tag:theconversation.com,2011:/uk/topics/guru-48812/articlesGuru – The Conversation2023-07-26T06:40:03Ztag:theconversation.com,2011:article/2069962023-07-26T06:40:03Z2023-07-26T06:40:03ZKurikulum Merdeka beri ruang bagi murid untuk bereksplorasi–tapi jangan jadikan ini alasan untuk guru lepas tangan<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/539215/original/file-20230725-23-kjdcs1.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/blur-kids-teacher-classroom-background-usage-438910567">Macpanama/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Dalam Kurikulum Merdeka yang tengah digalakkan pemerintah, salah satu pendekatan yang direkomendasikan untuk memenuhi <a href="https://kurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum-merdeka/capaian-pembelajaran#filter-cp">capaian belajar (CP)</a> adalah proses <a href="https://pusmendik.kemdikbud.go.id/pdf/file-99#:%7E:text=yang%20dimaksud%20dengan%3A-,1.,untuk%20mencapai%20standar%20kompetensi%20lulusan.">pembelajaran aktif</a> atau pembelajaran yang berorientasi pada murid.</p>
<p>Di dalamnya, misalnya, ada sejumlah metode pengajaran yang mengedepankan interaksi sosial, seperti <a href="https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/2331186X.2019.1674067">pembelajaran kooperatif</a>. Bentuk paling sederhananya adalah murid-murid bekerja dalam kelompok dan masing-masing memiliki tanggung jawab. </p>
<p>Ada juga metode <a href="https://docs.lib.purdue.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1809&=&context=ijpbl&=&sei-redir=1&referer=https%253A%252F%252Fscholar.google.com%252Fscholar%253Fstart%253D10%2526q%253Dhow%252Bproject-based%252Blearning%252Bsolves%252Bworld%252Bproblem%2526hl%253Den%2526as_sdt%253D0%252C5%2526as_ylo%253D2019#search=%22how%20project-based%20learning%20solves%20world%20problem%22">pembelajaran berbasis projek</a> yang mendorong murid menjalankan projek untuk memecahkan persoalan di dunia nyata. </p>
<p>Menurut riset, metode-metode pembelajaran aktif tersebut memang berpotensi memberi sejumlah manfaat bagi murid. Ini termasuk <a href="http://dx.doi.org/10.18823/asiatefl.2018.15.1.1.1">interaksi sosial</a> yang lebih baik dengan rekan sejawat, pengasahan keterampilan seperti <a href="https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.3102/00028312221129247?casa_token=V9leD2QnClMAAAAA:oCy19v-F_Po-2GMtXgwO10u3--krUsBnhfOD0kbyKS_nsYomOlzii3T3SkMQUtEAfQ-n7Y7JMz4">refleksi ataupun kolaborasi</a>, dan <a href="http://1stmakerspace.com.s3.amazonaws.com/Resources/PBL-Lit-Review_Jan14.2014.pdf#">pemecahan masalah</a>.</p>
<p>Meski demikian, kami mengkhawatirkan pendekatan pembelajaran aktif ini–tanpa panduan yang tepat–berpotensi mengesampingkan keterlibatan guru sehingga mengancam penguasaan materi dasar yang merupakan <a href="https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/articles/6824331505561-Latar-Belakang-Kurikulum-Merdeka">salah satu tujuan utama Kurikulum Merdeka</a>.</p>
<p>Dengan kata lain, pembelajaran aktif dalam Kurikulum Merdeka boleh saja memberikan ruang bagi murid untuk bereksplorasi. Namun, jangan sampai ini jadi alasan untuk membolehkan guru serta merta lepas tangan.</p>
<h2>Pentingnya penguasaan materi dasar terlebih dahulu</h2>
<p>Salah satu <a href="https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/articles/6824331505561-Latar-Belakang-Kurikulum-Merdeka">karakteristik utama Kurikulum Merdeka</a> adalah fokusnya pada “materi esensial.”</p>
<p><a href="https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/pada-masa-pandemi-guru-harus-pandai-memilih-pembelajaran-dan-penilaian-yang-esensial">Materi esensial</a> adalah materi yang diperlukan untuk menguasai mata pelajaran (mapel) di setiap jenjang secara berkelanjutan. Dalam Matematika, ini seperti penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian untuk meyelesaikan persoalan. </p>
<p>Contoh lainnya, pengetahuan tentang dasar-dasar garis, warna, tekstur, dan komposisi untuk mengerjakan projek melukis dalam pelajaran Seni Budaya.</p>
<p>Menurut <a href="http://www.bobpearlman.org/BestPractices/PBL_Research.pdf#">John W. Thomas</a>, peneliti pendidikan dari University of California-Berkeley di Amerika Serikat (AS), pembelajaran berbasis projek tidak boleh luput untuk mendorong murid berinteraksi dengan konsep-konsep kunci tiap mapel dan juga terlibat dalam pembentukan pengetahuan mereka. </p>
<p>Sayangnya, analisis kami pada berbagai <a href="https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/mengenal-konsep-projectbased-learning">dokumen pengenalan</a>, <a href="https://www.youtube.com/watch?v=bEt4Eidism0&t=57s">contoh pelaksanaan</a>, dan <a href="https://repositori.kemdikbud.go.id/11316/1/01._Buku_Pegangan_Pembelajaran_HOTS_2018-2.pdf">panduan</a> pembelajaran berbasis projek yang disediakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi belum memuat aspek-aspek di atas. Guru juga belum diarahkan untuk melibatkannya dalam kegiatan-kegiatan projek tersebut.</p>
<p>Dalam pembelajaran tematik tingkat SD, panduan pembelajaran berbasis projek masih terlalu menekankan “pengetahuan prosedural” (tentang “bagaimana”, contoh: langkah-langkah menanam kangkung agar tumbuh subur). Panduan ini mengesampingkan “pengetahuan proposisional” (tentang “apa”, contoh: proses fotosintesis dan manfaatnya bagi tumbuhan).</p>
<p>Jika murid tidak memiliki pengetahuan proposisional tentang fotosintesis, misalnya, mereka berisiko kesulitan memahami peran tanaman sebagai penyerap karbon dioksida dan kedudukannya dalam ekosistem. Apabila itu terjadi, mereka akan kesusahan memahami konsep lain yang lebih besar: dampak penggundulan hutan terhadap perubahan iklim. Ini justru menghilangkan makna dari projek yang mereka garap.</p>
<p>Ibarat pengetahuan proposisional sebagai sebuah tangga, kehilangan beberapa anak tangga saja bisa membuat mereka gagal mencapai tingkat pemahaman konsep yang lebih tinggi, luas, ataupun baru.</p>
<h2>Guru sekadar jadi fasilitator</h2>
<p>“Kami, guru, adalah fasilitator pembelajaran.”</p>
<p>Kalimat ini biasanya disampaikan guru ketika diminta menceritakan tentang peran mereka di kelas.</p>
<p>Sebagai ilustrasi, dalam materi <em>recount text</em> (menceritakan kembali), seorang guru bahasa Inggris meminta murid-muridnya untuk membuat projek pengalaman liburan. Alih-alih mengajarkan terlebih dahulu tentang kata kerja lampau sebagai fitur penting dalam teks tersebut, sang guru meminta murid-muridnya mempelajari contoh-contoh teks sejenis saja di internet secara mandiri, tanpa mendiskusikan hasil eksplorasi.</p>
<p>Walhasil, kita seperti melihat anak-anak tangga yang bertebaran, belum disusun, bahkan tidak lengkap. </p>
<p><a href="https://berajournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/pdfdirect/10.1002/berj.3301?casa_token=oAfJZyMvXrAAAAAA:Rv4U1K2Pu2-tLdg-1u4WjqGcOjmJGQKV-WRoShOjRrAaSunX6Nee4r_sPUxrqokgext4u8kwOCX-FQ">Elizabeth Rata</a> dari University of Auckland di Selandia Baru menggambarkan hal ini sebagai bentuk “<em>facilitation teaching</em>”. Artinya, apapun yang dibawa murid (baik jawaban, pendapat, atau pengalaman) dianggap baik dan valid oleh guru. </p>
<p>Efek <em>facilitation teaching</em> memang bisa membuat murid merasa “diterima dan berkontribusi”. Namun, ini mengorbankan sebuah agenda penting di kelas: interaksi intensif mereka dengan konsep dan pengetahuan beserta urutan dan logikanya. Interaksi ini mustahil berlangsung tanpa adanya pengajaran.</p>
<p>Hasil analisis kami menimbulkan kekhawatiran: penerapan pembelajaran berbasis projek saat ini masih mengarah pada sekadar memfasilitasi. Sebab, murid tidak berinteraksi dengan materi dasar yang harusnya jadi fokus penguasaan.</p>
<h2>Peran tradisional guru masih relevan</h2>
<p>Sebagaimana yang dikatakan Paul A. Kirschner dari Open University di Belanda beserta koleganya dalam buku <a href="https://www.taylorfrancis.com/books/mono/10.4324/9781003228165/teaching-happens-paul-kirschner-carl-hendrick-jim-heal"><em>How Teaching Happens</em></a> (2022): “Jika semua yang harus diajarkan ke murid dilakukan dengan cara yang <em>real-world</em>, lalu apa makna sekolah?” </p>
<p>Sebuah konsep tidak selalu bisa dipelajari melalui konteks keseharian (sosial budaya) atau didapatkan melalui pengalaman maupun projek.</p>
<p>Penguasaan murid atas pengetahuan dasar, yang biasanya abstrak, akan membantu mereka melihat aplikasi konsep dalam berbagai konteks di dunia nyata. Guru berperan besar dalam proses ini. Tugas guru adalah mendesain kegiatan yang membantu murid melihat keterkaitan ini, utamanya lewat pengajaran instruksional.</p>
<p>Jika pemahaman pengetahuan dasar ingin dicapai melalui projek, ada banyak jalan untuk melakukannya. Salah satunya melalui “<a href="https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/53450220/Inductive_Teaching-libre.pdf?1497034180=&response-content-disposition=inline%3B+filename%3DAn_Inductive_Approach_to_English_Grammar.pdf&Expires=1690256093&Signature=PUWMkbFb5a-jtno84Efy9I3Dr0uuXh7u8NUqxGdwDTAxbGhB8Fhc4NmBlW51v2Yj3snM5dmdLdB7UXzgedi4aqNzhcEnOp-cUX3D5U9-NF9EKVB98tNO2GuePJ9UveNyG9otA4JzQ9Fu-BXIBDuHpsC7A5ajtM6yS%7EoBzsmNL64lQJFA-V0gGwF6wh6LjxzcdELQBfn6aM1qQU7aq5D%7EkXBsE9BydgWXFn0V-vZEkaKxwor0h7eyYw49TmWpbev88TE0nMNNbTpuIcDMnEyEQZpJeDgomSE0ehRVvPx8yW%7EFFWUBEboEwpcyJ4Y93RtEJedwYo%7EOGud9nBGteBeghg__&Key-Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA"><em>inductive learning</em></a>” sebelum projek berlangsung. Kegiatan pembelajarannya meliputi: eksplorasi contoh-contoh baik yang dipilih guru, memformulasikan <em>rules</em> atau konsep (pengetahuan proposisional) dengan panduan guru, menguji atau mencoba aplikasinya (pengetahuan prosedural), mendapat umpan balik dari guru, merevisi <em>rules</em> atau konsep agar makin kukuh, dan mendapat konfirmasi dari guru.</p>
<p>Tanpa proses ini, pengetahuan berisiko tersampaikan melalui cara yang ambigu atau projek berjalan sekadar “coba-coba” saja. </p>
<p>Sayangnya, panduan yang tersedia tidak melibatkan kegiatan-kegiatan serupa sebagai bagian dari pembelajaran berbasis projek dan tidak menggarisbawahi peran guru dalam prosesnya. Tanpa hal ini, bisa terwujud kekhawatiran bahwa banyak guru menggunakan Kurikulum Merdeka untuk kemudian lari dari tanggung jawab mengajar. </p>
<h2>Bukan membatalkan pembelajaran berbasis projek, tapi meyempurnakannya</h2>
<p>Kemdikbudristek memang tengah bergairah menggaungkan pembelajaran aktif. Oleh karena itu, tuntutan kami agar guru menyisipkan pengajaran instruksional barangkali akan dipandang beberapa pihak sebagai anjuran untuk “kembali pada pembelajaran yang berpusat pada guru”. Bisa juga, mereka akan melihat pembelajaran berbasis projek menjadi kurang berorientasi pada murid. </p>
<p>Namun, solusi yang kami tawarkan bukan <a href="https://theconversation.com/mempertanyakan-student-centered-learning-mengapa-memusatkan-pembelajaran-pada-siswa-tidak-selalu-efektif-205589">menunda penerapannya</a> tetapi memastikan bahwa panduan yang digunakan itu berbasis riset dan praktik baik.</p>
<p>Harapannya, pengajaran instruksional menjadi bagian penting <a href="https://eric.ed.gov/?id=EJ762325">dalam prosesnya</a>. Ini penting agar murid menguasai materi esensial yang diperlukan supaya <a href="https://naerjournal.ua.es/article/view/v6n2-8">projek yang mereka jalani jadi lebih bermakna</a>.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/206996/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dengan dalih “memfasilitasi” pembelajaran berbasis projek, ada kekhawatiran bahwa banyak guru menggunakan Kurikulum Merdeka untuk kemudian lari dari tanggung jawab mengajar.Puji Astuti, Associate Professor of ELT Methodology, Universitas Negeri SemarangTeguh Kasprabowo, Assistant Professor of Creative Writing, Universitas Stikubank SemarangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2095292023-07-24T11:19:29Z2023-07-24T11:19:29Z3 tips praktis bagi dosen dan guru untuk merancang soal yang sulit diakali dengan AI dan ChatGPT<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/538950/original/file-20230724-27-5zalgn.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/concept-online-education-man-use-training-2191051781">Shutter Z/Shutterstock</a></span></figcaption></figure><p>Maryam, seorang dosen berpengalaman, tengah mengoreksi jawaban tugas esai beberapa mahasiswanya. Namun, ada sesuatu yang terasa aneh. Meski tidak ada kemiripan karya satu sama lain, setiap jawaban mereka memiliki alur yang terlalu sempurna dan menggunakan bahasa yang terlalu canggih untuk mahasiswa semester awal.</p>
<p>Intuisi Maryam memberi sinyal bahwa ada yang tidak beres.</p>
<p>Dengan hati-hati, Maryam memutuskan untuk bertemu satu-satu dengan para mahasiswa tersebut untuk lebih memahami pemikiran mereka dan melihat apakah ada sesuatu yang perlu diselidiki.</p>
<p>Maryam mulai mengajukan pertanyaan yang lebih dalam tentang gagasan yang mereka jelaskan dalam esai. Ia ingin mengukur sejauh mana pemahaman mahasiswanya terhadap materi yang diajarkan. Namun, semakin ia bertanya, semakin jelas terasa bahwa jawaban-jawaban ini tidak mungkin berasal dari pemikiran mereka sendiri.</p>
<p>Setelah bertanya lebih dalam, beberapa orang mahasiswa mengaku bahwa mereka menggunakan ChatGPT untuk membantu mengerjakan tugas esai mereka.</p>
<p>Cerita Maryam di atas hanyalah ilustrasi. Namun, kisah tersebut menggambarkan situasi yang akan dihadapi oleh banyak guru dan dosen ketika mengevaluasi pembelajaran siswa setelah kemunculan <a href="https://chat.openai.com/">ChatGPT</a>, program kecerdasan buatan (AI) generatif yang dikeluarkan OpenAI pada akhir tahun lalu.</p>
<p>Dua kolega saya di Center for Education and Learning in Economics and Business (CELEB), Universitas Indonesia (UI), yakni Ledi Trialdi dan Ratih Dyah Kusumastuti, telah menulis <a href="https://feb.ui.ac.id/2023/05/23/tantangan-pendidikan-tinggi-pada-era-digital/"><em>white paper</em></a> atau buku putih (belum melalui telaah sejawat atau <em>peer review</em>) yang membedah dampak AI dan model bahasa besar (LLM) seperti ChatGPT bagi para pengajar. <em>White paper</em> tersebut juga memberikan rekomendasi bagi dunia akademia untuk beradaptasi melalui berbagai inovasi pembelajaran.</p>
<p>Meskipun program AI seperti ChatGPT punya kemampuan untuk menulis <a href="https://theconversation.com/chatgpt-riset-kami-tunjukkan-ai-bisa-membuat-naskah-akademik-selevel-artikel-jurnal-tak-heran-banyak-publikasi-melarangnya-199639">naskah akademik sekelas artikel jurnal</a>, masih terdapat beberapa keterbatasan dan risiko yang masih sulit diatasi – termasuk potensi masalah integritas akademik seperti kasus Maryam. </p>
<p>Tulisan ini bermaksud untuk menindaklanjuti <em>white paper</em> tersebut: bagaimana dosen dan guru kemudian bisa merancang soal yang sulit diakali dengan AI dan ChatGPT?</p>
<h2>1. Gunakan media visual yang kompleks</h2>
<p>Sejauh ini, versi ChatGPT yang terbuka pada publik masih terbatas pada masukan (input) dan luaran (<em>output</em>) berupa teks saja, sehingga belum mampu mengolah selain teks, seperti video atau gambar.</p>
<p>Oleh karena itu, pendidik dapat mengembangkan soal ujian dalam bentuk gambar yang perlu diinterpretasi atau dianalisis oleh siswa.</p>
<p>Walau demikian, saat ini OpenAI tengah menggodok versi ChatGPT terbaru, <a href="https://openai.com/research/gpt-4">yakni GPT4</a>, yang dikabarkan mampu mengolah input gambar. Meski batas kemampuan program tersebut masih jadi bahan kajian, pengajar dan dosen perlu tetap mengikuti perkembangan terbaru supaya bisa terus memperbarui metode pengujian dan asesmen mereka. </p>
<p>Misalnya, soal dapat dirancang untuk meminta peserta didik memberikan jawaban yang juga harus berbentuk gambar seperti <em>mindmap</em> (peta pikiran), <em>flowchart</em> (diagram alir), atau infografik yang kompleks dan butuh analisis yang personal, sehingga harapannya sulit diakali dengan ChatGPT.</p>
<p>Selain meredam potensi kecurangan, rancangan soal yang mengedepankan elemen visual juga bisa punya sejumlah manfaat akademik.</p>
<p>Hal ini, misalnya, tidak hanya mengevaluasi pengetahuan pelajar atau mahasiswa, tapi juga menilai kreatifitas mereka menjawab dalam bentuk non-teks. Soal seperti ini juga dapat menilai <a href="https://theconversation.com/the-top-3-skills-needed-to-do-a-phd-are-skills-employers-want-too-175923">kemampuan visualisasi data</a> sebagai kompetensi komunikatif yang penting dalam karier mereka ke depannya.</p>
<h2>2. Wajibkan peserta didik mencantumkan referensi akademik yang spesifik</h2>
<p>Sejauh ini, AI seperti ChatGPT masih memiliki <a href="https://www.nytimes.com/2023/05/01/business/ai-chatbots-hallucination.html">keterbatasan dalam memunculkan referensi rujukan</a>, apalagi referensi akademik berkualitas dan rujukan yang terkini.</p>
<p>Oleh karena itu, ChatGPT bisa saja menyarankan format referensi yang rapi sesuai dengan standar penulisan American Psychological Association (APA) – tapi bisa jadi gagal mencantumkan satupun referensi kredibel pada jawaban yang dihasilkan. Bahkan, dalam banyak kasus, ChatGPT kedapatan <a href="https://www.nytimes.com/2023/05/01/business/ai-chatbots-hallucination.html">memalsukan sumber referensi </a>yang digunakan dalam jawaban.</p>
<p>Dengan demikian, kalaupun mahasiswa dapat memperoleh jawaban dari suatu soal menggunakan AI, mereka harus bekerja dua kali untuk menemukan dan mencocokkan esai dengan berbagai referensi yang relevan dan kredibel untuk melengkapi esai tersebut.</p>
<p>Memberikan kewajiban bagi peserta didik untuk selalu mencantumkan referensi spesifik pada hasil kerja mereka diharapkan dapat meredam penggunaan AI dalam mengerjakan tugas atau ujian. Bahkan, kelengkapan dan ketepatan penggunaan referensi dapat menjadi tolok ukur hasil pengerjaan yang berkualitas sekaligus indikator bahwa jawaban tersebut kemungkinan tidak dikeluarkan oleh program AI.</p>
<h2>3. Minta peserta didik untuk mengkritisi hasil jawaban AI</h2>
<p>Pengajar dapat menyusun serangkaian pertanyaan terstandar sebagai soal tugas atau ujian, kemudian meminta peserta didik untuk memasukkan pertanyaan atau “<em>prompt</em>” tersebut pada layanan AI. Kemudian, mereka diminta untuk mengkritisi hasil jawaban AI tersebut menggunakan konsep-konsep dan materi yang telah mereka pelajari sebelumnya.</p>
<p>Penilaian ditekankan pada kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan mengevaluasi kualitas informasi terhadap hasil pembelajaran mereka.</p>
<p>Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu aspek pembelajaran yang <a href="https://theconversation.com/how-chatgpt-robs-students-of-motivation-to-write-and-think-for-themselves-197875">dikhawatirkan terancam oleh kemampuan AI</a>. Penggunaan program AI yang tidak bertanggung jawab dan sikap menelan mentah-mentah hasil jawaban berpotensi menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berpikir kritis.</p>
<p>Memang <a href="https://theconversation.com/chatgpt-killed-the-student-essay-philosophers-call-bullshit-200195">ada perbedaan pendapat</a> terkait sejauh apa AI seperti ChatGPT mampu meniru kemampuan manusia dalam berpikir kritis. Karena hal ini pula, pengajar dan dosen perlu punya kemampuan yang baik dalam mendesain pertanyaan atau <em>prompt</em> yang tepat dalam perancanaan soal.</p>
<p>Namun, setidaknya, format tugas yang ketiga ini melatih dan meningkatkan kesadaran pelajar dan mahasiswa untuk lebih kritis terhadap jawaban AI dan tidak menelan mentah-mentah informasi yang dihasilkan.</p>
<p>Pada akhirnya, penggunaan ChatGPT <a href="https://theconversation.com/penggunaan-chatgpt-tak-perlu-dilarang-layanan-ai-bisa-mendukung-riset-dan-pendidikan-201686">tidak perlu dilarang</a>. Hanya saja, penggunaannya perlu diatur lebih lanjut agar dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tanpa mengorbankan integritas akademik dan keadilan dalam proses evaluasi pembelajaran.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/209529/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Imam Salehudin tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Jika pelajar dan mahasiswa marak menggunakan ChatGPT untuk menulis esai dan menjawab soal, apa yang bisa dilakukan dosen dan pengajar untuk mengantisipasinya?Imam Salehudin, Assistant professor, Universitas IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2055892023-06-05T09:39:51Z2023-06-05T09:39:51ZMempertanyakan ‘student-centered learning’: mengapa memusatkan pembelajaran pada siswa tidak selalu efektif<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/530039/original/file-20230605-23-ptwj4h.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/jakarta-indonesia-june-24-2019-teachers-1435670357">(Arief Akbar/Shutterstock)</a></span></figcaption></figure><p>Pada 2022, Menteri Pendidikan (Mendikbudristek) Nadiem Makarim merilis <a href="https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/luncurkan-kurikulum-merdeka-mendikbudristek-ini-lebih-fleksibel">Kurikulum Merdeka Belajar</a> yang salah satu ciri utamanya adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, atau “<em>student-centered learning</em>”. Pendekatannya, misalnya, adalah dengan <a href="https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/kurikulum-prototipe-utamakan-pembelajaran-berbasis-proyek">pembelajaran berbasis projek</a> yang dilakukan para murid.</p>
<p>Model pembelajaran ini digadang memiliki segudang manfaat yang mampu membuat peserta didik menjawab tantangan nyata di tengah kompetisi <a href="https://bbppmpvboe.kemdikbud.go.id/bbppmpvboe/berita/detail/kurikulum-merdeka-dan-pbl-relevan-dengan-tantangan-riil">pasar kerja dan industri</a>.</p>
<p>Benarkah demikian?</p>
<p>Meskipun riset menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis projek terbilang ampuh ketika diterapkan pada tingkat <a href="https://eric.ed.gov/?id=EJ1075291">pendidikan tinggi</a>, hal yang sama belum tentu berlaku ketika diterapkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah, terutama <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0249627">sekolah dasar (SD)</a>.</p>
<p>Kanada, negara yang langganan peringkat 10 besar pada tes global <em>Program of International Student Assessment</em> (PISA), misalnya, adalah salah satu <a href="https://www.cdhowe.org/sites/default/files/attachments/research_papers/mixed/commentary_427.pdf">bukti empiris</a> bagaimana peralihan dari metode klasik ke <em>student-centered learning</em> yang kurang tepat dapat berdampak buruk.</p>
<p>Kajian dari lembaga riset C. D. Howe Institute di Kanada menemukan bahwa seiring penerapan kebijakan pembelajaran yang berpusat pada siswa – pendekatan yang kian populer di Amerika Utara – capaian murid-murid Kanada pada mata pelajaran matematika <a href="https://www.cdhowe.org/sites/default/files/attachments/research_papers/mixed/commentary_427.pdf">turun signifikan antara tahun 2003-2012</a>.</p>
<p>Pelajaran apa yang bisa diambil oleh Indonesia?</p>
<h2>Kurang ideal untuk pembelajar pemula</h2>
<p>Pada dasarnya, pembelajaran berbasis projek – yang mendorong murid untuk memperdalam dan menyintesis informasi yang mereka dapatkan melalui projek individu atau kelompok – belum tentu efektif membantu murid menguasai konsep baru, ketimbang jika melalui pengarahan guru.</p>
<p>Alasan utamanaya adalah karena pembelajar pemula – umumnya belum memiliki pengetahuan spesifik atas suatu topik, seperti murid SD dan SMP – punya keterampilan pengaturan diri (<em>self-regulation skills</em>), pengetahuan awal (<em>prior knowledge</em>), dan keterampilan bekerja dalam kelompok (<em>group working skills</em>) yang <a href="https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0249627">masih terbatas</a>.</p>
<p>Padahal, mereka sangat butuh berbagai keterampilan ini untuk melancarkan proses pembelajaran berbasis projek. Model pembelajaran ini, misalnya, penuh dengan aktivitas mendiskusikan ide, mempertimbangkan alternatif berbeda atau berbagai sudut pandang yang sulit dilakukan pembelajar tingkat awal.</p>
<p>Belum lagi, <a href="https://www.oxfam.org/en/inequality-indonesia-millions-kept-poverty">tingginya kesenjangan ekonomi</a> yang terjadi di Indonesia semakin memperparah hal ini.</p>
<p>Berbagai riset menunjukkan bahwa status sosioekonomi orang tua memainkan peranan besar dalam proses pendidikan anak. Anak-anak dari kelompok <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042812040414">privilese ekonomi tinggi</a> akan cenderung memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih baik dibanding teman sebayanya dari kelompok ekonomi berbeda. Sebab, mereka lebih memiliki <a href="https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9781351018142-3/cultural-reproduction-social-reproduction-pierre-bourdieu">akses</a> ke modal struktural seperti sekolah unggulan, hingga modal kultural dan intelektual seperti akses ke bahan bacaan dan museum.</p>
<p>Kondisi guru pun juga sangat menentukan kesuksesan penerapan model pembelajaran berbasis projek di kelas.</p>
<p>Dengan <a href="https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/11/23/nasib-guru-honerer-mereka-bertahan-meski-diupah-murah">himpitan ekonomi</a> yang menjerat para guru di Indonesia, bukan hal yang mengejutkan jika kita mendapati <a href="https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/03/04/kualitas-sebagian-guru-masih-rendah-hasil-pendidikan-belum-merata">kompetensi guru</a> di Indonesia terbilang rendah. Riset menunjukkan bahwa ketika guru dibayar rendah, maka <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0165176597000700">kualitas pendidikan yang mereka hasilkan cenderung lebih buruk</a>.</p>
<p>Sebagai gambaran, berdasarkan obrolan informal saya dengan guru swasta tingkat SMP di Kota Medan, sekolah bahkan hanya memberikan upah sebesar Rp 22.000 per jam pelajaran, atau dengan beban 24 jam pelajaran, maka upah bulanan yang diperoleh hanya Rp 528.000. Mereka kerap mencari pemasukan alternatif seperti menjadi <a href="https://suar.grid.id/read/201809275/kisah-guru-honorer-yang-nyambi-jadi-ojek-online-untuk-menyambung-hidup-sempat-digaji-rp-50-ribu-per-bulan-di-sekolah?page=all">pengemudi ojol</a>, hingga <a href="https://regional.kompas.com/read/2020/08/09/06000011/cerita-elivina-guru-bergaji-rp-200.000-berjualan-dan-memikul-kemiri-jalan?page=all">berjualan</a>, sehingga memecah konsentrasi.</p>
<p>Mengingat faktor-faktor di atas, termasuk tingkat usia murid yang belum siap menerapkan pembelajaran berbasis proyek, kesenjangan ekonomi para siswa, dan buruknya ekonomi guru yang berimbas pada kualitas mereka, penerapan pembelajaran berbasis projek harus kita pertanyakan kembali.</p>
<p>Laporan dari C. D. Howe Institute di atas menunjukkan bahwa para murid usia 15 tahun (mulai tingkat SMP) yang menjalani pembelajaran berorientasi murid di berbagai daerah di Kanada justru mengalami penurunan skor matematika – bahkan <a href="https://www.cdhowe.org/sites/default/files/attachments/research_papers/mixed/commentary_427.pdf">hingga 26 poin</a> – selama sekitar 2003-2012 pada tes-tes global.</p>
<p>Asosiasi negatif ini secara statistik cukup signifikan, dan konsisten pada <a href="https://data.oecd.org/pisa/mathematics-performance-pisa.htm">banyak negara yang berpartisipasi</a>, bahkan negara-negara yang menjadi langganan top 15 tes PISA, termasuk Finlandia, Kanada, dan Selandia Baru. Atas dasar tersebut, banyak negara <a href="https://www.oecd-ilibrary.org/education/how-teachers-teach-and-students-learn_5jm29kpt0xxx-en">menguatkan pembelajaran yang berpusat pada guru</a> – setidaknya untuk usia SD dan SMP.</p>
<h2>Pembelajaran yang berpusat pada guru masih relevan</h2>
<p>Pembelajaran yang berpusat pada siswa, termasuk yang berbasis projek, memang terdengar lebih keren dan progresif. Namun, kita juga perlu memahami bahwa pembelajaran yang berpusat pada guru sesungguhnya juga masih relevan pada abad ke-21, bahkan dalam kondisi tertentu justru lebih baik.</p>
<p>Menurut profesor kepemimpinan pendidikan dari Amerika Serikat (AS), Richard Arends, dalam bukunya “<a href="https://www.goodreads.com/en/book/show/7117965"><em>Learning to Teach</em></a>” – teks yang kerap jadi bacaan wajib mahasiswa S1 di jurusan pendidikan – tidak ada model pembelajaran yang mutlak lebih baik dibandingkan yang lainnya.</p>
<p>Pembelajaran berbasis projek, yang tergolong sebagai model pembelajaran berpusat pada siswa, tentu saja punya <a href="https://www.opencolleges.edu.au/informed/features/project-based-learning-a-real-world-solution/">kelebihan</a>.</p>
<p>Kelebihan utamanya adalah penerapan masalah yang bersifat dunia nyata, terciptanya kolaborasi dan kerja sama, dan melatih kemampuan pemecahan masalah. Akan tetapi, model ini pun memiliki <a href="https://atutor.ca/pros-and-cons-of-project-based-learning/">kekurangan</a>, seperti pengelolaan waktu dan sumber daya yang kompleks sehingga menjadi tantangan bagi siswa dan guru hingga sulitnya proses evaluasi.</p>
<p>Sebaliknya, model pembelajaran yang berpusat pada guru memang memiliki beberapa kekurangan, seperti keterlibatan siswa yang terkadang terbatas dan kurangnya otonomi siswa.</p>
<p>Namun, di sisi lain, ia punya <a href="https://www.goodreads.com/book/show/7117965-learning-to-teach">kelebihan</a>, utamanya pengendalian guru terhadap seluruh proses pengajaran yang ideal untuk konteks pembelajar di jenjang-jenjang awal. Guru pemula pun dapat menerapkan model ini dengan cukup mudah dan efisien waktu.</p>
<p>Oleh karena itu, pemilihannya tergantung pada jenjang dan kondisi peserta didik, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, hingga kemampuan guru dalam menjalankan pembelajaran. </p>
<h2>Solusi pendidikan Indonesia bukanlah perombakan total model pembelajaran</h2>
<p>Alih-alih sibuk mengotak-atik model pembelajaran di kelas secara total, menurut saya pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menunda dulu penerapan pembelajaran berbasis projek hingga setidaknya jenjang SMA.</p>
<p>Namun, selain itu, ada juga beberapa rekomendasi agar peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dapat tercapai.</p>
<p>Yang utama, Indonesia wajib memperbaiki kesejahteraan para gurunya terlebih dahulu.</p>
<p>Negara-negara yang memiliki performa baik pada tes PISA memiliki satu kesamaan – guru di sana merupakan <a href="https://www.goodreads.com/en/book/show/29550728">profesi yang bergengsi dan dibayar mahal</a>. Hal ini berguna untuk menarik talenta-talenta terbaik bangsa untuk mau berkuliah di jurusan pendidikan, dan bersaing secara sehat untuk menjadi guru.</p>
<p>Jika upah guru bahkan <a href="https://www.merdeka.com/jatim/usul-gaji-guru-swasta-2023-naik-jadi-rp500-ribu-bupati-malang-ungkap-ini.html">tidak sampai Rp 600.000,-</a> per bulan, talenta mana yang mau berkecimpung di profesi ini?</p>
<p>Selain itu, pemerataan kesempatan pendidikan dan program pengentasan kemiskinan juga krusial. </p>
<p>Solusi negara tidak bisa hanya selesai pada membuat sekolah menjadi <a href="https://projectmultatuli.org/tumbal-sekolah-gratis-di-jawa-barat-memiskinkan-guru-menyusahkan-orangtua-merugikan-peserta-didik/">berbiaya rendah atau gratis</a>, tetapi juga perlu <a href="https://theconversation.com/berebut-bangku-pendidikan-kenapa-sekolah-swasta-tak-seharusnya-menjadi-jawaban-dari-masalah-sekolah-negeri-206324">memeratakan kualitas sekolah publik</a> hingga memerhatikan keadaan murid ketika mereka berada di luar sekolah.</p>
<p>Faktanya, kemampuan belajar anak Indonesia yang rendah juga disebabkan keseharian mereka yang menghambat pembelajaran di sekolah, misalnya harus turut <a href="https://projectmultatuli.org/underprivileged-gen-z-kampung-kota-jakarta-putus-sekolah-jadi-pekerja-anak-dan-penanggung-hidup-keluarga/">membanting tulang membantu keluarga</a>. </p>
<p>Tentu, visi <em>student-centered learning</em> yang dibawa Kemdikbudristek berangkat dari niat baik untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Namun, niat yang tulus dan kebijakan yang efektif adalah dua hal yang berbeda.</p>
<p>Jangan sampai Indonesia bersikap latah – hanya karena melihat sesuatu yang tampak lebih canggih seperti <em>student-centered learning</em>, maka berbondong-bondong untuk meninggalkan apa saja yang dianggap usang, tanpa mempertimbangkan konteks lokal.</p>
<p>Mungkin, kita harus merenungkan ungkapan teoretikus pendidikan Brazil, <a href="https://www.goodreads.com/en/book/show/104946">Paulo Freire</a>:</p>
<blockquote>
<p>Kita memiliki metode untuk mendekatkan konten, metode yang mampu membuat kita lebih dekat dengan siswa. Namun, beberapa metode tersebut justru dapat mendorong kita menjadi lebih jauh dari siswa.</p>
</blockquote><img src="https://counter.theconversation.com/content/205589/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Reza Aditia tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Pembelajaran berbasis projek memang terdengar lebih keren dan progresif. Namun, pembelajaran yang berpusat pada guru masih relevan pada abad ke-21, bahkan dalam kondisi tertentu bisa jadi lebih baik.Reza Aditia, Pengajar dan peneliti bidang pendidikan, Universitas Muhammadiyah Sumatera UtaraLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2001822023-04-11T08:35:01Z2023-04-11T08:35:01ZRUU Sisdiknas: peluang besar untuk benahi kualitas pendidikan – kita perlu perjuangkan terus sambil membuka lebar diskusi publik<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/520193/original/file-20230411-18-kzp4i8.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/jakarta-indonesia-june-24-2019-teacher-1435641053">(Shutterstock/Arief Akbar)</a></span></figcaption></figure><p>Pemerintah saat ini sedang merumuskan <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/">rancangan</a> untuk memperbarui Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/43920/uu-no-20-tahun-2003">(UU Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003</a>.</p>
<p>Selama dua dekade terakhir, UU ini menjadi payung hukum yang mendasari semua kebijakan dan kegiatan pendidikan bagi warga negara Indonesia. Di antaranya adalah pengaturan karir dan kompetensi guru hingga jalur dan jenis institusi pendidikan.</p>
<p>Sayangnya, di bawah payung UU Sisdiknas 2003 ini, mutu pendidikan kita – khususnya hasil belajar murid – berdasarkan ukuran nasional maupun global relatif stagnan alias tidak menunjukkan perbaikan. Bahkan, dalam beberapa indikator, performa murid Indonesia merosot.</p>
<p>Meski <a href="https://theconversation.com/naik-kelas-tapi-tak-belajar-penelitian-ungkap-3-capaian-buruk-terkait-pendidikan-di-indonesia-sejak-tahun-2000-164408">alokasi anggaran negara untuk pendidikan</a> meningkat dan berlipat ganda hingga mencapai 20% per tahun – terutama <a href="https://theconversation.com/guru-makin-sejahtera-di-era-desentralisasi-tapi-tidak-berdampak-pada-kualitas-pendidikan-86000">untuk guru</a> – <a href="https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0738059321000894">penelitian kami</a> untuk program <a href="https://rise.smeru.or.id/id/tentang-kami"><em>Research on Improving Systems of Education (RISE)</em></a> menemukan capaian numerasi pelajar Indonesia justru relatif memburuk sejak 2000.</p>
<p>Sejak 2013, hasil tes internasional <a href="https://www.oecd.org/pisa/pisa-2015-results-in-focus.pdf"><em>Programme for International Student Assessment (PISA)</em></a> juga selalu menempatkan kemampuan membaca, berhitung, dan sains pelajar Indonesia pada peringkat bawah dari hampir 80 negara peserta – bahkan <a href="https://radioedukasi.kemdikbud.go.id/read/3341/kemendikbudristek-harap-skor-pisa-indonesia-segera-membaik.html#:%7E:text=%22Hasil%20survei%20PISA%202018%20menempatkan,di%20posisi%2071%2C%22%20pungkasnya.">keenam dari bawah</a> untuk hasil terbaru pada 2018.</p>
<p>Tak hanya siswa, <a href="http://10609215.siap-sekolah.com/2016/01/06/inilah-hasil-uji-kompetensi-guru-ukg-tahun-2015/#.Y66pZHZBzIU">Uji Kompetensi Guru (UKG)</a> yang digelar pemerintah pada 2015 menunjukkan rerata nilai nasional guru sebesar 53,02 – masih di bawah standar minimum yakni 55.</p>
<p>Program RISE Indonesia memetakan Indonesia mengidap beberapa masalah krusial dalam sektor pendidikan, termasuk: (1) penyelarasan <a href="https://rise.smeru.or.id/id/publikasi/systemic-constraints-facing-teacher-professional-development-middle-income-country">pendidikan dan pelatihan guru</a>, (2) sistem <a href="https://rise.smeru.or.id/id/blog/dukungan-pengembangan-karier-bagi-guru-di-indonesia-sangat-lemah-dan-membuat-status-asn-hanya">evaluasi dan karir guru</a>, dan (3) <a href="https://theconversation.com/riset-tunjukkan-indonesia-kekurangan-kebijakan-pendidikan-di-daerah-yang-efektif-114937">kewenangan dan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah</a>.</p>
<p>Catatan di atas menjadi indikasi bagaimana kerangka kebijakan pendidikan yang ditawarkan UU Sisdiknas 2003 beserta berbagai aturan turunannya belum mampu mendongkrak hasil belajar murid-murid Indonesia.</p>
<p>Menurut argumen sebagian peneliti, ini salah satunya karena UU Sisdiknas 2003 masih memuat beragam peraturan yang <a href="https://theconversation.com/membedah-tiga-tujuan-utama-ruu-sisdiknas-payung-hukum-baru-yang-akan-merombak-sistem-pendidikan-indonesia-190538">tumpang tindih</a> dengan UU lainnya – seperti UU Guru dan Dosen tahun 2012 – serta memuat pasal-pasal yang <a href="https://theconversation.com/membedah-tiga-tujuan-utama-ruu-sisdiknas-payung-hukum-baru-yang-akan-merombak-sistem-pendidikan-indonesia-190538">terlalu rinci sehingga menjadi kaku</a> ketika ada upaya perubahan. </p>
<p>Menurut mereka, misalnya, hal ini sering membuat upaya transformasi dan inovasi seperti kebijakan-kebijakan <a href="https://merdekabelajar.kemdikbud.go.id">Merdeka Belajar</a> – dari Sekolah Penggerak hingga Kurikulum Merdeka – kerap tersendat kompleksitas hukum pendidikan dan bisa berjalan kurang optimal dalam menunjang capaian murid.</p>
<p>Inilah mengapa menurut kami, RUU Sisdiknas sebenarnya berpotensi menjadi peluang penting bagi Indonesia untuk memecah kebuntuan capaian pendidikannya. Mengingat potensinya yang besar dan luas, perumusannya perlu terus diperjuangkan dengan melibatkan publik dan seluruh pemangku kepentingan baik yang pro maupun kontra.</p>
<h2>Peluang segar memecah kebuntuan</h2>
<p>Salah satu upaya penting yang ingin dilakukan dalam RUU Sisdiknas baru adalah penyelarasan peraturan pendidikan yang ada saat ini.</p>
<p>RUU Sisdiknas yang baru rencananya tak hanya memperbarui UU Sisdiknas 2003, tapi juga akan mengintegrasikan dua UU penting lain dalam pendidikan Indonesia, yakni <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40266/uu-no-14-tahun-2005">UU Guru dan Dosen tahun 2005</a> dan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39063/uu-no-12-tahun-2012">UU Pendidikan Tinggi tahun 2012</a>. Ini demi menghilangkan tumpang tindih peraturan yang ada – misalnya standar nasional pendidikan yang <a href="https://theconversation.com/membedah-tiga-tujuan-utama-ruu-sisdiknas-payung-hukum-baru-yang-akan-merombak-sistem-pendidikan-indonesia-190538">kurang sinkron</a> antara UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi.</p>
<p>Selain itu, dalam draf terbarunya, misalnya, <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/">RUU Sisdiknas</a> menawarkan <a href="https://theconversation.com/membedah-tiga-tujuan-utama-ruu-sisdiknas-payung-hukum-baru-yang-akan-merombak-sistem-pendidikan-indonesia-190538">beberapa perubahan penting lain</a>. Di antaranya adalah:</p>
<ul>
<li>penyelerasan standar dan nomenklatur satuan pendidikan sehingga mempermudah murid berpindah jalur dan jenis pendidikan (misalnya antara pesantren formal dengan satuan lain),</li>
<li>penyederhanaan aturan administratif terkait pendidik dan tenaga kependidikan demi berfokus pada kompetensi guru sekaligus pengakuan kategori pengajar seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang sebelumnya tak dianggap guru, hingga</li>
<li>perluasan program wajib belajar menjadi 13 tahun dengan menambahkan prasekolah (setara Taman Kanak-Kanak Nol Besar atau TK-B) sebagai jenjang penting yang menguatkan fondasi perkembangan akademik anak.</li>
</ul>
<p>Tentu, sebagai sebuah rancangan, wujud dan substansi RUU Sisdiknas saat ini belum final dan akan terus mengalami penggodokan.</p>
<p>Namun, berbagai perombakan besar ini harapannya pada akhirnya mampu mewujudkan payung hukum pendidikan yang lebih selaras, sederhana, dan terintegrasi, namun fleksibel dan terbuka terhadap inovasi-inovasi kebijakan baru untuk mendongkrak capaian belajar.</p>
<h2>Seruan partisipasi publik</h2>
<p>Meski mendapatkan sejumlah dukungan, RUU Sisdiknas juga menuai kritik dari berbagai pihak.</p>
<p><a href="https://nasional.tempo.co/read/1628061/4-polemik-ruu-sisdiknas-minim-pelibatan-publik">Beberapa isu</a> yang sempat muncul, misalnya, termasuk terbatasnya pelibatan publik, terhapusnya pasal terkait tunjangan profesi guru, kekhawatiran terkait pelemahan keberadaan madrasah, dan penghapusan pasal-pasal penting dalam tiga UU tentang pendidikan sebelumnya.</p>
<p>Namun demikian, kami berpendapat bahwa alih-alih menghentikan RUU Sisdiknas karena kekurangannya selama proses perumusan, RUU ini punya urgensi tinggi terkait situasi darurat pendidikan di Indonesia. Ia perlu terus direvisi, diperkuat, dan disempurnakan dengan mengakomodasi pertimbangan berbagai pihak agar memperoleh rumusan yang terbaik.</p>
<p>Masih ada kesempatan luas bagi segenap pemangku kepentingan untuk berpartisipasi mematangkan rancangannya melalui dialog berbasis argumen rasional dan bukti empiris.</p>
<p><a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/212810/uu-no-13-tahun-2022">UU Nomor 13 Tahun 2022</a> tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mewajibkan pengusul RUU – dalam hal ini Kementerian Pendidikan (Kemdikbudristek) – membuka ruang masukan sebagai bentuk pelibatan publik dalam menyusun UU. </p>
<p>Berbagai pihak seperti <a href="https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K10-14-7ee21a8836b8ffdc6ef99594751c1e9c.pdf">Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI)</a>, hingga <a href="https://www.viva.co.id/edukasi/1524577-forum-rektor-ruu-sisdiknas-harus-komprehensif">Forum Rektor Perguruan Tinggi Negeri</a> pun turut menyerukan pentingnya Kemdikbudristek membuka diri seluas-luasnya atas masukan publik terhadap RUU Sisdiknas. </p>
<p>Bahkan, hingga saat ini sudah ada pihak-pihak yang aktif mengajak publik berdiskusi terkait bahasan-bahasan penting yang ada dalam RUU Sisdiknas.</p>
<p>Kanal YouTube bertajuk <a href="https://www.google.com/search?q=tanya+pak+doni+saja&rlz=1C1ONGR_enID1027ID1027&oq=tanya+pak+doni+saja&aqs=chrome..69i57j33i160.7602j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8">“Tanya Pak Doni Saja”</a>, misalnya, rutin menyampaikan pandangan kritis atas berbagai isu RUU Sisdiknas. Kemdikbudristek harus merespons dengan baik – jangan sampai pembahasan kritis semacam ini dianggap sebagai angin lalu.</p>
<p>Kami juga berpendapat bahwa Kemdikbusristek perlu membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk secara kontinyu membuka pintu partisipasi, saran, dan kritik mengenai RUU Sisdiknas. </p>
<p>Pada awal tahun ini, RUU Sisdiknas ditolak untuk masuk ke dalam Program Legislatif Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR. </p>
<p>Terlepas apakah akan masuk ke Prolegnas Prioritas tahun 2024 ataupun tidak, Kemdikbudristek harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka serius dalam menggodok RUU penting ini dengan melibatkan publik dan pemangku kepentingan dalam penyusunannya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/200182/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>RUU Sisdiknas bisa jadi peluang penting membenahi capaian pendidikan Indonesia. Karena dampaknya yang luas, RUU ini perlu terus diperjuangkan dengan melibatkan publik dan pemangku kepentingan.Syaikhu Usman, Peneliti Utama, SMERU Research InstituteLuhur Bima, Senior Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2020822023-03-20T02:18:34Z2023-03-20T02:18:34ZTerjebak dalam kebiasaan lama: mengapa guru Indonesia masih kesulitan mengajarkan kemampuan berpikir kritis<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/516175/original/file-20230319-7322-vqytnx.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/kudus-indonesia-october-30-2015-teaching-673443058">(E. S. Nugraha/Shutterstock)</a></span></figcaption></figure><p>Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi dan terotomasi, <a href="https://www.oecd-ilibrary.org/education/fostering-students-creativity-and-critical-thinking_62212c37-en">kemampuan berpikir kritis (<em>critical thinking</em>) menjadi hal yang berharga</a> pada abad ke-21. Kemampuan ini membekali pelajar dengan kapasitas untuk mengkritisi dan memilah begitu banyak informasi di ujung jari, serta menganalisis masalah-masalah kompleks untuk menciptakan solusi unik dan baru.</p>
<p>Di banyak negara, termasuk Indonesia, <em>critical thinking</em> masuk dalam kebijakan pendidikan. Kurikulum terbaru, misalnya, yakni “<a href="https://repositori.kemdikbud.go.id/24964/">Kurikulum Merdeka</a>”, secara eksplisit menyatakan kemampuan berpikir kritis sebagai indikator penting bagi para lulusan.</p>
<p>Bahkan, salah satu kebijakan pendidikan paling awal yang secara khusus memandatkan guru untuk memasukkan kemampuan berpikir kritis ke dalam pengajaran <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5025/pp-no-17-tahun-2010">diterbitkan pada 2010</a> – lebih dari satu dekade lalu.</p>
<p>Namun, walaupun ada kebijakan-kebijakan tersebut, <a href="https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ijee/article/view/26673">penelitian kami</a> menemukan bahwa banyak guru di Indonesia masih kesulitan dalam mengajarkan dan membangun kemampuan ini di antara murid.</p>
<p>Meski kesadaran terkait <em>critical thinking</em> itu tinggi, ketika mengajarkannya, guru masih terjebak pada <a href="https://theconversation.com/asesmen-pengganti-un-akan-tetap-jadi-momok-jika-%20guru-dan-sekolah-masih-pegang-budaya-tes-155135">kebiasaan lama yang sudah mendarah daging</a> dalam pendidikan di Indonesia. Ini termasuk budaya pembelajaran berbasis hafalan dan mentalitas “mengajar untuk ujian”.</p>
<p>Dalam laporan <a href="https://www.oecd.org/pisa/pisa-2015-results-in-focus.pdf">Programme for International Student Assessment (PISA)</a> terbaru pada 2018, pelajar Indonesia mesuk ke dalam <a href="https://www.oecd.org/pisa/publications/pisa-2018-results.htm">peringkat 10 terbawah dari hampir 80 negara peserta</a>. Mereka meraih nilai yang sangat rendah dalam beberapa indikator <em>critical thinking</em> – terutama literasi dan numerasi.</p>
<h2>Kebiasaan lama yang mendarah daging</h2>
<p>Salah satu penyebab masalah ini terletak pada pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan oleh guru kepada murid di kelas.</p>
<p>Dalam <a href="https://www.routledge.com/Thinking-Skills-and-Creativity-in-Second-Language-Education-Case-Studies/Li/p/book/9781138297944">riset kami terhadap kelas-kelas mata pelajaran bahsa Inggris</a> di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA), kami menemukan bahwa alih-alih mengajak murid <a href="https://www.taylorfrancis.com/books/mono/10.4324/9781315169378/education-spite-policy-robin-alexander">berpikir dan berefleksi</a>, banyak guru terpaku pada pola mengajar “<em>initiate-respond-evaluate</em>” (inisiasi-respons-evaluasi). Artinya, guru seringkali hanya menguji atau memberikan ulangan lalu memberi tahu jawabannya.</p>
<p>Mentalitas semacam ini masih umum di Indonesia. Guru sejak lama dituntut untuk menyiapkan murid untuk menghadapi ujian-ujian penentu nasib, yang seringkali berbasis pilihan ganda, seperti Ujian Nasional.</p>
<p>Walaupun Kementerian Pendidikan (Kemdikbudristek) sudah menghentikan Ujian Nasional – pertama dilakukan pada 1965 – pada tahun 2020, <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjF98Dw9I7vAhUCU30KHYaaDmUQFjAAegQIAhAD&url=https%3A%2F%2Fresearcharchive.vuw.ac.nz%2Fxmlui%2Fbitstream%2Fhandle%2F10063%2F3201%2Fthesis.pdf%3Fsequence%3D2&usg=AOvVaw00awPyyFdCG0iL248o9NJK">dampaknya setelah 55 tahun</a> masih sangat terasa di antara guru.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-desain-ideal-tes-pengganti-un-yang-diusung-menteri-nadiem-akademisi-berpendapat-130059">Bagaimana desain ideal tes pengganti UN yang diusung Menteri Nadiem? Akademisi berpendapat</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Misalnya, selain memperkenalkan standar-standar baru terkait <em>critical thinking</em>, pemerintah juga <a href="https://theconversation.com/pisa-inspired-tests-will-replace-indonesias-national-exams-in-2021-how-should-they-be-implemented-129462">memberlakukan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)</a> untuk menggantikan Ujian Nasional. Asesmen ini tidak menentukan kelulusan dan hanya dipakai untuk mengevaluasi capaian belajar murid secara nasional.</p>
<p>Meski demikian, guru <a href="https://theconversation.com/asesmen-pengganti-un-akan-tetap-jadi-momok-jika-%20guru-dan-sekolah-masih-pegang-budaya-tes-155135">masih fokus untuk memastikan murid bisa meraih skor tinggi</a> pada standar-standar dan ajang asesmen tersebut. Metode evaluasinya berubah, tapi mentalitas serba ujian tersebut masih bertahan.</p>
<p>Obsesi terhadap skor tinggi dan jawaban yang tepat ini tidak selaras dengan prinsip pengajaran <em>critical thinking</em> yang menuntut murid untuk menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan solusi bagi suatu masalah.</p>
<p><a href="https://www.routledge.com/Thinking-Skills-and-Creativity-in-Second-Language-Education-Case-Studies/Li/p/book/9781138297944">Riset kami</a> juga menemukan bahwa guru kerap melewatkan peluang untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dalam aktivitas kelas. Karena mereka terjebak dalam pola inisiasi-respons-evaluasi, setelah selesai mengevaluasi jawaban murid, guru langsung beralih ke pertanyaan berikutnya ketimbang membiarkan munculnya diskusi lanjutan yang kaya.</p>
<p>Ini juga menjadi disinsentif bagi murid yang sebenarnya ingin bertanya, sehingga mereka malah <a href="https://www.taylorfrancis.com/books/mono/10.4324/9781315169378/education-spite-policy-robin-alexander">diposisikan sebagai penerima ilmu yang pasif</a>. Karena murid sadar bahwa jawaban-jawaban mereka akan dievaluasi, mereka bisa saja merasa kurang nyaman berpartisipasi dalam aktivitas kelas.</p>
<h2>Tak sepenuhnya salah guru</h2>
<p>Meski pemerintah sudah memasukkan <em>critical thinking</em> sebagai tujuan pembelajaran bagi murid, jejak-jejak budaya ujian masih kental dalam kebijakan pendidikan terkini.</p>
<p>Dalam kurikulum saat ini, guru diminta untuk mendesain berbagai pertanyaan untuk membangun kemampuan analitis murid – umumnya dikenal sebagai pertanyaan-pertanyaan “<a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.3102/0034654314551063">Higher Order Thinking Skills</a>” (Kemampuan Berpikir Tingkat Lanjur). Tapi, tujuannya masih berfokus pada menguji ketimbang mengajar.</p>
<p>Pembuat kebijakan di Indonesia tampaknya masih beranggapan bahwa membangun kemampuan berpikir kritis itu hanya berarti mengembangkan pertanyaan-pertanyaan khas ujian dari yang awalnya berbasis penghafalan dasar, menjadi pertanyaan ujian yang sedikit lebih kompleks.</p>
<p>Penelitian menunjukkan bahwa pemikiran semacam ini umum di antara <a href="https://www.proquest.com/openview/e6b77ae81591916d308524d25d7a7e83/1.pdf?pq-origsite=gscholar&cbl=47978">sistem pendidikan yang berbasis luaran atau hasil</a> (<em>outcome-based education</em>), termasuk Indonesia.</p>
<h2>Membenahi pengajaran <em>critical thinking</em></h2>
<p>Perlu pemahaman yang lebih matang akan <em>critical thinking</em>. Pengajaran harus bisa mendorong murid untuk mempertimbangkan berbagai alternatif, menemukan solusi atas suatu masalah, hingga menjelaskan proses penalaran mereka.</p>
<p>Tapi, untuk mewujudkan ini, pemerintah dan guru perlu menciptakan suasana ruang kelas yang mendukung dan aman. Murid <a href="https://journals.sagepub.com/doi/10.3102/0034654314551063">butuh ruang</a> untuk mengekspresikan ide-ide mereka dan menyuarakan pendapat maupun kekhawatiran mereka. Para murid harus terlibat dalam dialog terbuka dan reflektif dengan sesama maupun dengan guru.</p>
<p>Dalam riset kami yang tengah berlangsung, kami berkolaborasi dengan beberapa guru terpilih di Jawa Barat untuk bereksperimen dengan pembelajaran berbasis proyek.</p>
<p>Di salah satu kelas, misalnya, murid mendiskusikan dan merefleksikan isu-isu sosial tertentu untuk mempersiapkan proyek siniar (<em>podcast</em>).</p>
<p>Lewat kerja kelompok dan kerja sesama murid secara aktif, guru membongkar pola tradisional inisiasi-respons-evaluasi, dan kini memposisikan murid – keitmbang mereka sendiri – menjadi <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/08957347.2013.793190">pusat dari proses pembelajaran</a>.</p>
<p>Para murid secara independen meneliti suatu topik dan mengembangkan <em>podcast</em> mereka sendiri untuk melakukan refleksi kritis atas penyebab dan dampak dari isu sosial tertentu, serta menawarkan solusi mereka yang disertai penjelasan yang mendalam.</p>
<p>Pengajaran tradisional yang berpusat pada guru memang <a href="https://www.routledge.com/Thinking-Skills-and-Creativity-in-Second-Language-Education-Case-Studies/Li/p/book/9781138297944">punya beberapa manfaat</a>, misalnya terkait manajemen ruang kelas yang lebih mudah. Tapi, <em>critical thinking</em> membutuhkan lingkungan belajar yang lebih demokratis dan inklusif. Dengan begini, murid lebih bisa berinteraksi dengan konsep-konsep yang menguji pemikiran.</p>
<p>Pemberhentian Ujian Nasional secara permanen sejak 2020 adalah tonggak penting yang harapannya bisa mulai mengakhiri budaya pengujian dalam sistem pendidikan Indonesia. Sekarang, guru harus mengembangkan strategi-strategi baru untuk membangun kemampuan berpikir kritis para murid.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/202082/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ketika mengajarkan kemampuan berpikir kritis, guru masih terjebak pada kebiasaan lama yang sudah mendarah daging. Ini termasuk pembelajaran berbasis hafalan dan mentalitas “mengajar untuk ujian”.Maya Defianty, Dosen di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Tarbiyah (FITK), UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaKate Wilson, Adjunct Associate Professor, University of CanberraLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/2021132023-03-19T17:37:38Z2023-03-19T17:37:38ZDiskalkulia: bagaimana cara mendukung anak yang punya gangguan belajar matematika<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/516193/original/file-20230319-6836-i50sjb.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/girl-doing-exercise-math-303704459">(Lorena Fernandez/Shutterstock)</a></span></figcaption></figure><p>Penguasaan matematika yang bagus sering dikaitkan dengan <a href="https://www.nationalnumeracy.org.uk/sites/default/files/2021-04/Counting%20on%20the%20Recovery%20(compressed)%20FINAL.pdf">kesuksesan yang lebih besar dalam dunia kerja</a> dan kesehatan yang lebih baik. Tapi sebagian besar di antara kita – <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2013.00516/full">hingga 22%</a> di Inggris, negara tempat kami mengajar – mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Tak hanya itu, sekitar <a href="https://pure.qub.ac.uk/en/publications/the-prevalence-of-specific-learning-disorder-in-mathematics-and-c">6% anak di sekolah dasar</a> di negara tersebut bisa jadi mengidap diskalkulia, suatu gangguan kesulitan belajar matematika.</p>
<p>Dalam perkembangan hidup manusia, <a href="https://www.ucl.ac.uk/ioe/departments-and-centres/departments/psychology-and-human-development/child-development-and-learning-difficulties-lab/awareness-developmental-dyscalculia-and-mathematical-difficulties-toolkit-add">diskalkulia</a> merupakan kondisi ketika seseorang kesulitan dalam <a href="https://www.bdadyslexia.org.uk/dyscalculia">memahami angka</a> yang terjadi secara terus menerus. Ini bisa mempengaruhi siapa saja, terlepas dari usia atau tingkat kemampuan mereka.</p>
<p>Persentase 6% anak-anak mengidap diskalkulia sama dengan satu atau dua anak dalam setiap kelas yang berisi 30 anak. Angka ini kurang lebih setara dengan estimasi anak-anak yang memiliki gangguan <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8183124/">disleksia</a> (gangguan dalam perkembangan baca-tulis). Tapi, baik masyarakat maupun guru relatif kurang mengenal diskalkulia. Riset terkait gangguan ini juga tidak sebanyak riset tentang gangguan belajar lainnya.</p>
<p>Anak-anak dengan diskalkulia bisa jadi kesulitan mempelajari kemampuan dan konsep matematika dasar, termasuk pencacahan, penjumlahan, pengurangan, dan perkalian sederhana. Di kemudian hari, mereka juga bisa mengalami kesulitan dalam memahami fakta dan proses matematika tingkat lanjut, termasuk peminjaman dan pembawaan, hingga memahami pecahan dan rasio, misalnya. Diskalkulia tak hanya mempengaruhi anak dalam pelajaran matematika saja: dampaknya bisa terasa dalam berbagai aspek kurikulum.</p>
<p>Kesulitan-kesulitan ini tidak bisa dianggap sebagai sekadar kemampuan di bawah rata-rata, atau dapat dijelaskan oleh gangguan belajar lain. Meski demikian, anak-anak dengan diskalkulia bisa jadi mengalami gangguan belajar lain secara bersamaan, seperti <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3514770/">disleksia dan ADHD</a> (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas).</p>
<p>Berikut beberapa tips praktis untuk mendukung anak dengan gangguan belajar matematika.</p>
<h2>Gunakan alat peraga</h2>
<p>Anak-anak dengan diskalkulia bisa terbantu dengan <a href="https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33845673/">dukungan-gukungan praktis</a> ketika mengerjakan soal penjumlahan dan penghitungan sederhana. Bisa jadi mereka akan sering membutuhkan alat bantu praktis, seperti jari mereka atau sempoa. Mereka juga bisa terbantu dengan alat penghitung (<em>counters</em>) dan manik-manik untuk membuat himpunan atau kelompok, maupun menggunakan garis bilangan untuk menggarap soal.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1588430330671026176"}"></div></p>
<p>Anak-anak yang lebih tua bisa jadi terbantu dengan adanya suatu kertas contekan atau ringkasan (<em>crib sheet</em>). Ini memudahkan mereka mengakses informasi terkait tabel perkalian atau rumus-tumus tertentu. </p>
<p>Metode-metode pengajaran yang inklusif seperti ini bahkan bisa bermanfaat untuk semua murid, tak hanya mereka yang punya gangguan diskalkulia.</p>
<h2>Pecah soalnya menjadi bagian-bagian yang lebih mudah</h2>
<p>Riset menunjukkan bahwa <a href="https://educationendowmentfoundation.org.uk/education-evidence/teaching-learning-toolkit/metacognition-and-self-regulation">metakognisi</a> punya dampak positif terhadap pembelajaran matematika. Metakognisi adalah “berpikir tentang berpikir” – misalnya, memikirkan tentang informasi yang kita tahu dan yang tidak kita tahu, atau kesadaran akan strategi-strategi yang kita punya untuk menyelesaikan persoalan.</p>
<p>Mengajarkan anak strategi untuk mengidentifikasi pada bagian mana mereka bisa memulai memecahkan masalah, dan bagaimana caranya memecah persoalan matematika menjadi bagian yang lebih kecil, bisa jadi langkah awal yang baik. Misalnya, orang tua dan guru bisa mendorong anak untuk memakai lagu dan jembatan keledai untuk membantu mereka mengingat strategi-strategi untuk menyelesaikan persoalan tertentu.</p>
<p>Sebagai gambaran, dalam bahasa Inggris ada jembatan keledai “DRAW” yang membekali murid dengan strategi untuk menyelesaikan soal-soal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian:</p>
<p>D untuk <em>discover</em>: temukan simbol-simbolnya – para murid menemukan, melingkari, dan menyebutkan nama dari simbol operasi (+, -, x, atau /).</p>
<p>R untuk <em>read</em>: bacalah soalnya – murid kemudian membaca persamaannya.</p>
<p>A untuk <em>answer</em>: para murid menggambarkan palang romawi (<em>tally marks</em>) atau lingkaran untuk menemukan jawabannya, dan tak lupa mengecek hasilnya.</p>
<p>W untuk <em>write</em>: murid menuliskan jawaban untuk soal tersebut.</p>
<h2>Cari tahu mereka paling butuh bantuan dalam hal apa</h2>
<p>Anak-anak dengan kesulitan belajar matematika sering kali terhambat dalam suatu soal, kemudian mudah menyerah.</p>
<p>Guru dan orang tua harus menanyakan pada anak-anak bagian mana yang paling sulit bagi mereka – bahkan <a href="https://www.repository.cam.ac.uk/bitstream/handle/1810/290514/Szucs%2041179%20-%20Main%20Public%20Output%208%20March%202019.pdf?sequence=1&isAllowed=y">anak-anak kecil</a> pun bisa mengkomunikasikan ini – dan kemudian berikan mereka penjelasan sejelas-jelasnya untuk mendukung mereka menguasai bagian sulit tersebut.</p>
<h2>Belajar satu persatu</h2>
<p>Mengingat soal matematika bisa jadi membingungkan bagi anak dengan gangguan belajar matematika, pastikan untuk menggarap soal satu persatu. Ini bisa berarti menutupi soal-soal lain dalam halaman soal tersebut, dan menghilangkan gambar-gambar yang kurang relevan.</p>
<p>Berikan juga timbal balik secara langsung, baik untuk jawaban yang tepat maupun salah. Ini bisa membantu anak belajar dari garapan mereka dan memahami perbedaan antara strategi-strategi pemecahan masalah yang berbeda.</p>
<figure class="align-center ">
<img alt="Mother and daughter doing maths and counting on fingers" src="https://images.theconversation.com/files/497698/original/file-20221128-4861-j9nre0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/497698/original/file-20221128-4861-j9nre0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/497698/original/file-20221128-4861-j9nre0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/497698/original/file-20221128-4861-j9nre0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/497698/original/file-20221128-4861-j9nre0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/497698/original/file-20221128-4861-j9nre0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/497698/original/file-20221128-4861-j9nre0.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px">
<figcaption>
<span class="caption">Fokus pada satu topik atau soal terlebih dahulu sebelum pindah ke soal yang lain.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/patient-mom-teaching-daughter-schoolwork-home-489146788">Ground Picture/Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Hal lain yang juga bisa membantu adalah memberikan banyak repetisi atau pengulangan, mengajar dengan sesi-sesi yang pendek tapi sering, dan memastikan bahwa murid tahu apa yang harus mereka lakukan jika mereka mengalami kesulitan, seperti bertanya atau meminta bantuan pada orang dewasa.</p>
<h2>Pakai bahasa yang tepat</h2>
<p>Bahasa dan simbol matematika juga bisa membingungkan. Misalnya, angka negatif punya tanda minus, tapi tanda minus juga bisa dipakai sebagai simbol operasi seperti pengurangan. Kita bisa jadi memakai kata “minus” untuk kedanya – misalnya, mengatakan “14 minus minus 9” (14 - -9). Ini bisa jadi sulit untuk dipahami. Pakailah variasi kata-kata, seperti “dikurangi”, “minus”, dan “diambil” untuk menjelaskan konsep yang sama. Dalam hal ini, penting untuk memakai bahasa yang jelas.</p>
<p>Kita pun bisa membantu anak dengan mengembangkan kosakata matematika mereka, sekaligus mengecek pemahaman mereka secara bersamaan.</p>
<h2>Gunakan permainan</h2>
<p>Matematika itu ada di mana-mana di sekitar kita. Apa yang dipelajari di ruang kelas juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari. <a href="https://www.nuffieldfoundation.org/project/improving-preschoolers-number-foundations">Riset kami</a> telah menunjukkan bahwa anak-anak yang masih belia akan terbantu dengan permainan matematika kecil-kecilan menggunakan alat dan bahan di sekitar mereka.</p>
<p>Menghitung dan mengoleksi sejumlah benda bisa dilakukan di manapun: di meja makan, di kamar mandi, ataupun ketika sedang berjalan-jalan. <a href="https://www.nuffieldfoundation.org/wp-content/uploads/2022/05/Can-Maths-Apps-Add-Value-to-Young-Childrens-Learning-A-Systematic-Review-and-Content-Analysis_Web_final_v2.pdf">Aplikasi pembelajaran</a> berbasis praktik juga bisa membantu anak menguasai kemampuan matematika dasar.</p>
<h2>Bersikap positif</h2>
<p>Terakhir, penting untuk selalu menanamkan perasaan positif terhadap matematika. Ini bisa jadi termasuk tidak menceritakan kekhawatiran dan perasaan negatif kita sendiri terkait matematika. Justru, kita harus membangun minat terhadap matematika yang dapat membantu anak-anak terus tumbuh dan melampaui kesulitan-kesulitan yang mereka alami.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/202113/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Jo Van Herwegen menerima pendanaan dari Higher Education Innovation Funding - UKRI.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Elisabeth Herbert dan Laura Outhwaite tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Gunakan alat peraga, pecahkan soalnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dan tetaplah positif.Jo Van Herwegen, Associate Professor in the department of Psychology and Human Development, UCLElisabeth Herbert, Associate Professor, Department of Psychology and Human Development, IOE UCLUCL IOE. Programme Director for MA SpLD dyslexia and Programme route leader for the MA in Special and Inclusive Education Specific Learning Difficulties route, UCLLaura Outhwaite, Senior Research Fellow in the Centre for Education Policy and Equalising Opportunities, UCLLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1947522022-11-25T02:32:16Z2022-11-25T02:32:16ZDua tahun lebih online learning, guru belum maksimal pakai teknologi pembelajaran: apa kendala dan solusinya?<p>Integrasi <a href="http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2019/10/pembelajaran-bauran-bersama-rumah-belajar-di-smkn-1-gorontalo/">teknologi dalam pembelajaran</a> – dari aplikasi kelas daring hingga platform edukasi – semakin menjadi keniscayaan bagi guru di Indonesia, terlebih setelah melewati pandemi yang <a href="https://pusdatin.kemdikbud.go.id/pemanfaatan-teknologi-pembelajaran-dalam-adaptasi-pandemi-covid-19/">mengharuskan mereka menjalankan <em>online learning</em></a>. </p>
<p>Jika penggunaannya tepat, teknologi pembelajaran <a href="https://link.springer.com/article/10.1186/s41239-017-0043-4">bisa membantu meningkatkan kualitas</a> dan pemerataan pendidikan di Indonesia. Bahkan, Kementerian Pendidikan (Kemdikbudristek) kini intens mengembangkan dan mempromosikan beragam platform – termasuk platform ‘<a href="https://theconversation.com/pakar-menjawab-setelah-kemdikbud-pakai-model-kemitraan-vendor-ala-shadow-organisation-apa-hasil-dan-dampaknya-bagi-dunia-pendidikan-192542">Merdeka Mengajar</a>’ – sebagai upaya mempercepat adopsi teknologi pembelajaran.</p>
<p>Tapi, kajian UNICEF yang terbit tahun lalu menunjukkan banyak guru di Indonesia masih <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/9956/file/Situation%20Analysis%20on%20Digital%20Learning%20in%20Indonesia.pdf">belum mampu menggunakan teknologi pembelajaran dengan maksimal</a> meski sudah menjalani <em>online learning</em> selama 2 tahun. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/memadukan-kelas-online-dan-offline-selama-pandemi-berhasil-di-eropa-mengapa-di-indonesia-tidak-mudah-145550">Memadukan kelas _online_ dan _offline_ selama pandemi berhasil di Eropa. Mengapa di Indonesia tidak mudah?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Bahkan, guru yang berhasil menjalankan kelas via aplikasi konferensi daring seperti Zoom, kerap <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/9956/file/Situation%20Analysis%20on%20Digital%20Learning%20in%20Indonesia.pdf">bertahan dengan metode lama</a>, mulai dari mengajar dengan ceramah satu arah hingga kembali terbatas pada buku teks fisik. Ini membuat murid gagal <em>nyambung</em> dengan pembelajaran.</p>
<p>Apa saja hambatan yang dihadapi guru dan bagaimana kita bisa memberdayakan mereka untuk bisa menggunakan teknologi pembelajaran dengan efektif?</p>
<h2>Hambatan guru dalam memakai teknologi pembelajaran</h2>
<p>Salah satu kendala utama pemakaian teknologi pembelajaran tentu saja adalah infrastruktur dan penetrasi internet serta kebiasaan penggunaan teknologi digital yang belum merata di Indonesia. </p>
<p>Berbagai <a href="https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534">riset</a>, <a href="https://theconversation.com/kesenjangan-akses-internet-di-asia-tenggara-jadi-tantangan-bagi-pengajaran-online-akibat-pandemi-covid-19-133928">kajian</a>, dan <a href="https://apjii.or.id/content/read/39/559/Hasil-Survei-Profil-Internet-Indonesia-2022">survei</a> telah mendokumentasikan masalah ini dengan baik.</p>
<p>Tetapi, bagaimana dengan kompetensi digital guru itu sendiri? Beberapa peneliti menawarkan perspektif menarik.</p>
<p>Peggy Ertmer, profesor desain dan teknologi pembelajaran dari Purdue University, Amerika Serikat (AS), mengatakan bahwa <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/BF02299597">persepsi guru terhadap teknologi</a> sangat mempengaruhi cara mereka memakai teknologi pembelajaran.</p>
<p>Banyak guru cenderung memiliki <a href="https://www.researchgate.net/publication/233174283_Making_sense_of_young_people_education_and_digital_technology_The_role_of_sociological_theory">persepsi 'deterministik’</a> yang melihat teknologi sebagai resep mujarab (<em>one-stop solution</em>) untuk semua masalah pendidikan. Persepsi deterministik dapat membuat guru cenderung memandang penggunaan teknologi pendidikan sebagai tujuan akhir, tanpa berfokus pada luaran dan evaluasi dari penggunaan teknologi itu sendiri.</p>
<p>Di sisi lain, <a href="https://rise.smeru.or.id/en/blog/unconventional-message-minister-nadiem-and-why-teachers-have-yet-enable-students-have-freedom">riset</a> juga menunjukkan banyak guru di Indonesia masih menerapkan pembelajaran yang terpusat pada mereka. </p>
<p>Kombinasi ini membuat banyak di antara pengajar memakai teknologi sekadar sebagai ‘kosmetik’ – seperti memakai presentasi Powerpoint untuk menggantikan kertas – tanpa adanya pembaharuan dalam cara mengajar untuk lebih terpusat pada siswa. </p>
<p>Selain itu, profesor pendidikan di Singapura, <a href="https://ajet.org.au/index.php/AJET/article/view/810">Chin-Chung Tsai dan Ching Sing Chai</a> berargumen bahwa lemahnya <em>design thinking</em> (kompetensi mendesain pembelajaran) di antara guru juga menjadi kendala. Kompetensi ini penting bagi guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan siswa.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-membuat-kuliah-tidak-membosankan-jawabannya-bukan-teknologi-tapi-memahami-cara-mengajar-yang-baik-167983">Bagaimana membuat kuliah tidak membosankan: jawabannya bukan teknologi, tapi memahami cara mengajar yang baik</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Misalnya, dalam kelas bahasa Inggris, jika seorang murid mengalami keterbatasan karena kurang percaya diri dalam berbicara, guru bisa mendesain pembelajaran yang melibatkan aplikasi simulasi percakapan untuk membantu sang murid – meskipun hal seperti ini tak melulu termuat dalam panduan kurikulum. </p>
<p>Sayangnya, kemampuan menghadirkan inovasi desain pembelajaran seperti ini masih cenderung lemah di <a href="https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/news/peran-guru-dalam-menghadapi-inovasi-merdeka-belajar">kalangan guru Indonesia</a>. </p>
<p>Artinya, meskipun ada fasilitas dan kemauan untuk mengintegrasikan teknologi, penggunaannya tidak akan efektif tanpa keahlian pedagogi (pengajaran) maupun kompetensi dalam mendesain pembelajaran melalui media digital. </p>
<h2>Tiga langkah dukung guru kuasai teknologi pembelajaran</h2>
<p>Ekonom sosial dari London School of Economics (LSE), <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/1467-7660.00125">Naila Kabeer</a>, menjelaskan bahwa penyediaan sumber daya yang memadai adalah fondasi dari pemberdayaan agensi dan pencapaian manusia.</p>
<p>Sumber daya seperti apa yang kita perlu sediakan untuk pemberdayaan kompetensi digital guru?</p>
<p><strong><em>Pertama</em></strong>, pemerintah dan institusi pendidikan perlu mendukung guru dengan sumber daya rujukan (<em>referential resources</em>) yang komprehensif, dari pedoman kurikulum hingga panduan evaluasi pembelajaran memakai teknologi.</p>
<p><a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/9956/file/Situation%20Analysis%20on%20Digital%20Learning%20in%20Indonesia.pdf">Kajian dari UNICEF</a> sebelumnya menemukan bahwa inisiatif dan kebijakan dari pemerintah selama ini masih fokus pada peningkatan kompetensi digital murid dan belum banyak membekali guru.</p>
<p>Dalam aspek evaluasi capaian murid, misalnya, meski dalam <a href="https://kurikulum.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/06/Panduan-Pembelajarn-dan-Asesmen.pdf">Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PPA)</a> dari pemerintah sudah memuat prinsip-prinsip asesmen pembelajaran, belum ada penjelasan yang menyeluruh bagaimana peran teknologi digital memediasi proses ini. </p>
<p>Teknologi digital bisa saja mempermudah evaluasi capian murid karena memberikan hasil kilat hanya dalam hitungan detik, contohnya dengan instrumen <a href="https://digitalcommons.georgiasouthern.edu/writing-linguistics-facpubs/8/"><em>Automated Writing Evaluation</em> (AWE)</a> yang menggunakan teknologi pemrosesan bahasa untuk mengevaluasi tulisan siswa. Tapi, <a href="https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1042053.pdf">riset</a> juga menunjukkan bahwa kerap terjadi inkonsistensi antara hasil AWE dengan penilaian manusia.</p>
<p>Ilustrasi ini menunjukan bahwa guru perlu panduan yang tepat, baik itu bagaimana menggunakan teknologi sebagai alat bantu dalam proses asesmen maupun proses lainnya. </p>
<p><strong><em>Kedua</em></strong>, guru juga perlu dukungan sumber daya pengetahuan (<em>knowledge resources</em>). Beda dengan sumber daya rujukan yang berhubungan dengan pedoman tertulis, sumber daya pengetahuan berkaitan dengan pelatihan dan wawasan bagi guru untuk meningkatkan kompetensi pengajaran dengan teknologi.</p>
<p>Hal ini bisa berbentuk pelatihan berkelanjutan melalui komunitas profesi guru, seperti <a href="https://pskp.kemdikbud.go.id/produk/buku/detail/323830/peran-musyawarah-guru-mata-pelajaran-mgmp-dalam-meningkatkan-mutu-pembelajaran-di-sma">Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)</a>.</p>
<p>Merujuk pada gagasan <em>design thinking</em> sebelumnya, guru perlu pelatihan rutin terkait pemanfaatan teknologi yang tak hanya memuat teknik-teknik kaku, tapi juga bagaimana menggunakannya untuk mendesain pembelajaran yang <a href="https://cardinalscholar.bsu.edu/handle/123456789/202453">menyasar kebutuhan siswa</a> (<em>student-centered learning</em>) secara kreatif.</p>
<p>Pemerintah sebenarnya telah memulai ini dengan menjadikan pembelajaran berbasis <a href="https://psycnet.apa.org/record/2006-07285-002">TPACK (<em>Technological Pedagogical Content Knowledge</em>)</a> sebagai salah satu capaian pembelajaran dalam program Pendidikan Profesi Guru (PPG). TPACK adalah pendekatan yang melihat bahwa penggunaan teknologi yang efektif wajib <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s40299-015-0237-2">memuat irisan</a> antara konten, teknik mengajar, dan kompetensi <em>design thinking</em> guru.</p>
<p>Kampus keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK) di Indonesia perlu terus mengembangkan ini dalam <a href="http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/article/view/6115">mempersiapkan guru-guru masa depan agar merancang pembelajaran yang efektif</a>.</p>
<p>Selain itu, pelatihan bagi guru untuk senantiasa memahami konteks (<em>contextual knowledge</em>) juga penting agar mereka empatik dan memahami kondisi siswa.</p>
<p>Contohnya, bagi guru yang mengajar di daerah minim akses internet, pengiriman rekaman suara (<em>voice note</em>) pembelajaran disertai presentasi Powerpoint melalui aplikasi pesan bisa jadi lebih efektif ketimbang materi video di Youtube yang butuh jaringan internet lebih kuat.</p>
<p><strong><em>Ketiga</em></strong>, guru perlu dukungan berupa sumber daya finansial (<em>financial resources</em>) agar bisa membekali diri untuk berinovasi.</p>
<p>Di lingkup universitas, bantuan <a href="https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/09/kemendikbud-resmikan-kebijakan-bantuan-kuota-data-internet-2020">paket data</a> dari Kemdikbudristek saat pandemi cukup meringankan dosen dan mahasiswa dalam melakukan pembelajaran daring. Subsidi perangkat digital yang difasilitasi insititusi atau pemerintah juga bisa menjadi daya bagi guru untuk menyiapkan pembelajaran yang inovatif. </p>
<p>Tak hanya terbatas pada subsidi perangkat eletronik atau akses internet, dana berupa dukungan hibah pun bisa pemerintah mendukung program inovatif seperti implementasi <em>design thinking</em> dalam kelas atau kegiatan guru-melatih-guru.</p>
<p>Sumber daya finansial ini tak hanya penting agar guru bisa mengakses dan menerapkan teknologi pembelajaran dengan baik, tapi juga menjamin kesejahteraan mereka sekaligus menarik dan mempertahankan tenaga pendidik yang punya bekal kompetensi digital yang baik.</p>
<p>Di Indonesia, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata upah pegawai di <a href="https://www.bps.go.id/statictable/2022/06/29/2192/rata-rata-upah-gaji-bersih-sebulan-buruh-karyawan-pegawai-menurut-pendidikan-tertinggi-dan-lapangan-pekerjaan-utama-2022.html">sektor pendidikan terendah dibandingkan sektor lain</a> – termasuk sektor konstruksi, reparasi mobil, hingga pengelolaan air dan limbah.</p>
<p>Padahal, kajian dari <a href="https://unevoc.unesco.org/up/How_do_digital_competence_frameworks_address_the_digital_divide.pdf">UNESCO</a> melaporkan adanya korelasi antara kapasitas finansial guru dan murid dengan partisipasi mereka dalam <em>online learning</em>.</p>
<p>Tiga sumber daya yang saling beririsan tersebut – berupa <em>referential</em>, <em>knowledge</em>, dan <em>financial</em> – harapannya bisa menggerakkan guru untuk meningkatkan kapasitas digital maupun kompetensi desain pembelajaran berbasis teknologi agar bisa meraup manfaat sebesar-besarnya bagi pengajar maupun murid di era pembelajaran digital.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194752/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kajian UNESCO yang terbit tahun lalu menunjukkan banyak guru di Indonesia masih belum mampu menggunakan teknologi pembelajaran dengan maksimal meski sudah menjalani online learning selama 2 tahun.Truly Pasaribu, PhD Candidate at Faculty of Education, Monash UniversityMonica Ella Harendita, Ph.D. student at Graduate School of Education, The University of Western AustraliaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1949192022-11-25T02:32:13Z2022-11-25T02:32:13ZIngin perbaiki kualitas pengajaran? Kuncinya amati interaksi guru dan murid langsung di ruang kelas<p>Menteri Pendidikan (Mendikbudristek) Nadiem Makarim awal tahun ini memaparkan <a href="https://www.detik.com/edu/edutainment/d-6011380/nadiem-ungkap-rapor-pendidikan-indonesia-hasil-asesmen-nasional-ini-hasilnya">hasil Asesmen Nasional 2021</a> – sistem evaluasi capaian dan kualitas pembelajaran yang menggantikan Ujian Nasional (UN). Hasilnya, dari 6,5 juta murid kelas 5, 8, dan 11 yang terlibat, separuh berkompetensi literasi kurang dan dua pertiga berkemampuan numerasi rendah.</p>
<p>Asesmen baru ini tentu menawarkan cara baru mengevaluasi capaian murid dan kualitas pengajaran guru di Indonesia dengan meninjau <a href="https://tirto.id/apa-itu-asesmen-nasional-an-arti-waktu-pelaksanaan-macam-tes-f9sn">beragam faktor penting</a>. Ini termasuk pengukuran kompetensi dasar dan karakter siswa hingga survei terkait lingkungan belajar mereka.</p>
<p>Sayangnya, satu hal yang jarang masuk dalam instrumen asesmen seperti ini, meski sangat penting, adalah observasi belajar-mengajar langsung di ruang kelas.</p>
<p>Padahal, <a href="https://econpapers.repec.org/article/eeeecoedu/v_3a30_3ay_3a2011_3ai_3a3_3ap_3a559-574.htm">penelitian di Pakistan</a> menemukan bahwa hasil pengamatan langsung atas proses pengajaran justru lebih penting dalam meningkatkan prestasi murid – bahkan lebih berpengaruh ketimbang karakter dan kualifikasi guru seperti sertifikasi, umur, dan pendidikan mereka.</p>
<p>Seperti apa sistem observasi kelas ini, dan bagaimana pembuat kebijakan bisa menerapkannya untuk meningkatkan kualitas pengajaran di Indonesia?</p>
<h2>Observasi guru dan murid di kelas</h2>
<p>Di dunia pendidikan global, beberapa instrumen telah dikembangkan untuk observasi kelas. Pada awal 2022, misalnya, program Research on Improving Systems of Education (RISE) Internasional <a href="https://riseprogramme.org/publications/identifying-effective-teachers-highlights-four-classroom-observation-tools">menyusun beberapa indikator</a> – termasuk perilaku guru, penggunaan materi dan fasilitas kelas, interaksi dan dukungan emosional, hingga budaya kelas – untuk mengamati guru dan teknik mengajar seperti apa yang efektif.</p>
<p>Para peneliti mengamati faktor-faktor tersebut pada 106 sekolah di Tanzania. </p>
<p>Mereka menemukan bahwa indikator-indikator tersebut bisa menangkap beberapa aspek kualitas pengajaran guru yang dapat berpengaruh pada capaian belajar murid. Hal-hal ini bisa jadi tidak akan tertangkap dalam asesmen biasa yang tidak melibatkan observasi kelas.</p>
<p>Misalnya, studi menemukan bahwa bagi guru dengan penguasaan materi yang sudah baik, mengasah teknik mengajar mereka bisa membuat murid meraih skor ujian tinggi. Namun, bagi mereka yang penguasaannnya rendah, prioritasnya adalah memperbaiki penguasaan materi terlebih dulu serta meningkatkan jam terbang di kelas, sebelum teknik mengajar mereka bisa berdampak pada capaian siswa.</p>
<p>Mengingat pentingnya observasi kelas semacam ini, kami di program <a href="https://rise.smeru.or.id/sites/default/files/publication/tr_cerdasrise_en.pdf">RISE Indonesia</a> menyusun pedoman serupa dengan yang diterapkan di Tanzania, bernama <em>Classroom Observation Tool for Assessing the Dimensions of Teaching Practices</em> (CERDAS).</p>
<p>CERDAS memetakan pola mengajar guru, terutama di tingkat dasar (SD). Desainnya merujuk pada prinsip-prinsip dalam <a href="https://repositori.kemdikbud.go.id/15035/1/08.-Supervisi-dan-PK-Guru_26042019.pdf">alat evaluasi guru nasional</a> dan beberapa <a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/215241598376994051/pdf/Identifying-Effective-Teachers-Lessons-from-Four-Classroom-Observation-Tools.pdf">instrumen observasi di negara lain</a>.</p>
<p>Penilaian CERDAS terbagi dalam tiga tahap observasi pembelajaran, yakni saat memperkenalkan materi, inti pelajaran, dan penutup. Pengamatan dilakukan beberapa kali dengan tiap jendela observasi 1-2 jam dengan menanyakan 4 poin penting: 1) sejauh mana guru menerapkan struktur pembelajaran; 2) bagaimana jenis interaksi guru dan murid; 3) seperti apa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru; dan 4) seperti apa suasana kelas yang terjadi. </p>
<p>Dalam <a href="https://riseprogramme.org/sites/default/files/2022-05/Pre-Service%20Teachers%20Selectivity.pdf">salah satu studi RISE Indonesia</a>, misalnya, kami memakai instrumen CERDAS untuk mengevaluasi kinerja 114 kandidat guru dalam program Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang mengajar kelas 1-6, ditambah data terkait capaian akademik mereka.</p>
<p>Hasilnya, sepertiga guru dengan nilai seleksi PPG terbaik (nilai tes masuk <em>online</em>, nilai wawancara, dan IPK S1) belum tentu melakukan praktik pengajaran yang baik dalam mendukung pembelajaran. </p>
<p>Kami juga mendapatkan beberapa wawasan menarik. Salah satunya, praktik pengajaran sepertiga guru dengan nilai teratas dan sepertiga guru dengan nilai terbawah, ternyata relatif sama. Kurikulum yang terlampau padat membuat semua guru mempunyai ruang terbatas untuk mengeksplorasi teknik mengajar yang baik – hal penting yang bisa menjadi evaluasi kebijakan pendidikan di Indonesia.</p>
<h2>Observasi kelas sebagai pusat manajemen pengajaran</h2>
<p>Kami merekomendasikan agar sistem observasi kelas menjadi pusat manajemen perbaikan mutu pengajaran di Indonesia. Untuk itu, observasi kelas perlu menjadi kegiatan rutin dan berkala.</p>
<p>Bagaimana teknis pelaksanaan dan pemanfatannya?</p>
<p>Beberapa contoh yang bisa sekolah terapkan, misalnya, adalah memasang CCTV dan perekam suara di beberapa kelas yang menjadi ruang observasi.</p>
<p>Tentu demi transparansi dan privasi, keberadaan dan tujuan pemasangan alat ini harus diketahui semua guru – tapi tanpa memberi tahu mereka kapan observasi akan berlangsung. Tujuannya adalah untuk menghindari <a href="https://www.investopedia.com/terms/h/hawthorne-effect.asp">‘efek Hawthorne’</a>. Guru yang mengetahui bahwa ia sedang diobservasi, justru bisa sengaja mengubah perilakunya dan bertindak tidak alami.</p>
<p>Setelah semua sarana dan prasarana observasi terpasang, kepala sekolah atau tim evaluasi mengobservasi semua guru minimal sebulan sekali.</p>
<p>Segera setelah observasi kelas, kepala sekolah membahas kekuatan dan kelemahan pengajaran bersama guru yang bersangkutan. Dengan itu, sekolah dapat memberikan saran perbaikan, bantuan, atau pelatihan kepada guru.</p>
<p>Di samping itu, setiap bulan sekolah mengadakan pertemuan dengan semua guru untuk mendengar pemaparan dan membahas informasi hasil seluruh observasi. Pertemuan bulanan ini merupakan forum pembelajaran bersama yang bertujuan mendorong guru memperbaiki diri sendiri.</p>
<p>Akumulasi data hasil observasi kelas di berbagai sekolah juga dapat dipakai oleh dinas pendidikan daerah atau tim riset di lembaga penelitian atau universitas untuk memperkuat kebijakan pendidikan berbasis bukti. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun bisa memanfaatkan akumulasi data daerah untuk melengkapi informasi hasil Asesmen Nasional.</p>
<p>Tak hanya itu, hasil observasi kelas dapat pula dijadikan materi kuliah calon guru di universitas keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, atau LPTK) dan peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai bahan persiapan mereka sebelum melakukan latihan praktik mengajar.</p>
<h2>Upaya perbaikan mutu pengajaran perlu gotong royong</h2>
<p>Membangun budaya observasi kelas sebagai bagian kunci dalam manajemen pengajaran adalah kerja besar, yang butuh biaya besar pula.</p>
<p>Namun, dinamika di ruang kelas sangat penting untuk kita pelajari karena merupakan ‘tempat kejadian perkara’ yang sangat menentukan kualitas pembelajaran.</p>
<p>Kemendikbudristek tentu bertanggung jawab untuk mengawasi dan memperbaiki mutu pengajaran ini. Namun, mereka tidak bisa bekerja sendiri, terlebih setelah Badan Penelitian dan Pengembangannya (Balitbang) terserap ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akhir tahun lalu. </p>
<p>Pelaksanaan asesmen observasi kelas secara nasional membutuhkan gotong royong dari kementerian, BRIN, universitas keguruan, hingga dinas pendidikan daerah.</p>
<p>Kemendikbudristek kemudian bisa mengelola hasilnya menjadi bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan terkait pembelajaran, guru, dan sekolah. Mengevaluasi data interaksi guru-murid secara rutin dan berkala akan membantu sekolah dan segenap pemangku kepentingan pendidikan memperbaiki capaian edukasi di Indonesia.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/194919/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Dinamika di ruang kelas sangat penting untuk kita pelajari karena merupakan ‘tempat kejadian perkara’ yang sangat menentukan kualitas pembelajaran.Syaikhu Usman, Peneliti Utama, SMERU Research InstituteAsri Yusrina, Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1905382022-09-16T08:52:08Z2022-09-16T08:52:08ZMembedah tiga tujuan utama RUU Sisdiknas: payung hukum baru yang akan merombak sistem pendidikan Indonesia<p>Pada Agustus 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) merilis <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/08/2208-Naskah-RUU-Sisdiknas.pdf">Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas)</a>.</p>
<p>RUU Sisdiknas rencananya akan <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/tanya-jawab/">mengintegrasikan dan mencabut tiga UU</a> dalam dunia pendidikan Indonesia – UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (versi sebelumnya), UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Tenaga Kependidikan, serta UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.</p>
<p>Berbeda dari beberapa RUU lain, Kemdikbudristek membuka proses penyusunan RUU Sisdiknas secara komprehensif <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/">di laman daring mereka</a>, dan memuat dokumentasi, naskah, ringkasan, serta artikel-artikel terkait.</p>
<p>Namun, seiring upaya publikasi ini, <a href="https://nasional.sindonews.com/read/886083/15/tgb-rektor-ipb-dan-pemred-sindo-bakal-kaji-polemik-ruu-sisdiknas-di-webinar-partai-perindo-besok-1663236567">polemik dari publik</a> pun juga terus bermunculan.</p>
<p>Sebagai seorang peneliti dan analis kebijakan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) di Kemdikbudristek, melalui tulisan ini saya ingin menjelaskan beberapa tantangan besar dunia pendidikan yang ingin diselesaikan oleh RUU Sisdiknas.</p>
<p>Data menunjukkan Indonesia telah <a href="https://rise.smeru.or.id/sites/default/files/publication/RISE_WP_Indonesia%20Got%20Schooled_0.pdf">sukses mencapai tingkat partisipasi sekolah yang tinggi</a> selama 20 tahun terakhir. Misalnya, tingkat partisipasi untuk jenjang pendidikan menengah (SMP dan SMA) naik dari sekitar 42% pada tahun 1995 menjadi <a href="https://data.worldbank.org/indicator/SE.SEC.NENR?locations=ID">sekitar 79% pada 2018</a>.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/naik-kelas-tapi-tak-belajar-penelitian-ungkap-3-capaian-buruk-terkait-pendidikan-di-indonesia-sejak-tahun-2000-164408">Naik kelas tapi tak belajar: penelitian ungkap 3 capaian buruk terkait pendidikan di Indonesia sejak tahun 2000</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Namun, meski pemerintah juga sudah banyak mengucurkan anggaran, berbagai indikator – dari <a href="https://theconversation.com/naik-kelas-tapi-tak-belajar-penelitian-ungkap-3-capaian-buruk-terkait-pendidikan-di-indonesia-sejak-tahun-2000-164408">riset</a> hingga <a href="https://www.oecd.org/pisa/PISA%202018%20Insights%20and%20Interpretations%20FINAL%20PDF.pdf">laporan global PISA</a> – menunjukkan capaian pendidikan Indonesia belum banyak berubah dan tertinggal dari banyak negara.</p>
<p>RUU Sisdiknas merupakan <a href="https://bsc.cid.harvard.edu/files/bsc/files/pdiatoolkit_ver_1_oct_2018.pdf">upaya dan strategi baru</a> untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang masih rendah tersebut melalui tiga pilar utama: mengurai hambatan birokrasi perundang-undangan, menyederhanakan sistem pendidikan yang kaku, serta membenahi kualitas dan kesejahteraan guru.</p>
<h2>Tiga tujuan utama RUU Sisdiknas</h2>
<p><strong>1. RUU Sisdiknas mendorong adanya keselarasan peraturan perundang-undangan terkait pendidikan</strong></p>
<p>Saat ini, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diatur oleh tiga UU berbeda, yakni <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/43920/uu-no-20-tahun-2003">UU Sisdiknas tahun 2003</a>, <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40266/uu-no-14-tahun-2005">UU Guru dan Dosen tahun 2005</a>, serta <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39063/uu-no-12-tahun-2012">UU Pendidikan Tinggi tahun 2012</a>.</p>
<p>Akhirnya, banyak peraturan kini menjadi tidak selaras. Misalnya, standar nasional pendidikan saat ini tumpang tindih antara UU Sisdiknas 2003 dan UU Pendidikan Tinggi 2012.</p>
<p>Beberapa peraturan juga <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/08/2208-Paparan-RUU-Sisdiknas.pdf">terlalu mengunci</a> dan tidak mengikuti perkembangan zaman, mulai dari regulasi kewajiban 24 jam mengajar hingga kategori guru dan satuan pendidikan yang kaku. Beragam aspek ini diatur secara rinci dalam UU, sehingga sangat sulit diubah.</p>
<p>Akibatnya, berbagai upaya transformasi dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan – seperti kebijakan <a href="https://merdekabelajar.kemdikbud.go.id/">Merdeka Belajar</a> – selama ini kerap tersendat dalam labirin perundang-undangan yang kompleks dan penuh batasan. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/yang-kurang-dari-kebijakan-merdeka-belajar-menteri-nadiem-perlunya-libatkan-keluarga-dan-pemerintah-daerah-129196">Yang kurang dari kebijakan 'Merdeka Belajar' Menteri Nadiem: perlunya libatkan keluarga dan pemerintah daerah</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Ruang gerak pemerintah pusat maupun daerah pun menjadi relatif sempit. Mereka terbiasa <a href="https://jurnalsumbar.com/2022/07/hidayat-edaran-disdik-sumbar-berpotensi-langgar-permendikbud-ppdb/">mencari celah</a> dalam peraturan untuk sekadar bisa <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220825150359-20-839073/ombudsman-seleksi-ptn-jalur-mandiri-tak-salah-tapi-kurang-pengawasan">berinovasi</a>. </p>
<p>Proses ini terjadi selama bertahun-tahun, sedemikan sehingga program dan tata aturan pendidikan bisa menjadi sangat <a href="https://riseprogramme.org/publications/system-incoherence-quantifying-alignment-primary-education-curriculum-standards">ruwet dan tidak berkesinambungan</a>.</p>
<p>RUU Sisdiknas harapannya dapat menyederhanakan dan menyelaraskan beragam aspek tersebut dan membuka ruang inovasi dari pemerintah pusat, departemen pendidikan daerah, hingga satuan pendidikan.</p>
<p><strong>2. RUU Sisdiknas bertujuan untuk merumuskan ulang sistem pendidikan agar lebih selaras, fleksibel, mudah dikelola</strong></p>
<p>Saat ini, kerangka jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang ada begitu kaku dan tidak terintegrasi. Ini cenderung mengkotak-kotakkan pendidikan anak berdasarkan karier belajar, dan menyulitkan mereka yang ingin berpindah haluan. </p>
<p>Misalnya, perpindahan dari satuan pendidikan di bawah <a href="https://www.kompas.com/edu/read/2022/04/24/163348471/ruu-sisdiknas-kasih-tempat-pengakuan-pendidikan-basis-agama?page=all">Kementerian Agama</a> (seperti pesantren) ke satuan pendidikan di bawah Kemdikbudristek (seperti sekolah negeri) saat ini tidak mudah karena standar yang berbeda-beda.</p>
<p>Selain memudahkan skenario <em>multi-entry</em> dan <em>multi-exit</em> (masuk dan keluar sistem pendidikan lewat skema yang bermacam-macam), RUU Sisdiknas juga menyelaraskan masing-masing jalur, jenis, dan jenjang pendidikan tersebut dengan standar yang sesuai.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/485044/original/file-20220916-20-7gvyrt.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/485044/original/file-20220916-20-7gvyrt.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/485044/original/file-20220916-20-7gvyrt.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=313&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/485044/original/file-20220916-20-7gvyrt.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=313&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/485044/original/file-20220916-20-7gvyrt.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=313&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/485044/original/file-20220916-20-7gvyrt.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=393&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/485044/original/file-20220916-20-7gvyrt.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=393&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/485044/original/file-20220916-20-7gvyrt.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=393&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Penyelarasan standar antara jalur, jenis, dan jenjang pendidikan dalam RUU Sisdiknas.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/08/2208-Paparan-RUU-Sisdiknas.pdf">(Kemdikbudristek, Agustus 2022)</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Saat ini, misalnya, pada proses penyetaraan (contohnya dalam pendidikan nonformal seperti <em>homeschooling</em>), orang yang sudah bekerja dan memiliki kemampuan literasi dan numerasi yang baik, masih wajib mengikuti kelas-kelas rutin secara formalitas untuk mendapatkan <a href="https://tirto.id/kemendikbud-ruu-sisdiknas-beri-fleksibilitas-pendidikan-nonformal-gwfa">ijazah Paket A, B, dan C</a>.</p>
<p>Harapannya, penyelarasan standar di antara berbagai jalur dan jenis pendidikan tersebut dapat memangkas beban-beban semacam itu, yang sebenarnya tidak diperlukan oleh satuan pendidikan.</p>
<p>Dalam perumusan ulang sistem pendidikan ini, RUU Sisdiknas pun berupaya memperkuat pendidikan dasar karena dianggap krusial dan <a href="https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000261614">paling berdampak bagi capaian pendidikan</a>. Oleh karena itu, RUU Sisdiknas mengembangkan konsep ‘<a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220830112014-20-840763/aturan-lengkap-wajib-belajar-13-tahun-di-ruu-sisdiknas">Wajib Belajar 13 Tahun</a>’ dengan mengakui pra-sekolah – kelas 0 atau Taman Kanak-Kanak Nol Besar (TK-B) – sebagai jenjang resmi dalam sistem pendidikan.</p>
<p><strong>3. RUU Sisdiknas adalah upaya mendukung kualitas dan kesejahteraan guru dengan lebih komprehensif</strong></p>
<p>UU Sisdiknas 2003 yang berlaku saat ini tidak mengakui para pengajar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan kesetaraan, dan <a href="https://www.republika.co.id/berita/ri5d1o366/pemberian-tunjangan-untuk-guru-pesantren-dinilai-positif">pesantren formal</a> sebagai guru. Akibatnya, jenjang karir, apresiasi, dan sistem pengembangan keprofesian mereka tidak terstandar dan relatif sulit dibina.</p>
<p>Setelah sekian lama, mereka akan <a href="https://paudpedia.kemdikbud.go.id/kabar-paud/berita/dalam-ruu-sisdiknas-2022-pendidik-paud-dan-kesetaraan-dapat-diakui-sebagai-guru-satuan-pendidikan-formal?do=MTExNi0yMDU1NzUyZjg2MTU=&ix=MTEtYmJkNjQ3YzBhNzFi">mendapatkan pengakuan formal</a> melalui RUU Sisdiknas yang baru.</p>
<p>RUU Sisdiknas juga bertujuan menyederhanakan dan membenahi aturan administratif terkait pendidik dan tenaga kependidikan.</p>
<p>Pendidikan Profesi Guru (PPG), misalnya, selama ini menjadi syarat meningkatkan tunjangan profesi. Hal ini membuat pengembangan guru kerap kali berorientasi finansial ketimbang kompetensi kependidikan.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/dukungan-pengembangan-karier-bagi-guru-sangat-lemah-dan-membuat-status-asn-hanya-jadi-zona-nyaman-169159">Dukungan pengembangan karier bagi guru sangat lemah dan membuat status ASN hanya jadi "zona nyaman"</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Pada RUU Sisdiknas yang baru, PPG tak akan lagi memengaruhi tunjangan profesi dan hanya berfungsi sebagai <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/08/2208-Paparan-RUU-Sisdiknas.pdf">prasyarat menjadi guru</a> – layaknya SIM bagi pengendara.</p>
<p>Sementara itu, pemerintah akan menyusun struktur insentif baru yang lebih fokus pada pengembangan karier dan kapasitas keprofesian.</p>
<p>Tentu, transformasi tersebut dilakukan dengan ’<a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/08/2208-Paparan-RUU-Sisdiknas.pdf"><em>grandfather clause</em></a>’ (mempertimbangkan kondisi sebelum RUU terbit) – para guru Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum mendapatkan sertifikasi PPG tapi sudah mengajar, berhak mendapatkan tunjangan fungsional dan penghasilan yang layak.</p>
<h2>RUU yang penting dan butuh partisipasi publik</h2>
<p>Di samping tiga tujuan utama itu, RUU Sisdiknas juga berupaya memperkuat kebijakan di berbagai aspek pendidikan lainnya.</p>
<p>Ini termasuk prioritas pendanaan bagi sekolah negeri dalam penyelenggaraan pendidikan, membuat sertifikasi dosen lebih fleksibel guna mendorong inovasi di sekolah vokasi dan kampus baru, hingga pengaturan ulang sanksi pidana yang mengancam berbagai inisiatif pendidikan tak berizin di wilayah terpencil (3T).</p>
<p>Paparan lengkapnya dapat dilihat di <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/08/2208-Paparan-RUU-Sisdiknas.pdf">laman Kemdikbudristek</a>.</p>
<p>Meski baru mengatur hal-hal umum, dan kebijakan yang lebih rinci akan diatur melalui produk hukum turunan, RUU Sisdiknas adalah beleid yang penting dan membutuhkan partisipasi seluruh publik.</p>
<p>RUU Sisdiknas saat ini masih pada fase <a href="https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/tahapan-ruu-sisdiknas/">perencanaan</a>. Artinya, ini adalah saat yang tepat untuk memberikan masukan dan berdiskusi dengan Kemdikbudristek sebelum dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).</p>
<p>Miskonsepsi yang sempat terjadi terkait ‘<a href="https://kemenag.go.id/read/madrasah-hilang-di-ruu-sisdiknas-2022-xmq0m">tidak diakuinya madrasah</a>’ hingga ’<a href="https://nasional.kompas.com/read/2022/09/05/13041571/tunjangan-profesi-di-ruu-sisdiknas-dihapus-pgri-kesejahteraan-guru-jadi-di">hilangnya tunjangan profesi guru</a>’, misalnya, menjadi masukan penting bagi pemerintah untuk meningkatkan komunikasi publik.</p>
<p>Masyarakat perlu terus mengawal RUU Sisdiknas mengingat pentingnya reformasi ini demi masa depan pendidikan Indonesia.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/mengurai-polemik-pendidikan-agama-dalam-sejarah-panjang-uu-sisdiknas-dan-minoritas-penghayat-yang-selalu-terlupakan-190563">Mengurai polemik pendidikan agama dalam sejarah panjang UU Sisdiknas -- dan minoritas penghayat yang selalu terlupakan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<img src="https://counter.theconversation.com/content/190538/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Goldy Fariz Dharmawan bekerja sebagai Peneliti dan Analis Kebijakan di Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP), Kemendikbudristek.
Tulisan ini menggunakan informasi RUU Sisdiknas yang berlaku pada September 2022, serta merupakan tulisan pribadi dan tidak mewakili pendapat atau pandangan dari Kemendikbudristek.
Apabila di kemudian hari terdapat perbedaan antara tulisan dan substansi RUU Sisdiknas yang telah diperbaharui, pembaca diminta untuk merujuk kepada dokumen yang telah diperbarui.</span></em></p>RUU Sisdiknas adalah strategi baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui tiga pilar: mengurai hambatan birokrasi, menyederhanakan sistem pendidikan yang kaku, serta membenahi kualitas guru.Goldy Fariz Dharmawan, Researcher and Policy Analyst, Indonesian Education Standard, Curriculum, and Assessment Agency (BSKAP Kemdikbudristek)Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1857132022-08-02T00:54:13Z2022-08-02T00:54:13ZBerbagai faktor kultural hambat perempuan jadi kepala sekolah: sekadar regulasi yang ‘netral gender’ tak cukup jadi solusi<p>Studi kami di Cakra Wikara Indonesia (CWI) bersama dengan program INOVASI pada tahun 2021 menunjukkan persentase guru perempuan di jenjang sekolah dasar (SD) <a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2022/05/2021_mengenali-hambatan-multidimensional-perempuan-kepala-sekolah-madrasah_inovasi.pdf">mencapai 70%</a> – tapi kepala sekolah perempuan hanya mencapai 45%.</p>
<p>Ketersediaan guru perempuan yang memadai tidak diiringi dengan kehadiran mereka pada posisi kepala sekolah. Bahkan, angka kepala sekolah perempuan terus menurun seiring naik jenjang.</p>
<iframe src="https://flo.uri.sh/visualisation/10773847/embed" title="Interactive or visual content" class="flourish-embed-iframe" frameborder="0" scrolling="no" style="width:100%;height:300px;" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation" width="100%" height="400"></iframe>
<div style="width:100%!;margin-top:4px!important;text-align:right!important;"><a class="flourish-credit" href="https://public.flourish.studio/visualisation/10773847/?utm_source=embed&utm_campaign=visualisation/10773847" target="_top"><img alt="Made with Flourish" src="https://public.flourish.studio/resources/made_with_flourish.svg"> </a></div>
<p>Hal ini selaras dengan <a href="https://cakrawikara.id/publikasi/buku/">kajian-kajian kami sebelumnya</a>. Di ranah publik, ada ketimpangan jumlah pejabat perempuan dibandingkan laki-laki – dari <a href="https://cakrawikara.id/wp-content/uploads/2021/12/FINAL-Upload_BUKU-BIROKRASI-REPRESENTATIF-2021-Rev_LiteV221.pdf">birokrasi di kementerian</a> hingga <a href="https://cakrawikara.id/wp-content/uploads/2021/12/Laporan-Riset-CWI_DPP-Parpol-1.pdf">struktur Dewan Pimpinan Pusat (DPP) di partai politik</a>.</p>
<p>Di sini, kami mengamati suatu pola yang konsisten: keseimbangan gender cukup baik pada tahap penerimaan atau rekrutmen, namun merosot drastis pada jabatan atau posisi kepemimpinan strategis.</p>
<p>Dalam konteks pendidikan, riset kami bersama INOVASI melihat <a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2022/05/2021_mengenali-hambatan-multidimensional-perempuan-kepala-sekolah-madrasah_inovasi.pdf"><em>barrier</em> atau hambatan yang dialami perempuan</a> saat hendak menjadi kepala SD atau MI (<em>madrasah ibtidaiyah</em>).</p>
<p>Pada proses pemilihan kepala sekolah, misalnya, setiap individu menghadapi tahapan proses seleksi yang mengedepankan kompetensi. Tahapan ini diatur masing-masing dalam <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/138182/permendikbud-no-6-tahun-2018">Permendikbud No. 6 Tahun 2018</a> untuk SD dan <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/131306/peraturan-menag-no-58-tahun-2017">Permenag No. 58 Tahun 2017 untuk MI</a>.</p>
<p>Aturan-aturan ini dianggap ‘netral gender’ dan berbasis bakat, kemampuan, dan prestasi calon kepala sekolah.</p>
<p>Tapi, dengan demikian, regulasi tersebut justru menjadi buta terhadap berbagai kondisi kultural yang menghambat guru perempuan di Indonesia.</p>
<h2>Hambatan multidimensi yang dihadapi calon kepala sekolah perempuan</h2>
<p><a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2022/05/2021_mengenali-hambatan-multidimensional-perempuan-kepala-sekolah-madrasah_inovasi.pdf">Studi CWI</a> menunjukkan perempuan menghadapi hambatan multidimensi yang saling berhubungan.</p>
<p>Hambatan utamanya terletak pada budaya. Hal ini bersifat tidak kasat mata dan jauh tersembunyi di ruang privat. Hambatan ini bersumber dari beragam norma gender dan merupakan wujud dari tradisi kultural dan interpretasi agama yang dampaknya nyata bagi perempuan.</p>
<p>Ini muncul sejak ruang lingkup terkecil yaitu keluarga. Misalnya, temuan CWI menunjukkan bahwa guru perempuan yang sudah menikah kerap memerlukan izin suami sebelum dapat berkarir menjadi kepala SD/MI. Mendapatkan izin suami dianggap penting karena berdampak terhadap pemenuhan ekspektasi peran domestik mereka.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/476696/original/file-20220729-17-76trxr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/476696/original/file-20220729-17-76trxr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/476696/original/file-20220729-17-76trxr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/476696/original/file-20220729-17-76trxr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/476696/original/file-20220729-17-76trxr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/476696/original/file-20220729-17-76trxr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/476696/original/file-20220729-17-76trxr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/476696/original/file-20220729-17-76trxr.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Berbagai faktor kultural menjadi hambatan bagi karir guru perempuan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Unsplash/Husniati Salma)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ekspektasi peran domestik ini pun berdampak pada kurangnya rasa percaya diri guru perempuan terhadap kemampuannya meniti karir sebagai kepala sekolah.</p>
<p>Studi CWI tentang <a href="https://cakrawikara.id/wp-content/uploads/2021/12/FINAL-Upload_BUKU-BIROKRASI-REPRESENTATIF-2021-Rev_LiteV221.pdf">birokrasi</a> representatif juga menunjukkan kecenderungan serupa. Pegawai Negeri Sipil (PNS) perempuan enggan mengikuti promosi jabatan karena merasa sangat kesulitan memenuhi tanggung jawabnya di rumah.</p>
<p>Selain itu, ada juga faktor waktu yang berkaitan erat dengan ekspektasi pemenuhan peran reproduktif perempuan – seperti melahirkan dan mengasuh anak. </p>
<p>Pemenuhan peran tersebut dianggap <a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2022/05/2021_mengenali-hambatan-multidimensional-perempuan-kepala-sekolah-madrasah_inovasi.pdf">berpotensi “mengganggu” produktivitas perempuan</a> di sekolah. Peran domestik yang kerap dilekatkan sebagai tanggung jawab utama perempuan, memengaruhi alokasi dan distribusi mereka. Akibatnya, mereka umumnya perlu waktu lebih panjang dalam meniti karir sebagai kepala sekolah.</p>
<h2>Regulasi ‘netral gender’ yang tidak peka</h2>
<p>Berbagai hambatan yang dihadapi guru perempuan tersebut seakan tidak dikenali dalam aturan pemilihan kepala SD/MI.</p>
<p>Sistem seleksi ini mengedepankan kompetensi, sehingga memang sifatnya netral gender. Tapi, ini berarti regulasi tersebut berasumsi bahwa terdapat peluang yang sudah setara antara guru perempuan dan laki-laki untuk menunjukkan capaian terbaik mereka.</p>
<p>Kurangnya prestasi kemudian dinilai sebagai kelemahan kompetensi, dan seakan tidak ada kaitannya dengan norma masyarakat tentang peran gender.</p>
<p>Dalam Permendikbud dan Permenag yang mengatur pemilihan kepala sekolah dan madrasah, ada <a href="https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/138182/permendikbud-no-6-tahun-2018">enam tahapan</a>; pengusulan, seleksi administrasi, seleksi substansi, pendidikan dan pelatihan (diklat), pengangkatan, dan penugasan.</p>
<p>Untuk ranah SD, studi kami menemukan bahwa guru dan kepala sekolah perempuan paling besar merasakan hambatan ini pada tahap pengusulan, diklat, serta penugasan.</p>
<p>Pada tahap pengusulan, misalnya, Permendikbud mengatur bahwa guru mulai dipertimbangkan jadi calon kepala sekolah setelah ditunjuk – biasanya oleh atasan atau guru “senior” – dan tidak bisa mengajukan diri secara otonom.</p>
<p>Ini membuat guru perempuan umumnya kesulitan untuk sewaktu-waktu menerima instruksi menjadi calon kepala sekolah. Ini terutama terjadi ketika guru perempuan sedang hamil atau memiliki anak balita, mempunyai beban pengasuhan anggota keluarga lain, atau tidak mendapatkan izin dari suami.</p>
<p>Selain itu, potensi penugasan di wilayah sulit juga menjadi disinsentif yang signifikan bagi calon kepala sekolah perempuan. Ini kerap jadi pertimbangan utama yang membuat mereka enggan mengikuti seleksi.</p>
<p>Kadang situasi ini disorot sebagai <a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2022/05/2021_mengenali-hambatan-multidimensional-perempuan-kepala-sekolah-madrasah_inovasi.pdf">ketidaksiapan perempuan</a> untuk keluar dari zona nyaman atau menghadapi segala situasi.</p>
<p>Padahal, keengganan tersebut muncul karena pengalaman khas mereka, yaitu ekspektasi pemenuhan peran reproduktif perempuan, kedudukan perempuan yang dianggap lebih rendah dalam relasi keluarga, hingga ekspektasi sosial untuk selalu mendahulukan tanggung jawab domestik.</p>
<p>Tantangan mobilitas fisik seperti ketidakmahiran berkendara motor dan kondisi geografis yang menantang juga berkontribusi membuat beberapa guru perempuan kesulitan memenuhi penugasan sebagai kepala sekolah.</p>
<p>Lain halnya dengan pemilihan kepala MI Negeri (MIN), yang mana merupakan kewenangan Kementerian Agama (Kemenag) di level provinsi. Sedangkan, untuk pemilihan kepala MI Swasta (MIS) merupakan otoritas pimpinan yayasan.</p>
<p>Dalam konteks pemilihan kepala MIN, diklat merupakan tahapan yang dianggap menyulitkan guru dan kepala MIN perempuan. Ini karena ketidakpastian penetapan lokasi yang kerap jauh dari domisili, dan <a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2022/05/2021_mengenali-hambatan-multidimensional-perempuan-kepala-sekolah-madrasah_inovasi.pdf">durasi diklat yang cukup lama</a>. Akibatnya, guru perempuan enggan mengikuti pemilihan kepala MIN karena perlu memperhitungkan waktu yang sesuai dengan kebutuhannya.</p>
<p>Proses pengangkatan kepala MIN juga dipengaruhi subjektivitas Kemenag dan tidak selalu dibarengi dengan ukuran penilaian yang jelas. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan bias terhadap perempuan.</p>
<p>Pemangku kebijakan terkait, misalnya, <a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2022/05/2021_mengenali-hambatan-multidimensional-perempuan-kepala-sekolah-madrasah_inovasi.pdf">cenderung memilih kandidat laki-laki</a> walaupun pengalamannya lebih sedikit daripada perempuan karena masih kuatnya pandangan umum bahwa perempuan tidak siap ditugaskan sewaktu-waktu.</p>
<p>Khusus pemilihan kepala MIS, otoritas penuh pemilihan kepala madrasah dipegang oleh pimpinan yayasan.</p>
<p>Studi CWI menemukan perempuan kepala MIS dengan potensi kepemimpinan yang baik, sulit mengembangkan karirnya akibat cara pandang yayasan yang <a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2022/05/2021_mengenali-hambatan-multidimensional-perempuan-kepala-sekolah-madrasah_inovasi.pdf">masih skeptis terhadap kepemimpinan perempuan</a>. Dalam konteks ini, mereka bisa saja dianggap “mengancam” tatanan tradisional sebagian MIS yang cenderung patriarkis dan biasanya dipertahankan turun temurun.</p>
<h2>Mendorong seleksi yang berperspektif kesetaraan</h2>
<p>Terbitnya <a href="https://drive.google.com/file/d/1sRLt8Dw16PvsaHw9jTTUBTIwiecJNT6V/view?usp=sharing">Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021</a> tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah yang menggantikan Permendikbud Nomor 6 tahun 2018 hanya menambah sertifikat guru penggerak sebagai prasyarat guru untuk menjadi kepala sekolah.</p>
<p>Lagi-lagi, ini merupakan peraturan netral gender yang tidak memedulikan pengalaman calon kepala sekolah perempuan. </p>
<p>Sejumlah perbaikan sebenarnya dapat terjadi jika ada komitmen meningkatkan partisipasi kepemimpinan perempuan. Salah satunya, mengumumkan kejelasan cakupan wilayah penempatan calon kepala sekolah sejak awal proses pemilihan, yakni pada tahap pengusulan.</p>
<p>Dinas Pendidikan di daerah perlu menerbitkan informasi publik tentang daftar calon kepala sekolah yang dibutuhkan, berikut zonasi wilayah sekolah yang memerlukan kepala sekolah.</p>
<p>Segenap pemangku kepentingan yang terlibat dalam perumusan regulasi pemilihan kepala sekolah juga perlu mengenali tantangan mobilitas sebagian besar guru perempuan.</p>
<p>Mereka bisa membuka peluang penempatan calon kepala sekolah perempuan menggunakan sistem zonasi. Artinya, memprioritaskan wilayah yang dekat domisili dan relatif aman bagi calon kepala sekolah perempuan.</p>
<p>Seleksi netral gender memang terdengar sebagai hal yang baik. Tapi, hambatan multidimensi yang dialami perempuan – keterbatasan mobilitas fisik, beban tanggung jawab domestik, hingga alokasi ketersediaan waktu – sangat memengaruhi “kemampuan” mereka memenuhi seleksi tersebut.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185713/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Heru Poppy Samosir merupakan peneliti di Cakra Wikara Indonesia. Cakra Wikara Indonesia menerima dana dari INOVASI dalam rangka melakukan riset. </span></em></p><p class="fine-print"><em><span>anna margret LG menerima dana dari INOVASI dalam rangka dukungan riset yang dilakukan Cakra Wikara Indonesia.
</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Mia Novitasari merupakan peneliti di Cakra Wikara Indonesia. Cakra Wikara Indonesia menerima dana dari INOVASI dalam rangka melakukan riset </span></em></p>Seleksi kepala sekolah di Indonesia bersifat ‘netral gender’ dan berbasis kompetensi kandidat. Tapi, dengan demikian, regulasi tersebut justru buta terhadap hambatan khas guru perempuan.Heru Poppy Samosir, Researcher, Cakra Wikara IndonesiaAnna Margret LG, Lecturer in Political Science and Researcher of Gender and Politics, Cakra Wikara IndonesiaMia Novitasari, Research Officer, Cakra Wikara IndonesiaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1867692022-07-31T12:09:15Z2022-07-31T12:09:15ZBukan salju, tapi jamu: saatnya kita melibatkan wawasan lokal dalam pembelajaran sains di Indonesia<p>Sampai saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi cenderung <a href="https://theconversation.com/dekolonisasi-sains-pentingnya-memerdekakan-ilmu-pengetahuan-dari-ketergantungan-pada-dunia-barat-178540">berkiblat pada dunia Barat</a>. Pengaruh ini pun dapat kita rasakan dalam kurikulum pendidikan, termasuk dalam pembelajaran sains (Kimia, Fisika, dan Biologi) di sekolah maupun perguruan tinggi.</p>
<p>Dalam pembelajaran, seringkali contoh peristiwa atau fenomena sains diambil dari konteks dunia Barat.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/476650/original/file-20220729-4556-ffc3a4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/476650/original/file-20220729-4556-ffc3a4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/476650/original/file-20220729-4556-ffc3a4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=732&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/476650/original/file-20220729-4556-ffc3a4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=732&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/476650/original/file-20220729-4556-ffc3a4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=732&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/476650/original/file-20220729-4556-ffc3a4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=920&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/476650/original/file-20220729-4556-ffc3a4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=920&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/476650/original/file-20220729-4556-ffc3a4.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=920&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Penggunaan contoh fenomena salju dalam pelajaran Kimia bisa jadi bukan cara terbaik untuk mengajarkan penurunan titik beku pada murid-murid di Indonesia.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Pexels/Karolina Grabowska)</span>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Misalnya, dalam pelajaran Kimia, bidang yang saya ajar dan teliti, guru dan dosen kerap mengajarkan <a href="http://repositori.kemdikbud.go.id/20275/1/Kelas%20XII_Kimia_KD%203.1.pdf">sifat koligatif larutan</a> (terkait berubahnya titik didih dan beku) dengan mencontohkan aktivitas menabur garam ke jalanan ketika salju turun. Garam menyebabkan air atau salju membeku pada suhu yang lebih rendah sehingga akan lebih mudah mencair.</p>
<p>Aktivitas menaburkan garam ini tentu tidak akan terjadi di negara tropis seperti Indonesia. Alih-alih memberi contoh kontekstual, ini bisa membuat siswa semakin sulit membayangkan apa yang sedang mereka pelajari.</p>
<p>Permasalahan ini ternyata tak hanya terjadi di Indonesia atau negera-negara non-Barat. Di Amerika Serikat (AS) saja, sebagai negara yang multi-etnis, perspektif pembelajaran yang terlalu ‘kebaratan’ bisa <a href="https://pubs.acs.org/doi/10.1021/acs.jchemed.1c00480">menimbulkan kesulitan pada murid yang berlatar belakang non-Barat</a>, sehingga tetap kesulitan menghubungkannya dengan budaya dan pengalaman hidup.</p>
<p><a href="https://pubs.acs.org/doi/10.1021/acs.jchemed.0c00233">Beberapa penelitian</a> telah mencoba mengintegrasikan budaya populer dalam pembelajaran kimia. Media seperti film, komik, K-pop, atau anime, tentu dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa atau mahasiswa. Mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran bisa membuatnya jadi menarik dan mudah dikenali (<em>relatable</em>).</p>
<p>Contohnya adalah materi kimia unsur atau sistem periodik unsur. Pada pembelajaran materi ini, <a href="https://pubs.acs.org/doi/10.1021/acs.jchemed.8b00206">siswa ditantang dengan pertanyaan tentang ‘vibranium’</a>, unsur fiktif yang ada di komik dan film Marvel.</p>
<p>Tapi, bagaimana dengan budaya lokal? Bisakah ini diterapkan juga dalam pembelajaran? </p>
<h2>Menempatkan ‘<em>indigenous knowledge</em>’ dalam pendidikan</h2>
<p>Budaya lokal adalah keseharian para siswa. Mengintegrasikannya dalam pembelajaran akan membuat mereka lebih mudah mengaitkan materi di kelas dengan pengalaman hidup mereka. Pada akhirnya, ini akan membuat pembelajaran menjadi lebih kontekstual.</p>
<p>Sebenarnya, sudah ada banyak <a href="https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1742-6596/2110/1/012026/pdf">penelitian dan eksplorasi budaya lokal</a> yang bisa dikaitkan dengan fenomena sains – kerangka ini kerap disebut <a href="https://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007/978-94-007-2150-0_362">‘etnosains’</a>. Hasil eksplorasi ini kemudian bisa kita terapkan di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi.</p>
<p>Etnosains (<em>ethnoscience</em>) berasal dari konsep ‘<em>ethno</em>’ (bangsa atau budaya bangsa) dan ‘<em>science</em>’ (pengetahuan). Kita bisa mengartikannya sebagai pengetahuan yang dimiliki suatu bangsa, suku bangsa, atau kelompok sosial tertentu sehingga menjadi bentuk kearifan lokal. </p>
<p>Etnosains mengacu pada sistem pengetahuan yang khas dari budaya tertentu yang sering kita sebut sebagai pengetahuan asli (<em>indigenous knowledge</em>).</p>
<p>Salah satu contoh pengetahuan asli masyarakat adalah pada <a href="https://theconversation.com/mencari-potensi-obat-anti-kolesterol-dari-gambir-yang-bisa-dipakai-seperti-gel-185875">berbagai pemanfaatan tanaman untuk pengobatan</a>. Atau, pemanfaatan tanaman seperti <a href="https://e-journal.biologi.lipi.go.id/index.php/berita_biologi/article/view/1209">umbi gadung, sambiloto, dan akar tuba</a>, sebagai pestisida alami untuk pengendalian hama. </p>
<p>Selain itu, etnosains juga dapat kita temui pada <a href="http://eprints.undip.ac.id/8088/">pemanfaatan daun dan biji mimba</a> (<em>Azadirachta indica</em>) sebagai pembasmi larva <em>Aedes aegypti</em>.</p>
<p>Setiap unsur aktivitas atau proses yang terjadi pada contoh-contoh budaya tersebut dapat kita eksplorasi dan kaitkan dengan konsep, prinsip, hukum, atau teori dalam sains. Selain membuat pembelajaran menjadi kontekstual, cara ini sekaligus melestarikan budaya yang ada di masyarakat kepada para siswa.</p>
<p>Beberapa riset pun telah menjelaskan manfaat integrasi etnosains dalam pembelajaran. Di antaranya, berperan dalam <a href="https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1742-6596/983/1/012170/meta">meningkatkan pemahaman budaya murid (<em>cultural awareness</em>)</a> hingga penanaman kemampuan <a href="https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii/article/view/21754">berpikir kritis, kreatif, dan analitis, dan kontekstual</a>.</p>
<h2>Dari pembuatan jamu hingga pembersihan keris</h2>
<p>Kebiasaan masyarakat, adat istiadat, atau budaya lokal dapat menjadi media belajar yang unik dan menyenangkan.</p>
<p>Dalam pembelajaran Kimia, pengetahuan asli masyarakat mulai banyak dikenalkan baik di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi.</p>
<p>Misalnya, <a href="https://link.springer.com/article/10.1007/s11422-021-10067-3">proses pembuatan jamu tradisional</a> bisa menjadi contoh dalam pengajaran materi tentang pemisahan campuran. Pembuatan jamu melibatkan proses ekstraksi pelarut, penyaringan, atau pengendapan yang merupakan teknik-teknik dalam pemisahan campuran.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/476651/original/file-20220729-20-32i4uk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/476651/original/file-20220729-20-32i4uk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/476651/original/file-20220729-20-32i4uk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/476651/original/file-20220729-20-32i4uk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/476651/original/file-20220729-20-32i4uk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=296&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/476651/original/file-20220729-20-32i4uk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/476651/original/file-20220729-20-32i4uk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/476651/original/file-20220729-20-32i4uk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=371&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Proses pemisahan campuran dalam pembuatan jamu bisa jadi studi kasus pembelajaran Kimia bagi murid.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Murid dan mahasiswa dapat mengamati proses pembuatan jamu dan menganalisis penggunaan pelarut yang sesuai, guna mendapatkan ekstrak yang kaya akan bahan aktif atau ekstrak dengan rendemen (<em>chemical yield</em>) yang tinggi.</p>
<p>Contoh lain adalah pada pembelajaran mengenai zat aditif (bahan tambahan) makanan. Siswa dapat mengenal zat aditif alami dan buatan, sumber-sumber alami yang dapat dijadikan zat aditif, misalnya sebagai pewarna, penyedap, atau pengawet makanan.</p>
<p>Aktivitas <a href="https://mediaindonesia.com/galleries/detail_galleries/20874-jamasan-keris"><em>jamasan</em> atau pembersihan pusaka</a> dalam budaya Jawa, juga dapat kita kaitkan dengan pengenalan konsep reduksi dan oksidasi (redoks). Konsep redoks dalam kimia muncul dalam proses pencucian keris yang terbuat dari logam dengan bahan-bahan alami. Misalnya, penggunaan air jeruk nipis yang bersifat asam untuk menghilangkan karat.</p>
<p>Proses <em>jamasan</em> juga menggunakan <em>warangan</em>, yaitu larutan yang mengandung arsenik, untuk memunculkan kembali <em>pamor</em> (motif) pada keris. Karena larutan ini beracun, mahasiswa bisa kita tantang untuk mencari pengganti arsenik pada prosesi <em>jamasan</em>.</p>
<h2>Mulai mengajar dengan lebih kontekstual</h2>
<p>Guru dan dosen bisa mulai menggunakan pendekatan ini dalam pembelajaran sains.</p>
<p>Untuk memulainya, guru terlebih dahulu mengeksplorasi dan merekonstruksi budaya yang ingin mereka terapkan. Dari sini, mereka bisa mengetahui konsep-konsep sains apa saja yang dapat muncul. Setelah itu, guru dapat menetapkannya untuk diintegrasikan pada pembelajaran yang terkait.</p>
<p>Berdasarkan <a href="https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/33498416/Innovations-in-Science-and-Technology-Education-with-cover-page-v2.pdf?Expires=1659114520&Signature=dxYHwrb%7EfA3QijoCDAaO1aoH9ujY5I-vtx9N0Eq3RLKOtIECzApECqBHTiO5xanJ95ErA-YA6EDor27mrrSOJTPCxi%7EP3rb9LBFCubMRTw1P0lG-FmNKnx0cYvWjqgswqjeIqUdbMJpeeMkffrPkHSsH6URQ2yJ-9L0OSA3puXGo16JKSO4aV1SnHk-RJd3ldRXOUIzj11dZKCmOpMkDTYEBRGBRzodGQPsjUSyfOj2-zBoYR-%7E0K0WuOK3VSPY8tVQOadDSlKMkzPRphrRm3j%7EW9NWClzfk5Y--BNydFUWAakS%7EMef762IYqKVNcmMwUFMkNHHNDbFjzX%7ELWZJyAQ__&Key-Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA">hasil-hasil penelitian</a>, integrasi budaya lokal dalam pembelajaran dapat membantu mengkonstruksi konsep sains modern dengan tetap mempertahankan kearifan lokal.</p>
<p>Ada banyak hal dalam kebudayaan Indonesia yang bisa kita gunakan untuk membuat pembelajaran menjadi lebih kontekstual dan menarik – tanpa harus mengandalkan fenomena salju atau semesta Marvel.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/186769/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Penggunaan contoh fenomena salju dalam pelajaran Kimia bisa jadi bukan cara terbaik untuk mengajarkan penurunan titik beku pada murid-murid di Indonesia.Mohammad Alauhdin, Lecturer in Chemistry, Universitas Negeri SemarangWoro Sumarni, Profesor of Science Education, Universitas Negeri SemarangLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1870962022-07-16T09:09:14Z2022-07-16T09:09:14ZApakah Anda berencana memberi hadiah kepada guru sebagai rasa terima kasih? Pahami beberapa hal ini supaya tetap etis<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/474294/original/file-20220715-24-jz52nt.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><span class="source">(Shutterstock)</span></span></figcaption></figure><p>Banyak dari kita kini memberi apresiasi tinggi terhadap kerja keras para guru dan tenaga pengajar di tengah berbagai tantangan dan kesulitan yang mereka hadapi. Seringkali, kita ingin memberi mereka hadiah untuk menunjukkan apresiasi tersebut, atau sebagai rasa terima kasih sudah mengajar anak kita dengan baik.</p>
<p>Tapi, kado seperti apa yang bisa menunjukkan perasaan ini, namun tidak melanggar batasan etika antara orang tua murid dengan guru?</p>
<h2>Gratifikasi: bagaimana sih aturan pemberian hadiah?</h2>
<p>Beberapa konsep etika penting yang harus Anda pahami saat memberi kado kepada seorang guru adalah apakah hal ini bisa memengaruhi kinerja mereka atau menimbulkan konflik kepentingan – entah itu <a href="https://www.vit.vic.edu.au/__data/assets/pdf_file/0008/104948/Gifts-benefits-and-hospitality-policy.pdf">hanya perasaan saja, benar-benar berpotensi, ataupun memang telah terjadi</a>.</p>
<p>Persepsi publik mengenai pemberian kado tersebut juga penting. Dalam berbagai <a href="https://www.qcaa.qld.edu.au/downloads/about/qcaa_policy_gifts_benefits.pdf">kebijakan etika dan aturan</a>, hal ini bisa dipengaruhi berbagai faktor. Misalnya, apakah kado ini diberikan secara diam-diam, seperti apa hubungan antara sang pemberi dan penerima kado, serta seberapa besar/mahal atau seberapa sering pemberian ini dilakukan.</p>
<p>Guru memang profesi yang tidak bisa lepas dari <a href="https://cdn.qct.edu.au/pdf/Promotion_TPQ.pdf">persepsi dan opini publik</a> – hampir semua orang pernah merasakan bangku pendidikan, dan oleh karenanya mereka punya opini tentang guru. Namun, kerap kali terjadi paradoks: seseorang bisa sangat apresiatif dalam memandang guru yang mengajar anak-anak mereka, tapi di sisi lain mereka punya pandangan yang berbeda, dan terkadang lebih kritis, tentang profesi pengajar.</p>
<p>Ini berarti bahwa kita sebaiknya mencari hadiah, cendera mata, atau bentuk rasa terima kasih apapun yang tidak mudah disalahartikan sebagai bentuk <a href="https://www.vit.vic.edu.au/professional-responsibilities/conduct-and-ethics">‘sogokan’ untuk mendapat perlakuan tertentu</a>, misalnya agar guru tersebut memberikan nilai bagus untuk anak Anda.</p>
<p>Setiap hadiah dan pemberian dapat berisiko terhadap reputasi seorang guru. Itulah kenapa uang atau benda yang mudah ditukar dengan uang (seperti saham) umumnya dilarang. Orang tua sebaiknya berhati-hati untuk tidak menghadiahi uang pada guru, seperti untuk makan-makan, atau memberikan kado perhiasan yang mahal.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/guru-makin-sejahtera-di-era-desentralisasi-tapi-tidak-berdampak-pada-kualitas-pendidikan-86000">Guru makin sejahtera di era desentralisasi, tapi tidak berdampak pada kualitas pendidikan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Di Australia, negara tempat saya saat ini mengajarkan etika, setiap negara bagian dan wilayah punya kebijakannya masing-masing terkait etika pemberian hadiah dan hibah.</p>
<p>Di negara bagian Tasmania, sebuah kado harus bernilai <a href="https://publicdocumentcentre.education.tas.gov.au/library/Document%20Centre/Gifts-Benefits-and-Hospitality-Policy.pdf">kurang dari A$100</a> (sekitar Rp 1 juta). Para guru pun harus melapor pada kepala departemen mereka dan Kepolisian Tasmania jika ditawari hadiah uang. Di <a href="https://policies.education.nsw.gov.au/policy-library/policies/code-of-conduct-policy/DoE-Gifts-Benefits-Hospitality-procedures-2020.pdf">New South Wales (NSW)</a>, guru harus secara sopan menolak hadiah yang nilainya lebih dari A$50 (sekitar Rp 500 ribu). Jika ingin menerimanya, mereka harus mengajukan izin khusus.</p>
<p>Di Queensland, guru harus mengungkapkan sebagian besar hadiah yang mereka terima melalui sebuah formulir. Hadiah-hadiah tersebut harus disetujui sekolah dan tercatat dalam daftar hibah publik. Hadiah yang melebihi A$150 (sekitar 1,5 juta) juga harus melalui uji evaluasi kepatutan – dan biasanya yang nilainya <a href="https://www.qcaa.qld.edu.au/downloads/about/qcaa_policy_gifts_benefits.pdf">melebihi A$350 (sekitar 3,5 juta)</a> hampir pasti tidak lolos.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Many books." src="https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/373731/original/file-20201209-19-11gp69z.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"><em>Voucher</em> buku yang tidak bisa diubah jadi uang adalah ide yang bagus untuk hadiah guru.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/many-old-books-book-shop-library-269516258">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Kemudian, di <a href="http://det.wa.edu.au/policies/detcms/policy-planning-and-accountability/policies-framework/policies/acceptance-and-provision-of-gifts-policy-and-procedures.en?cat-id=3457081">Australia Barat</a>, seorang guru bisa menerima hadiah kecil yang nilainya kurang dari A$100 (sekitar 1 juta) – seperti coklat, bunga, <em>wine</em> (minuman anggur beralkohol), atau perhiasan sederhana – tanpa perlu mengungkapkannya kepada aparat atau departemen. Hadiah lain seperti barang habis pakai (konser tiker) atau properti (<em>smartphone</em>, komputer) harus mereka ungkapkan, daftarkan, dan kemudian disetujui oleh kepala sekolah atau direktur institusi pendidikan. Hadiah di atas A$1.000 (lebih dari 10 juta) tidak boleh mereka ambil untuk kepentingan pribadi.</p>
<p>Sementara itu, di Victoria, “kado apresiasi” untuk guru yang nilainya kurang dari A$100 (sekitar 1 juta) dari orang tua atau wali murid bisa mereka terima dan <a href="https://www.education.vic.gov.au/Documents/about/department/DET-gifts-benefits-hospitality-policy.pdf">tidak harus dilaporkan</a>.</p>
<h2>Jadi, apa yang bisa saya beri untuk guru?</h2>
<p>Beberapa pertanyaan yang harus Anda tanya kepada diri sendiri sebelum memberikan hadiah adalah:</p>
<ul>
<li><p>Apakah saya yakin bahwa hadiah ini murni bentuk rasa terima kasih dan apresiasi saya terhadap kinerja apik seorang guru yang sudah selesai mengajar (misalnya di akhir semester), dan saya benar-benar tidak punya ekspektasi apapun, seperti pengakuan publik atau balas jasa?</p></li>
<li><p>Apakah hadiah saya berlebihan atau bisa dianggap tidak pantas?</p></li>
<li><p>Apakah hadiah saya bisa ditukar dengan uang?</p></li>
<li><p>Apakah saya punya kebiasaan memberikan hadiah kepada guru tersebut? Jika iya, hitunglah total nilai dari hadiah-hadiah yang telah Anda berikan. Pastikan nilainya tidak berlebihan atau berpotensi memberi tekanan pada guru untuk memberikan perlakuan khusus kepada Anda atau anak Anda.</p></li>
</ul>
<p>Beberapa ide hadiah yang cukup etis adalah:</p>
<ul>
<li><p>Buku favorit Anda, atau suatu <em>voucher</em> buku yang <a href="https://www.fairtrading.nsw.gov.au/buying-products-and-services/ways-to-shop-and-pay/gift-cards-and-vouchers">tidak bisa ditukar dengan uang</a></p></li>
<li><p>Sebuah dasi, syal, atau aksesoris pakaian yang tidak mahal dan sederhana</p></li>
<li><p>Pena terukir (<em>engraved pen</em>), lilin beraroma atau pewangi ruangan, buku agenda, atau barang antik kecil, tentu selama harganya tidak berlebihan</p></li>
<li><p>Memberikan <a href="https://theconversation.com/feeling-pressured-to-buy-christmas-presents-read-this-and-think-twice-before-buying-candles-150174">kado yang Anda dapat dari orang lain (<em>regifting</em>)</a> yang kualitasnya masih baik, membuat kartu ucapan terima kasih bersama anak Anda, atau memberi satu pot kecil tanaman</p></li>
<li><p>Patungan dengan keluarga murid yang lain untuk hadiah yang lebih besar. Di Victoria, misalnya, suatu kado yang bernilai lebih dari A$500 (sekitar Rp 5 juta) bisa disetujui <a href="https://www.education.vic.gov.au/Documents/about/department/DET-gifts-benefits-hospitality-policy.pdf">jika diberikan oleh beberapa murid atau wali mereka secara bersama-sama</a>. Di Australia Barat, guru bisa menerima <a href="http://det.wa.edu.au/policies/detcms/policy-planning-and-accountability/policies-framework/policies/acceptance-and-provision-of-gifts-policy-and-procedures.en?cat-id=3457081">hadiah wisata atau liburan</a> sebagai kado perpisahan dari sekumpulan murid yang akan lulus. Selama guru tersebut memenuhi persyaratan pengungkapan dan disetujui secara internal, mereka bahkan bisa memanfaatkan hadiah tersebut sebagai suatu liburan personal tanpa harus meminta kembali izin cuti perjalanan</p></li>
<li><p>Membuat donasi atas nama guru tersebut. Di NSW, <a href="https://policies.education.nsw.gov.au/policy-library/policies/sponsorship-policy/PD-2005-0295-02-SponsProc.pdf">donasi uang dengan jumlah yang besar</a>, seperti A$1.000 (Rp 10 juta) untuk sumber daya perpustakaan atau perlengkapan taman bermain, adalah praktik yang diterima. Tapi, tentu konsultasikan dulu dengan sekolah Anda tentang proses donasi tersebut</p></li>
<li><p>Jika Anda tahu bahwa guru tersebut punya minat khusus terhadap, misalnya, konservasi lingkungan, kesetaraan akses pendidikan untuk perempuan, atau nasib anak-anak di wilayah konflik, Anda bisa memberi donasi pada lembaga amal atau filantropi yang terpercaya, atas nama mereka</p></li>
</ul>
<p>Beberapa departemen pendidikan di Australia juga <a href="https://www.education.sa.gov.au/webforms/thanked">mengajak murid dan orang tua</a> untuk mengungkapkan terima kasih secara publik pada guru mereka melalui suatu formulir daring.</p>
<p>Perimbangan etika terakhir adalah dari mana asal dari kado tersebut. Maksudnya, apakah hadiah tersebut diproduksi secara etis, dengan upah pekerja yang layak? Apakah bisa didaur ulang atau telagh dibuat secara berkelanjutan? Apakah produsen barang tersebut mendukung industri atau seniman lokal?</p>
<p>Jika Anda berkeinginan untuk menunjukkan apresiasi pada guru anak Anda, langkah terbaik bisa jadi menanyakan saja apa yang mereka perlukan, atau apa yang dibutuhkan sekolah mereka, untuk memastikan bahwa mereka bisa benar-benar menikmatinya.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/187096/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Daniella J. Forster tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Ada berbagai aturan yang mengatur etika pemberian hadiah pada guru yang mengajar anak Anda. Tapi, ada beberapa prinsip utama yang harus tetap Anda perhatikan.Daniella J. Forster, Senior Lecturer, Educational ethics and philosophies, University of NewcastleLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1852262022-06-16T18:39:44Z2022-06-16T18:39:44ZRencana penghapusan tenaga honorer pada 2023: bagaimana nasib guru?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/469357/original/file-20220616-24-9casgk.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/6UfOLaEP3KoZOFhT4W6jA7?utm_source=generator" width="100%" height="232" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>Melalui <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220602114134-20-803845/pemerintah-resmi-hapus-tenaga-honorer-2023">Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB)</a> yang terbit pada 31 Mei lalu, pemerintah resmi menghapus tenaga honorer mulai 2023.</p>
<p>Tentu hal ini juga akan memengaruhi nasib para guru honorer – yang jumlahnya ditaksir <a href="https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/12/52-guru-di-indonesia-berstatus-pns">melebihi 700.000</a> orang di Indonesia atau setara 24% dari total guru.</p>
<p>Berbagai akademisi mengatakan banyaknya guru honorer ini akibat sistem rekrutmen guru dari pemerintah yang <a href="https://rise.smeru.or.id/id/publikasi/struggle-recruit-good-teachers-indonesia-institutional-and-social-dysfunctions">gagal menghitung kebutuhan guru</a> di Indonesia dengan tepat. Lembaga pendidikan di daerah kemudian mengangkat tenaga honorer untuk mengisi kekosongan ini – kerap kali dengan cara yang informal sehingga <a href="https://theconversation.com/rekrutmen-guru-pns-dan-pppk-bisa-berjalan-seiringan-yang-penting-justru-seleksi-yang-adil-dan-berkualitas-152711">standar upah maupun kualitas mereka</a> cenderung rendah.</p>
<p>Pemerintah mendorong para guru honorer untuk <a href="https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220602114134-20-803845/pemerintah-resmi-hapus-tenaga-honorer-2023">menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)</a>, baik via seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).</p>
<p>Namun, apakah proses transisi ini akan berjalan mulus? Apa saja yang tak boleh luput diperhatikan negara dalam menjawab permasalahan kesejahteraan dan kualitas guru?</p>
<p>Untuk mendalami hal tersebut, dalam episode SuarAkademia kali ini, kami berbicara dengan <a href="https://theconversation.com/profiles/ulfah-alifia-803128">Ulfah Alifiah</a>, peneliti senior program <em>Research on Improving Systems of Education</em> (RISE) di SMERU Research Institute.</p>
<p>Ulfah menjabarkan lika-liku kondisi guru honorer di Indonesia, lemahnya mekanisme rekrutmen guru di Indonesia yang belum memperhatikan indikator kinerja, sistem jenjang karir guru yang gagal mengembangkan kompetensi mereka, dan risiko kekosongan guru jika pemerintah tidak mengawal kebijakan penghapusan tenaga honorer dengan baik.</p>
<p>Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini bareng akademisi dan peneliti.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/185226/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Pemerintah mengumumkan kebijakan penghapusan tenaga honorer pada 2023. Bagaimana nasib para guru honorer, yang jumlahnya ditaksir melebihi 700.00 orang di Indonesia?Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1821572022-05-07T14:53:26Z2022-05-07T14:53:26ZAbsennya guru dan buruknya manajemen beasiswa di Papua: menuntut hadirnya negara<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/461835/original/file-20220507-12-x7yukl.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">antarafoto hari pertama sekolah jayapura gt</span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/148MNMpuGR53UB1SBAaFns?utm_source=generator" width="100%" height="232" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>Hingga kini, <a href="https://www.bps.go.id/indicator/26/494/1/-metode-baru-indeks-pembangunan-manusia-menurut-provinsi.html">Indeks Pembangunan Manusia</a> Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan yang terendah di Indonesia.</p>
<p>Strategi pemerintah – dari <a href="http://www.ijil.ui.ac.id/index.php/jai/article/viewArticle/12217">pembangunan infrastruktur,</a> hingga <a href="https://www.jstor.org/stable/pdf/43498775.pdf">pemekaran wilayah</a> – belum mampu mengatasi masalah kesejahteraan maupun <a href="https://mediaindonesia.com/opini/254648/menghentikan-stigma-masyarakat-papua">stigma keterbelakangan</a> yang sering ditujukan pada Orang Asli Papua (OAP).</p>
<p>Ini menunjukkan negara masih minim perhatian dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan pendidikan di tanah Papua.</p>
<p>Meski data <a href="https://npd.kemdikbud.go.id/?">Neraca Pendidikan Daerah</a> mencatat rasio guru dan murid di Papua mencapai 1:16 – atau lebih tinggi dari Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah – masih banyak sekolah yang kekurangan guru.</p>
<p>Studi menunjukkan bahwa kegiatan sekolah di daerah kampung atau distrik – tempat <a href="https://geoportal.menlhk.go.id/%7Eappgis/publikasi/Buku/Buku%20KAJIAN%20PENGAMAN%20PEMBANGUNAN%20PULAU%20PAPUA/Buku%201%20%20Kajian%20Pengaman%20Pembangunan%20Pulau%20Papua.pdf">mayoritas OAP</a> berada – mengalami kelangkaan guru. Tenaga pengajar di Papua terkonsentrasi di area perkotaan seperti Jayapura dan Merauke.</p>
<p>Pelaksanaan berbagai program beasiswa di Papua pun <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58863287">tidak termonitor dengan baik</a>. Ini menyebabkan penerima beasiswa tidak mendapat arahan dan dukungan yang memadai. </p>
<p>Beberapa waktu lalu, sebanyak <a href="https://theconversation.com/drafts/175062/edit">140 mahasiswa Papua di Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat (AS)</a> terpaksa pulang akibat pemutusan pendanaan, setelah sebelumnya mengalami keterlambatan pembiayaan hingga miskomunikasi administrasi beasiswa.</p>
<p>Untuk membedah hal ini, di episode terbaru SuarAkademia, kami berbicara dengan Alfath Indonesia dari Gugus Tugas Papua di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan juga seorang mahasiswi Papua yang terlibat dalam studinya, Paulina Kohome.</p>
<p>Alfath dan Paulina menceritakan tentang studi mereka yang menyoroti ketidakhadiran guru di Kabupaten Mappi dan Puncak, minimnya dukungan bagi tenaga pendidik honorer di sana, hingga buruknya pengelolaan, pengawasan, dan keberlanjutan program beasiswa di Papua.</p>
<p>Simak episode lengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/182157/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Di episode ini, kami bicara dengan Alfath Indonesia dari Gugus Tugas Papua UGM dan juga Paulina Kohome, seorang mahasiswi di UGM tentang absennya guru dan buruknya manajemen beasiswa di Papua.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1750622022-04-08T16:07:20Z2022-04-08T16:07:20ZRiset: negara masih absen dalam pendidikan di Papua, dari ketimpangan guru hingga salah manajemen beasiswa<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/457125/original/file-20220408-42486-lluqor.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/v/dom-1383103211">(ANTARA FOTO/Zabur Karuru)</a></span></figcaption></figure><p>Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal tahun ini merilis <a href="https://www.bps.go.id/indicator/26/494/1/-metode-baru-indeks-pembangunan-manusia-menurut-provinsi.html">Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2021</a> untuk Provinsi Papua 60,62 dan Papua Barat 65,26.</p>
<p>Meski capaian kedua provinsi naik secara gradual, kedua skor tersebut masih merupakan yang terburuk di seluruh Indonesia.</p>
<p>Pasca melewati <a href="https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42043812">konflik dan kekerasan selama puluhan tahun</a>, Orang Asli Papua (OAP) berhak merasakan kehadiran negara dan menikmati kehidupan yang lebih bermartabat. Pembangunan sumber daya manusia (SDM) kini menjadi agenda yang mendesak.</p>
<p>Sayangnya, berbagai studi menunjukkan strategi yang dilakukan pemerintah berupa <a href="https://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/download/452/265">Otonomi Khusus (Otsus)</a>, <a href="http://www.ijil.ui.ac.id/index.php/jai/article/viewArticle/12217">pembangunan infrastruktur,</a> hingga <a href="https://www.jstor.org/stable/pdf/43498775.pdf">pemekaran wilayah</a> belum mampu mengatasi peliknya masalah kesejahteraan. Strategi tersebut juga belum mengatasi <a href="https://mediaindonesia.com/opini/254648/menghentikan-stigma-masyarakat-papua">stigma</a> yang sering ditujukan pada OAP: “miskin, sakit, dan tak terdidik”. </p>
<p>Salah satu kebijakan sosial yang lebih krusial untuk meningkatkan kualitas manusia di Papua, yakni pendidikan, masih mendapatkan perhatian yang sedikit.</p>
<p>Kami melakukan <a href="https://jurnal.ugm.ac.id/v3/PCD/article/view/3313">studi</a> untuk memetakan pendidikan dan mobilitas sosial di antara OAP. Riset ini melibatkan responden yang mewakili dua zona ekologi berbeda: Kabupaten Mappi (pesisir) dan Kabupaten Puncak (pegunungan).</p>
<p>Hasil studi memperlihatkan bahwa negara absen dalam pendidikan dan pengembangan SDM Papua di pesisir, dengan kondisi yang bahkan lebih buruk lagi di pegunungan.</p>
<h2>Absennya negara dalam pendidikan di Papua</h2>
<p>Studi kami menunjukkan bahwa negara absen setidaknya melalui tiga aspek pendidikan. </p>
<p><strong>Pertama</strong>, ada jurang yang masih lebar terkait kehadiran guru berkualitas pada berbagai jenjang pendidikan di Papua.</p>
<p>Menurut <a href="https://npd.kemdikbud.go.id/?">Neraca Pendidikan Daerah</a>, rasio guru dan murid di Papua dari tingkat dasar hingga menengah pada tahun 2020 sebenarnya sudah ideal, yakni 1:16. Dengan kata lain, satu orang guru di Papua mengajar sekitar 16 siswa. </p>
<p>Hal tersebut tergolong lebih baik dari rasio di daerah lain seperti <a href="https://www.bkn.go.id/rasio-guru-dan-murid-per-provinsi">Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah</a> yang masih lebih dari 1:20.</p>
<p>Namun, faktanya hanya sedikit guru yang benar-benar hadir di sekolah. </p>
<p>Dalam wawancara kami dengan tenaga pendidik di Puncak dan Mappi, misalnya, kegiatan belajar mengajar di daerah kampung atau distrik masih mengalami kekurangan guru. Meski kebutuhan guru di Papua telah tercukupi, distribusinya tidak merata – kebanyakan guru terpusat di area perkotaan seperti Jayapura, Timika, dan Merauke.</p>
<p>Padahal keberadaan OAP <a href="https://geoportal.menlhk.go.id/%7Eappgis/publikasi/Buku/Buku%20KAJIAN%20PENGAMAN%20PEMBANGUNAN%20PULAU%20PAPUA/Buku%201%20%20Kajian%20Pengaman%20Pembangunan%20Pulau%20Papua.pdf">terkonsentrasi pada kampung atau distrik</a> di daerah pegunungan dan pesisir layaknya Puncak dan Mappi. Sebagian besar daerah ini pun diklasifikasikan sebagai daerah <a href="https://bappeda.papua.go.id/file/456182342.pdf">perdesaan</a> dan <a href="https://drive.google.com/file/d/1Ng9MJ2vlUjPceQ4f2pNKgWnmXy-eWe6Z/view">sangat tertinggal</a>.</p>
<p>Pada akhirnya, beban kinerja menjadi timpang sehingga guru di perdesaan memikul tanggung jawab lebih besar.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, bagi guru yang hadir pun, proporsinya lebih banyak guru honorer, ketimbang guru pegawai negeri sipil (PNS) yang <a href="https://theconversation.com/proses-rekrutmen-sebagai-asn-membuat-guru-di-indonesia-berkualitas-rendah-143443">biasanya kualitasnya lebih baik</a>.</p>
<p>Ironinya, proporsi guru PNS sebenarnya <a href="https://npd.kemdikbud.go.id/?appid=download">lebih besar daripada guru honorer</a> di segala jenjang pendidikan. </p>
<p>Studi dari Kementerian Pendidikan (Kemendikbudristek) menunjukkan <a href="http://repositori.kemdikbud.go.id/8571/1/Policy-Brief-ACDP-Teacher-Absenteeism-Indonesia-FINAL1.pdf">beragam alasan</a> yang diberikan para guru PNS atas ketidakhadiran mereka; mulai dari menghadiri rapat atau seminar, hingga menjalankan aktivitas yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan akademik.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/457170/original/file-20220408-25034-yjoxwi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/457170/original/file-20220408-25034-yjoxwi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/457170/original/file-20220408-25034-yjoxwi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/457170/original/file-20220408-25034-yjoxwi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/457170/original/file-20220408-25034-yjoxwi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=399&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/457170/original/file-20220408-25034-yjoxwi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/457170/original/file-20220408-25034-yjoxwi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/457170/original/file-20220408-25034-yjoxwi.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=501&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pemerintah belum berhasil mengatasi masalah ketimpangan persebaran dan ketidakhadiran guru di sekolah-sekolah Papua.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/v/dom-1417752907">(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Ada <a href="https://journal.ugm.ac.id/v3/PCD/article/view/3313">faktor internal dan eksternal</a> yang menyebabkan sulitnya memastikan guru hadir di sekolah. Secara internal, komitmen dan kualitas para guru di Papua masih cukup rendah. Secara eksternal, Papua juga mengalami banyak gangguan keamanan, konflik, dan perang.</p>
<p>Dalam hal ini, negara belum mampu menghadirkan rasa aman, dan gagal mengawal proses kegiatan belajar mengajar di sekolah serta mengevaluasi kinerja guru.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, ada kesalahan manajemen dalam implementasi kebijakan pemberian beasiswa di Papua.</p>
<p>Selama sembilan tahun terakhir, Pemerintah Daerah (Pemda) di Papua gencar membuat program beasiswa pendidikan bagi OAP di segala jenjang.</p>
<p>Sayangnya, berbagai program beasiswa ini pelaksanaannya <a href="https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58863287">tidak termonitor dengan baik</a>. Pemda hanya terlibat dalam proses penganggaran dan pencairan dana beasiswa, namun abai dalam tahapan monitoring dan evaluasi para pemegang beasiswa. </p>
<p>Pemda justru <a href="https://jubi.co.id/biro-otsus-pengelolaan-beasiswa-di-papua-masih-amburadul/">belum memiliki gambaran yang jelas</a> terkait pemetaan SDM strategis bagi Papua. Akibatnya, para penerima beasiswa tidak mendapat arahan, atau dapat bertindak sesuka hati dalam menjalani beasiswa.</p>
<p>Hasilnya mudah ditebak. Banyak OAP yang ketika lulus sekolah dan kuliah berujung tidak memiliki keahlian, atau bahkan harus putus di tengah jalan.</p>
<h2>Memperkuat layanan pendidikan untuk meningkatkan mobilitas sosial</h2>
<p>Ketidakmampuan negara dalam mengatasi ketimpangan pendidikan bukan hanya merampas hak, tapi juga mengancam keberlanjutan hidup OAP.</p>
<p>Dalam <a href="https://www.proquest.com/docview/1519298937?pq-origsite=gscholar&fromopenview=true">berbagai penelitian</a>, pendidikan diyakini sebagai alat untuk membantu masyarakat naik kelas secara ekonomi. Memperkuat layanan pendidikan adalah upaya mengakui dan melindungi eksistensi OAP.</p>
<p>Pemerintah harus menyelesaikan berbagai akar permasalahan pendidikan untuk menunjukkan pada masyarakat Papua bahwa negara hadir untuk mereka.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, pemerintah harus lebih baik dalam mengidentifikasi, merekrut, dan menempatkan guru terampil dari dalam maupun luar Papua, untuk mendukung kompetensi guru lokal di Papua.</p>
<p>Temuan kami di lapangan menunjukkan bahwa guru lokal PNS mengambil porsi besar anggaran belanja pegawai. Tapi di sisi lain, mereka kerap tidak hadir untuk mengajar ke sekolah. Sebaliknya, banyak guru honorer dari luar Papua yang mengajar, tapi mendapat insentif yang sedikit.</p>
<p>Rekrutmen guru terampil ini idealnya melibatkan proses transfer pengetahuan, sehingga mereka bisa membagikan metode pembelajaran ataupun praktik baik lainnya kepada guru lokal.</p>
<p>Para guru terampil juga harusnya direkrut dengan sistem kontrak, tapi dengan insentif yang sepadan dengan kinerja mereka.</p>
<p>Ada beberapa program serupa yang telah berjalan dengan baik dan dapat menjadi contoh di berbagai kabupaten dan kota di Papua.</p>
<p>Ini termasuk <a href="https://ugm.ac.id/id/berita/18397-dari-puncak-hingga-mappi-ugm-telah-mengirim-582-guru-ke-papua">Guru Penggerak Daerah Terpencil</a> gagasan Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada, <a href="https://indonesiamengajar.org/tentang-indonesia-mengajar">Gerakan Indonesia Mengajar</a> yang dulu dicetuskan Anies Baswedan saat jadi Rektor Universitas Paramadina, dan yang terbaru <a href="https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak/">Guru Penggerak</a> hasil inisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, memperluas cakupan beasiswa afirmasi bagi pelajar dan mahasiswa asal Papua.</p>
<p>Pemerintah perlu menghadirkan lebih banyak beasiswa bagi OAP ke sekolah dan kampus terbaik baik di dalam maupun luar negeri. </p>
<p>Saat ini, pemerintah baik pusat maupun daerah telah memiliki skema beasiswa pendidikan melalui APBN, APBD, maupun dana otonomi khusus. Ini termasuk beasiswa <a href="https://lpdp.kemenkeu.go.id/en/beasiswa/afirmasi/beasiswa-putra-putri-papua-2022/">Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)</a>, <a href="https://adem.kemdikbud.go.id/#:%7E:text=Program%20Afirmasi%20Pendidikan%20Menengah%20(ADEM)%20merupakan%20salah%20satu%20upaya%20pemerintah,terluar%2C%20dan%20tertinggal">Afirmasi Pendidikan Menengah</a>, <a href="https://um.ugm.ac.id/penelusuran-bibit-unggul-kemitraan-pbuk/">beasiswa kemitraan</a>, dan sebagainya.</p>
<p>Pemberian program beasiswa pendidikan harus ditingkatkan tiap tahun untuk memberi kesempatan luas bagi talenta muda OAP.</p>
<p>Demikian pula, pembenahan tata kelola beasiswa khususnya pemantauan dan evaluasi harus dilakukan untuk mengatasi masalah lemahnya kontrol terhadap penerima beasiswa.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, pemerintah juga tidak boleh melupakan faktor lain yang membuat iklim pendidikan menjadi tidak kondusif – di antaranya <a href="https://www.ugm.ac.id/id/berita/21213-gugus-tugas-papua-ugm-sampaikan-rekomendasi-sikapi-eskalasi-kekerasan-di-papua">ancaman keselamatan dan keamanan</a> terhadap guru dan murid di Papua.</p>
<p>Selama bertahun-tahun, tindak kekerasan dan konflik di berbagai daerah Papua tak kunjung selesai, dan justru <a href="https://theconversation.com/penelitian-baru-petakan-kekerasan-dalam-konflik-yang-terlupakan-di-papua-barat-139223">semakin meningkat dan tersebar secara merata</a> – dari Maybrat, Papua Barat hingga Intan Jaya, Papua. <a href="https://gtpapua.wg.ugm.ac.id/data-kekerasan-di-papua-tahun-2010-2022/">Riset lain yang kami lakukan</a> menunjukkan banyak fasilitas layanan dasar termasuk pendidikan menjadi non-aktif dan tak berfungsi akibat konflik sosial.</p>
<p>Melalui berbagai langkah dan pertimbangan di atas untuk memperkuat layanan pendidikan di Papua, negara dapat hadir dalam imajinasi dan kenyataan hidup OAP.</p>
<hr>
<p><em>Riset kami bersama Gugus Tugas Papua UGM melibatkan wawancara dengan OAP, akademisi, dan pembuat kebijakan di Papua, termasuk Boy Kiwak, Budi Irawan, Darwin Tobing, Elisabeth Yermogoin, Gabriel Lele, Janius Tabuni, Maria Goreti Letsoin, Paulina Cornelia Kohome, dan Satyabhakti Bela Nagari.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/175062/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Hasil studi kami memperlihatkan bahwa negara absen dalam pendidikan dan pengembangan SDM Papua di pesisir, dengan kondisi yang bahkan lebih buruk lagi di pegunungan.Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, Researcher, Center for Capacity Building and Networking FISIPOL, Universitas Gadjah Mada Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1789202022-03-10T11:30:36Z2022-03-10T11:30:36ZMahasiswa sering diminta menghindari Wikipedia untuk riset. Padahal, situs tersebut adalah sumber terpercaya<p>Pada awal setiap tahun akademik, kita sering menanyakan para mahasiswa baru suatu pertanyaan: siapa saja di antara kalian pernah diberitahu guru di sekolah agar tidak memakai Wikipedia?</p>
<p>Kemungkinan besar, banyak di antara mereka yang akan mengangkat tangan.</p>
<p>Padahal, ensiklopedia daring ini mengandung informasi yang instan, gratis, dan dapat diandalkan. Jadi kenapa banyak guru masih sangsi terhadap Wikipedia?</p>
<p>Wikipedia memiliki beragam kebijakan yang ditegakkan oleh komunitasnya terkait netralitas, reliabilitas, dan signifikansi. Ini berarti <a href="https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/92/Instructor_Basics_How_to_Use_Wikipedia_as_a_Teaching_Tool.pdf">seluruh informasi</a> “harus disajikan secara akurat dan tanpa bias”; sumbernya harus berasal dari pihak ketiga; dan suatu artikel Wikipedia harus punya signifikansi serta hanya dibuat jika sebelumnya telah ada “liputan pihak ketiga terkait topik ini dalam publikasi atau sumber yang terpercaya”.</p>
<p>Wikipedia juga bersifat gratis, nirlaba, dan telah <a href="https://wikimediafoundation.org/wikipedia20/">beroperasi selama lebih dari dua dekade</a>, membuatnya jadi suatu kisah sukses di internet.</p>
<p>Pada suatu era yang semakin susah untuk membedakan antara kebenaran dan informasi palsu, Wikipedia hadir sebagai alat yang aksesibel untuk mendukung proses cek fakta dan melawan misinformasi.</p>
<h2>Mengapa Wikipedia adalah sumber kredibel?</h2>
<p>Banyak guru mengatakan bahwa siapa pun dapat mengedit suatu halaman Wikipedia, tidak hanya ahli di bidang tersebut saja.</p>
<p>Tapi ini tidak membuat informasi di Wikipedia menjadi meragukan. Hampir mustahil, misalnya, bagi teori konspirasi untuk bertahan lama di Wikipedia.</p>
<p>Untuk artikel yang populer, komunitas daring Wikipedia yang berisi <a href="https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/92/Instructor_Basics_How_to_Use_Wikipedia_as_a_Teaching_Tool.pdf">relawan, administrator, dan <em>bot</em></a> memastikan bahwa pengeditan yang dilakukan berbasis sitasi dari sumber yang dapat diandalkan. Artikel yang populer biasanya diulas dan diperiksa hingga ribuan kali.</p>
<p>Beberapa pakar media, seperti Amy Bruckman, seorang profesor di Georgia Institute of Technology, Amerika Serikat (AS), bahkan mengatakan bahwa suatu artikel Wikipedia yang melewati proses yang sangat ketat ini bisa jadi adalah <a href="https://au.pcmag.com/social-media/87504/wikipedia-the-most-reliable-source-on-the-internet">sumber informasi paling terpercaya</a> yang pernah ada.</p>
<p><div data-react-class="Tweet" data-react-props="{"tweetId":"1454764093576040451"}"></div></p>
<p>Artikel akademik di jurnal – sumber bukti ilmiah yang paling umum – biasanya hanya melalui <a href="https://theconversation.com/shifting-toward-open-peer-review-156043"><em>peer-review</em> (telaah sejawat) dari maksimal tiga orang</a> lalu tidak pernah diedit lagi.</p>
<p>Artikel di Wikipedia yang tidak melewati pengeditan yang terlalu banyak bisa jadi tidak se-kredibel artikel yang populer. Tapi, sangat mudah bagi kita untuk mengecek bagaimana suatu artikel di Wikipedia dibuat dan dimodifikasi.</p>
<p>Seluruh modifikasi dari suatu artikel terarsip dan dapat diakses di halaman <a href="https://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Bird&action=history">“<em>history</em>” (riwayat)</a>. Perseteruan antara para editor terkait konten artikel tersebut juga tersimpan dalam halaman <a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Talk:Bird">“<em>talk</em>” (pembicaraan)</a>.</p>
<p>Untuk menggunakan Wikipedia secara efektif, siswa perlu diajari bagaimana caranya menemukan dan menganalisis segmen-segmen tersebut dalam suatu artikel, sehingga mereka bisa dengan mudah mengevaluasi kredibilitas dari artikel tersebut.</p>
<h2>Apakah informasi di Wikipedia terlalu sederhana?</h2>
<p>Banyak guru juga mengatakan bahwa informasi di Wikipedia terlalu sederhana dan mendasar, terutama untuk level mahasiswa.</p>
<p>Argumen ini berasumsi bahwa seluruh proses cek-fakta harus melibatkan riset mendalam – tapi ini <a href="https://hapgood.us/2017/03/04/how-news-literacy-gets-the-web-wrong">bukanlah cara terbaik</a> untuk melakukan investigasi awal secara daring terkait suatu topik. Riset yang mendalam sebaiknya dilakukan nanti, ketika kita sudah memastikan validitas dari sumber tersebut.</p>
<p>Meski demikian, beberapa guru cukup khawatir jika siswa perlu diajarkan caranya mengevaluasi informasi secara kilat, yang bisa berarti secara dangkal.</p>
<p>Jika kita melihat kompetensi umum di Kurikulum Australia, ada poin “<a href="https://www.australiancurriculum.edu.au/f-10-curriculum/general-capabilities/critical-and-creative-thinking/">berpikir secara kritis dan kreatif</a>” yang mendorong kemampuan analisis secara luas dan mendalam. Tenaga pendidik yang menggabungkan antara literasi “kritis” dan “media” cenderung percaya bahwa analisis materi di internet harusnya dilakukan secara pelan dan teliti.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/430128/original/file-20211104-13-1ajc79d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="Primary school student writing on notepad with laptop open." src="https://images.theconversation.com/files/430128/original/file-20211104-13-1ajc79d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/430128/original/file-20211104-13-1ajc79d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/430128/original/file-20211104-13-1ajc79d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/430128/original/file-20211104-13-1ajc79d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=385&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/430128/original/file-20211104-13-1ajc79d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=483&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/430128/original/file-20211104-13-1ajc79d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=483&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/430128/original/file-20211104-13-1ajc79d.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=483&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Siswa perlu diajarkan caranya menggunakan halaman ‘talk’ (pembicaraan) dan ‘history’ (riwayat) di Wikipedia.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://www.shutterstock.com/image-photo/kid-self-isolation-using-computor-his-1707140332">Shutterstock</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Tapi, realitanya kita saat ini hidup di suatu <a href="https://firstmonday.org/article/view/519/440">“ekonomi perhatian” (<em>attention economy</em>)</a> yakni saat semua orang dan semua hal di internet <a href="https://www.edsurge.com/news/2018-12-19-recalibrating-our-approach-to-misinformation">berlomba-lomba mendapatkan atensi kita</a>. Waktu kita sangatlah berharga, sehingga terjebak mendalami suatu konten daring yang kredibilitasnya meragukan, dan kemungkinan jatuh ke lubang misinformasi, menyia-nyiakan suatu komoditas yang mahal harganya – yakni perhatian dan tenaga kita.</p>
<h2>Wikipedia bisa mendukung literasi media yang lebih baik</h2>
<p>Riset menunjukkan bahwa anak-anak di Australia tidak mendapat pengajaran yang cukup dalam mengidentifikasi berita bohong.</p>
<p>Hanya <a href="https://theconversation.com/we-live-in-an-age-of-fake-news-but-australian-children-are-not-learning-enough-about-media-literacy-141371">satu dari lima</a> anak muda Australia pada 2020 melaporkan terlibat satu tahun terakhir dalam suatu kelas yang membantu mereka menentukan apakah suatu berita atau artikel dapat dipercaya.</p>
<p>Para pelajar jelas <a href="https://www.utas.edu.au/social-change/publications/insights/insight-five-media-literacy-in-australian-schools">membutuhkan lebih banyak pendidikan literasi media</a>, dan Wikipedia bisa jadi instrumen pembelajaran yang bagus.</p>
<p>Satu cara adalah menggunakannya untuk “<a href="https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3048994"><em>lateral reading</em></a>” (membaca dan mencari informasi secara paralel). Artinya, saat menghadapi klaim yang meragukan di internet, siswa bisa segera membuka tab browser baru dan membaca lebih lanjut terkait topik tersebut dari sumber yang terpercaya.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/bagaimana-mendeteksi-berita-bohong-panduan-ahli-untuk-anak-muda-89098">Bagaimana mendeteksi berita bohong—panduan ahli untuk anak muda</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Wikipedia adalah sumber daya yang tepat di ruang kelas untuk tujuan ini, bahkan untuk anak usia sekolah dasar (SD). Saat menemui informasi yang asing, siswa bisa diajak untuk mengakses halaman Wikipedia yang relevan untuk melakukan cek-fakta. Jika informasi asing tersebut tidak bisa diverifikasi, siswa bisa membuangnya.</p>
<p>Bagi yang sudah lebih lihai dalam melakukan verifikasi informasi, bisa juga <a href="https://www.huffpost.com/entry/opinion-fake-news-web-literacy-propaganda-fact-checkers_n_5c1812f5e4b0432554c332e3">langsung merujuk ke ke sumber-sumber kredibel</a> di bagian bawah tiap artikel Wikipedia.</p>
<p>Pada masa depan, kami berharap para mahasiswa baru masuk ke ruang kuliah kami dalam keadaan sudah memahami nilai dan manfaat dari Wikipedia. Jika terjadi, ini berarti bahwa suatu pergeseran budaya yang luas telah berhasil terjadi di tingkat sekolah dasar dan menengah.</p>
<p>Pada era krisis iklim dan pandemi, semua orang harus bisa membedakan antara fakta dan fiksi. Wikipedia bisa jadi bagian dari solusi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/178920/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Rachel Cunneen menerima dana dari ACT Education Directorate; University of Canberra dan juga US Embassy di Australia.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Mathieu O'Neil menerima dana dari ACT Education Directorate; University of Canberra dan juga US Embassy di Australia. Ia terafiliasi dengan Digital Commons Policy Council. </span></em></p>Pada suatu era yang semakin susah untuk membedakan antara kebenaran dan informasi palsu, Wikipedia hadir sebagai alat yang aksesibel untuk mendukung proses cek fakta dan melawan misinformasi.Rachel Cunneen, Senior Lecturer in English and Literacy Education., University of CanberraMathieu O'Neil, Associate Professor of Communication, News and Media Research Centre, University of CanberraLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1779322022-02-26T11:14:11Z2022-02-26T11:14:11Z“Job-education mismatch”: mengurai akar fenomena salah jurusan di Indonesia<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/448687/original/file-20220226-32611-mqqvgh.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption"></span> </figcaption></figure><iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/3p3xsqMvFrapcdsjZb3XeX?utm_source=generator" width="100%" height="232" frameborder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture"></iframe>
<p>Akhir tahu lalu, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim <a href="https://www.detik.com/edu/perguruan-tinggi/d-5793585/nadiem-ungkap-80-lulusan-tak-bekerja-sesuai-prodi-bagaimana-sisanya">menyatakan</a> hanya maksimal 20% lulusan perguruan tinggi bekerja sesuai dengan jurusannya.</p>
<p>Pernyataan ini menyusul statistik serupa yang <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3620313/63-orang-indonesia-bekerja-tak-sesuai-jurusan">disampaikan Kementerian Ketenagakerjaan</a> pada 2017 lalu yang menyebutkan hanya 37% angkatan kerja yang selaras dengan bidang akademiknya.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1016/j.ijedudev.2019.102101">Menurut riset</a>, latar belakang pendidikan yang tidak cocok dapat menyebabkan “<em>job-education mismatch</em>” (ketidakcocokan bidang keahlian pekerja) dan semakin menyulitkan masyarakat di negara berkembang untuk naik kelas secara ekonomi.</p>
<p>Ketidakcocokan ini, misalnya, bisa membuat mereka mendapat penghasilan yang lebih rendah dari pekerja lain yang bidangnya selaras.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.14203/JEP.29.1.2021.1-16">Riset terbaru di Indonesia</a> menyebutkan bahwa potensi perbedaan penghasilan ini bisa mencapai lebih dari 5%. Bahkan, <a href="https://doi.org/10.1080/1331677X.2020.1723427">studi di Bosnia-Herzegovina</a> menyebutkan angkanya mencapai 13-15%.</p>
<p>Bagaimana pola fenomena salah jurusan yang terjadi di Indonesia, dan apa akar penyebabnya dan solusi yang bisa diterapkan di sistem pendidikan?</p>
<p>Untuk menjawabnya, pada episode podcast SuarAkademai kali ini, kami berbicara dengan Carter Bing Andika, mahasiswa S3 di bidang kepemimpinan pendidikan di Universitas Pelita Harapan (UPH).</p>
<p>Carter menjelaskan pola <em>job-education mismatch</em> di berbagai belahan dunia, sesat pikir penjurusan akademik di Indonesia, perbaikan pada sistem bimbingan dan konseling sekolah, hingga pentingnya fleksibilitas bidang akademik di tingkat perguruan tinggi.</p>
<p>Simak lengkapnya di SuarAkademia – ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/177932/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
Pada episode SuarAkademai kali ini, kami berbicara dengan Carter Bing Andika, mahasiswa S3 di bidang kepemimpinan pendidikan untuk membedah fenomena salah jurusan di Indonesia.Luthfi T. Dzulfikar, Youth + Education EditorLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1768952022-02-18T07:25:46Z2022-02-18T07:25:46ZTak hanya nasionalisme dan religiositas, budaya sekolah kunci sesungguhnya dari pendidikan karakter: begini cara memupuknya<p>Sejak lama, Indonesia menyerukan pentingnya pendidikan karakter.</p>
<p>Indonesia memiliki Peraturan Presiden tahun 2017 tentang <a href="https://setkab.go.id/wp-content/uploads/2017/09/Perpres_Nomor_87_Tahun_2017.pdf">Penguatan Pendidikan Karakter</a>. Aspek ini juga masuk dalam <a href="https://theconversation.com/bagaimana-desain-ideal-tes-pengganti-un-yang-diusung-menteri-nadiem-akademisi-berpendapat-130059">Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)</a> yang digagas Kementerian Pendidikan (Kemendkbud-Ristek) untuk menggantikan Ujian Nasional (UN).</p>
<p>Namun, saat membicarakan pendidikan karakter, kita sering bertumpu pada dimensi <a href="https://asumsi.co/post/6471/pemerintah-wajibkan-kampus-negeri-putar-indonesia-raya-hari-selasa-dan-kamis-kenapa">nasionalisme</a> dan <a href="https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/penguatan-pendidikan-karakter-melalui-pendidikan-agama-di-sekolah-menimbang-jumlah-hari-sekolah">religiositas</a> saja.</p>
<p>Prioritas sekolah yang menggebu-gebu pada kedua hal tersebut dapat mengabaikan aspek lain yang mempunyai kaitan lebih erat dengan pendidikan karakter – yakni <a href="https://theconversation.com/darurat-mutu-pembelajaran-mengapa-wali-murid-jarang-protes-ke-sekolah-dan-pemerintah-110030">budaya sekolah sebagai organisasi akademis penentu kinerja pembelajaran</a> – yang di Indonesia kualitasnya masih buruk.</p>
<p>Kemendikbud-Ristek melalui <a href="https://mutudidik.files.wordpress.com/2017/02/konsep-dan-pedoman-ppk.pdf">Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter</a> juga mengamanatkan bahwa pendidikan karakter tak boleh lepas dari penguatan lingkungan dan nuansa akademis.</p>
<p><a href="https://www.studimanajemen.com/2019/04/budaya-organisasi-edgar-schein.html">Budaya organisasi</a>, dalam hal ini budaya sekolah, mempunyai pengaruh besar dalam menuntun warga sekolah melalui norma, nilai, dan rutinitas yang membangun perilaku sosial dan perangai intelektual mereka.</p>
<p>Ini dapat berupa sikap disiplin, tanggung jawab dan integritas, kegemaran membaca dan rasa ingin tahu yang kuat, kepedulian lingkungan maupun sosial, hingga semangat toleransi dan demokrasi.</p>
<p>Lalu, bagaimana cara membangun budaya sekolah yang kuat?</p>
<h2>Kepala sekolah sebagai nakhoda</h2>
<p>Budaya organisasi dapat berkembang berkat adanya orang hebat dan figur pemimpin yang membangun dan merawatnya. Di sekolah, kepala sekolah harus memegang peran kunci tersebut.</p>
<p>Sayangnya, penelitian yang dilakukan SMERU Research Institute pada tahun 2020 menemukan <a href="https://theconversation.com/amp/manajemen-sekolah-adalah-kunci-sukses-siswa-tapi-kualitas-kepala-sekolah-di-indonesia-meragukan-129626">hanya 20% kepala sekolah</a> yang berupaya meningkatkan kualitas akademis murid melalui perbaikan budaya pembelajaran.</p>
<p>Mayoritas kepala sekolah lebih tertarik untuk menetapkan indikator keberhasilan berupa meluluskan murid kelas 6 dengan nilai baik.</p>
<p>Lembaga konsultan manajemen di bidang kepemimpinan, <a href="https://idnextleader.id/membangun-budaya-organisasi-yang-kuat/">Next Leader</a>, menawarkan panduan bagaimana membangun budaya di suatu organisasi. Ini dimulai dengan merumuskan visi dan misi secara jelas, mengembangkan nilai organisasi sebagai patokan perilaku warganya, menjalin komunikasi yang efektif, dan melakukan penilaian kinerja secara berkala.</p>
<p>Jika strategi ini diterapkan di lingkungan sekolah, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:</p>
<p><strong>Pertama</strong>, para pemangku kepentingan sekolah perlu duduk bersama untuk menetapkan visi yang ingin dicapai dan misi yang harus dikerjakan.</p>
<p>Budaya sekolah yang kuat tidak terlahir dan berkembang dengan sendirinya. Ia dibangun dengan desain tertentu melalui kepemimpinan kepala sekolah selama bertahun-tahun.</p>
<p><a href="https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ832903.pdf">Sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat (AS)</a> yang mengamati sekitar 100 sekolah menemukan bahwa sekolah berkinerja tinggi memiliki visi dan misi organisasi yang fokus pada keberhasilan akademis dengan menyediakan lingkungan belajar yang menantang.</p>
<p><strong>Kedua</strong>, sekolah perlu merumuskan patokan sikap dan perilaku yang terukur berdasarkan visi yang sudah ditetapkan.</p>
<p>Ini dapat berupa kewajiban bagi warga sekolah untuk saling menyapa dengan ramah. Karakter ini ditanamkan tidak hanya bagi murid untuk menghormati guru, tapi juga bagi guru terhadap murid dan wali murid.</p>
<p>Dalam aspek pembelajaran, guru juga bisa menanamkan budaya pembelajaran yang selalu terbuka dengan dialog dan perdebatan akademis sehingga memupuk daya kritis murid.</p>
<p><strong>Ketiga</strong>, kepala sekolah harus mampu mengomunikasikan standar karakter dan perilaku tersebut secara efektif agar semua warga sekolah benar-benar melaksanakannya dengan konsisten.</p>
<p>Kepala sekolah dan guru tentu harus tampil terdepan sebagai contoh yang menjalankan standar sikap dan perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari.</p>
<p><strong>Keempat</strong>, kepala sekolah perlu mengevaluasi secara berkala berbagai praktik tersebut untuk menjaga kelangsungan budaya sekolah.</p>
<h2>Budaya sekolah harus partisipatif dan inklusif</h2>
<p>Budaya suatu organisasi tercipta dalam <a href="https://inspirasifoundation.org/wp-content/uploads/2021/06/14-562-15640467674-7.pdf">waktu yang panjang</a> dan tidak tumbuh di ruang hampa.</p>
<p>Pembentuk utama budaya organisasi bersumber dari masyarakat sekitar yang dibawa masuk ke tempat tersebut oleh anggotanya – misalnya wali murid yang terlibat di sekolah karena ada anak mereka.</p>
<p>Berbagai regulasi pemerintah, khususnya di bidang pendidikan, juga turut membentuk budaya sekolah.</p>
<p>Menurut <a href="https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ832903.pdf">penelitian yang sama di Texas, AS</a>, misalnya, misi suatu sekolah hanya akan efektif apabila memasukkan unsur kemitraan dengan orang tua dan masyarakat supaya tidak hanya tinggal di atas kertas.</p>
<p>Dengan kekuatan kemitraan itu, kepala sekolah, guru, dan murid dapat didorong untuk benar-benar melaksanakannya. </p>
<p>Studi lain yang menginvestigasi <a href="https://theconversation.com/school-vision-and-mission-statements-should-not-be-dismissed-as-empty-words-97375">lebih dari 300 sekolah di Victoria, Australia</a>, menunjukkan perlunya sekolah menelaah visi dan misi secara teratur, agar selalu sesuai dengan kebutuhan murid dan perkembangan yang terjadi di masyarakat.</p>
<p>Visi dan misi sekolah harus disusun secara kolektif bersama berbagai pihak – orang akan lebih berkomitmen menjalankan suatu pernyataan apabila mereka ikut merumuskannya. Ini juga berarti visi dan misi sekolah tidak boleh diseragamkan secara nasional dan harus disesuaikan dengan konteks lokal.</p>
<p>Tidak hanya bersifat partisipatif, budaya sekolah juga perlu bersifat inklusif. </p>
<p>Bahasa, sebagai representasi budaya masyarakat yang <a href="https://belajarbahasa.id/artikel/dokumen/167-inilah-bukti-bahwa-bahasa-menunjukkan-budaya-suatu-bangsa-2016-10-17-03-23">menuntun jalan pikiran penuturnya</a>, misalnya, sangat menentukan keterlibatan guru dan murid dalam menjunjung budaya sekolah. </p>
<p>Mayoritas penduduk Indonesia berbicara menggunakan bahasa Ibu (biasanya bahasa daerah mereka), bukan bahasa Indonesia.</p>
<p><a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2019/10/Risalah-Kebijakan-BAHASA-IBU.pdf">Kajian tahun 2019</a> yang dilakukan INOVASI, suatu kemitraan Indonesia-Australia, menemukan bahwa banyak murid, terutama di jenjang bawah tidak paham ketika guru berbicara dalam bahasa Indonesia.</p>
<p>Akibatnya, banyak dari mereka tidak hanya tertinggal dalam pembelajaran dan harus mengulang jenjangnya, tapi juga kesulitan mengikuti berbagai program dan gagasan yang dibuat sekolah sebagai bagian dari budaya sekolah.</p>
<p>Ini semakin menekankan bahwa budaya sekolah – termasuk bahasa yang digunakan – harus sensitif terhadap konteks lokal.</p>
<p>Ini juga menunjukkan bagaimana budaya sekolah, pengembangan karakter dan capaian akademik mempunyai pengaruh yang saling terhubung dan berkelindan.</p>
<p>Dengan arahan kepala sekolah, beserta dukungan dari semua pemangku kepentingan pendidikan, sekolah di Indonesia harus mulai membangun dan merawat budaya organisasi dalam institusi mereka masing-masing. Pada gilirannya, budaya sekolah diharapkan mampu berperan sebagai fondasi yang mewarnai karakter dan intelektualitas murid.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/176895/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Syaikhu Usman tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Budaya sekolah punya pengaruh besar dalam menuntun warga sekolah melalui norma, nilai, dan rutinitas yang membangun perilaku sosial dan perangai intelektual mereka.Syaikhu Usman, Peneliti Utama, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1712332021-11-25T09:38:20Z2021-11-25T09:38:20ZBagaimana memperbaiki pengajaran literasi, numerasi, dan sains di era pasca Ujian Nasional<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/433901/original/file-20211125-21-1cgv44n.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://www.pexels.com/photo/person-holding-orange-round-ball-4778676/">(Pexels/Cottonbro)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Pemerintah Indonesia tahun lalu meniadakan Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan <a href="https://www.kemdikbud.go.id/main/tanya-jawab/tanya-jawab-ujian-nasional">Asesmen Kompetensi</a> yang menguji literasi, numerasi, dan sains.</p>
<p>Ketiga aspek ini merupakan <a href="https://www.ncver.edu.au/research-and-statistics/publications/all-publications/adult-literacy-and-numeracy-research-and-future-strategy">pilar-pilar penting</a> dalam kompetensi pembelajaran murid, dan banyak dipakai sebagai indikator capaian dalam tes global seperti <a href="https://theconversation.com/skor-siswa-indonesia-dalam-penilaian-global-pisa-melorot-kualitas-guru-dan-disparitas-mutu-penyebab-utama-128310"><em>Program for International Students Assessment</em> (PISA)</a>.</p>
<p>Di sisi lain, berakhirnya UN juga berarti arah pembelajaran murid <a href="https://www.kemdikbud.go.id/main/tanya-jawab/tanya-jawab-ujian-nasional">kembali ke tangan guru</a> – termasuk mengembangkan kemampuan siswa dalam ketiga aspek tersebut. </p>
<p>Guru, sekolah, dan pemerintah tidak bisa lagi mengandalkan cara lama yang fokus meraih skor tinggi dalam ujian. Misalnya, budaya <a href="https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2017.v7.i3.p283-291"><em>drill and practice</em></a>, di mana murid harus menggarap latihan ujian berkali-kali sampai mampu menjawab soal dengan baik, sudah tidak relevan lagi di era pasca UN.</p>
<p>Kebijakan pendidikan dan metode mengajar seperti apa yang tepat bagi guru di Indonesia untuk mengembangkan kemampuan literasi, numerasi, dan sains?</p>
<h2>Menanamkan literasi: stimulasi sejak dini dan penggunaan bahasa ibu</h2>
<p>Berdasarkan <a href="https://www.obsesi.or.id/index.php/obsesi/article/view/480">riset tahun 2020</a>, dua kunci menumbuhkan literasi pada anak adalah pengalaman dan waktu.</p>
<p>Artinya, pendidik punya peran penting untuk mulai menanamkan kemampuan ini sejak level sekolah dasar (SD), terutama kelas 1, 2, dan 3.</p>
<p>Mereka bisa menstimulasi kemampuan bahasa anak dengan merancang <a href="https://www.obsesi.or.id/index.php/obsesi/article/view/480/pdf">beragam kegiatan</a> – rutin membaca buku cerita, membedah pesan dan isinya, atau mengembangkan kosakata melalui permainan dan kartu – dan bereksperimen dengan berbagai teknik seiring mereka lebih berpengalaman.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/model-literasi-yang-bermanfaat-untuk-indonesia-bukan-sekadar-melek-huruf-82508">Model literasi yang bermanfaat untuk Indonesia: bukan sekadar melek huruf</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Sayangnya, mayoritas guru dalam studi tersebut baru melakukannya 5-10 menit setiap hari. Idealnya, guru bisa melibatkan murid lebih dari 20 menit dalam kegiatan khusus literasi.</p>
<p>Selain itu, literasi tidak terikat hanya pada satu mata pelajaran tertentu, tapi mencerminkan kemampuan murid memahami dan mengkritisi informasi di berbagai materi pembelajaran.</p>
<p>Di sini, <a href="https://psycnet.apa.org/record/2001-10039-002">beberapa ahli</a> mengatakan bahwa jenis bahasa yang digunakan dalam berbagai materi sangat penting.</p>
<p>Masyarakat kerap ingin mengajarkan bahasa Inggris kepada anak, dan bahasa Inggris juga merupakan <a href="https://doi.org/10.1080/03057260008560156">bahasa utama komunikasi sains</a>, tapi menggunakannya di fase awal sekolah dapat berimbas pada capaian pembelajaran. Belajar dengan bahasa pertama, dalam hal ini bahasa Indonesia, memudahkan mereka memahami materi dan mengembangkan kemampuan numerasi dan sains.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09500690601072964">Dalam studinya</a>, peneliti pendidikan Mei-Hung Chiu, misalnya, mengatakan sebaiknya siswa diperkenalkan dengan terminologi sains (dalam fisika, kimia, dan biologi), hanya setelah memperoleh pemahaman tersebut dalam bahasa ibunya. </p>
<p>Sebaliknya, sepenuhnya menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar sejak jenjang awal juga bukan hal yang ideal.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.1002/sce.3730480411">Studi kasus di Filipina</a> yang menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar utama, menunjukkan bahwa murid kerap kebingungan memahami konsep matematika dan sains jika belum diperkenalkan dalam bahasa ibu.</p>
<p>Filipina bahkan berada pada urutan terakhir untuk skor literasi, numerasi, dan sains dalam peringkat <a href="https://www.oecd.org/pisa/publications/pisa-2018-results.htm">PISA tahun 2018</a>, serta kerap <a href="https://doi.org/10.1007/BF03026717">menoreh capaian sains yang buruk</a> berdasarkan berbagai riset.</p>
<h2>Mengembangkan numerasi: mata uang dan kebijakan seleksi guru matematika</h2>
<p>Dalam teknik mengajar, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/1034912X.2018.1535109">studi tahun 2019</a> dari peneliti Amerika Serikat (AS) menyarankan hitungan berbasis mata uang sebagai cara yang baik dalam meningkatkan kemampuan numerasi.</p>
<p>Selain mudah menggunakan bilangan tersebut dalam soal matematika, ini juga bisa jadi lebih menarik bagi murid karena tidak memakai angka-angka abstrak melainkan sesuatu yang dekat dengan kehidupan mereka.</p>
<p>AS memiliki mata uang 1 USD, Taiwan memiliki 1 TWD, Jepang memiliki 1 Yen, Malaysia memiliki 1 Ringgit, dan Singapura memiliki 1 SGD. Di negara-negara tersebut, siswa bisa belajar soal seperti 15 + 34 dengan latar transaksi mata uang.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/433897/original/file-20211125-25-1ax9mv4.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/433897/original/file-20211125-25-1ax9mv4.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/433897/original/file-20211125-25-1ax9mv4.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/433897/original/file-20211125-25-1ax9mv4.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/433897/original/file-20211125-25-1ax9mv4.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/433897/original/file-20211125-25-1ax9mv4.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/433897/original/file-20211125-25-1ax9mv4.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/433897/original/file-20211125-25-1ax9mv4.JPG?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Penulis menggunakan koin dari mata uang TWD saat mengajar murid di Taiwan.</span>
<span class="attribution"><span class="source">(Dadan Sumardani)</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Meski demikian, satuan terendah mata uang Indonesia yang paling umum digunakan dimulai dari Rp 1.000 – siswa hanya bisa belajar 15.000 + 34.000 yang merupakan pelajaran numerasi lanjutan – sehingga metode ini mungkin lebih cocok untuk jenjang sekolah menengah (SMP dan SMA).</p>
<p>Selain itu, kebijakan terkait guru juga <a href="https://hulondalo.id/cuma-butuh-3-semester-penyetaraan-guru-sd-paud-sarjana-tidak-linier/">sangat memengaruhi kualitas pengajaran numerasi</a>. Misalnya, pemerintah saat ini melarang lulusan jurusan pendidikan Matematika untuk mengajar di jenjang SD.</p>
<p>Melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 dan Permendikbud Nomor 46 Tahun 2016, guru Pendidikan Dasar harus merupakan <a href="https://fin.co.id/2020/03/19/guru-sd-wajib-lulusan-pgsd/">lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)</a> – kecuali mereka memenuhi persyaratan yang lebih sulit yakni penyetaraan Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama sekitar 2 tahun.</p>
<p>Padahal, saat ini jurusan PGSD termasuk rumpun sosial atau sosial-humaniora dalam seleksi perguruan tinggi, di mana hanya lulusan ilmu sosial (IPS) yang boleh mengikuti atau harus melalui ujian sosiologi, geografi, dan ekonomi.</p>
<p><a href="https://doi.org/10.33086/ehdj.v5i1.1456">Tim peneliti dari Surabaya</a> menemukan bahwa skor numerasi guru SD sangat buruk, karena input dari jurusan PGSD yang memang tidak relevan untuk mendukung pengajaran numerasi.</p>
<p>Pemerintah <a href="https://hulondalo.id/cuma-butuh-3-semester-penyetaraan-guru-sd-paud-sarjana-tidak-linier/">harus segera membenahi sistem seleksi guru</a> dan membuka pintu bagi lulusan pendidikan matematika supaya guru di jenjang SD memiliki kemampuan pengajaran numerasi yang kuat.</p>
<h2>Mengajarkan sains: pembelajaran interaktif di taman ilmiah</h2>
<p>Untuk pengajaran sains, Indonesia bisa berkaca dari Jepang yang merupakan <a href="https://www.oecd.org/pisa/publications/pisa-2018-results.htm">salah satu negara yang baik</a> dalam capaian sains.</p>
<p>Selain sangat memperhatikan <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-662-44986-8_2">kualitas pendidikan sejak dini</a>, sekolah di Jepang juga banyak mengajarkan sains di <a href="https://www.learntechlib.org/p/209558">berbagai fasilitas sains</a>.</p>
<p>Contohnya dapat berupa <a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/1098-237X(200009)84:5%3C658::AID-SCE6%3E3.0.CO;2-A">kunjungan ke museum sains</a>, <a href="https://goo.gl/maps/MbBFnD2UeSmcu12s8">planetarium</a>, <a href="https://ppiptek.brin.go.id/">Pusat Peragaan IPTEK (PP-IPTEK)</a>, atau festival sains di sekolah.</p>
<p>Fasilitas yang baik mungkin tidak mengubah praktik pendidikan secara drastis, tapi membantu mendorong pengajaran sains yang interaktif dan <a href="https://doi.org/10.1080/0140528810030203">merangsang kognisi</a>.</p>
<p>Berdasarkan studi di Prancis, pendidikan sains harus mencakup berbagai kegiatan di mana siswa berpartisipasi dalam pengamatan fenomena ilmiah secara langsung – <a href="https://doi.org/10.1080/0140528810030203">fasilitas sains</a> adalah salah satu cara terbaik melakukan ini.</p>
<p>Di Indonesia ada beberapa fasilitas sains yang bisa dikunjungi, meski jumlahnya tidak terlalu banyak.</p>
<p>Misalnya, di Jakarta ada empat museum sains: Planetarium Jakarta, PP-IPTEK, Museum Listrik dan Energi Baru, dan Sky World. Di Bandung ada Puspa Iptek Sundial, di Surabaya ada The Bagong Adventure Human Body Museum, dan di Yogyakarta ada Taman Pintar Science Park.</p>
<p>Alternatif lain yang dapat dilakukan dengan lebih mudah adalah belajar di laboratorium sains sekolah dengan memanfaatkan momentum kejadian alam – seperti gerhana, banjir, bulan purnama, dan fenomena lainnya.</p>
<h2>Melangkah ke depan</h2>
<p>Beberapa hal di atas – dari penggunaan mata uang, reformasi sistem seleksi guru, sampai kolaborasi dengan taman ilmiah – adalah cara-cara yang bisa dipraktikkan dan diamati oleh guru, sekolah, maupun pemerintah dalam mendorong pengajaran literasi, numerasi, dan sains yang lebih kuat di Indonesia.</p>
<p>Tapi, kita tentu membutuhkan analisis dan riset yang lebih mendalam mengenai metode mengajar dan kebijakan inovatif lainnya.</p>
<p>Peneliti pendidikan di Indonesia, misalnya, dapat belajar dari <a href="http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/deltapi/article/view/115">kurikulum di berbagai negara</a> dan membedah kelebihan dan kekurangannya dalam memfasilitasi pembelajaran siswa dalam ketiga aspek tersebut.</p>
<p>Yang jelas, kita tidak bisa lagi mengandalkan paradigma pendidikan di era UN. Sistem pendidikan di Indonesia harus beralih pada kebijakan dan metode pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan siswa dan menanamkan kemampuan literasi, numerasi, dan sains secara optimal.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/171233/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Dadan Sumardani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Setelah ditiadakannya UN, kebijakan pendidikan dan metode mengajar seperti apa yang tepat bagi guru di Indonesia untuk mengembangkan kemampuan literasi, numerasi, dan sains?Dadan Sumardani, Researcher in Science Education, National Chiayi UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1699102021-10-18T04:57:05Z2021-10-18T04:57:05ZPandemi ini adalah peluang emas bagi Papua untuk mengejar ketertinggalannya dalam teknologi pendidikan<p>Saat ini, pendidikan di Papua sangat tertinggal dari berbagai provinsi lain di Indonesia – baik itu dalam hal capaian pembelajaran siswa maupun infrastruktur digital.</p>
<p>Dalam beberapa tahun terakhir, <a href="https://www.bps.go.id/indicator/26/418/1/-metode-baru-peringkat-indeks-pembangunan-manusia.html">Indeks Pengembangan Manusia</a> maupun <a href="https://www.bps.go.id/publication/2020/12/15/f52c2f6c113db406967d5cb0/indeks-pembangunan-teknologi-informasi-dan-komunikasi-2019-.html">Indeks Pengembangan Teknologi</a> wilayah ini secara konsisten merupakan salah satu yang terendah di negara ini. Capaian para pelajar Papua dalam Ujian Nasional (UN) juga <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/2066/file/Rural%20and%20remote%20education%20initiative%20for%20Papuan%20Provinces%20-%20Programme%20overview.pdf">tetap rendah</a> sepanjang 2017 hingga 2019.</p>
<p>Pada tahun 2020, di tengah pentingnya <em>online learning</em>, persentase rumah tangga di Papua yang memiliki akses internet merupakan salah satu yang terendah – <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/10531/file/Strengthening%20Digital%20Learning%20across%20Indonesia:%20A%20Study%20Brief.pdf">hanya 29,5%</a> dibandingkan Jakarta yang memiliki 89%.</p>
<p>Ini menandakan bahwa Papua <a href="https://www.eastasiaforum.org/2020/10/22/covid-19-is-widening-indonesias-education-gap">kesulitan menghadapi tuntutan <em>online learning</em></a> selama krisis COVID-19.</p>
<p>Menariknya, bisa jadi ini justru merupakan momen yang tepat untuk berinvestasi dan mengembangkan teknologi pendidikan di Papua.</p>
<h2>Ada pergeseran pola pikir di antara pengajar Papua</h2>
<p><a href="https://research.acer.edu.au/indonesia/1/">Studi tahun 2015</a> dari Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) – suatu kolaborasi antara pemerintah Indonesia, Asian Development Bank (ADB), Australian Aid, dan Uni Eropa (EU) – mengidentifikasi beberapa prasyarat penting untuk mengembangkan teknologi pendidikan di Papua.</p>
<p>Di antaranya adalah:</p>
<p>1) meningkatkan kesadaran di antara tenaga pendidik tentang pentingnya penggunaan teknologi</p>
<p>2) memastikan ketersediaan infrastruktur digital</p>
<p>3) menyiapkan pendidik supaya memiliki kemampuan untuk benar-benar menerapkan berbagai alat dan layanan digital terkait pendidikan.</p>
<p>Poin pertama adalah yang paling susah untuk diwujudkan – bagi guru dan pengajar di Papua, dan bahkan juga di seluruh dunia.</p>
<p>Walaupun memang pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas digital bisa dilakukan pemerintah, butuh tenaga yang besar dan waktu yang lama untuk mengubah pola pikir.</p>
<p>Temuan dari studi di atas, misalnya, menunjukkan bahwa pada saat itu, <a href="https://research.acer.edu.au/indonesia/1/">sekitar 70% guru di Papua</a> menggunakan teknologi hanya untuk kebutuhan administratif atau menyiapkan materi, bukan sebagai bagian dari proses belajar. Padahal, studi tersebut sebenarnya juga menemukan bahwa banyak siswa sudah memiliki laptop dan <em>smartphone</em>.</p>
<p>Bahkan di dunia Barat, sebelum sekitar tahun 2019, platform yang menyediakan kelas daring (<em>Massively Open Online Courses</em>, atau MOOC) memiliki <a href="https://news.harvard.edu/gazette/story/2020/07/in-intervention-study-moocs-dont-make-the-grade/">tingkat penyelesaian kursus yang rendah</a> – meski berbagai platform tersebut didukung penyedia kelas papan atas termasuk universitas ternama. Ini menunjukkan juga bahwa menggeser pola pikir siswa untuk menyelesaikan kelas <em>online</em>, saat mereka terbiasa melakukannya secara <em>offline</em>, adalah hal yang sulit.</p>
<p>Penggunaan <a href="https://www.theatlantic.com/technology/archive/2016/10/theres-no-erasing-the-chalkboard/503975/">papan tulis putih dan spidol</a> pun butuh waktu lama sebelum diadopsi oleh sekolah. Walau sudah tersedia sejak tahun 1960an, sekolah baru mulai mengganti papan kapur dengan papan putih pada tahun 1990an ketika kelas mulai memakai banyak komputer sehingga ruangan harus bebas debu.</p>
<p>Di sini, pandemi COVID-19 memainkan peran yang sangat signifikan dalam mengubah sikap dan perilaku, terutama dalam pendidikan. Tutupnya sekolah mendorong pengajar di Papua untuk meninjau kembali kebiasaan mengajar mereka dan mulai mempertimbangkan pentingnya teknologi pendidikan.</p>
<p>Meski infrastruktur digital di Papua <a href="https://www.unicef.org/indonesia/coronavirus/stories/learning-home-during-covid-19-pandemic">belum memadai</a>, ada berbagai indikasi bahwa penggunaan teknologi pendidikan meningkat tajam di wilayah ini.</p>
<p><a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/535881589465343528/pdf/EdTech-in-Indonesia-Ready-for-Take-off.pdf">Studi tahun 2020 dari Bank Dunia</a>, misalnya, menunjukkan bahwa penggunaan teknologi pendidikan (termasuk platform seperti Ruangguru, Zenius, dan Google Classroom) di Papua mendekati 10%. Ini setara dengan provinsi lain yang jauh lebih maju seperti Riau dan Sulawesi Selatan. Capaian Papua bahkan melebihi beberapa daerah lain di Sumatra (seperti Aceh dan Bengkulu), Sulawesi, dan Kalimantan.</p>
<p>Di tengah pandemi, guru dan pengajar di Papua nampaknya bersedia untuk melakukan <em>online learning</em> jika diberikan lingkungan yang mendukung.</p>
<p>Ini adalah peluang yang langka bagi pemegang kepentingan di sektor pendidikan Indonesia. Untuk pertama kali dalam sekian lama, guru dan pengajar di Papua bisa berada di medan yang setara dengan rekan-rekan pengajar mereka di seluruh Indonesia.</p>
<h2>Banyak jalan ke depan</h2>
<p>Ada banyak cara supaya Papua bisa memanfaatkan momentum ini.</p>
<p>Dari segi infrastruktur, menyediakan sambungan internet secara umum adalah tanggung jawab pemerintah. Namun, ada juga banyak peluang lain untuk menyediakan konektivitas bagi sekolah, guru, dan siswa, yakni dalam bentuk pendanaan swasta atau kemitraaan pemerintah-swasta.</p>
<p>Sekalipun konektivitas di Papua masih rendah, solusinya bahkan tidak harus bersifat <em>online</em>.</p>
<p>Selama ini, misalnya, sudah ada beragam perangkat alternatif di luar <em>online learning</em>, seperti <a href="https://www.raspberrypi.org">Raspberry Pi</a> – komputer dengan ukuran sekecil kartu kredit yang awalnya didesain untuk mengajarkan ilmu komputer dasar di sekolah dan negara berkembang – yang memiliki kapasitas setidaknya 16 GB untuk menyimpan buku dan materi digital.</p>
<p>Ada juga peluang pendanaan swasta untuk menyediakan <a href="https://documents1.worldbank.org/curated/en/535881589465343528/pdf/EdTech-in-Indonesia-Ready-for-Take-off.pdf">perangkat digital maupun bantuan teknis</a> untuk tenaga pendidik. Misalnya, selama pembatasan aktivitas masyarakat di sepanjang pandemi, Kementerian Pendidikan (Kemendikbud-Ristek) bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk memberikan <a href="https://kuota-belajar.kemdikbud.go.id/">dukungan data internet</a> kepada guru di seluruh Indonesia.</p>
<p>Studi dari ACDP juga menyebutkan <a href="https://research.acer.edu.au/indonesia/1/">pentingnya monitoring dan evaluasi</a> untuk memastikan berbagai perangkat dan layanan digital ini dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ahli pendidikan dapat membantu mengembangkan sistem pengawasan semacam ini di sekolah dan lembaga pendidikan.</p>
<p>Sekolah dan pemerintah daerah juga bisa melatih guru untuk menggunakan teknologi pendidikan melalui kerja sama dengan berbagai lembaga yang <a href="https://www.unicef.org/indonesia/media/10531/file/Strengthening%20Digital%20Learning%20across%20Indonesia:%20A%20Study%20Brief.pdf">khusus bergerak di bidang pengembangan kapasitas guru</a>. Bahkan sudah ada program seperti <a href="https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2021/02/Paparan-Program-Sekolah-Penggerak.pdf">Sekolah Penggerak</a> – yang mendorong kolaborasi antar sekolah dan guru untuk saling berbagi praktik pembelajaran yang inovatif – supaya menutup kesenjangan kualitas guru di wilayah ini.</p>
<p>Semua itu membutuhkan kerja keras, tapi hasilnya kelak tidak akan sia-sia.</p>
<p>Memperbaiki infrastruktur digital dan juga kapasitas pengajar untuk menggunakannya dengan baik, akan mendorong guru dan siswa untuk bereksperimen dengan materi dan teknik belajar di luar tradisi sekolah. Sistem monitoring dan evaluasi yang baik akan mendukung kepemimpinan sekolah, dan pada akhirnnya, berujung pada proses belajar mengajar yang lebih baik.</p>
<p>Hanya ada dua kemungkinan setelah pandemi ini selesai, dan sangat tergantung dengan apa yang dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan selama periode kritis ini. Pendidikan di Papua bisa mendapatkan dukungan yang baik sehingga bisa menjadi kompetitif, serta menutup ketimpangan dengan provinsi lain, atau Papua tidak mendapatkan dukungan yang baik sehingga malah semakin tertinggal.</p>
<p>Apa pun yang dilakukan, pandemi ini adalah peluang emas untuk meninggalkan jejak perubahan yang besar bagi pendidikan di Papua.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169910/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Garry Pawitandra Poluan terafiliasi dengan Australian Council for Educational Research (ACER) Indonesia. ACER Indonesia menerima dana untuk projek Evaluation of ICT in Education in Papua Province (ACDP-045) dari Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP), kemitraan antara Pemerintah Indonesia, Asian Development Bank, Uni-Eropa, dan Pemerintah Australia.</span></em></p><p class="fine-print"><em><span>Sherine Hassan terafiliasi dengan Australian Council for Educational Research (ACER) Indonesia. ACER Indonesia menerima dana untuk projek Evaluation of ICT in Education in Papua Province (ACDP-045) dari Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP), kemitraan antara Pemerintah Indonesia, Asian Development Bank, Uni-Eropa, dan Pemerintah Australia.</span></em></p>Papua kesulitan menjalani online learning selama COVID-19. Menariknya, krisis in bisa jadi momen yang tepat untuk berinvestasi pada teknologi penndidikan di Papua.Garry Pawitandra Poluan, Senior Project Officer for Research, ACER Indonesia Sherine Hassan, Education Consultant, ACER Indonesia Licensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1691592021-10-05T10:20:11Z2021-10-05T10:20:11ZDukungan pengembangan karier bagi guru sangat lemah dan membuat status ASN hanya jadi “zona nyaman”<p>Menjadi guru dengan <a href="https://theconversation.com/proses-rekrutmen-sebagai-asn-membuat-guru-di-indonesia-berkualitas-rendah-143443">status Aparatur Sipil Negara (ASN)</a> adalah impian mayoritas guru di Indonesia karena mendatangkan “rasa aman” berkat jaminan finansial dari pemerintah.</p>
<p>Banyak <a href="https://www.jpnn.com/news/ketahuilah-banyak-guru-honorer-rela-digaji-murah-karena-berharap-diangkat-pns-dan-pppk">guru rela berkorban menjadi guru honorer</a> dengan gaji minim selama rekrutmen ASN, hingga mengikutinya berulang kali karena tidak lulus seleksi, dengan harapan suatu saat dapat menikmati prestise ini.</p>
<p>Tapi, apakah status ASN membuat mereka menjadi berkualitas?</p>
<p><a href="https://rise.smeru.or.id/id/publikasi/struggle-recruit-good-teachers-indonesia-institutional-and-social-dysfunctions">Riset dari SMERU</a> menunjukkan rekrutmen guru ASN di Indonesia belum mampu menjaring calon guru berkualitas karena seleksinya mengabaikan penguasaan atas kompetensi guru. Namun selain itu, status ASN juga ternyata berakhir menjadi “zona nyaman” bagi guru karena minim ruang untuk pengembangan kapasitas.</p>
<p>Berikut <a href="https://rise.smeru.or.id/id/blog/menjadi-guru-yang-diidolakan-siswa">curahan hati</a> dari seorang guru muda dalam studi kami:</p>
<blockquote>
<p>“Semangat saya saat ini sering naik-turun karena berada di zona nyaman selama setahun terakhir. Menyandang status CPNS mendadak menjadi sebuah beban berat […] Saya khawatir akan menjadi guru yang digaji oleh pemerintah, tetapi tidak bekerja dan mengabdi secara maksimal.”</p>
</blockquote>
<p>Kami juga melakukan studi dengan mengikuti <a href="https://rise.smeru.or.id/id/acara/perjalanan-guru-guru-muda-di-indonesia-cerita-awal">perjalanan 16 orang guru muda</a> di Pulau Jawa selama tahun 2019-2020.</p>
<p>Kami menemukan bahwa kebijakan terkait profesi guru ASN tidak mampu mendorong mereka untuk mencapai standar kompetensi yang tinggi, dan minim insentif bagi mereka untuk mengembangkan karier.</p>
<p>Lemahnya kebijakan ini terlihat mulai dari tahap pelatihan, saat berproses di sekolah, hingga saat berupaya naik jenjang karier guru.</p>
<h2>Tidak dilatih secara memadai, dibiarkan berjuang sendiri</h2>
<p>Permasalahan pengembangan guru di Indonesia dimulai sejak awal karier mereka.</p>
<p>Seluruh guru ASN muda dalam studi kami, misalnya, merupakan lulusan <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiV_r6uveryAhWX63MBHfmnBWY4MhAWegQIBBAB&url=http%3A%2F%2Fjurnal.dpr.go.id%2Findex.php%2Faspirasi%2Farticle%2Fdownload%2F1229%2Fpdf&usg=AOvVaw1faSso0U86S5FMTIBMWCi1">Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan</a>. Program PPG ditujukan untuk membekali guru pemula dengan <a href="https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/4-kompetensi-guru/">empat kompetensi guru</a> (keilmuan, pedagogis atau pengajaran, kepribadian, dan sosial).</p>
<p>Sayangnya, para guru muda merasa program PPG belum memadai dan berbeda dengan realita di kelas, sehingga mereka merasa tidak kompeten dan kurang percaya diri saat mengajar.</p>
<p>Temuan awal studi kami, misalnya, menemukan <a href="https://rise.smeru.or.id/sites/default/files/publication/Infografis%20PPG%20RISE.pdf">hanya 12,4% lulusan PPG</a> merasa menguasai materi pendidikan literasi dan numerasi yang dibutuhkan siswa.</p>
<p>Setelah diterima bekerja di sekolah pun, guru muda langsung dibebankan sederet tugas berat bahkan mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus.</p>
<p>Kegiatan orientasi formal minim diberikan, khususnya pada guru ASN di sekolah negeri. Idealnya saat memasuki lingkungan sekolah baru, guru pemula diberikan masa percobaan, pengenalan praktik baik, bahkan pendidikan dan pelatihan lanjutan khusus dari sekolah.</p>
<p>Sayangnya, studi kami menemukan orientasi yang diterima guru ASN sekadar <a href="https://rise.smeru.or.id/id/acara/perjalanan-guru-guru-muda-di-indonesia-cerita-awal">fokus pada administrasi, kehadiran, dan kedisiplinan</a>.</p>
<p>Sementara itu, <a href="https://rise.smeru.or.id/id/acara/perjalanan-guru-guru-muda-di-indonesia-cerita-awal">guru sekolah swasta dengan kualitas baik menerima ‘paket lengkap’ orientasi sekolah</a>, dari pengenalan kurikulum sekolah, evaluasi kinerja guru, serta budaya dan lingkungan sekolah selama sebulan sebelum tahun ajaran dimulai.</p>
<p>Orientasi yang tepat memungkinkan guru muda mendapat bekal tentang proses bekerja di sekolah, sehingga bisa memulai karier mereka dengan lebih baik.</p>
<h2>Minim wadah pengembangan</h2>
<p>Selama berkarier, guru sebaiknya juga memiliki wadah untuk membahas masalah pengajaran dengan rekan guru yang lain untuk merespons tantangan di kelas yang senantiasa muncul.</p>
<p>Namun, responden kami khususnya guru ASN di sekolah negeri tidak mendapatkan kesempatan ini. Mereka harus berinisiatif sendiri untuk berdiskusi dengan guru senior atau kepala sekolah.</p>
<p>Di sisi lain, keberadaan forum seperti <a href="https://www.inovasi.or.id/wp-content/uploads/2019/10/Policy-Brief-8-KKG-1111.pdf">Kelompok Kerja Guru (KKG) dipandang terlalu kaku dan monoton</a> untuk memenuhi kebutuhan pada masa awal karier seorang guru.</p>
<p>Akhirnya, guru muda menginisiasi kelompok sendiri – <a href="https://rise.smeru.or.id/id/blog/mengembangkan-kemampuan-mengajar-melalui-pelatihan">terdiri dari alumni guru dari universitas yang sama</a> – yang memungkinkan mereka saling berbagi dan bertanya seputar hambatan mengajar.</p>
<p>Negara sebetulnya telah memiliki program unggulan pengembangan profesi guru, misalnya Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), untuk terus memperbarui kompetensi guru.</p>
<p>Tapi dalam implementasinya, program ini tidak efektif karena <a href="https://rise.smeru.or.id/sites/default/files/publication/RISE_WP-054_Revinaetal.pdf">hanya berfungsi sebagai formalitas administrasi</a> daripada sebagai ruang belajar dan peningkatan kompetensi.</p>
<p>Guru muda juga tidak memenuhi syarat untuk mengikuti program PKB karena keikutsertaan dalam pelatihan ini berupa penugasan – bukan berdasarkan kebutuhan – dan biasanya ada syarat pengalaman bekerja guru.</p>
<h2>Sistem jenjang karier guru belum jelas</h2>
<p>Di Indonesia juga ada ketidakjelasan jenjang karier guru ASN.</p>
<p>‘Evolusi karier’ guru ASN diatur dalam <a href="https://jdih.menpan.go.id/data_puu/PERMENPAN2009_016.pdf">Permen PAN RB Nomor 16 tahun 2009</a>. Promosi kenaikan pangkat diperoleh melalui angka kredit via empat cara – pendidikan, pembelajaran atau bimbingan, pengembangan profesi berkelanjutan, dan penunjang tugas guru.</p>
<p>Kenyataannya, kenaikan pangkat guru di Indonesia lebih banyak didasarkan atas faktor lamanya masa jabatan. Ini diakui oleh responden studi kami. </p>
<p>Di Singapura, guru dapat memilih <a href="https://www.ncsl.org/Portals/1/Documents/educ/NISLSingapore%27sCareerLadderSystem.pdf">tiga jalur karier</a> yaitu jalur pengajaran (<em>teaching track</em>), jalur kepemimpinan (<em>leadership track</em>), atau jalur spesialis (<em>specialist track</em>) bagi guru yang ingin berkontribusi pada bidang penelitian. Para guru harus mencapai kompetensi tertentu pada setiap tahapan karier di jalur tersebut.</p>
<p>Sementara di Indonesia, tidak ada peta jalan dan kriteria pemenuhan kompetensi yang jelas untuk kemajuan karier guru.</p>
<p>Jenjang karier guru ASN mengikuti sistem kenaikan pangkat dan golongan ASN untuk semua profesi – tidak unik untuk profesi guru. Lebih parah lagi, guru honorer bahkan tidak memiliki kejelasan karier. </p>
<p>Pada akhirnya, sebagian responden kami menyatakan menjadikan status guru ASN sebagai batu loncatan untuk meraih posisi jabatan birokrasi yang lebih tinggi – contohnya mencapai pangkat golongan tertentu atau menjadi birokrat di Dinas Pendidikan.</p>
<p>Di negara seperti <a href="https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000372128/PDF/372128eng.pdf.multi">Ekuador, Thailand,</a> dan <a href="https://eacea.ec.europa.eu/national-policies/eurydice/sites/default/files/teachers_in_europe_2020_0.pdf">beberapa negara Eropa</a>, insentif gaji juga menjadi bagian dari upaya pengembangan karier guru.</p>
<p><a href="http://www.iiep.unesco.org/en/our-expertise/teacher-careers">Beberapa studi</a> menunjukkan kebijakan pengembangan karier guru yang menghargai guru berprestasi, mampu meningkatkan kualitas pendidikan. <a href="https://rise.smeru.or.id/sites/default/files/publication/RISE_WP-035_GaduhPradhanPriebeSusanti_1%20%28KIAT%20Guru%29.pdf">Studi di wilayah terpencil di Indonesia</a> juga membuktikan pemberian tunjangan berdasarkan kinerja berhasil meningkatkan capaian belajar siswa.</p>
<p>Sayangnya, di Indonesia tidak ada kebijakan nasional yang membedakan gaji guru berdasarkan kinerja mereka. Guru dengan kinerja baik mendapatkan bayaran yang sama dengan guru berkinerja rendah. </p>
<h2>Benahi pengembangan karier guru untuk menarik calon guru berkualitas</h2>
<p>Kebijakan pengembangan kapasitas guru yang lemah melahirkan lingkungan yang kurang mendukung bagi guru muda dalam mengembangkan karier mereka.</p>
<p>Padahal, <a href="https://rise.smeru.or.id/id/blog/menjadi-guru-karena-panggilan-jiwa">banyak guru muda memasuki profesi ini karena panggilan jiwanya untuk mengajar</a>, bukan sekadar karena iming-iming insentif sebagai guru ASN.</p>
<p>Tapi, mereka mendapat “sambutan” yang kurang saat awal karier mereka, diperparah dengan struktur karier guru ASN yang tidak berorientasi pada kualitas.</p>
<p>Standar kompetensi guru harus dirumuskan kembali dengan lebih jelas sebagai dasar untuk merancang struktur karier guru dan pengembangan kapasitas profesional mereka. Dengan demikian, sistem pendidikan Indonesia dapat menarik calon-calon guru berkualitas dan mengembangkan guru yang kompeten.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/169159/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Para penulis tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi di luar afiliasi akademis yang telah disebut di atas.</span></em></p>Kami menemukan bahwa kebijakan terkait profesi guru ASN tidak mampu mendorong mereka untuk mencapai standar kompetensi yang tinggi, dan minim insentif bagi mereka untuk mengembangkan karier.Ulfah Alifia, Senior Researcher, SMERU Research InstituteRezanti Putri Pramana, Junior Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1615162021-06-02T06:13:04Z2021-06-02T06:13:04ZApakah membuka sekolah di tengah penyebaran varian baru SARS-CoV-2 berbahaya?<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/403546/original/file-20210531-22-1mlqniq.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Siswa menjalani pemeriksaan suhu badan sebelum mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) sistem daring di SMP Negeri-9 Banda Aceh, 22 Mei 2021.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1619064301"> ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.</a></span></figcaption></figure><p>Rencana pemerintah Indonesia membuka kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka (PTM) <a href="https://www.kompas.com/edu/read/2021/05/06/150000171/kemendikbudristek--sekolah-tatap-muka-juli-orangtua-berhak-memilih?page=all">mulai Juli</a>, di tengah kasus <a href="https://covid19.go.id/peta-sebaran">COVID yang belum turun drastis</a> dan ada temuan setidaknya <a href="https://nasional.tempo.co/read/1465086/kasus-varian-baru-mutasi-covid-19-bertambah-jadi-54">54 kasus</a> varian baru virus corona yang lebih ganas, perlu kita tinjau dengan kritis.</p>
<p>Sejumlah <a href="https://www.washingtonpost.com/world/europe/coronavirus-schools-uk-variant-europe/2021/01/29/c4e73d78-5f2e-11eb-a177-7765f29a9524_story.html">negara di Eropa</a> yang membuka sekolah tahun lalu, kembali menutupnya karena tingginya penularan COVID varian baru pada siswa. </p>
<p>Penelitian terbaru di Inggris menunjukkan terjadinya <a href="https://adc.bmj.com/content/early/2021/03/29/archdischild-2021-321903">peningkatan kerentanan pada anak-anak untuk terinfeksi virus penyebab COVID-19 varian baru B.1.1.7</a>, yang kini telah menyebar <a href="https://nasional.tempo.co/read/1465086/kasus-varian-baru-mutasi-covid-19-bertambah-jadi-54">di Indonesia</a>. </p>
<p>Pemerintah perlu memikirkan ulang rencana tersebut. Beberapa sekolah yang sudah membuka atau sedang dalam tahap merencanakan pembukaan sekolah juga perlu menimbang lagi risiko-risiko kesehatan bagi siswa, guru, dan lingkungan.</p>
<h2>Infeksi B.1.1.7 lebih menular pada anak</h2>
<p>Pada 2 Maret 2021, Kementerian Kesehatan Indonesia mengumumkan <a href="https://nasional.tempo.co/read/1437940/kemenkes-temukan-2-kasus-varian-baru-covid-19-asal-inggris-di-indonesia">2 kasus pertama COVID-19 akibat varian B.1.1.7</a> di negeri ini. <a href="https://theconversation.com/5-hal-penting-terkait-pengaruh-virus-corona-varian-baru-dari-inggris-masuk-indonesia-156574">Varian B.1.1.7</a> yang ditemukan pertama di Inggris, telah terbukti lebih menular dan menyebabkan angka kematian 55% lebih tinggi. </p>
<p>Hingga 4 Mei 2021, telah dilaporkan total <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/05/04/15040541/total-13-kasus-varian-corona-b117-kemenkes-diduga-sudah-terjadi-transmisi">13 kasus</a> dengan varian B.1.1.7 di Indonesia. Angka ini diperkirakan jauh lebih rendah dari angka riil di lapangan karena kemampuan deteksi genomik kita yang belum aktual.</p>
<p><a href="https://adc.bmj.com/content/early/2021/03/29/archdischild-2021-321903">Studi</a> terbaru di Inggris menemukan adanya peningkatan angka reproduksi (penularan) virus. Ini merupakan indikasi potensi penularan suatu virus pada kelompok anak-anak usia sekolah, pada saat varian B.1.1.7 menyebar. </p>
<p>Pada akhir Desember tahun lalu <a href="https://www.sciencemag.org/news/2021/01/new-coronavirus-variant-scrambles-school-risk-calculations">di Belanda</a>, 123 (15%) orang positif COVID-19 dari 818 murid, guru, dan orang tua murid yang dites. Hasil pengurutan genomik menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka terinfeksi varian B.1.1.7. </p>
<p><a href="https://www.bmj.com/content/372/bmj.n383">Di Israel</a>, varian B.1.1.7 ditemukan pertama pada Desember 2020 dan menjadi varian dominan pada Januari 2021. Proporsi kasus harian baru anak-anak berusia di bawah 10 tahun meningkat 23% sejak kemunculannya hingga beberapa rumah sakit khusus anak harus membuka ICU baru. </p>
<p>Sebelumnya, banyak penelitian membuktikan bahwa jika dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak tidak terlalu rentan terinfeksi galur murni virus penyebab COVID-19. <a href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7436402/">Sebuah studi <em>meta‐analysis</em></a> menunjukkan bahwa apabila terjangkit, kasus COVID-19 pada anak termasuk ke dalam kategori tanpa gejala (20%), ringan (33%) atau sedang (51%). Namun varian baru telah meningkatkan risiko infeksi pada anak-anak.</p>
<h2>Sekolah di Eropa kembali ditutup akibat varian B.1.1.7</h2>
<p>Di Jerman, sekolah telah dibuka kembali pada pertengahan 2020. </p>
<p>Namun, sejak Desember 2020 sekolah kembali ditutup akibat kasus varian baru B.1.1.7 yang <a href="https://www.thelocal.de/20210401/covid-19-variants-comprise-almost-90-percent-of-new-cases-in-germany">telah mendominasi 90% kasus COVID-19 di Jerman</a>. Varian baru ini menyebabkan <a href="https://www.deutschland.de/en/news/coronavirus-in-germany-informations">angka kasus baru infeksi lebih dari 165</a> per 100.000 penduduk.</p>
<p><a href="https://www.washingtonpost.com/world/europe/coronavirus-schools-uk-variant-europe/2021/01/29/c4e73d78-5f2e-11eb-a177-7765f29a9524_story.html">Inggris</a>, negara yang pertama kali melaporkan varian B.1.1.7, juga menutup kembali sekolah sejak Desember 2020 hingga waktu yang belum ditentukan.</p>
<p>Selain itu, <a href="https://www.washingtonpost.com/world/europe/coronavirus-schools-uk-variant-europe/2021/01/29/c4e73d78-5f2e-11eb-a177-7765f29a9524_story.html">negara-negara lain di Eropa</a> seperti Denmark, Austria, Irlandia, Portugal, Belanda, dan Belgia juga menutup kembali sekolah untuk menekan penyebaran varian baru B.1.1.7., yang level penularannya tinggi pada anak-anak.</p>
<h2>Panduan dari WHO sebelum buka kembali PTM di Indonesia</h2>
<p><a href="https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/question-and-answers-hub/q-a-detail/coronavirus-disease-covid-19-schools">Badan Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan pedoman</a> yang memuat hal-hal yang harus dinilai sebelum memutuskan membuka pembelajaran tatap muka. </p>
<p>Pedoman ini relevan dengan rencana Kementerian Pendidikan Indonesia membuka pembelajaran <em>offline</em>. </p>
<p><em>Pertama</em>, kondisi epidemiologi COVID-19 di tiap daerah. Bagaimana pengendalian penularan lokal? Apakah persentase hasil positif dari total jumlah tes (<em>percent positivite rate</em>) di daerah tersebut di bawah 5%? Apakah Satuan Tugas Penanganan COVID-19 (Satgas COVID-19) tiap daerah mampu menganalisis epidemiologi dan <em>surveillance</em> genomik yang aktual? Apakah mampu untuk menganalisis varian apa yang tengah dominan di masyarakat?</p>
<p><em>Kedua</em>, analisis risiko dan manfaat baik bagi tenaga pendidik maupun siswa-siswi. Kemampuan penularan COVID-19 dan analisis terkait varian apa yang dominan pada suatu daerah harus dilakukan untuk mengetahui risiko penularan. </p>
<p>Selain itu, dampak keseluruhan penutupan PTM pada siswa-siswi termasuk dampak pada hasil capaian belajar, dampak ekonomi, hingga dampak pada kesehatan fisik dan mental harus dinilai.</p>
<p><em>Ketiga</em>, deteksi dan respons. Apakah Satgas COVID-19 daerah mampu bertindak dan mengambil keputusan dengan cepat apabila terdapat satu saja kasus positif COVID-19 akibat pembukaan kembali PTM? Apakah mampu untuk terbuka dan mengumumkan hasil tersebut ke masyarakat?</p>
<p><em>Keempat</em>, kapasitas sekolah/institusi pendidikan untuk beroperasi dengan aman. Adakah fasilitas cuci tangan, sanitasi dan desinfektan yang cukup di sekolah? Bagaimana penerapan protokol kesehatan seperti penggunaan masker dan pembatasan jumlah murid di kelas? Adakah sirkulasi udara yang terbuka? Adakah pemeriksaan rutin standar emas (tes swab PCR) baik pada tenaga pendidik maupun murid?</p>
<p><em>Kelima</em>, kolaborasi dan koordinasi. Apakah sekolah bekerja sama dengan Satgas COVID-19 daerah setempat? Apakah sekolah bekerja sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk melakukan pemeriksaan rutin dan lacak kontak?</p>
<p>Terakhir, penerapan protokol kesehatan yang ketat pada lingkungan di luar sekolah. Bagaimana anak-anak dan tenaga pendidik menerapkan protokol kesehatan di lingkungan luar sekolah? </p>
<p>Pertanyaan di atas harus dijawab oleh pemerintah pusat, daerah, dinas pendidikan dan dinas kesehatan, sekolah dan guru, serta orang tua. Sebagai peneliti epidemiologi, saya melihat keenam poin dalam panduan tersebut belum mampu diterapkan di Indonesia.</p>
<h2>Vaksinasi guru dan dampaknya pada murid</h2>
<p>Wacana membuka kembali kegiatan PTM di sekolah muncul setelah adanya rencana vaksinasi guru yang diharapkan <a href="https://nasional.kompas.com/read/2021/05/03/06441591/targetkan-vaksinasi-guru-rampung-juni-jokowi-kita-ingin-kembalikan-anak-anak">rampung pada Juni 2021</a>. </p>
<p>Program vaksinasi guru ini dilakukan oleh banyak negara di dunia sebagai <a href="https://en.unesco.org/news/where-are-teachers-being-prioritized-covid-19-vaccination-efforts">upaya melindungi kesehatan dan keselamatan guru</a> sehingga kegiatan PTM di sekolah dapat kembali dilakukan. </p>
<p>Harapannya, vaksinasi guru ini dapat membantu menekan penyebaran infeksi COVID-19 di sekolah. Namun, pemberian vaksin Sinovac hingga saat ini belum diketahui apakah mampu mencegah penyebaran virus varian baru SARS-CoV-2 di komunitas atau hanya mencegah individu bergejala berat apabila terinfeksi.</p>
<p>Selain itu, perlu riset lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana virus corona varian B.1.1.7 menginfeksi anak-anak dan remaja serta berapa besar peran anak-anak dan remaja dalam penularan varian baru ini. </p>
<p>Ada baiknya orang tua kembali waspada akan kemungkinan penularan dan mengevaluasi kembali keputusan untuk anak berkegiatan dan kembali belajar <em>offline</em> di sekolah.</p>
<h2>Opsi solusi <em>blended learning</em></h2>
<p>Masuknya varian baru dan dibukanya sekolah tanpa adanya vaksinasi anak akan menyebabkan kenaikan kasus COVID-19. Terutama jika transmisi lokal tidak terkendali yang ditandai dengan <em>percent positive rate</em> di atas 5%.</p>
<p>Jika kegiatan pembelajaran tatap muka tetap dimulai, maka pihak penyelenggara harus menyiapkan pembelajaran campuran (<em>blended learning</em>). Sekolah perlu memberi kebebasan anak dan orang tua untuk memilih metode pembelajaran luring (<em>offline</em>) atau daring (<em>online</em>).</p>
<p>Selain itu, dinas pendidikan dan sekolah perlu mencari inovasi baru dalam proses belajar mengajar. Misalnya, memanfaatkan belajar di ruang terbuka seperti taman, lapangan, atau sekolah di alam terbuka.</p>
<p>Keadaan ini memang sulit dan kita harus berhati-hati sebelum mengambil keputusan yang dapat menyebabkan risiko kesehatan anak-anak, guru, dan orang tua, bahkan kematian.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/161516/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Melani Ratih Mahanani tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Perlu riset lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana coronavirus varian B.1.1.7 menginfeksi anak-anak dan remaja serta berapa besar peran anak-anak dan remaja dalam penularan varian baru ini.Melani Ratih Mahanani, PhD Researcher in Epidemiology, Heidelberg Institute of Global Health, Germany, University of HeidelbergLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1551352021-03-05T08:19:35Z2021-03-05T08:19:35ZAsesmen pengganti UN akan tetap jadi momok jika guru dan sekolah masih pegang budaya tes<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/387963/original/file-20210305-21-1v2i3yd.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1399261801">(ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)</a></span></figcaption></figure><p>Pada <a href="https://www.kompas.com/edu/read/2021/01/20/203728071/mendikbud-nadiem-asesmen-nasional-diundur-ke-september-2021">September 2021</a>, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akan melaksanakan <a href="https://tirto.id/apa-itu-asesmen-nasional-an-arti-waktu-pelaksanaan-macam-tes-f9sn">Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)</a>.</p>
<p>Kemendikbud di bawah Nadiem melaksanakan AKM sebagai upaya untuk menghapus Ujian Nasional (UN) yang sudah menjadi momok menakutkan bagi siswa dan orang tua. </p>
<p>Berbeda dengan UN yang menjadi satu-satunya alat untuk menentukan kelulusan anak, AKM akan dilakukan <a href="https://www.cmu.edu/teaching/assessment/basics/formative-summative.html">secara berkala untuk mengevaluasi kemampuan literasi dan berhitung anak-anak</a>, serta dilaksanakan pada anak-anak kelas 5,8, dan 11 yang satu tahun lagi akan lulus. </p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/menteri-nadiem-akhiri-sejarah-un-dan-kembalikan-kuasa-penilaian-pada-guru-apakah-mereka-mampu-129977">Menteri Nadiem "akhiri sejarah" UN dan kembalikan kuasa penilaian pada guru. Apakah mereka mampu?</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Namun, <a href="https://www.kompas.com/edu/read/2020/11/18/165014971/asesmen-nasional-2021-dinilai-masih-butuh-banyak-pengembangan?page=all">banyak orang ragu</a> akan kesuksesan pelaksanaan AKM, di antaranya karena <a href="https://www.brown.edu/academics/education-alliance/teaching-diverse-learners/assessment/high-stakes-testing-0">masih mendarah dagingnya budaya UN</a> di Indonesia.</p>
<p>Ini menyebabkan banyak guru Indonesia masih menganggap AKM hanyalah UN dengan nama baru. Di lapangan, misalnya, praktik persiapan tes yang umum saat zaman UN kembali dilakukan seperti munculnya berbagai buku, webinar, dan <em>try out</em> untuk meraih skor tinggi.</p>
<p><a href="https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/nN9r729b-sosialisasi-asesmen-nasional-minim-guru-terpaksa-cari-tahu-lewat-medsos">Kurangnya sosialisasi</a> dan persiapan pemerintah terkait pelaksanaan AKM juga semakin memperparah kondisi di lapangan.</p>
<h2>Transisi ke budaya asesmen masih terhalang “mental UN” guru</h2>
<p>Guru dan pihak sekolah seharusnya memaknai kehadiran AKM harusnya berakhirnya era tes berstandar nasional yang mempertaruhkan nasib kelulusan anak hanya sekali ujian saja.</p>
<p>Artinya, AKM bisa menjadi peluang berubahnya semangat evaluasi pendidikan di Indonesia dari <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-319-39211-0_16">budaya tes</a> menjadi <a href="https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-94-011-0657-3_1">budaya asesmen</a>.</p>
<p>Budaya yang pertama bertujuan sekadar mempersiapkan siswa menghadapi tes atau ujian, sedangkan yang kedua memandang evaluasi berkala sebagai bagian penting untuk senantiasa meningkatkan proses belajar mengajar.</p>
<p>Sayangnya, transisi dari budaya pengujian ke budaya asesmen masih terhambat di Indonesia.</p>
<p>Masih banyak guru menganggap asesmen baru ini sama saja dengan Ujian Nasional (UN), sehingga guru masih harus mempersiapkan murid untuk menjawab soal dengan sangat baik demi skor yang tinggi.</p>
<figure class="align-right zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/387846/original/file-20210304-17-1csbzou.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/387846/original/file-20210304-17-1csbzou.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=237&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/387846/original/file-20210304-17-1csbzou.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=809&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/387846/original/file-20210304-17-1csbzou.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=809&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/387846/original/file-20210304-17-1csbzou.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=809&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/387846/original/file-20210304-17-1csbzou.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=1017&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/387846/original/file-20210304-17-1csbzou.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=1017&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/387846/original/file-20210304-17-1csbzou.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=1017&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption"></span>
</figcaption>
</figure>
<p>Akhir tahun lalu terbit <a href="http://www.penerbitduta.com/read_resensi/2020/8/sikat-akm-2020-sma#.YEEOpC0RpN0">buku seperti “<em>Sikat AKM</em>”</a> dan muncul <a href="https://www.jawapos.com/nasional/pendidikan/26/10/2020/disdik-dki-beberkan-munculnya-buku-sukses-akm">undangan <em>try out</em> ke berbagai sekolah</a> di Jakarta yang menjanjikan kiat-kiat mendapat skor yang tinggi.</p>
<p>Mereka juga menganggap perbedaannya dengan UN hanya terletak pada tipe soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang akan lebih banyak mengukur kemampuan nalar siswa.</p>
<p>Berdasarkan teori tingkatan logika berpikir dari psikolog pendidikan Amerika Serikat, <a href="https://cetl.uconn.edu/resources/design-your-course/teaching-and-learning-techniques/critical-thinking-and-other-higher-order-thinking-skills/#">Benjamin Bloom</a>, soal yang mengukur nalar tidak sekadar menguji hafalan atau pemahaman, namun juga menerapkan logika tingkat lanjut seperti membedah diagram, menyimpulkan ulang suatu teks yang rumit, atau mendiskusikan solusi terbaik untuk suatu masalah.</p>
<p>Sebagai konsekuensi, kini banyak guru berlomba mengadakan <a href="https://kuburaya.fityan.org/pelatihan-pembuatan-perangkat-test-berbasis-hots-dalam-rangka-menyongsong-akm-sdit-afisku/">berbagai</a> <a href="https://smkmita.sch.id/dari-sistem-asesmen-kompetensi-minimum-hingga-perubahan-model-soal-yang-lebih-menarik-dari-sebelumnya/">pelatihan</a> untuk membuat soal berbasis nalar hanya demi mempersiapkan siswanya meraih skor tinggi pada asesmen esok September.</p>
<p>Sebenarnya, penting bagi guru memiliki kemampuan membuat soal yang mengukur kemampuan nalar siswa. Namun, harusnya tujuannya bukan untuk ‘melatih’ siswa untuk sekadar bisa menjawab soal-soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), melainkan <a href="https://www.researchgate.net/publication/335318732_Fostering_critical_thinking_through_questioning_in_EFL_An_Indonesian_study_In_Li_L_ed_Thinking_Skills_and_Creativity_in_Second_Language_Education_Case_Studies_from_International_Perspectives_Abingdon_">mengembangkan nalar kritis siswa</a> secara jangka panjang.</p>
<h2>Budaya ujian nasional mendarah daging, pemerintah belum berhasil mengantisipasi</h2>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/15434303.2011.642041">Berbagai</a> <a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjF98Dw9I7vAhUCU30KHYaaDmUQFjAAegQIAhAD&url=https%3A%2F%2Fresearcharchive.vuw.ac.nz%2Fxmlui%2Fbitstream%2Fhandle%2F10063%2F3201%2Fthesis.pdf%3Fsequence%3D2&usg=AOvVaw00awPyyFdCG0iL248o9NJK">studi</a> menunjukkan kentalnya pelaksanaan ujian nasional selama ini menyulitkan guru untuk mengadopsi budaya asesmen jangka panjang.</p>
<p>Indonesia sudah melaksanakan berbagai tes berstandar nasional sejak tahun 1965. Namanya berbeda-beda, namun dengan sifat yang sama.</p>
<p>Kehadirannya yang mengakar selama berpuluh tahun menyebabkan model belajar “<a href="http://www.ascd.org/publications/educational-leadership/mar01/vol58/num06/Teaching-to-the-Test%C2%A2.aspx">mengajar untuk ujian</a>” begitu mendarah daging di Indonesia, bahkan diterapkan banyak guru yang saat ini aktif mengajar.</p>
<p>Di tengah budaya ujian nasional yang akut ini, pemerintah sebenarnya bertanggung jawab mempersiapkan guru di Indonesia untuk menghadapi AKM dengan komunikasi yang jelas.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/386404/original/file-20210225-13-1qvj21u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/386404/original/file-20210225-13-1qvj21u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/386404/original/file-20210225-13-1qvj21u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/386404/original/file-20210225-13-1qvj21u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/386404/original/file-20210225-13-1qvj21u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/386404/original/file-20210225-13-1qvj21u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/386404/original/file-20210225-13-1qvj21u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/386404/original/file-20210225-13-1qvj21u.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Sejak tahun 1965, di Indonesia muncul silih berganti ujian nasional dengan namanya yang berbeda-beda, namun dengan sifat <em>high-stakes</em> yang sama.</span>
<span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1366601732">(ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)</a></span>
</figcaption>
</figure>
<p><a href="https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/zNA3j2Ak-pgri-kritisi-sosialisasi-asesmen-nasional-kurang-lantang">Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)</a> mengatakan berbagai upaya sosialisasi dari pemerintah terkait Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) masih belum maksimal.</p>
<p>Sejauh ini, misalnya, Mendikbud Nadiem baru sebatas <a href="https://www.merdeka.com/peristiwa/nadiem-makarim-tak-ada-gunanya-bimbel-buat-hadapi-akm-2021.html">mengingatkan dalam pidatonya</a> bahwa guru tidak perlu panik atau melakukan persiapan berlebihan dalam menghadapi asesmen tersebut.</p>
<p>Pemerintah juga belum melakukan sosialisasi yang lantang, rutin, dan juga jelas - terutama untuk menekankan bahwa asesmen baru ini dilakukan demi evaluasi jangka panjang dan bukan penentu kelulusan maupun pemeringkatan sekolah.</p>
<h2>Perlu pemberdayaan kemampuan asesmen guru</h2>
<p><a href="https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjF98Dw9I7vAhUCU30KHYaaDmUQFjAAegQIAhAD&url=https%3A%2F%2Fresearcharchive.vuw.ac.nz%2Fxmlui%2Fbitstream%2Fhandle%2F10063%2F3201%2Fthesis.pdf%3Fsequence%3D2&usg=AOvVaw00awPyyFdCG0iL248o9NJK">Studi tahun 2014</a> dari Victoria University of Wellington, Selandia Baru menunjukkan kehadiran UN telah melemahkan kompetensi asesmen guru di Indonesia.</p>
<p>Penelitian yang melibatkan 107 guru di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini menemukan bahwa dari tahun ke tahun guru dikondisikan untuk hanya menggunakan tes tradisional sebagai satu-satunya instrumen untuk mengukur capaian siswa.</p>
<p>Artinya, saat ini terdapat ketimpangan kompetensi guru yang bisa menjalankan asesemen baru ini dengan baik.</p>
<p>Oleh karena itu, pemerintah Indonesia seharusnya meningkatkan kompetensi asesmen guru terlebih dahulu untuk memastikan pelaksanaan AKM yang optimal.</p>
<p><a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/15434303.2011.642041">Glenn Fulcher</a>, peneliti pengujian bahasa di University of Leicester, Inggris mengatakan tingkat kompetensi asesmen yang tinggi berperan besar membantu guru memilih, membuat, dan menerapkan alat asesmen yang sesuai, dan juga membantu mereka memahami hasil asesmen untuk meningkatkan performa pembelajaran siswa.</p>
<p>Sementara itu, berbagai pelatihan yang ada di Indonesia selama ini masih bersifat <a href="https://ro.uow.edu.au/theses/4721/">jangka pendek, tidak berkelanjutan</a>, dan masih fokus pada pedagogi (teknik mengajar) untuk mencapai skor tes yang tinggi ketimbang asesmen berkala.</p>
<p>Apabila ini tidak diatasi, asesmen baru ala Nadiem kemungkinan akan gagal memetakan kondisi pendidikan di Indonesia secara akurat dan sekadar menggantikan UN tanpa banyak perbedaan - wajahnya baru, mentalnya sama.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/155135/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Maya Defianty tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Tanpa sosialisasi yang jelas dan pembekalan guru yang cukup, asesmen baru ala Nadiem akan sekadar menggantikan UN tanpa banyak perbedaan - wajahnya baru, mentalnya sama.Maya Defianty, Dosen di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Tarbiyah (FITK), UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1527112021-01-08T08:16:31Z2021-01-08T08:16:31ZRekrutmen guru PNS dan PPPK bisa berjalan seiringan, yang penting justru seleksi yang adil dan berkualitas<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/377718/original/file-20210108-23-1rzfksv.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">Di Indonesia, masih banyak guru honorer bergaji kecil yang selama belasan tahun mengharapkan pengangkatan menjadi PNS.</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://download.antarafoto.com/searchresult/dom-1540806001">(ANTARA FOTO/Irfan Anshori)</a></span></figcaption></figure><p><a href="https://youtu.be/EDUH43a1R7c">Pemerintah</a> memastikan bahwa pada 2021, perekrutan <a href="https://mediaindonesia.com/humaniora/374702/pemerintah-rekrut-sejuta-guru-dengan-sistem-pppk">satu juta guru</a> tidak melalui skema calon pegawai negeri sipil (PNS) melainkan melalui skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).</p>
<p>Artinya, guru yang diangkat akan menjalani status pekerja kontrak non-permanen yang kinerjanya akan dievaluasi secara berkala. Badan Kepegawaian Negara mengatakan bahwa hal ini akan <a href="https://www.bkn.go.id/berita/dorong-produktivitas-birokrasi-pemerintah-gulirkan-skema-pppk-bagi-sejumlah-jabatan-asn-termasuk-guru">mendorong percepatan peningkatan profesionalisme dan kinerja</a>.</p>
<p>Tidak hanya untuk guru, <a href="https://www.kompas.tv/article/135070/ini-147-jabatan-berstatus-pppk-profesi-guru-termasuk-di-dalamnya?page=all">147 profesi lain </a> juga akan direkrut melalui skema PPPK, termasuk dosen. </p>
<p>Menteri Pendidikan dan Kebudayaan <a href="https://www.youtube.com/watch?v=EDUH43a1R7c">Nadiem Makarim menekankan</a> bahwa skema ini juga memberikan kesempatan pada tenaga pengajar honorer untuk bisa berkompetisi membuktikan dirinya melalui tes yang disiapkan. </p>
<p><a href="https://news.detik.com/berita/d-5318808/guru-tak-masuk-formasi-cpns-2021-tuai-kritikan">Kritik</a> menghujani kebijakan ini. Beberapa kelompok guru dan tenaga kependidikan menuding skema ini mengabaikan guru honorer yang selama ini menerima gaji yang dianggap <a href="https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5046309/miris-gaji-guru-honorer-lebih-kecil-dari-upah-art">tak manusiawi</a>. Mereka menganggap kompetensi guru honorer yang telah belasan tahun di sekolah seharusnya sudah tidak perlu dikompetisikan lagi dalam tes PPPK. </p>
<p>Dalam tulisan ini, saya akan menunjukkan mengapa penerapan skema ini secara penuh adalah kebijakan yang tidak tepat, serta bagaimana cara memperbaikinya untuk kemajuan guru di Indonesia.</p>
<h2>Rekrutmen non-permanen memang banyak diterapkan di dunia…</h2>
<p>Pada dasarnya, di setiap negara ada dua jenis posisi guru - yaitu posisi guru permanen (<em>tenure</em> atau tetap) dan non-permanen (<em>non-tenure</em> atau kontrak berkala). </p>
<p>Sistem guru permanen, misalnya di Amerika Serikat, <a href="https://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=126349435">muncul pada awalnya</a> untuk melindungi guru karena pasca Perang Dunia I mereka sering dipecat akibat hal di luar kinerja, seperti alasan ras, pergantian kuasa politik, atau bahkan karena hamil.</p>
<p>Dalam konteks ini, posisi guru permanen jelas <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">diniatkan untuk melindungi guru</a>. </p>
<p>Seiring dengan meningkatnya perlindungan terhadap profesi guru, sistem perekrutan pun berubah. Di Amerika Serikat, sebagian besar negara bagian semakin memperketat perekrutan guru dan mengedepankan seleksi dengan kriteria yang kompetitif.</p>
<p>Kini, jumlah guru yang diangkat ke posisi permanen turun dari <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">94% ke 56%</a> di New York. Secara nasional, hanya ada 67% guru permanen di AS. Angka ini lebih tinggi dari Chili (63%) dan Uni Emirat Arab (50%). </p>
<p><a href="https://www.aitsl.edu.au/docs/default-source/research-evidence/spotlight/spotlight---attrition.pdf?sfvrsn=40d1ed3c_0">Australia</a> saat ini tidak memiliki sistem penunjukan guru permanen, melainkan skema penunjukan jangka panjang, kontrak, maupun pekerja kasual. <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">India</a> juga mengalami penurunan drastis jumlah guru permanen. </p>
<h2>…tapi apakah tepat sepenuhnya diterapkan di Indonesia?</h2>
<p>Akan tetapi, guru permanen masih memiliki tempat spesial di banyak negara.</p>
<p>Sebanyak <a href="http://www.oecd.org/education/school/48627229.pdf">22 dari 34 negara anggota</a> Organisasi Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) pada 2015 memiliki proporsi guru permanen yang berjumlah 80% dari jumlah keseluruhan gurunya.</p>
<p>Di <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">Denmark, Malaysia, Argentina, dan Perancis</a>, hampir 100% guru adalah guru permanen. </p>
<p>Di Indonesia sendiri, rekrutmen guru permanen dengan berbagai perlindungan finansialnya melalui skema PNS dan sertifikasi, masih menjadi motivasi untuk memasuki profesi guru.</p>
<p>Ada <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">peningkatan 5 kali lipat</a> jumlah mahasiswa yang masuk Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau universitas keguruan dari 2005 sampai 2015 pasca pengesahan <a href="https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2005/14tahun2005uu.htm">Undang-Undang Guru dan Dosen</a> pada 2005.</p>
<p>Selain itu, masih banyak guru honorer bergaji kecil yang selama belasan tahun <a href="https://regional.kompas.com/read/2020/12/30/10213701/surat-cinta-guru-honorer-untuk-mas-menteri-nadiem-yang-sudah-punya?page=all">mengharapkan pengangkatan</a> menjadi PNS.</p>
<h2>Skema PNS maupun PPPK bisa berjalan seiringan</h2>
<p>Mendukung argumen kementerian, OECD memang berpendapat bahwa posisi permanen seperti PNS <a href="http://www.oecd.org/education/school/48627229.pdf">dapat menghambat inovasi dan peningkatan kinerja</a>. </p>
<p>Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan evaluasi kinerja untuk setiap 5 atau 7 tahun. Sesuai saran OECD, jika ada guru yang tidak efektif, pemerintah dapat memecat guru tersebut atau mengalihkan fungsinya. </p>
<p>Namun, tidak serta merta berarti rekrutmen guru harus sepenuhnya dilakukan melalui kontrak kerja non-permanen.</p>
<p>Dari banyak <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">kajian dan studi kebijakan</a>, posisi permanen seperti PNS dan posisi kontrak seperti PPPK idealnya bisa tetap ada secara bersamaan.</p>
<p>Misalnya, jalur PNS bisa dirancang sebagai sistem rekrutmen guru yang lebih kompetitif.</p>
<p>Skema ini dapat dibuka untuk menarik lulusan terbaik dari LPTK dan universitas keguruan, maupun guru honorer yang bertahan mengajar bertahun-tahun dengan sertifikasi kependidikan serta kompetensi mengajar yang teruji.</p>
<p>Sementara itu, bagi tenaga pengajar yang belum bisa menempuh jalur PNS yang ketat, dapat diakomodasi dengan skema PPPK.</p>
<p>Setidaknya, ini bisa memberikan perlindungan kontrak kerja yang lebih baik bagi sebagian guru honorer lainnya yang juga telah menempuh banyak penilaian kinerja nasional.</p>
<h2>Yang penting justru adalah kualitas rekrutmen kedua skema</h2>
<p>Yang menjadi kunci, justru adalah menerapkan sistem rekrutmen yang berkualitas, evaluasi yang dapat diandalkan, dan sistem apresiasi kinerja yang adil. </p>
<p>Saat ini, menggunakan standar internasional maupun nasional, <a href="https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/16355">kompetensi guru Indonesia</a> di Indonesia bisa dianggap jauh dari kata memuaskan.</p>
<p>Meskipun demikian, berbagai pengukuran ini bisa jadi tidak akurat karena seharusnya kompetensi dan keberhasilan guru diukur berdasarkan <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14681366.2019.1625069?journalCode=rpcs20">konteks permasalahan yang ada di daerah</a> mereka masing-masing.</p>
<p>Karena setiap daerah punya tantangan berbeda, <a href="https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13540602.2013.744202?journalCode=ctat20">kinerja seharusnya</a> diukur dalam penilaian yang sensitif konteks lokal dan mencakup banyak aspek, bukan menggunakan satu pengukuran sederhana secara nasional.</p>
<p>Diperlukan sistem seleksi yang melibatkan wawancara, praktik pembuatan rencana pembelajaran, dan praktik mengajar di lapangan yang intensif untuk menjaring guru yang kompeten.</p>
<p>Sebagai contoh, <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">Jepang</a> mewajibkan gurunya untuk menjalani pelatihan dan seleksi jangka panjang yang sangat intensif pada tahun pertama. Setiap sepuluh tahun, pelatihan dilakukan lagi secara menyeluruh.</p>
<p><a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">Brasil</a> juga mewajibkan masa percobaan selama tiga tahun sebelum akhirnya dapat menempati posisi permanen. </p>
<p>Selain itu, seleksi yang sesuai konteks dan mempertimbangkan pengalaman bisa lebih menjamin keadilan bagi guru honorer di daerah yang selama ini diabaikan. Guru honorer punya kualitas pengajaran yang sangat kaya konteks lokal, namun selama ini evaluasi kinerja mereka diukur dengan tes yang terlalu sederhana. </p>
<p>Padahal, <a href="https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---sector/documents/meetingdocument/wcms_364838.pdf">tidak ada bukti</a> yang menunjukkan bahwa guru PNS lebih rajin dari guru honorer. Hal ini juga didukung oleh penelitian bahwa <a href="https://doi.org/10.1080/09645292.2017.132940">sertifikasi tidak berdampak besar</a> pada peningkatan kinerja guru. </p>
<p>Implikasinya, harus ada juga sistem penggajian guru yang lebih adil dan tidak timpang antara berbagai kategori tenaga pengajar - entah PNS, guru dengan perjanjian kerja, maupun guru honorer - karena performa mereka tidak jauh berbeda.</p>
<p>Sistem perekrutan baru apa pun tidak akan efektif meningkatkan kompetensi tenaga pengajar jika seleksi masih tidak berkeadilan dan masih menggunakan berbagai tes dan evaluasi yang selama ini buta konteks lokal.</p><img src="https://counter.theconversation.com/content/152711/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Ahmad Junaidi tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain yang telah disebut di atas.</span></em></p>Proses rekrutmen guru non-permanen seperti skema PPPK secara penuh di Indonesia adalah kebijakan yang tidak tepat. Yang lebih penting justru adalah proses seleksi yang adil dan berkualitas.Ahmad Junaidi, Lecturer (Universitas Mataram) , PhD Candidate, Monash UniversityLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.tag:theconversation.com,2011:article/1478562020-11-24T06:38:18Z2020-11-24T06:38:18ZSelama pandemi, peran kepala sekolah masih minim dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh<figure><img src="https://images.theconversation.com/files/370505/original/file-20201120-13-1nb49ff.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip" /><figcaption><span class="caption">
</span> <span class="attribution"><a class="source" href="https://unsplash.com/photos/ldkHWg5s3Ec">(Unsplash/Husniati Salma)</a>, <a class="license" href="http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/">CC BY</a></span></figcaption></figure><p>Kebijakan <a href="https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/kemendikbud-terbitkan-pedoman-penyelenggaraan-belajar-dari-rumah">belajar dari rumah</a> selama pandemi COVID-19 telah berlangsung sejak Maret 2020.</p>
<p><a href="http://smeru.or.id/id/content/belajar-dari-rumah-potret-ketimpangan-pembelajaran-pada-masa-pandemi-covid-19">Penelitian kami</a> di SMERU Research Institute pada April hingga Juni 2020 yang melibatkan 290 guru sekolah dasar di 25 provinsi, menemukan bahwa peran kepala sekolah masih kurang dalam membantu guru yang kesulitan menjalankan pembelajaran jarak jauh selama pandemi.</p>
<h2>Peran kepala sekolah belum optimal dalam mendukung belajar dari rumah</h2>
<p>Survei kami menunjukkan banyak guru terutama yang berada di luar Jawa kebingungan dalam mempersiapkan materi untuk <em>online learning</em> dan kekurangan dana untuk mengajar siswa di daerah terpencil.</p>
<p>Dengan berbagai keterbatasan tersebut, <a href="https://theconversation.com/manajemen-sekolah-adalah-kunci-sukses-siswa-tapi-kualitas-kepala-sekolah-di-indonesia-meragukan-129626">kepala sekolah sebagai pemimpin institusi pendidikan</a> seharusnya melakukan berbagai inovasi untuk mendukung guru dalam menghadirkan pembelajaran jarak jauh yang efektif. </p>
<p>Survei kami mengungkap setidaknya ada tiga kekurangan dalam peran kepala sekolah selama pembelajaran di masa pandemi.</p>
<p><strong>Pertama</strong>, dukungan dana dari sekolah untuk meringankan beban pembelajaran jarak jauh, terutama di awal penutupan sekolah, masih sangat minim. </p>
<p>Kurang dari 50% guru yang menjadi responden kami menerima dana tambahan dari sekolah untuk operasional belajar dari rumah. Tidak adanya bantuan dana ini umumnya dialami oleh guru sekolah negeri di luar Pulau Jawa dan di wilayah pedesaan.</p>
<p>Bagi guru yang mendapatkan bantuan dana pun, sekolah hanya memberikan rata-rata Rp 72.000 per bulan untuk setiap guru.</p>
<p>Padahal, rata-rata dana yang dibutuhkan oleh seorang guru adalah Rp 150.000 per bulan untuk bahan penyusunan materi ajar, paket internet, berlangganan aplikasi berbayar untuk kegiatan pengajaran, dan biaya transportasi tambahan ke rumah murid.</p>
<p>Pada akhirnya, mayoritas guru dalam survei kami masih perlu mengeluarkan dana pribadi selama belajar dari rumah.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/366685/original/file-20201030-19-1p56bq6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/366685/original/file-20201030-19-1p56bq6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/366685/original/file-20201030-19-1p56bq6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/366685/original/file-20201030-19-1p56bq6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/366685/original/file-20201030-19-1p56bq6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/366685/original/file-20201030-19-1p56bq6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/366685/original/file-20201030-19-1p56bq6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/366685/original/file-20201030-19-1p56bq6.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Bantuan dana bagi guru selama pandemi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">SMERU Research Institute</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong>Kedua</strong>, pemberian pelatihan dari kepala sekolah untuk mendukung kapasitas guru dalam memfasilitasi pembelajaran daring masih minim.</p>
<p>Di awal penutupan sekolah, hanya 24% dari 290 guru yang kami survei menerima pelatihan terkait penggunaan teknologi pembelajaran dari sekolah. Bagi guru yang mendapatkan pun mayoritas berada di sekolah swasta dan sekolah di wilayah perkotaan.</p>
<p>Pada survei pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama tiga bulan terakhir, Ikatan Guru Indonesia (IGI) juga menemukan bahwa <a href="https://www.validnews.id/Panduan-Pendidikan-Saat-Pandemi-Tak-Sentuh--Masalah-Utama-bBR">60% guru di Indonesia</a> memiliki kemampuan sangat buruk dalam penggunaan teknologi pembelajaran.</p>
<p>Akibatnya, guru lebih banyak menghabiskan waktu untuk mempelajari hal-hal teknis, seperti memilih platform atau aplikasi digital yang tepat untuk mengajar, ketimbang fokus pada materi pembelajaran.</p>
<figure class="align-center zoomable">
<a href="https://images.theconversation.com/files/366686/original/file-20201030-22-asyd3o.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip"><img alt="" src="https://images.theconversation.com/files/366686/original/file-20201030-22-asyd3o.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&fit=clip" srcset="https://images.theconversation.com/files/366686/original/file-20201030-22-asyd3o.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=1 600w, https://images.theconversation.com/files/366686/original/file-20201030-22-asyd3o.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=2 1200w, https://images.theconversation.com/files/366686/original/file-20201030-22-asyd3o.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=600&h=400&fit=crop&dpr=3 1800w, https://images.theconversation.com/files/366686/original/file-20201030-22-asyd3o.png?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=1 754w, https://images.theconversation.com/files/366686/original/file-20201030-22-asyd3o.png?ixlib=rb-1.1.0&q=30&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=2 1508w, https://images.theconversation.com/files/366686/original/file-20201030-22-asyd3o.png?ixlib=rb-1.1.0&q=15&auto=format&w=754&h=503&fit=crop&dpr=3 2262w" sizes="(min-width: 1466px) 754px, (max-width: 599px) 100vw, (min-width: 600px) 600px, 237px"></a>
<figcaption>
<span class="caption">Pengadaan pelatihan untuk guru selama masa pandemi.</span>
<span class="attribution"><span class="source">SMERU Research Institute</span>, <span class="license">Author provided</span></span>
</figcaption>
</figure>
<p><strong>Ketiga</strong>, hanya sedikit kepala sekolah yang memantau atau memastikan kegiatan pembelajaran jarak jauh berlangsung dengan baik. Kepala sekolah jarang mengukur kinerja guru saat melakukan pembelajaran jarak jauh. </p>
<p>Misalnya, hanya 26% responden yang mengatakan mereka secara rutin dipantau oleh kepala sekolah selama belajar dari rumah. Sebanyak 42% guru bahkan hanya dipantau sekali dalam satu minggu. Selain itu, hanya 37% guru yang diperiksa materi pengajarannya oleh kepala sekolah.</p>
<p>Padahal pemantauan sangat penting untuk dilakukan agar kepala sekolah dapat <a href="https://theconversation.com/manajemen-sekolah-adalah-kunci-sukses-siswa-tapi-kualitas-kepala-sekolah-di-indonesia-meragukan-129626">mendengarkan dan membantu orang tua dan guru</a> dalam menangani kesulitan selama belajar dari rumah.</p>
<h2>Kepala sekolah dapat manfaatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)</h2>
<p>Sejak awal tahun ajaran baru 2020/2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui <a href="http://ditpsd.kemdikbud.go.id/upload/filemanager/download/Permendikbud%20No.19%20Tahun%202020%20Ttg%20Perubahan%20Juknis%20BOS%20Reguler.pdf">Peraturan Kementerian Nomor 19 Tahun 2020</a> memberikan keleluasaan 100% kepada kepala sekolah dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) - yang besarnya adalah Rp 900.000 per anak per tahun - selama masa pandemi COVID-19.</p>
<p>Dengan peraturan baru tersebut, artinya kepala sekolah dapat lebih leluasa menggunakan alokasi dana ini untuk membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh.</p>
<p>Kepala sekolah dapat menggunakan tambahan dana ini untuk mengadakan lebih banyak pelatihan, memperbaiki sistem pengawasan kinerja guru, hingga menambahkan subsidi paket internet untuk guru dan siswa.</p>
<p>Bantuan ini akan mempermudah guru dalam merancang kelas daring, mengumpulkan sumber belajar, menggunakan aplikasi untuk menunjang pengajaran, dan mengikuti pelatihan webinar daring yang diadakan oleh berbagai institusi.</p>
<p>Murid juga terbantu karena dapat mengakses bahan ajar secara daring dari rumah.</p>
<p>Khusus untuk wilayah pedesaan dengan jaringan internet minim, dana BOS juga dapat diberikan kepada guru yang harus mengunjungi rumah siswa di lokasi yang terpencil. </p>
<p>Studi kami, misalnya, menemukan bahwa beberapa guru harus menempuh jarak hingga 30 kilometer menuju rumah siswa, dengan pertemuan tatap muka yang berlangsung tidak lebih dari 1 jam. </p>
<h2>Kepemimpinan dari kepala sekolah menentukan kesuksesan guru</h2>
<p>Pelaksanaan belajar dari rumah memang menempatkan guru sebagai aktor dengan tanggung jawab terbesar. Namun, proses pembelajaran tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada guru.</p>
<p><a href="https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/ecoj.12267">Riset dari Stanford University di Amerika Serikat</a> mengamati 1.800 sekolah di tujuh negara termasuk Brasil dan India, dan menemukan bahwa perbedaan antara sekolah dengan performa tinggi dan rendah hampir 50%-nya sendiri ditentukan oleh kualitas dan kebijakan dari kepala sekolah.</p>
<hr>
<p>
<em>
<strong>
Baca juga:
<a href="https://theconversation.com/manajemen-sekolah-adalah-kunci-sukses-siswa-tapi-kualitas-kepala-sekolah-di-indonesia-meragukan-129626">Manajemen sekolah adalah kunci sukses siswa, tapi kualitas kepala sekolah di Indonesia meragukan</a>
</strong>
</em>
</p>
<hr>
<p>Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan lembaga lainnya pun sudah mengeluarkan <a href="https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/kemendikbud-terbitkan-pedoman-penyelenggaraan-belajar-dari-rumah">panduan khusus</a> terkait pengajaran efektif selama belajar dari rumah - termasuk bagaimana menentukan capaian pembelajaran serta rekomendasi sumber materi yang dapat diakses melalui internet.</p>
<p>Berbekal hal-hal di atas, kepala sekolah seharusnya mengemban tanggung jawab dalam memastikan proses pembelajaran daring berlangsung efektif. Mereka juga berkewajiban membantu guru menemukan solusi yang dihadapi dan mengurangi beban mereka selama pelaksanaan belajar dari rumah. </p>
<p>Ketika guru menghadapi dilema dalam memilih strategi, kepala sekolah dapat berdiskusi dengan guru dan membantu merangkum informasi.</p>
<p>Kepala sekolah juga harus lebih aktif berdiskusi bersama guru dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran, memetakan kurikulum belajar dari rumah, dan merancang penilaian jarak jauh yang sesuai.</p>
<p>Tidak hanya mengandalkan insiatif kepala sekolah, Dinas Pendidikan di level daerah juga dapat turut andil dengan cara mengawasi peran kepala sekolah.</p>
<p>Misalnya, mereka dapat menyediakan pelatihan yang membekali kepala sekolah tentang kebijakan dan inovasi apa saja yang perlu diterapkan selama masa pandemi.</p>
<hr>
<p><em>Novita Eka Syaputri, staf komunikasi di Program RISE Indonesia, The SMERU Research Institute, telah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.</em></p><img src="https://counter.theconversation.com/content/147856/count.gif" alt="The Conversation" width="1" height="1" />
<p class="fine-print"><em><span>Studi ini didukung oleh Knowledge Sector Initiative, sebuah kemitraan Australia-Indonesia.</span></em></p>Survei kami di SMERU Research Institute menemukan peran kepala sekolah di Indonesia belum efektif dalam membantu guru yang kesulitan menjalankan pembelajaran jarak jauh selama pandemi.Florischa Ayu Tresnatri, Researcher, SMERU Research InstituteArjuni Rahmi Barasa, Junior Researcher, SMERU Research InstituteLicensed as Creative Commons – attribution, no derivatives.