Menu Close
KKN universitas selama ini seringkali hanya dijadikan syarat administratif atau formalitas kelulusan mahasiswa. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Proyek Indonesia dan Australia bantu buat KKN kampus lebih efektif di 4 provinsi

Lebih dari 3.000 perguruan tinggi di Indonesia menjalankan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) supaya mahasiswa bisa menerapkan ilmunya bagi masyarakat melalui praktik mengajar maupun berpartisipasi dalam upaya peningkatan potensi desa, dan pembangunan daerah.

Namun, studi internal dari Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) - proyek kemitraan Pemerintah Indonesia dan Australia - mengatakan pengabdian masyarakat di Indonesia seperti KKN selama ini tidak efektif karena hanya dijadikan syarat administratif atau formalitas kelulusan mahasiswa.

Parmagarjito, salah satu peneliti di KOMPAK, misalnya, menilai KKN dari kampus sering dijalankan tanpa ada target, metode, dan proses pengawasan yang jelas.

“Tidak ada road map [peta jalan] yang panjang dan terkait mau ke mana sebenarnya kegiatan tersebut,” katanya.

Dalam webinar berjudul “Kolaborasi Universitas dan Desa melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik” yang diadakan akhir September, KOMPAK menawarkan konsep program pengabdian masyarakat bernama ‘Universitas Membangun Desa’ yang dirancang untuk mengatasi ketidakefektifan KKN.

Aspek utama dari skema UMD adalah adanya pemetaan masalah secara rinci berupa riset lapangan, rapat dengan pemerintah daerah, serta diskusi dengan seluruh perangkat desa hingga lembaga swadaya jauh sebelum menurunkan mahasiswa.

Parmagarjito mengindikasikan bahwa ini berkebalikan dengan praktik KKN di mana perguruan tinggi menentukan tenaga mahasiswa, durasi pengabdian, hingga dana yang dibutuhkan sebelum mengidentifikasi masalah di desa.

Pada tahun 2016, KOMPAK melaksanakan uji coba program UMD untuk pertama kalinya dengan menggandeng empat universitas berdasarkan kompetisi terbuka - Universitas Katolik Parahyangan di Jawa Barat, Universitas Jember di Jawa Timur, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry di Aceh.

Hingga kini, program tersebut telah melibatkan 18 desa di empat provinsi dan lebih dari 600 mahasiswa.

Bagaimana skema ini bekerja

Hermanto Rohman, Koordinator Pusat Pemberdayaan Masyarakat di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember menjelaskan ada dua tahap dalam program UMD.

Pertama, pemetaan masalah yang dilakukan peneliti di universitas bersama pemerintah daerah. Kedua, pelaksanaan proyek percontohan yang melibatkan mahasiswa.

Di tahap awal, tim P2KKN LPM Universitas Jember dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten (BAPPEKAP) Bondowoso, Jawa Timur menentukan lokasi UMD di beberapa desa berdasarkan riset mereka mengenai desa-desa di Kabupaten Bondowoso yang memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dari daerah lain di provinsi tersebut.

Studi tersebut, ditambah dengan diskusi bersama KOMPAK dan beberapa desa di Kabupaten Bondowoso, juga menunjukkan bahwa penyebab susahnya penanggulangan kemiskinan di Bondowoso adalah tidak adanya basis data kemiskinan.

“Maka, program kami saat itu mengembangkan sistem informasi terkait data kemiskinan yang ada di desa,” kata Hermanto.


Read more: Agar setahun 'service learning' ala Kampus Merdeka Menteri Nadiem tak sia-sia bagi mahasiswa dan masyarakat


Sementara itu, melalui skema diskusi berbasis riset di atas, universitas lain dalam program UMD juga menemukan masalah yang berbeda-beda.

UIN Alauddin di Makassar, Sulawesi Selatan, misalnya, menemukan layanan kesehatan ibu dan anak yang buruk di beberapa desa di provinsi tersebut.

Ketika memasuki tahap uji coba, LPM Universitas Jember bersama dengan Pemda Kabupaten Bondowoso dan KOMPAK mengadakan proyek percontohan terlebih dahulu selama 45 hari di 10 desa di Kabupaten Bondowoso.

Setelah ketiga pihak tersebut menentukan lokasi, permasalahan, proyek yang akan dijalankan, hingga pembuatan modul pelaksanaan proyek, baru kemudian Universitas Jember membuka lowongan bagi mahasiswanya untuk mendampingi sosialisasi, survei, dan evaluasi lapangan selama proyek berjalan.

Sekitar 800 mahasiswa yang mendaftar seleksi terbuka, dan terpilih 211 mahasiswa untuk diterjunkan di 10 desa tersebut.

Bantu uji coba kebijakan daerah

Studi internal KOMPAK pasca uji coba pada 2019, berupa wawancara dengan 70 responden di tujuh desa serta pertanyaan terbuka kepada 170 mahasiswa, mengindikasikan bahwa skema UMD ini membantu pemerintah daerah menguji kebijakan mereka sebelum diperluas.

Dalam proyek pembentukan Sistem Administrasi dan Informasi Desa (SAID) di Kabupaten Bondowoso bersama Universitas Jember, proyek percontohan yang dijalankan di 10 desa memungkinkan tim lapangan Universitas Jember mencatat kekurangan dan memberi masukan terhadap kebutuhan fasilitas tambahan yang dibutuhkan di tiap desa uji coba.

Pada tahun berikutnya, pemerintah daerah kemudian memasukkan berbagai hal tersebut ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017 untuk mendukung pelaksanaan program tersebut di 61 desa lain.

Evaluasi program UMD yang dilaksanakan oleh Universitas Jember untuk mengembangkan Sistem Administrasi dan Informasi Desa (SAID) di Kabupaten Bondowoso. Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK)

Pada akhirnya, Bupati Bondowoso mengeluarkan Peraturan Nomor 50 Tahun 2017 tentang pelaksanaan Sistem Administrasi dan Informasi Desa.

Bahkan, pelaksanaan sistem tersebut juga menginspirasi beberapa desa lain di sekitar Kabupaten Bondowoso untuk mengucurkan anggaran dan mengembangkan sistem informasi desa mereka sendiri.

Down the road [seiring jalan] setelah tiga tahun implementasi uji coba, kami melihat adanya perluasan dan replikasi bahkan di luar daerah uji coba. Terlihat di Kabupaten Pangkep yang kemudian menggandeng 17 universitas lain dan di beberapa lokasi lainnya,” lengkap Parmagarjito.

Namun, Santoso, direktur eksekutif di lembaga riset sosial Article 33 memperingatkan sebagai program yang berasal dari institusi perguruan tinggi, penting bagi UMD untuk menonjolkan riset dan analisis akademik.

“UMD itu adalah pelibatan universitas sebagai institusi, bukan sekumpulan mahasiswa yang datang ke desa. Jadi, artinya dia itu harus membawa sesuatu yang berasal dari universitas tersebut,” ungkapnya.

“Misalnya adalah inovasi, inovasi teknologi, atau pendekatan dalam pengelolaan pertanian, atau apa pun yang merupakan hasil dari sekumpulan pakar di universitas.”


CATATAN EDITOR: Versi sebelumnya salah menyebutkan jabatan Hermanto Rohman. Kami telah melakukan koreksi dan menambahkan jabatan yang benar.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now