tag:theconversation.com,2011:/nz/topics/gunungapi-42097/articlesGunungapi – The Conversation2018-02-02T10:00:01Ztag:theconversation.com,2011:article/906982018-02-02T10:00:01Z2018-02-02T10:00:01ZKristal gunung berapi dapat memudahkan kerja ilmuwan dalam memprediksi letusan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/204557/original/file-20180202-162082-8nd14f.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">Shutterstock</span></span></figcaption></figure><p>Memperkirakan kapan sebuah gunung berapi akan meletus adalah sebuah <a href="https://theconversation.com/why-cant-we-predict-when-a-volcano-will-erupt-53898">pekerjaan yang sangat sulit</a>. </p>
<p>Mengapa? Sebab setiap gunung berapi memiliki labirin terowongan tersendiri yang khas dan rumit, sebagai jalur bagi magma keluar ke permukaan. Jadi bahkan ketika aktivitas vulkanik sudah terdeteksi, masih sangat sulit untuk mengetahui kapan magma akan menemukan jalannya melalui terowongan ini dan meletus.</p>
<p>Namun kini ada sebuah cara untuk menilai proses ini, menggunakan kristal yang tumbuh di dalam gunung berapi dan bekerja seperti sebuah rekaman erupsinya. <a href="https://www.nature.com/articles/s41467-017-02274-w">Studi terakhir kami</a> terhadap kristal dari Gunung Etna di Italia telah menemukan bahwa jika magma baru tiba di ruang 10 km di bawah permukaan Etna, sebuah erupsi bisa terjadi dalam dua minggu. </p>
<p>Tidak heran bila penyair Romawi Lucretius mengatakan Etna “murka dengan api dari lubang Neraka yang paling dalam”.</p>
<p>Dahulu, para ahli geologi berpikir bahwa magma di bawah gunung berapi berada dalam satu ruang tunggal besar, <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1029/2011GL048488/full">tapi riset modern</a> menunjukkan bahwa sistem saluran magma terdiri dari banyak kompartemen yang berhubungan, dengan rute transport rumit. Kita juga tahu bahwa ketika magma baru mengisi kembali sistem saluran vulkanik ini, hal tersebut bisa <a href="https://www.nature.com/articles/267315a0">memicu sebuah letusan</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/empat-hal-mengenai-gerhana-bulan-langka-yang-menghiasi-langit-pada-31-januari-90754">Empat hal mengenai gerhana bulan langka yang menghiasi langit pada 31 Januari</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Selagi bergerak naik ke permukaan, magma yang baru teraduk mendorong bebatuan menjauh, dan menaikkan tekanan di bawah gunung berapi. Ini menghasilkan gempa bumi dan memperluas bangunan gunung berapi yang berbentuk kerucut; dampaknya bisa dipantau dari permukaan atau <a href="https://svs.gsfc.nasa.gov/30188">dari luar angkasa dengan bantuan satelit</a>. </p>
<p>Yang sulit diketahui apakah pengisian ulang magma tertentu akan benar-benar menjadi erupsi dan <a href="https://theconversation.com/magma-refills-could-predict-volcano-eruptions-16212">berapa lama waktu</a> yang diperlukan sebelum erupsi dimulai.</p>
<p>Di sinilah kristal <a href="https://www.nature.com/articles/nature10706">bisa memainkan peranan</a>. Mineral ini disebut antecryst (“ante” berarti sebelum) karena mereka sering kali mulai tumbuh dari magma awal ribuan tahun lalu sebelum gunung berapi meletus. Mereka tumbuh selapis demi selapis, <a href="http://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.earth.35.031306.140211">merekam perubahan</a> pada magma sekitarnya, bagaikan cincin pohon yang mencatat perubahan iklim.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/203199/original/file-20180124-72603-g8vm0e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/203199/original/file-20180124-72603-g8vm0e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=552&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/203199/original/file-20180124-72603-g8vm0e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=552&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/203199/original/file-20180124-72603-g8vm0e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=552&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/203199/original/file-20180124-72603-g8vm0e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=694&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/203199/original/file-20180124-72603-g8vm0e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=694&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/203199/original/file-20180124-72603-g8vm0e.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=694&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Peta antecryst.</span>
<span class="attribution"><span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Teknologi laser kini memungkinkan kita melihat ke dalam antecryst untuk menciptakan peta <a href="http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1751-908X.2007.00104.x/full">pelacakan unsur kimia</a> di dalamnya. Ini pada dasarnya melibatkan penembakan sekotak garis-garis laser di atas antecryst kemudian menggunakan apa yang dikenal sebagai spektrometer massa untuk menganalisis aerosol yang diberikan dan menentukan kandungannya.</p>
<p>Ini bisa digunakan untuk menciptakan gambar 2D komposisi kristal yang bisa memberi tahu kita gambaran <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0009254115002831">sejarahnya</a>. Sebagai contoh, ketika inti antecryst tua dipindahkan ke permukaan oleh magma yang baru teraduk, hal ini menciptakan lingkaran yang khas pada kristal. </p>
<p>Tantangannya adalah menyarikan arti dari rekaman ini. </p>
<h2>Memetakan Etna</h2>
<p>Berbekal peta kimia kristal dari aktivitas vulkanik Gunung Etna 40 tahun terakhir, kita sudah bisa menentukan kedalaman di mana kristal tumbuh dan juga ketika magma baru mulai menyerbu sistem vulkanik bawah tanah. </p>
<p>Kami menemukan bahwa ini mulai muncul pada 1970-an, bertepatan dengan masa gunung berapi itu mulai <a href="http://www.geo.mtu.edu/volcanoes/boris/mirror/mirrored_html/ETNA_elenco.html">lebih sering erupsi</a> dengan magma yang bergerak lebih cepat dan lebih banyak aktivitas ledakan dan seismik.</p>
<p><a href="https://pubs.geoscienceworld.org/gsa/geology/article-abstract/33/10/837/103755">Jenis kontak</a> antara inti kristal dengan lingkaran tepinya serta <a href="https://academic.oup.com/petrology/article/43/12/2279/1512026">ketebalan lingkaran tepi</a> mengandung informasi tentang berapa lama waktu berlalu antara kedatangan gelombang magma dan ketika erupsi dimulai. </p>
<p>Ini berarti kita bisa memprediksi lebih baik kapan erupsi mungkin terjadi setelah magma terdeteksi di titik tertentu di bawah gunung berapi (pada kasus ini, dua minggu).</p>
<p>Dengan cara ini, melakukan survei laser terhadap antecryst dari seluruh dunia dapat membantu ilmuwan gunung berapi memahami dengan lebih baik bagaimana pengisian ulang magma bekerja sebagai pemicu erupsi, dan bagaimana menafsirkan data pemantauan dari gunung berapi aktif. </p>
<p>Ini bisa menciptakan suatu proses yang lebih akurat untuk memantau <a href="http://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.earth.33.092203.122459">tanda-tanda peringatan</a> dan memperkirakan erupsi yang mungkin segera terjadi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/90698/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Balz Kamber menerima dana dari Science Foundation Ireland.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Teresa Ubide menerima dana dari University of Queensland, Australian Geoscience Council dan Australian Academy of Science.</span></em></p>Sebuah studi terbaru telah menemukan cara untuk memprediksi letusan Gunung Etna dalam dua minggu.Balz Kamber, Chair of Geology and Mineralogy, Trinity College DublinTeresa Ubide, Lecturer in Igneous Petrology/Volcanology, The University of QueenslandLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/825302018-01-26T09:46:49Z2018-01-26T09:46:49Z5 masa Bumi mengalami kepunahan massal. Kini kehancuran keenam?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/203388/original/file-20180125-107950-2q5ijl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Stalaktit di sebuah gua di Spanyol.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/stalactites-cave-spain-1007158882?src=kOFWkXS9CYbe2_ROQWZ4sQ-3-12">Pedrosala/Shutterstock.com</a></span></figcaption></figure><p>Bumi kita teramat tua. Berdasarkan estimasi umur bebatuan tertua, planet yang kita huni ini diperkirakan terbentuk <a href="http://www.bbc.co.uk/nature/history_of_the_earth">sekitar 4,5 miliar tahun</a> yang lalu. </p>
<p>Banyak peneliti dari seluruh belahan dunia menggunakan ilmu astronomi, geologi, kimia, biologi, arkeologi, dan bidang sains lainnya menelusuri gambaran yang lebih baik mengenai apa yang terjadi saat planet Bumi terbentuk serta kemunculan dan kepunahan kehidupan di dalamnya.</p>
<h2>Munculnya kehidupan di Bumi</h2>
<p>Bumi kita terbentuk dari ledakan dahsyat sekitar 13,8 miliar tahun lalu yang dikenal dengan <a href="https://www.space.com/25126-big-bang-theory.html">Teori Big Bang</a>. Ledakan tersebut menghasilkan debu dan awan hidrogen yang makin lama semakin padat. Gumpalan terbesar menjadi bintang dan yang lebih kecil menjadi planet yang ada sekarang ini, salah satunya adalah Bumi.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/204561/original/file-20180202-162082-wrkccu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/204561/original/file-20180202-162082-wrkccu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/204561/original/file-20180202-162082-wrkccu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/204561/original/file-20180202-162082-wrkccu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/204561/original/file-20180202-162082-wrkccu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=441&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/204561/original/file-20180202-162082-wrkccu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/204561/original/file-20180202-162082-wrkccu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/204561/original/file-20180202-162082-wrkccu.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=554&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Evolusi alam semesta setelah Big Bang.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/confirm/458227702?size=huge_jpg">Designua/Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Beberapa peneliti mempercayai selang 600-700 juta tahun kemudian atau sekitar 3,9-3,8 miliar tahun lalu, hujan meteor membombardir Bumi dengan membawa serta air dan asam amino dalam jumlah yang banyak. </p>
<p>Adanya air dan asam amino memungkinkan muncul cikal bakal kehidupan, bakteri bersel tunggal. Sejak saat itu makhluk hidup pun tumbuh semakin kompleks. </p>
<h2>Pembabakan geologi</h2>
<p>Pakar geologi membagi periode sejak terbentuknya Bumi hingga sekarang menjadi beberapa masa, berdasarkan perubahan yang terjadi di masing-masing era. </p>
<p>Saat ini, kita berada di <a href="https://www.livescience.com/28219-holocene-epoch.html">masa Holosen</a>, atau masa baru, yang dimulai kira-kira 11.700 tahun lalu ketika Zaman Es berakhir.</p>
<p>Belakangan, beberapa peneliti berpendapat sejak dimulainya uji coba bom nuklir pada 1950 dan ledakan populasi manusia memasuki masa baru, yang dinamai <a href="https://www.nature.com/articles/nature14258">Antroposen (masa manusia)</a>. Pertumbuhan manusia naik signifikan. Mereka berpendapat dengan lebih dari 7 miliar jiwa, aktivitas manusia mempengaruhi secara drastis perubahan alam dan kepunahan beberapa spesies binatang liar. </p>
<p>Kepunahan makhluk hidup bukan hal yang baru di Bumi. Kejadian ini memang terjadi secara alami, sejak pertama kali kemunculan makhluk hidup hingga sekarang. </p>
<p>Dari sekian banyaknya periode kepunahan yang terjadi, peninggalan fosil menunjukkan setidaknya ada lima periode yang ditandai penurunan populasi makhluk hidup secara drastis hingga layak dikategorikan sebagai peristiwa kepunahan massal. </p>
<h2>Periode kepunahan pertama</h2>
<p>Memasuki awal hingga pertengahan Zaman Ordovisum, kondisi Bumi saat itu masih hangat dengan kelembapan atmosfer yang ideal buat kehidupan. Memasuki Zaman Akhir Ordovisium (sekitar 443 juta tahun yang lalu), semuanya berubah secara ekstrem, ketika benua tua <a href="https://www.livescience.com/37285-gondwana.html">Gonwana</a> mencapai kutub selatan. Suhu turun secara drastis dan es pun terbentuk di mana-mana, menurunkan permukaan air laut. </p>
<p>Penyebab kepunahan yang terjadi di zaman es ini karena berkurangnya kandungan karbon dioksida di atmosfer dan lautan. Keadaan ini menyebabkan jumlah tumbuh-tumbuhan menurun drastis karena kegagalan fotosintesis. </p>
<p>Sebagai konsekuensinya terjadi kekacauan ekosistem, karena tumbuhan sebagai produsen makan lenyap seketika. Sekitar 86% populasi makhluk hidup lenyap dalam kurun waktu 3 hingga 2 juta tahun. </p>
<p>Beberapa organisme yang tinggal di laut dan terkena dampak kepunahan pertama ini adalah Brachiopods, Conodonts, Acritarchs, Bryozons, dan juga Trilobites. </p>
<h2>Periode kepunahan kedua</h2>
<p>Masa ini terjadi sekitar 359 juta tahun yang lalu, yang dikenal Zaman Devon. Hujan meteor yang bertubi-tubi diyakini salah satu penyebab kepunahan massal pada zaman ini selain beberapa penyebab lainnya seperti global anoxia (menurunnya jumlah oksigen secara drastis), meningkatnya aktivitas tektonik lempeng, perubahan muka laut, dan juga perubahan iklim. Akibat perubahan tersebut diperkirakan sekitar 75% makhluk hidup menyerah dan punah. </p>
<p>Kepunahan pada periode ini diyakini lebih memberikan efek bagi kehidupan di laut yang saat itu didominasi oleh terumbu karang dan stromatoporoids, sejenis binatang laut tak bertulang belakang.</p>
<h2>Periode kepunahan ketiga</h2>
<p>Ini adalah periode kepunahan terbesar dan terparah yang pernah terjadi di Bumi yang terjadi sekitar 251 juta tahun lalu, disebut Zaman Perm.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/204558/original/file-20180202-162082-16uyajo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/204558/original/file-20180202-162082-16uyajo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/204558/original/file-20180202-162082-16uyajo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=360&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/204558/original/file-20180202-162082-16uyajo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=360&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/204558/original/file-20180202-162082-16uyajo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=360&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/204558/original/file-20180202-162082-16uyajo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=453&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/204558/original/file-20180202-162082-16uyajo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=453&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/204558/original/file-20180202-162082-16uyajo.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=453&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pergeseran benua di planet Bumi. Pangaea, Laurasia, Gondwana, dan benua modern.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-vector/continental-drift-on-planet-earth-pangaea-195323180?src=5g9nAn5Qe6GeCGaQAIeYaw-1-6">Designua/Shuttersock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Munculnya benua super besar <a href="https://www.britannica.com/place/Pangea">Pangea</a>, yang merupakan daratan luas menyebabkan perubahan geologi, iklim, dan juga lingkungan yang parah.</p>
<p>Letusan gunung api yang berlangsung terus menerus selama 1 juta tahun mengeluarkan lava seluas kira-kira 300 juta kilometer persegi dan menghasilkan endapan setebal lebih dari 1.750 meter. Endapan ini terabadikan di <a href="https://www.livescience.com/41909-new-clues-permian-mass-extinction.html">Siberian Traps</a>, sekarang Rusia.</p>
<p>Periode letusan gunung api ini membakar hutan seluas empat kali daratan Korea yang ada saat ini, menghasilkan CO2 dalam jumlah yang signifikan sehingga terjadi pemanasan global. </p>
<p>Dampaknya gas metana yang membeku dalam air laut pun mencair, memberikan dampak pemanasan global 20 kali lebih kuat dari gas CO2. Siklus ini berlangsung selama kurang lebih 10 juta tahun, sehingga kepunahan massal yang mengerikan tidak bisa dihindari. Hanya 5% populasi makhluk hidup yang bertahan. Sisanya, 95% musnah akibat kekeringan yang hebat, kekurangan oksigen, dan hujan asam yang menyebabkan tumbuhan tidak mampu bertahan.</p>
<h2>Periode kepunahan keempat</h2>
<p>Periode ini terjadi sekitar 210 juta tahun lalu, yang dikenal Zaman Akhir Trias. Aktivitas gunung api di <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Central_Atlantic_magmatic_province">Central Atlantic Magmatic Province</a>, mengakibatkan peningkatan gas CO2 secara signifikan. </p>
<p>Pembentukan gunung api di Central Atlantic Magmatic Province terbentuk akibat pecahnya Pangea secara perlahan dan pemanasan global pun kembali terjadi pada periode yang cukup panjang, berlangsung sekitar 600.000 hingga 8 juta tahun ini. </p>
<p>Pemanasan global mengakibatkan terumbu karang dan <a href="https://australianmuseum.net.au/what-are-conodonts"><em>conodont</em></a>, binatang purba laut yang bentuknya mirip belut yang ada di lautan mengalami krisis serius. Makhluk hidup yang bergantung pada keberadaan terumbu karang pun mulai terganggu dan pada akhirnya punah. </p>
<p>Hujan meteor turut mempercepat kepunahan pada periode ini, sehingga sekitar 80% makhluk hidup punah, terutama reptil dan 20% di antaranya adalah hidup di laut.</p>
<p>Beberapa makhluk hidup di darat yang punah pada periode ini di antaranya pseudosuchians, crocodylamorphs, therapids, dan juga beberapa amfibi besar.</p>
<h2>Periode kepunahan kelima</h2>
<p>Kepunahan Zaman Kapur Akhir atau lebih populer dengan sebutan <a href="http://www.bbc.co.uk/nature/extinction_events/Cretaceous%E2%80%93Tertiary_extinction_event">Cretaceous-Tertiary Exctinction</a> adalah salah satu periode kepunahan tercepat. Kepunahan ini terjadi hanya dalam rentang waktu 2,5 juta hingga kurang dari 1 juta tahun.</p>
<p>Periode ini terjadi sekitar 65 juta tahun lalu. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/204559/original/file-20180202-162093-1v19k16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/204559/original/file-20180202-162093-1v19k16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/204559/original/file-20180202-162093-1v19k16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=418&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/204559/original/file-20180202-162093-1v19k16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=418&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/204559/original/file-20180202-162093-1v19k16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=418&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/204559/original/file-20180202-162093-1v19k16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=525&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/204559/original/file-20180202-162093-1v19k16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=525&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/204559/original/file-20180202-162093-1v19k16.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=525&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Tyrannosaurus Rex yang musnah pada periode Kapur Akhir.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/download/success?src=BXdTbkmnoK3A84pcE0EULw-1-90">Herschel Hoffmeyer/Shutterstock.com</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ini mungkin periode kepunahan yang paling populer karena berbarengan dengan punahnya dinosaurus. </p>
<p>Tumbukan meteor besar di Teluk Meksiko (sekarang) dikombinasikan dengan aktivitas gunung api yang memproduksi gas CO2 dalam jumlah yang signifikan diyakini bertanggung jawab atas punahnya sekitar 50% populasi makhluk hidup pada saat itu. </p>
<p>Rekaman fosil periode ini dicirikan oleh endapan tipis sedimen marin atau darat tinggi kandungan iridium yang umumnya dijumpai pada asteroid.</p>
<h2>Bagaimana masa depan bumi?</h2>
<p>Para ilmuwan meyakini sejak 2010 hingga sekarang kita sedang memasuki kepunahan massal keenam. Pelepasan CO2 secara masif akibat penggunaan bahan bakar fosil diperkirakan akan mengubah kehidupan flora dan fauna tiga hingga empat dekade ke depan. Siapa tahu?</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/82530/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Para ilmuwan meyakini sejak 2010 hingga sekarang kita sedang memasuki kepunahan massal keenam. Pelepasan CO2 akan mengubah kehidupan flora dan fauna 3-4 dekade ke depan.Mirzam Abdurrachman, Lecturer at Department of Geology, Faculty of Earth Sciences and Technology, Institut Teknologi BandungAswan, Lecturer in Geology, Institut Teknologi BandungYahdi Zaim, Professor in Geology, Institut Teknologi BandungLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/884002017-11-30T09:34:43Z2017-11-30T09:34:43ZLetusan Gunung Agung: otoritas wisata Bali mengambil risiko rusaknya reputasi demi dolar turis<p>Gunung Agung di Bali telah aktif sejak September 2017. Intensitas keaktifan gunung api tersebut telah meningkat secara signifikan sepanjang bulan November, hingga pada akhirnya gunung tersebut <a href="http://regional.kompas.com/read/2017/11/21/17385261/gunung-agung-meletus-asap-dan-abu-membubung-setinggi-600-meter">mulai mengeluarkan asap dan abu pada tanggal 21 November</a>. Namun, Bali Tourism Board baru pada tanggal 27 November 2017 mengumumkan <a href="http://balitourismboard.or.id/page/mountagung/official-statement-2.html">informasi terbaru</a> tentang aktivitas gunung api tersebut dan kemungkinan dampaknya bagi wisatawan.</p>
<p>Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah <a href="http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/liputan-khusus/g-agung">mengeluarkan peringatan tingkat tinggi mengenai Gunung Agung</a> selama lebih dari sebulan. Banyak di antara maskapai penerbangan internasional yang menyediakan layanan ke Bali terpaksa harus membatalkan penerbangan ke dan dari Bali akibat sangat banyaknya abu vulkanik di langit dan di sekitar Bali</p>
<h2>Penumpang terdampar</h2>
<p>Menurut laporan media, <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171128154019-22-258645/foto-mereka-yang-terdampar-di-bandara-ngurah-rai/5">ribuan</a> wisatawan dari luar dan dalam negeri terdampar di Bali menantikan penerbangan keluar baik untuk tujuan internasional atau alternatif tujuan domestik Indonesia.</p>
<p>Maskapai penerbangan memang tunduk pada peraturan ketat berkait terbang di langit yang penuh abu vulkanik. Organisasi Sipil Penerbangan Internasional (ICAO), lembaga PBB yang mengatur tentang keselamatan penerbangan global, <a href="https://www.icao.int/publications/Documents/9974_en.pdf">melarang maskapai penerbangan untuk terbang di langit dengan abu vulkanik pada tingkat tertentu</a>. </p>
<p>Bahkan banyak maskapai penerbangan menjalankan aturan yang lebih ketat lagi berkait terbang di langit berabu vulkanik. Dalam beberapa hari ini, Qantas, Japan Airlines, KLM, Jetstar, Air Asia, dan Virgin Australia telah menghentikan penerbangan ke dan dari Bali.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga</strong>: <a href="https://theconversation.com/letusan-gunung-agung-bisa-menghasilkan-tanah-tersubur-di-dunia-85142">Letusan Gunung Agung bisa menghasilkan tanah tersubur di dunia</a></em></p>
<hr>
<h2>Otoritas wisata Bali menuai kritik</h2>
<p>Bali Tourism Board dan Kementerian Pariwisata Indonesia menerima banyak kritik dari media internasional dan banyak industri perjalanan atas petunjuk mereka yang mengutamakan kepentingan pasar, bukannya para wisatawan.</p>
<p>Sebelum pengumuman 27 November, kedua lembaga masih memberi tahu wisatawan untuk tidak khawatir dengan kondisi Gunung Agung. Memang Gunung Agung berjarak 70 kilometer dari kebanyakan tujuan wisata terkenal Bali, tetapi adalah salah untuk mengatakan bahwa aktivitas gunung api yang terus meningkat tidak akan menimbulkan dampak bagi para wisatawan.</p>
<p>Bali sangat bergantung pada <a href="http://money.cnn.com/2017/11/28/news/economy/bali-volcano-economy/index.html">uang wisatawan</a>. Lebih dari 60% perekonomian dan pekerjaan di Bali bergantung secara langsung atau tidak langsung pada industri pariwisata. <a href="http://www.disparda.baliprov.go.id/en/Statistics2">Di tahun 2016 hampir 5 juta</a> wisatawan internasional berkunjung ke Bali dan wisatawan domestik <a href="http://www.disparda.baliprov.go.id/en/Statistics2">dapat mencapai 7 juta setahun</a>.</p>
<p>Tetapi, dalam pengelolaan risiko ada dua hal yang tak terpisahkan: kemungkinan dan akibat. Seperti yang disadari oleh banyak ahli gunung api, saat ini terdapat sebuah kemungkinan besar letusan besar Gunung Agung. Akibat dari sebuah letusan adalah pengungsian besar-besaran dari daerah sekeliling gunung.</p>
<p>Akibat lainnya meliputi tercemarnya persediaan air, debu di atmosfer dalam jumlah besar, kerusakan tanaman, dan gangguan transportasi. Selain itu, tantangan menampung pengungsi lokal dan pengunjung yang terdampar akan menciptakan sebuah pengaturan darurat skala raksasa.</p>
<p>Banyak orang menganggap pendekatan otoritas Bali yang mengabaikan ini tidak bertanggung jawab. Bagi banyak pengamat, nampaknya industri pariwisata Bali lebih tertarik dengan aliran uang wisatawan dibanding melaksanakan menjaga keselamatan wisatawan.</p>
<p>Maka tidak heran, banyak wisatawan dibikin bingung oleh pesan tidak jelas dari Kementerian Pariwisata dan Bali Tourism Board bahwa segalanya baik-baik saja. Padahal maskapai penerbangan dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah memberikan peringatan bahaya.</p>
<hr>
<p><em><strong>Baca juga</strong>: <a href="https://theconversation.com/gunung-agung-di-bali-berpotensi-meletus-untuk-pertama-kalinya-dalam-50-tahun-84529">Gunung Agung di Bali berpotensi meletus untuk pertama kalinya dalam 50 tahun</a></em></p>
<hr>
<h2>Reputasi jangka panjang lebih penting</h2>
<p>Banyak wisatawan di Bali yang mengalami kesusahan atau terdampar di bandar udara, dengan pahit mengeluh di media sosial dan media tradisional. Mereka bersikap kritis terhadap petunjuk menyesatkan yang mereka terima dari agen perjalanan dan Bali Tourism Board yang bertentangan dengan petunjuk dari maskapai penerbangan, penasihat perjalanan pemerintah, dan perusahaan asuransi perjalanan.</p>
<p>Hal ini membuat publik mempertanyakan kualitas dan kejujuran petunjuk dari Kementerian Pariwisata dan Bali Tourism Board bagi wisatawan, agen perjalanan, dan operator wisata. Modal terpenting dewan pariwisata baik nasional atau lokal adalah kepastian bahwa informasinya jujur, tepat, dan dapat dipercaya. Hal ini termasuk memberikan peringatan tentang kemungkinan bahaya bagi wisatawan dan perkiraan yang dapat mereka pakai untuk memperkecil kemungkinan terkena bahaya tersebut. </p>
<p>Ironisnya, saya sedang berada di Bali pada bulan Mei 2017 memberikan sebuah <a href="https://www.apec.org/Publications/2017/09/Strengthening-Tourism-Business-Resilience-against-the-Impact-of-Terrorist-Attack">presentasi tentang masalah ini</a>. Waktu itu saya berbicara di Konferensi Anti-terorisme dan Pariwisata milik APEC, yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia. Saya mengusulkan otoritas pariwisata agar memberi peringatan pada wisatawan yang berencana berkunjung tentang risiko menyangkut keselamatan (termasuk bencana alam). Pendekatan saya dijadikan salah satu anjuran pokok bagi pemerintah APEC sebagai inti dari konferensi tersebut.</p>
<p>Bali Tourism Board harus belajar dari respons menyesatkan mereka berkait Gunung Agung. Lebih baik mengorbankan bisnis pariwisata untuk jangka pendek dibandingkan selamanya merusak nama baik sebagai penyedia informasi tujuan pariwisata dan pemasaran yang tepercaya dan terhormat.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/88400/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>David Beirman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Sampai akhir November, ketergantungan Bali terhadap pariwisata mendorong Bali Tourism Board mengabaikan risiko bahaya letusan Gunung Agung. Ini merusak reputasi Bali sebagai destinasi pariwisata.David Beirman, Senior Lecturer, Tourism, University of Technology SydneyLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/845292017-09-23T02:10:22Z2017-09-23T02:10:22ZGunung Agung di Bali berpotensi meletus untuk pertama kalinya dalam 50 tahun<p>Peningkatan jumlah gempa yang terjadi di bawah gunung berapi Gunung Agung di timur Bali, Indonesia, selama beberapa minggu terakhir ini membuat otoritas kebencanaan berjaga-jaga dan waspada. </p>
<p><a href="http://www.abc.net.au/news/2017-09-20/bali-volcano-mount-agung-threatens-to-erupt/8962656">Peringatan terbaru </a>yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dan pemerintah lokal sekarang melarang pendakian gunung dan memerintahkan evakuasi dalam jarak 7,5 kilometer dari puncak.</p>
<p>Meski jarang terjadi, letusan Gunung Agung termasuk yang terbesar di antara aktivitas vulkanik global dalam 100 tahun terakhir. Lebih dari 1.000 orang meninggal dalam letusan terakhir pada 1963.</p>
<p>Kemampuan kita memprediksi letusan telah meningkat secara drastis sejak peristiwa terakhir ini. Maka, kita bisa berharap jumlah korban tewas seperti itu tidak akan terjadi lagi.</p>
<p>Gunung Agung adalah satu dari sekian banyak gunung berapi di Indonesia dan wilayah <a href="https://www.britannica.com/place/Ring-of-Fire">Cincin Api</a> yang mengelilingi Pasifik dan samudera timur India. Letusan Gunung Agung memang sporadis; tapi Agung sangat terkenal akan abu vulkanik dan sulfur dioksida yang ia lontarkan ke atmosfer. </p>
<p>Jenis aktivitas ini punya efek luas, dan tidak hanya penduduk Bali yang dapat merasakannya. </p>
<h2>Letusan 1963-1964</h2>
<p>Gunung Agung adalah gunung berapi yang besar dengan puncak 3.142 meter di atas permukaan laut. Gunung ini mendominasi pemandangan timur Bali. </p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=305&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/186713/original/file-20170920-900-aoo10h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=383&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Gunung Agung di saat matahari terbit kembali pada 2015.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.flickr.com/photos/dmwil6/23050342342/">Flickr/Darren Willman</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/">CC BY-NC</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Letusan pada 1963 didahului oleh gempa bumi. Kemudian pada Februari tahun itu, lahar mulai mengalir dari puncak kawah, yang akhirnya membentang hingga sekitar 7 kilometer ke bawah lereng utara. Ledakan kecil abu vulkanik menyertai aktivitas ini.</p>
<p>Intensitas aktivitas eksplosif berkembang dengan cepat sampai pada letusan besar pada 17 Maret. Pada waktu bersamaan, letusan dari aliran puing medan tersembunyi dari blok lava merah panas, abu dan gas (aliran piroklastik), merobohkan lereng-lereng yang mengenai daerah-daerah yang luas di sisi utara dan selatan gunung berapi.</p>
<p>Hujan deras di atas material vulkanik yang terpisah-pisah memicu arus lumpur dan batu-batu besar ke sisi lereng gunung yang lain. Arus puing ini disebut lahar, sebuah kata bahasa Indonesia yang telah diadopsi secara global. Agung meletus kembali dua bulan kemudian dengan konsekuensi fisik yang serupa.</p>
<h2>Apa yang terjadi sekarang?</h2>
<p>Berdasarkan aktivitas yang mendahului letusan terakhir Gunung Agung pada 1963, ada kekhawatiran bahwa gunung berapi tersebut mungkin mengalami letusan besar dalam waktu dekat.</p>
<p>Ada satu letusan yang intensitasnya serupa pada 1843, dan beberapa letusan di abad ke-16 sampai 18.</p>
<p>Kemampuan ahli vulkanologi untuk memprediksi letusan telah meningkat drastis dalam 50 tahun terakhir. Sumber bukti utama adalah frekuensi dan lokasi gempa di bawah gunung berapi, yang disebabkan oleh magma yang mengalir ke atas.</p>
<p>Pembengkakan dan peningkatan aktivitas gunung berapi ditambah dengan pengukuran suhu dan komposisi gas yang muncul dari kawah juga memberi petunjuk tentang kemungkinan terjadinya letusan.</p>
<p>Prediksi letusan yang akurat sampai periode waktu sesingkat jam dan hari, seperti sebelumnya <a href="https://www.livescience.com/14603-pinatubo-eruption-20-anniversary.html">letusan puncak di Gunung Pinatubo</a> di Filipina pada 1990, telah berhasil menyelamatkan banyak nyawa.</p>
<p>Jadi tidak ada alasan kita tak siap dengan kemungkinan letusan Gunung Agung, asalkan saran yang diberikan oleh pihak berwenang, yang dilengkapi dengan penilaian ahli, diikuti oleh pemerintah dan masyarakat.</p>
<p>Selalu ada kesulitan dalam praktik memindahkan penduduk lokal dan penonton yang penasaran menjauh dari bahaya alam. Namun Indonesia adalah negara yang paling aktif <a href="https://www.usgs.gov/news/revolutionizing-volcano-monitoring-indonesia">secara vulkanis di Bumi</a>, dan telah menjadi ahli dalam melindungi penduduk sipil yang tinggal di lereng gunung.</p>
<h2>Konsekuensi yang lebih luas</h2>
<p>Magma yang keluar sepanjang Cincin Api kaya akan gas terlarut, terutama air, karbon dioksida dan sulfur dioksida. Selama magma naik ke permukaan Bumi, pelepasan tekanan mengurangi daya larut senyawa gas.</p>
<iframe src="https://www.google.com/maps/embed?pb=!1m18!1m12!1m3!1d1010555.4311218886!2d114.43584734108097!3d-8.35413745521358!2m3!1f0!2f0!3f0!3m2!1i1024!2i768!4f13.1!3m3!1m2!1s0x2dd202e428b2eac7%3A0xa7d7d26cb3a3a7ad!2sMount+Agung!5e0!3m2!1sen!2sau!4v1505883519482" width="100%" height="600" frameborder="0" style="border:0" allowfullscreen=""></iframe>
<p>Peningkatan volume gabungan gas dan magma (cair) dibandingkan dengan magma saja adalah proses fisik yang mendorong ledakan vulkanik dan fragmentasi magma membentuk abu. Sebagian besar gas vulkanik dibuang ke atmosfer Bumi.</p>
<p>Ada banyak konsekuensi penting dari keseluruhan proses ini, namun dalam kasus sulfur dioksida, kasus letusan Gunung Agung sangat penting.</p>
<p>Sampai pada letusan 1963, pemantauan atmosfer telah berkembang sampai pada titik di mana sejumlah besar sulfur dioksida dapat dideteksi disuntikkan ke stratosfer dari gunung berapi ini.</p>
<p>Sulfur dioksida bereaksi dengan uap air membentuk tetesan berumur panjang (aerosol) asam sulfat. Sekitar 10 juta ton tetesan ini diketahui telah terakumulasi di stratosfer akibat erupsi tersebut.</p>
<p>Tetesan tersebut bisa bertahan selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun yang menyebabkan penurunan kecil pada suhu atmosfer global. Dalam kasus letusan Gunung Agung 1963, suhu turun sekitar 0,1-0,4 °C. </p>
<p>Konsekuensi lain yang lebih luas dari jenis erupsi yang khas dari gunung berapi di Cincin Api adalah bahaya yang ditimbulkan oleh abu vulkanik atmosfer. </p>
<p>Gangguan lalu lintas udara adalah sebuah gangguan secara sosial dan ekonomi, seperti yang dialami baik untuk Bali, regional di Indonesia, maupun global.</p>
<h2>Apa selanjutnya?</h2>
<p>Pemantauan aktivitas di bawah dan di atas Gunung Agung akan terus berlanjut. “Krisis seismik” yang serupa di gunung berapi lainnya tidak selalu diikuti letusan dalam waktu singkat. </p>
<p>Tetapi dalam situasi yang terus berkembang, sangatlah penting saran dari otoritas ahli diikuti sehubungan dengan potensi bahaya yang dihadirkan oleh gunung dalam keadaannya saat ini.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/84529/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Richard John Arculus menerima dana dari Australian Research Council.</span></em></p>Peringatan dikeluarkan untuk menghindari bahaya gunung berapi Indonesia menyusul serangkaian gempa bumi.Richard John Arculus, Emeritus professor in geology, Australian National UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.