Menu Close

Pemilu Malaysia: Bagaimana partai Islam yang kurang berpengaruh menjadi yang terbesar di parlemen

Seorang pemilih dari Kelantan, Malaysia, menunjukkan tinta di jari telunjuknya. Rafiuddin Abdul Rahman/Antara Foto

Pemilihan umum (pemilu) Malaysia yang diselenggarakan bulan lalu bisa dibilang menjadi pesta politik paling bersejarah di Negeri Jiran tersebut. Untuk pertama kalinya, tidak ada koalisi yang berhasil memenangkan mayoritas kursi di parlemen, sehingga berujung pada hung parliament atau parlemen gantung yang mengganggu proses pembentukan pemerintahan.

Yang lebih mengejutkan lagi, Partai Islam Se-Malaysia (PAS) – yang secara historis kurang berpengaruh di kalangan etnis Melayu – berhasil meraih suara terbanyak dengan perolehan 49 kursi dari total 222 kursi parlemen. Partai Tindakan Demokratik – salah satu partai sekuler di Malaysia – berada di urutan kedua dengan perolehan 40 kursi.

PAS adalah anggota koalisi Perikatan Nasional (PN). Bersama Partai Adat Bersatu Malaysia (Bersatu) yang meraih 25 kursi, koalisi tersebut kini menguasai 74 kursi parlemen. Sementara itu, dua koalisi lainnya - Pakatan Harapan (PH) dan Barisan Nasional (BN) - masing-masing memperoleh 81 dan 30 kursi.

Setelah satu minggu kebuntuan politik pasca pemilu, koalisi PH dan BN sepakat membentuk Pemerintahan Persatuan. Raja Malaysia Sultan Abdullah kemudian mengangkat Anwar Ibrahim, ketua koalisi PH, sebagai Perdana Menteri di bawah pemerintahan tersebut. Anwar kemudian menunjuk Ahmad Zahid, ketua koalisi BN, sebagai Wakil Perdana Menteri.

Aliansi antara kedua koalisi tersebut belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan dianggap tidak mungkin terjadi. Ini karena koalisi BN didominasi oleh Organisasi Kebangsaan Melayu Bersatu (UMNO), partai sayap kanan yang gigih memperjuangkan hak dan kepentingan etnis Melayu asli. Sementara, koalisi PH cenderung menjunjung tinggi persamaan ras.

Sekularisme vs Islamisme

Secara historis, politik Malaysia dibentuk berdasarkan garis etnis. UMNO telah mendominasi kancah politik dengan memobilisasi pemilih Melayu dengan menyuarakan kepentingan etnis dan nasionalisme Melayu. Namun, karena konstitusi Malaysia secara hukum mewajibkan orang Melayu memeluk agama Islam, PAS berusaha merebut suara orang Melayu dari UMNO dengan menantang narasi sekuler UMNO.

Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim yang baru dilantik (tengah). Rafiuddin Abdul Rahman/Antara Foto

Berbeda dengan UMNO, PAS cenderung lebih intens dalam menunjukkan nilai-nilai Islam. Ketika berkuasa di negara bagian Kelantan dan Terengganu, masing-masing pada tahun 1993 dan 2002, PAS meloloskan undang-undang Syariah. Namun, pemerintah pusat yang saat itu dikuasai oleh koalisi BN mencegah undang-undang tersebut berlaku secara federal atas alasan ketidaksesuaian dengan konstitusi pusat.

Faktor di balik kemenangan PAS

Jika sebelumnya PAS kurang berpengaruh di kalangan orang Melayu, dibandingkan dengan UMNO yang lebih mainstream, pada pemilu kali ini PAS meraup hampir dua kali lipat dari total 26 kursi yang diraih UMNO. Hal ini didorong oleh faktor yang menguntungkan PAS selama periode pemilu, strategi aliansi yang dibentuk PAS, dan kelihaian dalam menyampaikan pesan-pesan pada pemilih dalam beberapa tahun terakhir.

Citra UMNO terganggu oleh serangkaian tuduhan korupsi terhadap para petingginya, mulai dari era mantan Perdana Menteri Najib Razak yang kini dipenjara karena terlibat dalam skandal korupsi 1Malaysia Development Berhad 1MDB hingga Zahid Hamidi (Wakil Perdana Menteri yang baru dilantik) yang kini tengah menghadapi pengadilan korupsi.

Dengan demikian, UMNO telah kehilangan banyak kredibilitas sebagai pembela hak-hak Melayu, terutama setelah politisi senior UMNO berhenti pada tahun 2016 untuk membentuk Bersatu sambil tetap terang-terangan menjadi nasionalis Melayu. Bersatu kemudian bersekutu dengan PAS untuk membentuk koalisi Perikatan Nasional.

Keputusan untuk berkoalisi dengan Bersatu, partai nasionalis Melayu yang sedang naik daun, telah membantu mengembalikan kredibilitas PAS terhadap nasionalis Melayu. Dalam pemilu ini, kampanye Perikatan Nasional fokus pada platform kesejahteraan, anti korupsi, dan stabilitas politik, sembari menyebarkan persepsi bahwa mendukung Barisan Nasional sama saja dengan mendukung korupsi.

Perikatan Nasional juga mengklaim bahwa mendukung Pakatan Harapan tidak akan menguntungkan bagi pemilih Melayu. Ketua koalisi Muhyiddin Yassin juga menyatakan selama kampanyenya bahwa Pakatan Harapan adalah proksi yang bertujuan untuk “mengkristenkan” Malaysia.

Keberhasilan strategi elektoral Perikatan Nasional didorong oleh karakter PAS dan Bersatu yang bisa saling melengkapi, dengan masing-masing partai mampu menggunakan kekuatannya untuk menutupi kelemahan sekutunya.

Misalnya, status PAS sebagai partai agamis memberikan kontribusi kredibilitas moral bagi koalisi Perikatan Nasional, sementara Bersatu mampu melengkapi kredibilitas PAS untuk bertarung dalam pemilihan di negara-negara bagian Peninsula.

Di daerah-daerah di luar kubu tradisionalnya di Pantai Timur, PAS lebih menahan diri dalam kampanye untuk menghindari persepsi ekstremisme masyarakat terhadapnya dan memilih tetap fokus pada masalah ekonomi dan korupsi dengan menghindari arah pembahasan terkait hukum Syariah. Banyak pula influencer sosial media terkenal yang juga mendukung PAS dan merilis video TikTok yang menarik, yang pada akhirnya berperan penting dalam menarik suara anak muda Melayu.

Ketua koalisi Perikatan Nasional Tan Sri Muhyiddin Yassin. Rafiuddin Abdul Rahman/Antara Foto

Ini semua terbukti berhasil menjadi strategi kemenangan PAS, membuatnya mampu untuk pertama kalinya merebut kursi parlemen di Melaka dan di Johor. Ini juga menjadi pencapaian luar biasa, mengingat secara historis PAS tidak terlalu memiliki pengaruh di kalangan pemilih Melayu di negara bagian selatan Lembah Klang.

Kebangkitan politik Islam di Malaysia pasca Pemilu

Terlepas dari pencapaian bersejarahnya dalam pemilihan umum, PAS sekarang menghadapi tugas yang berat dalam mempertahankan momentum kemenangannya.

Pertama, kekhawatiran atas kasus korupsi dan perlambatan ekonomi dapat membuat PAS mendapat citra negatif. Ini akan segera menjadi bumerang karena pemerintah persatuan PH-BN sekarang membuka investigasi terhadap kasus-kasus korupsi baru yang melibatkan para pemimpin senior PN.

PAS juga tampaknya telah kembali ke cara lamanya untuk memperkuat kredibilitas ke-Islamannya, terutama dengan akan diselenggarakannya pemilu di tiga negara bagian yang dikelola PAS. Baru-baru ini PAS telah mengesahkan amandemen legislatif di negara bagian Terengganu yang mengkriminalisasi kehamilan di luar nikah.

Catatan legislatif seperti itu dapat mempengaruhi kredibilitas PAS, jika partai tersebut bermaksud menampilkan platform multi-etnis berbasis luas untuk pemilu federal di masa depan.

Ironisnya, pencapaian PAS yang luar biasa telah menciptakan paradoks besar bagi kemajuan partai. Mengingat beragamannya etnis dan agama di Malaysia, semakin intens PAS mendorong agenda Islamis untuk meningkatkan kedudukan moralnya, akan semakin sulit bagi PAS untuk mempertahankan perolehan elektoralnya di konstituen perkotaan dan demografis campuran.

Namun, seandainya PAS memutuskan untuk beralih ke pusat untuk menarik pemilih di daerah pemilihan yang baru saja dimenangkannya, peluang akan terbuka bagi rival elektoralnya, UMNO, untuk merambah kubu tradisional PAS sendiri.

Untuk alasan ini, munculnya PAS tampaknya sangat kompleks dan memiliki konteks yang spesifik. Untuk memecahkan teka-teki ini, partai tersebut kemungkinan besar harus mempertanyakan kembali identitas politiknya (atau agamanya) sendiri sebelum dapat berkonsolidasi dan membangun pencapaian.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now