Menu Close
Ribuan orang antre untuk pengobatan tradisional Ida Dayak di Markas Kostrad Cilodong, Depok, Jawa Barat, 3 April 2023. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa.

Pengobatan irasional Ida Dayak memikat ribuan orang, kenapa mereka percaya?

Di tengah upaya pemerintah menyehatkan masyarakat melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan peserta mencapai lebih dari 250 juta penduduk, pengobatan tradisional atau alternatif yang irasional (belum terbukti ilmiah) kembali menjadi pembicaraan publik.

Salah satu yang fenomenal adalah pengobatan Ida Dayak. Dia mengobati pasien dengan mengoleskan ‘minyak bintang’ ke bagian tubuh. Dalam waktu singkat, dia mengklaim olesan itu “berhasil” menyembuhkan patah tulang, salah urat, stroke, dan penyakit lainnya.

Awal April lalu, ribuan orang antre di Gelanggang Olahraga Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Cilodong Depok untuk berobat kepada Ida Dayak.

Sebagai peneliti komunikasi kesehatan, saya melihat masalah ini dari perspektif komunikasi. Model komunikasi Ida Dayak ke “pasien” lebih bisa diterima di masyarakat awam sehingga ribuan orang berbondong-bondong rela datang untuk mendapatkan pengobatan.

Asal-usul minyak bintang

Pada 2015 saya meneliti fenomena pengobatan minyak bintang. Setidaknya, ada dua versi asal muasal minyak bintang. Versi pertama berasal dari beberapa cerita masyarakat Kalimantan yang meyakini minyak bintang berasal dari mayat ular atau bahkan air liur makhluk yang disebut “Hantuen”.

Versi kedua adalah hasil observasi dan wawancara saya dengan seorang penyembuh minyak bintang di Samarinda, sebut saja namanya “Kai Janggut”. Minyak bintang berasal dari minyak kelapa, kapas “bujang” dan burung “bubut”.

Kapas ‘bujang’ adalah kapas yang yang baru saja berbuah dan tidak sempat jatuh ke tanah. Sedangkan burung ‘bubut’ adalah burung yang tinggal di pedalaman hutan. Burung ‘bubut’ tersebut dipatahkan hidup-hidup hingga mati kemudian direbus lama hingga hanya berbentuk minyak. Semua bahan kemudian dicampur hingga jadilah minyak bintang.

Cara pembuatan minyak bintang juga tidak sembarangan. Hanya orang yang memiliki amalan tertentu yang boleh membuatnya. Minyak ini pun harus dibuat pada malam Jumat ketika bintang bersinar terang.

Konon dari situlah nama dari minyak bintang berasal.

Pengobatan minyak bintang mengapa bisa dipercaya?

Di dunia kesehatan non-Barat, sistem medis dibagi menjadi dua kelompok besar: sistem medis personalistik dan naturalistik. Personalistik dan naturalistik merupakan etiologi (ilmu tentang hubungan sebab-akibat) yang menjadi sebab dan asal penyakit.

Sistem personalistik melihat penyakit terjadi karena kekuatan supranatural (hantu, roh jahat, santet). Sedangkan sistem naturalistik melihat penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan tubuh terhadap lingkungan alamiah dan sosialnya.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat non-Barat yang sebagian besar tidak memiliki kerangka berfikir kognitif guna menjelaskan suatu penyakit. Contohnya, kita tidak memiliki kosakata kedokteran ilmiah Barat dan cenderung memberi nama penyakit sesuai dengan kebudayaannya. Istilah “masuk angin”, misalnya, cuma dikenal di Indonesia.

Masyarakat yang berobat ke Ida Dayak, sebagian besar adalah masyarakat personalistik yang mempercayai penyakit lebih disebabkan oleh intervensi dari suatu agen aktif. Agen tersebut bisa dianggap makhluk supranatural, makhluk bukan manusia (hantu, roh jahat), maupun manusia yang memiliki kemampuan gaib (tukang santet).

Dalam kasus pengobatan minyak bintang, tidak semua pasien mempercayai penyakitnya berasal dari hal gaib. Namun, mereka tetap percaya ada sesuatu kekuatan tertentu di luar rasionalitas yang bisa mempercepat proses penyembuhannya.

Kondisi tersebut membuat pengobatan personalistik minyak bintang lebih dianggap rasional daripada pengobatan medis modern. Sebab, pengobatan modern membatasi kerangka berfikir kondisi sakit atau penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan menggunakan zat-zat atau obat yang telah lulus uji klinis.

Umumnya masyarakat perkotaan lebih mempercayai pengobatan medis naturalistik dibandingkan personalistik. Dalam kasus Ida Dayak, masyarakat bisa percaya karena telah “putus asa” menanti kesembuhan bertahun-tahun dengan rutin berobat medis tanpa adanya hasil.

Hal ini membuat masyarakat melirik pilihan pengobatan alternatif.


Read more: Pengobatan tradisional harus diintegrasikan ke dalam perawatan kesehatan untuk kelompok budaya yang beragam


Rahasia “sukses” Ida Dayak: praktikkan komunikasi konteks tinggi

Ada dua tingkatan komunikasi: komunikasi konteks tinggi dan rendah.

Komunikasi konteks tinggi berfokus pada makna, nada yang mendasari pesan dan bukan hanya kata-kata itu sendiri. Sedangkan komunikasi konteks rendah menunjukkan pesan komunikasi disampaikan secara eksplisit (langsung) sehingga tidak ada risiko kebingungan.

Komunikasi konteks tinggi membuat makna pesan tertanam jauh di dalam informasi, sehingga tidak semuanya dinyatakan secara eksplisit ketika diucapkan.

Dalam budaya komunikasi konteks tinggi, pendengar diharapkan mampu membaca pesan ‘tersirat", untuk memahami makna yang tak terucapkan.

Mudahnya, ada banyak orang Indonesia lebih suka berkomunikasi dengan cara berbasa-basi dan menyentuh empati dibandingkan menyampaikan pesan secara langsung. Antropolog Amerika Edward T. Hall menyebut kondisi ini dengan menempatkan budaya dalam rangkaian yang panjang.

Komunikasi konteks tinggi lebih banyak dipraktikan oleh masyarakat Asia, termasuk Indonesia.

Gaya komunikasi Ida Dayak yang cenderung menyentuh empati pasien menyebut basmallah dan doa-doa yang menyejukkan ketika “mengobati pasien”, adalah bentuk terbaik komunikasi konteks tinggi.

Selain itu, Ida Dayak tidak terlalu berfokus pada ongkos pengobatan. Hal ini tentu menaikkan kredibilitas Ida Dayak di mata pasiennya sebagai manusia yang diberkahi Tuhan tanpa mengharapkan imbalan.

Kondisi ini tentu berbeda dengan pengobatan medis modern, terutama dokter yang lebih banyak menekankan gaya komunikasi konteks rendah kepada pasiennya. Gaya komunikasi konteks rendah memungkinkan pesan di dalamnya bersifat eksplisit (langsung), logis, dan berdasarkan bukti.

Sebagai contoh pasien patah tulang akan diberikan informasi secara jelas oleh dokter dengan penanganan yang bervariasi seperti dipasang gips atau bahkan dioperasi bedah. Informasi yang disampaikan biasanya disertai dengan penjelasan kemungkinan risiko penyembuhan yang sulit serta lama.

Tidak ada yang salah dari informasi pesan yang dikandungnya. Namun, hal ini akan berdampak buruk jika disampaikan secara langsung tanpa memperhatikan empati pasien, terutama atlet, anak muda dan pekerja fisik lainnya.

Hal ini akan semakin rumit apabila pasien adalah masyarakat miskin yang membutuhkan usaha lebih untuk menyembuhkan penyakitnya.


Read more: Apakah pengobatan Cina tradisional memiliki tempat dalam sistem kesehatan?


Jaminan Kesehatan Nasional belum sempurna

Para pemangku kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan tenaga kesehatan masih menerapkan komunikasi konteks rendah yang kurang berempati terhadap masyarakat kita.

Seperti mempertanyakan apa sulitnya mengakses program JKN yang diklaim mampu diakses oleh setiap lini masyarakat. Pernyataan-pernyataan mereka bahkan terkesan menyindir masyarakat yang suka mengarang cerita untuk bisa mendapatkan layanan kesehatan.

Gaya komunikasi seperti ini tidak cocok diterapkan dalam budaya masyarakat Indonesia yang lebih membutuhkan empati ketika bertukar pesan. Terlebih lagi, masih banyak masyarakat kita yang terbukti belum mendapatkan layanan JKN.

Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan kebanyakan “praktisi” pengobatan tradisional yang masih menjunjung tinggi rasa empati kepada kondisi pasien.

Saat ini program JKN memang jauh lebih baik, dengan penerapan sistem online dan aplikasi untuk mempermudah akses masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan.

Namun, patut diingat bahwa masyarakat kita masih ada yang belum memahami prosedur mendapatkan pelayanan program JKN. Alasan utamanya adalah prosedur yang rumit dan sulit dipahami masyarakat.

Prosedur yang rumit dan gaya komunikasi yang tidak memperhatikan kultur masyarakat, akan membuat masyarakat memilih pengobatan alternatif tradisional.

Sudah saatnya pejabat dan stakeholder BPJS Kesehatan lebih bijak menerapkan komunikasi yang lebih mudah diterima masyarakat dan memberikan pemahaman prosedur mendapatkan pelayanan JKN.

Tentu kita berharap masyarakat lebih memilih pengobatan medis dan tenaga kesehatan yang telah teruji, dengan cara berkomunikasi yang sesuai dengan budaya kita.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now