Menu Close
(Pxhere)

Penyelamatan hewan sering terlupakan ketika bencana, bagaimana langkah yang benar?

Manusia memiliki insting untuk menjauh dari bahaya. Kita biasanya langsung keluar dari rumah ketika terjadi gempa atau mencari tempat tinggi saat muncul peringatan tsunami. Kepanikan merupakan hal yang umum pada saat terjadi bencana.

Kepanikan ini juga terjadi pada hewan. Banyak hewan – terutama hewan ternak – tidak bisa mengikuti insting mereka untuk menyelamatkan diri karena kerap terkunci di kandang.

Sayangnya, nasib hewan tak terlalu diperhatikan dalam sistem penanggulangan bencana nasional yang diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Sistem ini dibuat untuk melindungi kepentingan manusia sebagai korban bencana. Pada Pasal 48 disebutkan, salah satu penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat adalah penyelamatan dan evakuasi masyarakat.

Akibatnya, pada saat gempa di Cianjur, Jawa Barat, akhir November 2022, ribuan sapi potong terkena dampak. Banjir di Pati, Jawa Tengah, awal Desember 2022 juga menyebabkan banyak ternak mati. Hal serupa juga terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah, awal Maret 2022, yang membuat 178 ternak mati diterjang banjir.

Banjir bandang juga menewaskan banyak ternak di Jembrana, Bali dan Batu, Jawa Timur. Beberapa lokasi sentra ternak di Indonesia memiliki risiko terkena dampak letusan gunung, seperti sentra ternak di kawasan DI Yogyakarta berisiko mendapat dampak dari erupsi Gunung Merapi.

Perhatian yang tak memadai pada keselamatan hewan saat bencana akan merugikan masyarakat, terutama peternak kecil yang tergolong kelompok rentan. Misalnya, kematian atau kekurangan pakan yang dialami ternak akan mengganggu pasokan dan menaikkan harga bahan pangan asal ternak.

Penyelamatan dan evakuasi ternak tidak hanya menyelamatkan nyawa hewan, tetapi juga menyelamatkan ekonomi peternak. Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus mengetahui langkah penyelamatan hewan yang tepat kala bencana melanda.

Simulasi evakuasi hewan ternak di Boyolali, Jawa Tengah. BNPB

1) Evakuasi

Langkah pertama adalah evakuasi ternak dengan risiko kematian tertinggi, khususnya ternak besar seperti sapi dan kerbau yang paling dekat dengan pusat bencana. Peran manusia sangat penting dalam proses evakuasi ini karena sebagian besar peternak memelihara ternaknya di kandang. Akibatnya, ternak tidak bisa menyelamatkan diri dan tidak mengetahui rute menuju lokasi aman.

Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan menyebutkan, evakuasi dilakukan pada hewan sehat ataupun hewan sakit yang masih berpeluang sembuh.

Pertimbangan penting lainnya adalah alat transportasi dan rute evakuasi. Ternak besar membutuhkan kendaraan khusus untuk menjauhkan mereka dari bencana. Perencanaan rute evakuasi ternak juga penting karena jaringan jalan sebagian besar terganggu ketika dan setelah bencana. Rute perjalanan harus aman dan tidak mengganggu evakuasi manusia.

2) Penampungan

Setelah proses evakuasi selesai, tempatkan ternak di tempat penampungan atau tempat evakuasi yang aman. Tempat penampungan harus jauh dari pusat bencana dan bebas dari potensi gempa susulan, abu panas, banjir atau bencana alam lainnya.

Pemeriksaan penyakit mulut dan kuku sapi di Aceh. Antara

Kandang penampungan ini adalah tempat bagi ternak untuk meminimalkan stres setelah evakuasi. Untuk menjamin keselamatan manusia dan ternak, lokasi tenda evakuasi manusia harus jauh dari kandang penampungan ternak untuk mencegah penularan penyakit dari ternak ke manusia.

Petugas kesehatan hewan dapat memainkan perannya di kandang penampungan. Kondisi setiap ternak harus diperhatikan. Beberapa ternak kemungkinan besar terluka dan cedera saat terjadi bencana, sehingga ternak tersebut membutuhkan perawatan medis segera. Sementara, untuk hewan peliharaan, relawan selama ini menjadi ujung tombak dalam penyelamatan.

Kebutuhan dasar dan kesejahteraan ternak harus dipenuhi di kandang penampungan. Ruminansia (sapi, kerbau, domba dan kambing) membutuhkan pakan untuk menjaga kondisi fisiknya. Mereka membutuhkan hijauan sebanyak sepuluh persen dari berat badannya setiap hari. Sedangkan unggas (ayam dan bebek) membutuhkan biji-bijian sebagai pakan utama mereka.


Read more: Ini 5 tantangan Indonesia memangkas emisi sektor peternakan


3) Akses pakan

Ketika evakuasi ternak tidak memungkinkan, ternak hidup yang tertinggal di pusat bencana harus dipastikan memiliki akses pada pakan sebagai kebutuhan pokoknya. Jika memungkinkan, pakan dan air bersih dapat dibawa dari area aman ke posisi ternak yang tertinggal di pusat bencana.

Keputusan untuk meninggalkan ternak hidup di pusat bencana harus didasarkan pada beberapa faktor, seperti kestabilan kandang, ketersediaan pakan, resiko gempa susulan dan kemungkinan puing bangunan yang membahayakan ternak. Sementara, ternak yang mati karena tidak terselamatkan pada evakuasi harus dikubur dan dibakar.

Upaya lain yang tak kalah penting adalah bagaimana peternak bisa kembali memelihara ternaknya setelah tanggap darurat berlalu. Oleh karena itu, bantuan juga perlu diberikan kepada peternak untuk membangun kembali kandang, menambah pasokan kebutuhan pakan, dan bantuan finansial untuk memulai kembali usaha ternak.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,000 academics and researchers from 4,940 institutions.

Register now