Menu Close

Reshuffle kabinet: Sarat unsur politik, tiga pakar kecewa Zulkifli Hasan jadi menteri perdagangan

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti serah terima jabatan menteri perdagangan di Gedung Kemendag, Jakarta, Rabu (15/6/2022). Zulkifli Hasan yang menggantikan M Lutfi tersebut berjanji untuk menyelesaikan persoalan minyak goreng termasuk minyak goreng curah dalam rangka melanjutkan tugas menteri sebelumnya. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/rwa

Pakar ekonomi berpendapat bahwa reshuffle atau kocok ulang kabinet kali ini mengecewakan. Pasalnya, alih-alih memilih sosok berlatar profesional, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru menempatkan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, sebagai menteri perdagangan.

Jokowi mengumumkan pergantian kabinet pada Rabu, 15 Juni 2022. Zulkifli merupakan salah satu menteri yang dilantik, menggantikan Muhammad Lutfi sebagai menteri perdagangan. Sebelumnya, Zulkifli pernah menjabat sebagai menteri kehutanan pada periode 2009-2014 dan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 2014-2019.

Dengan kompleksitas sektor perdagangan yang bersifat multi-sektoral dan harus berhadapan dengan urusan ekspor-impor, perjanjian perdagangan bebas, hingga permasalahan harga pangan yang tengah menghimpit Indonesia, pakar menilai bahwa negara membutuhkan sosok profesional dengan kompetensi yang sesuai. Pemilihan Zulkifli dinilai sarat muatan politik dan tidak tepat dalam menjaga stabilitas ekonomi hingga 2024 nanti.

Kapabilitas Zulkifli Hasan hadapi tantangan sektor perdagangan diragukan

Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengatakan bahwa ada sedikit kekecewaan ketika Jokowi memilih sosok menteri perdagangan yang memiliki latar belakang politik.

“Padahal menteri perdagangan inilah yang paling disorot kinerjanya dengan banyaknya tumpukan pekerjaan rumah dan tantangan di dalam negeri – bukan hanya stabilitas harga pangan tapi juga meningkatkan kinerja ekspor dan bagaimana harus berkoordinasi dengan kementerian sektoral lain – tapi diisi oleh ketua umum partai politik,” ungkapnya.

Indonesia memang kini tengah menghadapi permasalahan harga bahan pokok, bermula dari melonjaknya harga minyak goreng sejak akhir tahun lalu. Kementerian telah mengambil sejumlah langkah, mulai dari pemberian subsidi, larangan ekspor, hingga pengetatan aturan kewajiban penyediaan stok dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dan penetapan harga domestik (domestic price obligation/DPO). Akan tetapi, harga minyak tak kunjung turun hingga kini.

Kenaikan harga minyak goreng ini disusul dengan kenaikan sejumlah harga pangan lainnya seperti cabai hingga daging dan telur ayam yang tidak terkontrol, akibat gagal panen dan gangguan rantai pasok global akibat konflik Rusia dan Ukraina.

Walaupun demikian, Bhima berpendapat bahwa ada baiknya memberikan waktu untuk melihat apakah Zulkifli bisa memperbaiki masalah harga dan rantai pasok minyak goreng, yang menjadi prioritasnya setelah terpilih sebagi menteri. Zulkifli juga diharapkan bisa meningkatkan neraca ekspor yang tidak hanya sekadar menggantungkan pada komoditas namun juga barang bernilai tambah, di tengah kondisi global yang tengah terpengaruh potensi resesi ekonomi Amerika Serikat (AS).

“Kita lihat lah dalam 100 hari ke depan, apakah Pak Zulkifli Hasan bisa membuktikan kepada publik bahwa dia tidak sekadar titipan politik. Kalau tidak bisa, ya sebaiknya mundur,” tegasnya.

Senada dengan Bhima, Fajar B. Hirawan dari Centre of Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan bahwa ia kurang sreg dengan terpilihnya Zulkifli sebagai menteri perdagangan.

“Pertimbangan pemilihan Ketua Umum Partai menjadi menteri bukanlah sebuah keputusan yang didasarkan atas track record (rekam jejak), kinerja, atau kecakapan menterinya, akan tetapi lebih didasarkan atas keputusan politis. Sisa dua tahun ini sudah merupakan tahun-tahun politik, sepertinya tidak ada lagi pemikiran rasional bagaimana merumuskan kebijakan perdagangan yang tepat terukur guna menjaga stabilitas ekonomi hingga 2024,” ujar Fajar.

Menurut Kunto Adi Wibowo, pakar komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, perombakan kabinet tentu akan selalu kental dengan bagi-bagi kekuasaan. Perombakan kali erat dengan konsolidasi politik menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2024.

Masyarakat memang membutuhkan angin segar karena telah sangat suntuk dengan problematika kenaikan harga bahan pokok dan kelangkaan minyak goreng. Menurut Kunto, siapa pun orangnya, digantinya menteri perdagangan akan membawa harapan baru bagi masyarakat dan menjadi cara terbaik untuk memenangkan kembali kepercayaan konstituen, walaupun belum tentu Zulkifli dapat memperbaiki keadaan.

Namun, figur-figur pejabat di sekitar Jokowi mungkin memiliki pemikiran berbeda.

PAN merupakan salah satu dari 3 partai politik yang terang-terangan mendukung wacana penundaan pemilu 2024.

Sebetulnya, secara politik, memberikan jatah kursi menteri kepada Zulkifli juga menimbulkan risiko munculnya asumsi-asumsi terkait agenda penundaan pemilu.

“Ini cukup berbahaya karena akan menimbulkan ketidakpastian tentang dilaksanakannya pilpres 2024,” ungkap Kunto.

Sosok menteri perdagangan yang dicari

Pakar berpendapat bahwa mengingat vital dan kompleksnya sektor perdagangan, sudah seharusnya menteri yang memimpin memiliki latar belakang yang sesuai.

Fajar menjabarkan bagaimana pada era kepemimpinan Agus Suparmanto, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kementerian perdagangan tidak membawa terobosan apa pun. Agus menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2019-2020, sebelum kemudian digeser oleh Lutfi yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Menteri Perdagangan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ia berargumen, “Terkait masalah kompetensi, dari dulu saya selalu berharap menteri-menteri yang mengurusi masalah strategis, seperti sektor perdagangan, diisi oleh kalangan profesional atau teknokrat, bukan politisi. Tantangan ke depan terkait pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri hingga partisipasi Indonesia dalam beberapa perjanjian regional dan multilateral, seperti RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) dan IPEF (Indo-Pacific Economic Framework), tampaknya memerlukan sosok yang paham betul terkait isu-isu tersebut.”

RCEP merupakan perjanjian perdagangan yang melibatkan sepuluh negara Asia Tenggara dengan lima mitra dagangnya yaitu Australia, Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru efektif berlaku dengan dimulainya tahun 2022. Sementara, IPEF diusulkan oleh Presiden AS Joe Biden pada Mei 2022 untuk menandingi RCEP, dengan keanggotaan yang nyaris sama namun tanpa melibatkan Cina.

Mengingat tumpukan permasalahan yang tengah dihadapi Indonesia dan luasnya cakupan sektor perdagangan yang memerlukan pemaham mendalam, Bhima menegaskan bahwa Menteri Perdagangan haruslah berasal dari kalangan profesional yang punya jam terbang dan tidak terafiliasi dengan kepentingan politik elektoral, sehingga bisa fokus bekerja. Posisi Zulkifli sebagai ketua umum partai tentunya menimbulkan tanda tanya tersendiri.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now