Aktivitas manusia seperti pembabatan hutan, aktivitas industri, gas buang kendaraan, dan sebagainya melepaskan emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang memperparah perubahan iklim. Ini turut memengaruhi perjalanan karbon bersama unsur kimiawi lainnya seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sebagainya di Bumi—dikenal sebagai siklus biogeokimia.
Berubahnya iklim juga berdampak pada pengasaman dan pemanasan laut akibat fenomena El Niño dan Indian Ocean Dipole (IOD). Pada akhirnya, fenomena-fenomena tersebut juga kembali memengaruhi kondisi karbon dan berimbas ke produktivitas laut kita.
Oleh karena itu, untuk mengetahui seberapa jauh aktivitas manusia memengaruhi siklus karbon, kita perlu melakukan banyak studi biogeokimia. Sejak awal 1990-an, studi ini sudah semakin banyak dilakukan di tingkat global maupun Asia Tenggara.
Di Indonesia, studi ini menjadi sangat penting. Sebab, laut Indonesia memiliki keanekaragaman ekosistem, pola sirkulasi laut, dan lokasi geografisnya yang strategis sehingga berperan vital dalam siklus karbon laut global. Perjalanan karbon di Indonesia juga lebih kompleks karena cadangan karbonnya lebih beragam, dibandingkan wilayah subtropis.
Melalui lebih banyak studi biogeokimia, kita dapat memperkuat upaya meredam perubahan iklim, melestarikan lingkungan, sekaligus membangun ekonomi biru yang berkelanjutan.
Dalam Research Findings episode kali ini, kami berbincang dengan A'an Johan Wahyudi, Profesor Riset bidang Biogeokimia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Menurut Aan, kesadaran publik akan siklus biogeokimia karbon dan kesehatan ekosistem laut dapat memotivasi tindakan kolektif. Ini sangat penting bagi pengambil kebijakan hingga masyarakat dalam menghadapi tantangan mendatang dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut Indonesia.
Tonton video lengkapnya disini:
Tonton video-video seputar sains menarik lainnya hanya di channel YouTube dan TikTok The Conversation Indonesia, jangan lupa ikuti dan berlangganan sekarang juga!
Klik link dibawah ini: