Menu Close

Rusia gagal bayar utang: Dua pakar jelaskan dampaknya bagi Rusia dan pasar keuangan global

Gedung Bank Sentral Rusia di Moskow. NVO/Wikimedia, CC BY-SA

Rusia gagal membayar utang luar negerinya (default) untuk pertama kalinya sejak 1918. Gagal bayar ini disambut sebagai keberhasilan sanksi Barat yang merespons tegas invasi Rusia ke Ukraina.

Masa tenggang 30 hari dari pembayaran bunga dua obligasi dengan total nilai US$100 juta (sekitar Rp1,5 triliun) telah berakhir pada 27 Juni 2022. Namun, pembayaran dari Rusia tidak pernah sampai ke tangan kreditor. Walau Kremlin menyatakan bahwa pembayaran mereka lakukan diblokir oleh jasa layanan keuangan Euroclear, agen pemeringkat keuangan Moody’s telah memprediksi bahwa Rusia akan terus mengalami gagal bayar. Hal ini karena negara tersebut membayarkan utangnya dengan rubel dan bukan mata uang yang telah disyaratkan dalam prospektus obligasi.

Default utang Rusia memiliki potensi dampak jangka panjang, termasuk mempengaruhi kemampuan negara tersebut menarik investor baik sekarang maupun masa yang akan datang.

Kami menanyai pakar hukum dan ekonom yang memantau situasi ini untuk menjelaskan signifikansi dari kegagalan Rusia membayar utang. Berikut pernyataan mereka:

Nasir Aminu, Pengajar Senior Ilmu Ekonomi dan Keuangan, Cardiff Metropolitan University

Kegagalan Rusia untuk membayar bunga dalam mata uang dolar dan euro menunjukkan bahwa Kremlin telah kehabisan akal untuk merespons sanksi Barat. Gagal bayar utang luar negeri ini bukanlah hal yang tidak terduga. Sanksi ekonomi terhadap Rusia akibat invasinya ke Ukraina pada Februari silam telah membatasi kemampuan keuangan negara tersebut. Default utang luar negeri ini merupakan imbas dari larangan negara Barat untuk bertransaksi dengan Bank Sentral Rusia dan pembekuan cadangan devisa mereka, yang nilainya mencapai lebih dari US$600 miliar.

Secara teori, default utang luar negeri ini mestinya mengejutkan karena keuangan Rusia bertahan kuat terlepas dari konfliknya dengan Ukraina. Rusia dikabarkan mencatat pemasukan sekitar US$1 miliar tiap harinya dari penjualan minyaknya ke Cina, India, dan negara-negara importir lain yang cukup bersahabat dengan Kremlin. Aliran pemasukan ini menunjukkan bahwa gagal bayar Rusia bukanlah karena ketidakmampuan negara tersebut untuk menyisihkan dana.

Default ini memiliki dampak yang relatif kecil pada institusi keuangan global, termasuk pada sektor finansial Rusia sendiri. Akan selalu ada risiko penularan global – yaitu ketika satu peristiwa memiliki dampak tidak langsung atau tidak terduga dari pasar keuangan negara lain. Namun, investor asing sudah mengurangi paparannya sejak Rusia menganeksasi Krimea pada 2014. Sisa sedikit investor yang memiliki paparan tinggi telah bersiap menjual asetnya, walau mereka dihadang kesulitan akibat sanksi Barat.

Bank-bank di Eropa adalah institusi keuangan yang paling terpapar terhadap utang Rusia. Angka terkini dari Bank for International Settlements, yang mencakup data hingga akhir 2021, menunjukkan bahwa bank dari Prancis dan Italia memiliki paparan terbesar terhadap Rusia, dengan total tagihan sebesar US$20 miliar. Sementara, bank-bank di Austria memiliki total tagihan utang ke Rusia sebesar US$175 miliar.

Konsekuensi paling mengkhawatirkan dari gagal bayar Rusia ini adalah hilangnya akses ke investor global melalui pasar keuangan internasional. Default ini akan menodai reputasi Rusia, hingga membuat obligasinya menjadi tidak menarik karena risiko gagal bayar pada masa datang. Akibatnya, negara tersebut harus rela membayar beban pinjaman yang lebih tinggi demi menarik investor baru dan menjaga yang sudah ada, karena peningkatan risiko kredit dari insiden default ini.

Russian roubles, notes, cash closeup.
Obligasi diterbitkan dalam euro dan dolar AS namun dapat dibayarkan dengan mata uang lain dalam kondisi-kondisi tertentu. Korobcorp/Shutterstock

Rodrigo Olivares-Caminal, Profesor Hukum Perbankan dan Keuangan, Queen Mary University of London

Rusia gagal membayarkan bunga dua obligasi pemerintahnya: obligasi 2026 dalam bentuk dolar AS dan obligasi 2036 dalam bentuk euro.

Di luar kedua mata uang ini, pembayaran bunga dapat dilakukan lewat pound sterling Inggris dan francs Swiss apabila terdapat kondisi tak terkontrol yang membuat Rusia tidak dapat membayarkan bunga dalam bentuk dolar AS ataupun euro. Obligasi euro 2036 lebih jauh memberikan alternatif pembayaran dalam bentuk rubel. Walau opsi-opsi tambahan ini terkesan membantu, kreditor akan tetap memilih agar pembayaran dilakukan dengan mata uang utama obligai tersebut demi menghindari selisih akibat ketidakcocokan mata uang.

Obligasi-obligasi ini juga memasukkan klausul ganti rugi mata uang, yang memungkinkan Rusia dibebaskan dari pembayaran obligasinya apabila investor menerima atau memulihkan jumlah setara nilai jatuh tempo obligasi tersebut. Namun, pembayaran dalam bentuk rubel harus sesuai dengan nilai asli yang dikonversi dalam dolar AS atau euro. Dalam kasus ini, rubel menjadi pilihan utama Rusia karena mata uang tersebut telah terkucil dari pasar finansial internasional.

Walaupun begitu, dampak keseluruhan dari persoalan gagal bayar ini masih belum terbaca hingga pasar keuangan global mendapatkan kejelasan mengenai pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  • Apakah pembayaran yang disetorkan ke rekening di Rusia atas nama kreditor berarti kreditor tersebut “menerima” pembayaran dan dengan demikian membebaskan Rusia dari kewajibannya? Kreditor dapat saja menerima pembayaran kembali lewat metode ini, namun pencairan dana dari rekening tersebut dapat terganjal rencana pemerintah Rusia untuk membatasi akses atau transfer aset-aset yang berada di Rusia saat ini.
  • Benarkah Rusia tidak dapat membayar karena sanksi Barat? Jika ya, karena hal ini berada di luar kendali Rusia, negara tersebut dapat berargumen bahwa ia tidak bisa disalahkan atas kasus gagal bayarnya. Namun, jika pengadilan melihat hal ini memang disengaja, alasan Rusia tidak akan bisa diterima.

Permasalahan ini akan menjadi subjek interpretasi di pengadilan. Namun, Rusia belum melepaskan kekebalan kedaulatannya dan belum tunduk pada yurisdiksi pengadilan yang disebutkan dalam salah satu dari dua prospektus obligasi tersebut. Dengan demikian, kreditor dan pasar global harus terus menunggu kejelasan lebih lanjut.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now