Menu Close
Petugas memberikan vaksin polio dengan cara diteteskan ke mulut bayi di Posyandu Kuta Alam, Banda Aceh, Aceh, 2 Februari 2021. ANTARA FOTO/Ampelsa/foc.

Riset: pandemi potensial turunkan capaian imunisasi dasar nasional 5-20%

Pandemi COVID-19 yang telah melanda dunia lebih dari setahun terakhir membuat imunisasi dasar rutin untuk anak usia 12-23 bulan di Indonesia semakin sulit dilaksanakan.

Sebelum pandemi, secara nasional cakupan imunisasi dasar (vaksin hepatitis B, polio, campak, BCG dan pentavalen (DPT-HB-Hib)) untuk anak usia tersebut hanya mencapai 57,9%, jauh dari target 93%.

Riset pemodelan yang saya dan kolega lakukan menunjukkan pandemi ini berpotensi menurunkan persentase cakupan imunisasi dasar rutin dibandingkan sebelum pandemi. Dalam skenario yang paling moderat, jika cakupan turun 5% saja, maka cakupannya hanya 53,4% untuk seluruh Indonesia. Bila penurunannya sampai 20%, maka cakupan vaksinasi nasional hanya 43%.

Penurunan cakupan imunisasi di Pulau Jawa, sebagai episentrum pandemi COVID-19 dan populasi terpadat, lebih tinggi dibandingkan luar Jawa.

Penurunan cakupan vaksinasi ini sangat berbahaya karena akan mengurangi daya kebal di masyarakat dalam upaya mencegah penyebaran berbagai menular di kalangan anak-anak dan orang dewasa.

Tanpa ada perubahan perilaku masyarakat, kebijakan pemerintah pusat dan daerah dan peningkatan pembiayaan, maka sulit cakupan imunisasi itu naik.

Faktor perilaku masyarakat dan kebijakan

Di Indonesia, semua anak mendapat layanan imunisasi rutin di fasilitas kesehatan umum secara gratis. Bagi anak yang belum memasuki usia sekolah, imunisasi dilaksanakan di Puskesmas dan Posyandu. Sedangkan anak-anak sekolah, kelas 1, 2 dan 5, menerima vaksin imunisasi campak, difteri, dan tetanus, di sekolah.

Dalam situasi pandemi, penutupan sebagian layanan Posyandu dan pembatasan layanan Puskesmas berpotensi mengurangi cakupan imunisasi rutin untuk anak di bawah 2 tahun. Para orang tua juga khawatir pergi ke pusat layanan kesehatan untuk memvaksin anaknya karena takut terinfeksi COVID-19.

Keraguan terhadap vaksin juga menjadi hambatan yang dapat menurunkan cakupan vaksinasi dasar.

Selain hal itu, keberhasilan imunisasi bergantung juga pada kondisi lokasi setempat. Program imunisasi di kota lebih berhasil karena memiliki layanan dan infrastruktur kesehatan yang lebih baik dibanding desa.

Meski mayoritas penduduk tinggal di daerah perkotaan, 63% dari semua anak yang tidak divaksinasi tinggal di daerah pedesaan. Hal ini menimbulkan tantangan khusus, yaitu tantangan geografis, logistik serta prioritas pemerintah daerah.

Dalam sistem pemerintahan desentralisasi, pemerintah kabupaten bertanggung jawab atas biaya operasional fasilitas, insentif tenaga kesehatan, rantai dingin penyimpan vaksin, dan kegiatan pendukung lainnya. Namun pemerintah daerah masih belum menunjukkan komitmen tinggi untuk melakukan perencanaan program imunisasi yang komprehensif serta implementasinya.

Pemerintah daerah seringkali gagal melaksanakan alokasi sumber daya mereka dengan benar dari seluruh anggaran layanan kesehatan. Ini masalah yang sebenarnya telah muncul jauh sebelum pandemi dan tambah berat saat pandemi.

Di sisi lain, pemerintah pusat memiliki kemampuan terbatas untuk mempengaruhi bagaimana sumber daya dialokasikan di tingkat kabupaten.

Berbagai tantangan terkait faktor geografis dan komitmen serta kemampuan pemerintah daerah ini menjadi semakin berat untuk ditangani pada masa pandemi ini.

Faktor biaya

Dengan penurunan ekonomi dan transisi negara yang mulai mendanai sendiri program imunisasi sepenuhnya sejak 2019, Indonesia perlu mencari pendanaan baru untuk menggantikan sekitar 10–15% anggaran program imunisasi yang sebelumnya mendapat sokongan dana dari luar negeri.

Selain menjaga kinerja imunisasi, pemerintah pusat kini berjuang untuk menjamin anggaran imunisasi akibat dampak pandemi.

Perlu digarisbawahi bahwa anggaran imunisasi di Indonesia tidak ditentukan oleh perkiraan kebutuhan dari Kementerian Kesehatan saja, tapi juga memerlukan persetujuan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas agar sesuai dengan kebutuhan sistem pembiayaan kesehatan ke dalam pagu yang ditetapkan Kementerian Keuangan.

Hingga saat ini, Indonesia belum melakukan upaya yang signifikan untuk menciptakan strategi baru yang berpotensi menghasilkan pendapatan negara termasuk untuk mendanai imunisasi.

Pilihan pengenaan pajak atas barang-barang yang merugikan secara sosial, seperti tembakau dan alkohol, untuk mendanai program perawatan kesehatan, termasuk imunisasi, belum optimal.

Keadaan tersebut berpotensi membahayakan keberlanjutan pendanaan program imunisasi di Indonesia. Mengurangi pandemi maupun mempertahankan cakupan dan keberhasilan program imunisasi harus menjadi upaya terpadu untuk mengendalikan penyebaran infeksi dan mengurangi angka serangan penyakit.

Demi pembiayaan jangka menengah dan panjang di tengah ekonomi yang tidak pasti, upaya terpadu ini harus dianggap sebagai investasi untuk masa depan Indonesia, bukan sebagai beban biaya.

Upaya mempertahankan cakupan imunisasi

Untuk mempertahankan tingkat imunisasi dalam situasi pandemi ini, pemerintah pusat dan daerah perlu segera membuat program mitigasi untuk memastikan bahwa layanan imunisasi akan tetap dapat diakses sepenuhnya melalui pusat kesehatan.

Selama ini, proses pengambilan keputusan terkait vaksinasi bersifat kompleks dan proses ini cenderung lebih rumit dan multidimensi dalam situasi pandemi.

Karena itu, proses pengambilan keputusan harusnya lebih dipermudah karena ini menyangkut kepentingan kesehatan anak-anak.

Di level perubahan perilaku, kampanye yang lebih baik harus dirancang dan diterapkan untuk meningkatkan harapan terkait aksesibilitas vaksin dan intervensi pandemi, seperti penerapan jarak fisik dan higienitas yang baik.

Dalam konteks Indonesia, dalam jangka pendek dan menengah kampanye ini harus diintegrasikan secara memadai dalam sektor masyarakat yang paling tepercaya, yaitu agama dan kesehatan.

Petugas kesehatan harus bekerja sama dengan pemimpin agama untuk menyakinkan orang tua bahwa vaksinasi untuk anak-anak akan meningkatkan kekebalan anak-anak dan orang-orang di sekitarnya.


Artikel ini terbit atas kerja sama The Conversation Indonesia dan Pusat Keunggulan Iptek Perguruan Tinggi Inovasi Pelayanan Kefarmasian Universitas Padjadjaran.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,100 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now