Menu Close

Rasa sepi adalah kanker sosial, sama berbahayanya dengan kanker fisik

Shutterstock

Proyek ABC Australia Talks bertujuan mendorong perbincangan terkait topik-topik yang luas - dari jaminan kerja dan kebiasaan seksual hingga kebanggaan nasional dan keuangan pribadi.

Proyek ini berdasarkan hasil survei representatif terhadap lebih dari 50.000 orang Australia.

Satu pertanyaan yang difokuskan adalah “Apakah Anda kesepian? Dan saat Kepala ABC Itra Buttrose ditanya apa yang paling mengejutkan dan mengkhawatirkan dari survei ini, dia menggarisbawahi data terkait rasa sepi.

Jadi, seberapa penting rasa kesepian? Apakah sama pentingnya dengan perubahan iklim, ekonomi atau pendidikan? Menurut kami iya, dan hasil-hasil survei ini akan menjelaskan.


Read more: 1 in 3 young adults is lonely – and it affects their mental health


Kesepian membunuhmu

Pertama, rasa sepi itu pembunuh. Sebuah meta-analisis berpengaruh, yang mengumpulkan dan menganalisis hasil dari hampir 150 penelitian, menggarisbawahi dampak kesehatan dari rasa sepi - lebih tepatnya, kurangnya integrasi sosial dan dukungan sosial.

Analisis ini menemukan bahwa rasa kesepian meningkatkan risiko kematian lebih besar dibanding pola makan buruk, obesitas, konsumsi alkohol dan kurangnya olahraga, dan sama berbahayanya dengan merokok berat.


Read more: Dogs really can chase away loneliness


Orang tidak tahu kesepian itu membunuh

Kedua, sebagian besar orang tidak tahu bahwa kesepian itu berbahaya. Menurut riset kami, orang di Inggris dan di Amerika Serikat ketika diminta membuat peringkat seberapa penting beragam faktor dalam kesehatan, integrasi sosial dan dukungan sosial ada di peringkat terbawah.

Namun, dalam penelitian yang akan terbit, kami menemukan kualitas hubungan sosial itu empat kali lebih penting dalam memprediksi kesehatan fisik dan mental pensiunan dibanding kondisi keuangan mereka.

Saat orang pensiun, kualitas hubungan sosial mereka jauh lebih penting sebagai indikator kesehatan fisik dan mental ketimbang seberapa kaya mereka. from www.shutterstock.com

Tapi kapan terakhir kali kita melihat iklan di TV yang menyerukan agar kita menata kehidupan sosial kita (alih-alih dana pensiun) sebelum berhenti bekerja? Kapan terakhir kali kita mendengar peringatan tentang bahaya kesepian dari tenaga ahli medis?


Read more: 'I really have thought this can’t go on': loneliness looms for rising numbers of older private renters


Ketidaktahuan kita terhadap dampak kesehatan dari kesepian adalah cerminan kenyataan bahwa kesepian bukan bagian dari percakapan sehari-hari kita terkait kesehatan.

Siapa yang merasa kesepian?

Temuan paling mengejutkan dari survei nasional Australia Talks adalah demikian meluasnya rasa kesepian di Australia saat ini. Hanya setengah (54%) responden melaporkan "jarang” atau “tidak pernah” merasa kesepian.

Survei ini juga menemukan bahwa rasa kesepian menjadi tantangan khusus di beberapa kelompok orang. Tiga di antaranya menonjol.

1. Orang muda

Di antara orang berusia 18-34 tahun, hanya sepertiga (32%) yang “jarang” atau “tidak pernah” merasa kesepian. Lebih dari seperempat (30%) mengatakan merasa “sering” atau “selalu” merasa kesepian.

Sangat kontras dengan orang-orang yang lebih; lebih dari dua pertiga orang yang lebih tua (71%) “jarang” atau “tidak pernah” merasa kesepian. Citra yang sering kita gunakan bahwa orang yang kesepian biasanya orang yang berusia lanjut menunjukkan kita perlu memperbarui data (dan pola pikir kita).


Read more: Social media: is it really to blame for young people being lonelier than any other age group?


2. Penduduk di pusat kota

Kelompok kedua yang mengalami kesepian sebagai masalah serius adalah orang-orang yang tinggal di tengah kota.

Dibanding mereka yang tinggal di pinggiran, orang yang tinggal di tengah area metropolitan lebih jarang mengatakan “jarang” atau “tidak pernah” merasa kesepian, tapi lebih sering mengaku “kadang”, “sering” atau “selalu” merasa sepi (50% vs 42%).

Lagi-lagi, ini berkebalikan dengan anggapan bahwa kesepian seringkali dirasakan oleh mereka yang tinggal berjauhan satu sama lain.

Tapi ini juga menunjukkan realitas psikologis dari rasa sepi. Kami mencatat di buku kami The New Psychology of Health, kesehatan dan kesejahteraan orang sangat berhubungan dengan kekuatan hubungan dan identifikasi dengan kelompok dan komunitas dalam berbagai bentuk.


Read more: Many people feel lonely in the city, but perhaps 'third places' can help with that


3. Orang dengan penghasilan rendah

Sekitar 21% orang yang mempunyai penghasilan di bawah 600 dolar Australia (Rp5,7 juta) per minggu “sering” atau “selalu” merasa sepi. Sebagai perbandingan, orang berpenghasilan lebih dari 3000 dolar Australia yang “sering” atau “selalu” merasa sepi hanya setengahnya (10%).

Ini menunjukkan kenyataan umum (namun sering diabaikan) di seluruh dunia bahwa kemiskinan adalah faktor prediksi terbesar dari kesehatan yang buruk, terutama depresi dan penyakit mental lainnya.

Ini juga mendukung hasil pengamatan kami bahwa kalau kita cukup beruntung untuk memiliki banyak uang saat pensiun, maka ini akan memungkinkan kita untuk mempertahankan dan membangun hubungan sosial.


Read more: How we could make the retirement system more sustainable


Apa yang kita bisa lakukan terhadap rasa sepi?

Jadi, ada banyak yang perlu kita diskusikan terkait rasa sepi. Diskusi perlu mempertanyakan apa yang akan kita lakukan untuk mengatasi kanker sosial yang sama berbahayanya dengan kanker fisik ini?

Bagi kita, sebagian besar jawabannya ada pada usaha untuk membangun kembali hubungan sosial berbasis kelompok yang terkikis oleh kehidupan modern.

Dalam kehidupan modern, banyak jenis komunitas - keluarga, bertetangga, jemaah, partai politik, serikat kerja, dan bahkan lingkungan kerja - yang terus-menerus di bawah ancaman. Mari kita mulai saling berbicara.


Read more: Designing cities to counter loneliness? Let's explore the possibilities


This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now