Menu Close
Lautan menyerap sekitar 90 persen dari kelebihan panas yang dihasilkan karena perubahan iklim menghangatkan bumi. Image Catalog/Flickr

Temuan baru tentang pemanasan laut: 5 pertanyaan dijawab oleh ilmuwan

Catatan editor: Sebuah studi baru oleh para ilmuwan di Amerika Serikat, Cina, Prancis, dan Jerman memperkirakan bahwa lautan di dunia telah menyerap panas secara berlebihan dari perubahan iklim yang disebabkan manusia lebih banyak dibanding perkiraan para peneliti. Temuan ini menunjukkan bahwa pemanasan global mungkin lebih parah daripada yang diperkirakan sebelumnya. Ilmuwan atmosfer Scott Denning menjelaskan bagaimana hasil temuan ini didapatkan dan apa yang tersirat tentang kecepatan perubahan iklim.

1. Bagaimana cara ilmuwan mengukur suhu laut dan memperkirakan bagaimana pengaruh perubahan perubahan iklim terhadap suhu laut?

Mereka menggunakan termometer yang dilekatkan pada ribuan robot yang mengambang di samudra dalam kedalaman yang dikendalikan peneliti. Sistem “Argo floats (Argo mengambang)” diluncurkan pada 2000 dan sekarang ada sekitar 4.000 alat mengambang.

Sekitar sekali setiap 10 hari, alat ini bergerak dari permukaan ke kedalaman 6.500 kaki, kemudian kembali ke permukaan untuk mengirimkan data mereka melalui satelit. Setiap tahun jaringan ini mengumpulkan sekitar 100.000 pengukuran distribusi suhu tiga dimensi lautan.

Pengukuran Argo menunjukkan bahwa sekitar 93% dari pemanasan global yang disebabkan oleh pembakaran karbon untuk bahan bakar dirasakan pada perubahan suhu lautan, sementara hanya jumlah yang sangat kecil dari pemanasan ini yang terjadi di udara.

Siklus normal dari Argo mengambang mengumpulkan data suhu dan salinitas lautan. International Argo Program, CC BY-ND

2. Seberapa dramatis temuan dalam penelitian ini berbeda dari tingkat pemanasan laut yang telah dilaporkan oleh Panel Antar Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (IPCC)?

Studi baru ini menemukan bahwa sejak 1991, lautan telah menghangat sekitar 60% lebih cepat daripada tingkat rata-rata pemanasan yang diperkirakan oleh studi yang dirangkum oleh IPCC, yang didasarkan pada data dari Argo mengapung. Ini merupakan masalah besar.

Sebagian besar perbedaan berasal dari bagian paling awal dari periode ini, sebelum ada cukup Argo mengapung di lautan untuk benar-benar mewakili distribusi tiga dimensi suhu air global. Data baru lengkap sepanjang sampai 1991, tapi data Argo benar-benar jarang sampai pertengahan 2000-an.

Implikasi dari pemanasan lautan yang lebih cepat adalah bahwa efek karbon dioksida pada pemanasan global lebih besar daripada yang kita duga. Kami sudah tahu bahwa bertambahnya CO2 ke udara membuat Bumi memanas dengan sangat cepat. Dan IPCC baru-baru saja memperingatkan dalam sebuah laporan khusus bahwa akan dibutuhkan pengurangan penggunaan batu bara, minyak, dan gas dan pada akhirnya eliminasi zat-zat ini dari pasokan energi dunia agar dapat yang membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius (2,7 derajat Fahrenheit) di atas tingkat pra-industri-sebuah target yang akan mencegah banyak dampak ekstrem pada manusia dan ekosistem.

Studi ini tidak mengubah semua itu, tapi itu berarti kita perlu mengeliminasi bahan bakar fosil lebih cepat.

Untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius, IPCC memperingatkan bahwa emisi gas rumah kaca perlu dikurangi secara drastis selama sekitar satu dekade berikutnya. IPCC, CC BY-ND

3. Apa yang telah para peneliti lalukan secara berbeda hingga sampai pada angka yang lebih tinggi?

Mereka telah mengukur perubahan kecil sejak 1991 dalam konsentrasi beberapa gas di udara-oksigen, nitrogen, dan karbon dioksida-dengan tingkat presisi yang sangat tinggi. Hal ini sangat sulit dilakukan, karena perubahannya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah besar yang sudah ada di udara.

Beberapa gas ini dari udara larut ke lautan. Suhu air menentukan berapa banyak yang bisa diserap. Saat air menghangat, jumlah gas yang dapat larut di dalamnya menurun- itulah mengapa soda atau bir yang dibiarkan terbuka di atas meja dapur menjadi datar. Ketergantungan suhu yang sama memungkinkan para ilmuwan untuk menghitung perubahan total konten panas lautan global dari 1991 hingga sekarang.

4. Jika studi ini akurat, apa yang akan kita antisipasi dari sisi dampak perubahan iklim dalam dekade mendatang?

Studi ini tidak membahas dampak iklim, tapi mereka sudah dikenal. Ketika dunia memanas, lebih banyak uap air menguap dari samudra dan daratan. Ini berarti bahwa ketika badai besar berkembang, ada lebih banyak uap air di udara bagi mereka untuk “bekerja,” yang akan menghasilkan hujan dan salju yang lebih ekstrim dan angin.

Dunia yang semakin panas akan meningkatkan kebutuhan pasokan air untuk tanaman dan hutan dan padang rumput. Pemanasan akan memberi tekanan pada irigasi dan pasokan air perkotaan, dan akan menyebabkan pengurangan produksi pangan . Semakin banyak permintaan akan air berarti akan ada lebih banyak kebakaran hutan dan asap, musim dingin lebih pendek dan lebih sedikit gunung bersalju, dan peningkatan tekanan pada ekosistem, kota, dan ekonomi dunia. Karena efek ini, hampir setiap pemerintah di dunia berkomitmen untuk mengurangi emisi secara cepat untuk membatasi pemanasan global.

Studi ini mengisyarakatkan bahwa iklim lebih sensitif terhadap gas rumah kaca daripada yang kita duga sebelumnya. Ini berarti bahwa untuk menghindari konsekuensi terburuk dari perubahan iklim, emisi harus dipangkas lebih cepat dan lebih dalam.

Ahli iklim Katharine Hayhoe menjelaskan konsekuensi dari dua derajat pemanasan di atas level pra-industri.

5. Bagaimana kita tahu apakah temuan ini bertahan?

Ada kelompok lain yang membuat pengukuran gas yang tepat, dan banyak dari mereka memiliki data dari tahun 1990-an. Peneliti lain akan mengulangi analisis yang dibuat oleh para penulis ini dan memeriksa hasilnya. Juga akan ada upaya untuk merekonsiliasi tingkat pemanasan yang meningkat dari lautan dengan data suhu Argo, rekaman suhu udara permukaan, data atmosfer dari balon dan pengukuran yang dibuat dari satelit. Dunia nyata harus konsisten dengan semua pengamatan yang dilakukan bersama, bukan hanya satu bagian.

Studi ini sangat cerdik menggunakan data dari komposisi udara itu sendiri yang akan mundur hampir 30 tahun. Kami tidak memiliki Argo mengapung saat itu, tapi sampel udara masih tersedia yang dapat dianalisis beberapa dekade kemudian. Menggunakan sebuah catatan pemanasan yang lebih lama jauh lebih baik untuk memperkirakan laju, karena itu kurang sensitif terhadap variasi tahun ke tahun dari catatan yang lebih pendek.

Para ilmuwan ini telah memberi kita sebuah cara baru dan independen untuk menilai sensitivitas pemanasan global jangka panjang terhadap perubahan tingkat CO2 di atmosfer. Saya berharap temuan ini benar-benar akan bertahan, dan bahwa kita akan mendengar lebih banyak tentang metode baru ini pada masa depan.


Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Gracesillya Febriyani.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,300 academics and researchers from 4,941 institutions.

Register now