Menu Close

Riset: suami di perkotaan lebih banyak terlibat dalam pemeriksaan kehamilan istri dibanding suami di pedesaan

Bidan memeriksa kesehatan janin dari ibu hamil di sebuah klinik di Karawang, Jawa Barat, 19 Juli 2022. ANTARA FOTO/Andi Bagasela/wsj/hp

Di banyak negara, termasuk Indonesia, laki-laki atau suami adalah pengambil keputusan utama dalam rumah tangga. Kondisi ini secara efektif menjadi penentu akses istri atau perempuan ke pelayanan kesehatan ibu terkait kehamilan.

Mayoritas suami mendukung pasangannya dalam pemanfaatan layanan perawatan ibu hamil secara finansial, tapi kurang terlibat dalam mempersiapkan kelahiran dan perawatan setelah melahirkan. Beberapa studi di berbagai negara menunjukkan bahwa salah satu hambatan dalam pemanfaatan pemeriksaan kehamilan adalah rendahnya dukungan dan keterlibatan suami.

Riset terbaru saya, berdasarkan data Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia 2017, menunjukkan para suami yang tinggal di area perkotaan lebih tinggi keterlibatannya dalam pemeriksaan kehamilan istri dibanding suami yang tinggal di area pedesaan. Faktor pendidikan, pekerjaan dan ekonomi yang lebih baik dari suami juga memengaruhi level keterlibatan mereka dalam pemeriksaan kehamilan istri.

Kematian ibu di Indonesia begitu tinggi

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia memang telah turun cukup signifikan, namun masih jauh dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)pada 2030, yakni 70 per 100.000 kelahiran hidup.

Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2010, AKI Indonesia berada pada angka 346 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Lima tahun kemudian, berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, AKI turun menjadi menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia pada 2015, yang menargetkan pada angka 102 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.

Bila kita bandingkan dengan negara-negara lain di kawasan di Asia Tenggara, angka kematian ibu di Indonesia termasuk paling tinggi, tercatat 9 kali lebih tinggi dibanding Malaysia, 5 kali dibanding Vietnam, dan hampir 2 kali lipat dibanding Kamboja.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan AKI di negara maju pada angka 12 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Sementara di negara berkembang diperkirakan pada angka 239 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.

Strategi utama pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu adalah dengan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC). ANC merupakan upaya sejak dini untuk memantau dan menjaga kesehatan dan keselamatan ibu dan janin. Dalam hal ini termasuk mendeteksi segala komplikasi kehamilan dan mengambil tindakan yang diperlukan, menanggapi keluhan, mempersiapkan kelahiran, serta mempromosikan perilaku hidup sehat.

ANC penting untuk mendeteksi dan mencegah lebih dini semua kondisi yang tidak diinginkan dalam masa kehamilan. Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, cakupan ANC pada kunjungan pertama mencapai 86,0%.

Sedangkan kunjungan keempat ANC pada kisaran 74,1%. Masih ada lebih dari seperempat ibu hamil di Indonesia yang belum melakukan ANC dengan optimal.

Kehadiran suami dalam proses pemeriksaan kehamilan sampai persalinan yang dilalui istri sangat rendah. Kurangnya dukungan suami menjadi alasan perempuan menunda mencari perawatan kesehatan ibu.

Studi di Laos dan Bangladesh memperkuat informasi bahwa keterlibatan suami merupakan determinan kesinambungan perawatan ibu. Suami yang menemani istrinya ketika menerima layanan kesehatan berkorelasi positif dengan pemanfaatan layanan pemeriksaan ibu dan kesehatan bayi baru lahir.

Di Indonesia, pada awal 2000 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan “Suami Siaga”. Kebijakan ini dirilis untuk menyikapi tingginya AKI di Indonesia.

“Suami Siaga” merupakan kampanye nasional yang berupaya mempromosikan tentang partisipasi suami dalam program kesehatan ibu dan anak di Indonesia.

Hasil evaluasi sebelumnya, tahun 2012, menunjukkan keterlibatan suami dalam Suami Siaga terbukti bermanfaat meningkatkan pemanfaatan ANC di Indonesia.

Profil suami peduli kehamilan istri

Hasil riset saya menemukan empat faktor yang berkaitan dengan keterlibatan suami dalam ANC istri.

Pertama, suami yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk terlibat dalam pemeriksaan kehamilan dibanding suami yang tinggal di di pedesaan. Secara umum, di Indonesia akses masyarakat cenderung lebih terbuka di wilayah urban, termasuk akses ke informasi dan pelayanan kesehatan.

Kedua, semakin tinggi pendidikan suami, semakin mereka punya kesadaran untuk terlibat dalam pemeriksaan kehamilan istri. Semakin baik tingkat pendidikan, maka mereka semakin memahami dan peduli pada proses pemeriksaan ibu yang dialami oleh istri.

Studi sebelumnya di Nigeria menunjukkan bahwa keterlibatan laki-laki dalam proses kehamilan sampai persalinan perempuan sangat terbatas. Kondisi ini terjadi bukan hanya karena tingkat pendidikan yang rendah, tapi karena norma sosial yang berlaku di negara tersebut. Laki-laki Nigeria beranggapan bahwa kehamilan dan persalinan adalah urusan perempuan.

Ketiga, suami yang bekerja di bidang apa pun memiliki kemungkinan lebih baik untuk terlibat dalam pemeriksaan kehamilan istri. Temuan ini menunjukkan bahwa suami yang tidak bekerja, yang lebih memiliki banyak waktu, bukan penentu untuk mau terlibat dalam proses pemeriksaan ibu yang dilalui istri.

Keempat, semakin baik tingkat ekonomi suami, semakin memiliki keterlibatan dalam pemeriksaan kehamilan istri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan studi sebelumnya di Pakistan, Eritrea, dan Ethiopia. Peningkatan keterlibatan suami pada pasangan dengan status ekonomi yang baik dapat mengurangi keterlambatan pemeriksaan kehamilan.

Meningkatkan peran suami

Dukungan suami kepada pasangannya adalah perilaku yang baik yang perlu didorong praktiknyap selama kehidupan perkawinan.

Para suami yang mendukung pasangan mereka selama kehamilan dan persalinan menganggap diri mereka sebagai laki-laki modern. Para suami membiarkan istrinya memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat selama kehamilan dengan mengambil alih tugas domestik, di samping, tentu saja, tugas pokok sebagai suami.

Keterlibatan suami yang aktif, terbukti berkorelasi kuat dengan kewaspadaan dan peningkatan pengetahuan istri tentang tanda-tanda bahaya persalinan dan bayi baru lahir.

Informasi ini memberi sinyal bahwa bukan hanya kesadaran akan keterlibatan suami yang perlu terus ditingkatkan, tapi juga pada para pemberi layanan kesehatan ibu, untuk juga aktif memberi informasi kepada para suami.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,900 academics and researchers from 4,919 institutions.

Register now