambar ke media sosial mereka dan kemudian memberikan keterangan kembali tentang bagaimana perasaan mereka ketika foto tersebut diambil. Berikut adalah <a href="https://www.womenshealthmag.com/health/a19973575/true-emotion-behind-smiling-instagram-pictures/">beberapa unggahan mereka</a>.</p>
<h2>Beban dan pengobatan</h2>
<p>Sulit untuk menentukan dengan tepat apa penyebab depresi tersenyum, tapi suasana hati yang kacau dapat berasal <a href="https://www.psychologytoday.com/gb/blog/the-guest-room/201411/smiling-depression">dari sejumlah hal</a> , seperti masalah pekerjaan, gangguan hubungan, dan perasaan seolah-olah hidup Anda tidak bertujuan dan bermakna.</p>
<p>Hal ini sangat umum. Sekitar <a href="https://www.nature.com/articles/s41598-018-21243-x">satu dari sepuluh orang</a> mengalami depresi, dan antara 15% dan 40% dari orang-orang ini <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC181236/">menderita bentuk depresi atipikal</a> yang menyerupai depresi tersenyum. Depresi tersebut sering dimulai sejak awal kehidupan dan <a href="https://www.health.harvard.edu/newsletter_article/Atypical_depression">dapat bertahan lama</a>.</p>
<p>Jika Anda menderita depresi tersenyum, sangat penting untuk meminta pertolongan. Sayangnya, orang yang menderita kondisi ini biasanya tidak minta bantuan, karena mereka mungkin tidak berpikir bahwa mereka memiliki masalah-ini terutama terjadi jika mereka tampaknya menjalankan tugas dan rutinitas sehari-hari seperti sebelumnya. Mereka mungkin juga merasa bersalah dan berpikir bahwa mereka tidak perlu bersedih. Jadi mereka tidak memberi tahu siapa pun tentang masalah mereka dan akhirnya merasa malu dengan perasaan mereka sendiri. </p>
<p>Jadi bagaimana Anda bisa memutus siklus ini? Titik awalnya adalah mengetahui bahwa kondisi ini benar-benar ada dan itu serius. Ketika kita berhenti merasionalisasi masalah kita karena kita berpikir itu tidak cukup serius barulah kita mulai membuat perbedaan yang sebenarnya. Bagi sebagian orang, pandangan ini mungkin cukup untuk membalikkan keadaan, karena hal itu menempatkan mereka pada jalan untuk mencari bantuan dan membebaskan diri dari belenggu depresi yang telah menahan mereka.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/259511/original/file-20190218-56215-1o88mo9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/259511/original/file-20190218-56215-1o88mo9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=414&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/259511/original/file-20190218-56215-1o88mo9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=414&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/259511/original/file-20190218-56215-1o88mo9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=414&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/259511/original/file-20190218-56215-1o88mo9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/259511/original/file-20190218-56215-1o88mo9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/259511/original/file-20190218-56215-1o88mo9.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=521&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Olahraga dan meditasi dapat membantu meringankan depresi.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/woman-practices-yoga-meditates-on-mountain-688367407?src=yKkPpNCqrY9epywThIlFtw-1-2">Yuganov Konstantin/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Meditasi dan aktivitas fisik juga telah terbukti memiliki manfaat kesehatan mental yang luar biasa. Bahkan, sebuah studi yang dilakukan oleh Rutgers University di Amerikan Serikat menunjukkan bahwa orang yang telah bermeditasi dan beraktivitas fisik dua kali seminggu <a href="https://www.nature.com/articles/tp2015225">mengalami penurunan</a> hampir 40% tingkat depresi mereka dalam waktu delapan minggu. Terapi perilaku kognitif, belajar mengubah pola dan perilaku berpikir Anda adalah pilihan lain bagi mereka yang mengalami kondisi ini. </p>
<p>Dan menemukan makna dalam hidup adalah yang paling penting. Ahli saraf Austria <a href="https://www.britannica.com/biography/Viktor-Emil-Frankl">Viktor Frankl</a> menulis bahwa kunci dari kesehatan mental yang baik adalah <a href="https://www.pursuit-of-happiness.org/history-of-happiness/viktor-frankl/">memiliki tujuan hidup</a>. Dia mengatakan bahwa kita seharusnya tidak berusaha berada dalam “keadaan tanpa ketegangan”, bebas dari tanggung jawab dan tantangan, tapi kita harus berjuang untuk sesuatu dalam hidup. </p>
<p>Kita dapat menemukan tujuan hidup dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan menempatkannya pada sesuatu yang lain. Jadi temukan tujuan yang bermanfaat dan cobalah untuk membuat kemajuan secara teratur, bahkan jika jumlahnya kecil tiap harinya, karena ini benar-benar dapat berdampak positif.</p>
<p>Kita juga dapat menemukan tujuan dengan merawat orang lain. Ketika kita mengalihkan perhatian dari diri kita dan mulai berpikir tentang kebutuhan dan keinginan orang lain, kita mulai merasa bahwa hidup kita penting. Ini dapat dicapai dengan menjadi sukarelawan, atau merawat anggota keluarga atau bahkan binatang.</p>
<p>Pada akhirnya, merasa bahwa hidup kita penting adalah apa yang memberi kita tujuan dan makna–dan ini dapat membuat perbedaan yang signifikan bagi kesehatan mental dan kesejahteraan kita. </p>
<p><em>Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Jamiah Solehati.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/114613/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Olivia Remes receives funding from the National Institute for Health Research.</span></em></p>Hampir sebagian orang yang menderita depresi tidak terlihat sedih seperti yang Anda bayangkan, tetapi mereka berisiko tinggi untuk bunuh diri.Olivia Remes, PhD Candidate, University of CambridgeLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1130722019-03-11T07:07:26Z2019-03-11T07:07:26ZCara baru terapi penyakit jiwa: berikan pekerjaan kepada penderita<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/262903/original/file-20190308-155539-14nbcjg.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Memberikan pekerjaan kepada penderita penyakit jiwa membantu mereka cepat sembuh.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?u=http%3A%2F%2Fdownload.shutterstock.com%2Fgatekeeper%2FW3siZSI6MTU1MjA3Nzk0MSwiYyI6Il9waG90b19zZXNzaW9uX2lkIiwiZGMiOiJpZGxfMTMwOTEzMzQwNCIsImsiOiJwaG90by8xMzA5MTMzNDA0L21lZGl1bS5qcGciLCJtIjoxLCJkIjoic2h1dHRlcnN0b2NrLW1lZGlhIn0sIm5QV0VBeTBYNGVHSGRydjI5ejNSd1AyTEhwSSJd%2Fshutterstock_1309133404.jpg&pi=41133566&m=1309133404">Little Star/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Tujuh dari <a href="https://tirto.id/kemenkes-sebut-masalah-kesehatan-jiwa-perlu-disikapi-serius-diuR">seribu orang di Indonesia</a> terkena skizofrenia. </p>
<p>Penyakit jiwa parah ini, seperti halnya depresi dan cemas, membawa banyak dampak negatif bagi para penderita dan orang di sekitarnya. Penyakit ini tidak hanya membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi, tapi juga sering membawa masalah ekonomi. Mengapa? Karena kebanyakan penderita penyakit jiwa serius dan kronis tidak memiliki pekerjaan dan terisolasi secara sosial. </p>
<p>Di Amerika Serikat, semakin parah penyakit jiwa yang diderita semakin rendah presentase penderita yang bekerja. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4182106/">Hanya 54%</a> dari penderita penyakit jiwa serius memiliki pekerjaan. Di Indonesia, belum ada data tentang tingkat pengangguran bagi penderita penyakit jiwa. </p>
<p>Jelas hal ini mengakibatkan banyak kerugian ekonomi bagi penderita, keluarga, dan masyarakat pada umumnya. Di samping itu, sangat mungkin bahwa tidak memiliki pekerjaan akan memperkeruh masalah dalam hidup si penderita. Tidak adanya pemasukan tetap dan kesempatan untuk berkarya bisa meruntuhkan kepercayaan diri penderita dan membuat mereka semakin terisolasi secara sosial. Juga menambah beban ekonomi dan moral bagi penderita dan keluarganya. </p>
<p>Tidak bekerja juga akan menghilangkan struktur rutinitas dan aktifitas dalam kehidupan sehari-hari si penderita yang dapat membuat gejala penyakit jiwa semakin parah. </p>
<p>Saya mendapat kesempatan untuk membangun program rehabilitasi bagi anak muda yang menderita penyakit jiwa serius di <a href="https://www.mayoclinic.org/giving-to-mayo-clinic/philanthropy-in-action/features-stories/a-home-to-heal">Mayo Clinic John E. Herman Home and Treatment Facility</a> Amerika Serikat yang menggabungkan pelayanan kesehatan jiwa dan program kejuruan. Saya membantu pasien selama 3 sampai 6 bulan untuk mengatasi gangguan jiwa dan mencari pekerjaan yang mereka minati. </p>
<p>Dari pengalaman itu, saya mengetahui banyaknya manfaat bekerja dalam proses pemulihan mereka yang menderita penyakit jiwa parah. </p>
<p>Satu penelitian kualitatif yang mewawancara penderita penyakit jiwa <a href="https://psycnet.apa.org/record/2008-10796-008">menemukan bahwa bekerja membawa dua dampak positif</a>. Pertama, membantu penderita merasa bahwa hidup lebih bermakna. Penderita menyatakan bahwa bekerja meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan. Kedua, membantu mempercepat penyembuhan. Dengan bekerja, mereka ditempatkan untuk menggunakan cara mengatasi gejala penyakit jiwa secara efektif.</p>
<h2>Masalah mendasar: stigma negatif</h2>
<p>Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran bagi mereka yang menderita penyakit jiwa serius. Pertama, kuatnya stigma bahwa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0160252705000828">penderita penyakit jiwa tidak mampu bekerja dan berkarya</a>. Perusahaan sering merasa ragu mempekerjakan penderita yang menyandang penyakit jiwa karena takut akan mendapat masalah hukum, mengalami kerugian ekonomi, atau harus mengatasi performa buruk.</p>
<p>Keluarga juga sering memberikan bantuan yang berlebihan yang akhirnya menyebabkan penderita semakin tergantung pada orang lain. Contohnya, penderita sering dibebaskan dari tanggung jawab keseharian seperti memasak, mencuci, atau bekerja. </p>
<p>Tentu ada waktunya ketika memberikan dukungan secara emosional akan berpengaruh positif bagi keluarga yang menderita penyakit jiwa. Namun jika keluarga terlalu sering mengambil-alih tanggung jawab, membiarkan si penderita menghindari banyak hal dalam hidup, akan sulit bagi penderita untuk belajar menghadapi stres dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai penelitian menunjukan bahwa <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0272735815301549">memberikan bantuan yang berlebihan (disebut “symptoms accomodation”) justru membuat penderita semakin sulit mengatasi penyakit jiwa, seperti masalah depresi dan cemas</a>. </p>
<h2>Intervensi untuk mendapatkan pekerjaan</h2>
<p>Faktor lain yang perlu kita pahami adalah jarangnya intervensi kesehatan jiwa yang fokus untuk membantu penderita mendapat pekerjaan. Kebanyakan dari psikoterapi dan layanan psikiatri hanya fokus pada penurunan gejala penyakit jiwa. </p>
<p>Contohnya, pelayanan biasanya bertujuan mengurangi cemas atau mengubah cara berfikir penderita supaya tidak lagi merasa depresi. Jarang ditemukan intervensi yang juga membantu penderita untuk menjalani kehidupan yang sehat dan produktif setelah gejala penyakit jiwa teratasi. Lebih jarang lagi adanya kolaborasi antara pelayanan kesehatan jiwa dan program kejuruan yang bertujuan untuk membantu penderita mendapat dan menjalani pekerjaan dengan baik. </p>
<p>Salah satu gebrakan yang menggabungkan pelayanan kesehatan jiwa dan program kejuruan adalah <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s10488-012-0444-6">Individual Placement and Support (IPS)</a>–yang dikembangkan oleh Gary Bond dan Robert Drake di Dartmouth University, Amerika Serikat. Berbagai penelitian menunjukan bahwa <a href="https://www.cambridge.org/core/journals/the-british-journal-of-psychiatry/article/supported-employment-for-people-with-severe-mental-illness-systematic-review-and-metaanalysis-of-the-international-evidence/D87504A18AB7E908624FF3FC94AF8F5C">IPS membantu penderita penyakit jiwa</a> mendapatkan pekerjaan, meningkatkan kepercayaan diri, menambah pemasukan, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. </p>
<p><a href="https://ipsworks.org/index.php/ips-international-learning-community/">IPS telah disebarkan di berbagai negara</a> termasuk Amerika Serikat, Selandia Baru, Spanyol, Belanda, dan Kanada. IPS didasari delapan prinsip: </p>
<ol>
<li> program ini terbuka bagi penderita penyakit jiwa yang ingin bekerja - apa pun latar belakangnya, </li>
<li> fokus pada mendapatkan pekerjaan yang kompetitif,</li>
<li> mencari pekerjaan dengan cepat tanpa menunggu penderita sembuh dari penyakit jiwa,</li>
<li> pengembangan keahlian yang ditargetkan,</li>
<li> pencarian pekerjaan berdasarkan apa yang diminati oleh klien, </li>
<li> memberikan dukungan jangka panjang, bahkan setelah klien mendapatkan pekerjaan,</li>
<li> menggabungkan program kejuruan dengan pelayanan kesehatan jiwa,</li>
<li> memberikan konseling tentang jaminan sosial.</li>
</ol>
<p>Di program yang saya bangun, psikolog dan psikiater bekerja sama dengan <em>employment specialist</em> (terapis yang membantu pasien untuk mencari pekerjaan) yang memberikan IPS untuk membantu pasien mencapai penyembuhan secara keseluruhan. IPS diberikan siring dengan pelayanan jiwa berbasis riset seperti Cognitive Behavioral Therapy di program ini. </p>
<p>Kami tidak hanya fokus pada penurunan gejala penyakit jiwa–seperti psikosis, cemas dan depresi–tapi juga membantu pasien untuk mulai olah raga, makan sehat, tidur secara teratur, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, membangun hubungan dengan keluarga, menjadi sukarelawan, dan mulai bekerja. </p>
<p>Pasien didukung untuk melamar pekerjaan sesegera mungkin setelah mereka masuk ke program kami. Rochester, lokasi layanan program IPS yang kami ujicobakan, merupakan kota kecil di Amerika yang sedang berkembang dengan pesat. Bisnis lokal baru banyak bermunculan. Ini memberikan pasien kami kesempatan untuk bekerja di berbagai bisnis lokal seperti kafe, toko buku, perpustakaan, toko kue, dan berbagai bisnis lokal lainnya. </p>
<h2>Perusahaan punya peran</h2>
<p>Penyembuhan penyakit jiwa serius merupakan proses panjang yang membutuhkan pelayanan jiwa secara keseluruhan. <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140673607615165">Penelitian telah menunjukan bahwa bekerja untuk menyalurkan minat dan bakat membawa dampak yang sangat positif dalam masa penyembuhan</a>.</p>
<p>Sebuah gebrakan sosial sangat dibutuhkan untuk meruntuhkan stigma bahwa penderita penyakit jiwa tidak bisa bekerja dengan optimal. Penting bagi perusahaan untuk mulai terbuka dalam mempekerjakan mereka yang menderita penyakit jiwa. Dukungan sosial ini tidak hanya akan sangat membantu bagi penderita dan keluarganya, tapi juga akan memberikan dampak positif bagi ekonomi dan masyarakat kita.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/113072/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ajeng Puspitasari tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sebuah gebrakan sosial sangat dibutuhkan untuk menurunkan stigma bahwa penderita penyakit jiwa tidak bisa bekerja dengan optimal.Ajeng Puspitasari, Assistant Professor of Psychology/Clinical Director, Mayo ClinicLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1124802019-03-06T07:46:37Z2019-03-06T07:46:37ZMengapa banyak anak muda yang menjadi perfeksionis saat ini?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/261799/original/file-20190304-110134-14vnly6.jpg?ixlib=rb-1.1.0&rect=0%2C0%2C5584%2C3719&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Perfeksionisme sering berkembang saat di usia anak-anak, yang disebabkan oleh pengasuhan oleh orang tua yang menyebabkan gangguan mental dan kesusahan hidup di masa mendatang.</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p><a href="https://doi.org/10.1177/1088868318814973">Baru-baru ini kami melakukan salah satu studi terbesar soal ambisi seseorang untuk meraih kesempurnaan atau yang biasa dikenal dengan perfeksionisme</a>. Kami menemukan bahwa keinginan seseorang untuk menjadi serba sempurna selama 25 tahun terakhir telah meningkat secara substansial dan bahwa baik perempuan maupun laki-laki merasakan hal ini. </p>
<p>Kami juga menemukan bahwa mereka yang perfeksionis sering berjalannya waktu menjadi lebih perasa dan kurang teliti. </p>
<p>Orang yang perfeksionis berjuang keras untuk meraih kesempurnaan dan juga mengharapkan baik dirinya maupun orang lain untuk mengupayakannya. Biasanya orang-orang yang perfeksionis memiliki reaksi yang sangat negatif terhadap kesalahan. Mereka mengkritik diri mereka sendiri secara keras. Mereka punya keraguan terhadap kemampuan kinerja mereka sendiri. Dan mereka mempunyai perasaan kuat bahwa orang lain sangat kritis dan menuntut banyak dari mereka.</p>
<p>Sebagai <a href="https://www.dal.ca/faculty/science/psychology_neuroscience/faculty-staff/our-faculty/simon-sherry.html">psikolog klinis</a> di Departemen Psikologi dan Ilmu Saraf di Dalhousie University, Kanada dan <a href="https://www.yorksj.ac.uk/schools/sport/staff-profiles/dr-martin-smith/">dosen dalam metode penelitian</a> di York St John University, Inggris, bersama-sama kami memiliki pengalaman luas dalam memahami, menilai, merawat dan mempelajari perfeksionisme.</p>
<p>Yang kami temukan sangat mengkhawatirkan. </p>
<p>Kami percaya ada kebutuhan mendesak untuk mengurangi pengaruh buruk dari <a href="http://dx.doi.org/10.1037/0893-3200.19.3.358">praktik pengasuhan anak yang keras dan terlalu mengontrol</a> dan dari pengaruh sosial budaya, seperti <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11199-014-0384-6">gambaran media</a> yang tidak realistif, yang berkontribusi pada sifat perfeksionisme. Penanganan untuk para perfeksionis yang mengalami stres juga jelas diperlukan.</p>
<h2>Kaum milenial sedang menderita</h2>
<p>Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap tentang perfeksionisme, kami melakukan meta-analisis dalam skala besar yang melibatkan 77 studi dan hampir 25.000 peserta. Sekitar dua pertiga dari peserta ini adalah perempuan dan banyak dari mereka adalah mahasiswa kulit putih dari negara-negara barat (seperti Kanada, Amerika Serikat dan Inggris). Usia peserta kami berkisar antara 15 hingga 49 tahun.</p>
<p>Kami mendapati anak muda hari ini lebih perfeksionis daripada sebelumnya. Kami menemukan bahwa perfeksionisme telah meningkat secara substansial sejak tahun 1990. Artinya, kaum milenial saat ini lebih perfeksionis dibanding generasi sebelumnya. <a href="http://dx.doi.org/10.1037/bul0000138">Ini kesimpulan yang merefleksikan penelitian-penelitian sebelumnya</a>.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/257311/original/file-20190205-86210-15igfcl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/257311/original/file-20190205-86210-15igfcl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/257311/original/file-20190205-86210-15igfcl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/257311/original/file-20190205-86210-15igfcl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/257311/original/file-20190205-86210-15igfcl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/257311/original/file-20190205-86210-15igfcl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/257311/original/file-20190205-86210-15igfcl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Dorongan terus menerus untuk berhasil bisa sangat melelahkan dan berbahaya.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Unsplash/Alora Griffiths)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Penyebab perfeksionisme sangat kompleks. Perfeksionisme meningkat akibat semakin kompetitifnya dunia saat ini, di mana peringkat dan kinerja diperhitungkan secara berlebihan lalu keberhasilan individu sangat diutamakan. </p>
<p>Orang tua yang sangat mengontrol anak-anak mereka, juga turut <a href="https://www.washingtonpost.com/news/to-your-health/wp/2016/06/27/dear-tiger-mom-your-perfectionist-parenting-style-may-be-detrimental-to-your-child/?utm_term=.706f2d8825c7">mendorong sikap perfeksionisme dalam anak mereka</a>. Dengan banyaknya <em>postingan</em> di media sosial yang menampilkan kehidupan “sempurna” yang tidak realistis dan iklan yang menggugah yang menggambarkan standar kesempurnaan yang tidak dapat dicapai, kaum milenial kini dikelilingi terlalu banyak tolak ukur untuk mengukur keberhasilan dan kegagalan mereka. Bersaing dengan tetangga tidak pernah sesulit ini.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/layanan-psikolog-di-puskesmas-yogyakarta-solusi-deteksi-gangguan-jiwa-di-level-bawah-96484">Layanan psikolog di Puskesmas Yogyakarta, solusi deteksi gangguan jiwa di level bawah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Masalah perfeksionisme dalam masyarakat modern di dunia Barat modern merupakan masalah serius, bahkan mematikan. Penelitian terkait perfeksionisme menunjukkan hubungan antara perfeksionisme dengan <a href="https://doi.org/10.1080/10615806.2017.1384466">kecemasan</a>, <a href="http://dx.doi.org/10.1016/j.paid.2017.01.031">stres</a>, <a href="https://doi.org/10.1002/per.2053">depresi</a>, <a href="https://theconversation.com/perfectionists-more-ihood-to-develop-bulimia-new-research-%20104746">gangguan makan</a> dan <a href="https://doi.org/10.1111/jopy.12333">bunuh diri</a>.</p>
<h2>Semakin bertambahnya usia si perfeksionis, maka hidup mereka semakin tak terkendali</h2>
<p>Kami juga menemukan bahwa, ketika orang-orang perfeksionis bertambah tua, mereka semakin tidak terkendali. Kepribadian mereka menjadi lebih neurotik (lebih rentan terhadap emosi negatif seperti rasa bersalah, iri dan cemas) dan kurang teliti (kurang terorganisir, kurang efisien, kurang dapat diandalkan, dan kurang disiplin).</p>
<p>Mengejar kesempurnaan–sebuah tujuan yang tidak jelas–dapat menghasilkan tingkat kegagalan yang lebih tinggi dan tingkat keberhasilan yang lebih rendah sehingga membuat perfeksionis lebih mungkin untuk kesal terhadap ketidaksempurnaan mereka dan kecil kemungkinannya akan membuat mereka mengejar tujuan mereka dengan hati-hati.</p>
<p>Secara keseluruhan, hasil kami menunjukkan bahwa hidup tidak menjadi lebih mudah bagi perfeksionis. Dalam dunia yang penuh tantangan, berantakan dan tidak sempurna, orang-orang <a href="https://doi.org/10.1177/1088868315596286">perfeksionis mungkin akan sangat letih</a> dan seiring dengan bertambahnya usia mereka, membuat mereka semakin tidak stabil dan kurang rajin.</p>
<p>Temuan kami juga mengungkapkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki tingkat perfeksionisme yang serupa.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/257314/original/file-20190205-86198-16u6zbe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/257314/original/file-20190205-86198-16u6zbe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/257314/original/file-20190205-86198-16u6zbe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/257314/original/file-20190205-86198-16u6zbe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/257314/original/file-20190205-86198-16u6zbe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/257314/original/file-20190205-86198-16u6zbe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/257314/original/file-20190205-86198-16u6zbe.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Kecenderungan tertekan dalam pikiran atas kegagalan kita meningkat seiring dengan bertambahnya usia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ini menunjukkan bahwa keinginan masyarakat Barat untuk menjadi sempurna tidak melibatkan unsur perbedaan gender. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki keinginan untuk mencapai kesempurnaan. </p>
<p>Penelitian di masa depan harus menguji apakah pria mengejar kesempurnaan karena didorong motif untuk berprestasi (seperti bersaing untuk sumber daya) sedangkan apakah wanita berusaha mengejar kesempurnaan karena didorong motif hubungan (seperti menyenangkan orang lain).</p>
<h2>Kasih sayang tanpa syarat adalah obatnya</h2>
<p>Perfeksionisme adalah <a href="https://doi.org/10.1177/1359105309103571">epidemi yang mematikan di masyarakat Barat</a> yang dianggap kurang penting. Banyak perfeksionis yang <a href="https://doi.org/10.1177/0829573512468845">menyembunyikan ketidaksempurnaan mereka</a> dari pihak-pihak yang mungkin dapat membantu (seperti psikolog, guru atau dokter keluarga).</p>
<p>Kita perlu menangani masalah perfeksionisme di tingkat yang melibatkan pola asuh dan unsur budaya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/257315/original/file-20190205-86202-1r4zssh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/257315/original/file-20190205-86202-1r4zssh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/257315/original/file-20190205-86202-1r4zssh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/257315/original/file-20190205-86202-1r4zssh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/257315/original/file-20190205-86202-1r4zssh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/257315/original/file-20190205-86202-1r4zssh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/257315/original/file-20190205-86202-1r4zssh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Menghargai anak sesuai dengan jati diri mereka dapat membebaskan mereka dari kecemasan nantinya.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Unsplash/Caroline Hernandez)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Orang tua sebaiknya tidak terlalu mengendalikan anak-anak mereka, tidak terlalu kritis, dan tidak terlalu melindungi anak-anak mereka. Orang tua perlu mengajarkan anak-anak mereka untuk memaklumi kesalahan mereka dan mengambil pelajaran darinya sambil bahwa menekankan kerja keras dan disiplin lebih penting daripada mengejar kesempurnaan yang tidak realistis.</p>
<p>Kasih sayang tanpa syarat–yaitu ketika orang tua menghargai anak-anak bukan hanya dari kinerja, peringkat, atau penampilan mereka–tampaknya menjadi obat penangkal yang baik untuk perfeksionisme.</p>
<p>Perfeksionisme adalah sebuah mitos dan media sosial adalah penyebar mitos ini. Kita perlu mengajarkan bersikap skeptis terhadap kehidupan yang “terlihat sempurna” yang dipromosikan melalui media sosial dan juga iklan media <em>mainstream</em>. Gambar yang tidak realistis yang diperlihatkan melalui foto belanja, <em>make-up</em>, dan filter akan menjadi tidak menarik setelah Anda mengetahui bahwa hal tersebut bukan kenyataan.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/112480/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dr. Simon Sherry menerima dana dari Ikatan peneliti ilmu sosial dan budaya di Canada. Dia memiliki perusahaan CRUX Psychology, sebuah perusahaan yang berkaitan dengan psikologi klinis.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Martin M. Smith tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penelitian terbaru menunjukkan bahwa perfeksionisme meningkat dalam 25 tahun terakhir, dan para perfeksionis sangat sensitif terhadap kegagalan dan kurang teliti seiring berjalannya waktu.Simon Sherry, Professor, Clinical Psychologist, and Director of Clinical Training in the Department of Psychology and Neuroscience, Dalhousie UniversityMartin M. Smith, Lecturer in Research Methods, York St John UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1106032019-02-12T08:18:12Z2019-02-12T08:18:12ZMengingat kenangan indah dapat kurangi risiko depresi di kalangan remaja<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/255751/original/file-20190128-108358-1dulpma.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">shutterstock</span> <span class="attribution"><span class="source">www.shutterstock.com</span></span></figcaption></figure><p><a href="https://www.nature.com/articles/s41562-018-0504-3">Penelitian terbaru</a> menunjukkan kenangan yang indah dapat mengurangi risiko depresi pada remaja yang memiliki masa kecil yang sulit.</p>
<p>Depresi sering muncul saat masa remaja. Banyak masalah kesehatan jiwa <a href="https://jamanetwork.com/journals/jamapsychiatry/fullarticle/210584">berhubungan</a> dengan kenangan buruk di masa lalu, seperti kemiskinan, orang tua dengan masalah kesehatan jiwa, pengalaman dirisak, diabaikan, dan dilecehkan. Penyakit jiwa pada remaja sering muncul lebih cepat pada mereka yang memiliki pengalaman buruk dan ini lebih sulit diobati. Penting bagi kita untuk memahami bagaimana mengurangi kerentanan kita sebelum depresi menghampiri.</p>
<h2>Kenangan indah</h2>
<p>Kenangan sangat penting bagi kesadaran diri, <a href="https://www.nature.com/articles/ncomms15958">pengambilan keputusan</a>, dan kesehatan jiwa kita. Kita menghabiskan banyak waktu merenungkan kejadian masa lalu dan merencanakan hari-hari esok. Beberapa ahli berpendapat berpikir seperti itu terus menerus <a href="http://science.sciencemag.org/content/330/6006/932">membuat kita tidak bahagia</a>, tapi ada juga penelitian yang menunjukkan mengenang memori bahagia dapat meningkatkan perasaan positif dan <a href="https://www.nature.com/articles/s41562-017-0093">meredam pelepasan hormon penyebab stres</a> setelah kejadian yang menyesakkan.</p>
<p>Saya bersama kolega saya, (<a href="http://www.adriandahlaskelund.com/">Adrian Dahl Askelund</a>), ingin tahu apakah mengingat kenangan indah dapat melindungi kita dari stres. Untuk mencari jawaban, kami mengukur hormon stres, suasana hati, dan pemikiran negatif pada 427 remaja berumur 14 tahun yang punya risiko depresi karena pengalaman buruk masa kecil.</p>
<p>Hasil penelitian kami, diterbitkan di Nature Human Behaviour, menunjukkan orang-orang yang mengingat kenangan positif yang spesifik (hari ulang tahun ke-13 yang menyenangkan, misalnya) ketika diteliti memiliki pemikiran negatif lebih sedikit tentang diri mereka dan setahun berikutnya tingkat hormon stres kortisol menurun. Hal ini menunjukkan bahwa melatih remaja untuk mengingat kenangan positif yang spesifik dapat mengurangi risiko depresi.</p>
<p>Menariknya, mengingat kenangan positif yang spesifik mengurangi pemikiran negatif dan gejala depresi bagi orang yang mengalami setidaknya satu peristiwa menyedihkan dalam 12 bulan masa penelitian kami. Namun, mengingat kenangan positif tidak mempengaruhi pemikiran negatif dan gejala depresi bagi orang yang tidak mengalami kejadian negatif sama sekali.</p>
<p>Temuan kami menunjukkan mengingat kenangan positif yang spesifik dapat meningkatkan ketahanan kesehatan jiwa, terutama terhadap rasa stres yang dialami oleh remaja dengan risiko depresi. Sebagai contoh, mengingat kenangan indah ketika hal yang buruk terjadi dapat melindungi diri kita dari pikiran-pikiran negatif. Hal ini, nantinya, mengurangi gejala depresi.</p>
<h2>Terapi perilaku Kognitif</h2>
<p>Penemuan kami dapat digunakan untuk mengembangkan metode baru untuk mencegah depresi di kalangan remaja dan meningkatkan efektivitas penanganan. Satu kemungkinan adalah melatih remaja dengan pengalaman masa kecil yang buruk untuk mengingat kenangan yang indah. Hal tersebut dapat membantu mencegah penyakit mental pada remaja.</p>
<p>Satu kebiasaan yang semakin populer yang dapat membantu mengingat kenangan positif adalah menulis jurnal. Walaupun ini masih harus diteliti lebih lanjut, menulis kejadian positif maupun negatif yang terjadi dan mengingat bagaimana kejadian-kejadian tersebut mempengaruhi suasana hati dan pikiran Anda mungkin bermanfaat. Namun, bagi orang yang sedang mengalami depresi klini ini mungkin kurang efektif. Mengingat ini, temuan kami mungkin lebih cocok untuk kasus-kasus yang sudah menjalani perawatan, untuk mungkin meningkatkan dampaknya.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/253661/original/file-20190114-43541-mrqgnu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/253661/original/file-20190114-43541-mrqgnu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/253661/original/file-20190114-43541-mrqgnu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/253661/original/file-20190114-43541-mrqgnu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/253661/original/file-20190114-43541-mrqgnu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/253661/original/file-20190114-43541-mrqgnu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/253661/original/file-20190114-43541-mrqgnu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Menulis kenangan bahagia dapat bermanfaat bagi kesehatan mental ada.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/387968308?src=Q5dASpzXyYapw8Tq-dD7Kw-1-20&size=medium_jpg">kryzhov/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Beberapa orang dengan depresi klinis mungkin kesulitan mengingat peristiwa positif yang spesifik. Untuk orang-orang dengan kasus seperti ini, melatih mengingat kenangan positif mungkin akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan perawatan yang sudah ada, seperti terapi perilaku kognitif.</p>
<p>Dalam terapi tersebut, pasien dilatih menggunakan teknik untuk mengurangi pikiran negatif. Penelitian kami menunjukkan kemampuan kita untuk mengingat peristiwa positif masa lalu (“hari itu aku dapat nilai matematika yang tinggi”) dapat menyangkal pikiran negatif (“aku bodoh”).</p>
<p>Penelitian selanjutnya harus menyelidiki apakah kemampuan untuk mengingat kenangan positif dapat dilatih dan apakah hal ini dapat meningkatkan hasil terapi untuk remaja yang rentan depresi.</p>
<hr>
<p><em>Artikel diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Reza Pahlevi</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/110603/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Anne-Laura Van Harmelen menerima dana dari Royal Society and MQ.</span></em></p>Remaja perlu dilatih untuk mengingat kenangan positif untuk menanggulangi gejala-gejala depresi.Anne-Laura Van Harmelen, Senior Research Associate at the Department of Psychiatry, University of CambridgeLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.