Menu Close

Perintah Pengadilan Belanda agar Shell menurunkan emisi bisa berlaku bagi perusahaan di seluruh dunia

Pom bensin Shell saat senja.
Graham Toney /Alamy

Pengadilan Belanda telah memerintahkan perusahaan minyak dan gas, Royal Dutch Shell, untuk menerapkan penurunan emisi karbon dioksida yang ketat dalam beberapa tahun ke depan.

Keputusan ini akan memberikan pengaruh yang luas.

Enam tahun lalu, hakim di pengadilan Den Haag (ibu kota pemerintahan Belanda) memberikan keputusan pertama terkait dengan isu perubahan iklim terhadap pemerintah Belanda.

Kini, pengadilan Den Haag kembali mengejutkan dunia dengan memerintahkan perusahaan Royal Dutch Shell untuk mengurangi emisi langsung dan tidak langsung setidaknya 45% pada akhir tahun 2030, relatif terhadap tingkat 2019.

Hasil keputusan pengadilan itu menjadi penting. Apabila ditegakkan, seperti keputusan tahun 2015, muncul pertanyaan apakah keputusan hakim Belanda ini berlaku bagi perusahaan mana pun di dunia untuk mengurangi emisi mereka.

Beberapa pihak mungkin menganggap ini aneh, tetapi tidak ada hal baru yang terjadi di sini secara hukum.

Belanda tidak tiba-tiba memilih untuk memasukkan isu keselamatan Bumi ke dalam undang-undang mereka, seperti Bolivia.

Sebaliknya, pengadilan di Belanda telah mengakui aksi-aksi penurunan emisi untuk menjaga suhu global di bawah batas aman berdasarkan laporan dari IPCC.

Pada prinsipnya, setiap emisi CO₂ di masa depan dari entitas berbadan hukum apa pun (perusahaan atau bahkan pemerintah) di mana pun di dunia yang melebihi tingkat aman tersebut dapat dianggap sebagai tindakan yang salah terhadap warga negara Belanda.

Dalam praktiknya, kita tidak bisa mengharapkan pemerintah dan perusahaan berubah arah hanya karena satu keputusan dari pengadilan di Belanda.

Selain akan butuh waktu lama untuk menyelesaikan proses pengadilan hingga tingkat akhir, masih belum pasti bagaimana keputusan ini akan ditegakkan secara global.

Tetapi, kemungkinan banyak kasus semacam ini akan muncul, baik di Belanda dan tempat lain, dan kekuatan logika hukum akan memberikan tekanan tambahan bagi politikus dan pebisnis untuk mencapai transisi rendah karbon lebih cepat.

Perubahan iklim masuk hak asasi manusia

Jadi, apa logika hukum yang digunakan dalam kasus ini?

Secara sederhana, penafsiran hak asasi manusia telah bergerak secara internasional untuk memasukkan perubahan iklim.

Baik pemerintah, bisnis, atau organisasi mana pun dapat dimintai pertanggungjawaban oleh warga yang berisiko menjadi korban untuk mencegah terjadinya dampak perubahan iklim yang terlalu besar.

Tentu saja, agar sebuah kasus berhasil dibawa ke pengadilan, maka emisi harus besar dan tanggung jawab harus jelas.

Yang jelas, tidak perlu ada peraturan yang berlaku sebelumnya untuk menetapkan tanggung jawab hukum.

Penurunan emisi yang diharapkan dari setiap organisasi membentuk semacam “standar tidak tertulis”.

Kota apung di Belanda dan langit
Den Haag merupakan pusat pemerintahan Belanda dan lokasi Mahkamah Pidana Internasional. NAPA/shutterstock

Berdasarkan perincian hasil keputusan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa untuk memiliki kedudukan hukum di Belanda untuk kasus jenis ini, penggugat harus mewakili kepentingan kolektif Belanda, yaitu hak asasi warga negara Belanda saat ini dan di masa depan.

Pengadilan juga menegaskan bahwa, sesuai dengan hukum Eropa, penggugat dapat memilih negara tempat terjadinya kerusakan iklim (dalam hal ini, Belanda) sebagai yurisdiksi yang berlaku.

Ini terlepas dari di mana organisasi dan emisi berada di seluruh dunia.

Untuk kasus Shell, kebetulan saja, bukan suatu persyaratan, bahwa perusahaan induk yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan Grup Shell, juga berada di Belanda.

Shell masih memiliki ruang gerak

Apa yang akan terjadi dengan Shell? Ini masih belum dapat terlihat. Sementara proses banding akan berlangsung selama beberapa tahun ke depan, perusahaan harus mengubah kebijakannya secara drastis.

Kepatuhan akan keputusan hukum perlu ditegakkan segera karena perintah tersebut sudah bisa berlaku sementara.

Namun, ada banyak ruang gerak untuk Shell. Sejauh ini, sebagian besar (85%) emisi yang menjadi tanggung jawab Shell adalah emisi tidak langsung, termasuk dari produk yang dijual oleh Shell, seperti bensin yang kemudian dibakar oleh pengguna mobil.

Untuk emisi tidak langsung ini, perintah pengadilan hanya menetapkan “kewajiban upaya terbaik yang signifikan”, bukan kewajiban mutlak.

Seandainya Shell benar-benar melakukan yang terbaik untuk bekerja dengan organisasi lain, termasuk pemerintah, untuk mempercepat transisi rendah karbon dalam 9 tahun ke depan, perusahaan ini mungkin “diselamatkan” dari keharusan untuk memenuhi target yang ditetapkan secara ketat.

Dalam proses banding, total penurunan emisi yang diperintahkan (45%) dapat dibatalkan dan diturunkan menjadi 35% atau bahkan 25%.

Pengadilan memutuskan bahwa penurunan emisi global setidaknya hinggahingga 45% untuk menghindari pemanasan 1,5°C.

Jika tidak terjadi, maka merugikan hak asasi manusia (dalam hal ini, warga Belanda).

Dasar penilaian untuk angka-angka tersebut berasal dari untuk angka-angka tersebut berasal dari konsensus antara para ilmuwan, pembuat kebijakan dan berbagai organisasi swasta.

Namun, seperti yang telah saya tunjukkan sebelumnya, mencapai 1,5°C mungkin merupakan mimpi belaka dan hanya berujung kepada ketidakpastian.

Ketidakpastian tentang angka-angka seharusnya tidak mengurangi kekuatan logika hukum. Ini hanya berarti bahwa penurunan emisi yang diperlukan dari Shell, dan dari perusahaan lain dalam kasus lain, dapat berbeda-beda.

Namun, karena pengadilan dapat memerintahkan perusahaan mana pun untuk mengubah model bisnis secara mendasar karena bahaya iklim maka seharusnya ini menjadi kesempatan kepada perusahaan di seluruh dunia untuk memikirkan kembali komitmen mereka (atau kurangnya komitmen) terhadap transisi rendah karbon.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now