Menu Close
Pekerja melakukan perawatan panel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) milik Hotel Santika Premiere Palembang, Sumatera Selatan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Perkenalkan PLTS hibrid: teknologi yang memungkinkan kita memanen energi surya lebih banyak

Pemerintah mengandalkan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk mempercepat penggunaan energi terbarukan sebesar 23% dari total bauran energi nasional pada 2025. Alasannya, sinar matahari dapat diperoleh di mana saja. Selain itu, per 2019, pemanfaatan PLTS juga masih kurang dari 0,05% dari total potensi lebih dari 200 gigawatt (GW).

Kendati demikian, penggunaan sinar matahari sebagai sumber energi bak pedang bermata dua. Pasalnya, PLTS hanya memanfaatkan sampai 20% radiasi matahari menjadi energi listrik, sisanya terbuang sebagai panas.

Tak hanya radiasi yang mubazir, kenaikan temperatur panel surya pun dapat menurunkan kinerja PLTS. Studi menunjukkan bahwa pada temperatur 65 celsius, kinerja panel surya dapat berkurang 1,6% sampai 2,6% dibandingkan pada temperatur 25 celsius. Risiko ini kian membesar bagi PLTS yang terpasang di wilayah dengan tingkat penyinaran tinggi, seperti di daerah khatulistiwa.

Guna mengatasi persoalan tersebut, energi listrik melalui sinar matahari dapat diproduksi melalui kombinasi teknologi fotovoltaik dan sistem termal (photovoltaic thermal system/PVT). Fotovoltaik adalah proses mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Sedangkan dalam sistem termal, listrik dihasilkan dari panas matahari secara langsung. Jadi dengan kedua teknologi, kita bisa mengubah baik energi cahaya dan panas dari matahari menjadi energi listrik dengan optimal.

Teknologi Memanen Panas

Penulis mengembangkan teknologi hibrid PVT melalui integrasi peralatan generator termoelektrik (thermoelectric generator/TEG) dan media penyimpanan panas yaitu phase change material (PCM). TEG merupakan perangkat pengubah energi panas menjadi listrik secara langsung. Integrasi keduanya bertujuan untuk menyerap panas yang terbuang dari fotovoltaik menjadi energi listrik.

Konfigurasi PVT terdiri dari panel surya dan celah saluran (channel/PVT duct) di bagian belakang modul fotovoltaik. Pada celah saluran ini, perangkat pemanen panas dan pendinginan diintegrasikan untuk meningkatkan konversi energi listrik.

Ilustrasi photovoltaic thermal system/PVT dengan TEG dan PCM.

Proses konversi terjadi melalui perbedaan temperatur antara lempeng panas (hot plate) dan lempeng dingin (cold plate) pada TEG–dikenal dengan efek Seebeck. Semakin tinggi perbedaan temperatur antara lempeng panas dan lempeng dingin, maka energi listrik yang dihasilkan akan semakin besar.

Untuk menciptakan efek tersebut, dalam riset ini, kami menambahkan lensa untuk meningkatkan perpindahan kalor yang diserap oleh lempeng panas. Kami menambahkan daya lensa sampai 10 kali lipat untuk mengetahui konversi yang optimal.

Sementara itu, PCM diintegrasikan pada sisi lempeng dingin TEG untuk memberikan efek pendinginan dan untuk memberikan efek temperatur yang konstan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi fluktuasi temperatur pada TEG yang menjadi masalah dalam temuan penelitian sebelumnya.

Berdasarkan studi penulis pada 2017, peningkatan efisiensi itu mampu meningkatkan kinerja keluaran energi listrik sampai 5%. Sebagai ilustrasi, model pengaturan panas pada penelitian ini dapat memberikan tambahan energi listrik sekitar 1,3 kilowatt untuk luas area panel surya 300 meter-persegi, setara untuk penerangan sekitar enam buah lampu jalan protokol.

Sementara, hasil riset yang dipublikasi di jurnal Applied Energy tahun 2019 menunjukkan, berkat teknologi termal, peningkatan produksi listrik PLTS sudah lebih tinggi–sebesar 9,5%.

Memperbanyak studi, memacu kinerja PLTS

Riset dan inovasi panel surya melalui kombinasi teknologi PVT mampu meningkatkan produksi setrum PLTS. Studi dapat ditindaklanjuti dengan studi pengembangan material TEG dan PCM agar dua peranti itu dapat memanen listrik dari dari energi surya lebih banyak lagi.

Satu persoalan yang menjadi tantangan adalah peralatan PCM yang tidak stabil dan permasalahan pada temperatur lelehnya (melting point) sehingga berisiko mengganggu produksi PLTS, terutama dalam pengoperasian jangka panjang. Jika kinerja dua peranti tersebut mencukupi, maka penggunaan PLTS dapat menambah kontribusi sumber energi bersih untuk menyalakan listrik di tanah air.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now