Menu Close

Riset: Gaya bersosial media ternyata berkaitan dengan kesejahteraan Anda

Platform media sosial. Pixabay

Apakah Anda seorang doom scroller (menelusuri sosial media secara berlebih) atau termasuk yang sering nge-Tweet? Apakah Anda cenderung menghabiskan waktu mengamati postingan orang lain tanpa henti di media sosial, atau menggunakan platform untuk membagikan konten Anda sendiri?

Para psikolog percaya bahwa gaya penggunaan media sosial individu memiliki efek penting pada kesejahteraan psikologis masing-masing, walaupun sampai sekarang masih sulit untuk mengukur perilaku orang di dunia maya secara akurat.

Diperkirakan ada lebih dari 4 miliar pengguna media sosial di seluruh dunia, yang kemungkinan akan melonjak drastis menjadi 6 miliar pada 2027. Meskipun banyak orang menganggap media sosial sebagai hal yang baik, karena dapat membantu kita terhubung dengan jejaring sosial yang luas, banyak pula yang berpendapat bahwa mengganti interaksi dunia nyata yang penuh makna dengan interaksi virtual berdampak negatif pada kesehatan mental kita.

Terbaginya anggapan orang tentang media sosial memantik beragam penelitian tentang topik tersebut, yang kemudian mulai menunjukkan bahwa cara orang menggunakan dengan media sosial mungkin lebih penting daripada seberapa intens mereka menggunakannya. Untuk menyelidiki berbagai cara penggunaan media sosial, para peneliti menyusun banyak kuesioner untuk menanyakan orang-orang tentang perilaku online mereka.

Meskipun penelitian ini menghasilkan beberapa kemungkinan kategori pengguna media sosial, masih belum jelas apa pengaruh dari perbedaan gaya interaksi ini terhadap kesejahteraan psikologis kita. Penyebabnya mungkin karena ada masalah mendasar dengan kuesioner yang dirancang untuk menilai perilaku: apa yang kita pikir tentang perilaku kita seringkali sangat berbeda dengan bagaimana sebenarnya kita bertindak.

Memperkenalkan alat baru

Daripada bertanya kepada orang-orang bagaimana mereka menggunakan media sosial, kami mengembangkan sebuah alat untuk mengukur perilaku mereka yang sebenarnya, yakni Social Networking Site Behaviour Task (SNSBT). Dalam sebuah studi online, kami meminta 526 responden orang dewasa – yang berasal dari beragam negara di seluruh dunia – untuk terlibat dalam percobaan SNSBT.

Pertama-tama, kami memberi tahu bahwa masing-masing dari mereka akan berjejaring dengan 99 “teman” lainnya di sebuah platform media sosial baru, dan mereka akan melihat gambar-gambar yang diunggah oleh anggota lain di jaringan itu. Dalam merespons setiap gambar tersebut, responden dapat melakukan salah satu dari tiga hal.

Mereka dapat menekan tombol “berikutnya” (next) untuk menelusuri gambar, menyukainya (dengan menekan tombol suka/like yang biasanya berbentuk ikon hati), atau membagikannya dengan jaringan lainnya sehingga dapat memicu “teman” lainnya memberi komentar. Setiap responden diberi tahu bahwa tidak semua anggota jaringan itu “berteman” dengan setiap anggota lainnya, jadi bisa saja ada anggota yang melihat gambar yang dibagikan tersebut untuk pertama kalinya.

Setelah menanggapi 120 gambar, yang memakan waktu sekitar 30 menit, para responden mengisi empat kuesioner yang pertanyaannya berfokus tentang pemikiran dan perasaan mereka terhadap kehidupan sosialnya, mulai dari bagaimana rasa kesepian yang mereka rasakan, perasaan terhubung dan menjadi bagian dari jejaring sosial (fisik) sungguhan, dan seberapa besar dukungan emosional yang mereka dapatkan dari berjejaring online.

Bukan tentang apa yang Anda lakukan, tapi cara Anda melakukannya

Kami menganalisis perilaku orang menggunakan SNSBT dengan teknik yang memungkinkan kami mengidentifikasi kelompok individu dengan gaya perilaku serupa selama penelitian berlangsung. Identifikasi ini mengungkap adanya tiga kelompok berbeda:

Pengguna pasif menekan “berikutnya” pada 85% gambar yang dibagikan. Mereka menunjukkan preferensi untuk sekadar menelusuri konten yang diunggah oleh anggota lainnya dalam jaringan itu.

Pengguna reaktif juga men-scrolling konten, menekan “berikutnya” pada 59% gambar, tetapi mereka menekan tombol “suka” pada lebih dari sepertiga gambar (pengguna pasif juga melakukannya tapi hanya sebesar 13%).

Pengguna interaktif menekan tombol “suka” selama separuh waktu mereka, namun juga ikut membagikan 20% gambar – dengan frekuensi jauh lebih banyak daripada pengguna pasif (1%) dan pengguna reaktif (5%).

Different styles of social media useage: interactive, reactive, and passive.
Tiga gaya penggunaan media sosial yang berbeda: Pasif, Reaktif, dan Interaktif. Image created by the researchers.

Kelompok-kelompok individu tersebut juga mengungkapkan perasaan yang berbeda terhadap kehidupan sosial mereka. Pengalaman rasa kesepian mereka cenderung mirip, namun pengguna interaktif mengatakan mereka merasa lebih terhubung dengan jejaring sosial fisik, dan mendapat lebih banyak dukungan emosional dari berjaringan online dibandingkan dengan pengguna pasif. Sementara pengguna reaktif berada di tengah-tengah.

Apa yang kita dapat?

Jadi, apa artinya semua ini? Apakah Anda akan merasa kehidupan sosial Anda buruk jika hanya terus scroll down media sosial dan menganggap bahwa Anda akan merasa lebih baik jika mulai “menyukai” unggahan teman-teman Anda dan membagikannya? Mungkin, tapi belum tentu. Meskipun kami dapat mengelompokkan perasaan individu terhadap kehidupan sosial mereka, kami tidak dapat mengatakan bahwa gaya bersosial media mereka yang menyebabkan perbedaan ini karena kami menemukan ada faktor lain yang mungkin berperan.

Misalnya, pengguna interaktif mengatakan bahwa mereka memiliki jejaring sosial online yang lebih besar, dibandingkan pengguna pasif. Masuk akal, bukan? Bagaimana Anda bisa merasa terhubung secara sosial jika Anda tidak memiliki siapa pun untuk terhubung? Juga, meskipun jumlah laki-laki dan perempuan dalam kelompok pasif sama, ada lebih banyak perempuan dalam kelompok reaktif dan lebih banyak laki-laki dalam kelompok interaktif. Tidak jelas mengapa.

Apa yang ditunjukkan studi ini adalah hubungan kita dengan media sosial jauh lebih kompleks daripada yang kita duga. Tidak sesederhana menanyakan apakah waktu yang kita habiskan di media sosial itu baik atau buruk bagi kita, karena jawabannya mungkin tergantung bagaimana kita menggunakannya. SNSBT adalah salah satu alat pertama yang memungkinkan kami dan peneliti lain untuk mengukurnya secara langsung.


The Conversation mempublikasikan artikel yang ditulis oleh akademisi dari seluruh dunia yang meneliti bagaimana masyarakat dibentuk oleh interaksi digital kita satu sama lain. Baca selengkapnya di sini

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now