Menu Close

Review 25 tahun film Titanic: berantakan seperti kapalnya

Mari review ulang film Titanic
Scene Film Titanic: Kate dan Leo di atas kapal. Disney

Ketika dirilis 25 tahun lalu, film Titanic James Cameron merupakan film yang sangat populer. Film ini membuat dua pemeran utamanya, Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet, menjadi bintang. Banyak review yang sangat memuji Titanic, tidak hanya pada aspek teknis film tetapi juga akting dan alur cerita.

Pada tahun 1997, Titanic, dalam kutipan dari film tersebut, adalah “raja dunia!”

Pada saat itu, kita semua terhanyut dalam kisah romantis Jack Dawson dan Rose DeWitt Bukater, sepasang kekasih dengan nasib tragis yang romansa di atas kapal berakhir ketika Jack melakukan pengorbanan terakhir. Dia membeku di Atlantik yang sedingin es untuk menyelamatkan kekasihnya.

Namun, selama bertahun-tahun, kritikus dan penonton sama-sama telah mengamati ulang film tersebut dan menemukan bahwa film Titanic, seperti kapalnya, juga sedikit payah.

Saat pertama kali dirilis, sejumlah kecil kritikus sangat tidak menyukai Titanic.

Saat ini, semakin banyak orang mengevaluasi kembali tanggapan positif mereka terhadap film tersebut dan mengubah opini mereka. Dari karakter, cerita, hingga akhir film, ada sejumlah masalah dengan Titanic yang tampak dipertanyakan, dan ini sangat meresahkan.

Bahkan, beberapa kritikus menyebutnya sebagai film terburuk yang pernah dibuat – tapi ini mungkin terlalu jauh.

Obsesi yang tidak sehat

Di awal film, kita bertemu dengan Rose yang berasal dari keluarga kelas atas yang dipaksa menikah dengan “Cal” Hockley oleh ibunya yang merupakan seorang janda, Ruth, untuk menyelamatkan kekayaan keluarga dan mempertahankan status mereka di masyarakat. Karena tidak senang dengan situasinya, Rose memutuskan untuk melompat dari kapal. Dia diselamatkan oleh seorang gelandangan miskin, Jack.

Setelah itu, mulailah plot film yang menunjukkan pasangan itu terus-menerus lari dan bersembunyi dari pihak berwenang untuk bersama.

Pengejaran tanpa henti Jack terhadap Rose di sekitar kapal adalah perilaku obsesif. Kita hampir tidak belajar apa-apa tentang karakter Jack Dawson selain kenyataan bahwa dia adalah seniman yatim piatu yang miskin, dia menginginkan Rose, dan dia akan melakukan apa saja untuk memilikinya – meskipun mereka baru mengenal satu sama lain selama beberapa hari.

Apakah ini hubungan yang sehat?

Rose masih berusia 17 tahun dan mungkin terlalu tidak berpengalaman untuk mengidentifikasi seorang penguntit atau manipulator. Dipengaruhi oleh pesona Jack, Rose berbalik melawan ibunya, tunangannya, dan hampir semua orang dalam hidupnya. Bagaimana mungkin dia tidak melakukannya? Di atas kapal Titanic, hampir setiap orang kaya dan kelas atas digambarkan sebagai penjahat, sementara orang-orang di kelas tiga, atau pengemudi kapal, ditampilkan sebagai orang yang baik hati, sopan, dan berbudi luhur. Tunangan Rose pada setiap kesempatan hanyalah seorang lelaki jahat dan tidak berperasaan yang tidak peduli pada Rose atau siapapun kecuali dirinya sendiri.

Bahkan saat kapal sedang tenggelam, petugas-petugas kapal mendiskriminasi para penumpang dengan tiket paling murah. Mereka memastikan hanya orang kaya yang naik ke perahu penyelamat. Ini hanyalah salah satu dari banyak ketidakakuratan sejarah di film ini.

Semua karakter kelas atas yang kita temui di Titanic ditayangkan sebentar, selain saat mereka sedang tidak sopan, kejam, atau jahat. Mereka tampak seperti karakter dua dimensi yang kurang memiliki emosi bermakna.

Cinta sejati?

Salah satu tema utama film ini, bahwa cinta sejati melampaui kematian, juga tampak terlalu sentimental dan sederhana di zaman modern. Kita memahami bahwa remaja muda sering bersikap kurang dewasa dalam hubungan dan sering salah mengartikan nafsu atau obsesi sebagai cinta.

Apakah hubungan Jack dan Rose akan bertahan jika Jack selamat? Dia adalah seorang remaja 17 tahun yang miskin dan tidak nampak memiliki dukungan apa-apa. Saat berada di kapal, hubungan cinta mereka adalah fantasi tanpa tanggung jawab. Bagaimana cinta mereka akan berlanjut di dunia nyata?

Ini mengarahkan kita ke masalah lain. Rose selamat dari tenggelamnya dan kemudian menikah dengan lelaki lain dan memiliki keluarga dengan anak dan cucu. Namun, ketika Rose meninggal di akhir film, “rohnya” turun ke bangkai kapal tempat dia bertemu kembali dengan “cintanya” Jack.

Tentunya ini adalah tamparan bagi mendiang suami dan keluarganya. Dia menjalani seluruh hidupnya dengan orang-orang ini, tetapi film tersebut berakhir dengan Rose di akhirat dengan seseorang yang hanya dia kenal selama beberapa hari.

Penuh dengan lubang

Seringkali, mengkritik film dengan kepekaan modern bisa jadi tidak adil. Namun, Titanic menyertakan cukup banyak masalah yang, bahkan jika dipertimbangkan dengan konteks sosial saat pembuatannya, tampak bermasalah.

Ini tidak menghilangkan kenikmatan yang diperoleh banyak orang dari film tersebut selama bertahun-tahun, serta kecemerlangan teknisnya. Akan tetapi, hal tersebut menambah beban bagi para kritikus yang menentang film tersebut pada tahun 1997.

Seperti halnya kapal itu sendiri, film Titanic merupakan peninggalan zaman yang berbeda. Meninjaunya kembali dapat membuat kita bertanya-tanya mengapa kita tidak pernah memperhatikan lubang-lubang di dalamnya.


Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,000 academics and researchers from 4,921 institutions.

Register now