Menu Close

Reformasi Bank Dunia dibutuhkan agar relevan dengan tatanan dunia yang berubah

Mantan Menteri Keuangan Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala memenuhi kualifikasi untuk memimpin Bank Dunia. EFE-EPA/EPA/Gian Ehrenzeller

Pengunduran diri secara mendadak yang dilakukan oleh Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, telah memunculkan debat tentang suksesi kepemimpinan dan misi lembaga keuangan internasional tersebut.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mencalonkan kandidat pilihannya, David Malpass, yang dikenal karena kritik tajamnya kepada Bank Dunia selama masa jabatannya sebagai Wakil Sekretaris Urusan Internasional di Departemen Keuangan. Malpass juga dikenal karena sikapnya yang anti Cina dan mendukung kebijakan proteksionis.

Dengan menominasikan Malpass, Trump melanjutkan tradisi penunjukan orang Amerika untuk memimpin badan keuangan multilateral tersebut. Ini adalah tradisi lama yang tidak memperhitungkan perubahan signifikan dalam distribusi kekuatan global.

Secara khusus, ada kemajuan yang mencolok dari negara-negara berkembang seperti Cina. Dengan adanya perubahan substansial terkait pelaku-pelaku ekonomi utama dunia, terdapat kebutuhan untuk memikirkan kembali tujuan dan fokus Bank Dunia dan beberapa lembaga multilateral lainnya.

Bank Dunia memiliki peranan penting untuk negara berkembang. Banyak yang akan bisa dilakukan jika AS memberi ruang kepada yang lain di dalam institusi tersebut. Perdebatan suksesi kepemimpinan seharusnya tidak hanya terpaku pada kepribadian. Sebaliknya, perdebatan suksesi kepemimpinan ini harus digunakan untuk menciptakan ruang refleksi kembali apa tujuan badan multilateral, peranan substantif di masa depan, kebutuhan untuk memperkuat sistem multilateralisme yang inklusif, dan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperkuat posisi ekonomi yang baru dan juga negara berkembang.

Reformasi menyeluruh Bank Dunia diperlukan sebagai bagian dari memikirkan kembali tatanan dunia saat ini, dan memberikan suara yang bermakna kepada negara-negara berkembang untuk lembaga ini.

Sejarah

Bank Dunia didirikan pada 1944. Badan internasional ini didirikan dari inisiatif AS, yang didukung oleh kekuatan Barat lainnya. Institusi tersebut dibentuk untuk memimpin rekonstruksi dan pembangunan di Eropa pasca-Perang Dunia II, yang kemudian peranannya lebih fokus untuk membantu negara-negara berkembang.

Secara historis, Bank Dunia dipimpin oleh orang Amerika, sedangkan Dana Moneter Internasional (IMF) dipimpin oleh orang Eropa. Penunjukkan ini berdasarkan pada “perjanjian tak tertulis” yang dibangun oleh kekuatan Barat pada periode pasca-perang.

Perjanjian tersebut telah mencegah kandidat dari wilayah dunia lain mengambil peran kepemimpinan. Dalam perlombaan kepemimpinan Bank Dunia sebelumnya, misalnya, mantan Menteri Keuangan Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala tidak dipilih. Ini terlepas bahwa dirinya mendapat mandat dari eselon pemerintahan tertinggi, di Bank Dunia di mana dirinya sebelumnya memegang jabatan senior, dan juga mandat dari komunitas yang lebih luas.

Okonjo-Iweala bersaing dengan Kim, nominasi calon dari Presiden Barack Obama. Setelah pencalonan dan penunjukan Kim, muncul kekhawatiran mengenai kualifikasi dirinya dan cocok atau tidaknya dirinya dalam pekerjaan tersebut. Hal itu membuat Bank Dunia menjadi bahan cemoohan terkait “komitmen terhadap proses seleksi terbuka yang transparan”. Proses pemilihan yang terjadi tidak berdasarkan atas prestasi yang dicapai para kandidat.

AS telah menggunakan kepemimpinan Bank Dunia untuk kepentingannya dan untuk menunjukkan kekuatannya. Meskipun sikap dan posisi Bank Dunia terus berubah selama bertahun-tahun, institusi tersebut tetap membawa kepentingan AS. Dalam beberapa tahun terakhir, Bank Dunia telah mengalami krisis eksistensial. Hal ini ditunjukkan dengan semangat kerja yang berada pada titik terendah sepanjang masa di bawah kepemimpinan Kim.

Mendefiniskan ulang peran

Bank Dunia juga terbukti tidak dapat mendefinisikan ulang perannya sebagai lembaga pemberi pinjaman di tengah munculnya pemberi pinjaman non-tradisional seperti Cina. Empat tahun lalu Beijing mendirikan bank infrastruktur sendiri, Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB). Ini adalah bank pembangunan multilateral yang berfokus pada pembiayaan infrastruktur, persis seperti pekerjaan Bank Dunia.

Terancam oleh Cina atas pinjaman pembiayaan infrastruktur, AS berusaha untuk membujuk sekutunya– termasuk Australia, Jerman, Prancis, dan Inggris–untuk tidak berpartisipasi dalam AIIB. Banyak yang menentang AS demi kepentingan mereka sendiri dan juga sebagai pengakuan atas pengaruh Cina terhadap ekonomi global yang kuat.

AS tampaknya memperkuat kekuasaannya atas Bank Dunia. Tampaknya terdapat niat untuk mengubah institusi tersebut menjadi senjata geopolitik untuk melemahkan pengaruh Cina yang semakin meningkat. Sebagai contoh, Trump telah menyatakan keraguannya kepada Bank Dunia karena memberikan pinjaman ke Cina.

Tindakan Amerika tersebut mengabaikan fakta bahwa keterlibatan Bank Dunia di Cina memberi AS kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan di negara tersebut. Hal ini secara potensial bisa menjadi upaya untuk menjaga Cina sebagai aktor penting dalam tatanan dunia liberal.

Membenci Cina dapat menjadi bumerang dan malah mendorong negara tersebut menjauh dari tatanan dunia yang dipimpin AS. Ini bisa mendorong Cina menciptakan sekumpulan aliansi dan institusi tersendiri dengan cara yang sama saat ketegangan Perang Dingin antara AS dan Rusia setelah Perang Dunia Dua terjadi.

Jika AS percaya diri akan kekuatannya dan serius tentang komitmennya untuk memperkuat lembaga multilateral, AS tidak akan memperlakukan organisasi seperti Bank Dunia seolah-olah mereka adalah perpanjangan dari lembaga pemerintahnya.

Pentingnya untuk mengambil langkah

Kegagalan untuk beradaptasi pada tatanan dunia yang berubah mengakibatkan kekuatan baru seperti Cina berjalan dengan cara mereka sendiri. Perkembangan seperti itu akan menandakan munculnya semakin banyaknya multipolaritas tanpa adanya pemahaman multilateralisme. Hal ini menciptakan berbagai macam kepentingan dan nilai-nilai yang bertentangan di antara berbagai kelompok negara.

Untuk memastikan ini tidak terjadi diperlukan reformasi institusi seperti Bank Dunia. Proses seperti itu harus dimulai dengan memiliki kepala badan yang tidak berasal dari AS dan yang dipilih berdasarkan prestasi sehingga hal tersebut bisa dilihat sebagai sinyal penting bahwa masa lalu telah ditinggalkan.

Bank Dunia membutuhkan pemimpin yang transformatif yang dapat memfokuskan kembali lembaga tersebut untuk bekerja bersama bank-bank yang berbasis pembangunan generasi baru, lembaga-lembaga keuangan pembangunan, dan instrumen-instrumen pembiayaan lain yang didukung negara-negara berkembang. Semua ini diperlukan untuk mengatasi tantangan pembangunan di negara berkembang. Malpass berasal dari tatanan orde lama dan tidak memiliki kualifikasi untuk mengambil tugas tersebut.

Artikel Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Muhammad Gaffar

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now