Menu Close
Pebisni pun turut turun dalam percaturan politik.

Politikus dan pebisnis: perusahaan pun bertanggung jawab atas terbentuknya dinasti politik

Prabowo - Gibran yang pencalonannya sebagai presiden dan wakil presiden memantik kontoversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.

Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya.


Perbincangan seputar koneksi politik cenderung berfokus pada dampaknya terhadap isu-isu makro seperti demokrasi, kemiskinan, dan keadilan sosial–seolah-olah koneksi ini hanya berpengaruh pada level kebijakan nasional. Ini membuat publik kerap luput memperhatikan hubungan timbal balik dan peran signifikan koneksi politik dalam kinerja perusahaan. Belum banyak masyarakat yang sadar bahwa perusahaan juga memiliki peranan dalam melanggengkan dinasti politik.

Menariknya, literatur secara konsisten menunjukkan bahwa koneksi politik membawa keuntungan besar bagi perusahaan. Studi tahun 2021 dari Universitas Airlangga, misalnya, menemukan bahwa koneksi politik di perusahaan meningkatkan profitabilitas dengan akses kemudahan dan lanskap politik. Penelitian lain yang terbit di Journal of Corporate Finance pada 2020 menambahkan, perusahaan Indonesia dengan koneksi politik sering mendapatkan pendanaan lebih mudah dan biaya modal lebih rendah, yang membuat mereka lebih kompetitif. Riset yang saya terbitkan dengan rekan dari Universiti Malaysia Sarawak pada 2022 juga menemukan bahwa perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk bisa menggunakan koneksi politik untuk menghindari sanksi atau mendapatkan perlakuan istimewa dari pemerintah.

Koneksi politik dalam perusahaan biasanya melibatkan politikus yang duduk sebagai eksekutif atau komisaris dan terbagi menjadi dua bentuk: relasional dan transaksional.

Koneksi relasional terjadi ketika politikus tetap berpengaruh meskipun ada perubahan rezim, biasanya karena mereka telah menjabat lebih dari satu periode. Sebaliknya, koneksi transaksional bersifat jangka pendek dan berbasis pertukaran manfaat, dengan politikus yang hanya terlibat selama satu periode atau tidak bertahan setelah pergantian rezim. Studi menemukan bahwa hampir 9% emiten di Indonesia memiliki koneksi politik transaksional. Perusahaan-perusahaan ini, yang umumnya memiliki aset besar dan kinerja baik, memanfaatkan hubungan politik untuk meraih keuntungan tambahan.

Belum lama ini, Project Multatuli juga memetakan hubungan erat antara pemilik bisnis batu bara dengan lingkaran dinasti politik seperti Aburizal Bakrie, Fuganto Widjaja, Sandiaga Uno, Edwin Soeryadjaya, Garibaldi “Boy” Thohir, Erick Thohir, Agus Lasmono, Low Tuck Kwong, Prabowo Subianto, dan Luhut Binsar Pandjaitan. Boy Thohir, pengusaha yang masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia versi Forbes, sempat menyebut bagaimana sepertiga penyumbang perekonomian Indonesia siap membantu memenangkan pasangan Prabowo-Gibran dalam sekali putaran.

Koneksi politik dan dinasti politik

Dinasti politik adalah kondisi ketika kekuasaan politik dikuasai oleh kelompok atau keluarga yang sama secara turun-temurun. Koneksi politik dalam perusahaan memperkuat dinasti dengan memberikan dukungan finansial dan sumber daya kepada politikus, yang kemudian menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk memberikan keuntungan kepada perusahaan tersebut.

Politikus yang menerima donasi atau kompensasi dari perusahaan memanfaatkan dana tersebut untuk berkampanye dan memperkuat organisasi mereka. Penelitian menunjukkan bahwa politisi dengan dukungan dana yang besar memiliki peluang lebih tinggi untuk memenangkan pemilihan. Siklus ini memperkuat kepentingan jangka panjang para politikus, sekaligus mempertahankan dominasi mereka dalam pemerintahan, menciptakan kekuasaan yang berkelanjutan dan bisa diwariskan.

Dampak dari dinasti politik ini sangat merugikan. Dengan kekuasaan yang terkonsolidasi, para politikus seringkali membuat kebijakan yang lebih menguntungkan perusahaan yang mendukung mereka, bukan untuk kepentingan publik. Bahkan, sebuah studi di Turki menunjukkan bagaimana penyelewengan kekuasaan dampak berdampak pada ketersediaan energi di suatu daerah.

Ini menciptakan ketidakadilan pasar dan menghambat persaingan sehat, karena perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki koneksi politik terpaksa menghadapi hambatan yang tidak adil. Selain itu, dinasti politik mengancam prinsip-prinsip demokrasi dengan mengurangi akuntabilitas dan transparansi.

Hal tersebut mengakibatkan kuatnya budaya korupsi, antimeritokrasi, dan stagnasi kesejahteraan. Contoh nyatanya adalah seperti yang terjadi di Filipina. Keluarga Marcos dan Duterte mempertahankan kekuasaan melalui suksesi turun-temurun, memperburuk ketimpangan ekonomi dan memperkokoh cengkeraman mereka dalam pemerintahan. Terpilihnya Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr. dan Sara Duterte, anak dari kedua mantan presiden tersebut mencerminkan siklus tersebut.

Di negara negara Afrika, seperti keluarga Kenyatta di Kenya dan keluarga Bongo di Gabon, juga mengamankan kekuasaan melalui patronase dan suksesi keluarga tanpa persaingan terbuka. Hasil dari dinasti politik tersebut berujung pada korupsi, salah urus, dan ketidaksetaraan. Fenomena ini menghalangi pembangunan dan demokrasi di kedua wilayah.

Awal mula terbentuknya koneksi politik

Formasi koneksi politik dalam perusahaan sering kali berkembang dari bentuk transaksional menjadi kerja sama yang lebih formal. Awalnya, politikus dan pengusaha terhubung melalui hubungan transaksional, saling memberi keuntungan jangka pendek. Namun, seiring waktu, hubungan ini dapat bertransformasi menjadi usaha patungan (joint venture).

Di sini, politikus dan pengusaha yang memiliki koneksi sebelumnya menjadi pemegang saham substansial di perusahaan baru. Dalam kerja sama ini, mereka tidak hanya menguasai proyek-proyek strategis negara, tetapi juga mendapatkan kontrol yang signifikan atas aset dan kebijakan, memperkuat kekuasaan mereka dalam bisnis dan pemerintahan.

Sebuah penelitian yang terbit tahun 2013 membuktikan bahwa kelompok bisnis Bakrie, yang pada saat itu bagian kuat dari politik Indonesia, telah memengaruhi kebijakan negara dalam kasus lumpur Lapindo dan Newmont. Sementara, penelitian tahun 2017 menunjukkan adanya kolaborasi pemerintah daerah dan pengusaha dalam proyek di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Apa yang harusnya dilakukan korporasi?

Untuk menghentikan pembentukan dinasti politik dari koneksi perusahaan, korporasi harus bertanggung jawab dengan cara transparan.

Pertama, mereka harus mengungkapkan jumlah donasi yang diberikan kepada partai politik dan politikus, seperti yang dilakukan di Amerika Serikat. Selain itu, dukungan atau lobi perusahaan terhadap kebijakan nasional dan proyek strategis juga harus dilaporkan.

Transparansi ini akan memungkinkan publik memantau hubungan antara perusahaan dan politikus, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan memastikan keputusan kebijakan lebih adil dan terbuka.

Kedua, untuk mencegah politikus terlibat langsung dalam perusahaan, terutama yang menangani proyek nasional, peraturan ketat dalam tata kelola perusahaan harus diterapkan. Korea Selatan, misalnya, memiliki undang-undang yang melarang perusahaan yang dimiliki oleh pejabat publik untuk berpartisipasi dalam tender publik atau kontrak dengan entitas pemerintah tempat pejabat tersebut bekerja.

Brasil juga memiliki Undang-Undang Etika dalam Pemerintahan yang meregulasi keterlibatan pejabat publik dengan proyek bersama pengusaha. Langkah ini akan mengurangi konflik kepentingan dan memastikan keputusan bisnis tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik pribadi.

Jika larangan semacam itu sulit diterapkan, maka pengungkapan pemilik perusahaan yang terlibat dalam proyek strategis nasional menjadi wajib. Perusahaan harus terbuka mengenai siapa saja yang memiliki jumlah saham secara signifikan, terutama yang memiliki hubungan politik. Transparansi ini akan membantu publik mengetahui siapa yang mendapat keuntungan dari proyek nasional dan memastikan adanya pengawasan ketat terhadap potensi konflik kepentingan.

Perusahaan memiliki tanggung jawab besar untuk menghentikan praktik “koneksi politik” yang membentuk dinasti politik dan merugikan masyarakat. Dinasti politik lahir bukan hanya dari penyalahgunaan kekuasaan, tetapi juga dari tata kelola korporasi yang tidak transparan. Dengan memperbaiki praktik bisnis ini, perusahaan dapat mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) tentang perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh.

Transparansi dalam donasi politik, pembatasan peran politikus, dan pengungkapan pemilik proyek strategis adalah langkah konkret pertanggungjawaban korporasi untuk menghindari pembangunan sebuah dinasti politik.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 191,400 academics and researchers from 5,063 institutions.

Register now