Menu Close
Pulau Enggano terletak di perairan sebelah selatan Bengkulu yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Engga Zakaria Sangian/Author provided.

Riset: bahasa Enggano yang terancam punah masih berkarib dengan bahasa Austronesia

Bahasa Enggano merupakan bahasa yang dituturkan oleh masyarakat di Pulau Enggano, sebuah pulau di perairan sebelah selatan Bengkulu yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Endangered Languages Project, platform daring yang mendukung pendokumentasian dan pelestarian bahasa-bahasa yang terancam punah, mengkategorikan Bahasa Enggano sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia yang terancam punah.

Selain perihal keterancamannya, penelitian terdahulu telah lama memperdebatkan status genetis bahasa Enggano yang terpecah menjadi dua pandangan.

Pertama Enggano dipandang sebagai rumpun bahasa Austronesia (misalnya bahasa Mentawai di Sumatra Barat ataupun bahasa Maori di Selandia Baru). Klaim ini didukung oleh penelitian tahun 1965, 1986, 2015, 2017, dan tahun 2024.

Pandangan Kedua, Enggano dianggap bukan rumpun bahasa Austronesia. Ini dinyatakan oleh penelitian tahun 1982 dan 2014.

Keraguan atas kekerabatan Enggano dengan rumpun bahasa Austronesia disebabkan oleh rendahnya kemiripan kosakata bahasa Enggano dengan bahasa-bahasa Austronesia lain.

Hingga 2021, salah satu katalog acuan resmi untuk bahasa, yaitu Ethnologue (edisi ke-24) yang diterbitkan oleh SIL International, masih menyatakan Enggano sebagai bahasa tanpa klasifikasi/kelompok. Namun, versi terkininya telah mengelompokkan Enggano sebagai bahasa Austronesia.

Artikel ini mengulas dua bukti kebahasaan yang menunjukkan kekerabatan Enggano dengan rumpun bahasa Austronesia, yaitu keunikan perubahan bunyi di bahasa Enggano serta keterkaitan makna kata antara bahasa Enggano dan beberapa bahasa Austronesia. Bukti ini penting karena menunjukkan bahwa bahasa Enggano tidak terisolasi dari rumpun bahasa besar.

Dokumentasi dan penelitian bahasa Enggano

Kami terlibat dalam dua penelitian internasional jangka panjang selama 2019-2024 dan 2022-2024. Kami mendokumentasikan dan merevitalisasi bahasa Enggano atas dukungan dana dari Arts and Humanities Research Council (AHRC)—pengelola hibah penelitian dari Inggris untuk bidang-bidang Humaniora dan Seni.

Kedua penelitian tersebut bertujuan untuk menghasilkan deskripsi tata bahasa, bahan ajar, kamus, dan bank data kosakata digital. Selain itu, dengan menggabungkan bank data historis (sejak pertengahan abad ke-19) dan data bahasa Enggano kontemporer, penelitian kami mencoba menelusuri bukti-bukti lebih lanjut dalam menentukan kekerabatan bahasa Enggano.

Beberapa penelitian sebelumnya (pada 1986, 1988, dan 2015) mulai memperlihatkan sejumlah bukti bahasa Enggano berkerabat dengan rumpun bahasa Austronesia, meskipun ciri-cirinya “menyimpang” dari bahasa Austronesia lainnya.

Status “menyimpang” ini salah satunya disebabkan oleh kompleksitas sejarah perubahan bunyi bahasa Enggano yang tidak biasa ditemukan secara lintas bahasa.

Kompleksitas sejarah bahasa Enggano

Salah satu contoh kekerabatan bahasa Engano dengan bahasa Austronesia dapat diamati pada kata bakub dalam bahasa Enggano, yang secara harfiah berarti ‘mata rumah’ atau ‘jendela’ dalam bahasa Indonesia. Kemiripan ini ditemukan oleh Bernd Nothofer, salah seorang peneliti dalam tim kami melalui risetnya yang terbit tahun 2021.

Kata bakub yang merujuk pada konsep ‘jendela’ terdiri atas dua komponen, yaitu bak yang berarti ‘mata’ dan ub yang berarti ‘rumah’. Gabungan keduanya memiliki makna kiasan ‘mata rumah’. Makna ini menunjukkan cara pandang masyarakat Enggano terhadap konsep ‘jendela’ sebelum orang Barat memperkenalkan jendela persegi dan kata “jendela”.

Selain digunakan untuk merujuk pada anggota tubuh, “mata” dalam bahasa Enggano (dan banyak bahasa Austronesia lainnya) juga dapat mengacu ke beragam arti, di antaranya ‘titik perhatian utama/pusat/bagian terpenting’.

Penggunaan kata bak atau ‘mata’ untuk ‘jendela’ tampaknya dipengaruhi oleh struktur rumah adat Enggano. Secara historis, rumah-rumah di wilayah budaya Austronesia barat tidak memiliki jendela berbentuk persegi, seperti yang kita kenal sekarang. Rumah-rumah di wilayah Austronesia cenderung memiliki bukaan cukup lebar berbentuk bulat di bagian dinding rumah dan pintu masuk. Bukaan seperti ini juga ditemukan pada rumah adat suku Enggano.

Potret rumah tradisional masyarakat Enggano. Modigliani (1894: 113).

Gambar di atas, yang diperoleh dari Modigliani (1894: 113), menunjukkan bahwa bukaan bulat di rumah tradisional Enggano terlihat seperti mata. Secara fungsi, bagian ini merupakan pusat/titik utama keluar masuknya penghuni rumah.

Menariknya, arti ‘jendela’ yang secara metaforis mengandung kata “mata”, seperti bakub dalam bahasa Enggano, ditemukan juga di beberapa bahasa Austronesia lainnya.

Kamus Komparatif bahasa Austronesia mencatat konsep ini ditemukan di bahasa-bahasa berikut: (i) bahasa Mentawai (mata lalap [lalap berarti ‘rumah’]); (ii) bahasa Alune (mata losi); (iii) bahasa Nehan (mata nar um [um berasal dari Rumaq ‘rumah’]); (iv) bahasa Tonga (mata pā ‘mata dinding’); (v) bahasa Maori (mata-aho ‘jendela’).

Kemiripan ungkapan untuk ‘jendela’ tersebut dapat menjadi salah satu bukti kebahasaan atas kedekatan bahasa Enggano dengan bahasa Austronesia yang lain. Beberapa penelitian lain berfokus pada keberagaman atas struktur dan fungsi rumah di budaya Austronesia secara komparatif, ataupun yang berfokus di Indonesia (seperti yang diterbitkan tahun 2003 dan 2008)

Perubahan bunyi konsonan dalam bahasa Enggano

Kata bakub (dan unsur kata pembentuknya) juga mencerminkan keterkaitan bahasa Enggano dengan bahasa Proto-Melayu-Polinesia (PMP), salah satu cabang dari bahasa Proto-Austronesia (PAN). Bahasa Indonesia, Bahasa Malaysia, dan ragam bahasa Melayu lain di Indonesia dan Asia Tenggara adalah beberapa contoh turunan PMP dalam kelompok Malayik Inti (Nuclear Malayic).

Keterkaitan Enggano dengan PMP ini terlihat dalam kompleksitas perubahan bunyi (terutama konsonan) yang jarang ditemukan secara lintas bahasa. Perubahan bunyi tersebut menjadi kekhasan bahasa Enggano dibandingkan bahasa-bahasa lainnya di kepulauan barat di Asia Tenggara.

Contoh jenis perubahan bunyi dari PMP ke bahasa Enggano ditunjukkan di Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.

Tabel 1: Dua contoh perubahan bunyi konsonan dari PMP/PAN ke bahasa Enggano.

konsonan asal di PMP/PAN perubahannya di Enggano
m b
t k

Tabel 1 menunjukkan bahwa konsonan asal PMP m berubah menjadi konsonan b dalam bahasa Enggano. Sementara itu, konsonan t asal PMP berubah menjadi k dalam bahasa Enggano. Dua contoh perubahan ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2: Contoh kata-kata yang mencerminkan perubahan bunyi konsonan asal PMP/PAN di bahasa Enggano.

perubahan konsonan asal PMP/PAN ͢͢–> Enggano bentuk kata asal PMP/PAN bentuk kata di Enggano arti kata
m –> b *m*ata *b*ak ‘mata’
m –> b Ru*m*aq u*b* ‘rumah’
m –> b (PAN) li*m*a ʔali*b*a ‘lima’
t –> k ma*t*a ba*k* ‘mata’
t –> k (PAN) *t*elu ʔa*k*oru ‘tiga’

Dalam konteks bak atau ‘mata’ dalam bahasa Enggano, kata ini berasal dari PMP mata dan PAN maCa.

Turunan PMP mata menjadi sangat berbeda di bahasa Enggano atas dasar proses perubahan bunyi m –> b dan t –> k yang disebutkan sebelumnya (termuat dalam Tabel 2). Perubahan m –> b di bahasa Enggano juga terlihat dalam kata ʔaliba ‘lima’ yang berasal dari PAN lima.

Ada juga kata ub ‘rumah’, yang berasal dari bahasa PMP Rumaq. Perubahan bunyi dari Rumaq menjadi ub melewati dua tahap. Pertama, bunyi PMP m berubah menjadi b (Tabel 1 & 2), kemudian konsonan asal PMP R dan q hilang, sehingga bentuknya menjadi uba.

Bentuk (e-)uba ini masih ditemukan di kamus Enggano terdahulu berdasarkan data yang dikumpulkan pada tahun 1930an oleh ahli bahasa berkebangsaan Jerman, Hans Kähler.

Adapun perubahan tahap kedua untuk uba menjadi ub adalah dengan penghilangan bunyi vokal akhir a. Jadi, alur perubahannya adalah:

Rumaq –> (e-)uba –> ub

Secara umum, vokal akhir pada bahasa Enggano kontemporer cenderung hilang. Sebelumnya, era ketika Hans Kähler mengunjungi Enggano di tahun 1930an, vokal tersebut masih ditemukan.

Dengan demikian, penelitian kami menunjukkan bahwa bahasa Enggano memiliki kekerabatan dengan bahasa-bahasa Austronesia lainnya, karena adanya rujukan metaforis yang sama untuk konsep ‘jendela’ dan perubahan bunyi konsonan dari PMP ke bahasa Enggano.

Meskipun aspek genetis bahasa dan kelangsungan bahasa tidak berkaitan secara langsung, bukti terkait kekerabatan ini tetap penting, terutama dari sudut pandang guyub tutur bahasa Enggano. Sebab, kekerabatan ini merupakan lambang jati diri bahasa Enggano sebagai bagian dari rumpun bahasa yang besar, yaitu bahasa Austronesia. Artinya, bahasa Enggano bukanlah suatu bahasa yang tanpa kelompok atau terisolasi.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 191,300 academics and researchers from 5,063 institutions.

Register now